PT Sarana Multi Infrastruktur Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PT Sarana Multi Infrastruktur Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial"

Transkripsi

1 PT Sarana Multi Infrastruktur Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial 03 Februari 2017 Didukung oleh TA 8484 INO: Program Bantuan Infrastruktur Berkelanjutan Fasilitas Pengelolaan Klaster Bantuan Teknis (Subproyek 1) - Asian Development Bank

2 Daftar Isi Isi 1. PENGANTAR KEBIJAKAN UPAYA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL DAN TUJUANNYA TUJUAN-TUJUAN KEBIJAKAN ESS KEBIJAKAN OPERASINAL LAIN YANG BERLAKU DAN CAKUPANNYA Hukum Indonesia Kebijakan Upaya Perlindungan Lain yang Berlaku TUJUAN ESMF Maksud, Cakupan dan Tujuan ESMF Prosedur Upaya Perlindungan Bagi Berbagai Produk Finansial dan Komponen Proyek Persyaratan ESS yang Mengatur Persiapan dan Pelaksanaan Proyek Persyaratan Kinerja ESS Rencana Konsultasi dan Pengungkapan ESMF Pemutakhiran dan Uji Coba Pelaksanaan ESMF, Pedoman Operasi PRINSIP UPAYA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL PENGKAJIAN DAN PENGELOLAAN RISIKO DAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESS- 1) KONDISI TENAGA KERJA DAN KERJA (ESS-2) PENCEGAHAN DAN PENGURANGAN POLUSI (ESS-3) KESELAMATAN, KESEHATANDAN KEAMANAN (ESS-4) PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI TIDAK SECARA SUKARELA (ESS-5) PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT ADAT DAN PENDUDUK TEMPATAN (ESS -7) WARISAN BUDAYA (ESS-8) PENGHEMATAN ENERGI DAN ENERGI RAMAH LINGKUNGAN (ESS-9) KONSULTASI DAN MEKANISME PENANGANAN KELUHAN (ESS-10) PROSEDUR OPERASIONAL UPAYA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL KERANGKA PENGKAJIAN DAN PENINJAUAN LINGKUNGAN (ESMF) Maksud dan Tujuan Pengkajian Tahap Permohonan Pinjaman Prosedur Awal Skrining dan Pengkajian Dampak Pentaksiran Rinci Proyek Tahap Sanksi Pinjaman dan Pencairan dana Pinajaman Tahap Pelaksanaan dan Pemantauan Proyek Tahap Penyelesaian Proyek KONSULTASI, PARTISIPASI DAN PENGUNGKAPAN INFORMASI PRINSIP KONSULTASI MEKANISME KONSULTASI DENGAN MASYARAKAT Mekanisme Konsultasi Konsultasi Bermakna KONSULTASI DENGAN MASYARAKAT ADAT DAN PROSEDUR PERSETUJUAN Definisi Tujuan Persetujuan Masyarakat Adat Terkena Dampak ANALISIS DAN KETERLIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN PERSYARATAN UNTUK KONSULTASI PUBLIK DAN PENGUNGKAPAN INFORMASI i

3 5.6.1 Konsultasi Publik Pengungkapan Informasi MEKANISME PENANGANAN KELUHAN (GRM) ORGANISASI DAN TANGGUNG JAWAB STRUKTUR KEORGANISASIAN DAN TANGGUNG JAWAB ESS Struktur Keorganisasian Presiden Direktur Divisi Manajemen Risiko Divisi Bisnis Divisi Pengawasan Fasilitas Pendanaan (DPFP) Divisi Penasihat dan penunjang pengembangan Proyek (DDPPA) PENGATURAN ORGANISASI UNTUK PELAKSANAAN DAN PENDANAAN ESMF Rencana Konsultasi dan Pengungkapan ESMF, Pedoman Operasional Rencana Commissioning Pelaksanaan ESMF, Pedoman Operasional Kerangka Organisasi Keterlibatan Pemangku Kepentingan Eksternal Pengkajian Kapasitas Klien untuk Melaksanakan Hukum Negara dan Persyaratan ESS Pemutakhiran Berkala Kerangka Hukum Indonesia Pendukung Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan ESMF dan Pedoman Operasional Pengontrolan dan Pemutakhiran ESMF dan Dokumen Pedoman Operasional Prosedur Pelaksanaan, Aggaran, dan Pengaturan Kelembagaan PENGEMBANGAN KAPASITAS MAKSUD DAN TUJUAN DOKUMEN OPERASIONAL KEPEGAWAIAN OUTSOURCING PELATIHAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENDANAAN PEMANTAUAN, PENINJAUAN DAN PELAPORAN PEMANTAUAN, PENINJAUAN DAN PELAPORAN PROYEK INVESTASI MEMANTAU, MENGAWASI DAN MELAPORKAN PELAKSANAAN ESMF DAFTAR ACUAN LAMPIRAN1 DAFTAR PENGECUALIAN PT SMI LAMPIRAN 2 PERATURAN REPUBLIK INDONESIA YANG BERLAKU TERKAIT UPAYA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN LAMPIRAN 3 KEBIJAKAN ASIAN DEVELOPMENT BANK, WORLD BANK & IFC YANG BERLAKU Kebijakan Operasional Asian Development Bank (ADB) Kebijakan Operasional World Bank Standar Kinerja Internasional LAMPIRAN 4 CONTOH KERANGKA ACUAN STAF AHLI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PT SMI Manajer Lingkungan dan Sosial Spesialis bidang Sosial Spesialis Lingkungan LAMPIRAN 5 DAFTAR PERIKSA SKRINING AWAL LINGKUNGAN DAN SOSIAL LAMPIRAN 6 LEMBAR INFORMASI SOSIAL DAN LINGKUNGAN PROYEK LAMPIRAN 7 FORMULIR PERMINTAAN INFORMASI PROYEK ANNEX 8 KATEGORI SKRINING LINGKUGNAN DAN SOSIAL PROYEK ii

4 LAMPIRAN 9 DAFTAR PERIKSA UNTUK MENENTUKAN APAKAH PINSIP-PRINSIP DAPAT DITERAPKAN LAMPIRAN 10 PENGKAJIAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL & JENIS PENDANAAN LAMPIRAN 11 FORMAT PENINJAUAN SOSIAL DAN LINGKUNGAN (MEMO KEPADA DEWAN DIREKSI PT SMI) LAMPIRAN 12 DAFTAR PERIKSA DAN CATATAN KUNJUNGAN LAPANGAN LAMPIRAN 13 IKHTISAR PENTAKSIRAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL/ LAPORAN UJI TUNTAS LAMPIRAN 14 PERSETUJUAN MENGENAI UPAYA PERLINDUNGAN LINGKUNGAN & SOSIAL UNTUK DIMASUKKAN KE DALAM KONTRAK PERJANJIAN LAMPIRAN 15 IKTISAR KERANGKA ACUAN UNTUK ANALISIS KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN & SOSIAL LAMPIRAN 16 CONTOH KERANGKA ACUAN AMDAL (PROYEK INFRASTRUKTUR) Pengantar Ruang Lingkup Laporan Pengkajian Dampak Lingkungan Kerangka Hukum Peraturan dan Perencanaan Deskripsi Proyek Informasi Dasar Identifikasi dan Prediksi Dampak Kajian Lingkungan dan Kajian Dampak Kumulatif Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Pemantauan Lingkungan Persyaratan Konsultasi Publik dan Mekanisme Penanganan Keluhan Penguatan Kelembagaan untuk mengelola dampak lingkungan secara efektif: LAMPIRAN 17 CONTOH KERANGKA ACUAN UNTUK MENYIAPKAN RENCANA PEMBEBASAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI Tujuan Jangka Waktu Personil Tugas-tugas LAMPIRAN18 IKHTISAR LAPORAN PEMERIKSAAN LINGKUNGAN AWAL (IEE) LAMPIRAN 19 IKHITSAR LAPORAN KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN LAMPIRAN 20 IKHTISAR RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) Rencana Pengelolaan Lingkungan Mitigasi Pemantauan Pengembangan Kapasitas dan Pelatihan Jadwal Implementasi dan Perkiraan Biaya Integrasi RKL pada Proyek LAMPIRAN 21 BIMBINGAN TENTANG PENERAPAN PRINSIP OPERASIONAL PEMBEBASAN LAHAN DAN PEMUKIMAN KEMBALI TIDAK SECARA SUKARELA Pirnsip-prinsip Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali (LARP) Prosedur Pembebasan Tanah Untuk Proyek Yang Didukung Oleh PT SMI Penilaian Tanah Jenis Warga yang Dipindahkan yang Layak untuk Kompensasi LAMPIRAN 22 IKHTISAR RENCANA PEMUKIMAN KEMBALI TIDAK SECARA SUKARELA (LARP) LAMPIRAN 23 IKHTISAR KERANGKA PEMUKIMAN KEMBALI TIDAK SECARA SUKARELA 113 LAMPIRAN 24 IKHTISAR RENCANA PENGEMBANGAN MASYARAKAT ADAT iii

5 LAMPIRAN 25 IKHTISAR KERANGKA PERENCANAAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ADAT LAMPIRAN 26 IKHTISAR PROSEDUR TEMUAN KEBETULAN DALAM KAITANNYA DENGAN PRINSIP OPERASIONAL KEKAYAAN & WARISAN BUDAYA (PCR) Definisi Prinsip PCR Kepemilikan Pengakuan Prosedur di Waktu Penemuan Demarkasi SIuts Penemuan LAMPIRAN 27 PEMANTAUAN PENGAWASAN LAMPIRAN 28 LAPORAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN PENGEMBANG PADA PT SMI LAMPIRAN 29 LAPORAN UPAYA PERLINDUNGAN SOSIAL PENGEMBANG PADA PT SMI LAMPIRAN 30 LAPORAN KINERJA SOSIAL DAN LINGKUNGAN PT SMI PADA INVESTOR STRATEGIS Pengantar Pengelolaan sosial dan lingkungan Kepatuhan PT SMI pada Persyaratan Sosial dan Lingkungan (seperti yang ditetapkan dalam perjanjian pemegang saham) Ringkasan Kinerja Keamanan dan Tindakan perbaikan apapun Inisiatif Pembangunan Berkelanjutan dan Hubungan Masyarakat Ikhtisar Pengadaan Tanah dan Rencana Pemukiman Kembali Tanah (LARP) dengan penjelasannya untuk untuk Proyek Investee Relokasi Perumahan dan Pemukiman Pemulihan dan Rehabilitasi Sumber Penghasilan Anggaran Pemukiman Kembali dan Rencana Pendanaan Jadwal Pelaksanaan Kerangka Kelembagaan Untuk Pemukiman Kembali Pemantauan Dan Peninjauan LAMPIRAN 31 LAPORAN PELAKSANAAN DAN PENYELESAIAN PROYEK LAMPIRAN 32 PENINJAUAN BERDASARKAN SEKTOR/ DAFTAR PERIKSA PENTAKSIRAN 141 iv

6 List of Abbreviations ADB AFD CAP EA EARF ESMF ESDD ESS OM ESS FI FPIC GEF GOI GRM IFC IFI IIF IPF IPDP IUCN JICA LARAP LARF MFI MFF NGO PT SMI RAP RIDF SECO SOE WB Asian Development Bank Agence Française de Développement Rencana Tindakan Perbaikan Pengkajian Lingkungan Kerangka Kerja Peninjauan dan Pengkajian Lingkungan Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial Evaluasi Kelayakan Lingkungan dan Sosial Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial Pedoman Operasional Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial Badan Perantara Pendanaan Persetujuan yang bebas, terlebih dahulu dan diinformasikan (Free, Prior, and Informed Consent) Fasilitas Lingkungan Global Pemerintah Indonesia Mekanisme Penanganan Keluhan International Finance Corporation Lembaga Keuangan Internasional Indonesia Infrastructure Finance Kerangka Pengembangan Masyarakat Adat Rencana Pengembangan Masyarakat Adat Serikat Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for the Conservation of Nature) Japan International Cooperation Agency Rencana Aksi Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Kerangka Kerja Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali Lembaga Pendanaan Multilateral Fasilitas Pembiayaan Multi Tahap LSM PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Rencana Aksi Pemukiman Kembali Dana Pembangunan Infrastruktur Daerah Sekretariat Negara Bidang Perekonomian, Pemerintah Swiss BUMN World Bank v

7 1. Pengantar 1. PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (PT SMI) adalah perusahaan pembiayaan infrastruktur yang didirikan pada tanggal 26 Februari 2009, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan (KemenKeu). PT SMI berperan aktif dalam memfasilitasi pembiayaan infrastruktur serta mempersiapkan proyek dan melayani sebagai penasehat untuk proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. PT SMI bertugas mendukung agenda pembangunan infrastruktur pemerintah untuk Indonesia melalui kemitraan dengan lembaga-lembaga keuangan swasta dan/atau multilateral di proyek-proyek kemitraan publik- swasta (Public-Private Partnership). Visi PT SMI adalah untuk menjadi katalisator terkemuka di Indonesia untuk percepatan agenda pembangunan infrastruktur nasional. Sedangkan Misi PT SMI adalah 1 : i) menjadi mitra strategis dengan nilai tambah untuk mengembangkan infrastruktur Indonesia; ii) menciptakan produk pembiayaan yang fleksibel; dan iii) menyediakan layanan yang berkualitas yang sesuai dengan tata kelola perusahaan yang baik. Sebagai bagian dari komitmen dalam tata kelola perusahaan yang baik, PT SMI telah berkomitmen untuk mengelola kegiatan usahanya dengan cara yang ramah lingkungan dan sosial, menghapus atau meminimalkan dampak negatif lingkungan atau sosial, dan meningkatkan dampak positif lingkungan atau sosial, dalam proyek-proyek investasi. Dalam kegiatan pembiayaan dan investasi, pengembangan proyek, dan konsultasi penyediaan jasa untuk proyek-proyek infrastruktur, PT SMI patuh pada kerangka upaya perlindungan lingkungan dan sosial (ESS) yang keduanya dirumuskan dengan baik, yang ditinjau secara berkala dan progresif, dan juga selaras dengan hukum Indonesia terkait dan prosedur pembangunan Pemerintah Indonesia, dan pada standar internasional dan praktik terbaik. 2. PT SMI melandaskan kerangka ESS pada sepuluh prinsip perlindungan dasar: i) ESS-1 - Penilaian dan Pengelolaan Risiko dan Dampak Lingkungan dan Sosial; ii) ESS-2 - Tenaga Kerja dan Kondisi Kerja; iii) ESS- 3 - Pencegahan dan Pengurangan Polusi; iv) ESS-4 - Keselamatan, Kesehatan dan Keamanan; v) ESS-5 - Pembebasan Tanah dan Pemukiman Kembali; vi) ESS-6 - Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Sumber Daya Alam; vii) ESS-7 - Masyarakat Adat dan Masyarakat Setempat; viii) ESS-8 - Warisan Budaya; ix) ESS-9 - Konservasi Energi dan Lingkungan- Energi yang aman; dan x) ESS-10 - Konsultasi dan Mekanisme. 3. Untuk mencapai dukungan yang cukup untuk BUMN yang bekerja di sektor pembangunan infrastruktur, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan yang memungkinkan pinjaman langsung dari lembaga keuangan multilateral (MFI) seperti ADB dan Bank Dunia untuk BUMN 2. Peraturan ini memungkinkan PT SMI untuk bertindak sebagai wadah bagi pinjaman langsung, di mana PT SMI sebagai perantara keuangan (FI) on-lend ke BUMN yang kepemilikan oleh pemerintah kurang dari 100%, atau untuk BUMN 100 % milik pemerintah yang berafiliasi, bekerja sama, bermitra, bergabung, menghubungkan, bertautan, berasosiasi atau bekerja sama dengan baik dengan BUMN lain atau perusahaan swasta untuk mengembangkan dan mempercepat hasil infrastruktur. Peraturan ini, yang menghasilkan peningkatan dalam pembiayaan infrastruktur oleh Lembaga Keuangan Multilateral (MFI), telah membuat PT SMI perlu menyelaraskan prinsip ESSnya dengan standar dan prosedur upaya perlindungan lingkungan dan sosial MFI terkemuka seperti ADB, Bank Dunia, IFC dan JICA. Dalam kasus tersebut, PT SMI akan bertindak sebagai agen bagi pemerintah, melakukan penilaian evaluasi kelayakan proyek, menggunakan kerangka kerja ESS yang sesuai, ketika MFI mendanai BUMN secara langsung misalnya PT PLN, dan MFI mendapatkan jaminan pemerintah. Dalam melakukan evaluasi kelayakan, PT SMI akan diharapkan mengkaji komponen proyek dalam hal teknis, keuangan, ekonomi dan upaya 1 (SMI, 2015) Laporan Tahunan 2015 Menyusun Transformasi Strategis - Sebuah Katalisator unggulan dalam Memfasilitasi Pembangunan Infrastruktur di Indonesia, Jakarta, PT Sarana Multi Indonesia (SMI). 2 Perpres 82/2015 menyediakan jaminan pemerintah yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan untuk Lembaga Pembiayaan Pembangunan untuk 100% dari pinjaman terhutang ditambah bunga. Untuk menerapkan Perpres 82/2015, Menteri Keuangan (Depkeu) telah mengeluarkan peraturan pelaksanaan (Peraturan Menteri Keuangan PMK.08 / 2015, yang menyediakan peraturan bagi BUMN untuk mengajukan jaminan dan kepatuhan. Selain itu DepKeu telah menyiapkan protokol manajemen risiko untuk melikuidasi jaminan dan untuk memperhitungkan kewajiban kontinjensi. Pemerintah saat ini sedang mencari dukungan dari ADB untuk memperkuat manajemen risiko fiskal untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. 1

8 perlindungan lingkungan sosial, dan menyarankan pemerintah tentang kesiapan suatu proyek atau program. 4. Untuk membantu proses penyelarasan di atas, pada bulan Oktober lalu PT SMI menyusun peraturan pemandu pelaksanaan upaya perlindungan lingkungan dan sosial untuk proyek-proyek multilateral 3 (SMI, 2016c), yang memberikan panduan kebijakan menyeluruh tentang pelaksanaan standar upaya perlindungan lingkungan dan sosial (ESS) MFI sebagai bagian dari portofolio investasi proyek dan konsultatif PT SMI. Bersamaan dengan pengembangan dokumen pedoman perusahaan tingkat tinggi ini, PT SMI bekerja sama dengan Bank Dunia yang telah berusaha mempersiapkan sebuah Kerangka Kerja Lingkungan dan Sosial (ESMF) untuk Dana Pembangunan Infrastruktur Daerah Indonesia 4 (Regional Infrastructure Development Funds/RIDF) 5. Dokumen ini, dan ESMF yang terpisah yang khusus memfokuskan pada investasi proyek panas bumi, telah membantu PT SMI untuk menyelaraskan ESS nya dengan sistem perlindungan World Bank dan IFC. 5. Untuk memungkinkan program pinjaman PT SMI lebih jauh memfasilitasi kajian evaluasi kelayakan proyek-proyek yang dijamin pemerintah, PT SMI telah melakukan program dari Juni sampai Okt 2016 untuk menyiapkan Pedoman Operasional Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial (ESS - OM) guna memandu kegiatan PT SMI, dan Kerangka pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF) untuk memandu para ahli PT SMI ESS dalam manajemen siklus proyek investasinya. Upaya ini juga membantu MFI, seperti ADB, yang secara aktif melakukan pengkajian untuk menilai apakah Sistem Upaya Perlindungan Negara Indonesia telah konsisten dengan ESS ADB 6, Bank Dunia juga telah melakukan pengkajian yang sama di waktu yang lalu Tujuan dari Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF) adalah untuk menguraikan kebijakan, prosedur operasi, pengaturan kelembagaan dan alur kerja yang harus diikuti oleh PT SMI agar seluruh investasinya selaras dengan hukum dan peraturan Indonesia dan prinsip upaya perlindungan MFI sebagai pemangku kepentingan, serta standar praktik internasional terbaik. PT SMI berkomitmen untuk mengimplementasi ESS-OM sebagai bagian dari komitmennya bagi pembangunan infrastruktur lingkungan dan sosial yang berkelanjutan, dan sebagai bagian integral dari pelaksanaan ESS di tingkat manajemen perusahaan, sebagaimana yang didukung oleh langkah-langkah dan prosedur rinci yang dirangkum dalam ESS-OM yang berisi pedoman pada tingkat majemen perusahaan. 6. Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF) terdiri dari: i) Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF); dan ii) Prosedur, proses dan format rinci Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (Lampiran). 7. ESMF adalah kerangka untuk digunakan oleh PT SMI sebagai sebuah badan, dan oleh seluruh staf dari semua tingkatan organisasi perusahaan, sebagai dokumen pernyataan kebijakan dan berperan dalam 3 (SMI, 2016c) Peraturan Direksi PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) tentang Pedoman Perlindungan Lingkungan dan Sosial (Environmental and Social Safeguards - ESS) Proyek Multilateral, Jakarta, Indonesia, PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). 4 Funded by the Government of Switzerland, State Secretariat for Economic Affairs (SECO), and administered by the World Bank. 5 (World Bank, 2016) Indonesia - Regional Infrastructure Development Fund Project : Environmental and Social Management Framework (ESMF), World Bank; and (SMI, 2016a) Environmental and Social Management Framework Jakarta, Regional Infrastructure Development Fund Project, PT Sarana Multi Indonesia (Persero) - World Bank. 6 ADB Bantuan Teknik (TA) untuk Indonesia dalam menyelaraskan SPS ADB dengan CSS Indonesia untuk meningkatkan kinerja proyek, yang dilaksanakan ileh ADB dan BAPPENAS, dimulai dari misi pencarian fakta bulan October November, 2013, Manila (TA 8548 INO). TA tersebut bertujuan untuk meningkatkan kinerja proyek melalui (I) mendukung pemakaian CSS untuk pertama kalinya di dalam anggota negara berkembang ADB, (, (ii) memulai penggunaan pendekatan berbasis risiko baru untuk menerapkan sistem pengadaan negara, dan (iii) meningkatkan keselarasan antara proses bisnis ADB dan pemerintah untuk persiapan proyek dan start up. 7 (Bank Dunia, 2005) Ujicoba Penggunaan Sistem Peminjam untuk Menangani Isu Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial dalam Proyek yang Didanai, Washington DC, Bank Dunia.; dan (World Bank, 2008) Evaluasi Tahap awal dari Program Percontohan Penggunaan Sistem Negara Lingkungan dan Perlindungan Sosial., Washington DC, World Bank. 2

9 komunikasi dengan investor publik potensial (Seperti MFI) dan untuk membantu para pemangku kepentingan eksternal memahami Kebijakan Upaya Perlindungan Sosial Lingkungan (ESS) dan prosedur PT SMI. 3

10 2. Kebijakan Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial dan Tujuannya 2.1 Tujuan-tujuan Kebijakan ESS 8. PT SMI berkomitmen untuk mengelola risiko dan dampak lingkungan dan sosial 8, yang mungkin timbul dari kegiatan usahanya. Kebijakan ESS adalah aturan-aturan untuk mendorong keberlanjutan proyek dengan melindungi masyarakat dan lingkungan dari dampak merugikan proyek. PT SMI berkomitmen mendukung klien mereka untuk mengembangkan kapasitas dalam mengkaji dan mengelola risiko lingkungan dan sosial dan dampak proyek. 9. Tujuan-tujuan Kebijakan ESS PT SMI adalah: i) Menghindari, atau apabila penghindaran tidak memungkinkan, meminimalkan, mengurangi, atau memberi ganti kerugian atas dampak merugikan, dan meningkatkan setiap dampak positif proyek dan investasi bagi pekerja, warga terkena dampak, masyarakat adat dan lingkungan; ii) Mengurangi, atau memberi ganti kerugian atas risiko dan dampak proyek sosial dan lingkungan yang merugikan dan sesuai dengan ESS, perundang dan peraturan pemerintah, dan sampai tingkat yang dapat diterima bagi investor strategis dan pemodal MFI; iii) Mendukung upaya untuk mendorong pembangunan yang berkelanjutan, konservasi atau rehabilitasi sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, dan penggunaan optimal dari energi dan air; iv) Memastikan bahwa masyarakat yang terkena dampak dilibatkan secara tepat tentang isu-isu yang berpotensi membawa dampak terhadap mereka; v) Memastikan bahwa upaya perlindungan sosial berdasarkan prinsip pemulihan dan perbaikan status ekonomi orang-orang terkena dampak proyek (PAP) dan/ atau warga terkena dampak diintegrasikan oleh pengembang ke dalam desain proyek sebelum pembiayaan dan dalam pelaksanaannya sejak tahap konstruksi dan operasi; vi) Menggalakkan kesehatan dan keselamatan masyarakat dan pekerja; vii) Menunjang klien untuk meningkatkan kapasitas dalam mengkaji dan mengelola risiko lingkungan dan sosial serta dampak proyek. 10. Untuk mencapai tujuan kebijakannya, PT SMI akan mengimplementasikan prinsip kebijakan dan menjalankan prosedur yang tercantum dalam bagian 4 hingga 9 seperti berikut: i) Melakukan evaluasi kelayakan dan pengkajian untuk menilai potensi risiko lingkungan sosial dan dampak proyek serta proses perencanaan proyek; ii) Membantu klien untuk mengkaji dan mengelola risiko potensial lingkungan dan sosial dan dampak proyek; iii) Mengadakan pemantauan secara berkala, dan mengawasi upaya perlindungan Lingkungan dan sosial agar sesuai dengan dan patuh pada kebijakan ESS, dan meninjau kinerja pengelolaan upaya perlindungan lingkungan dan sosial. 2.2 Kebijakan Operasinal Lain yang Berlaku dan Cakupannya Hukum Indonesia 11. Hukum dan peraturan Indonesia digunakan sebagai dasar hukum bagi ESMF, Undang-undang dan peraturan terkait disebutkan, namun tidak terbatas pada daftar yang terangkum dalam Lampiran Dampak dan risiko dapat berupa dampak langsung, tidak langsung, kumulatif, dampak yang diinduksi maupun risiko fisik, biologi, sosial ekonomi (termasuk dampak pada penghidupan melalui media lingkungan, kesehatan dan keselamatan, isu-isu kelompok rentan, dan gender), serta sumber daya budaya fisik dalam daerah pengaruh proyek. 9 Peraturan yang dijabarkan hanya terbatas sampai tingkat peraturan pemerintah. 4

