STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI"

Transkripsi

1 BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI DI KORIDOR EKONOMI BALI NUSA TENGGARA LAPORAN AKHIR TAHUN ANGGARAN 2013

2 PRAKATA Laporan Akhir ini diajukan untuk memenuhi ketentuan pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Bali dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara, yang merupakan laporan terakhir dari beberapa laporan yang disiapkan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Pada Laporan Akhir ini dibahas beberapa hal, yaitu: (1) Pendahuluan, (2) Tinjauan Pustaka, (3) Metodologi Studi, (4) Kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) Perkiraan Kondisi Mendatang dan (6) Arah Pengembangan Jaringan. Seluruh pembahasan tersebut telah disesuaikan dengan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok. Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan kegiatan pada tahap selanjutnya. Jakarta, Desember 2013 PT. Pemeta Engineering System i

3 DAFTAR ISI PRAKATA... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL...v DAFTAR GAMBAR... vii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Studi Lingkup Wilayah Lingkup Kegiatan Hasil yang Diharapkan Sistematika Pembahasan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi Landasan dan Asas Penyusunan Tatralok Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal Kajian Terhadap Tata Ruang Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali Kajian Terhadap Tatrawil Provinsi Bali Kajian terhadap MP3EI Kedudukan Kabupaten Badung dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Bali Arahan Peruntukan Ruang di Kabupaten Badung Kerangka Pemikiran BAB 3 METODOLOGI STUDI Kajian Literatur Pengumpulan dan Kompilasi Data Sekunder Pengumpulan dan Kompilasi Data Primer ii

4 3.4 Tahap Analisis Skematik Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Perencanaan Transportasi Yang Akan Datang Proses Pemodelan Transportasi Komponen Pemodelan Transportasi Rapat Konsultasi Teknis dan Koordinasi Diskusi dan Pemaparan Hasil Kegiatan Diskusi internal Diskusi Eksternal Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner Pengumpulan Data Desain Kuesioner dan Wawancara BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Kondisi Sosio Ekonomi Kabupaten Badung Kondisi Geografis Kondisi Topografi Kondisi Geologi Kondisi Penggunaan Lahan Kondisi Kependudukan Potensi Sumber Daya Alam Pola Aktivitas Kondisi Transportasi Kabupaten Badung BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Bangkitan dan Distribusi Arus Barang/Penumpang Sistem Zona Bangkitan/Tarikan dan Distribusi Perjalanan Model Pengembangan Jaringan Transportasi Matriks Asal Tujuan Tahun Prediksi Pembebanan dan Kinerja Jalan Tahun 2017, 2022 dan Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi Jaringan Pelayanan Transportasi Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Regional iii

5 5.4.3 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan di Kabupaten Badung Rencana Sistem Jaringan Jalan di Kawasan Samigita Prioritas Pengembangan Jaringan Transportasi BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN Arah Pengembangan Jaringan Transportasi Jaringan Pelayanan Transportasi Jaringan Transportasi Jalan Kebijakan dan Program Pengembangan Jaringan Transportasi Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi Program Pengembangan Jaringan Transportasi DAFTAR PUSTAKA iv

6 DAFTAR TABEL Tabel 3 1 Jenis Penanganan Penanganan Permasalahan Transportasi Tabel 3 2 Daftar Data Yang Dibutuhkan Tabel 4 1 Administrasi Kabupaten Badung Tabel 4 2 Luas Wilayah, Ketinggian, dan Luas Terbangun per Kecamatan Kabupaten Badung Tabel 4 3 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 5 Penduduk Kabupaten Badung Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Hasil Sakernas Agustus Tahun (000 orang) Tabel 4 6 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 7 Produksi Tanaman Buah Buahan Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 8 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 9 Populasi Ternak Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 10 Populasi Unggas Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 11 Jumlah Produksi Tambang Galian C di Kabupaten Badung Tabel 4 12 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Kerajinan Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 13 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Industri Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 14 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Pertanian Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 15 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Perkebunan Kabupaten Badung Tahun Tabel 4 16 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Komoditas Lain lain Kabupaten Badung Tahun v

7 Tabel 4 17 Realisasi Jumlah Ekspor Non Migas Kabupaten Badung Tabel 4 18 Kinerja Ruas Jalan di Kabupaten Badung (Selektif) Tabel 4 19 Kinerja Ruas Jalan disekitar Samigita (Seminyak, Legian dan Kuta) Tabel 5 1 Pembagian Zona di Kabupaten Badung Tabel 5 2 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (orang/tahun) Kabupaten Badung Tabel 5 3 Jumlah sampel dan faktor pengembangan sampel home interview Tabel 5 4 Matrik asal tujuan perjalanan dalam daerah studi pada tahun dasar (2013) hasil survai home interview (orang/hari) Tabel 5 5 Matrik asal tujuan perjalanan dalam daerah studi pada tahun dasar (2013) setelah diekspanding (orang/hari) Tabel 5 6 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang km Pada Tahun rrncana (2017) Hasil Model Furness Tabel 5 7 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Km Pada Tahun Rencana (2022) Hasil Model Furness Tabel 5 8 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang Km Pada Tahun Rencana (2032) Hasil Model Furness Tabel 5 9 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun Tabel 5 10 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun Tabel 5 11 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun Tabel 5 12 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun Tabel 5 13 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun Tabel 5 14 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun Tabel 5 15 Rencana jaringan trayek angkutan umum Trans Sarbagita Tabel 5 16 Ruas Jalan Utama di Kawasan SAMIGITA vi

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2 1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas Gambar 2 2 Diagram Perumusan Visi Gambar 2 3 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah Gambar 2 4 Koridor Ekonomi Prioritas Gambar 2 5 Tema Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia Gambar 2 6 Tema Pembangunan Kepulauan Indonesia Gambar 2 7 Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara Gambar 2 8 Pariwisata di Koridor Bali Nusa Tenggara Penting Bagi Perekonomian Indonesia Gambar 2 9 Kedudukan Kabupaten Badung dalam konstelasi wilayah Provinsi Bali Gambar 2 10 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di Wilayah Provinsi Bali Gambar 3 1 Skema Tataran Transportasi Lokal Gambar 3 2 Skematik Penyusunan Perencanaan Transportasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang Gambar 3 3 Memperkirakan Kebutuhan Pelayanan dan Penilaian Kinerja Pelayanan Transportasi Yang Akan Datang Gambar 3 4 Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT Wilayah Studi Gambar 3 5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute Gambar 3 6 Jaringan nyata/fisik Gambar 3 7 Penyederhanaan Tampilan Jaringan Gambar 4 1 Peta Orientasi Wilayah Kabupaten Badung Gambar 4 2 Potensi Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Badung Tahun Gambar 4 3 Potensi Produksi Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung Tahun Gambar 4 4 Potensi Populasi Ternak Kabupaten Badung Tahun Gambar 4 5 Potensi Populasi Unggas Kabupaten Badung Tahun vii

9 Gambar 4 6 Grafik Potensi Produksi Pertambangan Kabupaten Badung Tahun Gambar 4 7 Peta Pola Aktivitas Kabupaten Badung Gambar 5 1 Rencana Jaringan Trayek Angkutan Umum Trans Sarbagita Gambar 5 2 Rencana Jalan Arteri Primer/Tol di Provinsi Bali viii

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karena itu Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat bergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut, MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) pembangunan ekonomi nasional. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional, yang terdiri atas Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem 1 1

11 Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat pusat perekonomian lokal, regional, dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan keterhubungan lokal, regional, dan global/internasional. Sebagai unsur pendorong dalam pengembangan, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal, dan berbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis. Sistranas pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upayaupaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok). Dalam kaitan tersebut perlu disusun sistem pada Tatralok sehingga diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang, baik pada tataran tataran lokal, provinsi, hingga nasional/internasional. 1 2

12 1.2 Perumusan Masalah Terkait dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011, Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia , diperlukan dukungan Undang Undang No.26 Tahun 2007, tentang Tata Ruang, dan Undang Undang di Bidang Transportasi, yaitu UU No. 23 Tahun 2007, tentang Perekerataapian, Undang undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang Undang No. 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan, dan Undang Undang No. 22 Tahun 2009, tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Dalam kaitan tersebut Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) yang dibuat oleh Pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) dibuat oleh Pemerintah Provinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketiga tataran tersebut berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, baik pada tataran lokal, tataran wilayah, maupun tataran nasional. Penyusunan Tatralok dilakukan dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi, baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, serta kebijakan tata ruang dan lingkungan. 1.3 Maksud dan Tujuan Maksud studi ini adalah menyusun, mengevaluasi, dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah. Tujuannya studi ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, provinsi, dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). 1 3

13 1.4 Ruang Lingkup Studi Lingkup Wilayah Kegiatan studi ini dilaksanakan di 3 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Pada laporan ini kabupaten Badung sebagai lokasi studi Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan studi Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Bali dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara, antara lain, adalah: a. Menentukan identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Melakukan evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana transportasi secara terpadu; c. Melakukan analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana pembangunan dalam MP3EI, Tatranas, dan Tatrawil; d. Mengkaji model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten; e. Merumuskan alternative alternatif pengembangan jaringan transportasi; f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025, dan 2030; g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal; h. Menyusun rancangan peraturan Bupati tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok); i. Mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Ibukota Kabupaten untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok di Ibu Kota Provinsi. 1 4

14 1.5 Hasil yang Diharapkan Hasil yang diharapkan diperoleh dari pekerjaan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep penetapannya, yang disesuaikan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) , Sistranas (Sistem Transportasi Nasional), serta Tatranas (Tataran Transportasi Nasional). Keluaran kegiatan adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian. 1.6 Sistematika Pembahasan BAB 1 PENDAHULUAN; Bagian awal laporan ini berisi latar belakang studi, perumusan masalah, maksud dan tujuan, ruang lingkup studi, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA; Pada bagian ini dikemukakan tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan masalah konsep dan model pengembangan jaringan transportasi dan kerangka pemikiran studi. BAB 3 METODOLOGI STUDI Pada bagian ini dipaparkan mengenai desain atau rancangan penelitian yang digunakan, menjabarkan sasaran penelitian, dan menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian. BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI Secara umum bagian ini menjabarkan kondisi sosio ekonomi wilayah studi, pola aktivitas, dan kondisi transportasi wilayah studi berdasarkan data hasil pengumpulan data. BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG Pada bagian ini membahas mengenai Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang, Pola Aktivitas, Bangkitan dan distribusi arus barang dan penumpang, model pengembangan 1 5

15 jaringan transportasi, alternatif pengembangan jaringan transportasi dan prioritas pengembangan jaringan transportasi BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN Bagian ini menjelaskan mengenai arah pengembangan jaringan transportasi, dan kebijakan, strategi, dan program pengembangan jaringan transportasi. 1 6

16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi Landasan dan Asas Penyusunan Tatralok Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) adalah tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antar simpul atau kota lokal (SKL) serta dari simpul atau kota lokal ke simpul atau kota wilayah (SKW) dan nasional (SKN) terdekat atau sebaliknya dan dalam kota. Kota wilayah adalah kota kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa kabupaten dalam satu provinsi. Kota gerbang wilayah dan kota kota pusat kegiatan ekonomi adalah wilayah dan kota kota yang memiliki dampak strategis terhadap pengembangan wilayah kabupaten. Simpul wilayah adalah distribusi barang dan/atau orang atau sebagai pintu masuk (inlet) atau keluar (outlet) barang dan/atau orang yang bersifat wilayah, seperti terminal bus. Beberapa landasan yang digunakan dalam penyusunan Tatralok, antara lain, adalah sebagai berikut: a. Landasan idiil adalah Pancasila; b. Landasan konstitusional adalah UUD 1945; c. Landasan visional adalah Wawasan Nusantara; d. Landasan konsepsional adalah Ketahanan Nasional; e. Landasan operasional adalah kebijakan nasional yang relevan dan peraturan perundangan di bidang transportasi, Undang Undang No. 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah, serta peraturan perundangan terkait lainnya. 2 1

17 Tatralok diselenggarakan berdasarkan asas yang tercantum dalam peraturan perundangan sektor transportasi, yaitu asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, asas manfaat, asas demokrasi Pancasila, asas adil dan merata, asas keseimbangan, asas keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, asas hukum, asas kemandirian, asas kejuangan, asas ilmu pengetahuan dan teknologi, asas kepentingan umum, asas usaha bersama, serta asas keterpaduan Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal Perencanaan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional. Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif mengandung pengertian selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Sedangkan efisien mengandung arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. Tujuan dan Sasaran Sistranas, bersama dengan elemen kebijakan lain dalam Tatanan Makro Strategis Perhubungan dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan masukan utama dalam menyusun Tataran Transportasi Wilayah. Berpedoman pada tujuan sistranas tersebut, Sistranas tentunya perlu diwujudkan dalam beberapa bentuk perencanaan, yang salah satunya adalah perwujudan Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), dengan tatarannya adalah wilayah provinsi, dan 2 2

18 perwujudan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok), yang tatarannya adalah wilayah kota atau kabupaten. Sistranas dinilai sebagai langkah tepat untuk sistem transportasi yang kompetitif. Hal itu dimungkinkan karena yang dikedepankan dalam sistranas adalah sinergi dan interkoneksi antar moda transportasi, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota dengan mengakomodasi tata ruang setempat. Adanya suatu pergeseran, baik pada kewenangan maupun secara kelembagaan, serta perubahan struktur kewilayahan menyebabkan sektor transportasi harus tetap memandang suatu daerah sebagai wilayah fungsional sehingga mengharuskan dilakukannya penerapan kebijakan transportasi secara khusus yang berada dalam suatu kerangka nasional yang utuh. Dikaitkan dengan potensi ekonomi wilayah, secara umum transportasi mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan (servicing function) pada wilayah yang telah berkembang dan fungsi promosi (promoting function) pada wilayah yang belum berkembang. Dalam kaitan tersebut, proses pengembangan jaringan transportasi di suatu wilayah perlu mempertimbangkan kondisi potensi wilayah tersebut. Keterkaitan Sistranas pada Tatralok secara hirarki adalah tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, yang terdiri atas transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, dan transportasi udara, yang masing masing terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis dan berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau antar kota wilayah ke simpul atau kota provinsi atau sebaliknya. Hubungan tersebut semakin menunjukkan bahwa keterkaitan antara Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) terhadap Sistranas tidak dapat dipisahkan karena pelayanan perpindahan orang dan/atau barang dari suatu wilayah ke kota provinsi 2 3

19 tidak dapat dilakukan dengan salah satu tataran transportasi saja, melainkan harus terpadu dengan tataran transportasi lainnya. Demikian sebaliknya, orang dan/atau barang dari kota provinsi menuju kota wilayah harus dilayani dengan tataran transportasi tersebut. Adapun kedudukan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dapat dilihat pada uraian berikut. Gambar 2-1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas Terhadap perwujudan Sistranas, Tatralok merupakan tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan masing masing tataran mempunyai karakteristik fungsional yang saling terkait, antarmoda dan antarwilayah, dan berinteraksi membentuk sistem pelayanan transportasi yang berinteraksi secara sistemik pada setiap tahapan perumusan dan perwujudan tiap tataran transportasi, dalam menyediakan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien. 2 4

20 2.1.3 Kajian Terhadap Tata Ruang Dalam kaidah perencanaan transportasi, suatu perencanaan disusun secara berjenjang dengan urutan yang bersifat lebih makro disusun terlebih dahulu, yang kemudian menjadi payung atau referensi bagi penyusunan rencana yang lebih rinci. Berdasarkan kaidah perencanaan sebagaimana dikemukakan tersebut, rencana sistem transportasi merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Dalam menyusun rencana sistem transportasi, ketentuan normatif tersebut pada prinsipnya dapat dipenuhi karena RTRW Kabupaten/Kota telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Landasan Konseptual Perencanaan Ciri ciri umum suatu perencanaan adalah serangkaian tindakan beruntun yang dimaksudkan untuk suatu pemecahan masalah dan merealisasikan potensi di masa datang. Secara garis besar tindakan tindakan dalam perencanaan terdiri atas: Identifikasi permasalahan dan potensi; Perumusan tujuan dan sasaran; Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pencapaian tujuan dan sasaran; Proyeksi keadaan masa datang; Perumusan berbagai alternatif; dan Penyusunan rencana terpilih yang di dalamnya dapat tercantum rumusan kebijaksanaan strategi, program dan kegiatan untuk pencapaian tujuan dan sasaran Perencanaan Transportasi Dalam Pembangunan Daerah Perencanaan Transportasi harus mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah dengan cara mengarahkan masyarakat untuk memanfaatkan setiap bagian ruang untuk kegiatan kegiatan yang produktif. Hal ini berarti bahwa rencana sistem transportasi harus menunjukkan bagian bagian kawasan yang tidak boleh dikembangkan untuk keperluan konservasi, kepentingan strategis, dan untuk cadangan masa depan. 2 5

21 Selebihnya adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluannya dengan batasan batasan yang minimal. Pendekatan konvensional perencanaan transportasi yang dianut selama ini cenderung memandang masyarakat sebagai obyek pembangunan/perencanaan padahal kegiatan perencanaan transportasi tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Perencanaan transportasi merupakan dokumen pelaksanaan pembangunan yang harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk masyarakat setempat, sehingga dalam penerapannya pemerintah bersama dengan masyarakat dapat berperan serta menjalankan fungsi kontrol. Beberapa paradigma yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan sistem transportasi dalam pembangunan daerah adalah: a. Otonomi Daerah yang Luas, Nyata, dan Bertanggung Jawab Otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Karena itu dalam era otonomi luas seperti sekarang ini diperlukan perubahan pola pikir pendekatan penataan sistem transportasi. Pola pikir pendekatan penataan sistem transportasi ini memandang masyarakat sebagai subyek peraturan dengan keanekaragaman perilaku. Kondisi ini identik dengan pengaturan pemerintah daerah yang selama ini dianggap homogen, yang dalam era otonomi luas ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Pendekatan baru dalam penataan sistem transportasi ini menuntut pemerintah berperan dalam menggali dan mengembangkan visi secara bersama antara pemerintah dan kelompok masyarakat di daerah dalam merumuskan wajah ruang di masa depan, standar kualitas ruang, dan aktivitas yang diinginkan dan yang dilarang pada suatu kawasan yang direncanakan. Secara lebih rinci, fungsi penataan sistem transportasi kabupaten/kota adalah menyusun arahan, tujuan, dan kebijakan penataan sistem transportasi, merumuskan struktur dan proses proses penataan sistem transportasi, 2 6

22 menentukan peraturan hukum mengenai produk dan proses penataan sistem transportasi, mengkaji dan mengesahkan rencana, membuat sistem implementasi rencana, serta membentuk dukungan informasi untuk penataan yang dilakukan oleh masyarakat maupun institusi pemerintah. Materi kebijakan penataan sistem transportasi kabupaten/kota, antara lain, meliputi: (1) kerangka sistem perencanaan, prinsip, tujuan, dan kebijakan strategis, (2) panduan penataan sistem transportasi kabupaten/kota, (3) institusi, program, dan prosedur untuk menyiapkan dan melaksanakan rencana sistem transportasi, dan kebijakan penataan ruang, (4) peraturan, ketentuan, dan standar pengelolaan sumber daya alam, serta (5) strategi sektoral penataan sistem transportasi dan indikator untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan penataan sistem transportasi. Pemerintah Daerah Kabupaten juga perlu melakukan koordinasi untuk memadukan rencana rencana tata ruang dan kebijakan pengelolaan sektor sektor sumber daya alam serta berhubungan dengan institusi lain (internasional, pusat, Provinsi, lokal, penduduk asli) mengkoordinasikan hasil hasil penataan sistem transportasi dengan program program sosial ekonomi. Hubungan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lain dan dengan Pemerintah Provinsi juga mungkin perlu dibentuk untuk menyelesaikan konflik konflik pemanfaatan ruang yang terjadi. b. Pelibatan Peran Serta Masyarakat dan Prinsip Transparasi Bila dikaitkan dengan penataan sistem transportasi, tujuan peran serta masyarakat adalah: Meningkatkan mutu produk penataan sistem transportasi serta proses penyusunannya Meningkatan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya sumberdaya prasarana transportasi serta sumber daya lainnya demi terciptanya kemakmuran. 2 7

23 Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan sistem transportasi (transparansi kebijakan). Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penataan sistem transportasi terutama membantu memberikan informasi tentang pelanggaran (kontribusi tanggung jawab). Era otonomi daerah sebenarnya juga menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan memutuskan alternatif rencana. Hal ini merupakan suatu langkah untuk menjadikan rencana, khususnya rencana sistem transportasi, sebagai suatu rencana milik masyarakat. Sistem transportasi terkait erat dengan perencanaan tata ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebenarnya telah ditetapkan dalam PP No. 68 Tahun 2010, tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang. c. Prinsip Keberlanjutan Pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tiang pendukung, yaitu pertumbuhan ekonomi, lingkungan biogeofisik (yang mendukung kehidupan masyarakat) yang sehat, dan lingkungan sosial yang harmonis. Untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, ketiga pendukung tersebut, yaitu pertumbuhan ekonomi, lingkungan yang sehat dan kondisi sosial yang harmonis, harus mendapat perhatian dan dilakukan secara terpadu. Tak ada pendukung yang lebih penting atau kurang penting, sehingga mengabaikan salah satu pendukung akan menyebabkan tidak tercapainya pembangunan berkelanjutan Pendekatan Perencanaan Transportasi Berbasis Keruangan Secara diskriptif pendekatan penyusunan Tatralok Kabupaten/Kota dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama adalah dilakukan perumusan visi pengembangan ssstem transportasi yang mencerminkan kondisi setempat dan konstribusinya dalam merealisasikan visi Provinsi. 2 8

24 RTRW VISI KONDISI KAWASAN ASPIRASI STAKEHOLDER VISI PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI Gambar 2-2 Diagram Perumusan Visi Kedua adalah merumuskan hipotesis konseps sistem transportasi wilayah berdasarkan visi yang ingin dicapai, arahan RTRW, serta kondisi wilayah dalam konteks intra maupun inter kawasan Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali Tujuan Penataan Ruang Penataan ruang Provinsi Bali mengacu pada arah pembangunan daerah jangka panjang serta permasalahan yang ada. Tujuan pengembangan penataan ruang Provinsi Bali pada dasarnya bertitik tolak dari tujuan pengembangan wilayah secara umum yang bertujuan untuk mewujudkan: a. ruang wilayah provinsi yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri, berbudaya Bali, dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri Hita Karana; b. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; c. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi; 2 9

25 d. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan ruang; e. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; f. keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah kabupaten/kota; g. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan h. pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap mitigasi dan adaptasi bencana Rencana Struktur Ruang Provinsi Bali Rencana struktur ruang wilayah Provinsi meliputi rencana sistem perkotaan dan rencana sistem jaringan. Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud terdiri atas sistem perkotaan nasional yang ada di wilayah provinsi terdiri atas PKN dan PKW, dan sistem perkotaan wilayah Provinsi, yaitu PKL Rencana Pusat Kegiatan Sistem perkotaan nasional yang ada di wilayah Provinsi terdiri atas PKN yang berada di Denpasar Badung Gianyar Tabanan (Sarbagita) dan PKW yang berada di Kawasan Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan Semarapura, dan Kawasan Perkotaan Negara; Sistem perkotaan Provinsi, yaitu PKL yang berada di Kawasan Perkotaan Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura, dan Kawasan Perkotaan Seririt; dan PPK terdiri atas kawasan kawasan perkotaan Gilimanuk, Melaya, Mendoyo, Pekutatan, Lalanglinggah, Bajera, Megati, Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Pupuan, Petang, Nusa Dua, Tampaksiring, Tegalalang, Payangan, Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut, Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen, Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem, Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, Busungbiu, Banjar, Pancasari Candikuning, Sawan, Kubutambahan, Tejakula, Celukan Bawang, dan Pengambengan. 2 10

26 Rencana Kriteria Pusat Kegiatan Rencana kriteria pusat kegiatan wilayah Provinsi Bali memiliki fungsi pusat kegiatan yang utamanya sebagai koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa. Rencana kriteria berdasarkan sistem perkotaan Provinsi Bali adalah sebagai berikut: a. PKN ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi. b. PKW ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor impor yang mendukung PKN; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN. c. PKL ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN dan PKW. 2 11

27 d. PPK ditetapkan dengan kriteria: kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kecamatan atau sebagian wilayah kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan; kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kecamatan; dan kawasan perkotaan yang berfungsi pelayanan khusus seperti kota pelabuhan dan pusat kegiatan pariwisata Rencana Sistem Jaringan Rencana sistem jaringan Provinsi Bali meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana lingkungan. a. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Pengembangan sistem jaringan transportasi Provinsi Bali mencangkup pengembangan sistem jaringan transportasi darat, pengembangan sistem jaringan transportasi laut, dan pengembangan sistem jaringan transportasi udara. 1) Transportasi Darat Pengembangan sistem jaringan transportasi darat diarahkan pada pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan, pelabuhan penyeberangan, peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum, manajemen dan rekayasa lalulintas serta pengembangan sistem jaringan transportasi darat lainnya. Pengembangan sistem jaringan transportasi darat mencakup: jaringan jalan nasional; jaringan jalan Provinsi; penyeberangan; jaringan pelayanan angkutan umum; dan jaringan transportasi darat lainnya. 2 12

28 Jaringan jalan nasional terdiri atas jalan bebas hambatan, jalan arteri primer dan jalan kolektor primer. Pengembangan jalan bebas hambatan dilaksanakan setelah melalui kajian teknis, ekonomi dan budaya, mencakup: jalan bebas hambatan antar kota, mencakup: 1. Kuta Tanah Lot Soka; 2. Canggu Beringkit Batuan Purnama; 3. Tohpati Kusamba Padangbai; 4. Pekutatan Soka; 5. Negara Pekutatan; 6. Gilimanuk Negara; dan 7. Mengwitani Singaraja. jalan bebas hambatan dalam kota, mencakup: 1. Serangan Tanjung Benoa; 2. Serangan Tohpati; 3. Kuta Bandar Udara Ngurah Rai; dan 4. Kuta Denpasar Tohpati. Pengembangan jalan Jalan arteri primer, mencakup: 1. Gilimanuk Negara Pekutatan Soka Antosari Tabanan Mengwitani; 2. Mengwitani Denpasar Tohpati Dawan Kusamba Angantelu Padangbai; 3. Tohpati Sanur Pesanggaran Pelabuhan Benoa; dan 4. Pesanggaran Tugu Ngurah Rai Bandara Ngurah Rai. Pengembangan jalan Jalan kolektor primer, mencakup: 1. Denpasar Tohpati Sakah Blahbatuh Semebaung Gianyar Sidan Klungkung Gunaksa; 2. Cekik Seririt Singaraja Kubutambahan Amed Amlapura Angantelu; 3. Mengwitani Singaraja; 4. Soka Seririt; dan 5. Tugu Ngurah Rai Nusa Dua. 2 13

