BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah"

Transkripsi

1 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur Pengembangan Tes Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan (Arikunto, 2009). Mengenai prosedur pengembangan evaluasi lebih lengkap dijelaskan oleh Arifin (2009) adalah sebagai berikut : 1. Menentukan tujuan penilaian Dalam penilaian hasil belajar, ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan). Dengan kata lain, tujuan penilaian harus dirumuskan sesuai dengan jenis penilaian yang akan dilakukan seperti penilaian formatif, sumatif, dignostik, penempatan atau seleksi. 2. Mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan tindakan. Peserta didik dianggap kompeten apabila ia memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran. Mengenai hasil belajar, Bloom, dkk mengelompokkan

2 10 dalam tiga domain yaitu : (a) domain kognitif yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi ; (b) domain afektif, yang meliputi penerimaan, respon, penilaian, organisasi, karakterisasi; dan (c) domain psikomotor, yang meliputi persepsi, kesiapan melakukan suatu pekerjaan, respons terbimbing, kemahiran, adaptasi dam orijinasi. 3. Menyusun kisi-kisi Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal sebagai perangkat tes. Kisi-kisi yang baik akan memperoleh perangkat soal yang relatif sama sekalipun penulis soalnya berbeda. Berikut langkah penyusunan kisi-kisi, Langkah ke-1 Analisis Silabus Langkah ke-2 Menyusun Kisi-Kisi Langkah ke-3 Membuat Soal Langkah ke-4 Menyusun Lembar Jawaban Langkah ke-5 Membuat Kunci Jawaban Langkah ke-6 Menyusun Pendoman Penskoran Gambar 2.1. Langkah-langkah Menyusun Kisi-kisi Soal (Arifin, 2009)

3 11 4. Mengembangkan draft instrumen Mengembangkan draft instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun non tes. Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. 5. Uji coba dan analisis soal Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu dirubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. 6. Revisi dan merakit soal (instrumen baru) Setelah soal diuji coba dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian ada soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah dilakukan perakitan soal menjadi instrumen yang terpadu.

4 12 Prosedur atau langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam menyusun tes menurut Sukewi (Harjanto, 2010) adalah sebagai berikut : a. Menentukan/merumuskan tujuan tes Untuk merumuskan tujuan penyusunan tes dengan baik, seorang pengajar perlu memikirkan apa jenis dan fungsi tes yang akan disusunnya, sehingga dapat menentukan bagaimana karakteristik soal-soal yang akan disusunnya. b. Mengidentifikasi hasil belajar yang akan diukur dengan tes yang disusun. c. Menentukan hasil belajar yang spesifik, yang sesuai dengan TIK. d. Merinci bahan pelajaran yang akan diukur dengan tes itu. e. Menyiapkan tabel spesifikasi Tabel spesifikasi diperlukan sebagai dasar atau pedoman dalam membuat soal-soal dalam penyusunan tes. Dalam tabel spesifikasi ini memuat kolomkolom dan lajur-lajur yang memuat pokok bahasan (unit-unit pelajaran yang telah diajarkan) dan aspek-aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap (hasil belajar) yang diharapkan dicapai dari tiap pokok bahasan. f. Menggunakan tabel spesifikasi tersebut sebagai dasar penyusunan tes. Dengan menggunakan tabel spesifikasi seorang pengajar dapat menentukan jumlah dan jenis soal yang diperlukan sesuai dengan tujuan instruksional dari tiap pokok bahasan. B. Validitas

5 13 Anderson, et al (Arikunto, 2009) menyatakan A test is valid if it measures what it purpose to measure atau jika diartikan kurang lebih, sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman. Hal yang pertama akan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh adalah validitas empiris (empirical validity). Dua hal ini lah yang dijadikan dasar pengelompokkan validitas tes (Arikunto, 2009). Dari kedua jenis validitas yang telah disebutkan yang paling banyak diminati oleh peneliti adalah validitas logis. Sebuah instrumen dikatakan memiliki validitas logis apabila instrumen tersebut secara analisis akal sudah sesuai dengan isi dan aspek yang diungkapkan. Instrumen yang sudah sesuai dengan isi telah memiliki validitas isi sedangkan instrumen yang sudah sesuai dengan aspek yang diukur dikatakan sudah memiliki validitas konstruksi (Arikunto, 2009). Menurut Arifin (2009), ada dua unsur penting dalam validitas ini. Pertama, validitas menunjukkan suatu derajat, ada yang sempurna, ada yang sedang, dan ada pula yang rendah. Kedua, validitas selalu dihubungkan dengan suatu putusan atau tujuan yang spesifik. Menurut Gronlund (Arifin, 2009) mengemukakan ada tiga faktor yang mempengaruhi validitas hasil tes,

6 14 yaitu faktor instrumen evaluasi, faktor administrasi evaluasi dan penskoran, dan faktor dari jawaban peserta didik. 1. Faktor istrumen evaluasi Dalam mengembangkan instrumen evaluasi, seorang evaluator harus memperhatikan hal-hal yang mempengaruhi validitas instrumen dan berkaitan dengan prosedur penyusunan instrumen, seperti silabus, kisi-kisi soal, petunjuk mengerjakan soal dan pengisian lembar jawaban, kunci jawaban, penggunaan kalimat efektif, bentuk alternatif jawaban, tingkat kesukaran, daya pembeda, dan sebagainya. 2. Faktor administrasi evaluasi dan penskoran Dalam administrasi evaluasi dan penskoran, banyak sekali terjadi penyimpangan atau kekeliruan, seperti alokasi waktu untuk pengerjaan soal yang tidak proporsional, memberikan bantuan kepada peserta didik dengan berbagai cara, peserta didik saling menyontek ketika ujian, kesalahan penskoran, termasuk kondisi fisik dan psikis peserta didik yang kurang menguntungkan. 3. Faktor jawaban dari peserta didik Faktor ini meliputi kecendrungan peserta didik untuk menjawab secara cepat, tetapi tidak tepat, keinginan melakukan coba-coba, dan penggunaan gaya bahasa tertentu dalam menjawab soal bentuk uraian. C. Reliabilitas

7 15 Reliabilitas adalah derajat konsistensi dari suatu instrumen. Reliabilitas tes berkenaan dengan pertanyaan, apakah suatu tes teliti dan dapat dipercaya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Anderson (Arikunto, 2009) menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reliabilitas ini penting. Dalam hal ini validitas ini lebih penting dan reliabilitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Menurut Kerlinger (Arifin, 2009) mengemukakan, reliabilitas dapat diukur dari tiga kriteria, yaitu stability, dependability, dan predictability. Stability menunjukkan keajegan suatu tes dalam mengukur gejala yang sama pada waktu berbeda. Dependability menunjukkan kemantapan suatu tes atau seberapa jauh tes dapat diandalkan. Predictability menunjukkan kemapuan tes untuk meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya. Sedangkan menurut Gronlund (Arifin, 2009) mengemukakan ada empat faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas tes yaitu panjang tes, sebaran skor, tingkat kesukaran, dan objektivitas. D. Daya pembeda Daya pembeda tes adalah kemampuan tes tersebut dalam memisahkan antara subjek yang pandai dengan subjek yang kurang pandai. Oleh karena dasar pikiran dari daya pembeda adalah adanya kelompok pandai dengan kelompok kurang pandai maka dalam mencari daya pembeda subjek peserta tes dipisahkan menjadi dua sama besar berdasarkan atas skor total yang

8 16 diperoleh (Arikunto, 2009). Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, maka semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi (Arifin, 2009). E. Tingkat kesukaran Tingkat kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam menjaring banyaknya subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan betul. Jika banyak subjek peserta tes yang menjawab dengan benar maka tingkat kesukaran tersebut tinggi. Sebaliknya jika hanya sedikit dari subjek yang dapat menjawab dengan benar maka taraf kesukarannya rendah (Arikunto, 2009). Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Suatu soal yang memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional) maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut dalam kategori baik. Suatu tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arifin, 2009). F. Open-Ended Problem

9 17 Open-ended problem adalah bentuk soal yang memiliki banyak kemungkinan jawaban benar (Yee, 2000). Getzles dan Jackson (Silver, 2000) mengemukakan cara lain untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, yakni dengan soal terbuka (open-ended problem). Open-ended merupakan salah satu dari tiga bagian dalam discovery learning, diantaranya yaitu open-ended discovery dan pembelajaran berbasis masalah. Van Jooglin ( Wijaya, 2010) mengatakan bahwa discovery learning adalah sejenis pembelajaran dimana siswa mengkonstruksi pengetahuan melalui penemuan dengan kemampuan dan menduga dari hasil penemuan. Discovery learning menjelaskan tentang siswa belajar untuk mengenal suatu masalah, karakteristik dari solusi, mencari informasi yang relevan, membangun strategi untuk mencari solusi, dan melaksanakan strategi yang dipilih. Open-ended berasal dari suatu kenyataan bahwa siswa memiliki kebebasan dalam belajar dan berhak untuk membangun kreativitasnya melalui proses pembelajaran. Menurut Yeo (2000) bahwa jenis masalah yang digunakan dalam open-ended ini adalah masalah yang bukan rutin yang bersifat terbuka. Sedangkan dasar keterbukaannya (Openness) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga tipe yakni process is open, end product are open and ways to develop are open. a. Process is open ( Prosesnya terbuka), maksudnya adalah bahwa tipe soal yang diberikan mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar.

10 18 b. End product are open (hasil akhir yang terbuka), maksudnya bahwa tipe soal yang diberikan mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar. c. Ways to develop are open (cara mengembangkannya terbuka), maksudnya setelah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah yang pertama. Untuk mengkondisikan siswa agar dapat memberikan reaksi terhadap situasi masalah yang diberikan dalam bentuk open-ended tidaklah mudah. Sawada (Wijaya, 2010) mengemukakan bahwa secara umum terdapat tiga tipe masalah yang dapat diberikan, yaitu : a. Menemukan hubungan. Pada tipe masalah ini siswa diberi fakta-fakta sehingga siswa dapat menemukan beberapa aturan. b. Mengklasifikasi. Pada tipe masalah ini siswa ditanya untuk mengklasifikasi yang didasarkan atas karakteristik yang berbeda dari beberapa objek tertentu untuk membuat formulasi beberapa konsep. c. Mengukur. Pada tipe masalah ini siswa diminta untuk menentukan ukuranukuran numerik dari suatu kejadian tertentu dan diharapkan menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajarinya. Open-ended problem berkaitan dengan proses pemecahan masalah. Hubungan antara keduanya terlihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. Masalah Jenis tertutup tidak termasuk buku panduan latihan Jenis terbuka open-ended Investigasi dan proyek sains

11 19 Masalah rutin isi spesifikasi banyak langkah Masalah non rutin menggunakan strategi huristik pemecahan masalah Mengubah masalah pada buku panduan ke situasi terbuka untuk pemahaman konseptual Masalah terapan dengan konteks kehidupan nyata Data yang hilang Pemecahan masalah Menjelaskan konsep aturan (Yee, 2000) Dari Gambar 2.2 terlihat keterkaitan antara hubungan masalah secara umum Gambar 2.2. Hubungan Open-Ended Problem dengan Pemecahan Masalah yang ada dalam proses pembelajaran dengan open-ended problem yang merupakan bagian dari masalah tersebut. Secara tidak langsung terlihat bahwa salah satu jenis masalah yang ada dalam pembelajaran adalah masalah terbuka (open-ended problem). Menurut Sullivan (Wijaya, 2010) dalam menyusun suatu pertanyaan open- ended ada dua teknik yang dapat dilakukan : 1. Teknik bekerja secara terbalik (working backward) Teknik ini terdiri dari tiga langkah, yaitu mengidentifikasi topik, memikirkan pertanyaan dan menuliskan jawaban lebih dulu, dan membuat pertanyaan open-ended didasarkan pada jawaban yang telah dibuat

12 20 2. Teknik penggunaan pertanyaan standar (adapting a standard question) Teknik ini juga terdiri dari tiga langkah yaitu mengidentifikasi topik, memikirkan pertanyaan standar dan membuat pertanyaan open-ended yang baik berdasarkan pertanyaan standar yang telah dibuat. Menurut Becker dan Shimada (Permana, 2010) ada beberapa hal penting yang bisa dijadikan pedoman dalam mengkonstruksi masalah open- ended problem yaitu, a. Siapkan suatu situasi fisik yang nyata dalam menyajikan permasalahan yang menyertakan sejumlah faktor yang tidak menetap (variabel), dimana konsep teramati oleh siswa. b. Memodifikasi soal pembuktian yang ada, sedemikian sehingga siswa dapat memahami antar keterkaitan antar konsep yang dapat digunakan dalam melakukan pembuktian yang lebih kompleks. c. Sajikan masalah open-ended melalui gambar, kemudian siswa diminta agar menemukan sebuah konsep. d. Sajikan masalah kepada siswa berupa angka ataupun tabel, kemudian siswa diminta untuk membuat kesimpulan atau menemukan aturanaturan. e. Sajikan beberapa kejadian nyata dalam beberapa katagori. Pilihlah salah satu kejadian untuk dijadikan contoh lalu siswa diminta untuk menyebutkan satu persatu kejadian lainnya yang memiliki karakteristik

13 21 sama dengan kejadian contoh tersebut, sehingga siswa dapat membuat generalisasi dari kejadian yang ada. f. Sajikan beberapa latihan atau permasalahan yang memiliki satu permasalahan dengan permasalahan lainnya. Siswa dituntut untuk menyelesaikan permasalahan tersebut serta meminta siswa untuk menemukan sebanyak-banyaknya kemungkinan sifat-sifat yang sama (kemiripan satu sama lain). g. Sajikan kepada siswa beberapa situasi yang tidak sebenarnya yang memuat suatu perbedaan tertentu yang dapat diamati siswa Menurut Cindy, et al (2000), tahap-tahap pemecahan masalah berdasarkan Open-ended problem adalah 1. Mengidentifikasi permasalahan dan berbagai informasi yang terkait (identifying). Pada tahap ini siswa harus mengidentifikasi permasalahan yang ada dengan berbagai sumber informasi yang terkait kemudian menyeleksi berbagai kemungkinan yang ada sesuai dengan informasi yang ada. Adapun bagian yang termasuk dalam tahapan ini adalah sebagai berikut : Lancar dalam mengungkapkan hal lain yang memungkinkan sesuai dengan informasi yang ada Lancar dalam menjelaskan alasan pemilihan informasi penting terkait dengan permasalahan

14 22 Mengidentifikasi berbagai informasi terkait 2. Menganalisis permasalah ke dalam suatu kerangka berpikir (Framing). Selanjutnya pada tahapan ini dituntut untuk mengenali dan mengontrol asumsi yang ada pada permasalahan kemudian dilakukan analisis terhadap informasi yang penting dan interpretasi kualitatif terhadap informasi yang relevan dari sudut pandang berbeda. Adapun hal-hal yang terkait dengan tahapan ini adalah sebagai berikut : Mengorganisir semua informasi yang ada yang berkaitan Melakukan analisis terhadap berbagai informasi yang penting dalam membuat keputusan Menggunakan suatu pilihan yang didasarkan pada suatu asumsi 3. Memutuskan kemungkinan solusi yang tepat untuk masalah yang ada (Resolving). Pada tahap ini diharuskan untuk membuat petunjuk/prinsip yang sesuai untuk membuat keputusan dan kesimpulan yang sesuai terhadap berbagai kemungkinan jawaban yang ada pada permasalahan yang ditawarkan. Dalam tahapan ini ada beberapa hal yang berkaitan yaitu sebagai berikut : Menggunakan petunjuk atau teori lain dalam menyelesaikan masalah

15 23 Memastikan berbagai petunjuk atau teori yang sesuai dalam mengambil keputusan 4. Memetakan kembali jawaban yang paling sesuai dengan konteks permasalahan (Re-addressing). Koordinasikan kembali semua tahapan sebelumnya untuk meyakinkan jawaban yang ada, untuk mengetahui kesesuaian permasalahan dengan jawabannya. Tahapan ini berkaitan dengan evaluasi kembali masalah dan alternatif solusi sebelumnya untuk mendapatkan alternatif solusi lain yang masih memungkinkan. G. Berpikir Kreatif Salah satu hal yang membedakan antara manusia dengan mahluk Tuhan yang lain adalah dianugerahkannya otak sehingga manusia dapat berpikir dan menggunakan pemikirannya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Berpikir adalah proses yang intensif untuk memecahkan masalah, dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain sehingga didapatkan alternatif pemecahannya. Berpikir sebagai proses mengatasi masalah, persepsi memberikan andil dalam menciptakan hasil yang diharapkan (Arifin, 2000). Kegiatan berpikir yang dilakukan dalam proses, digunakan keterampilan berpikir dasar dan berpikir kompleks. Menurut Costa (Arifin, 2000), yang termasuk keterampilan berpikir dasar meliputi kualifikasi,

16 24 klasifikasi, hubungan variabel, transformasi dan hubungan sebab akibat. Sedangkan keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Dengan demikian salah satu keterampilan berpikir yang dibutuhkan guna menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari adalah kemampuan berpikir kreatif. Munandar (2009), kreativitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah, merupakan bentuk pemikiran yang sampai saat ini masih kurang mendapat perhatian dalam pendidikan (Guilford, 1967). Ciri-ciri berpikir kreatif dalam ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan berpikir lancar, berpikir luwes (fleksibel), berpikir orisinal dan berpikir terperinci (elaborasi). Dari keempat ciri kemampuan berpikir kreatif di atas memiliki arti yang berbeda. Berpikir lancar memiliki arti yaitu (1) menghasilkan banyak gagasan/jawaban yang relevan, (2) arus pemikiran lancar. Indikator yang kedua yaitu berpikir luwes (fleksibel) memiliki arti (1) menghasilkan gagasan-gagasan yang seragam, (2) mampu mengubah cara atau pendekatan, dan (3) arah pemikiran yang berbeda-beda. Indikator berpikir kreatif yang ketiga yaitu berpikir orisinal memiliki arti memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain, yang jarang diberikan kebanyakan orang. Dan indikator berpikir kreatif yang terakhir yaitu berpikir terperinci (elaborasi) memiliki arti

17 25 yaitu (1) mampu mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan, (2) memperinci detail-detail, dan (3) memperluas suatu gagasan (Munandar, 2009). Menurut Munandar (Wulandari, 2011), dalam kemampuan berpikir kreatif terdapat beberapa indikator dan sub indikator. Tabel 2.1. Indikator Berpikir Kreatif No. Indikator keterampilan berpikir kreatif Sub indikator keterampilan berpikir kreatif 1 Fluency (berpikir lancar) a. Mengungkapkan berbagai gagasan dengan lancar b. Mengidentifikasi kesalahan dan kelemahan dari suatu objek atau situasi dengan cepat 2 Flexibility (berpikir luwes) a. Memberikan bermacammacam penafsiran terhadap suatu gambar, cerita, atau masalah. b. Menggolongkan hal-hal menuju pembagian (kategori) yang berbeda. 3 Originality (berpikir Memiliki pemikiran yang berbeda orisinil) dengan yang lain 4 Elaboration (berpikir Mencari arti yang lebih mendalam merinci) terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan hal-hal

18 26 No. Indikator keterampilan berpikir kreatif Sub indikator keterampilan berpikir terperinci. kreatif H. Hubungan antara Open Ended Problem, Berpikir Kreatif dan Ilmu Kimia Ilmu kimia memiliki karakter yang khas sebagai pelajaran yang merupakan salah satu bidang ilmu yang termasuk dalam kategori IPA. Pembelajaran IPA sendiri tidak terlepas dari proses berpikir. Kegiatan berpikir yang dilakukan dalam proses, digunakan keterampilan berpikir dasar dan keterampilan berpikir kompleks (Arifin, 2000). Menurut Costa (Arifin, 2000), yang termasuk ke dalam keterampilan berpikir kompleks meliputi problem solving, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif. Salah satu jenis berpikir yang bisa dikembangkan dalam pembelajaran IPA ataupun pada kimia khususnya adalah karakter berpikir kreatif. Berdasarkan pengertiannya, berpikir kreatif merupakan proses berpikir yang digunakan untuk menemukan alternatif solusi dalam memecahkan masalah. Untuk menumbuhkan iklim atau suasana kreatif dalam proses pembelajaran perlu dilakukan proses warming up atau pemanasan. Pemanasan atau warming up disini maksudnya adalah menstimulus proses berpikir kreatif siswa dengan mengajukan pertanyaan

19 27 yang membuat siswa melakukan proses pemikiran divergen dan imajinatif. Karena salah satu kriteria berpikir kreatif adalah melakukan pemikiran divergen dan imajinatif. Menurut Munandar (2009), tugas atau kegiatan yang bertujuan meningkatkan pemikiran dan sikap kreatif menuntut cara dan sikap belajar yang berbeda, lebih bebas, terbuka, dan tertantang untuk berperan serta secara aktif dengan memberanikan diri dan senang memberikan gagasan sebanyak mungkin. Pemanasan/warming up dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang menimbulkan minat dan rasa ingin tahu siswa. Salah satu bentuk soal ataupun pertanyaan yang dapat digunakan untuk merangsang proses berpikir kreatif (divergen) siswa adalah dengan menggunakan pertanyaan yang mendorong ungkapan pikiran dan perasaan yang berakhir terbuka ( open ended thoughts and feelings ). Kern, et al (Nyachwayaa, 2011), pengembangan suatu assessment open-ended ditujukan untuk menggali kemampuan siswa dalam memahami reaksi kimia. Silver (2000) mengemukakan cara lain untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, yakni dengan soal terbuka (openended problem). Hal ini didukung dengan pendapat Paduppai (2008), penerapan soal open-ended dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan kemandirian. Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan di atas terlihat keterkaitan antara materi kimia, berpikir kreatif dan open-ended problem.

20 28 I. Larutan Penyangga 1. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga adalah suatu larutan yang mampu mempertahankan (menyangga) ph sistem pada kisarannya apabila terjadi penambahan sedikit asam, penambahan sedikit basa, atau terjadi pengenceran (Johari, 2009). Larutan Penyangga adalah larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan ph lingkungannya baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam, basa maupun oleh pengenceran; merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam-basa (Mulyono, 2007). 2. Komponen Larutan Penyangga Kemampuan larutan penyangga dalam mengatasi perubahan ph dalam suatu sistem dikarenakan larutan penyangga memiliki komponen asam dan basa. Pada umumnya komponen asam dan basa tersebut berupa pasangan asam basa konjugasi yakni asam lemah/ basa konjugasinya (HA/A - ) atau basa lemah/asam konjugasinya (B/BH + ) yang berada dalam kesetimbangan. Dengan demikian larutan penyangga biasa dikenal dalam dua kategori yaitu a. Larutan Penyangga Asam Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (ion A - ).

21 29 HA (aq) Asam lemah MA (aq) Garam H + (aq) + A - (aq) M + (aq) + A - (aq) Basa konjugasi Di dalam pelarut air, asam lemah HA hanya terurai sebagian kecil membentuk sedikit H + dan basa konjugasi A -. Adanya basa konjugasi A - dari garam MA ini akan menggeser kesetimbangan asam lemah HA tapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion H + yang sangat kecil. Dengan demikian, diperoleh komponen asam HA yang berasal dari asam lemah HA dan komponen basa A - yang dianggap berasal dari garam MA saja. Komponen HA/A - ini yang akan berfungsi sebagai penyangga terhadap upaya mengubah ph sistem. Kesetimbangan komponen pasangan HA/A - dari larutan penyangga dapat dinyatakan oleh tetapan ionisasinya, Ka. Ka = H+ [A ] [HA] [H+] = Ka x HA A - Larutan seperti itu dapat dibuat dengan berbagai cara misalnya : 1. Mencampurkan asam lemah (HA) dengan garamnya (LA, garam LA menghasilkan ion A - yang merupakan basa konjugasi dari asam HA). 2. Mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana asam lemah dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan

22 30 menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. 3. Mencampurkan garam asam lemah berlebih dengan asam kuat Contoh larutan penyangga asam 1. Larutan CH 3 COOH + larutan NaCH 3 COO CH 3 COOH (aq) CH 3 COO - (aq) + H + (aq) NaCH 3 COO (aq) Na + (aq) + CH 3 COO - (aq) (komponen penyangganya : CH 3 COOH dan CH 3 COO - ) 2. Larutan H 2 CO 3 + larutan NaHCO 3 ( komponen penyangganya: H 2 CO 3 dan HCO 3 - ) H 2 CO 3 (aq) 2H+ (aq) + CO 3 2- (aq) NaHCO 3 (aq) Na + (aq) + HCO 3- (aq) b. Larutan Penyangga Basa Larutan penyangga basa mengandung suatu basa lemah (B) dan asam konjugasinya (BH + ). B (aq) + H 2 O (l) BH + (aq) + OH - (aq) Basa lemah BHA BH + (aq) + A - (aq) Garam Asam konjugasi Di dalam pelarut air, basa lemah B hanya terurai sebagaian kecil membentuk sedikit membentuk sedikit asam konjugasi BH + dan ion

23 31 OH -. Sementara garam BHA akan terurai sempurna membentuk banyak asam konjugasi BH +. Adanya asam konjugasi BH + dari garam BHA ini akan menggeser kesetimbanagan basa lemah B tapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion OH - yang sangat kecil. Dengan demikian, diperoleh komponen basa B yang berasal dari basa lemah B dan komponen asam BH + yang dianggap berasal dari garam B saja. Komponen B/BH + ini yang akan berfungsi sebagai penyangga terhadap upaya mengubah ph sistem. Kesetimbangan komponen pasangan B/ BH + dari larutan penyangga dapat dinyatakan oleh tetapan ionisasinya, Kb Kb= BH+ [OH ] [B] [OH ] = Kb x [BH+] [B] Larutan penyangga basa dapat dibuat dengan cara serupa dengan pembuatan larutan penyangga asam. a. Mencampurkan suatu basa lemah dengan garamnya. NH 3 (aq) + H 2 O (l) NH 4 + (aq) + OH - (aq) NH 4 Cl (aq) NH + + Cl - 4 (aq) (aq) Garam Komponen penyangganya NH 3 / NH 4 + b. Mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa lemahnya dicampurkan berlebih. NH 3 (aq)

24 32 + HCl (aq) NH 4 Cl (aq) Berlebih NH 3 (aq) + H 2 O (l) NH 4 + (aq) + OH - (aq) Sisa NH 4 Cl (aq) NH 4 + (aq) + Cl - (aq) c. Mencampurkan garam basa lemah berlebih dengan basa kuat NH 4 Cl (aq) + NaOH (aq) NH 3 (aq) + H 2 O (l) NH 3 (aq) + NaCl (s) + NH 4 (aq) + OH - (aq) NH 4 Cl (aq) NH 4 + (aq) + Cl - (aq) 3. Prinsip Kerja Larutan Penyangga Prinsip kerja larutan penyangga HA/A - dan B/BH + didasarkan atas kesetimbangan komponen asam basa dari larutan penyangga. Upaya mengubah ph berupa penambahan sedikit asam (H + ) atau basa (OH - ), atau pengenceran (penambahan H 2 O) akan mengubah konsentrasi komponen asam basa (HA/A - dan B/BH + ) dari larutan penyangga. Akibatnya, kesetimbangan akan bergeser sampai diperoleh kesetimbangan yang baru. a. Larutan penyangga asam Contoh : Larutan penyangga yang mengandung CH 3 COOH dan CH 3 COO - Dalam larutan tersebut terdapat kesetimbangan CH 3 COOH (aq) CH 3 COO - (aq) + H + (aq) 1. Pada penambahan asam

25 33 Penambahan asam (H + ) akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Ion H + yang ditambahkan akan bereaksi dengan ion CH 3 COO - membentuk molekul CH 3 COOH CH 3 COO - (aq) + H + (aq) CH 3 COOH (aq) 2. Pada penambahan basa Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka ion OH - dari basa itu akan bereaksi dengan ion H + membentuk air (H 2 O). Hal ini akan menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan sehingga konsentrasi ion H + dapat dipertahankan. Jadi, penambahan basa menyebabkan berkurangnya komponen asam (dalam hal ini CH 3 COOH) bukan ion H +. Basa yang ditambahkan ini praktis bereaksi dengan asam CH 3 COOH membentuk ion CH 3 COO - dan air. CH 3 COOH (aq) + OH - (aq) CH 3 COO - (aq) + H 2 O (l) 3. Pada pengenceran Pengenceran akan mempengaruhi mol H + dan OH - dalam sistem yang akan menyebabkan pergeseran kesetimbangan larutan penyangga. H 2 O(l) + CH 3 COOH (aq) H 2 O (l) + CH 3 COO - (aq) H + (aq) + CH 3 COO - (aq) OH - (aq) + CH 3 COOH (aq) b. Larutan penyangga basa Contoh : Larutan penyangga yang mengandung NH 3 dan NH 4 +. Dalam larutan tersebut terdapat kesetimbangan

26 34 NH 3 (aq) + H 2 O (l) NH 4 + (aq) + OH - (aq) 1. Pada penambahan asam Jika ke dalam larutan ditambahkan suatu asam, maka ion H + dari asam itu akan mengikat ion OH -. Hal itu menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan, sehingga konsentrasi ion OH - dapat dipertahankan. Jadi, penambahan asam menyebabkan berkurangnya komponen basa (dalam hal ini NH 3 ), bukannya ion OH -. Asam yang ditambahkan tersebut bereaksi dengan basa NH 3 membentuk ion NH + 4. NH 3 (aq) + H + (aq) NH 4 + (aq) 2. Pada penambahan basa Jika yang ditambahkan adalah suatu basa, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri, sehingga konsentrasi ion OH - dipertahankan. Basa yang ditambahkan itu bereaksi dengan komponen asam (dalam hal ini ion NH4 + ), membentuk komponen basa (yaitu NH 3 ) dan air. NH 4 + (aq) + OH - (aq) NH 3 (aq) + H 2 O (l) 4. Kapasitas Larutan Penyangga Kapasitas larutan penyangga menyatakan kemampuan larutan penyangga untuk mengatasi perubahan ph akibat penambahan asam, basa maupun pengenceran. Sebagai contoh larutan penyangga CH 3 COOH/CH 3 COO -, jika ke dalamnya terlalu banyak ditambahkan larutan HCl maka akan menyebabkan komponen basa CH 3 COO - akan habis

27 35 bereaksi sehingga larutan penyangga tidak lagi mampu mempertahankan ph sistem pada kisarannya. Dengan kata lain, larutan penyangga mempunyai kapasitas tertentu dalam menetralisir asam atau basa yang ditambahkan ke sistem. Kapasitas larutan penyangga ditentukan oleh dua faktor berikut : a. Konsentrasi komponen asam dan basanya Semakin tinggi konsentrasi komponen asam basa larutan penyangga, maka semakin besar kapasitas larutan penyangga tersebut b. Perbandingan konsentrasi komponen asam dan basanya Semakin kecil perubahan perbandingan komponen asam dan basa, maka semakin kecil perubahan ph yang terjadi. 5. Menghitung ph Larutan Penyangga a. ph Larutan Penyangga Asam HA (aq) H + (aq) + A - (aq) Asam Lemah MA (aq) M + (aq) + Garam A - (aq) Basa konjugasi Di dalam pelarut air, suatu asam lemah akan terionisasi sebagian kecil membentuk sedikit H + dan basa konjugasi A -. Adanya basa konjugasi A - dari garam MA akan menggeser kesetimbangan asam lemah HA tetapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion H + yang sangat kecil.

28 36 Dengan demikian, diperoleh komponen A - yang berasal dari garam MA saja. Contoh Soal : Ka = H+ [A ] [HA] [H+] = Ka x [CH₃COOH] [CH₃COO ] ph = - log [H+] ph = pka - log [CH₃COOH] [CH₃COO ] Hitung ph larutan penyangga CH 3 COOH/CH 3 COO - yang tersusun dari NaCH 3 COO 0,2 M dan larutan CH 3 COOH 0,15 M, jika Ka asam asetat adalah 1,8 x 10-5 mol/l. Jawaban : Mol komponen basa (CH 3 COO - ) diperoleh dari garam NaCH 3 COO NaCH 3 COO (aq) Na + (aq) + CH 3 COO - (aq) 0,2 mol 0,2 mol 0,2 mol ph = pka - log ([CH₃COOH])/([CH₃COO ]) = 4,74 log 0,15 mol /0,20 mol = 4,86 b. ph Larutan Penyangga Basa contoh suatu larutan penyangga yang bersifat basa, yaitu yang mengandung NH 3 dan garamnya NH 4 Cl mengalami reaksi seperti berikut : NH 3 (aq) + H 2 O (l) NH 4 + (aq) + OH - (aq)

29 37 NH 4 Cl (aq) NH 4 + (aq) + Cl - (aq) Kb= BH+ [OH ] [B] [OH ] = Kb x [NH₄OH] [NH₄+] poh = pkb log [NH ₄OH ] [NH ₄+] Contoh soal : Hitung ph larutan penyangga yang mengandung 0,25 mol NH 3 dan 0,4 mol NH 4 Cl jika diketahui pkb = 4,74! Jawaban : NH 4 Cl (aq) NH 4 + (aq) + Cl - (aq) 0,4 mol 0,4 mol 0,4 mol ph = pkb log [NH 3 ]/ [NH + 4 ] ph = 4,74 log 0,25 mol/0,40 mol ph = 9,06 6. Fungsi Larutan Penyangga Larutan penyangga banyak digunakan dalam reaksi-reaksi kimia terutama dalam bidang kimia analitis, biokimia, bakteriologi, fotografi, bidang kesehatan, industri kulit dan zat warna. Dalam reaksi- reaksi kimia tersebut dibutuhkan ph yang stabil. Dalam tubuh manusia, ph darah harus dijaga pada 7,35 7,45. Hemoglobin berfungsi mengontrol

30 38 ph dalam darah antara 7,35 7,45. Hemoglobin mengikat O 2 dari respirasi dan membentuk kesetimbangan dengan Oxyhemoglobin. HHb + + O 2 H HbO 2 Jika ph darah kurang dari 7,35 maka disebut asidosis (penurunan ph) yang dapat terjadi akibat penyakit-penyakit seperti ginjal, jantung, diabetes mellitus (penyakit gula), konsumsi protein berlebihan dalam waktu yang lama atau dehidrasi (kekurangan cairan tubuh yang cukup banyak) misalnya olah raga yang terlalu berlebihan atau diare yang terus menerus. Dan jika ph darah lebih dari 7,45 disebut alkalosis (peningkatan ph) yang bisa terjadi bila kita mengalami muntah yang hebat, bernafas terlalu berlebihan (hyperventilasi) biasanya di daerah yang udaranya tipis (ketinggian) atau ketika kita sedang cemas atau histeris. Kematian dapat terjadi jika ph darah kurang dari 7,0 atau lebih besar dari 7,8. ph di dalam darah dijaga oleh beberapa sistem kesetimbangan larutan penyangga. Pada cairan tubuh, baik cairan intra sel maupun cairan luar sel (extracelluler), merupakan larutan penyangga. Sistem penyangga yang utama dalam cairan intra sel adalah pasangan asam basa konjugasi dihidrogenfosfat-monohidrogenfosfat (H 2 PO 4 HPO 2 4 ). Sistem ini bereaksi dengan asam dan basa sebagai berikut: HPO 4 2 (aq) + H + (aq) H 2 PO 4 (aq) + OH (aq) H 2 PO 4 (aq) HPO 4 2 (aq) + H 2 O(l)

31 39 Pada cairan luar sel terdapat sistem penyangga pasangan asam basa konjugasi asam karbonat-bikarbonat (H 2 CO 3 HCO 3 ). Sistem ini bereaksi dengan asam dan basa sebagai berikut: HCO 3 (aq) + H + (aq) H 2 CO 3 (aq) + OH (aq) H 2 CO 3 (aq) HCO 3 (aq) + H 2 O(l) Dalam plasma darah terdapat sistem penyangga sebagai berikut: Campuran asam karbonat (H 2 CO 3 ) dan basa konjugasinya ion bikarbonat (HCO 3 ). Campuran asam hemoglobin (HHb) dan basa konjugasinya ion oksihemoglobin (HbO 2 ). Dalam sel darah merah terdapat sistem penyangga sebagai berikut: Campuran asam karbonat (H 2 CO 3 ) dan basa konjugasinya ion bikarbonat (HCO 3 ). Campuran asam hemoglobin (HHb) dan basa konjugasinya hemoglobin (Hb). Berbagai zat yang masuk ke dalam tubuh kemudian diserap oleh darah, akan sangat mempengaruhi harga ph darah. Dengan adanya system penyangga, perubahan ph darah yang drastis, baik penurunan atau kenaikan ph darah dapat dicegah. Setiap tanaman hidroponik memiliki suatu kisaran ph untuk dapat tumbuh dengan baik. Untuk menjaga kisaran ph tersebut, telah dijual di pasaran larutan penyangga seperti Bio-zyme. (Hidroponik adalah

32 40 suatu metode penanaman dengan media non-tanah, seperti media kerikil, atau bongkahan tanah liat). Dalam bidang industri, terutama bidang farmasi (obat-obatan), diperlukan keadaan ph yang stabil. Perubahan ph akan menyebabkan khasiat zat aktif dalam obat-obatan akan terus berkurang atau hilang sama sekali. Untuk obat suntik dan obat yang dapat menimbulkan iritasi seperti tetes mata, ph obat-obatan tersebut harus disesuaikan dengan ph cairan tubuh. ph obat suntik harus disesuaikan dengan ph darah agar tidak terjadi asidosis atau alkalosis pada darah.

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

Larutan penyangga dapat terbentuk dari campuran asam lemah dan basa

Larutan penyangga dapat terbentuk dari campuran asam lemah dan basa Larutan penyangga dapat terbentuk dari campuran asam lemah dan basa konjugasinya atau campuran basa lemah dan asam konjugasinya. Larutan penyangga disebut juga larutan penahan atau larutan dapar atau buffer.

Lebih terperinci

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA

LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA LARUTAN ASAM-BASA DAN LARUTAN PENYANGGA A. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga biasa disebut juga dengan larutan Buffer atau larutan Dapar. Dimana larutan penyangga merupakan larutan yang mampu

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Larutan penyangga Larutan penyangga atau larutan buffer adalah larutan yang ph-nya praktis tidak berubah walaupun kepadanya ditambahkan sedikit asam, sedikit basa, atau bila

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA Bahan Ajar Kelas XI IPA Semester Gasal 2012/2013

LARUTAN PENYANGGA Bahan Ajar Kelas XI IPA Semester Gasal 2012/2013 LARUTAN PENYANGGA [Yea r] LARUTAN PENYANGGA Bahan Ajar Kelas XI IPA Semester Gasal 2012/2013 MARI BELAJAR Indikator Produk Menjelaskan komponen pembentuk larutan penyangga dengan berpikir kritis. Menjelaskan

Lebih terperinci

Larutan penyangga adalah larutan yang dapat mempertahankan harga ph terhadap pengaruh penambahan sedikit asam atau basa, atau terhadap pengenceran.

Larutan penyangga adalah larutan yang dapat mempertahankan harga ph terhadap pengaruh penambahan sedikit asam atau basa, atau terhadap pengenceran. Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Memahami sifatsifat larutan asambasa, metode pengukuran, dan terapannya. Mendeskripsikan sifat larutan penyangga dan peranan larutan penyangga dalam tubuh makhluk hidup.

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi.

PETA KONSEP. Larutan Penyangga. Larutan Penyangga Basa. Larutan Penyangga Asam. Asam konjugasi. Basa lemah. Asam lemah. Basa konjugasi. PETA KONSEP Larutan Penyangga mempertahankan berupa ph Larutan Penyangga Asam mengandung Larutan Penyangga Basa mengandung Asam lemah Basa konjugasi Asam konjugasi Basa lemah contoh contoh contoh contoh

Lebih terperinci

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar

BAB 6. Jika ke dalam air murni ditambahkan asam atau basa meskipun dalam jumlah. Larutan Penyangga. Kata Kunci. Pengantar Kimia XI SMA 179 BAB 6 Larutan Penyangga Tujuan Pembelajaran: Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu: 1. Menjelaskan pengertian larutan penyangga dan komponen penyusunnya. 2. Merumuskan persamaan

Lebih terperinci

Lampiran 2.2 (Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

Lampiran 2.2 (Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Lampiran 2.2 (Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) I. Analisis Indikator 4. Memahami sifat-sifat larutan asambasa, metode pengukuran, dan terapannya SMAN 1 Dasar SMAN 4 Bandung SMAN 1 Cimahi SMAN

Lebih terperinci

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga A. PENGERTIAN Larutan penyangga atau dikenal juga dengan nama larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai ph apabila larutan tersebut ditambahkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat tiga komponen utama, yaitu:

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang didapatkan dari penelitian ini yaitu hasil pretest dan posttest. Hasil pretest digunakan sebagai data pendukung untuk mengetahui kemampuan

Lebih terperinci

wanibesak.wordpress.com 1

wanibesak.wordpress.com 1 Ringkasan, contoh soal dan pembahasan mengenai asam, basa dan larutan penyangga atau larutan buffer Persamaan ionisasi air H 2O H + + OH Dari reaksi di atas sesuai hukum kesetimbangan, tetapan kesetimbangan

Lebih terperinci

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran

kimia ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran KTSP K-13 kimia K e l a s XI ASAM-BASA III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami mekanisme reaksi asam-basa. 2. Memahami stoikiometri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM 3 ph METER, BUFFER, dan PENGENCERAN DISUSUN OLEH : MARIA LESTARI DAN YULIA FITRI GHAZALI Kamis 04 Oktober s/d 16.

LAPORAN PRAKTIKUM 3 ph METER, BUFFER, dan PENGENCERAN DISUSUN OLEH : MARIA LESTARI DAN YULIA FITRI GHAZALI Kamis 04 Oktober s/d 16. LAPORAN PRAKTIKUM 3 ph METER, BUFFER, dan PENGENCERAN DISUSUN OLEH : MARIA LESTARI DAN YULIA FITRI GHAZALI Kamis 04 Oktober 2012 14.00 s/d 16.00 wib TUJUAN : 1. Agar mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip

Lebih terperinci

Larutan Penyangga XI MIA

Larutan Penyangga XI MIA Larutan Penyangga XI MIA Komponen Larutan Penyangga Larutan Penyangga Asam Terdiri dari Asam lemah dan basa konjugasinya (Contoh : CH 3 COOH dan CH 3 COO -, HF dan F - ) Cara membuatnya : 1. Mencampurkan

Lebih terperinci

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator!

Tentukan ph dari suatu larutan yang memiliki konsentrasi ion H + sebesar 10 4 M dengan tanpa bantuan alat hitung kalkulator! Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang cara menghitung ph dan poh larutan asam basa berdasarkan konsentrasi ion [H + ] dan [OH ] SMA kelas 11 IPA. Berikut contoh-contoh soal yang bisa

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS

LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS 6 LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS A. LARUTAN PENYANGGA B. HIDROLISIS Pada bab sebelumnya, kita sudah mempelajari tentang reaksi asam-basa dan titrasi. Jika asam direaksikan dengan basa akan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA, TEMUAN, DAN PEMBAHASAN. data validitas tes yang dikembangkan dan data hasil uji coba tes. Data hasil uji

BAB IV ANALISIS DATA, TEMUAN, DAN PEMBAHASAN. data validitas tes yang dikembangkan dan data hasil uji coba tes. Data hasil uji BAB IV ANALISIS DATA, TEMUAN, DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Penelitian dan Analisis Setelah melakukan penelitian, diperoleh data hasil penelitian berupa data validitas tes yang dikembangkan dan data hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Berpikir Berpikir merupakan tujuan akhir dari proses belajar mengajar. Dengan berpikir seseorang dapat mengolah berbagai informasi yang diterimanya dan mengembangkannya

Lebih terperinci

I. LARUTAN BUFFER. 1. Membuat Larutan Buffer 2. Mempelajari Daya Sanggah Larutan Buffer TINJAUAN PUSTAKA

I. LARUTAN BUFFER. 1. Membuat Larutan Buffer 2. Mempelajari Daya Sanggah Larutan Buffer TINJAUAN PUSTAKA I. LARUTAN BUFFER II. TUJUAN 1. Membuat Larutan Buffer 2. Mempelajari Daya Sanggah Larutan Buffer III. TINJAUAN PUSTAKA Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan suatu larutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba. Pengetahuan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar dan Pembelajaran Belajar merupakan proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar-mengajar, baik individual

Lebih terperinci

GALAT TITRASI. Ilma Nugrahani

GALAT TITRASI. Ilma Nugrahani GALAT TITRASI Ilma Nugrahani Galat Titrasi Adalah galat yang terjadi karena indikator berubah warna sebelum atau sesudah titik setara ditunjukkan dari kurva titrasi titik akhir titik ekivalen. Dapat disebabkan

Lebih terperinci

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A

YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 URS

Lebih terperinci

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA.

Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Kimia Study Center - Contoh soal dan pembahasan tentang hidrolisis larutan garam dan menentukan ph atau poh larutan garam, kimia SMA kelas 11 IPA. Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak

Lebih terperinci

BAB 7. ASAM DAN BASA

BAB 7. ASAM DAN BASA BAB 7. ASAM DAN BASA 7. 1 TEORI ASAM BASA 7. 2 TETAPAN KESETIMBANGAN PENGIONAN ASAM DAN BASA 7. 3 KONSENTRASI ION H + DAN ph 7. 4 INDIKATOR ASAM-BASA (INDIKATOR ph) 7. 5 CAMPURAN PENAHAN 7. 6 APLIKASI

Lebih terperinci

LEMBAR SOAL. Mata pelajaran : Kimia. Kelas/Program : XI/IPA Hari, tanggal : Selasa, 8 April 2008 Alokasi waktu : 90 Menit

LEMBAR SOAL. Mata pelajaran : Kimia. Kelas/Program : XI/IPA Hari, tanggal : Selasa, 8 April 2008 Alokasi waktu : 90 Menit DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA Gedung D6. Kampus Sekaran Gunungpati Semarang 50229 Telp. 8508035 LEMBAR SOAL Mata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsepkonsep

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsepkonsep BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran Belajar adalah proses aktif siswa untuk mempelajari dan memahami konsepkonsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar, baik individual maupun

Lebih terperinci

Derajat Keasaman dan kebasaan (ph dan poh)

Derajat Keasaman dan kebasaan (ph dan poh) Derajat Keasaman dan kebasaan (ph dan poh) Berdasarkan teori asam basa Arhenius, suatu larutan dapat bersifat asam, basa atau netral tergantung pada konsentrasi ion H+ atau ion OH dalam larutan tersebut.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan secara deskriptif dan statistik. dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan secara deskriptif dan statistik. dapat disimpulkan sebagai berikut : BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan secara deskriptif dan statistik dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan pendekatan saintifik efektif pada materi pokok

Lebih terperinci

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB

Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : WIB Kelas : XI IPA Guru : Tim Guru HSPG Tanggal : Senin, 23 Mei 2016 Mata pelajaran : Kimia Waktu : 10.15 11.45 WIB Petunjuk Pengerjaan Soal Berdoa terlebih dahulu sebelum mengerjakan! Isikan identitas Anda

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Subjek penelitian ini adalah enam orang siswa SMA kelas XI IPA yang sudah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengertian pengembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengertian pengembangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengembangan Tes Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) pengertian pengembangan adalah suatu proses untuk menjadikan suatu (pikiran, pengetahuan, dan sebagainya) agar menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Mempelajari sains, termasuk Ilmu Kimia kurang berhasil jika tidak ditunjang dengan praktikum yang dilaksanakan dilaboratorium. Laboratorium disini dapat berarti

Lebih terperinci

CH 3 COONa 0,1 M K a CH 3 COOH = 10 5

CH 3 COONa 0,1 M K a CH 3 COOH = 10 5 Soal No. 1 Dari beberapa larutan berikut ini yang tidak mengalami hidrolisis adalah... A. NH 4 Cl C. K 2 SO 4 D. CH 3 COONa E. CH 3 COOK Yang tidak mengalami peristiwa hidrolisis adalah garam yang berasal

Lebih terperinci

Aplikasi Larutan Buffer dalam Kehidupan Sehari-hari

Aplikasi Larutan Buffer dalam Kehidupan Sehari-hari Aplikasi Larutan Buffer dalam Kehidupan Sehari-hari Buat apa sih belajar tapi gak dipake? Pertanyaan ini tuh selalu muncul di otak gue tiap ngadepin pelajaran yang bikin gue mabok 3 x 24 jam. Dan mungkin

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Sekolah Mata Pelajaran Pokok Bahasan Kelas/semester : Madrasah Darul Ihksan Samarinda : Kimia : Larutan Penyangga : XI /Genap Tahun Ajaran : 2012/2013 Alokasi waktu

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks. Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks. Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Temuan 4.1.1 Pengkategorian Penggunaan Level Mikroskopik dalam Buku Teks Kimia SMA pada Materi Larutan Penyangga Penggunaan level mikroskopik dalam buku teks

Lebih terperinci

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013

KIMIa ASAM-BASA II. K e l a s. A. Kesetimbangan Air. Kurikulum 2006/2013 Kurikulum 2006/2013 KIMIa K e l a s XI ASAM-BASA II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami kesetimbangan air. 2. Memahami pengaruh asam

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian berupa hasil pretest, posttest,dan dokumentasi. Data hasil pretest (sebelum diberi perlakuan) dan pottest

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA )

LEMBARAN SOAL 4. Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) LEMBARAN SOAL 4 Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I. Standar Kompetensi 1. Memahami sifat-sifat larutan asam basa, metode pengukuran, dan terapannya

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I. Standar Kompetensi 1. Memahami sifat-sifat larutan asam basa, metode pengukuran, dan terapannya Lampiran 2 63 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN I Mata Pelajaran Kelas/Semester Sub Materi Pokok Alokasi Waktu Pertemuan ke : Kimia : XI IPA 4/ 2 (dua) : Teori Asam Basa Arrhenius : 2 x 45 menit : I Standar

Lebih terperinci

BAB LARUTAN PENYANGGA. Click to edit Master subtitle style 4/8/12

BAB LARUTAN PENYANGGA. Click to edit Master subtitle style 4/8/12 BAB 8 7 LARUTAN Click to edit Master subtitle style PENYANGGA Oleh : Ariel Evansyah Herianto Arika Budi Yarti Arina Dyah Yuliarti Permata Rahmatul Hijjah Risma Eva Rizki Imansari Rizki Mamluatuz Zahro

Lebih terperinci

MATERI HIDROLISIS GARAM KIMIA KELAS XI SEMESTER GENAP

MATERI HIDROLISIS GARAM KIMIA KELAS XI SEMESTER GENAP MATERI HIDROLISIS GARAM KIMIA KELAS XI SEMESTER GENAP PENDAHULUAN Kalian pasti mendengar penyedap makanan. Penyedap makanan yang sering digunakan adalah vitsin. Penyedap ini mengandung monosodium glutamat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelas X SMA Negeri 7 Bandung karena sekolah tersebut termasuk ke dalam sekolah kluster 2 yang sudah menggunakan Kurikulum 2013

Lebih terperinci

Soal dan Pembahasan Asam Basa, Larutan Penyangga, Hidrolisis Garam, dan K SP

Soal dan Pembahasan Asam Basa, Larutan Penyangga, Hidrolisis Garam, dan K SP Soal dan Pembahasan Asam Basa, Larutan Penyangga, Hidrolisis Garam, dan K SP Θ Asam Basa 1. Jelaskan Pengertian Asam Basa menurut arrhenius! Asam Zat yang dalam air melepaskan ion H + Basa Senyawa yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

BAB II KAJIAN TEORITIS. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan 9 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Konsep Teoritis 1. Belajar dan hasil belajar Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP ) Satuan Pendidikan : Mata Pelajaran : KIMIA Kelas/ Semester : XI / 2 Pertemuan : 1-3 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit Pertemuan : 1 Standar Kompetensi :Memahami sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fungsi dari mata pelajaran kimia di SMA adalah untuk mengembangkan keterampilan proses sains serta menumbuhkan kreativitas siswa. Keterampilan proses

Lebih terperinci

OAL TES SEMESTER II. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat!

OAL TES SEMESTER II. I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! KIMIA XI SMA 217 S OAL TES SEMESTER II I. Pilihlah jawaban yang paling tepat! 1. Basa menurut Arhenius adalah senyawa yang bila dilarutkan dalam air akan menghasilkan a. proton d. ion H b. elektron e.

Lebih terperinci

2/14/2012 LOGO Asam Basa Apa yang terjadi? Koma Tulang keropos Sesak napas dll

2/14/2012 LOGO Asam Basa Apa yang terjadi? Koma Tulang keropos Sesak napas dll LOGO Bab 08 Asam Basa Apa yang terjadi? - Koma - Tulang keropos - Sesak napas - dll 1 Ikhtisar Teori Asam Basa Sifat Asam-Basa dari Air ph-suatu ukuran keasaman Kesetimbangan Asam-Basa Lemah dan Garam

Lebih terperinci

BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN

BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN BAHAN AJAR EVALUASI PEMBELAJARAN ANALISIS POKOK UJI DRA. SITI SRIYATI, M.Si JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FPMIPA UPI ANALISIS POKOK UJI / TEKNIK ANALISIS SOAL TES ISTILAH YANG DIBERIKAN PADA PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD

Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD Inisiasi II ASESMEN PEMBELJARAN SD (Mengembangkan Tes sebagai Instrumen Asesmen) Selamat bertemu kembali dengan saya Yuni Pantiwati sebagai tutor dalam mata kuliah Asesmen Pembelajaran SD. Kali ini merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Data Uji Coba Instrumen Tes Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes uraian yang sebelumnya diujicobakan terlebih dahulu kepada peserta

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR LARUTAN BUFFER Nama : Fathul Muin NIM : 12/334686/PA/14919 LABORATORIUM KIMIA DASAR JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA DASAR

Lebih terperinci

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan

Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi. Bab17. Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan Presentasi Powerpoint Pengajar oleh Penerbit ERLANGGA Divisi Perguruan Tinggi Bab17 Kesetimbangan Asam-Basa dan Kesetimbangan Kelarutan Larutan buffer adalah larutan yg terdiri dari: 1. asam lemah/basa

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka. Asam basa Konjugasi Menurut Bronsted Lowry

Bab II Tinjauan Pustaka. Asam basa Konjugasi Menurut Bronsted Lowry Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Asam basa Konjugasi Menurut Bronsted Lowry Untuk memahami konsep larutan buffer perlu diketahui konsep asam basa. Konsep asam basa ada tiga yaitu menurut Arrhenius, Bronsted

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Langsung dalam menanamkan disiplin. santri di Pondok Pesantren Ma dinul ulum Campurdarat dan

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Langsung dalam menanamkan disiplin. santri di Pondok Pesantren Ma dinul ulum Campurdarat dan 124 BAB V PEMBAHASAN A. Perencanaan Pembelajaran Langsung dalam menanamkan disiplin santri di Pondok Pesantren Ma dinul ulum Campurdarat dan Madrasah Diniyah Tanwirul Qulub Pelem Campurdarat. 1. Berdasarkan

Lebih terperinci

TEORI ASAM BASA Secara Umum :

TEORI ASAM BASA Secara Umum : TEORI ASAM BASA Secara Umum : Asam Basa : : Cairan berasa asam dan dapat memerahkan kertas lakmus biru Cairan berasa pahit dan dapat membirukan kertas lakmus merah Garam : Cairan yang berasa asin TEORI

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Diskusi

Bab IV Hasil dan Diskusi Bab IV Hasil dan Diskusi IV.1 Hasil Eksperimen Eksperimen dikerjakan di laboratorium penelitian Kimia Analitik. Suhu ruang saat bekerja berkisar 24-25 C. Data yang diperoleh mencakup data hasil kalibrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah mengalami

TINJAUAN PUSTAKA. dalam menghadapi suatu keadaan pada waktu sebelum dan sesudah mengalami 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

Dikenal : - Asidimetri : zat baku asam - Alkalimetri : zat baku basa DASAR : Reaksi penetralan Asam + Basa - hidrolisis - buffer - hal lain ttg lart

Dikenal : - Asidimetri : zat baku asam - Alkalimetri : zat baku basa DASAR : Reaksi penetralan Asam + Basa - hidrolisis - buffer - hal lain ttg lart Dikenal : - Asidimetri : zat baku asam - Alkalimetri : zat baku basa DASAR : Reaksi penetralan Asam + Basa - hidrolisis - buffer - hal lain ttg lart a. AK + BK ph = 7 B. AK + BL ph < 7 C. AL + BK ph >

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. meningkatkan prestasi belajar dan aktivitas peserta didik dalam proses dan

BAB III METODE PENELITIAN. meningkatkan prestasi belajar dan aktivitas peserta didik dalam proses dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas dimaksudkan untuk memberikan informasi terhadap tindakan yang tepat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang

II. KERANGKA TEORETIS. Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang 9 II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Berpikir Kreatif Kreativitas sebagai alat individu untuk mengekspresikan kreativitas yang dimiliki sebagai hasil dari kemampuan berpikir kreatif merupakan

Lebih terperinci

Yusria Izzatul Ulva, Santosa, Parlan Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang Abstrak

Yusria Izzatul Ulva, Santosa, Parlan Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Malang Abstrak IDENTIFIKASI TINGKAT PEMAHAMAN KONSEP LARUTAN PENYANGGA ASPEK MAKROSKOPIK, SUBMIKROSKOPIK, DAN SIMBOLIK PADA SISWA KELAS XI IPA SMAN 3 MALANG TAHUN AJARAN 2013/ 2014 Yusria Izzatul Ulva, Santosa, Parlan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pengembangan. Metode penelitian pengembangan memuat 3 komponen utama yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Sunyono (2013) model pembelajaran dikatakan efektif bila siswa dilibatkan secara aktif dalam mengorganisasi dan menemukan hubungan dan informasiinformasi

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Data hasil penelitian diperoleh dari hasil tes uraian berupa pretest yang dilakukan sebelum pembelajaran dan posttest yang dilakukan setelah proses

Lebih terperinci

LOGO TEORI ASAM BASA

LOGO TEORI ASAM BASA LOGO TEORI ASAM BASA TIM DOSEN KIMIA DASAR FTP 2012 Beberapa ilmuan telah memberikan definisi tentang konsep asam basa Meskipun beberapa definisi terlihat kurang jelas dan berbeda satu sama lain, tetapi

Lebih terperinci

4. Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran, dan terapannya.

4. Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran, dan terapannya. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) LARUTAN PENYANGGA/ BUFFER SEKOLAH : SMAN 16 SURABAYA MATA PELAJARAN : KIMIA KELAS / SEMESTER : XI / 2 (dua) ALOKASI WAKTU : 2 Jam Pelajaran I. STANDAR KOMPETENSI

Lebih terperinci

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia 2. Dosen Program Studi Pendidikan Kimia, FKIP, UNS, Surakarta, Indonesia Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 3 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PEMBELAJARAN DIRECT INSTRUCTION DISERTAI HIERARKI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir

TINJAUAN PUSTAKA. sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola pikir II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Belajar adalah proses perubahan seseorang yang diperoleh dari pengalamannya sendiri. Belajar dapat diukur dengan melihat perubahan prilaku atau pola

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20.

TINJAUAN PUSTAKA. Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Konstruktivisme Teori konstruktivisme dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget (Sanjaya, 2008) berpendapat bahwa pada dasarnya setiap individu sejak kecil

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data kualitas keterampilan memberikan penjelasan sederhana peserta didik. Sebagaimana dijabarkan

Lebih terperinci

Penambahan oleh sedikit asam-kuat (H + ) menyebabkan kesetimbangan. CH 3 COOH(aq) CH 3 COO - (aq) + H + (aq) (9.1) asam lemah

Penambahan oleh sedikit asam-kuat (H + ) menyebabkan kesetimbangan. CH 3 COOH(aq) CH 3 COO - (aq) + H + (aq) (9.1) asam lemah Larutan bufer* merupakan sistem larutan yang dapat mempertahankan lingkungannya dari pengaruh seperti oleh penambahan sedikit asam/basa kuat, atau oleh pengenceran. Sistem bufer terdiri atas dua komponen,

Lebih terperinci

KONTROL KEASAMAN LARUTAN PENYANGGA (BUFFER)

KONTROL KEASAMAN LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) KONTROL KEASAMAN LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) TUJUAN: 1. Memahami manfaat mengontrol ph, terutama dalam sistem fisiologi. 2. Mempelajari tehnik mempertahankan nilai ph larutan dalam berbagai aplikasi. 3.

Lebih terperinci

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Untuk mengembangkan strategi pembelajaran pada materi titrasi asam basa dilakukan tiga tahap yaitu tahap pertama melakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar

Lebih terperinci

Asam-Basa. Kimia. Kelas XI. B usiness Name. Indikator: A. Teori Asam-Basa

Asam-Basa. Kimia. Kelas XI. B usiness Name. Indikator: A. Teori Asam-Basa Asam-Basa Kimia Kelas XI B usiness Name Indikator: 3.1.1 Menjelaskan teori asam basa berdasarkan konsep Arrhenius, Brosnted Lowry dan Lewis 3.1.2 Menjelaskan pengertian indikator asam-basa 3.1.3 Menyebutkan

Lebih terperinci

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik K-13 Kelas X kimia LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami perbedaan antara larutan elektrolit dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Objek Penelitian Uji coba soal tes open-ended problem melibatkan responden siswa SMA kelas XI IPA di sekolah yang berbeda. Untuk uji coba 1 dan uji coba 2 melibatkan

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Bahwa dalam penelitian ini diperoleh data sebagai berikut: 1. Lembar Observasi Keterampilan Generik Sains Berdasarkan penelitian diperoleh data obsevasi

Lebih terperinci

Skripsi. disajikan sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Kimia. Oleh. Yunita Ika Safitri

Skripsi. disajikan sebagai salah satu syaratuntuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan. Program Studi Pendidikan Kimia. Oleh. Yunita Ika Safitri PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI DENGAN MEDIA LKS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATERI POKOK LARUTAN PENYANGGA DAN HIDROLISIS GARAM SISWA KELAS XI IPA Skripsi disajikan sebagai salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA MELALUI STRATEGI INTERACTIVE QUESTION AND READING ORIENTATION BERBASIS PROBLEM POSING PADA SISWA SMA 6 SEMARANG

PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA MELALUI STRATEGI INTERACTIVE QUESTION AND READING ORIENTATION BERBASIS PROBLEM POSING PADA SISWA SMA 6 SEMARANG PENINGKATAN HASIL BELAJAR KIMIA MELALUI STRATEGI INTERACTIVE QUESTION AND READING ORIENTATION BERBASIS PROBLEM POSING PADA SISWA SMA 6 SEMARANG skripsi diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1

Lebih terperinci

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran

kimia KTSP & K-13 KESETIMBANGAN KIMIA 1 K e l a s A. Reaksi Kimia Reversible dan Irreversible Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 kimia K e l a s XI KESETIMBANGAN KIMIA 1 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi reaksi kimia reversible dan irreversible..

Lebih terperinci

Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp) Tim Dosen Kimia Dasar FTP UNIVERSITAS BRAWIJAYA Kelarutan (s) Kelarutan (solubility) adalah jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam suatu pelarut.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian evaluasi Mahrens dan Lehman (Purwanto: 2004: 13) mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia modern seperti saat ini, diperlukan sikap dan kemampuan yang adaptif terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Strategi Pembelajaran Belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri. Oleh karena itu kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah eksperimen semu (Quasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian Menurut Sugiyono (2012: 6) metode penelitian pendidikan dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat

Lebih terperinci

1. Dari pengujian larutan dengan kertas lakmus diperoleh data berikut:

1. Dari pengujian larutan dengan kertas lakmus diperoleh data berikut: SOAL-SOAL BAB 5 LARUTAN ASAM BASA/ Kimia Erlangga 2B 1. Dari pengujian larutan dengan kertas lakmus diperoleh data berikut: No Larutan yang diuji Warna lakmus Merah Biru 1 X Merah Biru 2 Y Merah Merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan, karena pendidikan merupakan suatu wahana yang digunakan untuk menciptakan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ini, maka diperlukan penjelaskan tentang istilah yang digunakan, yaitu:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ini, maka diperlukan penjelaskan tentang istilah yang digunakan, yaitu: BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi operasional Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran istilah dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelaskan tentang istilah yang digunakan, yaitu: 1. Kreativitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia adalah cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang secara khusus mempelajari tentang struktur, susunan, sifat dan perubahan materi, serta energi yang menyertai

Lebih terperinci