Implementasi Program Pembinaan Waria Oleh Lembaga Kasih Rakyat Di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Implementasi Program Pembinaan Waria Oleh Lembaga Kasih Rakyat Di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang"

Transkripsi

1 Artikel Penelitian Implementasi Program Pembinaan Waria Oleh Lembaga Kasih Rakyat Di Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Transsexual Cultivation Program Implementation By Lembaga Kasih Rakyat In Pancur Batu Subdistrict Deli Serdang Regency Mastauli Siregar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Abstrak Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya. Kurangnya kepedulian pemerintah dalam menangani permasalahan waria tersebut, membuat beberapa lembaga yang dikelola oleh pihak swasta turut serta dalam memberikan program pembinaan terhadap waria-waria tersebut. Kata kunci: Implementation, Program, Transsexual Abstract In communities that have a social order often see things out of the ordinary as something deviant and violating norms. Emergence as a social phenomenon transsexual regarded as deviant behavior by society in general. Lack of government awareness to issues such transvestites, making some institutions managed by private parties like the Institute Kasih Rakyat located in Medan city participated in providing training programs for transsexual, transsexual who are in Pancur Batu regency Deli Serdang. The purpose of this research to obtain data and information directly, realistic and objective about the Implementation Program Development transsexual by Institution Kasih Rakyat. Keywords: Implementation, Program, Transsexual Pendahuluan Dalam masyarakat selama ini hanya dua kategori gender, yakni laki-laki dan perempuan. Maka, munculnya jenis seksual seperti waria yang tidak mempunyai kejelasan posisi menjadi masalah karena dianggap berada di luar pola pengaturan sosial yang sudah baku. Dalam disiplin ilmu psikologi, dikenal beberapa gejala 7

2 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol., No., Juni 0 kewariaan. Di antaranya, transeksualitas, yaitu seseorang dengan jenis kelamin secara jasmani sempurna, namun secara psikis cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis. Tranvetis, yaitu nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelaminnya dan mendapat kepuasan seks dengan memakai pakaiaan dari jenis kelamin lainnya. Sedangkan hermafrodit, yaitu orang yang mempunyai dua jenis kelamin atau tidak kedua-duanya. Dalam konteks ini, kaum waria akan dilihat sesama anggota masyarakat yang keberadaannya tidak selalu ditentukan oleh kondisi tubuhnya saja, melainkan juga dimensi psikisnya. Mereka juga mempunyai hak, baik dalam pendidikan, politik, serta hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Pada masyarakat yang mempunyai keteraturan sosial sering memandang hal-hal yang di luar kewajaran sebagai sesuatu yang menyimpang dan melanggar norma. Penyimpangan diidentifikasi sebagai setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Norma diciptakan dan menjadi pedoman bagi masyarakat melalui proses kesepakatan sosial yang merujuk pada tuntunan agama atau kepercayaan yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan meskipun sesungguhnya normanorma tersebut mengalami pergeseran dan pada perkembangan selanjutnya bentuk-bentuk penyimpangan perilaku sosial dianggap sebagai suatu kewajaran. Munculnya waria sebagai fenomena sosial transsexual dianggap sebagai perilaku yang menyimpang oleh masyarakat pada umumnya. Pelaku transsexual di Indonesia disebut dengan istilah waria (wanita-pria), wadam (wanitaadam), banci atau bencong. Norma kebudayaan hanya mengakui dua jenis kelamin secara obyektif, yaitu pria dan wanita. Jenis kelamin itu sendiri mengacu kepada keadaan fisik alat reproduksi manusia. Kelly berpendapat bahwa mengenai jenis kelamin dapat mengakibatkan masyarakat menilai tentang perilaku manusia dimana pria harus berperilaku sebagai pria (berperilaku maskulin) dan wanita harus berperilaku sebagai wanita. Pandangan dari aspek psikologi mengatakan bahwa transeksual merupakan salah satu bentuk penyimpangan seksual baik dalam hasrat untuk mendapatkan kepuasan seksual maupun dalam kemampuan untuk mencapai kepuasaan seksual. Di lain pihak, pandangan sosial beranggapan bahwa akibat dari penyimpangan perilaku yang ditunjukkan oleh waria dalam kehidupan sehari-hari akan dihadapkan pada konflik sosial dalam berbagai bentuk pelecehan seperti mengucilkan, mencemooh, memprotes dan menekan keberadaan waria di lingkungannya. Kehadiran seorang waria menjadi bagian dari kehidupan sosial rasanya tidak mungkin untuk dihindari. Mereka akan terus bertambah selama belum ditemukan cara yang tepat untuk mencegahnya. Satu hal yang harus diperhatikan dalam hal ini, yaitu pengertian waria (transsexual), yang berbeda dengan homoseksual (perilaku seksual yang ditujukan pada pasangan sejenis) atau transvestisme (suka menggunakan pakaian wanita dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya). Walaupun hal tersebut juga merupakan bagian dari suatu kelainan seksual. Seorang transsexual khususnya seorang waria hanya akan bahagia apabila diperlakukan sebagai seorang wanita. Mereka akan mencari teman atau populasi yang keadaannya serupa dengan diri mereka agar mereka dapat diterima dan dihargai sebagai individu yang utuh, sebagaimana layaknya individu yang normal. Selanjutnya timbul masalah lain, yaitu pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini antara lain disebabkan oleh fakta, bahwa tidak semua waria memiliki bakat dan keterampilan yang memadai untuk bertahan hidup, sehingga cara yang mereka lakukan adalah menjajakan diri dalam dunia pelacuran. Kondisi ini merupakan dilema tersendiri bagi waria. Di satu sisi, masyarakat tidak membuka kesempatan pendidikan, kehidupan yang layak dan pekerjaan bagi waria. Sedangkan di sisi lain, seiring dengan menjamurnya prostitusi waria, pandangan masyarakat yang sering ditujukan pada waria adalah bahwa waria identik dengan prostitusi. Ironisnya, pada saat yang lain diam-diam, masyarakat juga tidak memiliki kestabilan diri dan tidak dapat menerima kritikan dari orang lain mengenai dirinya. 5 8

3 Siregar, Implementasi Program Pembinaan Waria Tidak adanya kepedulian dan solusi dari pemerintah dalam menyelesaikan masalah penyimpangan transeksualitas di Indonesia, jelas terlihat antara lain dari tidak adanya program pemberdayaan bagi mereka. Program-program pemberdayaan waria yang ada saat ini masih dipegang oleh berbagai organisasi dan LSM dalam dan luar negeri. Bukti nyata dari tidak adanya kepedulian pemerintah, bisa kita lihat dari fakta di lapangan. Salah seorang waria yang biasa mencari penghidupan di pinggiran jalan, mengaku kalau dirinya selalu saja diuber-uber Trantib. Tindak kekerasan dan pemerasan, baginya sudah menjadi hal yang biasa. Seandainya pun berhasil ditangkap, hal itu tidak membawa pengaruh baik sama sekali untuk diri dan kaumnya. 6 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang yang menjadi lokasi binaan Lembaga Kasih Rakyat. Program pembinaan diberikan kepada orang waria yang sekaligus menjadi populasi penelitian. Dengan menggunakan teknik simple random sampling ditentukanlah sampel sebanyak orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara penyebaran angket dan melakukan wawancara mendalam. Data yang dikumpulkan ditabulasi kemudian dianalisis dengan menggambarkan, menjelaskan dan memberikan interpretasi. Temuan dan Analisis Sosialisasi Program Pembinaan Lembaga Kasih Rakyat sering melakukan kunjungan-kunjungan ke masyarakat, dalam hal ini kepada kaum waria. Selain daripada itu Lembaga Kasih Rakyat juga melibatkan berbagai stakeholders untuk ikut berdiskusi mengenai permasalahan seperti seks menular, kesehatan reproduksi dan keterampilan. Hal ini dilakukan dalam rangka memperoleh dan memberikan informasi yang lebih lengkap dan ditinjau dari berbagai aspek. Menjadi tidak mengherankan kalau seluruh responden menyatakan bahwa mereka pernah mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat. Hal ini juga memperlihatkan, bahwa dalam diri responden terdapat keinginan untuk memperoleh informasi tentang permasalahan seperti seks menular, kesehatan reproduksi dan keterampilan. Keinginan seperti ini terdapat pada seluruh responden, sehingga mereka mengikuti dan mengetahui sosialisai. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Lembaga Kasih Rakyat merupakan kegiatan yang rutin. Karena itu merupakan bagian dari visi lembaga. Dengan demikian responden dalam hal ini para waria dengan sendirinya akan terlibat dalam sosialisasi, karena lembaga tersebut secara rutin menginformasikan kepada masyarakat. Tabel. Waktu Mengikuti Sosialisasi No Waktu F % Pagi Siang 9 0,9 59, Jumlah 00 Tabel di atas menyatakan bahwa 59,% waria yang mengikuti program pembinaan tersebut lebih menyukai sosialisasi itu dilakukan siang hari, karena responden memiliki waktu luang, walaupun waktu mereka padat tetapi di sela-sela waktu istirahat dapat dimanfaatkan untuk mengikuti sosialisasi. Sedangkan sebanyak 0,9% lainnya memilih pagi hari. Alasan waria tersebut lebih memilih siang hari karena pada malam hari mereka beraktifitas sebagai pekerja seks komersial. Sedangkan yang memilih pagi hari karena pada siang hari mereka beraktifitas pekerjaan seperti salon, menjahit, berdagang dan lain-lain. Dengan demikian pemilihan waktu mengikuti sosialisasi didasarkan pada jenis kegiatan ekonomi mereka. Tabel. Intensitas Mengikuti Program Sosialisasi No Intensitas F % kali kali kali > kali 8, 9, 6,6 9, Jumlah 00 9

4 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol., No., Juni 0 Berdasarkan data yang disajikan pada tabel dapat diketahui bahwa mayoritas responden telah mengikuti sosialisasi sebanyak kali atau lebih. Hal ini menunjukkan kepedulian dan ketertarikan mereka dalam program lembaga kasih rakyat tersebut. Tabel. Bentuk Sosialisasi yang Dilakukan No Bentuk F % Seminar Konseling 0 5,5 5,5 Jumlah 00 Tabel memperlihatkan bahwa ada jenis sosialisasi yang dilakukan oleh lembaga. Dalam hal ini ternyata keduanya mendapatkan respon yang hampir sama. Dimana sosialisasi dalam bentuk seminar diikuti oleh sebesar 5,5% dan yang tertarik dengan sosialisasi dalam bentuk konseling sebesar 5,5%. Sosialisasi dalam bentuk konseling lebih mudah dilaksanakan dibandingkan dengan bentuk seminar. Responden merasa lebih mudah mengerti dan bisa menjaga prinsip kerahasiaan bagi mereka yang mengikuti koseling tersebut. Selain itu bentuk sosialisasi ini juga dapat dilakukan kapan saja, sebab tidak ada waktu yang mengikat bagi responden. Tabel. Tema Sosialisasi No Tema F % Pencegahan HIV/ Penyakit Kelamin Pelatihan Ketrampilan 5 59,,7 8, Jumlah 00 Data yang disajikan pada tabel menunjukkan tema yang paling sering disosialisasikan adalah yang berkaitan dengan aktifitas/pekerjaan mereka sehari-hari sebagai PSK yaitu pencegahan HIV/AIDS dan penyakit kelamin, yakni mencapai 59.%. Sedangkan,7% mengikuti sosialisasi dalam bentuk pelatihan. Sebesar 8,% responden mengatakan bahwasanya keterampilan hanya berupa sosialisasi saja bukan langsung mereka mendapatkannya. Tabel 5: Pemahaman Sosialisasi Pembinaan No Pemahaman F % Memahami Kurang memahami Tidak memahami 7 77, 8,,5 Jumlah 00 Mayoritas responden atau 77,% menyatakan sudah memahami apa yang disosialisasikan pembinaan yang dilakukan. Sementara,7% responden menyatakan kurang/tidak memahami berbagai materi yang disosialisasi. Hal ini juga tentu saja mempengaruhi pola pemikiran dan pemahaman mereka tentunya. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa belum sepenuhnya anggota binaan Lembaga Kasih rakyat memahami sosialisasi yang telah dilakukan. Dengan demikian tentunya sosialisasi tersebut harus terus dilangsungkan, mengingat pemahaman terhadap hal tersebut penting untuk para responden. Dari hasil wawancara langsung dengan responden, secara umum mereka mengetahui akan bahaya virus HIV/AIDS, akan tetapi pengetahuan yang dalam akan bahaya virus tersebut tidak sepenuhnya mereka ketahui, hal ini disebabkan karena daya ingat serta kehadiran mereka yang tidak selalu rutin pada saat lembaga melaksanakan sosialisasi. Implementasi Program Pembinaan Waria oleh Lembaga Kasih Rakyat Tabel 6: Mengerti Atau Tidak Terhadap Pendidikan Seks yang Sehat Mengerti Kurang mengerti 8 8, 8,8 Jumlah 00 0

5 Siregar, Implementasi Program Pembinaan Waria Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebahagian besar yakni 8,% menyatakan bahwa mereka mengerti akan pendidikan seks yang sehat. Hanya 8,8% menyatakan bahwa mereka kurang mengerti terhadap pendidikan seks yang sehat. Sebahagian besar responden yang mengatakan bahwa mereka mengerti akan pendidikan seks yang sehat, terlihat bahwa mereka lebih antusias pada saat mengikuti pelatihan dan keterampilan yang diadakan oleh lembaga tersebut. Responden antusias mengikuti pelatihan dan keterampilan, karena mereka menganggap hal tersebut penting. Hal tersebut menjadi salah satu hal penunjang agar mereka mendapatkan pengetahuan, yang diharapkan bisa menjadi bekal dalam memenuhi kebutuhan. Berbagai jenis pelatihan dan ketrampilan diberikan oleh lembaga kepada responden. Hal ini bukan hanya semata sebagai program, akan tetapi agar para responden dapat menjadikan pelatihan dan ketrampilan yang diberikan sebagai sumber mata pencaharian bagi mereka, sehingga diharapkan dapat meminimalisir mereka dari pekerjaan-pekerjaan yang lebih akrab dengan mereka sebagai PSK. Bervariasinya pemberian pelatihan dan ketrampilan ini juga di karenakan berbedanya bakat yang dimiliki para responden. Tabel 7: Jenis Pelatihan dan Ketrampilan yang Diberikan Menjahit Salon Menganyam Memasak 6 7, 5,5 9, 9, Jumlah 00 Data yang disajikan pada tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 7,% mengatakan bahwa menjahit adalah jenis ketrampilan yang pernah mereka terima. Kemudian 5,5% mengatakan mereka memperoleh ketrrampilan mengenai salon, 9,% menganyam adalah ketrampilan dan 9,% memasak. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, bahwa mereka merasa tertarik terhadap pelatihan dan ketrampilan yang diberikan oleh lembaga kasih rakyat. Disamping sangat menambah pengetahuan bagi para responden, pelatihan dan ketrampilan yang diberikan ternyata sangat membantu menjadi mata pencaharian atau sumber penghasilan bagi para responden. Oleh karena itu mereka menjadi tertarik dan cenderung untuk mengikutinya apabila setiap kali pertemuan dilangsungkan. Tabel 8 : Waktu Pelatihan Sudah sesuai Kurang sesuai 6 6 7,8 7, Jumlah 00 Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 8 dapat dinyatakan bahwa sebahagian besar responden yaitu 7,8% mengatakan bahwa waktu pelatihan dan ketrampilan yang dilaksanakan sudah sesuai, sedangkan 7,% menyatakan kurang sesuai. Hal ini disebabkan rutinitas waktu pekerjaan mereka sama dengan waktu berlangsungnya pelatihan dan ketrampilan. Dari pengamatan dan wawancara yang dilakukan, seluruh responden memperoleh uang pada saat mereka mengikuti pelatihan dan ketrampilan yang diberikan oleh lembaga. Pemberian uang tersebut sebagai biaya pengganti transport bagi para responden ketika mereka mengikuti pelatihan dan ketrampilan yang diberikan oleh lembaga. Pemberian uang tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan program dan telah ditetapkan dalam anggaran. Tujuan dari pemberian itu sudah dipahami para waria, bahwa uang tersebut merupakan uang transport dalam mengikuti pelatihan dan keterampilan. Tabel 9: Kecukupan Dana Pengganti Transport Pelatihan Cukup Kurang Tidak cukup 6 7, 8, 5,5 Jumlah 00

6 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol., No., Juni 0 Berdasarkan data yang disajikan tabel 9 dapat dinyatakan bahwa hanya 7,% yang mengatakan bahwa uang pengganti transport yang diberikan sudah cukup. Sedangkan sebesar 7,7% mengatakan bahwa uang yang diberikan kurang/tidak cukup. Beberapa responden pernah meminta untuk penambahan jumlah nominal yang biasa diberikan karena berbedanya daerah mereka tinggal, sehingga bila di bandingkan tentu tidak seimbang dengan responden yang menerima dengan jumlah yang sama akan tetapi berbeda dalam jumlah jarak tempuh dan biaya yang harus di keluarkan. Tabel 0 : Ketersediaan Sarana dan Prasarana Mengikuti Pelatihan Ada Tidak tahu ,,8 Jumlah 00 Tabel di atas menunjukkan sebesar 68,% responden menyatakan bahwa pada saat pelatihan dan ketrampilan berlangsung lembaga menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan. Selain itu, terdapat,8% mengatakan tidak tahu. Hal tersebut dikarenakan selama ini terfokus kepada materi pelatihan, sehingga respoden tersebut tidak mengetahui kalau alat yang disediakan tersebut berasal dari pihak lembaga. Tabel : Kesesuaian Sarana dan Prasarana Pada Saat Mengikuti Pelatihan Sudah sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai 5 7 0,7,8 5,5 Jumlah 00 Data pada tabel di atas menunjukkan hanya sebesar,7% yang mengatakan kalau sarana dan prasarana yang disediakan pada saat pelatihan dan ketrampilan sudah sesuai dan memadai. Sedangkan 77,% mengatakan sarana dan prasarana yang disediakan kurang/tidak sesuai seperti yang mereka harapkan. Misalnya, mesin jahit yang masih dengan mendayung atau dengan kaki. Hasil wawancara dengan responden di dapat informasi bahwa masih terdapat kekurangan seperti tidak terpenuhinya alat-alat praktik yang dibutuhkan pada saat pelatihan dan ketrampilan diberikan. Sehingga responden harus secara bergilir untuk mendapat kesempatan melakukan praktik yang instruksikan ataupun diajarkan. Tabel : Penyampaian Informasi Mengikuti Pelatihan dan Ketrampilan No Media F % Telephone/HP Surat 9 59 Jumlah 00 Data pada tabel di atas menunjukkan sebesar % menerima informasi akan diadakan pelatihan dan ketrampilan melalui telephone/hp, dan 59% mengatakan melalui surat yang disampaikan lembaga. Penyampaian informasi karena mereka anggota tetap yang sudah terdaftar sebagai anggota resmi lembaga. Lembaga kasih rakyat tidak dapat memaksakan pertemuan wajib pelatihan keterampilan, karena keterbatasan waktu dari para waria. Mereka terhalang oleh pekerjaan, sehingga waktu mereka sangat terbatas untuk mengikuti kegiatan tersebut. Tabel : Alasan Mengikuti Pelatihan dan Ketrampilan Menambah wawasan 6 7, Menambah 6,7 ketrampilan 9,0 Lain-lain Jumlah 00 Tabel menunjukkan bahwa sebesar 7,% menyatakan alasan mengikuti kegiatan pelatihan dan ketrampilan karena ingin

7 Siregar, Implementasi Program Pembinaan Waria menambah wawasan. Sebesar 6,7% mengatakan untuk menambah ketrampilan. Mereka menganggap bahwa ketrampilan yang diberi selain sesuai dengan bakat juga dapat dipergunakan sebagai sumber penghasilan mereka. Ada 9,0% mengatakan hanya ingin mengisi waktu luang. Mereka sebenarnya hanya ingin mengikuti sosialisasi tentang HIV/AIDS dan penyakit kelamin. Tabel : Minat Melakukan Seks Tidak Sehat Setelah Mengikuti Program Tidak ada Biasa saja 9 86,,7 Jumlah 00 Tabel di atas menunjukkan 86,% responden mengatakan tidak ada lagi minat atau keinginan untuk melakukan kegiatan seks yang tidak sehat yang selama ini mereka kerjakan setelah mereka mengikuti program yang diberikan. Keterampilan yang diperoleh telah mereka jalani dan mulai tekuni sebagai mata pencaharian dan sumber penghasilan. Sementara sebesar,7% mengatakan biasa saja. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mereka masih sulit melepas kebiasaan dan penghasilan yang mereka peroleh dari kegiatan seks yang tidak sehat tersebut. Tabel 5 : Efektifitas Tidaknya Program Efektif Tidak efektif Biasa saja 7 77,,6 8, Jumlah 00 Berdasarkan tabel di atas dapat dinyatakan bahwa mayoritas responden atau sebesar 77,% mengatakan bahwa program yang dilaksanakan sudah efektif, terlihat dari pekerjaan mereka setelah mengikuti program tersebut. Sebesar,6% mengatakan tidak efektif, dan 8,% mengatakan biasa saja. Dari wawancara yang dilakukan para responden yang mengatakan biasa saja menginginkan adanya tambahan kegiatan ataupun jenis pelatihan lainnya, sehingga lebih menambah pengetahuan, wawasan serta keterampilan mereka. Kesimpulan Berdasarkan hasil paparan dan analisis data peneliti merumuskan kesimpulan sebagai berikut:. Pelaksanaan program pembinaan cegah tangkal HIV/AIDS yang dilakukan lembaga kasih rakyat kepada waria berlangsung dengan baik. Lembaga Kasih Rakyat dalam hal ini memiliki sumber daya manusia, anggaran serta ketersediaan sarana yang baik dan memadai untuk mendukung kegiatan tersebut.. Terdapat antusias dari para waria untuk mengikuti pembinan yang diberikan, sehingga mereka mengerti dan memahami pendidikan seks sehat, wawasan tentang infeksi menular seksual, dan penggunaan alat pengaman atau kondom serta bagaimana menjaga kesehatan reproduksinya.. Dalam melaksanakan programnya, Lembaga kasih rakyat senantiasa berpedoman pada strategi dan tujuan pelaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni dalam rangka meningkatkan pendidikan dan informasi masyaarakat tentang HIV/AIDS dan penyakit menular seks, kesehatan reproduksi serta menjadi pusat pembinaan bagi para waria.. Pelaksanaan program pembinaan keterampilan yang diberikan Lembaga kasih rakyat kepada para waria dalam bentuk keterampilan di bidang salon, tata rias dan menjahit telah memberikan dampak positif dalam bentuk perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik dalam kehidupan mereka. Hal tersebut terlihat dari peningkatan penghasilan para waria rata-rata diatas Rp sampai Rp Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah disajikan, peneliti mengajukan rekomendasi sebagai berikut:

8 Pemberdayaan Komunitas, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol., No., Juni 0. Waria merupakan kelompok masyarakat yang juga warga negara yang sah serta memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lain, namun kenyataannya, mereka sangat jarang atau hampir tidak pernah mendapat perhatian dari Pemerintah. Oleh karena itu, semestinya Pemerintah (pusat) maupun pemerintah daerah memberikan perhatian khusus kepada kelompok tersebut, dan secara khusus mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan mereka, baik di APBN maupun APBD masing-masing daerah.. Antusian dan keseriusan kelompok waria dalam mengikuti program sosialisasi yang dilakukan menunjukkan mereka sebenarnya mudah untuk diajak dan dilibatkan dalam pelaksanaan berbagai program. Oleh karena itu mereka perlu diberikan kesempatan untuk mengajukan aspirasi mereka berkenaan dengan apa saja yang mereka butuhkan untuk dirumuskan sebagai kebijakan.. Pemerintah perlu mengumpulkan NGO- NGO yang selama ini memberikan perhatian kepada kelompok waria, agar diketahui bagaimana kondisi nyata mereka, apa masalah yang mereka hadapi serta apa kebutuhan yang mereka harus penuhi. Melalui pertemuan tersebut, pemerintah belajar dalam menyusun dan menetapkan kebijakan serta program yang paling tepat bagi kelompok waria. Daftar Pustaka. Nadia, Z. (005). Waria Laknat atau Kodrat. Galang Press: Yogyakarta.. Horton, P.B. (999). Sosiologi. Erlangga: Jakarta.. Koeswinarno. (005). Hidup Sebagai Waria. : Kanisius: Yogyakarta.. Supraktiknya, A. (995). Mengenal Perilaku Abnormal. LKIS Pelangi Aksara: Yogyakarta. 5. Calhoun, J. F dan Accoella, J. R. (995). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Edisi III. Diterjemahkan oleh Satmoko. IKIP Semarang Press: Semarang. 6.Nurdiyansah.(007) /idnews/7959/idkanal/0.htm.Diaks es Tanggal 6 oktober 0,pukul :00 WIB.

9

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk

Lebih terperinci

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR

PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR PROSES PELAYANAN SOSIAL BAGI WARIA MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DI YAYASAN SRIKANDI SEJATI JAKARTA TIMUR Oleh: Chenia Ilma Kirana, Hery Wibowo, & Santoso Tri Raharjo Email: cheniaakirana@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih

BAB I PENDAHULUAN. Kebanyakan orang-orang hanya melihat dari kulit luar semata. Lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayangnya, belum banyak orang yang mengetahui seluk-beluk kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah sebuah kumpulan individu yang memiliki sebuah norma dan nilai sosial didalamnya yang tujuannya untuk menata keteraturan dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang

BAB I PENDAHULUAN. Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waria adalah laki-laki yang menunjukan sikap dan perilaku di dalam diri yang mengarah pada sisi perempuan. 1. sedangkan dalam pengertian dalam pandangan islam waria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria atau banci adalah laki-laki yang berorientasi seks wanita dan berpenampilan seperti wanita, (Junaidi, 2012: 43). Waria adalah gabungan dari wanita-pria

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya sebagai manusia, kita membutuhkan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi. Karena manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di jaman modern ini, banyak sekali waria yang hidup di dalam masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu paparan nyata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prostitusi merupakan persoalan klasik dan kuno tetapi karena kebutuhan untuk menyelesaikannya, maka selalu menjadi relevan dengan setiap perkembangan manusia dimanapun.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) sudah diketahui sejak dari zaman dahulu kala dan tetap ada sampai zaman sekarang. Penyakit infeksi menular seksual ini penyebarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koeswinarno (2004: 7-8) dalam bukunya Hidup Sebagai. layaknya perempuan. Orang-orang yang berperilaku menyimpang dari

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koeswinarno (2004: 7-8) dalam bukunya Hidup Sebagai. layaknya perempuan. Orang-orang yang berperilaku menyimpang dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat kita cenderung berpikiran oposisi biner, yaitu hanya mengakui hal-hal yang sama sekali bertentangan, misalnya hitam dan putih, baik dan buruk, kaya dan miskin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang terus berkembang selalu membawa pengaruh positif dan negatif. Dampak perkembangan yang bersifat positif selalu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya orang lain disekitarnya. Kebutuhan akan keberadaan orang lain disekitar kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam hidupnya akan selalu berkembang dan harus melalui tahap-tahap perkembangannya. Akibat dari perkembangan tersebut, manusia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini keragaman fenomena sosial yang muncul di kota-kota besar di Indonesia semakin kompleks dan berkembang dengan cepat, bahkan lebih cepat dari tindakan

Lebih terperinci

2015 REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI

2015 REKONSTRUKSI SOSIAL KEHIDUPAN KAUM WARIA DI KOTA CIMAHI 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waria adalah suatu fenomena yang semakin menjamur di Indonesia. Fenomena waria adalah sebuah fenomena yang dapat ditemui di hampir semua kota besar di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan individu tidak lepas dari pencarian identitas dan jati diri. Pencapaian kebermaknaan hidup dapat diartikan lebih luas sebagai usaha manusia untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang datang.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami pelecehan-pelecehan yang dilakukan oleh aparat-aparat yang. beralasan dari masyarakat pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan kaum waria seakan penuh dengan nilai-nilai negatif dalam pribadi seseorang dan segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari segi bahasa kata waria adalah singkatan dari wanita dan pria. Istilah lain waria adalah wadam atau wanita adam. Ini bermakna pria atau adam yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia pelaku transeksual atau disebut waria (Wanita-Pria) belum mendapat pengakuan dari masyarakat. Karena dalam hukum negara Indonesia hanya mengakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat adalah mahkluk sosial, di manapun berada selalu terdapat penyimpangan-penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah moral merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun masyarakat yang belum maju. Hal ini

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu : BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dijelaskan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. 5.1 Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multiethnic

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multiethnic BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multiethnic society). Selama ini, perjalanan bernegara menunjukkan bahwa penyelenggaraan negara terlalu

Lebih terperinci

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DINAMIKA KOGNISI SOSIAL PADA PELACUR TERHADAP PENYAKIT MENULAR SEKSUAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh : WENY KUSUMASTUTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Remaja (adolescence)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3

I. PENDAHULUAN Path-UNFPA journal. Volume Sarwono SW Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali. 3 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang diwarnai pertumbuhan dan perubahan munculnya berbagai kesempatan dan seringkali menghadapi resiko-resiko kesehatan reproduksi. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia di dunia ini memiliki hak yang sama untuk hidup damai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia di dunia ini memiliki hak yang sama untuk hidup damai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia di dunia ini memiliki hak yang sama untuk hidup damai sesuai dengan keinginan atau pilihannya. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human

BAB I PENDAHULUAN. STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH STUDI ini secara garis besar memotret implementasi program LSM H2O (Human Health Organization) dalam penanggulangan HIV/AIDS di Kota Medan. Dengan mengambil

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Yayasan Srikandi Pasundan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebelum seseorang menjadi waria, atau ia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog

BAB I PENDAHULUAN. Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Homoseksual pertama kali ditemukan pada abad ke 19 oleh seorang psikolog Jerman Karoly Maria Benkert. Walaupun istilah ini tergolong baru tetapi diskusi tentang seksualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 KEBERMAKNAAN HIDUP PADA ODHA (ORANG DENGAN HIV/AIDS) WANITA (STUDI KUALITATIF MENGENAI PENCAPAIAN MAKNA HIDUP PADA WANITA PASCA VONIS TERINFEKSI HIV/AIDS) Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

MAKNA HIDUP. Nama : Chitra Perdana S. NPM :

MAKNA HIDUP. Nama : Chitra Perdana S. NPM : MAKNA HIDUP WARIA Nama : Chitra Perdana S NPM : 10506046 ABSTRAK Manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian, mereka membutuhkan orang lain dalam kehidupannya Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan) NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini masih terdapat banyak penyakit di dunia yang belum dapat diselesaikan. Pada akhir abad ke-20 dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala yang timbul akibat 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Human Immuno-deficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang menyerang system kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kasus HIV/AIDS di Indonesia saat ini tergolong tinggi. Banyak ditemukan kasus-kasus baru yang muncul. Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PENELITIAN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL Ade Septia Lumban Gaol*, Hernawilly**, Gustop Amatiria ** Penyakit menular seksual (PMS) adalah salah satu penyakit

Lebih terperinci

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON Disusun oleh: Nama : NIP : LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Menikah di usia muda masih menjadi fenomena yang banyak dilakukan perempuan di Indonesia. Diperkirakan 20-30 persen perempuan di Indonesia menikah di bawah usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di daerah Yogyakarta cukup memprihatinkan dan tidak terlepas dari permasalahan kekerasan terhadap perempuan.

Lebih terperinci

PERMISIVISME MASYARAKAT TERHADAP PRAKTEK PROSTITUSI

PERMISIVISME MASYARAKAT TERHADAP PRAKTEK PROSTITUSI 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia kini sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Keberagaman bentuk perilaku seseorang, besar kecilnya di pengaruhi oleh lingkungan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mengesankan dan indah dalam perkembangan hidup manusia, karena pada masa tersebut penuh dengan tantangan, gejolak emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara

BAB I PENDAHULUAN. daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan merupakan salah satu daerah pesisir pantai yang ada di Medan. Sebagaimana daerah yang secara geografis berada di pesisir

Lebih terperinci

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual

Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual Faktor-faktor resiko yang Mempengaruhi Penyakit Menular Seksual a. Penyebab penyakit (agent) Penyakit menular seksual sangat bervariasi dapat berupa virus, parasit, bakteri, protozoa (Widyastuti, 2009).

Lebih terperinci

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA

COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA COPING KAUM GAY DALAM PENYESUAIAN SOSIAL MASYARAKAT DI YOGYAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S1 Psikologi Diajukan oleh : ANDRI SUCI LESTARININGRUM F 100

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan penelitian secara observasi partisipasi pasif yaitu. Faktor Lingkungan Keluarga

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan penelitian secara observasi partisipasi pasif yaitu. Faktor Lingkungan Keluarga BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Setelah melakukan penelitian secara observasi partisipasi pasif yaitu 1. Dari berbagai kasus yang ditemui penulis dilapangan, penulis menyimpulkan faktor yang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat pederitanya merasa bahwa identitas gendernya (sebagai laki-laki atau perempuan) tidak sesuai dengan anatomi biologisnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health. diperkirakan sebanyak 1.6 juta orang diseluruh dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV/AIDS sebagai salah satu epidemik yang paling menghancurkan pada sejarah, United National HIV/AIDS (UNAIDS) & Word Health Organization (WHO) 2012 menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal

BAB I PENDAHULUAN. Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lesbi merupakan suatu fenomena sosial yang tidak lagi mampu disangkal dan keberadaannya disadari sebagai sebuah realita di dalam masyarakat dan menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa remaja ini mengalami berbagai konflik yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang kita kenal dengan HIV/AIDS saat ini merupakan global health issue. HIV/AIDS telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN...

BAB I. PENDAHULUAN... ABSTRACT Research is conducted to find out the image of behavior of self-disclosure on transsexual transvestite in Bandung. Devito (2011) reveals that self-disclosure is a form of communication where someone

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja didefinisikan sebagai kondisi sehat yang menyangkut sistem fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja (Admin, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

2015 PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA D I PESANTREN AL-FATAH KOTAGED E YOGYAKARTA

2015 PEMBINAAN KEAGAMAAN BAGI SANTRI WARIA D I PESANTREN AL-FATAH KOTAGED E YOGYAKARTA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum tahun 1960-an, pusat-pusat pendidikan pesantren di Indonesia lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama

Lebih terperinci

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja

Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Pentingnya Sex Education Bagi Remaja Oleh: Diana Septi Purnama, M.Pd dianaseptipurnama@uny.ac.id WWW.UNY.AC.ID Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masalah-masalah kehidupan. Tanpa berpikir panjang mereka melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dari masalah-masalah kehidupan. Tanpa berpikir panjang mereka melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan berbagai macam tuntutan untuk dapat memenuhi semua yang di tuntutkan kepada mereka. Sehingga membuat mereka untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Menurut WHO, remaja adalah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tunagrahita merupakan bagian dari individu yang memiliki kebutuhan khusus. Salah satu cirinya adalah memiliki kecerdasan di bawah rata-rata, sehingga kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk yang besar. Penduduk yang besar, sehat dan produktif merupakan potensi dan kekuatan efektif bangsa. Begitu pula sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Permasalahan remaja sekarang ini cukup kompleks. Salah satu yang paling peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual remaja. Hal

Lebih terperinci

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA Ita Rahmawati 1 INTISARI Perubahan tanda-tanda fisiologis dari kematangan seksual yang tidak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya

BAB I PENDAHULUAN. adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi dunia mempengaruhi banyak bidang kehidupan, salah satunya adalah perubahan yang terjadi pada perkembangan pribadi seseorang. Masuknya media Eropa ke Asia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health Organization (WHO) 2012, kelompok

Lebih terperinci

PRIA TRANSEKSUAL (WARIA) DALAM PERSPEKTIF NILAI-NILAI MORAL SOSIAL (Studi Kasus di Seputaran Stadion Sriwedari kota Surakarta)

PRIA TRANSEKSUAL (WARIA) DALAM PERSPEKTIF NILAI-NILAI MORAL SOSIAL (Studi Kasus di Seputaran Stadion Sriwedari kota Surakarta) PRIA TRANSEKSUAL (WARIA) DALAM PERSPEKTIF NILAI-NILAI MORAL SOSIAL (Studi Kasus di Seputaran Stadion Sriwedari kota Surakarta) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan

I. PENDAHULUAN. kalangan remaja maupun dewasa tersebut. atau sesama pria.selain itu, seks antar sesama jenis tersebut sekarang bukan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa pemilihan yang akan menentukan masa depan seseorang. Tidak sedikit dari remaja sekarang yang terjerumus dalam berbagai permasalahan.tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. penerima pesan atau yang biasa disebut dengan komunikan.manusia merupakan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari komunikator dengan menggunakan berbagai media dan sarana sehingga dapat diterima oleh sang penerima pesan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Waria (wanita-pria) adalah laki laki yang secara fisik mereka adalah lakilaki normal, memiliki kelamin yang normal, namun mereka merasa dirinya perempuan, dan berpenampilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontra dalam masyarakat. Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan

I. PENDAHULUAN. kontra dalam masyarakat. Prostitusi di sini bukanlah semata-mata merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sekarang ini keberadaan wanita tuna susila atau sering disebut PSK merupakan fenomena yang tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahwasanya secara normatif wanita mempunyai hak dan kewajiban serta

BAB I PENDAHULUAN. Bahwasanya secara normatif wanita mempunyai hak dan kewajiban serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahwasanya secara normatif wanita mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan yang sama dengan pria dalam segala bidang kehidupan dan bidang pembangunan seperti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perjalanan hidup, manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS

BAB I PENDAHULUAN. akan mempunyai hampir tiga kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat yang memerlukan perhatian yang sangat serius. Ini terlihat dari jumlah kasus AIDS yang dilaporkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV ditemukan

Lebih terperinci

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis.

Buku Kesehatan dan Hak Seksual serta Reproduksi GWLmuda. Jadi singkatnya Seks bisa disebut juga sebagai Jenis kelamin biologis. BAB 2. SEKSUALITAS Apa itu Seks dan Gender? Sebelum kita melangkah ke apa itu seksualitas, pertanyaan mengenai apa itu Seks dan Gender serta istilah lain yang berkaitan dengan nya sering sekali muncul.

Lebih terperinci

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun KUESIONER PENELITIAN PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERSEPSI PENDERITA HIV/AIDS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TENTANG PENYAKIT AIDS DAN KLINIK VCT TERHADAP TINGKAT PEMANFAATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang berada pada masa yang potensial, baik dilihat dari segi kognitif, emosi maupun fisik. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia tumbuh dan berkembang menurut tahap-tahap perkembangannya. Dalam tahap perkembangan tersebut, manusia mengalami perubahan fisik dan psikologisnya. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan. Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa SMA di Klaten Laporan Hasil Survey Tentang Kekerasan terhadap Perempuan dan Perilaku Seksual Terhadap Siswa

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu

BAB 1 : PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah elemen terpenting dalam kehidupan yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Menurut World Health Organization (WHO) sehat itu sendiri dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas yang terdapat di Indonesia sangat banyak, salah satunya adalah komunitas waria. Sebuah komunitas dapat memunculkan variasi bahasa yang terbentuk untuk memudahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ibu rumah tangga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan

Lebih terperinci