11 Undang-undang dan peraturan-peraturan tersebut berlaku untuk seluruh kegiatan usaha, proyek, investasi dan jasa konsultasi PT SMI Kebijakan Upaya Perlindungan Lain yang Berlaku 12. Pedoman Operasional ESS PT SMI secara keseluruhan harus memperhitungkan kebijakan perlindungan yang diterapkan oleh Lembaga Keuangan Multilateral (MFI) yang memiliki hubungan kerja dengan PT SMI, yaitu: i) Tiga Kebijakan Perlindungan ADB yang akan dipicu oleh proyek-proyek PT SMI dan persyaratan ESS yang disediakan oleh Pernyataan Kebijakan Perlindungan ADB (2009) 10 ; i) Sepuluh Kebijakan Operasional Upaya Perlindungan Bank Dunia yang mungkin dipicu oleh proyekproyek PT SMI, dengan memperhatikan kebijakan payung (OP 4.01) pada upaya perlindungan lingkungan dan sosial, dan perhatian terhadap Kerangka Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial (ESF) 11, yang sedang dalam persiapan untuk implementasi 2017; dan ii) Delapan Standar Kinerja IFC versi , yang juga digunakan oleh Badan Keuangan Perancis (AFD) dan Badan-badan Keuangan Prinsip Ekuator 13 dalam proses penilaian dan pengelolaan Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial (ESS). 13. Ringkasan rinci dari tiap-tiap ESS MFI di atas dan masing-masing tujuan upaya perlindungannya disajikan dalam Lampiran Tujuan ESMF Maksud, Cakupan dan Tujuan ESMF 14. Maksud ESS-OM adalah melengkapi PT SMI korporasi secara keseluruhan dan klien pengembang, dengan seperangkat kebijakan, prinsip, prosedur upaya perlindungan lingkungan dan sosial, pengaturan kelembagaan dan alur kerja yang diikuti oleh PT SMI dalam menjalankan investasi. PT SMI harus menggunakan ESMF untuk memastikan implementasi praktik manajemen lingkungan dan sosial dengan konsisten dan efektif di semua kegiatan, investasi, proyek pembangunan dan juga untuk menjadi pedoman dalam layanan konsultasinya. 15. Untuk mencapai tujuan tersebut, ESMF memenuhi tujuan untuk i) Memandu PT SMI untuk mengidentifikasi risiko, bahaya dan dampak di atas sedini mungkin dalam siklus proyek, termasuk pertimbangan tentang proses pemilihan tempat proyek, desain, perencanaan rekayasa untuk aplikasi modal, permintaan untuk pekerjaan rekayasa, otorisasi modifikasi fasilitas, atau perencanaan tata letak dan perubahan proses; ii) Memandu PT SMI dalam mengidentifikasi kemungkinan dan skala risiko berdasarkan: a) jenis kegiatan proyek, apakah proyek akan menciptakan emisi atau limbah yang signifikan, melibatkan proses bahan berbahaya dan beracun, atau mengganggu lansekap hidrologi atau kualitas air 10 (ADB, 2009) Pernyataan Kebijakan Upaya Perlindungan, Asian Development Bank, Manila. 11 (World Bank, 2016a) Kerangka Kerja Lingkungan dan Sosial - Menetapkan Standar Lingkungan dan Sosial Pembiayaan Investasi Proyek, Washington D.C., World Bank.. 12 (IFC, 2012), Standar kinerja dalam hal Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial, International Finance Corporation - Grup Bank Dunia, Washington DC.. 13 Lembaga Keuangan Prinsip Ekuator adalah lembaga-lembaga finasial yang telah mengadopsi Prinsip Equator, kerangka kerja industri keuangan untuk mengatasi risiko sosial dan lingkungan dalam pembiayaan proyek. Diadopsi pada 2003 oleh 10 bank komersial terkemuka di dunia, Prinsip Ekuator merupakan buah dari keinginan bank-bank untuk mengembangkan seperangkat kebijakan dan pedoman yang koheren tentang lingkungan dan sosial untuk diterapkan secara global dan di semua sektor industri. Masing-masing lembaga keuangan menyatakan memiliki atau akan menempatkan kebijakan atau proses bisnis yang konsisten berdasarkan Prinsip Ekuator. Mereka berkomitmen untuk tidak memberikan pinjaman kepada proyek-proyek di mana peminjam tidak akan atau tidak dapat memenuhi persyaratan sosial dan Lingkungan (ADB, 2009).. 5

12 disekitarnya atau kualitas udara atau tingkat kebisingan; dan b) konsekuensi potensial bagi pekerja, masyarakat, ekonomi atau lingkungan jika bahaya tidak dikelola dengan baik; iii) Memandu pengembang untuk mendidik buruh dan masyarakat sekitar untuk dapat mengantisipasi terjadinya kecelakaan, termasuk menyediakan sumber daya teknik dan finasial untuk menghindari, mengurangi risiko, dan untuk pengendalian semua kecelakaan yang efektif Prosedur Upaya Perlindungan Bagi Berbagai Produk Finansial dan Komponen Proyek PT SMI akan memiliki tiga kategori produk finansial. i) Jasa Konsultasi PT SMI telah menyediakan dana atau diinstruksikan (yaitu paling sering dari Kementerian Keuangan) untuk memberikan jasa konsultasi pengembangan proyek, yang tidak melibatkan pencairan dana PT SMI; ii) Pembiayaan dan Investasi (produk berbasis dana) PT SMI menyediakan layanan finansial dan perbankan untuk membantu pengembangan proyek ( misalnya: Pembiayaan senior, pinjaman subordinasi, pendanaan mezanin, investasi ekuitas, pembiayaan dana talangan, refinancing, sekuritisasi) 14 - melibatkan pencairan dana PT SMI; iii) Pengembangan Proyek (produk berbasis dana) PT. SMI mengelola dan menyiapkan pengembangan proyek secara langsung dengan bantuan pengembang proyek- melibatkan pencairan dana PT SMI yang sebenarnya. 17. Pendekatan pengkajian, pengelolaan, dan pemantauan dampak lingkungan dan sosial akan berbeda satu proyek dan lainnya dengan tahap kesiapan yang berbeda-beda (Tabel 2-1). Tabel 2-1: Kategori Proyek menurut Tahap Pembangunan Jenis Proyek Type 1 Type 2 Type 3 Tahap Pengembangan Proyek di tahap awal persiapannya (ketika lokasi proyek belum dipilih dan opsi disain masih terbuka) akan disyaratkan untuk menjalani Prosedur review ESS secara keseluruhan dalam Bab 4. PT SMI akan menyarankan klien untuk bekerja sama dengan tim manajemen risiko PT SMI untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan. Proyek yang telah dipersiapkan seluruhnya (ketika tender konstruksi sudah dibuka). PT SMI akan melakukan penilaian terhadap dokumen-dokumen ESS yang ada dan akan meminta klien untuk melengkapi atau jika perlu menyusun dan mengungkapkan dokumen-dokumen baru sebelum pentaksiran final proyek. Jika kajian menemukan kesenjangan, maka PT SMI menyaratkan agar kesenjangan tersebut harus ditutup, bukan saja dalam hal dokumen-dokumen yang harus dilengkapi, namun juga dalam hal penanganan demi menghindari atau mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh proyek Proyek dengan fasilitas yang telah dibangun atau untuk proyek-proyek yang sedang dibangun, PT SMI akan melaksanakan evaluasi kelayakan untuk mengkonfirmasi bahwa: (a) proyek ini sesuai dengan ESMF ini; (B) tidak ada resiko reputasi bagi PT SMI dan MFI apabila mereka terlibat; dan (c) tidak ada masalah warisan atau sengketa atau kewajiban hukum yang masih tertunda. Berdasarkan temuan kajian tersebut, PT SMI akan meminta klien jika diperlukan, untuk menerapkan langkah-langkah perbaikan atau untuk mengurangi risiko reputasi yang potensial, atau menangani masalah-masalah warisan atau kewajiban yang belum terselesaikan, melalui pengungkapan semua dokumen dan elemenelemen ESS sebelum pentaksiran final proyek Kategori pertama proyek yang didanai - Pembiayaan senior, pinjaman subordinasi, pendanaan mezanin, investasi ekuitas, pembiayaan dana talangan, - semua melibatkan pendanaan untuk infrastruktur baru. Dua kategori terakhir- refinancing dan sekuritisas- melibatkan meningkatkan pembiayaan berdasarkan infrastruktur yang ada (efektif sebagai jaminan), untuk tujuan membangun infrastruktur baru. 6

13 18. Kegiatan Usaha pinjaman infrastruktur dan pengembangan PT SMI akan mencakup produk berbasis dana, dan juga akan memerlukan pertimbangan dalam kesiapsiagaan atau kesanggupan implementasi seperti yang disebutkan oleh jenis proyek di atas. Dengan demikian, akan ada empat jenis proyek yang akan termasuk dalam proses kegiatan usaha PT SMI, yang akan membutuhkan berbagai jenis prosedur kajian: i) Type 1 Proyek pada tahap awal persiapan (dengan situs yang belum dipilih dan pilihan desain yang masih terbuka); Selain dokumen persiapan proyek lainnya (seperti studi kelayakan), Klien harus mempersiapkan dan mengungkapkan dokumen upaya perlindungan Lingkungan dan Sosial (yaitu AMDAL, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL-PL), Analisis Mengenai Dampak Sosial, LARAP, Rencana Masyarakat Adat (IPP) dll), yang relevan dengan proyek. Pada tahap ini, PT SMI akan menyarankan Klien untuk berkolaborasi dengan tim ESS untuk mempersiapkan dokumen yang diperlukan; ii) Type 2 Proyek yang telah sepenuhnya siap (di mana tender konstruksi sudah dibuka); PT SMI akan meninjau dokumen lingkungan dan sosial yang tersedia dan akan meminta Klien untuk melengkapi atau jika perlu menyusun yang baru. Klien dapat meminta bantuan dari tim ESS untuk mempersiapkan atau meningkatkan dokumen yang diperlukan. Semua dokumen yang diperlukan harus diungkapkan sebelum pentaksiran subproyek. iii) Type 3 Proyek dengan fasilitas yang telah dibangun atau untuk proyek-proyek yang sedang dibangun, PT SMI akan melaksanakan uji tuntas untuk mengkonfirmasi bahwa: (a) proyek ini sesuai dengan ESMF ini; (B) tidak ada resiko reputasi bagi PT SMI; dan (c) tidak ada masalah warisan atau sengketa atau kewajiban hukum yang masih tertunda. Berdasarkan temuan asesmen tersebut, PT SMI akan meminta klien jika diperlukan, untuk menerapkan langkahlangkah perbaikan atau untuk mengurangi risiko reputasi yang potensial, atau menangani masalah-masalah warisan atau kewajiban yang belum terselesaikan, meminta klien agar semua dokumen dan elemen-elemen ESS diungkapkan sebelum pentaksiran final proyek; iv) Type 4 Proyek yang dilengkapi dengan layanan konsultasi. PT SMI akan melaksanakan evaluasi kelayakan untuk memastikan bahwa: (a) proyek sudah sesuai dengan ESMF; dan (b) tidak ada resiko reputasi bagi PT SMI dan / atau Lembaga Keuangan Multilateral (MFI) yang mendukung. 19. ESMF akan diterapkan untuk proyek-proyek di masing-masing kategori di atas. Namun, kegiatankegiatan khusus yang dilakukan dalam pengkajian, pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan dan sosial suatu proyek akan berbeda satu sama lainnya tergantung dari apakah itu merupakan layanan konsultasi ataukah produk berbasis dana. 20. Untuk Produk Berbasis Dana (investasi proyek dan pembangunan), akan diterapkan tahap dan prosedur standar ESMF yang dijabarkan di Bagian dan Bab 4. Proyek-proyek yang dilengkapi dengan layanan konsultasi akan perlu dikaji dengan cara lain, dan akan mencakup layanan jasa penasihat dan konsultasi bagi berbagai klien seperti pemerintah, pengembang sektor swasta, badan-badan hukum, dll. 21. Untuk semua proyek yang dilengkapi dengan layanan konsultasi, PT SMI akan harus memastikan, berdasarkan kajian awal (mengacu pada Bab 4.3 di bawah), bahwa rekomendasinya konsisten dengan kebijakan dan prinsip ESS PT SMI. Untuk dapat mencapainya, Direktur dan tim manajemen risiko akan harus memastikan bahwa kepala Divisi Pengelolaan Risiko diberitahu tentang semua tugas penyediaan layanan konsultasi. 22. Perbedaan dalam persyaratan dan prosedur ESS antara berbagai macam tipe produk pembangunan berbasis dana dan produk pembangunan berbasis layanan konsultasi dijabarkan secara lebih rinci di Lampiran 10 Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial PT SMI. Lampiran ini menyajikan matriks yang berisi paparan risiko, contoh, dan dan pendekatan pengkajian risiko ESS untuk berbagai jenis prosedur bisnis PT SMI Persyaratan ESS yang Mengatur Persiapan dan Pelaksanaan Proyek 23. ESMF dirancang untuk mengarusutamakan ESS ke dalam siklus proses pinjaman untuk proyek yang membutuhkan bantuan dana dari PT SMI. Pelaksanaan ESMF mulai sejak dini pada persiapan proyek dan permohonan pinjaman pada PT SMI dan berlangsung melalui tahap-tahap, juga dalam pengaturan 7

14 organisasi rinci PT SMI di bawah lini bisnis kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial (ESMF). Pemberlakuan ESS dan prosedur ESMF dimulai dari tahap persiapan proyek dan permohonan bantuan pinjaman kepada PT SMI, kemudian dilanjutkan pada tahap: (1) permohonan pinjaman, (2) skrining awal, (3) pentaksiran proyek, (4) penandatanganan kontrak, (5) pencairan dana pinjaman, (6) pemantauan dan evaluasi. ESMF juga mencakupkan norma-norma audit eksternal, pemutakhiran dokumen dan pengungkapan. Pedoman Operasional ESMF meliputi: i) Alat-alat mitigasi risiko lingkungan dan sosial seperti AMDAL, dan Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL), berdasarkan pengkategorian risiko proyek. Kerangka Acuan umum dari dokumen AMDAL dan RKL-RPL juga disediakan untuk dapat digunakan dalam kajian persiapan proyek (sebelum studi kelayakan dan studi kelayakan) untuk tinjauan oleh PT SMI ii) Kerangka Kerja Pembebasan Lahan dan Pemukiman Kembali (LARAP), yang berisi prinsip, prosedur dan persyaratan pembebasan lahan dan pemukiman kembali, rencana lengkap pengadaan lahan dan pemukiman kembali atau disingkat dngan rencana aksi pemukiman kembali berdasarkan pengkategorian risiko proyek. iii) Kerangka Kerja Pengembangan Masyarakat Adat (IPP), yang berisi prinsip, prosedur, dan persyaratan serta pengaturan kelembagaan untuk menangani masyarakat adat menurut proyek; Pengkajian Sosial dan Rencana Pengembangan Masyarakat Adat jika masyarakat adat terkena dampak. iv) Mekanisme penanganan keluhan dan konsultasi dengan pemangku kepentingan untuk menjamin pendekatan partisipasi dan adil dalam mengevaluasi dan menangani risiko proyek. v) Keterangan rinci tentang para pemangku kepentingan dan tanggung jawabnya. vi) Keterangan rinci tentang penguatan sumber daya manusia yang disyaratkan di PT SMI untuk menjalankan kerangka kerjanya vii) Pedoman tentang Peningkatan kapasitas. viii) Instruksi tentang pemantauan dan pemutakhiran dokumen ini. 24. ESMF menggarisbawahi persyaratan dan prosedur untuk melaksanakan kerangka kerja tersebut dalam siklus kegiatan bisnis PT SMI. ESMF berisi sebuah perangkat alat seperti tempat untuk daftar periksa, formulir pentaksiran dan contoh kerangka acuan (terms of reference), untuk menyiapkan langkahlangkah mitigasi upaya perlindungan, ikhtisar tentang berbagai alat upaya perlindungan lingkungan dan sosial, daftar tentang perjanjian wajib (mandatory covenants) yang harus dimasukkan ke dalam perjanjian pinjaman (loan agreement) (lihat Lampiran 4 sampai Lampiran 32). ESMF juga menyediakan rincian tentang bagaimana mengikuti prosedur operasi, menjalankan kerangka kerja, dan menggunakan format, kerangka acuan dan ikhtisar AMDAL, UKL-UPL, LARAP, kajian sosial, dan Rencanan Pengembangan Masyarakat Adat yang tersedia. 25. Rincian mengenai skrining lingkungan dan sosial, pengkategorian dan prosedur pengelolaan dampak dan risiko dijabarkan dalam Bab Persyaratan Kinerja ESS 26. PT SMI akan memastikan bahwa semua investasi, proyek dan layanan konsultasi ditinjau dan dievaluasi terhadap persyaratan-persyaratan ESS berikut: i) Daftar Pengecualian (lihat Lampiran 1); ii) Hukum dan peraturan Indonesia tentang lingkungan, kesehatan, keselamatan dan isu sosial (lihat Lampiran 2); dan iii) Prinsip PT SMI (Lihat Bab 3). Prinsip-prinsip tersebut konsisten dengan persyaratan staregis PT SMI dan investor MFI, yang diubah dari waktu ke waktu. 8

15 2.3.5 Rencana Konsultasi dan Pengungkapan ESMF 27. PT SMI di bawah panduan prosedur-prosedur pemerintah Indonesia dan dengan komunikasi dengan MFI kunci (misalnya ADB, World Bank, IFC, JICA dan AFD), akan memastikan bahwa konsultasi bermakna akan dilaksanakan untuk meninjau semua draft ESMF yang direvisi di masa depan, dan bahwa proses konsultasi akan didokumentasi secara baik dalam ESMF final yang telah direvisi. Divisi upaya perlindungan lingkungan dan sosial dari MFI juga diundang untuk melakukan evaluasi kelayakan dan tinjauan semua dokumen ESMF yang direvisi di masa depan, untuk menentukan bahwa PT SMI telah memenuhi persyaratan pengembangan ESMF. 28. Untuk keperluan revisi draft ESMF dimasa depan, Konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan harus dilakukan dengan tujuan utama untuk mendapat input dari organisasi-organisasi klien, lembagalembaga kunci pusat, LSM terkait dan lembaga-lembaga lain; dan untuk mensosialisasikan komitmen PT SMI dalam mengikuti praktik-praktik terbaik internasional untuk menjamin bahwa proyek-proyek yang didanai akan ramah lingkungan dan berkelanjutan secara sosial. 29. Semua draft ESMF yang direvisi dimasa depan setelah konsultasi harus diungkapkan untuk publik di dalam website PT SMI. 30. Insturmen-instrumen upaya perlindungan spesifik proyek (seperti LARAP, IPP, IEE, EIA, EMP, AMDAL, UKL/UPL yang diterima oleh PT SMI dan lembaga keuangan multilateral terkait ) harus dikonsultasikan dan diungkapkan secara terpisah oleh organisasi-organisasi klien pada setiap pengembangan proyek atau investasi PT SMI. Organisasi-organisasi klien akan mengungkapkan IEE, EIA, EMP, LARAP, IPP, dll, di tahap perencanaan persiapan proyek di website mereka, di ruang publik yang mudah diakses oleh kelompok terkena dampak, LSM lokal dan pemangku kepentingan lainnya. Disamping itu PT SMI juga akan mengungkapkan 15 intsrumen-intsrumen tersebut dalam website perusahaan, setelah ada persetujuan klien untuk mendapat pinjaman dari PT SMI Pemutakhiran dan Uji Coba Pelaksanaan ESMF, Pedoman Operasi 31. Dokumen ESMF adalah dokumen yang dinamis, yang dapat diperbaharui dari waktu ke waktu oleh PT SMI tergantung kebutuhan, pelajaran yang diperoleh selama operasi pengelolaan ESS dan pengembangan proyek, dan untuk menyelaraskan ESMF yang dimiliki baik oleh PT SMI dan pemangku kepentingan MFI dalam hal upaya perlindungan lingkungan dan sosial, persyaratan hukum, jenis dan ukuran proyek, serta keadaan Lingkungan. ESMF yang telah diperbaharui harus ditinjau oleh MFI pemangku kepentingan, disetujui oleh dewan manajemen PT SMI, dan akan tersedia bagi para pemangku kepantingan melalui website PT SMI. 32. Semua temuan/ pengamatan tinjauan eksternal, dan pelajaran yang diambil, juga harus dimasukkan ke dalam revisi pembaharuan ESMF untuk memastikan agar ESMF senantiasa sesuai dan layak. Pemutakhiran harus dicatat dalam lembar revisi kontrol ESMF untuk melestarikan sejarah, lingkup tinjauan dan alasan perubahan. Staf Upaya perlindungan Lingkungan dan sosial (ESS) PT SMI bertanggung jawab atas tugas pemutakhiran. 33. ESMF juga akan operasional, hanya setelah dilakukan proses peninjauan dan persetujuan secara internal oleh dewan manajemen PT SMI, dan kemudian diperiksa lebih lanjut oleh pihak MFI sebagai proses peer review yang merupakan standar PT SMI ESS. 15 persyaratan pengungkapan MFI harus dipenuhi, misalnya ADB mensyaratkan 120 pengungkapan proyek kategori A untuk lingkungan di situs ADB sebelum persetujuan. 9

16 3. Prinsip Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial 34. Penerapan ESS PT SMI dalam pinjaman hutang dan siklus proyek dipandu di tingkat kebijakan tertinggi oleh Pedoman Lingkungan dan Perlindungan Sosial (ESS) PT SMI untuk Dana Proyek Multi- Lateral 16. Sebagaimana ditetapkan dalam dokumen kerangka ESS ini, PT SMI mendasarkan pendekatan ESS kepada inti dari sepuluh prinsip-prinsip upaya perlindungan yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut. 3.1 PENGKAJIAN DAN PENGELOLAAN RISIKO DAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESS-1) 35. Elemen pertama menekankan pentingya pengelolaan aspek lingkungan dan sosial dalam pelaksanaan proyek. Pemenuhan aturan lingkungan dan sosial adalah proses yang dinamis dan berkelanjutan yang dimulai dengan manajemen yang melibatkan perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Pemenuhan aturan lingkungan lingkungan dan sosial adalah hal utama sebelum proyek dimulai. Hal ini melibatkan perizinan lingkungan, izin lokasi, izin pemanfaatan lahan, dan izin-izin lain yang diatur sesuai dengan peraturan dan hukum Negara Republik Indonesia. Pemenuhan ini bersifat compliance yang meliputi unsur-unsur proses bisnis dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan perbaikan, yang pelaksanaannya telah melalui kajian dan penilaian terhadap dampak dan risiko lingkungan dan sosial, serta menyiapkan mitigasi dan mengelola risiko yang ditemukan. Tujuan i) Untuk mendapat izin pembangunan dan izin sosial sebagai upaya pemerintah untuk mengidentifikasi, mengkaji, dan mengelola risiko, dampak dan risiko lingkungan positif maupun negatif, dan keberlangsungan proyek sebelum pelaksanaan sebuah proyek. ii) Untuk mengidentifikasi risiko dan dampak lingkungan, sosial, kesehatan, keselamatan dan dampak dan risiko pada masyarakat setempat, dengan maksud menghilangkan atau mengurangi dampak negatif, dan meningkatkan dampak positif, jika memungkinkan. iii) Mendukung pelestarian sumber daya alam dan penggunaan yang optimal dari energi dan sumber daya air. iv) Untuk memastikan transparansi dan partisipasi dalam proses pengkajian dan mitigasi risiko ESS PT SMI melalui implementasi keterlibatan masyarakat yang tepat, FPIC, konsultasi publik, pengungkapan informasi dan implementasi mekanisme penanganan keluhan bagi masyarakat terkena dampak dan publik. v) Untuk melakukan evaluasi secara teratur untuk memperbaiki kualitas semua kinerja lingkungan dan sosial proyek dan kegiatan perusahaan, serta untuk mengkaji efektifitas kebijakan ESS PT SMI. Cakupan Penerapan 36. Elemen pertama ini diterapkan pada proyek yang berisiko rendah, sedang dan tinggi, yang harus memperoleh ijin yang diperlukan sebelum pelaksanaan proyek. Dengan demikian, dampak lingkungan dan sosial dapat dikelola secara berkelanjutan. Ketetapan 36. PT SMI mensyaratkan kajian lingkungan untuk proyek-proyek usulan untuk pendanaan PT SMI untuk membantu memastikan bahwa proyek-proyek usulan tersebut ramah lingkungan dan berkelanjutan, hingga dapat mendukung pengambilan keputusan. 16 (SMI, 2016b) Pedoman Perlindungan Lingkungan dan Sosial Proyek Multilateral (Pedoman upaya perlindungan lingkungan dan sosial untuk Dana Proyek Multilateral), yang dijadikan peraturan pada bulan Oktober,

17 i) Pengkajian Lingkungan (EA) adalah suatu proses yang luasnya, kedalamannya, dan jenis analisisnya tergantung dari jenis, skala dan potensi dari dampak lingkungan proyek usulan 17. EA mengevaluasi potensi dampak dan risiko lingkungan di dalam wilayah terkena pengaruh proyek; mempelajari alternatif proyek; identifikasi cara untuk memperbaiki pilihan proyek, lokasi, perencanaan, desain, dan pelaksanaan dengan mencegah, mengurangi, memperkecil, atau memberi kompensasi atas dampak parah lingkungan dan meningkatkan dampak positif; mencakupkan proses penanggulangan dan mitigasi dampak lingkungan sepanjang pelaksanaan proyek. PT SMI memilih langkah-langkah pencegahan dibandingkan langkah-langkah penanggulangan atau langkah kompensasi, jika mungkin. ii) EA mempertimbangkan lingkungan fisik dan alam (udara, air, dan tanah); kesehatan manusia dan keselamatan; aspek sosial (pemukiman kembali tidak secara sukarela, masyarakat adat, dan budaya fisik) dan mata pencaharian yang berhubungan dengan sumber daya lingkungan; dan aspek lingungan lintas batas dan global. EA memandang aspek fisik, alam dan sosial secara terpadu. EA juga mempertimbangkan perbedaan-perbedaan kondisi proyek dan negara; temuantemuan analisis lingkungan negara; rencana aksi lingkungan nasional; semua kerangka kebijakan negara; hukum dan peraturan negara; dan kapasitas kelembagaan terkait aspek lingkungan dan sosial; serta kewajiban negara tentang kegiatan proyek, seuai dengan pakta dan kesepakatan internasional terkait. iii) PT SMI tidak mendanai aktivitas proyek yang mungkin melanggar kewajiban negara yang diidentifikasi pada kajian lingkungan (EA). EA dimulai sedini mungkin dalam pemrosesan proyek dan dipadukan erat dengan analisis ekonomi, keuangan, kelembagaan, sosial, dan teknis dari proyek usulan. iv) PT SMI melakukan penyaringan lingkungan pada semua proyek usulan untuk menentukan tingkat dan jenis EA. PT SMI membagi proyek-proyek usulan menjadi empat jenis, tergantung dari jenis, lokasi, kepekaan, dan skala proyek dan jenis serta besarnya potensi dampak lingkungannya. v) PT SMI menggunakan sistem klasifikasi yang mencerminkan besarnya potensi dampak lingkungan sebuah proyek. Kategori sebuah proyek ditentukan oleh komponen proyek yang paling peka secara lingkungan. Termasuk dampak langsung, tidak langsung, kumulatif, dan dampak imbas di area terpengaruh oleh proyek 18. Setiap proyek yang diusulkan diteliti dengan cermat jenis, lokasi, skala, dan sensitivitas lingkungan penerima dan besarnya potensi dampak lingkungan. Proyekproyek usulan dimasukkan dalam salah satu dari empat kategori berikut (lihat Lampiran 5 untuk rincian). vi) EA harus dilakukan berdasarkan penyaringan dan klasifikasi proyek. Proyek harus memiliki izin yang ditetapkan oleh hukum dan peraturan Indonesia sebelum pelaksanaan proyek dan penyerahan laporan rutin pada otoritas yang bersangkutan. Jika ada izin yang berakhir masa berlakunya, maka izin harus diperpanjang, atau diberitahukan jika hal ini disyaratkan 17 Termasuk damapk langsung, tak langsung, kumulatif, dan dampak imbas. 18 Daerah Pengaruh Proyek ditetapkan sesuai dengan SPS ADB 2009 dan meliputi (i)lokasi primer dan fasilitas terkait yang dibangun dan dikendalikan oleh pengembang/ klien ( termasuk kontraktornya) seperti koridor transmisi listrik, jaringan pipa, kanal, terowongan, jalan akses, borrow pits dan daerah pembuangan dan perkemahan proyek, (ii) fasilitas terkait yang tidak didanai sebagai bagian dari proyek (pendanaan dapat diberikan secara terpisah oleh peminjam / klien atau oleh pihak ketiga), dan yang kelangsungan hidup dan keberadaannya tergantung hanya pada proyek dan yang barang-barang atau Layanan sangat penting untuk keberhasilan operasi proyek; (iii) daerah dan masyarakat yang berpotensi terkena dampak kumulatif dari pembangunan yang direncanakan lebih lanjut dari proyek, sumber lain dari dampak serupa di wilayah geografis, setiap proyek atau kondisi yang ada, dan pembangunan yang terkait dengan proyek lain yang secara benar-benar didefinisikan pada saat pengkajian dilakukan; dan (iv) daerah dan masyarakat yang berpotensi terkena dampak pembangunan yang tidak direncanakan tapi dapat diprediksi yang disebabkan oleh proyek yang mungkin terjadi nanti atau di lokasi yang berbeda. Daerah pengaruh tidak mencakup potensi dampak yang mungkin terjadi tanpa adanya proyek atau dampak yang tidak ada hubungan dengan keberadaan proyek. 11

18 vii) Jika proyek telah mendapatkan persetujuan untuk operasi, namun masih memerlukan izin sesuai peraturan, maka proyek harus terlebih dahulu mendapat izin terebut. viii) Jika dianjurkan agar proses evaluasi kelayakan dan pemantauan dilakukan oleh ahli upaya perlindungan lingkungan dan sosial atau oleh Pool of Experts, maka proyek harus memperoleh izin tersebut. ix) Jika proyek tidak memiliki izin lingkungan, izin lokasi, maka proyek terssebut tidak memenuhi syarat untuk didanai oleh PT SMI. x) Selain itu, proyek ini akan diminta untuk memperhatikan hal-hal berikut ini, sebagai bagian dari Peraturan Kepatuhan Lingkungan dan Sosial: 1. Kapasitas dan Kompetensi Organisasi 2. Pelatihan: a) Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan; b) Keterlibatan Masyarakat; dan c) Pemantauan, peninjauan, dan pelaporan. 3.2 KONDISI TENAGA KERJA DAN KERJA (ESS-2) 37. Elemen ke dua menekankan upaya pertumbahan ekonomi melalui ketenagakerjaan dan pendapatan yang adil sebagai hak-hak dasar pekerja. Untuk semua proyek, tenaga kerja adalah aset yang tak ternilai, dan hubungan baik antara pekerja dan manajemen merupakan kunci kemajuan dan produktivitas perusahaan. Gagal menjaga hubungan baik tersebut akan mengurangi komitmen pekerja, yang pada akhirnya akan membahayakan proyek. Dengan memiliki hubungan antara pekerja dan manajemen yang konstruktif, juga dengan memperlakukan pekerja dengan adil dan dengan menyediakan kondisi kerja yang aman dan sehat, akan membawa keuntungan pada proyek, seperti produktivitas dan efektivitas operasi. Tujuan i) Untuk menciptakan, memperbaiki, dan memelihara hubungan antara manajemen dan pekerja. ii) Untuk mendorong perlakuan adil tanpa diskriminasi dan kesempatan yang sama bagi pekerja dan upaya untuk mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan. iii) Untuk melindungi pekerja dengan menghindari pekerja dibawah umur (anak-anak) dan tenaga kerja paksa. iv) Mendorong kondisi kerja yang aman dan sehat (jika disediakan oleh perusahaan) juga untuk melindungi dan mendorong kesehatan pekerja. Lingkup Penerapan 38. Elemen kedua ini adalah salah satu persyaratan yang ditetapkan oleh perusahaan dalam melakukan kajian lingkungan dan sosial sebagai langkah mitigasi risiko lingkungan dan sosial, yang keduanya dilakukan pada waktu proyek memulai konstruksi, dan selama proyek berlangsung. Implementasi ini harus sesuai dengan hukum ketenagakerjaan. 39. Adalah kewajiban manajemen proyek untuk memperlakukan para pekerja dengan adil, baik pekerja permanen maupun pekerja kontrak maupun pekerja outsourcing. Manajemen harus mengikuti peraturan mengenai renumerasi dan upah minimum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Ketentuan Kebijakan Sumber Daya Manusia 40. Proyek harus menerapkan kebijakan sumber daya manusia dengan menerapkan pendekatan manusiawi untuk mengelola pekerja dengan baik sesuai dengan hak dan kewajiban, termasuk hak untuk menerima remunerasi dan kompensasi sesuai dengan peraturan yang berlaku. 12

19 Kondisi dan Persyaratan Kerja Kerja 41. Proyek disyaratkan untuk memberikan kondisi kerja yang baik dalam segi administrasi maupun aturan kerja seperti jam kerja, lembur, ijin untuk meninggalkan kantor karena sakit, melahirkan serta perlindungan seperti asuransi sosial dan asuransi kesehatan. 42. Proyek ini harus menyediakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan aman bagi pekerja dengan mempertimbangkan risiko di sektor-sektor tertentu, termasuk bahaya fisika, kimia, biologi, dan radiologi. Manajemen proyek harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Serikat Buruh 43. Manajemen proyek tidak boleh melarang para pekerja untuk bergabung dengan organisasi apapun dan pekerja berhak untuk menyuarakan pendapat mereka sesuai dengan UU kebebasan untuk bergabung dengan serikat apapun dan untuk mengekspresikan pendapat mereka di depan umum; Namun, pekerja juga harus mematuhi batasan yang ditetapkan dalam peraturan yang berlaku dalam kebebasan untuk bergabung dengan asosiasi dan menyuarakan pendapat di depan umum. Non-Diskriminasi dan Peluang yang Adil 44. Proyek ini tidak boleh membuat keputusan ketenagakerjaan berdasarkan karakteristik di luar persyaratan kerja dasar. Manajemen proyek harus menciptakan kesempatan yang sama dan adil sesuai dengan peraturan Republik Indonesia dalam memperlakukan pekerja tanpa membedakan jenis kelamin, kelompok etnis, agama, pandangan politik termasuk dalam proses perekrutan, kompensasi (gaji dan tunjangan), kondisi kerja dan jenis kerja, pelatihan, promosi, penghentian atau pensiun dan tindakan disiplin. Pemutusan Hubungan Kerja 45. Manajemen proyek harus menyusun rencana untuk mengurangi dampak buruk dari pemutusan hubungan kerja dengan pekerja. Jika karena alasan tertentu, pemutusan hubungan kerja harus dilakukan, maka harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berkonsultasi dengan kantor tenaga kerja setempat. Pekerja Anak an Pekerja Paksa 46. Proyek tidak boleh mempekerjakan anak- anak di proyek dalam konteks kepentingan ekonomi karena dapat mengganggu atau membahayakan pendidikan anak-anak tersebut atau melakukan kekerasan terhadap kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, atau sosial mereka. Semua pekerja harus berusia minimal 18 tahun dan harus secara hukum dipekerjakan di bawah peraturan pemerintah yang berlaku. Proyek ini tidak boleh mempekerjakan buruh paksa atau seseorang di bawah ancaman paksaan atau hukuman. 3.3 PENCEGAHAN DAN PENGURANGAN POLUSI (ESS-3) 47. Elemen ketiga menekankan pentingnya pencegahan dan pengurangan polusi di dalam aktivitas industri dan proyek, misalnya, polusi air, tanah, dan udara serta suara termasuk emisi gas rumah kaca yang bisa membahayakan bagi lingkungan dan manusia. Elemen ini menggarisbawahi pendekatan yang ramah lingkungan dengan memasukkan metode dan teknologi sejauh kegunaannya layak secara teknis dan efektif dalam biaya karena proyek bergantung pada keahlian dan sumber daya yang tersedia secara komersial. Tujuan i) Mencegah atau mengurangi dampak negatif pada kesehatan manusia dan kualitas lingkungan dengan menghindari atau memperkecil polusi akibat kegiatan proyek. ii) Mendorong pengurangan gas rumah kaca yang ikut mengakibatkan fenomena pemanasan global. 13

20 Lingkup Penerapan 48. Elemen ini diterapkan dalam pengkajian lingkungan dan sosial sebelum proyek dimulai dan selama pengkajian berkala. Jika ada temuan, rekomendasi perbaikan segera harus diberikan sebagai upaya untuk memperbaiki masalah dan harus dikelola di bawah Pengelolaan sistem Lingkungan dan Sosial proyek. Ketentuan Persyaratan Umum 49. Dalam desain, konstruksi, operasi, dan uji coba proyek, manajemen proyek harus mempertimbangkan kondisi sekitar dan melakukan pencegahan dan pengendalian polusi secara teknik dan operasional dengan cara yang paling tepat untuk menghindari atau jika tidak memungkin, berusaha untuk memperkecil atau mitigasi dampak negatif pada kesehatan manusia dan lingkungan, dan tindakan ini harus dilakukan sepanjang itu mungkin dilakukan secara teknik dan finasial juga efektif biaya. Pencegahan dan Pengurangan Polusi 50. Proyek ini harus menghindari pelepasan bahan pencemar atau polutan ke dalam tanah, air dan udara. Jika itu tidak dapat dihindari, proyek harus meminimalkan atau mengendalikan intensitas atau jumlah polutan yang dilepaskan. Kajian risiko harus dilakukan dalam kegiatan rutin dan non-rutin, atau dalam kegiatan apapun yang memiliki dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan dengan melakukan langkah-langkah terukur internal di dalam kegiatan operasional sesuai dengan prinsip-prinsip operasi yang ramah lingkungan. Limbah 51. Sebisa mungkin, proyek harus meminimalisasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan bahan non B3 dengan 1) Metode mengurangi (reduce) atau mengurangi produksi limbah, dan 2) Metode Penggunaan Kembali (reuse) atau menggunakan kembali limbah untuk proses yang bermanfaat 3) Metode Daur Ulang (recycle) atau mendaur ulang limbah. Jika ini tidak mungkin untuk dilakukan, proyek harus memproses, menghancurkan, dan untuk sementara menyimpan zat berbahaya dalam cara yang ramah lingkungan dan sesuai dengan peraturan. Jika limbah yang dihasilkan juga termasuk zat berbahaya dan beracun (B3), proyek harus memproses, memanfaatkan atau membuang, menurut peraturan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan. Jika pembuangan limbah dilakukan oleh pihak ketiga, proyek harus menggunakan kontraktor bereputasi baik dan disetujui oleh instansi yang berwenang. Bahan-bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 52. Proyek harus melakukan pencegahan, jika ini tidak memungkinkan, proyek harus meminimalisasi penggunaan atau mengendalikan bahan-bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari produksi, transporatsi, penanganan, penyimpanan, dan penggunaan untuk aktivitas proyek. Proyek harus menghindari manufaktur, perdagangan dan penggunaan bahan kimia yang tidak diperbolehkan oleh pemerintah, disepakati dikurangi oleh pemerintah, atau disyaratkan oleh konvensi internasional karena toksisitas yang tinggi untuk organisme hidup, ketahanan lingkungan, atau potensi penipisan lapisan ozon. Penggunaan dan Manajemen Pestisida, herbisida dan fungisida 53. Dalam membantu proyek-proyek untuk mengelola hama, gulma dan infeksi jamur yang mempengaruhi pertanian atau kesehatan masyarakat, PT SMI mendukung strategi yang mempromosikan penggunaan metode kontrol biologis atau fisika dan mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia sintetis. Dalam proyek-proyek yang dibiayai PT SMI, proyek membahas masalah-masalah pengelolaan hama dalam konteks Pengkajian lingkungan proyek. 54. Dalam pentaksiran sebuah proyek yang melibatkan manajemen hama, PT SMI mengkaji kapasitas lembaga untuk mengembangkan dan mendukung manajemen hama yang ramah lingkungan yang aman, efektif. Bila perlu, PT SMI dan proyek memasukkannya dalam komponen proyek untuk memperkuat kapasitas dalam bidang tersebut. 14

21 55. PT SMI mensyaratkan agar pesitsida, hebisida atau fungisida yang didanai harus diproduksi, dikemas, diberi label, ditangani, disimpan, dibuang, dan dipakai sesuai dengan standar yang berlaku. PT SMI tidak membiayai produk yang diformulasikan yang jatuh dalam kategori WHO kelas IA dan IB, atau formulasi produk di Kelas II, jika (a) negara tidak memiliki pembatasan distribusi dan penggunaan bahanbahan tersebut d; atau (b) bahan bahan yang mungkin untuk digunakan oleh, atau dapat diakses oleh personel, petani, atau orang lain tanpa pelatihan, peralatan, dan fasilitas untuk menangani, menyimpan, dan memakai produk ini dengan benar. PT SMI juga tidak akan mendukung penggunaan pestisida, herbisida atau fungisida pada proyek-proyek investasi atau pembangunan yang meliputi bahan kimia yang tercantum sebagai daftar bahan yang penggunaannya terlarang atau dibatasi berdasarkan UU Indonesia 19 atau berdasarkan konvesi Stockholm (2001) pada Polutan Organik Persisten 20. Kondisi Sekeliling (Kondisi Ambient) 56. Untuk mengatasi dampak merugikan dari proyek pada kondisi sekeliling, proyek harus mencatat rona lingkungan awal dan membandingkan pengukuran dari kondisi sekeliling secara teratur. Jika ada peningkatan yang signifikan terdeteksi, proyek harus mencari penyebab dan membuat rencana tindakan yang diperlukan. Meminimalkan atau mengurangi pelepasan polutan adalah salah satu cara yang direkomendasikan dalam memelihara kondisi sekeliling dan ini juga sebagai sarana untuk mengurangi risiko perubahan potensial dalam kondisi lingkungan sekeliling. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 57. Proyek ini harus mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) yang berasal dari kegiatan proyek. Proyek ini harus menerapkan tindakan mitigasi gas rumah kaca dan memperkirakan emisi gas rumah kaca yang potensial dalam berbagai siklus proyek dari pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi serta tahap operasional. Perhitungan dan pemantauan GRK harus dilakukan setiap tahun mengacu pada metodologi yang ditetapkan pemerintah. Pengurangan emisi termasuk, namun tidak terbatas pada, efisiensi energi, penggunaan sumber energi terbarukan, proses perubahan desain, dan adopsi langkah-langkah mitigasi GRK lain secara yang layak secara finansial dan teknis lainnya. 3.4 KESELAMATAN, KESEHATANDAN KEAMANAN (ESS-4) 58. Elemen keempat ini menitikberatkan, tidak hanya pada kegiatan proyek dan pengembangan infrastruktur yang membawa manfaat pada masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi, tapi juga memperkecil potensi paparan risiko dan dampak proyek pada masyarakat yang timbul dari kecelakaan tempat kerja karena kegagalan perlengkapan, struktur, penjalaran bahan bahan berbahaya dan beracun, limbah berbahaya dan beracun, maupun masalah keamanan. Elemen ini digunakan sebagai kewajiban proyek untuk mencegah, memperkecil risiko dan dampak pada keselamatan, kesehatan, dan keamanan yang timbul dari aktivitas proyek. Tujuan i) Mencegah dan meminimalisasi risiko dan dampak pada kesehatan, keselamatan dan keamanan para pekerja dan masyarakat sekitarnya dalam kegiatan rutin dan non-rutin. ii) Memastikan bahwa perlindungan pada personil dan properti dilakukan dengan benar agar dapat mencegah atau memperkecil risiko terhadap keselamatan dan keamanan masyarakat. Lingkup Penerapan 59. Penerapan elemen ini dilakukan sebagai bagian proses pengkajian lingkungan dan sosial. Sistem pengelolaan kesehatan dan keselamatan lingkungan dan sosial proyek mencakup prosedur untuk perlindungan terhadap lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja untuk menghindari dampak terhadap kesehatan manusia dan keselamatan kerja dan untuk mengantisipasi gangguan keamanan. 19 Keputusan Menteri Pertanian No /Kpts/TP.270/7/ See 15

22 Ketetapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja 60. Proyek harus mengukur risiko dan dampak pada keselamatan dan kesehatan para pekerja dan masyarakat terkena dampak pada saat desain, konstruksi, uji coba dan operasi proyek, dan membuat langkah-langkah pencegahan untuk mengatasi masalah ini, sesuai dengan risiko dan dampak yang diidentifikasi, langkah-langkah tersebut dapat mendukung pencegahan risiko dan dampak melalui pengurangan dan minimisasi bahaya. Keselamatan Infrastruktur dan Peralatan 61. Elemen atau komponen struktur dari desain, konstruksi, uji coba dan operasi proyek harus sesuai dengan peraturan yang ada dan harus mempertimbangkan potensi risiko bahaya, khususnya jika elemen struktur tersebut dapat diakses oleh publik atau jika kegagalan struktur terjadi selama periode konstruksi dan operasional dapat mengakibatkan cidera pada seseorang. Elemen struktur harus dirancang dan dibangun oleh ahli yang berkualifikasi dan berpengalaman, dan bersertifikat atau yang disahkan oleh instansi pemerintah, dengan kata lain, oleh para profesional yang kompeten. Untuk proyek yang mengoperasikan peralatan bergerak di jalan umum dan proyek infrastruktur lainnya, manajemen proyek harus mengusahakan untuk mencegah terjadinya insiden dan kecelakaan. Isu-isu Lingkungan dan Sumber Daya Alam 62. Proyek harus menghindari atau memperkecil potensi bencana alam seperti tanah longsor atau banjir yang mungkin timbul akibat perubahan penggunaan fungsi lahan terkait aktivitas proyek. Proyek harus juga mencegah atau meminimalisasi dampak negatif yang merugikan akibat kegiatan proyek terkait tanah, air dan sumber daya alam lainnya yang digunakan oleh masyarakat sekitarnya. Penyesuaian pada Dampak Perubahan Iklim 63. Proyek harus mendukung berbagai langkah-langkah untuk penyesuaian pada dampak perubahan iklim. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk memperkecil dampak perubahan iklim pada masyarakat dan mengurangi kerentanan serta meningkatkan ketahanan masyarakat menghadapi risiko perubahan iklim terkait yang di berbagai sektor. Paparan Penyakit Pada Masyarakat 64. Proyek harus menghindari atau memperkecil potensi paparan pada penyakit akibat kegiatan proyek. Jika penyakit yang timbul di dalam masyarakat terkena dampak bersifat endemik, proyek harus memantau dan mendorong kesempatan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kesehatan selama kegiatan proyek sehingga menurunkan besarnya paparan. Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan 65. Proyek harus mengkaji potensi risiko dan dampak kegiatan proyek dan memberitahu masyarakat sekitar tentang bahaya yang siknifikan dengan cara yang sesuai dengan kebudayaan lokal. Proyek ini dapat bekerja sama dengan tokoh masyarakat dan pemerintah daerah dalam penyusunan tanggap darurat sehingga penanganan darurat dapat dilakukan secara efektif. Proyek ini harus mendokumentasikan kegiatan tanggap darurat, alat dan peralatan, tim tanggap darurat dan orang yang bertanggung jawab dalam kondisi darurat serta menyampaikan informasi yang bersangkutan mengenai rencana tindakan lain yang relevan atau dokumen kepada para pekerja, masyarakat sekitar dan instansi pemerintah. Petugas Keamanan 66. Proyek harus mempekerjakan pegawai atau kontraktor untuk penyediaan petugas keamanan untuk pekerja dan properti. Proyek juga mengkaji risiko di dalam dan di luar area proyek usulan oleh perusahaan keamanan. Dalam menyusun pengaturan tersebut, proyek ini diarahkan oleh prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Kepolisian Republik Indonesia dalam hal perekrutan, pelatihan dan implementasi pola keamanan. Manajemen tidak harus memerintahkan petugas keamanan untuk mengambil tindakan 16

23 represif. Pasukan Keamanan digunakan untuk pencegahan dan keamanan sesuai dengan peraturan kepolisian yang sesuai dengan sifat dan ruang lingkup ancaman keamanan proyek. proyek harus memastikan bahwa pengamanan personil dan properti dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia terkait dan dengan cara yang menghindari atau meminimalkan risiko dengan komunitas Terkena. Keselamatan Bendungan 67. Ketika PT SMI membiayai proyek yang meliputi pembangunan bendungan baru, disyaratkan agar bendungan dirancang dan konstruksinya diawasi oleh profesional yang berpengalaman dan kompeten; (I) Untuk konstruksi bendunganyang lebih tinggi dari 15 mete, proyek akan ditunjuk panel ahli yang terdiri dari 3 atau lebih, (ii) Untuk bendungan yang kurang dari 15 meter, harus desain oleh para ahli yang kompeten. 3.5 PENGADAAN TANAH DAN PEMUKIMAN KEMBALI TIDAK SECARA SUKARELA (ESS-5) 68. Pemindahan penduduk termasuk pemindahan fisik (relokasi) dan ekonomi (kehilangan aset atau akses yang mengakibatkan kehilangan sumber penghasilan atau kegiatan penghidupan) sebagai akibat dari pembebasan lahan untuk proyek. Pemindahan penduduk menjadi secara tidak sukarela bila individu atau masyarakat yang terkena dampak atau masyarakat tidak memiliki hak untuk menolak pembebasan lahan dan ini akan mengarah pada pemindahan paksa. 69. Pemukiman kembali secara tidak sukarela dapat mengakibatkan kondisi yang sulit dan kemiskinan jangka panjang pada warga dan masyarakat yang terkena dampak, demikian juga kerusakan lingkungan dan tekanan sosial di tempat yang baru dimana mereka dipindahkan, jika masalah ini tidak ditangani dengan benar. Pemukiman kembali secara tidak sukarela bisa dihindari atau setidaknya diminimilisasi. Jika tidak dapat dihindari, maka proses dan tahapan pemindahan penduduk harus dimitigasi untuk mengurangi dampak negatif pada penduduk yang direlokasi. Langkah-langkah tersebut harus direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati. 70. Ini berlaku untuk semua komponen proyek yang mengakibatkan pemukiman kembali, terlepas dari sumber pembiayaan. Hal ini juga berlaku untuk kegiatan lain yang mengakibatkan pemukiman kembali yang dalam penilaian PT SMI: Tujuan i) Terkait proyek-proyek yang didanai oleh PT SM dengan risiko rendah, sedang dan tinggi; ii) Perlu untuk mencapai tujuan-tujuannya seperti yang ditetapkan dalam dokumen proyek; dan iii) Dilaksanakan atau akan dilaksanakan serentak dengan proyek. 71. Tujuan Upaya Perlindungan Pemukiman Kembali Secara Tidak Sukarela adalah: i) Untuk menghindari dampak merugikan atau setidaknya meminimalkan risiko pemukiman kembali. ii) Untuk mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari pembebasan lahan berbahaya pada orang yang terkena dampak akibat penggunaan lahan dengan: (i) memberikan kompensasi atas kehilangan aset sebesar biaya penggantian; dan (ii) memastikan kegiatan pemukiman kembali dilakukan dengan baik dengan melakukan keterbukaan informasi, konsultasi dan partisipasi bagi mereka yang terkena dampak. iii) Untuk meningkatkan atau setidaknya mengembalikan mata pencaharian dan standar hidup orang dipindahkan. Lingkup Penerapan 72. Penerapan elemen ini dilakukan dialam proses pengkajian lingkungan dan sosial untuk memenuhi ketentuan sistem pengelolaan Lingkungan dan Sosial diatur dalam Peraturan Negara tentang penyediaan 17

24 lahan yang memberi dampak buruk pada aspek ekonomi, sosial, atau lingkungan dari aktivitas proyek. Pembebasan lahan mengkakibatkan hilangnya akses ke aset atau sumber daya atau pembatasan penggunaan lahan; dengan demikian, dampak tersebut harus dihindari, diminimalkan, dimitigasi, atau dikompensasi melalui proses yang adil sesuai dengan prinsip saling menguntungkan. 73. Persyaratan pemukiman kembali berlaku untuk pemindahan fisik penuh atau parsial, permanen atau sementara (relokasi, hilangnya lahan perumahan, atau kehilangan tempat tinggal) dan pemindahan ekonomi (hilangnya lahan, aset, akses ke aset, sumber pendapatan, atau sarana mata pencaharian) akibat dari (i) pembebasan tanah atau taman bukan dengan (ii) pembatasan paksa terhadap pemanfaatan lahan atau pada akses taman dan kawasan lindung yang ditentukan. Pemukiman dianggap bukan dengan sukarela ketika individu atau komunitas yang dipindahkan tidak memiliki hak untuk menolak pembebasan tanah yang mengakibatkan pemindahan. Hal ini terjadi dalam kasus di mana (i) lahan diperoleh melalui pengambilalihan berdasarkan eminent domain; dan (ii) lahan diperoleh lewat kesepakatan, jika proses pengambilalihan diakibatkan oleh kegagalan negosiasi. 74. Elemen ini tidak berlaku untuk pemukiman kembali yang berdasarkan transaksi tanah yang menguntungkan. Ketentuan Desain Proyek 75. Proyek harus mempertimbangkan desain proyek yang layak secara teknik dan finansial untuk menghindari atau setidaknya meminimalkan pemindahan fisik atau ekonomi secara paksa. 76. Sebuah proyek usulan dimasukkan dalam salah satu kategori di bawah tergantung dari besarnya kemungkinan dampak pemukiman kembali secara tidak sukarela: (i) Kategori A: Proyek usulan dimasukkan dalam kategori A jika memberi dampak pemukiman kembali secara tidak sukarela yang signifikan. Disyaratkan rencana pemukiman kembali, termasuk analisis dampak sosial (ANDAS). (ii) Kategori B: Proyek usulan termasuk dalam kategori B bila ada dampak pemukiman kembali secara tidak sukarela yang tidak signifikan Disyaratkan rencana pemukiman kembali termasuk Kajian Sosial. (iii) Kategori C: Proyek usulan masuk dalam kategori C bila tidak ada dampak pemukiman kembali secara tidak sukarela. Tidak ada tindakan selanjutnya yang disyaratkan. (iv) Kategori FI: Proyek usulan masuk dalam kategori FI jika melibatkan investasi PT SMI kepada, atau melalui sebuah perantara finasial 77. Kategori pemukiman kembali sebuah proyek ditentukan oleh kategori komponen proyek yang paling peka dalam dampak pemukiman kembali secara tidak sukarela. Dampak pemukiman kembali secara tidak sukarela di proyek PT SMI dianggap signifikan jika ada 200 warga atau lebih yang mengalami dampak yang besar, yang didefinisikan sebagai (I) yang secara fisik mengungsi dari rumah, atau (ii) kehilangan 10% atau lebih dari aset produktif mereka (yang mendatangkan pendapatan). Tingkat ketelitian dan kelengkapan rencana pemukiman kembali sepadan dengan pentingnya potensi dampak dan risiko. Kompensasi, Bantuan, manfaat bagi Orang yang dipindahkan tidak secara sukarela 78. Jika pemindahan paksa tidak data dihindari, bagi orang atau masyarakat yang dipindahkan tidak secara sukarela proyek harus menyediakan lahan pengganti dan kompensasi atas kerugian atas kehilangan aset dengan biaya penggantian tanah dan bangunan, bantuan biaya pemindahan dan bantuan lainnya untuk membantu mereka meningkatkan atau setidaknya memulihkan martabat hidup mereka dan mata pencaharian. 79. Warga yang dipindahkan secara tidak sukarela terdiri dari tiga jenis: (i) orang dengan hak legal resmi atas tanah yang kehilangan secara keseluruhan atau sebagian dari tanah miliknya; (Ii) orang yang kehilangan lahan yang mereka tempati secara keseluruhan atau sebagian yang tidak memiliki hak hukum 18

25 resmi atas tanah tersebut, tetapi yang memiliki pernyataan atas tanah tersebut yang diakui atau dikenali di bawah hukum; dan (iii) orang yang kehilangan lahan yang mereka tempati secara keseluruhan atau sebagian yang tidak memiliki baik hak hukum resmi maupun pernyataan yang diakui atau dikenali untuk tanah tersebut. Persyaratan pemukiman kembali berlaku untuk semua tiga jenis warga yang dipindahkan. 80. Proyek akan menyediakan lahan atau struktur pengganti yang layak dan memadai atau kompensasi tunai setara dengan biaya penggantian penuh untuk tanah dan struktur, kompensasi yang layak untuk struktur yang sebagian terkena dampak, jika ada, untuk orang-orang yang disebutkan di ayat 79 (i) dan 79(ii) sebelum pemindahan, untuk mereka yang disebutkan dalam ayat 79 (iii). Peminjam/ klien akan memberi ganti kerugian atas kerugian tanah dan aset, tidak atas tanah, seperti serta bantuan relokasi seperti tempat tinggal, dan juga untuk perbaikan lain untuk tanah, dengan biaya penggantian penuh. Keberhakan untuk mereka yang sebutkan dalam ayat 79 (iii) hanya diberikan jika mereka menempati lahan atau struktur di wilayah proyek sebelum tanggal batas (cutoff date) untuk kelayakan atas bantuan pemukiman kembali. 81. Tingkat kompensasi untuk perumahan diperoleh, tanah dan aset lainnya yang hilang akan dihitung dengan biaya penggantian penuh berdasarkan penilaian dari penilai independen. Perhitungan biaya penggantian penuh akan didasarkan pada unsur-unsur berikut: (i) nilai pasar wajar; (Ii) biaya transaksi; (Iii) bunga yang masih harus dibayar; (Iv) transisi dan pemulihan biaya; dan (v) pembayaran lain yang berlaku, jika ada. Di mana kondisi pasar tidak ada ataupun dalam tahap formatif, peminjam / klien akan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipindahkan tidak secara sukarela dan penduduk tuan rumah untuk memperoleh informasi yang memadai tentang transaksi terbaru tanah, nilai tanah berdasarkan jenis, sertifikat tanah, penggunaan lahan, pola tanam dan produksi tanaman, ketersediaan lahan di wilayah proyek dan daerah, dan informasi terkait lainnya. Peminjam / klien juga akan mengumpulkan data dasar tentang perumahan, jenis rumah, dan bahan konstruksi. ahli yang berkualitas dan berpengalaman akan melakukan penilaian aset yang dibebaskan. Dalam menerapkan metode penilaian, penyusutan struktur dan aset tidak harus diperhitungkan Pemindahan Fisik 82. Jika warga yang hidup di daerah proyek harus dipindahkan ke tempat lain, maka proyek harus: (i) menawarkan pilihan yang memungkinkan pada mereka yang dipindahkan, termasuk tempat tinggal pengganti yang layak atau kompensasi yang layak, (ii) penyediakan bantuan relokasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelompok warga dengan perhatian khusus pada kelompok miskin dengan akses yang sebanding pada kesempatan kerja dan produksi, infrastruktur sipil dan layanan sebagaimana disyaratkan masyarakat; (iii) dukungan transisi dan bantuan pengembangan, seperti pengembangan tanah, fasilitas kredit, pelatihan, atau kesempatan kerja; dan (iv) Kesempatan untuk memperoleh manfaat pembangunan yang sesuai dari proyek. 83. Jika masyarakat adat harus dipindahkan secara fisik dari tanah adatnya, maka proyek memenuhi ketentuan yang dijelaskan dalam Elemen masyarakat adat dan masyarakat asli. Pemindahan Ekonomi 84. Jika pembebasan lahan untuk proyek mengakibatkan hilangnya penghasilan atau penghidupan, proyek harus mengikuti aturan-aturan dibawah ini: i) Menyediakan kompensasi ekonomi bagi mereka yang dipindahkan atas kerugian akses atau akses pada aset dengan dengan biaya penggantian penuh. ii) Jika pembebasan lahan berdampak pada struktur komersial, kompensasi harus diberikan pada pemilik usaha atas biaya untuk membangun kembali kegiatan usahanya di tempat lain dan biaya pemindahan peralatan, instalasi ulang pabrik, mesin, atau peralatan lainnya. iii) Untuk menyediakan kompensasi lahan dengan mengacu pada biaya penggantian penuh sedapat mungkin untuk orang-orang yang berhak atas tanah tersebut menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah, yang disetujui atau dapat disahkan oleh Hukum Nasional. 19

26 iv) Untuk memberi kompensasi pada orang yang dipindahkan yang tidak memiliki klaim hukum atas lahan, seperti pertanian, infrastruktur dan irigasi dengan biaya penggantian penuh sesuai dengan peraturan yang berlaku. v) Memberi bantuan tambahan seperti pelatihan, kesempatan kerja dan juga kesempatan untuk memperbaiki atau mengembalikan kemampuan mereka mendapatkan penghidupan yang layak. Analisis Dampak Sosial (ANDAS) atau Kajian Sosial 85. Proyek akan melakukan survey dan sensus sosial ekonomi, dengan dasar data sosial dan ekonomi yang layak guna mengidentifikasi semua orang yang akan dipindahkan oleh proyek dan untuk menganalisa dampak sosial ekonomi terhadap mereka. Untuk tujuan ini, biasanya tanggal cut-off akan ditentukan oleh prosedur pemerintah daerah tuan rumah. Jika prosedur tersebut tidak ada, proyek akan menentukan tanggal cut-off untuk keberhakan. Informasi tentang tanggal cut-off akan didokumentasi dan disebarkan disegala penjuru area proyek. 86. Laporan ANDAL akan mencakup (i) dampak di masa lalu 21, potensi masa sekarang dan mendatang, (ii) Inventaris orang-orang yang dipindahkan dan aset mereka, (iii) kajian tentang penghasilan dan penghidupan mereka, dan (iv) Informasi yang dipilah jender yang berkaitan dengan kondisi ekonomi dan sosial budaya dari orang yang dipindahkan, potensi dampak dan risiko sosial proyek akan dikaji terhadap persyaratan yang disajikan dalam dokumen ini dan hukum dan peraturan yurisdiksi yang berlaku di mana proyek beroperasi terkait masalah pemukiman kembali, termasuk kewajiban di bawah hukum internasional. Pemukiman Kembali Secara Tidak Sukarela dan Pelaksanaanya 87. Proyek akan menyiapkan rencana pemukiman kembali, jika pemukiman kembali secara tidak sukarela tidak dapat dihindari. Proyek harus mengadakan sensus dengan analisa dasar tentang ekonomi dan sosial untuk mengidentifikasi mereka yang harus dipindahkan, untuk menentukan siapa yang berhak mendapat kompensasi dan siapa yang tidak. Pemerintah setempat juga harus dilibatkan sebagai bagian dari komisi pengadaan lahan. Mereka yang dipindahkan tidak secara sukarela adalah mereka yang: (I) memiliki hak hukum resmi atas lahan ditempati; (Ii) tidak memiliki hak hukum resmi, namun mengklaim lahan, dan disetujui atau dapat disetujui oleh hukum atau (iii) tidak memiliki hak hukum atau mengklaim lahan yang ditempati. Jika tidak ada prosedur pemerintah, proyek akan menentukan tanggal cut-off untuk kelayakan. Informasi mengenai tanggal cut-off akan didokumentasikan dengan baik dan disebarluaskan ke seluruh wilayah proyek. 88. Tujuan rencana pemukiman kembali adalah untuk menjamin bahwa penghidupan dan tingkat hidup orang-orang yang dipindahkan akan membaik, atau setidaknya akan sama seperti sebelum ada proyek (secara fisik dan ekonomi), dan tingkat hidup kelompok miskin dan rentan akan membaik, tidak sekedar pulih, dengan jalan menyediakan bagi mereka perumahan yang layak, jaminan kepemilikan lahan dan sumber pendapatan dan penghidupan stabil. Seberapa detail dan lengkap rencana pemukiman kembali akan sepadan dengan besarnya dampak pemukiman kembali tidak secara sukarela. Garis besar rencana pemukiman kembali disediakan dalam lampiran 22 dokumen ini 89. Rencana pemukiman kembali akan berdasar pada pengkajian dampak sosial dan perencanaan tata ruang yang ada untuk menemukan lokasi alternatif melalui konsultasi yang bermakna dengan orang yang terkena dampak. Sebuah rencana pemukiman kembali akan mencakup langkah-langkah untuk memastikan bahwa orang yang dipindahkan (i) diberitahu tentang pilihan dan hak terkait kompensasi, relokasi, dan rehabilitasi mereka; (Ii) dikonsultasikan tentang opsi pemukiman kembali dan pilihan; dan (iii) disediakan alternatif pemukiman kembali. Dalam proses identifikasi dampak pemukiman kembali dan 21 Mengidentifikasi potensi dampak sosial masa lalu akan digunakan sebagai acuan untuk memprediksi dampak masa depan yang mungkin muncul dan bagaimana mengurangi dampaknya. Metode ini akan akan diterapkan melalui laporan studi uji tuntas dan rencana aksi (Laporan uji tuntas Lingkungan dan Sosial dan Rencana Aksi Pebraikan - ESDD - CAP); lihat lampiran 13 dan 14 dokumen ini. 20

27 perencanaan pemukiman kembali, dan pelaksanaan, proyek ini akan memberi perhatian yang layak pada masalah gender, termasuk langkah-langkah khusus untuk menangani kebutuhan kepala keluarga perempuan, konsultasi yang inklusif gender, keterbukaan informasi, dan mekanisme pengaduan, untuk memastikan bahwa baik pria dan perempuan menerima kompensasi yang memadai dan tepat untuk properti mereka yang hilang dan bantuan pemukiman kembali, serta bantuan untuk memulihkan dan meningkatkan pendapatan dan standar hidup mereka. Untuk proyek berdampak pada masyarakat adat yang harus dipindahkan, sebuah Rencana Pengembangan Masyarakat Adat (IPP) dengan Persetujuan Bebas, terlebih dahulu, dan diinformasikan (FPIC) dari masyarakat adat harus disampaikan dan dilaksanakan oleh proyek. Rencana Pemulihan Penghidupan dan Pelaksanaan 90. Jika warga terkena dampak tidak setuju dengan tawaran kompensasi yang memenuhi persyaratan pedoman ini, maka, pengambilalihan atau prosedur hukum lainnya akan diprakarsai, proyek akan mencari peluang untuk bekerjasama dengan instansi pemerintah yang bertanggung jawab atau melibatkan organisasi perantara seperti universitas, LSM atau organisasi yang dipercaya akan berdiri berimbang, yang jika diizinkan, akan memainkan peran aktif dalam perencanaan pemukiman kembali, pelaksanaan dan pemantauan. 91. Pelaksanaan rencana Pemukiman kembali dan/ atau Rencana pemulihan penghidupan sudah selesai jika dampak buruk pemukiman kembali telah ditangani dan konsisten dan selaras dengan rencana yang relevan serta tujuan pedoman ini. Proyek akan mendokumentasikan semua transaksi untuk memperoleh hak atas lahan, serta langkah-langkah kompensasi dan kegiatan relokasi. Proyek ini juga akan menetapkan prosedur untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana pemukiman kembali dan mengambil tindakan korektif yang diperlukan. Sebuah pemukiman kembali akan dianggap lengkap bila dampak merugikan dari pemukiman kembali telah ditangani dengan cara yang konsisten dengan tujuan yang dinyatakan dalam rencana atau kerangka pemukiman kembali serta tujuan dari pedoman ini. Evaluasi akan mencakup, minimal, hal-hal: i) Tinjauan seluruh langkah-langkah mitigasi yang dilaksanakan oleh proyek; ii) Perbandingan hasil pelaksanaan terhadap tujuan yang disepakati; dan iii) Kesimpulan apakah proses pemantauan sudah dapat diakhiri. Kelompok Rentan dan Pertimbangan Jender 92. Proyek diwajibkan untuk memperhatikan secara khusus untuk menjamin bahwa kaum perempuan penerima kompensasi yang berkaitan dengan dan mencerminkan kegiatan penuh mereka. Proyek akan memastikan bahwa perempuan yang secara de-facto sebagai kepala rumah tangga, jelas terdaftar sebagai penerima manfaat dari kompensasi dan rehabilitasi proses. Dalam rangka untuk memastikan atas tindakan berikut akan: i) Analisa dampak akan memilah-milah warga terkena dampak menurut jenis kelamin (atau menurut orang-orang yang rentan, jika perlu) dan dengan jelas akan menunjukkan jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan (atau orang-orang yang rentan) dan status sosial ekonomi mereka sebelum proyek; ii) Perempuan dan kelompok rentan akan didorong untuk berpartisipasi secara aktif dalam semua konsultasi dan negosiasi terkait pembebasan tanah dan pemukiman kembali, difasilitasi oleh kelompok-kelompok perempuan; iii) Jika disyaratkan, akan disiapakan langkah-langkah/tindakan mitigasi untuk kelompok rentan/perempuan, dan akan dimasukkan dalam rencana pemukiman kembali; iv) Semua kompensasi yang harus dibayarkan pada rumah tangga yang dikepalai perempuan akan hanya diberikan pada kepala rumah tangga perempuan, dan; v) Pemantauan dan evaluasi rencana pemukiman kembali akan menaruh perhatian khusus pada dampak pemukiman kembali pada kaum perempuan dan kelompok rentan. 21

28 Pengungkapan Informasi 93. Proyek harus menyerahkan dokumen-dokumen di bawah ini kepada PT SMI untuk diungggah dalam website PT SMI dan proyek: (i) Draft rencana pemukiman kembali dan/atau kerangka kerja pemukiman kembali yang disyahkan oleh proyek sebelum pentaksiran proyek; (ii) rencana final pemukiman kembali yang disyahkan oleh proyek setelah sensus penduduk terkena dampak selesai; (iii) Rencana pemukiman yang baru atau rencana pemukiman yang telah dimutakhirkan, rencana aksi perbaikan disiapkan selama pelaksanaan proyek, jika ada; dan (iv) Laporan pemantauan pemukiman kembali. Proyek akan menyediakan informasi pemukiman kembali yang relevan, termasuk informasi dari dokumen di atas pada waktu yang tepat, di tempat yang dapat diakses dan dalam bentuk dan bahasa dipahamiorang-orang terkena dampak dan pemangku kepentingan lainnya. Bagi orang-orang yang buta huruf, akan digunakan metode komunikasi lainnya yang sesuai. Konsultasi 94. Proyek ini akan melakukan konsultasi yang bermakna dengan orang yang terkena dampak, masyarakat tuan rumah, dan masyarakat sipil untuk setiap proyek dan subproyek yang diidentifikasi memiliki dampak pemukiman kembali. Konsultasi yang bermakna adalah sebuah proses yang (i) dimulai awal dalam tahap persiapan proyek dan dilaksanakan secara berkesinambungan dalam seluruh siklus proyek; (Ii) memberikan pengungkapan informasi yang relevan dan memadai yang dapat dipahami dan mudah diakses masyarakat yang terkena dampak; (Iii) dilakukan dalam suasana yang bebas dari intimidasi atau pemaksaan; (Iv) gender inklusif dan responsif, dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung dan rentan; dan (v) memungkinkan penggabungan semua pandangan yang relevan dari orang yang terkena dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan, seperti desain proyek, langkah-langkah mitigasi, pembagian manfaat pembangunan dan peluang, dan isu-isu implementasi. Konsultasi akan dilakukan dengan cara yang sepadan dengan dampak terhadap masyarakat yang terkena dampak. Peminjam / klien akan menaruh perhatian khusus pada kebutuhan kelompok yang kurang beruntung atau rentan, terutama yang di bawah garis kemiskinan, yang tidak memiliki lahan, orang tua, perempuan kepala rumah tangga, perempuan dan anak-anak, Masyarakat Adat, dan mereka yang tidak memiliki sertifikat atas tanah. 95. Manajemen proyek harus memfasilitasi mekanisme pengaduan dan membuka kesempatan untuk berpartisipasi dalam proyek bagi masyarakat yang terkena dampak karena pengadaan tanah. Disyaratkan keterlibatan pemerintah daerah dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pemukiman kembali termasuk pemantauan dan evaluasi tentang ganti kerugian dan pembayaran kompensasi lainnya. 96. Sehubungan dengan proses pemukiman kembali dan pemulihan penghidupan, proyek ini akan menerapkan proses pengambilan keputusan yang mencakup pilihan dan alternatif, di mana berlaku. pengungkapan proyek akan terus dilakukan selama pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembayaran kompensasi, kegiatan pemulihan mata pencaharian dan pemukiman kembali untuk mencapai hasil yang konsisten dengan tujuan pedoman ini. Mekanisme Keluhan 97. Proyek ini harus membentuk mekanisme pertemuan untuk menampung keluhan dan mendiskusikan isu-isu spesifik tentang kompensasi dan dari warga yang dipindahkan secara paksa atau anggota masyarakat setempat, termasuk mekanisme penyelesaian masalah, memberikan perhatian khusus terhadap dampak pada kelompok rentan. Mekanisme penanganan keluhan harus diukur menurut risiko dan dampak merugikan proyek. Mekanisme ini harus menjawab permasalahan dan keluhan yang terkena dampak dengan segera, menggunakan proses yang dipahami dan transparan, yang peka gender, sesuai dengan budaya, dan mudah diakses untuk orang-orang yang terkena dampak, tanpa biaya dan tanpa retribusi. Mekanisme ini tidak boleh menghalangi akses ke penyelesaian secara hukum atau administratif negara. Proyek ini akan menginformasikan orang yang terkena dampak tentang mekanisme proyek. Pemantauan dan Pelaporan 22

29 98. Proyek akan memantau dan mengukur perkembangan pelaksanaan rencana pemukiman kembali. Besarnya kegiatan pemantauan akan seimbang dengan risiko dan dampak proyek. Disamping mencatat perkembangan pembayaran kompensasi dan kegiatan-kegiatan pemukiman kembali lain, proyek akan mempersiapkan laporan pemantauan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemukiman kembali telah memperlihatkan hasil yang memuaskan. Untuk proyek-proyek yang berdapak pemukiman kembali yang besar, proyek akan mempekerjakan ahli eksternal yang berpengalaman dan LSM yang berkualifikasi untuk memeriksa informasi pemantauan proyek. Ahli eksternal yang dipekerjakan oleh proyek akan memberikan nasihat tentang hal-hal kepatuhan upaya perlindungan, jika isu pemukiman kembali yang signifikan diidentifikasi maka rencana aksi perbaikan akan dipersiapkan untuk menangani masalah. Sampai dokumen perencanaan tersebut dirumuskan, diungkapkan dan disetujui, proyek tidak akan lanjut pada implementasi komponen proyek dimana dampak pemukiman kembali diidentifikasi. 99. Proyek akan mempersiapkan laporan pemantauan setiap enam bulan yang berisi perkembangan pelaksanaan kegiatan pemukiman kembali dan isu-isu kepatuhan dan isu-isu perbaikan. Laporan-laporan ini akan mengikuti indikator pemantauan pemukiman kembali yang telah disetujui pada persetujuan rencana pemukiman kembali. Biaya persyaratan pemantauan pemukiman kembali internal dan eksternal akan dimasukkan dalam anggaran proyek. 3.6 PELESTARIAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM 100. Perlindungan dan konservasi keanekaragaman hayati, berbagai kehidupan dalam berbagai bentuk, termasuk genetik, spesies dan ekosistem sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan. komponen keanekaragaman hayati terdiri dari ekosistem dan habitat, spesies dan komunitas. Elemen ini menitikberatkan pada bagaimana proyek dapat menghindari atau mengurangi ancaman terhadap keanekaragaman hayati yang mungkin timbul dari kegiatan proyek serta bagaimana mengelola sumber daya alam yang bertujuan melestarikan keanekaragaman hayati dan untuk mendorong penggunaan sumber daya alam seperti yang direncanakan dan diarahkan secara berkelanjutan Seperti yang dirinci dalam lampiran 1 PT SMI tentang daftar pengecualian investasi, PT SMI tidak akan mendanai proyek-proyek yang mengakibatkan dan melibatkan, secara langsung maupun tidak: i) Pengubahan atau degradasi habitat kritis 22 atau habitat nalami 23 kecuali: a. Untuk habitat alami i. Tidak ada alternatif tersedia. ii. Analisis yang komprehensif membuktikan bahwa manfaat proyek secara keseluruhan akan jauh lebih besar dari nilai proyek termasuk nilai secara lingungan. iii. Segala pengubahan dan degradasi di kelola secara layak. b. Langkah-langkah mitigasi akan disusun untuk mencapai setidaknya tidak ada kerugian bersih keanekaragaman hayati. Langkah-langkah mitigasi dapat berupa gabungan dari beberapa aksi, pemulihan habitat setelah proyek, mengimbangi kerugian melalui penciptaan atau konservasi efektif kawasan ekologis sebanding yang dikelola untuk keanekaragaman hayati dengan tetap menghormati penggunaan berkelanjutan keanekaragaman hayati tersebut oleh Masyarakat Adat 22 habitat kritis didefinisikan sebagai habitat yang sangat penting untuk mendukung populasi yang terancam (daftar merah IUCN, yang dilindungi hukum atau yang ada dalam daftar CITES ) atau jenis endemik hewan atau tumbuhan, Termasuk juga habitat tumbuhan langka dan terancam secara lokal atau nasional dan habitat yang memiliki nilai tinggi untuk penyediaan layanan ecoystem lainnya (misalnya perlindungan banjir, erosi dan perlindungan Longsor, dukungan fungsi resapan dan penyediaan sumber daya air). 23 Lihat ADB SPS

30 Tujuan atau masyarakat tradisional, dan kompensasi kepada pengguna langsung keanekaragaman hayati. c. Untuk Habitat Kritis i. Tidak ada dampak terukur yang merugikan, atau kemungkinan tersebut, pada habitat kritis yang dapat merusak nilai keanekaragaman hayati nya yang tinggi atau kemampuannya untuk berfungsi. ii. Proyek ini tidak diantisipasi untuk menyebabkan penurunan populasi spesies yang diakui terancam punah atau hampir punah atau kerugian di daerah habitat terkait sehingga membahayakan kemampuan ekosistem yang ada yang representative untuk bertahan. iii. Dampak yang lebih kecil akan dimitigasi sesuai dengan pasal B di atas. ii) Pengubahan, pembukaan, pembakaran atau kegiatan penebangan hutan komersial, kecil-kecilan, atau pembelian alat-alat penebangan hutan untuk digunakan dalam hutan primer basah atau hutan dengan pohon-pohon tua, apakah itu berada di dalam maupun di luar kawasan hutan lindung atau cagar hutan, atau melibatkan produksi atau perdagangan produk kayu; iii) Perusakan, penebangan tumbuh-tubmuhan, drainase atau pembakaran lahan gambut tropis dalam (Lebih dari 3 m secara hukum, dan lebih dalam dari 2 m untuk memungkinkan penyangga untuk gambut dalam), atau penebangan hutan komersial atau skala kecil, perkebunan atau perkembangan pertanian di lahan gambut dalam (gambut dengan kedalaman dari 3 m); iv) Perusakan, pembabatan tanaman, drainase atau pembakaran lahan basah air tawar; v) Perusakan, pembabatan tanaman, drainase atau pembakaran hutan mangrove; atau vi) Pertambangan atau penggalian karang hidup, pelaksanaan pembangunan yang akan mengganggu atau menurunkan habitat karang hidup. i) Melindungi dan melestarikan Keanekaragaman hayati. ii) Mendorong pembangunan yang berkesinambungan dan penggunaan sumber daya alam dengan menerapkan pelestarian terpadu. Lingkup Penerapan 102. Elemen ini diterapkan dalam proses pengkajian lingkungan dan sosial untuk memenuhi peraturan sistim pengelolaan lingkungan dan sosial yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait kenakaragaman hayati dan pelestarian sumber daya alam. Ketetapan Habitat 103. Perusakan habitat merupakan ancaman utama bagi keanekaragaman hayati. Habitat dapat dibagi menjadi 1)habitat alami, yaitu tanah dan air sebagai kelompok hayati yang terdiri dari tumbuh-tumbuhan dan satwi tanpa campur tangan manusia dan 2)habitat yang diubah, yaitu habitat yang telah diubah dengan keberadaan tumbuhan dan satwa asli. Kedua jenis habitat dapat mendukung keragaman di semua tingkatan, termasuk spesies endemik dan terancam. Habitat Kritis 104. Habitat kritis adalah sebagian habitat alami dan yang telah diubah yang membutuhkan perhatian khusus (lihat definisi di catatan kaki 43). Area habitat kritis 24 dengan nilai keanekaragaman hayati, 24 Lihat ADB SPS

31 termasuk habitat yang diperlukan untuk kelangsungan hidup spesies terancam punah atau hampir punah; daerah yang memiliki makna khusus untuk spesies endemik atau terbatas; situs yang sangat penting untuk kelangsungan hidup spesies migrasi; daerah yang mendukung konsentrasi atau jumlah individu dari spesies yang penting secara global; daerah dengan kumpulan unik spesies atau yang terkait dengan proses kunci evolusi atau memberikan manfaat ekosistem kunci; dan daerah yang memiliki keanekaragaman hayati yang penting secara sosial, ekonomi, dan budaya untuk masyarakat setempat Di dalam area habitat kritis, proyek harus pelaksanakan kegiatan proyek dengan mempertimbangkan 25 : (i) Tidak ada dampak yang terukur pada habitat kritis yang dapat mengganggu fungsinya, (ii) Tidak ada penurunan populasi, dan (iii) mengurangi segala dampak yang lebih kecil Jika proyek terletak di dalam kawasan lindung secara hukum, melaksanakan program tambahan untuk mengembangkan dan meningkatkan tujuan konservasi kawasan lindung. Di daerah habitat alam, tidak boleh ada pengubahan atau degradasi signifikan, kecuali (i) alternatif tidak tersedia, (ii) manfaat keseluruhan dari proyek tersebut secara substansial lebih besar daripada akibatnya pada lingkungan, dan (iii) semua pengubahan atau degradasi harus dimitigasi. Gunakan pendekatan pencegahan untuk penggunaan, pengembangan, dan pengelolaan sumber daya alam terbarukan. Area yang dilindungi Hukum 106. Jika proyek ada dalam lokasi yang dilindungi oleh hukum, manajemen proyek harus memenuhi ketentuan-ketentuan sbb: i) bertindak secara konsisten dengan rencana pengelolaan kawasan lindung. ii) memfasilitasi forum komunikasi dan konsultasi antara para pemangku kepentingan (termasuk pengelolaan kawasan lindung) dan masyarakat di daerah. iii) melaksanakan program tambahan untuk mengembangkan dan mencapai tujuan kawasan pelestarian yang dilindungi. iv) Tidak dengan sengaja memperkenalkan spesies baru yang di wilayah proyek, kecuali mendapat izin dari pihak berwenang. Hutan ALami dan Hutan Lindung 107. Sebagaimana tercantum dalam daftar pengecualian PT SMI yang diuraikan di atas, jika proyek terletak di kawasan hutan alam di dalam atau di luar hutan lindung, atau cagarhutan, proyek harus mendapatkan izin dari pihak berwenang dan proyek tidak boleh menyebabkan konversi atau degradasi apapun pada habitat kritis, hutan tropis yang lembab, hutan primer, hutan bakau, hutan lahan basah air tawar, termasuk hutan rawa gambut. Selain itu, proyek harus memastikan bahwa semua ekosistem alam dan hutan lindung dan lahan gambut dalam (dengan gambut lebih dari 3 m) tidak secara langsung atau tidak langsung dikonversi, terdegradasi, dibakar, dikeringkan atau dikembangkan dengan cara apapun. Penggunaan Air Permukaan dan Air Tanah 108. Proyek yang perlu menggunakan air permukaan dan air tanah harus mengkaji isu-isu lingkungan dan sosial dan mitigasi risiko yang mungkin timbul. Semua penggunaan air permukaan dan air tanah memerlukan ijin dari yang berwenang sebelum penggunaan. 25 Lihat ADB SPS

32 3.7 MASYARAKAT ADAT DAN PENDUDUK TEMPATAN (ESS -7) 109. Masyarakat adat dan penduduk tempatan 26 adalah kelompok sosial yang mungkin identitasnya berbeda dengan kelompok dominan dalam masyarakat. Status ekonomi, sosial dan hukum mereka terbatas pada pembelaan kepentingan dan hak atas tanah, sumber daya alam dan kebudayaan mereka. Mereka juga memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari pembangunan. Mereka rentan, khususnya jika tanah dan sumber daya mereka dipergunakan dan dirusak parah oleh pendatang luar. Bahasa, budaya dan sumberdaya yang merupakan tulang punggung penghidupan mereka dapat terancam dan terekspos pada perubahan oleh masyarakat luar Proyek dapat membuka kesempatan untk masyarakat adat dan penduduk tempatan untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari kegiatan proyek sehingga dapat membantu mereka untuk mencapai aspirasinya bagi pengembangan ekonomi dan sosial. Mereka juga dapat berperan dalam pembangunan yang berkesinambungan dengan jalan mendukung dan mengelola kegiatan-kegiatan sebagai pembangunan bersama Pada proyek yang berdampak merugikan pada masyarakat adat, proses konsultasi harus memastikan persetujuan yang bebas, terlebih dahulu dan diinformasikan (FPIC) dan memfasilitas partisipasi mereka yang diinformasikan dalam masalah yang mengenai mereka secara langsung, seperti langkah-langkah mitigasi yang diusulkan, manfaat dan kesempatan sharing pembangunan dan isu-isu pelaksanaan FPIC berlaku untuk desain, pelaksanaan dan hasil yang diharapkan dari proyek terkait dengan dampak pada masyarakat adat. Jika salah satu dari keadaan di atas terjadi, maka klien akan mempekerjakan ahli eksternal untuk membantu dalam identifiaksi risiko proyek. Untuk mencapai FPIC, tidak selalu perlu kebulatan suara. FPIC dapat juga dicapai jika seseorang atau kelompok dalam komunitas mengemukakan keberatan; dalam beberapa kasus tidak ada jalan keluarnya, dalam hal ini organisasi penengah harus dilibatkan. Hal-hal berikut harus didokumentasikan: (i) proses yang disetujui oleh pihak proyek dan pihak masyarakat terkena dampak; dan; and (ii) bukti kesepakatan antara dua belah pihak sebagai hasil dari negosiasi 27. Tujuan i) Untuk melindungi dan membantu masyarakat adat dan penduduk tempatan dari dampak pembangunan yang tidak sesuai dengan tingkat pendiidkan, sosial dan budaya mereka. ii) Untuk mendorong masyarakat adat dan penduduk tempatan sebagai rekan pembangunan mendapatkan manfaat sosial dan ekonomi dari proyek. Lingkup Penerapan 113. Elemen ini diterapkan di proses kajian lingkungan dan sosial untuk memenuhi ketentuan sistem pengelolaan lingkungan dan sosial yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait masyarakat adat dan penduduk tempatan Masyarakat Adat digunakan dalam arti umum untuk mengacu pada kelompok yang berbeda, rentan, sosial, dan budaya yang memiliki empat karakteristik berikut dalam berbagai tingkat: i) Identikasi diri sebagai kelompok budaya adat yang berbeda dan pengakuan atas identitas ini oleh kelompok lain; ii) Keterikatan bersama pada habitat geografis yang khusus atau wilayah leluhur di wilayah proyek dan sumber daya alam di dalam habitat dan wilayah tersebut; 26 Penduduk tempatan mengacu pada keberadaan penduduk yang berdiam di daerah dampak proyek sesuai dengan definisi AMDAL atau studi proyek lain yang terkait. 27 Keterangan lebih rinci tentang FPIC dapat dilihat pada bab 5, bagian 5.3 prosedur konsultasi dan persetujuan dengan masyarakat adat dalam dokumen ini 26

33 iii) Institusi adat, budaya, ekonomi, sosial, atau politik yang secara tradisional terpisah dari masyarakat atau budaya yang dominan; dan iv) Bahasa yang berbeda, seringkali berbeda dari Bahasa resmi negara atau daerah. Ketentuan Desain Proyek 115. Proyek terusul dimasukkan dalam salah satu kategori di bawah tergantung pada pentingnya potensi dampak pada masyarakat adat: (i) Kategori A. Proyek usulan dimasukkan kategori A jika memiliki dampak besar terhadap masyarakat adat. Rencana pengembangan masyarakat adat dan ANDAS disyaratkan. (ii) Kategori B. Proyek usulan dimasukkan kategori B jika memberi dampak terbatas pada masyarakat adat, Rencana pengembangan masyarakat adat dan ANDAS disyaratkan. (iii) Kategori C. Proyek usulan dimasukkan kategori C jika tidak diharapkan berdampak pada masyarakat adat, tak ada tindakan disyaratkan. (iv) Kategori FI. Proyek usulan dimasukkan kategori DI jika melibatkan investasi dana ADB untuk, atau melalui perantara finansial. Pencegahan Dampak Parah 116. Melalui proses kajian lingkungan dan sosial, proyek harus mengidentifikasi masyarakat adat dan penduduk tempatan yang mungkin terkena dampak di dalam wilayah proyek, demikian juga jenis dan tingkat dampak sosial, budaya dan lingkungan pada mereka dan harus mencegah dampak negatif sedapat mungkin Jika tidak mungkin dilakukan pencegahan, maajemen proyek harus menekan, memperkecil atau memberi kompensasi untuk dampak-dampak tersebut sesuai dengan ada kearifan budaya lokal. Informasi, Pemberitahuan Konsultasi dan Partisipasi 118. Proyek akan melakukan konsulatasi bermakna dengan masyarakat adat terkena dampak untuk memastikan partisipasi yang diinformasikan dalam (i) perancangan, pelaksanaan, dan langkah-langkah pemantauan untuk menghindari dampak parah terhadap mereka atau, jika tak dapat dihindarkan, meminimalkan, memperkecil, dan memberi kompensasi atas dampak tersebut; dan (ii) menyesuaikan manfaat proyek yang diperoleh kepada mereka dengan cara yang sesuai dengan budaya dilakukan dalam suasana yang bebas dari intimidasi atau pemaksaan; (Iv) inklusif dan responsif jender, dan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok yang kurang beruntung dan rentan; dan (v) memungkinkan penggabungan semua pandangan yang relevan dari orang yang terkena dampak dan pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan, seperti desain proyek, langkah-langkah mitigasi, pembagian manfaat pembangunan dan peluang, dan isu-isu implementasi. Konsultasi akan dilakukan dengan cara yang sepadan dengan besarnya dampak terhadap masyarakat yang terkena dampak. Proses konsultasi dan hasil-hasilnya akan didokumentasikan dan tercermin dalam rencana pengembangan Masyarakat Adat (IPP) Proyek ini harus membangun hubungan yang berkelanjutan dengan masyarakat adat atau penduduk tempatan terkena dampak sedini mungkin selama perencanaan dan operasi proyek. Proses keterlibatan masyarakat harus sesuai dengan budaya serta potensi risiko dan dampak terhadap masyarakat adat. Proses ini meliputi langkah-langkah berikut: i. menyertakan badan perwakilan masyarakat adat, yaitu perkumpulan sesepuh, kelompok desa, kepala suku dan kepala desa. ii. menyediakan waktu yang diperlukan bagi masyarakat adat untuk melakukan konsensus dan proses demokrasi dalam pengambilan keputusan. 27

34 iii. memfasilitasi masyarakat adat untuk mengekspresikan pandangan mereka dalam budaya dan bahasa mereka sendiri, tanpa campur tangan, paksaan atau intimidasi. Kajian Sosial (ANDAS) 120. Jika skrining PT SMI mengkonfirmasi bahwa kemungkinan akan ada dampak pada masyarakat adat, Proyek ini akan pempekerjakan ahli yang berkualitas dan berpengalaman untuk melakukan Analisis dampak sosial penuh (ANDAS), dan jika dampak pada masyarakat adat diidentifikasi, proyek ini akan menyiapkan IPP dalam hubungannya dengan studi kelayakan. Potensi risiko dan dampak sosial proyek akan dinilai terhadap persyaratan yang disajikan dalam dokumen ini dan hukum dan peraturan yurisdiksi yang berlaku di mana proyek beroperasi yang berkaitan dengan Masyarakat Adat, termasuk kewajibankewajiban di bawah hukum internasional Berdasarkan skrining, ANDAS berbasis lapangan akan dilaksanakan sebagai bagian dari studi kelayakan atau sebagai kegiatan yang berdiri sendiri. ANDAS akan dilaksanakan secara peka jender dan dengan berkonsultasi dengan masyarakat adat dan masyarakat setempat, untuk mengidentifikasi masyarakat adat terkena dampak dan potensi dampak proyek usulan kepada mereka. ANDAS akan memberi profil dasar sosial ekonomi masyarakat adat di dalam area proyek dan zona dampak proyek; menkaji kemudahan akses dan kesempatan mereka pada layanan dasar sosial dan ekonomi; dampak proyek jangka pendek dan jangka panjang, langsung dan tidak langsung, positif dan negatif pada status sosial, budaya dan ekonomi setiap kelompok, mengkaji dan memvalidasi kelompok masyarakat adat mana yang akan memicu prinsip kebijakan Masyarakat Adat; dan mengkaji pendekatan dan kebutuhan sumber daya untuk mengatasi berbagai masalah dan isu-isu proyek yang memberi dampak pada mereka Rencana Pengembangan Masyarakat Adat 122. Jika penyaringan dan ANDAS menunjukkan bahwa proyek yang diusulkan akan memiliki dampak, positif dan/atau negatif, pada masyarakat adat, proyek ini akan menyiapkan IPP dalam konteks ANDAS dan melalui konsultasi bermakna dengan masyarakat adat terkena dampak. IPP akan menetapkan langkah-langkah dimana peminjam/klien akan memastikan bahwa (i) Masyarakat Adat yang terkena dampak menerima manfaat sosial dan ekonomi sesuai dengan budaya; dan (ii) bahwa ketika potensi dampak buruk pada masyarakat adat yang diidentifikasi, akan dihindari semaksimal mungkin. jika tidak mungkin dihindarkan, berdasarkan hasil konsultasi yang bermakna dengan masyarakat adat, IPP akan menguraikan langkah-langkah untuk meminimalkan, memitigasi, dan mengimbangi dampak yang merugikan. Garis besar IPP dapat dilihat dalam lampiran 24 dokumen ini. Wilayah dan Tanah leluhur dan Sumber Daya Alam Terkait 123. Masyarakat Adat terkait erat dengan tanah, hutan, air, satwa liar, dan sumber daya alam lainnya, dan oleh karena itu pertimbangan khusus berlaku jika proyek mempengaruhi ikatan tersebut. Dalam situasi ini, ketika melaksanakan pengkajian dampak sosial dan menyiapkan Rencana Pengembangan Masyarakat Adat (IPP), proyek ini akan memberikan perhatian khusus berikut ini: i. hak adat dari masyarakat adat, baik individual maupun kolektif, yang berkaitan dengan domain leluhur, tanah, atau wilayah yang secara tradisional mereka miliki atau gunakan, duduki secara adat, dan di mana akses ke sumber daya alam sangat penting untuk keberlanjutan budaya dan sistem mata pencaharian; ii. Keperluan untuk melindungi wilayah, tanah dan sumber daya leluhur terhadap gangguan dan campur tangan; iii. Nilai-nilai budaya dan spiritual yang dilekatkan oleh masyarakat adat pada tanah dan sumber daya tersebut; iv. Praktik pengelolaan sumber daya alam masyrakat adat dan keberlangsungan jangka panjang nya; dan; v. Perlunya merehabitiasi sistim penghidupan masyarakat adat yang telah tersingkirkan dari tanah mereka. Dampak dari Penggunaan Tanah Masyarakat Adat 28

35 124. Masyarakat adat dan/atau masyarakat setempat sering dikaitkan dengan tanah tradisi atau tanah adat. Jika tanah tidak dimiliki secara resmi menurut peraturan negara, penggunaan lahan, yang meliputi penggunaan musiman oleh masyarakat adat untuk hidup mereka atau untuk tujuan budaya, upacara atau spiritual dengan menunjukkan identitas dan komunitas mereka, dapat dibenarkan sebagai bukti dan dokumentasi kepemilikan tanah JIka proyek terletak di dalam wilayah yang terdapat sumber daya alam, maka manajemen proyek harus menghargai penggunaan lahan tradisional atau adat oleh masyarakat adat penduduk tempatan, dengan melakukan langkah-langkah berikut: i) melakukan upaya untuk menghindari atau setidaknya meminimalkan ukuran lahan yang diusulkan untuk proyek tersebut. ii) menentukan penggunaan tanah adat dengan melibatkan pemerintah dan para pemimpin desa masyarakat adat yang terkena dampak. iii) menginformasikan hak atas tanah di bawah Undang-Undang Negara untuk masyarakat adat dan masyarakat stempat, termasuk Hukum Negara yang mengakui hak atau penggunaan tanah adat; iv) menawarkan setidaknya kompensasi dalam bentuk lahan pengganti atau manfaat tambahan untuk masyarakat adat dan masyarakat setempat terkena dampak, jika memungkinkan. Pemindahan Masyarakat Adat dari Tanah Adat atau Tanah Leluhur 126. Proyek ini harus mempertimbangkan rancangan proyek alternatif yang layak untuk menghindari pemindahan masyarakat adat dari tanah mereka. Jika relokasi tidak dapat dihindari, proyek dapat dilakukan setelah mendapat izin dari kepala desa atau perwakilan dari masyarakat adat yang telah diamanatkan untuk menyuarakan atas nama masyarakat adat melalui proses FPIC. Pengungkapan Informasi 127. Proyek ini harus menyerahkan dokumen-dokumen berikut pada PT SMI untuk diungkapkan di website PT SMI dan website proyek: (i) draft IPP dan/atau perencanaan kerangka kerja pengembangan masyarakat adat, termasuk penilaian dampak sosial, yang disetujui oleh peminjam/klien, sebelum penilaian; (Ii) IPP final setelah selesai; (Iii) IPP baru atau dimutakhirkan dan rencana tindakan perbaikan yang disiapkan selama pelaksanaan, jika ada; dan (iv) laporan pemantauan. Mekanisme Penanganan Keluhan 128. Proyek akan menyusun mekanisme untuk menerima dan menfasilitasi resolusi kekhawatiran, keluhan dan keberatan masyarakat adat terkena dampak. Mekanisme penanganan akan setara dengan besarnya dampak. Mekanisme ini harus menangani keluhan secara cepat, menggunakan proses yang dipahami dan transparan yang sesuai dengan budaya, gender, dan dapat diakses oleh komunitas masyarakat adat yang terkena dampak tanpa biaya dan tanpa retribusi. Mekanisme ini tidak boleh menghalangi akses ke penyelesaian secara hukum atau administratif negara. Komunitas masyarakat adat yang terkena dampak akan diberi informasi yang tepat tentang mekanisme penanganan. Pemantauan dan Pelaporan 129. Proyek akan memantau dan mengukur progress pelaksanaan IPP. Luasnya pemantauan akan setara dengan besarnya risiko dan dampak proyek. Selain mencatat informasi untuk melacak kinerja, peminjam/klien harus menggunakan mekanisme yang dinamis, seperti inspeksi dan audit, untuk memverifikasi kepatuhan pada persyaratan dan kemajuan dalam pencapaian hasil yang diinginkan. Untuk proyek dengan dampak merugikan yang signifikan terhadap Masyarakat Adat, proyek akan mempekerjakan ahli yang berkualitas dan berpengalaman eksternal atau LSM yang memenuhi syarat untuk memverifikasi informasi pemantauan. Para ahli eksternal yang dilibatkan oleh proyek akan memberi nasihat tentang masalah kepatuhan, dan jika ditemukan masalah Masyarakat Adat yang signifikan, proyek akan menyiapkan rencana tindakan perbaikan atau pemutakhiran IPP yang disetujui. Proyek ini akan menerapkan tindakan perbaikan dan menindaklanjuti tindakan tersebut untuk memastikan efektivitasnya. 29

36 3.8 WARISAN BUDAYA (ESS-8) 130. Budaya diwariskan untuk generasi sekarang dan masa depan. Untuk selalu konsisten dengan UU Pelestarian Budaya, yang bertujuan untuk melestarikan warisan budaya nasional, PT SMI menekankan tanggung jawab sosial dalam proyek-proyek dan operasi bisnisnya dengan melindungi warisan budaya. Tujuan i) Untuk melindungi warisan budaya dari dampak merugikan proyek dan mendukung pelestariannya. ii) Untuk mendorong tanggung jawab manajemen proyek dalam kegiatan bisnisnya dengan melindungi warisan budaya disekitar area proyek. Lingkup Penerapan 131. Elemen ini diterapkan dalam proses pengkajian lingkungan dan sosial untuk memenuhi ketentuan sistem pengelolaan lingkungan dan sosial yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan pemerintah terkait pelestarian budaya Warisan budaya mengacu pada bentuk-bentuk terukur, seperti bangunan dan lokasi yang memiliki nilai arkeologis (pra-sejarah), paleontology, sejarah, budaya, seni, dan agama, juga sebagai bagian dari lingkungan alam yang unik yang berisi nilai budaya, seperti hutan sakral. Hal ini juga termasuk gaya hidup tradisional yang dipraktikkan oleh masyarakat adat atau masyarakat setempat sekitar proyek. Ketentuan Situs Kebudayaan yang Dilestarikan 133. Jika lokasi proyek diperkirakan memiliki situs warisan budaya (baik yang ditentukan oleh peraturan negara, daftar situs pemerintah daerah, atau oleh kebiasaan lokal dan masyarakat adat), dimana mungkin, lokasi proyek harus dipindahkan ke tempat yang layak secara finansial dan teknik. Jika hal ini tidak memungkinkan, manajemen proyek harus melaksanakan prosedur kerja yang tidak akan membahayakan atau mengganggu situs budaya tersebut dan prosedur penemuan tak terduga ( find chance). Penemuan tak terduga tidak akan terganggu sampai penilaian oleh spesialis yang kompeten dibuat dan tindakan yang konsisten pada persyaratan ini diidentifikasi. Penilaian oleh para ahli yang kompeten atau rekomendasi dari pemerintah daerah dan tokoh adat masyarakat setempat (Ketua adat) harus diperoleh jika masih ada keraguan dalam melakukan upaya perlindungan ini. Warisan Budaya Daerah 134. Kebanyakan warisan budaya terlindungi dan dilestarikan sebaik baiknya di tempat asalnya. Proyek tidak boleh memindahkan atau menghilangkan bentuk warisn budaya apapun, kecuali jika tidak ada alternatif lain yang layak secara finansial dan teknik. Hal itu hanya bisa dilakukan setelah ada kajian para ahli, konsultasi dengan pemangku kepentingan budaya masyarakat adat, masyarakat setempat, dan pemerintah setempat. Warisan Budaya kritis 135. Warisan budaya kritis terdiri dari (i) praktik alami masyarakat adat secara turun temurun (ii) Cagar budaya yang dilindungi hukum proyek tidak boleh secara signifikan mengubah, merusak, atau menghapus berbagai bentuk warisan budaya. warisan budaya yang dilindungi secara hukum merupakan bagian penting untuk perlindungan dan konservasi warisan budaya. Jika proyek ini dibangun di kawasan sekitar warisan budaya, langkahlangkah tambahan disyaratkan, termasuk izin dari pemerintah, konsultasi dengan masyarakat adat, sisyaratkan tindakan perlindungan berdasarkan rekomendasi dari para ahli yang kompeten dan 30

37 pelaksanaan program-program tambahan yang tepat untuk mempromosikan dan mencapai tujuan kawasan lindung. Penggunaan Secara Komersial Warisan Budaya 137. Jika proyek ini menggunakan sumber daya budaya, wawasan atau praktek masyarakat setempat yang memiliki gaya hidup tradisional untuk tujuan komersial, proyek harus memberitahu masyarakat tentang: (i) hak-hak mereka yang dilindungi secara hukum; (Ii) lingkup dan jenis komersialisasi yang diusulkan. Proyek tidak harus memproses komersialisasi, kecuali (i) memiliki negosiasi yang layak dengan komunitas setempat yang terkena dampak. (Ii) memperoleh persetujuan tertulis dari masyarakat adat dan pemerintah daerah (iii) membagi hasil yang adil dan merata dari komersialisasi wawasan, inovasi, atau praktik adat dan tradisi budaya. 3.9 PENGHEMATAN ENERGI DAN ENERGI RAMAH LINGKUNGAN (ESS-9) 138. Penghematan energy adalah salah satu elemen penting dalam upaya perlindungan ingkungan dan sosial. Energi yang efisien akan mendatangkan keuntungan fisik dan finansial. PT SMI juga sangat mendorong pemakaian energi bersih atau yang ramah lingkungan dan mempromosikan proyek energi baru dan terbarukan sebagai bagian dari tanggung jawab lingkungan dan sosial. Energi yang ramah lingkungan adalah aspek penting dari pemabngunan yang berkesinambungan dan juga salah satu isu penting dalam kampanye perubahan iklim dan pengurangan gas karbon sesuai dengan peraturanperaturan pemerintah Proyek harus memiliki kebijakan pengematan energi dengan melakukan kajian lingkungan dan sosial yang dapat dilakukan sendiri maupun melalui pihak ketiga yang kompeten dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan keuntungan dalam rangka melakukan penghematan di semua kegiatan proyek. Jika penghematan energi tidak mungkin dilakukan dalam kegiatan proyek, perlu dilakukan pemakaian peralatan hemat energi dan usaha untuk memperkecil penggunaan energi, sebagai bagian dari pengurangan emisi gas yang datang dari proyek. Kegiatan penghematan adalah bagian penting untuk mencegah dan mengurangi perubahan iklim. Tujuan i) Untuk mendukung penghematkan energi selaku upaya penghematan sumber daya alam dan mendorong pemakaian sumber daya yang direncanakan dan terarah dengan cara yang berkesinambungan. ii) Untuk mendorong pembangunan berkelanjutan dan penggunaan energi melalui penerapan penghemaan terpadu sebagai prioritas pembangunan. iii) Untuk mendorong pengembangan fasilitas energi hijau ramah lingkungan sebagai untuk meningkatkanenergi baru dan terbarukan. Lingkup Penerapan 140. Elemen ini diterapkan dalam proses pengkajian lingkungan dan sosial untuk memenuhi ketentuan sistem pengelolaan lingungan dan sosial yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan pemerintah terkaitpenghematan energy dan energy hijau ramah lingkungan juga energi baru dan terbarukan. Ketetapan Penghematan Energi 141. Penghematan energi adalah aksi mengurangi jumlah pemakaian energi atau pemakaian energi yang optimal sesuai keperluan sehingga biaya yang diakibatkan dapat lebih rendah. Penghematan energi dapat dicapai dengan pemakaian energi secara efisien dimana manfaat yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan lebih sedikit energi, atau dengan mengurangi konsumsi dan kegiatan proyek yang menggunakan energi. Penghematan energi dapat menyebabkan berkurangnya biaya serta meningkatkan nilai-nilai lingkungan dan sosial. 31

38 Energi Ramah Lingkungan 142. Penghematan energi juga memfasiliatsi penggantian sumber energi yang tidak terbarukan dengan sumber energi yang terbarukan. Dalam menghadapi kekurangan energi, penghematan energi sering merupakan cara yang paling ekonomis dan cara yang lebih ramah lingkungan daripada meningkatkan produksi energi. Sejalan dengan sumber daya alam yang semakin terbatas, krisis energi dan menurunnya kapasitas dukung lingkungan, permintaan untuk mengembangkan industri yang ramah lingkungan, yang dikenal sebagai energi hijau ramah lingkungan telah menjadi isu penting. Selain upaya kebijakan untuk mengatasi kekurangan energi yang semakin serius dan pertumbuhan kekurangan energi yang sangat tinggi, pengembangan sumber energi baru dan terbarukan alternatif, yang ramah lingkungan juga benarbenar harus didukung KONSULTASI DAN MEKANISME PENANGANAN KELUHAN (ESS-10) 143. Konsultasi adalah prosedur pemberian informasi kepada para pemangku kepentingan proyek di awal proses pembangunan untuk (i) merencanakan, melaksanakan, dan memantau langkah-langkah untuk menghindari dampak merugikan, atau, jika itu tidak dapat dihindari, untuk meminimalkan, memitigasi dan mengkompensasi dampak tersebut; dan (ii) menginformasikan manfaat proyek untuk mereka dengan cara yang sesuai dengan adat dan budaya masyarakat. (Iii) memberikan informasi yang dapat dipahami, mudah diakses, relevan dan memadai terikat waktu untuk masyarakat; (Iv) melakukan semua ini dalam suasana yang bebas dari intimidasi atau pemaksaan; (V) harus inklusif dan peka gender dan disesuaikan dengan kebiasaan dan tradisi setempat. Proyek ini harus menanggapi keprihatinan yang diangkat oleh pemangku kepentingan. Tujuan i) Untuk mendorong transparansi informasi dan mendorong partisipasi masyarakat dan pemangku kepntingan lain dalam upaya konsultasi yang adil dan menguntungkan. ii) Untuk mendorong masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan yang berkesinambungan di daerahnya. iii) Sebagai upaya untuk memfasilitasi budaya musyawarah dan demokrasi di proyek dan di masyarakat terkena dampak sebagai mekanisme penanganan keluhan. Lingkup Penerapan 144. Elemen ini diterapkan dalam proses pengkajian lingkungan dan sosial untuk memenuhi ketentuan sistem pengelolaan lingkungan dan sosial yang ditetapkan dalam peraturan dan undang-undang pemerintah terkait pengungkapan informasi, kemufakatan dan kependudukan juga peraturan tentang kebebasan mengemukakan pendapat. Ketentuan Mekanisme Konsultasi 145. Proyek membentuk mekanisme konsultasi dengan pemerintah setempat untuk merespon keluhan masyarakat terkena dampak dan masyarakat setempat. Mekanisme konsultasi tidak bolek menghalangi akses pada solusi hukum dan administrasi di sebuah daerah. Penduduk terkena dampak dan masyarakat setempat akan diberikan informasi tentang mekanisme keluhan. Jika penduduk terkena dampak atau masyarakat sektempat mempunyai perbedaan pendapat atau ketidaksetujuan tentang proyek, manajemen proyek harus berunding untuk mengatasinya melalui konslutasi yang dapat dibentuk dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. Mekanisme Penanganan Keluhan 146. Proyek harus membentuk mekanisme penanganan keluhan untuk menerima dan memfasilitasi solusi bagi masalah dan keluhan penduduk terkena dampak atau masyarakat setempat, baik itu berupak 32

39 keluhan lingkungan maupun sosial. Meknaisme harus seimbang dengan besarnya dampak proyek dan dan harus dapat menyelesaikan masalah dan keluhan dengan cepat dengan menggunakan metode yang mudah dipahami dan transparan sesuai dengan kepekaan jender dan budaya, dan harus dapat dijangkau oleh penduduk terkena dampak dan masyarakat setempat tanpa biaya. Mekanisme tidak boleh mnghalangi akses pada solusi hukum dan administrasi di sebuah tempat. Penduduk terkena dampak atau masyarakat setempat akan diberi informasi tentang mekanisme yang layak. Pengungkapan Informasi Proyek akan menyediakan informasi yang relevan, termasuk informasi dari dokumen pengelolaan lingkungan dan sosial sesuai dengan peraturan yang berlaku di tempat tertentu. JIka penduduk terkena dampak atau masyarakat setempat buta aksara maka bisa digunakan cara lain komunikasi lain yang layak. Pemantauan dan Pelaporan 148. Proyek harus menyusun laporan pemantauan berkala tentang pengelolaan lingkungan dan sosial sesuai dengan peraturan yang berlaku juga harus menyerahkan lapooran tentang masalah kepatuhan a dan aksi perbaikannya secara transparan. 33

40 4. Prosedur Operasional Upaya Perlindungan Lingkungan dan Sosial 4.1 Kerangka Pengkajian dan Peninjauan Lingkungan (ESMF) Maksud dan Tujuan Pengkajian 149. Prosedur operasional adalah proses implementasi yang utama dari ESMF. Prosedur ini memastikan kepatuhan siklus proyek pada peraturan-peraturan lingkungan dan sosial. Prosedur ini berisi persyaratanpersyaratan skrining sub proyek, pengkategorian, pengkajian dan perencanaan dari sub proyek. Maksudnya adalah untuk mengurangi dan mengelola dampak lingkungan dan sosial proyek yang didukung oleh PT SMI. Elemen-elemen kunci tercakup dalam prosedur operasioanal ini termasuk pedoman untuk: i) Kriteria upaya perlindungan yang dipakai di proyek-proyek ii) Tahap skrining dan pengkategorian proyek; iii) Tahap pengkajian lingkungan dan sosial (sistem harus menerangkan dampak dan risiko positif dan negatif proyek terhadap lingkungan, sosial dan masyarakat adat); iv) Pembentukan program pengembangan lingkungan dan sosial (sebuah sistem yang mengelola risiko dan dampak lingkungan dan sosial, dengan tujuan untuk menghilangkan dan memitigasi dengan tepat dampak negatif apapun dan meningkatkan dampak positif); v) Persyaratan dan persetujuan pelaksanaan yang; vi) Prosedur Pengawasan, peninjauan dan pemantauan serta pelaporan; dan vii) Prosedur kesiagaan dan respons Di bawah sebutan operasional yang lebih luas dari ESMF, prosedur-prosedur ini kadang-kadang disebut Sistem Penilaian dan Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (SEMS) oleh World Bank, Prosedur Operasional Lingkungan (IIF, 2014). Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (EARF) (ADB, 2012) Bab ini menguraikan aksi dan langkah yang disyaratkan oleh ESMF, yang jatuh di bawah sebutan penilaian di atas, dan yang harus diikuti selama siklus proyek yang terdiri dari empat tahapan sebagai berikut: (i) Tahap Permohonan Pinjaman Hutang Dalam tahap ini, prosedur diperlukan untuk menentukan apakah permohonan pinjaman dapat dibuat, dibandingkan dengan daftar pengecualian lingkungan dan sosial; (ii) Tahap Peninjauan Awal Dalam tahap ini semua prosedur disyaratkan harus dilakukan sebelum persetujuan proyek secara prinsip dikeluarkan; (iii) Tahap Pentaksiran Proyek dan Sanksi Di tahap ini, semua prosedur disyaratkan sebelum dilakukan adalah pentaksiran proyek untuk pendanaan yang berisi semua rincian pentaksiran tentang proyek yang akan didanai; (iv) Tahap Pemantauan pasca penandatanganan perjanjian pinjaman dan pasca - Dalam tahap ini, semua prosedur yang diperlukan untuk pemantauan proyek selama pelaksanaan serta pada akhir periode pencairan dana dilakukan. Selanjutnya, prosedur ini diikuti selama siklus operasi proyek sampai PT SMI memberikan investasinya Tahap Permohonan Pinjaman 152. Skrining dan pengkategorian jenis proyek dimulai dari tahap permohonan pinjaman di mana identifikasi proyek akan dilakukan melalui dialog dengan pengembang sektor swasta dan publik tentang proyek, kebutuhannya dan persyaratan-persyaratan PT SMI. 28 EARF secara khusus dimandatkan oleh ADB untuk dikembangkan untuk pinjaman sektor, fasilitas pendanaan multi-tranche (MFF), pinjaman bantuan darurat dan pinjaman untuk proyek-proyek di daerah konflik. 34

41 153. Ini adalah tahap pertama dalam siklus proyek, yang akan mengarah pada keputusan untuk menerima proposal baru untuk keperluan pentaksiran rinci. Ini juga merupakan tahap pertama proses kepatuhan dan pengelolaan ESS, dengan tujuan untuk: i) Secara awal menilai dampak potensial lingkungan dan sosial dan risiko yang terkait pada proyek yang diusulkan; dan ii) Secara awal menilai kepatuhan dari proyek yang diusulkan terhadap persyaratan PT SMI dan MFI dan hukum lingkungan dan peraturan-peraturan yurisdiksi di mana proyek beroperasi; dan 154. Langkah-langkah ESS pada tahap pembukaan ini, untuk proyek -proyek tipe 1 (tahap awal), tipe 2 (sepenuhnya siap), tipe 3 (dalam konstruksi) dan tipe 4 (layanan konsultasi berbasis biaya) seperti yang tercantum dalam Bagian 2.3.3, akan mencakup kegiatan berikut yang harus dilaksanakan oleh PT SMI dan pengembang: i) Pastikan bahwa kegiatan usaha yang diusulkan berdasarkan informasi yang diberikan oleh pengembang tidak pada daftar investasi yang dilarang atau dikecualikan (lihat ESS - OM Bagian 4.2 dan Lampiran 1 - Daftar Pengecualian); ii) Meminta pengembang untuk menyelesaikan checklist pengkajian awal lingkungan dan sosial (lihat Lampiran 5 untuk format); dan iii) Mendapatkan informasi proyek dasar dari pengembang dari pengkajian awal dan melaporkan kepada manajemen ST SMI (lihat Lampiran 6 Lembar Informasi Proyek Sosial dan Lingkungan untuk format) Prosedur Awal Skrining dan Pengkajian Dampak 155. Peninjauan, penyaringan dan kategorisasi proyek harus dilakukan sesuai dengan persyaratan PT SMI dan persyaratan MFI, dan persyaratan nasional yang berlaku. Ini adalah langkah kedua dalam kepatuhan ESS dan proses manajemen dengan tujuan untuk: i) Memberikan indikasi awal tentang pentingnya potensi dampak lingkungan dan sosial proyek; ii) Mengkaji dan mengkategorikan lebih lanjut kepatuhan proyek usulan terhadap persyaratan PT SMI dan MFI dan hukum dan peraturan yurisdiksi lingkungan yang berlaku di mana proyek beroperasi; iii) Mempertimbangkan kepekaan dan besarnya potensi dampak lingkungan dan sosial sebagai akibat dari jenis, lokasi, dan skala proyek (selama konstruksi dan operasi), dan menentukan kategori lingkungan untuk proyek usulan yang ditentukan berdasarkan komponen lingkungan proyek yang paling peka; iv) Identifikasi jenis dan tingkat pengkajian lingkungan dan sosial dan sumber daya kelembagaan yang disyaratkan untuk penilaian lingkungan dan perencanaan, sepadan dengan dampak dan risiko proyek yang akan dibiayai; dan v) Memasukkan langkah-langkah penghindaran dan mitigasi dampak secara dini dalam proses desain proyek sehingga dapat dengan mudah ditampung Langkah-langkah ESS dalam tahap peninjauan awal dan skrining akan termasuk: 157. Untuk proyek type 1 (Persiapan tahap dini): i) Melakukan skrining awal kegiatan proyek dan mengidentifikasi dampak lingkungan dan sosial yang potensial menggunakan daftar periksa lingkungan dan sosial untuk proyek-proyek infrastruktur (lihat Lampiran 32). Juga, untuk menilai apakah kegiatan melibatkan pembebasan tanah, pemukiman kembali tidak secara sukarela, berdampak pada masyarakat adat atau etnis minoritas (daftar periksa di Lampiran 9); ii) Berdasarkan penilaian awal ini, investasi usulan digolongkan sebagai kategori A, B, C (lihat Lampiran 8 untuk Penyaringan kategori Sosial dan Lingkungan) dan tingkat yang berhubungan dengan pengkajian lingkungan yaitu Pemeriksaan Lingkungan Awal (IEE) (ikhitisar ada pada 35

42 Lampiran 18), Pengkajian Dampak Lingkungan (AMDAL) (ikhtisar pada Lampiran 19) atau Rencana Pengelolaan Lingkungan (ikhtisar pada Lampiran 20); iii) Peninjauan klien / pengembang dan kepatuhan proyek dengan kebijakan ESS dan ESMF dalam hal kapasitas dan kompetensi organisasi, persyaratan untuk pelatihan, penyusunan prosedur tanggap dan kesiapsiagaan darurat dan, rencana keterlibatan masyarakat dan rencana pemantauan, peninjauan, dan pelaporan. Semua prosedur dan langkah-langkah yang disyaratkan untuk ditambahkan ke EMP proyek; iv) Jika proyek melibatkan pemukiman kembali, memastikan persyaratan untuk Rencana Aksi Pemukiman Kembali - RAP (lihat Prinsip 5 dalam Bagian 3 ringkasan, dan Lampiran 3 prinsip dan tujuan MFI). Jika proyek berdampak pada Masyarakat Adat, memastikan persyaratan untuk Rencana Pembangunan Masyarakat Adat - IPDP (lihat Prinsip 7 dalam Bagian 3 ringkasan, dan Lampiran 3 prinsip dan tujuan MFI); v) Menyarankan dan memberikan bimbingan kepada klien atau pengembang tentang jenis rencana pengelolaan sosial dan lingkungan yang perlu dipersiapkan dan persyaratan konsultasi dan pengungkapan sebelum pentaksiran proyek; dan vi) Jika proyek memenuhi syarat setelah review awal, proposal akan diajukan kepada Direktur, Divisi Manajemen Risiko - setelah menggabungkan pengamatan berdasarkan hasil penelaahan awal (lihat Lampiran 6 contoh lembar informasi proyek sosial dan lingkungan). Direktur, Divisi Manajemen Risiko, kemudian akan merekam / mengamati sendiri sementara penandatanganan Persetujuan Prinsip (AIP) 29 dengan klien atau pengembang, dan menyerahkan memo kepada Dewan Direksi PT SMI (lihat Lampiran 11 ikhtisar. Unit Pengelolaan lingkungan dan sosial akan menindaklanjuti untuk mengirimkan memo yang telah direvisi akhir pada dewan direksi PT SMI untuk mendapat persetujuan akhir Untuk proyek type 2 and 3 (telah sepenuhnya dipersiapkan dan dalam proses konstruksi), seperti yang disebutkan dalam bagian diatas, PT SMI akan: i) Melakukan evaluasi kelayakan pengkategorian, penilaian, analisis, desain dokumen, dll, yang telah disiapkan oleh klien atau pengembang; ii) Melaksanakan evaluasi kelayakan untuk mengkonfirmasi bahwa: (a) sub-proyek sesuai dengan semua hukum dan peraturan lingkungan dan sosial dan ESMS / EARF; (B) tidak ada resiko reputasi bagi PT SMI; dan (c) tidak ada masalah warisan atau sengketa atau kewajiban hukum yang tertunda. Berdasarkan temuan dari penilaian tersebut, PT SMI akan meminta klien untuk menerapkan langkah-langkah perbaikan, jika diperlukan, atau untuk mengurangi risiko reputasi potensial, atau menangani masalah-masalah atau kewajiban warisan; dan iii) Meninjau semua dokumen pengkajian ESS yang tersedia. Jika ada kesenjangan antara dokumen yang ada dan persyaratan ESS PT SMI, PT SMI akan meminta klien atau pengembang untuk melengkapi dokumen-dokumen ini atau mengembangkan yang baru untuk memenuhi persyaratan ESMS / EARF. Tergantung pada sifat dari dokumentasi tambahan, maka harus dilakukan konsultasi dan pengungkapan sesuai dengan persyaratan Pemerintah Indonesia dan PT SMI, sebagaimana diatur dalam prinsip 1 PT SMI (lihat Bagian 3) dan persyaratan spesifik yang terkait jenis dokumentasi yang bersangkutan (lihat Lampiran 18,19, 20, 22 dan 24); 159. Untuk proyek type 4 (layanan konsultasi yang disediakan), PT SMI akan memastikan bahwa semua layanan konsultasi disediakan dengan cara yang konsisten dengan tujuan kebijakan ESS PT SMI. 29 Agreement in Principle (AIP) adalah perjanjian antara PT SMI (Direktur, Divisi Manajemen Risiko) dan klien / pengembang potensial bahwa proyek usulan mungkin dapat melanjutkan dengan pentaksiran asalkan perlindungan sosial dan lingkungan instrumen akan disiapkan, atau tindakan korektif dilakukan sebelum pentaksiran. Dokumendokumen ini akan diserahkan kepada PT SMI bersama-sama dokumen teknis dan keuangan yang terkait dengan pengadaan dokumen sebagai satu paket dokumen pentaksiran. AIP juga berisi perjanjian tentang apa perlu disiapkan atau dipenuhi oleh klien dalam langkah-langkah berikutnya untuk mengajukan permohonan dana proyek dari PT SMI, yang dapat mencakup aspek teknis, keuangan, dan / atau pengadaan. 36

43 4.1.4 Pentaksiran Rinci Proyek 160. Pentaksiran rinci proyek harus dilakukan berdasarkan persyaratan PT SMI dan MFI. Dan semua persyaratan nasional. Langkah ketiga dalam proses kepatuhan dan pengelolaan bertujuan: i) Memberikan indikasi rinci tentang pentingnya potensi dampak lingkungan proyek dan risiko; ii) Melakukan kategorisasi upaya perlindungan, pengkajian lingkungan dan sosial dan perencanaan rinci, dan mengalokasikan sumber daya kelembagaan yang diperlukan yang sepadan dengan dampak dan risiko proyek yang akan dibiayai; dan iii) mengembangkan rencana rinci untuk tindakan penghindaran dan mitigasi dampak yang perlu dimasukkan ke dalam proses desain rinci dan jadwal pelaksanaan implementasi proyek; 161. Langkah-langkah ESS dalam tahap pentaksiran rinci seluruh proyek ini akan mencakup (lihat lampiran 10 untuk pengkajian khusus untuk proyek type 2, 3 dan 4): i) Pelingkupan: identifikasi potensi dampak proyek yang signifikan (lingkungan dan sosial), dan memberikan fokus yang jelas untuk penilaian lingkungan, dan garis besar isi laporan pengkajian dan penelitian penting dalam bentuk kerangka acuan (lihat Lampiran 15, 16, dan 17 untuk contoh ToR untuk studi pengkajian lingkungan dan sosial, AMDAL dan RAP); ii) Analisis Alternatif: pertimbangan semua alternatif yang layak untuk meningkatkan pelaksanaan dan hasil proyek, dengan mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi, keuangan, teknis, lingkungan dan sosial; iii) Deskripsi Proyek: Ringkasan tentang lokasi proyek (termasuk lokasi alternatif dan situs konstruksi pendukung/ sementara 30 ), desain, dan rincian operasi untuk memberikan pemahaman tentang, kegiatan, dan dampak lingkungan proyek; iv) Kerangka Kebijakan, Hukum dan Administrasi: deskripsi dari hukum, dan peraturan dan kebijakan nasional dan daerah yang relevan yang harus dipatuhi oleh proyek, serta standar dan pedoman yang berlaku, termasuk persyaratan MFI (lihat Lampiran 2 dan 3); v) Rona awal Lingkungan: deskripsi dari kondisi lingkungan dan sosial saat ini, dengan berfokus pada fitur-fitur terkait potensi dampak proyek. Deskripsi ini adalah kuantitatif, di mana mungkin, memberikan data yang dibutuhkan untuk analisis dampak rinci; vi) Penilaian Dampak dan Risiko: analisis terpadu semua potensi dampak proyek pada sumber daya fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya fisik, dan identifikasi dan menangani risiko, termasuk dampak kumulatif di seluruh lokasi pengembangan proyek, termasuk situs subproyek dan alternatif yang dipilih, termasuk dampak langsung di tempat/ langsung, yang berdekatan / tidak langsung, hilir / tidak langsung dan dampak otonom pembangunan / tidak langsung, termasuk dampak positif dan negatif. Dan, dalam hal kapasitas kelembagaan dan komitmen untuk mengelola dampak lingkungan tersebut (lihat Lampiran 8 dan 9; vii) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL/EMP): garis rinci langkah-langkah mitigasi dampak yang diusulkan mitigasi untuk lingkungan, pemukiman kembali, masyarakat adat dan risiko sosial, dan dampak positif dan negatif (seperti yang dijelaskan di atas), tanggung jawab manajemen, pengaturan kelembagaan, persyaratan pemantauan dan pelaporan, prosedur tanggap darurat, pengembangan kapasitas dan tindakan pelatihan, jadwal pelaksanaan, perkiraan biaya, dan indikator kinerja (lihat Lampiran 20 untuk ikhtisar standar EMP); viii) Rencana Pemukiman Kembali Tidak Secara Sukarela dan Pengembangan Masyarakat Adat: dalam kasus dampak pemukiman kembali dan masyarakat adat dampak yang signifikan, ikhtisar rinci dari RAP dan langkah-langkah mitigasi dampak IPDP yang diusulkan, tanggung jawab 30 Ini adalah fasilitas yang terkait konstruksi dan pekerjaan sementara, misalnya akses jalan, tambang, pasir dan situs koleksi bahan lainnya, kamp-kamp pekerja, lokakarya, kantor manajemen, penyimpanan bahan konstruksi dan daerah penurunan (laydown area), pencegahan longsor dan daerah perlindungan DAS. 37

44 manajemen, pengaturan kelembagaan, pemantauan dan pelaporan, pengembangan kapasitas dan langkah-langkah pelatihan, jadwal pelaksanaan, perkiraan biaya, dan indikator kinerja; ix) Pengungkapan Informasi: penyampaian informasi tentang proyek untuk masyarakat umum, masyarakat yang terkena dampak dan pemangku kepentingan lainnya, mulai awal selama pengembangan proyek dan terus sepanjang hidup proyek (lihat Bab 5 untuk panduan rinci); x) Konsultasi dan Partisipasi: melaksanakan konsultasi yang bermakna dengan orang-orang terkena dampak dan pemangku kepentingan terkait lainnya termasuk masyarakat sipil, dan memfasilitasi partisipasi yang diinformasikan mereka (lihat Bab 5 untuk panduan rinci); xi) Pembentukan Mekanisme Penanganan Keluhan: pembentukan suatu proses yang sistematis untuk menerima, mengevaluasi dan menangani keprihatinan keluhan, dan keluhan orang yang terkena dampak, terkait dengan proyek (lihat Bab 6 untuk panduan rinci); xii) Pelaksanaan EMP: pengembangan rencana dan jadwal rinci untuk melaksanakan tindakantindakan manajemen yang ditetapkan dalam EMP; xiii) Prosedur Kesiapan dan Tanggap Darurat: pengembangan rencana dan jadwal rinci untuk melaksanakan prosedur kesiapsiagaan dan tanggap darurat tertentu dalam kasus bencana alam atau kecelakaan; xiv) Pemantauan dan Pelaporan: pengembangan rencana dan jadwal rinci untuk memantau pelaksanaan dan efektivitas EMP sub-proyek, untuk pengiriman dokumen dan laporan hasil pemantauan, termasuk pengembangan dan pelaksanaan rencana tindakan korektif di mana diperlukan, dan untuk pemantauan kepatuhan sub-proyek secara keseluruhan dengan ESS - OM dan ESMF (lihat Bab 9 untuk panduan rinci) Langkah-langkah ESS pada Tahap Pentaksiran rinci PT SMI akan berfokus pada prosedur pemantauan dan peninjauan rinci poyek, yang akan mencakup kegiatan-kegiatan sbb: i) Analisis Kesenjangan. Melakukan review dan pengesahan Formulir Permintaan Informasi yang telah dilengkapi (lihat Lampiran 7 - Form Permintaan Informasi Proyek) untuk menentukan kecukupan informasi yang diberikan oleh pengembang. Jika informasi yang tidak memadai, Manajer divisi upaya perlindungan Lingkungan dan Sosial meminta informasi tambahan; ii) Mendapatkan, meninjau dan menyelidiki informasi yang tersedia dalam domain publik mengenai insiden, dampak negatif pada masyarakat lokal atau lingkungan atau kinerja lingkungan dan sosial yang merugikan terkait dengan proyek usulan; iii) Melakukan kunjungan lapangan oleh spesialis sosial dan lingkungan dan / atau konsultan untuk memverifikasi informasi yang diberikan oleh klien (lihat Lampiran 12 daftar dan catatan kunjungan lapangan untuk format laporan). Sebelum kunjungan lapangan, anggota Divisi Manajemen Risiko, dan upaya perlindungan Lingkungan dan Sosial mempersiapkan rencana kunjungan dan memastikan bahwa rencana tersebut mencakup hal-hal berikut; a. Sebuah diskusi dengan perusahaan; b. Kunjungan ke lokasi proyek termasuk reseptor sensitif, jika ada; c. Interaksi dengan orang-orang yang dipindahkan (jika ada); d. Kunjungi lapangan ke tempat relokasi (jika ada); dan e. interaksi informal dengan LSM lokal dan administrasi pemerintah daerah; iv) Konfirmasi kategorisasi lingkungan dan sosial awal untuk proyek pada tahap ini, dan juga meninjau pelingkupan yang dilakukan selama tahap peninjauan awal; v) Untuk proyek yang diklasifikasikan sebagai Financial Intermediary (FI), meninjau SEM Pengembang; vi) Pengembang akan menyerahkan semua dokumen ESS yang berlaku - SEM, AMDAL, ANDAS, rencana pengelolaan lingkungan, RAP, Rencana Pengembangan Mayarakat Adat, Rencana 38

45 Tindakan Perbaikan, Kesehatan Kerja dan Rencana Keselamatan (LHSP), dan Rencana Kesehatan dan Keselamatan Masyarakat (CHSP) untuk proyek bersama dengan persetujuan dan izin pemerintah yang berlaku; vii) Menunjuk Engineer atau Spesialis/Konsultan Lingkungan yang bekerja atas nama PT SMI, jika diperlukan. Engineer/Konsultan tersebut akan melakukan ulasan rencana pembangunan lainnya seperti EIA, IEE, RAP, IPDP, dll untuk proyek tersebut; viii) Setelah kunjungan lapangan dan jaminan kualitas dari semua informasi yang disediakan oleh pengembang dilakukan, laporan evaluasi kelayakan Lingkungan dan Sosial (ESDD) dalam bentuk memo harus diserahkan kepada Dewan Direksi melalui Direktur RMC yang akan membubuhkan/komentar dan pengamatannya untuk persetujuan pinjaman. (ikhtisar laporan ESDD dalam Lampiran 13); ix) mengkomunikasikan syarat dan ketentuan & persyaratan lingkungan dan sosial pada pengembang dan memperoleh persetujuan mereka; x) Konfirmasi bahwa klien / pengembang telah memperoleh semua izin, termasuk ijin lingkungan, sebagaimana diatur oleh peraturan Republik Indonesia sebelum pelaksanaan proyek, dan memperoleh kesepakatan bahwa klien / pengembang akan menyerahkan laporan berkala pada pihak yang berwenang, dan memperpanjang masa berlaku jika salah satu izin yang telah habis masa berlakunya; dan xi) Setelah persetujuan didapat, dokumen-dokumen legal ditandatangani. Dokumen legal yang merinci syarat dan kondisi, termasuk prinsip-prinsip dan persyaratan kebijakan operasional PT SMI Manager unit upaya perlindungan lingkungan dan sosial (ESS), divisi manajemen risiko akan menyiapkan dokumen-dokumen yang berlaku berdasarkan hasil pengkajian di tahap ini. Dokumendokumen yang disyaratkan di tahap ini adalah: i) Laporan evaluasi kelayakan lingkungan dan sosial (lihat lampiran 13) (ESDD) ii) Rencana aksi perbaikan ESS dan Perjanjian hutang (lihat lampiran 14 contoh perjanjian terkait upaya perlindungan lingkungan dan sosial untuk dimasukkan ke dalam Persetujuan kontrak; iii) Memo draft final untuk presiden direktur yang disampaikan melalui divisi manajemen risiko proyek untuk persetujuan proyek (lihat lampiran 11 untuk contoh Hasil keluaran tahap proyek ini di evaluasi akan mendapat catatan penolakan atau mandat persetujuan bersamaan dengan penandatanganan perjanjian Pemrakarsa proyek akan mengungkapkan dokumen ESS proyek seperti analisis lingkungan, rencana pemukiman kembali, rencana pengembangan msayarakat adat, dll, dalam website PT SMI, website sponsor, website klien atau pengembang dan di tempat umum yang dapat diakses oleh berbagai kelompok terkena dampak, LSM dan pemangku kepentingan lain yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan pemerintah Tahap Sanksi Pinjaman dan Pencairan dana Pinajaman 166. Divisi pembiayaan dan investasi PT SMI akan melakukan kegiatan-kegiatan sbb: Prosedur Bisnis i) Surat Sanksi Pinjaman akan dikirim pada klien/pengembang jika komisi kredit dan kemudian Dewan Direksi PT SMi menyetujui klien. Investor meminjam dana untuk proyek. Surat sanksi pinjaman berisi persetujuan-persetujuan peminjaman untuk memastikan kepatuhan pada kebijakan-kebijakan yang berlaku dan keterkaitan dari pencairan kredit kepada jadwal pelaksanaan; dan 39

46 ii) Perjanjian Pinjaman - Setelah klien / pengembang setuju dengan ketentuan dalam surat sanksi pinjaman, perjanjian pinjaman yang akan disusun, yang mencakup semua persyaratan yang berlaku. Penerapan ESMF i) Mempersiapkan perjanjian lingkungan dan sosial - setiap surat sanksi pinjaman harus disertai dengan daftar wajib perjanjian lingkungan dan sosial (lihat Lampiran 14) di samping perjanjianperjanjian lain yang muncul dari penilaian ESS proyek. Perjanjian ini harus disiapkan oleh Divisi Manajemen Unit Upaya Perlindungan Sosial dan Lingkungan (ESS), dan diteruskan ke Divisi Keuangan dan Investasi untuk dimasukkan pada surat sanksi pinjaman. ii) Mengkomunikasikan persyaratan dan kondisi dan perjanjian lingkungan dan sosial untuk pengembang dan mendapatkan persetujuan mereka. iii) Persyaratan pengungkapan ESS - Selain menyampaikan perjanjian untuk persyaratan pinjaman yang ditetapkan, klien/pengembang juga harus menyerahkan sertifikat kesiapan dan bukti kepatuhan terhadap pengungkapan persyaratan. Harus ada bukti bahwa dokumen ESS akhir (laporan analisis lingkungan, RAP, IPDPs dll) telah dipublikasikan di website PT SMI, di website klien/pengembang, dan di tempat umum yang dapat diakses untuk kelompok yang terkena dampak, LSM lokal dan pemangku kepentingan lainnya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan Pemerintah Indonesia. iv) Penandatanganan Pinjaman setelah perjanjian hutang disetujui, berisi syarat dan kondisi khusus PT SMI (di atas), persyaratan prinsip-prinsip kebijakan dan kepatuhan klien/pengembang pada persyaratan pengungkapan. v) Persyaratan Pencairan dana pinjaman- lebih lanjut, pencairan dana pinjaman harus dikaitkan dengan persyaratan pengungkapan tersebut di atas, dan dengan daftar periksa pembebasan lahan dan pemukiman kembali Tahap Pelaksanaan dan Pemantauan Proyek 167. Tahap ini terdiri dari pemantauan dan audit berkala tentang persyaratan-persyaratan kepatuhan bagi investasi dan rencana perbaikan yang diusulkan, sebagai bagian dari laporan evaluasi kelayakan lingkungan dan sosial (ESDD). Di tahap ini pengembang harus menyerahkan laporan berkala terkait kepatuhan pada perjanjian hutang terkait sosial dan lingkungan Langkah-langkah ESS pada operasi proyek setelah sanksi pinjaman akan difokuskan pada pengawasan pelaksanaan, peninjauan dan pemantauan proyek, yang akan mencakup kegiatan-kegiatan berikut: i) Pemantauan kepatuhan berkala (Indikator dan format pemantauan dan pengawasan di lampiran 27); ii) Memantau kepatuhan pada perjanjian pinjaman; iii) Mengkaji dan memantau pelaksanaan rencana aksi perbaikan lingkungan dan sosial (EMP, LARAP dan IPDP) dan langkah-langkah mitigasi, memeriksa kepatuhan pada standar sekitar; pemantauan melalui kunjungan / investigasi lapangan; iv) Mendapatkan, meninjau dan investigasi informasi yang tersedia di domain publik tentang insiden, dampak buruk, masyarakat atau lingkungan setempat, dampak lingkungan atau kinerja sosial terkait kegiatan proyek; v) Jika pada peninjauan didapatkan bahwa EMP menunjukkan kelemahan atau pengaruh yang tidak layak terhadap biaya proyek, maka pentaksiran proyek harus dilakukan ulang atau dimutakhirkan untuk meningkatkan EMP dan kelayakan komersial proyek harus dikaji ulang. Jika perlu meminta persetujuan dewan untuk revisi; 40

47 vi) Melakukan pemantauan kepatuhan, dan mengkaji efektifitas rencana pemukiman kembali dan rencana kegiatan perbaikan atau rencana pengembangan masyarakat adat, rencana kesehatan dan keselamatan masyarakat dengan frekuensi yang ditentukan sesuai persyaratan pinjaman; dan vii) Melakukan pemantauan untuk menilai kepatuhan semua sub proyek pada ESS-OM dan ESMF Hal-hal di atas merupakan tanggung jawab ahli lingkungan dalam Divisi upaya perlindungan lingkungan dan sosial dan manajemen keberlangsungan bisnis (ESSBCM) PT SMI, dengan berkoordinasi dengan para konsultan yang direkrut oleh divisi ESSBCM untuk mendapat masukan-masukan khusus. Divisi ESSBCM akan bertanggung jawab untuk laporan tahunan kinerja lingkungan dan sosial (AESPR) (lampiran 30) Laporan: i) Laporan tentang kepatuhan pada perjanjian pinjaman dalam hal sosial dan lingkungan dan pelaksanaan kegiatan perbaikan dengan frekuensi yang akan ditentukan dalam persetujuan pinjaman (pengembang akan melaporkan setiap kuartal selama tahap pelaksanaan proyek); ii) Laporan tentang rencana mitigasi termasuk EMP, rencana pengadaan lahan dan pemukiman kembali/ pengembangan masyarakat adat dengan frekuensi yang ditentukan (pengembang akan menyampaikan laporan setiap kuartal); iii) Menyiapkan laporan tahunan tentang kinerja ESSBCM dalam hal upaya perlindungan sosial dan lingkungan pada pemangku kepentingan dan Dewan Direksi PT SMI Audit Lingkungan: melakukan audit lingkunan dan diungkapkan pada publik secara teratur Dokumen-dokumen pada tahap pemantauan proyek ini akan termasuk: i) Laporan tahunan Pemantauan Lingkungan (AEMR) (lihat lampian 28) dan laporan tahunan pemantauan upaya perlindungan sosial (ASSMR) (lampiran 29) harus disampaikan oleh proyek pada PT SMI; ii) Laporan Kinerja Lingkungan dan sosial (AESPR) oleh PT SMI pada semua investor strategis (lihat lampiran 30); iii) Laporan kepatuhan tiap kuartal oleh klien atau pengembang Tahap Penyelesaian Proyek 173. Setelah proyek rampung, misalnya di akhir periode pencairan pinjaman, parameter-parmeter pemantauan dan evaluasi lingkungan dan sosial terkait dengan proyek tertentu akan terus lanjut, yang akan termasuk: i) Pemantauan dan Peninjauan terus menerus atas rencana pengelolaan lingkungan/ sosial; ii) Persiapan laporan penyelesaian pelaksanaan (ICR) (lihat lampiran 31); iii) Laporan tentang pelajaran yang didapat dan praktik terbaik yang diikuti; iv) Melakukan audit lingkungan dan diungkapkan pada publik secara teratur; dan v) Memantau kinerja ESS sesuai dengan pedoman-pedoman lingkungan. 41

48 5. Konsultasi, Partisipasi dan Pengungkapan Informasi 5.1 Prinsip Konsultasi 174. Konsultasi adalah sebuah proses yang berkelanjutan yang dimulai dari awal proyek untuk memberikan dan mendapatkan informasi ke dan dari pemangku kepentingan proyek, untuk (i) merencanakan, melaksanakan, dan memantau langkah-langkah untuk menghindari dampak negatif, atau, jika tidak dapat dihindari, maka meminimalkan, memitigasi dan mengimbangi dampak tersebut; (Ii) menginformasikan manfaat proyek kepada pemangku kepentingan sesuai dengan adat dan budaya masyarakat; (Iii) memberikan informasi yang mudah dimengerti, diakses, relevan dan memadai dan terikat waktu untuk masyarakat; (Iv) melakukan semua ini dalam suasana yang bebas dari intimidasi atau pemaksaan; (V) bersifat inklusif dan peka terhadap gender dan disesuaikan dengan kebiasaan dan tradisi setempat Konsultasi publik dan pengungkapan informasi dipandu oleh prinsp-prinsip dasar di bawah ini: (i) Penyebarluasan informasi. Informasi yang memadai harus disediakan dengan cara yang mudah diakses dan sesuai dengan budaya setempat. Memberikan informasi tentang manfaat dan kerugian dari proyek pada tahap awal memberikan masyarakat waktu untuk berpikir tentang masalah, mempertimbangkan implikasi, dan merumuskan pandangan mereka. Masyarakat yang diinformasikan akan memahami manfaatnya; dapat memberi kontribusi yang bermanfaat untuk desain proyek; dan memiliki kepercayaan yang lebih besar dpada pemrakarsa proyek. (ii) Pengumpulan informasi. Meminta dan mendengarkan masyarakat setempat, warga, dan kelompok yang tertarik tentang pandangan dan masukan dari mereka dan menghasilkan wawasan baru dan informasi spesifik lokasi terkait. Janji yang tak dipenuhi di masa lalu atau manajemen yang buruk meninggalkan warisan ketidakpercayaan. Pengumpulan informasi memberikan kewenangan pada pengalaman masa lalu masyarakat dan dapat memprakarsai dialog yang bersifat konstruktif. (iii) Integrasi. Memperkirakan potensi dampak langsung dan tidak langsung, akibat pemakaian sumber daya dalam jangka pendek atau panjang, mengevaluasi keparahan dan risikonya, membuat program mitigasi dan pemantauan yang tepat memerlukan tidak hanya data ilmiah yang didapat dari oleh Pengambilan sampel dan permodelan, tetapi juga harus didasarkan pada masukan dan pandangan pemangku. (iv) Koodinasi. Kemampuan untuk mengadakan konsultasi publik tergantung dari bagaimana anggota tim individu merasakan manfaat dari konsultasi, memahami peran mereka, dan bekerja sama dengan satu sama lain. Tim Proyek yang terintegrasi dengan peran dan tanggung jawab yang didefinisikan dengan baik dapat memfasilitasi dialog dengan lembaga eksekutif dan mendapatkan komitmennya untuk menghilangkan kendala apapun untuk melakukan konsultasi publik di seluruh siklus proyek. (v) Mengajak orang mengadakan dialog. Konsultasi publik melibatkan mengajak orang untuk berdialog - aliran informasi dan ide-ide yang bersifat dua arah antara pemrakarsa proyek dan pemangku kepentingan dengan memberi kesempatan bagi para pemangku kepentingan untuk mengekspresikan pandangan dan keprihatinan mereka. Memastikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam dialog selama tahap persiapan awal memungkinkan untuk mengelola harapan dan mendeteksi konflik serius potensial dan membantu menyelesaikan masalah sebelum menimbulkan konflik, mengurangi kerugian finansial karena. 5.2 Mekanisme Konsultasi dengan Masyarakat Mekanisme Konsultasi 176. Proyek membentuk mekanisme konsultasi dengan pemerintah setempat untuk menginformasikan dan mendapat masukan dari masyarakat terkena dampak dan warga setempat tentang proyek. Prosedur 42

49 konsultasi harus mencakup metode untuk: (i) Menerima, mendaftar, memvalidasi konsultasi dan permintaan informasi dari masyarakat; (Ii) menyaring dan menilai pentingnya masalah yang diajukan dan menentukan bagaimana untuk mengatasinya; (Iii) menyediakan, mengikuti, mendokumentasi dan mempublikasikan tanggapan; dan (iv) menyesuaikan program manajemen jika perlu. Mekanisme konsultasi harus tidak menghambat akses ke solusi hukum atau administratif di daerah. Warga terkena dampak atau masyarakat setempat akan diberikan informasi yang tepat tentang mekanisme. Jika warga atau masyarakat setempat terkena dampak memiliki perbedaan pendapat dan ketidaksetujuan tentang proyek, manajemen proyek harus juga melakukan negosiasi untuk menyelesaikan perbedaan dan perselisihan melalui upaya konsultasi, yang dapat dibentuk dan difasilitasi oleh pemerintah daerah Konsultasi Bermakna 177. Berikut adalah ciri-ciri konsultasi bermakna: i) Terus-menerus, dimulai dini. Konsultasi yang bermakna dimulai pada awal siklus proyek dan dilaksanakan secara terus menerus dalam seluruh siklus proyek. Memberi informasi yang memadai pada orang-orang terkena dampak dan masyarakat setempat tentang potensi dampak merugikan proyek dan langkah-langkah mitigasi yang diusulkan, merupakan proses yang berulang dengan berbagai lapisan masyarakat. ii) Pengungkapan informasi yang relevan dan memadai dalam waktu tepat. Ini berarti orang-orang yang terkena dampak dan masyarakat setempat harus memiliki akses ke informasi proyek yang relevan yang dapat dipahami dan diterima oleh mereka sebelum setiap pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi mereka. Relevan dan memadai, berbagi informasi dengan orang yang terkena dampak proyek dan masyarakat tuan rumah perlu menyediakan konteks dan perencanaan proyek yang cukup untuk memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam cara yang bermakna dalam konsultasi proyek. iii) Tidak ada ancaman dan paksaan. Konsultasi harus terjadi dengan bebas dan sukarela dimana masyarakat terkena dampak dan masyarakat tuan rumah dapat mengemukakan pendapat tanpa ada manipulasi dari luar, campur tangan, atau ancaman dan dendam, dan harus dilakukan dalam suasana yang trasnparan. iv) Inklusif jender, disesuaikan dengan kebutuhan kelompok kurang beruntung dan rentan. Memastikan konsultasi dan partisipasi perempuan, mungkin perlu mempekerjakan profesional dan staf teknis perempuan untuk berkomunikasi dengan kaum perempuan yang dipindahkan. Untuk kelompok lain yang disisihkan rentan, konsultasi terpisah, tanpa kehadiran kelompokkelompok sosial yang lebih tinggi peringkat, biasanya dibutuhkan agar mereka merasa nyaman untuk memberikan gambaran lengkap kebutuhan orang miskin dan rentan. v) Dimasukkannya semua pandangan yang relevan dalam pengambilan keputusan. Proses konsultasi perlu mendengar semua nuansa dukungan atau oposisi terhadap proyek dan kegiatan yang diusulkan dari orang yang terkena dampak. Tergantung dari sifat proyek dan tingkat keparahan dampak, ini juga penting bahwa, semua pemangku kepentingan utama (pemimpin, rumah tangga biasa, badan pemerintah daaerah dan setempat) yang berasal dari berbagai suku dan jender, serta kelompok-kelompok sosial lainnya dilibatkan dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan seperti desain proyek, langkah-langkah mitigasi, pembagian manfaat dan kesempatan pembangunan, dan implementasi. proyek harus memastikan bahwa para pemangku kepentingan yang menghadiri konsultasi tersebut merupakan orang-orang yang terkena dampak untuk menghasilkan hasil konsultasi yang kuat. 43

50 5.3 Konsultasi dengan Masyarakat Adat dan Prosedur Persetujuan Definisi 178. Tidak ada definisi standar untuk mengartikan masyarakat adat. Masyarakat adat dan penduduk tempatan dapat memiliki sebutan yang berlainan tergantung tempat. Istilah masyarakat adat, biasanya digunakan untuk mengacu pada kelompok sosial dan budaya yang berbeda, dengan karakterisitik sbb: (i) Identifikasi diri sebagai bagian dari kelompok budaya yang berbeda dan penunjukan identitas ini oleh orang lain; (ii) Sebagai bagian dari komunitas yang berbeda secara geografis atau wilayah leluhur di wilayah proyek dan sumber daya alam di daerah proyek (iii) Lembaga Budaya, ekonomi, dan sosial, yang secara tradisional dipisahkan dari masyarakat atau budaya yang dominan; (iv) Bahasa yang berbeda, sering berbeda dari bahasa resmi negara atau daerah; dan (v) Masyarakat yang secara historis menghuni daerah-daerah tertentu Tujuan 179. Tujuan konsultasi dan prosedur persetujuan dengan masyarakat adat adalah untuk merancang dan melaksanakan proyek dengan cara yang menunjung tinggi penghargaan penuh terhadap identitas, martabat, hak asasi manusia, sistem penghidupan, dan keunikan budaya Masyarakat Adat seperti yang didefinisikan oleh Masyarakat Adat sendiri sehingga mereka (i) menerima manfaat sosial dan ekonomi sesuai dengan budaya, (ii) tidak menderita dampak merugikan akibat proyek, dan (iii) dapat berpartisipasi secara aktif dalam proyek-proyek yang berdampak pada mereka Persetujuan Masyarakat Adat Terkena Dampak 180. Masyarakat adat dan penduduk tempatan31 adalah kelompok sosial dengan identitas yang mungkin berbeda dari kelompok dominan di masyarakat. Status ekonomi, sosial dan hukum mereka terbatas dalam membela kepentingan dan hak-hak mereka atas tanah, sumber daya alam dan budaya. Mereka juga memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari pembangunan. Mereka rentan, terutama jika lahan dan sumber daya mereka digunakan oleh orang luar dan terdegradasi secara signifikan. Bahasa, budaya, dan sumber daya alam sebagai pilar utama mata pencaharian mereka dapat terancam dan terkena perubahan oleh masyarakat luar Masyarakat Adat mungkin sangat rentan jika kegiatan proyek meliputi: (i) pembangunan komersial sumber daya budaya dan pengetahuan masyarakat adat; (Ii) pemindahan secara fisik dari lahan tradisional atau adat; dan (iii) pembangunan komersial sumber daya alam di tanah adat yang penggunaan akan berdampak pada penghidupan atau penggunaan budaya, upacara, atau spiritual yang menentukan identitas dan komunitas Masyarakat Adat Jika kegiatan tersebut terjadi dan proyek memberi dampak buruk pada masyarakat adat terkena dampak, maka klien dan PT SMI akan memastikan bahwa proses konsultasi Persetujuan Atas Informasi Diawal Tanpa Paksaan (FPIC) dari Masyarakat adat. Persetujuan dari komunitas masyarakat adat terkena dampak mengacu pada pernyataan kolektif oleh masyarakat adat yang terkena dampak, melalui individu dan / atau wakil mereka yang diakui, atau dukungan masyarakat luas untuk kegiatan proyek. Dukungan masyarakat luas seperti ini mungkin saja ada walau jika beberapa individu atau kelompok yang menentang kegiatan proyek FPIC berlaku pada desain, pelaksanaan, dan hasil yang diharapkan dari proyek terkait pada dampak terhadap masyarakat adat. Ketika salah satu dari keadaan ini terjadi, klien akan melibatkan tenaga ahli dari luar untuk membantu dalam identifikasi risiko dan dampak proyek. Untuk mencapai FPIC, suara bulat 31 Penduduk tempatan mengacu pada keberadaan penduduk yang tinggal di dalam proyek yang berdampak sesuai dengan definisi AMDAL atau studi terkait proyek yang lain 44

51 tidak selalu diperlukan. FPIC juga dapat dicapai apabila individu atau kelompok dalam masyarakat secara eksplisit tidak setuju; dalam beberapa kasus yang tidak memiliki solusi, sebuah organisasi perantara harus terlibat. Berikut ini harus didokumentasikan: (i) proses yang diterima oleh kedua belah pihak, proyek dan Masyarakat yang Terkena Dampak; dan (ii) bukti perjanjian antara kedua pihak sebagai hasil negosiasi Klien akan menyediakan dokumentasi yang merinci proses dan hasil konsultasi dengan masyarakat adat dan organisasi masyarakat adat, termasuk (i) temuan analisis dampak sosial ; (ii) konsultasi bermakna dengan masyarakat adat terkena dampak; (iii) langkah-langkah tambahan, termasuk modifikasi desain proyek, yang mungkin disyaratkan untuk menangani dampak parah pada masyarakat adat dan memberi mereka manfaat proyek yang layak secara budaya; (iv) rekomendasi untuk konsultasi bermakna dengan partisipasi masyarakat adat selama pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi proyek; dan (v) isi dari semua persetujuan yang dicapai dengan masyarakat adat dan/ atau organisasi masyarakat adat Sementara itu, proyek dapat membuka peluang bagi masyarakat adat dan masyarakat setempat untuk berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari kegiatan proyek sehingga dapat membantu memenuhi aspirasi mereka bagi pembangunan ekonomi dan sosial. Mereka juga dapat berperan dalam pembangunan berkelanjutan dengan mempromosikan dan mengelola kegiatan bisnis dan sebagai codevelopment. 5.4 Analisis dan Keterlibatan Pemangku Kepentingan 186. Analisis pemangku Kepentingan adalah sebuah alat untuk mengidentifikasi semua pihak yang memiliki perhatian secara langsung maupun tidak pada proyek dan dampaknya kepada mereka. Kegagalan untuk mengidentifikasi para pemangku kepentingan dan berkonsultasi dengan mereka dapat mengganggu transparansi dalam pengambilan keputusan dan yang, pada gilirannya, dapat menyebabkan konflik dan menunda proses proyek. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi para pemangku kepentingan, potensi dampak proyek pada mereka, dan juga untuk mengevaluasi keprihatinan dan kebutuhan, dan kemampuan mereka untuk memahami dan mempengaruhi pengambilan keputusan pada tahap persiapan Pemangku kepentingan dapat didefinisikan sebagai individu, masyarakat, LSM, organisasi swasta, instansi pemerintah, komunitas keuangan, pekerja perusahaan, pemasok / kontraktor dan lain-lain yang memiliki kepentingan atau "saham" dalam proyek dan hasilnya. Pemangku kepentingan dapat dipengaruhi oleh, atau mempengaruhi perencanaan dan operasi proyek di berbagai tingkat, ada 5 kategori pemangku kepentingan: 1) Masyarakat setempat; 2) masyarakat sipil; 3) Badan Pemerintah dan pemerintah daerah; 4) Sektor swasta; dan 5) Lembaga lain Pemangku Kepenatingan Utama adalah mereka yang terkena dampak secara langsung maupun tidak. Ahli Pengembangan sosial akan harus menghasilkan dan mmbagikan informasi sosial ekonomi dan budaya dalam melakukan analisis pemangku kepentingan. Teknik dan metode analisis sosial dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan, kebutuhan, aspirasi dan kekhawatiran mereka tentang proyek. Jenis data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis pemangku kepentingan termasuk data sosial ekonomi tingkat rumah tangga, informasi tentang campuran suku dan interaksi, tradisi budaya, profil gender dalam kegiatan sosial ekonomi, mekanisme untuk pengambilan keputusan mengenai lingkungan dan pengalaman dengan proyek serupa mereka. Hal ini berguna untuk menentukan peringkat harapan, keprihatinan dan kebutuhan berbagai kelompok orang yang terkena dampak proyek. Hal ini juga penting untuk menentukan bagaimana kepentingan mereka yang beragam akan berdampak pada hasil proyek. Salah satu isu mendasar yang perlu analisis adalah bagaimana kelompok dan individu yang berbeda akan saling berinteraksi dalam mempengaruhi hasil proyek Dengan sistematis melibatkan masyarakat yang terkena dampak dalam identifikasi dan pengelolaan dampak yang berpengaruh merugikan terhadap mereka memberikan kontribusi untuk membangun kepercayaan, kredibilitas dan dukungan dan memberikan mereka kesempatan untuk menyoroti aspekaspek positif tentang keberadaan perusahaan. Hal ini akan menurunkan risiko sentimen anti-perusahaan yang dapat menyebabkan litigasi yang mahal atau gangguan operasi perusahaan. 45

52 190. Konsultasi dengan masyarakat yang terkena dampak akan efektif jika: 1) Mulai awal; 2) Mengungkapkan informasi yang berarti dan akurat; 3) Gunakan sarana budaya yang tepat untuk menjangkau mereka; 4) Memberikan kesempatan untuk dialog dua arah; 5) Dokumen untuk melacak isu yang diajukan; dan 6) Laporkan kembali bagaimana masukan mereka telah digunakan dan dianggap Pemangku kepentingan "lainnya" adalah mereka yang secara tidak langsung merasakan dampak proyek, tetapi mungkin memiliki kepentingan dalam apa yang dilakukan perusahaan. Pemangku kepentingan tersebut bisa merupakan organisasi yang dipakai untuk menyalurkan manfaat kepada pemangku kepentingan utama, pemerintah daerah dan nasional, LSM, individu yang tinggal di sekitarnya, lembaga swasta, dan lembaga-lembaga multilateral dan bilateral. Meskipun potensi dampak proyek pada mereka mungkin sekunder sifatnya, mereka juga bisa menjadi pemangku kepentingan utama tergantung pada jenis kegiatan, sektor yang terlibat dan kemampuan kelembagaan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan. Oleh karena itu, adalah penting bahwa spesialis sosial dan lingkungan dan pemimpin proyek menyadari pentingnya pemangku kepentingan terkena dampak secara tidak langsung. dengan selalu menginformasikan kelompok ini dan memelihara hubungan komunikasi terbuka dapat menurunkan risiko kampanye negatif yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan Pemangku kepentingan eksternal utama yang terlibat dalam pelaksanaan ESMF termasuk namun tidak terbatas pada: (i) Pemerintah pusat dan daerah dan berbagai departemen yang terkait; (ii) Konsultan eksternal ahli lingkungan dan sosial dan lembaga yang melaksanakan analisis teknik lingkungan dan pengkajian sosial, pemantauan, program pelatihan dll; dan (iii) Organisasi MFI yang terlibat dalam mendukung PT SMI dalam pengembangan, implementasi dan ulasan ESMF Peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan kunci dalam pelaksanaan ESMF adalah 194. Pemerintah Daerah di Indonesia Pemerintah Daerah harus memainkan peran penting dalam mendapatkan persyaratan yang dilaksanakan di lapangan dan memberikan umpan balik/komunikasi mengenai kinerja. Beberapa kegiatan utama dari pemerintah daerah akan mencakup keterlibatan dengan konsultan/lembaga untuk mempersiapkan lingkup pekerjaan yang berkaitan dengan kepatuhan hukum dan kesesuaian dengan upaya perlindungan lingkungan dan sosial Badan eksternal yang melakukan pengkajian dan analisis lingkungan dan sosial Peranan utama konsultan dan badan eksternal dan adalah untuk melaksanakan program analisis, pengkajian dan pelatihan, dll. Seperti yang tertera dalam lingkup kerja mereka, dan memberikan hasil berkualitas dalam jangka waktu yang ditetapkan sesuai dengan persyaratan sebagaimana ditentukan dalam ESMF Dukungan MFI (seperti ADB, World Bank, IFC) untuk lima proyek pertama yang berisiko tinggi, MFI akan: (i) Melakukan pentaksiran proyek dan tinjauan bersama-sama dengan PT SMI sebelum persetujuan proyek. Jika diperlukan selama pelaksanaan proyek, pendekatan peninjauan awal bersama ini dapat diperpanjang untuk proyek-proyek berisiko tinggi tambahan di luar lima proyek pertama tersebut. Sebagai bagian dari pengawasan rutin MFI atas pelaksanaan upaya perlindungan proyek, untuk proyek berisiko menengah dan rendah MFI akan memantau operasi PT SMI melalui pasca review untuk memastikan bahwa ESMF secara konsisten ditaati, dan segera melakukan tindakan korektif jika diperlukan; (ii) Memantau dan memberi bantuan pelaksanaan pada PT SMI untuk memastikan bahwa klien memenuhi persyaratan persyaratan yang ditentukan dalam ESMF; dan (iii) Memperkuat kapasitas PT SMI melalui peninjauan bersama, pengawasan bersama, pelatihan dll. Bersama-sama PT SMI, untuk memperkuat kapasitas klien/ pengembang jika diperlukan Membangun hubungan dengan pemangku kepentingan dan mengembangkan rencana keterlibatan pemangku kepentingan, ada dua langkah sbb: 46

53 1) Melakukan Pemetaan Pemangku Kepentingan 198. Pertama mengidentifikasi pemangku kepentingan langsung dan tidak langsung yang terkena dampak proyek. Kemudian memprioritaskan kelompok berdasarkan sifat dan tingkat keparahan dampak, dan kemampuan kelompok-kelompok ini untuk mempengaruhi bisnis. Keterlibatan harus kuat dan lebih sering dengan kelompok-kelompok yang terkena dampak lebih parah, serta dengan orang-orang yang memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi bisnis. Dengan mengidentifikasi pemangku kepentingan dan isu-isu yang dapat mempengaruhi atau menarik perhatian mereka, dapat dikembangkan bahan komunikasi dan metode untuk secara efektif melibatkan mereka. 2) Menyusun Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan 199. Rencana keterlibatan pemangku kepentingan harus proaktif dan untuk mengatasi masalah lingkungan dan sosial. Setidaknya, bahkan jika proyek tidak memiliki dampak negatif pada masyarakat atau pemangku kepentingan lainnya, proyek harus selalu menerapkan prosedur untuk menerima komunikasi dari masyarakat Jika ditetapkan bahwa ada masyarakat yang terkena dampak, mekanisme pengaduan harus dilaksanakan (lihat di atas) dan secara aktif melibatkan mereka dalam konsultasi, secara teratur mengungkapkan informasi yang jelas dan bermakna baik tentang dampak maupun manfaat potensial, dan memberikan masyarakat kesempatan untuk mengungkapkan keprihatinan dan saran-saran mereka Akhirnya, harus ada laporan berkala kepada pemangku kepentingan terkena dampak tentang kegiatan-kegiatan yang sedang dibuat untuk menangani isu yang diidentifikasi selama proses keterlibatan mereka. Komunikasi dengan berbagai kelompok pemangku kepentingan adalah cara terbaik untuk memahami bagaimana kegiatan perusahaan mempengaruhi mereka dan untuk mendapatkan peringatan dini kan timbulnya potensi masalah. Dalam semua upaya untuk menjangkau pemangku kepentingan, hubungan dengan pemangku kepentingan harus telah dibangun secara awal, dan tidak menunggu sampai krisis muncul untuk bertindak, karena tanpa hubungan baik dengan mereka akan lebih sulit untuk menyelesaikan masalah Proyek akan memberikan informasi yang relevan, termasuk informasi tentang dokumen pengelolaan sosial dan lingkungan proyek sesuai dengan peraturan yang berlaku di tempat-tempat yang ditentukan. Jika warga setempat atau masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkena dampak buta aksara, dapat digunakan metode komunikasi yang tepat lainnya. Informasi proyek yang relevan diungkapkan ke masyarakat terkena dan pemangku kepentingan lainnya akan membantu mereka memahami risiko, dampak dan peluang proyek. Klien akan memberikan masyarakat terkena dampak akses ke informasi yang relevan tentang: (i) tujuan, sifat, dan skala proyek; (Ii) durasi kegiatan proyek usulan; (Iii) risiko dan dampak potensial pada masyarakat tersebut dan langkah-langkah mitigasi yang relevan; (Iv) proses keterlibatan pemangku kepentinganyang diinginkan; dan (v) mekanisme pengaduan Pengungkapan dan konsultasi dan partisipasi merupakan suatu proses terpadu dalam penyusunan dan pelaksanaan proyek. Klien harus menyampaikan informasi kepada orang-orang terkena dampak dan pemangku kepentingan lainnya, dan berkonsultasi dengan mereka dengan cara yang sepadan dengan dampak proyek yang diantisipasi pada masyarakat terkena dampak Klien diminta untuk memberitahu dan berkonsultasi dengan orang-orang terkena dampak mengenai pilihan proyek dan untuk menyediakan mereka informasi yang terkait dengan proyek selama perencanaan dan pelaksanaan. Pengungkapan informasi harus mendahului konsultasi. Membatasi pengungkapan dapat merusak proyek. Manfaat pengungkapan adalah sebagai berikut: 1) menimbulkan kesadaran yang lebih besar tentang proyek dan tujuannya; 2) membantu mendorong pengambilan keputusan lokal dan strategi pembangunan partisipatif; 3) membuat pemangku kepentingan lebih [aham berkat komunikasi dua arah antara sponsor proyek dan masyarakat terkena dampak; dan 4) meningkatkan kepemilikan proyek oleh orang-orang terkena dampak Klien harus mengungkapkan informasi yang relevan secara tepat waktu, di tempat yang dapat diakses, dan dalam bentuk dan bahasa yang dimengerti oleh warga terkena dampak dan pemangku kepentingan lainnya. Informasi ini dapat diseiakan dalam bentuk brosur, leaflet, booklet atau dalam 47

54 bahasa lokal. Tujuannya memberi informasi proyek yang relevan dan dikonsultasikan adalah untuk memastikan bahwa informasi yang memadai dan tepat waktu disediakan untuk masyarakat yang terkena dampak proyek dan pemangku kepentingan lainnya, dan bahwa kelompok-kelompok ini diberi kesempatan yang cukup untuk menyuarakan pendapat dan keprihatinan mereka. Untuk orang yang buta huruf, metode komunikasi lainnya yang sesuai dapat digunakan, termasuk pesan bergambar dan pengumuman di tempat-tempat umum, seperti di pasar mingguan. 5.6 Persyaratan Untuk Konsultasi Publik dan Pengungkapan Informasi Konsultasi Publik 206. Konsultasi publik merupakan bagian yang wajib dari proses persiapan proyek PT SMI kategori A dan B 32. PT SMI akan mensyaratkan konsultasi publik pada tahap awal proses perencanaan. Kecukupan konsultasi dan pengungkapan informasi publik merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk menentukan kepatuhan proyek dengan kebijakan upaya perlindungan Untuk proyek kategori A, konsultasi publik harus dilakukan pada tahap awal persiapan dan selama seluruh pelaksanaan proyek untuk mengatasi masalah yang berdampak pada komunitas setempat, LSM, pemerintah, dan pihak berkepentingan lainnya. Untuk semua proyek Kategori A, konsultasi publik harus dilakukan setidaknya dua kali: sekali selama tahap awal pekerjaan lapangan dan sekali ketika draft laporan perencanaan tersedia, dan sebelum pentaksiran proyek Untuk proyek Kategori B, dianjurkan bahwa konsultasi publik dilakukan selama tahap awal proses persiapan dan selama pelaksanaan proyek untuk mengatasi masalah yang berdampak pada masyarakat setempat, LSM, pemerintah, dan pihak lain berkepentingan Untuk proyek Kategori C, konsultasi publik tidak diperlukan, namun, persyaratan konsultasi dapat ditetapkan atas dasar kasus per kasus, tergantung pada sifat proyek dan isu-isu lingkungan dan sosial yang relevan, dan tingkat kepentingan publik Untuk Proyek kategori FI, pinjaman dan investasi ekuitas mensyaratkan perantara keuangan memiliki ESMS untuk beroperasi, dan prosedur konsultasi publik yang memadai harus dimasukkan ke dalam ESMS. Jika proyek perantara keuangan melibatkan jalur kredit, persyaratan konsultasi publik PT SMI untuk proyek akan berlaku. Artinya, penilaian dan ulasan kerangka kerja untuk proyek harus memiliki prosedur untuk konsultasi publik Pengungkapan Informasi 211. Persyaratan Pengungkapan Informasi adalah sbb: 212. Untuk proyek kategori A, untuk memfasilitasi konsultasi yang dibutuhkan dengan kelompok yang terkena dampak dan LSM setempat, informasi tentang isu-isu lingkungan dan sosial proyek serta data teknis perlu ditransfer ke dalam bentuk dan bahasa yang dapat dipahami oleh mereka yang diajak berkonsultasi. Kajian Dampak Lingkungan (EIA) dibuat tersedia untuk umum, dan ditempatkan pada PT SMI dan situs Klien paling lambat 120 hari sebelum pertimbangan Dewan. EIA lengkap juga dibuat tersedia untuk pihak yang berkepentingan atas permintaan Untuk proyek kategori B, untuk memfasilitasi konsultasi yang dibutuhkan dengan kelompok yang terkena dampak dan LSM setempat, informasi tentang isu-isu lingkungan dan sosial proyek serta data teknis perlu ditransfer ke dalam bentuk dan bahasa dapat dipahami oleh mereka yang diajak berkonsultasi. Untuk proyek yang dianggap sensitif lingkungan, SIEE dan RP yang dibuat tersedia untuk umum, dan diunggah dalam website PT SMI dan Klien paling lambat 120 hari sebelum pertimbangan Dewan. Untuk proyek kategori B lainnya, analisis lingkungan dan LARP yang diunggah di website PT SMI dan Klien sebagai bagian tentang RRP. Laporan IEE penuh juga dibuat tersedia untuk pihak yang berkepentingan atas permintaan. 32 Tabel 4-5: Skrining kategori proyek dalam hal Lingkungan, sosial dan Masyarakat Adat, dokumen PT SMI ESS OM 48

55 214. Proyek usulan dan tukar pikiran dengan badan-badan pemerintah terkait serta pihak-pihak yang berkepentingan untuk memudahkan dialog. Pengungkapan informasi tentang pengkajian lingkungan tidak disyaratkan untuk proyek kategori C. Namun masyarakat dapat mengkses informasi upaya perlindungan lingkungan dan sosial yang tertera dalam rekomendasi pada dewan direksi PT SMI yang diunggah dalam website PT SMI. 49

56 6. Mekanisme Penanganan Keluhan (GRM) 215. PT SMI meminta klien membentuk dan mempertahankan mekanisme penanganan keluhan (GRM) untuk setiap proyek atau proyek kategori FI yang memiliki dampak lingkungan, pemukiman kembali, dan/ atau dampak pada masyarakat adat. Keluhan sering tentang transparansi dan kecukupan informasi tentang hak, kecukupan kompensasi, kualitas layanan di lokasi pemukiman kembali, sikap petugas pemukiman kembali, dan isu-isu lainnya. Penanganan keluhan yang tepat waktu sangat penting untuk mencapai hasil pemukiman kembali yang diinginkan dan untuk menyelesaikan proyek dengan cara yang memuaskan. GRM adalah pengaturan untuk menerima, mengevaluasi, dan memfasilitasi resolusi kekhawatiran dan keluhan warga terkena dampak, dan keluhan tentang kinerja sosial dan lingkungan peminjam pada tingkat proyek. Orang yang dirugikan juga dapat mencari ganti rugi melalui penyelesaian melalui pengadilan dan administrasi yang ada dalam sistem negara Praktek yang baik menggabungkan prinsip-prinsip berikut untuk membentuk dan memelihara GRM sebuah proyek 33 : (i) Proporsionalitas. Ruang lingkup, waktu, dan bentuk GRM harus sesuai dengan konteks proyek dan kebutuhan dari proyek. Untuk mengukur GRM pada dampak merugikan atas orang yang terkena dampak, digunakan hasil pengkajian dampak sosial dan lingkungan proyek untuk memahami siapa yang akan terkena dampak dan dampak apa sekiranya yang akan mengenai mereka. Dalam proyek-proyek besar dan kompleks dengan dampak yang berpotensi signifikan, GRM harus dilaksanakan sedini mungkin dalam tahap persiapan proyek dan selalu dilakukan selama konstruksi dan operasi sampai akhir proyek. Sedapat mungkin, personil dari peminjam / klien yang menyelidiki keluhan dan yang menentukan respon harus terpisah dari orang-orang yang terlibat dalam manajemen proyek sehari-hari. Dalam proyek-proyek yang lebih kecil dengan masalah relatif mudah, proyek dapat mempertimbangkan untuk menunjuk focal point, seperti petugas penghubung masyarakat yang dapat dijadikan tempat untuk menampung dan menangani pendapat dan kekhawatiran masyarakat terkena dampak. (ii) Keterlibatan. GRM yang paling sukses melibatkan masyarakat yang terkena dampak dalam desain mereka, melalui keterlibatan wakil masyarakat dalam mengidentifikasi jenis sengketa yang bisa timbul, bagaimana orang terkena dampak mengemukakan kekhawatiran mereka, efektivitas setiap prosedur yang ada untuk menyelesaikan keluhan, ketersediaan sumber daya lokal untuk menyelesaikan konflik, dan faktor-faktor lain yang mungkin timbul. Kotak saran, pertemuan masyarakat periodik, dan konsultasi dan metode umpan balik lain juga dapat membantu dalam merumuskan GRM yang efektif. (iii) Aksesibilitas. Sebuah GRM meliputi prosedur untuk menerima, merekam, mendokumentasi, dan menanggapi keluhan dalam jangka waktu yang wajar. Prosedur harus diterangkan dengan cara yang mudah untuk dipahami oleh mereka. Kelompok-kelompok ini mungkin termasuk orang rentan seperti kaum miskin dan perempuan. Desain GRM biasanya mempertimbangkan banyak aspek yang terlibat agar mekanisme dapat diakses oleh masyarakat terkena dampak. Ini termasuk akses mereka ke transportasi dan jalan dan tingkat melek huruf dan pendidikan mereka, serta akses mereka ke fasilitas komunikasi seperti telepon, , dan internet. GRM harus menghargai metode komunikasi lain yang dianggap penting, termasuk pertemuan tatap muka, keluhan tertulis, percakapan telepon, dan . (iv) Kesesuaian Budaya. GRM yang baik dirancang dengan mempertimbangkan atribut budaya dan mekanisme tradisi dalam mengemukakan dan menyelesaikan masalah. Jika ada perbedaan budaya dalam sebuah masyarakat yang terkena bencana, mekanisme pendekatan harus dibuat untuk memastikan bahwa kelompok-kelompok individu, terutama perempuan dan masyarakat adat sepenuhnya dapat mengemukakan kekhawatiran mereka. Anggota masyarakat adat, misalnya, sering tidak memanfaatkan prosedur pengaduan resmi bahkan ketika mereka memiliki keluhan. Hal ini terutama berlaku ketika perbedaan kekuatan sosial antara masyarakat adat dan 33 ADB Involuntary Resettlement Safeguards A Planning and Implementation Good Practice Sourcebook Draft Working Document, November 2012, P

57 perwakilan proyek atau ketika orang yang terkena dampak tidak melek huruf. Praktik yang baik akan mencari cara untuk menangkap perasaan masyarakat seperti itu dengan mempertimbangkan alat seperti pos-pos pelaporan di mana petugas perantara masyarakat dapat mengumpulkan keluhan lisan dan mendokumentasikan. Bagi mereka yang segan menghubungi petugas GRM, dapat mengemukakan keluhan dengan cara tidak resmi seperti pesan SMS. (v) Responsif. Keluhan diterima dan tanggapan yang diberikan harus didokumentasikan dan dilaporkan kembali ke masyarakat terkena dampak. Sebuah GRM baik memberikan informasi terbaru dengan reguler pada kegiatannya kepada komunitas setempat, dengan jelas menangani harapan-harapan masyarakat pada apa yang dilakukan dan tidak dilakukan mekanisme, menyajikan hasil tentang bagaimana keluhan diselesaikan, dan mengumpulkan umpan balik dari orang-orang yang terkena dampak untuk meningkatkan sistem ganti rugi. (vi) Tanggung jawab yang jelas. Sebuah GRM yang baik membentuk dan mempertahankan struktur organisasi dengan wewenang dan tanggung jawab yang jelas dari petugas penghubung masyarakat dan penyelesaian keluhan. Para petugas yang ditugaskan, sebagai titik akses yang paling efektif jika mereka dapat dipercaya, terlatih, berpengetahuan, dan mudah didekati, terlepas dari etnis, jenis kelamin, atau agama pengadu. (vii) Perlindungan yang tepat. Adalah penting bahwa peminjam / klien menyadari penyelesaian masalah secara dan administrasi yang tersedia di Indonesia untuk menyelesaikan sengketa sehingga GRM proyek tidak boleh dengan gegabah menghalangi akses ke mekanisme negara tersebut. GRM juga membentuk perlindungan untuk pelapor agar mereka jadi tidak menderita dari pembalasan. 51

58 7. Organisasi dan Tanggung Jawab 7.1 Struktur keorganisasian dan Tanggung Jawab ESS Struktur Keorganisasian 193. Garis besar struktur organisasi secara keseluruhan PT SMI disediakan pada Gambar 6-1. Sumber: Website PT SMI Berlaku 24 Maret 2016 Gambar 6-1: Struktur Keorganisasian PT SMI 194. Staf dan divisi di dalam PT SMI di dalam struktur organisasinya yang bertanggung jawab untuk manajemen ESS dan masukan untuk prosedur ESMF seperti yang dijelaskan di bagian berikut Presiden Direktur 195. Bertanggung jawab di bawah prosedur manajemen ESMF untuk: i) Menetapkan manajemen kebijakan dan risiko implementasi ESMF untuk semua proyek yang didanai oleh kegiatan Perusahaan; ii) Menetapkan struktur organisasi termasuk kewenangan dan tanggung jawab yang jelas terkait pelaksanaan dengan ESMF untuk semua proyek yang didanai oleh kegiatan Perusahaan; dan 52

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment)

GLossary. Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency) Penilaian Dampak Lingkungan (Environmental Impact Assessment) GLossary ADB AFD AMDAL EIA EMP ESIA ESMF ESS ESSBCM FS IFC IPP LARAP MFI PT SMI RKL-RPL SIA ToR UKL-UPL Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) Badan Pembangunan Perancis (French Development Agency)

Lebih terperinci

Latar Belakang Gambar 1. Kriteria Pinjaman Daerah

Latar Belakang Gambar 1. Kriteria Pinjaman Daerah Ringkasan Kerangka Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMF-Environmental and Social Management Framework) Regional Infrastructure Development Fund (RIDF) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR Latar Belakang RIDF

Lebih terperinci

Lembar Data Proyek. Pembiayaan. Tanggal Pembuatan PDS. PDS Diperbarui 2 Apr 14. Nama Proyek

Lembar Data Proyek. Pembiayaan. Tanggal Pembuatan PDS. PDS Diperbarui 2 Apr 14. Nama Proyek PDS terjemahan ini didasarkan pada versi Inggrisnya yang bertanggal 10 April 2014. Lembar Data Proyek Lembar Data Proyek (Project Data Sheets/PDS) berisi informasi ringkas mengenai proyek atau program:

Lebih terperinci

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE

Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Masalah untuk Konsultasi Tahap 3 Pendahuluan CODE Pada tanggal 1 Juli 2015, the Komite Keefektifan Pembangunan (Committee on Development Effectiveness/CODE) membahas draf kedua dari Tinjauan dan Pembaruan

Lebih terperinci

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI

TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI TINJAUAN DAN PEMBARUAN KEBIJAKAN PENGAMANAN BANK DUNIA RENCANA KONSULTASI Bank Dunia memulai proses selama dua tahun untuk meninjau dan memperbaharui (update) kebijakan-kebijakan pengamanan (safeguard)

Lebih terperinci

PANDUAN OPERASI (Operation Manual)

PANDUAN OPERASI (Operation Manual) PT INDONESIA INFRASTRUCTURE FINANCE PANDUAN OPERASI (Operation Manual) S I S T E M M A N A J E M E N S O S I A L & L I N G K U N G A N (SEMS) Desember 2014 i Disclaimer Dokumen SEMS versi Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

PEDOMAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SAFEGUARDS / ESS) PROYEK MULTILATERAL

PEDOMAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SAFEGUARDS / ESS) PROYEK MULTILATERAL PEDOMAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL SAFEGUARDS / ESS) PROYEK PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) 2016 DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2.

Lebih terperinci

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012

PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 PRISAI (Prinsip, Kriteria, Indikator, Safeguards Indonesia) Mei 2012 Apa saja prasyaarat agar REDD bisa berjalan Salah satu syarat utama adalah safeguards atau kerangka pengaman Apa itu Safeguards Safeguards

Lebih terperinci

Penggunaan Sistem Upaya Perlindungan Negara (CSS) di Tingkat Instansi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN)

Penggunaan Sistem Upaya Perlindungan Negara (CSS) di Tingkat Instansi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Penggunaan Sistem Upaya Perlindungan Negara (CSS) di Tingkat Instansi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) Ringkasan Konsultasi dengan Organisasi Masyarakat Sipil 11 Desember 2017, Le Méridien Hotel, Jakarta

Lebih terperinci

Catatan informasi klien

Catatan informasi klien Catatan informasi klien Ikhtisar Untuk semua asesmen yang dilakukan oleh LRQA, tujuan audit ini adalah: penentuan ketaatan sistem manajemen klien, atau bagian darinya, dengan kriteria audit; penentuan

Lebih terperinci

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di

Respon Pemantauan IFC ke. Audit CAO mengenai investasi IFC di AUDIT PEMANTAUAN DAN LAPORAN PENUTUPAN CAO Audit IFC Kepatuhan CAO C-I-R6-Y08-F096 27 Maret 2013 Respon Pemantauan IFC ke Audit CAO mengenai investasi IFC di Wilmar Trading (IFC No. 20348) Delta Wilmar

Lebih terperinci

Kebijakan Manajemen Risiko

Kebijakan Manajemen Risiko Kebijakan Manajemen Risiko PT Indo Tambangraya Megah, Tbk. (ITM), berkomitmen untuk membangun sistem dan proses manajemen risiko perusahaan secara menyeluruh untuk memastikan tujuan strategis dan tanggung

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.662, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS Kerjasama Pemerintah. Badan Usaha. Infrastruktur. Panduan Umum. PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN

PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PIAGAM PEMBELIAN BERKELANJUTAN PENGANTAR AptarGroup mengembangkan solusi sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan usaha yang wajar dan hukum ketenagakerjaan, dengan menghargai lingkungan dan sumber daya alamnya.

Lebih terperinci

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor

DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP. Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor DOKUMEN INFORMASI PROYEK (PID) TAHAP KONSEP Laporan No.: Nama Proyek Proyek Persiapan Kesiapan Indonesia (Indonesia Readiness Preparation Project) Kawasan Regional EAP Sektor Lingkungan dan Pedesaan ID

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN

LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN LAMPIRAN 2 : ITEM ITEM PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) PERUSAHAAN No Aspek Indikator Indikator Ekonomi 1 Kinerja Ekonomi Perolehan dan distribusi nilai ekonomi langsung, meliputi pendapatan,

Lebih terperinci

II. ISI LAPORAN KEBERLANJUTAN Uraian isi Laporan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 memuat rincian sebagai berikut: A. La

II. ISI LAPORAN KEBERLANJUTAN Uraian isi Laporan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud pada romawi I angka 2 memuat rincian sebagai berikut: A. La - 20 - LAMPIRAN II PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM 1. Laporan Keberlanjutan

Lebih terperinci

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA

ATAS RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi

Lebih terperinci

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan

Kebijakan tentang rantai pasokan yang berkelanjutan 1/5 Keberlanjutan merupakan inti dari strategi dan kegiatan operasional usaha Valmet. Valmet mendorong pelaksanaan pembangunan yang dan berupaya menangani masalah keberlanjutan di seluruh rantai nilainya

Lebih terperinci

FAQ. bahasa indonesia

FAQ. bahasa indonesia FAQ bahasa indonesia Q: Apa itu PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) A: PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), atau PT PII, adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk dan berada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk Piagam Audit Internal PT Astra International Tbk Desember 2010 PIAGAM AUDIT INTERNAL 1. Visi dan Misi Visi Mempertahankan keunggulan PT Astra International Tbk dan perusahaanperusahaan utama afiliasinya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id

2012, No.662. www.djpp.depkumham.go.id 13 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PANDUAN UMUM PELAKSANAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.08/2016 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR DALAM RANGKA PENUGASAN PENYEDIAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan

J udul Dokumen : R IWAYAT REVISI MANUAL SISTEM MANAJEMEN K3 MANUAL K3 M - SPS - P2K3. Perubahan Dokumen : Revisi ke Tanggal Halaman Perubahan Kode Dokumentasi : M SPS SMK3 Halaman : 1 dari 2 J udul Dokumen : M - SPS - P2K3 Dokumen ini adalah properti dari PT SENTRA PRIMA SERVICES Tgl Efektif : 09 Februari 2015 Dibuat Oleh, Disetujui Oleh, Andhi

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG)

Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG) Resolusi Serikat Pekerja/Serikat Buruh di Indonesia terhadap Tinjauan Kebijakan Perlindungan Kelompok Bank Dunia (WBG) Seiring dengan pelaksanaan tinjauan atas kebijakan perlindungan lingkungan dan sosial

Lebih terperinci

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI

II. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI Yth. 1. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi; dan 2. Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang

Lebih terperinci

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis Tanggal Mulai Berlaku: 2/28/08 Menggantikan: 10/26/04 Disetujui Oleh: Dewan Direksi TUJUAN PEDOMAN Memastikan bahwa praktik bisnis Perusahaan Mine Safety Appliances ("MSA")

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK.

KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. KODE ETIK PT DUTA INTIDAYA, TBK. PENDAHULUAN Tata kelola perusahaan yang baik merupakan suatu persyaratan dalam pengembangan global dari kegiatan usaha perusahaan dan peningkatan citra perusahaan. PT Duta

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif

Ringkasan Eksekutif. Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Laporan Kemajuan MDF Desember 2009 Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Proyek yang berfokus pada pemulihan masyarakat adalah yang paling awal dijalankan MDF dan pekerjaan di sektor ini kini sudah hampir

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

PEDOMAN ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT SYSTEM (ESMS) PROYEK

PEDOMAN ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT SYSTEM (ESMS) PROYEK PEDOMAN ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT SYSTEM (ESMS) PROYEK PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) 2014 DAFTAR ISI BAB I - PENDAHULUAN... 1 1. Latar Belakang... 1 2. Maksud dan Tujuan... 1 3. Ruang

Lebih terperinci

Prosedur dan mekanisme AMDAL

Prosedur dan mekanisme AMDAL Prosedur dan mekanisme AMDAL Bagaimana prosedur AMDAL di Indonesia? Apakah kegiatan anda wajib menyusun AMDAL? Apa yang harus dilakukan bila wajib menyusun AMDAL? Apa itu revisi RKL dan RPL? Apa itu AMDAL?

Lebih terperinci

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI Para Pihak pada Protokol ini, Menjadi Para Pihak pada Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK PT SURYA CITRA MEDIA Tbk Perseroan meyakini bahwa pembentukan dan penerapan Pedoman Tata Kelola Perusahan Yang Baik ( Pedoman GCG ) secara konsisten dan berkesinambungan

Lebih terperinci

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba

- 2 - sistem keuangan dan sukses bisnis dalam jangka panjang dengan tetap berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Tujuan pemba PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 51 /POJK.03/2017 TENTANG PENERAPAN KEUANGAN BERKELANJUTAN BAGI LEMBAGA JASA KEUANGAN, EMITEN, DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original

Administrative Policy Bahasa Indonesian translation from English original Tata Tertib Semua unit Misi KONE adalah untuk meningkatkan arus pergerakan kehidupan perkotaan. Visi kita adalah untuk Memberikan pengalaman terbaik arus pergerakan manusia, menyediakan kemudahan, efektivitas

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI PEDOMAN DAN TATA TERTIB DIREKSI PT BPR MANDIRI ARTHA ABADI mencakup: A. Komposisi, Kriteria, dan Independensi Direksi B. Masa Jabatan Direksi C. Rangkap Jabatan Direksi D. Kewajiban, Tugas, Tanggung Jawab

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April

Pedoman Pemasok Olam. Dokumen terakhir diperbarui. April Pedoman Pemasok Olam April Pedoman Pemasok Olam Dokumen terakhir diperbarui April 2018 Pedoman Pemasok Olam April 2018 1 Daftar Isi Pendahuluan 3 Prinsip Pedoman Pemasok 4 Pernyataan Pemasok 6 Lampiran 1 7 Pendahuluan Olam berusaha

Lebih terperinci

Inisiatif Accountability Framework

Inisiatif Accountability Framework Inisiatif Accountability Framework Menyampaikan komitmen rantai pasokan yang etis Pengantar untuk periode konsultasi publik 10 Oktober 11 Desember, 2017 Selamat Datang! Terimakasih untuk perhatian anda

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA KERJA DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN DAN TATA KERJA DEWAN KOMISARIS Pedoman dan Tata Kerja Dewan Komisaris PEDOMAN DAN TATA KERJA Hal 1/11 RINCIAN PEDOMAN DAN TATA KERJA DAFTAR ISI 1.0 Statement of Policy..... 3 2.0 Tugas dan Tanggung Jawab Dewan Komisaris.......... 3

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI

KEBIJAKAN ANTIKORUPSI Kebijakan Kepatuhan Global Maret 2017 Freeport-McMoRan Inc. PENDAHULUAN Tujuan Tujuan dari Kebijakan Antikorupsi ini ("Kebijakan") adalah untuk membantu memastikan kepatuhan oleh Freeport-McMoRan Inc ("FCX")

Lebih terperinci

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga

, No.2063 melaksanakan penyiapan dan pelaksanaan transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dan Menteri Keuangan menyediakan Dukunga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Penyiapan. Pelaksanaan. Transaksi. Fasilitas. Penyediaan Infrastruktur. Proyek Kerjasama. Pemerintah dan Bahan Usaha. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Indonesia: Akses Energi Berkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik

Indonesia: Akses Energi Berkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik PDS terjemahan ini didasarkan pada versi Inggrisnya yang bertanggal 28 Oktober 2016. Indonesia: Akses Energi erkelanjutan di Indonesia Timur-Program Pembangunan Jaringan Listrik Nama Akses Energi erkelanjutan

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7 1. Pendahuluan Codes of Practice ini telah ditulis sesuai dengan persyaratan badan akreditasi nasional dan dengan persetujuan PT AJA Sertifikasi Indonesia yang saat ini beroperasi. PT. AJA Sertifikasi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut Peta Jalan Lahan Gambut APRIL-IPEWG Versi 3.2, Juni 2017 Kelompok Ahli Gambut Independen (Independent Peatland Expert Working Group/IPEWG) dibentuk untuk membantu

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.03/2016 TENTANG KEPEMILIKAN SAHAM BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

(DRAF KERJA DELIBERATIF)

(DRAF KERJA DELIBERATIF) Prosedur Bank Prosedur Lingkungan dan Sosial Akses Bank ke Penetapan Kebijakan Informasi Publik Nomor Katalog [Ditetapkan oleh Administrator P&PF dalam LEGVPU] [Diterbitkan dan berlaku] [Diterbitkan] [Revisi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN 2 Desember 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Nomor 1 Seri E

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-37PJ/2010 TENTANG : KEBIJAKAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.84/MENLHK-SETJEN/KUM.1/11/2016 TENTANG PROGRAM KAMPUNG IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola BP 2013 Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1. Pendahuluan Kami mengirimkan energi kepada dunia.

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan 1. Pendahuluan Codes of Practice ini telah ditulis sesuai dengan persyaratan badan akreditasi nasional dan dengan persetujuan PT AJA Sertifikasi Indonesia yang saat ini beroperasi. PT. AJA Sertifikasi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u No.62, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Kerja Sama. Infrastruktur. Badan Usaha. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 2013, No.233 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN ARSIP ELEKTRONIK BAB I PENDAHULUAN A. Umum Kemajuan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 300. Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 00 Perencanaan Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 ::0 AM STANDAR AUDIT 00 PERENCANAAN SUATU AUDIT ATAS LAPORAN KEUANGAN (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam )

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT UNILEVER INDONESIA Tbk ( Piagam ) DAFTAR ISI I. DASAR HUKUM II. TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG III. ATURAN BISNIS IV. JAM KERJA V. RAPAT VI. LAPORAN DAN TANGGUNG JAWAB VII.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 8/2015 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa kelestarian fungsi Lingkungan Hidup

Lebih terperinci

Kode Etik Pemasok 1/11

Kode Etik Pemasok 1/11 1/11 Kami akan memimpin sebuah gerakan yang akan menjadikan cokelat berkelanjutan sebagai norma, sehingga cokelat yang kita semua cintai akan selalu hadir untuk generasi yang akan datang. Pengantar Sebagai

Lebih terperinci

MODUL 11: PRAKTIK TERBAIK UNTUK DESAIN PROYEK. USAID Adapt Asia-Pacific

MODUL 11: PRAKTIK TERBAIK UNTUK DESAIN PROYEK. USAID Adapt Asia-Pacific MODUL 11: PRAKTIK TERBAIK UNTUK DESAIN PROYEK University of Hawaii at Manoa Institut Teknologi Bandung Siklus Proyek Policy & Strategy Pre-project discussion & activities Project Identification Pre-feasibility

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

Inisiatif Accountability Framework/Kerangka Kerja Akuntabilitas (AFi) adalah suatu upaya kolaboratif untuk membantu perusahaan memenuhi komitmen rantai pasokan etis mereka terhadap rantai pasokan pertanian

Lebih terperinci

Sumber: ISO Environmental Management System Self-Assesment Checklist, GEMI (1996)

Sumber: ISO Environmental Management System Self-Assesment Checklist, GEMI (1996) Sumber: ISO 14001 Environmental Management System Self-Assesment Checklist, GEMI (1996) DAFTAR ISI Pengantar Prinsip-Prinsip Standar ISO 14001 Cara Menggunakan Cheklist Interpretasi Penilaian Standar ISO

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PRESIDEN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33,

Lebih terperinci

Kajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik

Kajian Tengah Waktu Strategi 2020. Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu Strategi 2020 Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Menjawab Tantangan Transformasi Asia dan Pasifik Kajian Tengah Waktu (Mid-Term Review/MTR) atas Strategi 2020 merupakan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5618 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci