Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Menegaskan Kembali Arti Pentingnya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Menegaskan Kembali Arti Pentingnya"

Transkripsi

1 Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Menegaskan Kembali Arti Pentingnya Oleh: Ifdhal Kasim BERBEDA dengan advokasi terhadap hak-hak sipil dan politik, advokasi terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidaklah terartikulasi dengan baik dan lantang dalam gerakan advokasi hak asasi manusia. Kurang lebih dari empat dekade gerakan advokasi hak asasi manusia lebih menekankan advokasi mereka pada isu-isu disekitar hak-hak sipil dan politik (civil liberties). Sementara advokasi terhadap isu-isu hak ekonomi, sosial dan budaya kurang mendapat perhatian yang memadai; ia menjadi seperti anak tiri dari gerakan advokasi hak asasi manusia. Fenomena ini bukan hanya di Indonesia, melainkan sudah merupakan fenomena global. Organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesty Internasional atau Human Rights Wacht, mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengarahkan gerakan advokasi hak asasi manusia itu terpusat pada hak-hak sipil dan politik. 1 Sekarang saatnya kecenderungan ini dirubah, bukan mengubahnya dengan balik memusatkannya pada hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Tetapi meletakkan ke dalam perspektif indivisibility, yaitu meletakkannya ke dalam saling-kaitan antara kedua kategori hak tersebut. Bukan memisah-misahkannya seperti sebelumnya. Tulisan ini bukan bermaksud mendiskusikan konsep indivisibility tersebut, 2 melainkan mengajak membicarakan kembali secara lebih dalam tentang hak-hak yang telah terlupakan itu. Signifikansinya mendiskusikan kembali hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu karena selama ini sudah terlanjur berkembang kesalahpahaman dalam memandang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tersebut yang pada akhirnya menempatkan kedudukan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai pariah dalam gerakan advokasi hak asasi manusia. Selama ini telah berkembang pemahaman seakanakan hak-hak ekonomi tersebut bukan merupakan hak yang riil (not really rights), 3 karena itu ia tidak memerlukan proteksi. Tulisan ini akan memeriksa kembali dengan kritis pandangan-pandangan yang seperti ini, selain bermaksud pula mendiskusikan Disampaikan pada Lokakarya yang diselenggarakan oleh PUSHAM UII, Yogyakarta, Hotel Jogja Plaza, 25 Januari Adalah Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Manusia (ELSAM) Jakarta. 1 Tinjauan yang tajam mengenai fenomena ini dipaparkan oleh Christ Jochnick dalam tulisannya, A New Generation of Human Rights Activism (Human Rights Dialague: Carnegie Council,1997). 2 Pembahasan yang mendalam mengenai konsep ini dapat dibaca dalam Jack Donnelly, Universal Declaration of Human Rights in Theory and Practice (Ithaca, NY,: Cornell University Press, 1986). 3 Pandangan seperti ini, antara lain dikemukakan oleh Maurice Cranston, yang merupakan salah seorang tokoh terdepan dengan pandangan ini. Lihat tulisannya, What Are Human Rights? (London: The Bodley Head, 1973). 1

2 kemungkinan mengartikulasikan advokasi yang lebih lantang terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dalam gerakan advokasi hak asasi manusia di Indonesia. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional Marilah kita awali dengan bahasan mengenai tempat hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di dalam rezim hukum hak asasi manusia internasional, sebelum kita memasuki bahasan pokok tulisan ini. Tidak berbeda dengan hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan bagian yang esensial dalam hukum hak asasi manusia internasional; bersama-sama dengan hak-hak sipil dan politik ia menjadi bagian dari the international bill of human rights. Sebagai bagian dari international bill of human rights, kedudukan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dengan demikian sangat penting dalam hukum hak asasi manusia internasional; ia menjadi acuan pencapaian bersama dalam pemajuan ekonomi, sosial dan budaya. Dengan demikian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dapat ditempatkan di bawah hak-hak sipil dan politik - -sebagaimana telah dikesankan selama ini. Pengikatan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu diwujudkan dengan mepositifikasikan hak-hak tersebut ke dalam bentuk perjanjian multilateral (treaty). Rumusannya tertuang dalam Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang dalam bahasa aslinya dikenal dengan Covenan on Economic, Social and Cultural Rights (selanjutnya disingkat CESCR), yang disahkan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1966 bersama-sama dengan Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Kedua kovenan ini memang dilahirkan secara bersamaan, sebagai bentuk kompromi dari pertentangan pada saat perumusannya ketika itu. 4 Negara-negara yang telah menjadi pihak pada Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya itu, dengan meratifikasinya, hingga kini telah berjumlah 142 Negara. 5 Tingginya tingkat ratifikasi terhadap kovenan ini menunjukkan, bahwa kovenan ini memiliki karakter universalitas yang sangat kuat. Karena ia telah diterima oleh lebih dari seratus negara. Sebagian ahli hukum hak asasi manusia internasional menganggap, perjanjian dengan karakter yang demikian ini, telah memiliki kedudukan sebagai bagian dari hukum kebiasaan internasional (international customary law); 6 ia mengikat setiap negara dengan atau tanpa ratifikasi. 4 Pada saat perumusannya, para perancangnya berupaya merumuskan sebuah international bill of human rights, yang mencakup kedua kategori hak tersebut. Bukan memisahkannya ke dalam dua kovenan. Tetapi karena pertentang politik pada saat itu, yang berada dalam atmosfir Perang Dingin, akhirnya dipisahkan menjadi dua kovenan. Uraian ringkas mengenai ini dapat dibaca dalam Thomas Buergental, International Human Rights in A Nutshell (Wset Publising Co, 1995). 5 Menurut data ratifikasi yang dikeluarkan PBB, hingga tanggal 15 Juni 2000 CESCR telah diratifikasi oleh 142 Negara dan ditandatangani oleh 61 Negara. Cina merupakan negara yang terakhir (tgl 27 Oktober 1997) membuat ratifikasi terhadap kovenan ini. Lihat, Millenium Summit Multilateral Treaty Framework (New York: United Nations, 2000). 6 Argumen seperti ini diajukan dan dipertahankan oleh, di antaranya, yang paling vokal adalah Prof. Lois B. Sohn dan Browlie. Lihat Lois B. Sohn & T. Buergental, International Protection of Human Rights, 1973; dan Ian Browlie, Principles of Public International Law (New York: Oxford University Press, 1990). 2

3 Indonesia sampai sekarang belum menjadi pihak dari perjanjian multilateral itu. Padahal seperti diketahui, pada masa di bawah pemerintahan Orde Baru, Indonesia lah yang paling vokal berbicara mengenai pentingnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya di forum-forum internasional untuk mematahkan tuduhan organisasi-organisasi hak asasi manusia internasional atas keadaan hak asasi manusia di Indonesia. Sering kita dengar argumen pejabat tinggi Indonesia ketika itu, yang mengatakan bahwa Indonesia lebih mendahulukan hak-hak ekonomi ketimbang hak-hak politik. Slogannya ketika itu adalah: pembangunan ekonomi yes!, kebebasan politik no!. Atas dasar pandangan ini, rejim Orde Baru lalu memasung kebebasan politik warga negaranya; buruh, petani, mahasiswa dan seterusnya tidak boleh berorganisasi secara bebas dan independen. Kenyataannya, apa yang kita saksikan sekarang, pemasungan kebebasan politik tersebut tidak berhubungan dengan retorika rejim Orde Baru untuk memajukan dan menegakkan hakhak ekonomi, sosial dan budaya. Justru sebaliknya, pemasungan kebebasan politik itu, telah berakibat pada semakin memburuknya perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pembahasan dari sudut legal ini menunjukkan betapa kuatnya kedudukan hakhak ekonomi, sosial dan budaya. Ia berkedudukan sama dengan hak-hak sipil dan politik. Tetapi persepsi atau pandangan yang berkembang mengenainya menunjukkan realitas yang lain, yakni memposisikannya dalam kedudukan yang tidak berimbang dengan hakhak sipil dan politik. Marilah kita periksa bagaimana persepsi umum tersebut. Persepsi Umum terhadap Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Sebuah Kritik Selama ini telah terbangun suatu persepsi populer mengenai hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. yang telah diterima secara umum. Yaitu persepsi atau pandangan yang mengontraskan hak-hak ekonomi sosial dan budaya dengan hak-hak sipil dan politik. Kedua kategori hak ini dikontraskan secara diametral. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya digambarkan sekedar sebagai statemen politik, sementara hak-hak sipil dan politik dikatakan sebagai hak yang riil. Karena kedua kategori hak ini, yang diatur dalam masing-masing kovenan, memang menggunakan formulasi hukum yang berbeda. Kalau CESCR menggunakan formulasi undertakes to take steps, to the maximum of its available resources, with a view to achieving progressively the full realization of the rights recognized in the present Covenant. 7 Dipihak lain, ICCPR (Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik) menggunakan: undertakes to respect and to ensure to all induvidual within its territory and subject to its jurisdiction the rights recognized in the present Covenant. 8 Formulasi hukum yang berbeda ini dijadikan dasar untuk menarik garis pembeda yang tajam antara kedua kovenan tersebut. 7 8 Selengkapnya lihat pasal 2 (1) Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Selengkapnya lihat pasal 2 (1) Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. 3

4 Perbedaan tajam yang dibuat itu adalah dengan mengatakan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya merupakan hak-hak positif (positive rights), sementara hak-hak sipil dan politik dikatakan sebagai hak-hak negatif (negative rights). 9 Dikatakan positif, karena untuk merealisasi hak-hak yang diakui di dalam kovenan tersebut diperlukan keterlibatan negara yang besar. Negara di sini haruslah berperan aktif. Sebaliknya dikatakan negatif, karena negara harus abstain atau tidak bertindak dalam rangka merealisasikan hak-hak yang diakui di dalam kovenan. Peran negara di sini haruslah pasif. Makanya hak-hak negatif itu dirumuskan dalam bahasa freedom from (kebebasan dari), sedangkan hakhak dalam kategori positif dirumuskan dalam bahasa rights to (hak atas). Kedua kategori hak ini menuntut tanggung jawab negara yang berbeda. Kalau hak-hak ekonomi, sosial dan budaya menuntut tanggung jawab negara --meminjam istilah yang digunakan Komisi Hukum Internasional-- dalam bentuk obligations of result, sedangka hak-hak sipil dan politik menuntut tanggung jawab negara dalam bentuk obligations of conduct. Sebagai hak-hak positif, maka hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak dapat dituntut di muka pengadilan (non-justiciable). Sebaliknya dengan hak-hak sipil dan politik, sebagai hak-hak negatif ia dapat dituntut di muka pengadilan. Misalnya, orang yang kehilangan pekerjaannya tidak dapat menuntut negara ke muka pengadilan, karena pelanggaran tersebut. Sebaliknya, orang yang disiksa oleh aparatur negara dapat dengan segera menuntut tanggung jawab negara atas pelanggaran tersebut ke muka pengadilan. Disamping membedakannya dengan cara positif dan negatif tersebut, juga dibuat perbedaan secara ideologis. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dikatakan bermuatan ideologis, sementara hak-hak sipil dan politik non-ideologis. Artinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya hanya dapat diterapkan pada suatu sistem ekonomi tertentu, sedangkan hak-hak sipil dan politik dapat diterapkan untuk semua sistem ekonomi atau pemerintahan apapun. Atau dalam kata-kata Philip Alston dan Gerald Quinn, civil and political rights are seen as essentially non-ideological in nature and are potentially compatible with most system of goverment. By contrast, economic, social and cultural rights are often perceived to be of a deeply ideological nature, to necessitate an unacceptable degree of intervention in the domestic affairs of states, and to be inherently incompatible with a free market economy. Lebih jauh persepsi umum tersebut saya ringkas dalam bentuk tabel di bawah ini. Gambaran yang saya ringkas ini tentu merupakan penyederhanaan dari kompleksitas perbedaan yang dibuat atas kedua kategori hak tersebut. Tabel 1: Pembedaan ICESCR dan ICCPR 9 Lihat Vierdag, The Legal Nature of the Rights Granted by the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, Netherlands Yearbook of International Law 1978, Philips Alston dan Gerald Quinn, The Nature and Scope of States Parties Obligations under the International Covenan on Economic, Social and Cultural Rights, Human Rights Quarterly, Vol 9 (May, 1987), No. 2. 4

5 Hak-hak Ekonomi (ICESCR) Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR) Dicapai secara bertahap Dicapai dengan segera Negara bersifat aktif Negara bersifat pasif Tidak dapat diajukan ke Pengadilan Dapat diajukan ke Pengadilan Bergantung pada sumberdaya Tidak bergantung pada sumberdaya Ideologis Non-ideologis Sumber: van Hoof, The Legal Nature of Economic, Social and Cultural Rights: A Rebuttal of Some Traditional Views, 1984; Vierdag, The Legal Nature of the Rights Granted by the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, Dalam tinjauan yang akan dipaparkan di bawah ini akan terlihat bahwa sesungguhnya kontras yang dibuat itu hanya artifisial dan mitos belaka. Karena perbedaan tersebut tidak didasarkan pada pemahaman yang utuh mengenai legal nature hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Kajian-kajian mutakhir, seperti yang diprakarsai oleh Philip Alston, Asbojrn Aide, Audrey Chapman, Scott Leckie, Katarina Tomasevski (sekedar menyebut beberapa di antaranya), mengungkapkan ketidaksahihan pembedaanpembedaan tersebut. Mereka mengembangkan interpretasi dan pemahaman baru terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pandangan-pandangan mereka sangat mempengaruhi perumusan Prinsip-prinsip Limburg 11 dan Pedoman Maastrict. 12 Mengubah Persepsi Umum atas Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Marilah kita tinjauan pemahaman yang telah diterima secara umum tersebut. Apakah benar, bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu sepenuhnya merupakan 11 Prinsip-prinsip Limburg ini dirumuskan oleh para ahli hukum internasional sebagai suatu usaha untuk mengefektifkan pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, dengan memberikan penafsiran baru terhadap ketentuan-ketentuan CESCR. Prinsip-prinsip ini tidak mengikat secara hukum. Prinsipprinsip ini dimuat di bagian tiga buku ini. 12 Pedoman ini juga dirumuskan oleh para ahli hukum internasional yang tidak mengikat secara hukum. Prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menjadi pedoman dalam memantau pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pedoman ini dimuat di bagian tiga buku ini. 5

6 hak-hak positif? Pemahaman demikian sebetulnya tidak benar. Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak sepenuhnya merupakan hak-hak positif. Sebab cukup banyak hak-hak yang diakui di dalamnya menuntut negara agar tidak mengambil tindakan (state abstention) guna melindungi hak tersebut. Bukannya melulu mengharuskan negara aktif mengambil tindakan. Hal ini dapat kita lihat pada klausul-klausul seperti hak berserikat, hak mogok, kebebasan memilih sekolah, kebebasan melakukan riset, larangan menggunakan anak-anak untuk pekerjaan berbahaya, dan seterusnya, yang terdapat di dalam CESCR. Ketentuan-ketentuan itu menunjukkan dengan gamblang, bahwa yang diatur di dalam CESCR bukan hanya hak-hak dalam jenis rights to, tetapi juga hak-hak dalam jenis freedom from. Jadi mengatakan bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya semata-mata merupakan hak-hak positif jelas menyesatkan. Makanya frasa undertakes to take steps, to achieve progressively dan to maximum of its available resources pada pasal 2(1) CESCR harus dilihat sebagai ketentuan yang memiliki hubungan yang dinamis dengan semua pasal lainnya. 13 Hakikat kewajiban hukum yang timbul dari pasal ini bukan hanya menuntut negara berperan aktif, tetapi juga menuntut negara tidak mengambil tindakan (pasif). Makanya kurang tepat, tanggung jawab negara di bidang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini dibedakan antara obligation of conduct dan obligation of result. Kedua kewajiban itu merupakan kewajiban yang sekaligus harus dipikul oleh negara dalam pelaksanaan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Misalnya, untuk mencukupi kebutuhan pangan, negara harus mengambil langkah-langkah dan kebijakan yang tepat agar tujuan mencukupi pangan tersebut berhasil (obligation of result). Tetapi dalam waktu yang bersamaan, negara juga tidak diberbolehkan mengambil tindakan yang menyebabkan seseorang kehilangan kebebasan memilih pekerjaan atau sekolah (obligation of conduct). Jadi jelas mengapa dikatakan keliru, jika tanggung jawab negara dikatakan terbatas pada obligation of result. Dalam sebuah konferensi yang diorganisir oleh International Commission of Jurist, David Matas 14 --salah seorang yang terlibat dalam dalam konferensi tersebut, dengan tegas menolak pemisahan antara kedua bentuk tanggung jawab negara itu. Kita turunkan di sini pendapatnya: Put in terms of distinction between obligations of conduct and obligations of result, the notion that economic, social and cultural rights are always and only obligations of result, and that political and civil rights are always and only obligations of conduct is false. For countries like Canada and the US all 13 Salah seorang sarjana yang memberi perhatian besar terhadap frasa-frasa kontroversial itu adalah Robert E. Robertson. Dalam tulisannya yang mengulas frasa maximum available resources, Robertson menunjukkan betapa tidak mudahnya memahami bahasa yang digunakan CESCR. Katanya, It is a difficult phrase two warring adjectives describing an undefined noun. Maximum stands for idealism; available stands for reality. Maximum is the sword of human rights rhetoric; available is the wiggle room for the State. Lihat, Robert E. Robertson, Measuring State Compliance with the Obligation to Devote the Maximum Available Resources to Realizing Economic, Social and Cultural Rights, Human Rights Quarterly, Vol. 16 (November 1994): Hlm Lihat David Matas, Economic, Social and Cultural Rights and the Rule of Lawyers: North American Perspectives, International Commission of Jurist: Special Issue, December

7 economic and social rights are obligations of conduct and not just obligations of result. For countries like Canada and the US, if an economic, social or cultural rights is not being realized, the reason is unwillingness and not incapacity. Prinsip-prinsip Limburg juga menegaskan hal yang serupa. Kumpulan prinsip yang disusun oleh para ahli hukum internasional itu --yang didesain untuk memberi pedoman dalam mengimplementasikan CESCR, berusaha meletakkan arah baru dalam melihat tanggung jawab negara dalam konteks hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Yaitu dengan tidak memandangnya melulu bersifat positif. Hal ini dapat kita baca pada paragraf ke-16 Prinsip-prinsip Limburg itu. Di sana dikatakannya: All States parties have an obligation to begin immediately to take steps towards full realization of the rights contained in the Covenant. Selanjutnya pada paragraf ke-22, ditegaskan lagi: Some obligations unders the Covenant require immediate implementation in full by all States parties, such as the probihation of discrimination in article 2(2) of the Covenant. Jadi, meskipun CESCR menetapkan pencapaian secara bertahap dan mengakui realitas keterbatasan sumberdaya yang tersedia di satu sisi, pada sisi lain ia juga menetapkan berbagai kewajiban yang memiliki efek segera (immediate effect). Itu artinya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya tidak lagi dapat dilecehkan sebagai bukan merupakan hak yang sebenarnya alias sekedar statemen politik. Sama seperti hak-hak sipil dan politik, ia juga merupakan hak yang sebenarnya yang juga dapat dituntut pemenuhannya melalui pengadilan (justiciable). Terutama untuk hak-hak yang diatur pada pasal 3, 7(a) dan (i), 8, 10(3), 13(2), (3) dan (4), dan pasal 15(3). Hak-hak dalam pasal-pasal ini bersifat justiciable, yang dapat dituntut di muka pengadilan nasional masing-masing negara. Argumen maximum available resources atau progressive realization tidak dapat digunakan untuk mengesampingkan pemenuhan segera hak-hak tersebut. Jadi anggapan selama ini mengenai non-justiciable dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya jelas menyesatkan. Selain tidak menyumbang apa pun bagi kepentingan advokasi pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Begitu juga mengenai anggapan, bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu tidak cocok bagi semua sistem pemerintahan atau ekonomi. Karena ia ideologis! Anggapan ini juga keliru, karena hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini tidak pernah didesain untuk salah satu sistem ekonomi atau pemerintahan tertentu. Dengan kata lain, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini bersifat netral. Penjelasan mengenai netralitas hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu dikuatkan oleh General Comment dari Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dikatakannya: 15 Thus, in terms of political and economic sytems the Covenant is neutral and its principles cannot accurately be described as being predicated exclusively upon 15 Lihat General Comment 3, The nature of State parties obligations (Art. 2, para. 1 of the Covenant), UN Doc. HRI/GEN/1/Rev. 1 (1994), para

8 the need for, or the desirability of, a socialist or a capitalist system, or a mixed, centrally planned, or laissez-faire economy, or upon any other particulary approach. In this regard, the Committee reaffirms that rights recognized in the Covenant are susceptible of realization within the context of a wide variety of economic and political systems. Dalam konteks pemahaman baru seperti inilah seharusnya kita memandang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Anggapan-anggapan lama yang membedakan secara diametral antara kedua kategori hak tersebut sudah selayaknya berlalu dalam cakrawala kita. Karena anggapan-anggapan itu tidak memberi sumbangan apapun bagi kepentingan advokasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Malah sebaliknya, dapat merusak upaya integritas penegakan hak-hak asasi manusia secara keseluruhan atau secara indivisible dan interdependent. Langkah pengadvokasian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dengan demikian harus diletakkan di atas paradigma baru tersebut. Penutup: Pentingnya Pemenuhan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Seperti sudah dikemukakan di awal, tulisan ini berusaha memeriksa dengan kritis anggapan-anggapan yang selama ini terbangun dalam memandang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Dengan mengungkapkan mitos-mitos disekitar hak-hak ekonomi, sosial dan budaya itu, kita bangun kembali suatu advokasi yang kuat untuk hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Sudah terlalu lama kita melupakan hak-hak ini! Jalan ke arah itu sebetulnya sudah dirintis. Belakangan ini semakin banyak ihtiar yang dilakukan para sarjana dan aktifis hak asasi manusia untuk memalingkan perhatian orang ke arah pengadvokasian hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Mulai dari mendesak PBB merumuskan suatu Optional Protokol untuk CESCR hingga kepada upaya-upaya mengefektifkan monitoring terhadap pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Tidak kalah besar artinya, dalam keseluruhan upaya ini adalah, kajian yang dibuat oleh Sub-Komisi Hak Asasi Manusia PBB (melalu pelapor khusus-nya) mengenai impunitas dalam pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial dan budaya --yang menurut saya telah menggugah perhatian orang akan semakin pentingnya perlindungan terhadap hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Kita di Indonesia barangkali bisa mulai dengan mendesakkan peratifikasian kovenan ini oleh pemerintah. Tentu saja langkah legal ini harus diikuti dengan langkah yang lain, seperti melakukan kampanye, kajian dan monitoring atas situasi hak-hak ini di Indonesia. Apalagi memang isu hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini belum begitu familiar dengan para aktifis hak asasi manusia di sini, yang lebih familiar dengan hak-hak sipil dan politik. Langkah menuju ke arah advokasi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, tampak menjadi tantangan yang sangat besar di Indonesia. Tapi tidak salah apabila kita mau merintisnya. Memang tak populer, tapi populer bukan alasan yang kuat untuk tidak melakukannya. *** 8

9 Senarai Pustaka 1. Christ Jochnick, A New Generation of Human Rights Activism (human Rights Dialogue: Carnegia Council, 1977). 2. David Matas, Economic, Social and Cultural Rights and the Rule of Lawyers: North American Perspectives, International Commission of Jurist: Special Issue, December Jack Donnelly, Universal Declaration of Human Rights in Theory and Practice (Ithaca, NY,: Cornell University Press, 1986). 4. General Comment 3, The nature of States Parties Obligations (Art. 2, para. 1 of the Covenant), UN. Doc. HRI/GEN/1/Rev. 1, Ian Browlie, Principles of Public International Law (New York: Oxford University Press, 1990) 6. Maurice Cranston, What Are human Rights? (London: The Bodley Head, 1973). 7. Lois B. Sohn & T. Buergental, International Protection of Human Rights, Philip Alston & gerald Quinn, The Nature and Scope of States Parties Obligations under the Economic, Social and Cultural Rights, Human Rights Quarterly, Vol 9 (May, 1987). 9. United Nations, Millenium Summit Multilateral Treaty Framework, New York, United Nations, Robert E. Robertson, Measuring State Compliance with the Obligation to Devote the Maximum Available Resources to Realizing Economic, Social and Cultural Rights, Human Rights Quartely, Vol 16, November Vierdag, the Nature of the Rights Garnted by the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, Netherlands Yearbook of International Law,

Implementasi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Kerangka Normatif dan Standar Internasional

Implementasi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Kerangka Normatif dan Standar Internasional Implementasi Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Kerangka Normatif dan Standar Internasional Oleh: Ifdhal Kasim Pendahuluan Makalah ini akan membahas isu-isu yang diajukan dalam term of reference seminar

Lebih terperinci

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH HAK SIPOL & HAK EKOSOB Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta Ifdhal Kasim

Lebih terperinci

MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Grand Angkasa Medan, 2-5 Mei 2011 MAKALAH HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh. oleh Pusham UII bekerjasama dengan Komisi Yudisial RI dan Norwegian Centre for Human Rights.

Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh. oleh Pusham UII bekerjasama dengan Komisi Yudisial RI dan Norwegian Centre for Human Rights. Hkhk Hak-hak hkek Ekonomi, Sosial dan Budaya Ifdhal Kasim Disampaikan ik pada Pelatihan Hakim Pemerkuatan Pemahaman Hak Asasi Manusia untuk Hakim Seluruh Indonesia pada 5 May 2011, di Medan. Diselenggarakan

Lebih terperinci

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan. Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Makalah WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Yogyakarta, 13-15 November 2007 Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya Oleh: Ifdhal Kasim, S.H. (KOMNAS

Lebih terperinci

HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA

HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-9 FH UNSRI LATAR HISTORIS Dirumuskan di bawah pengaruh konteks internasional ketika itu, yakni Perang Dingin; Dirumuskan dalam satu kovenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia ( selanjutnya disingkat dengan HAM ) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Sedikit tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik 1

Sedikit tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik 1 Sedikit tentang Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik 1 Oleh: Ifdhal Kasim KOVENAN Internasional Hak-hak Sipil dan Politik atau International Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR) merupakan produk

Lebih terperinci

MAKALAH. Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)

MAKALAH. Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 26-30 September 2011 MAKALAH Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik, Sebuah Pengantar Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) Kovenan

Lebih terperinci

MAKALAH SEDIKIT TENTANG KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH SEDIKIT TENTANG KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Grand Angkasa Medan, 2-5 Mei 2011 MAKALAH SEDIKIT TENTANG KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI)

MAKALAH. Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa. Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Jogjakarta Plaza Hotel, 26-30 September 2011 MAKALAH Hak Sipil & Politik: Sebuah Sketsa Oleh: Ifdhal Kasim (Ketua KOMNAS HAM RI) Ifdhal Kasim Komisi Nasional

Lebih terperinci

KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK, SEBUAH PENGANTAR

KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK, SEBUAH PENGANTAR Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 Materi : Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik KOVENAN HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK, SEBUAH PENGANTAR Ifdhal Kasim, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat

Lebih terperinci

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Makalah WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Yogyakarta, 13-15 November 2007 Upaya Litigasi & Non Litigasi Atas Pelanggaran Hak Ekosob Di Indonesia

Lebih terperinci

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Pengantar

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Pengantar Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Pengantar R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Hak Asasi Manusia Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 18 April 2008 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

Ifdhal Kasim. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

Ifdhal Kasim. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Hak Sipil il & Politik: Sebuah Sketsa Ifdhal Kasim Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Disampaikan ik pada PELATIHAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK JEJARING KOMISI YUDISIAL RI, diselenggarakan oleh Puham UII, bekerjasama

Lebih terperinci

BAHAN AJAR HAK ASASI MANUSIA PEMENUHAN HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PARA TENAGA KERJA

BAHAN AJAR HAK ASASI MANUSIA PEMENUHAN HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PARA TENAGA KERJA BAHAN AJAR HAK ASASI MANUSIA PEMENUHAN HAK ATAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP PARA TENAGA KERJA Oleh: I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2014 PEMENUHAN HAK ATAS

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

PENDEKATAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP FCTC. Ifdhal Kasim

PENDEKATAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP FCTC.  Ifdhal Kasim PENDEKATAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP FCTC http://www.easyvectors.com/browse/other/smoke-cigarette-clip-art Ifdhal Kasim Pendahuluan Di Indonesia, konsumsi rokok cenderung tidak terkendali dan meningkat

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku 55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional

Lebih terperinci

MAKALAH. Negara Hukum, HAM, dan Peran Masyarakat Sipil

MAKALAH. Negara Hukum, HAM, dan Peran Masyarakat Sipil PELATIHAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK JEJARING KOMISI YUDISIAL RI Bandung, 30 Juni 3 Juli 2010 MAKALAH Negara Hukum, HAM, dan Peran Masyarakat Sipil Oleh: M.Busyro Muqoddas, S.H., M.Hum KOMISI YUDISIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Bab IV Penutup A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media Keberadaan Pasal 28 dan Pasal 28F UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari peristiwa diratifikasinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 108

Lebih terperinci

Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat

Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat Kovenan Hak Sipil & Politik Ifdhal Kasim Disampaikan dalam acara Workshop Memperkuat Justisiabilitas Hakhak Ekonomi, Sosial dan Budaya: Prospek dan Tantangan, diselenggarakan oleh Pusat Studi HAM UII,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses

Lebih terperinci

HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL

HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL HUKUM EKONOMI INTERNASIONAL Hak Asasi Manusia dan Hukum Ekonomi Internasional, Kovenan Hak Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya / ICESCR 1966 Oleh : Kelompok 10 Ketua Kelompok : Aprilia Gayatri ( A10.05.0201)

Lebih terperinci

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI FOCUS GROUP DISCUSSION DAN WORKSHOP PEMBUATAN MODUL MATERI HAM UNTUK SPN DAN PUSDIK POLRI Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 17 18 Maret 2015 MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

HAK SIPIL DAN POLITIK

HAK SIPIL DAN POLITIK HAK SIPIL DAN POLITIK Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-8 FH Unsri LATAR HISTORIS Dirumuskan di bawah pengaruh konteks internasional ketika itu, yakni Perang Dingin; Dirumuskan dalam satu kovenan atau

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan

Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan oleh Pusham UII bekerjasama dengan HAK SIPIL DAN POLITIK (Civil and Political Rights) Oleh: Suparman Marzuki Disampaikan pada PERJAMUAN ILMIAH Tentang Membangun Komitmen Dan Kebersamaan Untuk Memperjuangkan Hak Asasi Manusia diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN

BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN BAB III INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HAM PEREMPUAN A. Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women 1. Sejarah Convention on the Elimination of All Discrimination Against

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

Civil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016

Civil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016 Civil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016 Pokok Bahasan Memahami substansi hak-hak sipil dan politik Memahami teori dan aturan hukum hak- hak sipil dan politik

Lebih terperinci

HAM dan Hukum Ekonomi Internasional

HAM dan Hukum Ekonomi Internasional HAM dan Hukum Ekonomi Internasional Oleh : Kelompok 10 Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran HAM dan Hk. Ekonomi Internasional Perhatian terhadap hubungan antara HAM dengan Hk. Ekonomi Int l muncul karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet Oleh Asep Mulyana Revolusi teknologi informasi yang ditandai oleh kehadiran Internet telah mengubah pola dan gaya hidup manusia yang hidup di abad modern,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria

PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA. Oleh : Nandia Amitaria PERLINDUNGAN PENGUNGSI SURIAH KORBAN GERAKAN NEGARA ISLAM IRAK AN SURIAH DI NEGARA-NEGARA EROPA Oleh : Nandia Amitaria Pembimbing I : Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH.,MH Pembimbing II : I Made Budi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT

A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT A. Instrumen Perlindungan Hukum PLRT Perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan oleh negara terhadap warga negaranya dengan menggunakan sarana hukum atau berlandaskan pada hukum dan aturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KORUPSI DAN PELANGGARAN HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA DI INDONESIA

KORUPSI DAN PELANGGARAN HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA DI INDONESIA KORUPSI DAN PELANGGARAN HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA DI INDONESIA Oleh : ROBBY DARWIS NASUTION Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Ponorogo ABSTRAK Korupsi merupakan

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

Health and Human Rights Divisi Bioetika dan Medikolegal FK USU WHO Definition of Health Health is a state t of complete physical, mental and social well- being and not merely the absence of disease or

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN

Lebih terperinci

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. Mengenal Konvensi-konvensi. Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH Mengenal Konvensi-konvensi Oleh: M. Syafi ie, S.H., M.H. TRAINING

Lebih terperinci

Oleh: Dr. Makarim Wibisono Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Seminar KOMNAS Perempuan Hotel Kartika Chandra, 12 Maret 2012

Oleh: Dr. Makarim Wibisono Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Seminar KOMNAS Perempuan Hotel Kartika Chandra, 12 Maret 2012 Oleh: Dr. Makarim Wibisono Direktur Eksekutif ASEAN Foundation Seminar KOMNAS Perempuan Hotel Kartika Chandra, 12 Maret 2012 Ucapan Selamat Saya atas nama saya pribadi dan ASEAN Foundation mengucapkan:

Lebih terperinci

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H. TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH HAM dan Kebebasan Beragama Oleh: M. syafi ie, S.H.,

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL

BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL BAHAN KULIAH HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL Match Day 8 HAK-HAK ISTIMEWA DAN KEKEBALAN ORGANISASI INTERNASIONAL Sebagai subjek hukum yang mempunyai personalitas yuridik internasional yang ditugaskan negara-negara

Lebih terperinci

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN KASUS KEKERASAN TERHADAP JEMAAT AHMADIYAH DI WILAYAH CIKEUSIK INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK- HAK SIPIL DAN POLITIK Oleh: I Made Juli Untung Pratama I Gede Pasek

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM.

Materi Bahasan. n Pengertian HAM. n Generasi HAM. n Konsepsi Non-Barat. n Perdebatan Internasional tentang HAM. Hak Asasi Manusia Cecep Hidayat cecep.hidayat@ui.ac.id - www.cecep.hidayat.com Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Materi Bahasan Pengertian HAM. Generasi

Lebih terperinci

Teks Ceramah Ilmiah. Perlindungan Hak Asasi Manusia Melalui Hukum Pidana

Teks Ceramah Ilmiah. Perlindungan Hak Asasi Manusia Melalui Hukum Pidana Teks Ceramah Ilmiah Perlindungan Hak Asasi Manusia Melalui Hukum Pidana Oleh: Abdul Hakim Garuda Nusantara Launching Buku dan Web Masa Depan Reformasi KUHP Dalam Masa Transisi Hotel Sultan, Jakarta 23

Lebih terperinci

Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-5 KEWAJIBAN NEGARA. FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-5 KEWAJIBAN NEGARA. FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM KEWAJIBAN NEGARA Materi Perkuliahan Hukum dan HAM ke-5 FH Unsri KEWAJIBAN NEGARA ICCPR Negative obligation Immediatly ICESCR Positive obligation Progressive realization ICCPR PASAL 2 AYAT (1) Setiap Negara

Lebih terperinci

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN NEGARA R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 12 Juni 2008 Pokok Bahasan Pengaturan

Lebih terperinci

Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Menuju Perlindungan Indonesia, diselenggarakan oleh PUSHAM UII, bekerjasama dengan Noewegian Centre

Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Menuju Perlindungan Indonesia, diselenggarakan oleh PUSHAM UII, bekerjasama dengan Noewegian Centre Penguatan Status Legal Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya dalam Konstitusi dan Sistem Hukum Nasional: Potensi dan Tantangan Oleh : Rafendi Djamin Koordinator HRWG (Human Rights Working Group) hrwg@cbn.net.id

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL

HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL HUKUMAN MATI TERKAIT KEJAHATAN NARKOTIKA DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL I Komang Gede Arimbawa I Made Pasek Diantha A.A. Sri Utari Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis

Lebih terperinci

klaim-klaim yang bisa kita buat semata-mata karena kita adalah manusia. (Natural Rights Theory, Locke).

klaim-klaim yang bisa kita buat semata-mata karena kita adalah manusia. (Natural Rights Theory, Locke). Ifdhal Kasim law that deals with the protection of individuals and groups against violations by governments of their internationally guaranteed rights, and with the promotion of these rights. (Buergental,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KAUM MINORITAS MUSLIM ATAS PERLAKUAN DISKRIMINATIF DI UNI EROPA Oleh : Miga Sari Ganda Kusuma Prof. Dr. I Made Pasek Diantha, SH., MS I Made Budi Arsika, SH., LLM Bagian Hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM

HAK AZASI MANUSIA. Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM HAK AZASI MANUSIA Materi Perkuliahan Ilmu Politik FH Unsri Latar Historis dan Filosofis (1) Kepentingan paling mendasar dari setiap warga negara adalah perlindungan terhadap hak-haknya sebagai manusia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi. 1 Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa rakyat turut membantu memberikan kontribusi dalam menilai kebijakan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN KEGIATAN KEAGAMAAN DAN PENGAWASAN ALIRAN SESAT DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Oleh: Antarini

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 978 979 18057 2 8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tentang Buku Ini... 7 C. Metodologi... 8 D. Struktur Buku... 10 BAB II PEMENUHAN HAK ATAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

-2- mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Un

-2- mengeluarkan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Un TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pendirian-Pengawasan. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 138) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA INSTRUMEN INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA HAM MERUPAKAN BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL SUMBER HUKUM INTERNASIONAL: (Pasal 38.1 Statuta Mahkamah Internasional) Konvensi internasional; Kebiasaan internasional

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI KURSUS HAM ELSAM - BOGOR, 16 JANUARI 2015 NUR KHOLIS Special Rapporteur on Human Rights and Business INDONESIAN NATIONAL COMMISSION ON HUMAN RIGHTS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia; BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNASIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHT (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK

Lebih terperinci

REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK

REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK Puri Imperium Office Plaza UG 21 Jl. Kuningan Madya Kav 5 6 Jakarta Selatan 12980 Phone/Fax (62-21) 83703156-57 REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM

Lebih terperinci

HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN. Oleh: Johan Avie, S.H.

HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN. Oleh: Johan Avie, S.H. HAM DAN PERLINDUNGAN HAK KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN Oleh: Johan Avie, S.H. Disampaikan dalam TRAINING POLMAS DAN HAM BAGI TARUNA AKADEMI KEPOLISIAN DEN 47 TAHUN 2015 oleh PUSHAM UII Yogyakarta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa di Honolulu, Amerika Serikat, pada tanggal 5 September 2000, Konferensi Tingkat Tinggi Multilateral mengenai Konservasi dan Pengelolaan Sediaan Ikan

Lebih terperinci

HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar

HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK: Sebuah Pengantar (Civil and Political Rights: An Introduction) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Hak Asasi Manusia Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM Oleh : ANI PURWANTI, SH.M.Hum. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 PENGERTIAN HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL

KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL KEDUDUKAN SBKRI (SURAT BUKTI KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA) TERHADAP HAK WNI KETURUNAN TIONGHOA DITINJAU DARI HUKUM HAM INTERNASIONAL Oleh Anggun Pratiwi Ni Made Suksma Prijandhini Devi Salain Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Setiap manusia yang lahir sudah melekat hak asasinya. Orang lain tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Lembar Fakta No. 16 (Revisi 1) Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Lembar Fakta No. 16 (Revisi 1) Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Lembar Fakta No. 16 (Revisi 1) Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia 1 Seluruh hak asasi manusia bersifat universal, tidak terpisahkan dan saling tergantung dan saling

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM

Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM Dedi Afandi Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru, Indonesia Note : Makalah ini pernah dipresentasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai suatu organisasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB sebagai suatu organisasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang merupakan bagian dari komunitas dunia. Salah satu organisasi komunitas dunia tersebut adalah Perserikatan

Lebih terperinci

REGULASI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TINGKAT INTERNASIONAL. Triyanto. Dosen Prodi PPKn FKIP UNS Surakarta

REGULASI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TINGKAT INTERNASIONAL. Triyanto. Dosen Prodi PPKn FKIP UNS Surakarta REGULASI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA TINGKAT INTERNASIONAL Triyanto Dosen Prodi PPKn FKIP UNS Surakarta E-mail: try_uns@yahoo.com Abstract. The main instrument of international protection of human rights

Lebih terperinci