Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum"

Transkripsi

1 Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum

2 Mewujudkan Perlindungan Perempuan Korban melalui Pemenuhan Bantuan Hukum: Kertas Posisi Terhadap Pembahasan RUU Bantuan Hukum A. Latar Belakang Kertas posisi disusun sebagai usulan terhadap Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum (RUU Bantuan Hukum), yang ditujukan agar pemenuhan hak-hak perempuan korban maupun saksi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan yang terintegrasi di dalamnya dengan prinsip Hak Asasi Manusia, kesetaraan dan keadilan gender. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada bidang hukum dan aparatur menggariskan peningkatan kesadaran dan penegakan hukum dalam rangka tercapainya konsolidasi penegakan supremasi hukum dan penegakan HAM serta kelanjutan penataan sistem hukum nasional melalui perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik. Hal tersebut dilakukan melalui arah kebijakan salah satunya adalah peningkatan perlindungan, pemajuan dan penegakan terhadap HAM. Guna melaksanakan pembangunan hukum perlu ditingkatkan pembaruan materi hukum dengan tetap memperhatikan upaya perlindungan, pengakuan dan penerapan prinsip-prinsip HAM dalam semua bentuk pelayanan kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi. Berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2011, terdapat berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemenuhan hak-hak bagi perempuan korban. Komnas Perempuan sebagai Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia memiliki mandat untuk memantau dan mengkaji semua perencanaan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan, khususnya yang terkait dengan pemenuhan hak perempuan termasuk perempuan korban kekerasan. Hal ini terkait dengan upaya untuk menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Salah satu hal yang penting didorong oleh Komnas Perempuan adalah pemenuhan hak-hak perempuan korban maupun saksi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan yang tengah diperjuangkan dalam Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum ini. Lahirnya kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2011 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2012, adalah bentuk political will pemerintah tentang bantuan hukum, dimana strategi akses keadilan dibagi dalam 8 (delapan) bidang 1, bisa dilihat dalam salah satunya adalah bidang hukum. Namun sayangnya akses keadilan ini hanya mencakup proses hukum pengadilan atau litigasi. Kondisi ini dalam pandangan Komnas Perempuan bermakna sangat sempit, karena hasil pemantauan Komnas Perempuan menemukan fakta bahwa bantuan hukum diperlukan bagi perempuan yang berstatus sebagai tersangka atau korban yang tidak menyelesaikan persoalan hukumnya melalui pengadilan. Temuan lain yang juga sangat penting adalah terkait pentingnya pengakuan atas peran paralegal yang banyak memberikan dukungan bagi perempuan korban ketika mengalami kekerasan terhadap perempuan. Melihat berbagai fakta yang ditemukan, maka Komnas 1 Di dalam RKP Tahun 2012, ada kurang lebih 9 bidang prioritas, yaitu: a. Bidang Sosbud; b. Bidang Ekonomi; c. Bidang Iptek; d. Bidang Sarpras; e. Bidang Politik; f. Bidang Hankam; g. Bidang Hukum dan Aparatur; h. Bidang Wilayah dan Tata Ruang; dan i. Bidang SDA dan Lingkungan Hidup.

3 Perempuan mengusulkan sejumlah masukan terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum guna memastikan terintegrasinya pemenuhan hak-hak perempuan korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan. Komnas Perempuan selain mendasarkan pada data dan fakta atas kebutuhan perempuan korban yang sedang berhadapan dengan hukum, juga menyelenggarakan serangkaian kegiatan bersama mitra untuk pendalaman substansi, misalnya dialog dan diskusi terfokus baik dengan unsur pemerintah dan non pemerintah, utamanya lembaga-lembaga yang selama ini memberikan dukungan dan pendampingan bagi perempuan korban. Temuan fakta, hasil diskusi dan hasil analisis itulah yang kemudian menjadi usulan untuk disampaikan dalam pembahasan RUU Bantuan Hukum yang dalam Prolegnas menjadi RUU inisiatif pemerintah. B. Landasan-Landasan 1. Landasan Filosofis Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia dalam sila Kedua dan Kelima disebutkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kedua sila tersebut merupakan dasar yang perlu menjadi paradigma dalam Rancangan Undang- Undang Bantuan Hukum. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Alinea Keempat juga menegaskan bahwa tujuan pembentukan negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini merupakan penegasan pada kewajiban negara untuk menciptakan peluang dan kondisi yang kondusif bagi pemenuhan, perlindungan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan, yang antara lain diwujudkan dalam pemberian bantuan hukum bagi perempuan sebagai korban maupun sebagai saksi dalam kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan. 2. Landasan Sosiologis Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan tentang Kekerasan terhadap Perempuan setiap tahunnya memberi gambaran bahwa ada peningkatan jumlah angka Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) yang ditangani oleh lembaga pengada layanan. Pada tahun 2009, jumlah KtP mencapai kasus KtP, meningkat lebih dari 2 (dua) kali lipat atau naik 263% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat kasus KtP di tahun Tentu perlu dipahami bahwa angka-angka ini hanya didasarkan pada kasus kekerasan terhadap perempuan yang perempuan korbannya memiliki keberanian, kemampuan untuk mengadukan kasus hukumnya, itupun yang melalui proses hokum formal. Artinya secara faktual angka kekerasan terhadap perempuan bisa dipastikan lebih tinggi, dan perempuan korban memilih diam atau menyelesaikannya melalui mekanisme non formal (non pengadilan). 2 Komnas Perempuan, Tak Hanya di Rumah: Pengalaman Perempuan akan Kekerasan di Pusaran Relasi Kekuasaan yang Timpang, Catatan KtP Tahun 2009, Catatan Tahunan Komnas Perempuan dilaunching 7 Maret 2010

