Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Baku Olein Sawit

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Baku Olein Sawit"

Transkripsi

1 LAMPIRAN

2 118

3 119 Lampiran 1. Prosedur Analisis Bahan Baku Olein Sawit 1. Komposisi Asam Lemak (AOAC, 1995) Dua g minyak ditambahkan ke dalam labu didih, kemudian ditambahkan 6-8 ml NaOH dalam metanol,dipanaskan sampai tersabunkan lebih kurang 15 menit dengan pendingin balik. Selanjutnya ditambahkan 10 ml BF 3 dan dipanaskan kira-kira dua menit. Dalam keadaan panas ditambahkan 5 ml n- heptana atau n-heksana, kemudian dikocok dan ditambahkan larutan NaCl jenuh. Larutan akan terpisah menjadi dua bagian. Bagian atas akan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi 1 g Na 2 SO 4. Larutan tersebut siap diinjeksikan pada suhu detektor 230 o C, suhu injektor 225 o C, suhu awal 70 o C, pada suhu awal = 2 menit, menggunakan glass coloumn dengan panjang 2 meter dan diameter 2 mm, gas pembawa adalah helium dan fasa diam dietilen glikol suksinat. Jenis detektor yang digunakan adalah jenis FID (Flame Ionization Detector). 2. Bilangan Iod (AOAC, 1995) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 g di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkankan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan diatas dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15 %. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak (B-S) x N x 12,69 Bilangan Iod = G Keterangan : B = ml Na 2 S 2 O 3 blanko S = ml Na 2 S 2 O 3 contoh N = normalitas Na 2 S 2 O 3 G = bobot contoh 12,69 = bobot atom iod/10 3. Bilangan Penyabunan (SNI ) Sebanyak dua g contoh ditimbang dan dimasukan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 25 ml KOH Alkohol 0,5 N dengan menggunakan pipet dan beberapa butir batu didih. Erlenmeyer yang berisi larutan dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas penangas air atau penangas listrik selama satu jam. Lalu ditambahkan 0,5 1 ml fenolftalein ke dalam larutan tersebut dan dititer dengan HCL 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Dilakukan juga untuk blanko.

4 120 Perhitungan : Bilangan Penyabunan = 56,1 x T x (V 0 V 1 ) m Keterangan : V 0 = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada peniteran blanko (ml) V 1 = volume HCl 0,5 N yang diperlukan pada peniteran contoh (ml) m = bobot contoh (g) 4. Bilangan Asam dan Asam Lemak Bebas (SNI ) Sebanyak 5 g contoh ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan dengan 50 ml etanol 95% netral, lalu dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Setelah ditambahkan dua tetes indikator PP 1%, larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Dilakukan pekerjaan untuk blanko. Perhitungan : a. Bilangan Asam = V x T x 56,1 m b. Asam Lemak Bebas (FFA) = BM x V x T 10 m Keterangan : V = volume KOH yang diperlukan dalam peniteran (ml) T = normalitas KOH m = bobot contoh (g) BM = bobot molekul asam lemak 5. Kadar Air dengan Metode Karl Fischer (AOAC, 1995) Alat Karl Fischer dinyalakan, lalu botol titrasi diisi dengan larutan solvent. Larutan kemudian dinetralkan dengan larutan titran. Blanko dicari dengan cara menginjeksikan H 2 O ke dalam pipet microsyringe 50 µl. Sampel ditimbang dengan botol timbang dan dipipet sebanyak 5 ml dengan pipet tetes. Sampel yang ditimbang tadi dimasukkan ke dalam gelas titrasi yang telah terdapat pada alat. Sampel dititrasi dengan larutan titran. Titrasi selesai apabila alarm alat berbunyi. Hasil titrasi dibaca di layar sehingga diperoleh kadar air sampel. Kadar air dalam sampel dapat dinyatakan dalam % atau ppm.

5 121 Lampiran 2. Prosedur Analisis Metil Ester 1. Bilangan Asam Biodiesel/Ester Akil (ASTM D-664) Sebanyak ± 0,05 g sampel ditimbang dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml campuran pelarut yang telah dinetralkan ke dalam labu erlenmeyer tersebut. Dalam keadaan teraduk kuat, dititrasi larutan isi labu erlenmeyer dengan larutan KOH dalam alkohol sampai kembali berwarna merah jambu dengan intensitas yang sama seperti pada campuran pelarut yang telah dinetralkan di atas. Warna merah jambu ini harus bertahan paling sedikitnya 15 detik. Dicatat volume titran yang dibutuhkan (V ml). Perhitungan : 56,1 x V x N Angka asam (A a ) = mg KOH/g biodiesel m dengan : V = volume larutan KOH dalam alkohol yang dibutuhkan pada titrasi, ml. N = normalitas eksak larutan KOH dalam alkohol. m = bobot contoh biodiesel ester alkil, g. Nilai angka asam yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma). 2. Bilangan Penyabunan dan Kadar Ester Biodiesel Ester Alkil (FBI A03-03) Sebanyak 4 5 ± 0,005 g sampel ditimbang dalam sebuah labu erlenmeyer 250 ml. Lalu ditambahkan 50 ml larutan KOH alkoholik dengan pipet yang dibiarkan kosong secara alami. Kemudian dilakukan analisis blanko secara serempak dengan analisis sampel. Labu erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan dididihkan perlahan hingga sampel tersabunkan sempurna (biasanya membutuhkan waktu 1 jam). Larutan yang diperoleh pada akhir penyabunan harus jernih dan homogen; jika tidak, maka diperpanjang waktu penyabunannya. Setelah labu dan kondensor cukup dingin (tetapi belum terlalu dingin hingga membentuk jeli), dinding dalam kondensor dibilas dengan sejumlah kecil akuades. Kondensor dilepaskan dari labu dan ditambahkan 1 ml larutan indikator fenolftalein ke dalam labu, dan dititrasi isi labu dengan HCl 0,5 N hingga warna merah jambu persis sirna. Volume asam khlorida 0,5 N yang dihabiskan dalam titrasi dicatat. Perhitungan Angka penyabunan (A s ) = 56,1 (B-C)xN mg KOH/g biodiesel m dengan : B = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi blanko (ml). C = volume HCl 0,5 N yang dihabiskan pada titrasi contoh (ml). N = normalitas eksak larutan HCl 0,5 N.

6 122 m = bobot contoh biodiesel (ester alkil) (g). Nilai angka penyabunan yang dilaporkan harus dibulatkan sampai dua desimal (dua angka di belakang koma). Kadar ester biodiesel ester alkil selanjutnya dapat dihitung dengan rumus berikut : 100( A s Aa 18,29Gttl ) Kadar ester (%-b) = As dengan : A s = angka penyabunan yang diperoleh di atas, mg KOH/g biodiesel. A a = angka asam (prosedur FBI-A01-03), mg KOH/g biodiesel. G ttl = kadar gliserin total dalam biodiesel (prosedur FBI-A02-03), %-b. 3. Kadar Air dengan Metode Karl Fischer (AOAC 1995) Alat Karl Fischer dinyalakan, lalu botol titrasi diisi dengan larutan solven. Larutan kemudian dinetralkan dengan larutan titran. Blanko dicari dengan cara menginjeksikan H 2 O ke dalam pipet microsyringe 50 µl. Sampel ditimbang dengan botol timbang dan dipipet sebanyak 5 ml dengan pipet tetes. Sampel yang ditimbang tadi dimasukkan ke dalam gelas titrasi yang terdapat pada alat. Sampel dititrasi dengan larutan titran. Titrasi selesai apabila alarm alat berbunyi. Hasil titrasi dibaca di layar sehingga diperoleh kadar air sampel. Kadar air dalam sampel dapat dinyatakan dalam % atau ppm.. 4. Kadar Gliserol Total, Bebas, dan Terikat (ASTM D-6584) Prosedur pengujian ini digunakan untuk menentukan kadar gliserol total, bebas, dan terikat dengan menggunakan metode iodometri-asam periodat. Gliserol bebas ditentukan langsung pada contoh yang dianalisis, gliserol total setelah contoh disaponifikasi, dan gliserol terikat dari selisih antara gliserol total dan gliserol bebas. a. Prosedur Analisis Kadar Gliserol Total Sampel sebanyak 9,9 10,1 ± 0,01 g ditimbang dalam sebuah erlenmeyer lalu ditambahkan 100 ml larutan KOH alkoholik. Erlenmeyer disambungkan dengan kondensor berpendingin udara dan dididihkan perlahan selama 30 menit untuk mensaponifikasi ester-ester. Sebanyak 91 ± 0,2 ml khloroform ditambahkan ke dalam labu takar 1 L dari sebuah buret. Labu saponifikasi disingkirkan dari pelat panas, dan isinya dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar yang berisi khloroform dengan menggunakan 500 ml aquades sebagai pembilas. Labu takar ditutup rapat dan dikocok dengan kuat selama detik, kemudian ditambahkan aquades sampai batas takar. Labu takar ditutup kembali dan dicampur isinya dengan cara dibolak-balik. Setelah itu, larutan dibiarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik memisah sempurna.

7 123 Larutan asam periodat dipipet masing-masing ke dalam 2 atau 3 gelas piala ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 50 ml aquades. Sebanyak 100 ml lapisan akuatik dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat kemudian dikocok perlahan agar tercampur sempurna. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka sebelum penggunaan harus disaring terlebih dahulu. Setelah 30 menit, ditambahkan 3 ml larutan KI, dikocok perlahan, dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang akan dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Blanko dilakukan tanpa penambahan lapisan akuatik, melainkan langsung ditambahkan larutan KI dan seterusnya. b. Prosedur Analisis Kadar Gliserol Bebas Sebanyak 9,9 10,1 ± 0,01 g sampel ditimbang di dalam sebuah botol timbang. Contoh ini dibilas ke dalam sebuah labu takar 1 L dengan menggunakan 91 ± 0,2 ml khloroform yang diukur dengan buret, kemudian ditambahkan 500 ml aquades dan dikocok kuat selama detik. Setelah itu, ditambahkan lagi aquades sampai tanda tera, dicampur dengan membolak-balik labu takar, dan dibiarkan tenang sampai lapisan khloroform dan lapisan akuatik terpisah sempurna. Larutan asam periodat sebanyak 2 ml dipipet ke dalam masing-masing 2 3 gelas piala ml. Dua blanko disiapkan dengan mengisi masing-masing 100 ml aquades. Lapisan akuatik 300 ml dimasukkan ke dalam gelas piala yang berisi asam periodat, kemudian dikocok perlahan. Setelah itu, gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dibiarkan selama 30 menit. Bila lapisan akuatik mengandung bahan tersuspensi, maka harus disaring terlebih dahulu sebelum penggunaan. Setelah 30 menit, ditambahkan 2 ml larutan KI, dikocok perlahan, dan dibiarkan selama 1 menit (tidak boleh lebih dari 5 menit) sebelum dititrasi. Gelas piala yang isinya akan dititrasi tidak boleh diletakkan di bawah cahaya terang atau terkena sinar matahari langsung. Isi gelas piala dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna iodium hampir hilang. Setelah itu, ditambahkan larutan indikator pati 2 ml dan dititrasi lagi sampai warna biru kompleks iodium-pati benar-benar hilang. Analisis blanko dilakukan dari penambahan 2 ml larutan KI dan seterusnya.

8 124 Keterangan : Gttl = Gliserol total Gbbs = Gliserol bebas Gikt = Gliserol terikat C = volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh B = volume natrium tiosulfat untuk blanko N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat a Dari prosedur = 9,9 10,1 ± 0,01 g b Dari prosedur = 100 ml (untuk gliserol total) dan 300 ml (untuk gliserol bebas) 5. Bilangan Iod (AOCS Cd 1-25) Sebanyak 0,13 0,15 ± 0,001 g sampel ditimbang dalam labu iodium. Ditambahkan 15 ml larutan karbon tetrakhlorida (atau 20 ml campuran 50 %-v sikloheksan 50 %-v asam asetat) dan kocok-putar labu untuk menjamin contoh larut sempurna ke dalam pelarut. Ditambahkan 25 ml reagen Wijs dengan pipet seukuran dan kemudian labu ditutup. Kembali labu dikocokputar agar isinya tercampur sempurna dan kemudian segera disimpan di tempat gelap bertemperatur 25 ± 5 o C selama 1 jam. Sesudah perioda penyimpanan usai, diambil kembali labu dan ditambahkan 20 ml larutan KI dan 150 ml akuades. Sambil selalu diaduk dengan baik, dititrasi isi labu dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N yang sudah distandarkan (diketahui normalitas eksaknya) sampai warna coklat iodium hampir hilang. Setelah ini tercapai, ditambahkan 2 ml larutan indikator pati dan titrasi diteruskan sampai warna biru kompleks iodium pati persis sirna. Volume titran yang dihabiskan untuk titrasi dicatat. Bersamaan dengan analisis di atas, dilakukan analisis blanko. Perhitungan Angka iodium contoh biodiesel dapat dihitung dengan rumus : Angka iodium, A I (%-b) = 12,69(B C) x N W dengan : C = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi contoh (ml). B = volume larutan natrium tiosulfat yang habis dalam titrasi blangko (ml). N = normalitas eksak larutan natrium tiosulfat. W = bobot eksak contoh biodiesel yang ditimbang untuk analisis (g). 6. Densitas (SNI ) Pada tahap awal ditentukan bobot dari air destilata. Piknometer bersih dan kering diisi dengan air destilasi yang telah dididihkan dan didinginkan pada suhu 20 o C dan disimpan dalam water bath (penangas air) pada suhu konstan 25 o C selama 30 menit. Piknometer diangkat dan dikeringkan kemudian ditimbang. Bobot air ditentukan berdasarkan selisih bobot piknometer berisi air dan bobot piknometer kosong. Pada tahap kedua ditentukan bobot sampel. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer hingga meluap dan dipastikan tidak

9 125 terbentuk gelembung udara. Bagian luar piknometer dikeringkan dan kemudian ditempatkan piknometer dalam water bath pada suhu konstan 25 o C selama 30 menit. Piknometer kemudian diangkat, dikeringkan dan ditimbang. Bobot sampel dihitung dengan menghitung selisih bobot piknometer berisi contoh minyak atau lemak dan bobot piknometer kosong. Perhitungan : Densitas = (Bobot piknometer dan contoh) (bobot piknometer kosong) Volume air pada 25 o C (ml) 7. Fraksi Tak Tersabunkan (SNI ) Sampel yang telah diaduk ditimbang sebanyak 5 g di dalam erlenmeyer atau botol soxhlet. Ke dalam contoh dimasukkan 30 ml alkohol 95% dan 5 ml KOH 50% kemudian dididihkan di bawah pendingin tegak selama satu jam atau sampai semua minyak/lemak tersabunkan secara sempurna. Sabun yang terbentuk dipindahkan ke dalam labu ekstraksi kemudian dibilas dengan alkohol sampai batas 40 ml, lalu dibilas dengan air panas dan air dingin sampai volume seluruhnya 80 ml. Botol bekas penyabunan dicuci dengan sedikit petroleum eter dan dikembalikan ke dalam labu ekstraksi. Labu dan isinya didinginkan sampai suhu kamar (20-25 o C), lalu ditambahkan 50 ml petroleum eter. Labu ditutup kemudian dikocok selama 1 menit, sambil mengeluarkan gas yang terbentuk selama pengocokan. Selanjutnya labu didiamkan sampai terbentuk dua lapisan cairan. Lapisan petroleum eter dialirkan dan ditampung dalam corong pemisah 500 ml. Ekstraksi diulangi dengan petroleum eter sampai sedikitnya 6 kali sambil dikocok pada setiap kali ekstraksi. Gabungan ekstraksi ini dicuci 3 kali di dalam corong pemisah masing-masing dengan 25 ml alkohol 10% sambil dikocok. Setelah pencucian, lapisan alkohol ini dibuang dengan hati-hati sehingga lapisan petroleum eter tidak ada yang terbuang. Ekstrak eter dipindahkan ke dalam gelas piala dan diuapkan sampai kering di atas penangas air. Pengeringan disempurnakan sampai mencapai bobot tetap, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Setelah penimbangan, residu ini dilarutkan dalam 50 ml alkohol 95% yang hangat (50 o C) dengan ditambah indikator pp. Campuran tersebut dititrasi degan larutan NaOH 0,02 N sampai tepat terbentuk warna merah jambu. Bobot asam lemak di dalam ekstrak sama dengan jumlah ml NaOH 0,02 x 0,056. Fraksi tidak tersabunkan dalam contoh dihitung dengan rumus berikut : (BR BA) Fraksi tidak tersabunkan = x 100% B BR = bobot residu (g) BA = bobot asam lemak (g) B = bobot contoh (g) 0,056 = BM NaOH/1000

10 126 Lampiran 3. Perhitungan Laju Alir ME Olein dan SO 3 a. Komponen ME Olein Ester Asam lemak BM (g/mol) Dalam persentase (%) Massa dalam 100 g Mol C ,147 0,147 0,00069 C ,909 0,909 0,00376 C16 270,9 40,207 40,207 0,14842 C18/ ,294 1,294 0,00434 C18/ ,901 43,901 0,14831 C18/ ,897 11,897 0,04047 C18/ ,852 0,852 0, ,34890 BM ratarata ME Olein 286,61 Laju Umpan ME Olein = 100 ml/menit = 100 ml/menit x 60 menit/jam x 0,8718 g/ml x 10-3 kg/g = 5,23 kg/jam b. Reaksi pembakaran sulfur menjadi SO 2 dan SO 3 : S + O 2 SO 2 SO 2 + O 2 2SO 3 (katalis V 2 O 5 ) Stoikiometri flow sulfur = laju umpan ME Olein x BA S/BM MES = 5,23 kg/jam x 32/388,61 = 0,43 kg/jam Na 2 SO 4 = [laju umpan ME Olein x (% Na 2 SO 4 x BM Na 2 SO 4 /H 2 SO 4 )] x BA S/BM Na 2 SO 4 = (5,23 x 1,3 x 142/98)/100 x 32/142 = 0,02 kg/jam Carry over (sulfur yang terbawa dalam produk) : = laju umpan ME Olein x 0,702/1000 = 5,23 kg/jam x 0,702/1000 = 0,004 kg/jam Total flow sulfur = (flow sulfur + flow Na 2 SO 4 + carry over) x 100/konversi SO 2 menjadi SO 3 x 100/99,5 = (0,43 + 0,02 + 0,004) x100/97,50 x 100/99,5 = 0,47 kg/jam Flow SO 3 udara = [(70/faktor pembakaran SO 2 ) x densitas udara x total flow sulfur] + total flow sulfur = [(70/6,30) x 1,29 x 0,47] + 0,47 = 7,22 kg/jam Penambahan udara kering ¼ flow SO 3 -udara = 1,81 kg/jam Penambahan udara kering ½ flow SO 3 -udara = 3,61 kg/jam

11 127 Lampiran 4. Prosedur Analisis Surfaktan MES 1. Penentuan Bilangan Asam dan Bahan Aktif Surfaktan Anionik Melalui Titrasi Kationik (Epthon, 1948) Surfaktan ditimbang 1 ± 0,0010 g dengan neraca analitik dalam gelas piala 100 ml. Ditambahkan 30 ml aquades ke dalam gelas piala, lalu larutan dipanaskan selama 7 10 menit dalam penangas sampai larut semua. Setelah larutan dingin lalu ditambahkan indikator phenoplthalein 1% (3 tetes), kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan faktor 1,0603 hingga berwarna merah muda atau ph 7. Volume penitaran dicatat sebagai perhitungan untuk menghitung bilangan asam. Larutan sampel kemudian diencerkan ke dalam labu ukur 1000 ml. Sementara itu, methylen blue dipipet sebanyak 3 ml dengan pipet ukur dan dimasukkan ke dalam gelas ukur asah bertutup gelas 100 ml dan kemudian ditambahkan 5 ml sampel MES hasil pengenceran. Berikutnya, ditambahkan 10 ml kloroform hingga terlihat dua fasa. Campuran dititrasi menggunakan n-cetylpyridium chloride hingga terbentuk warna yang sama biru diantara dua fasa. Titrasi diakhiri dan volume n-cetylpyridium chloride dicatat sebagai volume (V) kationik. Bilangan Asam dan Bahan Aktif dihitung dengan rumus berikut : Bilangan Asam = A ml NaOH x faktor NaOH Bobot sampel Bahan Aktif (%) = V kationik x faktor kationik x BM Surfaktan x 0,1 Bobot sampel x 4,95 2. Pengukuran ph (BSI, 1996) Metode ini digunakan untuk menganalisa derajat keasaman (ph) surfaktan anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Nilai ph dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran potensiometrik menggunakan elektroda gelas dan ph-meter komersial. Alat ph-meter disiapkan dan dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer ph 4,0 dan 9,0. Elektroda kemudian dibilas dengan air bebas CO 2 yang memiliki ph antara 6,5 sampai 7,0. Selanjutnya elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan diukur. Nilai ph dibaca pada ph-meter, pembacaan dilakukan setelah angka stabil. Elektroda kemudian dibilas kembali dengan air bebas CO 2. Pengukuran dilakukan dua kali. Apabila dari dua kali pengukuran nilai yang terbaca mempunyai selisih lebih dari 0,2 maka harus dilakukan pengulangan pengukuran termasuk kalibasi. 3. Analisa Warna (Metode Klett) Sampel sekitar 5 g ditimbang dalam erlenmeyer 100 ml, ditambahkan 50% etanol sebanyak 9 kali bobot contoh (sekitar 45 ml) dan diaduk hingga larut. Dimasukkan larutan contoh dalam kuvet dan diukur absorbansinya pada λ 420 nm. Sebagai blanko digunakan larutan standar 50% etanol. Perhitungan : Warna klett = 1000 x nilai absorbansi.

12 Pengukuran Tegangan Antar Muka dengan Spinning Drop Interfacial Tensiometer Pengukuran tegangan antarmuka dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka minyak dan air. Cara pengujian dilakukan dengan membuat larutan surfaktan pada konsentrasi tertentu dengan air formasi. Densitas larutan surfaktan dan minyak bumi diukur. Pengukuran tegangan antarmuka minyak-air dengan menggunakan Spinning Drop Interfacial Tensiometer dilakukan dengan memasukkan minyak bumi sebanyak 0,3 mikron dimasukkan dalam tube yang berisi larutan surfaktan. Kemudian tube dimasukkan dalam alat yang kecepatan putarnya disetting 9000 rpm pada suhu 70 o C, lalu diukur lebar droplet minyak yang terbentuk. Nilai tegangan antar muka dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini. Y = ¼ ω 2 D 3 p, dengan syarat : (L/D >= 4) Keterangan : y = nilai tegangan antar muka (dyne/cm) ω = kecepatan angular (s -1 ) D = radius droplet pada axis (cm) p = perbedaan densitas fluida minyak dan larutan surfaktan (g.cm 3 ) 5. Penentuan Viskositas (SNI ) Spindel dipasang ke viskometer, kemudian diturunkan perlahan sehingga spindel masuk ke dalam sampel. Jangan mengisi contoh secara berlebihan. Volume contoh sangat menentukan sistem kalibrasi. Untuk memperoleh contoh yang mewakili, ketinggian cairan harus segaris dengan batang spindel pada garis kira-kira 3,2 mm di atas bagian atas spindel yang meruncing. Viskometer Brookfield model RV, HA, HB dialankan pada 20 rpm, atau untuk model LV pada 12 rpm, dan diamati hasil pembacaan. Bila hasil pembacaan terletak diantara angka 2 dan angka 98 dilanjutkan pengujian. Dicatat tiga pembacaan setiap 60 detik dari setiap temperatur pengujian. Dilakukan prosedur yang sama untuk setiap temperatur pengujian yang diinginkan. Bila pada temperatur pengujian terendah, pembacaan masih diatas angka 98, dikurangi kecepatan spindel dan dilanjutkan pengujian. Bila pembacaan masih di atas angka 98, gunakan spindel lain yang lebih kecil dan diulangi pengujian. Faktor viskositas dikalikan dengan pembacaan viskometer Brookfield untuk mendapatkan viskositas dalam centipoise (cp). Selama pengukuran viskositas jangan mengubah kecepatan putaran spindel karena akan mengubah laju geser. 6. Bilangan Iod (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 0,5 g ditimbang di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkankan dengan 10 ml kloroform atau tetraklorida dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan diatas dicampur merata dan disimpan di dalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15 %. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan

13 129 Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak. (B-S) x N x 12,69 Bilangan Iod = G Keterangan : B = ml Na 2 S 2 O 3 blanko S = ml Na 2 S 2 O 3 contoh N = normalitas Na 2 S 2 O 3 G = bobot contoh 12,69 = bobot atom iod/10 7. Pengukuran Densitas Menggunakan Density Meter DMA 4500M Alat dinyalakan dan dipastikan sel pengukuran dalam kondisi bersih dan kering. Suhu pengukuran diatur pada 70 o C, dan dilakukan kalibrasi. Larutan yang hendak diuji diinjeksikan ke dalam sel pengukuran dan dibiarkan selama beberapa saat hingga suhu 70 o C tercapai, lalu ditekan tombol pengukuran. Ditunggu beberapa saat hingga keluar nilai dan keterangan valid. Nilai yang muncul di layar dicatat. 8. Kestabilan Emulsi (modifikasi ASTM D 1436, 2000) Stabilitas emulsi diukur antara air dan xylene. Xylene dan air dicampur dengan perbandingan 6 : 4. Campuran tersebut dikocok selama 5 menit menggunakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antar xylene dan air diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa. Konsentrasi surfaktan yang ditambahkan adalah 10 persen (dalam campuran xylene-air). Lamanya pemisahan antar fasa sebelum ditambahkan surfaktan dibandingkan dengan sesudah ditambahkan surfaktan. Penetapan stabilitas emulsi dilakukan dengan cara sederhana yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan persen pemisahan, dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100. (volume keseluruhan volume pemisahan) % stabilitas = x 100 Volume keseluruhan 9. FTIR (ASTM D ) Sebanyak 3 g sampel diteteskan di dalam pelet KBr pada kondisi ruang kemudian diukur pada bilangan gelombang antara cm -1. Pengujian dilakukan menggunakan alat Spektrofotometer Infrared.

14 130 Lampiran 5. Prosedur Analisis Kinerja Formula Surfaktan Berbasis MES 1. Uji Compatibility (Lemigas, 2008) Uji compatibility dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan antara larutan surfaktan dengan air formasi. Uji dilakukan dengan mencampurkan formula larutan surfaktan pada air formasi kemudian dimasukkan dalam oven (dipanaskan pada suhu reservoir) selama 16 jam. Kemudian amati perubahan yang terjadi pada larutan. Diharapkan tidak terbentuk endapan. 2. Uji Adsorpsi (Lemigas, 2008) Uji adsorpsi bertujuan untuk mendapatkan gambaran seberapa besar surfaktan terserap oleh batuan. Semakin banyak surfaktan yang diserap oleh batuan, berarti loss-nya juga semakin besar. Diharapkan surfaktan yang teradsorp tidak lebih dari 0,25%. Uji adsorpsi yang dilakukan adalah uji adsoprsi statik. Pada uji adsorpsi statik, batuan dihaluskan sampai mesh. Kemudian dicuci dengan air formasi, lalu dikeringkan. Masukkan sejumlah batuan yang sudah dihaluskan dan ditambahkan air formasi dengan perbandingan tertentu. Kemudian ditutup rapat dan disimpan dalam suhu reservoir selama 2 hari sambil diaduk secara berkala. Lalu disaring dengan kertas Whatman. Ukur konsentrasi filtratnya menggunakan UV Spektrophotometer. Pengurangan konsentrasi berarti loss surfaktan yang terserap oleh batuan. 3. Penentuan Konsentrasi Surfaktan dengan Titrasi Dua Fasa Dengan Indikator Methylene Blue (José López-Salinas and Maura Puerto, 2011) Ditimbang setidaknya 3 sampel dengan bobot yang berbeda membentuk sebuah deret dalam gelas ukur 25 ml yang dilengkapi stopper (tutup). Ditambahkan pada masing-masing sampel: 3 ml kloroform dan 5 ml indicator methylene blue, dipasang stopper lalu kocok secara perlahan, didiamkan larutan hingga bagian atas berwarna biru sementara bagian bawah tidak berwarna. Kemudian dititrasi dengan Hyamine M yang telah distandarisasi hingga warna bagian bawah berwarna biru sementara bagian atas tidak berwarna, dicatat volume penitar. Perhitungan Konsentrasi Surfaktan, dibuat grafik hubungan antara volume penitar (sumbu y) dengan bobot sampel (sumbu x). Dihitung % surfaktan dengan formula dengan rumus berikut : %surfaktan = slope x konsentrasi titran (M) x Bobot Molekul Surfaktan x 0,1 4. Uji Kelakuan Fasa (Lemigas, 2008) Uji dilakukan dengan menyiapkan minyak, dan disaring pada kertas saring 10 µ. Kemudian disiapkan larutan surfaktan. Disiapkan juga pipet ukur 5 ml sejumlah konsentrasi surfaktan. Dimasukkan 2 ml larutan surfaktan ke dalam pipet untuk tiap konsentrasi, dan ditambahkan 2 ml minyak. Ditutup rapat (seal flame). Dimasukkan pada suhu reservoir sekitar 30 menit. Ukur ketinggian minyak/larutan surfaktan, kemudian dikocok. Diamati perubahan ketinggian (mikro emulsi yang terbentuk) selama waktu tertentu.

15 Thermal Stability (Lemigas, 2008) Uji thermal stability bertujuan untuk mengetahui stabilitas surfaktan terhadap pengaruh pemanasan. Uji dilakukan dengan melarutkan surfaktan dalam larutan garam sesuai dengan konsentrasi yang diinginkan. Disiapkan botol borosilikat (sebanyak konsentrasi x jumlah tes yang dilakukan). Dimasukkan larutan surfaktan ke dalam botol (sekitar 25 ml) dan ditutup dengan kuat, kemudian disimpan seluruh botol yang telah berisi larutan surfaktan di dalam oven pada suhu reservoir. Pada waktu tertentu, diambil sebuah botol, dilakukan pengamatan perubahan larutan yang terjadi, kemudian dihitung densitas dan tegangan antarmukanya. Dilakukan berulang untuk pengamatan hari ke-7, 14, dan seterusnya hingga waktu yang ditentukan. Dibuat dalam grafik nilai IFT terhadap waktu untuk mendapatkan perubahan nilai IFT akibat pengaruh pemanasan. 6. Uji Filtrasi (Lemigas, 2008) Uji filtrasi bertujuan untuk mengetahui keberadaan presipitan di dalam larutan surfaktan. Pengujian dilakukan menggunakan alat uji filtrasi. Sebelum memulai, seluruh bagian peralatan uji harus bersih dari sisa surfaktan ataupun karat. Kemudian alat uji dihubungkan dengan nitrogen tank, pressure vessel dan membran filter holder. Diposisikan membran dengan ukuran pori yang sesuai ke dalam filter holder, dibasahi kemudian dikeluarkan udara dari sistem dengan menggunakan gas nitrogen. Dimasukkan 300 ml larutan surfaktan dalam pressure vessel, ditutup katup keluaran dan diatur tekanan 20 psig menggunakan nitrogen regulator. Dibuka katup filter pressure vessel dan secara simultan dihitung waktu menggunakan stopwatch. Tekanan (20 psig) dijaga konstan. Dicatat waktu kumulatif dalam detik untuk setiap 50 ml penyaringan, dilanjutkan penyaringan hingga 300 ml telah disaring. Diamati filter membran apakah terjadi kerusakan sobek, cabikan atau kerusakan lain, termasuk terdapat area yang tidak terbasahi oleh filter. Jika kerusakan ditemukan, diulangi pengukuran. Dicatat kehadiran material yang terjebak di permukaan filter. 7. Uji Core flooding (Lemigas, 2008) Tahap pertama, dilakukan filtrasi bertahap untuk mendapatkan air formasi dan air injeksi 0,22 µm. Kemudian dilakukan pembuatan larutan surfaktan dalam air injeksi yang telah disaring menggunakan membran filter ukuran 0,22 µm. Dipisahkan minyak dari air yang terdapat dalam sampel minyak pada suhu 70 o C dan disiapkan alat uji coreflooding. Core sintetik yang sudah dibersihkan ditimbang bobot keringnya, lalu dijenuhkan dengan air formasi (AF) dengan cara disimpan dalam tabung berisi AF selama 1-3 hari pada kondisi vakum. Ditimbang bobot basah core, dan dilakukan injeksi core oleh minyak pada suhu 70 o C. Diukur volume AF yang keluar, lalu diinjeksikan core dengan air injeksi atau dengan larutan surfaktan pada suhu 70 o C, dan kembali dilakukan pengukuran volume minyak yang keluar. Dihitung persentase volume minyak yang berhasil dikeluarkan dengan injeksi surfaktan.

16 132 Lampiran 6. Peralatan dan Instrumen Analisis yang Digunakan a. Reaktor Transesterifikasi Kapasitas 100 L/Batch b. Reaktor STFR Kapasitas 250 Kg/Hari

17 133 c. Neraca Analitik Precisa XT220A d. Hot Plate Stirrer e. ph Meter

18 134 f. Spinning Drop Tensiometer Model TX500C g. Viscosimeter Brookfield DV-III Ultra h. Density Meter Anton Paar DMA 4500M

19 135 i. Spectrofotometer Thermospectronic Genesys 20 j. Oven k. Pencetak Core

20 136 l. Pemotong Core m. Filtrasi Air Formasi dan Air Injeksi n. Uji Filtrasi

21 o. Uji Coreflood 137

22 138 Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Analisis Berbagai Parameter MESA dan MES 1. Analisis Warna MESA dan MES (klett) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 332,0 227,5 279,8 ± 73, ,5 314,5 346,0 ± 44, ,0 486,0 543,0 ± 80, ,0 800,5 638,8 ± 228, ,0 423,0 425,5 ± 3, ,0 655,0 596,5 ± 82,73 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 209,5 179,5 194,5 ± 21, ,5 245,5 256,5 ± 15, ,5 562,0 379,3 ± 258, ,5 281,0 337,8 ± 9, ,5 321,0 340,3 ± 15, ,0 256,5 198,8 ± 10,96 2. Analisis ph MESA dan MES Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 1,00 1,22 1,11 ± 0,16 2 1,07 1,06 1,07 ± 0,01 3 0,63 1,01 0,82 ± 0,27 4 0,95 0,75 0,85 ± 0,14 5 0,98 0,71 0,85 ± 0,19 6 0,89 0,86 0,88 ± 0,02 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 5,01 8,69 6,85 ± 2,60 2 5,34 8,99 7,17 ± 2,58 3 8,55 8,81 8,68 ± 0,18 4 7,91 7,53 7,72 ± 0,27 5 8,00 8,42 8,21 ± 0,30 6 7,21 9,12 8,17 ± 1,35

23 Analisis Viskositas MESA dan MES (cp) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 51,0 24,5 37,75 ± 18, ,0 40,0 39,50 ± 0, ,5 49,0 100,75 ± 73, ,5 91,5 68,50 ± 32, ,0 94,0 68,50 ± 36, ,0 50,0 45,50 ± 6,36 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 89,5 80,0 84,75 ± 6, ,0 86,0 90,00 ± 5, ,5 105,0 101,25 ± 5, ,5 114,0 175,25 ± 86, ,5 95,0 145,25 ± 71, ,0 98,0 143,00 ± 63,64 4. Analisis Bilangan Iod MESA dan MES (mg Iod/g sampel) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 26,14 34,61 30,37 ± 5, ,23 29,21 29,22 ± 0, ,25 25,68 32,46 ± 9,60 4 9,85 17,97 13,91 ± 5, ,34 18,94 22,14 ± 4, ,38 26,59 28,48 ± 2,68 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 23,93 33,32 28,62 ± 6, ,31 31,35 28,33 ± 4, ,85 29,37 22,61 ± 9, ,92 21,56 23,74 ± 3, ,48 24,91 24,70 ± 0, ,47 23,54 25,51 ± 2,78

24 Analisis Kestabilan Emulsi MESA dan MES (%) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 85,28 88,82 87,05 ± 2, ,32 98,19 90,26 ± 11, ,88 85,60 85,74 ± 0, ,34 84,67 84,51 ± 0, ,15 84,76 85,46 ± 0, ,06 98,14 94,10 ± 5,71 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 99,33 98,52 98,93 ± 0, ,32 99,11 99,22 ± 0, ,14 98,85 99,00 ± 0, ,88 98,47 98,68 ± 0, ,07 99,09 99,08 ± 0, ,52 98,55 99,04 ± 0,69 6. Analisis Kandungan Bahan Aktif MESA dan MES (%) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 6,53 8,49 7,51 ± 1,39 2 7,63 8,70 8,17 ± 0,76 3 7,73 8,34 7,73 ± 0,43 4 8,83 9,00 8,92 ± 0, ,28 9,09 10,18 ± 1, ,93 8,96 11,44 ± 3,51 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 5,14 7,24 6,19 ± 1, ,46 7,04 9,25 ± 3,13 3 7,24 8,10 7,67 ± 0,61 4 7,04 7,23 7,17 ± 0,18 5 9,29 7,85 8,57 ± 1, ,88 8,58 9,73 ± 1,62

25 Analisis Bilangan Asam MESA dan MES (mg KOH/g sampel) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 12,29 8,45 10,37 ± 2, ,05 12,60 11,32 ± 1, ,66 13,71 18,66 ± 3, ,35 19,21 15,28 ± 5, ,38 17,46 14,42 ± 4, ,86 14,10 12,98 ± 1,58 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 0,65 0,50 0,57 ± 0,11 2 0,53 0,49 0,51 ± 0,02 3 0,13 0,57 0,35 ± 0,32 4 0,23 0,52 0,37 ± 0,21 5 0,17 0,50 0,33 ± 0,23 6 0,55 0,52 0,53 ± 0,02 8. Analisis Nilai Tegangan Antarmuka MESA dan MES (dyne/cm) Lama Sulfonasi MESA (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 1,07x10-1 2,89x10-1 1,98x10-1 ± 0, ,16x10-2 1,99x10-1 1,25x10-1 ± 0, ,65x10-1 1,48x10-1 1,57x10-1 ± 0, ,23x10-2 1,88x10-1 1,20x10-1 ± 0, ,91x10-2 1,02x10-1 8,56x10-2 ± 0, ,07x10-1 8,91x10-2 9,81x10-2 ± 0,013 Lama Sulfonasi MES (Jam) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 6,85x10-2 4,01x10-2 5,43x10-2 ± 0, ,35x10-1 2,24x10-2 7,87x10-2 ± 0, ,20x10-2 2,76x10-2 2,48x10-2 ± 0, ,80x10-2 2,55x10-2 2,68x10-2 ± 0, ,55x10-2 2,67x10-2 5,61x10-2 ± 0, ,01x10-1 1,11x10-2 5,61x10-2 ± 0,064

26 142 Lampiran 8. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Analisis Berbagai Parameter MESA Olein Parameter Sumber Keragaman db JK KT F Hit Pr>F Warna Densitas ph Viskositas Bilangan Iod Kestabilan Emulsi Kandungan Bahan Aktif Bilangan Asam IFT Perlakuan , , ,39 0,0846 Galat , ,625 Total Terkoreksi ,9167 Perlakuan 5 0, , ,02 0,4808 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 11 0, Perlakuan 5 0, , ,24 0,3941 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 11 0, Perlakuan , , ,87 0,5524 Galat , , Total Terkoreksi ,91671 Perlakuan 5 476, , ,04 0,1045 Galat 6 188, , Total Terkoreksi , Perlakuan 5 133, , ,97 0,5042 Galat 6 165, , Total Terkoreksi , Perlakuan 5 22, , ,54 0,3047 Galat 6 17, , Total Terkoreksi 11 39, Perlakuan 5 51, , ,83 0,5699 Galat 6 74, , Total Terkoreksi , Perlakuan 5 0, , ,54 0,7419 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 11 0, Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

27 143 Lampiran 9. Rekapitulasi Sidik Ragam Hasil Analisis Berbagai Parameter MES Olein Parameter Sumber Keragaman db JK KT F Hit Pr>F Warna Densitas ph Viskositas Bilangan Iod Kestabilan Emulsi Kandungan Bahan Aktif Bilangan Asam IFT Perlakuan , ,3 0,92 0,5268 Galat , ,58333 Total Terkoreksi Perlakuan 5 0, , ,02 0,4808 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 11 0, Perlakuan 5 4, , ,37 0,8520 Galat 6 15, , Total Terkoreksi 11 20, Perlakuan 5 347, , ,16 0,0971 Galat 6 132, , Total Terkoreksi , Perlakuan 5 59, , ,42 0,8212 Galat 6 171, , Total Terkoreksi , Perlakuan 5 59, , ,42 0,8212 Galat 6 171, , Total Terkoreksi , Perlakuan 5 17, , ,33 0,3649 Galat 6 16, , Total Terkoreksi 11 33, Perlakuan 5 0, , ,65 0,6757 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 11 0, Perlakuan 5 0, , ,40 0,8331 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 11 0, Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

28 144 Lampiran 10. Hasil Analisis Pengaruh Penambahan Metanol pada Proses Re-esterifikasi a. Rekapitulasi data Konsentrasi IFT (dyne/cm) metanol (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0 4,19x10-2 4,35x10-2 4,27x10-2 ± 0, ,38x10-1 9,78x10-2 1,18x10-1 ± 0, ,99x10-1 1,90x10-1 1,95x10-1 ± 0, ,16x10-1 2,79x10-1 1,98x10-1 ± 0,1153 b. Sidik ragam Parameter Sumber Keragaman db JK KT F Hit Pr>F Tegangan Antarmuka (IFT) Perlakuan 3 0, , ,06 0,1541 Galat 4 0, , Total Terkoreksi 7 0, Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

29 145 Lampiran 11. Perbandingan Karakteristik Air Formasi dan Air Injeksi yang Digunakan Parameter Satuan Air Formasi Air Injeksi Tampilan sebelum filtrasi - Keruh, coklat dan beminyak Keruh, coklat dan beminyak Tampilan setelah filtrasi - Jernih, kekuningan Jernih, kekuningan Total padatan terlarut ppm ,2 (terhitung) SG (75 o F) 1,027 NA H2S ppm Tidak ada 2,7 CO2 ppm NA 18 ph 8 8 Kation : a. Na 2+ ppm ,7 - b. Ca 2+ ppm 350,0 100 c. Mg 2+ ppm 8,0 182 d. Ba 2+ ppm <1,0 2,2 e. Total Fe ppm 1.650,0 0,5 Anion : ppm a. Cl - ppm , b. SO 4 ppm 535,0 11 c. HCO 3- ppm 317, d. CO 3 ppm 0 0 e. OH - ppm 0 NA Oil content ppm NA 100 Sumber : PT. X

30 146 Lampiran 12. Rekapitulasi Data Analisis Hasil Perbaikan Proses Produksi MES Terhadap Mutu MES a. Analisis Tegangan Antarmuka pada Air Formasi (dyne/cm) Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 6 2,78x10-2 2,53x10-2 2,66x10-2 ± 1,77x ,94x10-2 3,50x10-2 3,22x10-2 ± 3,96x ,95x10-2 2,87x10-2 2,41x10-2 ± 6,51x ,22x10-3 1,15x10-2 8,36x10-3 ± 4,44x ,20x10-3 1,09x10-2 1,01x10-2 ± 1,20x ,33x10-3 8,59x10-3 7,46x10-3 ± 1,60x ,85x10-2 2,62x10-2 2,74x10-2 ± 1,63x ,55x10-2 3,07x10-2 2,81x10-2 ± 3,68x ,08x10-2 2,64x10-2 2,36x10-2 ± 3,96x10-3 b. Analisis Tegangan Antarmuka pada Air Injeksi (dyne/cm) Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 6 4,31x10-2 4,86x10-2 4,59x10-2 ± 3,89x ,64x10-2 3,45x10-2 3,55x10-2 ± 1,34x ,08x10-2 2,79x10-2 2,94x10-2 ± 2,05x ,45x10-2 1,88x10-2 1,67x10-2 ± 3,04x ,44x10-2 1,71x10-2 1,58x10-2 ± 1,91x ,03x10-2 1,95x10-2 1,49x10-2 ± 6,51x ,18x10-2 5,18x10-2 5,18x10-2 ± 0,00 7 4,86x10-2 5,96x10-2 5,41x10-2 ± 7,78x ,52x10-2 4,57x10-2 4,05x10-2 ± 7,42x10-3

31 147 c. Stabilitas Emulsi (%) Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 6 22,7 3,0 12,9 ± 13,93 7 2,8 3,0 2,9 ± 0,15 8 1,7 1,5 1,6 ± 0,09 6 0,0 26,9 13,4 ± 19,00 7 7,5 7,7 7,6 ± 0,16 8 0,8 0,8 0,8 ± 0, ,3 6,1 18,2 ± 17,14 7 7,6 7,0 7,3 ± 0,38 8 1,4 1,5 1,5 ± 0,09 d. Viskositas (cp) Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 6 87,60 112,50 100,05 ± 17, ,30 176,10 125,70 ± 71, ,80 174,60 139,20 ± 50, ,20 47,70 49,95 ± 3, ,00 74,10 65,55 ± 12, ,60 79,20 99,90 ± 29, ,80 23,10 22,95 ± 0, ,10 24,30 25,20 ± 1, ,60 31,20 36,90 ± 8,06

32 148 e. Bilangan Iod (mg Iod/g sampel) Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Pengukuran 1 Pengukuran 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Rata-rata Total ± SD 6 12,04 12,21 12,13 12,76 12,45 12,61 12,37 ± 0,34 7 9,87 9,34 9,61 10,84 11,41 11,13 10,37 ± 1, ,14 9,94 10,04 10,51 10,39 10,45 10,25 ± 0, ,21 17,06 17,14 17,39 17,37 17,38 17,26 ± 0, ,71 16,27 16,49 15,65 15,70 15,68 16,08 ± 0, ,44 15,88 15,66 16,23 16,85 16,54 16,10 ± 0, ,89 28,20 28,05 27,74 27,71 27,73 27,89 ± 0, ,00 27,00 27,00 25,97 26,11 26,04 26,52 ± 0, ,75 26,10 26,43 25,29 25,22 25,26 25,84 ± 0,83

33 149 f. Kandungan Bahan Aktif Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Pengukuran 1 Pengukuran 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Rata-rata Total ± SD 6 3,09 3,61 3,35 3,34 3,35 3,35 3,35 ± 0,00 7 3,86 4,36 4,11 3,83 3,84 3,84 3,97 ± 0,19 8 3,48 3,61 3,55 3,32 3,31 3,32 3,43 ± 0,16 6 4,13 4,13 4,13 3,87 4,13 4,00 4,07 ± 0,09 7 4,39 4,13 4,26 4,37 4,10 4,23 4,25 ± 0,02 8 4,87 4,63 4,75 4,64 4,37 4,51 4,63 ± 0,17 6 5,15 5,12 5,13 4,87 4,86 4,87 5,00 ± 0,19 7 4,61 4,65 4,63 4,89 4,77 4,83 4,73 ± 0,15 8 4,89 5,40 5,15 5,67 5,67 5,67 5,41 ± 0,37

34 150 g. Warna (Metoda Klett) Udara Kering (kg/jam) 0 1,81 3,61 ph Pengukuran 1 Pengukuran 2 Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata Rata-rata Total ± SD ,5 ± 99, ,5 450,8 ± 54, ,0 ± 72, ,5 388,8 ± 44, ,5 371,8 ± 20, ,5 280,5 ± 77, ,5 310,5 ± 56, ,5 ± 21, ,5 162,3 ± 23,69

35 151 Lampiran 13. Rekapitulasi Sidik Ragam dan Uji Lanjut Hasil Analisis Berbagai Parameter MES Olein Hasil Perbaikan Proses 1. Tegangan Antarmuka pada pengukuran menggunakan air formasi 1.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering 2 0, , ,08 0,0077 Ulangan udara 3 0, , ,77 0,2531 kering ph 2 0, , ,73 0,0886 Interaksi 4 0, , ,54 0,7153 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 17 0, Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 1.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 6 0, A 1,81 6 0, B 3,61 6 0, A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 1.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 6 6 0, AB 7 6 0, A 8 6 0, B Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

36 Tegangan Antarmuka pada pengukuran menggunakan air injeksi 2.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering 2 0, , ,64 0,0065* Ulangan udara 3 0, , ,40 0,0944 kering ph 2 0, , ,95 0,0067* Interaksi 4 0, , ,97 0,0656 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 17 0, Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 2.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 6 0, B 1,81 6 0, C 3,61 6 0, A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 2.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 6 6 0, A 7 6 0, A 8 6 0, B Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

37 Bilangan Iod 3.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering Ulangan udara kering ph Interaksi Galat Total Terkoreksi Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 3.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,9933 C 1, ,4808 B 3, ,7500 A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 3.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,1717 A ,6567 B ,3958 B Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

38 Kandungan Bahan Aktif 4.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering 2 6, , ,16 0,0021 Ulangan udara 3 0, , ,10 0,4178 kering ph 2 0, , ,85 0,0390 Interaksi 4 0, , ,94 0,0194 Galat 6 0, , Total Terkoreksi 17 7, Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 4.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 6 3,5841 C 1,81 6 4,3142 B 3,61 6 5,0461 A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 4.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 6 6 4,1374 B 7 6 4,3172 AB 8 6 4,4899 A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

39 Kestabilan Emulsi 5.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering 2 30, , ,16 0,8603 Ulangan udara 3 287, , ,03 0,4452 kering ph 2 569, , ,04 0,1223 Interaksi 4 31, , ,08 0,9841 Galat 6 561, , Total Terkoreksi , Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 5.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 6 5,803 A 1,81 6 7,257 A 3,61 6 8,982 A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 5.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,832 A 7 6 5,937 A 8 6 1,273 A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

40 Viskositas 6.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering , , ,04 0,0006 Ulangan udara , , ,56 0,0363 kering ph , , ,51 0,0638 Interaksi 4 850, , ,54 0,7152 Galat , ,87500 Total Terkoreksi ,72000 Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 6.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,65 A 1, ,80 B 3, ,35 C Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 6.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,65 B ,15 AB ,00 A Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

41 Warna (klett) 7.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Udara kering , , ,59 0,0155 Ulangan udara , ,5278 1,00 0,4564 kering ph , , ,02 0,0080 Interaksi , ,4583 1,02 0,4677 Galat , ,3194 Total Terkoreksi ,5000 Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata pada terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 7.b. Hasil uji Duncan untuk faktor udara kering Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,42 A 1, ,00 B 3, ,08 B Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. 7.c. Hasil uji Duncan untuk faktor ph Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan ,58 A ,67 A ,25 B Keterangan : Jika P-value < α (5%) maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%. Jika P-value > α (5%) maka perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap respon pada taraf nyata 5%.

42 158 Lampiran 14. Data Nilai Tegangan Antarmuka Minyak-Air Injeksi Setelah Penambahan Surfaktan MES pada Beberapa Konsentrasi Konsentrasi Nilai IFT (dyne/cm) MES (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0 3,74x10-1 4,64x10-1 4,19x10-1 ± 0,0634 0,1 1,64x10-2 1,83x10-2 1,73x10-2 ± 0,0014 0,2 1,39x10-2 1,34x10-2 1,37x10-2 ± 0,0004 0,3 1,05x10-2 1,02x10-2 1,03x10-2 ± 0,0002 0,4 1,26x10-2 3,58x10-2 2,42x10-2 ± 0,0164

43 159 Lampiran 15. Rekapitulasi Data Analisis Salinitas Optimal pada Berbagai Parameter Ukurnya a. Tegangan Antarmuka (IFT) (dyne/cm) Salinitas IFT No (ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 0 2,12x10-2 1,15x10-2 1,63x10-2 ± 0, ,99x10-3 8,84x10-3 8,92x10-3 ± 0, ,06x10-3 7,94x10-3 8,50x10-3 ± 0, ,97x10-3 1,06x10-2 8,30x10-3 ± 0, ,52x10-3 1,18x10-2 1,01x10-2 ± 0, ,79x10-3 1,24x10-2 1,06x10-2 ± 0, ,98x10-3 1,41x10-2 1,10x10-2 ± 0, ,22x10-3 1,12x10-2 9,21x10-3 ± 0, ,22x10-3 1,06x10-2 8,93x10-3 ± 0, ,80x10-3 1,29x10-2 1,04x10-2 ± 0, ,95x10-3 1,09x10-2 9,44x10-3 ± 0, ,64x10-3 1,10x10-2 1,03x10-2 ± 0, ,30x10-3 1,00x10-2 9,15x10-3 ± 0,0012 b. Densitas (g/cm 3 ) Salinitas Densitas No (ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 0 0,9914 0,9899 0,9907 ± 0, ,9988 0,9931 0,9959 ± 0, ,9964 0,9977 0,9970 ± 0, ,9998 0,9998 0,9998 ± 0, ,0041 1,0030 1,0036 ± 0, ,0070 1,0067 1,0068 ± 0, ,0114 1,0096 1,0105 ± 0, ,0155 1,0138 1,0147 ± 0, ,0190 1,0164 1,0177 ± 0, ,0216 1,0190 1,0203 ± 0, ,0252 1,0224 1,0238 ± 0, ,0287 1,0267 1,0277 ± 0, ,0334 1,0322 1,0328 ± 0,0008

44 160 c. ph Salinitas ph No (ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 0 9,09 9,44 9,27 ± 0, ,17 9,28 9,23 ± 0, ,03 9,30 9,17 ± 0, ,96 9,15 9,06 ± 0, ,03 9,15 9,09 ± 0, ,02 9,16 9,09 ± 0, ,05 9,14 9,10 ± 0, ,99 9,12 9,06 ± 0, ,92 9,07 9,00 ± 0, ,86 9,00 8,93 ± 0, ,86 8,97 8,92 ± 0, ,85 9,05 8,95 ± 0, ,89 9,01 8,95 ± 0,08 d. Viskositas (30 o C) salinitas Viskositas No (ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 0 1,02 1,02 1,02 ± 0, ,29 1,14 1,22 ± 0, ,08 1,02 1,05 ± 0, ,08 1,02 1,05 ± 0, ,05 1,14 1,10 ± 0, ,08 1,14 1,11 ± 0, ,05 1,20 1,13 ± 0, ,11 1,20 1,16 ± 0, ,14 1,11 1,13 ± 0, ,14 1,08 1,11 ± 0, ,29 1,20 1,25 ± 0, ,14 1,20 1,17 ± 0, ,14 1,14 1,14 ± 0,00

45 161 e. Viskositas (70 o C, cp) salinitas Viskositas No (ppm) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 0 0,69 0,57 0,63 ± 0, ,69 0,63 0,66 ± 0, ,60 0,66 0,63 ± 0, ,72 0,69 0,71 ± 0, ,66 0,60 0,63 ± 0, ,72 0,60 0,66 ± 0, ,72 0,63 0,68 ± 0, ,69 0,66 0,68 ± 0, ,69 0,66 0,68 ± 0, ,75 0,66 0,71 ± 0, ,75 0,63 0,69 ± 0, ,69 0,66 0,68 ± 0, ,78 0,63 0,71 ± 0,106

46 162 Lampiran 16. Rekapitulasi Sidik Ragam dan Uji Lanjut Hasil Analisis Penentuan Salinitas Optimal pada Berbagai Parameter Ukurnya 1. Tegangan Antarmuka 1.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Salinitas 12 0, , ,90 0,5709 Galat 13 0, , Total Terkoreksi 25 0, b. Hasil uji Duncan Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 2 0, A , AB , B , B , AB , AB , AB , AB , AB , AB , AB , AB , AB 2. Densitas 2.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Salinitas 12 0, , ,44 <0,0001 Galat 13 0, , Total Terkoreksi 25 0,

47 163 2.b. Hasil uji Duncan Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 2 0, J , I , HI , H , G , G , F , E , DE , CD , C , B , A 3. ph 3.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Salinitas 12 0, , ,58 0,2130 Galat 13 0, , Total Terkoreksi 25 0, b. Hasil uji Duncan Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 2 9,2650 A ,2250 AB ,1650 ABC ,0550 ABC ,0900 ABC ,0900 ABC ,0950 ABC ,0550 ABC ,9950 ABC ,9300 BC ,9150 C ,9500 BC ,9500 BC

48 Viskositas (30 o C) 4.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Salinitas 12 0, , ,42 0,0639 Galat 13 0, , Total Terkoreksi 25 0, b. Hasil uji Duncan Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 2 1,02000 D ,21500 AB ,05000 CD ,05000 CD ,09500 BCD ,11000 ABCD ,12500 ABCD ,15500 ABCD ,12500 ABCD ,11000 ABCD ,24500 A ,17000 ABC ,14000 ABCD 5. Viskositas (70 o C) 5.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Salinitas 12 0, , ,41 0,9322 Galat 13 0, , Total Terkoreksi 25 0,

49 5.b. Hasil uji Duncan Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0 2 0,63000 A ,66000 A ,63000 A ,70500 A ,63000 A ,66000 A ,67500 A ,67500 A ,67500 A ,70500 A ,69000 A ,67500 A ,70500 A 165

50 166 Lampiran 17. Rekapitulasi Data Analisis Pemilihan Aditif Berdasarkan Berbagai Parameter Ukurnya a. Tegangan Antarmuka (dyne/cm) Konsentrasi NaOH (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0,1 2,70x10-2 1,72x10-2 2,21x10-2 ± 0,0069 0,2 3,74x10-1 3,98x10-1 3,86x10-1 ± 0,0173 0,3 4,08x10-1 3,59x10-1 3,84x10-1 ± 0,0346 0,4 3,82x10-1 3,93x10-1 3,87x10-1 ± 0,0077 0,5 3,12x10-1 3,18x10-1 3,15x10-1 ± 0,0047 0,6 2,76x10-1 2,85x10-1 2,81x10-1 ± 0,0063 Konsentrasi Na 2 CO 3 (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0,1 7,42x10-3 7,82x10-3 7,62x10-3 ± 0,0003 0,2 7,34x10-3 7,64x10-3 7,49x10-3 ± 0,0002 0,3 6,52x10-3 7,42x10-3 6,97x10-3 ± 0,0006 0,4 1,15x10-2 9,66x10-3 1,06x10-2 ± 0,0013 0,5 1,17x10-2 9,98x10-3 1,08x10-2 ± 0,0012 0,6 1,09x10-2 8,85x10-3 9,89x10-3 ± 0,0015 b. Nilai ph Konsentrasi NaOH (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0,1 10,90 10,87 10,89 ± 0,02 0,2 12,09 11,99 12,04 ± 0,07 0,3 12,32 12,28 12,30 ± 0,03 0,4 12,47 12,48 12,48 ± 0,01 0,5 12,60 12,59 12,60 ± 0,01 0,6 12,65 12,66 12,66 ± 0,01 Konsentrasi Na 2 CO 3 (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0,1 9,51 9,52 9,52 ± 0,01 0,2 9,66 9,69 9,68 ± 0,02 0,3 9,88 9,88 9,88 ± 0,00 0,4 9,98 10,00 9,99 ± 0,01 0,5 10,08 10,12 10,10 ± 0,03 0,6 10,20 10,12 10,16 ± 0,06

51 167 c. Densitas (g/cm 3 ) Konsentrasi NaOH (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0,1 1,0023 1,0029 1,0026 ± 0,0005 0,2 1,0033 1,0050 1,0042 ± 0,0012 0,3 1,0042 1,0042 1,0042 ± 0,0001 0,4 1,0046 1,0058 1,0052 ± 0,0008 0,5 1,0046 1,0064 1,0055 ± 0,0013 0,6 1,0062 1,0088 1,0075 ± 0,0018 Konsentrasi Na 2 CO 3 (%) Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 0,1 1,0013 1,0013 1,0013 ± 2,12x10-5 0,2 1,0021 1,0023 1,0022 ± 1,13x10-4 0,3 1,0032 1,0034 1,0033 ± 9,90x10-5 0,4 1,0048 1,0046 1,0047 ± 1,13x10-4 0,5 1,0047 1,0042 1,0044 ± 3,68x10-4 0,6 1,0056 1,0052 1,0054 ± 2,90x10-4

52 168 Lampiran 18. Rekapitulasi Sidik Ragam dan Uji Lanjut Hasil Analisis Pemilihan Jenis dan Konsentrasi Aditif pada Berbagai Parameter Ukurnya 1. Tegangan Antarmuka 1.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Jenis Aditif 1 0, , ,91 <0,0001 Konsentrasi 5 0, , ,95 <0,0001 Aditif*Konsentrasi 5 0, , ,66 <0,0001 Galat 12 0, , Total Terkoreksi 23 0, b. Hasil uji Duncan untuk Jenis Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan NaOH 12 0, A Na2CO3 12 0, B 1.c. Hasil uji Duncan untuk Konsentrasi Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0,1 4 0, C 0,2 4 0, A 0,3 4 0, A 0,4 4 0, A 0,5 4 0, B 0,6 4 0, B 1.d. Hasil uji Duncan untuk Interaksi Jenis dan Konsentrasi Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan NaOH*0,1% 2 0,02208 D NaOH*0,2% 2 0,38607 A NaOH*0,3% 2 0,38389 A NaOH*0,4% 2 0,38717 A NaOH*0,5% 2 0,31492 B NaOH*0,6% 2 0,28061 C Na 2 CO 3 *0,1% 2 0,00762 D Na 2 CO 3 *0,2% 2 0,00749 D Na 2 CO 3 *0,3% 2 0,00697 D Na 2 CO 3 *0,4% 2 0,01057 D Na 2 CO 3 *0,5% 2 0,01085 D Na 2 CO 3 *0,6% 2 0,00989 D

53 ph 2.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Jenis Aditif 1 30, , ,3 <0,0001 Konsentrasi 5 4, , ,26 <0,0001 Aditif*Konsentrasi 5 0, , ,83 <0,0001 Galat 12 0, , Total Terkoreksi 23 35, b. Hasil uji Duncan untuk Jenis Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan NaOH 12 12,15833 A Na2CO3 12 9,88667 B 2.c. Hasil uji Duncan untuk Konsentrasi Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0,1 4 10,20000 F 0,2 4 10,85750 E 0,3 4 11,09000 D 0,4 4 11,23250 C 0,5 4 11,34750 B 0,6 4 11,40750 A 2.d. Hasil uji Duncan untuk Interaksi Jenis dan Konsentrasi Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan NaOH*0,1% 2 10,88500 E NaOH*0,2% 2 12,04000 D NaOH*0,3% 2 12,30000 C NaOH*0,4% 2 12,47500 B NaOH*0,5% 2 12,59500 A NaOH*0,6% 2 12,65500 A Na 2 CO 3 *0,1% 2 9,51500 J Na 2 CO 3 *0,2% 2 9,67500 I Na 2 CO 3 *0,3% 2 9,88000 H Na 2 CO 3 *0,4% 2 9,99000 G Na 2 CO 3 *0,5% 2 10,10000 F Na 2 CO 3 *0,6% 2 10,16000 F

54 Densitas 3.a. Sidik ragam Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Pr > F Jenis Aditif 1 0, , ,47 0,0016 Konsentrasi 5 0, , ,30 <0,0001 Aditif*Konsentrasi 5 0, , ,63 0,6833 Galat 12 0, , Total Terkoreksi 23 0, b. Hasil uji Duncan untuk Jenis Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan NaOH 12 1, A Na2CO3 12 1, B 3.c. Hasil uji Duncan untuk Konsentrasi Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan 0,1 4 1, D 0,2 4 1, C 0,3 4 1, BC 0,4 4 1, B 0,5 4 1, B 0,6 4 1, A 3.d. Hasil uji Duncan untuk Interaksi Jenis dan Konsentrasi Aditif Perlakuan N Rata-rata Kelompok Duncan NaOH*0,1% 2 1, DEF NaOH*0,2% 2 1, BCD NaOH*0,3% 2 1, BCD NaOH*0,4% 2 1, B NaOH*0,5% 2 1, B NaOH*0,6% 2 1, A Na 2 CO 3 *0,1% 2 1, F Na 2 CO 3 *0,2% 2 1, EF Na 2 CO 3 *0,3% 2 1, CDE Na 2 CO 3 *0,4% 2 1, BC Na 2 CO 3 *0,5% 2 1, BCD Na 2 CO 3 *0,6% 2 1, B

55 171 Lampiran 19. Rekapitulasi Hasil Analisis Nilai Tegangan Antarmuka Minyak-Air Setelah Penambahan Surfaktan Komersial a. Pengukuran pada Air Formasi No Kode Surfaktan Nama Kimia Jenis Surfaktan Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 SK05 Alkyl Polyglicoside C12 Nonionik 1,94x10-2 1,87x10-2 1,91x10-2 ± 0, SK06 Alkyl Polyglicoside C8 Nonionik 4,40x10-2 3,85x10-2 4,13x10-2 ± 0, SK10 C10 Alkoxylated 7 Nonionik 6,46x10-1 6,61x10-1 6,54x10-1 ± 0, SK13 Dietanolamida Nonionik 1,59x10-2 1,27x10-2 1,43x10-2 ± 0, SK15 Alcohol ethoxylate 7 EO Nonionik 9,49x10-2 1,40x10-1 1,17x10-1 ± 0, SK24 Sodium dodecyl benzene sulfonate (25%) Anionik 5,74x10-2 6,33x10-2 6,04x10-2 ± 0, SK25 Sodium dodecyl benzene sulfonate (65%) Anionik 6,66x10-2 6,92x10-2 6,79x10-2 ± 0, SK26 Dodecyl benzene sulfonic acid Anionik 6,11x10-2 5,68x10-2 5,90x10-2 ± 0, SK27 Nonyl phenol ethoxylate 9 EO Nonionik 7,77x10-2 9,41x10-2 8,59x10-2 ± 0, SK28 Nonyl phenol ethoxylate 10 EO Nonionik 9,00x10-2 8,87x10-2 8,94x10-2 ± 0, SK33 Alkyl benzyl dimethyl ammonium chloride Kationik 3,10x10-2 2,10x10-2 2,60x10-2 ± 0, SK38 Secondary C12-14, 7 Ethoxylated Nonionik 5,87x10-2 1,61x10-2 3,74x10-2 ± 0, SK39 Secondary C12-14, 7 Ethoxylated Nonionik 6,82x10-1 6,27x10-1 6,55x10-1 ± 0, SK50 Alkyl Polyglicoside C12-16 Nonionik 5,19x10-2 1,08x10-1 8,00x10-2 ± 0,0397

56 172 b. Pengukuran pada Air Injeksi No Kode Surfaktan Nama Kimia Jenis Surfaktan Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 SK05 Alkyl Polyglicoside C12 Nonionik 9,82x10-2 8,68x10-2 9,25x10-2 ± 0, SK06 Alkyl Polyglicoside C8 Nonionik 8,41x10-2 8,22x10-2 8,32x10-2 ± 0, SK10 C10 Alkoxylated 7 Nonionik 1,19x10-2 5,24x10-3 8,57x10-3 ± 0, SK13 Dietanolamida Nonionik 1,94x10-2 1,27x10-2 1,61x10-2 ± 0, SK15 Alcohol ethoxylate 7 EO Nonionik 1,22x10-1 1,09x10-1 1,16x10-1 ± 0, SK24 Sodium dodecyl benzene sulfonate (25%) Anionik 5,44x10-2 7,06x10-2 6,25x10-2 ± 0, SK25 Sodium dodecyl benzene sulfonate (65%) Anionik 7,55x10-2 8,17x10-2 7,86x10-2 ± 0, SK26 Dodecyl benzene sulfonic acid Anionik 5,14x10-2 5,07x10-2 5,11x10-2 ± 0, SK27 Nonyl phenol ethoxylate 9 EO Nonionik 9,38x10-2 1,51x10-1 1,22x10-1 ± 0, SK28 Nonyl phenol ethoxylate 10 EO Nonionik 1,07x10-1 9,74x10-2 1,02x10-1 ± 0, SK33 Alkyl benzyl dimethyl ammonium chloride Kationik 3,10x10-2 4,10x10-2 3,60x10-2 ± 0, SK38 Secondary C12-14, 7 Ethoxylated Nonionik 2,27x10-2 2,05x10-2 2,16x10-2 ± 0, SK39 Secondary C12-14, 7 Ethoxylated Nonionik 4,40x10-2 2,39x10-2 3,40x10-2 ± 0, SK50 Alkyl Polyglicoside C12-16 Nonionik 9,82x10-2 8,68x10-2 9,25x10-2 ± 0,0081

57 173 c. Pengukuran pada Air Demineralisasi No Kode Surfaktan Nama Kimia Jenis Surfaktan Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 SK05 Alkyl Polyglicoside C12 Nonionik 6,50x10-2 3,46x10-2 4,98x10-2 ± 0, SK06 Alkyl Polyglicoside C8 Nonionik 9,59x10-2 1,57x10-1 1,26x10-1 ± 0, SK10 C10 Alkoxylated 7 Nonionik 5,19x10-1 7,33x10-1 6,26x10-1 ± 0, SK13 Dietanolamida Nonionik 5,48x10-2 1,73x10-2 3,61x10-2 ± 0, SK15 Alcohol ethoxylate 7 EO Nonionik 1,06x10-1 2,97x10-1 2,02x10-1 ± 0, SK24 Sodium dodecyl benzene sulfonate (25%) Anionik 6,36x10-1 5,70x10-1 6,03x10-1 ± 0, SK25 Sodium dodecyl benzene sulfonate (65%) Anionik 9,35x10-1 7,68x10-1 8,52x10-1 ± 0, SK26 Dodecyl benzene sulfonic acid Anionik 4,43x10-1 5,38x10-1 4,91x10-1 ± 0, SK27 Nonyl phenol ethoxylate 9 EO Nonionik 1,05x10-1 1,23x10-1 1,14x10-1 ± 0, SK28 Nonyl phenol ethoxylate 10 EO Nonionik 1,31x10-1 1,51x10-1 1,41x10-1 ± 0, SK33 Alkyl benzyl dimethyl ammonium chloride Kationik 2,43x10-1 2,93x10-1 2,68x10-1 ± 0, SK38 Secondary C12-14, 7 Ethoxylated Nonionik 7,96x10-1 8,08x10-1 8,02x10-1 ± 0, SK39 Secondary C12-14, 7 Ethoxylated Nonionik 5,90x10-1 7,41x10-1 6,66x10-1 ± 0, SK50 Alkyl Polyglicoside C12-16 Nonionik 1,31x10-1 1,51x10-1 1,41x10-1 ± 0,0141

58 174 Lampiran 20. Nilai Tegangan Antarmuka Minyak-Air Setelah Penambahan Formula Surfaktan Berbasis MES yang Dihasilkan Kode IFT (dyne/cm) Formula Keterangan Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata ± SD 1 MES 1,03x10-2 1,95x10-2 1,49x10-2 ± 3,3x SK05 1,94x10-2 8,68x10-2 5,31x10-2 ± 2,4x SK13 1,94x10-2 1,27x10-2 1,61x10-2 ± 2,4x SK33 3,10x10-2 4,10x10-2 3,60x10-2 ± 3,5x MES 0,3%+NaCl ppm 5,97x10-3 1,06x10-2 8,30x10-3 ± 1,6x MES 0,3%+Na 2 CO 3 0,3% 1,81x10-2 1,80x10-2 1,81x10-2 ± 3,8x MES 0,3%+NaCl ppm+na 2 CO 3 0,3% 6,96x10-3 6,98x10-3 6,97x10-3 ± 7,1x MES 0,3%+SK05 0,3% 2,86x10-2 2,87x10-2 2,86x10-2 ± 1,1x MES 0,3%+SK05 0,3%+NaCl ppm 3,49x10-2 2,84x10-2 3,16x10-2 ± 2,3x MES 0,3%+SK05 0,3%+ Na 2 CO 3 0,3% 1,54x10-2 1,55x10-2 1,55x10-2 ± 3,5x MES 0,3%+SK05 0,3%+NaCl ppm+na 2 CO 3 0,3% 1,72x10-2 1,08x10-2 1,40x10-2 ± 2,3x MES 0,3%+SK13 0,3% 4,25x10-2 9,27x10-3 2,59x10-2 ± 1,2x MES 0,3%+SK13 0,3%+NaCl ppm 9,73x10-3 1,23x10-2 1,10x10-2 ± 9,1x MES 0,3%+SK13 0,3%+ Na 2 CO 3 0,3% 2,95x10-2 9,55x10-3 1,95x10-2 ± 7,1x MES 0,3%+SK13 0,3%+NaCl ppm+na 2 CO 3 0,3% 8,28x10-3 1,49x10-2 1,16x10-2 ± 2,3x MES 0,3%+SK33 0,3% 7,76x10-2 8,50x10-2 8,13x10-2 ± 2,6x MES 0,3%+SK33 0,3%+NaCl ppm 9,19x10-2 8,76x10-2 8,98x10-2 ± 1,5x MES 0,3%+SK33 0,3%+ Na 2 CO 3 0,3% 7,00x10-2 6,50x10-2 6,75x10-2 ± 1,8x MES 0,3%+SK33 0,3%+NaCl ppm+na 2 CO 3 0,3% 9,86x10-2 9,26x10-2 9,56x10-2 ± 2,1x10-3

59 175 Lampiran 21. Hasil Pengamatan Pengujian Ketahanan Larutan Surfaktan terhadap Panas a. Pemanasan pada suhu 70 o C No Pengamatan Tampilan Larutan 1 Hari ke-0 Jernih, 1 fasa 2 Hari ke-2 Jernih, 1 fasa 3 Hari ke-7 Jernih, 1 fasa 4 Hari ke-14 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 5 Hari ke-28 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 6 Hari ke-41 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 7 Hari ke-48 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 8 Hari ke-55 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 9 Hari ke-70 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 10 Hari ke-77 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan Nilai IFT (dyne/cm) 6,97x10-3 6,99x10-3 5,46x10-3 4,43x10-3 6,46x10-3 8,69x10-3 8,46x10-3 1,84x10-2 1,96x10-2 3,46x10-2 b. Pemanasan pada suhu reservoir (112 o C) No Pengamatan Tampilan Larutan Nilai IFT (dyne/cm) 1 Hari ke-0 Jernih, 1 fasa 6,97x Hari ke-2 Jernih, 1 fasa 2,87x Hari ke-7 Jernih, 1 fasa 2,76x Hari ke-14 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 2,45x Hari ke-28 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 2,17x Hari ke-41 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 2,09x Hari ke-48 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 1,99x Hari ke-55 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 2,40x Hari ke-70 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 2,40x Hari ke-77 Jernih, 1 fasa, terbentuk sedikit endapan 4,50x10-2

60 176 Lampiran 22. Hasil Uji Filtrasi Air Demineralisasi, Air Formasi dan Larutan Formula Surfaktan a. Lama Proses Penyaringan dengan Kain Saring Kasar 500 mesh No Volume (ml) Air Demineralisasi (AD) Air Formasi (AF) MESCO 0,3% ppm+ AD MESCO 0,3% ppm+af Menit Detik Menit Detik Menit Detik Menit Detik 1 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00: :00:04 4 0:00:05 5 0:00:07 7 0:00: :00:08 8 0:00:09 9 0:00: :00: :00: :00: :00: :00: :00: :00: :01: :00: :00: :00: :02: :01: :00: :00: :03: :02: Filtration Ratio (FR) 1,00 1,25 5,00 7,88 b. Lama Proses Penyaringan dengan Kertas Saring 20-25µm No Volume (ml) Air Demineralisasi (AD) Air Formasi (AF) MESCO 0,3% ppm+ AD MESCO 0,3% ppm+af Menit Detik Menit Detik Menit Detik Menit Detik 1 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00: :00: :00: :00: :01: :00: :00: :01: :05: :00: :00: :01: :10: :01: :01: :02: :19: :01: :01: :03: :28: :01: :01: :04: :41: Filtration Ratio (FR) 1,20 1,24 1,68 3,67

61 177 c. Lama Proses Penyaringan dengan Kertas Membran 0,45 µm No Volume (ml) Air Demineralisasi (AD) AF MESCO 0,3% ppm+ad MESCO 0,3% ppm+af Menit Detik Menit Detik Menit Detik Menit Detik 1 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00: :00:13 4 0:00: :00: :00: :00:25 8 0:08: :00: :00: :00: :28: :00: :00: :00: :04: :00: :01: :00: :06: :00: :01: :01: :23: :01: :01: Filtration Ratio (FR) 1,00 9,53 2,22 1,63 d. Lama Proses Penyaringan dengan Kertas Membran 0,22 µm No Volume (ml) Air Demineralisasi (AD) Air Formasi (AF) MESCO 0,3% ppm+ad MESCO 0,3% ppm+af Menit Detik Menit Detik Menit Detik Menit Detik 1 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00:00 0 0:00: :00: :00: :00: :00: :01: :00: :01: :01: :01: :01: :01: :01: :02: :01: :01: :02: :03: :02: :02: :03: :05: :03: :02: :05: Filtration Ratio (FR) 2,19 1,30 0,97 1,67

62 178 Lampiran 23. Proses Pembuatan Core Sintetik Pasir Kuarsa (35 mesh) Semen (25% dari pasir kuarsa) Pencampuran Air (10% dari bobot total) Pencetakan Pengeringan (di bawah sinar matahari/oven) Pengeluaran dari Cetakan Perapian Core Sesuai Ukuran Core Sintetik)

63 179 Lampiran 24. Rekapitulasi Data Hasil Uji Adsorpsi (Metode Absorbansi) Konsentrasi MES (%) 0,025 0,05 0,075 0,10 0,125 0,15 0,175 0,20 0,225 0,25 0,275 0,30 NaCl 0,752 0,751 0,752 0,750 0,751 0,751 0,752 0,751 0,750 0,751 0,752 1,502 Na 2 CO 3 0,150 0,152 0,151 0,150 0,152 0,150 0,152 0,154 0,150 0,151 0,152 0,300 MES 0,013 0,025 0,037 0,051 0,063 0,076 0,087 0,103 0,112 0,124 0,137 0,301 Air Injeksi 49,085 49,070 49,078 49,052 49,049 49,033 49,078 49,000 48,985 48,982 48,963 97,930 Jumlah 50,000 49,998 50,019 50,003 50,014 50,010 50,069 50,008 49,997 50,008 50, ,033 Konsentrasi MES (sebenarnya) 0,026 0,051 0,074 0,102 0,125 0,151 0,174 0,206 0,224 0,249 0,274 0,301 Hasil Pengukuran : Absorbansi (nm) 0,06 0,173 0,222 0,271 0,455 0,565 0,753 0,82 0,853 0,866 0,978 1,197 Absorbansi (nm) (Metode Metilen Blue) 0,215 0,432 0,407 0,53 0,596 0,663 0,585 0,713 0,763 0,886 0,858 0,967 Absorbansi setelah adsorpsi (tanpa metode metilen blue) = 0,192 nm Absorbansi setelah adsorpsi (metode metilen blue) = 0,117 nm

64 180 Lampiran 25. Hasil Uji Adsorpsi Titrasi Dua Fasa a. Larutan MES 0,3% Bobot surfaktan (g) Data Surfaktan Awal (Sebelum Adsorpsi) Volume Titran (ml) Slope Regresi % Surfaktan Awal Data Surfaktan Akhir (Setelah Adsorpsi) Bahan aktif (mg) % Bobot Volume Surfaktan surfaktan Titran Slope Regresi Akhir (g) (ml) Awal Akhir Terserap µg bahan aktif/g core ,36 9,20 31,16 155,29 b. Larutan MES 0,3% + NaCl ppm Bobot surfaktan (g) Data Surfaktan Awal (Sebelum Adsorpsi) Volume Titran (ml) Slope Regresi % Surfaktan Awal Data Surfaktan Akhir (Setelah Adsorpsi) Bahan aktif (mg) % Bobot Volume Surfaktan surfaktan Titran Slope Regresi Akhir (g) (ml) Awal Akhir Terserap µg bahan aktif/g core

65 181 c. Larutan MES 0,3% + NaCl ppm + Na 2 CO 3 0,3% Bobot surfaktan (g) Data Surfaktan Awal (Sebelum Adsorpsi) Volume Titran (ml) Slope Regresi % Surfaktan Awal Data Surfaktan Akhir (Setelah Adsorpsi) Bahan aktif (mg) % Bobot Volume Surfaktan surfaktan Titran Slope Regresi Akhir Awal Akhir Terserap (g) (ml) µg bahan aktif/g core

66 182 Lampiran 26. Data Dimensi Core yang Digunakan pada Uji Core Flooding Kode Core Ulangan Diameter (cm) Tinggi (cm) 1 2,43 3,02 Core Sintetik-1 2 2,40 3,10 3 2,40 2,95 Rata-rata 2,41 3,02 Volume Core (ml) 13,76 Core Sintetik-2 1 2,40 2,90 2 2,41 2,91 3 2,39 2,92 13,16 Rata-rata 2,40 2,91 Core Sintetik-3 1 2,34 3,28 2 2,36 3,29 3 2,35 3,26 14,20 Rata-rata 2,35 3,28 Core Sintetik-4 1 2,59 3,43 2 2,62 3,43 3 2,61 3,40 18,24 Rata-rata 2,61 3,42 Native Core-1 1 2,43 3,17 2 2,42 3,14 3 2,40 3,06 14,27 Rata-rata 2,41 3,12

67 183 Lampiran 27. Proses Persiapan dan Tahapan Uji Core Flooding Core yang sudah dibersihkan Penimbangan Bobot Kering Core Penjenuhan dengan Air Formasi (AF) Penyimpanan dalam tabung berisi AF selama 1-3 hari Penimbangan Bobot Basah Core Injeksi Core oleh minyak pada suhu 70 o C Pengukuran Volume AF yang keluar A

68 184 A Injeksi Core oleh Air Injeksi pada suhu 70 o C Pengukuran Volume Minyak yang keluar Injeksi Core oleh Larutan Formula Surfaktan pada suhu 70 o C Pengukuran Volume Minyak yang keluar

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin

Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin Lampiran 1 Prosedur Analisis Metil Ester Stearin 1. Uji Standar untuk Bilangan Asam (SNI 04-7182-2006) Sampel alkil ester ditimbang 19 21 + 0,05 g ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambahkan

Lebih terperinci

a. Kadar Air (SNI) ), Metode Oven b. Kadar Abu (SNI ), Abu Total

a. Kadar Air (SNI) ), Metode Oven b. Kadar Abu (SNI ), Abu Total LAMPIRAN 35 Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar a. Kadar Air (SNI) 01-2891-1992), Metode Oven Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1-2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 100%

Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 100% LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Proksimat Biji Jarak Pagar 1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992), Metode Oven Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar

Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Biji Jarak Pagar 1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992), Metode Oven Sampel ditimbang dengan seksama sebanyak 1 2 gram pada sebuah botol timbang bertutup yang sudah diketahui

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Minyak Jarak Pagar

Lampiran 1. Prosedur Analisis Minyak Jarak Pagar LAMPIRAN 58 Lampiran 1. Prosedur Analisis Minyak Jarak Pagar 1. Kadar Air Metode Karl Fischer (AOAC, 1984) a. Pereaksi Karl Fischer 133 g Iod dilarutkan dalam 425 piridin kering dalam botol kering. Kemudian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia CPO

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia CPO LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia CPO 1. Kadar Air dengan Metode Karl Fischer (AOAC 1985) Alat Karl Fischer dinyalakan, lalu botol titrasi diisi dengan larutan solven.

Lebih terperinci

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu 40 Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat 1. Kadar air (AOAC 1995, 950.46) Cawan kosong yang bersih dikeringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 105 o C dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.

Lebih terperinci

Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding

Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding LAMPIRAN 52 Lampiran 2. Prosedur Uji Kinerja Formula Surfaktan APG untuk Enhanced Water Flooding 1. Tegangan Antar Permukaan Metode Spinning Drop (Gardener and Hayes, 1983) Cara kerja Spinning Drop Interfacial

Lebih terperinci

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan

LAMPIRAN. o C dan dinginkan lalu ditimbang. Labu lemak yang akan digunakan LAMPIRAN 63 LAMPIRAN Lampiran 1 Prosedur analisis proksimat biji karet dan biji jarak pagar 1. Kadar air ( AOAC 1999) Metode pengukuran kadar air menggunakan metode oven. Prinsip pengukuran kadar air ini

Lebih terperinci

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Departemen Farmasi FMIPA UI, dalam kurun waktu Februari 2008 hingga Mei 2008. A. ALAT 1. Kromatografi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan

III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat 2. Bahan III. METODOLOGI A. Bahan dan Alat 1. Alat Peralatan yang digunakan untuk memproduksi MESA adalah Single Tube Falling Film Reactor (STFR). Gambar STFR dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk menganalisis tegangan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas. 1. Kadar Air (SNI )

LAMPIRAN. Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas. 1. Kadar Air (SNI ) LMPIRN Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisiko kimia tanah pemucat bekas 1. Kadar ir (SNI 01-3555-1998) 38 Sebanyak 2-5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan aluminium yang telah dikeringkan.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosesdur analisis gas kromatigrafi olein dan biodiesel olein

Lampiran 1. Prosesdur analisis gas kromatigrafi olein dan biodiesel olein LAMPIRAN 47 Lampiran 1. Prosesdur analisis gas kromatigrafi olein dan biodiesel olein 1. Analisis Asam Lemak dan Metil Ester Menggunakan Gas Kromatografi (AOAC, 1995) Dua gram contoh ditambahkan ke dalam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram alir pembuatan sabun transparan Lampiran 2. Formula sabun transparan pada penelitian pendahuluan Bahan I () II () III () IV () V () Asam sterarat 7 7 7 7 7 Minyak kelapa 20

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui 29 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif eksploratif untuk mengetahui kandungan minyak biji nyamplung (Callophyllum inophyllum L) dan kapuk randu (Ceiba

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014. 2. Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Teknik Pengolahan

Lebih terperinci

Desikator Neraca analitik 4 desimal

Desikator Neraca analitik 4 desimal Lampiran 1. Prosedur Uji Kadar Air A. Prosedur Uji Kadar Air Bahan Anorganik (Horwitz, 2000) Haluskan sejumlah bahan sebanyak yang diperlukan agar cukup untuk analisis, atau giling sebanyak lebih dari

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Rion Viscotester Model VT-04F). Sebelum

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini: Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 22 23 3.2 Metode Penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Bumbu Pasta Ayam Goreng 1. Kadar Air (AOAC, 1995) Air yang dikeluarkan dari sampel dengan cara distilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut non polar.

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian 14 BAB V METODOLOGI 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian No. Nama Alat Jumlah 1. Oven 1 2. Hydraulic Press 1 3. Kain saring 4 4. Wadah kacang kenari ketika di oven 1 5.

Lebih terperinci

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari

Blanching. Pembuangan sisa kulit ari BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Kedelai Proses pendahuluan Blanching Pengeringan Pembuangan sisa kulit ari pengepresan 5.1.2 Alat yang Digunakan

Lebih terperinci

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas BABHI METODA PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak goreng bekas yang diperoleh dari salah satu rumah makan di Pekanbaru,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar

III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT B. METODE PENELITIAN. 1. Analisis Mutu Minyak Sawit Kasar. 2. Pengukuran Densitas Minyak Sawit Kasar III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) CPO yang berasal dari empat perusahaan di Indonesia, yaitu PT. Sinar Meadow

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 39 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Produksi Kerupuk Terfortifikasi Tepung Belut Bagan alir produksi kerupuk terfortifikasi tepung belut adalah sebagai berikut : Belut 3 Kg dibersihkan dari pengotornya

Lebih terperinci

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN

LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN LAMPIRANA DIAGRAM ALIR METODE PENELITIAN Tilupl Gambar A.1 Diagram Alir Metode Penelitian A-1 LAMPIRAN B PROSEDUR PEMBUATAN COCODIESEL MELALUI REAKSI METANOLISIS B.l Susunan Peralatan Reaksi metanolisis

Lebih terperinci

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958)

LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI yang dimodifikasi*) Dengan pengenceran A.2 Pengujian Viskositas (Jacobs, 1958) LAMPIRAN A A.1 Pengujian Total Padatan Terlarut (SNI 01-3546-2004 yang dimodifikasi*) Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental dilakukan dengan menggunakan Hand-Refraktometer Brix 0-32%*.

Lebih terperinci

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Bab III Pelaksanaan Penelitian Bab III Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas transesterifikasi in situ pada ampas kelapa. Penelitian dilakukan 2 tahap terdiri dari penelitian pendahuluan dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian BAB V METODOLOGI Penelitian ini akan dilakukan 2 tahap, yaitu : Tahap I : Tahap perlakuan awal (pretreatment step) Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Brookfield Digital Viscometer Model

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas BAB III METODE PENELITIAN Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas minyak belut yang dihasilkan dari ekstraksi belut, dilakukan penelitian di Laboratorium Riset Kimia Makanan

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen

BAB V METODOLOGI. Gambar 6. Pembuatan Minyak wijen 18 BAB V METODOLOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Press Hidrolik 5.1.1 Prosedur Pembuatan Minyak Wijen Biji Wijen Pembersihan Biji Wijen Pengovenan Pengepresan Pemisahan Minyak biji wijen Bungkil biji wijen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT 1. Waktu Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013 2. Tempat Laboratorium Patologi, Entomologi, & Mikrobiologi (PEM) Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel

III. METODOLOGI. 1. Analisis Kualitatif Natrium Benzoat (AOAC B 1999) Persiapan Sampel III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah saus sambal dan minuman dalam kemasan untuk analisis kualitatif, sedangkan untuk analisis kuantitatif digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. ALAT DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah jangka sorong, destilator, pompa vacum, pinset, labu vacum, gelas piala, timbangan analitik, tabung gelas/jar, pipet, sudip,

Lebih terperinci

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan BAB V METODOLOGI 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan 5.1.1 Alat yang Digunakan Tabel 5. Alat yang Digunakan No. Nama Alat Ukuran Jumlah 1. Baskom - 3 2. Nampan - 4 3. Timbangan - 1 4. Beaker glass 100ml,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI ) LAMPIRAN 39 Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI 01-3555-1998) Cawan aluminium dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 o C selama 1 jam, kemudian

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia.

LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH. Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. LAMPIRAN 1. PROSEDUR ANALISIS CONTOH TANAH Berikut diuraikan prosedur analisis contoh tanah menurut Institut Pertanian Bogor (1997) yang meliputi analisis ph, C-organik dan P-tersedia. Pengujian Kandungan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan untuk penelitian ini adalah gliserol kasar (crude glycerol) yang merupakan hasil samping dari pembuatan biodiesel. Adsorben

Lebih terperinci

BABffl METODOLOGIPENELITIAN

BABffl METODOLOGIPENELITIAN BABffl METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Baban dan Alat 3.1.1. Bahan-bahan yang digunakan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah CPO {Crude Palm Oil), Iso Propil Alkohol (IPA), indikator phenolpthalein,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Nopember 2012 sampai Januari 2013. Lokasi penelitian di Laboratorium Riset dan Laboratorium Kimia Analitik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN 3.1. Metodologi Merujuk pada hal yang telah dibahas dalam bab I, penelitian ini berbasis pada pembuatan metil ester, yakni reaksi transesterifikasi metanol. Dalam skala laboratorium,

Lebih terperinci

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi:

BAB V METODELOGI. 5.1 Pengujian Kinerja Alat. Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: BAB V METODELOGI 5.1 Pengujian Kinerja Alat Produk yang dihasilkan dari alat pres hidrolik, dilakukan analisa kualitas hasil meliputi: 1. Analisa Fisik: A. Volume B. Warna C. Kadar Air D. Rendemen E. Densitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 15 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai Januari 2012. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap pertama adalah pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) :

Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu. 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Lampiran 1. Prosedur Analisis Rendemen Cookies Ubi Jalar Ungu 1. Penentuan Nilai Rendemen (Muchtadi dan Sugiyono, 1992) : Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat produk yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Bulan Juni 2013. Pengujian aktivitas antioksidan, kadar vitamin C, dan kadar betakaroten buah pepaya

Lebih terperinci

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST]

ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA ESTERIFIKASI MINYAK LEMAK [EST] Disusun oleh: Lia Priscilla Dr. Tirto Prakoso Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah Red Palm Olein (RPO) dan Mi Instan. RPO merupakan CPO yang telah mengalami proses netralisasi secara kimia

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si

Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si Disusun oleh: Jamaludin Al Anshori, S.Si DAFTAR HALAMAN Manual Prosedur Pengukuran Berat Jenis... 1 Manual Prosedur Pengukuran Indeks Bias... 2 Manual Prosedur Pengukuran kelarutan dalam Etanol... 3 Manual

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang 32 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas

Lebih terperinci

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1

Kadar air (%) = B 1 B 2 x 100 % B 1 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat dan penurunan mutu produk kopi instan formula a. Kadar air (AOAC, 1995) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven. Prinsip dari metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan antara lain : oven, autoklap, ph meter, spatula, saringan, shaker waterbath,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya.

1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). sebanyak 1-2 g dalam botol timbang yang telah diketahui beratnya. 57 Lampiran I. Prosedur Analisis Kimia 1.Penentuan Kadar Air. Cara Pemanasan (Sudarmadji,1984). Timbang contoh yang telah berupa serbuk atau bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 g dalam botol timbang

Lebih terperinci

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4

Kadar protein (%) = (ml H 2 SO 4 ml blanko) x N x x 6.25 x 100 % bobot awal sampel (g) Keterangan : N = Normalitas H 2 SO 4 LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis. 1. Kadar Air (AOAC, 1999) Sebanyak 3 gram sampel ditimbang dalam cawan alumunium yang telah diketahui bobot keringnya. tersebut selanjutnya dikeringkan dalam oven

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli September 2013 bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian dan Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1995) Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya akan diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS

LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS LAMPIRAN 1 PROSEDUR ANALISIS 1.1 Pengujian Viskositas (menggunakan viskosimeter) (Jacobs, 1958) Viskositas Saos Tomat Kental diukur dengan menggunakan viskosimeter (Brookfield Digital Viscometer Model

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bekatul dari padi non-aromatik (ciherang dan IR 64), dan padi aromatik (pandanwangi dan sintanur) yang diperoleh dari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen

Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen Pereaksi-pereaksi yang digunakan adalah kalium hidroksida 0,1 N, hidrogen klorida encer, natrium tiosulfat 0,01 N, dan indikator amilum. Kalium hidroksida 0,1 N dibuat dengan melarutkan 6,8 g kalium hidroksida

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih. Lampiran 1. Lembar Uji Hedonik Nama : Usia : Pekerjaan : Pengujian organoleptik dilakukan terhadap warna, aroma, rasa dan kekentalan yoghurt dengan metoda uji kesukaan/hedonik. Skala hedonik yang digunakan

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel

Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel Lampiran 1. Prosedur Analisa Sampel 1. Pengukuran Kadar Air (AOAC, 1984) Cawan aluminium dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 C selama 15 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass, III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang. Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di 27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan April September 2013 bertempat di Laboratorium Kimia dan Biokimia, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan di dalam penelitian ini adalah minyak sawit kasar (crude palm oil/cpo) yang diperoleh dari PT Sinar Meadow Internasional Indonesia, Jakarta.

Lebih terperinci