BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN STRUKTUR ATAS BANGUNAN BAJA. Baja kontruksi merupakan alloy steel (baja paduan), pada umumnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN STRUKTUR ATAS BANGUNAN BAJA. Baja kontruksi merupakan alloy steel (baja paduan), pada umumnya"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI PERENCANAAN STRUKTUR ATAS BANGUNAN BAJA 2.1 Bahan Baja untuk Kontruksi Baja kontruksi merupakan alloy steel (baja paduan), pada umumnya mengandung lebih dari 98% besi, 1% Karbon, silicon, mangan, sulfur, pophor, tembaga, chromium, nikel dengan brbagai komposisi sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan. Struktur baja pada mulanya digunakan pada kontruksi jembatan Eads di st. Louis Missouri yang mulai dibangun pada tahun pada tahun 1868 dan selesai pada tahun Baja struktur merupakan produk pabrik baja yang tersedia dalam berbagai mutu, ukuran, dan bentuk. Berbagai profil/bentuk baja yang sering digunakan yaitu; Gambar2. 1 Bentuk Profil Baja Tri Usodo ( ) II-1 Universitas Mercubuana

2 Struktur baja digunakan dalam berbagai kuntruksi bangunan, baik kontruksi yang didesain secara khusus maupun bangunan standar/sederhana. Beberapa struktur baja yang umum seperti struktur rangka, struktur selaput (shell), dan struktur gedung (suspension). Keutungan dari penggunaan struktur baja dalam mendesain bangunan antara lain: a) Baja merupakan struktur yang ringan tapi kuat b) Profil-profil baja diproduksi dengan tingkat ketelitian tinggi c) Cepatnya waktu pelaksanaan konstruksi d) Struktur baja dibuat dalam berbagai macam profil sesuai kebutuhan sehingga lebih ekonomis untuk berbagai aplikasi. 2.2 Sifat Mekanis Material Baja Sifat mekanis material baja didapat dari uji tarik. Uji ini melibatkan pembebanan tarik sampel baja dan bersamaan dengan itu dilakukan pengukuran beban dan perpanjangan sehingga diperoleh kurva hubungan tegangan dan regangan (Gambar 2.2). diagram tersebut memperlihatkan bahwa sampel diberi beban sampai putus. Mula-mula terjadi hubungan linier antara tegangan dan regangan (daerah elastis linier). Ketika beban terus ditambah, hubungan tegangan regangan menjadi tidak linier (limit proposional). Baja akan tetap elastis (maksudnya, bila beban dihilangkan akan kembali kepanjang semula) apabila tegangannya tidak melampaui harga di atas limit proposional, hal ini disebut limit elastis. Limit elastis dan limit proposional memiliki harga yang sangat mendekati sehingga Tri Usodo ( ) II-2 Universitas Mercubuana

3 sering dianggap sama. Apabila beban ditambah maka akan tercapai suatu titik dimana regangan akan terus bertambah namun tegangannya tetap, tegangan pada saat ini disebut tegangan leleh (σy). Bagian kurva mulai dari titik awal sampai limit proposional disebut selang elastis. Setelah itu baja akan masuk kedalam selang plastis, yaitu pada saat tegangannya sebesar tegangan leleh, regangannya akan terus bertambah sampai pada titik tertentu. Pada saat baja terus meregang sampai dicapai kapasitas pikul beban yang bertambah berarti baja telah memasuki kondisi strain hardening. Strain hardening atau penguatan regangan akan berakhir hingga tegangan tarik. Berikut diagram tegangan regangan dari baja. Gambar2. 2 kurva Tegangan dan Regangan Baja Tri Usodo ( ) II-3 Universitas Mercubuana

4 Besarnya tegangan pada kurva tegangan-regangan ditentukan dengan membagi beban dengan luas penampang lintang semula benda ujidan besarnya regangan di hitung sebagai perpanjangan dibagi dengan panjang semula. Hal ini dapat ditulis dalam rumus; Tegangan : σ = Regangan : Є = Keterangan; σ = Tegangan Є = Regangan A = Luas penampang melintang specimen tarik N = Beban tarik yang diberikan L = Pertambahan panjang antar dua specimen L = Panjang semula diantara dua titik Rasio tegangan dan regangan pada daerah elastic didebut modulus elastis atau Modulus Young (E). besaran ini merupakan konstanta proposional antara tegangan dan regangan (hokum hooke), atau dapat ditulis sebagai berikut: Tri Usodo ( ) II-4 Universitas Mercubuana

5 E = σ = tegangan (kg/cm²) Є = regangan (cm/cm) Berdasarkan SNI , besar modulus Elastis (E) adalah 2.0 x 10 5 kg/cm². 2.3 Metode Perencanaan Struktur Baja Metode perencanaan yang sering dipakai, yaitu metode perencanaan tegangan kerja atau metode elastis atau metode ASD (Alloweble stress design) dan metode perencanaan kekuatan batas atau metode LRFD (Load and Resistance Faktor Design). a) Metode ASD (Alloweble Stress Design)/Metode elastis Metode desain ini memepertahankan tegangan dalam selang elastis pada kurva tegangan-regangan. Elemen-elemen struktur dirancang sehingga tegangannya tidak melebihi tegangan titik leleh (σ y ) atau dengan kata lain, tegangan yang dihitung harus berada dalam batas elastis, yaitu tegangan sebanding dengan regangan. Misalnya pada balok, kriteria aman dalam perencanaan tegangan kerja bisa dinyatakan sebagai Tri Usodo ( ) II-5 Universitas Mercubuana

6 Dengan fb adalah tegangan diserat terluar pada penampang balok akibat momen beban kerja maksimum M yang dihitung dengan menganggap balok bersifat elastis, e adalah jarak dari garis netral ke serat terluar, dan I adalah momen inersia penampang balok. Tegangan izi fb diperbolehkan dengan membagi tegangan batas (seperti tegangan leleh Fy atau tegangan tekuk Fa) dengan factor keamanan Fs. b) Metode LRFD (Load and Resistance Faktor Desaign) Perencanaan struktur dan komponen-komponennya dilakukan dengan memenuhi persyaratan kekuatan melalui persamaan: ØRn y i x Q i Ruas kiri menyatakan kekuatan nominal Rn yang dikalikan oleh faktor reduksi kekuatan Ø untuk memperhitungkan reduksi kekuatan. Ruas kanan merupakan jumlah hasil kali pengaruh beban Qi dan faktor pengali beban Yi subskrip i menunjukan jenis beban, seperti beban mati (DL), beban hidup (LL), beban angin (W), dan salju (S). Berdasarkan Tata cara Perencanaan Struktur Baja untuk bangunan gedung, SNI , ditetapkan faktor reduksi (Ø) untuk berbagai keadaan batas. Tri Usodo ( ) II-6 Universitas Mercubuana

7 2.4 Tinjauan Desain Struktur Baja Dalam tinjauan desain struktur baja harus direncanakan dapat memikul beban yang lebih besar dari perkiraan pemakaian normal. Dalam desain elastis, tegangan leleh pada elemen struktur disamakan dengan terjadinya kegagalan/keruntuhan struktur, meskipun baja secara aktual tidak akan gagal. Dan untuk tegangan leleh baja yang digunakan dalam analisis plastis tidak melebihi 450 Mpa tegangan maksimum (tegangan izin) yang digunakan menurut SNI untuk beberapa mutu baja adalah: Jenis Baja Tegangan Putus Minimum, f u (MPa) Tegangan Leleh Minimum, f y (MPa) Regangan minimum (%) BJ BJ BJ BJ BJ Table 2.1 Klasifikasi mutu baja di Indonesia menurut SNI Desain Elemen Struktur Baja Metode LRFD (Loan and Resistance Faktor Design) Desain Komponen Tarik Elemen batang tarik merupakan elemen struktur yang memikul gaya aktual tarik yang bekerja tegak lurus pada penampang. Contoh-contoh Tri Usodo ( ) II-7 Universitas Mercubuana

8 elemen batang tarik dapat ditemukan pada banyak struktur, penggantung untuk cat walk, struktur rangka batang, dan berbagai jenis brace. Bentuk profil tipikal batang tarik misalnya profil tunggal seperti siku, kanal, T, H, I, dll, dan profil majemuk segmen dobel siku, dobel kanal, dll. untuk syarat kekakuan elemen ini, komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor Np harus memiliki: Nu ØNn Dimana ØNn adalah kuat tarik rencana yang besarnya diambil sebagai nilai terendah diantara dua perhitungan menggunakan harga-harga Ø dan Nn dibawah ini: Ø = 0.9 Nn = Ag.fy Dan Nu = Ae.fu Keterangan: Ag = luas penampang bruto (mm²) Ae = luas penampang efektif (mm²) fy = tegangan leleh, (Mpa) fu = tegangan tarik putus, (Mpa) Tri Usodo ( ) II-8 Universitas Mercubuana

9 Penampang efektif: Luas penampang efektif komponen yang mengalami gaya tarik ditentukan sebagai berikut: Ae = A.U Keterangan: A = luas penampang U = Faktor reduksi = 1 (X/ L) 0.9 X = eksentrisitas sambungan, jarak tegak lurus arah gaya tarik, antara titik berat penampang komponen yang disambung dengan bidang sambung, (mm) Desain Komponen Struktur Tekan Kolom, tiang, tonggak dan batang desak adalah batang yang mengalami tegangan tekan aksial, tetapi jarang sekali hanya mengalami tekanan aksial saja. Namun bila pembebanan ditata sedemikian rupa sehingga pengekang (restraint) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batang-batang yang bertemu diujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan tekanan langsung, maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris. Tri Usodo ( ) II-9 Universitas Mercubuana

10 Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor Nu, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut; Nu ØnNn Keterangan: Øn = adalah faktor reduksi kekuatan Nn = adalah kuat tekan nominal komponen struktur Perbandingan kelangsingan Kelangsingan elemen penampang λr Kelangsingan komponen struktur tekan, λ = < 200 Komponen struktur tekan yang elemen komponennya mempunyai perbadingan lebar terhadap tebal lebih besar terhadap nilai λr yang ditentukan harus direncanakan dengan analisis rasional yang dapat diterima. Daya dukung nominal komponen struktur tekan dihitung sebagai berikut: Nn = Ag.fcr = Ag. fcr = Untuk λc 0.25 maka ω = 1 Tri Usodo ( ) II-10 Universitas Mercubuana

11 Untuk 0.25 < λc < 1,2 maka ω = Untuk 0.25 < λc < 1,2 maka ω = 1.25λ²c Keterangan: Ag = luas penampang brutto, (mm²) fcr = tegangan kritis penampang, (Mpa) fy = tegangan leleh material, (Mpa) dengan parameter kelangsingan kolom ditentukan berdasarkan λc = Keterangan: Lk = panjang tekuk r = jari jari girasi Desain Komponen Struktur Lentur dan Geser Balok pada umumnya dipandang sebagai batang yang terutama memikul beban gravitasi transversal, termasuk momen ujung. Balok adalah gabungan dari elemen tarik dan elemen tekan sehingga akan melentur. Suatu struktur yang memikul lentur terhadap sumbu kuat, harus memenuhi Tri Usodo ( ) II-11 Universitas Mercubuana

12 Mu Ø Mn. Keterangan: Mu = momen lentur terfaktor Ø = factor rduksi, (0.9) Mn = kuat nominal dari momen lentur penampang Kelangsingan komponen yang memikul momen lentur ditentukan oleh: a. Untuk penampang kompak λ λp Mn = Mp b. Untuk penampang tak kompak λp λ λp Mn = Mp (Mp Mr) c. Untuk penampang langsing λr λ Mn = Mr ( )² Untuk momen kritis Mcr ditentukan oleh, Profil I dan Cannal ganda Mcr = Cb Tri Usodo ( ) II-12 Universitas Mercubuana

13 Kuat komponen struktur dalam memikul momen lentur tergantung dari panjang batang antara dua pengekang lateral yang berdekatan, L. Batas-batas bentang pengekang lateral ditentukan oleh. Untuk profil I dan Cannal ganda a) Bentang pendek Untuk komponen struktur yang memenuhi L Lp, kuat nominal komponen struktur lentur adalah, Mn = Mp dimana Mp = fy x Z b) Bentang menengah Untuk komponen struktur yang memenuhi Lp L Lr kuat nominal komponen struktur lentur adalah, Mn = Cb c) Bentang panjang Untuk komponen struktur yang memenuhi Lr L, kuat nominal komponen struktur lentur adalah, Mn = Mcr Mp Dimana, Lp = 1.76ry Tri Usodo ( ) II-13 Universitas Mercubuana

14 Ry = Lr = ry fl = fy fr X1 = X2 = ² Cb = 2.3 Keterangan: ry = jari-jari girasi terhadap sumbu lemah Iw = konstanta punter lengkung J = konstanta punter torsi MA = momen pada ¼ bentang MB = momen pada ½ bentang MC = momen pada ¾ bentang Kuat geser pada pelat badan harus memenuhi, Vu ØVn Tri Usodo ( ) II-14 Universitas Mercubuana

15 Keterangan: Vn = kuat geser nominal pelat badan Ø = factor reduksi 0.9 Kuat geser nominal pelat badan harus diambil seperti yang telah ditentukan dibawah ini: a) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/t w, memenuhi; 1,10 dimana, K n = 5 + Maka kuat gesr nominal: Vn = 0,69.fy.Aw b) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/t w, memenuhi; 1,10 1,37 Maka kuat geser nominal; Vn = 0,6fyAw Atau, Tri Usodo ( ) II-15 Universitas Mercubuana

16 Vn = 0,6fyAw Dengan, Cv = 1.10 c) Jika perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel h/t w, memenuhi; 1,37 Maka kuat geser nominal; Vn = Jika momen lentur dianggap dipikul oleh seluruh penampang maka selain memenuhi Nu ØNn dan fl = fy fr, balok harus direncanakan untuk memikul kombinasi lentur dan geser yaitu: ,375 Keterangan: Vn = kuat geser nominal pelat badan akibat geser saja,(n) Mn = kuat lentur nominal balok, (N-mm) Desain Komponen Struktur yang Mengalami Gaya Kombinasi Untuk komponen struktur prismatic yang mengalami kombinasi gaya aksial, momen lentur (terhadap satu atau kedua sumbu simetris penampang), dan torsi. Komponen strktur yang mengalami Tri Usodo ( ) II-16 Universitas Mercubuana

17 momen lentur dan gaya aksial harus direncanakan memenuhi ketentuan sebagai berikut: Untuk 0,2 + 1 Untuk 0,2 + 1 Keterangan: Nu = gaya aksial (tarik dan tekan) terfaktor, (N) Nn = kuat nominal penampang, (N) Ø = factor reduksi kekuatan Mux Muy = momen lentur terfaktor terhadap sumbu x dan sumbu y, (N-mm) Mnx Mny = kuat nominal lentur penampang terhadap sumbu x dan sumbu y, (N-mm) Ø = 0,9 = faktor reduksi kuat lentur Tri Usodo ( ) II-17 Universitas Mercubuana

18 Untuk komponen struktur bergoyang, momen lentur terfaktor dapat dihitung sebagai berikut: Mu = δ b Mntu +δ I Mltu Ketrangan: Mntu = momen lentur terfaktor orde pertama yang diakibatkan oleh beba- Beban yang tidak menimbulkan goyangan. Mntu = momen lentur terfaktor orde pertama yang diakibatkan oleh beba- Beban yang dapat menimbulkan goyangan. δ b = faktor amplifikasi momen untuk struktur tak bergoyang δ I = faktor amplifikasi momen untuk struktur bergoyang faktor ampifikasi momen untuk struktur bergoyang dan tak bergoyang dapat dihitung sebagai berikut: δ b = 1 δ I = atau δ I = Tri Usodo ( ) II-18 Universitas Mercubuana

19 keterangan: Nu = jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh kolom pada satu tingkat yang di tinjau, (N) Ncri = gaya tekuk elastic komponen struktur bergoyang, (N) oh = simpangan antar lantai pada tingkat yang ditinjau, (mm) H = jumlah gaya horizontal yang menghasilkan oh pada tingkat yang Ditinjau,(N) L = tinggi tingkat, (mm) Cm = faktor yang menghubungkan diagram momen aktual dengan diagram momen ekuivalen. 2.6 Tujuan Desain Struktur Berlantai Banyak Desain kontruksi melibatkan pemakaian penilaian teknik untuk menghasilkan sebuah system kontruksi yang secara memadai akan memuaskan keperluan pemilik. Dalam tinjauan keamanan, untuk menyatakan suatu struktur sudah dirancang dengan cukup aman atau tidak dinyatakan dengan factor keamanan. Factor keamanan banyak bergantung pada banyak hal seperti bahaya terhadap kehidupan dan barang-barang seperti akibat collapse satu jenis elemen struktur, keyakinan dalam metode analisis struktur, prediksi beban, variasi sifat material, dan kerusakan yang Tri Usodo ( ) II-19 Universitas Mercubuana

20 mungkin terjadi selama masa hidup struktur dan. Untuk itu perlu ditinjau hal-hal yang mempengaruhi dalam tinjauan desain struktur seperti kondisi pembebanan beserta analisa desain lainnya serta desain struktur bangunannya 2.7. Portal Bresing (Braced Frames) Untuk tujuan analisis dan deskripsi perilaku struktur portal pada struktur gedung bertingkat (multistory), terdapat 2 tipe portal yaitu : a. Rangka bresing (braced frames), dimana ketahanan utamanya terletak pada beban lateral, tekuk dan ketidakstabilan struktur portal seperti dalam system bresing vertikal. b. Rangka tanpa bresing (unbraced frames), dimana kekuatan lentur dari setiap batang struktur portal harus dihitung berdasar seluruh kekuatan dan kekakuannya untuk menahan beban lateral dan ketidakstabilan struktur. Sebuah rangka bresing pada dasarnya lebih tepat didefinisikan sebagai kerangka dimana pengaruh dari beban yang bekerja pada struktur dicegah oleh elemen-elemen topangan struktur tersebut dan bukan oleh kerangka struktural itu sendiri (Salmon,1996). Pada portal bresing, balok dan kolom mendukung beban gravitasi yang disalurkan oleh sistem lantai dan atap yang bersinggungan, sedangkan sistem bresing vertical mendukung beban lateral yang dikenakan pada Tri Usodo ( ) II-20 Universitas Mercubuana

21 struktur. Sistem bresing vertikal, selain mendukung beban gravitasi juga melakukan fungsi dalam struktur portal bresing: a. Memberikan kekakuan yang cukup untuk menahan beban lateral b. Mencegah ketidakstabilan struktur akibat beban gravitasi dan kombinasi beban gravitasi dan beban lateral. c. Mencegah terjadinya tekuk akibat beban gravitasi Sistem Bresing Vertikal Konsentris Sistem bresing vertikal konsentris merupakan sistem bresing dimana sumbu utamanya bertemu atau saling memotong dalam satu titik. Sistem ini sangat cocok dipakai dalam perancangan karena akan memberikan kekuatan dalam menahan beban-beban yang bekerja. Sistem ini mempunyai 5 tipe bentuk bresing ditunjukkan pada Gambar2.2, yaitu bentuk X, V, inverted V Λ, K dan Z atau diagonal (AISC, 1992). Gambar 2.3 Concentrically braced frame Tri Usodo ( ) II-21 Universitas Mercubuana

22 Sistem Bresing Vertikal V Pada sistem penopang V seperti dalam Gambar 2.3, kedua batang diagonal akan sama-sama menahan beban horisontal. Beban gravitasi juga mengakibatkan gaya aksial pada tipe penopang V dan balok. Ketika penopang V menahan balok pada tengah bentang, akan mengurangi bentang balok efektif dan kapasitas momen plastis yang terjadi (ASCE, 1971). Gambar 2.4. Sistem Bresing Vertikal V Sistem Bresing Vertikal Eksentrik Sistem bresing vertikal eksentris merupakan bresing dimana sumbu utamanya tumpang tindih dengan lebar batang bresing tersebut. Pada sistem bresing vertikal eksentrik terdapat suatu bagian yang pendek dari balok diantara sambungan bresing dan kolom atau diantara sambungansambungan bresing yang disebut dengan Link. Sistem bresing vertikal eksentris diharapkan dapat mengalami deformasi inelastik yang cukup Tri Usodo ( ) II-22 Universitas Mercubuana

23 besar pada Link saat struktur memikul gaya-gaya akibat beban gempa (AISC, 1992). Eccentrically Braced Frame (EBF) seperti Gambar 2.4 adalah sambungan dari kolom, balok dan bresing dimana masing-masing bresing akan terhubung dengan balok sehingga akan memperpendek jarak balok, selain itu dapat juga terhubung dengan kolom dan memperpendek jarak kolom. Gambar 2.5. Eccentrically Braced Frame 2.8. Perancangan Sistem Bresing Vertikal Desain yang direkomendasikan sebagai konsep pembahasan meliputi efek dari beban lateral dan gaya geser P-Δ. pada kekakuan lateral dari system bresing vertikal ketika beban bekerja serta kekuatan dan stabilitas dari sistem bresing ketika beban rencana ultimit bekerja (ASCE, 1971). Hal ini perlu dikemukakan karena sistem bresing vertikal dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perancangan yang meliputi satu atau lebih truss Tri Usodo ( ) II-23 Universitas Mercubuana

24 kantilever vertikal dengan sambungan sendi guna menahan beban gravitasi dan beban lateral. Truss kantilever ini didesain dalam satu lajur menerus sehingga dapat diasumsikan sebagai dinding geser atau shear wall. Gambar 2.6. batang bresing vertikal yang mengalami defleksi lateral tingkat (a) Defleksi lateral pada rangka akibat pemanjangan bresin (b) Defleksi lateral pada rangka akibat pemendekan bresing Tri Usodo ( ) II-24 Universitas Mercubuana

25 (c) Defleksi lateral pada rangka akibat pemanjangan dan pemendekan kolom Gambar 2.7. Faktor-faktor yang mendukung terjadinya defleksi lateral pada sistem bresing vertical Perancangan Kondisi Kekuatan Lateral Ketika Beban Bekerja Dengan mempertimbangkan rangka bresing ABCD dengan lebar L dan tinggi h seperti dalam Gambar 2.5 dan dikenakan pembebanan gravitasi dan lateral, panjang batang diagonal BC (L ) dan luasan dimensi bresing b (A ) diperlakukan sebagai tegangan tarik. Ini dapat disimpulkan bahwa b batang diagonal AD tidak dapat menahan tegangan tekan. Defleksi lateral dari titik B relatif terhadap titik D yang ditentukan dengan pemanjangan atau pemendekan yang dapat dilihat pada Gambar 2.6 Perubahan panjang Tri Usodo ( ) II-25 Universitas Mercubuana

26 dari batang ini akibat beban lateral dan gaya geser P-Δ. harus dipertimbangkan. Luas dimensi, Ab dari bresing diagonal tarik BC dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2 Ab = dimana: E = Modulus elastisitas F = Gaya aksial pada batang diagonal BC (gambar 2.5) akibat beban b lateral dan gaya geser P-Δ. e = Jumlah dari pemanjangan kolom CE ditambah pemendekan kolom DF c (Gambar 2.5) akibat beban lateral dan gaya geser P-Δ. σg = Tegangan tekan aksial pada balok CD (Gambar 2.5) Perancangan Kondisi Kekakuan Dan Stabilitas Pada Beban Ultimit Rencana a. Kekuatan yang dibutuhkan Sistem bresing vertical harus dapat menahan beban lateral dan gaya geser Δ P. Berdasarkan Gambar 2.5 dan 2.6, luas dimensi bresing yang dibutuhkn (A ) dapat dicari dengan Persamaan 2.3. b + P 1 (2.3) Tri Usodo ( ) II-26 Universitas Mercubuana

27 dimana : ΣH 1 = geser tingkat akibat beban lateral (L.F. = 1,5E) Σ P 1 = total beban gravitasi yang bekerja diatas tingkat yang memberi kontribusi gaya geser P. pada tingkat tersebut (LF=1,2D + 0,5L) σ y= tegangan leleh dari bresing diagonal. E = modulus elastisitas Ec = jumlah dari pemanjangan kolom CE ditambah pemendekan kolom DF (Gambar 2.5) akibat beban lateral dan gaya geser P-Δ L = panjang bresing b L = lebar portal pada tingkat yang ditinjau h = tinggi pada tingkat yang ditinjau σg = tegangan tekan aksial pada balok CD (Gambar 2.5) b. Kestabilan yang dibutuhkan Kekuatan yang dibutuhkan pada kondisi beban kombinasi, sistem bresing vertikal harus dapat menahan beban lateral dan gaya geser P-Δ. Berdasar Gambar 2.5 dan 2.6, luas dimensi bresing yang dibutuhkan, A, dari b bresing diagonal dapat dicari dengan Persamaan 2.4. dimana Σ P adalah 2 total beban gravitasi di bawah tingkat yang ditinjau yang menyebabkab adanya gaya geser P-Δ pada tingkat yang ditinjau tersebut (LF=1,2D + Tri Usodo ( ) II-27 Universitas Mercubuana

28 1,5L). Dalam Persamaan 2.5 tersebut e c dan σ g dihitung berdasar asumsi tingkat tegangan dari 0,85 σ y pada setiap batang diagonal. P 2 (2.4) c. Kelangsingan Batang Bresing SNI Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Rumah Dan Gedung mensyaratkan kelangsingan batang bresing untuk Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus harus memenuhi syarat kelangsingan dalam Persamaan 2.5. dimana : k = faktor panjang tekuk c L = panjang efektif komponen struktur (mm) r = jari-jari girasi komponen struktur fy = tegangan leleh baja (MPa) Tri Usodo ( ) II-28 Universitas Mercubuana

29 2.9. Konfigurasi Struktur Bangunan Pengaruh Bentuk Denah Tidak Simetris struktur yang berbentuk tidak simetris pada umumnya menerima pengaruh momen puntir yang cukup besar pada saat terjadi gempa. Berhubung dengan hal ini, maka hendaknya denah dari bangunan dibuat sesimetris mungkin dalam kedua arah sumbu utama bangunan. Pada struktur struktur dengan bentuk denah yang tidak simetirs, serta pada struktur yang mempunyai bagian bagian yang menonjol seperti bentuk L, T, U, H,Y serta bentuk-bentuk lain (Gambar 2.2.3), akibat pengaruh gempa, pada bagian bagian ini kadang-kadang akan runtuh terlebih dahulu diakibatkan adanya konsentrasi tegangan di daerah ini (Gambar 2.2.4). Gambar 2.8. Bentuk-bentuk struktur bangunan yang tidak beraturan Tri Usodo ( ) II-29 Universitas Mercubuana

30 Gambar 2.9. Keruntuhan pada struktur dengan bentuk tidak beraturan Pada struktur-struktur bangunan dengan konfigurasi denah seperti ini, perlu adanya dilatasi gempa (seismic joint) untuk memisahkan bagian struktur yang menonjol dengan struktur utamanya (Gambar 2.2.5). Dilatasi gempa harus mempunyai jarak yang cukup (minimal 10 cm), agar bagianbagian dari struktur yang dipisahkan tidak saling berbenturan pada saat berlangsungnya gempa. Pada struktur dengan bentuk denah yang panjang, mekanisme gaya gempa yang rumit dapat terjadi di dalam struktur. Untuk mengatasi hal ini maka diperlukan juga adanya dilatasi gempa yang dipasang pada tempat-tempat yang tepat (Gambar 2.2.6). Gambar Dilatasi gempa pada struktur dengan bentuk yang tidak beraturan Tri Usodo ( ) II-30 Universitas Mercubuana

31 Gambar Dilatasi gempa pada struktur dengan denah yang panjang Respon dari sayap-sayap pada struktur bangunan gedung dengan tonjolantonjolan, dapat berbeda dari respon struktur gedung tersebut secara keseluruhan, sehingga dapat menimbulkan gaya-gaya setempat yang besar. Hal ini mungkin tidak dapat terungkap dengan baik jika bangunan ini dianalisis dengan prosedur analisis statik. Karena itu di dalam peraturan disyaratkan dilakukannya prosedur analisis dinamik untuk bangunan gedung dengan konfigurasi denah yang tidak simetris. Struktur dengan bentuk denah yang simetris, dimana pusat kekakuan (center of stiffness) berimpit dengan pusat massa (center of mass) dari struktur, dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya deformasi torsi yang terjadi akibat beban gempa. Pada struktur dengan denah bangunan yang tidak simetris, dimana terdapat eksentrisitas diantara pusat kekakuan dan pusat massa, keruntuhan dari struktur dapat disebabkan oleh terjadinya deformasi torsi yang berlebihan. Deformasi akibat torsi dan pembesaran gerakan gempa Tri Usodo ( ) II-31 Universitas Mercubuana

32 akan terjadi lebih besar pada struktur dengan kekakuan torsi (torsinal rigidity ) yang kecil (Gambar 2.2.7). ( a ) ( b ) Gambar Kekakuan torsi pada struktur bangunan : (a) Kekakuan torsi besar, (b) Kekakuan torsi kecil 2.10 Pengaruh Momen Puntir Pengaruh dari momen puntir merupakan hal yang sulit untuk diperkirakan. Baik getaran rotasi dari gempa maupun respon terhadapnya, hanya diketahui dengan sangat terbatas, bila dibandingkan dengan apa yang telah diketahui mengenai getaran translasi. Namun demikian pengaruh dari momen puntir ini tidak boleh diabaikan, karena momen puntir telah menyebabkan keruntuhan dari banyak bangunan gedung akibat gempa di waktu yang lalu, terutama pada sudut dan tonjolan-tonjolan struktu Karena sulit untuk memperkirakan pengaruh dari momen puntir akibat gempa pada struktur bangunan, maka akan lebih baik kiranya bila perencana struktur berusaha untuk membuat konfigurasi denah bangunan Tri Usodo ( ) II-32 Universitas Mercubuana

33 yang simetris atau mendekati simetris. Momen puntir tingkat yang harus ditinjau dalam perencanaan unsur-unsur di dalam suatu tingkat terdiri dari 2 bagian. Yang pertama adalah momen puntir tingkat yang diakibatkan oleh adanya eksentrisitas, yang terdapat antara pusat massa dan pusat kekakuan dalam arah tegak lurus pada arah gempa. Dan yang kedua adalah momen puntir tingkat tak terduga, yang diperhitungkan dengan menganggap adanya eksentrisitas tambahan antara pusat massa dan pusat kekakuan sebesar 5% dari lebar bangunan dalam arah tegak lurus gempa. Eksentrisitas tambahan ini untuk memperhitungkan bermacam hal yang terduga seperti penyimpangan dalam masa pelaksanaan, ketidaktelitian dalam perhitungan pusat kekakuan, dan pengaruhgerakan tanah yang memuntir. Pengaruh pembesaran akibat interaksi antara ragam-ragam puntir dan translasi dapat diperhitungkan dengan mengalikan nilai eksentrisitas teoritis dengan faktor sebesar 1,5. Unsur-unsur penahan momen puntir tingkat sebagai bagian dari system penahan gempa, hendaknya ditempatkan sepanjang keliling gedung dan jauh letaknya dari pusat kekakuannya. Contoh-contoh dimana pengaruh dari momen puntir dapat sangat membahayakan adalah, pada bangunan gedung dengan bentuk struktur yang tidak beraturan, atau pada gedung-gedung dengan inti struktur (core) yang terletak hanya pada salah satu tepi atau sudut dari bangunan tersebut. Tri Usodo ( ) II-33 Universitas Mercubuana

34 Pada Gambar a dan b ditunjukkan denah struktur bangunan yang mempunyai ketahanan yang cukup baik terhadap pengaruh torsi, sedangkan pada Gambar c dan d ditunjukkan denah struktur bangunan yang mempunyai ketahanan yang kurang baik tehadap pengaruh torsi. Gambar Penempatan komponen struktur (core) penahan beban gempa a. & b. Core lerletak di tengah bangunan c. Core lateral terletak di dua sisi bangunan d. Core lateral terletak di satu sisi bangunan Tri Usodo ( ) II-34 Universitas Mercubuana

35 Perlu diingat bahwa perilaku gerakan memuntir dapat menyebabkan pembagian yang tidak merata dalam pemencaran energi gempa pada struktur. Sebagai akibatnya, untuk tingkat daktilitas struktur yang sama, daktilitas elemen yang diperlukan dari bagian-bagian tertentu dari struktur, dapat menjadi sangat besar dan berlebihan. Hal ini ditunjukkan pada Gambar yang memperlihatkan sebuah denah struktur gedung yang berotasi (sampai kedudukan menurut garis terputus-putus) akibat momen puntir tingkat. Pada ujung sebelah kiri dari gedung ini hanya terjadi simpangan yang kecil, sehingga daktilitas yang diperlukan pada bagian ini adalah kecil. Sebaliknya pada ujung sebelah kanan, simpangan yang terjadi cukup besar, sehingga daktilitas yang diperlukan di bagian ini lebih besar pula. Tingkat daktilitas yang tidak merata pada suatu tingkat, akan menyebabkan distribusi gaya gempa yang tidak merata pada tingkat tersebut. Distribusi beban gempa yang tidak merata, akan menyebabkan kesulitan di dalam analisis struktur. Gambar Pengaruh momen puntir akibat gempa pada struktur bangunan Tri Usodo ( ) II-35 Universitas Mercubuana

36 Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangkap resultante beban mati berikut beban hidup yang sesuai, yang bekerja pada lantai tingkat itu. Pada erencanaan struktur gedung, pusat massa adalah titik tangkap beban gempa static ekuivalen atau beban gempa dinamik. Pusat kekakuan atau pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horisontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat lainnya yang tidak mengalami beban horisontal semuanya berotasi dan bertranslasi Unsur-unsur penahan beban gempa dari suatu struktur bangunan sejauh keadaan memungkinkan, hendaknya diletakkan sesimetris mungkin terhadap pusat massa dari struktur tersebut. Tonjolan-tonjolan pada denah struktur bangunan hendaknya dihindari. Apabila hal ini tidak dapat dihindari dan panjang dari tonjolan-tonjolan dari struktur melampaui 0,25 dari ukuran terbesar bagian utama dari denah strukturnya, maka struktur demikian harus dianggap sebagai struktur dengan bentuk yang sangat tidak beraturan. Agar didapat perilaku yang baik dari struktur pada saat terjadi gempa, dan analisis struktur dapat dilakukan secara sederhana dengan analisis statik dua dimensi, maka tonjolantonjolan yang ada pada struktur harus dibatasi. Pada Gambar , diperlihatkan beberapa bentuk denah struktur bangunan dengan tonjolan-tonjolan. Struktur-struktur ini harus dianggap Tri Usodo ( ) II-36 Universitas Mercubuana

37 sangat tidak beraturan apabila harga k1 dan / atau k2 lebih besar dari 0,25 A atau 0,25 B. Pada struktur-struktur yang sangat tidak beraturan, pengaruh beban gempa harus dianalisis berdasarkan analisis dinamik tiga dimensi, termasuk peninjauan respon struktur terhadap puntir. Pengaruh dari tonjolan-tonjolan struktur dapat ditiadakan dengan menempatkan dilatasi-dilatasi gempa di daerah ini. Gambar Pembatasan denah atau tata letak struktur bangunan Pembebanan Berbagai peraturan memberikan persyaratan untuk beban minimum yang digunakan dalam berbagai perencanaan bangunan berdasarkan SNI Pedoman Perencanaan Untuk Rumah dan Gedung, maka pembebanan yang ditinjau antara lain: A. Beban Mati Beban mati adalah berat sendiri semua bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian- Tri Usodo ( ) II-37 Universitas Mercubuana

38 penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yng tak terpisahkan dari gedung itu. B. Beban Hidup Beban hidup adalah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung dan kedalamannya termasuk baban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin, serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu. Sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. C. Beban Angin Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ditentukan dengan cara mengalikan tekanan tiup yang ditentukan untuk berbagai kondisi dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan. Tri Usodo ( ) II-38 Universitas Mercubuana

39 D. Beban Gempa 1.Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI ) a. Gempa Rencana dan Kategori Gedung Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan. Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Untuk berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan, pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor Keutamaan I, yang diuraikan dalam Persamaan I = I 1. I 2 di mana I 1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur gedung, sedangkan I 2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Tri Usodo ( ) II-39 Universitas Mercubuana

40 b. Wilayah Gempa dan spektrum respons Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 wilayah gempa, dimana wilayah wilayah gempa 1 adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan wilayah gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi. Seperti dalam Tabel 2.2 dan Gambar 2.7. Tabel 2.2 Spektrum Repon Gempa Rencana Gambar 2.16 Respons Spektrum Gempa Rencana Wilayah Gempa Tri Usodo ( ) II-40 Universitas Mercubuana

41 c. Pembatasan waktu getar alami fundamental Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa tempat struktur berada dan jumlah tingkatnya n menurut Persamaan T1 < ζ n Sedangkan kofisien ζ dapat dilihat dalam Tabel 2.2 Fundamental struktur gedung Tabel 2.3 Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami Nilai waktu getar alami fundamental,t harus < 20% dari nilai Ti yang diperoleh dari: Ti = 6.3 Keterangan: Wi = berat lantai pada tingkat ke- i Fi = beban gempa pada tingkat ke-i Tri Usodo ( ) II-41 Universitas Mercubuana

42 Di = simpangan horizontal pada lantai tingkat ke-i yaitu berupa percepatan gravitasi sebesar 9.81 m/dt² d. Beban gempa nominal statik ekuivalen Struktur gedung beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dalam arah masingmasing sumbu utama denah struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekuivalen. Apabila kategori gedung memiliki Faktor I dan strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R dan waktu getar alami fundamental T, maka beban geser dasar nominal statik ekuivalen V yang 1 terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut Persamaa di mana C 1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum Respons Gempa Rencana untuk waktu getar alami fundamental T 1, sedangkan W t adalah berat total gedung, termasuk beban hidup yang sesuai. Beban geser dasar nominal V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen F i yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut Persamaan : Tri Usodo ( ) II-42 Universitas Mercubuana

43 Keterangan: Fi = Gaya lateral di tingkat ke-i Wi = Berat di lantai tingkat ke-i Z = Tinggi lantai ke-i dari muka tanah V = Gaya geser rencana total Analisa gempa diatas menggunakan gaya-gaya statis horizontal yang setara untuk merancang bangunan terhadap gerak gempa maksimum Pembebanan ASCE Standard 7-05 dengan metode LRFD (D + F) (D + F + T ) + 1.6(L + H) + 0.5(Lr or S or R) D + 1.6(Lr or S or R) + (L or 0.8W) D + 1.6W + L + 0.5(Lr or S or R) D + 1.0E + L + 0.2S D + 1.6W + 1.6H D + 1.0E + 1.6H Tri Usodo ( ) II-43 Universitas Mercubuana

44 Dimana: D = Beban Mati F = Beban karena cairan yang memiliki tekanan yang tinggi pada ketinggian maksimum T = Kekuatan Tegangan Sendiri H = Beban Lateral S = Beban Salju R = Beban Hujan L = Beban Hidup W = Beban Angin Lr = Beban Hidup Atap E = Beban Gempa 2.13 Pembebanan ASCE Standard 7-05 dengan metode ASD 1. D + F 2. D + H + F + L + T 3. D + H + F + (Lr or S or R) 4. D + H + F (L + T ) (Lr or S or R) 5. D + H + F + (W or 0.7E) Tri Usodo ( ) II-44 Universitas Mercubuana

45 6. D + H + F (W or 0.7E) L+ 0.75(Lr or S or R) D + W + H D + 0.7E + H Dimana: D = Beban Mati F = Beban karena cairan yang memiliki tekanan yang tinggi pada ketinggian maksimum T = Kekuatan Tegangan Sendiri H = Beban Lateral S = Beban Salju R = Beban Hujan L = Beban Hidup W = Beban Angin Lr = Beban Hidup Atap E = Beban Gempa Tri Usodo ( ) II-45 Universitas Mercubuana

46 a. Struktur Dinding Pendukung Struktur dinding pendukung merupakan kontruksi dinding batu yang tebal dan berat dan dalam perkembangan kontruksi konsep ini cukup ekonomis pada bangunan tinggi periode sedang. Struktur dinding pendukung pada umumnya terdiri dari susunan dinding linier. Reaksi struktur dinding pendukung terhadap pembebanan bergantung pada beban yang digunakan serta jenis interaksi yang terjadi antara bidang lantai horizontal dengan bidang dinding vertical. Artinya perilaku struktur adalah fungsi dari tingkat kontinuitas antara dinding-dinding dan antara dinding dengan plat lantai. Dinding pendukung dapat juga terbuat dari anyaman diagonal ataupun kolom-kolom linier yang sangat rapat, bisa pula lengkung, dan ditempatkan pada bidang yang miring. b. System Rangka Kaku System ini pada umumnya berupa grid persegi teratur, terdiri dari balok horizontal dan kolom vertikal yang dihubungkan di suatu bidang dengan menggunakan sambungan kaku (rigid). Prinsip rangka kaku akan ekonomis untuk bangunan tinggi sampai dengan 30 lantai untuk rangka baja dan sampai 20 lantai untuk ragka beton. Tri Usodo ( ) II-46 Universitas Mercubuana

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya, BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka. Dalam merancang suatu struktur bangunan harus diperhatikan kekakuan, kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya, serta bagaimana

Lebih terperinci

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM Fikry Hamdi Harahap NRP : 0121040 Pembimbing : Ir. Ginardy Husada.,MT UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²). DAFTAR NOTASI A cp Ag An Atp Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton (mm²). Luas bruto penampang (mm²). Luas bersih penampang (mm²). Luas penampang tiang pancang (mm²). Al Luas total tulangan

Lebih terperinci

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi DAFTAR SIMBOL a tinggi balok tegangan persegi ekuivalen pada diagram tegangan suatu penampang beton bertulang A b luas penampang bruto A c luas penampang beton yang menahan penyaluran geser A cp luasan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Analisis Penopang 3.1.1. Batas Kelangsingan Batas kelangsingan untuk batang yang direncanakan terhadap tekan dan tarik dicari dengan persamaan dari Tata Cara Perencanaan Struktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan BAB III LANDASAN TEORI A. Pembebanan Dalam perancangan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku sehingga diperoleh suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi. Struktur

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²) DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas bruto penampang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Selama periode pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama hingga

BAB II DASAR TEORI. Selama periode pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama hingga BAB II DASAR TEORI 2. Sifat Baja Struktural Selama periode pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama hingga tahun 960, baja yang dipakai adalah baja karbon (Carbon Steel) dengan sebutan baja

Lebih terperinci

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT 2.1 KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RAWAN GEMPA Pada umumnya struktur gedung berlantai banyak harus kuat dan stabil terhadap berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan Tahap Sarjana pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM

BAB II DASAR TEORI. baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM BAB II DASAR TEORI 2.1 Sifat Baja Struktural Pengenalan baja struktural sebagai bahan bangunan utama pada tahun 1960, baja yang dipakai adalah Baja Karbon (Carbon Steel) dengan sebutan Baja ASTM (American

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR 3.1. Pemodelan Struktur Pada tugas akhir ini, struktur dimodelkan tiga dimensi sebagai portal terbuka dengan penahan gaya lateral (gempa) menggunakan 2 tipe sistem

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI 03-1726-2002 DAN FEMA 450 Calvein Haryanto NRP : 0621054 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi BAB III METODOLOGI PERANCANGAN 3.1. Umum Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi adalah masalah kekakuan dari struktur. Pada prinsipnya desain bangunan gedung bertingkat

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp A cp Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C C m Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas bruto penampang (mm²) = Luas bersih penampang (mm²) = Luas penampang

Lebih terperinci

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI 03 1729 2002 ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002 Maulana Rizki Suryadi NRP : 9921027 Pembimbing : Ginardy Husada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemilihan Struktur Desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya : Aspek Struktural ( kekuatan dan kekakuan struktur) Aspek ini merupakan aspek yang

Lebih terperinci

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA

PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA PENGARUH BRACING PADA PORTAL STRUKTUR BAJA (Studi Literatur) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas - Tugas dan Memenuhi Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Disusun Oleh : ADVENT HUTAGALUNG

Lebih terperinci

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm 2 Ag = Luas bruto penampang (mm 2 ) An = Luas bersih penampang (mm 2 ) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) Al = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur direncanakan cukup kuat untuk memikul semua beban kerjanya. Pengertian beban itu

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom DAFTAR NOTASI A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cd = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas bruto

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI 03-2847-2002 ps. 12.2.7.3 f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan BAB III A cv A tr b w d d b adalah luas bruto penampang beton yang

Lebih terperinci

Struktur Baja 2. Kolom

Struktur Baja 2. Kolom Struktur Baja 2 Kolom Perencanaan Berdasarkan LRFD (Load and Resistance Factor Design) fr n Q i i R n = Kekuatan nominal Q = Beban nominal f = Faktor reduksi kekuatan = Faktor beban Kombinasi pembebanan

Lebih terperinci

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN i ii in KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI INTISARI v viii xii xiv xvii xxii BAB I PENDAHIJLUAN 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Gempa adalah fenomena getaran yang diakibatkan oleh benturan atau pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan (fault zone). Besarnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM

BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM BAB 5 ANALISIS 5.1 UMUM Setelah semua perhitungan elemen kolom dimasukkan pada tahap pengolahan data, maka tahap berikutnya yaitu tahap analisis. Tahap analisis merupakan tahap yang paling penting dalam

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450 PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI 02-1726-2002 DAN FEMA 450 Eben Tulus NRP: 0221087 Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y DAFTAR NOTASI A cp = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² Ag = Luas bruto penampang (mm²) An = Luas bersih penampang (mm²) Atp = Luas penampang tiang pancang (mm²) Al = Luas total

Lebih terperinci

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i ) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan BAB 2 DASAR TEORI 2.1. Dasar Perencanaan 2.1.1 Jenis Pembebanan Dalam merencanakan struktur suatu bangunan bertingkat, digunakan struktur yang mampu mendukung berat sendiri, gaya angin, beban hidup maupun

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. : PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : KEVIN IMMANUEL

Lebih terperinci

APLIKASI SAP2000 UNTUK PEMBEBANAN GEMPA STATIS DAN DINAMIS DALAM PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA

APLIKASI SAP2000 UNTUK PEMBEBANAN GEMPA STATIS DAN DINAMIS DALAM PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA APLIKASI SAP2000 UNTUK PEMBEBANAN GEMPA STATIS DAN DINAMIS DALAM PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA TUGAS AKHIR Oleh : Made Hendra Prayoga (1104105132) JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Dalam perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi peraturanperaturan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara konstruksi berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI TUGAS AKHIR Oleh : I Gede Agus Krisnhawa Putra NIM : 1104105075 JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM. PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan komponen struktur terutama struktur beton bertulang harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara Perhitungan

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR BAB IV PERMODELAN STRUKTUR IV.1 Deskripsi Model Struktur Kasus yang diangkat pada tugas akhir ini adalah mengenai retrofitting struktur bangunan beton bertulang dibawah pengaruh beban gempa kuat. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS 2.1 Tinjauan Umum Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang biasanya di atas permukaan tanah yang berfungsi menerima dan menyalurkan

Lebih terperinci

T I N J A U A N P U S T A K A

T I N J A U A N P U S T A K A B A B II T I N J A U A N P U S T A K A 2.1. Pembebanan Struktur Besarnya beban rencana struktur mengikuti ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara yang didasarkan pada asumsi bahwa struktur direncanakan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan melengkapi syarat untuk menempuh Ujian Sarjana Teknik

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir DAFTAR ISTILAH A0 = Luas bruto yang dibatasi oleh lintasan aliran geser (mm 2 ) A0h = Luas daerah yang dibatasi oleh garis pusat tulangan sengkang torsi terluar (mm 2 ) Ac = Luas inti komponen struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencanaan suatu struktur bangunan gedung bertingkat tinggi sebaiknya mengikuti peraturan-peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA Oleh: Agus 1), Syafril 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1. Mekanisme Terjadinya Gempa Lapisan bumi terdiri atas lapisan kerak, mantel, dan inti bumi seperti terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2. 1 Struktur Lapisan Dalam Bumi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2) 8 BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Elemen Struktur 3.1.1. Kuat Perlu Kuat yang diperlukan untuk beban-beban terfaktor sesuai pasal 4.2.2. dan pasal 7.4.2 SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut : 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Perencanaan struktur bangunan gedung harus didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam Peraturan

Lebih terperinci

3.1 Tegangan pada penampang gelagar pelat 10

3.1 Tegangan pada penampang gelagar pelat 10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI ABSTRAKSI i ii iii iv vi x xijj xiv xvi{ BAB I PENDAHULUAN 1

Lebih terperinci

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH

PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH PEMODELAN DINDING GESER BIDANG SEBAGAI ELEMEN KOLOM EKIVALEN PADA MODEL GEDUNG TIDAK BERATURAN BERTINGKAT RENDAH Yunizar NRP : 0621056 Pemnimbing : Yosafat Aji Pranata, ST., MT. FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mekanisme Terjadinya Gempa Lapisan bumi terdiri atas lapisan kerak, mantel dan inti bumi seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut ini. Gambar 2.1 Struktur Lapisan Dalam Bumi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pembebanan Struktur Dalam perencanaan struktur bangunan harus mengikuti peraturanperaturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman. Pengertian

Lebih terperinci

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman

berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu pembangunan fisik berupa penuangan ide atau keinginan dari pemilik yang dijadikan suatu pedoman oleh perencana agar

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III PEMODELAN STRUKTUR BAB III Dalam tugas akhir ini, akan dilakukan analisis statik ekivalen terhadap struktur rangka bresing konsentrik yang berfungsi sebagai sistem penahan gaya lateral. Dimensi struktur adalah simetris segiempat

Lebih terperinci

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom A cp Acv Ag An Atp Al Ao Aoh As As At Av b bo bw C Cc Cs d DAFTAR NOTASI = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom (mm²) = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Berdasarkan Pasal 3.25 SNI 03 2847 2002 elemen struktural kolom merupakan komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecil melebihi tiga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Komponen Struktur Perencanaan suatu struktur bangunan gedung didasarkan pada kemampuan gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman Judul... i Lembar Pengesahan... ii Kata Pengantar... iii Daftar Isi... iv Daftar Notasi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Abstraksi... BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

xxiv r min Rmax Rnv Rnt

xxiv r min Rmax Rnv Rnt DAFTAR NOTASI A adalah luas penampang, mm 2 Ab adalah Luas penampang bruto Acp adalah luas yang dibatasi oleh keliling luar penampnag beton, mm 2 Ae adalah luas efektif penampang, mm 2 Ag adalah luas bruto

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Perencanaan Umum 3.1.1 Komposisi Bangunan Pada skripsi kali ini perencanaan struktur bangunan ditujukan untuk menggunakan analisa statik ekuivalen, untuk itu komposisi bangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA Alderman Tambos Budiarto Simanjuntak NRP : 0221016 Pembimbing : Yosafat Aji Pranata, S.T.,M.T. JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH WILAYAH GEMPA DI INDONESIA TERHADAP BANGUNAN BAJA

ANALISIS PENGARUH WILAYAH GEMPA DI INDONESIA TERHADAP BANGUNAN BAJA ANALISIS PENGARUH WILAYAH GEMPA DI INDONESIA TERHADAP BANGUNAN BAJA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh : ERWIN BETA

Lebih terperinci

Putra NRP : Pembimbing : Djoni Simanta, Ir., MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK

Putra NRP : Pembimbing : Djoni Simanta, Ir., MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG ABSTRAK DESAIN TAHAN GEMPA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BRESING EKSENTRIS BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN KETAHANAN GEMPA UNTUK BANGUNAN GEDUNG SNI 03-1726-2002 DAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Pembebanan Beban yang ditinjau dan dihitung dalam perancangan gedung ini adalah beban hidup, beban mati dan beban gempa. 3.1.1. Kuat Perlu Beban yang digunakan sesuai dalam

Lebih terperinci

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI 03-1729-2002) MENGGUNAKAN MATLAB R. Dhinny Nuraeni NRP : 0321072 Pembimbing : Ir. Ginardy

Lebih terperinci

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA

DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON DAN SNI GEMPA DESAIN TAHAN GEMPA BETON BERTULANG PENAHAN MOMEN MENENGAH BERDASARKAN SNI BETON 03-2847-2002 DAN SNI GEMPA 03-1726-2002 Rinto D.S Nrp : 0021052 Pembimbing : Djoni Simanta,Ir.,MT FAKULTAS TEKNIK JURUSAN

Lebih terperinci

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL Oleh : Fajar Nugroho Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan,Institut Teknologi Padang fajar_nugroho17@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Struktur bangunan bertingkat tinggi memiliki tantangan tersendiri dalam desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang memiliki faktor resiko

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Beton Beton didefinisikan sebagai campuran antara sement portland atau semen hidraulik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA II.1 Umum dan Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balok-balok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Struktur Bangunan Suatu sistem struktur kerangka terdiri dari rakitan elemen struktur. Dalam sistem struktur konstruksi beton bertulang, elemen balok, kolom, atau dinding

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) 1 PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI) Naskah Publikasi untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai S-1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton DAI'TAH NOTASI DAFTAR NOTASI a = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen Ab = luas penampang satu bentang tulangan, mm 2 Ag Ah AI = luas penampang bruto dari beton = luas dari tulangan geser yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi umum Desain struktur merupakan salah satu bagian dari keseluruhan proses perencanaan bangunan. Proses desain merupakan gabungan antara unsur seni dan sains yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan BAB III METEDOLOGI PENELITIAN 3.1 Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, perencanaan struktur gedung bangunan bertingkat dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan perhitungan,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang ABSTRAK Dalam tugas akhir ini memuat perancangan struktur atas gedung parkir Universitas Udayana menggunakan struktur baja. Perencanaan dilakukan secara fiktif dengan membahas perencanaan struktur atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Umum. Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Berkembangnya kemajuan teknologi bangunan bangunan tinggi disebabkan oleh kebutuhan ruang yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Semakin tinggi suatu bangunan, aksi gaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Struktur Dalam perencaaan struktur bangunan harus mengikuti peraturan pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan struktur bangunan yang aman. Pengertian beban adalah

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DAN TANPA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DAN TANPA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK ANALISIS PERILAKU STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DAN TANPA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK TUGAS AKHIR Oleh : Rizky Novan Sinarta NIM : 1104105060 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja merupakan bahan konstruksi yang sangat baik, sifat baja antara lain kekuatannya yang sangat besar dan keliatannya yang tinggi. Keliatan (ductility) ialah kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembebanan Suatu struktur bangunan yang direncanakan harus sesuai dengan peraturan - peraturan yang berlaku, sehingga mendapatkan suatu struktur bangunan yang aman secara kontruksi.

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur Baja Struktur dapat dibagi menjadi tiga kategori umum : (a) struktur rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan terdiri dari batang batang tarik,

Lebih terperinci

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL)

PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) PERENCANAAN GEDUNG PASAR TIGA LANTAI DENGAN SATU BASEMENT DI WILAYAH BOYOLALI (DENGAN SISTEM DAKTAIL PARSIAL) Tugas Akhir untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S 1 Teknik Sipil diajukan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Kolom Pendek Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural Steel Design LRFD Method yang berdasarkan dari AISC Manual, persamaan kekuatan kolom pendek didasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Umum Gaya gempa sangat berbahaya karena gerakan tiba-tiba pelepasan energi tegangan yang kemudian dipindahkan melalui tanah dalam bentuk gelombang getaran elastis yang dipancarkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Perencanaan Beban Gempa 3.1.1 Klasifikasi Situs Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan amplifikasi besaran percepatan gempa

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN 3.1 Diagram Alir Mulai Data Eksisting Struktur Atas As Built Drawing Studi Literatur Penentuan Beban Rencana Perencanaan Gording Preliminary Desain & Penentuan Pembebanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya

Lebih terperinci