ANALISA PEMBENTUKAN GERAM PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA AISI 4340

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISA PEMBENTUKAN GERAM PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA AISI 4340"

Transkripsi

1 ANALISA PEMBENTUKAN GERAM PADA PROSES PEMBUBUTAN BAJA AISI 4340 Fajar Buana Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan Jl.Panglima Denai, Jermal 10, No.65 Abstrak Proses pemesinan banyak ditemukan pada industri manufaktur, proses ini mampu menghasilkan komponen yang memiliki bentuk rumit dengan tingkat akurasi yang tinggi. Prinsip pemesinan dapat diartikan sebagai sebuah proses dari sebuah pahat potong yang bersentuhan dengan sebuah bendakerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram.untuk melakukan proses pemesinan harus diperhitungkan kekuatan materialyang akan dipotong dan kekuatan pahat yang akan digunakan. Pahat potong yang digunakan harus lebih keras dari material (benda kerja) juga harus disesuaikan pemakaian kecepatan potong pada proses tersebut, karena kecepatan potong yang lebih tinggi dibutuhkan pahat potong yang lebih kuat. Hardmetal cutting tools adalah suatu pahat potong yang dapat meminimalkan break down timekarena jenis pahat ini mudah melakukan penggantian bila pahat aus. Penggunaan Hardmetal cutting tools mengakibatkan produktifitas dapat dimaksimalkan sehingga akan meningkatkan reliabilitas dan kepresisian produk, menekan waktu produksi serta biaya produksi sehingga harga jual produk terjangkau dan pada akhirnya akan memperkuat kemampuan perusahaan untuk berkompetisi dengan kompetitornya. Kata Kunci : Pembubutan, Baja AISI 4340, Geram Abstrac Machining processes commonly found in the manufacturing industry, the process is able to produce components that have complex shapes with a high degree of accuracy. The principle of machining can be defined as a process of a chisel cut which is in contact with a bendakerja to dispose of the workpiece surface in the form geram.untuk perform machining processes must be taken into account materialyang force will be cut and chisel force to be used. Chisel cut which used to be harder than the material (workpiece) should also be adapted use of the cutting speed on the process, because of the higher cutting speeds required chisel cutting stronger. Hardmetal cutting tools are a cutting chisel to break down timekarena minimize this type of cutting tool easily perform the replacement when worn chisel. The use Hardmetal cutting tools resulting in productivity can be maximized so that it will improve the reliability and precision of the product, suppress production time and production costs and selling prices are affordable and will ultimately strengthen the company's ability to compete with competitors. Keywords: turning, Steel AISI 4340, Furious Pendahuluan Perkembangan industri manufaktur menjadi suatu alasan utama dilakukan proses pemesinan yang berbeda dari sebelumnya. Tiga isu penting yang berkembang saat ini yaitu proses yang cepat, biaya yang murah dan ramah lingkungan menjadikan tantangan sendiri bagi industri manufaktur untuk dapat melakukan inovasi dibidang pemesinan. Untuk menjawab tantangan ini, inovasi pertama dilakukan dengan proses pemesinan laju tinggi (high speed machining), dengan menggunakan proses ini diharapkan waktu untuk memproduksi dapat berkurang sehingga biaya yang diperlukan dapat menurun, namun hal ini juga masih menjadi kendala manakala proses ini juga memerlukan biaya yang cukup tinggi karena dalam prosesnya masih digunakan media pendingin (coolant). Selain itu, proses ini masih mencemari lingkungan. Hal lainnya yang menjadi masalah adalah adanya pengaruh buruk untuk kesehatan dari cairan pemotongan. Kendala ini menjadi suatu hal yang harus diselesaikan, beberapa pakar pemesinan mulai merekomendasikan inovasi selanjutnya, dimulai dengan melakukan proses pemesinan kering (dry machining). Konsep pemesinan kering ini sebenarnya biasa dilakukan oleh industri manufaktur.pemotongan logam pada saat memotong besi tuang. Namun demikian untuk bahanbahan yang lain tidak lazim dilakukan. Dari aspek proses pemesinan, pemesinan kering berarti pemotongan logam dilakukan pada suhu dan gesekan yang relative tinggi. Akhir tahun 1970 penggunaan proses pembubutan keras (hard turning) dijadikan inovasi berikutnya untuk mengatasi permasalahan yang ada, hal 1

2 ini terbukti melalui proses pembubutan keras dapat mereduksi waktu pemesinan hingga 60%. Literatur menyebutkan bahwa penelitian yang telah dilakukan dikonsentrasikan pada mekanisme pembentukan geram dalamrangka mencari hubungan karakteristikproses dan stabilitas pemotongan padaproses proses bubut keras. Penelitian lainnya difokuskan pada suhu pemotongan, komposisi dan karakteristik keausan pahat CBN dan efek properti material, geometri pahat dankondisi pemotongan terhadap integritas permukaan benda kerja. Selain itu, menurut Nouari dan Ginting (2007) bahwa pahat karbida dengan multi lapisan mampu memotong dengan kecepatan yang tinggi dan pemotongan yang kering, tetapi bahan yang digunakan masih dibawah 55 HRC. Hal ini membuktikan bahwa hanya pahat intan yang mampu melakukan pemotongan untuk kekerasan 55 HRC. Namun dikarenakan biaya untuk produksi menggunakan pahat intan relatif tinggi, sebagai alternatif untuk mengatasi masalah ini digunakan pahat CBN. Berta (2014), melakukan studi pengaruh parameter pemotongan terhadap geometri geram pada pemesinan laju tinggi, keras, dan kering. Baja yang digunakan yaitu AISI 4140 menggunakan pahat jenis CBN pada mesin bubut kecepatan tinggi. Geram yang terbentuk seperti mata gergaji. Samuel (2015), melakukan analisa rasio ketebalan geram pada proses pembubutan. Hasil penelitian bahwa pengaruh kecepatan potong yang tinggi rasio ketebalan geram akan menurun, sedangkan pengaruh kedalaman potong yang besar rasio ketebalan geram akan meningkat. Dan dengan tingkat kepercayaan 95 % variasi kecepatan potong akan memberikan pengaruh terhadap rasio ketebalan geram pada proses pembubutan baik kedalaman potong 0,25 mm maupun kedalaman potong 1,00 mm. Armansyah Ginting (2006), mempelajari karakteristik pemotongan Ortogonal kering paduan titanium Ti6Al4V menggunakan pahat karbida. Pada kajian ini, paduan titanium Ti6Al4V dipotong menggunakan pahat karbida (WC-Co) dengan tujuan mempelajari karaktersitik pemotongan ortogonal kering bahan tersebut. Pahat karbida sisipan dipasangkan pada pemegang pahat sehingga menghasilkan geometri pahat terpasang bersudut geram (γ) 0 o dan 30 o. Tiga tingkat laju pemotongan (Vc) yaitu 15, 30 dan 60 m/min serta pemakanan (f) yaitu 0.1, 0.2 dan 0.3 mm/tooth ditetapkan sebagai kondisi pemotongan. Hasil kajian menunjukkan bahwa pahat karbida bersudut geram 30 o tidak dapat digunakan untuk pemotongan ortogonal Ti6Al4V karena mengalami kegagalan katastropik segera setelah pemotongan sepanjang 1000 mm untuk seluruh kondisi pemotogan. Untuk pahat bersudut geram 0 o, pemotongan dapat berlangsung untuk semua kondisi pemotongan dan didapati bahwa gaya pemotongan cenderung turun seiring dengan kenaikan laju pemotongan pada pemakanan 0.1 mm tetapi yang sebaliknya terjadi saat pemakanan dinaikkan hingga 0.3 mm. Hal ini terjadi akibat peristiwa pelembutan material pada suhu pemotongan tinggi dan juga berkaitan erat dengan parameter pembentukan geram yaitu koefisien gesek (μ) dan sudut geser utama (φ), dan lokalisasi kawasan geser adiabatik saat pembentukan geram bersegmen. Tim penelitian, Imran (2016) melakukan penelitian dengan judul Analisa gaya dan suhu pemotongan terhadap bentuk geram pada pembubutan AISI Pahat potong yang digunakan jenis HSS dengan 3 kondisi permesinan. Dengan mengacu metode yang dilakukan oleh Imran, maka pada penelitian ini juga melakukan pengamatan bentuk geram pada pembubutan baja AISI Perbedaannya pada penggunaan pahat potong CBN, namun tempat pengamatan geram dilakukan di tempat yang sama, kecepatan bubut juga rendah, sedang, dan tinggi, serta tidak melakukan perhitungan suhu geram yang terjadi saat pembubutan (hanya perhitungan gaya pembentukan geram). Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini diantaranya: 1. Melihat bentuk geram yang terbentuk pada proses pembubutan baja AISI 4340 pada laju pemotongan rendah, sedang, dan tinggi. Menghitung komponen kecepatan dan gaya pembentukan geram pada pembubutan baja AISI 4340 untuk laju rendah, rendah, dan tinggi. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah 1. Untuk Akademis Dapat memberikan informasi mengenai bentuk geram yang terbentuk untuk proses pembubutan baja AISI 4340 dengan pahat CBN pada laju pemotongan rendah, sedang, tinggi. 2. Untuk Bidang Industri Dijadikan pertimbangan dalam menghasilkan suatu produk agar dapat meningkatkan kualitas serta ramah lingkungan. Geram Geram merupakan bagian dari material yang terbuang yang dihasilkan dari proses pemesinan. Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat perputaran benda kerja sebagai suatu geram tunggal, tergantung pada parameter kerja mesin. Proses Pembentukan Geram Geram yang dihasilkan berupa suatu tali berkelanjutan atau berupa potongan-potongan, dalam banyak kasus formasi geram yang terjadi adalah seperti pada gambar 2.6 Dari gambar menunjukkan bahwa pemotongan adalah proses diskontinu dan gaya antara geram dan alat potong tidak konstan. Formasi geram yang dihasilkan juga dapat dilakukan dengan pendekatan model pemesinan Orthogonal 2

3 sebagaimana yang dikemukakan oleh Merchant, model ini mengasumsikan formasi geram dengan dua dimensi. Gambar 2.6 Formasi geram pada proses bubut menurut analogi kartu Dari gambar di atas terlihat bahwa terbentuknya geram dapat dianalogikan sebagai tumpukan kartu dengan posisi sedikit miring kemudian didorong dengan papan (penggaris) yang membuat sudut terhadap garis vertical (sesuai dengan sudut geram) maka kartu bergeser keatas relatif terhadap kartu di belakangnya.pergeseran tersebut berlangsung secara berurutan dan kartu terdorong melewati bidang atas papan. Analogi kartu tersebut menerangkan keadaan sesungguhnya dari kristal logam (struktur butir metalografis) yang terdeformasi sehingga merupakan lapisan tipis yang bergeser pada bidang geser. Morfologi Geram Geram yang dihasilkan dari proses pemesinan untuk logam dan paduan logam pada umumnya dapat diklasifikan menjadi tiga kategori berdasarkan perbedaan geometri bentuk geram. Beberapa morfologi geram tersebut diantaranya: 1. Geram Kontinu (continuous / Flow chips) Geram kontinu dapat dilihat pada gambar 2.7 dihasilkan pada pemesinan untuk bahan yang liat (ductile) dan geram ini dikelompokkan dengan jenis penampang lintang yang seragam (uniform crosssection). Gambar 2.8 Geram Bersegmen atau Seperti Mata Gergaji 3. Geram Tidak Kontinu (Discontinuous chips) Geram tidak kontinu dapat dilihat pada gambar 2.9 biasanya terbentuk pada pemesinan untuk bahan yang getas (brittle) pada kecepatan pemotongan yang rendah, pemakanan dan kedalaman pemotongan yang tinggi dan gesekan antar pahat dan geram yang tinggi. Gambar 2.9 Geram Tidak Kontinu (Discontinuous chips) Bahan Benda Kerja 1. Baja paduan rendah AISI 4340 Baja ini merupakan jenis baja yang banyak digunakan sebagai bahan teknik antara lain sebagai bahan komponen mesin yang berbentuk bulat dengan diameter 30 mm dan panjang 30 cm seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1. Gambar 2.7 Geram kontinu (continuous / Flow chips) 2. Geram Bersegmen dapat dilihat pada gambar 2.8 atau Seperti Mata Gergaji (Segmented or Saw-Tooth chips) Geram seperti mata gergaji biasanya dinamakan geram bersegmen adalah geram semikontinu dan memiliki kawasan regangan geser yang kecil (untuk geram kontinu) dan regangan geser yang tinggi (untuk geram tidak kontinu). Gambar 3.1. Baja paduan rendah AISI 4340 Komposisi kimia baja AISI 4340 dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Komposisi kimia baja AISI 4340 Unsur Kadar (%) Unsur Kadar (%) C 0,41 Mo 0,203 Si 0,24 Cu 0,199 3

4 S 0,10 W 0,009 P 0,154 Sn 0,010 Mn 0,78 Co 0,012 Ni 1,632 Al 0,013 Cr 0,810 Fe Balance Sifat termal baja AISI 4340 ditampilkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Sifat termal baja AISI 4340 Massa jenis Sifat mekanik baja AISI 4340 ditampilkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3. Sifat mekanik baja AISI 4340 Sifat Sifat Konduktivitas termal Kalor jenis Nilai Rasio Poisson 0,27 Modulus elastisitas Kekuatan tarik maksimum Kekuatan luluh Nilai 7999 kg/m 3 16,3 W/m.⁰ C 500 J/kg. ⁰ C 193 GPa N/in N/in 2 2. Pahat potong Adapun jenis pahat CBN yang digunakan adalah Sandvik Coromant yang direkomendasikan untuk pemotongan baja dengan kekerasan dan ketangguhan yang tinggi melalui proses bubut. Dimensi pahat CBN dapat dilihat pada Gambar 3.2. Keterangan L : 16 mm Ic : 9,52 mm Ød : 3,81 mm Radius pojok (rε) = 0,8 mm Tebal mata pahat (s) = 4,76 mm Sudut potong utama = 91⁰ Sudut geram = -6⁰ Kondisi Permesinan Variabel kondisi pemesinan seperti kecepatan potong (Vc), dan gerak makan (f) disesuaikan dengan kondisi dari putaran, gerak makan yang ada pada mesin bubut. Selain itu, diameter dari benda kerja juga harus disesuaikan untuk mendapatkan kecepatan potong yang nilainya mendekati dari kondisi pada Tabel 3.4 di bawah ini. Tabel 3.4. Kondisi permesinan Kondisi n (rpm) Vc (m/min) f () ,34 0,1 0, ,20 0,1 0, ,50 0,1 0,2 A(mm) Pengambilan foto bentuk geram Bentuk geram dapat diketahui dengan langkah langkah sebagai berikut: 1. Satu diantara geram yang telah dikumpulkan untuk satu kondisi pemesinan pada proses pemesinan dimounting menggunakan resin epoxy dan pengeras. 2. Geram yang sudah selesai dimounting kemudian dipolish dengan kertas pasir dan dietsa menggunakan alkohol dan asam nitrat. 3. Proses selanjutnya ialah mengambil gambar morfologi geram dengan bantuan mikroskop optik dengan 200 kali pembesaran. 4. Setelah pengambilan gambar morfologi geram selesai, kemudian gambar morfologi geram untuk setiap kondisi pemesinan dikumpulkan menjadi satu folder. Gambar 3.2. Geometri Pahat CBN 4

5 Pengukuran bentuk geram 1. Sebelum pengukuran geometri geram dilakukan, terlebih dahulu hasil pengukuran tebal geram setelah terpotong (hc) dengan mistar ingsut digital untuk seluruh proses pemotongan pada setiap kondisi pemesinan dirata ratakan. 2. Satu diantara gambar morfologi geram untuk satu kondisi pemesinan yang telah diperoleh dari mikroskop dibuka melalui ms word kemudian dilihat dimensi dokumennya terutama lebar gambar. Nilai lebar gambar morfologi yang tertera di ms word tersebut kemudian dibagi dengan skala pembesaran yaitu 200. Hasil pembagian inilah yang menjadi panjang geram sebenarnya pada gambar morfologi geram. 3. Sesuaikan ukuran gambar di ms Word dengan dimensi dokumen yang asli hasil foto (dimensi yang dimaksud adalah dimensi awal, bukan dimensi hasil pembagian dengan skala 200 kali pembesaran). 4. Gambar double arrow diletakkan di tinggi gigi (tinggi gigi yang dimaksud merupakan tebal geram setelah terpotong (hc)) pada gambar morfologi geram, panjang double arrow yang ada pada format width dibagi 200 (nilai 200 ini merupakan nilai pembesaran dari mikroskop) dan karena satuan panjang double arrow dalam cm maka hasil pembagian dikalikan 10 mm (1cm = 10mm), untuk lebih jelasnya pada rumus di bawah: Gambar 3.8. Cara Pengukuran jarak antar mata gergaji (δ) 6. Kemudian dihitung berapa jumlah mata gergaji (np) yang ada pada setiap gambar morfologi geram dengan mengamati mata gergaji seperti pada Gambar Selanjutnya jarak antar mata gergaji (δ) diukur dengan cara yang sama dengan point 3 yaitu menggunakan gambar double arrow. Pada gambar morfologi geram, gambar double arrow diletakkan di setiap jarak antar mata gergaji kemudian setiap panjang double arrow dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah jarak antar mata gergaji yang ada pada gambar morfologi geram (hal ini berarti bahwa jarak antar mata gergaji yang diukur merupakan jarak rata-rata mata gergaji yang dihasilkan melalui hasil bagi antara jumlah panjang mata gergaji yang diukur dengan bantuan double arrow dengan berapa jumlah jarak antar mata gergaji yang ada pada gambar morfologi geram). Cara mengukur hc dapat dilihat pada Gambar 3.7 dan cara pengukuran jarak antar mata gergaji diperlihatkan pada Gambar 3.8. Gambar 3.9. Cara Penghitungan Jumlah Mata Gergaji (np) 7. Setelah jumlah mata gergaji (np) dihitung maka dilanjutkan dengan menghitung rasio geram (rp) dengan persamaan 3.1 berikut: Dimana: rp = rasio geram np = jumlah mata gergaji 1,05 = lebar morfologi geram/skala pembesaran = 210/ Proses ini diulangi untuk setiap kondisi pemesinan lainnya, setelah itu data yang telah diukur dan dihitung dikumpulkan di tabel pengumpulan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 3.7. Cara mengukur hc Bentuk Geram yang dihasilkan Kondisi Pemotongan I Bentuk atau morfologi geram hasil pembubutan baja AISI 4340 diamati menggunakan Foto. Pada gambar 4.1 disajikan bentuk geram yang dihasilkan dari kondisi pemotongan sebagai berikut: a) Kedalaman potong (a) = 0,2 mm 5

6 Sehingga b) Putaran spindle (n) = 300 rpm c) Diamater rata-rata (d) = 29,8 mm d) Gerak makan (f) = 0,1 Dari gambar 4.1 dapat diamati bahwa bentuk geram yang terbentuk memiliki geometri seperti mata gergaji (sawtooth). Hal yang menarik untuk diamati lebih lanjut adalah jumlah mata gergaji yang terbentuk untuk setiap satuan panjang (np), jarak antar puncak mata gergaji (δ) dan tentu saja ketebalan geram yang terbentuk (deformed chip thickness/hc). Pada gambar 4.1 dapat dihitung bahwa jumlah np adalah 3 puncak untuk 1,05 mm panjang. Maka nilai rasio (rp) untuk geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan ini adalah rp = 3/1,05 = 2,86. Selanjutnya pengukuran terhadap jarak antara puncak mata gergaji (δ) diperoleh untuk geram ini adalah 0,3 mm, dan tebal geram setelah terpotong (hc) adalah (9 mm / 200) x 10 mm = 0,5 mm. Dari gambar 4.2 dapat diamati bahwa bentuk geram yang terbentuk memiliki geometri seperti mata gergaji (sawtooth). Sehingga dapat dihitung bahwa jumlah np adalah 12 puncak untuk setiap 1,05 mm panjang. Maka nilai rasio (rp) untuk geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan ini adalah rp = 12/1,05 = 11,42. Selanjutnya pengukuran terhadap jarak antara puncak mata gergaji (δ) diperoleh untuk geram ini adalah 0,15 mm, dan hc adalah (9 mm / 200) x 10 mm = 0,2 mm. hc 1,05 mm Gambar 4.2. Bentuk geram pada kondisi pemotongan II δ 1,05 mm δ hc Kondisi Pemotongan III Bentuk atau morfologi geram diamati menggunakan Foto. Pada gambar 4.3 disajikan bentuk geram yang dihasilkan dari kondisi pemotongan sebagai berikut: a) Kedalaman potong (a) = 0,2 mm b) Putaran spindle (n) = 700 rpm c) Diamater rata-rata (d) = 29,8 mm d) Gerak makan (f) = 0,1 Sehingga Gambar 4.1. Bentuk geram pada kondisi pemotongan I Kondisi Pemotongan II Bentuk atau morfologi geram diamati menggunakan Foto. Pada gambar 4.2 disajikan bentuk geram yang dihasilkan dari kondisi pemotongan sebagai berikut: a) Kedalaman potong (a) = 0,2 mm b) Putaran spindle (n) = 500 rpm c) Diamater rata-rata (d) = 29,8 mm d) Gerak makan (f) = 0,1 Sehingga hc Dari gambar 4.3 dapat diamati bahwa bentuk geram yang terbentuk memiliki geometri kontinu (Flow chips). Sehingga dapat dihitung bahwa jumlah np adalah 10 puncak untuk setiap 1,05 mm panjang. Maka nilai rasio (rp) untuk geram yang dihasilkan pada kondisi pemotongan ini adalah rp = 10/1,05 = 9,52. Selanjutnya pengukuran terhadap jarak antara puncak mata gergaji (δ) diperoleh untuk geram ini adalah 0,15 mm, dan hc adalah (17 mm / 200) x 10 mm = 0,1 mm. 6

7 1,05 mm Selanjutnya grafik hubungan kecepatan potong dengan jumlah puncak mata gergaji dan jarak antar mata gergaji dapat dilihat pada Gambar 4.5. δ hc Gambar 4.3. Bentuk geram pada kondisi pemotongan III Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pemaparan di atas, maka geometri dari bentuk geram yang dihasilkan untuk setiap kondisi pemotongan disajikan pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Geometri Geram untuk setiap kondisi pemotongan Kondisi pemotongan Parameter Vc = 0,46 m/s f = 0,1 a = 0,2 mm Vc = 0,77 m/s f = 0,1 a = 0,2 mm Vc = 1,09 m/s f = 0,1 a = 0,2 mm hc (mm) 0,50 0,20 0,10 δ (mm) 0,30 0,15 0,15 np rp 2,86 11,42 9,52 Dari gambar 4.4 dapat diamati bahwa semakin tinggi kecepatan pemotongan maka tebal geram setelah terpotong (hc) akan cendrung menurun dan semakin tinggi kecepatan pemotongan maka jarak antar puncak mata gergaji (δ) juga cendrung turun, turunnya jarak antar puncak mata gergaji (δ) tersebut menyebabkan jumlah puncak mata gergaji (np), rasio geram (rp) cendrung naik. Berikut ini grafik hubungan berdasarkan tabel 4.1 diperlihatkan pada Gambar 4.4. Gambar 4.5. Hubungan kecepatan potong (Vc) dengan jumlah puncak mata gergaji (np) dan jarak antar mata gergaji (δ) Dengan cara perhitungan yang sama, maka akan diperoleh komponen kecepatan dan gaya pembentukan geram untuk kondisi pemotongan II dan III pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Komponen kecepatan dan gaya Kondisi Kondisi Kondisi Parameter I II III Vc (m/s) 0,46 0,77 1,09 f ( ) 0,1 0,1 0,1 a ( mm) 0,2 0,2 0,2 hc (mm) 0,50 0,20 0,10 n (rpm) Kr (derajat) (derajat) h (mm) b (mm) 0,099 0,099 0,099 0,2 0,3 0,3 Gambar 4.4. Hubungan kecepatan potong (Vc) dengan tebal geram setelah terpotong(hc) dan jarak antar mata gergaji (δ) (derajat) η (derajat) Vf (m/s) 5, ,25 28,09 46,66 59,5 27,82-9,32 0,0005 0, ,

8 vc (m/s) Vs (m/s) Ksref (N/mm 2 ) Ks (N/mm 2 ) Fv (N) F (N) Ff (N) Fs (N) Fsn (N) Fy (N) Fyn (N) 0,092 0,385 1,09 0,47 0,89 1, ,8 1531,8 1531,8 2936, , ,59 58,14 87,22 87,22 107,18 101,18 87,39 90,04 51,29 51,80 39,84 56,96 67,90 99,50 83,620 55,013 84,16 42,83-4,87 66,36 91,67 87,26 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bentuk geram yang terbentuk pada proses pembubutan baja AISI 4340 pada laju rendah, sedang, dan tinggi menghasilkan bentuk seperti mata gergaji (saw tooth chips). Tebal geram setelah terpotong untuk laju rendah 0,50 mm, untuk laju sedang 0,20 mm, dan untuk laju tinggi 0,10 mm. Jarak antar puncak mata gergaji pada geram untuk laju rendah 0,30 mm, untuk laju sedang 0,15 mm, dan untuk laju tinggi 0,15 mm. Jumlah puncak mata gergaji yang diperoleh untuk geram dengan laju rendah 3, laju sedang 12, dan laju tinggi 10. Rasio geram untuk laju rendah 2,86, untuk laju sedang 11,42, dan untuk laju tinggi 9,52. Semakin tinggi kecepatan pemotongan maka tebal geram setelah terpotong (hc) dan jarak antar puncak mata gergaji (δ) akan cendrung menurun. Turunnya jarak antar puncak mata gergaji (δ) tersebut menyebabkan jumlah puncak mata gergaji (np), rasio geram (rp) cendrung naik. 2. Gaya potong yang terjadi pada pembubutan baja AISI 4340 dengan laju rendah, sedang, dan tinggi diperoleh masing-masing 58,14 N, 87,22 N, dan 87,22 N. Gaya makan yang terjadi yaitu 90,04 N untuk laju rendah, 51,29 N untuk laju sedang, dan 51,80N untuk laju tinggi. Gaya geser yang terjadi yaitu 39,84 N untuk laju rendah, 56,96 N untuk laju sedang, dan 67,90 N untuk laju tinggi. Gaya gesek pada bidang geram yang terjadi yaitu 84,16 N untuk laju rendah, 42,83 N untuk laju sedang, dan -4,87 N untuk laju tinggi. DAFTAR PUSTAKA 1. Berta, Studi Pengaruh Parameter Pemotongan terhadap Geometri Geram pada Pemesinan Laju Tinggi, Keras dan Kering. Jurnal Dinamis Volume II Nomor Samuel, Analisis Rasio Ketebalan Geram pada Proses Pembubutan. Jurnal Online Poros Teknik Mesin Volume 4 Nomor Armansyah Ginting, (2006). Karakteristik Pemotongan Ortogonal Kering Paduan Titanium Ti6Al4V Menggunakan Pahat Karbida. Jurnal Teknik Mesin Volume 8 Nomor Stella, Pengaruh Variasi Parameter Proses Pemesinan terhadap Gaya Potong pada Mesin Bubut KNUTH DM-1000A. Jurnal Online Poros Teknik Mesin Volume 4 Nomor Fahrul, Kajian Pembentukan Geram AISI 4140 pada Proses Pemesinan Keras, Kering, dan Laju Tinggi. Skripsi. Departemen Teknik Mesin, USU. 6. Fahriza, Analisa gaya dan suhu pemotongan terhadap Geometri Geram pada Pemesinan Tinggi, Keras, dan Kering Bahan AISI 4140-Pahat CBN. Skripsi. Departemen Teknik Mesin, USU. 8

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI

KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI KAJIAN PEMBENTUKAN GERAM AISI 4140 PADA PROSES PEMESINAN KERAS, KERING DAN LAJU TINGGI SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik FAHRUL MUHARRAM 060401003 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING

STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING Jurnal Dinamis Vol.II,No., Januari ISSN 1-79 STUDY PENGARUH PARAMETER PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PEMESINAN LAJU TINGGI, KERAS DAN KERING Berta br Ginting Dosen Jurusan Teknik Mesin Politeknik

Lebih terperinci

ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI PAHAT CBN) SKRIPSI

ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI PAHAT CBN) SKRIPSI ANALISA GAYA, DAN SUHU PEMOTONGAN TERHADAP GEOMETRI GERAM PADA PROSES PEMESINAN TINGGI, KERAS DAN KERING (BAHAN AISI 4140 - PAHAT CBN) SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT OLEH: LILIK SULAIMANSYAH NIM : 020401007 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS

KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS KAJIAN UMUR PAHAT PADA PEMBUBUTAN KERING DAN KERAS BAJA AISI 4340 MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA PVD BERLAPIS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik PIETER 120401043

Lebih terperinci

BAB. 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi

BAB. 1 PENDAHULUAN. Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi BAB. 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring perkembangan dan kebutuhan, industri pemotongan logam menghadapi suatu paradigma dalam peningkatan produktivitas. Selain itu muncul satu masalah utama lagi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)

ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

Lebih terperinci

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS

Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Jurnal Mechanical, Volume 5, Nomor 2, September 214 Aplikasi Cairan Pelumas Pada Pengeboran Pelat ASTM A111 Menggunakan Mata Bor HSS Arinal Hamni, Anjar Tri Gunadi, Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong (Kr) Dengan Pahat Karbida Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Oblique Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong (Kr) Dengan Pahat Karbida Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Oblique Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong (Kr) Dengan Pahat Karbida Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Oblique Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat - Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed

Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Optimasi Cutting Tool Carbide pada Turning Machine dengan Geometry Single Point Tool pada High Speed Badruzzaman a, Dedi Suwandi b a Jurusan Teknik Mesin,Politeknik Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri manufaktur adalah salah satu industri yang berpeluang besar menguasai pasaran. Dalam kegiatannya industri tersebut selalu berhubungan dengan pengerjaan logam,

Lebih terperinci

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris

Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala Simulasi Komputer untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan pada Proses Pembubutan Silindris Muhammad

Lebih terperinci

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.

Bab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur. Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting

Lebih terperinci

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60

PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemesinan Laju Tinggi, Keras, dan Kering Pemesinan laju tinggi, keras dan kering merupakan inovasi baru dalam industri manufaktur. Hal ini disebabkan dalam prosesnya menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. B. Bahan Adapun bahan yang

Lebih terperinci

Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3)

Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3) PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMESINAN KECEPATAN TINGGI TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM UNTUK BEBERAPA LOGAM DENGAN VARIASI NILAI KEKUATAN TARIK Budi Setiyana 1), Rusnaldy 2), Nuryanto 3)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri

I. PENDAHULUAN. industri akan ikut berkembang seiring dengan tingginya tuntutan dalam sebuah industri I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi telah merubah industri manufaktur menjadi sebuah industri yang harus dapat berkembang dan bersaing secara global. Pada dasarnya seluruh elemen dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://en.wikipedia.org/wiki/magnesium). Magnesium ditemukan dalam 60

BAB I PENDAHULUAN. (http://en.wikipedia.org/wiki/magnesium). Magnesium ditemukan dalam 60 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Magnesium adalah salah satu jenis logam yang dikategorikan logam ringan, diantara beberapa logam ringan yang biasa digunakan dalam struktur. Unsur magnesium ditemukan

Lebih terperinci

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING

SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Simulasi untuk Memprediksi Pengaruh... Muhammad Yusuf, M. Sayuti SIMULASI UNTUK MEMPREDIKSI PENGARUH PARAMETER CHIP THICKNESS TERHADAP DAYA PEMOTONGAN PADA PROSES CYLINDRICAL TURNING Muhammad Yusuf 1)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pembubutan Proses pemotongan dengan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Prinsip

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan

BAB I. PENDAHULUAN. keseluruhan juga akan berkurang, sehingga akan menghemat pemakaian bahan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini magnesium banyak digunakan sebagai salah satu bahan komponen otomotif dan elektronik. Sifat magnesium yang ringan berperan penting sebagai pengganti komponen

Lebih terperinci

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY

ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY ANALISIS TOPOGRAFI PERMUKAAN LOGAM DAN OPTIMASI PARAMETER PEMOTONGAN PADA PROSES MILLING ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis & Agustinus Christian Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lab.Proses Produksi, CNC dan material teknik Jurusan Teknik mesin Universitas Lampung untuk pengukuran suhu luaran vortex tube,

Lebih terperinci

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan

Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan TUGAS AKHIR Studi Pengaruh Sudut Potong Pahat Hss Pada Proses Bubut Dengan Tipe Pemotongan Orthogonal Terhadap Kekasaran Permukaan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN

STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN NASKAH PUBLIKASI TUGAS AKHIR STUDI PENGARUH SUDUT POTONG (Kr) PAHAT KARBIDA PADA PROSES BUBUT DENGAN TIPE PEMOTONGAN OBLIQUE TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat - Syarat

Lebih terperinci

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness

Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Simulasi Komputer Untuk Memprediksi Besarnya Daya Pemotongan Pada Proses Cylindrical Turning Berdasarkan Parameter Undeformed Chip Thickness Oegik Soegihardjo Dosen Fakultas Teknologi Industri, Jurusan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Rumusan Masalah. Identifikasi Variabel. Perancangan Percobaan. Analisis dan Pengujian

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Rumusan Masalah. Identifikasi Variabel. Perancangan Percobaan. Analisis dan Pengujian BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini ada beberapa langkah yang dilakukan. Langkah langkah dalam proses pengerjaan Keausan pahat pada proses pemesinan dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaca banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk peralatan optik dan biochips akan tetapi proses fabrikasi kaca sangat terbatas, terutama untuk proses-proses

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin

Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin Pengaruh Jenis Pahat dan Cairan Pendingin PENGARUH JENIS PAHAT DAN CAIRAN PENDINGIN SERTA KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KEKASARAN DAN KEKERASAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

Lebih terperinci

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2

Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2 Pengaruh Kemiringan Benda Kerja dan Kecepatan Pemakanan terhadapgetaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2 Romiyadi 1 1 Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Kampar Jl. Tengku Muhammad

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan

Lebih terperinci

Kerataan Permukaan dan Bentuk Geram

Kerataan Permukaan dan Bentuk Geram Kerataan Permukaan dan Bentuk Geram PENGARUH JENIS PAHAT, KECEPATAN SPINDEL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP TINGKAT KERATAAN PERMUKAAN DAN BENTUK GERAM BAJA ST. 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL MUHAMMAD

Lebih terperinci

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.

PROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd. PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan Laboratorium Metrologi Universitas Lampung serta Laboratorium Material ITB Bandung

Lebih terperinci

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE

PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE PENGARUH SUDUT ORIENTASI ANTARA PAHAT DAN BENDA KERJA TERHADAP BATAS STABILITAS CHATTER PADA PROSES BUBUT ARAH PUTARAN COUNTER CLOCKWISE Oleh Agus Susanto Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ing. Ir. Suhardjono,

Lebih terperinci

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING)

TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) TEORI MEMESIN LOGAM (METAL MACHINING) Proses permesinan (machining) : Proses pembuatan ( manufacture) dimana perkakas potong ( cutting tool) digunakan untuk membentuk material dari bentuk dasar menjadi

Lebih terperinci

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan

Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong. Kekasaran Permukaan Kecepatan potong Kecepatan makan Kedalaman potong Kekasaran Permukaan Kombinasi Parameter Respon Optimum Single Respon Multi Respon V vf a F Ra LPM Sifat mampu mesin yang baik. Kekerasan 170 210 HB. Kekerasannya

Lebih terperinci

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN

ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN ANALISA KEKERASAN MATERIAL TERHADAP PROSES PEMBUBUTAN MENGGUNAKAN MEDIA PENDINGIN DAN TANPA MEDIA PENDINGIN Denny Wiyono Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Polnep Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014

JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014 JURNAL FEMA, Volume 2, Nomor 2, April 2014 Aplikasi Cairan Pelumas Untuk Mengurangi Tingkat Keausan Mata Bor Pada Pengeboran Pelat ASTM A1011 Menggunakan Mata Bor HSS Anjar Tri Gunadi 1), Gusri Akhyar

Lebih terperinci

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Proses Frais. Metal Cutting Process. Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Proses Frais Metal Cutting Process Sutopo Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Cutting tools review questions: Penentuan parameter pemotongan manakah yang paling mempengaruhi keausan alat potong?

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA PROSES PEMBUBUTAN TERHADAP SURFACE ROUGHNESS DAN TOPOGRAFI PERMUKAAN MATERIAL ALUMINIUM ALLOY Sobron Yamin Lubis 1, Erwin Siahaan 2 dan Kevin Brian 3 1,2,3 Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dimulai dari proses pengambilan data dan pengumpulan data yang meliputi rotasi per menit ( RPM), kecepatan potong dan batas pahat. Data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES

PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES PENGARUH PEMAKANAN (FEED) TERHADAP GEOMETRI DAN KEKERASAN GERAM PADA HIGH SPEED MACHINING PROCESSES Rusnaldy 1), Budi Setiyana 2) Abstrak Meningkatnya permintaan untuk memperbesar produktivitas dengan

Lebih terperinci

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41

JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 2013 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41 JURNAL FEMA, Volume 1, Nomor 4, Oktober 201 UNJUK KERJA VORTEX TUBE COOLER PADA PEMESINAN BAJA ST41 Akhmad Isnain Pulungan 1), Gusri Akhyar Ibrahim 2), Yanuar Burhanuddin 2) 1 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH CRATER WEAR DAN FLANK WEAR PAHAT TUNGSTEN CARBIDE PADA GAYA MAKAN DAN GAYA POTONG PADA PEMBUBUTAN MATERIAL AL 2024-T4 TUGAS AKHIR GUNAWAN SETIAWAN KUSCAHYANTO L2E 007 039

Lebih terperinci

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon,

OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI Jl. Jend. Sudirman Km 3 Cilegon, OPTIMASI PARAMETER PEMESINAN TANPA FLUIDA PENDINGIN TERHADAP MUTU BAJA AISI 1045 Haryadi 1, Slamet Wiyono 2, Iman Saefuloh 3, Muhamad Rizki Mutaqien 4 1,2,3,4 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Jurusan Teknik

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Jurusan Teknik III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Jurusan Teknik mesin Universitas Lampung untuk proses milling (frais) specimen uji dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut

BAB II MESIN BUBUT. Gambar 2.1 Mesin bubut BAB II MESIN BUBUT A. Prinsip Kerja Mesin Bubut Mesin bubut merupakan salah satu mesin konvensional yang umum dijumpai di industri pemesinan. Mesin bubut (gambar 2.1) mempunyai gerak utama benda kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu industri yang berpeluang menguasai pasaran dan perkembangannya makin pesat adalah industri pembuatan komponen mesin (Mike dan Grover, 1996). Dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Dalam topik penelitian ini, ada beberapa hasil yang telah dicapai dalam penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan distribusi panas yang terjadi pada proses pemesinan.

Lebih terperinci

SAT. Pengaruh Kemiringan Spindel Dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Getaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2. Romiyadi, Emon Azriadi. 1.

SAT. Pengaruh Kemiringan Spindel Dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Getaran Mesin Frais Universal Knuth UFM 2. Romiyadi, Emon Azriadi. 1. Teknobiologi JI SAT Jurnal Ilmiah Sains Terapan Lembaga Penelitian Universitas Riau Jurnal Teknobiologi, V(1) 2014: 31 36 ISSN : 2087 5428 Pengaruh Kemiringan Spindel Dan Kecepatan Pemakanan Terhadap Getaran

Lebih terperinci

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C

ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C ANALISIS UMUR PAHAT DAN BIAYA PRODUKSI PADA PROSES DRILLING TERHADAP MATERIAL S 40 C 1 Azwinur, 2 Taufiq 1 Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh-Medan Km.280 Buketrata Lhokseumawe.

Lebih terperinci

PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340

PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340 TUGAS AKHIR TEKNIK MANUFAKTUR (TM091486) PENGARUH CAIRAN PENDINGIN BERTEKANAN TINGGI TERHADAP GAYA POTONG, KEAUSAN TEPI PAHAT, DAN KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES BUBUT MATERIAL AISI 4340 ANDI PURWANTO

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT

PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT PENGARUH KEDALAMAN POTONG, KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GAYA PEMOTONGAN PADA MESIN BUBUT Waris Wibowo & Prasetya Sigit S. Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ( AMY ) ABSTRAK Gaya pemotongan digunakan

Lebih terperinci

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN

ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN ANALISIS KEAUSAN PAHAT TERHADAP KUALITAS PERMUKAAN BENDA KERJA PADA PROSES PEMBUBUTAN Eko Prasetyo, Hendri Sukma 2, Agri Suwandi 2 Jurusan Teknik Mesin Universitas Pancasila, Srengseng Sawah Jagakarsa,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.1. Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Universitas Sebelas Maret Surakarta 3.1.2. Alat dan bahan 3.2.1 Alat Alat yang dipergunakan

Lebih terperinci

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41

HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41 Tesis PEMODELAN TEMPERATUR PAHAT POTONG HSS PADA PROSES BUBUT DENGAN METODE TOOL TERMOKOPEL TIPE-K DENGAN MATERIAL St 41 Mochamad Mas ud 2107 201 007 Pembimbing Ir. Bambang Pramujati, MSc Eng., Ph.D Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi. maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi, Penggunaan mesin frais (milling) baik untuk keperluan produksi maupun untuk kaperluan pendidikan, sangat dibutuhkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PROSES PERMESINAN BUBUT PADA KACA TUGAS AKHIR DIKA FAJAR PRATAMA SETIADI L2E FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN

UNIVERSITAS DIPONEGORO PROSES PERMESINAN BUBUT PADA KACA TUGAS AKHIR DIKA FAJAR PRATAMA SETIADI L2E FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS DIPONEGORO PROSES PERMESINAN BUBUT PADA KACA TUGAS AKHIR DIKA FAJAR PRATAMA SETIADI L2E007028 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN SEMARANG MARET 2012 TUGAS AKHIR Diberikan kepada: Nama : Dika

Lebih terperinci

Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test

Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test Analisis Umur dan Keausan Pahat Karbida untuk Membubut Baja Paduan (ASSAB 760) dengan Metoda Variable Speed Machining Test Hendri Budiman dan Richard Laboratorium Proses Produksi, Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teknologi pemesinan saat ini telah berkembang sangat pesat, bermula pada tahun 1940-an dimana pembuatan produk benda masih menggunakan mesin perkakas konvensional

Lebih terperinci

Karakteristik Pemotongan Ortogonal Kering Paduan Titanium Ti6Al4V Menggunakan Pahat Karbida

Karakteristik Pemotongan Ortogonal Kering Paduan Titanium Ti6Al4V Menggunakan Pahat Karbida Karakteristik Pemotongan Ortogonal Kering Paduan Titanium Ti6Al4V Menggunakan Pahat Karbida Armansyah GINTING 1 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan Email: draginting@yahoo.com

Lebih terperinci

JTM. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014,

JTM. Volume 02 Nomor 02 Tahun 2014, PENGARUH JENIS BENDA KERJA, KEDALAMAN PEMAKANAN DAN KECEPATAN SPINDEL TERHADAP TINGKAT KERATAAN PERMUKAAN DAN BENTUK GERAM BAJA ST. 41 DAN ST. 60 PADA PROSES MILLING KONVENSIONAL LAILI FITRIYAH S1 Pendidikan

Lebih terperinci

ABSTRAK KARAKTERISTIK CACAT KOMPOSIT EPOXY BERPENGUAT HYBRID ANYAMAN SERAT KARBON DAN SERAT BASALT PADA PERMESINAN DRILLING

ABSTRAK KARAKTERISTIK CACAT KOMPOSIT EPOXY BERPENGUAT HYBRID ANYAMAN SERAT KARBON DAN SERAT BASALT PADA PERMESINAN DRILLING ABSTRAK KARAKTERISTIK CACAT KOMPOSIT EPOXY BERPENGUAT HYBRID ANYAMAN SERAT KARBON DAN SERAT BASALT PADA PERMESINAN DRILLING Proses permesinan pada mesin perkakas merupakan salah satu jenis proses pembuatan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP TEMPERATUR PEMOTONGAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP TEMPERATUR PEMOTONGAN PADA PROSES PEMBUBUTAN PENGARUH KECEPATAN POTONG TERHADAP TEMPERATUR PEMOTONGAN PADA PROSES PEMBUBUTAN Steven Moseas. Lukas. Gambeh 1), Rudy Poeng 2), Irvan Rondonuwu 3) Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan

BAB li TEORI DASAR. 2.1 Konsep Dasar Perancangan BAB li TEORI DASAR Pada bab ini dijelaskan mengenai konsep dasar perancangan, teori dasar pemesinan, mesin bubut, komponen komponen utama mesin dan eretan (carriage). 2.1 Konsep Dasar Perancangan Perancangan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045

DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045 DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045 Slamet Wiyono 1*, Rina Lusiani 2, Ari Wibowo 3 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENDAHULUAN Proses pengeboran merupakan proses permesinan yang paling sering digunakan setelah proses bubut karena hampir semua komponen dan produk permesinan mempunyai lubang.

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D.

Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D. Muhammad Iska Rahman 2110106012 Dosen Pembimbing Bambang Pramujati, S.T., M.Sc.Eng, Ph.D. Ir. Bobby Oedy P. Soepangkat, MSc M.Sc, Ph.D. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP GAYA POTONG PADA MESIN BUBUT KNUTH DM-1000A

PENGARUH VARIASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP GAYA POTONG PADA MESIN BUBUT KNUTH DM-1000A PENGARUH VARIASI PARAMETER PROSES PEMESINAN TERHADAP GAYA POTONG PADA MESIN BUBUT KNUTH DM-1000A Stella Daran Hindom 1), Rudy Poeng 2), Romels Lumintang 3) Jurusan Teknik Mesin Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.

PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin

Lebih terperinci

PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE

PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE PENGUJIAN KEBULATAN HASIL PEMBUBUTAN POROS ALUMINIUM PADA LATHE MACHINE TYPE LZ 350 MENGGUNAKAN ALAT UKUR ROUNDNESS TESTER MACHINE Rachman Saputra 1, Dodi Sofyan Arief 2, Adhy Prayitno 3 1 Mahasiswa Jurusan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian sekaligus pengambilan data dilakukan di Laboratorium Produksi dan laboratorium Metrologi Teknik Mesin Universitas lampung dan laboratorium SMK

Lebih terperinci

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir

Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Studi Eksperimental tentang Pengaruh Parameter Pemesinan Bubut terhadap Kekasaran Permukaan pada Pemesinan Awal dan Akhir Agung Premono 1, a *, Triyono 1, R. Ramadhani 2, N. E. Fitriyanto 2 1 Dosen, Jurusan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produktivitas dan kualitas dari produk yang dihasilkan merupakan tantangan bagi industri permesinan masa kini seiring dengan meningkatnya pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS

ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS ANALISIS PENGARUH CUTTING SPEED DAN FEEDING RATE MESIN BUBUT TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BENDA KERJA DENGAN METODE ANALISIS VARIANS Rakian Trisno Valentino Febriyano 1), Agung Sutrisno ), Rudy Poeng 3)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan

Lebih terperinci

Bab IV Data Pengujian

Bab IV Data Pengujian Bab IV Data Pengujian 4.1 Data Benda Kerja Dalam pengujian ini, benda kerja yang digunakan adalah Alumunium 2024. Komposisi dari unsur penyusunnya dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1. Komposisi unsur

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL

PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL PENGARUH VARIASI PUTARAN SPINDEL DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN BAJA ST 60 PADA PROSES BUBUT KONVENSIONAL Muhammad Sabil 1, Ilyas Yusuf 2, Sumardi 2, 1 Mahasiswa Prodi D-IV Teknik

Lebih terperinci

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007

MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007 MATERI PEMBEKALAN/DRILLING LKS SMK SE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2007 Oleh: SUTOPO, M.T. Dalam bidang pemesinan, geometri alat potong biasanya didefinisikan sesuai dengan standar DIN 6580 dan 6581.

Lebih terperinci

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Data input simulasi. Shear friction factor 0.2. Coeficient Convection Coulomb 0.2 47 IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Tabel 6. Data input simulasi Kecepatan putar Gerak makan 433 rpm 635 rpm 970 rpm 0.10 mm/rev 0.18 mm/rev 0.24 mm/rev Shear friction factor 0.2 Coeficient Convection

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan

BAB III METODE PELAKSANAAN. Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 PENDAHULUAN Metode penelitian merupakan cara atau prosedur yang berisi tahapan tahapan yang jelas yang disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan maupun

Lebih terperinci

STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN

STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN LAPORAN TUGAS AKHIR STUDY TENTANG CUTTING FORCE MESIN BUBUT, PENGARUH RAKE ANGLE DAN KEDALAMAN PEMOTONGAN TERHADAP TENAGA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMOTONGAN Laporan Tugas Akhir ini Disusun Sebagai Syarat

Lebih terperinci

TEORY PENGERJAAN LOGAM MILLING SEMESTER GENAP ATMI SOLO

TEORY PENGERJAAN LOGAM MILLING SEMESTER GENAP ATMI SOLO PERHITUNGAN POWER MESIN DAN POWER MOTOR 1. PENDAHULUAN 1.1. Tujuan umum, Mahasiswa dapat mengetahui perhitungan di sekitar proses milling 1.2. Tujuan khusus Mahasiswa dapat menghitung power mesin dan power

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008]

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Turbin blade [Gandjar et. al, 2008] BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses produksi pembuatan suatu produk manufaktur yang ada didunia hampir seluruhnya memerlukan proses pemesinan. Contoh produk yang memerlukan proses pemesinan adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. DIAGRAM ALIR PENELITIAN Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 38 3.2. ALAT DAN BAHAN 3.2.1 Alat Gambar 3.2 Skema Peralatan Penelitian Die Soldering 3.2.2 Bahan Bahan utama

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PRASYARAT... HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS...... HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH... HALAMAN ABSTRAK... DAFTAR

Lebih terperinci

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling LJTMU: Vol. 02, No. 02, Oktober 2015, (01-06) ISSN Print : 2356-3222 ISSN Online : 2407-3555 http://ejournal-fst-unc.com/index.php/ljtmu Analisa Perhitungan Waktu dan Biaya Produksi pada Proses Drilling

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI

PENGARUH GRADE BATU GERINDA, KECEPATAN MEJA LONGITUDINAL, DAN KEDALAMAN PEMAKANAN TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN PADA PROSES GERINDA PERMUKAAN SKRIPSI //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //digilib.unej.a //digilib.unej.ac. //d //d //d //d PENGARUH

Lebih terperinci

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY

MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT. Dwi Rahdiyanta FT-UNY MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT Pengoperasian Mesin Bubut Dwi Rahdiyanta FT-UNY Kegiatan Belajar Pengoperasian Mesin Bubut a. Tujuan Pembelajaran. 1.) Siswa dapat memahami pengoperasian mesin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan (kekasaran

I. PENDAHULUAN. Setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan (kekasaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap pekerjaan mesin mempunyai persyaratan kualitas permukaan (kekasaran permukaan) yang berbeda-beda, tergantung dari fungsinya. Karakteristik suatu kekasaran permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang meliputi parameter penelitian, alat dan bahan yang digunakan selama penelitian, serta tahapan-tahapan proses penelitian

Lebih terperinci

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool

Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Pengaruh Perubahan Parameter Pemesinan Terhadap Surface Roughness Produk Pada Proses Pemesinan dengan Single Cutting Tool Sally Cahyati 1,a, Triyono, 2,b M Sjahrul Annas 3,c, A.Sumpena 4,d 1,2,3 Jurusan

Lebih terperinci

Prestasi Pahat Karbida Berlapis TiN-Al 2 O 3 -TiCN Pada Saat Pembubut Baja Perkakas AISI D2

Prestasi Pahat Karbida Berlapis TiN-Al 2 O 3 -TiCN Pada Saat Pembubut Baja Perkakas AISI D2 Prestasi Pahat Karbida Berlapis TiN-Al 2 O 3 -TiCN Pada Saat Pembubut Baja Perkakas AISI D2 Gusri Akhyar Ibrahim Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung gusri@unila.ac.id Abstrak Kajian terhadap pahat

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8)

KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi KARAKTERISASI PAHAT BUBUT HIGH SPEED STEEL (HSS) BOEHLER TIPE MOLIBDENUM (M2) DAN TIPE COLD WORK TOOL STEEL (A8) Sri Nugroho* dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan. mesin dari logam. Proses berlangsung karena adanya gerak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pentingnya proses permesinan merupakan sebuah keharusan dalam industri manufaktur terutama untuk pembuatan komponenkomponen mesin dari logam. Proses berlangsung karena

Lebih terperinci

PENGARUH KEMIRINGAN SPINDEL DAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GETARAN MESIN FRAIS UNIVERSAL KNUTH UFM 2

PENGARUH KEMIRINGAN SPINDEL DAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GETARAN MESIN FRAIS UNIVERSAL KNUTH UFM 2 PENGARUH KEMIRINGAN SPINDEL DAN KECEPATAN PEMAKANAN TERHADAP GETARAN MESIN FRAIS UNIVERSAL KNUTH UFM 2 Romiyadi, Emon Azriadi Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Kampar Jalan Tengku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses yang digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Elemen Dasar Proses Pemesinan Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik suatu produk komponen mesin harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses

Lebih terperinci