BAB II PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI"

Transkripsi

1 BAB II PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI A. Kawasan Industri Indonesia Lahirnya kawasan industri di Indonesia untuk mendukung kegiatan industri yang efisien dan efektif di wilayah pusat pertumbuhan industri. Kawasan industri mulai di kembangkan pada awal tahun 1970 di Indonesia sebagai salah satu bentuk usaha untuk memenuhi kegiatan penanaman modal baik dari dalam maupun dari luar negeri. Pada awalnya kawasan industri hanya bisa dikembangkan oleh pemerintah melalui BUMN dan/atau badan usaha milik daerah (selanjutnya disebut BUMD). 24 Hal ini dikarenakan seluruh modal dalam kawasan industri berasal dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Seiring dengan perkembangan investasi yang terus meningkat dan untuk mempercepat pertumbuhan industri baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor maka pemerintah Indonesia mulai mengizinkan pihak swasta untuk terlibat dalam usaha kawasan industri melaui Kepres Nomor 53 Tahun Sejak pihak swasta di izinkan oleh pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam mengembangkan kawasan industri maka pertumbuhan kawasan industri bertumbuh dengan sangat pesat. Sampai pada tahun 2015 misalnya, jumlah kawasan industri yang tercatat di Himpunan Kawasan Industri (selanjutnya disebut HKI) adalah sebanyak 70 (tujuh puluh) kawasan industri yang tersebar di 13 (tiga belas) provinsi dengan total luas kawasan industri yang 24 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan Dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan, Pasal 6 ayat (2). 20

2 dikelola HKI per Juni 2015 seluas hektare dengan realisasi pembangunan seluas hektare atau 26,81 persen dari total lahan yang telah dibuka dengan jumlah tenant sebanyak tenant Pengertian kawasan industri Penjelasan sebelumnya telah dijelaskan sedikit mengenai latar belakang muncul dan berkembangnya kawasan industri di Indonesia. Namun, untuk lebih memahami pengertian dari kawasan industri tersebut maka akan dijelaskan mengenai pengertian dari kawasan industri di Indonesia. Di Indonesia istilah kawasan industri masih relatif baru. Istilah tersebut digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. 26 Secara terminologi kata kawasan industri di Indonesia sering disebut dengan istilah industrial estate sementara di beberapa negara lain menggunakan istilah industrial park. Kata kawasan yang ada di dalam kawasan industri adalah kata yang diambil dari bahasa lain, menurut bahasa Inggris kata kawasan lebih tepat dipakai dari kata area yang artinya scope or range of activity yang terjemahan bebasnya adalah daerah yang dipakai untuk suatu kegiatan. 27 Sedangkan kata kawasan menurut kamus bahasa Indonesia adalah daerah sedangkan daerah artinya adalah wilayah. 28 Dengan demikian kata kawasan (diakses pada 26 februari 2016) (diakses pada 26 februari 2016). 27 As Homby, oxford advance dictionary of current english, Twenty-fifth impression (USA: Oxford University Press,1989), hlm Amran Ys Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Cetakan ke V (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hlm

3 menurut pemahaman secara umum adalah sebuah kawasan yang diperuntukkan bagi suatu kepentingan tertentu. Menurut Soefaat kawasan adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta memiliki ciri tertentu/spesifik/khusus. 29 Selanjutnya kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus pada dasarnya adalah dua hal yang sama, yaitu berisi sekumpulan perusahaan yang relatif sejenis dan diberikan kemudahan-kemudahan oleh pemerintah. Sehingga dalam konteks ini kawasan industri tidak berbeda dengan kawasan ekonomi khusus. Hal ini menurut kementerian perindustrian yang mendefenisikan kawasan ekonomi khusus sebagai kawasan industri yang diberikan fasilitas kemudahan dan insentif serta infrastruktur yang memadai. 30 Kawasan industri di defenisikan sebagai pembangunan sarana baru yang diperuntukkan untuk industri tertentu atau sesuai dengan keunggulan daerah yang mampu menyediakan infrastruktur untuk membantu pengembangan operasional dan industri serta fasilitas pendukung yang berperan mendorong perkembangan industri tersebut. 31 Di Indonesia pengertian kawasan industri dapat mengacu pada ketentuan yang terdapat di dalam PP Nomor 142 Tahun 2015, yaitu merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang di kembangkan dan di kelola oleh perusahaan kawasan industri Soefaat et.al, Kamus Tata Ruang Edisi 1 (Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen PU/Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia, 1997), hlm hankek) (diakses pada 26 februari 2016). 31 Ibid., 32 Pasal 1 angka 4 PP Nomor 142 Tahun

4 Berdasarkan pernyataan diatas dapat di jelaskan secara konseptual bahwa kawasan industri merupakan kawasan yang dilengkapi dengan berbagai sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang telah disediakan oleh pengelola kawasan industri tersebut, sehingga para investor dan pengusaha akan memiliki semangat untuk memasukan dan menginvestasikan ke sektor industri. 33 Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas industri yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan-peralatan pabrik (industrial plants), sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank serta fasilitas sosial dan fasilitas umum. 34 Menurut Marsudi Djojodipuro, kawasan industri (industrial estate) merupakan sebidang tanah seluas beberapa ratus hektare yang telah di bagi dalam kavling dengan luas yang berbeda sesuai dengan keinginan yang diharapkan pengusaha. 35 Menurut Israd, defenisi dari kawasan industri adalah sekumpulan kegiatan yang timbul di tempat yang ditentukan dan dimiliki oleh sekelompok kegiatan yang mementingkan produksi, pemasaran atau hubungan timbal baliknya. 36 Berdasarkan defenisi-defenisi diatas dapat di simpulkan bahwa pengertian kawasan industri secara umum ialah kawasan yang di bentuk khusus untuk menjalankan fungsi perindustrian serta di berikan kemudahan-kemudahan oleh pemerintah bagi pihak-pihak yang menjalankan kegiatan perindustrian dalam wilayah kawasan industri Indonesia, yang dibentuk dalam rangka mempercepat 33 (diakses pada 26 februari 2016). 34 Roetanto W. Dirdjojuwono, Kawasan Industri Indonesia: Sebuah Konsep Perencanaan dan aplikasinya (Bogor: Pustaka Wirausaha Muda, 2004), hlm Marsudi Djojodipuro, Teori Lokasi (Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1992), hlm David M. Smith, Industrial Location (New York: John Wiley & Son, 1981), hlm

5 pencapaian pembangunan perekonomian nasional dalam sektor industri melalui kegiatan penanaman modal dan dapat memberikan dampak positif bagi negara Indonesia. Dengan demikian dapat ditarik beberapa unsur-unsur terkait kawasan industri, yaitu: a. Kawasan yang dibentuk untuk kegiatan perindustrian dan investasi. b. Mempunyai batasan yang jelas. c. Diperuntukkan untuk penyelenggaraan fungsi perindustrian, yang biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis). d. Memiliki fasilitas dan infrastruktur yang memadai. 2. Tujuan dan manfaat kawasan industri Tujuan pembangunan kawasan industri di Indonesia secara tegas terdapat di dalam PP Nomor 142 Tahun 2015, yaitu meliputi: 37 a. Mempercepat penyebaran dan pemerataan pembangunan industri Melalui kawasan industri maka usaha-usaha perindustrian yang ada di Indonesia yaitu seperti usaha industri kecil, usaha industri menengah maupun usaha industri besar akan mengalami penyebaran secara merata diseluruh wilayah negara Republik Indonesia terutama di daerah-derah yang ada di Indonesia. b. Meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan Melalui kawasan industri maka pembangunan maupun pengembangan perindustrian yang ada di Indonesia akan berdasarkan pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang dalam 37 Pasal 2 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun

6 mencukupi kebutuhannya. Ada 3 (tiga) hal yang tercakup didalam pembangunan berwawasan lingkungan yaitu pengelolaan sumber alam secara bijaksana, pembangunan berkesinambungan sepanjang masa dan peningkatan kualitas hidup. 38 Dengan demikian kawasan industri sangat mendukung peningkatan kualitas lingkungan hidup secara menyeluruh. Dengan cara mengelompokan kegiatan industri pada satu lokasi pengelolaan agar lebih mudah dalam menyediakan fasilitas pengolahan limbah dan juga pengendalian limbah. c. Meningkatkan daya saing investasi dan daya saing industri Melalui kawasan industri maka Indonesia dapat dan mampu untuk menghadapi tantangan-tantangan persaingan dari para pesaing asing dibidang industri maupun investasi. Untuk meningkatkan daya saing investasi maupun industri pemerintah melakukan pendekatan-pendekatan kepada penanaman modal khususnya penanaman modal asing dengan memberikan kemudahan-kemudahan dalam hal melaksanakan kegiatan perindustrian di wilayah kawasan industri serta pelayanan-pelayanan lainnya sebagai bentuk upaya yang dilakukan pemerintah. d. Memberikan kepastian lokasi sesuai tata ruang Melalui kawasan industri maka masalah yang berkaitan dengan penggunaan lahan serta masalah yang berkaitan dengan penentuan lokasi untuk usaha perindustrian di Indonesia akan dapat diatasi. Sebab semuanya sudah di tentukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah (selanjutnya disebut RTRW). Dengan demikian maka usaha perindustrian yang ada di Indonesia dapat dilakukan di lokasi yang sesuai dengan peruntukannya. 38 RM. Gatot P. Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm

7 Tim Koordinasi Kawasan Industri Departemen Perindustrian RI menjelaskan bahwa tujuan utama pembangunan dan pengusahaan kawasan industri (industrial estate) adalah untuk memberikan kemudahan bagi para investor sektor industri untuk memperoleh lahan industri dalam melakukan pembangunan industri. 39 Sedangkan manfaat dari adanya pembangunan kawasan industri di Indonesia ialah dirasakan oleh semua pihak baik oleh pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat Indonesia. Adapun manfaat yang dirasakan oleh pemerintah Indonesia adalah: a. Meningkatnya penerimaan pajak Melalui kawasan industri maka pemerintah Indonesia akan menerima pajak yang lebih banyak berupa pajak yang berasal dari pajak penghasilan, pajak penjualan dan pajak lainnya, dibanding dengan sebelum dibangunnya kawasan industri di Indonesia. b. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi negara maupun daerah di Indonesia Melalui kawasan industri maka perekonomian negara Indonesia maupun daerah Indonesia akan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini di karenakan pembangunan kawasan industri merupakan salah satu cara yang dapat menyebabkan pertumbuhan perekonomian negara Indonesia maupun daerah Indonesia mengalami peningkatan dari sebelumnya. c. Meningkatkan kesadaran (awareness) terhadap pembangunan industri yang berwawasan lingkungan Melalui kawasan industri maka segala pembangunan usaha perindustrian yang ada di kawasan industri Indonesia akan berdasarkan pembangunan yang 39 Tim Koordinasi Kawasan Industri Departemen Perindustrian, Kebijakan Pembangunan Kawasan Industri Pasca Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1989 Tentang Kawasan Industri, Seminar Pembangunan Kawasan Industri, Jakarta,

8 berwawasan lingkungan. Hal ini di karenakan setiap perencanaan pembangunan kawasan industri dilengkapi dengan studi analisis mengenai dampak lingkungan (selanjutnya disebut AMDAL). Menurut ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut dengan UUPPLH), bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 40 Dampak penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Menurut Fola S. Elasemiju, AMDAL atau environmental impact assement (EIA) muncul sebagai jawaban atas keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia khususnya pencemaran lingkungan akibat dari kegiatan industri pada tahun 1960-an. 41 d. Peningkatan nilai tanah akan menciptakan peningkatan investasi yang tinggi Melalui kawasan industri maka nilai-nilai tanah yang ada di Indonesia khususnya disekitar kawasan industri akan meningkat dan hal ini berpengaruh pula terhadap nilai investasi negara Indonesia. Selanjutnya, adapun manfaat yang dirasakan oleh pelaku usaha dalam kawasan industri Indonesia ialah mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha perindutrian yang dilakukan di dalam kawasan industri. Keuntungan tersebut didapatkan karena: 40 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 angka 11 yang selanjutnya disebut dengan UUPPLH. 41 Soemartono, Hukum Lingkungan Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 1998), hlm

9 a. Didalam kawasan industri terdapat kepastian hukum terhadap usaha yang dijalankan Kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah dalam kawasan industri berupa PP Nomor 142 Tahun 2015 dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya. Dengan adanya kepastian hukum tersebut maka para pelaku usaha akan merasa aman, terlindungi dan tidak merasa dirugikan dalam melaksanakan usaha perindustrian di dalam kawasan industri Indonesia. b. Pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan bagi proses pembangunan industri Kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah ialah dengan cara memberikan fasilitas berupa kemudahan dalam pembangunan dan pengelolaan tenaga listrik untuk kebutuhan sendiri dan industri di dalam kawasan industri. 42 Selain itu pemerintah juga memberikan insentif perpajakan 43 maupun insentif daerah. 44 Insentif perpajakan akan diberikan berdasarkan pengelompokan WPI. Kemudahan lainnya yaitu kemudahan dalam hal mengurus dan memperoleh IUKI serta kemudahan-kemudahan lainnya yang dapat menarik pelaku usaha ke dalam kawasan industri Indonesia. c. Pelaku usaha tidak perlu membiayai pembangunan infrastruktur karena telah disiapkan oleh pengelola kawasan industri Pengelola kawasan industri telah menyiapkan pembangunan infrastruktur industri yaitu berupa kawasan industri yang dapat dijadikan tempat pemusatan kegiatan usaha perindustrian yang ada di Indonesia, kemudian pelaku usaha hanya tinggal membeli atau menyewa kaveling di dalam kawasan industri tersebut dan 42 Pasal 42 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Pasal 41 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Pasal 43 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun

10 dituangkan di dalam bentuk perjanjian antara pelaku usaha dengan pengelola kawasan industri. Terakhir ialah manfaat kawasan industri yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Adapun manfaat tersebut ialah: a. Kesempatan kerja terbuka lebar bagi masyarakat yang masih belum memiliki pekerjaan Lapangan pekerjaan di Indonesia akan terbuka luas dengan adanya kawasan industri bagi masyarakat Indonesia yang belum memiliki pekerjaan. Sehingga hal ini dapat membantu masyarakat untuk mencari nafkah bagi kelangsungan hidupnya dan keluarga. b. Tersedianya balai latihan kerja untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di kawasan industri Balai latihan kerja dibangun dan disediakan dengan tujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten guna meningkatkan peran sumber daya manusia Indonesia di bidang kawasan industri yang sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia seperti kompetensi teknis dan kompetensi manajerial. c. Masyarakat dapat menikmati fasilitas sosial maupun fasilitas umum yang terdapat dalam kawasan industri Kawasan industri menyediakan fasilitas sosial maupun fasilitas umum bagi pelaku usaha kawasan industri, namun fasilitas tersebut juga dapat digunakan oleh masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal didekat daerah kawasan industri tersebut. Fasilitas sosial maupun fasilitas umum yang disediakan ialah seperti tempat ibadah, sekolah, ruang terbuka maupun perumahan. 29

11 Menurut Sadono Sukirno dalam praktiknya menyatakan bahwa penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk pembangunan industri di daerah guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut, dengan harapan akan diperoleh manfaat sebagai berikut: 45 a. Menghemat pengeluaran pemerintah untuk menciptakan prasarana. b. Untuk menciptakan efisiensi yang lebih tinggi dalam kegiatan industri. c. Untuk menciptakan perkembangan daerah yang lebih cepat dan memaksimalkan peran pembangunan daerah dalam keseluruhan pembangunan ekonomi. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa tujuan dari pembangunan kawasan industri di Indonesia menurut PP Nomor 142 Tahun 2015 telah memberikan banyak manfaat bagi pemerintah Indonesia, pelaku usaha maupun masyarakat Indonesia. 3. Kriteria pihak yang dapat melakukan pembangunan kawasan industri Sesuai dengan penjelasan pada bagian awal, telah di jelaskan sedikit bahwa lahirnya kawasan industri ialah untuk mendukung kegiatan perindustrian yang ada di Indonesia. Pembangunan kawasan industri di Indonesia mengacu pada ketentuan yang terdapat di dalam PP Nomor 142 Tahun Sebelum dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia maka terlebih dahulu harus diketahui mengenai kriteria-kriteria pihak yang dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia. Sebab tidak semua pelaku usaha dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia. 45 Sadono Sukirno, Ekonomi Pembangunan: proses, masalah dan dasar kebijaksanaan, Edisi ke-2 (Jakarta: Kencana, 2007), hlm

12 Menurut Pasal 6 PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa pembangunan kawasan industri dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk badan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan di Indonesia. 46 Berdasarkan pernyataan dalam Pasal 6 tersebut maka dapat diketahui bahwa kriteria pihak yang dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia adalah: a. Badan usaha yang berbentuk badan hukum Defenisi dari kata usaha di sini ialah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang perindustrian, yang dilakukan oleh setiap pengusaha dengan tujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. Suatu kegiatan dapat disebut usaha dalam arti hukum perusahaan apabila memenuhi unsur dalam bidang perekonomian, dilakukan oleh pengusaha dan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba. 47 Badan usaha yang berbentuk badan hukum disini ialah BUMN atau BUMD, koperasi dan perseroan terbatas (selanjutnya disebut PT). 48 BUMN menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 49 BUMD adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh daerah. Koperasi adalah organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama. Sedangkan PT merupakan 46 Pasal 6 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Muhammad Abdul Kadir, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hlm Pasal 6 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Pasal 1 angka 1. 31

13 perusahaan swasta atau merupakan suatu perusahaan yang berbentuk badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. b. Didirikan berdasarkan hukum Indonesia Badan usaha yang ingin membangun kawasan industri di Indonesia harus mengikuti hukum positif yang sedang berlaku di bidang kawasan industri yaitu berupa PP Nomor 142 Tahun c. Berkedudukan di Indonesia Pembangunan kawasan industri di Indonesia harus di bangun di wilayah negara Republik Indonesia yang berdasarkan RTRW. Ketiga kriteria yang telah disebut dan dijelaskan diatas dapat dijadikan pedoman dalam menentukan pihak-pihak yang dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia. Tujuannya ialah agar pembangunan kawasan industri dapat dibangun oleh pihak yang bertanggung jawab. B. Pembangunan Kawasan Industri Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun 2015 tentang Kawasan Industri Sesuai dengan penjelasan pada sub bab sebelumnya, telah dijelaskan tentang kriteria pihak yang dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia. Setelah memenuhi kriteria-kriteria tersebut maka barulah dapat dilakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia. Yang dimaksud dengan pembangunan kawasan industri adalah pelaksanaan konstruksi atau membangun kawasan industri secara fisik. 32

14 Menurut Pasal 9 PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa pembangunan kawasan industri dilakukan sesuai dengan pedoman teknis pembangunan kawasan industri. 50 Pedoman teknis pembangunan kawasan industri tersebut ditetapkan oleh menteri di bidang perindustrian. Adapun beberapa pedoman teknis pembangunan kawasan industri menurut Pasal 9 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun 2015, yaitu paling sedikit memuat: Pemilihan lokasi Membangun suatu kawasan industri di Indonesia tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan industri yang akan dibangun. Sebab pemilihan lokasi merupakan kegiatan awal yang dapat dilakukan oleh badan usaha dengan tujuan untuk mengumpulkan berbagai macam data dan informasi atas lokasi yang akan dikembangkan, untuk melihat kebutuhan lahan, untuk melihat alternatif lokasi maupun untuk melihat kesesuaian pemanfaat lokasi dengan RTRW setempat. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar pembangunan kawasan industri di Indonesia dapat terarah dan sesuai dengan peruntukannya. Menurut Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa pembangunan kawasan industri dilaksanakan di Kawasan Peruntukan Industri (selanjutnya disebut KPI), sesuai dengan RTRW. 52 Kawasan peruntukan industri menurut Pasal 1 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun 2015 adalah bentangan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan industri berdasarkan RTRW yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 53 Berdasarkan Pasal 2 tersebut, maka dapat diketahui 50 Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Pasal 9 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun Pasal 2 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun Pasal 1 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun

15 bahwa pembangunan kawasan industri di Indonesia dilakukan di kawasan yang telah di tentukan dan sesuai dengan RTRW. RTRW ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah negara Republik Indonesia yang rentan akan bencana, potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi serta geostrategis, geopolitik dan geoekonomi. Pelaksanaan dan penyelenggaraan RTRW dilakukan oleh menteri penataan ruang, gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. 2. Perizinan Setelah menentukan lokasi pembangunan kawasan industri yang sesuai dengan RTRW maka langkah selanjutnya yang wajib dilakukan oleh badan usaha ialah mengurus perizinan yang berkaitan dengan pembangunan kawasan industri di Indonesia. Adapun beberapa perizinan yang berkaitan dengan pembangunan kawasan industri di Indonesia ialah meliputi: a. Izin lokasi Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modalnya. 54 Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa bagi badan usaha yang akan melakukan pembangunan kawasan industri wajib terlebih dahulu mengurus izin lokasi agar badan usaha dapat memperoleh tanah yang diperlukan untuk pembangunan kawasan industri. Sebab 54 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2015 tentang Izin Lokasi, Pasal 1,angka1. 34

16 sebelum izin lokasi ditetapkan badan usaha dilarang melakukan kegiatan perolehan tanah. Selain itu izin lokasi merupakan salah satu syarat dalam permohonan hak atas tanah. Sebelum izin lokasi diberikan, harus diketahui dulu bahwa tanah yang dapat ditunjuk dalam izin lokasi adalah tanah yang diperuntukan untuk pembangunan kawasan industri sesuai dengan RTRW. Setelah itu barulah dapat diajukan permohonan izin lokasi. Permohonan izin lokasi diberikan dalam bentuk surat keputusan pemberian izin lokasi yang ditanda tangani oleh bupati/walikota atau untuk daerah khusus ibu kota Jakarta ditanda tangani oleh gubernur daerah khusus ibu kota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antara instansi terkait yang dipimpin oleh gubernur kepala daerah khusus ibu kota Jakarta atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya. Jangka waktu izin lokasi adalah selama 3 (tiga) tahun untuk luas lokasi lebih dari 50 Ha. Bagi badan usaha yang telah memperoleh tanah wajib mendaftar ke kantor pertanahan setempat. Kemudian tanah yang telah diperoleh tersebut wajib dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya. b. Izin mendirikan bangunan Izin mendirikan bangunan (selanjutnya disebut IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun baru, rehabilitasi/renovasi dan/atau memugar dalam rangka melestarikan bangunan sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. 55 Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa bagi badan usaha yang telah memperoleh izin lokasi dan ingin melakukan pembangunan kawasan industri 55 Republik Indonesia, Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Izin Membangun Bangunan, Pasal 1 angka 5 yang selanjutnya disebut dengan Permen Nomor 32 Tahun

17 diatas tanah perolehan maka badan usaha terlebih dahulu harus mengurus izin IMB. Tujuan dari izin IMB adalah untuk melegalkan bangunan yang telah dibangun diatas tanah perolehan sesuai dengan tata ruang yang telah ditentukan. Permohonan izin IMB diajukan kepada pemerintah daerah yaitu bupati/walikota. Namun, bupati/walikota dapat melimpahkan sebagian kewenangan penerbitan izin IMB kepada camat. 56 c. Dokumen Analisis dampak lalu lintas Analisis dampak lalu lintas (selanjutnya disebut ANDALALIN) adalah serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil ANDALALIN. 57 Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa bagi badan usaha yang telah memperoleh izin IMB dan akan melakukan pembangunan kawasan industri maka wajib untuk menyusun dokumen ANDALALIN agar gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta angkutan jalan disekitar pembangunan yang mungkin akan terjadi dapat diatasi. Nantinya dokumen hasil ANDALALIN ini akan dinilai oleh tim evaluasi serta hasil dokumen ANDALALIN harus mendapat persetujuan dari: 58 1) Menteri, untuk jalan nasional. 2) Gubernur, untuk jalan provinsi. 3) Bupati, untuk jalan kabupaten dan/atau jalan desa. 4) Walikota, untuk jalan kota. d. Izin lingkungan 56 Pasal 5 ayat (2) Permen Nomor 32 Tahun Republik Indonesia, Peraturan Menteri Nomor 75 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas, Pasal 1 yang selanjutnya disebut Permen Nomor 75 Tahun Pasal 2 ayat (1) Permen Nomor 75 Tahun

18 Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (selanjutnya disebut UKL-UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai persyaratan memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 59 Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa sebelum mengurus dan memperoleh IUKI maka terlebih dahulu badan usaha harus mengurus izin lingkungan. Hal ini dikarenakan kawasan industri merupakan salah satu usaha yang wajib memiliki AMDAL untuk menjaga lingkungan disekitar kawasan industri dari operasi proyek kegiatan perindustrian yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk memperoleh izin lingkungan dalam pembangunan kawasan industri maka badan usaha terlebih dahulu harus memenuhi beberapa tahapan yaitu: 1) Penyusunan dokumen AMDAL Dokumen AMDAL merupakan salah satu hal yang wajib disusun bagi setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan Pasal 22 UUPPLH yang menyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL. Dengan demikian badan usaha wajib terlebih dahulu untuk menyusun dokumen AMDAL sebelum dilakukannya pembangunan kawasan industri. Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Penyusunan dokumen AMDAL yang dilakukan oleh badan usaha harus melibatkan masyarakat. Selain itu, badan usaha juga dapat meminta bantuan pihak 59 Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, Pasal 1 angka 1 yang selanjutnya disebut dengan PP Nomor 27 Tahun

19 lain dalam menyusun dokumen AMDAL. Dalam penyusunan dokumen AMDAL badan usaha wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusunan AMDAL 60 yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi kompetensi penyusunan AMDAL yang ditetapkan oleh menteri perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. 2) Penilaian dokumen AMDAL Dokumen AMDAL yang telah selesai disusun akan dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh menteri perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya. 61 3) Pemohon dan penerbitan izin lingkungan Permohonan dan peneribitan izin lingkungan diajukan secara tertulis oleh badan usaha kepada menteri di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. 62 e. Izin prinsip Izin prinsip merupakan izin yang diberikan kepada badan usaha yang berbentuk badan hukum untuk melakukan penyediaan lahan, pembangunan infrastruktur kawasan industri serta pemasangan/instalasi peralatan dan kesiapan lain yang diperlukan dalam rangka memulai pembangunan kawasan industri. 63 Izin prinsip merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dan juga diperoleh oleh badan usaha sebelum mengurus IUKI. Permohonan izin prinsip diajukan kepada menteri perindustrian, gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya masing-masing melalui pelayanan terpadu satu pintu (selanjutnya 60 Pasal 28 ayat (1) UUPPLH. 61 Pasal 29 ayat (1) UUPPLH. 62 Pasal 42 ayat (1) PP Nomor 27 Tahun Pasal 1 angka 6 PP Nomor 142 Tahun

20 disebut PTSP). 64 Menurut ketentuan PP Nomor 142 Tahun 2015 pada Pasal 22- nya menyatakan bahwa bagi perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin prinsip dilarang melakukan pengalihan, penjualan dan/atau penyewaan kaveling industri. f. Izin usaha kawasan industri Setelah badan usaha yang akan melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia mengurus dan memperoleh izin lingkungan serta izin prinsip maka selanjutnya badan usaha harus mengurus IUKI sesuai dengan ketentuan Pasal 12 PP Nomor 142 Tahun 2015, yang menyatakan bahwa setiap kegiatan usaha kawasan industri wajib memiliki IUKI. 65 IUKI hanya diberikan kepada badan usaha yang sebagaimana dimaksud dalam kriteria pihak yang dapat melakukan pembangunan kawasan industri di Indonesia. Selain itu, IUKI hanya akan diberikan seluas lahan yang telah siap digunakan dan dikuasai yang dibuktikan dengan surat pelepasan hak (selanjutnya disebut SPH) atau sertifikat. Badan usaha yang telah memperoleh IUKI akan menjadi perusahaan kawasan industri. Sedangkan bagi perusahaan kawasan industri yang melakukan kegiatan usaha kawasan industri tetapi tidak memiliki IUKI maka berdasarkan Pasal 53 PP Nomor 142 Tahun 2015 akan dikenakan sanksi administratif. 66 Sanksi administratif yang diberikan dapat berupa peringatan tertulis, denda administratif dan penutupan sementara. Pemberian IUKI akan diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan izin lokasi berlangsungnya kegiatan usaha kawasan industri yang dilakukan serta pemerintah atau pemerintah daerah juga akan memberikan 64 Pasal 19 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun Pasal 12 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Pasal 53 PP Nomor 142 Tahun

21 kemudahan dalam hal penerbitan IUKI. Bagi kegiatan usaha kawasan industri yang berlokasi di dalam KPI sesuai dengan RTRW nasional maka IUKI akan diberikan oleh menteri di bidang perindustrian, Selain itu untuk kegiatan usaha kawasan industri yang berlokasi di dalam KPI sesuai dengan RTRW lintas wilayah provinsi dan/atau dalam rangka penanaman modal asing maka IUKI juga akan diberikan oleh menteri di bidang perindustrian, sedangkan untuk kegiatan usaha kawasan industri yang berlokasi di dalam KPI sesuai dengan RTRW lintas wilayah kabupaten/kota dan dalam wilayah kabupaten/kota maka IUKI akan diberikan oleh gubernur dan bupati/walikota. Penerbitan IUKI tidak dikenakan biaya. Jangka waktu IUKI berlaku sepanjang perusahaan kawasan industri masih menyelenggarakan kegiatan pengembangan dan pengelolaan hal ini berdasarkan Pasal 13 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun Menurut Pasal 31 ayat (1) menyatakan bahwa perusahaan kawasan industri yang telah memperoleh IUKI dapat diberikan hak guna bangunan (selanjutnya disebut HGB) atas tanah yang akan diusahakan dan dikembangkan. 68 Namun, dalam hal perusahaan kawasan industri merupakan BUMN atau BUMD maka dapat diberikan hak pengelolaan disamping HGB. 3. Pengadaan tanah Setelah pemilihan lokasi dan perizinan dilakukan maka langkah selanjutnya ialah melakukan pengadaan tanah. Tanah merupakan modal dasar pembangunan. Hampir tidak ada kegiatan pembangunan atau sektoral yang tidak 67 Pasal 13 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun Pasal 31 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun

22 memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan berhasil tidaknya suatu pembangunan. 69 Masa sekarang ini sangat sulit melakukan pembangunan kawasan industri untuk kepentingan umum diatas tanah negara dan selalu bersinggungan dengan tanah hak milik. Sebagai jalan keluar yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan pengadaan tanah bagi pembangunan kawasan industri yang dilakukan oleh lembaga pertanahan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah tersebut. Pengadaan tanah ialah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah di Indonesia dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (selanjutnya disebut UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum). Pelaksanaan pengadaan tanah menurut UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum ialah dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara. 4. Pematangan tanah Departemen Penerangan RI, 1982, Pertanahan Dalam Pembangunan Indonesia, Jakarta, hlm Penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Paragraf 2 yang selanjutnya disebut dengan UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 41

23 Setelah pengadaan tanah selesai dilakukan maka langkah selanjutnya ialah melakukan pematangan tanah. Pematangan tanah tidak termasuk ke dalam kegiatan usaha di bidang pertambangan. Untuk melakukan pematangan tanah terlebih dahulu badan usaha harus memperoleh izin pematangan tanah yang diajukan kepada menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing. Pematangan tanah ini bermula dari proses perataan tanah, pembentukan kavling, pembuatan jalan, saluran air dan listrik. Tujuan pematangan tanah adalah agar tanah siap untuk dibangun menjadi kawasan industri. 5. Pembangunan infrastruktur Setelah tanah sudah siap untuk dibangun maka langkah selanjutnya adalah menyediakan dan membangun infrastruktur untuk kawasan industri. Pembangunan infrastruktur terdiri dari 3 (tiga) yaitu infrastruktur industri, infrastruktur dasar dan infrastruktur penunjang. Menurut Pasal 10 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa infrastruktur industri paling sedikit meliputi: 71 a. jaringan energi dan kelistrikan; b. jaringan telekomunikasi; c. jaringan sumber daya air dan jaminan pasokan air baku; d. sanitas; dan e. Jaringan transportasi. 71 Pasal 10 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun

24 Infrastruktur industri ini disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. 72 Infrastruktur dasar menurut Pasal 11 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun 2015 paling sedikit meliputi: 73 a. instalasi pengolahan air baku; b. instalasi pengolahan air limbah; c. saluran drainase; d. instalasi penerangan jalan; dan e. Jaringan jalan. Infrastruktur dasar ini wajib disediakan bagi perusahaan kawasan industri. 74 Sedangkan menurut Pasal 10 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa infrastruktur penunjang paling sedikit meliputi: 75 a. perumahan; b. pendidikan dan pelatihan; c. penelitian dan pengembangan; d. kesehatan; e. pemadam kebakaran; dan f. Tempat pembuangan sampah. Infrastruktur penunjang ini disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing dan perusahaan kawasan industri juga dapat menyediakan infrastruktur penunjang dan sarana penunjang di dalam kawasan industri. 6. Pengelolaan 72 Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Pasal 11 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun Ibid., 75 Pasal 10 ayat (3) PP Nomor 142 Tahun

25 Menurut Pasal 33 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa pengelolaan kawasan industri dilakukan oleh perusahaan kawasan industri. 76 Namun, pada ayat (2)-nya menyatakan bahwa perusahaan kawasan industri dapat menunjuk pihak lain untuk melakukan pengelolaan kawasan industri. Pihak lain tersebut ialah perusahaan lain yang ditunjuk oleh perusahaan kawasan industri untuk melakukan pengelolaan di dalam kawasan industri dan penunjukan tersebut disertai dengan perjanjian yang dibuat antara perusahaan kawasan industri dengan perusahaan lain serta perusahaan lain tersebut akan mendapatkan imbalan atas jasa pengelolaan kawasan industri yang dilakukannya. Jangka waktu berlakunya perjanjian tersebut ialah sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan. Pengalihan pengelolaan kawasan industri dilaksanakan apabila perusahaan kawasan industri telah memiliki IUKI, telah membuat perjanjian pengalihan pengelolaan antara perusahaan kawasan industri dengan perusahaan lain serta kaveling kawasan industri yang akan dialihkan pengelolaannya telah memperoleh HGB. Penunjukan pengelolaan kawasan industri kepada perusahaan lain tersebut mengakibatkan sebagian atau seluruh hak dan kewajiban pengelolaan kawasan industri yang dimiliki oleh perusahaan kawasan industri beralih kepada perusahaan lain. Namun, hal itu bukan berarti perusahaan kawasan industri dapat bebas dari tanggung jawabnya melainkan perusahaan kawasan industri tetap bertanggungjawab atas pengelolaan kawasan industri. Hal ini dikarenakan perusahaan lain tersebut hanya sebatas pihak yang akan membantu perusahaan kawasan industri dalam hal mengelola kawasan industri sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. 76 Pasal 33 ayat (1) PP Nomor 142 Tahun