4 Pada tahun 2010 Komnas Perempuan melakukan pemantauan terkait Akses Perempuan Pada Keadilan di Provinsi Sumatera Selatan (Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin) dan Provinsi Sulawesi Tengah (Kota Palu dan Kabupaten Sigi). Hasil pemantauan ini menggambarkan pengalaman perempuan korban kekerasan untuk mendapatkan keadilan. Bagi yang memilih melalui mekanisme formal, mereka mengadukan kasusnya kepada penegak hukum melalui lembaga layanan untuk memperoleh pendampingan seperti Lembaga Bantuan Hukum, Lembaga Swadaya Masyarakat, Women Crisis Centre dan atau lembaga pemerintah seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Tetapi 60% dari 20 kasus yang dipantau menggambarkan korban menyelesaikan kasusnya dengan menggunakan mekanisme adat dan agama. Hasil pemantauan juga menunjukkan adanya hambatan-hambatan yang dialami perempuan korban kekerasan saat mengakses keadilan melalui mekanisme formal, antara lain: ketidaksigapan lembaga formal pada tingkatan kepolisian dalam merespon pengaduan korban; korban mengalami diskriminasi berlapis karena minimnya pemahaman kekerasan berbasis gender oleh aparat penegak hukum seperti pihak kepolisian tidak melihat apa yang melatarbelakangi terjadinya penganiayaan terhadap korban (perempuan sebagai pelaku) atau pengabaian kasus percobaan perkosaan yang dialami korban; stigmatisasi atas tubuh seseorang karena ia bertubuh besar dan tegap sehingga perspektif yang bias jender mengakibatkan terjadinya reviktimisasi pada korban. Kepolisian kerap kali memfasilitasi mediasi antara korban dan pelaku, khususnya dalam kasus-kasus KDRT, padahal tidak semua delik dalam kasus KDRT dapat diselesaikan melalui forum mediasi (bukan delik aduan tetapi pidana murni), dengan hanya mendasarkan pada pencabutan pelaporan oleh korban. Melihat fakta di atas keberadaan dan peran lembaga pendamping menjadi sangat penting, bukan hanya sebagai pendamping hukum, tetapi juga memberikan konseling dan rekomendasi rujukan pemulihan korban. 3 Berbagai kasus yang terdokumentasi menggambarkan bahwa pendamping berupaya menerjemahkan pengalaman kekerasan berbasis gender yang dialami oleh perempuan korban ke berbagai isu-isu hak yang harus ditegakkan dalam konteks penanganan kasus. Baik secara langsung maupun tidak langsung, para pendamping dan organisasi perempuan yang memiliki konsern pada perlindungan dan penanganan perempuan korban memberikan penguatan dan pemberdayaan social, ekonomi dan hukum, bukan hanya pada perempuan korban, tetapi juga pada keluarga dan komunitas korban serta negara. Mengapa keluarga dan komunitas penting, karena peran keluarga yang pertama kali diharapkan dapat menerima kembali dan menguatkan korban. Selanjutnya keluarga berperan untuk membantu mendorong agar korban bersedia, memberikan dukungan untuk melaporkan kasus yang dialaminya ke Kepolisian atau mendesak aparat Kepolisian untuk menindaklanjuti penanganan kasus, atau melaporkan kepada organisasi perempuan dan masyarakat yang memahami isu kekerasan dan keadilan. Keluarga juga memiliki peran penting untuk membantu korban untuk pulih seperti sediakala. Komunitas juga bagian penting yang harus dipulihkan, karena dukungan komunitas untuk mendukung korban dan keluarga dengan cara tidak menolak kondisi baru korban dan keluarganya serta bersedia bersama-sama melakukan proses reintegrasi sosial korban sampai korban kembali seperti sediakala sebelum menjadi korban. Negara sebagai pilar penanggung jawab pemenuhan hak asasi korban juga harus didorong untuk selalu membuat kebijakan yang kondusif bagi penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan menegakkannya. 3 Lihat Arimbi Heroepoetri (penyunting), Pengetahuan Hukum Sebagai Penberdayaan Hukum Perempuan: Hasil Pemantauan Akses Perempuan pada Keadilan, Jakarta: Komnas Perempuan, 2011, hal. 41

5 Melihat fakta-fakta di atas, peran para pendamping sangat penting dan dibutuhkan. Penting dan dibutuhkan oleh korban, keluarga, komunitas dan Negara. Pendamping juga memiliki peran besar dalam pelaporan kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan korban. Pendamping berperan dalam setiap interaksi kasus antara perempuan korban kekerasan, keluarga, komunitas dalam proses hukum dengan penegak hukum terutama Kepolisian sebagai aparat yang seharusnya menerima pengaduan dan memberikan perlindungan pada korban. Keberadaan para pendamping ini telah memfungsikan dirinya sebagai paralegal. Peran keparalegalan ini juga ditunjukkan ketika paralegal hadir di setiap proses hukum yang dijalani korban. Mengapa korban tidak didampingi pengacara dan atau advokat sebagai pendamping hukum? Banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain keberadaan korban di wilayah terpencil yang tidak selalu siap sedia keberadaan advokat dan atau pengacara, maupun jumlah advokat yang sangat terbatas, hanya sekitar (delapan belas ribu) orang yang tersebar di berbagai daerah. Ada daerah-daerah yang sulit terjangkau, maka perlu dipertimbangkan adanya peran paralegal yang mempunyai pengetahuan, keahlian hukum dan pengalaman di bidang hukum untuk membantu advokat atau pengacara bantuan hukum berbasis masyarakat dan perguruan tinggi. Berbagai hal tersebut di atas menggambarkan pentingnya peran paralegal dan pentingnya Negara memberikan pengakuan eksistensinya. Mekanisme pemberian bantuan hukum perlu dilakukan dengan cara yang mudah diakses (tidak berbelit), proaktif dan bisa diakses sampai ke daerah terpencil dan dilakukan secara cuma-cuma. Karakter korban kekerasan sebagai penerima bantuan hukum juga harus dibedakan misalnya anak dan perempuan untuk menjadi kelompok tersendiri, mengingat penanganan terhadap perempuan dan anak memiliki kekhasan yang tidak bisa disamakan satu sama lain. Kriteria penerima bantuan hukum pun harus dipertegas misalnya mereka adalah laki-laki atau perempuan yang membutuhkan karena kerentanannya, miskin, terpencil, anak, perempuan yang rentan akibat diskriminasi gender dan perempuan korban kekerasan, baik terkait kasus kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan orang (human trafficking), kasus konflik atas nama moral dan agama, konflik sumberdaya alam, kekerasan di ranah komunitas lainya dan kekerasan di ranah Negara. Bangunan mekanisme pemberian bantuan hukum ini juga harus mempertimbangkan teknis penyelenggaraannya. Perlu ada sistem yang mengatur terkait peran koordinasi proses pendistribusian bantuan, tugas dan wewenang sampai sistem pelaporan. Mekanisme ini juga harus mengatur lembaga bantuan hukum masyarakat dan lembaga pendamping yang dapat dikategorikan sebagai tim kerjasama bantuan hukum bagi masyarakat, di antaranya penting bekerjasama dengan lembaga bantuan hukum yang sudah bekerja melakukan pendampingan hukum bagi korban. Penegasan pentingnya dukungan dan bantuan hukum bagi perempuan korban kekerasan, pentingnya eksistensi peran paralegal dan terwujudnya mekanisme pemberian bantuan hukum yang mudah diakses sampai daerah terpencil (tidak berbelit) dan proaktif, perlu ditegaskan dalam RUU Bantuan Hukum. 3. Landasan Yuridis Dasar pertimbangan pentingnya penyusunan RUU Bantuan Hukum dalam peraturan perundangundangan yang telah tersedia adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (1): Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

6 Pasal 1 ayat (3): Indonesia adalah Negara hukum. Pasal 28G ayat (1): Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekausaanya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancamana ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Pasal 28I ayat (2): Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh desempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Pasal 28I ayat (1): Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Pasal 28I ayat (2): Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Pasal 28I ayat (4): Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Pasal 28H ayat (2): Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. b. Peraturan Perundang-undangan Beberapa peraturan perundang-undangan yang diajukan sebagai landasan perumusan RUU Bantuan Hukum antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskiriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women), dalam lampiran: Pasal 2 huruf a,b, dan f: Negara-negara peserta mengutuk diskriminasi terhadap wanita dalam segala bentuknya dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda, kebijakan menghapus diskriminasi terhadap wanita, dan untuk tujuan ini melaksanakan:

7 a) Mencantumkan asas persamaan antara pria dan wanita dalam undang-undang dasar nasional mereka atau perundang-undangan yang tepat lainnya, jika belum termasuk di dalamnya, dan untuk menjamin realisasi praktis dari asas ini, melalui hukum dan cara-cara lain yang tepat; b) Membuat peraturan perundang-undangan yang tepat dan langkah tindak lainnya, termasuk sanksi-sanksinya di mana perlu, mela-rang segala bentuk diskriminasi terhadap wanita; f) Melakukan langkah tindak yang tepat, termasuk pembuatan undang-undang, untuk mengubah atau menghapus undang-undang, peraturan-peraturan, kebiasaan-kebiasaan dan praktek-praktek yang diskriminasi terhadap wanita; Pasal 15: (1) Negara-negara pihak wajib memberikan kepada perempuan persamaan hak dengan laki-laki di muka hukum. (2) Negara-negara pihak wajib memberikan kepada perempuan, dalam hal-hal sipil, kecakapan hukum yang sama dengan laki-laki dan kesempatan yang sama untuk menjalankan kecakapannya tersebut. Secara khusus, mereka harus memberikan perempuan hak-hak yang sama untuk menandatangani kontrak dan untuk mengelola hak milik dan wajib memberi perlakuan yang sama dalam segala tingkatan prosedur di muka hakim dan peradilan. 2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 17: Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengajuan dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar. Pasal 18 ayat (4): Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 34: 1) Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. 2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara cuma-cuma. 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pasal 10 huruf d:

8 Korban berhak mendapatkan pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik), dalam lampiran: Pasal 14 angka 1: Semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadapnya, atau dalam menentukan segala hak dan kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil da terbuka untuk umum, oleh suatu badan peradilan yang berwenang, bebas dan tidak berpihak dan dibentuk menurut hukum. Media dan masyarakat dapat dilarang untuk mengikuti seluruh atau sebagian sidang karena alasan moral, ketertiban umum atau keamanan nasional dalam suatu masyarakat yang demokratis atau apabila benar-benar diperlukan menurut pendapat pengadilan dalam keadaan khusus, dimana publikasi justru akan merugikan kepentingan keadilan sendiri; namun setiap keputusan yang diambil dalam perkara pidana maupun perdata harus diucapkan dalam sidang yang terbuka, kecuali bilamana kepentingan anak-anak menentukan sebaliknya, atau apabila persidangan tersebut berkenaan dengan perselisihan perkawinan atau perwalian anak-anak. Pasal 26: Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain. 6) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 35: Selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan/atau korban berhak didampingi oleh advokat dan/atau pendamping lainnya yang dibutuhkan. 7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat (14): Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya. 8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban Pasal 5 ayat (1): Seorang saksi dan korban berhak:

9 a. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c. Mendapat nasihat hukum; C. Asas-Asas Pembentukan dan Penyusunan Perundang-Undangan di Indonesia Asas-asas yang diajukan menjadi acuan dalam penyusunan RUU Bantuan Hukum, sebagai wujud tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan terhadap warganya -khususnya perempuan- serta sebagai bukti adanya pengimplementasian HAM, adalah sebagai berikut: a) Penghormatan Hak Asasi Manusia: penghormatan terhadap seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia; b) Persamaan dan Non Diskriminasi: Setiap pribadi adalah sama sebagai manusia atas dasar martabat yang melekat padanya. Setiap manusia berhak atas pemenuhan Hak Asasi Manusia tanpa diskriminasi jenis apapun, seperti ras, etnis, jenis kelamin, suku, umur, bahasa, agama, politik atau opini lain, asal usul kebangsaan atau sosial, ketidakmampuan, harta kekayaan, kelahiran atau status lain seperti dijelaskan dalam instrumen Hak Asasi Manusia. (Pasal 1 butir 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia); c) Keadilan Gender: merupakan suatu kondisi yang adil bagi perempuan dan laki-laki melalui sutau proses kultural dam struktural yang menghentikan hambatan-hambatan aktualisasi bagi pihak-pihak yang oleh karena jenis kelaminnya mengalami hambatan, baik secara kultural maupun secara struktural (Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional); d) Kesetaraan Gender: kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut (Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional). D. Usulan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Usulan substantif terhadap RUU Bantuan Hukum sebagai berikut: (1) Menimbang huruf a: Draft RUU Bantuan Hukum bagian Menimbang huruf a adalah sebagai berikut: bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia;

10 Usulan penambahan redaksi sebagai berikut: bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, kesetaraan, keadilan gender, penegakan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. (2) Landasan yuridis Landasan yuridis yang dirujuk pada bagian menimbang draft RUU Bantuan Hukum telah mengacu kepada pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Namun dalam landasan yuridis ini belum memasukkan Undang-Undang terkait pemenuhan hak bantuan hukum untuk korban seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO), Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak), Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK), Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) (UU No. 7 Tahun 1984), dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) (UU No. 12 Tahun 2005). Hal ini ditujukan agar RUU Bantuan Hukum mengandung dasar perlindungan korban khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender. (3) Asas-asas dalam RUU Bantuan Hukum. RUU Bantuan hukum belum mengandung asas-asas non-diskriminasi dan kesetaraan gender sebagai asas dalam pemberian bantuan hukum. Tidak adanya asas tersebut akan menyebabkan RUU Bantuan Hukum ini tidak secara eksplisit menegaskan upaya memberikan perlindungan terhadap kelompok kepentingan pencari keadilan khususnya perempuan korban kekerasan berbasis gender. (4) Bantuan hukum bagi saksi maupun korban. RUU Bantuan Hukum belum mengatur bantuan hukum untuk korban atau saksi. Artinya, RUU Batuan Hukum tidak ada perbedaan dengan KUHAP yang lebih mengarah pada perlindungan hak tersangka dan terdakwa. Padahal ketentuan ini cenderung mendiskriminasikan perempuan yang lebih banyak menjadi korban atau saksi saat berhadapan dengan hukum. (5) Bantuan hukum bagi perempuan, anak, kelompok rentan terdiskriminasi, penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan korban kekerasan sebagai penerima bantuan hukum. Umumnya perempuan yang berstatus sebagai korban atau saksi saat berhadapan dengan hukum sangat rentan reviktimisasi. Oleh karena itu sudah selayaknya RUU Bantuan Hukum ini memberikan perhatian pada perempuan korban atau saksi untuk mendapatkan bantuan hukum. Selain itu, warga negara yang perlu mendapatkan bantuan hukum selain orang miskin adalah anak, kelompok minoritas terdiskriminasi, penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan, kekerasan dan pelanggaran HAM di daerah konflik Sumber Daya Alam, korban konflik bersenjata maupun pelanggaran HAM masa lalu. (6) Mekanisme pemberian bantuan hukum.

11 RUU Bantuan Hukum tidak mengatur dengan jelas tentang mekanisme pemberian bantuan hukum kepada korban atau saksi. RUU Bantuan Hukum hanya menyebutkan bahwa bantuan hukum akan diberikan oleh Komnas Bantuan Hukum, yang dalam proses penanganan kasus atau pendampingan hukumnya Komnas Bantuan Hukum bekerjasama dengan organisasi bantuan hukum atau organisasi advokat. Mekanisme yang demikian menyebabkan akses bantuan hukum terhadap penerima bantuan hukum menjadi tidak cepat, tidak langsung diproses atau tidak proaktif karena harus menunggu penunjukan terlebih dahulu. Apabila hal ini terjadi maka akan berdampak terjadinya reviktimisasi kepada perempuan korban atau saksi. Karena ketika korban dan saksi melaporkan kasusnya kepada Komnas Bantuan Hukum korban atau saksi akan menuliskan atau mendapat pertanyaan dari petugas Komnas Bantuan Hukum, yang selanjutnya akan ditanya kembali oleh pengacara yang ditunjuk oleh Komnas Bantuan Hukum dimana korban dan saksi harus mengulang kembali keterangan yang sama tentang kejadian yang dialaminya dan ini sangat melelahkan dan menyakitkan bagi mereka yang mengalami traumatis. (7) Komnas Bantuan Hukum. Semestinya peran pokok dari Komnas Bantuan Hukum hanya sebagai fasilitator yang memiliki kewenangan memberikan dukungan pendanaan terhadap layanan bantuan hukum yang telah berjalan di masyarakat, bukan menjalankan fungsi-fungsi bantuan hukum yang selama ini telah dijalankan oleh masyarakat melalui Lembaga Bantuan Hukum dan Organisasi Bantuan Hukum lainnya. Jika Komnas Bantuan Hukum menjalankan peran yang lebih luas, maka hal ini justru akan meminggirkan gerakan bantuan hukum yang telah eksis di masyarakat yang dijalankan oleh Lembaga Bantuan Hukum maupun organisasi bantuan hukum lainnya. E. Rekomendasi Berdasarkan beberapa usulan terhadap RUU Bantuan Hukum, maka rekomendasi yang diajukan sebagai berikut: 1. Pada bagian menimbang huruf a: Perlu ditambahkan redaksi sebagai berikut: non diskriminasi, kesetaraan gender, keadilan gender, penegakan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. 2. Perlu mencantumkan Undang-Undang yang mengandung paradigma perlindungan korban seperti UU PKDRT, UU PTPPO, UU Perlindungan Anak, UU PSK, UU No. 7 Tahun 1984, dan UU No. 12 Tahun Perlu memuat asas non diskriminasi, keadilan gender, kesetaraan gender yang dimuat dalam Konvensi CEDAW yang bertujuan untuk melindungi perempuan korban kekerasan berbasis gender 4. Perlu mengatur dengan tegas bahwa penerima bantuan hukum termasuk juga saksi dan korban. 5. Perlu mengakomodir kebutuhan dukungan bantuan hukum bagi perempuan yang rentan akibat diskriminasi gender yang dialami, anak, kelompok minoritas rentan terdiskriminasi, penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan yang menjadi korban kekerasan. 6. Perlu kejelasan mekanisme koordinasi dan pengaturan pemberi bantuan hukum kepada penerima bantuan hukum sehingga mudah diakses,, proaktif dan cuma-cuma.

12 7. Kedudukan Komnas Bantuan Hukum perlu ditempatkan sebagai fasilitator yang memiliki kewenangan memberikan dukungan pendanaan terhadap layanan bantuan hukum yang selama ini telah berjalan di masyarakat, bukan penentu pemberian bantuan hukum.

13 Daftar Pustaka Arimbi Heroepoetri (penyunting), Pengetahuan Hukum Sebagai Penberdayaan Hukum Perempuan: Hasil Pemantauan Akses Perempuan pada Keadilan, Jakarta: Komnas Perempuan, 2011 Komnas Perempuan, Tak Hanya di Rumah: Pengalaman Perempuan akan Kekerasan di Pusaran Relasi Kekuasaan yang Timpang, Catatan KtP Tahun 2009, Catatan Tahunan Komnas Perempuan dilaunching 7 Maret 2010, Jakarta: Komnas Perempuan, 2010

14 Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD Negara RI Tahun Pasal 1 angka 6 Paralegal adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan hukum atau memiliki pengalaman pekerjaan di bidang hukum yang membantu pemberian bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang ini. 3. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan asas: a. keadilan; b. persamaan di hadapan hukum; c. keterbukaan; d. efisiensi dan efektivitas; e. pemberdayaan; dan Usulan Terhadap RUU Bantuan Hukum Komnas Perempuan Usulan tambahan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28G ayat (1), 28I ayat (1), (2), UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil Dan Politik. Usulan tambahan Pasal 1 angka 6 Paralegal adalah orang yang memiliki latar belakang pemahaman dalam bidang hukum atau memiliki pengalaman melakukan pendampingan di bidang hukum yang membantu dalam pemberian bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang ini. Usulan tambahan BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan asas: 1. Non diskriminasi 2. Kesetaraan gender 3. Keadilan gender Dasar Pemikiran Kasus kekerasan terhadap perempuan (KtP) yang terjadi baik di ranah negara, privat dan komunitas, banyak dialami oleh perempuan korban. Baik sebagai korban KDRT, perdagangan perempuan, anak, pelanggaran hak sipil dan politik. Oleh karenanya UU terkait perlindungan perempuan dan anak sebaiknya masuk di dalam bagian mengingat. Selain itu, Indonesia telah meratifikasi beberapa Konvensi internasional yang sudah diratifikasi menjadi Undang- Undang Nasional. Oleh karena itu Undang-Undang terkait yang dimaksud sebaiknya terintegrasi di dalam Undang- Undang Bantuan Hukum. Keberadaan Pendamping telah disebutkan dalam Pasal 10 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Selain Pendamping, Paralegal adalah pihak yang berperan dalam pendampingan korban. Namun selama ini tidak ada landasan hukum yang menguatkan keberadaan Paralegal. RUU Bantuan Hukum adalah RUU yang tepat untuk menegaskan keberadaan Paralegal. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita, Pasal 1: bahwa diskriminasi terhadap wanita berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau

15 f. akuntabilitas. menggunakan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita. 4. PENERIMA BANTUAN HUKUM Pasal 4: (1) Selain kepada orang miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bantuan Hukum diberikan kepada: d. orang yang dianggap patut dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Komnas Bankum. Usulan tambahan: PENERIMA BANTUAN HUKUM Pasal 4: a. perempuan, anak, dan penyandang cacat. b. korban Pelanggaran hak-hak dasar. c. Kelompok rentan terdiskriminasi dan termarginalisasi d. orang yang dianggap patut dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Komnas Bankum. UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Pasal 3: Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas: a. penghormatan hak asasi manusia; b. keadilan dan kesetaraan gender; c. nondiskriminasi; dan d. perlindungan korban. (1) Draft RUU Bantuan Hukum dari Baleg DPR-RI dalam bab ruang lingkup, terlihat yang diatur adalah penerima bantuan hukum. Oleh karena itu semestinya bab mengenai ruang lingkup lebih tepat diubah menjadi bab tentang penerima bantuan hukum. (2) Draft RUU Bantuan Hukum dari Baleg DPR-RI Pasal 4 tidak mengatur kelompok rentan terdiskriminasi yaitu perempuan, anak, penyandang cacat, korban pelanggaran hakhak dasar, kelompok rentan terdiskriminasi dan termarginalisasi sebagai kelompok khusus penerima bantuan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa RUU Bantuan Hukum kurang sensitif dan mengakomodir terhadap perlindungan bagi kelompok rentan tersebut untuk memperoleh akses yang sama dengan kelompok yang lain dalam mencapai keadilan. Padahal berdasarkan hasil pemantauan Komnas Perempuan, menunjukkan perempuan sebagai korban sangat membutuhkan pendampingan hukum. Berdasarkan data ini semestinya RUU Bantuan Hukum juga

16 5. Pasal 6 Penerima Bantuan Hukum berhak: a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan Pasal 6 Penerima Bantuan Hukum berhak: a. Didampingi oleh advokat, paralegal yang dibutuhkan. b. mendapatkan Bantuan Hukum hingga perkaranya selesai dan/atau mempunyai kekuatan hukum tetap; mengakomodir perempuan, anak dan penyandang disabilitas, korban pelanggaran hak-hak dasar, kelompok rentan terdiskriminasi dan termarginalisasi termasuk di dalamnya penganut agama leluhur dan penghayat kepercayaan- sebagai penerima bantuan hukum yang berdiri sendiri seperti halnya kelompok lain yang diatur dalam Draft RUU Bantuan Hukum dari DPR-RI. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi CEDAW melalui UU Nomor 7 Tahun 1984 yang bertujuan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Oleh karena itu, perempuan harus diberikan perlakuan khusus (affirmative action) untuk memperoleh manfaat, dan hasil akhir yang setara dalam kesempatan, akses dan manfaat serta hasil yang sama dengan kelompok lain untuk memperoleh hak atas bantuan hukum (equality of opportunity, equality of access, equality of result). Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 28H ayat (2) yang menyebutkan bahwa; setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. (2) Penerima bantuan hukum juga adalah korban kasus-kasus KtP di daerah konflik sumber daya alam dan konflik bersenjata. RUU Bantuan Hukum perlu melindungi hak korban untuk memperoleh bantuan hukum terutama perempuan dan anak korban KDRT, korban tindak pidana perdagangan orang, dan korban tindak pidana kekerasan seksual untuk didampingi oleh advokat atau paralegal dalam setiap proses pemeriksaan di peradilan. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 10 huruf d UU PKDRT, Pasal 1 ayat 14

17 tidak mencabut surat kuasa; b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum. c. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; d. mencabut surat kuasa; e. mendapatkan laporan dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum. f. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. g. Mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus yang melibatkan dirinya. h. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan. i. Mendapatkan pendampingan bagi perempuan dan anak korban Kekerasan. j. Mendapatkan bantuan hukum atas hak pemulihan, restitusi, rehabilitasi dan Kompensasi; UU Perlindungan Anak, dan Pasal 5 UU Perlindungan Saksi dan Korban. Oleh karena itu hak korban untuk didampingi oleh advokat dan paralegal juga perlu diatur dalam RUU Bantuan Hukum. Selain itu, hak korban atas pemulihan, restitusi, rehabilitasi dan kompensasi juga perlu diatur dalam RUU Bantuan Hukum. Mengingat betapa sulitnya korban selama ini memperjuangkan hak tersebut dalam proses peradilan.

18 Addendum Tinjauan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum 4 Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum telah disahkan pada tanggal 4 Oktober 2011 menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (UU Bantuan Hukum) dan dicatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 104 Tahun Undang-Undang Bantuan Hukum terdiri dari 11 bab, 25 pasal dan 29 ayat. UU Bantuan Hukum ini hadir sebagai wujud jaminan negara atas hak konstitusional setiap orang untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. Negara bertanggung jawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan. Pengaturan mengenai bantuan hukum yang diselenggarakan oleh negara harus berorientasi pada terwujudnya perubahan sosial yang berkeadilan. Pemberian bantuan hukum bagi orang miskin merupakan penyikapan negara atas sulitnya akses keadilan hukum bagi mereka. Walaupun masih perlu dicermati lagi apakah yang dimaksud sebagai orang miskin dalam UU ini juga mencakup perempuan, anak, penyandang disabilitas, atau kelompok rentan terdiskriminasi. Uraian kategori itu perlu dilihat lebih lanjut dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Bantuan Hukum. Sebagaimana halnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial, UU Bantuan Hukum tidak mencantumkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dalam pertimbangan yuridisnya. Hal ini merupakan cermin sejauh mana Negara mengimplementasikan komitmennya untuk mensinergikan instrumen HAM internasional ke dalam produk perundang-undangan nasional. UU Bantuan Hukum memuat rumusan pasal mengenai paralegal. Ketentuan ini mengakomodir usulan dari Komnas Perempuan maupun mitra tentang pentingnya peran paralegal di dalam proses penanganan kasus-kasus bagi korban kekerasan khususnya perempuan. Walaupun pengertian paralegal tidak secara eksplisit tercantum pada Pasal 1 seperti yang diusulkan Komnas Perempuan dan mitra, namun pengakuan tentang paralegal telah masuk dalam Pasal 9 dan Pasal 10. Pasal ini mengatur pemberi bantuan hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen dan mahasiswa Fakultas Hukum Pasal 10 huruf c juga menyebutkan: menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a. Pengaturan paralegal di dalam UU Bantuan Hukum, diharapkan akan mempermudah proses pendampingan para korban kekerasan yang berada di daerah pelosok terpencil, karena terbatasnya jangkauan lembaga bantuan hukum yang terdekat dengan daerahnya. Hal lain yang tidak terpisahkan, yang diatur dalam Pasal 10 huruf c adalah pendidikan dan pelatihan bantuan hukum dengan perspektif HAM dan Gender. Materi ini penting untuk meningkatkan sensitivitas para pihak yang terkait dalam penanganan kasus dan pendampingan korban termasuk paralegal terhadap para korban kekerasan khususnya perempuan, yang tidak sedikit mengalami kekerasan berlapis baik di ranah privat, komunitas maupun negara. Sebenarnya usulan Komnas Perempuan mengenai asasasas perlindungan terhadap hak-hak korban merupakan hal yang sangat signifikan dalam upaya proses bantuan hukum bagi perempuan korban kekerasan, namun sayangnya usulan ini tidak diakomodir oleh DPR RI. Pemberi Bantuan Hukum dalam Pasal 8 UU Bantuan Hukum disyaratkan sebagai lembaga yang berbadan hukum, terakreditasi, memiliki sekretariat, memiliki pengurus dan memiliki program 4 Bagian ini ditulis pada bulan Desember 2012

19 bantuan hukum. Oleh karena itu, Negara sebagai fasilitator dalam pelaksanaan UU ini, harus memberikan peningkatan kapasitas bagi pemberi bantuan hukum, melakukan pemantauan dengan melibatkan instansi lain, misalnya Kanwil Kementerian Hukum dan HAM. Hal ini untuk mendorong Organisasi Bantuan Hukum agar dapat memberikan pelayanan secara maksimal dan berkualitas dan memastikan agar penggunaan dana bantuan hukum digunakan sebagaimana mestinya. Berikut perbandingan draft usulan masukan Komnas Perempuan dengan UU Bantuan Hukum yang telah disahkan: No. Draft RUU Bantuan Hukum DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) UUD Negara RI Tahun Pasal 1 angka 6 Paralegal adalah orang yang memiliki latar belakang pendidikan hukum atau memiliki pengalaman pekerjaan di bidang hukum yang membantu pemberian bantuan hukum sesuai dengan Undang-Undang ini. Usulan Komnas Perempuan Usulan tambahan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28G ayat (1), 28I ayat (1), (2), UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan UU No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Mengenai Hak-Hak Sipil Dan Politik. Usulan tambahan Pasal 1 angka 6 Paralegal adalah orang yang memiliki latar belakang pemahaman dalam bidang hukum atau memiliki pengalaman melakukan pendampingan di bidang hukum yang Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 34 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pasal 9 Pemberi Bantuan Hukum berhak: a. melakukan rekrutmen terhadap advokat, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum; Pasal 10 menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa

20 3. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan asas: a. keadilan; b. persamaan di hadapan hukum; c. keterbukaan; d. efisiensi dan efektivitas; e. pemberdayaan; dan f. akuntabilitas. 4. PENERIMA BANTUAN HUKUM Pasal 4: (2) Selain kepada orang miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bantuan Hukum diberikan kepada: e. orang yang dianggap patut dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Komnas Bantuan Hukum. membantu dalam pemberian bantuan hukum sesuai dengan Undang- Undang ini. Usulan tambahan BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Bantuan hukum dilaksanakan berdasarkan asas: - Non diskriminasi - Kesetaraan gender - Keadilan gender Usulan tambahan: PENERIMA BANTUAN HUKUM Pasal 4: e. perempuan, anak, dan penyandang cacat. f. korban Pelanggaran hak-hak dasar. g. Kelompok rentan terdiskriminasi dan termarginalisasi h. orang yang dianggap patut dan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Komnas Bantuan Hukum. fakultas hukum yang direkrut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a; Pasal 2 Bantuan Hukum dilaksanakan berdasarkan asas: a. keadilan; b. persamaan kedudukan di dalam hukum; c. keterbukaan; d. efisiensi; e. efektivitas; dan f. akuntabilitas. Pasal 5 (1) Penerima Bantuan Hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi setiap orang atau kelompok orang miskin yang tidak dapat memenuhi hak dasar secara layak dan mandiri. 4. Pasal 6 Penerima Bantuan Hukum berhak: d. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak Pasal 6 Penerima Bantuan Hukum berhak: k. Didampingi oleh advokat, paralegal yang dibutuhkan. l. mendapatkan Bantuan Hukum hingga perkaranya selesai dan/atau mempunyai kekuatan hukum tetap; m. mendapatkan Bantuan Pasal 12 Penerima Bantuan Hukum berhak: a. mendapatkan Bantuan Hukum hingga masalah hukumnya selesai dan/atau perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama Penerima Bantuan Hukum yang bersangkutan tidak mencabut surat kuasa; b. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik

21 mencabut surat kuasa; e. mendapatkan Bantuan Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan f. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum. Hukum sesuai dengan Standar Bantuan Hukum dan/atau Kode Etik Advokat; dan; n. mencabut surat kuasa; o. mendapatkan laporan dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum. p. berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. q. Mendapatkan informasi tentang perkembangan kasus yang melibatkan dirinya. r. mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan. s. Mendapatkan pendampingan bagi perempuan dan anak korban Kekerasan. t. Mendapatkan bantuan hukum atas hak pemulihan, restitusi, rehabilitasi dan Kompensasi; Advokat; dan c. mendapatkan informasi dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan pemberian Bantuan Hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Versi Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat

Lebih terperinci

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 66 TAHUN : 2013 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 66 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM I. UMUM Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak konstitusional

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGIAN HUKUM DAN ORGANISASI SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 1 GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015 PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT, RANCANGAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR :..TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 24 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI WARGA MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum kemerdekaan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ~ 1 ~ SALINAN BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 SERI C NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)

Lebih terperinci

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN SALINAN RRANCANGA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, SALINAN BUPATI DEMAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN PADA PELAYANAN TERPADU KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL 1 PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR Nomor 3 Tahun 2015 Seri E Nomor 3 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara

Lebih terperinci

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH

MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH MENCEGAH DISKRIMINASI DALAM PERATURAN DAERAH (Mengenal Pedoman Pengujian Kebijakan Konstitusional) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Disampaikan dalam Workshop Perencanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, 1 BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. Bahwa setiap manusia,

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai

2015, No Mengingat : perlu dilanjutkan dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun ; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.144, 2015 HAM. Rencana Aksi. Nasional. Tahun 2015-2019. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235), sebagaimana telah beberapa kali diubah, tera BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.320, 2017 KEMENPP-PA. Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Partisipasi Masyarakat. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2016. TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN POSO PEMERINTAH KABUPATEN POSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA AKSI DAERAH PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL TAHUN 2016-2018 DENGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci