ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L) DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L) DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT"

Transkripsi

1 ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L) DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT SKRIPSI ASTRID NUR AMALIA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 RINGKASAN ASTRID NUR AMALIA. Analisis Tataniaga Wortel (Daucus Carota L) di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Joko Purwono) Komoditas holtikutura seperti sayur, tanaman hias (florikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka) dan buah-buahan. Salah satu bisnis yang berpotensi untuk diusahakan di Indonesia yaitu bisnis sayuran. Dilihat dari laju pertumbuhannya, peningkatan kontribusi sayur merupakan kontribusi terbesar dari komoditas hortikultur lainnya yaitu sebesar 18,5 persen Hal ini menunjukkan bahwa sayur-sayuran menunjukkan nilai ekonomis yang terus meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan juga oleh adanya peningkatan konsumsi sayuran. Didukung juga dari adanya program Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura berupa GEMA Sayuran pada tahun Gerakan Makan Sayuran (GEMA sayuran) merupakan kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional. Beberapa komoditi sayuran unggulan yang ada, wortel merupakan komoditi yang peningkatannya sangat signifikan. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang hasil produksi wortelnya berkontribusi sebesar 21,89 persen dari produksi nasional setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Oleh sebab itu pembudidaya wortel banyak ditemukan di Jawa Barat. Jawa Barat juga merupakan provinsi konsentrasi awal wortel yang berpusat di daerah Lembang dan Cianjur. Sampai saat ini, daerah tersebut masih menjadi sentra wortel. Salah satu sentra produksi wortel sayuran di Kabupaten Cianjur ialah Kecamatan Pacet dan Cugenang. Sebagai salah satu sentra wortel, Kecamatan Pacet memproduksi wortel dalam volume yang besar. Produksi yang besar ini selanjutnya akan dikirim ke pasar hingga sampai ke konsumen akhir. Agar dapat sampai kepada konsumen akhir adanya lembaga tataniaga sangat berperan dalam pendistribusian komoditi wortel tersebut. Adanya rantai pasok atau tataniaga menyebabkan adanya gap atau perbedaan harga yang cukup tinggi antara haraga ditingkat petani dan harga yang diterima konsumen akhir. Analisis tataniaga pada pola saluran pemasaran wortel perlu dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat mendatangkan manfaat bagi petani dan lembaga yang terlibat dari saluran pemasaran yang efisien tersebut. Penelitian ini mengangkat topik mengenai analisis tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dengan perumusan masalah bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga? Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga? Bagaimana efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya? Penelitian ini bertujuan menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga ii

3 tataniaga, efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. Pengambilan sampel dilakukan pada tiga desa yang ditentukan secara purposive yakni tiga desa yang menurut Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur dan didukung juga data dari Badan Pusat Statistik (Kecamatan Pacet dalam Angka; Lampiran 5) sebagai desa yang memproduksi wortel dalam jumlah yang paling besar. Tiga desa tersebut antara lain Ciherang, Cipendawa dan Sukatani. Penarikan sampel petani menggunakan metode convenience sampling yaitu dalam memilih sampel berdasarkan kemudahan (petani yang kebetulan sedang melakukan panen atau pasca panen). Akhirnya diperoleh jumlah petani responden sebanyak 20 petani yaitu 5 petani dari Desa Ciherang, 6 petani dari Desa Cipendawa, dan 9 petani dari Desa Sukatani. Responden lembaga-lembaga tataniaga dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu mengikuti alur pemasaran hingga produk sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran wortel di daerah penelitian berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari enam orang pedagang pengumpul kebun yang berlokasi di Kecamatan Pacet, pedagang besar berjumlah lima orang masing-masing satu pedagang besar yang berwilayah di STA dan empat pedagang besar yang berwilayah di Kecamatan Pacet, serta tiga pedagang pengecer yang berlokasi masingmasing di pasar TU Bogor, Pasar Induk Jakarta, Pasar Senen. Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul kebun (PPK), Sub Terminal Agribisnis (STA), pedagang besar sampai pedagang pengecer. Tataniaga di Kecamatan Pacet terdapat empat saluran tataniaga. Masing-masing lembaga tataniaga menghadapi fungsi-fungsi pemasaran, struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar yang berbeda. Fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembagalembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas yang sudah dilakukan cukup baik, namun belum sepenuhnya dapat dilakukan oleh petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani, PPK dan sebagian pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan struktur pasar yang dihadapi STA dan pedagang besar cenderung mengarah ke pasar oligopoli. Sedangkan pedagang pengecer (supermarket) menghadapi struktur pasar oligopoli. Perilaku pasar yang dihadapi dalam praktek penjualan dan pembelian telah menjalin kerjasama yang erat dan cukup baik antara lembaga tataniaga. Marjin terbesar terdapat pada saluran II dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga III lebih efisien jika dilihat dari nilai margin yang merata di setiap lembaga. iii

4 ANALISIS TATANIAGA WORTEL (Daucus Carota L) DI KECAMATAN PACET KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT ASTRID NUR AMALIA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 iv

5 Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Wortel (Daucus carota L) di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Jawa Barat Nama : Astrid Nur Amalia NIM : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Joko Purwono, MS NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus : v

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Tataniaga Wortel (Daucus Carota L) di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Jawa Barat belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Saya juga menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung bahanbahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain, kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah. Bogor, November 2012 Astrid Nur Amalia H vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 3 Desember Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak H Amirudin dan Ibunda Yati Supriyati. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak di TK Akbar Bogor, Jawa Barat dan selesai pada tahun Sekolah dasar diselesaikan di SDN Pengadilan 3 Bogor dan pendidikan menengah di SMPN 2 Bogor dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Plus Yayasan Persaudaraan Haji Bogor (YPHB) dan lulus pada tahun Setelah itu, penulis diterima melalui jalur USMI di Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor pada Program Keahlian Manajemen Agribisnis. Penulis juga melanjutkan pendidikannya ke jenjang sarjana pada program Alih Jenis di Institut Pertanian Bogor Departemen Agribisnis. Penulis berpengalaman bekerja di PT Sinarmas Multifinance pada tahun 2010 hingga 2011 dan di PT Bank Negara Indonesia (BNI) mulai tahun 2011 sampai saat penyusunan skripsi ini. vii

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT. karena telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Sistem Tataniaga Wortel (Daucus Carota L) di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem tataniaga wortel. Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan sehingga diperlukan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing dan dosen penguji serta teman-teman maupun pihak-pihak atas saran dan masukannya hingga terselesaikannya skripsi ini. Bogor, November 2012 Astrid Nur Amalia H viii

9 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat sehingga skripi dapat terselaisaikan. Penulis juga pada kesempatan ini ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan, serta dukungan moril kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Suprehatin, SP, M.AB selaku dosen evaluator pada seminar proposal atas saran dan masukan-masukan untuk perbaikan penelitian dan skrpsi ini. 3. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku doseng penguji utama dalam sidang skripsi yang memberikan banyak saran dan ilmu untuk perbaikan skripsi ini. 4. Rahmat Yanuar SP, M.Si selaku dosen penguji akademis atas arahan serta saran dan ilmu dalam perbaikan skripsi. 5. Kedua orang tua (Amirudin, SE dan Yati Supriyati), kakak (Arifiandi Rachman, SE) dan seluruh keluarga besar atas doa, perhatian dan dukungan baik moril maupun materil. 6. Arya Prathama, SE beserta keluarga yang selalu memberi dukungan dan semangat. 7. Fitriani, SE selaku pembahas seminar yang telah memberikan saran dan kritikan yang membangun. 8. Bpk Santoso pimpinan CV. Segar atas segala informasi yang diberikan dalam proses pengumpulan data. 9. Petugas Kantor Kepala Desa Sukatani, Ciherang dan Cipendawa atas bantuan dalam memperoleh informasi dan responden. 10. Seluruh petani responden di Kecamatan Pacet, PPK, pedagang besar, STA (Bapak Ujang Majudin), dan pedagang pengecer atas kesediannya dalam memberikan data dan informasi yang sangat berguna untuk penelitian ini. 11. Ulfah Dwi Agustini, SE serta rekan-rekan Agribisnis Alih Jenis 1 yang telah memberikan saran membangun serta kebersamaan dan kerjasamanya. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. ix

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... viii DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup... 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umun Komoditi Wortel Kandungan Gizi Syarat Tumbuh Studi Penelitian Terdahulu Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Konsep Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga Fungsi-fungsi Tataniaga Struktur Pasar Perilaku Pasar Keragaan Pasar Efisiensi Tataniaga Kerangka Berfikir Kontribusi lembaga tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Kontribusi saluran tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Kontribusi fungsi-fungsi tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Kontribusi margin tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Kontribusi farmer s share terhadap efisiensi tataniaga Kontribusi rasio keuntungan dan biaya terhadap efisiensi tataniaga Kerangka Pemikiran Operasional BAB IV METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian x

11 4.2 Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis Saluran Tataniaga Analisis Lembaga dan Fungsi-Fungsi Tataniaga Analisis Struktur Pasar Analisis Perilaku Pasar Analisis Keragaan Pasar Analisis Margin Tataniaga Analisis Farmer s Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Definisi Operasional BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH Karakteristik Wilayah Karakteristik Petani Responden Tataniaga Wortel Usia Petani Responden Tingkat Pendidikan Formal Pengalaman Berusahatani Wortel Luas Lahan Produksi Wortel Karakteristik Pedagang Responden Tataniaga Wortel Usia Pedagang Responden Pendidikan Pedagang Responden BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Saluran Tataniaga Wortel Pola Saluran Tataniaga I Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga I Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga I Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga I Pola Saluran Tataniaga II Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga II Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga II Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga II Pola Saluran Tataniaga III Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga III Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga III Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga III Pola Saluran Tataniaga IV Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga IV Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga IV Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga IV Struktur Pasar xi

12 6.2.1 Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur Pasar di Tingkat PPK Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar dan STA Perilaku Pasar Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga I Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Perilaku Pasar pada Saluran Tatataniaga II Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga III Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga IV Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Keragaan Pasar Margin Tataniaga Farmer s Share Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis Efisiensi Tataniaga BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

13 Nomor DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai PDB Hortikultura Berdasaran Harga Berlaku Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Produksi Wortel di Jawa Barat Tahun Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur Tahun Komposisi Kandungan Kimia Wortel Gizi Wortel dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli Desa di Kecamatan Pacet dan Jumlah Penduduknya Sebaran Petani Berdasarkan Usia di Kecamatan Pacet Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal di Kecamatan Pacet Tahun Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Usia di Kecamatan Pacet Tahun Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pacet Tahun Fungsi Tataniaga Masing-masing Lembaga Tataniaga dalam Sistem Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Stuktur Pasar pada Masing-Masing Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Farmer s share pada Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (per kilogram) pada Tahun xiii

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Hubungan antara fungsi fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Wortel Tahun *) Rincian Biaya Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Dokumentasi Penelitian Sistem Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Jumlah Produksi Wortel Kecamatan Pacet tahun xv

16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam. Keanekaragaman tersebut dapat berpotensi untuk pengembangan bisnis di sektor pertanian. Sektor pertanian memperoleh perhatian yang sangat besar disebabkan keadaan alam dan letak geografis Indonesia yang cocok dijadikan daerah pertanian. Potensi sumberdaya manusia yang melimpah, ketersedian teknologi dan pasar Indonesia turut mendukung pembangunan usaha di sektor pertanian tersebut. Sehingga sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Peran strategis pertanian digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Berbagai peran strategis pertanian dimaksud sejalan dengan tujuan pembangunan perekonomian nasional yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia; (2) mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan; (3) menyediakan lapangan kerja; (4) memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Selain itu juga pertanian menjadi sumber mata pencaharian hampir sebagian besar rakyat Indonesia 1. Komoditas hortikultura mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, florikultura dan tanaman obat) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. 1 BAPPENAS. Kajian Evaluasi Revitalisasi Pertanian dalam Rangka Peningkatan Kesejahteraan Petani. (diakses pada tanggal 1 Maret 2012)

17 Pengembangan hortikultura tidak hanya terfokus pada upaya peningkatan produksi komoditas saja tetapi terkait juga dengan isu-isu strategis dalam pembangunan yang lebih luas. Pengembangan hortikultura merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya; 1) Pelestarian lingkungan, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan, 2) Menarik investasi skala kecil menengah, 3) Pengendalian inflasi dan stabilisasi harga komoditas strategis (cabe merah dan bawang merah), 4) Pelestarian dan pengembangan identitas nasional (anggrek, jamu, dll), 5) Peningkatan ketahanan pangan melalui penyediaan karbohidrat alternatif, dan 6) Menunjang pengembangan sektor pariwisata 2. Terdapat beberapa macam komoditas holtikutura seperti sayur, tanaman hias (florikultura), tanaman obat-obatan (biofarmaka) dan buah-buahan. Salah satu bisnis yang berpotensi untuk diusahakan di Indonesia yaitu bisnis sayuran. Kontribusi sektor sayuran terhadap terhadap perekonomian tercermin dari peningkatan beberapa indikator makro seperti Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja dan jangkauan pemasaran. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasaran Harga Berlaku Tahun 2010 No Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Δ (%) Sayuran Buah-buahan Tanaman Hias Tanaman Obat Total Sumber : Dirjen Hortikultura, 2010 (diolah) Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa meskipun secara nominal PDB buahbuahan lebih besar daripada PDB sayuran yaitu sebesar Rp Milyar pada tahun 2008 dan Rp Milyar pada tahun Namun jika dilihat dari laju pertumbuhannya, peningkatan kontribusi sayur merupakan kontribusi terbesar dari komoditas hortikultura lainnya yaitu sebesar 18,5 persen Hal ini menunjukkan bahwa sayur-sayuran menunjukkan nilai ekonomis yang terus meningkat. Peningkatan jumlah PDB tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan 2 Kementrian Pertanian. Direktorat Jendral Holtikultura. Pelaksanaan Pengembangan Holtikultura Tahun (diakses tanggal 1Maret 2012) 2

18 produksi serta nilai ekonomi dan nilai tambah yang cukup tinggi 3. Selain itu peningkatan tersebut disebabkan juga oleh adanya peningkatan konsumsi sayuran sebagai dampak dari adanya program Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura berupa GEMA Sayuran pada tahun Gerakan Makan Sayuran (GEMA sayuran) merupakan kegiatan promosi dan kampanye intensif untuk meningkatkan citra, apresiasi dan cinta akan produk sayuran nasional yaitu sayuran produksi petani Indonesia sehingga dapat meningkatkan konsumsi sayuran masyarakat. Dengan meningkatnya konsumsi sayuran akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indosesia dan sekaligus dapat meningkatkan produksi sayuran dalam negeri yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan petani. Konsumsi sayuran selalu berhubungan dengan produksinya. Beberapa komoditas sayuran utama Indonesia antara lain bawang merah, kentang, kubis, cabai, petsai/sawi, tomat dan wortel. Berikut merupakan data produksi sayuran tersebut, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Tahun Bawang Merah (Ton) Kentang (Ton) Cabai **) (Ton) Petsai/ Sawi (Ton) Wortel (ton) Tomat (ton) Daun bawang (ton) ,810 1,003,733 1,128, , , , , ,615 1,071,543 1,153, , , , , ,164 1,176,304 1,378, , , , , ,048,934 1,060,805 1,328, , , , , *) 877, ,680 1,440, , , , ,640 Tahun terakhir (%) -16,37-18,58 8,38 1,29 30,41 6,59-8,82 *) Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik (2012), Diolah Dari Tabel 2 diatas, dapat dilihat bahwa beberapa komoditi mengalami penurunan pada tahun terakhir (ramalan 2011). Beberapa komoditi yang mengalami penurunan antara lain bawang merah, kentang, kubis dan daun bawang dengan penurunan masing-masing sebesar 16,37 persen, 18,58 persen, 1,67 3 Agus Wediyanto, Direktut Direktorat Tanaman Hias. Signifikan Perningkatan PDB Tanaman Hias (diakses tanggal 1 Maret 2012) 3

19 persen, dan 8,82 persen. Selain itu, sayuran lain menunjukkan angka yang meningkat diantaranya sayuran cabai, petsai/sawi, wortel dan tomat dengan masing-masing peningkatan sebesar 8,38 persen, 1,29 persen, 30,14 persen dan 6,59 persen. Jika ditelusuri lebih dalam dari beberapa komoditi sayuran unggulan di atas, wortel merupakan komoditi yang peningkatannya sangat signifikan. Peningkatan tersebut untuk komoditas cabai, petsai/sawi, wortel dan tomat diakibatkan oleh peningkatan luas panen yaitu dari hektar menjadi hektar. Disamping itu, produktivitasnya pun ikut meningkat dari 14,87 ton/ha menjadi 15,87 ton/ha. (BPS dan Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2011). Wortel dapat tumbuh pada semua jenis tanah dan dapat tumbuh baik pada tanah lempung dan gembur. Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki tanah yang subur tentu saja menjadikan wortel dapat tumbuh dengan baik. Oleh sebab itu wortel merupakan salah satu komoditi pertanian yang secara masal diproduksi oleh sebagian besar provinsi di Indonesia. Data produksi, luas panen dan produktivitas wortel masing-masing provinsi di Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang hasil produksi wortelnya berkontribusi sebesar 21,89 persen dari produksi nasional setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Oleh sebab itu pembudidaya wortel banyak ditemukan di Jawa Barat. Hal ini didukung oleh cuaca dingin dan lembab di Jawa Barat sehingga tanaman ini dapat tumbuh dengan baik dan diproduksi sepanjang tahun. Jawa Barat juga merupakan provinsi konsentrasi awal wortel yang berpusat di daerah Lembang dan Cianjur. Sampai saat ini, daerah tersebut masih menjadi sentra wortel. Produksi terbesar wortel di Jawa Barat berasal dari produksi Kabupaten Cianjur. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. 4

20 Tabel 3. Produksi Wortel di Jawa Barat Tahun No Kabupaten Tahun (Ton) (%) 1 Bogor ,29 2 Sukabumi ,34 3 Cianjur ,38 4 Bandung ,59 5 Garut ,48 6 Tasikmalaya ,44 7 Ciamis ,00 8 Kuningan ,23 9 Majalengka ,53 10 Sumedang ,12 11 Subang ,38 12 Purwakarta ,59 13 Bandung Barat ,58 Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2012) Dari Tabel 3 dapat di lihat bahwa sentra wortel di daerah Jawa Barat ialah di Cianjur dan Bandung ini dapat dilihat dari hasil produksi masing-masing daerah tersebut mencapai diatas ton per tahunnya. Kabupaten Cianjur sebagai salah satu sentra wortel mampu memproduksi hingga pada tahun 2009 dan sebesar pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhannya sebesar -15,38 persen. Meskipun penurunannya cukup tinggi, Kabupaten Cianjur tetap menjadi daerah penghasil wortel terbesar di Jawa Barat. Salah satu sentra produksi wortel sayuran di Kabupaten Cianjur ialah Kecamatan Pacet dan Cugenang. Hal ini sesuai dengan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura seperti dalam Tabel 4. 5

21 Tabel 4. Komoditas Unggulan Kabupaten Cianjur No. Komoditas Kecamatan 1 Padi Sawah Seluruh Kecamatan kecuali Pacet dan Sukanegara 2 Wortel Pacet dan Cugenang 3 Daun Bawang Pacet dan Cugenang 4 Sawi Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi 5 Kubis Pacet, Cugenang, dan Campaka 6 Jagung Cibeber, Mande, Cugenang, Cikalong kulon 7 Cabe Pacet, Cugenang, dan Sukaresmi 8 Tomat Pacet, Cugenang, Wr.Kondang, dan Campaka 9 Kacang Tanah Sindang barang, Cidaun,Naringgul, dan Agrabinta 10 Kedelai Ciranjang, Sukaluyu dan Bojong picung 11 Rambutan Cilaku, Cikalongkulon dan Cibeber Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Cianjur tahun Sebagai salah satu sentra wortel, Kecamatan Pacet memproduksi wortel dalam volume yang besar. Produksi yang besar ini selanjutnya akan dikirim ke pasar hingga sampai ke konsumen akhir. Untuk dapat sampai kepada konsumen akhir tataniaga wortel sangat berperan dalam pendistribusian komoditi wortel tersebut. Adanya rantai tataniaga yang melibatkan banyak lembaga tataniga menyebabkan adanya gap atau perbedaan harga yang cukup tinggi antara haraga ditingkat petani dan harga yang diterima konsumen akhir. 1.2 Perumusan Masalah Pada dasarnya, sebagian besar komoditi agribisnis bersifat perishable atau mudah rusak/busuk, begitu halnya dengan wortel. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko tersebut diperlukan adanya pemasaran atau pendistribusian yang relatif cepat, karena wortel pada umumnya tidak tahan lama dan mudah busuk jika tidak disimpan pada tempat yang ideal. Pendistribusian wortel yang lambat dapat menimbulkan produk mudah rusak dan busuk. Untuk itu, petani sebagai produsen harus sesegera mungkin mendistribusikannya kepada konsumen. Distribusi wortel di Kecamatan Pacet pada umumnya tidak selalu dapat dilakukan oleh petani secara langsung kepada konsumen, melainkan dengan 4 6

22 melibatkan pihak-pihak atau lembaga tataniaga untuk ikut serta dalam melakukan fungsi tataniaga. Petani wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur berperan sebagai produsen sekaligus pihak yang menerima harga (price taker). Dalam posisi tawar menawar sering tidak seimbang, petani dikalahkan dengan kepentingan pedagang yang lebih dulu mengetahui harga. Berdasarkan informasi yang diperoleh di lapangan, harga wortel ditingkat petani berfluktuatif yaitu berkisar antara Rp /kilogram. Sedangkan harga yang diterima konsumen akhir dapat mencapai Rp /kilogram. Dari selisih harga yang diterima oleh petani dengan harga yang diterima konsumen akhir relatif tinggi, maka diperlukan adanya analisis mengenai saluran tataniaga yang efisien mengingat bervariasinya saluran tataniaga yang ditempuh para petani wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Seperti yang dikatakan sebelumnya, dalam mekanisme pasar pihak petani tidak memiliki peran dalam penentuan harga. Kondisi perkembangan harga wortel lebih dominan dikendalikan pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Para pedagang ini memiliki kekuatan besar dalam penentuan harga dan perolehan keuntungan. Selain rendahnya harga wortel di tingkat petani, permasalahan lain dalam tataniaga wortel yaitu tingginya marjin tataniaga yang dikarenakan akibat panjangnya rantai tataniaga dan banyaknya lembaga tataniaga yang terlibat sehingga besar selisih harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen menjadi besar. Hal ini di sebabkan karena adanya biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang di ambil tiap lembaga tataniaga yang terlibat. Besarnya biaya tataniaga akan mengarah pada semakin besarnya perbedaan harga antara petani produsen dengan konsumen. Hubungan antara harga yang diterima petani produsen dengan harga yang dibayar oleh konsumen sangat bergantung pada struktur pasar yang menghubungkannya dan biaya tataniaga. Analisis saluran tataniaga pada pola saluran pemasaran wortel perlu dilakukan sehingga dapat diketahui saluran mana yang lebih efisien. Dan diharapkan dengan pola saluran pemasaran yang efisien dapat diketahui saluran pemasaran yang dapat mendatangkan manfaat bagi petani dan lembaga yang terlibat dari saluran pemasaran yang efisien tersebut. 7

23 Dengan melihat berbagai permasalahan di atas maka penelitian ini mengangkat topik mengenai analisis tataniaga wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur dengan perumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas wortel? 2. Bagaimana struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat? 3. Bagaimana efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari peneliatian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga pada komoditas wortel. 2. Menganalisis struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. 3. Menganalisis efisiensi saluran tataniaga wortel berdasarkan margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya penelitian ini antara lain : 1. Petani dan lembaga tataniaga sebagai bahan pertimbangan dalam pembentukan sistem tataniaga wortel yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. 2. Pemerintah sebagai bahan informasi bagi perencanaan kebijaksanaan guna meningkatkan efisiensi tataniaga wortel. 3. Pihak lain sebagai bahan masukan atau rujukan bagi penelitian berikutnya. 4. Bagi peneliti sebagai penerapan ilmu atau teori yang telah didapat selama masa perkuliahan dan dapat diterapkan dalam permasalahan yang terjadi di masyarakat dan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah tersebut. 8

24 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan analisis tataniaga Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur terhadap komoditi wortel. Harga yang dijadikan acuan merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian. Analisis efisiensi tataniaga menggunakan indikator ukuran efisiensi operasional (teknis) yaitu analisis margin tataniaga, analisis Farmer s Share, serta analisis rasio keuntungan dan biaya. Wortel yang dijadikan objek dalam penelitian ini ialah komoditas wortel lokal. 9

25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umun Komoditi Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam kelas umbi-umbian yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dengan sempurna baik pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Wortel mengandung nutrisi vitamin A yang lebih tinggi yang berguna untuk pemeliharaan mata dan selaput mata. Wortel bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar tahun yang lalu. Budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya (Rukmana, 1995). Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Divisi : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Ordo : Umbelliferales Famili : Umbelliferae (Apiaceae) Genus : Daucus Spesies : Daucus carrota L. Sunarjono (2006) mengelompokkan jenis wortel berdasarkan umbinya ke dalam tiga golongan, yaitu : 1. Tipe imperatur, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung runcing, mirip bentuk kerucut. 2. Tipe chantenay, golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang dengan ujung tumpul dan tidak berakar serabut. 3. Tipe nantes, golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan antara bentuk imperator dan tipe chantenay. 10

26 2.2 Kandungan Gizi Wortel (Daucus carota L) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berasal dari kelompok sayuran dan memiliki berbagai sumber vitamin A karena mengandung ß-karoten. Selain itu, wortel juga mengandung beberapa zat gizi dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh seperti : protein, karbohidrat, kalsium, besi, dan fosfor. Berikut merupakan data mengenai kandungan kimia pada umbi wortel (100 gr). Tabel 5. Komposisi Kandungan Kimia Wortel Gizi Wortel dalam Setiap 100 gr Umbi Wortel Kandungan Gizi Satuan Jumlah Energi kal 42,00 Protein gr 1,20 Lemak gr 0,30 Karbohidrat gr 9,30 Kalsium mg 39,00 Fosfor mg 37,00 Besi mg 0,80 Vitamin A Si 12000,00 Vitamin B1 mg 0,06 Vitamin m 6,0 Sumber : Wortel merupakan bahan pangan (sayuran) yang digemari dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Bahkan mengkonsumsi wortel sangat dianjurkan, terutama untuk menghadapi masalah kekurangan vitamin A. Dalam setiap 100 gram bahan mengandung S.I vitamin A. Merupakan bahan pangan bergizi tinggi, harga murah dan mudah mendapatkannya 2.3 Syarat Tumbuh Di Indonesia wortel umunya ditanam di dataran tinggi pada ketinggian m dpl. tetapi dapat pula ditanam di dataran medium (ketinggian lebih dari 500 m dpl.), akan tetapi produksi dan kualitas yang dihasilkan kurang memuaskan. Untuk dapat tumbuh dengan baik wortel memerlukan beberapa syarat tumbuh, antara lain : 11

27 2.3.1 Iklim a. Tanaman wortel merupakan sayuran dataran tinggi. Tanaman wortel pada permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Tanaman ini bisa ditanaman sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. b. Tanaman wortel membutuhkan lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15,6-21,1 derajat celcius. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) seringkali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil Media Tanam a. Keadaan tanah yang cocok untuk tanaman wortel adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara dan tata airnya berjalan baik (tidak menggenang). b. Jenis tanah yang paling baik adalah andosol. Jenis tanah ini pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). c. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (ph) antara 5,5-6,5 untuk hasil optimal diperlukan ph 6,0-6,8. Pada tanah yang ph-nya kurang dari 5,0, tanaman wortel akan sulit membentuk umbi. d. Demikian pula tanah yang mudah becek atau mendapat perlakuan pupuk kandang yang berlebihan, sering menyebabkan umbi wortel berserat, bercabang dan berambut. Pada umumnya, jumlah produksi sayur-sayuran akan ditentukan dari proses budidaya sayur-sayuran itu sendiri, begitu pula dengan wortel. Semakin tepat teknik budidaya yang dilakukan, maka semakin besar pula kemampuan seorang petani untuk menghasilkan komoditi atau output. Berikut adalah standart operating prosedure (SOP) dalam good agricultural practised sesuai dengan rujukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian : 12

28 1. Pembibitan Untuk mendapatkan hasil yang optimal, sumber benih yang menjadi bibit harus memenuhi syarat antara lain tanaman tumbuh subur dan kuat, bebas hama dan penyakit/sehat, bentuknya seragam, dari jenis yang berumur pendek, berproduksi tinggi. Wortel diperbanyak secara generatif (dengan biji). Sebelum ditanam, dilakukan terlebih dahulu penyemaian. 2. Penyemaian Benih Biji wortel di taburkan langsung di tempat penanaman, dapat disebarkan merata di bedengan atau dengan dicicir memanjang dalam barisan. Jarak barisan paling tidak 15 cm, kemudian kalau sudah tumbuh dapat dilakukan penjarangan sehingga tanaman wortel itu berjarak 3-5 cm satu sama lain. Kebutuhan benih untuk penanaman setiap are antara gram. Para petani sayuran jarang menggunakan lebih dari 10 kg benih untuk tiap hektar. Biji wortel akan mulai berkecambah setelah 8-12 hari. 3. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian Selama ditanam, pemeliharaan wortel relatif mudah, yakni penyiangan bersamaan dengan pemupukan pada waktu tanaman berumur 1 bulan sejak tanam. Pupuk yang diberikan berupa ZA 2 kuintal dan ZK 1 kuintal/hektar diletakkan sejauh 5 cm dari batangnya, baik sejajar dengan barisan maupun dilarutkan dalam air untuk disiramkan kepada tanah. Untuk merangsang pembentukkan umbi yang optimal perlu ditunjang pembubunan dan pengguludan sekaligus memperjarang tanaman yang tumbuhnya sangat rapat. Sisakan tanaman yang pertumbuhannya baik dan sehat pada jarak 5-10 cm. Untuk mengendalikan hama serangga Semiaphis aphid dan S. daucisi penyerang daun serta lalat Psilarosae pelubang umbi wortel perlu disemprot insektisida yang dianjurkan, misal Folidol 0,2 persen. 4. Persiapan Media Tanam Mula-mula tanah dicangkul sedalam 40 cm, dan diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak 15 ton setiap hektarnya. Tanah yang telah diolah itu diratakan dan dibuat alur sedalam 1 cm dan jarak antara alur cm. Areal yang akan 13

29 dijadikan kebun wortel, tanahnya diolah cukup dalam dan sempurna, kemudian diberi pupuk kandang 20 ton/ha, baik dicampur maupun menurut larikan sambil meratakan tanah. Idealnya dipersiapkan dalam bentuk bedengan-bedengan selebar 100 cm dan langsung dibuat alur-alur/larikan jarak 20 cm, hingga siap ditanam. 5. Pemupukan Dasar a. Sebarkan pupuk kandang yang telah matang (jadi) sebanyak ton/ha di permukaan bedengan, kemudian campurkan dengan lapisan tanah atas secara merata. Pada tanah yang masih subur (bekas kubis atau kentang), pemberian pupuk dapat ditiadakan. b. Ratakan permukaan bedengan hingga tampak datar dan rapi. 6. Penanaman Tata cara penanaman (penaburan) benih wortel melalui tahap-tahap sebagai berikut: a. Sebarkan (taburkan) benih wortel secara merata dalam alur-alur/garitangaritan yang tersedia. b. Tutup benih wortel dengan tanah tipis sedalam 0,5-1 cm. c. Buat alur-alur dangkal sejauh 5 cm dari tempat benih arah barisan (memanjang) untuk meletakkan pupuk dasar. Jenis pupuk yang diberikan adalah campuran TSP ± 400 kg (± 200 kg P2 O5/ha) dengan KCl 150 kg (± 75 kg K2O/ha). d. Sebarkan pupuk tersebut secara merata, kemudian tutup dengan tanah tipis. e. Tutup tiap garitan (alur) dengan dedaunan kering atau pelepah daun pisang selama 7-10 hari untuk mencegah hanyutnya benih wortel oleh percikan (guyuran) air sekaligus berfungsi menjaga kestabilan kelembaban tanah. Setelah benih wortel tumbuh di permukaan tanah, penutup tadi segera di buka kembali. 7. Pemeliharaan Tanaman Penjarangan tanaman wortel dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam. Tujuan penjarangan adalah untuk memperoleh tanaman wortel cepat tumbuh dan subur, sehingga hasil produksinya dapat tinggi. Rumput-rumput 14

30 liar (gulma) yang tumbuh disekitar kebun merupakan pesaing tanaman wortel dalam kebutuhan air, sinar matahari, unsur hara dan lain-lain, sehingga harus disiangi. Waktu penyiangan biasanya saat tanaman wortel berumur 1 bulan, bersamaan dengan penjarangan tanaman dan pemupukan susulan. Rumput liar yang tumbuh dalam parit dibersihkan agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit. Untuk pemupukan, jenis pupuk yang digunakan untuk pemupukan susulan adalah urea atau ZA. Dosis pupuk yang adalah urea 100 kg/ha atau ZA 200 kg/ha. Waktu pemberian pupuk susulan dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan, yakni pada saat tanaman wortel berumur 1 bulan. Cara pemupukan yang baik adalah dengan menyebarkan secara merata dalam alur-alur atau garitangaritan dangkal atau dimasukkan ke dalam lubang pupuk (tugal) sejauh 5-10 cm dari batang wortel, kemudian segera ditutup dengan tanah dan disiram atau diairi hingga cukup basah. Sedangkan untuk kegiatan pengairan dan penyiraman, pada fase awal pertumbuhannya tanaman wortel memerlukan air yang memadai, sehingga perlu disiram (diairi) secara kontinue 1-2 kali sehari, terutama pada musim kemarau. Bila tanaman wortel sudah tumbuh besar, maka pengairan dapat dikurangi. Hal penting yang harus diperhatikan adalah agar tanah tidak kekeringan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida Furadan 3 G atau Indofuran 3 G pada saat tanam atau disemprot Hostathion 40 EC dan lain-lain pada konsentrasi yang dianjurkan. 8. Panen Ciri-ciri tanaman wortel sudah saatnya dipanen adalah sebagai berikut: a. Tanaman wortel yang telah berumur ± 3 bulan sejak sebar benih atau tergantung varietasnya. Varietas Ideal dipanen pada umur hari setelah tanam (hst). b. Ukuran umbi telah maksimal dan tidak terlalu tua. Panen yang terlalu tua (terlambat) dapat menyebabkan umbi menjadi keras dan berkatu, sehingga kualitasnya rendah atau tidak laku dipasarkan. Demikian pula panen terlalu awal hanya akan menghasilkan umbi berukuran kecil-kecil, sehingga produksinya menurun (rendah). 15

31 Cara panen wortel yaitu dengan mencabut seluruh tanaman bersama umbinya. Tanaman yang baik dan dipelihara secara intensif dapat menghasilkan umbi antara ton/hektar. 9. Pascapanen Kumpulkan seluruh rumpun (tanaman) wortel yang usai dipanen pada suatu tempat yang strategis, misalnya di pinggir kebun yang teduh, atau di gudang penyimpanan hasil. Penyortiran dan penggolongan dilakukan dengan memisahkan umbi yang rusak, cacat, atau busuk secara tersendiri dan klasifikasikan umbi wortel yang baik berdasarkan ukuran dan bentuknya yang seragam. Untuk penyimpanan, simpan hasil panen wortel dalam wadah atau ruangan yang suhunya dingin dan berventilasi baik. Tahap selanjutnya yaitu pengemasan dan pengangkutan. Pengemasan dilakukan sesuai dengan pasar atau konsumen yang dituju, misalnya untuk sasaran pasar Swalayan, Gelael, Hero, dan lain-lain di kota-kota besar, sedangkan untuk pasar tradisional wortel biasanya diikat menjadi ikatan-ikatan tertentu sehingga praktis dalam pengangkutan dan penyimpanannya. Setekah itu, diangkut ke pasar dengan menggunakan alat angkut yang tersedia di daerah setempat. 2.4 Studi Penelitian Terdahulu Beberapa judul penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan sistem tataniaga, diantaranya adalah : Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan tenjolayan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yang diteliti oleh (Purba, 2010). Tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga, diantaranya petani, pedagang pengumpul tingkat pertama (pedagang pengumpul desa / tengkulak), pedagang pengumpul tingka kedua (bandar besar), pedagang grosir (pedagang pasar induk), pedagang pengecer. Saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang memiliki tiga saluran, yaitu saluran tataniaga pertama merupakan saluran tataniaga antara petani pedagang pengumpul tingkat pertama pabrik keripik (saluran tataniaga terpendek). Saluran tataniaga kedua yaitu saluran tataniaga antara petani pedagang pengumpul tingkat pertama pedagang pengumpul tingkat kedua 16

32 pedagang grosir pedagang pengecer konsumen (saluran tataniga terpanjang). Sedangkan saluran tataniaga ketiga yaitu antara petani pedagang pengumpul tingkat pertama pedagang pengumpul tingkat kedua pedagang grosir konsumen. Dari ketiga saluran tataniaga tersebut, saluran tataniaga yang relatif lebih efisien adalah saluran tataniaga pertama, karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325/kg dan farmer s share terbesar yaitu sebesar 74,51 persen. Sementara saluran tataniaga yang relatif kurang efisien karena memiliki marjin tataniaga dan farmer s share terkecil yaitu masing-masing sebesar Rp 1.550/kg dan 38 persen. Penelitian mengenai Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dilakukan oleh Maryani (2008) dengan tujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada di setiap pelaku pasar, dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Untuk tataniaga digunakan penelusuran saluran tataniaga, analisis margin pemasaran, analisis struktur pasar, dan analisis efisiensi tataniaga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat dua saluran tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kecamatan Cianjur, Jawa Barat. Dua saluran tataniaga tersebut yakni saluran tataniaga kedelai polong tua dan saluran tataniaga polong muda. Saluran tataniaga kedelai polong muda yaitu, kedelai yang dihasilkan oleh petani kemudian didistribusikan kepada pedagang pengumpul dan didistribusikan kembali ke pedagang Pasar Induk di Parung. Sedangkan untuk saluran tataniaga kedelai polong tua terdapat delapan saluran saluran tataniaga yang digunakan oleh petani hingga sampai produk sampai kepada konsumen akhir. Struktur yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang Kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan, sedangkan struktur pasar yang dihadapi oleh Kecamatan adalah oligopsoni. Berdasarkan perhitungan margin tataniaga total margin tataniaga, yaitu Rp 1.000/kg dan farmer s share yang paling tinggi yaitu sebesar 77,78 persen. 17

33 Sihombing (2010) melakukan penelitian mengenail Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran nenas Bogor di Desa Cipelang memiliki tiga pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Adapun lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya pedagang pengumpul desa, pengecer dan pedagang besar. Ketiga pola saluran pemasaran tersebut yaitu pola saluran pertama adalah petani pedala petani pedagang gang pengumpul desa pedagang besar / grosir pedagang pengecer konsumen lokal (saluran terpanjang). Pada pola pemasaran pertama rantai tataniaga nenas yang digunakan oleh 17 orang petani responden (85 persen dari total petani reponden). Pola saluran pemasaran kedua yaitu petani pedagang pengumpul desa konsumen (pedagang pengolah), pola pemasaran ini hanyta digunakan oleh satu pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjadi responden. Pedagang pengumpul desayang terlibat dalam saluran ini adalah pedagang pengumpul desa (PPD) yang menjual nenas terhadap pedagang pengolah (processors and manufacture). Sedangkan pola pemasaran ketiga adalah petani pedagang pengecer konsumen lokal, pada pola pemasaran ini hanya digunkan oleh 3 orang responden (15 pesen dari total petani responden). Dari ketiga pola pemasaran tersebut margin pemasaran yang paling besar terdapat pada saluran pertama yaitu sebesar Rp 1.000, hal ini disebabkan karena saluran satu merupakan rantai atau saluran pemasaran terpanjang dalam mendistribusikan nenas ke konsumen akhir dari semua saluran pemasaran yang ada. Sedangkan untuk saluran pemasaran kedua dan ketiga margin pemasarannya hanya sebesar Rp 500 dan Rp 700 karena kedua saluran pemasaran tesebut tidak banyak melibatkan lembaga pemasaran dalam mendistribusikan nenas, bahkan hanya melibatkan satu lembaga pemasaran sehingga menghasilkan saluran pemasaran yang relatif pendek. Secara operasional dari ketiga jalur yang ada jalur dua merupakan jalur yang paling efisien, hal ini terlihat dari margin pemasaran yang rendah dan farmer s share yang paling tinggi serta keuntungan terhadap biaya yang tinggi dengan volumen penjualan 2.100/minggu atau sekitar 62,59 persen dari total produksi petani. 18

34 Rachma (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeureum. Saluran tataniaga 1 (pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer ke 2), saluran tataniaga Ii (pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer 1 pedagang pengecer 2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul pedagang grosir pedagang pengecer 2), saluran tataniaga IV (pedagang pengumpul pedagang pengecer 1 pedagang pengecer 2), dan saluran tataniaga V (pedagang pengumpul dan pedagang pengecer 1). Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, dan IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang terbentuk dalam tataniaga cabai merah adalah bersaing tidak sempurna, maka setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien. Penelitian Peranginangin (2011) dengan judul Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo dengan studi kasus di Desa Sebaraya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara menganalisis mengenai tataniaga dan tingkat efisiensi tataniaga markisa ungu serta menemukan alternatif saluran tataniaga yang lebih efisien secara relatif jika dibandingkan dengan tataniaga yang lain. Tataniaga markisa ungu merupakan serangkaian kegiatan bisnis dalam menyalurkan markisa ungu mulai dari tingkat petani hingga konsumen akhir. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa lembaga tataniaga yang terlibat yaitu diantaranya petani, pedagang pengumpul (perkoper), grosir, pabrik pengolah, pedagang antar kota, pedagang pengecer, toko minuman serta cafe minuman. Namun selain kedelapan lembaga tataniaga tersebut, dalam penelitian ini tukang kilo (pemilik alat timbangan/jasa penimbangan markisa ungu) juga menjadi pelaku tataniaga. Saluran tataniaga yang dihasilkan pada penelitian ini sebanyak 7 saluran tataniaga. Saluran 1 : petani pabrik pengolahan toko minuman konsumen. Saluran 2 : petani 19

35 pedagang pengumpul - grosir pabrik pengolah toko minuman konsumen. Saluran 3 : petani pedagang pengumpul grosir pedagang antar kota pedagang pengecer luar kota konsumen. Saluran 4 : petani grosir pabrik pengolah toko minuman konsumen. Saluran 5 : petani grosir pedagang antar kota pedagang pengecer luar kota konsumen. Saluran 6 : petani pedagang pengecer lokal konsumen. Dan saluran 7 : petani toko minuman konsumen. Fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Dari ketujuh saluran tataniaga yang dihasilkan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif dibandingkan dengan saluran tataniaga yanag lain dengan produk akhir sirup markisa adalah saluran tataniaga 1. Sedangkan saluran tataniaga yang efisien secara relatif dengan produk akhir buah markisa yaitu saluran tataniaga 5. Namun secara keseluruhan, saluran tataniaga 1 merupakan saluran tataniaga yang paling efisien secara relatif jika dibandingkan dengan saluran tataniaga yang lain yaitu dengan nilai farmer s share 18,75 persen, margin tataniaga 81,25 persen, penerimaan bersih petani Rp 2.710/kg dan mampu menampung 19,43 persen volume markisa yang dihasilkan petani dengan nilai penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya relatif merata. 2.5 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Secara umum pemasaran maupun pendistribusian komoditas agribsinis masih belum mengarah kepada bentuk pasar yang efisien secara keseluruhan. Hal ini dapat dilihat pada kurang meratanya margin yang dihasilkan pada lembaga yang terlibat salah satunya yaitu petani sebagai produsen dan menjadi titik awal dalam tataniaga. Disamping itu, struktur pasar juga masih belum mengarah kepada pasar persaingan sempurna sehingga pada umumnya sangat merugikan pihak petani, yang dimana penentuan harga dilakukan oleh lembaga pemasaran diatas petani dan petani hanya sebagai penerima harga (price taker). Berdasarkan uraian diatas maka sangat perlu dalam pengkajian mengenai saluran pemasaran. Pada umumnya penelitian mengenai saluran pemasaran yang dianalisis yaitu bagaimana saluran tataniaga beserta fungsi masing-masing lembaga yang terlibat di dalamnya, perilaku para pelaku pasar, struktur pasar yang 20

36 terbentuk pada setiap lembaga, serta keragaan pasar yang di ukur melalui margin tataniaga, bagian yang diterima oleh petani, rasio keuntungan dan biaya serta keterpaduan pasar. Pada penelitian ini yang akan dianalisis yaitu mengenai Sistem Tataniaga Wortel. Terdapat beberapa persamaan dengan beberapa penelitan terdahulu yang telah dilakukan seperti pada penggunaan alat analisis untuk menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga, struktur dan perilaku pasar pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat, serta efisiensi saluran tataniaga berdasarkan margin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya. Namun pada penelitian ini terdapat perbedaan dengan penelitan yang dilakukan yaitu cakupan daerah yang dikaji dan dari segi komoditas yaitu Wortel. Tabel 6. Studi Penelitian Terdahulu Tentang Analisis Tataniaga No Peneliti Judul Alat Analisis 1 Purba (2010) 2 Meryani (2008) 3 Sihombing (2010) 4 Rachma (2008) 5 Peranginangin (2011) Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan tenjolayan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat) Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo dengan studi kasus di Desa Sebaraya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara Kelembagaan, fungsi-fungsi dan saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer s share, R/C rasio Analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, margin tataniaga, farmer s share, analisis struktur pasar Analisis deskriptif, saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, R/C rasio, dan farmer s share Analisis deskriptif, saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin pemasaran, R/C rasio, dan farmer s share Kelembagaan, fungsi-fungsi dan saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer s share, R/C rasio 21

37 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini berdasarkan pada teori-teori mengenai berbagai konsep tataniaga, lembaga tataniaga, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, stuktur pasar, perilaku pasar, keragaan pasar dan efisiensi tataniaga Konsep Tataniaga Kata tataniaga dan pemasaran sering digunakan secara bergantian karena pada dasarnya memiliki makna yang sama. Dalam bahasa Inggris kedua kata tersebut berasal dari kata yang sama yaitu marketing (Asmarantaka, 2009). Sehingga tataniaga maupun pemasaran sama-sama memiliki tujuan dalam menyalurkan (aliran) barang maupun jasa hasil produksi dari produsen kepada konsumen akhir yang terdiri dari beberapa serangkaian kegiatan bisnis. Tataniaga dapat diartikan sebagai suatu tempat atau wahana dimana ada kekuatan supply dan demand yang bekerja, ada proses pembentukan harga dan terjadinya proses pengalihan kepemilikan barang maupun jasa (Dahl dan Hammond, 1987). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) juga, tataniaga merupakan serangkaian proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang atau jasa-jasa dari titik produsen ke konsumen. Dalam hal ini, konsep yang paling mendasar yang melandasi tataniaga yaitu kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia merupakan pernyataan kehilangan, berdasarkan kebutuhan inilah maka konsumen akan memenuhi kebutuhannya dengan mempertukarkan produk dan nilai dari produsen. Oleh sebab itu, segala produk adalah sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen. Berdasarkan dari berbagai telaah konsep tataniaga, maka dapat diintisarikan bahwa tataniaga merupakan segala kegiatan yang berhubungan dengan 22

38 perpindahan hak milik dan fisik barang-barang hasil pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pelaku-pelaku tataniaga. Sebagian besar hasil produksi pertanian dijual oleh petani untuk memperoleh pendapatan. Dalam praktik tataniaga terdapat banyak pihak yang terlibat karena pada umumnya petani tidak menjual langsung produk yang dihasilkannnya kepada konsumen akhir. Pihak yang terlibat disini yaitu perantara yang berperan dalam menyalurkan produk maupun memberikan perlakuan khusus terhadap produk pertanian dan mengalirkannya hingga konsumen akhir. Pihakpihak yang terlibat dalam tataniaga (agribisnis) disebut dengan lembaga tataniaga Konsep Lembaga Tataniaga Dalam kegiatan tataniaga petani tidak menjual hasil panennya secara langsung kepada konsumen akhir karena keterbatasan sumber daya, keuntungan marjinal yang lebih kecil. Dalam proses tataniaga terlibat berbagai pelaku ekonomi untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan), sedangkan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh skala perusahaan atau individu yang disebut sebagai lembaga pemasaran (Dahl dan Hamond, 1987) Dalam tataniaga suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen, hal ini dikarenakan jarak antara produsen yang menghasilkan barang dan jasa seringkali berjauhan dengan konsumen, sehingga fungsi lembaga perantara sangat diharapkan untuk menggerakkan barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen serta penghubung informasi mengenai suatu barang dan jasa (Limbong dan Sitorus, 1987). Limbong dan Sitorus (1987) menggolongkan lembaga-lembaga tataniaga berdasarkan fungsi yang dilakukannya; penguasaan terhadap barang; kedudukan dalam struktur pasar; dan bentuk usaha. 1. Berdasarkan fungsi yang dilakukan, lembaga tataniaga dapat dibedakan atas : 23

39 a) Lembaga fisik tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik pemasaran, meliputi: lembaga pengolahan, lembaga pengangkutan, pergudangan; b) Lembaga perantara tataniaga yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, seperti: pedagang pengecer, grosir, dan lembaga perantara lainnya; c) Lembaga fasilitas tataniaga yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti: Bank, Badan Perkreditan, dan KUD. 2. Berdasarkan penguasaan suatu badan terhadap barang dan jasa, lembaga tataniaga terdiri dari: a) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, meliputi: agen, perantara dan broker; b) Lembaga tataniaga yang memiliki dan menguasai barang, seperti: pedagang pengumpul, pedagang pengecer, pedagang besar, eksportir dan importir; c) Lembaga tataniaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang, seperti: badan transportasi, pergudangan dan asuransi. 3. Penggolongan lembaga tataniaga menurut kedudukannya dalam struktur pasar dapat digolongkan atas: a) Lembaga tataniaga yang bersaing sempurna, seperti: pedagang pengecer rokok, pengecer beras, dan lain-lain; b) Lembaga tataniaga bersaing monopolistik, seperti: pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, dan lain-lain; c) Lembaga tataniaga oligopolis; d) Lembaga tataniaga monopolis. Limbong dan Sitorus (1987) juga mengungkapkan bahwa peranan lembaga tataniaga sangat penting terutama untuk komoditas pertanian yang bersifat mudah rusak atau tidak tahan disimpan lama, volume produk besar dengan nilai yang kecil, dan harga pasar ditentukan oleh mutunya, serta pada umumnya sentra produksi relatif jauh dari tempat konsumen yang tersebar dari pedesaan sampai perkotaan. Oleh karena pentingnya peranan lembaga tataniaga tersebut, maka 24

40 perlu ada koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi untuk mencapai efisiensi tataniaga yang tinggi serta efektif, dengan cara : 1. Integrasi vertikal, yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda dihubungkan satu dengan yang lainnya menurut saluran barang tersebut. Integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran tataniaga sehingga barang dapat dijual dengan harga lebih murah, hal ini dikarenakan perbedaan harga antara tingkat produsen dengan tingkat konsumen tidak terlalu besar sehingga dapat menguntungkan konsumen. 2. Integrasi horizontal, dimana lembaga-lembaga tataniaga yang menyelenggarakan fungsi yang sama disatukan di dalam suatu tindakan pemasaran suatu barang. Integrasi horisontal dapat merugikan konsumen, karena integrasi macam ini dimaksudkan untuk memperkuat posisi dan menghindari adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga tataniaga yang sejenis sehingga lembaga tersebut dapat mengontrol harga barang. Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukan oleh para ahli maka dapat disintesakan bahwa lembaga tataniaga adalah lembaga yang akan menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga pemasaran ini menjalankan fungsi-fungsi pemasarannya. Umumnya lembaga pemasaran komoditi pertanian terdiri dari petani, pedagang pengumpul ditingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan, biro-biro periklanan, lembaga keuangan, dan lain sebagainya. Lembaga ini dapat berbentuk perorangan, perserikatan atau perseroan. Lembaga ini memiliki peranan penting dalam proses penyampaian komoditi pertanian. Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu. Semakin efisien sistem tataniaga hasil pertanian, semakin sederhana pula saluran tataniaganya. 25

41 3.1.3 Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen sampai ke konsumen yang di dalamnya terlibat beberapa lembaga tataniaga yang menajalankan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) yaitu : 1. Pertimbangan pasar : siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2. Pertimbangan barang : berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang (mudah rusak atau tidak), sifat teknis (berupa barang standar atau pesanan) dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan. 3. Pertimbangan dari segi perusahaan : sumber modal, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual. 4. Pertimbangan terhadap lembaga perantara meliputi pelayanan yang dapat diberikan oleh lembaga perantara, sikap perantara terhadap kebijakan produsen, volume penjualan dan pertimbangan biaya. Secara umum saluran tataniaga dapat dipandang sebagai serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur dapat ditempuh. Tugas-tugas atau segala aktifitas yang dilakukan dalam proses tersebut dikenal sebagai fungsi-fungsi tataniaga. 26

42 3.1.4 Fungsi-fungsi Tataniaga Dalam proses penyampaian produk dari produsen ke konsumen akhir diperlukan berbagai kegiatan atau tindakan-tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian barang atau jasa bersangkutan, dan kegiatan tersebut dinamakan fungsi-fungsi tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1997). Fungsi-fungsi tataniaga tersebut dikelompokan menjadi tiga fungsi : yaitu: (1) fungsi pertukaran; (2) fungsi fisik; dan (3) fungsi fasilitas. 1. Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Sedangkan kegiatan penjualan diikuti dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai. 2. Fungsi fisik Fungsi fisik adalah suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi fisik terdiri dari tiga fungsi: a) Fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu tersedia saat konsumen menginginkannnya. b) Fungsi pengangkutan yaitu proses pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan. c) Fungsi pengolahan yaitu untuk komoditi pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal. 3. Fungsi fasilitas Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi : 27

43 a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan risiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan risiko fisik dan risiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna. Asmarantaka (2009) mengemukakan bahwa fungsi-fungsi tataniaga merupakan aktivitas-aktivitas bisnis atau perlakuan oleh lembaga-lembaga tataniaga dalam proses tataniaga. Sedangkan Dahl and Hammond (1987), mendefinisikan fungsi-fungsi tataniaga sebagai serangkaian fungsi yang dipergunakan dalam menggerakkan input dari titik produsen sampai konsumen akhir terdiri dari fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi-fungsi pemasaran tersebut adalah kegiatan produktif (meningkatkan nilai guna bentuk, tempat, waktu dan kepemilikan). Dari ketiga definisi para ahli maka dapat diintisarikan bahwa fungsi-fungsi tataniaga sebagai aktivitas dalam proses tataniaga yang melibatkan lembagalembaga tataniaga untuk menyampaikan komoditi dari produsen hingga ke konsumen akhir. Fungsi tataniaga juga membentuk suatu pasar yang di dalamnya terdiri dari beberapa penjual dan pembeli. Hubungan antara pelaku-pelaku tataniaga tersebut dapat dilihat pada bentuk struktur pasarnya. Tataniaga yang baik harus dilihat pula struktur pasarnya Struktur Pasar Struktur pasar merupakan dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, distribusi perusahaan menurut berbagai ukuran, deskripsi komoditi dan diferensiasi komoditi, syarat pasar dan lainnya (Limbong dan Sitorus, 1987). 28

44 Struktur pasar didefinisikan sebagai saling hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 1999) Menurut Dahl dan Hammond (1997), struktur pasar adalah sifat-sifat atau karakteristik pasar, dimana ada empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar (1) jumlah atau ukuran pasaran, (2) kondisi atau keadaaan produk, (3) kondisi keluar atau masuk pasar dan (4) tingkat pengetahuan informasi pasar yang dimiliki oleh partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga dan kondisi pasar antara partisipan. Berdasarkan karakteristik struktur pasar tersebut Dahl and Hammond (1987) dan Limbong dan Sitorus (1987) mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu: (1) Pasar Persaingan Sempurna (Perfect Competition); (2) Pasar Monopoli atau Monopsoni (Monopoly/Monopsony); (3) Pasar Oligopoli atau Oligopsoni (Oligopoly/Oligopsony); dan (4) Pasar Persaingan Monopolistik (Monopolistic Competition). Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana banyak pembeli dan penjual memperdagangkan komoditi yang bersifat homogen atau seragam dengan jumlah yang banyak, sehingga setiap pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar, atau dengan kata lain bahwa pembeli dan penjual merupakan pihak yang mengikuti harga (price taker) bukan sebagai pihak yang menetapkan harga (price maker). Disamping itu, pasar persaingan sempurna tidak terdapat hambatan untuk keluar atau masuk pasar, sehingga pembeli dan penjual dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk pasar. Pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh pembeli dan penjual mengenai kondisi pasar relatif sempurna, dan mobilitas sumber-sumber ekonomi juga relatif sempurna. Struktur pasar monopoli dicirikan dengan penjual tunggal dari sebuah komoditas yang bersifat unik dan sangat dideferensiasi dan penjual tersebut memiliki pengaruh atas penawaran produk tertentu sehingga pada struktur pasar monopoli penjual merupakan pihak yang menetapkan harga. Hambatan untuk masuk dan keluar yang besar seringkali merintangi pendatang potensial dan menawarkan kesempatan untuk memperoleh laba ekonomi. Dari segi pembeli disebut pasar monopsoni, yang terdiri hanya dari seorang pembeli suatu komoditi. 29

45 Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga penjual lain dan menjual produk yang bersifat homogen serta standar. Sedikit jumlah penjual ini disebabkan tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan, hal ini dapat disebabkan beberapa hal, seperti: paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan dan lokasi yang langka dan sebagainya. Sedangkan pasar yang terdiri dari beberapa pembeli disebut pasar oligopsoni. Pasar yang terdiri dari beberapa penjual yang menjual produk yang bersifat terdeferensiasi atau heterogen disebut pasar oligopoli terdeferensiasi. Sedangkan pasar oligopsoni terdeferensiasi merupakan pasar yang dicirikan dengan beberapa pembeli yang membeli produk yang terdeferensiasi. Pasar persaingan monopolistik merupakan karakteristik struktur pasar antara pasar persaingan sempurna dan pasar oligopoli. Pasar persaingan monopolistik dicirikan dengan terdapat banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam harga dan bukan atas satu harga pasar, dimana munculnya beberapa macam harga ini disebabkan penjual dapat melakukan penawaran yang berbeda kepada pembeli. Produk fisik dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gayanya, service dapat berbeda, sebagai akibat penglihatan pembeli yang berbeda atas barang yang ditawarkan dan kesediaan membayar harga yang berbeda. Pada pasar persaingan monopolistik, penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling, disamping harga untuk menonjolkan penawaran. Dari segi pembeli pasar ini disebut pasar persaingan monopsoni. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), analisis struktur pasar merupakan salah satu elemen penting yang harus diamati dalam menganalisis tataniaga. Agar produsen dan konsumen dapat melakukan sistem tataniaga yang efisien, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu : (a) Konsentrasi pasar dan jumlah produsen, (b) Sistem keluar masuk barang yang terjadi di pasar, dan (c) diferensiasi produk. Berikut adalah Tabel mengenai karakteristik masing-masing struktur pasar yang dilihat dari dua sisi yaitu sisi produsen dan sisi konsumen. 30

46 Tabel 7. Karakteristik Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli No Jumlah Penjual Karakteristik Jumlah Pembeli Struktur Pasar Sifat Produk Sudut Penjual Sudut Pembeli 1 Banyak Banyak Homogen Persaingan sempurna Persaingan sempurna 2 Banyak Sedikit Diferensiasi Persaingan Oligopsoni Monopolistik 3 Sedikit Banyak Homogen Oligopoli Persaingan Monopolistik 4 Sedikit Sedikit Diferensiasi Oligopoli Diferensiasi Oligopsoni Diferensiasi 5 Satu Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber: Dahl and Hammond (1997) Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan diatas, maka dapat dikatakan bahwa struktur pasar adalah karakteristik organisasional yang berdasarkan hubungan antara penjual dengan penjual lainnya, antara pembeli dengan pembeli lainnya, antara penjual dengan pembeli, dan antara pedagang dengan suplier yang potensial bisa masuk pasar. Dalam beberapa karakteristik struktur pasar tersebut di dalamnya terdapat perilaku pasar yang berbeda-beda Perilaku Pasar Asmarantaka (1999), mendefinisikan perilaku pasar adalah seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik penjual maupun pembeli untuk mencapai tujuannya. Terdapat tiga cara mengenal perikau pasar, yakni : 1. Penentuan harga dan setting level of output ; penentuan harga : menetapkan dimana harga tersebut tidak berpengaruh terhadap perusahaan lain, ditetapkan secara bersama-sama penjual atau penetapan harga berdasarkan pemimpin harga (price leadership). 2. Product promotion policy ; melalui pameran dan iklan atas nama perusahaan. 3. Predatory and exlusivenary tactics ; strategi ini bersifat ilegal karena bertujuan mendorong persahaan pesaing untuk keluar dari pasar. Strategi ini antara lain menetapkan harga di bawah biaya marginal sehingga perusahaan lain tidak dapat bersaing secara sehat. Cara lain adalah berusaha menguasai bahan baku (intergrasi vertikal ke belakang), sehingga 31

47 perusahaan pesaing tidak dapat berproduksi dengan menggunakan bahan baku yang sama secara persaingan yang sehat. Perilaku pasar menurut Dahl dan Hammond (1987) merupakan pola atau tingkah laku dari lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga-lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian, penentuan harga dan kerjasama antar lembaga pemasaran. Perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktik penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran, sistem penentuan harga, kemampuan pasar menerima jumlah produk yang dijual, stabilitas pasar dan pembayaran serta kerjasama di antara berbagai lembaga pemasaran. Dalam menganalisis tingkah laku pasar terdapat tiga pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Produsen menghendaki harga yang tinggi pasar output secara lokal menghendaki pilihan beberapa pembeli, tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup dan adanya kekuatan tawar menawar yang lebih kuat. Lembaga tataniaga menghendaki keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin tataniaga dengan biaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga relatif besar. Sedangkan konsumen menghendai tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan harga yang wajar. Kriteria yang digunakan dalam menilai tingkah laku pasar meliputi : (1) Apakah tingkah laku pasar tidak wajar, eksklusif, saling mematikan ataukah peserta pasar menetapkan taktik paksaan, (2) Apakah tidak terjadi promosi penjualan yang menyesatkan. (3) Persengkongkolan penetapan harga apakah dapat dinyatakan secara terang-terangan atau sembunyi, (4) Apakah ada perlindungan terhadap praktek tataniaga yang tidak efisien, (5) Apakah praktek penetapan harga yang sama untuk kualitas produk yang lebih merugikan konsumen. Dari beberapa pemaparan mengenai perilaku pasar diatas dapat didefinisikan bahwa perilaku pasar merupakan pola tingkah laku peserta pasar, yaitu produsen, konsumen, dan lembaga tataniaga dalam memberikan respon terhadap situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. 32

48 Perilaku suatu pemasar akan sangat jelas pada saat beroperasi, misalkan dalam penentuan harga, promosi, usaha dan pangsa pasar, penjualan, pembelian, siasat pemasaran dan lain sebagainya. Struktur pasar dan perilaku pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya dan marjin pemasaran serta jumlah komoditas yang diperdagangkan (Dahl & Hammond, 1987) Keragaan Pasar Keragaan pasar menunjukkan akibat dari keadaan struktur dan perilaku pasar dalam kenyataan sehari-hari yang ditunjukkan dengan harga, biaya, volume produksi, yang akhirnya memberikan penilaian baik atau tidaknya suatu sistem tataniaga. Keragaan pasar juga dapat diidentifikasi melalui penggunaan teknologi dalam pemasaran, pertumbuhan pasar, efisiensi penggunaan sumberdaya, penghematan pembiayaan dan peningkatan jumlah barang yang dipasarkan sehingga mencapai keuntungan maksimum (Dahl dan Hammond, 1977). Asmarantaka (1999) menambahkan keragaan pasar dapat diukur dengan beberapa ukuran. Secara khusus ukuran tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : a. Pricing efficiency, ukurannya adalah seberapa jauh harga mendekati biaya total (ATC). Dapat dilakukan melalui beroprasi pada produksi yang efisien atau efisiensi output. b. Cost efficiency or productive efficiency ; ukuran yang digunakan dapat dalam jangka pendek, yaitu efisiensi pada fungsi produksi dan efisiensi alokasi sumberdaya ; sedangkan ukuran dalam jangka panjang adalah excess capacity and optimal size. c. Sale promotion cost, ukuran dapat dilihat dari volume penjualan. d. Technical progressive (dinamic product efficiency); pengukuran ini dapat dilihat dari seberapa jauh menurunnya Long-run Average Total Cost (LRATC). e. Rate of product development atau inovasi; pengukuran bagaimana dapat memproduksi (how to produce) dengan kualitas, efisiensi dan higinitas sehingga dihasilkan produk yang memiliki keunggulan kompetitif, f. Exchange efficiency; meliputi efisiensi biaya dalam penentuan harga dan transportasi. 33

49 g. Market externality; bagaimana dapat meminimalkan market externalities yang negatif dan meningkatkan yang positif. h. Conversation; berkaitan dengan isue-isue antara lain ecolabeling, greenpeace. i. Price flexibility; dalam kegiatan bagaiman penyesuaian atau perubahan harga dengan adanya perubahan biaya. Keragaan pasar merupakan hasil akhir yang dicapai akibat dari penyesuaian yang dilakukan oleh lembaga pemasaran pada struktur pasar tertentu, didefinisikan sebagai seberapa bagus sistem pemasaran bisa memenuhi harapan masyarakat dan pelaku pasar. Secara teoritis keragaan suatu industri ditentukan oleh 2 faktor yaitu: struktur industri (jumlah dan ukuran perusahaan, derajat diferensiasi produk, dan kemudahan keluar masuk pasar); dan market conduct (harga di tingkat produsen, produk, dan strategi promosi) (Kohl dan Uhl, 1990). Dari penjelasan diatas maka dapat disebut bahwa keragaan pasar merupakan hasil keputusan akhir yang diambil yang berhubungan dengan proses tawarmenawar dan persaingan pasar. Keragaan pasar ini dapat digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruh struktur dan perilaku pasar dalam proses tataniaga suatu komoditi pertanian. Dengan mengetahui pengaruh struktur dan perilaku pasar maka dapat dilihat apakah tataniaga dari suatu komoditas sudah efisien atau belum Efisiensi Tataniaga Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tataniaga adalah tingkat efisiensi dari tataniaga, karena tataniaga yang efisien dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Tataniaga disebut efisiensi, apabila tercipta keadaan dimana pihak produsen, lembaga tataniaga dan konsumen memperoleh kepuasan dengan adanya aktivitas tataniaga tersebut. Untuk meningkatkan efisiensi sistem tataniaga, unsur-unsur produsen, lembaga tataniaga, konsumen serta pemerintah dapat memberikan sumbangan (Limbong dan Sitorus, 1985). Mubyarto (1994) menambahkan efisiensi tataniaga dapat terjadi jika : 34

50 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya. 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Berdasarkan uraian sebelumnya dapat diintisarikan bahwa efisiensi tataniaga merupakan suatu kondisi dimana terciptanya kepuasan dan kesejahteraan pada setiap lembaga yang terlibat dalam kegiatan tataniaga. Pendekatan efisiensi tataniaga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu efisiensi harga dan efisiensi operasional (Hammond dan Dahl, 1977). Efisiensi harga menekankan keterkaitan harga dalam mengalokasikan komoditas dari produsen ke konsumen sebagai akibat perubahan tempat, bentuk, dan waktu termasuk pengolahan, penyimpanan, pengangkutan. Efisiensi operasional/teknis menunjukkan hubungan antara input-output, di mana biaya input pemasaran dapat diturunkan tanpa mempengaruhi jumlah output barang dan jasa. Efisiensi operasional dalam rantai tataniaga pertanian menekankan pada kemampuan meminimumkan biaya yang digunakan menyelenggarakan fungsifungsi tataniaga, maupun untuk menggerakkan komoditas dari produsen ke konsumen. Efisiensi operasional diukur dari margin tataniaga, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya Margin Tataniaga Asmarantaka (1999), mendefinisikan margin tataniaga adalah perbedaan antara harga diberbagai tingkat lembaga tataniaga di dalam sistem tataniaga; pengertian margin pemasaran ini sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani gap (bridging the gap) antara pasar ditingkat petani (farmer) dengan pasar ditingkat eceran (retailer). Margin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari sistem pemasaran atau tataniaga. Margin tataniaga berbeda antara-beda antara satu komoditi hasil pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena 35

51 perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani ketingkat pengecer untuk konsumen akhir (Limbong dan Sitorus, 1985) Marjin tataniaga sebagai perbedaan harga ditingkat petani (Pf) dengan harga pedagang pengecer (Pr). Marjin tataniaga menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah produk yang dipasarkan. Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin tataniaga dengan volume produk yang terjual (Pr-Pf) x Qrf yang mengandung pengertian marketing cost dan marketing charge (Dahl dan Hammond, 1977). Gambar 1. Hubungan antara fungsi fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus, 1987) Keterangan : Pr Pf Sr Sf Dr Df Qr, f = Harga di tingkat pedagang pengecer = Harga di tingkat petani = Supply di tingkat pengecer (derived supply) = Supply di tingkat petani = Demand di tingkat pengecer (derived demand) = Demand di tingkat petani ( primary demand) = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan tingkat pengecer Berdasarkan Gambar 1 diatas dapat dilihat besarnya nilai Margin Tataniaga yang merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan 36

52 jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembagalembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga dari komoditi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga tataniaga yang terlibat mengakibatkan biaya tataniaga meningkat akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Pada dasarnya besar kecilnya marjin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum. Namun tinggi-rendahnya margin pemasaran tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan pemasaran. Secara umum suatu sistem pemasaran dapat dikatakan efisiensi, apabila dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang merata dan masing-masing memiliki keuntungan (kesejahteraan) di semua pelaku pemasaran. Dari penjelasan mengenai margin tataniaga yang telah disebutkan diatas dapat dikatakan bahwa marjin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Tingginya margin tataniaga belum mencerminkan efisiennya jasa yang diberikan oleh sistem tataniaga tersebut. Salah satu indikator yang cukup berguna adalah memperbandingkan bagian yang diterima (farmer s share) oleh petani (Limbong dan Sitorus, 1985) Farmer s Share Salah satu indikator yang menentukan efisiensi pemasaran ialah farmer s share (selama komoditas tidak berubah bentuk hinga sampai di tangan konsumen akhir). Bagian yang diterima petani (farmer s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima lembaga pemasaran ini dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer s Share mempunyai hubungan yang negatif dengan margin tataniaga, karena apabila margin tataniaganya semakin tinggi umumnya akan 37

53 mengakibatkan farmer s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya. Sehingga, farmer s share mempunyai nilai yang relatif lebih rendah jika harga di tingkat konsumen akhir relatif tinggi jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani. Sebailknya juga jika farmer s share mempunyai nilai yang relatif lebih tinggi jika harga di tingkat konsumen akhir tidak terpaut jauh jika dibandingkan dengan harga yang diterima oleh petani Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C) Kriteria lain yang biasanya digunakan dalam menetukan efisiensi tataniaga dari suatu komoditas ialah rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga. Hal ini dikarenakan pembanding opportunity cost dari biaya adalah keuntungan. Sistem tataniaga secara teknis dikatakan efisien apabila rasio terhadap biaya semakin besar dan nialinya berniali positif atau lebih besar dari nol (> 0). Menurut Limbong dan Sitorus (1987), tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya dengan demikian, meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya dan marjin pemasaran terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. 3.2 Kerangka Berfikir Berdasarkan uraian dimuka terdapat hubungan antara efisiensi tataniaga dengan beberapa faktor seperti lembaga tataniaga yang terlibat, saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, margin tataniaga, farmer s share serta rasio keuntungan dan biaya (R/C). Berikut penjelasan pengaruh beberapa faktor terhadapa efisiensi tataniaga : Kontribusi lembaga tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Lembaga tataniaga merupakan individu atau kelompok atau badan yang terlibat dalam kegiatan atau proses penyampaian komoditi mulai dari produsen (petani) hingga ke konsumen akhir. Lembaga tataniaga dapat berkontribusi terhadap efisiensi tataniaga. Hal ini ditunjukkan dengan semakin sedikit (semakin pendek) jumlah lembaga tataniaga yang terlibat dalam rantai tataniaga maka proses penyaluran komoditi semakin efisien. Dikatakan semakin efisien karena dengan sedikitnya lembaga yang terlibat maka biaya tataniaga yang dikeluarkan 38

54 tidak banyak. Dengan sedikitnya biaya tataniaga maka dapat berdampak juga pada gap harga antar tiap lembaga Kontribusi saluran tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan oleh konsumen. Saluran tataniaga yang relatif sederhana akan mendistribusikan atau menyampaikan produk lebih cepat ke tangan konsumen. Banyaknya tingkatan dalam saluran tataniaga dipengaruhi oleh jarak antara produsen dan konsumen, skala produksi, sifat produk dan kondisi keuangan pengusaha. Saluran tataniaga berguna untuk mengetahui tingkat harga jual dan harga beli pada setiap lembaga, sehingga mempermudah mencari besarnya margin. Dengan mengetahui saluran tataniaga suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien. Dengan kata lain, semakin pendek dan sederhana saluran tataniaganya maka akan semakin efisien Kontribusi fungsi-fungsi tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Fungsi tataniaga merupakan aktivitas yang dilakukan oleh lembagalembaga tataniaga. Kegiatan tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen melalui pertukaran. Dalam prosesnya, penyampaian produk tersebut diperlukan berbagai kegiatan yang dapat memperlancar penyampaian barang dan jasa. Tiap-tiap lembaga dalam rangkaian proses tataniaga melakukan fungsifungsi yang berbeda. Dengan kondisi seperti ini, maka efisiensi tataniaga akan tercapai dengan pembagian margin total tataniaga sesuai dengan besar kecilnya dan atau banyak tidaknya fungsi yang dilakukan. Jika hal demikian sudah terjadi maka pihka-pihak yang terlibat dapat dikatakan sejahtera (sesuai dengan bagiannya masing-masing) Kontribusi margin tataniaga terhadap efisiensi tataniaga Margin tataniaga merupakan gambaran dari kegiatan pelaksanaan fungsifungsi tataniaga. Tingginya margin tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan ketidakefisienan suatu proses tataniaga. Setiap lembaga tataniaga melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda yang menyebabkan berbeda pula 39

55 harga jual tiap-tiap lembaga sampai ke konsumen akhir. Besar kecilnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi tataniaga. Dapat dikatakan efisiensi, apabila dalam memasarkan suatu komoditi yang sama terdapat penyebaran margin yang merata dan masing-masing memiliki keuntungan (kesejahteraan) di semua lembaga yang terlibat. Keefisienan tataniaga yang berhubungan dengan margin tataniaga terjadi jika margin tataniaga yang diterima oleh setiap lembaga sesuai dengan sedikit banyaknya fungsi tataniaga yang dilakukan terhadap suatu komoditi (pertanian) dari produsen (petani) hingga ke konsumen akhir Kontribusi farmer s share terhadap efisiensi tataniaga Sama halnya dengan margin tataniaga, besar kecilnya farmer s share belum tentu menjadi tolak ukur pada tataniaga yang efisien. Namun secara umum farmer s share menjadi sebuah indikator untuk melihat perbandingan bagian yang diterima petani terhadap harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Tetapi apabila mengacu pada pernyataan awal maka hubungan efisiensi tataniaga terhadap farmer s share adalah efisiensi akan tercapai jika farmer s share besarnya sesuai dengan fungsi-fungsi yang dilakukan petani (berpengaruh terhadap harga jual ditingkat petani) serta peran jumlah lembaga tataniaga dan saluran tataniaga Kontribusi rasio keuntungan dan biaya terhadap efisiensi tataniaga Rasio keuntungan dan biaya mengacu pada efisiensi operasional, yaitu membandingkan antara keuntungan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan. Jika penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya merata pada setiap lembaga tataniaga maka secara teknis saluran tataniaga tersebut semakin efisien. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah pengahasil wortel yang potensial. Walaupun tidak semua petani di desa tersebut menguasahakan wortel, namun pada saat ini berdasarkan pengamatan di lapangan wortel merupakan salah satu komodti sayuran yang paling mendominasi. Dalam menjalankan usahanya para petani di Kecamatan Pacet mempergunakan beberapa 40

56 lembaga-lembaga pemasaran maupun tataniaga seperti pedagang pengumpul maupun pedagang pengecer untuk membantu para petani guna memasarkan hasil wortel yang diproduksinya. Selain itu pemasaran wortel semakin dibantu dengan keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA). STA yang merupakan tempat transaksi petani dan pedagang komoditi sayuran ini tidak hanya berperan sebagai tempat atau pasar penampungan, melainkan juga sebagai pusat informasi harga baik dari tingkat petani, pengumpul, grosir dan eceran melalui papan pengumuman harga yang ada di STA. Walaupun demikian dengan adanya fasilitas STA yang pada dasarnya dapat membantu para petani dalam menyalurkan hasil produksinya, tidak semua petani memanfaatkan keberadaan STA tersebut. Tidak sedikit petani yang memilih menggunakan saluran tataniaga lainnya, seperti menjual ke pedagang pengumpul kebun (tengkulak) dan lain sebagainya. Realita di lapangan menujukkan bahwa petani wortel dalam menjalankan kegiatan usahataninya terutama pada saat memasarkan hasil produksinya, terdapat beberapa kendala seperti adanya perbedaan harga yang relatif cukup besar di tingkat petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Kecamatan Pacet sebagai salah satu penghasil sayuran yang salah satunya wortel menarik untuk ditelusuri bagaimana sistem tataniaga yang terjadi pada lokasi atau sentra produksi wortel tersebut, mengingat variatifnya saluran distibusi wortel. Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis fungsi-fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar mulai dari petani sampai dengan pedagang pengecer. Sedangkan analisis kuantitatif meliputi analisis margin tataniaga yang digunakan untuk mengetahui perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran yang terdiri dari biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Farmer s share diguanakan untuk mengetahui perolehan petani yaitu dengan membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir yang dinyatakan dalam persentase. Analisis rasio keuntungan dan biaya untuk mengetahui merata tidaknya penyebaran rasio keuntungan dan biaya di setiap lembaga pemasaran. Untuk mengetahui efisiensi tataniaga dapat diukur melalui efisiensi operasional dengan memperhatikan nilai margin tataniaga, farmer s share, rasio 41

57 keuntungan dan biaya. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Dengan mengkaji serta menganalisis lembaga- lembaga tataniaga yang terlibat pada setiap saluran pemasaran yang terjadi di Kecamatan Pacet diharapkan tercapai satu hasil atau rekomendasi pola saluran yang paling efisien masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga wortel di Kecamatan Pacet. Agar lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 mengenai kerangka pemikiran operasional tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. Terdapat perbedaan harga wortel yang cukup besar antara harga di tingkat petani dan di tingkat konsumen akhir Bagaimana tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Analisis Kualitatif : 1. Saluran tataniaga dan lembaga tataniaga 2. Fungsi-fungsi tataniaga 3. Struktur Pasar 4. Perilaku Pasar Analisis Kuantitatif : 1. Margin tataniaga 2. Farmer s share 3. Rasio keuntungan dan biaya Analisis Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Rekomendasi Alternatif Saluran Tataniaga yang Efisien Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet 42

58 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan rujukan Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) yang mengemukakan bahwa tiga dari tujuh desa di Kecamatan Pacet yang memproduksi wortel dalam jumlah besar. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan yaitu dari bulan Juni sampai Agustus Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, pencatatan, dan wawancara langsung dengan petani serta lembagalembaga yang terlibat pada tataniaga seperti pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer. Disamping itu juga, pengamatan responden dilakukan dengan menggunakan metode informasi dari pelaku pasar pada saat penelusuran saluran tataniaga, sehingga responden yang diambil adalah responden yang benar-benar memasok sayuran wortel ke pasar. Data lain yang dibutuhkan yaitu data sekunder, data ini dikumpulkan dari instansi terkait seperti, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bogor serta Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, internet dan literatur-literatur atau sumber sumber lain yang terkait dengan judul penelitian. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk analisis lembaga dan saluran tataniaga, data yang dikumpulkan meliputi : A. Tingkat produsen (petani), yaitu : a. Karakteristik petani : Umur, pendidikan dan pengalaman bertani. 43

59 b. Gambaran umum usahatani : Luas lahan, jumlah produksi, luas panen, tehnik dan peralatan yang digunakan dalam budidaya. c. Cara penjualan produk. d. Tujuan penjualan produk (dijual kemana). B. Tingkat pengumpul, yaitu : a. Karakteristik pedagang : Umur, pendidikan dan pengalaman berdagang. b. Jumlah pembelian produk : sumber pembelian produk, jumlah pembelian produk, harga beli produk serta frekuensi pembelian produk. c. Tujuan penjualan produk (dijual kemana). d. Volume penjualan dan harga jual. C. Tingkat pedagang besar, yaitu : a. Karakteristik pedagang : Umur, pendidikan dan pengalaman berdagang. b. Jumlah pembelian produk : sumber pembelian produk, jumlah pembelian produk, harga beli produk serta frekuensi pembelian produk. c. Tujuan penjualan produk (dijual kemana). d. Volume penjualan dan harga jual. D. Tingkat pedagang pengecer, yaitu : a. Karakteristik pedagang : Umur, pendidikan dan pengalaman berdagang. b. Jumlah pembelian produk : sumber pembelian produk, jumlah pembelian produk, harga beli produk serta frekuensi pembelian produk. c. Tujuan penjualan produk (dijual kemana). d. Volume penjualan dan harga jual. 2. Untuk menganalisis fungsi-fungsi tataniaga, dianalisis berdasarkan fungsifungsi ditiap lembaga tataniaga yang terlibat. Data-data yang dikumpulkan meliputi : 44

60 A. Fungsi Pertukaran a. Petani 1) Jumlah atau volume penjualan kepada pedagang 2) Frekuensi penjualan 3) Proses penjualan b. Pedagang pengumpul, besar dan pengecer 1) Jumlah atau volume pembelian dari petani atau pedagang lain 2) Frekuensi pembelian 3) Jumlah atau volume penjualan kepada pedagang selanjutnya atau konsumen 4) Frekuensi penjualan 5) Proses penjualan B. Fungsi Fisik a. Petani 1) Jumlah produk yang disimpan 2) Lokasi penyimpanan 3) Lama penyimpanan 4) Biaya penyimpanan 5) Biaya transportasi atau pengangkutan b. Pedagang pengumpul, besar, dan pengecer 1) Jumlah produk yang disimpan 2) Lokasi penyimpanan produk 3) Lama penyimpanan 4) Biaya penyimpanan 5) Biaya transportasi dan pengangkutan 6) Alat transportasi yang digunakan 7) Biaya pengolahan 8) Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengolahan C. Fungsi Fasilitas a. Petani 1) Proses penyortiran dan grading 2) Jumlah yang disortir 45

61 3) Kualifikasi produk yang dipilih 4) Pembiayaan usahatani (persiapan lahan sampai panen) 5) Biaya pengangkutan 6) Biaya penyimpanan 7) Biaya penyusutan 8) Risiko yang ditanggung petani 9) Sumber informasi pasar 10) Cara memperoleh informasi pasar b. Pedagang pengumpul, besar dan pengecer 1) Proses penyortiran dan grading 2) Biaya-biaya yang dikeluarkan: biaya pengangkutan, biaya penyimpanan, biaya pengemasan, biaya bongkar muat, biaya penyusutan, biaya tenaga kerja dan lain lain 3) Resiko usaha yang ditanggung pedagang 4) Cara memperoleh informasi pasar 3. Untuk menganalisis struktur pasar, data-data yang dibutuhkan meliputi : A. Jumlah pelaku yang terlibat (jumlah pembeli dan penjual). B. Keragaman produk : Klasifikasi wortel C. Hambatan keluar masuk pasar : a. Hambatan yang dialami petani b. Hambatan yang dialami pedagang pengumpul c. Hambatan yang dialami pedagang besar d. Hambatan yang dialami pedagang pengecer e. Modal yang diperlukan oleh masing-masing lembaga tataniaga f. Jumlah pesaing di pasar D. Informasi pasar a. Sumber informasi pasar/harga b. Cara memperoleh informasi harga ditingkat petani dan pedagang c. Sarana informasi yang digunakan 4. Untuk menganalisis perilaku pasar data yang diperlukan adalah : A. Praktek pembelian dan penjualan antar lembaga-lembaga tataniaga Sistem penentuan harga 46

62 B. Cara pembayaran harga dari pedagang ke petani C. Cara pembayaran harga diantara lembaga pemasaran D. Praktek kerjasama antar lembaga pemasaran 5. Untuk menganalisis margin pemasaran dan farmer s share, data yang dikumpulkan yaitu : A. Harga jual dari petani B. Harga beli dari pedagang pengumpul C. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengumpul D. Keuntungan pedagang pengumpul E. Harga jual dari pedagang pengumpul F. Harga beli dari pedagang besar G. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang besar H. Keuntungan pedagang besar I. Harga jual dari pedagang besar J. Harga beli dari pedagang pengecer K. Biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer L. Keuntungan pedagang pengecer M. Harga jual dari pedagang pengecer ke konsumen 6. Untuk analisis keterpaduan pasar yang terjadi, data yang diperlukan adalah: Data serial waktu (time series data) berupa daftar harga bulanan wortel ditingkat pedagang besar 7. Untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian, data yang dikimpulkan meliputi: A. Kondisi geografis daerah penelitian B. Tata guna lahan C. Sarana dan prasarana di daerah penelitian D. Kelembagaan Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur E. Data kependudukan meliputi; komposisi jumlah penduduk berdasarkan usia dan mata pencaharian, serta keadaan sosial di masyarakat 47

63 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tiga metode utama, yaitu wawancara, identifikasi langsung dan studi kepustakaan. 1. Wawancara Wawancara dilakukan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam topik penelitian, seperti penyuluh, petani, pedagang pengumpul, pedangang pengecer (lembaga tataniaga lainnya), serta konsumen akhir. Wawancara disertai dengan kuisioner yang telah disediakan untuk keperluan dantujuan dari penelitian. 2. Identifikasi Langsung Identifikasi dilakukan dengan melakukan proses pengamatan langsung dan verifikasi terhadap kondisi yang ada di lapangan. Proses identifikasi dilakukan untuk mengetahui mekanisme pemasaran termasuk saluran tataniaga hingga konsumen akhir. 3. Studi Kepustakaan Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan informasi yang akan diperoleh dari bahan pustaka, hasil penelitian terdahulu, maupun dokumen dari instansi terkait. 4.4 Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan pada tiga desa yang ditentukan secara purposive yakni tiga desa yang menurut Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur dan didukung juga data dari Badan Pusat Statistik (Kecamatan Pacet dalam Angka; Lampiran 5) sebagai desa yang memproduksi wortel dalam jumlah yang paling besar. Tiga desa tersebut antara lain Ciherang, Cipendawa dan Sukatani dengan masing-masing produksi mencapai 3.190, 6.780, dan ton selama tahun Penarikan sampel petani menggunakan metode convenience sampling yaitu dalam memilih sampel berdasarkan kemudahan (petani yang kebetulan sedang melakukan panen atau pasca panen). Akhirnya diperoleh jumlah petani responden sebanyak 20 petani yaitu 5 petani dari Desa Ciherang, 6 petani dari Desa Cipendawa, dan 9 petani dari Desa Sukatani. 48

64 Responden lembaga-lembaga tataniaga dilakukan dengan metode snowball sampling yaitu mengikuti alur pemasaran hingga produk sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran wortel di daerah penelitian berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang pengecer. Petani yang dijadikan sampel sebanyak 20 petani. Jumlah pedagang yang dijadikan responden terdiri dari enam orang pedagang pengumpul kebun yang berlokasi di Kecamatan Pacet, pedagang besar berjumlah lima orang masing-masing satu pedagang besar yang berwilayah di STA dan empat pedagang besar yang berwilayah di Kecamatan Pacet, serta tiga pedagang pengecer yang berlokasi masing-masing di pasar TU Bogor, Pasar Induk Jakarta, Pasar Senen. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan dengan pengamatan terhadap karakteristik saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar dan perilaku pasar. Sedangkan untuk analisis deskriptif kuantitatif dilakukan untuk melihat efisiensi tataniaga dengan pendekatan analisis marjin tataniaga, farmer share s, dan rasio keuntungan biaya Analisis Saluran Tataniaga Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi yang terlibat dalam proses penyampaian produk dari produsen hingga ke konsumen akhir. Analisis saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur dapat dilakukan dengan mengamati lembaga-lembaga tataniaga yang membentuk saluran tataniaga. Pengamatan dilakukan mulai dari petani produsen hingga ke konsumen akhir komoditi wortel. Perbedaan saluran tataniaga dari masing masing responden akan berpengaruh pada pembagian pendapatan yang diterima oleh lembagalembaga tataniaga yang terlibat di dalamnya. Semakin panjang rantai saluran tataniaga semakin tidak efisien karena marjin tataniaga yang tercipta antara produsen dan konsumen akan semakin besar. 49

65 4.5.2 Analisis Lembaga dan Fungsi-Fungsi Tataniaga Analisis ini dilakukan untuk mengetahui lembaga-lembaga tataniaga yang melakukan fungsi-fungsi tataniaga. Analisis fungsi tataniaga dilakukan untuk mengetahui fungsi-fungsi atau kegiatan yang dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat serta mengetahui kebutuhan biaya dan fasilitas yang dibutuhkan. Untuk lebih lanjut, dari analisis ini dapat dihitung besarnya marjin tataniaga Analisis Struktur Pasar Struktur pasar dapat diketahui dengan melihat jumlah pembeli dan penjual, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi atau keadaan produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar, serta informasi perubahan harga pasar. Semakin banyak jumlah penjual dan pembeli dan semakin kecilnya jumlah yang diperjualbelikan oleh setiap lembaga tataniaga, maka struktur pasar tersebut semakin mendekati kesempurnaan dalam persaingan. Adanya kesepakatan dalam sesama pelaku tataniaga menunjukkan struktur pasar yang cenderung tidak bersaing sempurna Analisis Perilaku Pasar Analisis perilaku pasar digunakan untuk meliputi kegiatan yang tercipta diantara lembaga-lembaga tataniaga. Analisis perilaku pasar dilakukan dengan melihat strategi pemilihan yang ditempuh baik penjual maupun pembeli dalam penentuan harga dan sistem promosi yang dilakukan oleh penjual. Selain itu, analisis perilaku pasar juga dapat dianalisis melalui pembayaran harga dan sistem kerjasama yang terjalin diantara lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat pada pemasaran wortel Analisis Keragaan Pasar Pada analisis keragaan pasar dapat diketahui melaui perkembangan harga, margin tataniaga serta penyebaran harga ditingkat petani denga harga ditingkat konsumen. 50

66 4.5.6 Analisis Margin Tataniaga Analisis margin tataniaga digunakan untuk melihat efisiensi operasional tataniaga sayuran wortel. Margin tataniaga terdiri dari biaya tataniaga, keuntungan dan biaya. Oleh sebab itu, besarnya margin tataniaga sangat dipengaruhi oleh jalur tataniaga komoditas yang bersangkutan. Analisis ini dihitung dengan pengurangan harga penjualan dan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga mulai dari petani, pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen. Berikut merupakan perhitungan dalam bentuk rumus margin tataniaga secara sistematis : Mi = Hji Hbi Mi = Ci + πi Hji Hbi = Ci + πi Berdasarkan margin tataniaga tersebut, maka keuntungan pemasaran pada tingkat ke-i adalah : πi = Hji Hbi Ci Margin tataniaganya yaitu : Mi = Dimana : Mi Hji Hbi Ci πi i Mi : Harga tataniaga pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Harga penjualan pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Harga pembelian pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Biaya pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : Keuntungan pemasaran pada pasar tingkat ke-i (Rp/kg) : 1,2,3,... n : Total margin tataniaga 51

67 4.5.7 Analisis Farmer s Share Farmer s share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayar konsumen terhadap harga produk yang diterima oleh petani (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer s Share dapat dipengaruhi oleh tingkat pengolahan, keawetan produk, ukuran produk, jumlah produk dan biaya transportasi. Nilai Farmer s Share ditentukan berdasarkan rasio harga yang di terima petani (Pf) dengan harga yang diterima konsumen akhir (Pr) dan dinyatakan dalam bentuk persentase. Farmer s share (Fs) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pk, di mana Pf adalah harga di tingkat petani, dan Pk adalah harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Berikut merupakan rumus untuk menghitung Farmer s share : Dimana : fs : Farmer s share pf : Harga di tingkat petani pr : Harga yang dibayar oleh konsumen akhir Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Berdasarkan nilai margin yang diperoleh maka dapat diketahui tingkat rasio keuntungan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefenisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Berikut merupakan rumus Rasio Keuntungan dan Biaya (R/C) : 52

68 4.6 Definisi Operasional Untuk menjelaskan pengertian mengenai istilah-istilah yang diguanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pedagang pengumpul kebun (PPK) adalah pedagang yang melakukan pembelian wortel dari petani dan menyalurkannya kepada pedagang besar, pedagang pengecer atau langsung dijual kepada konsumen akhir. 2. Pedagang besar adalah pedagang yang melakukan pembelian wortel dari pedagang pengumpul dan menyalurkannya kepada pedagang pengecer atau langsung kepada konsumen akhir. 3. Pedagang pengecer adalah pedagang yang melakukan pembelian wortel dari pedagang grosir atau pedagang pengumpul dan menyalurkannya kepada konsumen akhir. 4. Sub Terminal Agribisnis (STA) adalah lembaga tataniaga yang menjadi wadah milik pemerintah yang dijadikan sarana tempat pemasaran komoditi pangan dan sayur-sayuran. 5. Margin tataniaga adalah perbedaan antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani yang dinyatakan dalam Rp/Kg ataupun persentase. 6. Farmer s Share adalah bagian harga yang diterima petani wortel terhadap harga yang dibayarkan konsumen akhir dimana besarnya dinyatakan dalam persentase atau Rp/ Kg. 7. Rasio keuntungan dan biaya adalah keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga dengan melihat penyebarn marjin tataniaga. 8. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan dalam mendistribusikan produk dari sentra produksi sampai ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam Rp/Kg. 9. Keuntungan tataniaga adalah selisih antara harga jual dengan harga beli dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memasarkan produk. 53

69 BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah ini terdiri dari dataran tinggi yang terletak di kaki gunung gede. Sebagian daerahnya berupa pegunungang dan sebagian lagi berupa dataran yang digunakan untuk areal perkebunan dan persawahan. Secara geografis juga terletak diantara Ibu Kota Negara dan Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, sehingga sangat strategis dan mempunyai keunggulan komperatif dalam pengembangan agribisnis sayuran. Secara Administratif wilayah Kecamatan Pacet berbatasan dengan: a) Sebelah Barat Berbatasan dengan Kecamatan Cipanas b) Sebelah Timur Berbatasan dengan Kecamatan Sukaresmi c) Sebelah Utara Berbatasan dengan Kecamatan Cipanas d) Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kecamatan Cugenang Kecamatan Pacet terletak pada ketinggian 2023 meter dpl, topografi Kecamatan Pacet terdiri dari daratan seluas 826,24 Ha atau 14,53 persen dan perbukitan seluas 4860,20 Ha atau 85,47 persen. Sedangkan jenis tanah yang ada di Kecamatan Pacet Latosol Coklat Kemerahan Andosol dan Regosol dengan tingkat kesuburan meliputi tanah subur seluas 5068,3 Ha (89,13 persen) tingkat kesuburan sedang 439,4 Ha (8,43persen) dan kurang subur 169,7 Ha (2,98persen) dengan ph tanah antara 5,5-7,5. Kondisi iklim dan suhu rata-rata di Kecamatan Pacet sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Menurut data yang diperoleh dari Instalasi Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Pacet, menunjukkan rata-rata curah hujan pertahun di Kecamatan Pacet/Pacet mencapai 2.967,84 mm, dengan suhu antara C dengan kelembaban 71 persen. 54

70 Wilayah administrasi Kecamatan Pacet terdiri 79 RT (Rukun Tetangga), 290 RW (Rukun Warga) dan 7 kelurahan/desa. Berikut data desa beserta jumlah penduduk dan jumlah KK di Kecamatan Pacet (Tabel 8 ). Tabel 8. Desa di Kecamatan Pacet dan Jumlah Penduduknya Jumlah Penduduk (Jiwa) Jml No Desa Lakilaki Perempuan Jumlah KK Jml KK Tani 1. Ciherang Ciputri Sukanagalih Cibodas Sukatani Cipendawa Gadog Jumlah Sumber : Kantor BPBTPH Pacet, 2010 Sebagian besar wilayah Kecamatan Pacet merupakan daerah perbukitan, sehingga memilki potensi dalam pengelolan lahan untuk menghasil komoditas sayuran. Keanekaragaman komoditas sayuran dataran tinggi yang bernilai ekonomis dan komersial yaitu wortel, daun bawang, sawi, kubis, cabai dan tomat, ditunjang oleh keadaan geografis Kecamatan Pacet yang lokasinya dekat dengan sentra-sentra Tujuan pasar komoditas yang diproduksi dari Kecamatan ini umumnya ialah kota-kota besar seperti Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Penduduk di Kecamatan pacet memliki beragam mata pencaharian pokok, mulai dari petani, buruh tani, swasta, PNS, TNI, pedagang, peternak dan jasa. 55

71 5.2 Karakteristik Petani Responden Tataniaga Wortel Petani responden yang diambil sebagai sample berjumlah sebanyak 20 petani. Petani responden umumnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini, karakteristik petani dilihat dari beberapa aspek antara lain seperti umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan wortel dan status kepemilikan lahan. Responden sebanyak 20 petani yang diambil dari 3 desa di Kecamatan Pacet (Desa Ciherang, Sukatani dan Cipendawa) yaitu petani yang sedang memproduksi atau melakukan panen wortel. Pada umumya petani responden tidak hanya menanam wortel sebagai komoditi utama, melainkan menaman pula berbagai sayuran seperti daun bawang, brokoli, caisim dan seledri. Dalam satu lahan petani memisahkan berbagai komoditas dalam satu satuan lahan atau disekat berpetak-petak dalam satu lahan dan selain itu terdapat beberapa petani yang menanam dengan metode tumpangsari yaitu, dalam satu petak lahan divariasikan dua-tiga komoditi sayuran. Petani responden yang melakukan usahatani sayuran di Kecamatan Pacet sebagai mata pencaharian utama juga memilki pekerjaan sampingan seperti berdagang, buruh tani maupun bentuk usaha lainnya. Hal ini dilakukan sebagai tambahan pendapatan bagi kepala keluarga maupun sebagai tambahan untuk membeli saran produksi yang dibutuhkan diluar usahatani yang selama ini dijalankan. Petani di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik tersebut dibedakan ke dalam beberapa poin antara lain usia petani, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani wotel dan luas lahan produksi Usia Petani Responden Berdasarkan usia, petani responden umumnya berusia mulai dari 42 tahun hingga 64 tahun. Jika dilibagi berdasarkan kelompok umur, petani yang berusia tahun berjumlah 10 orang atau 50 persen dari jumlah responden total. Petani berusia tahun berjumlah sekitar 35 persen dan sisanya sebesar 15 persen (3 orang) berada pada usia lebih dari 60 tahun. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada umumnya petani di Kecamatan Pacet didominasi oleh petani-petani berusia produktif (kurang dari 60 tahun) sehingga diduga 56

72 mempengaruhi dalam hal pengambilan keputusan serta kemampuan kerja yang masih berada pada kondisi optimal. Sebaran petani berdasarkan usia responden dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Petani Berdasarkan Usia di Kecamatan Pacet 2012 Kelompok Usia Jumlah Persentase (Tahun) (Orang) (%) > Total Tingkat Pendidikan Formal Pendidakan formal merupakan salah satu karakteristik petani yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan. Selain itu juga, dengan tingginya pendidikan formal diduga petani juga akan membantu petani dalam hal memperoleh informasi dan teknologi serta penerapannya untuk mengembangakn usahataninya. Sebaran petani responden berdasarkan lama pendidikan formal responden Disajikan pada Tabel 10. Berdasarkan lamanya pendidikan formal di Kecamatan Pacet, terdapat tiga orang petani atau sebanyak 15 persen petani yang tidak pernah mendapatkan pendidikan formal atau bangku sekolah. Petani yang pernah mendapatkan pendidikan formal tingkat SD (Sekolah Dasar) sebanyak 15 persen, hal tersebut sama jumlahnya dengan petani yang pernah mendapatkan pendidikan formal tingkat SMP (Sekolah Menengah Pertama). Umumnya petani responden di Kecamatan Pacet telah berpendidikan hingga SMA (Sekolah Menengah Atas) yaitu sebanyak 55 persen atau sebanyak 11 orang dari total petani responden. 57

73 Tabel 10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Pendidikan Formal di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Pendidikan Formal (Tahun) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) Total Pengalaman Berusahatani Wortel Pengalaman petani di Kecamatan Pacet umumnya sudah berlangsung cukup lama. Pengalaman mengenai berusahatani perlu untuk diketahui, karena pengalaman usahatani wortel dapat mempengaruhi pemahaman sistem budidaya wortel maupun pemasarannya. Berikut data mengenai pengalaman usahatani wortel di Kecamatan Pacet (Tabel 11). Tabel 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Pengalaman Usahatani Wortel (Tahun) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) Jumlah Berdasarkan pengalaman petani responden dalam berusahatani wortel (Tabel 11), jumlah petani paling banyak berpengalaman selama 5 hingga 14 tahun yaitu sebnayak 40 persen. Selanjutnya, diikuti oleh petani dengan pengalaman lebih dari 25 tahun sebanyak 35 persen dan sisanya petani yang berpengalaman 58

74 antara 15 sampai 24 tahun. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa petani responden telah memiliki pengalaman yang sudah cukup lama (rata-rata petani responden berpengalaman usahatani wortel selama 21 tahun) Luas Lahan Produksi Wortel Luas lahan yang digunakan petani akan mempengaruhi jumlah produksi yang selanjutnya akan dipasarkan oleh petani. Lahan di Kecamatan Pacet merupakan lahan yang relatif subur untuk mengusahan komoditas wortel. Petani umumnya menggunakan lahan milik sendiri dengan kisaran luas lahan kurang dari 0,12 hektar untuk menanam wortel meskipun lahan yang digunakan untuk usahatani keseluruhan lebih luas dari itu. Hal ini dikarenakan, para petani responden tidak hanya mengusahakan satu komoditi. Data mengenai luas lahan yang diusakan untuk budidaya wortel di Kecamatan Pacet dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Usahatani Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Luas Lahan (Hektar) Jumlah Petani (Orang) Persentase (%) < 0, ,05 0, > 0,1 1 5 Jumlah Berdasarkan Tabel 12 dapat dijelaskan bahwa petani responden umumnya mengusahakan wortelnya dengan luasan lahan kurang dari 0,05 hektar (50 persen). Terdapat juga petani yang mengusahakan wortel dengan kisaran luasan lahan antara 0,05 hingga 0,1 hektar sebanyak 9 orang petani responden atau sebanyak 45 persen dari responden total. Selain itu, ada juga petani yang mengusahakan wortel dengan luas lahan lebih dari 0,1 hektar sebanyak 5 persen. 5.3 Karakteristik Pedagang Responden Tataniaga Wortel Pedagang pengumpul yang menjadi responden dalam penelitian berjumlah 16 orang yang terdiri dari tujuh orang pedagang pengumpul kebun, satu orang 59

75 pedagang besar di wilayah STA, empat orang pedagang besar di wilayah Kecamatan Pacet, sisannya masing-masing satu orang pedagang pengecer dari pasar TU Bogor, Pasar Depok, dan Pasar Senen. Pedagang pengumpul kebun ditentukan berdasarkan informasi dari petani dan pedagang besar ditentukan berdasarkan informasi dari petani dan pedagang pengumpul kebun. Untuk pedagang pengecer, ditentukan secara acak berdasarkan tujuan pemasaran masingmasing pedagang besar. Karakteristik dari pedagang responden secara umum dapat dibagi berdasarkan usia dan pendidikan Usia Pedagang Responden Berdasarkan usianya, pedagang yang menjadi responden dalam penelitian ini umumnya sudah berusia diatas 35 tahun. Pedagang dengan usia terkecil berusia 39 tahun dan terbesar 62 tahun. Jika dilihat dari kelompok usia, pedagang responden lebih dominan berada pada kelompok usia tahun yaitu sebesar 56,25 persen dari total 16 orang pedagang responden. Selain itu, pedagang yang berada pada kelompok usia tahun sejumlah 31,25 persen yang selanjutnya diikuti oleh pedagang yang berada pada kelompok usia tertua (56 65 tahun) sebesar 12,50 persen. Umumnya pedagang reponden berada pada usia produktif dan semangat yang tinggi serta lebih cermat dalam melihat dan menganalisis risiko berdagang wortel. Data dari sebaran pedagang responden berdasarkan usia unruk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Usia di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Kelompok Usia (Tahun) Jumlah Pedagang (Orang) Persentase (%) Total

76 5.3.2 Pendidikan Pedagang Responden Pendidikan merupakan salah satu variabel yang bisa menggambarkan karakteristik dari pedgang responden. Tingkat pendidikan tentunya akan membantu pedagang dalam melakukan kegiatan bisnis. Dari pendidikan yang pernah diterima petani di bangku sekolah setidaknya mampu memberi kemudahan dalam menerapkan ilmu serta kemampuan dalam memperoleh informasi maupun menjalin relasi secara professional. Berdasarkan tingkat pendidikan, dari 16 pedagang respon 50 persen diantaranya telah menempuh pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Atas. Pedagang dengan kualifikasi tersebut merupakan pedagang yang dominan dari total pedagang responden. Pedagang yang pendidikan formalnya hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama sebanyak 5 oran dan 3 orang sisanya hanya bersekolah hingga tingkat Sekolah Dasar. Berbeda dengan petani responden, pedagang responden semuanya pernah bersekolah dibanding dengan petani responden yang masih terdapat responden yang tidak pernah memperoleh dan mengikuti pendidikan formal. Sebaran pedagang responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Pedagang Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) SD (Sekolah Dasar) SMP (Sekolah Menengah Pertama) SMA (Sekolah Menengah Atas) Total

77 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Sistem Saluran Tataniaga Wortel Saluran tataniaga merupakan serangkaian organisasi atau lembaga tataniaga yang terlibat dalam proses alur suatu produk barang atau jasa yang dipasarkan mulai dari produsen sampai konsumen akhir. Pola tataniaga wortel dilakukan mulai dari tingkat produsen yaitu petani sampai kepada konsumen akhir yaitu pedagang pengecer. Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu pedagang pengumpul kebun (PPK), pedagang besar dan, pedagang pengecer. Sistem tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dari produsen hingga ke tingkat konsumen akhir, secara umum memiliki beberapa saluran tataniaga yang berbeda. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh empat saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet yaitu : Saluran tataniaga I : petani pedagang pengumpul kebun (PPK) pedagang besar pedagang pengecer konsumen akhir. Saluran tataniaga II : petani pedagang besar pedagang pengecer konsumen akhir. Saluran tataniaga III : petani pedagang pengecer konsumen akhir. Saluran tataniaga IV : petani pedagang pengumpul kebun (PPK) STA pedagang pengecer konsumen akhir. Gambar 3. Secara grafis, alur tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dapat dilihat pada 62

78 Petani 10 % 65 % 25 % Pedagang Pengumpul Kebun STA Pedagang Besar Pedagang Pengecer Konsumen Akhir Gambar 3. Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun Pola Saluran Tataniaga I Saluran tataniaga I merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani pedagang pengumpul kebun (PPK) pedagang besar pedagang pengecer konsumen akhir. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa dari 20 petani yang menjadi responden menjual wortel yang dihasilkannya kepada PPK sebanyak 13 orang (65 persen). Petani yang menjual wortel ke PPK merupakan petani yang luas lahannya dibawah 0,05 hektar dengan jumlah panen kurang dari 300 kilogram (3 kwintal). Petani umumnya lebih banyak yang mendistribusikan wortel melalui PPK karena beberapa hal yaitu terdapat petani yang tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. Biaya tersebut ditanggung oleh PPK dengan cara PPK langsung mendatangi dan mengangkut hasil panen petani untuk didistribusikan kembali. Selain itu, sebagian umum petani tidak perlu bekerja atau menyewa tenaga kerja untuk melakukan pemanenan dan pengangkutan. Pembelian wortel oleh PPK pada umumnya tidak hanya dari satu petani saja yang dilakukan dengan dua sistem yaitu sistem borongan dan sistem 63

79 timbang. PPK menggunakan salah satu sistem sesuai dengan kebiasaanya. PPK yang menggunakan sistem borongan merupakan PPK yang langsung membeli wortel yang belum dipanen kemudian ditaksir jumlah produksinya untuk kemudian dibayarkan ke petani. Sistem borongan dapat beresiko bagi PPK jika estimasi jumlah produksinya lebih besar dari hasil yang diperoleh setelah panen. Tapi selama melakukan sistem ini, PPK lebih sering memperoleh keuntungan dengan kondisi seperti ini, dimana hasil estimasinya lebih kecil dari hasil panen. PPK yang menggunakan sistem timbang merupakan PPK yang membeli hasil panen wortel dengan cara mendatangi petani yang sedang panen kemudian menimbang hasil produksinya yang selanjutnya dibayar sesuai dengan jumlah timbangannya. Petani di Kecamatan pacet yang menjual ke PPK dengan sistem borongan sebanyak 8 petani dan 5 petani lainnya menjual dengan sistem timbang. Pada penelitian ini, PPK yang menjadi responden berjumlah sebanyak tujuh orang (tiga PPK dari desa Sukatani dan masing-masing dua PPK dari desa Cipendawa dan Ciherang), dimana dari ketujuh orang responden lima diantaranya (masing-masing dua PPK dari desa Sukatani dan desa cipendawa dan satu PPK dari desa Ciherang) menjual ke pedagang besar dan dua lainnya menjual ke STA (Sub Terminal Agribisnis). Wortel yang telah diterima PPK selanjutnya dilakukan pemotongan daun dan akar tanpa melewati tahap pencucian yang kemudian dibungkus dengan menggunakan karung dan diangkut ke tujuan pasar PPK. Dalam saluran tataniaga I, PPK selanjutnya mendistribusikan kembali wortel yang telah dibelinya kepada pedagang besar. Pedagang besar yang menjadi tujuan pasar wortel dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Dua diantaranya terdapat di desa Sukatani dan masingmasing satu di desa Cipendawa dan Ciherang. Pedagang besar biasanya langsung menerima wortel yang diantar oleh PPK ketempatnya. Setelah wortel diterima, wortel kemudian dicuci hingga bersih dari tanah. Pedagang besar juga melakukan kegiatan pengemasan dengan menggunakan plastik bening. Pedagang besar pada umumnya menerima wortel dari PPK pada siang hari. Wortel yang telah dicuci bersih siap didistribusikan langsung ke pedagang pengecer pada sore atau malam hari yang berada di pasar Cipanas, pasar TU Bogor, pasar Senen dan pasar Depok 64

80 Baru. Pedagang pengecer selanjutnya melakukan sortasi dan grading pada wortel yang dibelinya sebelum selanjutnya dijual kepada konsumen akhir Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga I Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani berupa fungsi penjualan. Fungsi penjualan yang dilakukan yaitu penjualan hasil panen berupa komoditi wortel kepada PPK. Penjualan wortel langsung dilakukan di kebun petani dengan sistem borongan maupun sistem timbang dengan pembayaran tunai dari pihak PPK kepada petani setelah berakhirnya panen yang dilakukan PPK. Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh PPK berupa fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa PPK membeli langsung di kebun petani dengan sistem borongan maupun timbang dan pembeyarannya pun dilakukan secara tunai setelah panen. Sedangkan fungsi penjualan yaitu penjualan kembali wortel kepada lembaga tataniaga selanjutnya yaitu pedagang besar. Penjualan wortel oleh PPK dilakukan kepada pedagang besar di Desa yang selanjutnya didistribusikan ke pasar tradisional atau pasar induk (pasar TU Bogor, PIKJ, pasar Senen). Pembayaran terkadang dilakukan secara tunai yaitu pembayaran langsung saat barang diterima oleh pedagang besar, tetapi terkadang pembayarannya dapat tertunda keesokan harinya pada saat PPK melakukan pengiriman selanjutnya. Pedagang besar juga melakukan fungsi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian yang dilakukan sama halnya dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh PPK. Fungsi penjualan pedagang besar berupa penjualan kembali wortel kepada pedagang pengecer yang biasanya menjadi langganan tetap di pasar-pasar tradisonal dengan sistem pembayarannya tunai. Fungsi pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer sama halnya dengan fungsi penjualan yang dilakukan oleh pedagang besar. Pada fungsi penjualan pedagang pengecer melakukan penjualan kepada konsumen akhir yang berbelanja di pasar tempatnya berjualan Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga I Beberapa fungsi fisik yang dilakukan pada saluran tataniaga I ini adalah fungsi pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan. Pada saluran tataniaga I 65

81 petani tidak melakukan keseluruhan fungsi fisik, karena fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh PPK. PPK melakukan keseluruhan fungsi fisik berupa pengangkutan, pinyimpanan dan pengemasan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan yaitu pengangkutan hasil panen wortel dari lahan petani ke tempat penampungan atau gudang miliknya. Pengangkutan dilakukan menggunakan alat transportasi berupa motor ataupun mobil pick-up yang disewa seharaga Rp ,- per satu kali angkut dari lahan ke gudang PPK. Fungsi penyimpanan juga terkadang dilakukan oelh PPK, namun jangka waktu simpannya relatif singkat (1 hari), misalnya wortel dipanen sore hari kemudian di simpan dan akan dikirim pada pagi keesokan harinya. Saat wortel sampai di tempat PPK, wortel langsung di bersihkan dengan cara pencucian. Setelah dicuci wortel pun di kemas menggunakan karung dan siap dikirim ke pedagang besar. Fungsi fisik yang dilakukan pedagang besar antara lain fungsi pengangkutan. Fungsi pengangkutan pedagang besar yaitu pengakutan wortel dari tempat PPK hingga sampai ke tempatnya (biaya pengangkutan ditianggung pedagang besar). Selain itu pedagang besar juga melakukan fungsi pengemasan yaitu, pengemasan kembali wortel sesuai dengan jumlah yang diminta oleh masing-masing pedagang pengecer. Pedagang pengecer hanya melakukan fungsi fisik pengangkutan yaitu berupa pengangkutan dari kios pedagang besar ke tempat pedagang pengecer melakukan penjualan (kios pedagang pengecer) yang kemudian dijual kepada konsumen yang melakukan pembelian Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga I Fungsi fasilitas dapat berupa fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Petani pada saluran tataniaga I melakukan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko dan pembiayaan. Fungsi pengangungan risiko terjadi apabila petani melakukan penjualan dengan sistem borongan kepada PPK yaitu adanya kemungkinan wortel yang diborong sebenarnya berjumlah jauh lebih besar dari estimasi PPK.Selain itu fungsi penanggungan risiko berupa penerimaan kemungkinan kerugian pemasaran 66

82 wortel yang terdiri dari risiko fisik dan risiko harga. Fungsi pembiayaan berupa penyediaan biaya berupa modal dalam kegiatan usahatani wortel. Fungsi fasilitas yang dilakukan PPK antara lain fungsi pembiayaan, risiko, informasi pasar serta fungsi grading dan sortasi. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh PPK yaitu penyediaan modal usaha yang dapat digunakan untuk berbagai aspek tataniaga seperti digunakan untuk membeli wortel yang dihasilkan petani, membayar sewa mobil, dan tenaga kerja pemborong. Fungsi penaggungan risiko yang dialami PPK yaitu tidak tersedianya wortel di Kecamatan Pacet sehingga PPK harus memenuhi permintaan dengan memasok dari daerah yang lebih jauh sehingga biaya yang akan dikeluarkan akan semakin besar. Risiko akibat perubahan harga yang terjadi dipasaran termasuk ke dalam risiko yang dialami PPK. Fungsi sortasi dan grading juga dilakukan oleh PPK. Fungsi ini dilakukan guna untuk memisahkan komoditas sesuai dengan pasar tujuan. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu dapat berupa fungsi pembiayaan, risiko, dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan seperti pembiayaan atas pengangkutan wortel dari PPK ke pedagang besar ditanggung oleh pedagang besar. Fungsi risiko dapat terjadi dari perubahan harga yang sewaktu-waktu dapat berubah dengan cepat akibat tingginya supply. Fungsi informasi pasar dapat dilakukan dengan pengetahuan mengenai ketersedian pasokan wortel di pasar dan dapat menjadi informan untuk lembaga tataniaga lainnya. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi fasilitas seperti pembiayaan, risiko serta informasi pasar. Fungsi pembiayaan dapat berupa pembiayaan atas kegiatan operasional dalam melakukan sistem jual beli termasuk sewa tempat dan retribusi. Risiko yang ditanggung pedagang pengecer yaitu penyusutan bobot dan kerusakan wortel jika semakin lama tidak dibeli konsumen. Informasi pasar yang dimiliki pedagang pengecer berupa informasi harga dan jumlah pasokan Pola Saluran Tataniaga II Saluran tataniaga II merupakan saluran tataniaga yang terdiri dari petani pedagang besar pedagang pengecer konsumen akhir. Berbeda dengan saluran tataniaga I, saluran tataniaga II tidak melibatkan lembaga tataniaga pedagang pengumpul kebun sebagai pedagang perantara antara petani dengan pedagang 67

83 besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa dari 20 petani yang menjadi responden menjual wortel yang dihasilkannya kepada pedagang besar sebanyak 5 orang (25 persen). Petani yang menjual wortel ke pedagang besar merupakan petani yang sudah berlangganan dan produksi wortelnya dalam jumlah besar yaitu lebih dari 5 kuintal. Pedagang besar umumnya membeli wortel dengan sistem timbang, yakni pedagang besar membayar sesuai dengan kuantitas wortel yang dibeli. Pedagang besar dalam tataniaga wortel mendistribusikan wortel ke Pasar lokal dan juga ke Supermarket. Perbedaanya terletak pada wortel yang didistribusikan dimana pedagang besar yang mendistribusikan wortel ke supermarket melakukan grading terlebih dahulu sedangkan pedagang besar yang menjual ke lokal (Pasar Family, Pasar Ciracas, Pasar Pondok Bambu, dan lainlain) tidak melakukan grading dan sortasi. Pedagang besar yang menjual hasil wortel ke supermarket adalah CV Agro Segar yang didirikan dan dimiliki oleh Bpk Santoso. Guna memenuhi permintaan wortel yang berkualitas, CV Agro Segar melakukan penyortiran ketat pada wortel yang dibeli dari petani-petani yang telah bekerjasama dengan perusahaan. CV Agro Segar menjual wortel ke supermarket dan restoran di wilayah Jakarta dan sekitarnya, salah satu supermarket yang membeli wortel adalah Giant, sedangkan restoran-restoran Jepang dan Korea di wilayah Jakarta diantaranya Tobak dan Hyang Su. Wortel yang didistribusikan untuk konsumen restoran, CV Agro Segar mengemasnya dalam satu paket bersama komoditi lain seperti daun bawang, lobak, tomat, selada, brokoli dan lain sebagainya. Kapasitas pengiriman wortel ke supermarket tidak terlalu banyak yaitu kurang dari dua kuintal setiap kali pengiriman dalam sehari, hal ini karena perusahaan tidak hanya mengirim komoditi wortel saja. Sistem pembayaran yang dilakukannya pun menggunakan pembayaran sebagian, yaitu produk yang diterima pihak supermarket baru akan dibayarkan pada pengiriman selanjutnya dengan mempertimbangkan kualitas produk. Dalam hal ini pihak supermarket melakukan penyortiran kembali sebelum di jual kembali ke konsumen akhir. 68

84 Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga II Pada saluan tataniaga II, terdapat tiga lembaga yang terlibat dan melakukan fungsi pertukaran yaitu petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Petani melakukan fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan kepada pedagang besar. Dalam fungsi ini penjualan dilakukan kepada pedagang besar dengan sistem timbang. Petani memanen wortelnya kemudian dicuci dan dibersihkan untuk kemudian dibawa ke tempat pedagang besar untuk ditimbang. Pedagang besar juga melakukan fungsi pertukaran yakni berupa penjualan dan pembelian. Pedagang besar membeli komoditi wortel dari petani kemudian menjualkan ke pedagang pengecer. Umumnya pedagang besar telah memiliki tujuan pasar supermarket, restoran, dan pasar-pasar di daerah Ibu kota. Fungsi pertukaran selanjutnya dilakukan pedagang pengecer. Fungsi pertukaran yang dilakukan sama halnya dengan fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar. Dalam hal ini, pedagang pengecer membeli wortel dari pedagang besar dan menjualnya ke konsumen akhir Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga II Pada saluran tataniaga II, semua lembaga tataniaga melakukan fungsi fisik. Petani melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan termasuk pencucian. Dalam saluran tataniaga ini, petani melakukan fungsi fisik sebelum melakukan penjualan kepada pedagang besar. pengangkutan biasa dilakukan menggunakan motor. Pencucian di lakukan di rumah petani. Pedagang besar dalam saluran tataniaga melakukan berbagai fungsi fisik seperti pengangkutan, penyimpanan, dan pengemasan. Fungsi pengangkutan dilakukan dari tempat pedagang besar ke tempat pedagang pengecer. Fungsi penyimpanan terkadang dilakukan khusus untuk tujuan pasar tradisional, sedangkan untuk supermarket dan restoran pedagang pengecer selalu memberikan komoditas yang segar untuk mengurang risiko pengembalian oleh pihak pedagang pengecer. Fungsi pengemasan dilakukan dengan berbagai jenis sesuai dengan tujuan pasar. Bagi pasar tradisional umumnya pengemasan dilakukan menggunakan karung sedangkan untuk restoran dilakukan menggunakan plastik wrapping dalam satuan sepuluh kilogram dan untuk ke supermarket di-wrapping dan diberi alas menggunakan spons dan dibungkus dengan satuan bervariasi 69

85 sesuai dengan timbangan tetapi kurang dari satu kilogram (lima sampai tujuh batang wortel). Pedagang pengecer melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan dilakukan pedagang pengecer baik di pasar tradisional maupun di supermarket dan restoran. Pedagang pengecer di pasar melakukan pengangkutan dari mobil ke loss/kios tempat mereka berjualan sedangkan pedagang pengecer supermarket atau restoran melakukan pengangkutan dari mobil pengantar ke dalam gudangnya Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga II Fungsi fasilitas dapat berupa fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Petani pada saluran tataniaga II melakukan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko dan pembiayaan. Fungsi pengangungan risiko berupa penerimaan kemungkinan kerugian pemasaran wortel yang terdiri dari risiko fisik dan risiko harga. Fungsi pembiayaan berupa penyediaan biaya berupa modal dalam kegiatan usahatani wortel dan juga biaya pengangkutan ke pedagang besar. Selain itu terkadang petani juga mengeluarkan biaya lebih untuk menyewa tenaga kerja sewaktu-waktu jika jumlah panen banyak. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang besar yaitu dapat berupa fungsi pembiayaan, risiko, dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan seperti pembiayaan atas pengangkutan dan pengemasan oleh pedagang besar. Fungsi risiko dapat terjadi dari aktivitas pengembalian wortel karena mudah rusak. Fungsi informasi pasar dapat dilakukan dengan pengetahuan mengenai ketersedian pasokan wortel di pasar dan dapat menjadi informan untuk lembaga tataniaga lainnya. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi fasilitas seperti pembiayaan, risiko serta informasi pasar. Fungsi pembiayaan dapat berupa pembiayaan atas kegiatan operasional dalam melakukan sistem jual beli termasuk sewa tempat dan retribusi. Risiko yang ditanggung pedagang pengecer yaitu penyusutan bobot dan kerusakan wortel jika semakin lama tidak dibeli konsumen. Informasi pasar yang dimiliki pedagang pengecer berupa informasi harga dan jumlah pasokan. Pedagang pengecer seperti restoran juga melakukan fungsi pengolahaan. 70

86 6.1.3 Pola Saluran Tataniaga III Pola saluran tataniaga III melibatkan dua lembaga tataniaga yaitu petani dan pedagang pengecer. Jenis saluran tataniaga ini hanya dilakukan oleh dua orang petani dari seluruh petani responden. Petani yang menggunakan saluran ini umumnya memiliki kendaraan sendiri yang digunakan untuk melakukan distribusi ke pedagang pengecer. Selain itu petani yang menggunakan saluran ini umumnya memiliki hubungan kekerabatan dengan pedagang pengecer. Dua petani yang menggunakan saluran ini masing-masing berasal dari Desa Sukatani dan Desa Cipendawa. Dua petani responden ini mendistribusikan wortel ke pedagang pengecer yang terletak di Pasar TU Bogor. Pendistribusian dilakukan sendiri oleh petani pada sore hari untuk kemudian diterima dan disortasi oleh pedagang pengecer sebelum dijual ke konsumen. Komoditas sayur yang dibawa petani tidak hanya terdiri dari satu macam komoditas saja, melainkan terdiri dari beberapa macam sayuran seperti tomat, brokoli, kol, lobak, daun bawang dan termasuk juga wortel. Pola saluran ini merupakan saluran terpendek dibanding dengan saluransaluran lainnya. Alasan petani memilih menggunakan saluran tataniaga ini adalah karena keuntungan yang didapat lebih besar dibandingkan jika menjual melalui pedagang perantara seperti pedagang pengumpul kebun atau melalui pedagang besar. Saluran tataniaga ini dapat dilakukan oleh petani jika hasil panen yang dihasilkan memilki harga yang tinggi dan baik untuk setiap komoditas yang ditanam, dalam hal ini sampai dengan pengambilan sampel harga untuk komoditas wortel dipasar sedang stabil. Informasi pasar sampai ke petani dari pedagang pengecer. Pembayaran dilakukan pada pengiriman selanjutnya. Hal ini karena sudah terjalinnya saling percaya antara kedua belah pihak ditambah lagi dengan hubungan kekerabatan yang cukup erat. Contohnya salah satu petani responden mendistribusikan hasil panen kepada adik kandungnya di pasar di pasar TU Bogor selaku pedagang pengecer Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga III Terdapat dua lembaga yang terlibat dan melakukan fungsi pertukaran yaitu petani dan pedagang pengecer. Fungsi pertukaran yang dilakukan petani dalam saluran tataniaga III berupa fungsi penjualan langsung kepada pedagang pengecer. 71

87 Petani dalam saluran tataniaga melakukan penjualan tanpa melalui perantara lain. Petani memanen kemudian menimbang sendiri kemudian membawa langsung ke pasar tujuan di Bogor. Fungsi pertukaran selanjutnya dilakukan pedagang pengecer. Fungsi pertukaran yang dilakukan bebrupa fungsi penjualan dan pembelian. Fungsi pembelian dilakukan terkait dengan aktivitas pembelian sejumlah wortel dari petani dan fungsi penjualan terkait dengan aktivitas penjualan wortel kepada konsumen akhir Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga III Semua lembaga tataniaga melakukan fungsi fisik pada saluran tataniaga III. Petani melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan termasuk pencucian serta pengemasan meskipun hanya pengemasan menggunakan karung atau plastik bening. Dalam saluran tataniaga ini, petani melakukan fungsi fisik sebelum melakukan penjualan kepada pedagang pedagang pengecer. pengangkutan biasa dilakukan menggunakan mobil pick-up. Pencucian dilakukan di tempat petani untuk selanjutnya kemas menggunakan karung dan dikirim ke pasar tujuan (Pasar TU Bogor). Pedagang pengecer melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan dan penyimpanan. Fungsi pengangkutan dilakukan pedagang pengecer dengan melakukan pengangkutan dari mobil ke tempat penjualan (loss/kios) tempat mereka berjualan sedangkan penyimpanan dilakukan jika masih adanya sisa wortel yang tidak terjual sehingga harus disimpan untuk dijual pada hari berikutnya Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga III Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi sortasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Petani pada saluran tataniaga III melakukan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko, sortasi/grading, pembiayaan dan informasi pasar. Fungsi pengangungan risiko dapat berasal dari kerugian pemasaran wortel yang terdiri dari risiko fisik dan risiko harga. Fungsi pembiayaan berupa penyediaan biaya berupa modal dalam kegiatan usahatani wortel dan juga biaya pengangkutan ke pasar tempat pedagang 72

88 pengecer dan biaya lebih untuk menyewa tenaga kerja sewaktu-waktu jika jumlah panen banyak. Fungsi sortasi grading dilakukan dengan memisahkan wortel berdasarkan ukuran panjang dan diameter sehingga terdapat dua jenis wortel yang dikirim yaitu wortel dengan ukuran besar dan wotel dengan ukuran kecil. Selain itu fungsi informasi pasar turut penting pada petani saluran III, karena petani langsung menjual wortelnya kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer juga melakukan fungsi fasilitas seperti pembiayaan, risiko serta informasi pasar. Fungsi pembiayaan dapat berupa pembiayaan atas kegiatan operasional dalam melakukan sistem jual beli termasuk sewa tempat dan retribusi. Risiko yang ditanggung pedagang pengecer yaitu penyusutan bobot dan kerusakan wortel jika semakin lama tidak dibeli konsumen. Informasi pasar yang dimiliki pedagang pengecer berupa informasi harga dan jumlah pasokan Pola Saluran Tataniaga IV Terdapat empat lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga IV antara lain petani, PPK (pedagang pengumpul kebun), STA (Sub Terminal Agribisnis), dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga IV hampir sama halnya dengan saluran tataniaga I, perbedaannya terletak di saluran tataniaga IV terdapat STA yang berperan sebagai lembaga penampungan komoditas agribisnis dari beberapa mitra yang telah terdaftar sebagai anggota. STA dalam hal ini berperan hampir sama dengan fungsi yang dilakukan oleh pedagang besar. Petani awalnya menjual ke pedagang pengumpul kebun sama halnya dengan saluran tataniaga I dimana PPK mendatangi petani yang wortelnya siap untuk dipanen dan kemudian dibawa ke STA. Alasan petani menjual keseluruhan hasil panennya melalui PPK adalah karena petani tidak perlu memasarkan sendiri hasil panennya, sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan. Wortel yang dijual petani melalui PPK kemudian diangkut oleh PPK dan siap dikirim ke pihak lembaga pemasaran berikutnya. Jika wortel yang dibawa PPK mengalami kerusakan atau tidak laku dijual bukan menjadi tanggungjawab petani melainkan tanggung jawab PPK. Wortel yang terkumpul di PPK kemudian dipasarkan melalui Sub Terminal Agribisnis (STA) Cigombong, dan wortel yang dipasarkan melalui STA Cigombong oleh PPK dapat mencapai rata-rata 1,5 ton. Komoditi wortel yang terkumpul di STA kemudian dipasarkan ke pasar lokal yaitu, pasar 73

89 Cipanas, pasar TU bogor, dan pasar Induk Kramatjati Jakarta. Selain itu STA juga memasarkan wortel dengan kualitas super ke pasar modern (supermarket), salah satu contoh supermarket yang menjadi tujuan yaitu Giant di wilayah Jakarta. Masing-masing pengiriman wortel ke pasar lokal dan modern tersebut dapat mencapai 4-8 ton dan kilogram suntuk satu kali pengiriman. Pengiriman untuk pasar lokal dilakukan rutin setiap hari dua kali pengiriman, sedangkan untuk pasar modern dilakukan tiga kali dalam seminggu yaitu setiap hari Selasa, Jumat dan Minggu. Dari pedagang pengecer kemudian wortel dapat sampai ke tangan konsumen akhir Fungsi Pertukaran pada Saluran Tataniaga IV Fungsi pertukaran yang dilakukan petani berupa fungsi penjualan. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh petani adalah berupa penjualan produk wortel kepada PPK. Penjualan wortel dilakukan langsung di kebun petani setelah PPK membeli wortel sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Pembayaran wortel oleh PPK dilakukan secara tunai. Fungsi pertukaran juga dilakukan PPK yaitu berupa pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian berupa pembelian atas sejumlah wortel dari petani. Hal ini sama halnya dengan fungsi penjualan yang dilakukan petani kepada PPK. Sedangkan fungsi penjualan yaitu berupa penjualan sejumlah wortel kepada lembaga tataniaga berikutnya (STA). Sistem penjualan dilakukan dengan cara PPK mengantarkan langsung wortel ke STA untuk kemudian ditimbang kembali dan dibayarkan baik secara tunai maupun dibayarkan pada jual beli berikutnya tergantung dari sistem pembayaran yang dilakukan oleh lembaga berikutnya (pedagang pengecer) setelah STA. Setelah melakukan fungsi pembelian atas sejumlah wortel dari PPK, STA juga melakukan fungsi penjualan guna mendistribusikan wortel hingga ke konsumen akhir. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh STA kepada pedagang pengecer dilakukan dengan cara STA mengantarkan wortel ke lokasi pedangang pengecer di Jakarta. STA tidak hanya memasrkan wortel kepada pasar lokal saja melainkan ke pasar modern juga. Sistem pembayaran yang dilakukan pada pasar lokal yaitu melalui cara tunai ataupun non tunai (pada pengiriman selanjutnya). Sedangkan sistem pembayaran pada pasar modern dilakukan sesuai dengan 74

90 kontrak yaitu setiap dua minggu dan selambat-lambatnya hingga satu bulan setelah pengiriman. Dalam fungsi pertukaran selanjutnya, fungsi pembelian dilakukan oleh pedagang pengecer dengan membeli wortel dari STA. Pasar modern membeli wortel yang memiliki kualitas baik atau super, berbeda dengan wortel yang dibeli oleh pedagang pengecer di pasar lokal. Selanjutnya pedagang pengeceran fumgsi penjualan kepada konsumen akhir yang datang langsung ke kios atau loss pedagang pengecer dalam jumlah yang relatif sedikit Fungsi Fisik pada Saluran Tataniaga IV Fungsi fisik yang dilakukan pada saluran tataniaga IV ini adalah fungsi pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan. Lembaga pertama yang terlibat dalam saluran tataniaga IV yaitu petani. Secara keseluruhan petani pada saluran tataniaga IV tidak melakukan fungsi fisik. PPK melakukan fungsi fisik berupa pengangkutan dan pengemasan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan yaitu pengangkutan hasil panen wortel dari lahan petani ke tempat penampungan atau gudang miliknya. Pengangkutan dilakukan menggunakan alat transportasi berupa motor ataupun mobil pick-up yang disewa seharaga Rp ,- per satu kali angkut dari lahan ke gudang PPK. PPK tidak melakukan fungsi penyimpanan karena tujuan pasar selanjutnya yaitu STA dimana letaknya yang relatif dekat dengan tempat PPK. Wortel yang telah diperoleh PPK kemudian langsung dibersihkan dengan cara pencucian. Setelah dicuci wortel pun dikemas menggunakan karung dan siap dikirim ke STA. Fungsi fisik selanjutnya dilakukan STA yaitu berupa fungsi pengangkutan, penyimpanan dan pengemasan. Fungsi pengangkutan yang dilakukan yaitu pengakutan wortel dari STA ke pedagang pengecer sedangkan fungsi penyimpanan berupa penyimpanan sementara atau tidak dalam waktu yang lama (hanya maksimal satu hari) mengingat karakteristik dari komoditi wortel yang mudah busuk. Selain itu STA juga melakukan fungsi pengemasan yaitu, pengemasan kembali wortel sesuai dengan jumlah yang diminta oleh masingmasing pedagang pengecer. Untuk pasar tujuan supermarket, STA mengemas dengan wrapping. Sedangkan untuk pasar lokal STA cukup mengemas menggunakan karung. 75

91 Pedagang pengecer tidak melakukan fungsi penyimpanan dan pengemasan melainkan hanya melakukan fungsi fisik pengangkutan yaitu berupa pengangkutan dari mobil pengantar wortel. Pedagang pengecer di pasar lokal melakukan pengankutan dari mobil pengantar wortel ke loss tempatnya berjualan sedangkan untuk pedagang pasar modern (supermarket) melakukan pengangkutan dari mobil ke gudang untuk selanjutnya dijual pada etalase sayuran di supermarket tersebut Fungsi Fasilitas pada Saluran Tataniaga IV Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggungan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi informasi pasar. Petani sebagai lembaga peratama dalam saluran tataniga IV melakukan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko. Fungsi pengangungan risiko dapat berasal dari adanya fluktuasi harga sehingga memungkin petani merugi ketika harga sedang rendah. Penangunggan risiko juga mungkin terjadi dari kegiatan penjualan dengan sistem borong jika estimasi PPK lebih rendah dari hasil panen aktualnya. Fungsi fasilitas selanjutnya dilakukan oleh PPK yaitu berupa fungsi pembiayaan, risiko dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan dilakukan untuk membiayai pembelian wortel dari petani dan pembiayaan termasuk pengangkutan dan pembayaran tenaga kerja sewa yang berkontribusi dalam pemanenan maupun pencucian serta pengemasan wortel. Untuk fungsi penanggungan risiko juga dilakukan, misalnya seperti penanggungan risiko akibat adanya penyusutan wortel, kerusakan fisik wortel dan penangagungan risiko akibat adanya fluktuasi harga di pasaran. Selanjutnya pada fungsi informasi pasar selalu dilakukan oleh PPK, karena mengingat bahwa PPK sangat tanggap terhadap perubahan harga dan jumlah produk yang tersedia di pasar. PPK mengakses informasi pasar melalui telepon atau perbincangan antar PPK maupun dengan lembaga tataniaga lainnya. PPK juga mengakses informasi pasar setiiap hari hal ini dikarenakan penjualan dan pembelian dilakukan setiap hari. STA merupakan lembaga yang melakukan beberapa fungsi fasilitas yaitu fungsi penanggungan risiko, pembiayaan, informasi pasar dan sortasi/grading. Pada fungsi penanggungan risiko, risiko yang dapat ditanggung oleh STA berupa fluktuasi harga, kerusakan fisik wortel yang diterima maupun wortel yang akan 76

92 dipasarkan, risiko distribusi dan risiko pembayaran yang diterima akibat adanya keterlambatan pembayaran. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh STA secara umum sama dengan lembaga lainnya yaitu pembiayaan pada aktivitas tataniaga yang dilakukan baik pada pengangkutan maupun tenaga kerja yang terlibat. Fungsi informasi pasar juga dilakukan oleh STA, mengingat harga wortel yang cenderung fluktuatif, sehingga STA harus selalu tanggap dalam menanggapi dan menginformasikan kepada lembaga tataniaga lainnya mengenai harga tersebut. Fungsi selanjutnya yaitu sortasi dan grading, dimana STA tentu saja melakukan fungsi tersebut sesuai dengan tujuan pasar yang akan dituju sebagaimana diketahui sebelumnya bahwa STA memiliki dua tujuan pasar yaitu pasar lokal dan modern. Lembaga selanjutnya dalam saluran ini yaitu pedagang pengecer. Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengecer antara lain adalah fungsi penaggungan risiko, pembiayaan dan infornasi pasar. Pada fungsi penanggungan risiko pedagang pengecer berupa risiko fluktuasi harga dan risiko akibat wortel yang dijual tidak laku mengakibatkan penurunan harga jual. Fungsi pembiayaan dilakukan untuk mebiayai kegiatan tataniaga mulai dari pembelian hingga penjualan kepada konsumen akhir. informasi pasar berupa informasi harga yang berlaku di pasar, serta kualitas dan jenis barang yang diinginkan oleh konsumen. Adapun fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga tataniaga wortel pada setiap saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, Kabupatem Cianjur, Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel

93 Tabel 15. Fungsi Tataniaga Masing-masing Lembaga Tataniaga dalam Sistem Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Saluran dan Lembaga Tataniaga Saluran I Fungsi Tataniaga Fungsi Pertukaran Fungsi Fisik Fungsi Fasilitas Informasi Jual Beli Kemas Angkut Simpan Olah Risiko Biaya Pasar Petani v v v - - Sortasi/ Grading PPK v v v v v - v v v - Pedagang Besar v v - v - - v v v v Pedagang Pengecer v v - v - - v v v - Saluran II Petani v - v v - - v v - - Pedagang Besar v v v v v - v v v - Pedagang Pengecer v v - v v v v - v - Saluran III Petani v v v v - - v v v v Pedagang Pengecer v v v v - - v v v - Saluran IV Petani v v v - - PPK v v v v - - v v v - STA v v v v v - v v v v Pedagang Pengecer v v - v - - v v v Struktur Pasar Struktur pasar merupakan suatu dimensi yang menggambarkan suatu sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syaratsyarat untuk masuk ke dalam pasar. Ada empat faktor penentu karakteristik suatu pasar : (a) Jumlah atau ukuran pasar, (b) Kondisi atau keadaan produk, (c) Kondisi keluar atau masuknya pasar, (d) Tingkat pengetahuan informasi pasar yang memiliki partisipan dalam pemasaran misalnya biaya, harga dan kondisi pasar antar partisipan. 78

94 Petani, lembaga tataniaga dan konsumen yang terlibat dalam proses tataniaga suatu komoditas menghadapi struktur pasar yang berbeda-beda dan mempengaruhi perilaku masing-masing lembaga dalam melakukan transaksi pembelian dan penjualan Struktur Pasar di Tingkat Petani Struktur pasar yang dihadapi oleh para petani komoditi wortel di Kecamatan Pacet cenderung mendekati pasar bersaing sempurna. Hal ini berdasarkan jumlah petani yang banyak, tidak dapat mempengaruhi harga dan petani bebas untuk keluar masuk pasar. Harga terbentuk berdasarkan mekanisme pasar dan sesuai dengan harga yang berlaku sehingga petani hanya berperan sebagai price taker. Petani di lokasi penelitian dapat dengan bebas memilih untuk mendistribusikan wortelnya kepada pedagan manapun. Petani mendapatkan informasi harga dari lembaga tananiaga lainnya seperti pedagang, maupun STA. Penentuan harga biasanya dilakukan oleh pihak pedagang besar atau pedagang pengumpul kebun berdasarkan harga yang berlaku di pasar, sehingga kedudukan petani dalam pemasaran yang lemah. Petani memiliki sedikit sekali posisi tawar yang kuat Struktur Pasar di Tingkat PPK Pedagang pengumpul kebun (PPK) di Kecamatan Pacet menghadapi struktur pasar persaingan sempurna. Hal ini disebabkan oleh jumlah penjual (petani) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pembeli (PPK). Pembeli dan penjual bebas keluar masuk pasar, selain itu juga PPK di Kecamatan Pacet bebas menentukan pasar tujuannya. Hanya saja permasalahan yang dihadapi keluar masuk pasar adalah permasalahan modal. Dalam hal ini PPK juga tidak dapat mempengaruhi harga pasar atau dengan kata lain PPK mengikuti mekanisme pasar. Sedangkan untuk memperoleh informasi PPK mendapatkan suumber informasi harga pasar diperoleh dari sesama pedagang. Jika dilihat dari sisi komoditi, produk yang ditawarkan bersifat homogen. 79

95 6.2.3 Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Besar dan STA Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar dan STA adalah mendekati pasar oligopoli. Hal ini berdasarkan jumlah penjual dan pembeli sedikit dibandingkan pembeli yaitu, jumlah pedagang besar/grosir lebih sedikit dibandingkan pedagang pengecer. Pedagang besar memilki ikatan yang erat antara sesama pedagang besar. saling melakuikan kerjasama. Hambatan yang terjadi untuk masuk menjadi pedagang besar adalah permasalahan modal. Selain itu pedagang besar dapat mempengaruhi harga yang terjadi, karena pedagang ini mampu memprediksikan harga berdasarkan jumlah pasokan dengan banyaknya permintaan dari pengecer. Hal ini mengidentifikasikan bahwa antara pedagang besar dan PPK dapat terjadi tawar menawar Struktur Pasar di Tingkat Pedagang Pedagang Pengecer Lembaga tataniaga terakhir sebelum konsumen akhir dalam sistem tataniaga wortel di Kecamatan Pacet ialah pedagang pengecer. Pedagang pengecer di Kecamatan Pacet menghadapi struktur pasar yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan jenis dari pedagang pengecer yang terlibat. Pedagang pengecer yang merupakan pasar modern (supermarket) menghadapi struktur pasar oligopoli, yang dimana jumlah supermarket relatif sedikit sedangkan jumlah konsumen banyak. Pasar modern dapat menetukan harga jual tinggi sehingga mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Namun tetap dengan melihat harga pasaran (pesaing). Jenis produk yang dipasarkan bersifat homogen yaitu jenis wortel lokal dengan kualitas relatif super. Terdapat hambatan untuk keluar maupun masuk pasar ini yakni kebutuhan modal yang besar untuk dapat menjadi pedagang pengecer dengan bentuk supermarket. Di sisi lain, akses informasi untuk memasuki pasar ini terbatas yang disebabkan persaingan antar supermarket Pedagang pengecer di pasar Depok dan Tangerang menghadapi struktur pasar yang lebih cenderung bersifat pasar bersaing, karena berdasarkan pada jumlah pedagang pengecer yang banyak dan jumlah konsumen juga banyak sehingga pedagang pengecer maupun konsumen tidak dapat mempengaruhi harga yangt berlaku. Harga terbentuk berdasarkan mekanisme pasar. Jenis barang yang diperjualbelikan bersifat homogen. Pedagang pengecer dapat dengan bebas keluar 80

96 masuk dan memperoleh informasi mengenai harga karena tidak ada hambatan untuk memasuki pasar ini. Rincian struktur pasar wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Stuktur Pasar pada Masing-Masing Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Struktur Tataniaga Lembaga Persaingan Persaingan Oligopoli Tataniaga Oligopoli Monopoli Sempurna Monopolistik Diferensiasi Petani v PPK Pedagang Besar STA v v v - - Pedagang v - v* - - Pengecer Ket : *) Pedagang pengecer (supermarket/modern) 6.3 Perilaku Pasar Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga suatu komoditas agribisnis dan lembaga-lembaga tataniaga tersebut menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan aktivitas jual beli termasuk bentuk keputusan-keputusan yang diambil dalam menghadapi struktur pasar tesebut. Perilaku pasar dapat diamati pada sistem penentuan harga, sistem atau cara pembayaran, sistem kerjasama, serta praktek jual beli antar lembaga tataniaga (wortel) Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga I Praktek Pembelian dan Penjualan a. Praktek Pembelian dan Penjualan di Tingkat Petani Petani wortel di Kecamatan Pacet hanya melakukan praktek penjualan saja. Petani pada saluran tataniaga I menjual hasil panennya kepada PPK. Praktek 81

97 penjualan yang terjadi pada umumnya terjadi dengan sistem borongan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Sistem pembayarannya pun dilakukan secara tunai setelah pemborong melakukan panen. Pada saluran tataniaga I secara umum tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena biaya ditanggung oleh pemborong (PPK), biaya yang dikeluarkan melainkan hanya biaya produksi. b. Praktek Pembelian dan Penjualan di Pedagang Pengumpul Kebun PPK pada saluran tataniaga I membeli wortel dari petani dengan sistem borongan maupun sistem timbang. Pada umumnya PPK telah memiliki langganan petani yang memasok hasil panennya kepada PPK. PPK membawa wortel yang telah dipanen ke tempat penyimpanannya (gudang) untuk kemudian dibersihkan (cuci) dan dijual. Pada saluran tataniaga I ini PPK menjual wortelnya kepada pedagang besar yang berada di Jakarta dan Bogor. Sistem pembayaran yang dilakukan yaitu dengan cara tunai atau paling lambat satu hari yaitu pada pengiriman berikutnya. c. Praktek Pembelian dan Penjualan di Pedagang Besar Pedagang besar yang menjadi responden pada saluran tataniaga I merupakan pedagang besar yang terdapat di Desa Sukatani, Ciherang dan Cipendawa. Pedagang besar tersebut memperoleh wortel dari PPK yang dijual kepadanya. Pedagang besar menerima wortel dalam kondisi wortel telah dibersihkan tanpa dicuci dan telah di packing dengan karung. Setelah wortel diantarkan PPK ke pedagang besar, pedagang besar kemudian melakukan pencucian dan memilah (sortasi) dan grading sebelum selanjutnya dijual kepada pedagang pengecer. Pembayaran yang dilakukan kepada PPK secara tunai atau paling lambat satu hari setelah wortel diterima pedagang besar atau pada saat pengiriman selanjutnya. Wortel yang telah dikumpulkan kemudian dibawa ke loss milik pedagang besar yang berada di pasar induk. Di pasar induk wortel dibagi-bagi sesuai dengan permintaan dari masingmasing pedagang pengecer. 82

98 d. Praktek Pembelian dan Penjualan di Pedagang Pengecer Pedagang pengecer melakukan pembelian wortel dari loss pedagang besar untuk kemudian dibawa ke kiosnya di pasar tradisional. Pedagang besar yang menyalurkan wortel ke pedagang pengecer biasanya sudah menjadi langganan tetap. Pedagang pengecer umumnya tidak hanya menjual satu komoditas saja, sehingga pedagang pengecer membeli wortel tidak dalam kapasitas yang besar dan sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Pembeli di tingkat pedagang pengecer merupakan konsumen akhir yang membeli wortel untuk konsumsi. Konsumen akhir secara langsung datang ke pasar tradisional untuk melakukan pembelian wortel tersebut Sistem Penentuan Harga a. Praktek Penentuan Harga di Tingkat Petani Petani pada setiap saliran tataniaga tidak dapat mempengaruhi penetapan harga, dimana petani hanya bertindak sebagai price taker (penerima harga) yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kuasa karena penentuan harga terbentuk secara alami dengan adanya mekanisme pasar (suplly demand wortel di pasar). Petani di lokasi penelitian dapat dengan bebas memilih untuk mendistribusikan wortelnya kepada pedagan manapun. Petani mendapatkan informasi harga dari PPK maupun dari sesama petani. b. Praktek Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengumpul Kebun PPK yang menyalurkan komoditinya ke pedagang besar menghadapi struktur pasar bersaing sehingga penentuan harga terjadi sama dengan penentuan harga seperti ditingkat petani, dimana harga dipatok terlebih dahulu oleh pedagang besar kemudian PPK mengambil margin atas selisih dari pembelian dari petani dan penjualan kepada pedagang besar. Jumlah PPK sebagai penjual yang menyalurkan komoditinya kepada pedagang besar banyak, dimana komoditi yang diperjualbelikan bersifat homogen yakni wortel dengan kualitas biasa. Tidak ada hambatan yang berarti untuk memasuki pasar ini, sehingga PPK maupun pedagang besar dapat dengan mudah keluar masuk pasar. Selain 83

99 itu, PPK maupun pedagang besar tidak dapat mempengaruhi terbentuknya harga disebabkan harga terbentuk atas mekanisme pasar. c. Praktek Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Besar Pennetuan harga di pedagang besar juga berdasarkan mekanisme pasar dan harga pasar yang berlaku. Hal ini tidak lain disebabkan oleh struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar mendekati pasar bersaing seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada struktur pasar tersebut, pedagang besar tidak dapat mempengaruhi terbentuknya harga sehingga harus mengikuti harga yang umumnya berlaku dipasaran. d. Praktek Penentuan Harga di Tingkat Pedagang Pengecer Sistem penentuan harga pada saluran tataniaga I dapat di bedakan menjadi dua, yaitu antara sistem penetuan harga oleh pedagang pengecer dari pasar modern (supermarket) dan sistem penentuan harga oleh pedagang pengecer di pasar becek (pasar tradisional). Harga yang ditentukan pedagang pengecer supermarket lebih tinggi dibanding dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang pengecer di pasar tradisional. Sistem penentuan harga berdasarkan kualitas wortel yang diperjualbelikan, kualitas wortel di supermarket lebih baik dibanding dengan wortel yang dipasarkan di pasar tradisional. Selain itu biaya tataniaga yang dikelurakan serta keuntungan yang diinginkan juga mempengaruhi penentuan harga jual di supermarket. Penentuan harga jual di pasar tradisonal berbeda dengan penentuan harga di supermarket dikarenakan oleh penentuan harga dipasar tradisional lebih kepada mengikuti harga keseimbangan atau harga pasaran sesuai dengan supply demand yang ada di pasar Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama anatar lembaga tataniaga perlu untuk dilakukan karena dapat memperlancar terjadinya proses tataniaga hingga komoditi sampai ke konsumen akhir. Berikut merupakan pemaparan mengenai kerja sama antar tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang telibat pada saluran tataniaga I. 84

100 a. Kerjasama Antara Petani dengan Pedagang Pengumpul Kebun Kerjasama antaa petani dan PPK dapat ilihat melalui kegiatan penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Kerjasama tersebut terjalin karena kedua belah pihak umumnya sudah saling mengenal sebab masih bermukim di satu wilayah (desa) yang sama. Oleh sebab itu hubungan kemitraan dilandasi oleh keuntungan dan kekerabatan. Kerjasam lain yang terbentuk antara petani dan PPK yaitu biasanya PPK memberi bantuan pinjaman modal kepada petani yang kekurangan modal. Modal tersebut umumnya dibayar setelah panen dimana panennya kemudian dibeli oleh PPK. b. Kerjasama Antara Pedagang Pengumpul Kebun dengan Pedagang Besar Kerjasama antara PPK dengan pedagang besar yang dimaksud merupakan kerjasama yang terjalin atas kebutuhan masing-masing pihak untuk menerima dan menyalurkannya kembali kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Dalam hal ini, PPK sebagai pihak yang menyalurkan (menjual) wortel kepada pedagang besar. Pedagang besar sangat terbantu dengan adanya peranan PPK dan begitu pula sebaliknya. PPK terbantu dalam bentuk adanya pasar sasaran atas wortel yang dibelinya dari petani, sedangkan pedagang besar terbantu dalam pengadaan wortel untuk memenuhi permintaan dari lembaga tataniaga berikutnya (pedagang pengecer). c. Kerjasama Antara Pedagang Besar dengan Pedagang Pengecer Bentuk kerjasama yang terjalin antara kedua belah pihak ini (pedagang besar dan pedagang pengecer) yaitu pedagang besar secara kontinyu menyalurkan wortel kepada pedagang pengecer dalam artian bahwa pedagang pengecer selalu memiliki persedian wortel untuk memenuhi permintaan konsumen akhir. Disisi lain kondisi seperti ini juga akan menguntungkan pedagang besar karena wortel yang dimilikinya akan terserap. Sehingga kerjasama yang terjalin akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. 85

101 d. Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen Kerjasama sama yang terjalin antara pedagang pengecer dan konsumen akhir merupakan kerjasama antara kedua belah pihak yang terjadi di pasar tradisional. Kerjasama tersebut terbentuk diantara kedua belah pihak dimana pedagang pengecer menyediakan wortel yang akan dijual ke konsumen dan konsumen menyiapkan modal berupa uang tunai untuk membeli wortel dari pedagang pengecer untuk kemudain dikonsumsinya Perilaku Pasar pada Saluran Tatataniaga II Praktek Pembelian dan Penjualan Pada sistem saluran tataniaga II terdapat tataniaga yang terlibat antara lain petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pada saluran ini petani mengambil peran PPK dengan menjual wortel langsung kepada pedagang besar. Pada saluran tataniaga II ini petani tidak menggunakan jasa PPK melainkan petani langsung menjual wortel ke pedagang besar yang terdapat di Desa Sukatani. Pedagang besar melakukan pembelian wortel langsung dari petani dengan sistem borong dan pembayaran tunai. Praktek penjualan yang dilakukan oleh pedagang besar di Desa Sukatani adalah penjualan wortel kepada pedagang pengecer yang berada di pasar tradisional seperti pasar Cimanggis, Pasar Family dan Pasar Klender. Apabila wortel yang berada di pedagang pengecer tidak habis terjual maka pedagang pengecer akan menurunkan harga jual agar wortel yang dimilikinya habis terjual guna menghindari kerugian yang lebih besar akibat wortel tidak laku atau busuk Sistem Penentuan Harga Pada saluran tataniaga II ini lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga ini petani langsung menjual wortelnya kepada pedagang besar di desa. Ppenentuan harga yang dilakukan antara petani dan pedagang besar adalah berdasarkan mekanisme dan informasi harga pasar yang diperoleh antara 86

102 petani dan pedagang besar. Pada saat penelitian ini dilakukan, harga wortel dari petani ke pedagang besar sebesar Rp1.200/Kg. Sistem penentuan harga ditingkat pedagang besar juga dilakukan berdasarkan mekanisme pasar yang ada. Namun harga jual ditingkat pedagang besar juga dipengaruhi oleh besarnya biaya tataniaga yang dikeluarkan, harga beli, tingkat keuntungan yang ingin diraih, dan juga harga jual wortel di pedagang besar lainnya. Penentuan harga dipedagang pengecer juga tidak berbeda dengan penentuan harga yang terjadi ditingkat pedagang besar yaitu sesuai dengan mekanisme pasar, biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengecer, keuntungan yang diinginkan serta harga yang ditawarkan pedagang pengecer lainnya (pesaing) Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga dalam sistem saluran tataniaga II dapat dilihat dari jalinan kerjasama antara petani dengan pedagang besar, pedagang besar dengan pedagang pengcer serta pedagang pengecer dengan konsumen akhir. a. Kerjasama Antara Petani dengan Pedagang Besar Kerjasama yang terjalin antara petani dengan pedagang besar yang dimaksud adalah pedagang besar yang terdapat di Desa Sukatani dapat memenuhi kebutuhan penjualan wortelnya yang berasal dari petani langsung begitu juga sebaliknya, bagi petani keberadaan pedagang besar dapat membantu dalam pemasaran pada wortel yang dihasilkannya. Selain itu keuntungan lain yang diperoleh petani ialah petani dapat memperoleh keuntungan lebih dibanding menjual melalui PPK. Petani yang menjual langsung ke pedagang besar umumnya merupakan petani yang memiliki jumlah panen wortel dalam kapasitas besar. Selanjutnya pedagang menyediakan biaya berupa modal guna membeli wortel yang dihasilkan oleh petani. 87

103 b. Kejasama Antara Pedagang Besar dengan Pedagang Pengecer Kerjasama yang terjalin antara kedua belah pihak terjadi di pasar pasar tradisional PIKJ. Kerjasama berupa pedagang besar selalu menyediakan wortel yang akan dijual pedagang pengecer dan sebaliknya pedagang pengecer dapat memenuhi permintaan konsumen akhir yang ingin membeli wortel di kiosnya. c. Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen Kerjasama antara pedagang pengecer dan konsumen yang dimaksud ialah kerjasama yang terbentuk di Pasar Cimanggis, Pasar Family dan Pasar Klender. Selanjutnya konsumen akhir mempersiapkan biaya berupa modal untuk membeli wortel dari pedagang pengecer tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga III Praktek Pembelian dan Penjualan Pada sistem saluran tataniaga III terdapat tataniaga yang terlibat antara lain petani, dan pedagang pengecer. Pada saluran ini petani mengambil peran PPK dan pedagang besar dengan menjual wortel langsung kepada pedagang pengecer. Hal ini dilakukan karena adanya hubungan kekerabatan antar petani dengan pedagang pengecer yang berada di Pasar TU Bogor dan Warung Jambu. Petani mengantarkan langsung wortel ke pedagang pengecer untuk selanjutnya dibayar secara tunai atau selambat-lambatnya pada saat pengiriman berikutnya (keesokan harinya). Wortel yang telah dibeli dari petani selanjutnya akan dijual pedagang pengecer kepada konsumen akhir dimana pedagang pengecer tersebut berjualan Sistem Penentuan Harga Pada saluran tataniaga III ini lembaga tataniaga yang terlibat diantaranya petani dan pedagang pengecer. Pada saluran tataniaga ini petani langsung menjual wortelnya kepada pedagang besar di desa. Penentuan harga yang dilakukan antara petani dan pedagang pengecer adalah berdasarkan mekanisme dan informasi harga pasar yang diperoleh antara petani dan 88

104 pedagang besar. Pada saat penelitian ini dilakukan, harga wortel dari petani ke pedagang besar sebesar Rp1.800/Kg. Penentuan harga dipedagang pengecer juga sesuai dengan mekanisme pasar, biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan pedagang pengecer, keuntungan yang diinginkan serta harga yang ditawarkan pedagang pengecer lainnya Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga dalam sistem saluran tataniaga III dapat dilihat dari jalinan kerjasama antara petani dengan pedagang pengcer serta pedagang pengecer dengan konsumen akhir. a. Kerjasama Antara Petani dengan Pedagang Pengecer Kerjasama yang terjalin antara petani dengan pedagang pengecer ialah dimana petani dapat secara langsung memasarkan wortelnya kemudian memperoleh keuntungan yang lebih dikarenakan peran dari PPK dan pedagang besar diambil alih olehnya. Pedagang pengecer mendapat keuntungan karena mendapat wortel yang lebih fresh, harga belinya pun lebih murah dibandingkan jika membeli dari pedagang besar. b. Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen Kerjasama antara pedagang pengecer dan konsumen yang dimaksud ialah kerjasama yang terbentuk di Pasar TU Bogor dan Pasar Warung Jambu. Selanjutnya konsumen akhir mempersiapkan biaya berupa modal dalam bentuk uang tunai untuk membeli wortel dari pedagang pengecer tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya Perilaku Pasar pada Saluran Tataniaga IV Praktek Pembelian dan Penjualan Petani wortel di Kecamatan Pacet hanya melakukan praktek penjualan saja. Petani pada saluran tataniaga IV menjual hasil panennya kepada PPK. Praktek penjualan yang terjadi pada umumnya terjadi dengan sistem borongan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Sistem pembayarannya pun dilakukan secara tunai setelah pemborong melakukan 89

105 panen. Pada saluran tataniaga IV secara umum tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena biaya ditanggung oleh pemborong (PPK), biaya yang dikeluarkan melainkan hanya biaya produksi. PPK kemudian membawa wortel yang telah dipanen ke tempat penyimpanannya (gudang) untuk kemudian dibersihkan (cuci) dan dijual. Pada saluran tataniaga IV ini PPK menjual wortelnya kepada STA. Sistem pembayaran yang dilakukan yaitu dengan cara tunai atau paling lambat satu hari yaitu pada pengiriman berikutnya. STA menerima wortel dalam kondisi wortel telah dibersihkan tanpa dicuci dan telah di packing dengan karung. Setelah wortel diantarkan PPK ke STA, STA kemudian melakukan sortasi, grading, dan wrapping sebelum selanjutnya dijual kepada pedagang pengecer. Pedagang pengecer berasal dari Pasar Senen dan Supermarket (giant). Selanjutnya setelah barang siap, STA mengantarkan ke pedagang pengecer tersebut. pedagang pengecer selanjutnya menjual kepada konsumen akhir yang membeli wortel untuk konsumsi. Konsumen akhir secara langsung datang ke pasar tradisional untuk melakukan pembelian wortel tersebut Sistem Penentuan Harga Petani tidak dapat mempengaruhi penetapan harga, dimana petani hanya bertindak sebagai price taker (penerima harga) yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kuasa karena penentuan harga terbentuk secara alami dengan adanya mekanisme pasar. Petani di lokasi penelitian dapat dengan bebas memilih untuk mendistribusikan wortelnya kepada PPK manapun. PPK yang menyalurkan komoditinya ke STA menghadapi struktur pasar bersaing, dimana harga mengikuti harga pasaran yang berlaku ditingkat pedagang besar. PPK maupun STA tidak dapat mempengaruhi terbentuknya harga disebabkan harga terbentuk atas mekanisme pasar. Sistem penentuan harga pada saluran tataniaga IV dapat di bedakan menjadi dua, yaitu antara sistem penetuan harga oleh pedagang pengecer dari pasar modern (supermarket) dan sistem penentuan harga oleh pedagang pengecer di Pasar Senen. Harga yang ditentukan pedagang pengecer supermarket lebih 90

106 tinggi dibanding dengan harga yang ditetapkan oleh pedagang pengecer di pasar tradisional. Sistem penentuan harga berdasarkan kualitas wortel yang diperjualbelikan, kualitas wortel di supermarket lebih baik dibanding dengan wortel yang dipasarkan di pasar tradisional. Selain itu biaya tataniaga yang dikelurakan serta keuntungan yang diinginkan juga mempengaruhi penentuan harga jual di supermarket. Penentuan harga jual di pasar tradisonal berbeda dengan penentuan harga di supermarket dikarenakan oleh penentuan harga dipasar tradisional lebih kepada mengikuti harga keseimbangan atau harga pasaran Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Kerjasama antar lembaga tataniaga dalam sistem saluran tataniaga IV dapat dilihat dari jalinan kerjasama antara petani dengan PPK. PPK dengan STA, STA dengan pedagang pengecer serta pedagang pengecer dengan konsumen akhir. a. Kerjasama Antara Petani dengan Pedagang Pengumpul Kebun Kerjasama antara petani dengan PPK pada umumnya terjalin karena kedua belah pihak sudah saling mengenal sebab masih bermukim di satu wilayah (desa) yang sama. Oleh sebab itu hubungan kemitraan dilandasi oleh keuntungan dan kekerabatan. Kerjasam lain yang terbentuk antara petani dan PPK yaitu biasanya PPK memberi bantuan pinjaman modal kepada petani yang kekurangan modal. Modal tersebut umumnya dibayar setelah panen dimana panennya kemudian dibeli oleh PPK. b. Kejasama Antara Pedagang Pengumpul Kebun dengan Sub Terminal Agribisnis (STA) Kerjasama antara PPK dengan STA yang dimaksud merupakan kerjasama yang terjalin atas kebutuhan masing-masing pihak untuk menerima dan menyalurkannya kembali kepada lembaga tataniaga selanjutnya. Dalam hal ini, PPK sebagai pihak yang menyalurkan (menjual) wortel kepada pedagang besar. STA sangat terbantu dengan keterlibatannya karena dapat membantu petani sebagai wadah pemasaran selain itu tujuan dari adanya STA juga dapat 91

107 membantu petani yang belum memiliki pasar. PPK juga terbantu dengan adanya pasar sasaran atas wortel yang dibelinya dari petani. c. Kerjasama Antara Sub Terminal Agribisnis (STA) dengan Pedagang Pengecer Bentuk kerjasama yang terjalin antara kedua belah pihak ini (STA dan pedagang pengecer) yaitu STA secara kontinyu dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga pemasaran dan menyalurkan wortel kepada pedagang pengecer sehingga pedagang pengecer selalu memiliki persedian wortel untuk memenuhi permintaan konsumen akhir. Sehingga kerjasama yang terjalin akan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. d. Kerjasama Antara Pedagang Pengecer dengan Konsumen Kerjasama antara pedagang pengecer dan konsumen yang dimaksud ialah kerjasama yang terbentuk di Pasar Senen dan Supermarket. Selanjutnya konsumen akhir mempersiapkan biaya berupa modal untuk membeli wortel dari pedagang pengecer tersebut guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan penjelasan diatas, maka analisis tentang perilaku pasar wortel di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel

108 Tabel 17. Perilaku Pasar yang Dihadapi oleh Lembaga Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Perilaku Pasar Saluran dan Lembaga Tataniaga Praktek Pembelian dan Penjualan Sistem Penentuan Harga Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga I Petani v - v Pedagang Pengumpul Kebun v v v Pedagang Besar v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga II Petani v - v Pedagang Besar v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga III Petani v v v Pedagang Pengecer v v v Saluran Tataniaga IV Petani v - v Pedagang Pengumpul Kebun v v v Sub Terminal Agribisnis (STA) v v v Pedagang Pengecer v v v Keterangan : ( v ) Dilakukan oleh lembaga tataniaga ( - ) Tidak dilakukan oleh lembaga tataniaga 6.4 Keragaan Pasar Keragaaan pasar umumnya dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Keragaan pasar mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga wortel, keuntungan lembagalembaga tataniaga yang terlibat serta nilai margin yang terletak pada saluran tataniaga. Pada Tabel 18 dapat dilihat presentasi total biaya tataniaga, keuntungan, dan margin tataniaga wortel di Kecamatan Pacet. 93

109 Tabel 18. Presentasi Total Biaya Tataniaga, Keuntungan dan Margin Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Uraian Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV Biaya Tataniaga (%) 37,47 23,11 25,67 20,45 Keuntungan (%) 39,19 58,00 61,96 29,85 Margin Tataniaga (%) 76,67 81,11 87,63 50,30 Pada Tabel 18 dapat dilihat bahwa perbedaan-perbedaan antara biaya tataniaga, keuntungan serta margin tataniaga wortel yang diperoleh. Pada saluran tataniaga I, saluran tataniaga II dan saluran tataniaga III terdapat margin yang tinggi. Hal ini dikarenakan karakteristik pasar yang dihadapai oleh ketiga saluran tataniaga tersebut merupakan pasar persaingan sempurna yaitu ang dicirikan dengan banykanya penjual dan pembeli, produk yang dijual homogen, mudahnya keluar masuk pasar serta tidak adanya hambatan untuk masuknya pelaku pasar kedalam pasar tersebut Margin Tataniaga Efisiensi tataniaga suatu produk salah satunya dapat dilihat melalui analisis margin tataniaga yaitu dengan melihat perbedaan yang terjadi disetiap lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat. Besar dan kecilnya margin tataniaga dapat ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan yang diterima oleh lembaga tataniaga. Besarnya biaya-biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh setiap lembaga tataniaga sesuai dengan saluran-saluran yang ditempuhnya, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 2. Biaya-biaya yang dikeluarkan antara lain biaya tenaga kerja, penyusutan, transportasi, pengemasan, komunikasi, bongkar muat, retribusi, listrik dan sewa kios. Sedangkan dari sisi keuntungan dapat diukur dari besarnya imbalan jasa yang diterima atas biaya yang dikelurkan dalam penyaluran wortel. Pada saluran tataniaga I, petani tidak mengelurkan biaya tataniaga tetapi biaya ditanggung oleh PPK selaku lembaga tataniga selanjutnya. Jumlah biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh PPK yaitu sebesar Rp 372,5/kg wortel. Biaya tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, penyusutan, pengemasan, komunikasi dan 94

110 listrik yang masing-masing sebesar Rp 200/kg, Rp 100/kg, Rp 40/kg, Rp 2,5/kg dan Rp 10/kg wortel. Lembaga lain yang terlibat dalam saluaran tataniaga I yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer, dimana total biaya yang dikeluarkan masingmasing sebesar Rp 295,42/kg dan Rp 456,26/kg wortel. Lembaga tataniaga yang memperoleh keuntungan paling besar yaitu pedagang pengecer, yaitu sebesar Rp 743,74/kg wortel. Keuntungan yang diperoleh PPK tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer. Hal ini terjadi karena jauhnya jarak antara kedua lembaga ini sehingga harga yang diterapkan oleh pedagang pengecer lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada PPK karena biaya-biaya yang dikeluarkan. Pada saluran tataniaga II, yang terlibat antara lain petani, pedagang besar dan pedagang pengecer. Dalam saluran ini, sama halnya dengan saluran tataniaga I dimana petani tidak mengeluarkan biaya tataniga. Total biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar dan pedagang pengecer tersebut masing-masing sebesar Rp 583,90/kg dan Rp 456,26/kg wortel. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh kedua lembaga tataniaga tersebut terdiri dari biaya tenaga kerja, transportasi, penyusutan, pengemasan, sewa kios, bongkar muat, retribusi dan listrik. Pada saluran tataniga III petani mengambil peran PPK dan pedagang besar karena dalam hal ini petani langsung mendistribusikan wortel yang dipanennya ke pedagang pengecer yang berada di Bogor. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani yaitu sebesar Rp 265,83/kg wortel yang terdiri dari biaya panen, pencucian, sortasi, pengemasan dan pengangkutan. Keuntungan yang diperoleh petani pada saluran tataniaga III ini cukup besar yaitu sebesar Rp 1101,22/kg wortel dari harga jual Rp 1.800/kg. Pedagang pengecer selaku lembaga yang menerima wortel sekaligus mendistribusikan kembali wortel ke konsumen akhir mengeluarkan biaya tataniaga sebesar Rp 632,64/kg dengan keuntungan diterima yaitu sebesar Rp 1067,36/ kg dari harga jual Rp 3.500/kg. Pada saluran tataniaga IV hampir sama halnya dengan saluran tataniaga I, perbedaannya terletak pada peran pedagang besar dilakukan oleh STA. Petani dalam saluran tataniaga ini tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena biaya tersebut ditanggung oleh PPK. Biaya yang dikeluarkan PPK terhitung sebesar Rp 95

111 180/kg yang terdiri atas biaya tenaga kerja, transportasi,penyusutan, pengemasan, dan biaya listrik. Keuntungan yang diperoleh PPK sebesar Rp 420/kg. PPK kemudian mendistribusikan wortel ke STA yang kemudian dilakukan beberapa perlakuan. Biaya yang dikeluarkan STA sebesar Rp 554,89/kg dengan keuntungan sebesar Rp 645,11/kg dari harga jual sebesar Rp 2.600/kg wortel. Wortel selanjutnya didistribusikan kepada pedagang pengecer. Biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 632, 64/kg dengan keuntungan sebesar Rp 767,36/kg dari harga jual sebesar Rp 4.000/kg. Berikut adalah rincian perhitungan dari biaya, margin dan keuntungan tataniaga wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Lampiran Farmer s Share Hasil pembagian harga yang diterima oleh petani dibandingkan dengan harga di konsumen akhir dapat diketahui dengan menggunakan analisis Farmer Share s. Farmer Share s ditentukan dalam persentase (%) perbandingan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir, dimana farmer s share juga memiliki hubungan negatif dengan margin tataniaga. Semakin tinggi margin tataniaga maka sebaliknya bagian yang didapatkan oleh petani akan semakin kecil. Bagian harga terbesar dalam saluran tataniaga wortel terdapat pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 51,43 persen karena petani bertindak juga sebagai PPK dan pedagang besar. Sedangkan farmer s share terkecil terjadi pada saluran tataniaga II yakni sebesar 18,89 persen. Hal ini menunjukkan bahwa padia saluran tataniaga tersebut kurang menguntungkan karena terdapat margin yang cukup besar antara harga ditingkat petani dengan harga ditingkat konsumen akhir. Pada saluran tataniaga I dan IV cukup menguntungkan dibandingkan dengan saluran tataniaga II. Pada saluran tataniaga II dan IV pedagang besar dan STA juga menyakurkan wortelnya ke pasar modern (supermarket), farmer s share atas penjualan wortel ke pasar modern akan semakin kecil diakibatkan oleh margin tataniaga yang semakin besar. Farmer Share s pada sistem tataniaga wortel dapat dilihat pada Tabel

112 Tabel 19. Farmer s share pada Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Saluran Tataniaga Harga Di Tingkat Harga di Farmer's Share Konsumen Akhir Tingkat (%) (Rp/Kg) Petani Pasar Pasar Pasar Pasar (Rp/Kg) Lokal Modern Lokal Modern ,33 - Saluran Tataniaga I ,89 0,13 Saluran Tataniaga II Saluran Tataniaga III , ,00 0,12 Saluran Tataniaga IV Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis rasio keuntungan biaya digunakan untuk mengukur penyebaran keuntungan pada setiap loembaga tataniaga yang terlibat dalam setiap saluran tataniaga. Pada saluran tataniaga I petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga sehingga tidak dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya. Tiga lembaga tataniaga yang dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya yaitu PPK sebesar 0,61, pedagang besar sebesar 0,69 dan pedagang pengecer sebesar 1,63. Total rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga I yaitu sebesar 2,93 yang berarti bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 2,93. Pada saluran tataniaga II total rasio keuntungan dan biayanya mencapai 5,50 yang menandakan bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,50. Pada saluran tataniaga ini hanya terdapat dua lembaga tataniaga yang dapat dilihat rasio keuntungan dan biayanya yaitu pedagang besar dan pedagang pengecer. Saluran tataniaga III memiliki rasio keuntungan dan biaya sebesar Rp 5,83/kg yang menunjukkan bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 5,83. Dalam saluran ini lembaga yang dapat dianalisis rasio keuntungan biayanya adalah petani dan pedagang pengecer. Pada saluran ini petani dapat dihitung rasio keuntungan dan biayanya karena pada 97

113 saluran tataniaga ini, petani mengeluarkan biaya tataniaga tidak sama halnya dengan petani pada saluran I dan II. Sedangkan pada saluran tataniaga IV terdapat tiga lembaga tataniga yang dapat dianalisis rasio keuntungan dan biayanya yaitu PPK, STA dan pedagang pengecer. Jumlah rasio keuntungan dan biaya yang diperoleh pada saluran tataniaga ini yaitu sebesar Rp 4,70/kg. Dengan kata lain bahwa setiap Rp 1/kg yang dikeluarkan maka akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 4,70. Berdasarkan uarain diatas rasio keuntungan dan biaya terbesar yaitu pada saluran tataniaga III yaitu sebesar 5,83. Pada Tabel 20 dapat dilihat mengenai rincian perhitungan rasio keuntungan dan biaya lembaga-lembaga tataniaga pada masing-masing sluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet. Tabel 20. Rasio Keuntungan dan Biaya Lembaga Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Lembaga Tataniaga Saluran Tataniaga I II III IV Petani Li 1.101,23 Ci 265,83 Rasio Li/Ci 4,14 PPK Li 227,50 420,00 Ci 372,50 180,00 Rasio Li/Ci 0,61 2,33 Pedagang Besar/ STA Li 204,58 466,10 645,11 Ci 295,42 583,90 554,89 Rasio Li/Ci 0,69 0,80 1,16 Pedagang Pengecer Li 743, , ,36 767,36 Ci 456,26 456,26 632,64 632,64 Rasio Li/Ci 1,63 4,70 1,69 1,21 Keterangan : Li : Keuntungan Ci : Biaya 98

114 6.5 Analisis Efisiensi Tataniaga Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu pemasaran suatu produk atau jasa. Efisiensi tataniaga dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang konsumen (pembeli) dan sudut pandang penjual. Perbedaan ini timbul karena adanya perbedaan kepentingan antara konsumen dan produsen. Penjual menganggap suatu sistem tataniaga efisien apabila dapat menghasilkan keuntungan tinggi baginya. Sebaliknya konsumen menganggap sistem tataniaga efisien apabila konsumen mudah mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga yang rendah. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mubyarto (1994), bahwa efisiensi tataniaga dapat tejadi jika : (1) Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya dan, (2) Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konseumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Efisiensi tataniaga wortel di Kecamatan Pacet dapat dilihat dengan membandingkan total biaya yang dikeluarkan, penerimaan petani berdasarkan harga yang dijual di lembaga terakhir, dan margin tataniaga. Berikut merupakan indikator efisiensi tataniaga wortel pada masing-masing saluran tataniaga di Kecamatan Pacet Kabupaten Bogor tahun Tabel 21. Nilai Efisiensi Tataniaga pada Masing-masing Saluran Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (per kilogram) pada Tahun 2012 Saluran Pemasaran Keuntungan (Rp/Kg) Total Biaya (Rp/Kg) Margin (Rp) Farmer Share (%) Li/Ci I 1.175, , ,33 1,05 II 2.609, , ,89 2,51 III 2.168,59 898, ,43 2,41 IV 1.832, , ,00 1,34 Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet yang paling efisien dapat dilihat dari beberapa langkah analisis diantaranya : (1) Mengetahui nilai margin yang terjadi di setiap saluran tataniaga yang terdiri dari lembaga tataniaga yang 99

115 terlibat pada saluran tersebut. Saluran III merupakan saluran tataniaga yang memiliki margin terkeci yaitu sebesar Rp Nilai itu terjadi karena pendeknya saluran tataniaga atau sedikitnya lembaga tataniaga yang terlibat. Dari sisi margin margin tataniaga yang diperoleh, saluran tataniaga III dapat dikatakan lebih efisien dari saluran tataniaga lainnya. Namun hal ini belum dapat secara umum menentukan apakah saluran III lebih efisien dari saluran tataniaga lainnya. Untuk itu perlu dianalisis lebih lanjut. (2) Mengetahui nilai farmer s share pada setiap saluran tataniaga, berdasarkan Tabel 21 farmer s share tertinggi terdapat pada saluran III sebesar 51,43 persen. Tingginya farmer s share pada saluran tataniaga III disebabkan oleh tingginya harga jual ditingkat petani yang disebabkan oleh petani mengambil peran PPK dan pedagang besar. Dari kedua indikator tersebut saluran tataniaga III dikatakan sebagai saluran tataniaga yang paling efisien dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya. Saluran tataniaga III juga dapat dikatakan efisien jika merajuk pada konsep efisien pemasaran menurut Mubyarto (1994). Saluran tataniaga III Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya. Hal ini sesuai dengan total biaya dari masing-masing saluran tataniaga pada Tabel 21. Saluran tataniaga I, II, III, dan IV masing-masing mengeluarkan total biaya tataniaga sebesar Rp 1.124,18, Rp 1.040,15, Rp 898,47, dan Rp 1.367,53. Dari biaya tersebut, saluran tataniaga III mengeluarkan biaya yang paling kecil. Dari keempat saluran tataniaga tersebut juga saluran III merupakan salah satu saluran yang mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 20. Pada saluran I dapat dikatakan bahwa pembagian keuntungan yang cukup merata yang dapat dilihat dari Rasio Li/Ci. Pedagang pengecer umumnya mendapatkan rasio keuntungan yang lebih besar karena secara kuantitas yang dijual lebih sedikit dibanding dengan pedagang besar dan PPK. Rasio Li/Ci yang diperoleh oleh masing-masing lembaga tataniaga yang telibat (PPK, pedagang besar dan pedagang pengecer) pada saluran tataniaga I yaitu 0,61, 0,69 dan 1,63. Namun jika dilihat dari rasio Li/Ci secara keseluruhan, saluran tataniaga I 100

116 memberi keuntungan yang kecil yaitu sebesar Rp 1,05 dari setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan. Saluran tataniaga II secara teknis lebih melibatkan sedikit lembaga tataniaga dibanding saluran tataniaga I. Saluran tataniaga II tidak mampu memberikan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen. Hal ini ditunjukkan pada kesenjangan dari Rasio Li/Ci antara pedagang besar dan pedagang pengecer yaitu masing-masing sebesar 0,80 dan 4,70,eskipun secara keseluruhan rasio Li/Ci yang dihasilkan pada saluran tataniaga ini paling besar yaitu sebesar 2,51. Saluran tataniaga III melibatkan dua lembaga tataniaga yaitu petani dan pedang pengecer. Masing-masing memperoleh Li/Ci sebesar 4,14 dan 1,69. Hal ini dirasa cukup adil mengingat bahwa petani lebih banyak melakukan fungsifungsi tataniaga karena mengambil peran pedagang besar dan PPK. Selain itu, secara keseluruhan saluran tataniaga III memberikan Li/Ci cukup besar yaitu sebesar 2,41. Saluran tataniaga IV kurang dapat memberikan kesejahteraan yang merata kepada setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Rasio Li/Ci masing lembaga tataniaga yaitu PPK sebesar 2,33, STA sebesar 1,16 dan, pedagang pengecer sebesa 1,21. Tidak meratanya kesejahteraan pada saluran tataniaga IV dapat dilihat pada Li/Ci yang diterima PPK jauh lebih besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lain padahal secara teknis, fungsi dan aktivitas yang dilakukan tidak banyak (dilihat dari Li yang kecil). Selain itu secara total Li/Ci yang diperoleh tidak begitu besar yaitu sebesar 1,34. Berdasarkan perhitungan efisiensi tataniaga di Kecamatan Pacet untuk komoditas wortel dapat dikatakan bahwa saluran tataniaga yang paling efisisen yaitu saluran III dimana dari saluran tersebut mengeluarkan biaya terendah, pembagian kesejahteraan yang merata, margin yang paling kecil serta Farmer;s Share yang paling besar dibandingkan dengan saluran tataniaga lainnya.secara keseluruha juga saluran tataniaga III mampu memberi keuntungan yang cukup besar sesuai dengan Li/ Ci (Tabel 21) sebesar 2,41 yang berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 2,

117 Dengan demikian petani sebaiknya menggunakan saluran tataniaga III karena dapat memberikan keuntungan yang lebih besar untuk petani dan biaya yang dikeluarkannya lebih kecil. Akan tetapi untuk menjalankan sistem saluran tataniaga III petani harus mempunyai kekuatan dari sisi modal dan pasar, karena pada saluran ini dimana petani mengambil peran tataniaga lainnya sepeprti PPK dan pedagan besar. Oleh sebab itu sangat dibutukan adanya kombinasi modal, akses pasar dan akses informasi pasar. 102

118 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur. maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Saluran tataniaga wortel di Kecamatan Pacet melibatkan beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul kebun (PPK), Sub Terminal Agribisnis (STA), pedagang besar sampai pedagang pengecer. Dari masingmasing lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniga wortel sampai ke konsumen terdapat empat saluran tataniaga. Masing-masing lembaga tataniaga menghadapi proses tataniaga yang berbeda yang dan dapat dilihat berdasarkan fungsi- fungsi pemasaran, struktur, perilaku pasar dan keragaan pasar. Fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembaga lembaga pemasaran yang terlibat meliputi fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas yang sudah dilakukan cukup baik, namun belum tepat dilakukan oleh petani. Struktur pasar yang dihadapi oleh petani, PPK dan sebagian pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan struktur pasar yang dihadapi STA dan pedagang besar cenderung mengarah ke pasar persaingan oligopoli. Dan sebagian pedagang pengecer (supermarket) menghadapi struktur pasar oligopoli. Perilaku pasar yang dihadapi dalam praktek penjualan dan pembelian telah menjalin kerjasama yang erat dan cukup baik antara lembaga tataniaga. 2. Analisis terhadap sistem tataniaga wortel di Kecamatan Pacet menunjukkan bahwa sebaran marjin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing-masing lembaga tataniaga berbeda-beda sesuai dengan fungsi tataniaga yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Marjin terbesar terdapat pada saluran II dan terkecil pada saluran III. Secara operasional dari empat pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga III lebih efisien jika dilihat dari nilai margin yang merata di setiap lembaga 103

119 tataniaga yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Li/Ci ratio) yang paling besar. 7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian tataniaga wortel di Kecamatan Pacet, yang perlu menjadi perhatian dalam upaya meningkatkan pendapatan petani serta lembaga-lembaga tataniaga lainnya yaitu meningkatkan saluran tataniaga III dimana peran petani yang mengambil peranan lembaga lain seperti PPK dan pedagang besar. Sehingga dalam hal ini petani akan menjadi lebih mandiri. Selain itu, untuk mewujudkan hal ini maka sebaiknya petani lebih meningkatkan akses pasar, modal serta akses informasi terhadap pasar. Pada saluran tataniaga lain (saluran I, II dan IV) sebaiknya petani melakukan fungsi-fungsi tataniaga (fungsi fisik dan fasilitas) yang sebenarnya dapat dilakukan. Hal lain yang menjadi saran seperti para petani sebaiknya tidak menjual dengan sistem borong, sehingga dengan demikian petani juga tidak merasa dirugikan dan akan mendapatkan nilai jual lebih dibanding dengan sistem yang umum digunakan para petani di Kecamatan Pacet. 104

120 DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka, Ratna W Pemasaran Pertanian : Suatu Kajian Teoritik dan Empirik. Jurusan Sosek Faperta. Institut Pertanian Bogor Asmarantaka, Ratna W Pemasaran Produk-produk Pertanian dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Editor Nunung Kusnadi, dkk. IPB Press. Bogor [BPS] Bada Pusat Statistik Produksi Sayuran di Indonesia Tahun Jakarta : BPS Dahl, D.C. and Hammond J. W Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York Dahl, D.C and Hammond, J.W Market and Price Analysis. The Agriculture Industries. Mc. Graw-Hill Inc. New York Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat Produksi Sayuran Tahun Menurut Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pertanian Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian Data Nilai PDB Hortikultura Berdasaran Harga Berlaku dari Tahun Jakarta Kantor Kecamatan Pacet Monografi Daerah Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Limbong dan Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian (Bahan Kuliah Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian). Institut Pertanian Bogor. Bogor Limbong, W.H dan P Sitorus Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmuilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Maharani, D Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostretus) di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten 105

121 Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Meryani, N Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, kabupaten Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta Peranginangin, B Analisis Tataniaga Markisa Ungu di Kabupaten Karo di Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara [skrispsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Purba, Analisis Tataniaga Ubi Jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Rahma, S Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, Studi kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Sihombing, AS Analisis Sistem Tataniaga Nenas Bogor di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor 106

122 LAMPIRAN 107

123 Lampiran 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Wortel Tahun *) Provinsi Tahun 2010 Tahun 2011 *) Luas panen Produksi Produktivitas Luas panen Produksi Produktivitas (Ha) (Ton) (Ton/Ha) (Ha) (Ton) (Ton/Ha) Aceh 149 2, Sumatera Utara 2,296 44, ,505 28, Sumatera Barat , , R i a u J a m b i 60 1, , Sumatera Selatan 341 3, , Bengkulu 1,466 25, ,165 25, Lampung 475 6, , Bangka Belitung Kep. Riau DKI Jakarta Jawa Barat 7, , , , Jawa Tengah 7, , , , DI Yogyakarta Jawa Timur 3,597 53, , , Banten B a l i 455 3, , Nusa Tenggara Barat 104 2, , Nusa Tenggara Timur 406 1, , Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara 713 8, , Sulawesi Tengah 90 1, , Sulawesi Selatan 1,086 11, ,290 16, Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat M a l u k u Maluku Utara Papua Barat Papua Indonesia 27, , , ,

124 Lampiran 2. Rincian Biaya Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Jenis Biaya Pada Setiap Lembaga Tataniaga Petani Jumah Biaya Rata-Rata (Rp/Kg) pada Saluran Tataniaga I II III IV Biaya Panen ,33 0 Biaya Pencucian ,33 0 Biaya Sortasi ,33 0 Biaya Pengemasan ,00 0 Biaya Listrik 0 0 2,50 0 Biaya Pengangkutan ,33 0 Jumlah Biaya Tataniaga ,83 0 Pedagang Pengumpul Kebun (PPK) Biaya Tenaga Kerja Biaya Transportasi Biaya Penyusutan Biaya Pengemasan Biaya Komunikasi 2, Biaya Bongkar Muat Biaya Retribusi Biaya Listrik Jumlah Biaya Tataniaga 372, Pedagang Besar/ STA Biaya Tenaga Kerja ,78 Biaya Transportasi ,67 Biaya Penyusutan 2, Biaya Pengemasan Biaya Sewa Kios 4,17 2, ,89 Biaya Bongkar Muat 37,5 7, Biaya Retribusi 5,63 0,6 0 1,5 Biaya Listrik 0,63 3,75 0 0,06 Jumlah Biaya Tataniaga 295,42 583,90 0,00 554,89 Pedagang Pengecer Biaya Tenaga Kerja 285,71 285,71 250,00 250,00 Biaya Transportasi 142,86 142,86 218,75 218,75 Biaya Penyusutan 0,10 0,10 0,10 0,10 Biaya Pengemasan 0,29 0,29 87,50 87,50 Biaya Sewa Kios 15,87 15,87 15,87 15,87 Biaya Bongkar Muat 9,52 9,52 50,00 50,00 Biaya Retribusi 0,95 0,95 6,25 6,25 Biaya Listrik 0,95 0,95 4,17 4,17 Jumlah Biaya Tataniaga 456,26 456,26 632,64 632,64 Total Biaya Tataniaga 1124, ,15 898, ,53 109

125 Lampiran 3. Biaya, Margin, dan Keuntungan Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun 2012 Uraian Saluran Tataniaga I Saluran Tatandiaga II Saluran Tataniaga III Saluran Tataniaga IV Rp/Kg % Rp/Kg % Rp/Kg % Rp/Kg % Petani Biaya Produksi 432,94 14,43 432,94 9,62 432,94 12,37 432,94 10,82 Biaya Tataniaga 0 0,00 0 0,00 265,83 7,60 0 0,00 Keuntungan 0 0,00 0 0, ,22 31,46 0 0,00 Margin Tataniaga 0 0,00 0 0, ,06 39,06 0 0,00 Harga Jual , , , ,00 Pedagang Pengumpul Kebun (PPK) Harga Beli 700,00 23,33 0,00 0,00 0,00 0,00 800,00 20,00 Biaya Tataniaga 372,50 12,42 0,00 0,00 0,00 0,00 180,00 4,50 Keuntungan 227,50 7,58 0,00 0,00 0,00 0,00 420,00 10,50 Margin Tataniaga 600,00 20,00 0,00 0,00 0,00 0,00 600,00 15,00 Harga Jual 1300,00 43,33 0,00 0,00 0,00 0, ,00 35,00 Pedagang Besar/ STA Harga Beli 1300,00 43,33 850,00 18,89 0,00 0, , Biaya Tataniaga 295,42 9,85 583,90 12,98 0,00 0,00 554, Keuntungan 204,58 6,82 466,10 10,36 0,00 0,00 645, Margin Tataniaga 500, 456, , ,00 23,33 0,00 0, , Harga Jual 1800, 743, , ,00 42,22 0,00 0, , Pedagang Pengecer Harga Beli 1800,00 60, ,00 42, ,00 51, ,00 65,00 Biaya Tataniaga 456,26 15,21 456,26 10,14 632,64 18,08 632,64 15,82 Keuntungan 743,74 24, ,74 47, ,36 30,50 767,36 19,18 Margin Tataniaga 1200,00 40, ,00 57, ,00 48, ,00 35,00 Harga Jual 3000,00 100, ,00 100, ,00 100, ,00 100,00 Total Biaya 1124, ,15 898, ,53 Total Keuntungan 1175, , , ,47 Total Margin 2300, , , ,00 110

126 Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian Sistem Tataniaga Wortel di Kecamatan Pacet Tahun

127 112

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang beriklim tropis dan relatif subur. Atas alasan demikian Indonesia memiliki kekayaan flora yang melimpah juga beraneka ragam.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umun Komoditi Wortel Wortel (Daucus carota L.) merupakan salah satu tanaman yang termasuk dalam kelas umbi-umbian yang tumbuh sepanjang tahun. Tanaman ini dapat tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wortel merupakan salah satu tanaman sayuran yang digemari masyarakat. Komoditas ini terkenal karena rasanya yang manis dan aromanya yang khas 1. Selain itu wortel juga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN * I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pengembangan hortikultura yang ditetapkan oleh pemerintah diarahkan untuk pelestarian lingkungan; penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan; peningkatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Karakteristik Wilayah Kecamatan Pacet merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di bagian utara kota Cianjur. Wilayah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Empirik Komoditas Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu komoditas yang potensial untuk di kembangkan. Tomat merupakan tanaman yang bisa dijumpai diseluruh dunia. Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian khususnya tanaman hortikultura selama ini mempunyai peluang yang besar, tidak hanya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas potensial yang mempunyai nilai ekonomi dan permintaan pasar yang tinggi. Luas wilayah Indonesia dengan keragaman agroklimatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sampai saat ini masih memegang peranan penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan Pertanian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian bangsa, hal ini ditunjukkan

Lebih terperinci

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara

BAWANG MERAH. Tanaman bawang merah menyukai daerah yang agak panas dengan suhu antara BAWANG MERAH Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan tanaman hortikultura musiman yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Bawang merah tumbuh optimal di daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0-400

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi Tanaman sawi (Brassica juncea L.) masih satu keluarga dengan kubis-krop, kubis bunga, broccoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae (brassicaceae) olek karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura sebagai salah satu subsektor pertanian memiliki peran yang cukup strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini tercermin dari perannya sebagai pemenuh kebutuhan

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Di Indonesia, dikenal cukup banyak ragam varietas belimbing. Diantaranya varietas Sembiring, Siwalan, Dewi, Demak kapur, Demak kunir,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional adalah pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan yang bertujuan untuk meningkatkan hasil dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol Karo (2010) melakukan penelitian mengenai analisis usahatani dan pemasaran kembang kol di Kelompok Tani Suka Tani, Desa Tugu Utara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A14105608 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dalam perekonomian nasional dinilai strategis dan mampu menjadi mesin penggerak pembangunan suatu negara. Pada tahun 2009 sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan yang bidang pekerjaannya berhubungan dengan pemanfaatan alam sekitar dengan menghasilkan produk pertanian yang diperlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan, karena didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya hidup pada sektor pertanian. Saat ini sektor pertanian sangat prospektif untuk dikembangkan, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris,

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal dengan sebutan negara agraris, sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan bidang ekonomi yang menitikberatkan pada sektor pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memberikan kontribusi strategis dalam menyumbang nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan berperan

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Pengembangan hortikuktura diharapkan mampu menambah pangsa pasar serta berdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI

PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI PENGARUH PENGGUNAAN JARAK TANAM TERHADAP HASIL TANAMAN KACANG PANJANG ( VIGNA SINENSIS ) OLEH NINDA AYU RACHMAWATI 10712027 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) termasuk dalam keluarga Leguminoceae dan genus Arachis. Batangnya berbentuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di daerah tropis karena dilalui garis khatulistiwa. Tanah yang subur dan beriklim tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Kedelai Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Cahyono, 2007):

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Seledri Kedudukan tanaman seledri dalam taksonomi tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Sub-Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah) 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Sektor pertanian adalah salah satu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah Pertanian Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Biotani Sistimatika Sawi. Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biotani Sistimatika Sawi Sawi adalah sekelompok tumbuhan dari marga Brassica yang dimanfaatkan daun atau bunganya sebagai bahan pangan (sayuran), baik segar maupun diolah. Sawi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sangat penting. Sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, laju pertumbuhannya sebesar 4,8 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura yang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2008) 1 komoditi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Desa Cipelang Desa Cipelang merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, desa ini memiliki luas daerah

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang berkaitan dengan komoditi bayam, Susanto (2002)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang berkaitan dengan komoditi bayam, Susanto (2002) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayam Penelitian yang berkaitan dengan komoditi bayam, Susanto (2002) melakukan penelitian Analisis kelayakan tanaman bayam dan sawi sebagai alternatif tanam pada musim kemarau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kembang Kol

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kembang Kol II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kembang Kol Kol bunga atau sering disebut kembang kol merupakan salah satu anggota famili kubis dengan nama latin Brassica oleracea botrytis L. subvar. cauliflora DC berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya,

I. PENDAHULUAN. bahan baku pangan, dan bahan lain. Ketersediaan pangan yang cukup jumlahnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan hasil pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat secara langsung maupun tidak langsung dalam pencapaian tujuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor terpenting dalam pembangunan Indonesia, terutama dalam pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Radish Radish (Raphanus sativus L.) merupakan tanaman semusim atau setahun (annual) yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) termasuk sayuran unggulan nasional yang dikonsumsi setiap hari oleh masyarakat, namun belum banyak keragaman varietasnya, baik varietas

Lebih terperinci

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H

DAN PEMASARAN NENAS BOGOR BOGOR SNIS SKRIPSI H ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI DAN PEMASARAN NENAS BOGOR Di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor SKRIPSI ERIK LAKSAMANA SIREGAR H 34076059 DEPARTEMEN AGRIBIS SNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kedelai tetap dipandang penting oleh Pemerintah dan telah dimasukkan dalam program pangan nasional, karena komoditas ini mengandung protein nabati yang tinggi 38%, lemak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Hijau Kacang-kacangan (leguminosa), sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas di seluruh dunia sebagai bahan pangan yang potensial. Kacang-kacangan

Lebih terperinci