29 Jaringan jalan Provinsi terdiri atas jalan kolektor primer provinsi dan jalan strategis provinsi. Jalan kolektor primer provinsi terdiri atas sebaran ruas jalan yang menghubungkan antar PKW, antar PKW dengan PKL, antar PKL dengan PKL di seluruh wilayah kabupaten/kota. Jalan strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mencakup ruas jalan menuju Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan. Penyeberangan mencakup pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan. 1. Pelabuhan penyeberangan mencakup: a) pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana dan Pelabuhan Padangbai di Kabupaten b) Karangasem berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan antar Provinsi; c) rencana pengembangan Pelabuhan Amed di Kabupaten Karangasem berfungsi untuk d) pelayanan kapal penyeberangan antar Provinsi melalui lintas Bali Utara (Jawa Bali NTB); dan e) pelabuhan Mentigi di Nusa Penida dan Pelabuhan Gunaksa, sebagai pelabuhan untuk pelayanan kapal penyeberangan dalam Provinsi. 2. Lintas penyeberangan mencakup: a) lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Bali antara Pelabuhan Ketapang (Provinsi Jawa Timur) dengan Pelabuhan Gilimanuk; b) lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Lombok antara Pelabuhan Padangbai dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat); c) rencana lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Lombok antara rencana Pelabuhan Amed dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat); dan d) lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Badung antara Pelabuhan Mentigi (Nusa Penida) dengan Pelabuhan Gunaksa. 2 14

30 Peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum sebagaimana dimaksud mencakup pengembangan angkutan umum antarkota, pengembangan angkutan umum perkotaan, pengembangan angkutan umum perdesaan, dan pengembangan terminal penumpang secara terpadu dan berhierarki. 1. Pengembangan angkutan umum mencakup: a) pengembangan secara bertahap sistem terpadu angkutan umum massal antar kota dan Kawasan Metropolitan Sarbagita yang ramah lingkungan dan menggunakan energi terbarukan; b) pengembangan sistem trayek terpadu dan terintegrasi baik antar kota, kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; dan c) pengembangan kebijakan untuk menekan pemanfaatan kendaraan pribadi. 2. Pengembangan terminal penumpang secara terpadu dan berhierarki mencakup: a) Terminal tipe A terdiri atas Terminal Mengwi di Kabupaten Badung dan Terminal Banyuasri di Kabupaten Buleleng; b) Terminal tipe B, mencakup: Terminal Gilimanuk dan Terminal Negara di Kabupaten Jembrana; Terminal Pesiapan, Terminal Tanah Lot dan Terminal Pupuan di Kabupaten Tabanan; Terminal Pancasari, Terminal Seririt, Terminal Sangket, dan Terminal Penarukan di Kabupaten Buleleng; Terminal Batubulan dan Terminal Gianyar di Kabupaten Gianyar; Terminal Klungkung di Kabupaten Klungkung; Terminal Lokasrana dan Terminal Kintamani di Kabupaten Bangli; Terminal Ubung, Terminal Kreneng dan Terminal Tegal di Kota Denpasar; Terminal Karangasem dan Terminal Rendang di Kabupaten Karangasem; dan Terminal Nusa Dua dan Terminal Dalung di Kabupaten Badung. 2 15

31 c) terminal tipe C, tersebar di masing masing kabupaten/ kota; dan d) terminal khusus pariwisata dalam bentuk sentral parkir di pusat pusat kawasan pariwisata yang telah berkembang. Pengembangan sistem jaringan transportasi darat lainnya mencakup: 1. pengembangan terminal barang dan jaringan lintas angkutan barang, lokasinya ditetapkan setelah melalui kajian; dan 2. pengembangan jaringan perkeretaapian di Kawasan Metropolitan Sarbagita yang jenis dan jalur lintasannya ditetapkan setelah melalui kajian. 2) Transportasi Laut Pengembangan sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran. Tatanan Kepelabuhan meliputi pengembangan dan penataan fungsi dan jaringan pelabuhan laut, yang mencakup jaringan pelabuhan laut utama, jaringan pelabuhan laut pengumpul, jaringan pelabuhan laut pengumpan, dan jaringan pelabuhan laut khusus. 1. Jaringan pelabuhan laut utama mencakup: a) Pelabuhan Benoa; sebagai jaringan transportasi laut untuk pelayanan kapal penumpang, pariwisata, angkutan peti kemas ekspor impor barang kerajinan, garmen, seni, sembilan bahan pokok dan ekspor ikan; b) Pelabuhan Celukan Bawang; berfungsi sebagai jaringan transportasi laut untuk pelayanan kapal penumpang dan barang; dan c) Pelabuhan Tanah Ampo; sebagai pelabuhan untuk pelayanan kapal cruise dan yatch. 2. Jaringan pelabuhan laut pengumpul mencakup: a) Pelabuhan Sangsit; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan barang dan perikanan; dan b) Pelabuhan Pegametan dan Pelabuhan Penuktukan di Kabupaten Buleleng; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan barang. 2 16

32 3. Jaringan pelabuhan laut pengumpan sebagaimana mencakup: a) Pelabuhan Labuhan Lalang; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan penumpang; dan b) Pelabuhan Kusamba, Pelabuhan Buyuk dan Sanur; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan penumpang dan barang. 4. Jaringan pelabuhan laut khusus mencakup: a) Pelabuhan Manggis (Labuhan Amuk); sebagai jaringan transportasi laut khusus untuk pelayanan kapal angkutan minyak/energi; dan b) Pelabuhan Pengambengan dan Pelabuhan Kedonganan; sebagai jaringan transportasi laut khusus pelayanan kapal ikan. Alur pelayaran mencakup: 1. Alur pelayaran internasional yang terdapat di sekitar wilayah meliputi Selat Lombok yang termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II; 2. Alur pelayaran nasional dan regional; dan 3. Alur pelayaran lokal. 3) Transportasi Udara Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan. Tatanan Kebandarudaraan dan Ruang Udara, yang mencakup bandar udara umum internasional; bandar udara domestik; dan pembangunan bandar udara baru. 1. Bandar udara internasional mencakup Bandar Udara Internasional Ngurah Rai di Kabupaten Badung; berfungsi sebagai bandar udara pengumpul (hub), untuk pelayanan pesawat udara rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri. 2. Bandar udara domestik adalah Lapangan Terbang Letkol Wisnu di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng; berfungsi sebagai bandar udara umum, untuk pelayanan pesawat udara penerbangan dalam negeri, kegiatan pendidikan penerbang, olah raga dirgantara, kegiatan pertahanan dan keamanan. 3. Pembangunan bandar udara baru direncanakan di Kabupaten Buleleng; berfungsi sebagai bandar udara umum setelah melalui kajian. 2 17

33 Ruang udara untuk penerbangan mencakup: 1. Ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara; 2. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan; dan 3. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Energi Wilayah Rencana pengembangan sistem jaringan energi mencakup pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa minyak dan gas bumi. 1) Pembangkit tenaga listrik mencakup: a) pembangkit tenaga listrik yang sudah beroperasi terdiri atas interkoneksi tenaga listrik Jawa Bali, PLTD dan PLTG Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron serta interkoneksi PLTD Kutampi (Nusa Penida) dengan PLTD Jungut Batu (Nusa Lembongan); b) pengembangan pembangkit tenaga listrik baru terdiri atas PLTU Bali Timur, PLTU Celukan Bawang, PLTU Nusa Penida dan di lokasi lainnya setelah melalui kajian; dan c) pengembangan pembangkit tenaga listrik (PLT) alternatif sumber energi terbarukan, yang terdiri atas PLT Mikro Hidro, PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT Surya, dan PLT lainnya. 2) Pengembangan pembangkit tenaga listrik alternatif dari sumber energi terbarukan diarahkan untuk menghemat penggunaan energi yang tidak terbarukan dan mengurangi pencemaran lingkungan. 3) Jaringan transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem, mencakup: a) kawat saluran udara terbuka untuk Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT); b) kabel digunakan untuk saluran bawah tanah dan/atau udara pada kawasan permukiman dan aktivitas pendukungnya; dan c) kabel bawah laut/bawah air digunakan untuk sistem jaringan antar daratan. 2 18

34 4) Sistem jaringan pipa minyak dan gas dilakukan setelah melalui kajian, mencakup: a) sistem jaringan pipa minyak lepas pantai; b) sistem jaringan pipa minyak dari pelabuhan ke depo minyak terdekat; dan c) rencana pengembangan interkoneksi jaringan energi pipa gas antar Pulau Jawa Bali Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi mencakup jaringan terestrial, yang meliputi sistem kabel dan sistem nirkabel serta jaringan satelit. 1. Pengembangan jaringan terestrial diarahkan pada: a) pengembangan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah kabupaten/kota; b) menata lokasi menara telekomunikasi dan Base Transceiven Station (BTS) untuk pemanfaatan secara bersama sama antar operator; dan c) pemanfaatan jaringan terestrial sistem nirkabel dengan penutupan wilayah blankspot pada wilayah berbukit, pegunungan, atau wilayah terpencil. 2. Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan telekomunikasi melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi untuk melayani terutama wilayah kepulauan dan terpencil Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pengembangan sistem jaringan sumber daya air diarahkan pada perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. 1. Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya. 2. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan terpadu, mencakup: a) air permukaan meliputi air sungai, waduk dan danau di Wilayah Sungai Bali Penida yang terdiri atas 20 (dua puluh) Sub Wilayah Sungai (SWS); dan b) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota. 3. Pendayagunaan sumber daya air diarahkan melalui pengembangan: 2 19

35 a) prasarana irigasi; b) prasarana air minum; dan c) prasarana pengendalian daya rusak air. 4. Pengembangan sistem jaringan prasarana irigasi diarahkan melalui: a) pemeliharaan, peningkatan pelayanan dan efektivitas pengelolaan air pada sistem prasarana irigasi yang telah ada di seluruh wilayah; b) pemeliharaan, peningkatan pelayanan waduk yang telah ada seperti; Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Benel, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara Nusa Dua, Embung Seraya, Embung Puragae, Embung Ban, Embung Datah, Embung Baturinggit, serta pembangunan waduk dan embung baru pada kawasan lainnya setelah melalui kajian; c) pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah dengan sumur bor yang telah dibangun di beberapa kawasan melalui pengembangan jaringan distribusi dan pemeliharaannya; d) pendayagunaan sumber mata air Guyangan di Nusa Penida sebagai sumber air irigasi dan air minum di Kawasan Nusa Penida; dan e) pengembangan sistem irigasi tetes pada beberapa kawasan yang mengalami kesulitan air baku. 5. Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum diarahkan pada: a) peningkatan dan pemerataan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan dan non perpipaan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan; b) pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terpadu lintas wilayah di Kawasan Sarbagitaku (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung); dan c) pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif mengalami kesulitan air baku. 6. Prasarana pengendalian daya rusak air dilakukan pada alur sungai, danau, waduk dan pantai, diselenggarakan melalui: a) sistem drainase dan pengendalian banjir; b) sistem penanganan erosi dan longsor; dan c) sistem pengamanan abrasi pantai. 2 20

36 Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan mencakup sistem pengelolaan sampah dan sistem pengelolaan air limbah. 1. Jenis sampah yang dikelola mencakup sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja), sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik. 2. Penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah mencakup: a) pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle), dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reuse); b) penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan, pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan c) pedoman pengelolaan sampah spesifik diatur dengan Peraturan Gubernur. 3. Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, terdiri atas: a) TPA Regional Sarbagita di Kota Denpasar; b) TPA Regional Bangli di Kabupaten Bangli; c) TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng; d) TPA Jembrana di Kabupaten Jembrana; e) TPA Temesi di Kabupaten Gianyar; f) TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan g) TPA Linggasana di Kabupaten Karangasem. 4. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, dengan skala pelayanan lebih kecil tersebar di seluruh kabupaten/kota Rencana Pola Ruang Provinsi Bali Kawasan Lindung Rencana pengembangan kawasan lindung untuk komponen kawasan lindung yang dapat dipetakan dan dihitung seluas Ha atau 31,2% terhadap luas Daerah Provinsi Bali. 1. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya mencakup kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air. 2 21

37 a) Sebaran Hutan Lindung seluas ,06 Ha atau 17% dari luas Daerah Provinsi Bali, yang terdiri atas Hutan Lindung Puncak Landep (590,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Mungsu (1.134,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Silangjana (415,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Batukaru (11.899,32 Ha), Hutan Lindung Munduk Pengajaran (613,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Abang Agung (14.006,18 Ha), Hutan Lindung Seraya (1.111,0 Ha), Hutan Lindung Yeh Ayah (575,73 Ha), Hutan Lindung Yeh Leh Yeh Lebah (4.195,30 Ha) Hutan Lindung Bali Barat (54.710,98 Ha), Hutan Lindung Penulisan Kintamani (5.663,7 Ha), Hutan Lindung Nusa Lembongan (202,0 Ha), Hutan Lindung Bunutan (126,70 Ha), Hutan Lindung Gunung Gumang (22,0 Ha), Hutan Lindung Bukit Pawon (35,0 Ha), Hutan Lindung Kondangdia (89,50 Ha), Hutan Lindung Suana (329,50 Ha), dan Hutan Lindung Sakti (273,00 Ha). b) Sebaran kawasan resapan air mencakup seluruh kawasan hutan dan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Bali. 2. kawasan perlindungan setempat mencakup kawasan suci, kawasan tempat suci, kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sempadan jurang, kawasan sekitar danau atau waduk, dan ruang terbuka hijau kota. a) Kawasan suci mencakup: Sebaran lokasi kawasan suci gunung mencakup kawasan dengan kemiringan sekurang kurangnya 45 derajat dari lereng kaki gunung menuju ke puncak gunung. Sebaran lokasi kawasan suci danau mencakup Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan. Sebaran lokasi kawasan suci campuhan mencakup seluruh pertemuan aliran dua buah sungai di Bali. sebaran lokasi kawasan suci pantai mencakup tempat tempat di pantai yang dimanfaatkan untuk upacara melasti di seluruh pantai Provinsi Bali. Sebaran lokasi kawasan suci laut mencakup kawasan perairan laut yang difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali. Sebaran lokasi kawasan suci mata air mencakup tempat tempat mata air yang difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali. b) Kawasan tempat suci mencakup: 2 22

38 radius kesucian kawasan Pura Sad Kahyangan; radius kesucian kawasan Pura Dang Kahyangan; dan radius kesucian kawasan Pura Kahyangan Tiga dan pura lainnya. c) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Sad Kahyangan tersebar di Kabupaten Karangasem, Bangli, Tabanan, Badung, Klungkung, dan Gianyar. d) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Dang Kahyangan tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota. e) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Kahyangan Tiga mencakup seluruh Pura Kahyangan Tiga di tiap tiap desa pakraman beserta purapura lainnya di seluruh Bali. f) Sebaran kawasan sempadan pantai terletak pada sepanjang 610,4 km garis pantai wilayah. g) Sebaran kawasan sempadan sungai terletak pada sungai di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. h) Sebaran kawasan sempadan jurang terletak pada kawasan kawasan yang memenuhi kriteria sempadan jurang. i) Sebaran kawasan sempadan danau/waduk terletak di Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan, Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara, Waduk Titab, Embung Seraya, serta pada waduk waduk baru yang akan dikembangkan. j) Sebaran ruang terbuka hijau kota tersebar di seluruh bagian kawasan perkotaan dengan luas minimal 30% dari luas kota. 3. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, yang mencakup kawasan suaka alam, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan taman nasional dan taman nasional laut, kawasan taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan. a) Sebaran lokasi kawasan suaka alam mencakup kawasan Cagar Alam Gunung Batukaru seluas 1.762,80 Ha, berlokasi di sebagian wilayah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dan sebagian Kecamatan Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan. b) Sebaran lokasi kawasan pantai berhutan bakau mencakup lokasi di Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana dan di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung dengan luas total 625 Ha. 2 23

39 c) Sebaran lokasi kawasan taman nasional dan taman nasional laut mencakup Taman Nasional Bali Barat seluas ,89 Ha berlokasi di Desa Penginuman, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dan di Desa Sumberkima dan Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng mencakup wilayah daratan dan perairan laut. d) Sebaran lokasi kawasan Taman Hutan Raya mencakup Taman Hutan Raya Prapat Benoa atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 1.373,50 Ha berlokasi di sebagian wilayah Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dan Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar. e) Sebaran lokasi kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut mencakup TWA Buyan Tamblingan di Kabupaten Buleleng dan Tabanan seluas 1.491,16 Ha, TWA Batur Bukit Payang di Kabupaten Bangli seluas Ha, TWA Penelokan di Kabupaten Bangli seluas 574,27 Ha, TWA Sangeh di Kabupaten Badung seluas 13,97 Ha, dan TWA Laut Nusa Lembongan seluas 300 Ha. f) Sebaran lokasi kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil mencakup: kawasan konservasi pesisir dan pulau pulau kecil di perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, perairan Candidasa, Padangbai dan Bunutan di Kabupaten Karangasem, Tembok, Sambirenteng, Penuktukan, Les, Tejakula, Pejarakan, Sumberkima, dan Pemuteran di Kabupaten Buleleng, Kuta, Uluwatu, dan Ungasan di Kabupaten Badung, Sanur di Kota Denpasar, dan Sowan Perancak di Kabupaten Jembrana; kawasan konservasi perairan di perairan Melaya Kabupaten Jembrana; dan kawasan konservasi maritim di Tulamben Kabupaten Karangasem. 4. Kawasan rawan bencana alam mencakup kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir. a) Sebaran lokasi kawasan rawan tanah longsor mencakup kawasan kawasan dengan tingkat kerawanan sedang tinggi yang terletak pada daerah lereng bukit atau perbukitan, lereng gunung, pegunungan, dan tebing atau lembah sungai yang berada di Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng. b) Sebaran lokasi kawasan rawan gelombang pasang pada sepanjang pantai Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten 2 24

40 Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar. c) Sebaran lokasi kawasan rawan banjir mencakup kawasan kawasan dengan tingkat kerawanan sedang tinggi yang terletak di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Tabanan. 5. kawasan lindung geologi mencakup kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. a) Sebaran kawasan cagar alam geologi mencakup: kawasan yang mempunyai keunikan batuan dan fosil, seperti pada batu gamping di daerah Prapat Agung, Nusa Penida, dan Bukit yang batuannya mengandung fosil foraminifera; kawasan yang mempunyai keunikan bentang alam berupa kaldera, seperti Kaldera Gunung Agung, Kaldera Buyan Beratan, dan Kaldera Batur; kawasan bentang alam karst untuk daerah Semenanjung Bukit dan Nusa Penida yang ditandai sumber air yang mengalir sebagai sungai bawah tanah dan adanya goa bawah tanah; dan kawasan keunikan proses geologi, yang terdapat pada Kaldera Gunung Batur dan Gunung Agung, seperti adanya gas solfatara atau gas beracun lainnya. b) Kawasan rawan bencana alam geologi mencakup: kawasan rawan letusan gunung berapi; kawasan rawan gempa bumi; kawasan rawan gerakan tanah; kawasan rawan yang terletak di zona patahan aktif; kawasan rawan tsunami; kawasan rawan abrasi; kawasan rawan bahaya gas beracun; dan kawasan rawan intrusi air laut. c) Sebaran kawasan rawan bencana alam geologi mencakup: sebaran kawasan rawan letusan gunung berapi terdapat di kawasan gunung berapi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten 2 25

41 Klungkung dan kawasan gunung berapi Gunung Batur di Kabupaten Bangli beserta alur alur sungai yang berpotensi menjadi aliran lahar; sebaran kawasan rawan gempa bumi terdapat pada kawasan di sekitar pusat pusat sumber gempa bumi merusak yang berada pada 4 (empat) titik lokasi terdiri atas lokasi di utara perairan kawasan Seririt, perairan di sebelah timur Pulau Bali, perairan di sebelah selatan Pulau Bali, dan perairan antara Pulau Bali dengan Nusa Penida; sebaran kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang sering terjadi gerakan tanah pada kawasan perbukitan terjal di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli; sebaran kawasan yang terletak di zona patahan aktif tersebar di bagian tengah Pulau Bali di sepanjang pegunungan dari barat ke timur pada Gunung Sangyang, Gunung Merbuk, Gunung Mese, Gunung Patas sampai Gunung Kutul, dan di sebelah utara Kawasan Ababi, Kabupaten Karangasem; sebaran kawasan rawan tsunami adalah kawasan pantai yang berada pada zona kerawanan tinggi dengan daerah topografi yang landai dengan ketinggian kurang dari 10 meter di atas muka laut, terutama di bagian selatan kawasan pesisir Pulau Bali yang memanjang dari arah pesisir barat (Kawasan Pekutatan dan Kabupaten Jembrana) sampai ke pesisir timur (Kawasan Ujung dan Kabupaten Karangasem) di luar kawasan Semenanjung Bukit, serta pada perairan utara Nusa Lembongan dan Nusa Penida; sebaran kawasan rawan abrasi dan erosi pantai tersebar pada beberapa tempat sepanjang pantai Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Tabanan; sebaran kawasan rawan bahaya gas beracun terdapat di sekitar Gunung Batur di Kabupaten Bangli dan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem; dan sebaran kawasan rawan intrusi air laut di kawasan pesisir Kabupaten Badung (Kawasan Kuta, Jimbaran, dan Nusa Dua), pesisir Kota Denpasar (Kawasan Sanur dan Benoa), pesisir Kabupaten Jembrana (Kawasan Tegalbadeng, Awen), pesisir Kabupaten Buleleng (sepanjang pantai Lovina, 2 26

42 Kecamatan Tejakula dan Kecamatan Gerokgak), dan sebagian pesisir Kabupaten Karangasem (kawasan Candidasa dan Tulamben). d) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup: kawasan imbuhan air tanah; dan sempadan mata air. e) Sebaran kawasan imbuhan air tanah penyebarannya dari barat timur Pulau Bali yang meliputi kawasan lereng kaki gunung dan puncak Gunung Batukaru, Gunung Sangiyang, Gunung Lesong, Gunung Pohen, Gunung Catur, Gunung Batur, Gunung Agung, Gunung Seraya di wilayah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Karangasem. f) Sebaran sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, terletak di seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota. 6. Kawasan lindung lainnya, mencakup kawasan perlindungan plasma nutfah, terumbu karang, dan kawasan koridor atau alur migrasi bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. a) Sebaran kawasan perlindungan plasma nutfah mencakup Kawasan Taro (Sapi Taro), Kawasan Tenganan (Kerbau Tenganan), Kawasan Kintamani (Anjing Kintamani), dan Kawasan Bali Barat (Jalak Putih) yang menjadi bagian dari Taman Nasional Bali Barat dengan tanaman Cemara Pandak menjadi bagian kawasan cagar alam Gunung Batukaru. b) Kawasan terumbu karang mencakup: kawasan terumbu karang di wilayah perairan Bali Utara; mencakup perairan pantai di Kecamatan Gerokgak (Patas, Pengulon, Celukan Bawang), Kecamatan Seririt (Kalisada, Banjarasem dan Umeanyar), Kecamatan Banjar (Kaliasem), Kecamatan Buleleng (Kalibukbuk, Anturan, Tukad Mungga), Kecamatan Tejakula (Pacung, Sembiran, Julah, dan Bondalem); kawasan terumbu karang di wilayah perairan Bali Timur; mencakup kawasan perairan pantai Kecamatan Kubu (Tianyar Barat, Tianyar Tengah, Tianyar, Sukadana, Baturinggit dan Kubu), Kecamatan Abang (Datah), dan Kecamatan Karangasem (Seraya Timur, Seraya, dan Seraya Barat); 2 27

43 kawasan terumbu karang di wilayah perairan Nusa Penida mencakup kawasan perairan pantai Lembongan, Jungut Batu, Toyapakeh, Ped, Kutampi Kaler, Batununggul, dan Suana); dan kawasan terumbu karang perairan Serangan, Tanjung Benoa dan Nusa Dua. c) Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi mencakup perlindungan habitat ikan lumba lumba di koridor kawasan pesisir dan laut Kalisada Banyuasri, dan Kabupaten Buleleng Kawasan Budidaya Rencana pengembangan kawasan budidaya untuk komponen kawasan budidaya yang dapat dipetakan dan dihitung seluas Ha atau 68,9% dari luas Daerah Provinsi Bali. 1. Kawasan peruntukan hutan produksi; terdiri atas kawasan peruntukan hutan produksi terbatas seluas 8.626,36 Ha yang eksploitasinya dilakukan dengan sistem jalur dan tidak tebang habis. Sebaran kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat di Kabupaten Bangli (453,00 Ha), Kabupaten Karangasem (204,11 Ha), Kabupaten Buleleng (3.207,95 Ha), Kabupaten Klungkung (244,00 Ha), dan Kabupaten Jembrana (2.610,20 Ha). 2. Sebaran kawasan peruntukkan hutan rakyat; terutama pada kawasan kawasan dengan kemiringan lebih besar dari 40%, pada kawasan yang berbatasan dengan hutan lindung, pada kawasan di dalam radius kawasan tempat suci, serta pada kawasan lainnya secara tersebar dengan luasan kecil. 3. Rencana kawasan peruntukan pertanian; seluas Ha atau 52,9% dari luas Daerah Provinsi Bali. a) Sebaran kawasan budidaya tanaman pangan terdapat di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 13,5% dari luas daerah Provinsi Bali. b) Sebaran kawasan budidaya hortikultura diperuntukkan bagi tanaman pangan dan hortikultura, dan lokasinya tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 19,3% dari luas daerah Provinsi Bali. c) Kawasan budidaya perkebunan diperuntukkan bagi tanaman perkebunan yang menghasilkan bahan baku industri dalam negeri maupun untuk memenuhi ekspor, tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 20,1% dari luas daerah Provinsi Bali. 2 28

44 d) Kawasan budidaya peternakan diperuntukkan bagi kegiatan peternakan hewan besar, hewan kecil dan tidak dikembangkan dalam bentuk padang penggembalaan ternak sehingga batasan lokasinya tidak dapat dipetakan secara tegas dan diarahkan secara terpadu dan terintegrasi bercampur dengan kawasan peruntukan pertanian. 4. Kawasan perikanan tangkap mencakup: a) perikanan tangkap di perairan umum, yang selanjutnya disebut perikanan perairan umum; meliputi kawasan perikanan tangkap di perairan danau dan kawasan perikanan tangkap di perairan sungai dan waduk; b) perikanan tangkap di perairan laut, yang selanjutnya disebut perikanan laut; terdiri atas jalur penangkapan ikan dengan batas 0 sampai 6 mil dan jalur penangkapan ikan dengan batas 6 sampai 12 mil laut. Sebaran pengembangan kegiatan perikanan tangkap di perairan laut, meliputi: pengembangan dan pemberdayaan perikanan laut skala kecil; meliputi Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana, Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan, Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Kecamatan Gianyar Kabupaten Gianyar, Kecamatan Nusa Penida dan Dawan Kabupaten Klungkung, Kecamatan Manggis, Karangasem, Abang, dan Kubu Kabupaten Karangasem, dan seluruh kecamatan yang berbatasan dengan laut di Kabupaten Buleleng; pengembangan perikanan laut skala menengah; meliputi Pengambengan di Kabupaten Jembrana, Sangsit di Kabupaten Buleleng, dan Kedonganan di Kabupaten Badung; pengembangan perikanan laut skala besar berpusat di Pelabuhan Benoa. c) Pemantapan prasarana pendukung kegiatan perikanan laut, meliputi: Pelabuhan Perikanan Khusus Ekspor; Pelabuhan Khusus Perikanan; Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI); dan Pangkalan Perahu/Jukung Nelayan Kecil. d) Kawasan budidaya perikanan mencakup budidaya air tawar, budidaya air payau (tambak) dan budidaya laut: kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya air tawar mencakup kawasan perikanan budidaya kolam, kawasan perikanan budidaya sawah 2 29

45 bersama ikan (minapadi), kawasan perikanan budidaya perairan umum dan kawasan perikanan budidaya saluran irigasi tersebar di kabupaten/kota; kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya air payau (tambak) tersebar di Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Jembrana; dan kawasan bagi pengembangan perikanan budidaya laut terdiri atas budidaya rumput laut, budidaya kelompok ikan (finfish), kerang abalone, mutiara dan lainnya tersebar di wilayah pesisir kabupaten/kota yang memiliki potensi. e) Kawasan pengolahan hasil perikanan meliputi kawasan Industri Perikanan dan Kelautan, mencakup: sentra sentra industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang mengolah hasil hasil perikanan, lokasinya tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota; kawasan industri perikanan, tersebar di Kawasan Pelabuhan Benoa dan Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana; sentra sentra industri kecil kemaritiman, tersebar di kawasan Perancak, Kabupaten Jembrana, kawasan Kelurahan Tanjung Benoa dan Kelurahan Benoa, Kabupaten Badung, dan kawasan Jungutbatu, Kabupaten Klungkung; dan sentra sentra industri garam, berlokasi di Kawasan Kusamba, Kabupaten Klungkung, Kawasan Kubu dan Abang, Kabupaten Karangasem, dan Kawasan Pejarakan Gerokgak, Kabupaten Buleleng. f) Kawasan peruntukan perikanan merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan, khususnya perikanan air tawar seluas 1700,41 Ha dan air payau seluas 1667,00 Ha diarahkan di seluruh wilayah kabupaten/kota yang potensial, sedangkan perikanan laut baik pembudidayaan maupun penangkapannya diarahkan ke perairan teritorial sebatas 12 mil wilayah laut atau setengah dari jarak daratan antar Provinsi. 5. Kawasan peruntukan pariwisata mencakup: Kawasan Pariwisata, KDTWK, dan DTW. a) Sebaran Kawasan Pariwisata mencakup: Kawasan Pariwisata Candikesuma di Kabupaten Jembrana; Kawasan Pariwisata Perancak di Kabupaten Jembrana; 2 30

46 Kawasan Pariwisata Soka di Kabupaten Tabanan; Kawasan Pariwisata Sanur di Kota Denpasar; Kawasan Pariwisata Kuta di Kabupaten Badung; Kawasan Pariwisata Tuban di Kabupaten Badung; Kawasan Pariwisata Nusa Dua di Kabupaten Badung; Kawasan Pariwisata Ubud di Kabupaten Gianyar; Kawasan Pariwisata Lebih di Kabupaten Gianyar; Kawasan Pariwisata Nusa Penida di Kabupaten Klungkung; Kawasan Pariwisata Candidasa di Kabupaten Karangasem; Kawasan Pariwisata Ujung di Kabupaten Karangasem; Kawasan Pariwisata Tulamben di Kabupaten Karangasem; Kawasan Pariwisata Kalibukbuk di Kabupaten Buleleng; Kawasan Pariwisata Batu Ampar di Kabupaten Buleleng; dan Kawasan Pariwisata Air Sanih di Kabupaten Buleleng. b) KDTWK mencakup: KDTWK Kintamani di Kabupaten Bangli; KDTWK Bedugul Pancasari di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buleleng; KDTWK Tanah Lot di Kabupaten Tabanan; KDTWK Palasari di Kabupaten Jembrana; dan KDTWK Gilimanuk di Kabupaten Jembrana c) DTW mencakup: segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan; dan DTW dapat mencakup dan/atau berupa kawasan/hamparan, wilayah desa/ kelurahan, masa bangunan, bangunbangunan dan lingkungan sekitarnya, jalur wisata yang lokasinya tersebar di wilayah kabupaten/kota baik yang berada di dalam maupun di luar Kawasan Pariwisata dan/ atau KDTWK. d) Lokasi peruntukan kawasan efektif pariwisata di kawasan pariwisata maupun KDTWK seluas Ha atau 2,3% dari luas daerah Provinsi Bali. 6. Kawasan peruntukan industri; mencakup kawasan peruntukkan aneka industri, dan sentra sentra industri kecil. Sebaran kawasan peruntukan industri mencakup: 2 31

47 a) kawasan peruntukan aneka industri Celukan Bawang, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng seluas Ha; b) kawasan peruntukan industri Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana seluas 625 Ha ; dan c) sentra sentra industri kecil dan kerajinan rumah tangga, yang lokasinya tersebar pada kawasan permukiman di seluruh wilayah kabupaten/kota. 7. Kawasan peruntukan permukiman; merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan permukiman atau didominasi oleh lingkungan hunian, yang mencakup kawasan permukiman perkotaan dan awasan permukiman perdesaan. a) Kawasan peruntukan permukiman mencakup fungsi fungsi kawasan untuk lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan, yang terdiri atas kawasan perumahan, kawasan perdagangan dan jasa, fasilitas pemerintahan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas rekreasi dan olah raga, ruang terbuka hijau, dan fungsi pemanfaatan ruang lainnya sesuai dengan karakter tiap kawasan permukiman, yang lebih lanjut diatur dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. b) Lokasi kawasan peruntukan permukiman, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota seluas Ha atau 9,4% dari luas daerah Provinsi Bali. 8. Kawasan peruntukan pertambangan mencakup: a) kawasan peruntukan pertambangan di daratan Pulau Bali, yang mencakup: lokasi kawasan pertambangan galian C yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota sesuai dengan potensi masing masing kawasan dan ditegaskan lebih lanjut dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan; lokasi kegiatan pertambangan pengambilan air bawah tanah yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten/kota dengan kapasitas pengeboran sesuai dengan potensi yang tersedia dan pemanfaatannya mengacu pada ketentuan penatagunaan air; dan lokasi kegiatan pertambangan skala kecil lainnya, yang merupakan kawasan potensial dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. 2 32

48 b) kawasan peruntukan pertambangan sumber energi minyak lepas pantai di perairan Laut Bali sesuai potensi yang ada setelah diadakan penelitian serta dinilai layak baik secara ekonomis maupun lingkungan. 9. Kawasan pertahanan dan keamanan; merupakan peruntukan untuk pengembangan dan pengelolaan ruang wilayah untuk kepentingan pertahanan keamanan berskala lokal, mencakup: a) pengembangan sarana dan prasarana pertahanan keamanan; b) pemeliharaan dan pembinaan sarana dan prasarana pertahanan keamanan yang telah ada; dan sebaran lokasi kawasan pertahanan dan keamanan, yang meliputi kawasan latihan militer di Pulaki Kabupaten Buleleng dan markas serta gudang amunisi, tersebar di 9 kabupaten/kota Kajian Terhadap Tatrawil Provinsi Bali Arahan Pengembangan Jaringan Transportasi 1. Transportasi Antarmoda/ Multimoda 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi antar moda, diarahkan dikembangkan di wilayah Bali Selatan, sejalan dengan perkembangan algomerasi kota Denpasar dan kota kota kabupaten di sekitarnya yang begitu pesat, melalui penataan jaringan dan peningkatan kualitas pelayanan meliputi: a. Pentaan jaringan trayek dan peluasan jangkauan willayah pelayanan angkutan perkotaan; b. Peningkatan koneksitas jaringan trayek intra dan antarmoda; c. Penyediaan kapasitas dan kualitas sarana angkutan/ kendaraan umum sesuai pangsa pasar pada masing masing rute/ trayek yang dilayani, mengacu pada hasil kajian. d. Terwujudnya keteraturan, kepastian jadwal pelayanan angkutan umum perkotaan; e. Perbaikan struktur tarif; 2 33

49 f. Penyempurnaan penyelenggara angkutan umum oleh perusaha an, koperasi dan/ atau badan usaha angkutan penumpang umum sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. 2) Jaringan Prasarana Peningkatan pelayanan transportasi antarmoda, diwujudkan dengan penyediaan prasarana/ sarana meliputi: a. Prasarana/tempat menaikan dan menurunkan penumpang alih moda (halte) pada rute jaringan trayek, bandar udara dan pelabuhan; b. Sarana Informasi jadwal kedatangan/ keberangkatan sesuai rute/ trayek yang ditetapkan pada tempat tempat pemberhenti an yang telah ditetapkan. Dengan arah perwujudan jaringan prasarana, jaringan pelayanan dan tata laksana pelayanan angkutan umum antarmoda sebagaimana tersebut diatas, maka monopoli penumpang oleh salah satu jenis angkutan pada simpul simpul bangkitan/ tarikan transportasi dapat ditiadakan, sehingga fungsi dan peran angkutan umum dalam trayek dapat ditingkatkan, pengguna jasa lebih mudah mendapatkan angkutan umum terusan, pangsa pasar angkutan umum dapat ditingkatkan, antar jemput dengan kendaraan pribadi dan pemilikan kendaraan dapat dikurangi, sehingga permasalahan kemacetan lalu lintas dapat dikurangi. 2. Transportasi Jalan 1) Jaringan Pelayanan Pengembangan jaringan transportasi jalan diarahkan pada terwujudnya keseimbangan antara penyediaan jumlah kebutuhan kendaraan umum dengan demand transport masing masing wilayah pelayanan bagai berikut: a. Pengembangan jaringan pelayanan nasional, diarahkan pada: a) Terwujudnya keseimbangan antara jumlah kebutuhan kendaraan umum dengan demand transport pada rute trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dilayani dan Angkutan Antar Jemput serta disesukan dengan total kebutuhan kendaraan umum pada jaringan pelayanan 2 34

50 nasional dan mempertimbang kan keunggul an komparatif pangsa pasar agkutan pariwisata. b) Meningkatkan koneksitas rute jaringan antar terminal tipe A dan antara terminal tipe A dengan terminal tipe B, terminal antar moda dan terminal tipe C yang berada pada kota nasional. c) Meningkatkan kualitas tata laksana pelayanan angkutan umum, melalui penyediaan kapasitas seat sesuai kebutuhan, kepastian pelayanan dan ketepatan jadwal pemberangkatan. b. Pengembangan jaringan pelayanan wilayah, diarahkan pada: a) Terwujudnya keseimbangan antara demand transport angkutan umum dengan jumlah kebutuhan kendaraan umum trayek Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) pada masing masing rute yang dilayani, dan jumlah kebutuhan kendaraan umum trayek perkotaan, pedesaan dan perbatasan serta angkutan umum tidak dalam trayek yang ada seperti, angkutan sewa dan taksi sesuai keuanggulan karakteristik masing masing moda dan daya beli pangsa pasar dan pola pergerakan antar wilayah. b) Meningkatkan koneksitas rute jaringan antar terminal tipe B dan antara terminal tipe B dengan terminal tipe A, terminal tipe B dengan terminal antarmoda maupun tipe C yang berada pada kota wilayah. c) Meningkatkan kualitas tata laksana pelayanan angkutan umum melalui kepastian pelayanan, keteraturan dan ketepatan jadwal pemberangkatan. 2) Jaringan Prasarana a. Pengembangan/ penataan/ peningkatan kapasitas jaringan prasarana/ simpul simpul kota nasional, diarahkan untuk: a) Pengembangan/peningkatan simpul/simpul diarahkan untuk mendorong terwujudnya keseimbangan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar wilayah, dan atau lokasi simpul transportasi yang 2 35

51 tersedia tidak sesuai lagi dengan perkembangan algomerasi wilayah/ kota nasional yang cukup pesat. b) Pengembangan/peningkatan jaringan prasarana jalan nasional, diarahkan pada: Meningkatkan koneksitas dan keterpaduan simpul simpul/prasarana transportasi antar/ intramoda kota kota nasional; Menunjang keseimbangan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar wilayah/ kota nasional, menunjang kelancar an, keamanan dan keselamatan pergerakan distribusi barang dan jasa antar wilayah/ antar zone dan atau mengurangi beban lalu lintas pada jaringan prasarana jalan nasional yang tidak mampu lagi menerima pertumbuhan lalu lintas. b. Pengembangan/ penataan/ peningkatan kapasitas simpul simpul/ kota wilayah, diarahkan untuk: Mendorong pertumbuhan daerah potensial berkembang dan atau lokasi simpul transportasi yang tersedia tidak sesuai lagi dengan perkembangan algomerasi kota wilayah yang cukup pesat. c. Pengembangan/ peningkatan jaringan prasarana jalan provinsi, diarahkan pada: a) Meningkatkan koneksitas dan keterpadua simpul simpul/ prasarana transportasi antar dan intramoda kota kota wilayah dengan lokal dan atau daerah terisolir dan potensial berkembang; b) Menunjang kelancaran distribusi barang dan jasa untuk meningkatkan keseimbangan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi antar kota wilayah/ kota lokal dan atau mengurangi beban lalu lintas pada jaringan prasarana jalan provinsi yang tidak mampu lagi menerima pertumbuhan lalu lintas. 3. Transportasi Kereta Api 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi keretaapi di masa mendatang disesuaikan dengan pontensi demand transport berdasarkan keunggulan moda. 2 36

52 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana transportasi kereta api di masa mendatang perlu kajian komprehensif sesuai dengan kondisi geografis, topografi wilayah, pertumbuhan ekonomi sosial budaya wilayah. 4. Transportasi Sungai dan Danau 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan angkutan danau di wilayah Provinsi diarahkan pada jaringan pelayanan yang telah tersedia di Danau Beratan dan Danau Batur, dengan meningkatkan kelaikan sarana dan kualitas pelayanan kelestarian lingkungan. 2) Jaringan Prasarana Penyediaan jaringan prasarana angkutan danau di Danau Batur dan Danau Beratan, diarahkan pada peningkatan kelaikan prasarana yang sudah tersedia, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan kondisi permukaan air danau perairan danau yang semakin menurun. 5. Transportasi Penyeberangan 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan diselenggarakan dengan memperhatikan arah pengembangan transportasi jaringan jalan, peran dan fungsi lintas penyeberang yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah, sekaligus menjangkau daerah terpencil dan pedalaman. a. Jaringan pelayanan angkutan penyeberangan lintas nasional di wilayah Provinsi Bali, diarahkan untuk: a) Meningkatkan kapasitas jaringan pelayanan angkutan penye berangan lintas Gilimanuk Ketapang dan lintas Padangbai Lembar untuk meningkatkan kelancaran, keamanan dan keselamatan pergerakan distribusi barang dan jasa lintas nasional Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggaran Barat. b) Mengupayakan pengembangan jaringan pelayanan angkutan penyeberangan alternatif Pelabuhan Amed (Bali) Pelabuhan Ampenan (Lombok), untuk menunjang terwujudnya keseimbangan dan 2 37

53 pemerataan pembangunan antar wilayah Bali Utara dan Bali Selatan, sekaligus mengurangi beban lalu lintas pada jaringan jalan lintas Bali Selatan yang cukup padat. b. Jaringan pelayanan angkutan penyeberangan wilayah provinsi Bali diarahkan untuk: a) Meningkatkan kapasitas jaringan pelayanan dari dan ke Nusa Penida untuk meningkatkan kelancaran, keamanan dan keselamatan pergerakan distribusi barang dan jasa serta meningkatkan daya saing barang barang produksi dan potensi wilayah Nusa Penida. b) Membuka daerah terisolasir pulau pulau kecil lain di wilayah Provinsi Bali yang potensial dikembangkan, dengan memperhatikan peran dan fungsi pelabuhan dalam kerangka transportasi terpadu di wilayah provinsi didukung analisa kelayakan teknis dan ekonomi sosial budaya wilayah provinsi serta keunggulan komparatif moda. 2) Jaringan Prasarana Jaringan prasarana penyeberangan lintas nasional di wilayah Provinsi Bali, diarahkan untuk: a. Penyelesaian pembangunan dermaga MB II dan pengerukan kolam pelabuhan Pelabuhan Padangbai, untuk meningkatkan kelancaran, keamanan dan keselamatan angkutan barang dan jasa lintas nasional antara Provinsi Bali dengan Nusa Tenggaran Barat. b. Pembangunan dermaga MB III pada lintas Pelabuhan Gilimanuk Ketapang untuk meningkatkan kelancaran, keaman an dan keselamatan angkutan barang dan jasa lintas nasional antara Pulau Jawa dengan Provinsi Bali. c. Pengembangan Pelabuhan Amed sebagai pelabuhan penye berangan alternatif lintas Amed (Bali) Ampenan (Lombok, untuk menunjang terwujudnya keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar wilayah Bali Utara dan Bali Selatan, sekaligus mengurangi beban lalu lintas pada jaringan jalan lintas Bali Selatan yang cukup padat. 2 38

54 d. Jaringan pelayanan angkutan penyeberangan wilayah provinsi diarahkan untuk penyelesaian Pembangunan Pelabuhan Gunaksa sebagai pasangan Pelabuhan Nusa Penida yang pembangunan nya telah selesai tahun 2006 dan untuk sementara peng operasian dipasangkan dengan Pelabuhan Penyeberangan Padangbai. 6. Transportasi Laut 1) Jaringan Pelayanan Pengembangan jaringan pelayanan angkutan laut nasional di Provinsi Bali, diarahkan peningkatan pangsa pasar, keamanan dan keselamatan serta peran angkutan laut yang mempunyai keunggul an komparatif untuk angkutan barang. a. Jaringan pelayanan angkutan laut nasional, diarahkan pada: a) Peningkatan pangsa pasar dan kualitas pelayanan kapal penumpang liner maupun kapal barang angkutan peti kemas melalui Pelabuhan Benoa, melalui perbaikan sistem pelayan an struktur tarif jasa pelabuhan, struktur tarif angkutan laut dan peningkatan informasi online terhadap kepastian waktu pelayanan, lama waktu pelayanan, tarif jasa pelabuhan. b) Peningkatan kinerja jaringan pelayanan pada Pelabuhan Celukan Bawang, melalui pengembangan usaha pengolahan barang pada lingkungan kerja pelabuhan untuk meningkatkan pangsa pasar muatan keluar Bali, sehingga terjadi keseim bangan antara barang yang dibongkar dan di muat kapal. c) Peningkatan kualitas keamanan dan keselamatan embarkasi debarkasi penumpang Cruises yang selama ini lego jangkar di perairan luar pelabuhan Padangbai, sehingga embarkasi debarkasi penumpang dilakukan dengan menggunakan Skoci. b. Jaringan pelayanan angkutan laut wilayah, diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan dan kelaik lautan sarana dan perlengkapan keselamatan 2 39

55 pelayaran, sejalan dengan kondisi perubahan cuaca pada perairan laut di wilayah Provinsi Bali. 2) Jaringan Prasarana Pengembangan jaringan prasarana pelabuhan nasional di Provinsi Bali, diarahkan pada: a) Penataan peran dan fungsi Pelabuhan Benoa sebagai pelabuhan utama primer, melalui penataan prasarana pokok dan penunjang operasional pelabuhan dan keselamatan pelayaran; b) Penataan peran dan fungsi Pelabuhan Celukan Bawang sebagai pelabuhan pengumpul, melalui peningkatan kapasitas dermaga dan prasarana penunjang bongkar muat. c) Penyelesaian pembangunan Pelabuhan Laut Tanah Ampo sebagai embarkasi debarkasi penumpang kapal Cruises yang selama ini lego jangkar diperairan luar Pelabuhan Padangbai. Jaringan prasarana angkutan laut wilayah, diarahkan pada peningkatan kelaikan prasarana pelayanan berdasarkan analisis kajian ekonomi, sosial dan budaya dan lingkungan setempat untuk mengatasi kemungkinan terjadinya konflik di masyarakat. 7. Transportasi Udara 1) Jaringan Pelayanan Jaringan pelayanan transportasi udara melalui bandar berupa jaringan penerbangan yang meliputi penerbangan luar negeri dan penerbangan dalam negeri dengan pengelompokan berdasarkan rute utama, rute pengumpan, dan rute perintis. Jaringan pelayanan transportasi udara nasional dilaksanakan melalui Bandar Udara Internasional Ngurah Rai sebagai bandar udara pusat penyebaran diarahkan sebagai berikut: a. Jaringan pelayanan penerbangan dalam negeri diarahkan pada: a) Peningkatan kapasitas seat pada rute penerbangan yang telah mencapai utilitas 80,0% melalui peningkataan kapasitas pesawat 2 40

56 udara dan atau penambahan frekuesi penerbangan baik oleh airline yang sudah ada dan atau memberikan kesempatan kompetisi kepada airline baru, yang didukung dengan kajian analisis pangsa pasar, teknis operasional, ekonomi maupun finansial. b) Pengembangan rute penerbangan baru ke kota kota dalamnegeri yang mempunyai potensi angkutan udara melalui kerja sama antar wilayah, dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan domestik. c) Peningkatan tata laksana dan kualitas pelayanan penumpang dan barang pada sisi darat (terminal), baik melalui pemanfaat kan jaringan informasi dan komunikasi on line yang telah tersedia maupun koordinasi dan kerjasama yang harmonis dan saling menunjang sesuai tugas dan fungsi masing masing instansi terkait di bandar udara. b. Jaringan pelayanan penerbangan luar negeri diarahkan pada: a) Peningkatan kapasitas seat pada rute penerbangan yang telah mencapai utilitas 80,0% melalui peningkataan kapasitas pesawat udara dan atau penambahan frekuesi penerbangan baik oleh airline yang sudah ada dan atau memberikan kesempatan kompetisi kepada airline baru, yang didukung dengan kajian analisis pangsa pasar, teknis operasional, ekonomi maupun finansial sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku. b) Pengembangan rute penerbangan baru ke kota kota di luar negeri berdasarkan kajian demand transport angkutan udara luar negeri. c) Peningkatan tata laksana dan kualitas pelayanan penumpang dan barang pada sisi darat, baik melalui pemanfaatkan jaringan informasi dan komunikasi on line yang telah tersedia maupun koordinasi dan kerjasama yang harmonis dan saling menunjang sesuai tugas dan fungsi masing masing instansi terkait di bandar udara. c. Jaringan pelayanan transportasi udara wilayah provinsi diarahkan pada pemanfaatan Lapangan Terbang Letkol Wisnu dan helipad yang telah 2 41

57 dibangun pada pengelola hetel di Bali, namun belum memiliki ijin operasional. 2) Jaringan Prasarana Ruang lalulintas transportasi udara yaitu ruang udara yang dapat dilalui oleh semua penerbangan dari setiap tataran transportasi, perlu ditata pemanfaatannya untuk lalu lintas penerbangan nasional dan internasional. a. Pengembangan jaringan prasarana transportasi udara nasional diarahkan pada penataan dan peningkatan kapasitas prasarana Bandar Udara Internasional Ngurah Rai sebagai bandar udara pusat penyebaran meliputi: a) Perluasan Apron; b) Perluasan dan penataan terminal penumpang domestik dan terminal penumpang internasional; c) Perluasan dan penataan terminal cargo domestik dan terminal cargo internasional; d) Penataan dan peningkatan kapasitas areal parkir kendaraan; e) Penataan dan pengaturan akses keluar masuk bandara; f) Pengingkatan kapasitas peralatan Grund Handling dan General Service Equipment (GSE); g) Penataan dan pengaturan ruang udara, batas batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan kawasan kebisingan Bandar Udara Internasional Ngurah Rai; h) Pengembangan jaringan prasarana transportasi udara wilayah provinsi diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan Lapangan Terbang Letkol Wisnu (di Kab. Buleleng) dan Helipad yang ada Kajian terhadap MP3EI Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai 2 42

58 dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan melengkapi dokumen perencanaan. Terdapat 6 koridor pengembangan ekonomi yang terkait dengan MP3EI. Koridor Sumatera akan memfokuskan pada sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional, Koridor Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional, Koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional, Koridor Bali Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata nasional dan pendukung pangan nasional, Koridor Sulawesi Maluku Utara sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan nasional, serta Koridor Papua Maluku sebagai pengolahan sumber daya alam yang melimpah dan sumber daya manusia yang sejahtera. Gambar 2-3 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah 2 43

59 Gambar 2-4 Koridor Ekonomi Prioritas Gambar 2-5 Tema Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia 2 44

60 Berdasarkan skenario koridor pengembangan ekonomi tersebut, terutama untuk koridor V Bali Nusa Tenggara, diperlukan penyediaan ruang untuk prasarana dan sarana pendukung. Aksesibilitas merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam pengembangan koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara. Terkait dengan wilayah studi ini, diperlukan tatanan sistem transportasi yang terintegrasi dalam wilayah studi maupun dengan wilayah sekitarnya yang masih termasuk dalam koridor pengembangan ekonomi Bali Nusa Tenggara. Tema koridor Bali Nusa Tenggara diposisikan sebagai Pintu Gerbang Pariwisata dan Pendukung Pangan Nasional. Selain itu koridor ini juga dijadikan gerbang lalulintas energi dunia dan pariwisata. Koridor Bali Nusa Tenggara memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan kegiatan unggulannya. Gambar 2-6 Tema Pembangunan Kepulauan Indonesia Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh koridor ini, antara lain, adalah populasi penduduk yang tidak merata, tingkat investasi yang rendah, serta ketersediaan 2 45

61 infrastruktur dasar yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu diperlukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi yang akan difokuskan pada 3 (tiga) kegiatan utama, yaitu pariwisata, perikanan, dan peternakan. Kegiatan utama pariwisata adalah salah satu industri jasa yang menarik untuk dikembangkan di Koridor Bali Nusa Tenggara. Pariwisata merupakan sektor yang memiliki nilai signifikan dalam perekonomian dunia. Sektor ini menghasilkan lebih dari 10% kontribusi terhadap PDB dunia serta memberikan dampak ekonomi baik secara langsung (misalnya hotel dan restoran) maupun tidak langsung (misalnya usaha konstruksi dan jasa jasa). Jumlah kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia menunjukkan kenaikan sebesar 4% per tahun sejak tahun 2004 dan hampir mencapai 6,5 juta wisman pada tahun Sedangkan di tahun 2010, jumlah kunjungan wisman mencapai 7 (tujuh) juta orang atau meningkat sebesar 10,74% dibandingkan dengan jumlah tahun sebelumnya. Gambar 2-7 Koridor Ekonomi Bali Nusa Tenggara 2 46

62 Peningkatan jumlah kunjungan wisman pada tahun 2010 berdampak pada nilai kontribusi pariwisata, yaitu sebesar USD 7,6 miliar, yang merupakan kenaikan dari nilai pada tahun 2008, yang berjumlah USD 7,3 miliar. Dalam draft Ripparnas diuraikan bahwa sasaran pembangunan kepariwisataan nasional sampai dengan 2025 mempunyai target kunjungan wisman mencapai 20 juta orang (skenario positif). Gambar 2-8 Pariwisata di Koridor Bali Nusa Tenggara Penting Bagi Perekonomian Indonesia Bali merupakan pintu gerbang kegiatan utama pariwisata di Indonesia. Dalam jangka panjang akan dikembangkan 50 destinasi pariwisata nasional lainnya di Indonesia. Dari gambar di atas tampak bahwa di tahun 2010 hampir 40% kedatangan internasional di Indonesia terdapat di Bali. Bandara Ngurah Rai menerima kedatangan lebih dari dua juta pendatang setiap tahunnya. Selain itu 15% kapasitas hotel di Indonesia serta 21% dari pendapatan perhotelan nasional berada di Koridor Bali Nusa Tenggara. Pariwisata merupakan kegiatan yang menyerap sekitar 14% tenaga kerja di daerah ini dengan jumlah lapangan kerja yang diciptakan pada tahun 2010 sebesar 6,98 juta orang. 2 47

63 Di masa depan pariwisata masih menjadi sektor yang akan dikembangkan di Koridor Bali Nusa Tenggara karena masih banyaknya potensi pariwisata yang belum dioptimalkan saat ini. Selain hal hal yang bersifat positif, terdapat beberapa kendala dalam pengembangan Pariwisata di Bali, yang terkait dengan meningkatnya risiko gangguan keamanan dan kesehatan, kurang berkembangnya destinasi wisata di bagian utara Bali dan Nusa Tenggara, serta kurangnya akses dari Bali menuju Nusa Tenggara dan Jawa Timur. Untuk menghadapi tantangan tersebut, disusunlah beberapa strategi umum untuk dapat meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Bali, yang mencakup: Meningkatkan keamanan di koridor Bali NT yang dilakukan, antara lain, melalui peningkatan sistem keamanan. Melakukan pemasaran dan promosi yang lebih fokus dengan target pasar yang lebih jelas, seperti memberdayakan Bali Tourism Board untuk mengkoordinasikan upaya pemasaran dan promosi Bali. Strategi pemasaran untuk setiap negara asal wisatawan perlu disesuaikan dengan menerapkan tema back to nature, dan back to originality, serta menerapkan product mix dan Green Tourism. Kegiatan pemasaran dan promosi ini diharapkan dapat membuat Bali menjadi etalase pariwisata dan meningkatkan citra Bali sebagai tujuan utama pariwisata dunia. Meningkatkan jumlah destinasi pariwisata dengan mengembangkan daerah wisata selain yang terdapat di Bali bagian selatan. Bali juga potensial untuk menjadi pintu gerbang bagi daerah daerah pariwisata di sekitarnya, seperti wisata pantai (Bali, Lombok, dan NTT), wisata budaya (Bali), wisata pegunungan (Jatim, Bali, dan Lombok), dan wisata satwa langka (Pulau Komodo). Kunci sukses strategi ini adalah dengan pengadaan akses, seperti peningkatan rute penerbangan ke daerah daerah pariwisata di sekitar Bali disertai pemasaran yang kuat dan terarah. 2 48

64 Meningkatkan kualitas dan kenyamanan tinggal para wisatawan dengan meningkatkan sarana dan prasarana, seperti ketersediaan air bersih, listrik, serta transportasi dan komunikasi. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal terutama sumber daya manusia pariwisata di NTB dan NTT, serta mengembangkan gerakan sadar wisata, khususnya di wilayah Nusa Tenggara. Pemenuhan kebutuhan infrastruktur juga penting untuk perkembangan sektor pariwisata: Infrastruktur Bandar Udara; Jumlah pengunjung yang akan masuk ke koridor ini diproyeksikan akan melebihi kapasitas Bandar Udara Ngurah Rai pada tahun Bandar udara di Lombok dapat diberdayakan sebagai matahari kembar selain Bali untuk membagi beban lalulintas penumpang yang ada di koridor ini. Infrastruktur Jalan; Akses jalan perlu ditingkatkan untuk menghubungkan daerah daerah pariwisata di luar Bali bagian selatan dan di wilayah NTB dan wilayah NTT. Infrastruktur Pelabuhan; Peningkatan pelabuhan dan marina yang telah ada agar memenuhi standar (seperti kapal cruise dan kapal layar yacht). Infrastruktur Listrik; Pembangunan pembangkit listrik baru yang dapat meningkatkan ketersediaan listrik bagi Bali dan Nusa Tenggara. Selain itu infrastruktur transportasi lainnya yang direncanakan untuk dikembangkan dalam jangka panjang adalah pelabuhan udara Bali Utara dan Jalur Kereta Api Wisata Lingkar Bali. 2.2 Kedudukan Kabupaten Badung dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Bali Dalam struktur wilayah, Kabupaten Badung tidak bisa terlepaskan dan terintegrasi dengan 7 (tujuh) kabupaten lainnya serta 1 (satu) kota dalam wilayah administrasi Propinsi Bali. Demikian juga dalam kegiatan perekonomian terutama kegiatan industri pariwisata di Badung telah memberikan peluang berusaha dan penyerapan tenaga 2 49

65 kerja bukan hanya untuk masyarakat wilayah Badung itu sendiri tetapi untuk kabupaten lainnya yang ada di Bali bahkan sampai luar Bali. Demikian juga sistem pergerakan di wilayah Bali Selatan, Kabupaten Badung memiliki peran yang cukup penting bagi arus pergerakan lalu lintas baik dalam konteks Bali, antar pulau maupun antar negara. Jalan arteri yang melintasi Kabupaten Badung selalu dilintasi oleh lalu lintas antar pulau (Jawa Lombok) melalui pintu gerbang Pelabuhan Gilimanuk (Kabupaten Jembrana) dan Pelabuhan Padangbai (Kabupaten Karangasem), maupun lalulintas dari Jawa yang menuju ibukota propinsi (Kota Denpasar). Demikian juga keberadaan bandar udara internasional (Bandara Ngurah Rai) di Tuban Kecamatan Kuta, memberikan kemudahan tersendiri bagi pergerakan antar pulau maupun ke mancanegara. Dalam konteks fungsi wilayah, sedikitnya terdapat 2 (dua) fungsi utama yang paling menonjol di Kabupaten Badung, yang mengakibatkan bangkitan cukup besar bagi pergerakan lalu lintas yaitu sebagai kegiatan pariwisata, dimana Kuta dan Nusa Dua merupakan salah satu tujuan utama wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara yang datang ke Bali. Fungsi utama yang kedua dari wilayah ini adalah sebagai pusat pendidikan tinggi dimana Universitas Udayana (Unud) juga berlokasi di wilayah Badung (Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan). Kedudukan Kabupaten Badung dalam konstelasi wilayah Propinsi Bali seperti ditampilkan pada Gambar

66 Gambar 2-9 Kedudukan Kabupaten Badung dalam konstelasi wilayah Provinsi Bali 2 51

67 2.3 Arahan Peruntukan Ruang di Kabupaten Badung Peruntukkan ruang Kabupaten Badung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung, diklasifikasikan sebagai berikut : Kawasan Lindung Kawasan sebelah Utara Desa Belok dan Desa Pelaga ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan Budidaya Pertanian Pengembangan tanaman tahunan sebagian besar berlokasi di sebelah utara Kabupaten Badung, terutama di Desa Petang, Belok, Pelaga, Sangeh, Taman dan Bongkasa. Sedangkan di bagian selatan, sebagian berada di Kelurahan Jimbaran dan Benoa serta Desa Pecatu. Pertanian lahan kering dialokasikan di sebelah utara Kabupaten Badung tepatnya di Desa Pelaga dan Belok; Persawahan dan tegalan dialokasikan di sebelah tengah dan sebelah selatan Kabupaten Badung dan juga Desa Canggu, Dalung dan Kerobokan. Kawasan Budidaya Non Pertanian Pengembangan Kawasan Permukiman Kawasan permukiman di Kabupaten Badung akan dikembangkan pada pusatpusat pelayanan seperti pada ibukota Kabupaten dan pada masing masing ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan yang utama akan dikembangkan di Dalung, Sempidi dan Darmasaba. Pengembangannya bersifat horisontal dengan kombinasi tipe perumahan 1:3:6 (maksudnya adalah dalam satu unit permukiman yang akan dibangun perbandingan antar tipe bangunan adalah 1 rumah mewah: 3 rumah sedang : 6 RSS. Kawasan perumahan perkotaan akan dikelompokkan kawasannya sebagai berikut : Kawasan perumahan dengan segala fasilitasnya; Kawasan campuran perumahan dengan bangunan umum; Kawasan campuran perumahan dengan industri kecil; 2 52

68 Kawasan perumahan dengan KDB rendah. Pengembangan Kawasan Pariwisata Pada bagian utara Kabupaten Badung meliputi : Mengwi, Abiansemal dan Petang akan dikembangkan obyek obyek wisata yang berorientasi pada wisata agro dan wisata petualang. Pada bagian Selatan Kabupaten Badung meliputi : Nusa Dua, Jimbaran, Kedonganan, Tanjung Benoa, Kuta Legian, Kerobokan dan Canggu sebagai kawasan wisata yang berorientasi pada wisata pantai (sea, sand and sun). Konsep penggunaan lahan untuk wisata bahari yang diusulkan adalah : - Pada lingkaran terluar dengan potensi laut dan pantai yang landai penggunaan lahan diprioritaskan pada kegiatan perhotelan dan rekreasi pantai; - Pada lingkaran kedua difungsikan sebagai kawasan pariwisata dan permukiman. Pada bagian ini penggunaan lahannya diprioritaskan pada bangunan penunjang pariwisata seperti pertokoan, kegiatan jasa, juga sekaligus sebagai kawasan penunjang fasilitas permukiman; - Sedang pada kawasan inti penggunaan lahan diprioritaskan pada permukiman penduduk dan karyawan; - Perlu memberikan ruang yang memadai bagi keperluan upacara adat dan agama masyarakat setempat; - Pengembangan obyek wisata agro, wisata petualang dimaksudkan untuk memberikan keberagaman obyek wisata di Kabupaten Badung; Kawasan industri kecil dan aneka industri dialokasikan di Desa Sobangan dan Desa Werdi Bhuwana. Arahan peruntukan ruang tersebut ditunjang atau didukung dengan rencana sistem transportasi yang meliputi: a. Pengembangan Jalan Arteri Primer Beringkit Sakah; b. Peningkatan Jalan Arteri Sekunder Kuta Mengwi; c. Peningkatan Jalan Kolektor Primer Blahkiuh Mengwi; 2 53

69 d. Pengembangan Jalan Sunset, jalan menyusur pantai yang menghubungkan kawasan wisata Kuta dengan obyek wisata Tanah Lot di Tabanan; f. Rencana Terminal Regional Mengwi, Terminal Kargo dan Terminal Lokal. 2.4 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di wilayah Provinsi Bali dalam mendukung prioritas pembangunan sentra produksi di koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara ini akan dilaksanakan dengan menggunakan kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar

70 Gambar 2-10 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di Wilayah Provinsi Bali 2 55

71 BAB 3 METODOLOGI STUDI 3.1 Kajian Literatur Kajian pustaka atau kajian literatur merupakan bagian penting studi ini, yang bertujuan untuk mengkaji studi studi terdahulu yang relevan dengan topik bahasan studi ini. Kajian literatur diarahkan untuk menemukenali sejauh mana kajian yang telah dilakukan oleh peneliti peneliti terdahulu, sehingga penelitian ini tidak menjadi duplikasi penelitian sebelumnya. Sekalipun permasalahan yang sama mungkin menjadi topik bahasan, akan tetapi penelitian yang dikembangkan dalam studi ini memiliki tinjauan serta pendekatan dari sudut pandang yang berbeda. Pada dasarnya kajian literatur menghasilkan rangkuman mengenai kajian penelitian yang telah dilakukan, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk mengembangkan teori atau pendekatan baru yang akan diterapkan dalam studi ini. Sumber sumber penelitian ini diperoleh dari berbagai teori yang terdapat pada berbagai text book serta hasil hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai jurnal penelitian dalam bentuk printout atau hasil unduhan dari internet. Secara umum sumber sumber tersebut terbagi ke dalam tiga kelompok informasi yang akan mendukung teori, metodologi, serta data awal dan asumsi asumsi yang dikembangkan dalam studi ini, yaitu: a) Text book; pada dasarnya merupakan sumber landasan teori yang menjadi acuan dari studi ini. Dari berbagai sumber literatur tersebut diperoleh berbagai acuan tentang teori perkiraan bangkitan perjalanan orang dan barang, perkiraan distribusi perjalanan, pemilihan moda, dan perencanaan trayek/rute operasi. b) Jurnal penelitian; merupakan hasil hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti peneliti terdahulu mengenai penyusunan tatrawil, pengambilan kebijakan pada penyusunan sistranas, tatranas, dan tatrawil. 3 1

72 c) Data sekunder; diperoleh dari berbagai sumber antara lain dari internet serta dari instansi terkait seperti Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan, dan Biro Pusat Statistik. 3.2 Pengumpulan dan Kompilasi Data Sekunder Pada dasarnya perencanaan transportasi sangat bergantung kepada ketersediaan data, baik data sekunder maupun data primer. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dari hasil pengumpulan data yang dilakukan oleh orang lain yang biasanya diperoleh dalam bentuk tabel, grafik maupun dalam bentuk data data statistik. Data sekunder pada dasarnya diperoleh dari instansi terkait serta data dan informasi yang tersedia pada internet. 3.3 Pengumpulan dan Kompilasi Data Primer Survei lapangan pada dasarnya untuk pengumpulan data utama yang akan digunakan dalam berbagai analisis data. Survei lapangan merupakan tindak lanjut survei pendahuluan, yang pelaksanaannya diarahkan untuk mencapai tujuan dan sasaran serta didasarkan atas design survey dan desain formulir yang telah dilakukan sebelumnya. Teknik survei mengacu pada survei standar dari berbagai manual survey yang berasal dari berbagai referensi. 3.4 Tahap Analisis Skematik Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Tataran transportasi akan memuat rencana transportasi jangka pendek (short term transport schemes) dan rencana transportasi jangka panjang (medium and long term transportation plans). Rencana transportasi jangka pendek disusun dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada saat ini dengan cara membandingkan kinerja pelayanan lalu lintas dan angkutan dengan standar teknis pelayanan yang telah ditetapkan oleh kebijakan umum transportasi. Rekomendasi yang akan diususun 3 2

73 berupa konseptual manajemen lalu lintas dan angkutan yang akan perlu disesuaikan kembali untuk mendukung rencana transportasi jangka panjang. Berbeda dengan rencana transportasi jangka pendek rencana penanganan transportasi jangka panjang akan memerlukan perkiraan permasalahan permasalahan transportasi yang terjadi pada masa mendatang dan standar pelayanan dan kepentingankepentingan dari pihak terkait di masa yang akan dating. Pada tahap penyusunan rencana transportasi jangka panjang ini akan diperlukan tahapan analisis land use transport system. Dimulai dengan pembahasan kebijakan umum Pemerintah daerah yang berkaitan dengan tata kota dan transportasi. Rekomendasi penanganan akan dievaluasi secara iterative dengan mempertimbangan potensi dan keterbatasan kemampuan daerah. Penanganan permasalahan transportasi yang dapat berupa suatu tataran transportasi lokal dapat dijelaskan oleh bagan alir pada Gambar 3 1. Gambar 3-1 Skema Tataran Transportasi Lokal 3 3

74 Seperti terlihat pada gambar di atas, permasalahan transportasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu permasalahan jangka pendek yang perlu dilakukan penanganan sesegera mungkin (1 5 tahun) dan permasalahan jangka panjang (5 20 tahun) yang penanganannya perlu disinkronisasikan dengan penanganan permasalahan transportasi jangka pendek agar tercipta suatu alur perencanaan yang berkesinambungan. Jadi kesimpulannya perencanaan jangka panjang terwujud dari penggabungan beberapa perencanaan jangka pendek yang saling berkaitan. Gambar 3-2 Skematik Penyusunan Perencanaan Transportasi Jangka Pendek dan Jangka Panjang 3 4

75 Dalam menyusun suatu perencanaan transportasi jangka pendek, diperlukan datadata tertentu yang terkait untuk proses analisis perencanaan transportasi lebih lanjut di suatu wilayah. Data data tersebut antara lain keterangan mengenai kondisi dan peruntukan lahan di wilayah tersebut ( tata guna lahan ), data sosial ekonomi, kebutuhan transportasi yang diperlukan masyarakat, kebijakan umum pemerintah yang dalam pelaksanaannya mungkin mempengaruhi bidang transportasi, kebijakan di bidang transportasi itu sendiri dan pelayanan transportasi yang diberikan kepada masyarakat. Dari data data dasar tersebut dapat kita ketahui pola dan kinerja transportasi yang ada, baik untuk saat ini maupun beberapa waktu berikutnya, Kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan permasalahan transportasi yang sedang dan mungkin akan dihadapi dengan membandingkan antara kinerja pelayanan transportasi yang ada terhadap standar pelayanan transportasi yang diharapkan. Kesimpulan permasalahan tersebut dilanjutkan dengan pelaksanaan analisis dan pemecahan masalah yang dituangkan dalam perencanaan transportasi jangka pendek untuk segera memecahkan permasalahan yang ada agar tidak berkembang semakin besar. Kajian berskala pendek pada umumnya mempunyai tahun rencana maksimum 5 tahun. Biasanya berupa manajemen transportasi yang lebih menekankan dampak kebijakan manajemen lalu lintas kepada perubahan rute suatu moda transportasi. Kajian ini pada dasarnya bersifat sangat teknis karena dampak tata guna lahan ( land use ) tidak begitu signifikan dalam waktu yang sangat singkat. Kajian lainnya dalam proses perencanaan transportasi yaitu kajian jangka panjang. Jangka waktu perencanaan bisa dalam waktu yang sangat lama antara tahun rencana 5 tahun sampai maksimum 25 tahun. Biasanya kajian ini digunakan untuk perencanaan strategi pembangunan kota berjangka panjang. Strategi ini akan sangat dipengaruhi oleh perencanaan tata guna lahan dan perkiraan arus lalu lintas yang dalam perencanaan ini biasanya dikategorikan berdasarkan moda (pelayanan angkutan) dan rute (jaringan jalan). Kajian tersebut sering digunakan untuk merencanakan kota baru. 3 5

76 Agar perencanaan transportasi suatu kab/kota yang dilakukan dapat memberi dampak yang lebih efektif, maka dalam pelaksanaannya harus berpedoman kepada pedoman perencanaan wajib di bidang transportasi yaitu Tatranas ( Tatanan Transportasi Nasional ) yang berskala nasional, Tatrawil ( Tatanan Transportasi Wilayah ) yang berskala provinsi dan kebijakan umum pemerintah kota tersebut yang biasanya dituangkan dalam RTRW ( Rencana Tata Ruang Wilayah ) yang memuat perkiraan dan perencanaan di masa yang akan datang mengenai tata guna lahan, sosial ekonomi, aktivitas kota dan kebutuhan transportasinya yang dibandingkan dengan perkiraan standar pelayanan transportasi yang diinginkan di masa yang akan datang. Bila sudah sesuai dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka perencanaan tersebut telah selesai dan dapat dijadikan pedoman manajemen transportasi di wilayah tersebut. Namun jika tidak, maka perlu dilakukan analisis dan pengkajian ulang mengenai kriteria kriteria yang belum bisa dipenuhi persyaratannya agar ditemukan permasalahannya untuk dapat segera diambil solusi pemecahan yang sesuai Perencanaan Transportasi Yang Akan Datang Proses perencanaan transportasi yang akan datang dilakukan dengan melakukan analisis data data umum tata guna lahan (land use) dan sosio ekonomi serta pola perjalanan lalu lintas yang dibagi dalam pergerakan spasial dan non spasial. Pergerakan spasial melibatkan aspek spasial dari perjalanan orang dan perjalanan barang. Pada pola perjalanan orang sangat dipengaruhi oleh penyebaran spasial dari daerah industri, perkantoran dan pemukiman terutama untuk perjalanan dengan maksud bekerja yang merupakan mayoritas jumlah perjalanan yang dihasilkan. Sementara perjalanan barang sangat dipengaruhi oleh pola tata guna lahan pemukiman (konsumsi), serta industri dan pertanian (produksi) yang melibatkan pola rantai distribusi yang menghubungkan pusat produksi ke daerah konsumsi. Di lain pihak, pergerakan non spasial berkaitan dengan aspek non spasial, seperti sebab terjadinya perjalanan, waktu terjadinya perjalanan, dan jenis moda yang digunakan. 3 6

77 Data data tersebut kemudian diolah dalam suatu proses tahapan perencanaan transportasi yang meliputi empat tahapan yaitu : 1. Proses bangkitan / tarikan lalu lintas yang menentukan besarnya jumlah perjalanan yang dihasilkan dari dan menuju ke suatu wilayah dikaitkan dengan parameter tata guna lahan dan sosio ekonomi wilayah tersebut. 2. Proses distribusi lalu lintas yang menghasilkan informasi pola pergerakan dari daerah asal ke daerah tujuan. 3. Proses pemilihan moda transport yang menidentifikasikan besarnya pola perjalanan yang dihasilkan menggunakan setiap moda transportasi tertentu (proporsi penggunaan setiap moda). 4. Proses pemilihan rute / lintasan yaitu proses membebankan jumlah perjalanan yang dihasilkan kepada jaringan jalan yang tersedia sampai tercipta keseimbangan antara jumlah perjalanan (permintaan transportasi) dengan kapasitas jaringan jalan / lintasan (penawaran transportasi) yang tersedia. Karena kapasitas lintasan yang tersedia terbatas, maka dilakukan proses perkiraan alternatif pemilihan rute terbaik yang akan dilalui dari daerah asal ke tujuan dengan menggunakan moda tertentu hingga didapat suatu keseimbangan yang memunculkan jumlah perjalanan pada tiap ruas jalan / lintasan. 3 7

78 Gambar 3-3 Memperkirakan Kebutuhan Pelayanan dan Penilaian Kinerja Pelayanan Transportasi Yang Akan Datang Dari tahapan proses perencanaan lalu lintas tersebut dilakukan simulasi lalu lintas sebagai pencerminan keadaan lalu lintas yang sebenarnya sehingga dapat diketahui kinerja lalu lintas dari ruas jalan yang bersangkutan dikaitkan dengan dengan informasi mengenai jaringan jalan dan pelayanan angkutan umum untuk saat ini maupun yang akan datang. Dari kinerja lalu lintas tersebut, dapat diidentifikasi permasalahan yang ada dan dapat segera ditindak lanjuti melalui pengkajian berbagai alternatif pemecahan transportasi yang ada dan kembali dilakukan proses simulasi lalu lintas hingga didapatkan alternatif yang terbaik dalam meningkatkan kinerja lalu lintas yang ada. 3 8

79 Tabel 3-1 Jenis Penanganan Penanganan Permasalahan Transportasi Peningkatan Kapasitas Jalan Pelebaran jalan Peningkatan dan perbaikan persimpangan Pembangunan Jalan Baru Pembangunan Jalan Tembus Efisiensi Penggunaan Ruang Pengendalian Pertumbuhan Lalu lintas Lalu lintas Pengendalian Parkir, PKL dan Penyebrangan Jalan Pengaturan sirkulasi Lalu lintas Pemisahan lalu lintas Pengoperasian angkutan umum masal Pembatasan penggunaan kendaraan pribadi Intermoda, Park & ride ATCS dan ITS Pedestrianisasi dan penggunaan sepeda Landuse management Pembatasan urbanisasi dan ukuran kota Dan lain sebagainya Proses Pemodelan Transportasi A. Titik Simpul dan Pusat Zona Penetapan detail sistem zona dan sistem jaringan transportasi dilakukan sebagai kompromi antara tingkat akurasi, biaya, ketersediaan data, dan aplikabilitas model. Berdasarkan pengalaman yang dilakukan dari studi terdahulu, maka dalam studi ini ditetapkan bahwa: - Batas wilayah studi adalah batas wilayah administrasi Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng,dan Denpasar dengan wilayah di sekitarnya diasumsikan sebagai zona eksternal, - Agregasi zona di dalam wilayah studi adalah kecamatan, yang selanjutnya disebut sebagai zona internal, - Model jaringan diutamakan untuk jaringan jalan, jaringan perairan daratan, titik simpul dan titik transfer multi moda, dan moda transportasi lain diintegrasikan melalui simpul stasiun, pelabuhan, dan bandara, 3 9

80 B. Estimasi dan Prediksi Trip-ends dan MAT Agregasi zona pada wilayah kajian Provinsi Bali ini adalah berbasis kecamatan, sehingga data MAT antar kecamatan dapat diperoleh dari hasil survei Asal Tujuan Transportasi. Informasi dasar mengenai besar dan pola perjalanan tersebut harus dibentuk sendiri atau dikembangkan dari studi studi terdahulu. Gambar 3-4 Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT Wilayah Studi Prediksi MAT perjalanan di masa datang dilakukan dengan Model Furness/Gravity (akan dilihat kecocokannya terlebih dahulu) dan diasumsikan bahwa pola perjalanan di masa datang ditentukan oleh kondisi sekarang dan perubahan interaksi transportasi yang akan terjadi. Secara skematis bagan alir proses estimasi MAT yang dilakukan untuk studi ini disampaikan pada Gambar 3 4. C. Simulasi Jaringan menggunakan Perangkat Lunak Pemodelan Simulasi jaringan transportasi dilakukan dalam konteks untuk: 3 10

81 - Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara makro dalam jaringan transportasi seperti besarnya biaya transportasi, dan disparitas suplai jaringan, - Memprediksi permasalahan yang akan timbul di masa datang seiring dengan adanya pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, dan perubahan intensitas penggunaan ruang, - Mengevaluasi kinerja dari sejumlah kebijakan perencanaan yang akan diterapkan di masa yang akan datang. Pada tahap pengembangan model, prosedur pemodelan digunakan untuk menterjemahkan skenario pengembangan ke dalam bahasa model. Bahasa model merupakan persamaan matematis yang dimasukkan ke dalam model atau perangkat lunak. Perangkat lunak sudah memiliki persamaan persamaan yang digunakan dalam model transportasi seperti persamaan trip distribution dan trip assignment. Gambar 3 5 memperlihatkan prosedur pemodelan yang digunakan untuk menterjemahkan skenario jaringan. Studi ini mempunyai fokus pada evaluasi kinerja sistem transportasi eksisting yang dibandingkan dengan kinerja sistem transportasi pada skenario skenario pengembangan transportasi perairan daratan yang akan diusulkan. Skenario pengembangan tersebut terdiri atas dua jenis kebijakan yaitu kebijakan simpul dan lintas yang selanjutnya diimplementasikan pada database simpul/titik transfer dan jaringan lintas. Pengembangan model ditekankan pada penyusunan fungsi biaya di lintas dan simpul/titik transfer untuk merepresentasikan pergerakan angkutan barang dengan berbagai moda (multimoda) dan komoditas (multikomoditas). Sistem zona dan data kebutuhan angkutan barang menggunakan hasil kajian sebelumnya. 3 11

82 Kabupaten base (Exogenous Data) Kebijakan Pengembangan Simpul Kebijakan Sistem Logistik Nasional Karakteristik Pergerakan OD Studi Sebelumnya Data base Sistem zona Data base jaringan simpul/titik transfer Data base jaringan lintas Data base moda Demand Angkutan Orang&Barang Fungsi Biaya Transfer Fungsi Biaya Lintas Jaringan Multimoda Model Perutean Arus Total Travel Cost Gambar 3-5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute Fungsi biaya di simpul/titik transfer dan lintas, sistem zona, serta demand angkutan barang akan membentuk sistem jaringan multimoda multikomoditas. Jaringan ini kemudian diproses dengan menggunakan perangkat lunak dan sistem perutean tertentu. Hasil atau output dari proses ini adalah arus lalulintas dan total travel cost. Kinerja sistem transportasi dilihat dari selisih total travel cost dengan kondisi eksisting. Apabila selisihnya positif maka skenario pengembangan tersebut memperbaiki sistem transportasi eksisting. Jika negatif maka skenario tersebut tidak memperbaiki sistem transportasi eksisting. 3 12

83 Proses kalibrasi dilakukan pada penentuan fungsi biaya untuk simpul/titik transfer dan lintas. Apabila model yang ada tidak cukup representatif untuk digunakan, akan digunakan model yang berasal dari penelitian yang lain. Proses validasi dilakukan untuk memperlihatkan kesesuaian antara hasil model dengan hasil observasi. Proses validasi dilakukan dengan cara mengecek kembali kondisi jaringan multimoda, fungsi biaya, dan input atau masukan dalam model yang digunakan Komponen Pemodelan Transportasi A. Titik simpul dan Pusat Zona Suatu kumpulan dari titik simpul meliputi pusat zona dan titik simpul reguler. pusat zona adalah titik simpul fiktif yang berhubungan dengan bagian bagian wilayah regional; semua permintaan akan transportasi baik yang berasal dari atau berakhir pada suatu wilayah akan terkonsentrasikan pada pusat zona tersebut. Suatu pusat zona bisa merupakan baik titik simpul asal maupun tujuan. Suatu titik simpul reguler tidak bisa menjadi asal ataupun tujuan dari suatu lalu lintas. Titik simpul reguler merepresentasikan suatu lokasi fisik pada jaringan, yang dapat kota, stasiun, pelabuhan, fasilitas bongkar muat tertentu, dan fasilitas perpindahan antarmoda. B. Ruas Ruas atau link merupakan sesuatu yang merepresentasikan hubungan secara fisik (seperti ruas jalan, jalur jalan rel, potongan pipa) atau secara konseptual (seperti jalur navigasi atau udara) antara dua titik simpul. Ruas memiliki beberapa sifat fisik yang khas (seperti panjang, kapasitas, dan lain lain) yang mungkin digunakan dalam evaluasi fungsional. Ruas yang paralel digunakan untuk menggambarkan situasi dimana lebih dari satu moda digunakan untuk pengangkutan barang dan penumpang antara dua titik simpul 3 13

84 yang berdekatan. Jaringan nyata yang diperlihatkan pada Gambar 3 6 Penyederhanaan tampilan jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu representasi gabungan dan representasi paralel, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 7. B : Perairan Daratan : Jalan : Laut A C Sumber: INRO Consultants Inc. Gambar 3-6 Jaringan nyata/fisik (a) B (b) B Jl,PD Jl A Jl,Kl C A :Jalan C :Perairan Darat :Laut (a) (b) Gambar 3-7 Representasi gabungan Representasi paralel Penyederhanaan Tampilan Jaringan 3 14

85 Representasi gabungan dari suatu jaringan menghubungkan seluruh kota menggunakan ruas dan mengalokasikan moda dalam atribut atribut ruas. Lihat Gambar 3 7 (a), dimana ruas (A, B) dipergunakan untuk moda mobil dan kereta api, ruas (B, C) hanya digunakan oleh moda jalan dan ruas (A, C) digunakan untuk moda kapal dan jalan. Representasi jaringan seperti ini memiliki banyak kelemahan untuk pemodelan multi moda. Apabila terdapat suatu arus pada suatu ruas haruslah merupakan jumlah total arus pada ruas dan arus untuk tiap tiap moda tidak dapat dibedakan secara eksplisit. Lebih lanjut, perbedaan fisik infrastuktur tidak bersifat eksplisit dalam representasi ini. Untuk mengatasi kekurangan ini, penting sekali untuk memilih representasi jaringan yang memungkinkan identifikasi dengan mudah arus barang berdasarkan modanya. Hal ini akan sepadan bila membuat secara eksplisit copy dari jaringan, untuk masing masing jenis moda, sehingga perlu disediakan jaringan untuk masing masing jenis moda tersebut. Namun hal ini akan memerlukan memori yang terlalu banyak untuk men setup jaringan yang dimaksud. Cara yang tepat untuk tujuan menghasilkan representasi yang efisien pada jaringan multi moda adalah dengan beberapa ruas yang paralel untuk tiap titik simpul yang dapat meng handle tiap jenis moda. Pada cara ini, model jaringan menyerupai jaringan fisiknya, sebagai contoh infrastruktur jalan dan jalan rel secara fisik berbeda. Jaringan dengan beberapa ruas paralel digambarkan pada Gambar 3 7 (b). Dalam representasi ini, moda merupakan sebuah bagian dari jaringan dan tidak hanya sekedar sebuah atribut dari ruas. Ruas ruas yang paralel dalam jaringan harus dibedakan untuk keperluan implementasi algoritma. C. Perpindahan Perpindahan atau transfer didefinisikan sebagai suatu rangkaian peristiwa dari titik simpul dan moda dimana perpindahan bermula, melalui titik simpul perpindahan (tansfer node), menuju titik simpul dan moda tujuan dari perpindahan tersebut. Perpindahan menggambarkan pergerakan antar moda pada beberapa titik simpul, dan mungkin digunakan untuk memodelkan suatu rangkaian fasilitas fasilitas: lokasi 3 15

86 dermaga bongkar muat, pelabuhan, titik titik persimpangan antara jaringan dua moda yang berbeda, dan lain lain. Sangatlah penting untuk mengetahui beberapa keuntungan dari representasi jaringan dipilih. Suatu path pada jaringan terdiri atas rangkaian ruas langsung dari suatu moda, suatu transfer yang terjadi ke moda lain, rangkaian ruas langsung dari moda berikutnya, dan seterusnya. Jadi pergantian moda hanya mungkin terjadi pada titik simpul perpindahan. Representasi ini juga memungkinkan pembatasan arus komoditi tertentu untuk suatu set moda, dan dengan demikian menetapkan batasan batasan moda yang terjadi pada pengoperasian jaringan angkutan barang & penumpang, sebagaimana pengangkutan di titik simpul perpindahan. 3.5 Rapat Konsultasi Teknis dan Koordinasi Penyedia jasa harus secara berkala melakukan diskusi teknis/konsultasi dan koordinasi dengan tim teknis yang ditunjuk pengguna jasa. 3.6 Diskusi dan Pemaparan Hasil Kegiatan Diskusi internal Penyedia jasa sekurang kurangnya 1 (kali) kali menyelenggarakan diskusi internal yang melibatkan team penyedia jasa dan para nara sumber yang berkompeten pada bidangbidang terkait. Diskusi ini bertujuan untuk mengkomunikasikan secara umum metodologi yang diterapkan serta asumsi asumsi yang digunakan didalam berbagai analisis dan evaluasi yang digunakan dalam studi ini, sehingga metodologi yang diterapkan benar benar dapat menjawab permasalahan serta kebutuhan studi terutama untuk menjawab tujuan, sasaran, dan luaran studi Diskusi Eksternal Penyedia jasa sekurang kurangnya 3 (tiga) kali menyelenggarakan diskusi eksternal yang melibatkan tim penyedia jasa, tim teknis pengguna jasa, dan para nara sumber yang disiapkan oleh pengguna jasa. Diskusi ini adalah sebuah interaksi komunikasi 3 16

87 antara tim teknis penguna jasa, tim penyedia jasa, dan para nara sumber. Diskusi external ini merupakan pemaparan hasil studi yang pada umumnya dilakukan pada pemaparan laporan pendahuluan, pemaparan laporan antara, dan pemaparan draft laporan akhir studi. 3.7 Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner Pengumpulan Data Pengumpulan Data yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan ini dilakukan dengan cara survei data primer dan survei data sekunder. Kebutuhan data untuk kegiatan ini, antara lain, adalah: Data Kebijakan Transportasi Nasional dan Regional; Data Demografi; Data Infrastruktur Transportasi di masing masing Kabupaten; Data Lingkungan dan Potensi Wilayah; Peta Topografi dan Geologi Wilayah; dan Data Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten masing masing; Daftar kebutuhan data dapat dilihat pada Tabel

88 Tabel 3-2 Daftar Data Yang Dibutuhkan Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Kebijakan Nasional MP3EI Koridor Bali Nusa Tenggara Dokumen MP3EI Koridor Bali Nusa Sistranas / Tatranas Tenggara Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Dokumen Sistranas / Tatranas RTRWN Kebijakan daerah Indikator Ekonomi Sosial Rencana Strategis (RENSTRA) Provinsi Bali Kebijakan Dinas dinas Perhubungan, Perikanan, Perkebunan/Pertanian, Pariwisata Sumber sumber Pendapatan utama Provinsi Bali, dan masing masing kabupaten wilayah studi Data Kependudukan Kabupaten Bangli, Buleleng, dan Denpasar PDRB per Kabupaten RPJM RPIJM Kabupaten dalam angka Bappeda Provinsi dan Bappeda Kabupaten BPS / Bappeda Rencana Tata Ruang Wilayah Kondisi Fisik Jaringan Transportasi Kebijakan Angk. Umum dan Barang Fasilitas Terminal, Pelabuhan dan Bandara Kebijakan Pariwisata Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Rencana Tata Ruang Kabupaten Bangli, Buleleng, dan Klungkung Kebijakan mengenai pengembangan wilayah Peta Topografi Peta Kondisi Geologi Data Hidrologi Jaringan Jalan Transportasi Tingkat pelayanan ruas ruas jalan Klasifikasi fungsi dan kewenangan jalan Sistem dan pola operasi angkutan umum Standard dan Pengawasan angkutan barang Lokasi dan ukuran terminal Lokasi dan ukuran pelabuhan dan bandara Data dan jadwal keberangkatan kendaraan umum, kapal dan pesawat udara Fasilitas dan Rencana pengembangan Pelabuhan dan Bandara Program pengembangan Pariwisata Provinsi Bali dan masing masing Kabupaten RTRW Provinsi Bali RTRK Bangli, Buleleng, dan Klungkung Peta Topografi Peta Geologi Peta iklim dan DAS Tatrawil Provinsi Bali Peta Jaringan Jalan Transportasi Peraturan Daerah, SK Gubernur, SK Bupati ttg pengangkutan Barang. Laporan Kedatangan dan Keberangkatan Kapal, termasuk volume angkut. Laporan kedatangan dan Keberangkatan Pesawat, termasuk tingkat keterisian. Renstra Dinas Pariwisata Bappeda Bakorsurtanal Dit. Geologi BMG Kementerian Perhubungan / Bappeda Dinas Perhubungan Dinas Perhubungan Dinas Pariwisata 3 18

89 Tabel 3-2 Daftar Data Yang Dibutuhkan (Lanjutan) Aspek Data yang dibutuhkan Bentuk Dokumen Sumber Jaringan dan Jaringan trayek angkutan kota Matriks Trayek/Jurusan dg jumlah armada Dinas Perhubungan layanan angkutan Biaya angkutan umum dan tingkat keterisian penumpang umum umum Jumlah dan jenis kendaraan angkut antar kota. Trayek, Jenis, dan Jumlah Angkutan Kota Biaya Angkutan Kota sesuai jenis Keterisian Angkutan Kota dan Luar Kota 3 19

90 3.7.2 Desain Kuesioner dan Wawancara Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data dari sumbernya secara langsung melalui proses komunikasi atau dengan mengajukan pertanyaan. Desain kuesioner yang digunakan dalam kegiatan ini diarahkan pada penggalian data dan informasi yang berkaitan dengan sistem transportasi di wilayah Kabupaten Badung dan Buleleng. Responden yang menjadi target kuesioner atau wawancara ini adalah orang orang yang terkait dalam bidang pemerintahan Kabupaten Badung dan Buleleng yang mengetahui keadaan sistem transportasi di masing masing kabupaten. Pada kajian ini, kuesioner/wawancara dirancang dengan menggunakan tipe kuesioner tak terstruktur yang terbuka, dengan tujuan studi diuraikan dengan jelas dan respon atau jawaban atas pertanyaan yang diajukan bersifat terbuka. Dengan menggunakan tipe kuesioner ini diharapkan dalam proses wawancara akan diperoleh data dan informasi yang beragam dan sangat memungkinkan untuk menambah pertanyaan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang diinginkan. 3 20

91 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI 4.1 Kondisi Sosio Ekonomi Kabupaten Badung Kondisi Geografis Kabupaten Badung meliputi seluruh Wilayah Kabupaten Badung dengan luas wilayah 418,52 km² atau Ha, yang terletak pada koordinat 08º14'20 08º50'48 LS (Lintang Selatan) dan 115º05'00 115º26'16 BT (Bujur Timur), dengan batas batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : : : : Kabupaten Buleleng Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar Samudera Hindia Kabupaten Tabanan Seluruh wilayah laut, sesuai kewenangan Kabupaten Badung,adalah paling jauh 4 mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan dan sejauh jarak garis tengah antar wilayah laut kabupaten/kota yang berdekatan. Secara administrasi Kabupaten Badung terdiri atas 6 (enam) wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Abiansemal, dan Kecamatan Petang yang terbagi menjadi 62 desa/kelurahan (desa dinas) dan 120 desa adat, seperti yang diuraikan pada Tabel

92 Gambar 4-1 Peta Orientasi Wilayah Kabupaten Badung 4 2

93 Tabel 4-1 Administrasi Kabupaten Badung No. Kecamatan Luas Wilayah Ibukota Desa (Ha) Kecamatan Desa/Kel Adat 1. Kuta Selatan Jimbaran Kuta Kuta Kuta Utara Kerobokan Mengwi Mengwi Abiansemal Blakiuh Petang Petang 7 27 Jumlah Sumber: Kabupaten Badung dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan sistem ruang budaya Bali, keseluruhan wilayah Kabupaten Badung merupakan penjumlahan dari total palemahan desa pekraman yang ada di Kabupaten Badung, yang berjumlah Desa Pekraman, atau di wilayah administrasi Kabupaten sekitar yang penataan ruangnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari penataan ruang wilayah administrasi Kabupaten Badung Kondisi Topografi Secara umum letak ketinggian Kabupaten Badung adalah seperti yang disajikan padatabel 4 2.Padatabel tersebut dapat dilihat bahwa semakin ke utara, persentase nilai lahan terbangun semakin kecil. Hal ini memberi indikasi bahwa secara fisik pembangunan berlangsung lebih cepat di bagian selatan, sehingga dapat dikatakan bahwa makin ke selatan Kabupaten Badung semakin bersifat urban dan semakin ke utara akan semakin bersifatrural. Kemiringan lereng Kabupaten Badung dapat dikelompokkan menjadi 7 (tujuh), yaitu: kemiringan lereng (0 3) %, merupakan daerah datar, umumnya merupakan daerah dataran aluvial sungai, rawa, dan pantai. Penyebarannya meliputi Kuta, Legian, dan Benoa dengan luas daerah sekitar 22,01 km² atau 5,64% dari luas daerah; kemiringan lereng lebih besar dari (3 5) %, merupakan daerah landai, dan umumnya merupakan daerah dataran aluvial sungai. Penyebarannya meliputi 4 3

94 Jimbaran, Basangkasa, dan Petinggan dengan luas daerah sekitar 23,12 km² atau 3,93% dari luas daerah; kemiringan lereng lebih besar dari (5 10)%, yang merupakan daerah bergelombang dan umumnya merupakan daerah perbukitan bergelombang, yang penyebarannya meliputi daerah Munggu, Dalung, Abianbase, Lukluk, Mengwi, dan Cemengan dengan luas daerah sekitar 109,9 km² atau 28,19 % dari luas daerah; kemiringan lereng lebih besar dari (10 15) %, merupakan daerah agak miring. Penyebarannya meliputi daerah Sembung, Batangnyuh, Sangeh, Semuan, Getasan dan Pangsang dengan luas daerah sekitar 59,53 km² atau 15,27% dari luas daerah; kemiringan lereng lebih besar dari (15 30) %, merupakan daerah miring. Penyebarannya meliputi daerah Unggasan, Pecatu, Kutuh, Petangan, Uluwatu, dan Sawangan dengan luas daerah sekitar 93,33 km² atau 23,94% dari luas daerah; kemiringan lereng lebih besar dari (30 70) %, merupakan daerah sangat miring sampai curam. Penyebarannya meliputi sekitar Plaga, Kladan, dan Belok dengan luas daerah sekitar 75,49 km² atau 19,36 % luas daerah; dan kemiringan lereng lebih besar dari 70%, merupakan daerah yang sangat curam. Penyebarannya meliputi daerah puncak G. Catur, dengan luas daerah sekitar 6,45 km² atau 1,65% dari luas daerah. Tabel 4-2 Luas Wilayah, Ketinggian, dan Luas Terbangun per Kecamatan Kabupaten Badung No. Kecamatan Luas Wilayah (km 2 ) Persentase Luas Wilayah (%) Ketinggian dari Permukaan Laut (m) Jarak ke Denpasar (km) Luas Kawasan Terbangun (Ha) (%) 1. Kuta Selatan 101,13 24, , ,33 2. Kuta 17,52 4, , ,19 3. Kuta Utara 33,86 8, ,09 4. Mengwi 82,00 19, ,42 5. Abiansemal 69,01 16, ,37 6. Petang 115,00 27, ,61 Kabupaten 418,52 100, ,00 Sumber: Badung dalam Angka Tahun

95 4.1.3 Kondisi Geologi Kondisi geologi Kabupaten Badung sebagian besar merupakan produk gunung api muda yang terdiri atas breksi vulkanik, tufa pasiran, dan endapan lahar (Hadiwidjojo, 1971 dan Sudadi dkk, 1986). Sebagian kecil daerah pesisir sekitar Kuta merupakan daerah alluvial endapan pantai yang tersusun dari pasir, sedangkan di daerah selatan merupakan bukit kapur yang berasal dari batu gamping, batu pasir gampingan dan napal. Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Badung tergolong jenis Inceptisols berbahan induk abu vulkan intermedier dan tuf. Sebagian lagi jenis tanah Andisol dari bahan induk yang sama terdapat di daerah hutan lindung yang berbatasan dengan Kabupaten Buleleng. Tanah Entisols terdapat di sekitar dataran pantai Kuta. Wilayah perbukitan kapur di bagian selatan memiliki jenis tanah Alfisols dengan fisiografi pengangkatan (uplifit) daerah pantai.vertisols juga ditemukan di Canggu, Kerobokan yang mempunyai sifat mudah mengembang dan mengempis Kondisi Penggunaan Lahan Kabupaten Badung memiliki luas lahan sebesar ha.ditinjau dari penggunaan lahan Kabupaten Badung dikategorikan menjadi dua bagian, yakni lahan pertanian dan lahan bukan pertanian.untuk lahan pertanian terdiri dari lahan sawah seluas 10,285 ha dan lahan bukan sawah seluas 18,050 ha.sementara itu, pada lahan bukan pertanian digunakan untuk rumah, bangunan dan halaman, hutan Negara, rawa rawa dan lainnya seperti sungai, danau, jalan, dll.untuk lebih jelasnya penggunaan lahan di Kabupaten Badung tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel

96 Tabel 4-3 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Badung Tahun 2011 Kecamatan No Penggunaan Lahan Kuta Kuta Jumlah Kab. Kuta Mengwi Abiansemal Petang Selatan Utara Badung 1 LAHAN PERTANIAN Lahan Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis Lahan Bukan Sawah a. Tegal/Kebun b. Ladang/Huma 1 1 c. Perkebunan d. Ditanami Pohon/Hutan Rakyat e. Kolam/Tebat/Empang f. Sementara tidak Diusahakan g. Lainnya (pekarangan ditanami tanaman pertanian, dll) LAHAN BUKAN PERTANIAN a. Rumah, Bangunan & Halaman b. Hutan Negara c. Lainnya (Jalan, Sungai, Danau dll) JUMLAH Sumber: Kabupaten Badung Dalam Angka, 2012 Berdasarkan data tahun 2011, perbandingan antara lahan pertanian dengan lahan bukan pertanian adalah 67,70%: 32,30% dengan penggunaan lahan terbesar adalah penggunaan lahan pertanian seluas Ha (67,70%), Luasan lahan pertanian terbesar adalah penggunaan lahan pertanian irigasi setengah teknis seluas 9150 Ha (21,86%) yang terdapat di semua Kecamatan, Kecuali Keamatan Kuta Selatan. Luasan sawah irigasi setengah teknis terbesar di Kecamatan Mengwi seluas 4625 ha dan terkecil di Kecamatan Kuta sebesar 33 ha. Selanjutnya penggunaan lahan untuk Tegal/Kebun yang merupakan penggunaan dominan kedua terluas yaitu seluas ha (20,03%) dengan penggunaan lahan tegal/kebun terbesar di Kecamatan Petang seluas 4885 ha (58,27%). 4 6

97 Dominasi penggunaan lahan ketiga adalah penggunaan lahan untuk kegiatan permukiman seluas 7938 ha (18,97%) dengan penggunaan lahan permukiman terbesar terdapat di Kecamatan Kuta Selatan seluas 6714 ha (84,58%) sedangkan terkecil di Kecamatan Kecamatan Petang seluas 66 ha (9,69%) Kondisi Kependudukan Jumlah dan Kepadatan penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Badung Tahun 2011 adalah jiwa yang terdiri dari jiwa atau 50,21% penduduk laki laki dan jiwa atau 49,79% penduduk perempuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten Badung Tahun 2011 No Kecamatan/Desa Luas Wilayah (km 2 ) Laki-laki Perempuan Jumlah Kepadatan (jiwa/km 2 ) 1 Kuta Selatan 101, ,15 2 Kuta 17, ,20 3 Kuta Utara 33, ,88 4 Mengwi 82, ,12 5 Abiansemal 69, ,71 6 Petang ,76 Jumlah , , , , , , , , , ,26 Sumber: Kabupaten Badung Dalam Angka 2012 Dengan luas wilayah 418,52 km 2 maka kepadatan penduduk di Kabupaten Badung telah mencapai 939,071 jiwa/km 2. Diantara Kecamatan yang ada di Kabupaten Badung, Kecamatan Mengwi adalah kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar mencapai jiwa atau 27,71% disusul Kecamatan Abiansemal yaitu jiwa atau 20,91% dari seluruh penduduk Kabupaten Badung. Namun jika dilihat dari kepadatan penduduk, Kecamatan Kuta merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya, dengan luas wilayah Kecamatan Kuta 17,52 km 2 kepadatan menduduk mencapai jiwa/km 2, disusul Kecamatan Kuta Utara sebesar jiwa/km

98 Jumlah Penduduk Berdasarkan Lapangan Usaha Jumlah penduduk berdasarkan lapangan usaha Kabupaten Badung sesuai dengan Pendapatan Daerah Kabupaten Bangli terbesar dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, sesuai dengan besarnya pendapatan daerah Kabupaten Badung maka lapangan usaha pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran memberikan kontribusi paling besar dalam penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Badung yaitu sebesar jiwa atau 29,34 % dari seluruh jenis sektor lapangan usaha utama di Kabupaten Badung. Untuk lebih jelasnya besarnya penyerapan tenaga kerja berdasarkan lapangan usaha di Kabupaten Badung, dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-5 Penduduk Kabupaten Badung Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Hasil Sakernas Agustus Tahun (000 orang) Lapangan Usaha Utama SAKERNAS 2010 SAKERNAS 2011 Banyaknya Persentase Banyaknya Persentase 1. Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Peternakan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Angkutan, Pergudangan & Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan 9. Jasa Kemasyarakatan Lainnya Jumlah 231, Sumber: Kabupaten Badung Dalam Angka, 2012 Profil lapangan usaha untuk Kabupaten Badung, berdasarkan hasil survei SAKERNAS tahun 2010, menunjukkan bahwa persentase penduduk usia 15 tahun ke atas (penduduk usia kerja) di Kabupaten Badung adalah 75,47% atau jiwa, dan 96,79% di antaranya adalah bekerja dan 3,2% mencari kerja. Sisanya merupakan 4 8

99 angkatan kerja dengan kegiatan utama sekolah dan mengurus rumah tangga serta kegiatan lainnya. Lapangan usaha (mata pencaharian) yang paling dominan diupayakan penduduk, yaitu 29,34%, adalah di sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Angka persentase ini sangat besar bila dibandingkan dengan sektor lainnya, karena sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan diusahakan oleh 21,46% penduduk dan hanya menempati urutan kedua. Sektor lain yang cukup dominan adalah jasa kemasyarakatan, yang diusahakan oleh 15,35%, menempati urutan ketiga, disusul sektor Industri pengolahan, diusahakan 13,64%, pada urutan keempat, serta sektor bangunan, diusahakan oleh 8,75%, pada urutan kelima. Berdasarkan data pencari kerja yang terdaftar menurut tingkat pendidikan pada tahun 2010 di kabupaten Badung lebih didominasi oleh tingkat sarjana sebanyak 45% atau jiwa, diikuti oleh tingkat SLTA sebesar 34,65% atau 872 jiwa. Tingkat Diploma III menempati peringkat tiga sebesar 12,9% atau 325 jiwa serta Diploma I dan Diploma II sebesar 6,3% atau 161 jiwa. Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada tingginya tingkat penyediaan (supply) tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti oleh kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan permasalahan seperti pengangguran. Meskipun pengangguran dapat terjadi karena banyaknya perkembangan lapangan usaha yang memiliki angka pertumbuhan yang minus, yang menyebabkan terjadinya pengangguran/phk pada sektor sektor yang tumbuh minus tersebut, dan beralihnya sebagian penduduk ke usaha pertanian yang ditandai oleh pertumbuhan plus tenaga kerja yang cukup berarti Kondisi Ekonomi Kegiatan ekonomi dan sosial di provinsi Bali terkonsentrasi di wilayah bagian tengah dan bagian selatan, khususnya kabupaten Badung. Laju pertumbuhan ekonomi wilayah 4 9

100 ini lebih lambat dibandingkan wilayah lainnya sehingga mengakibatkan bertambahnya kesenjangan antar wilayah. Sektor perdagangan, khususnyakegiatan ekspor, merupakan motor penggerak ekonomi yang diharapkan dapat mendorong pembangunan ekonomi dan menambah devisa negara serta untuk menciptakan kesempatan kerja di berbagai bidang usaha. Perkembangan ekspor non migas Kabupaten Badung disajikan pada Tabel Dari total ekspor non migas Kabupaten Badung, yaitu sebesar US $ ,84, kontribusi terbesar diberikan oleh komoditi hasil kerajinan, yaitu US $ ,87, disusul komoditi hasil industri sebesar US $ ,99. Sedangkan komoditi hasil pertanian memberikan kontribusi sebesar US $ , Potensi Sumber Daya Alam Tanaman Pangan Pembangunan pertanian Kabupaten Badung diupayakan untuk peningkatan produktivitas dan diversifikasi tanaman untuk kebutuhan pangan dan pelestarian lingkungan. Produktivitas tanaman pangan yang ada di Kabupaten Badung yaitu meliputi Padi, Jagung, Ubi Kayu, Ubi Jalar, Kacang Tanah dan Kacang Kedelai, dimana jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Badung mencapai Ton, dan jumlah produksi tanaman pangan Kabupaten Badung dengan jumlah produksi paling tinggi berada di Kecamatan Mengwi, dengan jumlah produksi tanaman pangan mencapai Ton atau 39% dari jumlah keseluruhan produksi tanaman pangan Kabupaten Badung. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi tanaman pangan dapat dilihat pada Tabel berikut. 4 10

101 Tabel 4-6 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Badung Tahun 2011 Jenis Tanaman Jumlah Produksi (Ton) Total Pangan Kuta Kuta Kuta Mengwi Abiansemal Petang Selatan Utara Padi Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kacang Tanah Kacang Kedelai Kacang Hijau Total Sumber : Kabupaten Badung dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jumlah produksi tanaman pangan yang paling tinggi di Kabupaten Badung adalah jumlah produksi Padi, yakni Ton atau 85% dari jumlah keseluruhan produksi tanaman pangan, dimana Kecamatan yang memiliki produksi tanaman padi terbesar adalah Kecamatan Mengwi mencapai Ton atau 42%, disusul dengan Kecamatan Abiansemal yang mencapai Ton atau 31% dari jumlah produksi Padi di Kabupaten Badung. Kecamatan yang tidak memiliki produksi padi adalah Kecamatan Kuta Selatan, namun Kecamatan Kuta Selatan memiliki jumlah produksi ubi kayu paling tinggi dibandingkan dengan Kecamatan yang lain yaitumencapai Ton atau 58% dari jumlah produksi Ubi Kayu di Kabupaten Badung. Grafik besaran sebaran potensi tanaman pangan Kabupaten Badung dapat dilihat pada gambar berikut. 4 11

102 Gambar 4-2 Potensi Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Badung Tahun 2011 Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa Kecamatan Kuta tidak memiliki banyak besaran potensi produksi tanaman pangan dibandingkan dengan kecamatan lain yang memiliki salah satu jenis tanaman pangan yang dominan dari beberapa produksi tanaman pangan yang ada di Kabupaten Badung dimana untuk produksi jagung paling tinggi berada di Kecamatan Kuta Selatan mencapai 992 Ton, produksi Ubi Jalar paling tinggi berada di Kecamatan Petang mencapai Ton, produksi Kacang Tanah paling tinggi berada di Kecamatan Abiansemal, sedangkan produksi Kacang Kedelai paling tinggi berada di Kecamatan Mengwi dengan jumlah produksi mencapai Ton. 4 12

103 Tanaman Buah-buahan Produktivitas tanaman buah buahan yang ada di Kabupaten Badung yaitu meliputi Alpukat, Belimbing, Duku, Durian, Jambu Biji, Jeruk, Mangga, Manggis, Nangka, Nenas, Pepaya, Pisang, Rambutan, Salak, Sawo, Sirsak, Jambu Air, Jeruk Besar, Silik dan Sukun, dimana jumlah produksi tanaman buah buahan Kabupaten Badung mencapai Kwintal, dan jumlah produksi buah buahan Kabupaten Badung dengan jumlah produksi paling tinggi berada di Kecamatan Petang dengan jumlah produksi mencapai Kwintal atau 87,22% dari jumlah keseluruhan produksi buah buahan Kabupaten Badung. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi buah buahan dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-7 Produksi Tanaman Buah-Buahan Kabupaten Badung Tahun 2011 Jumlah Produksi (Kwintal) Jenis Tanaman Kuta Kuta Buah-buahan Kuta Mengwi Abiansemal Petang Selatan Utara Total Alpukat Belimbing Duku Durian Jambu Biji Jeruk Mangga Manggis Nangka Nenas Pepaya Pisang Rambutan Salak Sawo Sirsak Jambu Air Jeruk Besar Silik Sukun Total Sumber : Kabupaten Badung dalam Angka Tahun

104 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jenis buah buahan di Kabupaten Badung dengan jumlah produksi paling tinggi adalah produksi pisang mencapai kwintal atau 47,75% dari jumlah produksi buah buahan kabupaten Badung, dimana untuk jumlah produksi pisang paling tinggi berada di Kecamatan Petang dengan jumlah produksi pisang mencapai kwintal atau 92,81% dari jumlah produksi pisang di Kabupaten Badung, kemudian disusul dengan jumlah produksi durian yang mencapai kwintal atau 28,11% dari jumlah buah buahan Kabupaten Badung, dengan jumlah produksi durian paling tinggi masih berada di Kecamatan Petang mencapai Kwintal atau 93,25% dari jumlah produksi durian Kabupaten Badung. Kecamatan Kuta Utara memiliki besaran potensi produksi buah buhan paling rendah, dibandingkan dengan kecamatan lain. Namun untuk setiap kecamatan memiliki potensi besaran produksi untuk setiap jenis buah buhan, dimana untuk Kecamatan Kuta Selatan memiliki potensi produksi buah Mangga diantara jenis buah yang lain sebesar 763 Kwintal, Kecamatan Kuta memiliki potensi produksi buah Pisang diantara jenis buah yang lain sebesar 387 Kwintal, Kecamatan Kuta Utara memiliki potensi produksi buah Pisang diantara jenis buah yang lain sebesar 260 Kwintal, Kecamatan Mengwi memiliki potensi produksi buah Mangga diantara jenis buah yang lain sebesar Kwintal, Kecamatan Abiansemal memiliki potensi produksi buah Nangka diantara jenis buah yang lain sebesar Kwintal Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Produktivitas tanaman perkebunan rakyat yang ada di Kabupaten Badung yaitu meliputi Kentang, Kubis, Petsai/Sawi, Kacang Panjang, Cabe Besar, Tomat, Buncis, Ketimun, Kangkung, Kacang Merah dan Labu Siam, dimana jumlah produksi dari hasil perkebunan rakyat Kabupaten Badung mencapai Kwintal, dan jumlah produksi paling tinggi berada di Kecamatan Petang, mencapai Kwintal atau 91% dari jumlah keseluruhan produksi perkebunan rakyat Kabupaten Badung. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah produksi tanaman perkebunan rakyat dapat dilihat pada Tabel berikut. 4 14

105 Tabel 4-8 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung Tahun 2011 Jumlah Produksi (Kwintal) Jenis Produksi Tanaman Kuta Kuta Total Perkebunan Rakyat Kuta Mengwi Abiansemal Petang Selatan Utara Kentang Kubis Petsai/Sawi Kacang Panjang Cabe Besar Tomat Buncis Ketimun Kangkung Kacang Merah Labu Siam Total Sumber : Kabupaten Badung dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jenis perkebunan rakyat di Kabupaten Badung dengan jumlah produksi paling tinggi adalah produksi Kacang Merah mencapai kwintal atau 32% dari total produksi semua jenis perkebunan di Kabupaten Badung, dimana untuk jumlah produksi Kacang Merah paling tinggi berada di Kecamatan Petang dengan jumlah produksi mencapai kwintal, dan produksi Kacang Merah ini tidak terdapat pada Kecamatan lain. Kemudian disusul dengan jumlah produksi Labu Siam yang mencapai kwintal atau 27% dari total produksi semua jenis perkebunan di abupaten Badung dengan jumlah produksi Labu Siam paling tinggi masih berada di Kecamatan Petang mencapai Kwintal, dan produksi Labu Siam pun tidak terdapat di Kecamatan lain. Grafik besaran sebaran potensi Produksi Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung dapat dilihat pada gambar berikut. 4 15

106 Gambar 4-3 Potensi Produksi Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung Tahun 2011 Dari grafik diatas dapat terlihat bahwa Kecamatan Kuta Selatan tidak memiliki besaran potensi produksi untuk semua jenis perkebuanan rakyat. Sedangkan untuk kecamatan lainnya yang memiliki potensi penghasil produksi perkebunan rakyat selain Kecamatan Petang yang memberikan kontribusi hasil produksi perkebunan rakyat paling tinggi, yaitu untuk Kecamatan Kuta memiliki potensi produksi penghasil kangkung dengan jumlah produksi mencapai 307 kwintal, Kecamatan Kuta Utara memiliki potensi produksi kangkung diantara jenis perkebunan yang lain sebesar 307 Kwintal, Kecamatan Mengwi memiliki potensi produksi buah Ketimun diantara jenis perkebunan yang lain sebesar 400 Kwintal, Kecamatan Abiansemal memiliki potensi produksi Keimun diantara jenis perkebunan yang lain sebesar 312 Kwintal. 4 16

107 Populasi Ternak Populasi jumlah ternak yang ada di Kabupaten Badung yaitu Sapi, Kerbau, Kambing, Babi dan Kuda, dimana jumlah populasi ternak Kabupaten Badung mencapai ekor, dan jumlah keseluruhan populasi ternak Kabupaten Badung paling tinggi berada di Kecamatan Petang, dengan jumlah populasi ternak mencapai ekor atau 36% dari jumlah populasi ternak Kabupaten Badung. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah populasi ternak Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-9 Populasi Ternak Kabupaten Badung Tahun 2011 Jumlah (ekor) Populasi Kuta Kuta Hewan Ternak Kuta Mengwi Abiansemal Petang Selatan Utara Total Sapi Kerbau Kambing Babi Kuda Total Sumber : Kabupaten Badung dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jumlah jumlah populasi ternak yang paling tinggi di Kabupaten Badung adalah jumlah populasi ternak Babi, yakni ekor atau 62% dari jumlah keseluruhan populasi ternak, dimana Kecamatan yang memiliki populasi ternak babi tertinggi adalah Kecamatan Abiansemal mencapai ekor atau 32% dan Kecamatan Petang dengan populasi ternak babi atau 32%, disusul dengan Kecamatan Mengwi yang mencapai ekor atau 24% dari jumlah populasi babi di Kabupaten Badung. Kecamatan dengan populasi ternak babi terendah dibandingkan kecamatan lain adalah Kecamatan Kuta dengan hanya 535 ekor babi atau 1% dari jumlah populasi babi di Kabupaten Badung. Selain populasi babi yang dominan, Kabupaten Badung juga memiliki populasi sapi yang cukup tinggi mencapai ekor atau 38% dari jumlah populasi ternak di Kabupaten Badung, dimana Kecamatan yang memiliki populasi ternak sapi tertinggi 4 17

108 adalah Kecamatan Petang mencapai ekor atau 38% dari jumlah populasi sapi Kabupaten Badung. Grafik besaran sebaran populasi ternak Kabupaten Badung dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4-4 Potensi Populasi Ternak Kabupaten Badung Tahun

109 Populasi Unggas Populasi jumlah unggas yang ada di Kabupaten Badung yaitu Ayam Ras, Ayam Buras dan Itik, dimana jumlah populasi unggas Kabupaten Badung mencapai ekor, dan jumlah keseluruhan populasi unggas Kabupaten Badung paling tinggi berada di Kecamatan Abiansemal, dengan jumlah populasi unggas mencapai ekor atau 34% dari jumlah populasi unggas Kabupaten Badung, disusul dengan Kecamatan Mengwi dengan jumlah populasi unggas mencapai ekor atau 27% dari jumlah populasi unggas Kabupaten Kabupaten Badung. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah populasi unggas Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-10 Populasi Unggas Kabupaten Badung Tahun 2011 Jumlah (ekor) Jenis Populasi Kuta Kuta Total Unggas Kuta Mengwi Abiansemal Petang Selatan Utara Ayam Ras Ayam Buras Itik Total Sumber : Kabupaten Badung dalam Angka Tahun 2012 Berdasarkan Tabel diatas, diketahui jumlah jumlah populasi unggas yang paling tinggi di Kabupaten Badung adalah jumlah populasi ayam buras, yakni ekor atau 70% dari jumlah populasi unggas Kabupaten Badung, dimana Kecamatan yang memiliki populasi ayam buras tertinggi adalah Kecamatan Mengwi mencapai ekor atau 27% dari jumlah ayam buras di Kabupaten Badung, disusul dengan Kecamatan Abiansemal yang mencapai ekor atau 24% dari jumlah populasi ayam buras di Kabupaten Badung. Untuk populasi unggas lainnya di Kabupaten Badung tersebar di semua Kecamatan, dengan jumlah populasi ayam ras tertinggi terapat di Kecamatan Abiansemal dengan 4 19

110 jumlah ayam ras mencapai ekor, sedangkan jumlah populasi itik tertinggi berada di Kecamatan Abiansemal mencapai ekor. Grafik besaran sebaran populasi ternak Kabupaten Badung dapat dilihat pada gambar berikut. Gambar 4-5 Potensi Populasi Unggas Kabupaten Badung Tahun

111 Pertambangan Kabupaten Badung memiliki potensi hasil tambang dengan jenis tambang galian C, dengan jumlah (m 3 ), dimana kecamatan yang memiliki potensi produksi tambang galian C adalah Kecamatan Kuta Selatan dan Kecamatan Abiansemal, Sedangkan Kecamatan yang memiliki produksi tambang tertinggi adalah Kecamatan Kuta Selatan mencapai (m 3 ), sedangkan Kecamatan Abiansemal memiliki besaran produksi tambang galian C sebesar (m 3 ). Jumlah produksi tambang galian C di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 4-11 Jumlah Produksi Tambang Galian C di Kabupaten Badung Kecamatan Jumlah Produksi Pertambangan Galian C (m 3 ) Kuta Selatan Kuta Kuta Utara Mengwi Abiansemal Petang Total Sumber : Kabupaten Badung dalam Angka Tahun 2012 Gambar 4-6 Grafik Potensi Produksi Pertambangan Kabupaten Badung Tahun

112 Tabel 4-12 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Kerajinan Kabupaten Badung Tahun 2011 Jenis Barang Satuan Volume Nilai I Hasil Kerajinan: 1 Kerajinan Alat Musik Pcs 1,608 82,203 2 Kerajinan Anyaman Pcs 485, ,745 3 Kerajinan Batu Padas Pcs 1,549,990 36,555,041 4 Kerajinan Bambu Pcs 1,435,746 1,805,449 5 Kerajinan Batik Pcs 6 Kerajinan Kayu Pcs 13,347,142 28,399,330 7 Kerajinan Furniture Pcs 3,912,305 9,331,302 Set Kerajinan Keramik Pcs 135, ,128 Set 9 Kerajinan Teracotta Pcs 354, , Kerajinan Kerang Pcs 452, ,660 Prs 3, Kerajinan Kulit Pcs 1,196,311 3,726, Kerajinan Logam Pcs 821,804 1,786, Kerajinan Lukisan Pcs 111, , Kerajinan Perak Pcs 1,143,487 2,897,169 Grm 521,763 Prs 3, Kerajinan Rotan Pcs 631,588 2,704, Kerajinan Tulang Pcs 32, ,087, Kerajinan Lain lain Pcs 4,485,848 3,695,663 kg Set 9,650 Prs 902 Total Hasil Kerajinan Pcs 30,099, ,933,680 Grm 521,763 kg Prs 7,640 Set 10,551 Sumber: Dinas Koperasi, UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung,

113 Tabel 4-13 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Industri Kabupaten Badung Tahun 2011 Jenis Barang Satuan Volume Nilai II Hasil industri: 1 Tekstil dan Produksi Pcs 16,485,228 36,631,083 Tekstil Mtr 37,081 Set 55,835 Yard Plastik Pcs 9,684,335 10,040,267 Sepatu Prs 387,994 1,308,478 Tas Pcs 185, ,388 Komponen/Rumah Jadi Pcs Set Unit 10, ,396 Ikan Dalam Kaleng Kg Total Hasil Industri Pcs 26,355,130 49,038,050 Mtr 37,081 Yard 0 Prs 387,994 Set 55,835 Unit 10,395 Sumber: Dinas Koperasi, UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung, 2011 Tabel 4-14 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Pertanian Kabupaten Badung Tahun 2009 Jenis Barang Satuan Volume Nilai III Hasil Pertanian: 1 Burung Hidup Ekor 2 Ikan Tuna kg 769,991 4,484,022 3 Lobster kg 18, ,834 4 Ikan Hias Hidup kg 602, ,183 5 Ikan Nener kg 6 Sirip ikan Hiu kg 7 Rumput Laut kg 8 Buah buahan kg 406, ,460 9 Ikan Kerapu kg 80, , Ikan Lainnya kg Ekor Sumber: Dinas Koperasi, UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung,

114 Tabel 4-15 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Perkebunan Kabupaten Badung Tahun 2011 Jenis Barang Satuan Volume Nilai IV Hasil Perkebunan 1 Kopi kg 7,528 65,560 2 Vanili kg ,475 3 Kakao kg Total Hasil Perkebunan kg 8,028 80,035 Sumber: Dinas Koperasi, UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung, 2011 Tabel 4-16 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Komoditas Lain-lain Kabupaten Badung Tahun 2011 Jenis Barang Satuan Volume Nilai V Komoditas Lain lain Pcs 191, ,827 kg Ltr Total Lain lain Pcs 191, ,827 kg Sumber: Dinas Koperasi, UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung, 2011 Tabel 4-17 Realisasi Jumlah Ekspor Non Migas Kabupaten Badung Satuan Volume Nilai Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Perkebunan Kabupaten Badung Tahun 2011 Pcs 56,646, ,087,497 Grm 521,763 kg 1,950,250 Prs 395,634 Mtr 37,081 Set 66,386 Yard Unit 10, ,908, ,728, ,686, ,573,236 Sumber: Dinas Koperasi, UKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Badung,

115 4.2 Pola Aktivitas Dalam sistem perkotaan setiap tata guna lahan mempunyai beberapa ciri dan persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam perencanaannya, yang mengakibatkan lokasi berbagai kegiatan tidak berada dalam suatu kawasan, sehingga orang harus melakukan perjalanan untuk dapat melaksanakan kegiatannya. Akibatnya muncul berbagai pergerakan yang menggunakan jaringan transportasi. Selain tata guna lahan, struktur ruang kota mempengaruhi pola aktivitas, konektivitas antara pusat pusat pelayanan akan membentuk karakteristik pergerakan. Pergerakan lalu lintas timbul karena adanya proses pemenuhan kebutuhan, dijelaskan dalam bentuk arus pergerakan. Besaran arus pergerakan ditentukan oleh fungsi pusat pusat pelayanan di suatu kota. Beberapa pusat pusat pelayanan Kabupaten Badung yang sangat berdampak pada pola aktivitas yang tentunya memicu bangkitan dan tarikan pergerakan yang cukup tinggi adalah wilayah dengan jenis kegiatan di pusat pusat pelayanan di Kabupaten Badung diantaranya yaitu aktivitas di wilayah pusat pemerintahan, bandara nasional dan internasional, pariwisata, pusat perdagangan, sarana public, pusat permukiman dan Kawasan Perhatian Investasi. Pemicu tarikan pergerakan penduduk yang cukup besar akan mengarah pada Pusat Pelayanan Nasional (PKN) di Kecamatan Kuta. Kecamatan Kuta merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dengan fungsi kegiatan transportasi udara skala nasional dan internasional, Pusat kegiatan pariwisata sampai dengan tingkat nasional, pusat perekonomian, jasa dan perdagangan pendukung pariwisata, dan pusat pendidikan skala kabupaten. Selain Kecamatan Kuta, Kecamatan Mengwi yang merupakan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) sebagai pemicu pergerakan untuk seluruh kabupaten Badung. Pusat Kegiatan Wilayah Kecamatan Mengwi memiliki pusat pusat aktivitas sebagai pusat kegiatan pemerintahan, aktivitas transportasi regional, pusat pendidikan, pusat kesehatan, pusat permukiman bersakala kabupaten, dan pusat kegiatan industri kecil dan rumah 4 25

116 tangga, selain itu berdasarkan rencana pola ruang Kecamatan Mengwi dikhususkan untuk pengembangan kawasan permukiman. Sedangkan fungsi fungsi pelayanan lingkungan dengan skala Kecamatan menimbulkan pergerakan namun besarannya tidak terlalu tinggi, tetap adanya konektivitas sebagai pusat pemerintahan untuk skala lingkungan dan kebutuhan pergerakan penduduk. Indikasi pengembangan Kawasan Perhatian Investasi Provinsi Bali di Kabupaten Badung berada di Kecamatan Kuta dan Benoa mengingat fungsi wilayah yang akan dikembangkan di Kecamatan Kuta dan Benoa berdasarkan rencana srtuktur kota dikhususkan sebagai pengembangan pusat pariwisata meskipun hampir semua wilayah di Kabupaten Badung adalah wilayah pariwisata. Pola aktivitas sesuai fungsi pemanfaatan ruang dan fungsi struktur ruang untuk setiap kegiatan tentunya akan sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dari setiap perbedaaan peruntukan kegiatan wilayah. Maka diperlukan jaringan penghubung antar kegiatan. Jaringan yang direncanakan sesuai dengan rencana pengembangan jaringan di Kabupaten Badung adalah meningkatkan jalur transportasi darat yang mampu melayani pergerakan eksternal maupun internal serta jalur yang memiliki prospek cerah dalam pengembangan kegiatan potensial dan unggulan seperti pariwisata dan pemenuhan kebutuhan pengembangan sistem perkotaan diarahkan pada terbentuknya 4 sistem kota dengan pusat Kuta, Mengwi, Blakiuh dan Benoa, dimana benoa merupakan salah satu simpul pergerakan di Kabupaten sesuai dengan fungsi kegiatannya sebagai pusat kegiatan transportasi berskala Kabupaten. 4.3 Kondisi Transportasi Kabupaten Badung Kajian transportasi Kabupaten Badung secara makro tidak bisa dilepaskan dari tiga subsistem yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Ketiga subsistem tersebut adalah Tata Guna Lahan, Jaringan Jalan dan Lalu lintas. Makin tinggi intensitas kegiatan di suatu guna lahan akan menyebabkan pergerakan (lalulintas) orang maupun barang semakin meningkat dan akan berpengaruh pula terhadap kinerja jaringan jalan yang 4 26

117 Gambar 4-7 Peta Pola Aktivitas Kabupaten Badung 4 27

118 ada. Demikian pula bila adanya ruas jalan baru yang dibuat maka pergerakan (lalulintas) pada jaringan jalan akan mengalami perubahan, akibat adanya generated traffic maupun diverted traffic dan berujung pada adanya perubahan guna lahan. Peningkatan arus lalu lintas tidak semata mata dikerenakan pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya traffic generator di suatu kawasan. Sehingga secara umum dapat dikatakan penanganan transportasi di Kabupaten Badung dapat didekati dari aspek Supply (optimasi kinerja jaringan jalan) dan dari aspek Demand (Pengelolaaan penggunaan kendaraan maupun Traffic Generation suatu kawasan). Kabupaten Badung secara kewilayahan tidak bisa dilepaskan dari wilayah yang secara geografis maupun demografis saling mempengaruhi yaitu SARBAGITA (Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan). Dilihat dari struktur jaringan jalan di Kabupaten Badung dalam perkembangannya satu dekade terakhir ini, ruas ruas jalan yang saling menghubungkan Kabupaten Badung menuju/dari Denpasar, Gianyar dan Tabanan menunjukkan peningkatan arus lalulintas yang signifikan. Simpul simpul transportasi yang dapat disebut sebagai "gerbang" keluar masuk pergerakan lalulintas di Kabupaten Badung harus mendapatkan porsi pengelolaan yang lebih intensif, karena mempunyai peranan vital bagi perkembanganperekonomian daerah. Beberapa "gerbang" keluar masuk yang telah diidentifikasi adalah Ruas Jalan Mengwitani, Ruas Jalan Canggu, dan Ruas Jalan Abianbase sebagai Gerbang Barat yang berhubungan dengan Kabupaten Tabanan serta Bali Bagian Barat. Simpang Mengwi Marga, Ruas Jalan Perean, dan Ruas Jalan Petang sebagai Gerbang Utara, yang berhububungan dengan Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Bangli. Ruas Jalan Lambing Singakerta berfungsi sebagai Gerbang Timur yang berhubungan dengan Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar. Yang dapat dinyatakan sebagai Gerbang Selatan adalah Ruas Jalan Sibang, Ruas Jalan Sempidi, Ruas Jalan Dalung Kerobokan dan Simpang Dewaruci yang berhubungan dengan wilayah Kota Denpasar. 4 28

119 Hasil analisis dari studi ini menunjukkan ruas jalan Beringkit Kediri memiliki tingkat pelayanan E dengan derajat kejenuhan 1,02. Kapasitas ruas adalah smp/jam dan volume lalulintas sebesar smp/hari. Data ini menegaskan bahwa kondisi lalulintas eksisting telah mencapai kapasitasnya. Jalan Raya Canggu mempunyai tingkat pelayanan D dengan derajat kejenuhan 0,82, kapasitas jalan 2300 smp/jam dan volume lalulintas yang melewati jalan ini sebesar smp/hari. Dapat dikatakan arus lalu lintas yang masuk dari "gerbang" Barat Kabupaten Badung sebesar smp/hari. Ruas jalan Beringkit Sembung dengan kapasitas smp/jam ada pada tingkat pelayanan C, derajat kejenuhan 0,68 dan volume lalulintas smp/hari. Kondisi serupa juga terjadi pada ruas jalan Mambal Blahkiuh, memiliki tingkat pelayanan C. Kapasitas jalan 2341 smp/jam, derajat kejenuhan 0,73 dan volume lalulintas smp/hari. Jakan Raya Petang mempunyai yingkat pelayanan A, derajat kejenuhan 0,14, kapasitas jalan 926 smp/jam dan LHR smp/hari. Dapat dikatakan bahwa ruasruas jalan dari "gerbang" Utara memiliki tingkat pelayanan yang lebih baik dibandingkan "gerbang" Barat. Lalu lintas yang masuk dari "gerbang" Utara sekitar smp/hari. Ruas jalan Mambal Singakerta menunjukkan tingkat pelayanan B. Derajat kejenuhan 0,42, kapasitas jalan 2411 smp/jam dan LHR sebesar smp/hari. Dapat dikatakan ruas jalan pada "gerbang" Timur memiliki tingkat pelayanan yang baik, melebihi kondisi di gerbang" Barat dan Utara. Jalan Raya Sempidi mempunyai tingkat pelayanan E, derajat kejenuhan 0,96, kapasitas jalan 3366 smp/jam serta LHR smp/hari. Jalan Sibang Mambal memiliki tingkat pelayanan C, kapasitas jalan smp/jam, derajat kejenuhan 0,62 dan LHR smp/hari. Dapat dikatakan bahwa lalulintas yang masuk dari "gerbang" Selatan sekitar smp/hari. 4 29

120 Disamping simpul simpul transportasi yang berfungsi sebagai "gerbang" Kabupaten Badung terdapat pula ruas dan simpang yang memegang peranan penting sebagai bagian sistem jaringan internal. Di Kabupaten Badung bagian selatan ruas jalan Jimbaran Uluwatu, ruas jalan Ngurah Rai ( dari Simpang Dewaruci Nusa Dua Tanjung Benoa), Ruas jalan Jimbaran Kedonganan, ruas jalan Tuban Kuta, Sunset Road, Jalan Pratama, Jalan Kuta Seminyak Kerobokan, Ruas jalan Kerobokan Canggu, dan ruas jalan Kerobokan Dalung Sempidi adalah ruas jalan vital dalam sistem jaringan internal. Ruas jalan Kerobokan Seminyak memiliki tingkat pelayanan C, derajat kejenuhan 0,68, kapasitas smp/jam dan LHR sebesar smp/hari. Kondisi hamper serupa juga terjadi pada ruas Kerobokan Dalung yang menunjukkan tingkat pelayanan C, derajat kejenuhan 0,64, kapasitas smp/jam dan LHR sebesar smp/hari. Ruas jalan dari Tugu Ngurah Rai UNUD ada pada tibgkat pelayanan E, derajat kejenuhan 0,88, kapasitas 6402 smp/jam dan LHR smp/hari. Jalan dari Simpang Dewaruci Tugu Ngurah Rai ada dalam tingkat pelayanan D, derajat kejenuhan 0,80, kapasitas 6402 smp/jam, dan LHR smp/hari. Jalan dari Tugu Ngurah Rai Bandara ada dalam tingkat pelayanan C, derajat kejenuhan 0,71, kapasitas 3097 smp/jam dan LHR smp/hari. Jalan Jimbaran Kedonganan ada pada tingkat pelayanan B, derajat kejenuhan 0,45, kapasitas 2401 smp/jam dan LHR smp/hari. Ruas jalan dari simpang UNUD sampai simpang Bualu ada pada tingkat pelayanan A, derajat kejenuhan 0,17, kapasitas 6402 smp/jam dan LHR smp/hari. Jalan Pratama di Nusa Dua ada pada tingkat pelayanan B, derajat kejenuhan 0,25, kapasitas 2161 smp/jam dan LHR smp/hari. Jalan dari Pasar Bualu Siligita ada pada tingkat pelayanan B, derajat kejenuhan 0,31, kapasitas smp/jam dan LHR smp/hari. Jalan akses menuju perhotelan Nusa Dua ada pada tingkat pelayanan B, derajat kejenuhan 0,25, kapasitas 3097 smp/jam dan LHR 9610 smp/hari. Jalan Laksmana di Seminyak ada pada tingkat pelayanan C, derajat kejenuhan 0,71, kapasitas 2300 smp/jam dan LHR smp/hari. Ruas jalan di sebelah Utara 4 30

121 simpang Laksmana ada pada tingkat pelayanan E, derajat kejenuhan 1,05, kapasitas 2726 smp/jam dan LHR smp/hari. Tabel 4-18 Kinerja Ruas Jalan di Kabupaten Badung (Selektif) No Ruas Jalan Arah VJP (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) DS Tingkat Pelayanan LHR (smp/hari) 1 Beringkit Sembung U S ,68 C Beringkit Kediri T B ,02 E Beringkit Denpasar U S ,16 F Petang U S ,14 A Jl. Raya Sempidi U S ,96 E Mambal Blahkiuh U S ,73 C Mambal Sukawati T B ,42 B Mambal Sibang U S ,62 C Jl. Gunung Sanghyang T B ,70 C Jl. Raya Kerobokan a (Utara Simpang Gn Sanghyang) U S ,64 C b (Selatan Simpang Gn Sanghyang) U S ,68 C c (Utara Simpang Laksmana) U S ,05 E Jl. Raya Canggu T B ,82 D Jl. Raya Basangkasa T B ,66 C Jl. Laksmana T B ,71 C Simp.Kuta Tugu Ngurah Rai U S ,80 D Simp Tugu Ngurah Rai Simp.Unud U S ,88 E Jl. Raya Airport Tuban T B ,71 C Simp. Unud Nusa Dua T B ,61 C Jl. Kampus Udayana U S ,62 C Jl. Uluwatu II 3imbaran U S ,45 B Jl. Ngurah Rai (Barat Simp. Bualu) T B ,17 A Jl. Pasar Bualu Siligita U S ,31 B Akses Perhotelan Nusa Dua T B ,25 B Jl. Pratama U S ,25 B

122 Selanjutnya Tabel 4 19 memperlihatkan kinerja ruas jalan disekitar Samigita.Tampak bahwa sebagian ruas jalan sudah berada pada tingkat pelayanan E dan F yang menunjukkan bahwa ruas ruas jalan tersebut sudah berada atau terlampaui kapasitasnya. Ruas ruas jalan tersebut yaitu: 3l. Blambangan; Bypass Ngurah Rai (Simpang Dewa Ruci Simpang Tugu Ngurah Rai); Legian Kelod, Tengah dan Kaja; dan 3l. Raya Kerobokan. Pada kondisi puncak liburan, tundaan tinggi dan kemacetan terjadi pada ruas ruas jalan terutama yang menuju ke pantai Kuta. Tabel 4-19 Kinerja Ruas Jalan disekitar Samigita (Seminyak, Legian dan Kuta) No Ruas Jalan Arah VJP (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) DS Tingkat Pelayanan LHR (smp/hari) 1 Abimanyu Timur Barat ,31 B Benesari Timur Barat ,22 B Blambangan One way ,06 E Bypass Ngr Rai Utara Selatan ,94 E Dewi Sartika Utara Selatan ,60 C Kediri Utara Selatan ,49 C Kunti Timur Barat ,30 B Laksmana Timur Barat ,47 C Legian Kelod One way ,47 F Legian Tengah Utara Selatan ,90 E Legian Kaja Utara Selatan ,03 E Nakula sunset Timur Barat ,42 B Pantai Kuta One way ,54 C Patih Jelantik Timur Barat ,84 D Raya Kerobokan Utara Selatan ,14 F Raya Kuta Utara Selatan ,79 D Raya Tuban Utara Selatan ,63 C Kubu Anyar Utara Selatan ,34 B

123 Tabel 4 19 No Ruas Jalan Arah Kinerja Ruas Jalan disekitar Samigita (Seminyak, Legian dan Kuta) Lanjutan VJP (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) DS Tingkat Pelayanan LHR (smp/hari) 19 Padma One way ,11 A Kendedes Utara Selatan ,46 C Bunisari One way ,48 C Poppies I One way ,22 B Poppies II Timur Barat ,39 B Dengan peran vital yang diemban oleh ruas jalan tersebut sudah pasti simpul simpul di ruas jalan itu akan bersifat vital pula untuk pelayanan arus lalulintas. Simpul simpul jaringan transportasi yang dimaksud antara lain: 1. Simpang Ngurah Rai Pratama 2. Simpang Ngurah Rai UNUD Jimbaran 3. Simpang Ngurah Rai Kedonganan 4. Simpang Ngurah Rai Bandara 5. Simpang Dewaruci 6. Simpang Sunset Road Seminyak 7. Simpang Kerobokan Batubelig 8. Simpang Kerobokan Semer 9. Simpang Canggu Pantai Batubolong 10. Simpang Canggu Pantai Pererenan 11. Simpang Canggu Pantai Seseh Peningkatan peran yang signifikan pada simpul simpul transportasi tersebut di atas tidak lepas dari dibukanya keran investasi pengembangan wilayah di kawasan Bukit Pecatu dan Nusa Dua selama hampir dua dasawarsa belakangan.ini. Pengembangan di kawasan Canggu juga meningkat pesat selama satu dekade ini, sehingga ruas jalan Kerobokan Canggu beserta simpang simpang di ruas itu meningkat pula beban arus lalulintas yang harus dilayaninya.tingkat pelayanan yang makin menurun dari tahun ke tahun memerlukan pengelolaan yang tepat, khususnya dari aspek Supply Management 4 33

124 (untuk jangka pendek dan menengah) maupun dari aspek Demand Management (jangka panjang).untuk Kabupaten Badung bagian Utara, ruas jalan yang vital antara lain ; Ruas Jalan Sempidi Mengwitani, Ruas Jalan Beringkit Mengwi Perean, Ruas Jalan Sibang Mambal Petang dan Ruas Jalan Mambal Singakerta. Simpul simpul jaringan transportasi yang penting di kawasan ini antara lain: 1. Simpang Pasar Mambal Lambing 2. Simpang Dharmasaba 3. Simpang Lukluk 4. Simpang Beringkit 5. Simpang Abiansemal Penarungan 6. Simpang Puri Mengwi Taman Ayun 7. Simpang Marga Mengwi 8. Simpang Pasar Sempidi Puspem 9. Simpang RSUD Kapal Berbeda dengan Badung bagian Selatan yang karakteristik pengembangan wilayahnya berorientasi pada sektor kepariwisataan, Badung Utara lebih dominan berkarakteristik pertanian. Dengan demikian Traffic Generation di bagian Utara jauh lebih kecil dari bagian Selatan.Oleh karenanya kebutuhan penyediaan prasarana jalan di bagian utara laju perkembangannya lebih rendah dibandingkan bagian Selatan.Hal ini berimbas pada terjadinya "kesenjangan" perkembangan wilayah.bagian Selatan didominasi oleh menjamurnya hotel, pusat bisnis, perdagangan dan rekreasi.jaringan transportasi yang ada dari segi kuantitas dan kualitas lebih baik, karena sebagian besar beban pergerakan (lalulintas) membebani jaringan jalan di bagian Selatan. Sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, pesatnya perkembangan tata ruang di bagian Selatan Badung (dalam hal ini mencakup wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kuta atau SAMIGITA, Kuta Utara dan Kecamatan Mengwi) sudah jelas akan berfungsi sebagai Pembangkit Perjalanan (Trip Generation), akan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan jaringan jalan serta sudah pasti akan 4 34

125 adanya peningkatan pergerakan orang maupun barang (lalulintas). Kawasan Nusa Dua, Bukit Pecatu, Jimbaran, Bandara Ngurah Rai, Kawasan SAMIGITA, Kawasan Canggu dan Puspem Kabupaten Badung saat ini dan dalam jangka panjang telah menjadi "kontributor" utama permasalahan transportasi di Kabupaten Badung atau dengan kata lain sebagai "pembangkit" perjalanan terbesar. Peningkatan arus lalu lintas yang pesat tidak berimbang dengan peningkatan kapasitas jaringan, sehingga mulai dirasakan oleh pengguna jalan (masyarakat) adanya penurunan efisiensi jaringan (dalam bentuk kemacetan dan tundaan perjalanan). Urgensi dari peningkatan kapasitas jaringan sudah nampak pada beberapa simpul transportasi yang ada.bobot permasalahan terbesar ada pada kawasan SAMIGITA (dalam Bab pembahasan tersendiri). Secara kasatmata maupun kondisi obyektif yang dirasakan oleh pengguna jalan, Simpang Dewaruci harus menjadi prioritas utama. Pergerakan pada kaki kaki simpang sudah oversaturated sehingga dengan kondisi yang ada, perlintasan sebidang sudah harus dijadikan perlintasan tidak sebidang (program jangka menengah dan jangka panjang). Studi ini merekomendasikan alternatif underpass (jalur bawah tanah) untuk menghindari kontroversi di masyarakat dibandingkan pemilihan alternatif overpass (jalan layang). Simpul berikutnya yang jadi prioritas adalah Simpang Ngurah Rai UNUD. Kondisi oversaturated pada kaki kaki simpang ini mengharuskan pada saatnya nanti (program jangka menengah dan panjang) kaki simpang Utara Selatan dijadikan underpass, juga dengan pertimbangan menghindari adanya kontroversi di masyarakat. Untuk jangka pendek (5 tahun ) masih dimungkinkan optimasi simpang melalui upaya traffic management. Diperlukan adanya pembenahan geometrik simpang, pengurangan titik konflik dan resetting APILL. Upaya manajemen lalulintas pada simpang ini harus terkait dengan pengaturan simpang yang berdekatan, karena harus ada pembenahan sirkulasi lalulintas. Simpang terdekat yang terkait untuk pembenahan adalah Simpang Politeknik UNUD, Simpang Four Season dan Simpang Ngurah Rai Kedonganan. 4 35

126 Dengan asumsi pembangunan jalan tol Tanjung Benoa Serangan terealisasi, maka Simpang Ngurah Rai Pratama beserta simpang simpang yang berdekatan harus ditata kembali dengan upaya upaya manajemen lalulintas, untuk mendukung fungsi jalan tol tersebut. Ruas Jalan Pratama Tanjung Benoa sudah jelas akan mengalami peningkatan fungsi dari kondisi saat ini. Dengan asumsi perpanjangan runway Bandara Ngurah Rai dibangun pasca tahun 2025, maka ruas jalan Ngurah Rai yang berlintasan dengan runway tersebut harus dijadikan underpass. Konsekuensi logis dari adanya perlintasan tidak sebidang ini, maka simpang Ngurah Rai Bandara secara geometrik maupun pengendalian akan mengalami modifikasi dalam program jangka panjang. Rencana pembangunan Jalan Kuta Tanah Lot (Sunset Road) yang baru terealisasi hingga jalan Seminyak Kerobokan pada studi ini diasumsikan terealisasi (program jangka panjang).trase jalan Sunset Road yang melintasi wilayah Kabupaten Badung seyogyanya dapat dikendalikan Pemda Badung agar pada lintasan rencana jalan tidak terlanjur terbangun sehingga menyulitkan realisasi pembangunan jalan nantinya. Dalam konteks sistem jaringan transportasi khususnya Badung dan SARBAGITA secara umum, keberadaan Sunset Road jelas akan mengurangi beban jaringan yang ada saat ini, karena jalan tersebut akan berfungsi sebagai "southern ring road" Kabupaten Badung. Terkait pula nantinya dengan jalan Sunset Road adalah rencana Jalan Tol Beringkit Buduk Sunset Road (masih dalam tahap studi).dan bila jalan ini terealisasi (program jangka panjang) maka dapat dikatakan Badung memiliki sebagian dari "western ring road". Studi ini merekomendasikan rencana pembangunan Jalan Beringkit Batuan Pantai Purnama bisa direalisasikan (program jangka panjang). Keberadaan jalan ini akan dapat mengurangi beban jaringan jalan eksisting, karena lalulintas menerus (through traffic) dari Bali bagian Barat menuju Bali bagian Timur atau sebaliknya sudah pasti melalui jalan ini. Operasionalisasi Terminal Mengwitani harus disinkronkan dengan keberadaan Jalan Beringkit Batuan Pantai Purnama. Trase jalan ini yang melintasi wilayah 4 36

127 Kabupaten Badung harus dapat dikendalikan oleh Pemda Badung, agar dampak negatif secara sosial,ekonomi, dan lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin sejak dini. Jaringan jalan (beberapa simpang maupun ruas) di sekitar kawasan rencana Puspem Badung, dalam jangka pendek hingga jangka menengah masih dapat dikelola melalui traffic management. Yang perlu dihindari adalah dampak lalulintas yang ditimbulkan oleh keberadaan Puspem tersebut agar sekecil mungkin terhadap kinerja ruas jalan Sempidi Kapal yang merupakan segmen dari Ruas Arteri Primer Denpasar Gilimanuk. Dengan atau tanpa keberadaan Sunset Road maupun Rencana Jalan Tol Beringkit Buduk Sunset Road, eksistensi Jalan Kerobokan Canggu akan makin bertambah penting di masa mendatang. Pembangunan villa dan bungalow yang menjamur di kawasan itu jelas akan menjadi pembangkit perjalanan (lalulintas). Ada peningkatan lalulintas pada ruas ini akibat akumulasi pertumbuhan lalulintas normal (asal tujuan Denpasar Tanah Lot) dan lalulintas yang terbangkitkan oleh perkembangan pembangunan kawasan. Untuk jangka pendek hingga jangka menengah simpangsimpang pada jalan Kerobokan Canggu harus ada perbaikan geometrik dan pengendalian. Simpang tersebut antara lain ; Simpang Pantai Seseh, Simpang Pantai Pererenan dan Simpang Pantai Batubolong. Semua akses menuju pantai di kawasan ini adalah merupakan jalur tradisional prosesi upacara keagamaan ( Nganyut dan Melasti) sekaligus akses untuk wisata pantai. Kapasitas jalan Kerobokan sampai di daerah Cemagi kapasitasnya sulit ditingkatkan karena hak penguasaan jalan (ROW) hanya memadai untuk dua lajur dua arah tanpa median. Lebar lajur rata rata hanya 3 meter dan pembangunan sekitar jalan sudah padat. Dengan kondisi seperti ini hingga 10 tahun mendatang tingkat pelayanan jalan jelas akan terus menurun, namun belum sampai tingkat pelayanan F (terjadi kemacetan lalulintas). Ruas ruas jalan yang menghubungkan Jalan Kerobokan Canggu dengan Jalan Sempidi Beringkit Kapal sampai 10 tahun mendatang kapasitasnya harus ditingkatkan 4 37

128 (melalui pelebaran dan peningkatan kondisi jalan) untuk mengimbangi pertumbuhan lalulintas. Ruas ruas jalan tersebut antara lain Ruas jalan Pererenan, Ruas jalan Padonan, Ruas jalan Aseman, dst. Pengelolaan sistem jaringan jalan di Badung Utara (dalam hal ini sebagian Kecamatan Mengwi, Kecamatan Petang, Kecamatan Abiansemal) relatif lebih mudah dikelola (dalam jangka pendek hingga jangka panjang). Beberapa simpul transportasi yang dalam jangka pendek hingga menengah harus ditangani untuk peningkatan kinerja jaringan antara lain ; Simpang Pasar Beringkit beserta Simpang simpang terdekatnya, Simpang Pasar Sempidi, Simpang Pasar Mambal, Simpang Abiansemal Penarungan, Simpang Penarungan Cemenggon, Simpang Lukluk, Simpang Dampal Blahkiuh dan Simpang Mengwi Marga. Pembuatan marka jalan, pemasangan rambu, pemasangan paku jalan maupun guardrail amat diperlukan pada ruas ruas jalan maupun simpangsimpang nya. Pada sebagian besar kawasan Badung Utara masih kurang adanya lampu penerangan jalan, sehingga kelengkapan jalan untuk keperluan traffic safety harus diprogramkan oleh Dinas Perhubungan Badung. Urgensi kelengkapan traffic safety dapat dirasakan pada sepanjang ruas Beringkit Mengwi Perean, Ruas Sibang Mambal Blahkiuh Petang, Ruas Abiansemal Penarungan Mengwi, Ruas Lukluk Anggungan Penarungan dan Ruas Kapal Abianbase Dalung. 4 38

129 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG 5.1 Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang Peruntukkan ruang Kabupaten Badung berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Badung, diklasifikasikan sebagai berikut : Kawasan Lindung Kawasan sebelah Utara Desa Belok dan Desa Pelaga ditetapkan sebagai kawasan lindung. Kawasan Budidaya Pertanian Pengembangan tanaman tahunan sebagian besar berlokasi di sebelah utara Kabupaten Badung, terutama di Desa Petang, Belok, Pelaga, Sangeh, Taman dan Bongkasa. Sedangkan di bagian selatan, sebagian berada di Kelurahan Jimbaran dan Benoa serta Desa Pecatu. Pertanian lahan kering dialokasikan di sebelah utara Kabupaten Badung tepatnya di Desa Pelaga dan Belok; Persawahan dan tegalan dialokasikan di sebelah tengah dan sebelah selatan Kabupaten Badung dan juga Desa Canggu, Dalung dan Kerobokan. Kawasan Budidaya Non Pertanian Pengembangan Kawasan Permukiman Kawasan permukiman di Kabupaten Badung akan dikembangkan pada pusatpusat pelayanan seperti pada ibukota Kabupaten dan pada masing masing ibukota Kecamatan. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan yang utama akan dikembangkan di Dalung, Sempidi dan Darmasaba. Pengembangannya bersifat horisontal dengan kombinasi tipe perumahan 1:3:6 (maksudnya adalah dalam satu 5 1

130 unit permukiman yang akan dibangun perbandingan antar tipe bangunan adalah 1 rumah mewah: 3 rumah sedang : 6 RSS. Kawasan perumahan perkotaan akan dikelompokkan kawasannya sebagai berikut : Kawasan perumahan dengan segala fasilitasnya; Kawasan campuran perumahan dengan bangunan umum; Kawasan campuran perumahan dengan industri kecil; Kawasan perumahan dengan KDB rendah. Pengembangan Kawasan Pariwisata Pada bagian utara Kabupaten Badung meliputi : Mengwi, Abiansemal dan Petang akan dikembangkan obyek obyek wisata yang berorientasi pada wisata agro dan wisata petualang. Pada bagian Selatan Kabupaten Badung meliputi : Nusa Dua, Jimbaran, Kedonganan, Tanjung Benoa, Kuta Legian, Kerobokan dan Canggu sebagai kawasan wisata yang berorientasi pada wisata pantai (sea, sand and sun). Konsep penggunaan lahan untuk wisata bahari yang diusulkan adalah : Pada lingkaran terluar dengan potensi laut dan pantai yang landai penggunaan lahan diprioritaskan pada kegiatan perhotelan dan rekreasi pantai; Pada lingkaran kedua difungsikan sebagai kawasan pariwisata dan permukiman. Pada bagian ini penggunaan lahannya diprioritaskan pada bangunan penunjang pariwisata seperti pertokoan, kegiatan jasa, juga sekaligus sebagai kawasan penunjang fasilitas permukiman; Sedang pada kawasan inti penggunaan lahan diprioritaskan pada permukiman penduduk dan karyawan; Perlu memberikan ruang yang memadai bagi keperluan upacara adat dan agama masyarakat setempat; Pengembangan obyek wisata agro, wisata petualang dimaksudkan untuk memberikan keberagaman obyek wisata di Kabupaten Badung; 5 2

131 Kawasan industri kecil dan aneka industri dialokasikan di Desa Sobangan dan Desa Werdi Bhuwana. Arahan peruntukan ruang tersebut ditunjang atau didukung dengan rencana sistem transportasi yang meliputi: a. Pengembangan Jalan Arteri Primer Beringkit Sakah; b. Peningkatan Jalan Arteri Sekunder Kuta Mengwi; c. Peningkatan Jalan Kolektor Primer Blahkiuh Mengwi; d. Pengembangan Jalan Sunset, jalan menyusur pantai yang menghubungkan kawasan wisata Kuta dengan obyek wisata Tanah Lot di Tabanan; f. Rencana Terminal Regional Mengwi, Terminal Kargo dan Terminal Lokal. 5.2 Bangkitan dan Distribusi Arus Barang/Penumpang Sistem Zona Pembagian daerah kajian atas zona lalu lintas merupakan tahapan awal dalam pengembangan model. Pembagian wilayah zona didasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain adalah: Berdasarkan pola penggunaan lahan, dengan mengacu kepada homogenitas penggunaan lahan sebagai bahan untuk menentukan nilai produksi dan tarikan perjalanan dalam suatu wilayah. Berdasarkan pertimbangan batas administrasi wilayah, sebagai bentuk pembagian kepemerintahan serta mempertimbangkan ketersediaan data di tingkat mikro (sub wilayah). Berdasarkan pertimbangan pola jaringan transportasi, sebagai bentuk dari pengadaan fasilitas ketersediaan suply, baik dalam bentuk aspek prasarana (jaringan jalan secara fisik) serta aspek sarananya. Berdasarkan aspek demografi sebagai unsur dinamis dari suatu parameter penentu pergerakan perjalanan suatu zona. 5 3

132 Dalam studi ini, jumlah zona internal (berada dalam wilayah Kabupaten Badung) ditetapkan sebanyak 17 buah, sedangkan zona eksternalnya (berada diluar wilayah Kabupaten Badung) disesuaikan dengan koridor keluar/masuk ke Kabupaten Badung yaitu sebanyak 5 zona eksternal.selanjutnya sistem zona lalu lintas tersebut menjadi basis untuk seluruh parameter yang digunakan.data parameter perencanaan transportasi seperti populasi penduduk tiap zona dan karakteristik sosial ekonomi. Pembagian zona lalu lintas di Kabupaten Badung didasarkan pada pertimbangan berikut ini: Untuk kawasan dengan kepadatan penduduk/tingkat aktivitas yang relatif tinggi pembagian zona relatif lebih rinci yang dapat terdiri dari desa atau kelompok desa (lihat pada Lampiran Peta) Sistem jaringan jalan akan mempengaruhi penentuan zona terutama keterkaitan dengan aksesibilitas Untuk kawasan dengan kepadatan penduduk relatif tinggi dipertimbangkansebagai zona zona yang lebih rinci/kecil dalam sistem pembagian zona. Secara keseluruhan, sistem pembagian zona untuk wilayah studi dapat dilihat pada Tabel Bangkitan/Tarikan dan Distribusi Perjalanan Penyebarannya perjalanan yang terjadi di daerah Kabupaten Buleleng sangat dipengaruhi oleh kepadatan tata guna lahan dan fasilitas yang ada dalam tiap zona. Dari hasil survei dan analisis diperoleh asal tujuan perjalanan. Matriks asal tujuan perjalanan penumpang antar zona dapat dilihat pada Tabel

133 Tabel 5-1 Pembagian Zona di Kabupaten Badung Kecamatan Zona Desa/Kelurahan Kecamatan Zona Desa/Kelurahan Kuta selatan Kuta Kuta utara Mengwi i ii iii iv v vi vii viii ix x Pecatu Ungasan Kutuh Benoa Tanjung benoa Jimbaran Kedonganan Tuban Kuta Legian Seminyak Kerobokan kelod Kerobokan Kerobokan kaja Tibu beneng Canggu Dalung Cemagi Munggu Pererenan Tumbak bayuh Buduk Abianbase Sempidi Sading Lukluk Kapal Kekeran Mengwitani Mengwi Gulingan Penarungan Baha Mengwi Abiansemal Petang xi xii xiii xiv xv xvi xvii Werdi bhuwana Sobangan Sembung Kuwum Darmasaba Sibang gede Jagapati Angantaka Sedang Sibang kaja Mekar bhuana Mambal Abiansemal Dauh yeh cani Ayunan Blahkiuh Punggul Bongkasa Taman Selat Sangeh Bongkasa pertiwi Carangsari Getasan Pangsan Petang Sulangai Pelaga Belok 5 5

134 Tabel 5-2 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (orang/tahun) Kabupaten Badung Oi Dd

135 5.3 Model Pengembangan Jaringan Transportasi Matriks Asal Tujuan Tahun 2013 Jumlah perjalanan di dalam daerah studi pada tahun dasar diperoleh dari hasil survai home interview tahun 2007 kemudian diproyeksikan ke tahun 2013.Data hasil survai home interview yang telah diperoleh kemudian dikembangkan untuk mewakili semua keluarga dengan menggunakan faktor pengembangan sampel yang terpisah untuk masing masing zona.faktor pengembangan sampel (expanding factor) merupakan hasil bagi dari jumlah KK dalam daerah studi dengan jumlah sampel KK yang di survai.hasil faktor pengembangan disajikan pada Tabel 5 3dan hasil survai home interview pada Tabel 5 4.Sebaran perjalanan diperoleh setelah data hasil survai home interview pada Tabel 5 4di kalikan dengan faktor pengembangan sampel pada Tabel 5 3. Sehingga diperoleh jumlah perjalanan dalam daerah studi seperti ditampilkan pada Tabel 5 5. Tabel 5.9 memperlihatkan distribusi perjalanan hasil survai Home interview. Dari Tabel 5 4dapat terlihat bahwa produksi perjalanan terbesar terletak pada pada zona 1 dengan 659 perjalanan dan tarikan terbesar terletak pada zona 1 dengan perjalanan. Total pergerakan hasil analisis survai home interview adalah perjalanan. Selanjutnya Tabel 5 5 memperlihatkan distribusi perjalanan setelah diekspanding. Dari Tabel 5 5 terlihat bahwa produksi perjalanan terbesar terletak pada pada zona 1 dengan perjalanan dan tarikan terbesar terletak pada zona 1 dengan perjalanan. Total pergerakan adalah perjalanan. Pergerakan intrazona terbesar terdapat pada zona 1 sebanyak perjalanan dan pergerakan interzona terbesar dari zona 2 ke zona 1 sebanyak perjalanan. Produksi perjalanan terkecil terletak pada zona 16 sebanyak perjalanan. Tarikan terkecil terletak pada zona 7 sebanyak perjalanan. Pergerakan intrazona terkecil terdapat pada zona 7 sebanyak perjalanan dan pergerakan interzona terkecil dari zona 13 ke zona 16 sebanyak 52 perjalanan. 5 7

136 Tabel 5-3 Jumlah sampel dan faktor pengembangan sampel home interview Zona Jumlah KK Jumlah sampel KK Expanding Factor (A) (B) (A/B) Total

137 Tabel 5-4 Matrik asal tujuan perjalanan dalam daerah studi pada tahun dasar (2013) hasil survai home interview (orang/hari) O D Oi Dd

138 Tabel 5-5 Matrik asal tujuan perjalanan dalam daerah studi pada tahun dasar (2013) setelah diekspanding (orang/hari) O Oi Dd

139 Tabel 5-6 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang-km Pada Tahun rrncana (2017) Hasil Model Furness oi dd E

140 Tabel 5-7 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang-Km Pada Tahun Rencana (2022) Hasil Model Furness oi dd E

141 Tabel 5-8 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang-Km Pada Tahun Rencana (2032) Hasil Model Furness oi dd E

142 5.3.2 Prediksi Pembebanan dan Kinerja Jalan Tahun 2017, 2022 dan 2032 Pembebanan untuk tahun 2017, 2022, dan 2032 dilakukan dengan pemodelan Incremental Assignment dengan capacity restraint tipe Davidson. Adapun input parameter dan network yang diasumsikan sama seperti pemodelan pada tahun dasar 2012, ini berarti bahwa prasarana jaringan jalan (supply) diasumsikan tidak mengalami perubahan sampai pada tahun Input yang berbeda adalah data matrik asal tujuan perjalanan yang digunakan adalah sesuai dengan tahun rencana yang dianalisa pada prediksi Trip Distribution tahun 2017, 2022, dan Tabel 5 9 memperlihatkan prakiraan kinerja jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) pada tahun Tampak bahwa dari 23 ruas jalan yang ditinjau, 5 ruas jalan berada pada tingkat pelayanan E dan 7 ruas jalan sudah berada pada tingkat pelayanan F. Selanjutnya Tabel 5.35 memperlihatkan prakiraan kinerja jalan di kawasan Samigita pada tahun Terlihat bahwa dari 23 ruas jalan yang ditinjau, 9 ruas jalan sudah berada pada tingkat pelayanan F. 5 14

143 Tabel 5-9 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun 2017 No Ruas Jalan Arah VJP (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) DS Tingkat Pelayana n LHR (smp/hari) 1 Beringkit Sembung U S ,87 E Beringkit Kediri T B ,30 F Beringkit Denpasar U S ,49 F Petang U S ,17 A Jl. Raya Sempidi U S ,22 F Mambal Blahkiuh U S ,93 E Mambal Sukawati T B ,54 C Mambal Sibang U S ,79 D Jl. Gunung Sanghyang T B ,89 E Jl. Raya Kerobokan a (Utara Simpang Gn Sanghyang) U S ,81 D b (Selatan Simpang Gn Sanghyang) U S ,86 E c (Utara Simpang Laksmana) U S ,34 F Jl. Raya Canggu T B ,05 F Jl. Raya Basangkasa T B ,84 D Jl. Laksmana T B ,90 E Simp.Kuta Tugu Ngurah Rai U S ,03 F Simp Tugu Ngurah Rai Simp.Unud U S ,13 F Jl. Raya Airport Tuban T B ,90 E Simp. Unud Nusa Dua T B ,78 D Jl. Kampus Udayana U S ,80 D Jl. Uluwatu II Jimbaran U S ,58 C Jl. Ngurah Rai (Barat Simp. Bualu) T B ,22 B Jl. Pasar Bualu Siligita U S ,40 B Akses Perhotelan Nusa Dua T B ,32 B Jl. Pratama U S ,26 B

144 Tabel 5-10 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun 2017 No Ruas Jalan Arah 1 Abimanyu Timur Barat VJP (smp/jam) 710 Kapasitas (smp/jam) DS 0,40 Tingkat Pelayanan B LHR (smp/hari) Benesari Timur Barat ,29 B Blambangan One way ,35 F Bypass Ngr Rai Utara Selatan ,20 F Dewi Sartika Utara Selatan ,76 D Kediri Utara Selatan ,63 C Kunti Timur Barat ,39 B Lasmana Timur Barat ,60 C Legian Kelod One way ,52 F Legian Tengah Utara Selatan ,15 F Legian Kaja Utara Selatan ,32 F Nakula sunset Timur Barat ,53 C Pantai Kuta One way ,69 C Patih Jelantik Timur Barat ,08 F Raya Kerobokan Utara Selatan ,34 F Raya Kuta Utara Selatan ,00 F Raya Tuban Utara Selatan ,80 D Kubu Anyar Utara Selatan ,43 B Padma One way ,31 F Kendedes Utara Selatan ,59 C Bunisari One way ,62 C Poppies I One way ,29 B Poppies II Timur Barat ,50 C Tabel 5 11 memperlihatkan prakiraan kinerja jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) pada tahun Diperkirakan bahwa dari 23 ruas jalan yang ditinjau, 1 ruas 5 16

145 jalan berada pada tingkat pelayanan E dan sebagian besar (17) ruas jalan sudah akan berada pada tingkat pelayanan F. Tampak bahwa dari 23 ruas jalan yang ditinjau, diperkirakan 2 ruas jalan berada pada tingkat pelayanan E dan 10 ruas jalan sudah berada pada tingkat pelayanan F. Tabel 5-11 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun 2022 No Ruas Jalan Arah VJP Kapasitas Tingkat LHR DS (smp/jam) (smp/jam) Pelayanan (smp/hari) 1 Beringkit Sembung U S ,11 F Beringkit Kediri T B ,66 F Beringkit Denpasar U S ,90 F Petang U S ,22 B Jl. Raya Sempidi U S ,56 F Mambal Blahkiuh U S ,19 F Mambal Sukawati T B ,69 C Mambal Sibang U S ,00 F Jl. Gunung Sanghyang Gunung Sanghyang T B ,14 F Jl. Raya Kerobokan a (Utara Simpang Gn Sanghyang) U S ,04 F b (Selatan Simpang Gn Sanghyang) U S ,10 F c (Utara Simpang Laksmana) U S ,70 F Jl. Raya Canggu T B ,33 F Jl. Raya Basangkasa T B ,07 F Jl. Laksmana T B ,15 F Simp.Kuta Tugu Ngurah Rai U S ,31 F Simp Tugu Ngurah Rai Simp.Unud U S ,44 F Jl. Raya Airport Tuban T B ,15 F Simp. Unud Nusa Dua T B ,99 E Jl. Kampus Udayana U S ,02 F Jl. Uluwatu II Jimbaran U S ,74 C Jl. Ngurah Rai (Barat Simp. Bualu) T B ,28 B Jl. Pasar Bualu Siligita U S ,51 C Akses Perhotelan Nusa Dua T B ,40 B Jl. Pratama U S ,41 B

146 Tabel 5-12 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun 2022 No Ruas Jalan Arah 1 Abimanyu 2 Benesari Timur Barat Timur Barat VJP (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) ,51 0,37 DS Tingkat Pelayanan C B LHR (smp/hari) Blambangan One way ,72 F Bypass Ngr Rai Utara , F Selatan 5 Dewi Sartika Utara , E Selatan 6 Kediri Utara , D Selatan 7 Kunti Timur , C Barat 8 Lasmana Timur , D Barat 9 Legian Kelod One way ,66 F Legian Tengah Utara , F Selatan 11 Legian Kaja Utara , F Selatan 12 Nakula sunset Timur , C Barat 13 Pantai Kuta One way ,88 E Patih Jelantik Timur , F Barat 15 Raya Kerobokan Utara , F Selatan 16 Raya Kuta Utara , F Selatan 17 Raya Tuban Utara , F Selatan 18 Kubu Anyar Utara 660 0, C Selatan 19 Padma One way ,67 F Kendedes Utara , D Selatan 21 Bunisari One way ,79 D Poppies I One way ,37 B Poppies II Timur Barat ,64 C

147 Tabel 5 13 memperlihatkan prakiraan kinerja jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) pada tahun Diperkirakan bahwa dari 23 ruas jalan yang ditinjau, sebagian besar yaitu 20 ruas akan berada pada tingkat pelayanan F. Sedangkan Tabel 5 14 memperlihatkan prakiraan kinerja jalan di wilayah Samigita pada tahun Tampak bahwa dari 23 ruas jalan yang ditinjau, 1 ruas jalan berada dalam tingkat pelayanan E dan 19 ruas jalan diperkirakan akan berada pada tingkat pelayanan F. Tabel 5-13 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun 2032 No Ruas Jalan Arah VJP Kapasitas Tingkat LHR DS (smp/jam) (smp/jam) Pelayanan (smp/hari) 1 Beringkit Sembung U S ,80 F Beringkit Kediri T B ,71 F Beringkit Denpasar U S ,09 F Petang U S ,36 B Jl. Raya Sempidi U S ,53 F Mambal Blahkiuh U S ,94 F Mambal Sukawati T B ,12 F Mambal Sibang U S ,64 F Jl. Gunung Sanghyang Gunung Sanghyang T B ,86 F Jl. Raya Kerobokan a (Utara Simpang Gn Sanghyang) U S ,69 F b (Selatan Simpang Gn Sanghyang) U S ,80 F c (Utara Simpang Laksmana) U S ,78 F Jl. Raya Canggu T B ,17 F Jl. Raya Basangkasa T B ,75 F Jl. Laksmana T B ,88 F Simp.Kuta Tugu Ngurah Rai U S ,13 F Simp Tugu Ngurah Rai Simp.Unud U S ,34 F Jl. Raya Airport Tuban T B ,88 F Simp. Unud Nusa Dua T B ,62 F Jl. Kampus Udayana U S ,66 F Jl. Uluwatu II Jimbaran U S ,20 F Jl. Ngurah Rai (Barat Simp. Bualu) T B ,46 C Jl. Pasar Bualu Siligita U S ,83 D Akses Perhotelan Nusa Dua T B ,66 C Jl. Pratama U S ,67 C

148 Tabel 5-14 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun 2032 No Ruas Jalan Arah 1 Abimanyu Timur Barat VJP (smp/jam) Kapasitas (smp/jam) DS 0,84 Tingkat Pelayanan D LHR (smp/hari) Benesari Timur Barat ,60 C Blambangan One way ,80 F Bypass Ngr Rai Utara Selatan ,49 F Dewi Sartika Utara Selatan ,58 F Kediri Utara Selatan ,31 F Kunti Timur Barat ,81 D Lasmana Timur Barat ,25 F Legian Kelod One way ,08 F Legian Tengah Utara Selatan ,39 F Legian Kaja Utara Selatan ,75 F Nakula sunset Timur Barat ,10 F Pantai Kuta One way ,43 F Patih Jelantik Timur Barat ,24 F Raya Kerobokan Utara Selatan ,79 F Raya Kuta Utara Selatan ,09 F Raya Tuban Utara Selatan ,67 F Kubu Anyar Utara Selatan ,90 E Padma One way ,72 F Kendedes Utara Selatan ,22 F Bunisari One way ,28 F Poppies I One way ,60 C Poppies II Timur Barat ,04 F

149 5.4 Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi Alternatif pengembangan sistem jaringan transpoerasi diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas antar pusat pusat kegiatan baik yang bersifat internal maupun eksternal di wilayah Metropolitan Sarbagita dimana Kabupaten Badung merupakan bagian integral, selanjutnya mengurangi tundaan, kemacetan, polusi udara, polusi suara, pemborosan nilai waktu dan biaya perjalanan. Alternative pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten Badung adalah sebagai berikut Jaringan Pelayanan Transportasi Beberapa alternatif untuk penanganan jaringan pelayanan Kabupaten Badung: 1. Dengan mulai beroperasinya Terminal Tipe A Mengwi dan adanya rencana trayek sistem angkutan umum massal Trans Sarbagita, maka diperlukan adanya penyusunan ulang (restrukturisasi) jaringan trayek angkutan umum baik lintas provinsi (AKAP) maupun lintas kabupaten/kota (AKDP). Untuk melayani pergerakan masyarakat di wilayah Kabupaten Badung pada umumnya dan wilayah Kota Mangupura khususnya, maka diperlukan perencanaan jaringan trayek angkutan perdesaan di wilayah kajian. Trayek yang dikembangkan untuk melayani masyarakat Kabupaten Badung berbasis Terminal Mengwi bukan trayek angkutan kota, karena cakupan pelayanannya hingga keluar Kota Mangupura. 2. Secara umum, dalam perencanaan suatu rute terdapat dua kepentingan utama yaitu kepentingan pihak pengguna jasa (masyarakat/penumpang) dan kepentingan pengelola. Ditinjau dari kepentingan penumpang, suatu rute idealnya dapat dengan mudah, nyaman, dan cepat dalam memenuhi kebutuhan mobilitasnya. Sedangkan ditinjau dari kepentingan pengelola, suatu rute yang baik adalah rute yang dapat memperbesar pendapatan dan memperkecil biaya operasi sehingga secara keseluruhan akan mempertinggi margin keuntungannya. Rute yang baik adalah rute yang mampu mena warkan pelayanan yang semaksimal mungkin pada daerah pelayanannya kepada 5 21

150 penumpang dan dilain pihak dapat menghasilkan tingkat operasi yang menguntungkan pihak pengelola. Penataan jaringan trayek angkutan umum diintegrasikan dengan penataan jaringan trayekl Trans Sarbagita. Tabel 5 15 memperlihatkan rencana jaringan trayek angkutan umum Trans Sarbagita dan Gambar 7.2 memperlihatkan rencana jaringan trayel di Kabupaten Badung Tabel 5-15 Rencana jaringan trayek angkutan umum Trans Sarbagita Nomor Jarak Kebutuhan Trayek Kode km Kendaraan A. TRAYEK UTAMA 1 Kota GWK (Garuda Wisnu Kencana) PP Batubulan Nusa Dua PP Via Sentral Parkir Kuta Sanur Petitenget PP Via Civic Center/ Nitimandala Batubulan Bandara Ngurah Rai PP Via Gatot Soebroto 50, Sanur Ubud PP Via Kedewatan Mengwi Pelabuhan Benoa PP Via Kota 49, Mengwi Bandara Ngr Rai PP Via Kerobokan 50, Sentral Parkir Kuta Tanah Lot PP 41, Batubulan Sentral Parkir Kuta PP Via Kota Sanur Nusa Dua PP Via Bandara Ngurah Rai Sanur Lebih PP Via Taman Safari 58, Sanur Canggu PP Via Kota 60, Gianyar Pesiapan PP Via Mengwi 65, Ubung Sentral Parkir Kuta PP Via Buluh Indah 27, Mengwi Batubulan PP Via Dalung 49, Tegal Mambal PP 41, Mengwi Batubulan PP Via Darmasaba 37,60 12 B. TRAYEK CABANG C.1 Tegal Bandara Nngurah Rai. PP Via Sentral Parkir Kuta

151 Sumber: Dinas Perhubungan Infokom Provinsi Bali, 2011 Gambar 5-1 Rencana Jaringan Trayek Angkutan Umum Trans Sarbagita Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Regional Rencana pengembangan sistem jaringan jalan diarahkan untuk meningkatkan aksesibilitas antar pusat pusat kegiatan baik yang bersifat internal maupun eksternal di wilayah Metropolitan Sarbagita dimana Kabupaten Badung merupakan bagian integral, selanjutnya mengurangi tundaan, kemacetan, polusi udara, polusi suara, pemborosan nilai waktu dan biaya perjalanan. Rencana pengembangan sistem jaringan jalan wilayah Metropolitan Sarbagita adalah sebagai berikut: Rencana pengembangan jalan jalan arteri primer (atau tol) Kuta Tanah Lot Soka, lanjutan pembangunan Bypass Tohpati Kusamba, peningkatan kapasitas jalan Beringkit Baturiti, pengembangan jalan lingkar Canggu Beringkit Purnama, serta rencana jalan dan jembatan Serangan Tanjung Benoa. 5 23

152 Rencana jalan Kuta Tanah Lot Soka adalah jalan radial ke arah barat dari pusat bangkitan wilayah Sarbagita (Kota Denpasar dan Badung Selatan). Jalan ini dimaksudlkan untuk meningkatkan aksesibilitas dari pusat bangkitan pergerakan wilayah Sarbagita (khususnya Badung Selatan) ke wilayah pengembangan Bali Barat. Pembangunan lanjutan jalan Bypass Tohpati Kusamba yang merupakan jalan radial ke arah timur untuk meningkatkan aksesibilitas pusat bangkitan pergerakan di Badung Selatan dengan wilayah pengembangan Bali Timur. Namun diperlukan pembatasan akses langsung ke jalan arteri yang tegas untuk menghindari konflik pergerakan menerus dan lokal serta mempertahankan fungsi jalan sebagai jalan arteri primer. Peningkatan kapasitas jalan Beringkit Baturiti merupakan jalan radial ke arah utara yang dimaksudkan untuk meningkatkan aksesibilitas wilayah Sarbagita ke wilayah pengembangan Bali Utara. Rencana jalan lingkar Canggu Beringkit Purnama merupakan jalan lingkar untuk mengurangi beban lalu lintas pada jaringan jalan ke arah Kota Denpasar dan Badung Selatan dan meningkatkan aksesibilitas wilayah pengembangan Bali Barat ke Bali Timur dan sebaliknya. Kemudian rencana jalan tol Serangan Tanjung Benoa digantikan dengan jalan tol Nusa Dua Bandara Benoa yang saat ini sudah dalam tahap pengerjaan diharapkan rampung Tahun 2013 dimaksudkan untuk meningkatkan aksesibilitas ke pusat tarikan pariwisata di Badung Selatan sekaligus merupakan jalan alternatif akses ke Badung Selatan untuk mengurangi beban lalu lintas di jalan Bypass Ngurah Rai. Dengan demikian, secara keseluruhan struktur jaringan jalan di wilayah Sarbagita diarahkan untuk membentuk struktur Ring Radial. Gambar 5 2 memperlihatkan rencana jalan regional di wilayah Metropolitan Sarbagita. 5 24

153 Gambar 5-2 Rencana Jalan Arteri Primer/Tol di Provinsi Bali Mengingat saat ini jaringan jalan di Kota Denpasar juga berfungsi melayani pergerakan regional yang bersifat menerus terutama pergerakan yang menuju ke Badung Selatan, maka diperlukan adanya pengembangan jaringan jalan untuk mengatasi tundaan dan kemacetan lalu lintas. Keterbatasan lahan menyulitkan untuk mencari trase jalan baru dan dilain pihak peningkatan kapasitas tidak memungkinkan. Adapun rencana pengembangan jaringan jalan di Kota Denpasar untuk mendukung pergerakan lalu lintas di wilayah Sarbagita yang terkait dengan pergerakan di Kabupaten Badung (sesuai juga dengan arahan hasil kajian Tatralok Kota Denpasar) adalah sebagai berikut: 1. Melanjutkan pembangunan Jalan Lingkar Barat (WRR) untuk mengurangi beban lalu lintas terutama pada Jalan Imam Bonjol dan Raya Kerobokan. Diperlukan pengaturan tata ruang dan penegakan hukum yang tegas disepanjang jalan yang mendukung fungsi jalan. Sehingga jalan lingkar yang diperuntukkan 5 25

STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI

STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan Tataran Transportasi Lokal Kota Tual 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tataralok Sebagai Acuan Pengembangan Sistem Transportasi Terpadu Transportasi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, yang mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BULELENG NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BULELENG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 118 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa ruang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 PEMERINTAH PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DAFTAR ISI BAB I Ketentuan Umum... 10 BAB II BAB III Kedudukan,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kebandarudaraan. Nasional. Tatanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 69 TAHUN 2013 TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. b. c. bahwa dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Dasar Hukum... 1 1.1.2 Gambaran Umum Singkat... 1 1.1.3 Alasan Kegiatan Dilaksanakan... 3 1.2 Maksud dan Tujuan... 3 1.2.1 Maksud Studi...

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN

RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN RUU SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DAN HARAPAN SISTEM TRANSPORTASI YANG TERINTEGRASI, AMAN, EFEKTIF, DAN EFISIEN Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 16 Januari 2015; disetujui: 23 Januari 2015 Keberhasilan

Lebih terperinci

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL

KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL KAJIAN JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT NASIONAL UNTUK MUATAN PETIKEMAS DALAM MENUNJANG KONEKTIVITAS NASIONAL Andi Sitti Chairunnisa Mappangara 1, Misliah Idrus 2, Syamsul Asri 3 Staff Pengajar Fakultas Teknik

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2011-2031 I. UMUM Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 RANCANGAN PERATURAN BUPATI SISTRANAS PADA TATRALOK PERATURAN BUPATI BANGLI NOMOR..TAHUN 2013 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL KABUPATEN BANGLI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS)

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 49 TAHUN 2005 TENTANG SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL (SISTRANAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG POLA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN

EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN EXECUTIVE SUMMARY KOTA TIDORE KEPULAUAN Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Papua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

FINAL REPORT KOTA TERNATE

FINAL REPORT KOTA TERNATE Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Utara dalam KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa ruang merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ESA UNGGUL BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Kuliah ke 12 PERENCANAAN TRANSPORT TPL 307-3 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB IX SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM.49 Tahun 2005 Tentang Sistem Transportasi Nasional

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci

Rangkuman tentang Muatan. Rencana Rinci Rangkuman tentang Muatan Rencana Rinci Di Susun Oleh : Nama : Nadia Nur N. Nim : 60800114049 Kelas : C1 TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karenanya sistem transportasi nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.121, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SERBAGITA. Kawasan Perkotaan. Tata Ruang. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember 2013 PT. GIRI AWAS KATA PENGANTAR Laporan Akhir (Final Report) ini diajukan untuk memenuhi pekerjaan Studi Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatratalok) di Wilayah Propinsi Maluku Utara Dalam Rangka Mendukung Prioritas

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2001 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI

FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI, KEPUTUSAN GUBERNUR, DAN KEPUTUSAN BUPATI/WALIKOTA TENTANG PENETAPAN PELAKSANAAN PENINJAUAN KEMBALI LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH FORMAT SURAT KEPUTUSAN MENTERI,

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 1996 TENTANG KEPELABUHANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, telah diatur

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI DISAMPAIKAN DALAM ACARA SEMINAR NASIONAL tentang Sumber Daya Panas Bumi di Indonesia BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) PROVINSI BALI Denpasar,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 70-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 127, 2001 Perhubungan.Pelabuhan.Otonomi Daerah.Pemerintah Daerah.Tarif Pelayanan. (Penjelasan

Lebih terperinci

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Bandar Udara. Pembangunan. Pelestarian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TINGKAT KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL DAFTAR ISI DAFTAR ISI ii DAFTAR LAMPIRAN I iv DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan

5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan 5. Pelaksanaan urusan tata usaha; dan TUJUAN SASARAN STRATEGIS TARGET KET URAIAN INDIKATOR TUJUAN TARGET TUJUAN URAIAN INDIKATOR KINERJA 2014 2015 2016 2017 2018 1 2 3 4 6 7 8 9 10 13 Mendukung Ketahanan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Rencana Tata Ruang Wilayah diharapkan menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pembangunan di berbagai

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan

Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1996 Tentang : Kepelabuhanan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 70 TAHUN 1996 (70/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/107; TLN PRESIDEN

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA

KATA PENGANTAR. Surabaya, November 2013 Tim Penyusun PT. GRAHASINDO CIPTA PRATAMA KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya, sehingga tim penyusun dapat menyelesaikan Laporan Akhir Studi Sistranas pada Tataran Transportasi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI, KABUPATEN, DAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL

BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR $0 TAHUN 2015 TENTANG TATANAN TRANSPORTASI IOKAL KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi

Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi Kegiatan Badan Litbang Perhubungan tahun 2014 dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kegiatan studi/penelitian yang terdiri dari studi besar, studi sedang, dan studi kecil yang dibiayai dengan anggaran pembangunan.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

2017, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran No.77, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Nasional. Wilayah. Rencana Tata Ruang. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6042) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini bangsa Indonesia mengalami perkembangan dan kemajuan di segala bidang yang sangat membutuhkan perhatian untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN DENPASAR, BADUNG, GIANYAR, DAN TABANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN,

RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang RANCANGAN PERATURAN MENTERI TENTANG PENYELENGGARAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MENTERI PERHUBUNGAN, : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2009 tentang Kepelabuhanan telah diatur ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci