DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut"

Transkripsi

1

2

3 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut i

4 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Gambar... iv Daftar Tabel... v Petunjuk Penggunaan Modul... vi Peta Konsep... vii A. PENDAHULUAN A.1 Deskripsi Singkat 1 A.2 Prasyarat Kompetensi A.3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar... 2 A.4 Relevansi Modul... 3 B. KEGIATAN BELAJAR KEGIATAN BELAJAR 1 : KELAIKAN DAN KESIAPAN KAPAL PATROLI 1.1 Uraian dan Contoh a. Persyaratan Kapal Patroli b. Prosedur Berlayar Kapal Patroli Persiapan Administratif Persiapan Operasi c. Kesiagaan Kapal Patroli Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut KEGIATAN BELAJAR 2 : PENEMPATAN DAN PERBEKALAN KAPAL PATROLI 2.1 Uraian dan Contoh a. Pembagian Sektor Wilayah Patroli 22 b. Perbantuan Kapal Patroli c. Persiapan Logistik d. Penempatan Senjata Api Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut ii

5 KEGIATAN BELAJAR 3 : PERALATAN TEKNIS KAPAL PATROLI 3.1 Uraian dan Contoh a. Radar 39 b. Radio c. GPS d. Ruang Mesin e. Kelengkapan Pengaman.. 53 f. Peralatan Lain Latihan Rangkuman Tes Formatif Umpan Balik dan Tindak Lanjut PENUTUP.. 63 TES SUMATIF. 64 KUNCI JAWABAN Formatif Sumatif DAFTAR PUSTAKA DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut iii

6 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 : Surat Perintah Berlayar 9 Gambar 1.2 : Surat Perintah Patroli..11 Gambar 1.3 : Resume Briefing Patroli Laut Gambar 2.1 : Peta Pembagian Wilayah Patroli 24 Gambar 2.2 : Daftar Penempatan Senjata Api 31 Gambar 3.1 : Radar Gambar 3.2 : Manual Book Radar Gambar 3.3 : Radio Gambar 3.4 : GPS Gambar 3.5 : Manual Book GPS Gambar 3.6 : Echo Sounder..50 Gambar 3.7 : Ruang Kontrol Mesin.. 51 Gambar 3.8 : Bagian Mesin Yang Berbahaya.. 52 Gambar 3.9 : Tiang Utama Kapal.. 54 Gambar 3.10 : Jangkar Gambar 3.11 : Rakit Penyelamat dan Sekoci DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut iv

7 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1 : Daftar Peralatan Teknis Pada Kapal Patroli Bea Dan Cukai.. 38 Tabel 3.2 : Radar pada Kapal Patroli Bea Dan Cukai Tabel 3.3 : Radio pada Kapal Patroli Bea Dan Cukai Tabel 3.4 : Mesin Kapal Patroli Bea Dan Cukai DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut v

8 PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL Modul ini telah disusun secara sistematis persiapan dan penggunaan kapal patroli mulai dari kelaikan kapal yang digunakan patroli, kesiapan kapal untuk digunakan dalam patroli, persiapan logistik dan senjata, penempatan kapal patroli hingga berbagai peralatan yang berada pada kapal patroli. Dalam upaya memperoleh hasil belajar yang optimal, kami sarankan agar Anda membaca terlebih dahulu peta konsep yang terlampir pada modul ini. Pemahaman pada peta konsep yang telah tersedia akan memudahkan Anda untuk mempelajari materi-materi pada modul ini sehingga diharapkan dapat memenuhi standar kompetensi yang diharapkan. Modul ini disusun untuk diklat teknis substantif spesialis Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut yang akan diberikan dalam enam tatap muka (6 JP). Tentu sangat baik bila sebelum pembelajaran di kelas dimulai, Anda membaca modul ini terlebih dahulu sehingga proses pembelajan di kelas dapat lebih efektif. Untuk mengetahui sejauhmana penguasaan Anda pada modul ini, pada tiap-tiap selesai kegiatan belajar telah tersedia tes formatif dan pada akhir modul ini telah tersedia tes sumatif sebagai sarana untuk mengukur hasil belajar Anda secara mandiri. Demi mencapai tujuan hasil pembelajaran yang optimal pada peserta diklat, para Widyaiswara dengan tangan terbuka siap untuk membantu Anda baik di kelas maupun di luar kelas untuk memahami materi-materi yang tersaji dalam modul ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut vi

9 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut vii

10 A. PENDAHULUAN 1. DESKRIPSI SINGKAT Luasnya lautan dalam wilayah teritorial Republik Indonesia yang merupakan bagian dari daerah pabean Indonesia merupakan tantangan tugas yang tidak ringan untuk diemban Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Salah satu tugas penting dalam upaya pencegahan pelanggaran terhadap perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai adalah dengan melakukan patroli laut pada perairan yang rawan terjadinya pelanggaran. Dalam pelaksanaan tugas patroli dan pemeriksaan sarana pengangkut laut, hal yang penting untuk diperhatikan adalah kesiapan kapal patroli yang akan digunakan. Modul ini membahas tentang persiapan dan penggunaan kapal patroli mulai dari kelaikan kapal yang digunakan patroli, kesiapan kapal untuk digunakan dalam patroli, persiapan logistik dan senjata, penempatan kapal patroli hingga berbagai peralatan yang berada pada kapal patroli. Modul Persiapan dan Penggunaan Kapal Patroli ini disusun secara khusus untuk diajarkan pada DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut. Modul ini penting untuk diajarkan agar para pegawai yang bertugas dalam patroli laut memiliki bekal yang memadai untuk melaksanakan tugas, mengingat begitu luasnya lautan Indonesia dengan ragam permasalahan pelanggaran aturan kepabeanan dan cukai yang tidak sedikit. Untuk memberikan gambaran yang lengkap atas materi Persiapan dan Penggunaan Kapal Patroli, modul ini disusun dalam tiga kegiatan belajar (KB). DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 1

11 Materi yang akan disajikan pada kegiatan belajar pertama berkaitan dengan persyaratan yang berkaitan dengan kelaikan kapal patroli, prosedur berlayar kapal patroli, dan kesiagaan kapal patroli. Kegiatan belajar kedua berisi pembagian sektor wilayah patroli, perbantuan kapal patroli, persiapan logistik yang diperlukan dalam patroli, dan penempatan senjata api. Selanjutnya pada kegiatan belajar ketiga akan diuraikan berbagai peralatan pada kapal patroli yang meliputi radar, radio, GPS, mesin, kelengkapan pengaman dan peralatan lainnya. Perlu pembaca ketahui bahwasanya materi pada modul ini telah disusun secara sistematis sesuai dengan urutan persiapan dalam patroli laut sehingga diharapkan dapat dengan mudah dipahami baik oleh peserta diklat maupun oleh pegawai lainnya. I. PRASYARAT KOMPETENSI Untuk mempelajari modul ini idealnya Anda telah ditunjuk sebagai Peserta Diklat Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut dan telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Pangkat minimal IIc b. Telah lulus diklat tingkat dasar sebagai pelaksana pemeriksa atau telah mengikuti Program Diploma III Bea dan Cukai c. Usia maksimal 50 tahun d. Berkepribadian tanggap, tegas dan cekatan e. Sehat jasmani dan rohani 2. STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR Standar kompetensi. Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu menjelaskan persiapan dan penggunaan kapal patroli. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 2

12 Kompetensi Dasar. Kompetensi dasar yang diharapkan dari peserta setelah mempelajari modul ini adalah mampu menjelaskan : 1. Kelaikan kapal patroli 2. Kesiagaan kapal patroli 3. Penempatan kapal patroli 4. Perbekalan dan senjata api 5. Perbantuan kapal patroli 6. Peralatan teknis kapal patroli 3. RELEVANSI MODUL Relevansi modul terhadap pelaksanaa tugas yang akan dilakukan peserta diklat adalah sebagai berikut : 1. Materi modul ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan wawasan yang lengkap tentang persiapan dan penggunaan kapal patroli. 2. Materi modul ini dilengkapi dengan petunjuk praktis pelaksanaan penindakan pada patroli laut untuk memudahkan siswa memahami materi dimaksud. 3. Materi modul ini dilengkapi dengan ilustrasi dan gambar yang berkaitan dengan kegiatan penindakan pada patroli laut yang telah dilaksanakan pada beberapa kegiatan patroli di lapangan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 3

13 B. KEGIATAN BELAJAR KEGIATAN BELAJAR 1 KELAIKAN DAN KESIAPAN KAPAL PATROLI Indikator keberhasilan : 1. Mampu menjelaskan persyaratan kapal patroli 2. Mampu menjelaskan prosedur berlayar kapal patroli 3. Mampu menjelaskan kesiagaan kapal patroli 1.1 Uraian dan Contoh Untuk melaksanakan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar daerah pabean Indonesia diperlukan penggunaan kapal patroli untuk pelaksanaan patroli laut. Kapal patroli yang digunakan dalam pelaksanaan tugas patroli tentu harus dalam kondisi yang baik dan mampu dipergunakan dalam medan yang cukup sulit sesuai dengan karakteristik perairan di Indonesia. Patroli Bea dan Cukai merupakan pelaksanaan tugas dalam rangka penindakan, pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta peraturan perundang-undangan lain yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 4

14 Untuk memudahkan Anda dalam memahami modul ini penting untuk diperhatikan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan patroli laut dibawah ini. Pengertian-Pengertian Patroli Laut adalah Patroli Laut Bea dan Cukai yang dilaksanakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai di laut untuk pencegahan, penindakan, dan penyidikan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta tujuan lain berdasarkan ketentuan yang berlaku. Kapal Patroli adalah kapal laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang digunakan Satuan Tugas Bea dan Cukai dalam melakukan patroli laut Bea dan Cukai. Sarana Pengangkut (SP) adalah kendaraan air dengan segala bentuk dan jenisnya yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk didalamnya kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Komandan Patroli adalah pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk memimpin patroli. Pembantu Komandan Patroli adalah pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk untuk membantu pelaksanaan tugas Komandan Patroli. Kapal Patroli adalah kapal laut dan kapal udara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang digunakan oleh Satuan Tugas Bea dan Cukai dalam melakukan patroli Bea dan Cukai. Kapal Laut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga angin, atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung, dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Pangkalan Sarana Operasi (PSO) Bea dan Cukai adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan tempat pengelolaan sarana operasi Bea dan Cukai. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 5

15 A. Persyaratan Kapal Patroli Kapal Patroli yang akan digunakan untuk patroli laut tentu harus kapal yang memenuhi syarat (laiklaut). Kelaiklautan kapal patroli dinyatakan oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai setelah mendapat laporan dari Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan dan telekomunikasi dan bahwa kapal patroli untuk di laut memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam SOLAS (Save of Live at Sea) sebagaimana yang diatur dalam Protokol SOLAS 1978 yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organisation). Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai terlebih dahulu wajib melakukan persiapan dan pengujian fungsi peralatan atau perlengkapan kapal patroli. Persiapan dan pengujian fungsi pada kapal patroli meliputi: a. Alat dan perlengkapan keselamatan di laut oleh petugas nautika kapal patroli, b. mesin induk, mesin bantu dan listrik kapal oleh petugas teknik kapal patroli, c. alat radar, Global Position System (GPS), dan Echo Sounder oleh petugas penginderaan kapal patroli, d. sarana radio komunikasi oleh petugas telekomunikasi kapal patroli. Istilah Kapal Siap Berlayar adalah kapal patroli yang telah memenuhi syarat untuk berlayar namun belum dipasok dengan bahan bakar minyak, senjata api, dan keperluan lainnya. Setiap awal pekan, Kepala Pangkalan Sarana Operasi atau Kepala Seksi Penindakan KPPBC memberitahukan daftar kapal patroli yang siap berlayar kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPPBC, dengan tembusan kepada Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi. Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi atau Kepala KPPBC menetapkan daftar kapal patroli yang akan digunakan untuk patroli, dan memberitahukan rencana penggunaannya kepada Kepala Pangkalan Sarana DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 6

16 Operasi atau Kepala Seksi Penindakan KPPBC. Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi atau Kepala Seksi Penindakan KPPBC menunjuk Komandan Patroli, Pembantu Komandan Patroli, dan mempersiapkan Rencana Operasi. B. Prosedur Berlayar Kapal Patroli Kapal Siap Berlayar Setiap kapal patroli yang telah selesai melakukan tugas patroli harus segera dilaporkan oleh Nakhoda dengan membuat Laporan Tiba Kapal BC kepada Kepala Seksi Nautik sebanyak 5 rangkap : lembar ke I untuk Kepala Kantor Wilayah lembar ke II untuk Kepala Kantor Pangkalan Sarana Operasi lembar ke III untuk Kepala Seksi Teknik lembar ke IV untuk Kepala Seksi Telka lembar ke V untuk arsip di Nautik Selanjutnya Surveyor Teknik memeriksa kondisi permesinan kapal patroli dan melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Kepala Seksi Teknik untuk melakukan tindakan berikutnya, bila perlu dilakukan perbaikan dan perawatan seperlunya. Berikutnya Surveyor Telekomunikasi dan Radar (Telka) memeriksa kondisi alat komunikasi dan radar kapal patroli dan melaporkan hasil pemeriksaannya Kepala Seksi Telka untuk melakukan tindakan selanjutnya berupa perbaikan dan perawatan yang dituangkan dalam Hasil Survey Perangkat Telekomunikasi Pada Kapal Patroli Bea dan Cukai. Atas dasar hasil pemeriksaan surveyor, Kepala Seksi Teknik, Kepala Seksi Nautik dan Kepala Seksi Telka memberitahukan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi (Kapangsarops) bahwa kapal siap berlayar. Selanjutnya Kepala Seksi Nautik mewakili Kapangsarops memberikan data Daftar Kapal Siap Berlayar kepada Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi (PSO) beserta daftar nakhoda yang siap berlayar. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 7

17 Persiapan Administratif Sebelum patroli dilaksanakan kegiatan administratif yang harus dipersiapkan meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Surat Perintah Berlayar (SPB). SPB merupakan perintah dari Pejabat yang berwenang kepada Nahkoda untuk melaksanakan kegiatan pelayaran menggunakan kapal patroli untuk periode tertentu. Format Surat Perintah Berlayar dapat Anda lihat sebagaimana gambar 1.1 dibawah ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 8

18 Gambar 1.1 Surat Perintah Berlayar Untuk kapal Bea dan Cukai : Komandan Patroli : Nahkoda : Berangkat tanggal : Berlaku untuk : Tugas : SURAT PERINTAH BERLAYAR Nomor :.. ANAK BUAH KAPAL No Jabatan Nama 1 Mualim I 2 Mualim II 3 Mualim III 4 Kepala Kamar Mesin 5 Juru Motor I 6 Juru Motor II 7 Juru Motor III 8 Juru Mudi I 9 Juru Mudi II 10 Juru Mudi III 11 Juru Minyak I 12 Juru Minyak II 13 Juru Minyak III 14 Radio Operator 15 Kelasi 16 Kelasi 17 Dinas Tahun : CATATAN/INSTRUKSI KHUSUS 18 Juru Masak Kepada : 1. Dikeluarkan di : 2. Pada tanggal : 3. Pada jam : 4. Dst Nama : Pangkat : NIP : DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 9

19 Selesai tugas Nahkoda melaporkan kepada Pejabat yang bersangkutan dengan mengisi keterangan-keterangan di bawah ini : Laporan Singkat Perjalanan 2. Surat Perintah Patroli (SPP). Contoh format Surat Perintah Patroli dapat Anda lihat sebagaimana gambar 1.2 dibawah ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 10

20 DASAR MENIMBANG Kepada Untuk Gambar 1.2 Surat Perintah Patroli DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH KHUSUS KEPULAUAN RIAU SURAT PERINTAH PATROLI Nomor : PRINT-... Tanggal : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai 3. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan 4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1996 tentang Penindakan di Bidang Cukai 5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana Penindakan di Bidang Kepabeanan 6. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-08/BC/1997 tentang Penghentian, Pemeriksaan dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang diatasnya serta Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang 7. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-37/BC/1997 tentang Pemeriksaan Barang, Bangunan atau Tempat Lain dan Surat atau Dokumen yang berkaitan dengan barang 8. Instruksi Menteri Keuangan Nomor INST-01/MK/III/2/1976 tentang Pemberantasan Penyelundupan 9. Surat Perintan / Permintaan : a. Instansi/Departemen... Nomor... Tanggal... b. Basarnas/Daerah... Nomor... Tanggal... c. Dephankam/Pangab... Nomor... Tanggal Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor... tanggal... tentang Patkorkastima... Untuk kepentingan : a. pengamanan hak-hak negara dan agar dipatuhinya peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. pertolongan dan penyelamatan jiwa manusia; c. pengamanan negara dan pejabat negara; Dipandang perlu menugaskan pegawai : MEMERINTAHKAN 1. Nama : Pangkat : NIP : Jabatan : Komandan Patroli Bea dan Cukai 2. Nama : Pangkat : NIP : Jabatan : Wakil Komandan Patroli Bea dan Cukai 3. Dst Melakukan : a. Patroli Bea dan Cukai b. Patroli Kamla / kegiatan penegakan hukum dengan instansi terkait c. Pengamanan negara dan pejabat negara d. Patkorkastima e. SAR Daerah / wilayah patroli :... Jangka waktu : tanggal... s/d... Sarana : Kapal Patroli nomor... Sarana lain... Kekuatan persenjataan... Berpakaian : PDH / PDL / Non Laporan : Hasil patroli dilaporkan pada kesempatan pertama kepada... Tanjung Balai Karimun,... Tembusan : NAMA :... NIP.... DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 11

21 3. Surat Permintaan Pengeluaran Senjata. 4. Surat Izin menggunakan Senjata Api Dinas. 5. Memo permintaan bantuan tenaga yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Bidang PSO atau pejabat lain yang ditunjuk. Persiapan Operasi Dasar pelaksanaan patroli adalah adanya Surat Perintah Patroli. Di dalam perintah patroli disebutkan kapal mana atau seri berapa yang akan ditugaskan untuk patroli, sasaran atau sektor atau target operasi yang akan dicapai, lamanya waktu patroli dan perkiraan selesainya tugas patroli. Sebelum melaksanakan patroli laut, Komandan Satuan Tugas Operasi (Kepala Seksi Penindakan atau pejabat Bidang PSO yang ditunjuk) memberikan pengarahan singkat (briefing) kepada Komandan Patroli atau Nahkoda, Kepala Kamar Mesin, Radio Operator, dan Pembantu Kopat, yang antara lain meliputi : 1. Rencana dan target operasi, 2. Situasi dan perkiraan keadaan serta petunjuk-petunjuk tentang penyelundupan dan kegiatan lain di daerah target, 3. Informasi intelijen sehubungan dengan cara bertindak target, modus operandi, dan informasi intelijen lainnya, 4. Teknik navigasi, komunikasi, menetapkan sasaran, menghentikan SP, pemeriksaan, pengamanan dan penyelamatan, 5. Penjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta ketertiban dalam melaksanakan tugas, 6. Penjelasan tentang peraturan-peraturan kepabeanan dan cukai, dan peraturan lain yang penegakan hukumnya dititipkan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Hasil briefing yang telah dilakukan selanjutnya dituangkan ke dalam Resume Briefing Patroli Laut yang formatnya dapat Anda lihat pada gambar 1.3 dibawah ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 12

22 Gambar 1.3 Resume Briefing Patroli Laut DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH KHUSUS KEPULAUAN RIAU Jln. Jend. Ahmad Yani Meral Telepon: (0777) Tg. Balai Karimun Kode Pos Faksimili: (0777) RESUME BRIEFING PATROLI LAUT No Keterangan Ya (ada) Tidak (tidak ada) Alasan 1. Kapal patroli telah memenuhi syarat untuk berlayar 2. Kesiapan Kopat, Nakhoda, dan ABK BC 3. Kesiapan logistik,persenjataan, segel dan alat komunikasi 4. Pembagian sektor patroli 5. Penyampaian Target Operasi - dari Kabid PSO atau Kasi Penindakan - dari inisiatif tim patroli - ronda laut rutin 6. Pengaturan Teknik : - ronda laut - monitoring Target Operasi - penyergapan Target Operasi - penindakan Target Operasi *Diisi dengan menggunakan tanda check list ( ) Tanjung Balai Karimun, Kepala Seksi Penindakan... NIP.... Ditetapkan di : Tanjung Balai Karimun Pada tanggal :.20.. Kepala Kantor.. NIP.. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 13

23 C. Kesiagaan Kapal Patroli Kapal Siaga Patroli adalah kapal patroli yang telah memenuhi syarat untuk berlayar, sudah dipasok dengan bahan bakar minyak, senjata api, dan keperluan lainnya, serta telah mendapatkan SPB (surat perintah berlayar) dan SPP (surat perintah patroli). SPB dan SPP diterbitkan untuk kegiatan patroli selama 8 hari dan dapat diperpanjang, dengan sektor yang ditetapkan dalam SPB yang termasuk dalam perairan dibawah pengawasan suatu Kantor Wilayah DJBC tertentu. Kapal siaga adalah kapal yang telah diisi dengan BBM (bahan bakar minyak), air, ransum atau persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata telah diambil dari gudang persenjataan di Kantor Wilayah DJBC atau Kantor Pabean atau Pangkalan Sarana Operasi DJBC tempat penyimpanan senjata, segel dan tang segel telah diambil dari Bidang Penindakan dan Sarana Operasi, telah tersedia kawat, telah dilengkapi dengan sarana telekomunikasi berupa radio operator, telepon satelit, walkie talkie. Kapal patroli harus benar-benar berada dalam keadaan Siap Berlayar, maka sebelum berangkat perlu dilakukan pengecekan bodi kapal, mesin serta instrumen lain antara lain : radar, radio, GPS, Kemudi, Hidrolik Mesin, kelengkapan pengamanan, dan lain-lain. Siaga Merah (Stand by Merah) Karakteristiknya: 1. SPB dan SPP terbit selama 8 hari dan dapat diperpanjang, dengan sektor meliputi perairan Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau. 2. Kapal siaga, yaitu kapal yang telah diisi dengan BBM, air, ransum atau persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata telah diambil dari gudang persenjataan, segel dan tang segel telah diambil, telah tersedia kawat, telah dilengkapi dengan sarana telekomunikasi berupa radio operator, telepon satelit, walkie talkie. 3. ABK siaga kapal yaitu para ABK kapal wajib berada di atas kapal dan selalu stand by jika sewaktu-waktu ada perintah mendadak berangkat. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 14

24 4. Komandan patroli dan nakhoda akan mendapat pengarahan dari Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi atau Kepala Seksi Penindakan mengenai target operasi atau informasi sarana pengangkut yang akan dikejar. Siaga Hijau (Stand by Hijau), Karakteristiknya: 1. SPB dan SPP terbit selama 8 hari dan dapat diperpanjang, dengan sektor meliputi perairan Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau. 2. Kapal siaga, yaitu : kapal telah diisi dengan BBM, air, ransum atau persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata telah diambil dari gudang persenjataan, segel dan tang segel telah diambil, telah tersedia kawat, telah dilengkapi dengan sarana telekomunikasi berupa radio operator, telepon satelit, walkie talkie. 3. Komandan Patroli dan Nakhoda beserta ABK kapal akan mendapat pengarahan dari Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi atau Kepala Seksi Penindakan jika diperlukan. 4. ABK siaga handphone, yaitu para ABK kapal tidak wajib berada diatas kapal akan tetapi selalu stand by handphone jika sewaktu-waktu ditelepon ada perintah mendadak berangkat langsung kumpul di kapal dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. 5. Stand by hijau ini akan berubah menjadi stand by merah jika kapal yang stand by merah sudah berangkat atau tidak ada di pangkalan. 6. Seluruh anggota atau ABK kapal patroli dilarang menggunakan atau membawa alat komunikasi lainnya selain alat komunikasi yang berada di kapal patroli, selama proses pengejaran target operasi. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 15

25 1.2 Latihan Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 1 ini, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini. 1. Apa yang yang dimaksud dengan Kapal Siap Berlayar? 2. Sebutkan hal-hal apa yang disampaikan dalam briefing sebelum berlayar? 3. Sebutkan kelengkapan administratif yang diperlukan dalam pelaksanaan patroli laut? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kapal dalam kondisi siaga? 5. Sebutkan perbedaan kondisi siaga merah dengan siaga hijau! 1.3. Rangkuman Kapal yang akan digunakan untuk patroli laut harus memenuhi persyaratan berlayar. Pejabat yang menyatakan kapal laik untuk berlayar adalah Kepala Pangkalan Sarana Operasi. Sebelum kegiatan berlayar dilaksanakan perlu dipersiapkan kelengkapan administratif seperti Surat Perintah Berlayar (SPB) dan Surat Perintah Patroli (SPP). Dalam keadaan tidak digunakan patroli, kapal dalam kondisi siaga, baik siaga merah ataupun siaga hijau. Siaga merah berarti kapal sudah dalam keadaan siap berlayar dan ABK telah diatas kapal, sedangkan siaga hijau berarti kapal sudah dalam keadaan siap berlayar dan ABK belum diatas kapal tetapi telah dalam kondisi siap untuk dimendapat perintah berangkat. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 16

26 1.4. Tes Formatif Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 1, coba kerjakan tes formatif berikut ini sendiri, jangan melihat kunci jawaban terlebih dahulu, dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Yang menyatakan kapal laik untuk berlayar adalah a. Kepala Kantor Wilayah b. Kepala Pangkalan Sarana Operasi c. Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi d. Kepala KPPBC 2. Yang tidak termasuk obyek pengujian fungsi kapal adalah a. alat dan perlengkapan keselamatan di laut oleh petugas nautika b. perlengakapan persenjataan dan amunisi c. alat radar dan Global Position System (GPS) d. echo sounder untuk penginderaan kapal patroli 3. Yang termasuk pengujian fungsi kapal adalah a. Menyiapkan persenjataan kapal patroli b. Menyiapkan amunisi untuk senjata kapal patroli c. memeriksa kondisi permesinan kapal patroli d. menyiapkan logistik kapal patrolli 4. Kapal dinyatakan siap berlayar setelah dilakukan verifikasi dan dinyatakan siap berlayar oleh a. Kepala Seksi Teknik b. Kepala Seksi Teknik dan Kepala Seksi Nautik c. oleh Kepala Seksi Teknik, Kepala Seksi Nautik dan Kepala Seksi Telka. d. Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi 5. Yang diberikan Kepala Seksi Nautik mewakili Kepala Pangkalan Sarana Operasi kepada Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi adalah DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 17

27 a. daftar kapal b. daftar kapal siap berlayar c. daftar kapal siap berlayar baik dalam keadaan siaga merah maupun siaga hijau d. daftar kapal siap berlayar beserta daftar nakhoda yang siap berlayar 6. Yang tidak termasuk persiapan administrasi sebelum kapal patroli melaksanakan tugas adalah a. Surat Permintaan Pengeluaran Senjata. b. Surat Izin menggunakan Senjata Api Dinas. c. Surat Perintah Berlayar d. Surat Permintaan Logistik 7. Yang termasuk isi arahan dalam briefing sebelum patroli yang berkaitan dengan sasaran patroli adalah a. rencana dan target operasi b. pengecekan peralatan patroli c. persiapan logistik d. persiapan persenjataan 8. Yang tidak termasuk isi arahan dalam briefing sebelum patroli adalah a. penyiapan administrasi patroli b. teknik navigasi dan komunikasi c. penjelasan tugas dan, wewenang dalam melaksanakan tugas d. penjelasan tentang peraturan-peraturan kepabeanan dan cukai 9. Informasi intelijen yang berhubungan dengan modus operandi penyelundupan... a. tergantung Komandan Satuan Tugas Operasi disampaikan atau tidak b. disampaikan dalam briefing patroli laut c. tidak boleh disampaikan dalam briefing patroli laut d. bila kondisi memaksa dapat disampaikan dalam briefing patroli laut DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 18

28 10. Berikut ini termasuk butir-butir yang dituangkan dalam resume briefing patroli kecuali... a. kesiapan Kopat, Nakhoda, dan ABK b. kendala-kendala patroli laut c. pembagian sektor patroli laut d. pengaturan ronda laut 11. Yang tidak termasuk kesiapan yang dituangkan dalam briefing patroli laut adalah... a. kesiapan Kopat, Nakhoda, dan ABK b. kesiapan logistik c. kesiapan pendanaan d. kesiapan alat komunikasi 12. Kapal Siaga Patroli bilamana telah memenuhi syarat untuk... a. berlayar b. berlayar, sudah dipasok dengan bahan bakar minyak, senjata api, dan keperluan lainnya c. berlayar, sudah dipasok dengan bahan bakar minyak, senjata api, dan keperluan lainnya, serta telah mendapatkan SPB dan SPP d. berlayar dan telah mendapatkan SPB (surat perintah berlayar) serta SPP (surat perintah patroli) 13. Yang dimaksud Kapal Siaga adalah kapal yang telah... a. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi. b. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi dan siap berlayar. c. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB. d. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 19

29 14. Yang dimaksud Kapal Siaga Merah adalah kapal yang telah... a. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi dan siap berlayar. b. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia. c. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia, serta Kopat, Nakhoda dan ABK belum siaga diatas kapal. d. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia, serta Kopat, Nakhoda dan ABK telah siaga diatas kapal. 15. Yang dimaksud Kapal Siaga Hijau adalah kapal yang telah... a. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia, Kopat, Nakhoda dan ABK belum siaga diatas kapal. b. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia, Kopat, Nakhoda dan ABK telah siaga diatas kapal. c. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi dan siap berlayar. d. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 SPB, senjata, dan sarana telekomunikasi telah tersedia. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 20

30 1.3 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci sebagaimana rumus dibawah ini. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai: 91 % s.d 100 % : Sangat Baik 81 % s.d. 90,00 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang 0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 1 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 21

31 KEGIATAN BELAJAR 2 PENEMPATAN DAN PERBEKALAN KAPAL PATROLI Indikator keberhasilan : 1. Mampu menjelaskan pembagian sektor wilayah patroli 2. Mampu menjelaskan perbantuan kapal patroli 3. Mampu menjelaskan persiapan logistik 4. Mampu menjelaskan penempatan senjata api 2.1 Uraian dan Contoh A. Pembagian Sektor Wilayah Patroli Dalam rangka efisiensi, perawatan atau pemeliharaan, dan pertanggungjawaban aset negara, atas kapal patroli Bea dan Cukai dilakukan pengaturan sebagai berikut: 1. Kapal Patroli ditempatkan pada Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai berdasarkan kebutuhan. 2. Penempatan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 22

32 3. Penempatan Kapal patroli dalam rangka perbantuan di Kantor Bea dan Cukai berdasarkan Surat Perintah Patroli atau Surat Perintah Berlayar oleh Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang. 4. Kapal Patroli yang ditempatkan pada Kantor Bea dan Cukai sebagai inventaris Kantor Bea dan Cukai yang bersangkutan ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. 5. Patroli Bea dan Cukai yang dilaksanakan di laut, meliputi seluruh wilayah perairan Indonesia, laut wilayah atau zona tambahan, zona ekonomi ekslusif, landas kontinen terutama pada pulau-pulau buatan, instalasiinstalasi, dan bangunan-bangunan lainnya, dan selat yang digunakan untuk pelayaran internasional. Contoh pembagian wilayah patroli dengan berbasiskan pada daerahdaerah yang rawan penyelundupan dapat Anda lihat pada gambar 2.1 dibawah ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 23

33 Modul Persiapan dan Penggunaan Kapal Patroli Gambar 2.1 Peta Pembagian Wilayah Patroli Sumber : Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pusat DJBC Secara nasional pembagian daerah rawan penyelundupan terbagi menjadi empat zona, yiatu : DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 24

34 1. Zona I meliputi daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. Zona ini termasuk yang paling rawan terjadinya penyelundupan barang impor dan/atau eksor dari dan ke Malaysia dan Singapura. Kantor Wilayah Khusus DJBC Tanjung Balai Karimun dan Pangkalan Sarana Operasi Tanjung Balai Karimun merupakan institusi pengawas utama atas pelanggaran di zona ini. 2. Zona II meliputi daerah Kalimantan Barat serta perbatasan Singkawang dengan Serawak. 3. Zona III, meliputi daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, perairan Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. Zona ini termasuk zona yang sangat rawan terjadinya penyelundupan barang impor ke Malaysia. Penyelundupan ekspor juga sering terjadi ke Malaysia dan negara-negara lainnya dari perairan Kalimantan Timur dan Sulawesi Barat.. 4. Zona IV meliputi daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. Dalam tataran praktis, tiap-tiap zona diatas dibuatkan peta yang lebih rinci dan mendetail oleh Kantor Wilayah / Kantor Pabean terkait, untuk memetakan wilayah-wilayah rawan penyelundupan yang sangat penting untuk mendukung pelaksanaan tugas patroli laut. Sebagai contoh pemetaan Zona I dirinci kedalam sektor-sektor rawan penyelundupan. Sektor A1,B1 dan B3 meliputi Perairan Hiu Kecil, Perairan Pulau Nipah sampai dengan Mantras, Karimun Anak Perairan Selatan sampai dengan Pulau Kateman, merupakan daerah yang rawan penyelundupan komoditi ekspor seperti kayu yang berasal dari Selat Akar, Kuala Tungkal, yang akan diselundupkan ke Port Klang dan Kuantan Malaysia. Sementara untuk komoditi impor pada umumnya berupa sembako, yang berasal dari Port Klang, Malaysia dan Ballpress dari Singapura dengan tujuan Batam, Kuala Tungkal dan Tanjung Pinang. Sektor A2 dan A3 meliputi Perairan Tanjung Sempayan sampai dengan Tanjung Parit Perairan, dan Tanjung Parit sampai dengan Tanjung Jering, merupakan daerah yang rawan dengan penyelundupan komoditi ekspor berupa DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 25

35 kayu yang berasal dari Selat Panjang, Dedap, Bengkalis dengan tujuan Port Klang dan Kuantan Malaysia. Sektor A4 dan A5 meliputi Perairan Selat Morong sampai dengan Releigh, Perairan Releigh sampai dengan Pulau Jemur yang rawan terhadap penyelundupan komoditi impor berupa sembako yang berasal dari Malaysia dengan tujuan Dumai. Sedangkan untuk komoditi ekspor pada umumnya berupa kayu dari berbagai jenis yang didatangkan dari Bagan Siapi-api dan Tanjung Medang dengan tujuan Port Klang Malaysia. Sektor A, beberapa wilayah di Kepulauan Riau juga masuk kategori B yaitu Sektor B4,B 5 dan B6 yang meliputi Perairan Pulau Rokan sampai Tanjung Dato, Perairan Tanjung Dato hingga Tanjung Pinang dan Perairan Selat Philips hingga Lobam. Daerah tersebut rawan terhadap penyelundupan komoditi ekspor diantaranya minyak, yang paling banyak terjadi di perairan Internasional Batam dengan tujuan Singapura, kayu dari daerah Tanjung Pinang, Pulau Panjang dengan tujuan Kuantan Malaysia. Selanjutnya sektor B7 dan D yang meliputi Perairan Pulau Mapur, Tanjung Berakit Laut China dan Natuna juga tidak lepas dari pengawasan Kanwil DJBC Kepulauan Riau dimana pada sektor ini rawan dengan penyelundupan komoditi ekspor berupa pasir timah dari Pulau Bangka dengan tujuan Kuantan, Malaysia. B. Perbantuan Kapal Patroli Atas perintah Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk, Satuan Tugas Bea dan Cukai melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: melaksanakan patroli bersama dengan Administrasi Pabean negara lainnya, ikut serta dalam Patroli Keamanan Laut (Kamla) berdasarkan permintaan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), membantu instansi penegak hukum lainnya berdasarkan permintaan instansi terkait atas dasar Nota Persepahaman, ikut serta dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) berdasarkan permintaan Badan SAR Nasional atau Daerah, DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 26

36 ikut serta melaksanakan Pertahanan Keamanan Negara dan pengamanan Pejabat Negara berdasarkan perintah Menteri Pertahanan keamanan atau Panglima TNI atau Pejabat yang ditunjuk. Prosedur Perbantuan Kapal Patroli Mengingat tidak semua Kantor Wilayah / Kantor Pabean memiliki kapal patroli yang memadai untuk mengamankan perairan dari penyelundupan, maka dibuat mekanisme perbantuan kapal patroli. Kepala Kantor Wilayah atau Kepala KPPBC yang pada kantornya tidak ditempatkan kapal patroli Bea dan Cukai dapat mengajukan permintaan penggunaan kapal patroli Bea dan Cukai baik secara tertulis maupun radiogram kepada Direktur Jenderal bea dan Cukai u.p. Direktur Penindakan dan Penyidikan dengan menjelaskan maksud dan penggunaannya serta lama penugasan kapal yang dibutuhkan. Selanjutnya Direktur Jenderal u.p. Direktur Penindakan dan Penyidikan memberikan keputusan terhadap permintaan tersebut. Dengan diberikannya persetujuan BKO, Kepala Pangkalan Sarana Operasi akan mengirimkan kapal patroli beserta dengan ABK untuk di Bawah Kendali Operasi (BKO) pada Kantor Wilayah yang membutuhkan. Sebagai contoh Kanwil DJBC Kalimantan Timur yang tidak memiliki Pangkalan Sarana Operasi merencanakan kegiatan patroli laut di sekitar perairan Tarakan dan Nunukan yang berbatasan dengan wilayah Malaysia, maka kapal patroli BKO akan dikirim dari Pangkalan Saranan Operasi Pantoloan. Dalam sistem BKO ini Kanwil DJBC Kalimantan Timur menunjuk Komandan Patroli beserta wakilnya yang berasal dari pegawai pada Bidang P2 atau pegawai KPPBC yang dianggap mampu atau berpengalaman. Selanjutnya patroli dilaksanakan di sektor-sektor rawan penyelundupan yang dipimpin oleh Komandan Patroli yang ditunjuk dan dalam pelaksanaannya dimonitor oleh Bidang P2 Kantor Wilayah. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 27

37 C. Persiapan Logistik Kapal patroli yang ditugaskan sesuai SPB dan SPP, harus dilengkapi dengan perbekalan dan perlengkapan. Tercukupinya perbekalan dan kelengkapan kapal patroli sangat menentukan kelancaran tugas yang telah ditetapkan. Bekal dan kelengkapan yang harus disiapkan dalam mendukung kegiatan patroli laut meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. bahan bakar minyak (BBM) 2. air 3. ransum atau persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB 4. senjata 5. segel dan tang segel 6. kawat 7. sarana telekomunikasi berupa radio operator, telepon satelit, walkie talkie. 8. suku cadang utama yang diperlukan 9. jurnal kapal 10. buku-buku petunjuk tentang pelaksanaan tugas dan peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan patroli laut. D. Penempatan Senjata Api Kapal patroli yang dipergunakan dalam patroli Bea dan Cukai dapat dilengkapi dengan senjata api dinas. Senjata Api Standar (TNI atau POLRI) adalah senjata api yang jenis, macam dan ukuran kalibernya ditetapkan untuk digunakan di lingkungan TNI termasuk yang telah diubah atau diganti bagianbagiannya. Senjata Api Non Standar (TNI atau POLRI) adalah senjata api yang jenis, macam, dan ukuran atau kalibernya tidak termasuk dalam standar TNI atau POLRI dengan pembatasan bahwa senjata api tersebut : 1. non otomatik, 2. mempunyai maksimum kaliber 22, apabila berupa senjata bahu, 3. mempunyai maksimum kaliber 32, apabila berupa senjata genggam. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 28

38 Pengadaan Senjata Api Dinas dilakukan berdasarkan rencana kebutuhan Direktorat Jenderal. Pengadaan Senjata Api Dinas Standar (TNI atau POLRI) dan Peralatan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemilikan Senjata Api Non Standar (TNI atau POLRI) dan Peralatan Keamanan berdasarkan izin pengadaan wajib dilengkapi dengan izin pemilikan. Izin pemilikan diberikan oleh Kapolri kepada Direktur Jenderal. Untuk memperoleh izin pemilikan Direktur Jenderal mengajukan daftar Senjata Api Non Standar (TNI atau POLRI) berdasarkan izin pengadaan kepada Kapolri. Izin pemilikan berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Penguasaan Senjata Api Standar (TNI atau POLRI) diberikan berdasarkan izin hak pakai oleh Panglima TNI kepada Direktur Jenderal. Senjata Api Dinas disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan keamanan. Pengangkutan Senjata Api Dinas dalam rangka distribusi wajib dilengkapi dengan izin pengangkutan. Izin pengangkutan diberikan oleh Kapolri kepada Direktur Jenderal Penggunaan Dalam kaitan dengan senjata api, hal-hal penting yang perlu dipahami meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pejabat Bea dan Cukai dan Kapal Patroli dapat dilengkapi dengan Senjata Api Dinas dengan tujuan untuk menunjang pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-undang. 2. Pejabat Bea dan Cukai dan Kapal Patroli wajib memiliki izin penguasaan pinjam pakai. 3. Izin penguasaan pinjam pakai diberikan oleh Direktur Jenderal atas kuasa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. 4. Izin penguasaan pinjam pakai berlaku untuk seluruh Daerah Pabean. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tatacara penggunaan Senjata Api Dinas diatur oleh Menteri setelah mendengar pertimbangan Panglima TNI. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 29

39 Penempatan senjata api dinas pada Kapal Patroli wajib dicantumkan dalam Surat Perintah Berlayar. Penempatan senjata api dirinci mengenai jumlah, jenis, merk, tipe, dan ukuran atau kaliber serta jumlah munisi untuk masing-masing jenis serta nama-nama petugas yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api dinas seperti pada formulir daftar senjata api dibawa ini. Senjata api yang telah ditempatkan pada petugas patroli harus dicatat dan dikontrol oleh Komandan Patroli. Pencatatan atas penempatan senjata api menggunakan format sebagaimana dapat Anda lihat pada gambar 2.2 dibawah ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 30

40 Gambar 2.2 Daftar Penempatan Senjata Api DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH KHUSUS KEPULAUAN RIAU DAFTAR PENEMPATAN SENJATA API KAPAL PATROLI : BC... / PK... / NO KB... No JENIS DAN NO SERI KALIBER JUMLAH MUNISI NAMA DAN NIP YG BERTANGGUNG JAWAB KETERANGAN (1) (2) (3) (4) (5) (6) Tanjung Balai Karimun, NAHKODA/PILOT BC... / PK... NAMA :... NIP.... DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 31

41 2.2. Latihan 2 1. Sebutkan ketentuan penempatan kapal patroli bea dan cukai! 2. Sebutkan di perairan mana saja kapal patroli melaksanakan tugas pengawasan! 3. Sebutkan dua zona yang rawan terjadinya penyelundupan! 4. Sebutkan sekurang-kurangnya lima jenis logistik yang harus dipersiapkan pada kapal patroli! 5. Sebutkan data apa saja yang dilaporkan dalam Daftar Penempatan Senjata Api! 2.3. Rangkuman Kapal patroli ditempatkan pada Pangkalan Sarana Operasi. Kapal patroli dalam rangka perbantuan di Kantor Bea dan Cukai didasarkan pada Surat Perintah Patroli atau Surat Perintah Berlayar. Patroli diarahkan pada wilayah perairan yang rawan dengan membagi zona nasional menjadi empat zona. Perbekalan logistik dalam rangka patroli laut meliputi BBM, air, persediaan makanan, senjata, segel dan tang segel, kawat, sarana telekomunikasi, suku cadang utama yang diperlukan, buku-buku petunjuk tentang pelaksanaan tugas dan peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan patroli laut. 2.4 Tes Formatif Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 2, coba kerjakan tes formatif berikut ini sendiri, jangan melihat kunci jawaban terlebih dahulu, dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Dalam rangka efisiensi, pemeliharaan, dan pertanggungjawaban asset negara, manakah pernyataan berikut ini yang tidak tepat a. Kapal Patroli ditempatkan pada Pangkalan Sarana Operasi Bea. b. Penempatan kapal patroli ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk. c. Penempatan Kapal patroli dalam rangka perbantuan di Kantor Bea dan Cukai berdasarkan SPP atau SPB. d. Penempatan Kapal patroli dalam rangka perbantuan di Kantor Bea dan Cukai tidak mesti berdasarkan SPP atau SPB. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 32

42 2. Patroli Bea dan Cukai yang dilaksanakan di laut meliputi seluruh wilayah perairan Indonesia a. dan perairan internasional b. dan beberapa perairan internasional c. dan pulau-pulau buatan, instalasi, bangunan lainnya pada zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen, serta selat yang digunakan untuk pelayaran internasional d. saja tidak termasuk perairan internasional 3. Zona I daerah rawan penyelundupan meliputi a. daerah Kalimantan Barat, perbatasan Singkawang dengan Serawak. b. daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. c. daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, perairan Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. d. daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. 4. Persediaan ransum atau makanan untuk berlayar a. harus cukup untuk satu SPB b. tidak harus cukup untuk satu SPB c. tergantung situasi dan kondisi d. terserah nakhoda 5. Zona III daerah rawan penyelundupan meliputi a. daerah Kalimantan Barat, perbatasan Singkawang dengan Serawak. b. daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. c. daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. d. daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. 6. Zona II daerah rawan penyelundupan meliputi DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 33

43 a. daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. b. daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. c. daerah Kalimantan Barat, perbatasan Singkawang dengan Serawak. d. daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, perairan Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. 7. Zona IV daerah rawan penyelundupan meliputi a. daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. b. daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. c. daerah Kalimantan Barat serta perbatasan Singkawang dengan Serawak. d. daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, perairan Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. 8. Perbantuan kapal patroli untuk kegiatan patroli bersama dengan instansi lainnya harus mendapat izin dari a. Direktur Jenderal Bea dan Cukai b. Kepala Kantor Wilayah c. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan d. Kepala Pangkalan Sarana Operasi 9. Yang tidak termasuk perbantuan kapal patroli adalah a. pelaksanaan patroli bersama dengan Administrasi Pabean negara lainnya b. ikut serta dalam Patroli Keamanan Laut (Kamla) c. ikut serta dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) d. pelaksanaan patroli rutin DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 34

44 10. Data yang tercantum pada formulir daftar penempatan senjata api adalah a. masa berlaku izin senjata api b. suku cadang senjata api c. nama petugas yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api d. kondisi senjata api 11. Izin penguasaan pinjam pakai senjata api non standar TNI untuk kebutuhan patroli diberikan oleh a. Dirjen Bea dan Cukai b. Kapolri c. Panglima TNI d. Kepala Pangkalan Sarana Operasi 12. Yang tidak benar dari pernyataan tentang peratan keselamatan kerja (PPK) adalah a. peralatan yang digunakan harus masih layak pakai b. peralatan bekas yang tidak dapat digunakan lagi harus diganti c. persediaan alat perlindungan (disposable protective equipment) selalu ada bilamana diperlukan d. peralatan yang digunakan diupayakan dapat dipakai selama mungkin 13. Formulir daftar penempatan senjata api memuat hal-hal sebagai berikut kecuali. a. Jumlah senjata api b. jenis, merk, tipe, dan ukuran atau kaliber c. nama petugas yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api d. kondisi senjata api 14. Penempatan senjata api dinas pada Kapal Patroli wajib dicantumkan dalam a. Surat Permintaan Pengeluaran Senjata b. Surat Perintah Patroli (SPP) c. Surat Perintah Berlayar (SPB) d. Surat Izin menggunakan Senjata Api Dinas DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 35

45 15. Senjata api yang telah ditempatkan pada petugas patroli harus dicatat dan dikontrol oleh a. Nakhoda b. Komandan Patroli c. Bagian Logistik d. Pejabat yang memberikan tugas patroli. 2.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai: 91 % s.d 100 % : Sangat Baik 81 % s.d. 90,00 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang 0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 2 ini dengan baik. Untuk selanjutnya Anda dapat melanjutkan kegiatan belajar berikutnya. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 36

46 KEGIATAN BELAJAR 3 PERALATAN TEKNIS KAPAL PATROLI Indikator keberhasilan : 1. Mampu menjelaskan radar kapal patroli 2. Mampu menjelaskan radio kapal patroli 3. Mampu menjelaskan GPS kapal patroli 4. Mampu menjelaskan mesin kapal patroli 5. Mampu menjelaskan kelengkapan pengaman kapal patroli 6. Mampu menjelaskan peralatan lainnya pada kapal patroli 3.1 Uraian dan Contoh Peralatan teknis kapal patroli memegang peranan penting dalam pelaksanaan tugas patroli laut. Peralatan teknis yang berada pada kapal patroli meliputi radar, radio, GPS, mesin, kelengkapan pengaman, dan peralatan lainnya yang. Petugas yang akan bertugas dalam kapal patroli wajib mengetahui keberadaan dan kegunaan peralatan tersebut. Pengetahuan yang cukup atas peralatan teknis pada kapal patroli. Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai terlebih dahulu wajib DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 37

47 melakukan persiapan dan pengujian fungsi peralatan atau perlengkapan kapal patroli. Tabel 3.1 dibawah ini memuat informasi peralatan teknis yang berada pada kapal patroli DJBC untuk berbagai seri mulai speed boat, kapal patroli seri 28 meter dan kapal patroli seri 38 meter. Tabel 3.1 Daftar Peralatan Teknis Pada Kapal Patroli Bea Dan Cukai NO. URAIAN DATA SERI 38 METER SERI 28 METER SPEED BOAT 10 atau 15 MTR 1. PANJANG KAPAL 42,00 M 28,50 M 10,00 M 2. LEBAR KAPAL 7,30 M 5,40 M 2,60 M 3. TINGGI KAPAL 4,47 M 2,90 M 1,34 M 4 SARAT KAPAL 1,85 M 1,30 M 0,58 M 5. DISPLACEMENT HALF LOAD 134,83 TON - 5,3 TON 6. DISPLACEMENT FULL LOAD 215,59 TON KECEPATAN MAXIMUM 30 KNOT 30 KNOT 30 KNOT 8. KECEPATAN JELAJAH 18 KNOT 20 KNOT - 9. JARAK JELAJAH 2000 N Mil 950 N Mil 175 N Mil 10. BAHAN HULL ALUMUNIUM KAYU FIBRE GLASS 11. SISTEM PROPULASI 12. MOTOR INDUK 13. MOTOR BANTU 14. RADAR 15. ECHOSOUNDER PROPELLER SHAFT MTU 16V 4000 M90 PERKINS 4TGM2X112Kw FURUNO FAR-2127 FURUNO GP-1850WF 16. SATELIT EPIREB McMucho - PROPELLER SHAFT MTU 12V 331 TC81 2X1360HP MERCEDES BENZ OM 636 DECCA RM 914C FERROGRAPH G 500 PROPELLER YAMAHA 200 HP 2 TAK 3 UNIT - FURUNO 16NM GARMIN GPSMAP 178C GARMIN GPSMAP 178C 17. HAVTEX RECEIVER FURUNO SART ALAT KOMUNIKASI HF atau SSB VHF atau FM FURUNO THOMSON CSF TRC 492 A THOMSON TMF 971 FURUNO KODEN KGP GPS MARINE BAND GP-150 ICOM M127 Sumber : Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pusat DJBC VHF ICOM IC M45, IC M3A UHF ICOM 2020 FURUNO GP-32 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 38

48 A. Radar Radar adalah singkatan dari Radio Detection and Ranging, yaitu suatu pemancar di kapal maupun di darat yang menghasilkan pulsa-pulsa pendek dari gelombang-gelombang radio. Radar kapal merupakan alat elektronik untuk mendeteksi adanya obyek disekitar kapal dalam radius sesuai jangkauan radar 5 mil, 10, 20 bahkan 100 mil. Unit radar terbagi dua bagian yang terdiri dari unit monitor yang terpasang dan dapat dibaca diruang anjungan sedangkan unit kedua adalah scanner yaitu peralatan yang dapat berputar dan terletak diatas ruang anjungan atau terpasang pada salah satu tiang kapal. Melalui scenner pancaran pulsa-pulsa tersebut diarahkan pada area dan obyek yang berada disekeliling kapal. Jika salah satu gelombang radio dari pulsa-pulsa ini mengenai suatu target misalnya sebuah kapal lain, termasuk dikembalikan kearah kapal yang memancarkan pulsa gelombang radio tersebut. Pulsa yang dikembalikan diterima oleh antenne radar, kemudian diproses di dalam sebuah C.R.T (Cathode Ray Tube) dari kapal pengirim. Waktu yang diperlukan antara pemancaran dan penerimaan kembali diperhitungkan dengan teliti untuk menentukan jarak target. Keuntungan pesawat radar dibandingkan dengan pesawat navigasi elektronik yang lain, tidak perlu bekerja sama dengan stasiun Radio Pantai. Pada gambar 3.1 dibawah ini terlihat contoh radar merek Furuno yang biasa digunakan pada kegiatan pelayaran. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 39

49 Gambar 3.1 Radar Tabel 3.2 berikut ini menunjukkan jenis radar yang digunakan pada kapal patroli DJBC : Tabel 3.2 Radar pada Kapal Patroli DJBC NO. URAIAN DATA SERI 38 METER SERI 28 METER SPEED BOAT 10 atau 15 METER RADAR FURUNO FAR-2127 DECCA RM 914C FURUNO 16NM Pada gambar 3.2 dibawah ini gambar manual book radar yang digunakan pada kapal patroli DJBC. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 40

50 Gambar 3.2 Manual Book Radar DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 41

51 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 42

52 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 43

53 B. Radio Selain radar, peralatan penting lainnya untuk diketahui adalah Radio. Radio adalah suatu teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik, yang secara umum dikenal dengan media pembawa gelombang suara. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 44

54 Meskipun kata radio digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan alat penerima gelombang suara, namun transmisi gelombangnya juga dipakai sebagai dasar gelombang pada televisi, radar dan handphone pada umumnya. Tipe radio yang digunakan pada kapal patroli DJBC berbeda untuk tiap-tiap jenis kapal patroli. Tabel 3.3 berikut ini menunjukkan jenis radio yang digunakan pada kapal patroli DJBC : Tabel 3.3 Radio pada Kapal Patroli DJBC NO. URAIAN DATA SERI 38 METER SERI 28 METER SPEED BOAT 10 atau 15 METER ALAT KOMUNIKASI HF atau SSB VHF atau FM FURUNO THOMSON CSF TRC 492 A THOMSON TMF 971 VHF ICOM IC M45, IC M3A UHF ICOM 2020 Pada gambar 3.3 dibawah ini terlihat contoh radio merek Furuno yang biasa digunakan pada kegiatan pelayaran. Gambar 3.3 Radio DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 45

55 C. GPS Global Positioning System (GPS) adalah salah satu sistem yang membantu kita untuk mengetahui posisi kita berada saat ini. GPS bekerja dengan menstransmisikan sinyal dari satelit ke perangkat GPS. Untuk memperoleh detil posisi yang seakurat mungkin, GPS sebaiknya digunakan di ruang terbuka. Penggunaan GPS di dalam ruangan, hutan ataupun di tempat yang banyak gedung-gedung tinggi, akan membuat GPS bekerja kurang akurat. Teknologi GPS pertama kali digunakan oleh United States Departement of Defense (DOD) untuk kebutuhan militer. Sistem GPS mulai digunakan sejak tahun 1980, namun pemakaian secara umum oleh publik baru sekira tahun an. Keistimewaan GPS adalah mampu bekerja dalam berbagai kondisi cuaca, siang atau malam. Gambar GPS yang biasa dipakai kapal untuk keperluan pelayaran terlihat sebagaimana gambar 3.4 dibawah ini. Gambar 3.4 GPS DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 46

56 Berikut gambar manual book GPS yang digunakan pada kapal patroli DJBC sebagaimana terlihat pada gambar 3.5 dibawah ini. Gambar 3.5 Manual Book GPS DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 47

57 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 48

58 DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 49

59 Selain Radar, alat yang penting untuk pendeteksian obyek di laut adalah Echo Sounder. Cara kerja Echo Sounder adalah dengan menggunakan proses perambatan suara, karakteristik suara (frekuensi, pulsa, intensitas), faktor lingkungan dan kondisi target. Gambar 3.6 Echo Sounder D. Ruang Mesin Bagian selanjtunya dari kapal patroli yang penting diperhatikan adalah ruang mesin. Pengetahuan yang cukup dari petugas patroli tentang ruang mesin akan membantu pelaksanaan patroli terutama berkaitan dengan faktor keselamatan dalam penggunaan dan penanganan mesin. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 50

60 Tabel 3.4 berikut ini menunjukkan jenis mesin yang digunakan pada kapal patroli DJBC : Tabel 3.4 Mesin Kapal Patroli DJBC NO. URAIAN DATA SERI 38 METER SERI 28 METER SPEED BOAT 10 atau 15 METER MOTOR INDUK MTU 16V 4000 M90 MTU 12V 331 TC81 2X1360HP YAMAHA 200 HP 2 TAK 3 UNIT 2. MOTOR BANTU PERKINS 4TGM2X112Kw MERCEDES BENZ OM Pada ruang mesin terdapat ruang kontrol yang ber-ac dan kedap suara. Ruang kontrol merupakan pusat kendali mesin. Ruang ini berisi alat kontrol atas mesin yang ada di kamar mesin dan Main Switch Board (MSB). Gambar 3.7 berikut menunjukkan ruang kontrol pada kamar mesin yang berada pada kapal patroli. Gambar 3.7 Ruang Kontrol Mesin DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 51

61 Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja petugas yang berhubungan dengan ruang mesin, maka langkah-langkah berikut hendaknya diperhatikan: 1. Lakukan pemeriksaan bersama ahli mesin dan tutup semua kipas 2. Pakailah masker dan gunakan rompi penahan jatuh (harness) dan tali. 3. Waspada terhadap debu dan bagian pinggir yang tajam. Kamar ganti Pada beberapa kapal, untuk memasuki kamar mesin kita harus melalui kamar ganti atau kamar mandi awak kapal. Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja petugas yang berhubungan dengan ruang mesin, maka langkahlangkah berikut hendaknya diperhatikan: 1. Perhatikan tata ruangnya 2. Temui pemegang kunci locker 3. Pindahkan dan periksa isi locker 4. Periksa konstruksi locker 5. Geser locker bila perlu 6. Periksa saluran air dan saluran ventilasi udara 7. Lakukan secara sistematis 8. Ingat Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Ingatlah keselamatan dan kesehatan kerja saat membuka panel pada MSB. Anda tidak boleh memasukkan bagian tubuh anda, cukup melihat dengan seksama karena menyentuh plat besi (busbar) di dalam MSB dapat menyebabkan kematian (tegangan listrik tinggi). Berikut gambar bagian mesin yang berbahaya sebagaimana terlihat pada gambar 3.8 dibawah ini. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 52

62 Gambar 3.8 Bagian Mesin Yang Berbahaya (MSB) BERBAHAYA Kabel bertegangan tinggi E. Kelengkapan Pengaman Peralatan Keselamatan Kerja (PPK) sebelum petugas naik ke kapal untuk melakukan pemeriksaan kapal, yang wajib dibawa petugas adalah: 1. Sarung tangan 2. Lampu senter 3. Pelindung telinga (pendengaran) 4. Pelindung mata DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 53

63 Sebelum naik ke kapal, pastikan tangga kapal (gangways) telah benarbenar aman dengan jaring pengaman di bawahnya. Jangan membawa peralatan berlebihan sampai kita tidak dapat menjaga keseimbangan tubuh. Peralatan Keselamatan Kerja (PPK) sebelum petugas naik ke kapal untuk melakukan pemeriksaan kapal, yang dapat diperlukan petugas adalah: 1. Peralatan penahan jatuh (fall arrest equipment) 2. Gas Monitor 3. Alat bantu pernafasan 4. Alat komunikasi 5. Masker atau saringan pernafasan (untuk debu atau lingkungan yang berbau) 6. Krim atau lotion pelindung. Hal-hal yang harus diperhatikan dengan Peralatan Keselamatan Kerja (PPK) adalah: 1. Periksa apakah peralatan masih layak pakai. 2. Ganti apapun peralatan dan atau atau komponen yang bekas, sudah dipakai, atau yang tidak dapat digunakan lagi. 3. Pastikan bahwa persediaan alat perlindungan (disposable protective equipment) selalu ada bilamana diperlukan. F. Peralatan Lain Tiang Utama Kapal Selain peralatan teknis yang telah uraikan diatas, bagian kapal yang juga penting untuk diketahui adalah tiang utama kapal dan jangkar. Selain sebagai penyeimbang jalannya kapal, tiang utama juga dapat digunakan untuk memudahkan pemantauan target operasi karena posisinya yang lebih tinggi dibandingkan badan kapal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 54

64 Gambar 3.9 Tiang utama kapal Jangkar Anchor (Jangkar) adalah alat yang digunakan untuk menahan posisi kapal di laut yang dihubungkan dengan rantai. Biasanya berada di bagian depan kapal, tetapi ada juga kapal yang mempunyai jangkar di belakang (stream anchor). Gambar 3.10 Jangkar Sekoci / rakit penyelamat Kapal adalah sebuah struktur yang sangat rumit dan hal tersebut dapat mengancam jiwa bagi siapa saja yang mengabaikan hal-hal yang berbahaya di kapal (shipboard hazards). Ancaman atas jiwa penumpang di suatu kapal DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 55

65 menjadi lebih besar ketika terjadi cuaca buruk atau kapal mengalami kerusakan saat berlayar lautan. Berkaitan dengan hal tersebut maka pada setiap kapal harus tersedia sekoci atau rakit penyelamat. Sekoci adalah perahu yang dipersiapkan pada suatu kapal yang dirancang untuk menyelamatkan nyawa manusia jika terjadi masalah di laut. Sekoci atau rakit penyelamat dapat Anda lihat sebagaimana gambar 3.11 dibawah ini. Gambar 3.11 Rakit Penyelamat dan Sekoci Rakit Penyelamat (Life raft) Sekoci Penyelamat DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 56

66 Alat Penerangan Kapal Alat penerangan kapal digunakan mulai matahari terbenam sampai matahari terbit kembali. Yang termasuk alat penerangan di kapal adalah : Penerang Tiang yaitu penerangan putih yang ditempatkan di atas sumbu muka kapal memperlihatkan cahaya yang tidak terputus-putus meliputi busur cakrawala 225 derajat dan dipasang sedemikian rupa sehingga memperlihatkan cahaya dari lurus kemuka sampai 22,5 derajat dibelakang arah melintang pada setiap sisi kapal Penerangan Lambung yaitu penerangan hijau di lambung kanan dan sebuah penerangan merah di lambung kiri, masing-masing memperlihatkan cahaya yang tidak terputusputus meliputi busur cakrawala 112,5 derajat dan dipasang sedemikian rupa sehingga memperlihatkan cahaya dari lurus ke muka sampai 22,5 derajat di belakang arah melintang pada sisi yang bersangkutan. Lentera kapal merupakan salah satu peralatan di kapal patroli yang memegang peranan penting ketika terjadi gangguan sistem elektrik kapal dimalam hari. Lentera kapal terletak disisi kiri dan kanan badan kapal yang difungsikan dalam kondisi emergency. Di kapal yang panjangnya kurang dari 20 meter, penerangan lambung boleh digabung dalam satu lentera, dipasang diatas sumbu muka belakang kapal. Penerangan Buritan yaitu penerangan putih yang ditempatkan sedapat mungkin di buritan memperlihatkan cahaya yang tidak terputus-putus meliputi busur cakrawala 135 derajat dan dipasang sedemikian rupa sehingga memperlihatkan cahaya 67,5 derajat dari lurus ke belakang pada setiap sisi kapal Penerangan Tunda Yaitu penerangan kuning yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan penerangan buritan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 57

67 Penerangan Keliling Yaitu penerangan yang memperlihatkan cahaya yang tidak terputus-putus meliputi busur cakrawala 360 derajat Penerangan Cerlang Yaitu penerangan yang berkedap-kedip dengan selang beraturan pada frekuensi 120 kedipan atau lebih setiap menit. dan tidak boleh dinyalakan Pisau Lipat Peralatan berupa pisau lipat sangat dibutuhkan ketika sasaran patroli yang dikejar melakukan tindakan yang mengganggu atau membahayakan jalannya kapal patroli. Dalam beberapa kasus sarana pengangkut yang dikejar membuang jaring kearah kapal patroli untuk menghalangi pengejaran sehingga menyangkut di bagian bawah kapal. Fungsi pisau lipat adalah untuk memotong jaring yang mengganggu jalannya kapal dengan menugaskan ABK untuk menyelam dan memotongnya. 3.2 Latihan Agar Anda dapat lebih memahami materi pada kegiatan belajar 3, coba kerjakan latihan-latihan berikut ini! 1. Jelaskan apa fungsi radar pada kapal patroli! 2. Jelaskan apa fungsi radio pada kapal patroli! 3. Jelaskan apa cara kerja GPS dalam kegiatan patroli laut! 4. Sebutkan peralatan yang tersedia untuk menanggulangi kondisi darurat saat patroli laut! 5. Sebutkan kelengkapan pengaman pada kapal patroli! DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 58

68 3.3 Rangkuman Petugas yang akan bertugas dalam patroli laut wajib memiliki pengetahuan yang cukup atas peralatan teknis pada kapal patroli dan mengetahui bagaimana menggunakan peralatan tersebut. Peralatan teknis yang berada pada kapal patroli meliputi radar, radio, GPS, mesin, kelengkapan pengaman, dan peralatan lainnya. Pejabat Bea dan Cukai yang bertanggung jawab mengenai nautika, teknik kapal, penginderaan, dan telekomunikasi sebelum menyampaikan laporan kepada Kepala Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai terlebih dahulu wajib melakukan persiapan dan pengujian fungsi peralatan atau perlengkapan kapal patroli. 3.4 Tes Formatif Untuk menguji hasil belajar pada kegiatan belajar 3, coba kerjakan tes formatif berikut ini sendiri, jangan melihat kunci jawaban terlebih dahulu, dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Alat elektronik yang mampu mendeteksi adanya obyek disekitar kapal dalam radius 5 mil, 10 mil, 20 mil bahkan hingga 100 mil disebut dengan a. Radio b. Radar c. Global Positioning System (GPS) d. Handphone 2. Suatu alat yang yang berfungsi untuk mengetahui posisi suatu kapal berada dengan cara kerja menstransmisikan sinyal dari satelit disebut dengan a. Radio b. Radar c. Global Positioning System (GPS) d. Handphone 3. Suatu teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara modulasi dan gelombang elektromagnetik yang berfungsi sebagai media pembawa gelombang suara disebut dengan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 59

69 a. Radio b. Radar c. Global Positioning System (GPS) d. Handphone 4. Yang tepat dari pernyataan dibawah ini adalah a. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang terbuka ataupun tertutup b. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang semi terbuka c. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang tertutup d. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang terbuka 5. Bagian radar yang dapat berputar dan terletak diatas ruang anjungan atau terpasang pada salah satu tiang kapal disebut a. Monitor b. Scanner c. Panel d. Antena 6. Gambar dibawah ini adalah a. Radio b. GPS c. Radar d. Handphone 7. Gambar dibawah ini adalah a. GPS b. Radio c. Radar d. Handphone DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 60

70 8. Gambar dibawah ini adalah a. GPS b. Radar c. Handphone d. Radio 9. Bagian pada ruang mesin yang sangat berbahaya karena mengandung tegangan tinggi adalah a. ruang kontrol b. main switch board c. penutup mesin d. panel 10. Yang benar dari pernyataan tentang sekoci atau rakit penyelamat adalah a. bila diperlukan tersedia di kapal b. sebaiknya tersedia di kapal c. harus tersedia di kapal d. tidak harus tersedia di kapal 11. Yang tidak termasuk alat kelengkapan pengamanan yang wajib dibawa pada saat pemeriksaan kapal a. lotion pelindung kulit b. sarung tangan c. lampu senter d. pelindung mata 12. Yang tidak benar dari pernyataan tentang peratan keselamatan kerja (PPK) adalah a. peralatan yang digunakan harus masih layak pakai b. peralatan bekas yang tidak dapat digunakan lagi harus diganti c. persediaan alat perlindungan (disposable protective equipment) selalu ada bilamana diperlukan d. peralatan yang digunakan diupayakan dapat dipakai selama mungkin DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 61

71 13. Alat yang digunakan untuk menahan posisi kapal di laut yang dihubungkan dengan rantai disebut a. tali b. jangkar c. sekoci d. rantai 14. Kelengkapan pengamanan yang sebaiknya tersedia pada saat pemeriksaan kapal adalah a. pelindung mata b. sarung tangan c. masker atau saringan pernafasan d. lampu senter 15. Kelengkapan pengamanan yang wajib dipakai pada saat pemeriksaan kapal adalah a. sarung tangan b. gas monitor c. alat bantu pernafasan d. masker atau saringan pernafasan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 62

72 3.5 Umpan Balik dan Tindak Lanjut Coba cocokkan hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang telah disediakan. Hitunglah jawaban Anda yang benar, kemudian gunakan rumus untuk mengetahui tingkat pemahaman Anda terhadap materi pada kegiatan belajar ini. Perhatikan dan cocokan hasil jawaban Anda dengan kualifikasi hasil belajar yang telah terinci dibawah rumus. TP = Jumlah Jawaban Yang Benar X 100% Jumlah keseluruhan Soal Apabila tingkat pemahaman (TP) Anda dalam memahami materi yang sudah dipelajari mencapai: 91 % s.d 100 % : Sangat Baik 81 % s.d. 90,00 % : Baik 71 % s.d. 80,99 % : Cukup 61 % s.d. 70,99 % : Kurang 0 % s.d. 60 % : Sangat Kurang Bila hasil perhitungan Anda telah mencapai 81 % atau lebih, maka Anda telah menguasai materi kegiatan belajar 3 ini dengan baik. Untuk selanjutnya kerjakan latihan Sumatif yang telah disediakan. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 63

73 PENUTUP Kegiatan patroli laut beserta pemeriksaan sarana pengangkut laut merupakan salah satu aktivitas yang sangat penting dalam penegakan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan cukai pada lingkup kerja DJBC. Target dari pembelajaran mata diklat ini sesuai dengan garis-garis besar program pembelajaran adalah diharapkan peserta dapat memahami persiapan dan penggunaan kapal patroli. Penguasaan pada materi modul ini akan membantuk Anda memahami materi modul selanjutnya yaitu Pelaksanaan Patroli Laut dan Penindakan dalam Patroli Laut Akhirnya semoga modul ini bermanfaat khususnya bagi peserta Diklat Teknis Substantif Spesialis Teknik Pemeeriksaan dan umumnya bagi pegawai DJBC di seluruh Indonesia. Tingkatkan kompetensi dan integritas. Jadilah yang terdepan dalam peningkatan kinerja dan citra. Semoga rahmat Allah Swt - Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita semua. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 64

74 TES SUMATIF Setelah Anda belajar keseluruhan modul persiapan dan penggunaan kapal patrol ini, untuk menguji hasil belajar anda, coba kerjakan tes sumatif berikut ini sendiri, jangan melihat kunci jawaban terlebih dahulu, dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang benar. 1. Yang menyatakan kapal laik untuk berlayar adalah a. Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi b. Kepala Kantor Wilayah c. Kepala Pangkalan Sarana Operasi d. Kepala KPPBC 2. Yang termasuk pengujian fungsi kapal adalah a. Menyiapkan persenjataan kapal patroli b. memeriksa kondisi permesinan kapal patroli c. Menyiapkan amunisi untuk senjata kapal patroli d. menyiapkan logistik kapal patrolli 3. Kapal dinyatakan siap berlayar setelah a. Dilakukan verifikasi dan dinyatakan siap berlayar oleh Kepala Seksi Teknik b. Dilakukan verifikasi dan dinyatakan siap berlayar oleh Kepala Seksi Teknik dan Kepala Seksi Nautik c. Dilakukan verifikasi dan dinyatakan siap berlayar oleh Kepala Seksi Teknik, Kepala Seksi Nautik dan Kepala Seksi Telka. d. Dilakukan verifikasi dan dinyatakan siap berlayar oleh Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi 4. Yang tidak termasuk persiapan administrasi sebelum kapal patroli melaksanakan tugas adalah a. Surat Permintaan Pengeluaran Senjata. b. Surat Izin menggunakan Senjata Api Dinas. c. Surat Perintah Berlayar d. Surat Permintaan Logistik DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 65

75 5. Yang termasuk isi arahan dalam briefing sebelum patroli yang berkaitan dengan sasaran patroli adalah a. Rencana dan target operasi b. Pengecekan peralatan patroli c. Persiapan logistik d. Persiapan persenjataan 6. Pada saat briefing, informasi intelijen yang berhubungan dengan modus operandi penyelundupan... a. tergantung Komandan Satuan Tugas Operasi disampaikan atau tidak b. disampaikan dalam briefing patroli laut c. tidak boleh disampaikan dalam briefing patroli laut d. bila kondisi memaksa dapat disampaikan dalam briefing patroli laut 7. Berikut ini termasuk butir-butir yang dituangkan dalam resume briefing patroli kecuali... a. Kesiapan Kopat, Nakhoda, dan ABK b. Pengaturan ronda laut c. Kendala-kendala patroli laut d. Pembagian sektor patroli laut 8. Yang dimaksud Kapal Siaga adalah kapal yang telah... a. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi. b. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi dan siap berlayar. c. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB. d. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia. 9. Yang dimaksud Kapal Siaga Merah adalah kapal yang telah... a. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia, serta Kopat, Nakhoda dan ABK telah siaga diatas kapal. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 66

76 b. dinyatakan laik untuk berlayar oleh Kepala Pangkalan Sarana Operasi dan siap berlayar. c. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia. d. diisi dengan bahan bakar minyak, air, persediaan makanan untuk 1 (satu) SPB, senjata, segel dan tang segel, kawat, dan sarana telekomunikasi telah tersedia, serta Kopat, Nakhoda dan ABK belum siaga diatas kapal. 10. Patroli Bea dan Cukai yang dilaksanakan di laut meliputi seluruh wilayah perairan Indonesia a. dan perairan internasional b. dan beberapa perairan internasional c. dan pulau-pulau buatan, instalasi, bangunan lainnya pada zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen, serta selat yang digunakan untuk pelayaran internasional d. saja tidak termasuk perairan internasional 11. Zona I daerah rawan penyelundupan meliputi a. daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, perairan Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. b. daerah Kalimantan Barat, perbatasan Singkawang dengan Serawak. c. daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. d. daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. 12. Persediaan ransum atau makanan untuk berlayar a. tidak harus cukup untuk satu SPB b. tergantung situasi dan kondisi c. terserah nakhoda d. harus cukup untuk satu SPB 13. Zona III daerah rawan penyelundupan meliputi a. daerah Kalimantan Timur mulai dari perairan Sipadan - Ligitan, perairan Tarakan, Nunukan hingga perbatasan Tawao dengan Sabah. DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 67

77 b. daerah Kalimantan Barat, perbatasan Singkawang dengan Serawak. c. daerah selat Malaka, selat Singapura, dan selat Karimata. d. daerah Indonesia bagian timur mulai perairan Sorong di Papua, Maluku dan Sulawesi Utara. 14. Perbantuan kapal patroli untuk kegiatan patroli bersama dengan instansi lainnya harus mendapat izin dari a. Kepala Kantor Wilayah b. Direktur Jenderal Bea dan Cukai c. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan d. Kepala Pangkalan Sarana Operasi 15. Yang tidak termasuk perbantuan kapal patroli adalah a. pelaksanaan patroli bersama dengan Administrasi Pabean negara lainnya b. ikut serta dalam Patroli Keamanan Laut (Kamla) c. pelaksanaan patroli rutin d. ikut serta dalam kegiatan Search and Rescue (SAR) 16. Data yang tercantum pada formulir daftar penempatan senjata api adalah a. masa berlaku izin senjata api b. suku cadang senjata api c. kondisi senjata api d. nama petugas yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api 17. Formulir daftar penempatan senjata api memuat hal-hal sebagai berikut kecuali a. kondisi senjata api b. Jumlah senjata api c. jenis, merk, tipe, dan ukuran atau kaliber d. nama petugas yang bertanggung jawab untuk tiap-tiap senjata api 18. Alat elektronik yang mampu mendeteksi adanya obyek disekitar kapal dalam radius 5 mil, 10 mil, 20 mil bahkan hingga 100 mil disebut dengan DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 68

78 a. Radio b. Radar c. Global Positioning System (GPS) d. Handphone 19. Suatu alat yang yang berfungsi untuk mengetahui posisi suatu kapal berada dengan cara kerja menstransmisikan sinyal dari satelit disebut dengan a. Radio b. Radar c. Global Positioning System (GPS) d. Handphone 20. Yang tepat dari pernyataan dibawah ini adalah a. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang terbuka ataupun tertutup b. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang semi terbuka c. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang tertutup d. GPS bekerja lebih akurat bila digunakan di ruang terbuka 21. Gambar dibawah ini adalah a. Radar b. Radio c. GPS d. Handphone 22. Gambar dibawah ini adalah a. Radio b. GPS c. Radar d. Handphone DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 69

79 23. Bagian pada ruang mesin yang sangat berbahaya karena mengandung tegangan tinggi adalah a. ruang kontrol b. main switch board c. panel d. penutup mesin 24. Yang benar dari pernyataan tentang sekoci atau rakit penyelamat adalah a. bila diperlukan tersedia di kapal b. sebaiknya tersedia di kapal c. tidak harus tersedia di kapal d. harus tersedia di kapal 25. Yang tidak termasuk alat kelengkapan pengamanan yang wajib dibawa pada saat pemeriksaan kapal a. lotion pelindung kulit b. sarung tangan c. lampu senter d. pelindung mata DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 70

80 KUNCI JAWABAN TES FORMATIF KB 1 KB 2 KB 3 1. b 1. d 1. b 2. b 2. c 2. c 3. c 3. b 3. a 4. c 4. a 4. d 5. d 5. d 5. b 6. d 6. c 6. c 7. a 7. b 7. a 8. a 8. a 8. D 9. b 9. d 9. b 10. b 10. c 10. c 11. c 11. b 11. a 12. c 12. a 12. d 13. d 13. d 13. b 14. d 14. c 14. c 15. a 15. b 15. a DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 71

81 KUNCI JAWABAN TES SUMATIF 1. a 2. b 3. c 4. d 5. a 6. b 7. c 8. d 9. a 10. b 11. c 12. d 13. a 14. b 15. c 16. d 17. a 18. b 19. c 20. d 21. a 22. b 23. c 24. d 25. a DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 72

82 DAFTAR PUSTAKA Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1996 Tentang Penindakan di Bidang Kepabeanan. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 tentang Senjata Api Dinas DJBC. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/KMK.05/1997 tentang Tata Laksana Penindakan di Bidang Kepabeanan. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 92/KMK.05/1997 tentang Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan dan Cukai. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-08/BC/1997 tanggal 30 Januari 1997 tentang Penghentian,Pemeriksaan, dan Penegahan Sarana Pengangkut dan Barang di atasnya, serta Penghentian Pembongkaran dan Penegahan Barang. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-58/BC/1997 tanggal 3 Juni 1997 tentang Patroli Bea dan Cukai. Instruksi Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor INST-15/BC/2000 tanggal 30 Juni 2000 tentang Pedoman Penggunaan dan Pembinaan Kapal Patroli Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Keputusan Kepala Kantor Wilayah DJBC Khusus Kepulauan Riau Nomor KEP-60/WBC.04/2009 tanggal Mei 2009 tentang Tata Laksana Kegiatan Patroli Laut. Majalah Warta Bea dan Cukai Edisi 405 bulan Agustus Patroli Laut DJBC. Majalah Warta Bea dan Cukai Edisi 419 bulan Oktober Menuju Patroli Laut DJBC Yang Berdaya Guna, dan Berhasil Guna DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut 73

83

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut i DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar..... i Daftar Isi... ii Daftar Gambar.... iv Petunjuk Penggunaan Modul... v Peta Konsep... vi A. PENDAHULUAN A.1

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 58/BC/1997 TENTANG PATROLI BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 58/BC/1997 TENTANG PATROLI BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 58/BC/1997 TENTANG PATROLI BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengamanan hak-hak negara dan agar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGAWASAN PENGANGKUTAN BARANG TERTENTU DALAM DAERAH PABEAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut

DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut DTSS Patroli dan Pemeriksaan Sarana Pengangkut Laut i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL PETA KONSEP MODUL i ii iv v vi A B PENDAHULUAN A.1 Deskripsi Singkat

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDELAR BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 53 /BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDELAR BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 53 /BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDELAR BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P- 53 /BC/2010 TENTANG TATALAKSANA PENGAWASAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Yth. 1. Direktur Penindakan dan Penyidikan 2. Para Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 3. Para Pelayanan Utama Bea dan Cukai;

Lebih terperinci

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te

2017, No Penggunaan Senjata Api Dinas di Lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Mengingat : Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1996 te No.1133, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penggunaan Senjata Api Dinas. Ditjen Bea dan Cukai. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1996 TENTANG SENJATA API DINAS DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang: a. bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2015, No lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Keuangan melalui Surat Nomor: S

2015, No lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Sekretaris Jenderal atas nama Menteri Keuangan melalui Surat Nomor: S BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.851, 2015 KEMENKEU.. Operasi Patroli Laut. Udara. Pengamanan. Penyelamatan. Instalasi. Sarana Operasi. Standar Biaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH KHUSUS KEPULAUAN RIAU

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH KHUSUS KEPULAUAN RIAU KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH KHUSUS KEPULAUAN RIAU Jln. Jend. Ahmad Yani, Meral - Tg. Balai Karimun Kode Pos- 29632 Telepon : (0777) 31833Faksimili

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.01/2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PANGKALAN SARANA OPERASI BEA DAN CUKAI

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.01/2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PANGKALAN SARANA OPERASI BEA DAN CUKAI PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK.01/2018 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PANGKALAN SARANA OPERASI BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 113/PMK.04/2017 TENTANG PENGGUNAAN SENJATA API DINAS DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017

Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Contents Tanjung Balai Karimun, 8 September 2017 Berbagai penindakan yang berhasil ditorehkandalam menjalankan instruksi Presiden Republik Indonesia adalah bukti nyata pelaksanaan penguatan reformasi di

Lebih terperinci

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN.

MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. MENTEHI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN. PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/PMK. 01/20 18 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PANGKALAN SARANA OPERAS! BEA DAN CUKAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 37/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BARANG, BANGUNAN ATAU TEMPAT LAIN DAN SURAT ATAU DOKUMEN YANG BERKAITAN DENGAN BARANG Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 08/BC/1997 TENTANG PENGHENTIAN, PEMERIKSAAN, DAN PENEGAHAN SARANA PENGANGKUT DAN BARANG DI ATASNYA SERTA PENGHENTIAN PEMBONGKARAN DAN PENEGAHAN BARANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

BAB XVI MODUL PERNYATAAN SIAP BERLAYAR PSB

BAB XVI MODUL PERNYATAAN SIAP BERLAYAR PSB BAB XVI MODUL PERNYATAAN SIAP BERLAYAR PSB Modul pernyataan siap berlayar (PSB) berfungsi untuk mengelola data kesiapan berlayar. Kesiapan berlayar ini adalah pernyataan bersama/kolektif antara nakhoda,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI Menunjuk Surat Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai nomor KEP-46/PP.5/2012 tanggal 23 April 2012

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang :

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 30/KMK.05/1997 TENTANG TATA LAKSANA PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI

KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI KATA PENGANTAR DAN PENGESAHAN KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN BEA DAN CUKAI Menunjuk Surat Keputusan Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Bea dan Cukai nomor KEP-46/PP.5/2012 tanggal 23 April 2012

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 40/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 40/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 40/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENYEGELAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengamanan hak-hak negara dan agar

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P- 30/BC/2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG IMPOR

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA PENGAWASAN ATAS PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA

Lebih terperinci

Nomor : S- 21 /BC/ Januari 2008 Sifat : Segera Lampiran : Satu berkas Hal : Modul Pelaporan Online

Nomor : S- 21 /BC/ Januari 2008 Sifat : Segera Lampiran : Satu berkas Hal : Modul Pelaporan Online DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Jalan Jenderal A. Yani By Pass Telepon 4890308 Jakarta 13230 Teleks 49326 Kotak Pos 108 Jakarta 10002 Faksimili 4750805 Website

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-26/BC/2007 TENTANG TATALAKSANA PINDAH LOKASI PENIMBUNAN BARANG IMPOR YANG BELUM

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG

-1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG -1- KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 10/BC/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : P-10/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom

2017, No Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nom LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.108, 2017 EKONOMI. Pelanggaran HKI. Impor. Ekspor. Pengendalian. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6059) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PENGERTIAN KAPAL SEBAGAI BARANG DALAM PENEGAKAN HUKUM OLEH PEJABAT DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai) Pendahuluan Dengan semakin majunya dunia

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 168/PMK.01/2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DENGAN

Lebih terperinci

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

2015, No Ketentuan Impor Produk Tertentu, dan mengatur kembali ketentuan impor produk tertentu; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1553, 2015 KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR PRODUK TERTENTU

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG IMPOR SEMENTARA ATAU EKSPOR SEMENTARA KENDARAAN BERMOTOR MELALUI POS LINTAS BATAS NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-29/BC/2007 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-29/BC/2007 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-29/BC/2007 TENTANG NOTA HASIL INTELIJEN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 74/PMK.01/2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK DAN/ATAU CUKAI ATAS IMPOR BARANG YANG MENGALAMI KERUSAKAN, PENURUNAN MUTU, KEMUSNAHAN, ATAU PENYUSUTAN VOLUME DAN/ATAU BERAT,

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-24/BC/2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK SERTA PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN

Lebih terperinci

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR

NOMOR : KEP-03/BC/2003 NOMOR : 01/DAGLU/KP/I/2003 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN TERTIB ADMINISTRASI IMPORTIR KEPUTUSAN BERSAMA DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL JALAN JENDERAL A.YANI JAKARTA 13230, KOTAK POS 108 JAKARTA 10002 TELEPON (021) 4890308; FAKSIMILE

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut DJBC adalah salah satu instansi di bawah Kementerian Keuangan yang berada di garis terdepan dalam pengawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-14/BC/2001 TANGGAL 7 FEBRUARI 2001 TENTANG PEMBLOKIRAN PERUSAHAN DI BIDANG KEPABEANAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-14/BC/2001 TANGGAL 7 FEBRUARI 2001 TENTANG PEMBLOKIRAN PERUSAHAN DI BIDANG KEPABEANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-14/BC/2001 TANGGAL 7 FEBRUARI 2001 TENTANG PEMBLOKIRAN PERUSAHAN DI BIDANG KEPABEANAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/2011

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/2011 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-81/BC/2011 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara dapat diibaratkan seperti manusia yang tidak bisa hidup sendiri dan selalu membutuhkan orang lain, begitu juga dengan negara. Suatu negara memerlukan negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2002 TENTANG TIM KOORDINASI PENINGKATAN KELANCARAN ARUS BARANG EKSPOR DAN IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI MUSI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI MUSI BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI YANG MELINTASI JEMBATAN DI WILAYAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010 Tanggal 31 Agustus 2010 PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN

Lebih terperinci

Tanggal Penetapan: 28 Juli 2016 Tanggal Revisi Revisi ke-

Tanggal Penetapan: 28 Juli 2016 Tanggal Revisi Revisi ke- No. SOP: 008/SOP- WBC.10/KPP.MP.01/ 2016 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KANTOR WILAYAH JAWA TIMUR I KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

II. PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH SKB PPN ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU

II. PERMOHONAN UNTUK MEMPEROLEH SKB PPN ATAS IMPOR ATAU PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK TERTENTU Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-233/PJ./2003 Tanggal : 26 Agustus 2003 Perihal : Tatacara Pemberian Dan Penatausahaan Pembebasan Pajak Pertambahan Nilai Atas Impor Dan Atau Penyerahan

Lebih terperinci

TATACARA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN KEMBALI BARANG DAN/ATAU BAHAN KE DAN DARI PELAKSANA PEKERJAAN SUB KONTRAK

TATACARA PENGELUARAN DAN PEMASUKAN KEMBALI BARANG DAN/ATAU BAHAN KE DAN DARI PELAKSANA PEKERJAAN SUB KONTRAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : PER-10/BC/2011 TENTANG : PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR KEP-63/BC/1997 TENTANG TATA CARA PENDIRIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 1 BAB I TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 1.1 LATAR BELAKANG PERUSAHAAN Kerja praktik di laksanakan di PT. Yunix Cipta Mandiri, perusahaan ini bergerak dalam bidang General Contractor And Supplier. 1.1.1 Sejarah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 13 /BC/1999 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 13 /BC/1999 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 13 /BC/1999 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN DENGAN PENERBITAN NOTA HASIL INTELIJEN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-20/BC/2008 TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-43/BC/1999 T E N T A N G

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-43/BC/1999 T E N T A N G KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-43/BC/1999 T E N T A N G TATACARA PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG DAN/ATAU BAHAN DARI GUDANG BERIKAT UNTUK DIOLAH, DIRAKIT ATAU DIPASANG

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :45

1 of 5 21/12/ :45 1 of 5 21/12/2015 12:45 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224/PMK.011/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.03/2010

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1996 TENTANG PENINDAKAN DI BIDANG KEPABEANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-35/BC/1997 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-35/BC/1997 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP-35/BC/1997 TENTANG TATA LAKSANA AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI PADA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.350/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS MENGHENTIKAN, MEMERIKSA, MEMBAWA DAN MENAHAN KAPAL OLEH KAPAL PENGAWAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik

Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik Kewajiban Pabean Atas Impor- Ekspor Tenaga Listrik ABSTRAK Impor tenaga listrik sebagaimana impor barang/komoditi lainnya wajib menyelesaikan kewajiban pabean berupa penyampaian dokumen pemberitahuan impor

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 38 /BC/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER-03/BC/2014 TENTANG

Lebih terperinci

PENGAWASAN KEPABEANAN. diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai

PENGAWASAN KEPABEANAN. diwujudkan dengan efektif. Masing-masing organisasi mempunyai rencana untuk mencapai PENGAWASAN KEPABEANAN Oleh : Bambang Semedi (Widyaiswara Pusdiklat Bea dan Cukai, periode 10 Mei 2013) Pendahuluan Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk menjamin atau menjaga agar rencana dapat diwujudkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru. No.557, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 39/BC/1997 TENTANG SEGEL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 39/BC/1997 TENTANG SEGEL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 39/BC/1997 TENTANG SEGEL BEA DAN CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pengamanan hak-hak negara dan agar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru. No.557, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63/M-DAG/PER/12/2009 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib. membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 pengertian pajak Menurut Adriani (2010:3), pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 107/PMK. 04/2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 107/PMK. 04/2009 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 107/PMK. 04/2009 TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR PERSENJATAAN, AMUNISI, PERLENGKAPAN MILITER DAN KEPOLISIAN, TERMASUK

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai 13 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 3.1 Gambaran Umum Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Bandar Lampung Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Bandar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM.1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (PORT CLEARANCE)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM.1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (PORT CLEARANCE) PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM.1 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR (PORT CLEARANCE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Gambar 10.1 : Jendela SPB (User nautika1)

Gambar 10.1 : Jendela SPB (User nautika1) BAB X MODUL SURAT PERINTAH BERLAYAR SPB Modul SPB berfungsi untuk mengelola data surat perintah berlayar (SPB) yang merupakan tindak lanjut dari penyiapan kapal. Data-data SPB dibentuk dengan memanfaatkan

Lebih terperinci

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE

SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE SE-13/PJ.43/2001 PENGANTAR KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 254/KMK.03/2001 TANGGAL 30 APRIL 2001 TE Contributed by Administrator Thursday, 10 May 2001 Pusat Peraturan Pajak Online PENGANTAR KEPUTUSAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2001 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI, SUSUNAN ORGANISASI, DAN TATA KERJA INSTANSI VERTIKAL DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR : KEP- 38/BC/1997 TENTANG PEMERIKSAAN BADAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya pencegahan pelanggaran peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA)

Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA) Pelayanan Kepabeanan Terhadap Barang Ekspor Fasilitas Kepabeanan dan Tidak Dipungut Cukai Pada Regulated Agent (RA) Kuala Namu, 21 September 2016 Latar Belakang & Ruang Lingkup 1 Latar Belakang Adanya

Lebih terperinci

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *)

FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) FUNGSI KEPABEANAN Oleh : Basuki Suryanto *) Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, bahwa yang dimaksud

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 453/KMK.04/2002 TENTANG TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG IMPOR MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst

2015, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, perlu mengatur kembali ketentuan impor tekstil dan produk tekst No.1552, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Impor. Produk Tertentu. Batik. Motif Batik. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86/M-DAG/PER/10/2015 TENTANG KETENTUAN IMPOR

Lebih terperinci

2011, No b. bahwa dalam rangka pemberian pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan/atau persenjataan untuk mendukung pelaksanaan tugas, fung

2011, No b. bahwa dalam rangka pemberian pembebasan bea masuk atas impor peralatan dan/atau persenjataan untuk mendukung pelaksanaan tugas, fung No.826, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pembebasan Bea Masuk. Impor Persenjataan. Pertahanan dan Keamanan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 212/PMK.011/2011

Lebih terperinci

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TATA CARA PEMBERIAN KERINGANAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN OLEH INDUSTRI/INDUSTRI JASA YANG MELAKUKAN PEMBANGUNAN/ PENGEMBANGAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NO. 135/KMK.05/2000

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR : KEP-60/BC/2008 TENTANG PENETAPAN STANDARD PROSEDUR OPERASI DI LINGKUNGAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang Mengingat : Bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERLAKUAN KEPABEANAN, PERPAJAKAN, DAN CUKAI SERTA TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI SERTA BERADA DI KAWASAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENINDAKAN DI BIDANG CUKAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-19/BC/2007

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-19/BC/2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR: P-19/BC/2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SALINAN TENTANG. kepabeanann. Negara Republik. (Lembaran. dan Organisasi

SALINAN TENTANG. kepabeanann. Negara Republik. (Lembaran. dan Organisasi MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 175/PMK.01/2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 448/KMK.01/2001 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 40/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KACA LEMBARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK Menimbang : a. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 70/PMK.04/2007 TENTANG KAWASAN PABEAN DAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4), Pasal 10A

Lebih terperinci