26 Penunjukan pengelolaan kawasan industri kepada perusahaan lain harus diberitahukan kepada pemberi IUKI yaitu menteri perindustrian, gubernur dan/atau bupati/walikota sesuai dengan lokasi kawasan industri tersebut. Tujuannya ialah agar perusahaan lain yang ditunjuk dapat melakukan pengelolaan di dalam kawasan industri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembangunan kawasan industri di Indonesia berdasarkan PP Nomor 142 Tahun 2015 dilakukan sesuai dengan pedoman teknis pembangunan kawasan industri yang telah ditetapkan oleh menteri di bidang perindustrian. C. Perluasan Kawasan Industri di Indonesia Perluasan kawasan industri di Indonesia dapat dilakukan bagi setiap perusahaaan kawasan industri yang ingin melakukan perluasan kawasan industri. Perluasan kawasan industri ini hanya dapat dilakukan di dalam KPI. Menurut Pasal 1 angka 8 PP Nomor 142 Tahun 2015 menyatakan bahwa perluasan kawasan industri (selanjutnya disebut dengan perluasan kawasan), adalah penambahan luas lahan kawasan industri dari luas lahan sebagaimana tercantum dalam IUKI. 77 Perluasan kawasan dapat dilakukan sepanjang perusahaan kawasan industri memiliki izin perluasan kawasan industri. Apabila perusahaan kawasan industri melakukan perluasan kawasan tanpa adanya izin perluasan kawasan industri maka berdasarkan Pasal 54 PP Nomor 142 Tahun 2015 akan dikenakan 77 Pasal 1 angka 8 PP Nomor 142 Tahun

27 sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif dan/atau penutupan sementara. 78 Permohonan izin perluasan kawasan diajukan kepada menteri di bidang perindustrian, gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing melalui PTSP. PTSP menurut Peraturan Menteri Nomor 5 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemberian Izin Kawasan Industri Dan Izin Perluasan Kawasan Industri adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakuakan dalam satu tempat. 79 Pelayanan terpadu satu pintu juga merupakan cerminan dari peningkatan pelayanan pemerintah kepada perusahaan kawasan industri yang ingin melakukan perluasan kawasan. Bentuk peningkatan pelayanan yang dilakukan pemerintah berupa kemudahan pelayanan dan informasi mengenai perizinan perluasan kawasan industri kepada perusahaan kawasan industri. Sebelum mengajukan permohonan izin perluasan kawasan industri, perusahaan kawasan industri harus terlebih dahulu memenuhi ketentuan-ketentuan dalam mengajukan permohonan izin perluasan kawasan industri, seperti telah menguasai dan selesai menyiapkan lahan kawasan industri sampai dapat digunakan dan dikuasai dengan bukti adanya SPH atau sertifikat, menyusun perubahan AMDAL, perencanaan dan 78 Pasal 54 PP Nomor 142 Tahun Republik Indonesia, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 05 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Kawasan Industri Dan Izin Perluasan Kawasan Industri, Pasal 1 angka

28 pembangunan infrastruktur kawasan industri serta kesiapan lain dalam rangka perluasan kawasan. Selain itu, permohonan izin perluasan kawasan industri dilakukan dengan paling sedikit melampirkan: fotokopi IUKI; 2. dokumen rencana perluasan kawasan; 3. data kawasan industri 2 (dua) tahun terakhir 4. perubahan izin lingkungan; 5. fotokopi susunan pengurus/pengelola kawasan industri; dan 6. Dokumen lain yang dipersyaratkan peraturan perundang-undangan. Pemenuhan ketentuan-ketentuan tersebut dilakukan melalui pemeriksaan lapangan yang hasilnya akan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Setelah hasil pemeriksaan selesai dituangkan dalam berita acara pemeriksaan maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya berita acara pemeriksaan menteri perindustrian, gubernur dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menentukan dan melakukan: menerbitkan izin perluasan kawasan industri dalam hal ketentuan dan persyaratan dipenuhi dengan lengkap dan benar; atau 2. Menolak permohonan dalam hal tidak memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah ditentukan sebelumnya dan/atau terdapat ketidaksesuaian dokumen. Mengenai biaya penerbitan, jika menteri perindustrian, gubernur dan bupati/walikota menerbitkan izin perluasan kawasan industri maka perusahaan 80 Pasal 27 ayat (2) PP Nomor 142 Tahun Pasal 28 PP Nomor 142 Tahun

29 kawasan industri tidak perlu membayar biaya penerbitan. Hal ini sesuai dengan yang tercantum di dalam Pasal 29 PP Nomor

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.365, 2015 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5806) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 142 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 63 ayat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 7-8 Juli 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI Draf tanggal 25-26 Agustus 2014 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DAN IZIN USAHA KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

2 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.224, 2014 KEMENPERIN. Izin Usaha. Izin Perluasan. Kawasan Industri. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05/M-IND/PER/2/2014 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI Pokok-Pokok Substansi PERATURAN PEMERINTAH NO 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI LATAR BELAKANG PP TENTANG KAWASAN INDUSTRI Dengan diberlakukannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8)

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8) BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.988, 2016 KEMENPERIN. Usaha dan Perluasan. Kawasan Industri. Izin. Pemberian. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39/M-IND/PER/7/2016 TENTANG TATA

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI PENYEMPURNAAN SUBSTANSI PP 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI

DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI PENYEMPURNAAN SUBSTANSI PP 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DIREKTORAT JENDERAL PENGEMBANGAN PERWILAYAHAN INDUSTRI PENYEMPURNAAN SUBSTANSI PP 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI PERUBAHAN PP 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI SESUAI AMANAH DEREGULASI SEPTEMBER

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 20

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 12 TAHUN : 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2008 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. IZIN USAHA. Industri. Ketentuan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 41/M-IND/PER/6/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA 013 NOMOR : P.14/Menlhk-II/2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN KAWASAN SILVOPASTURA PADA HUTAN PRODUKSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 127 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PELAYANAN PEMBERIAN IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 5 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI,

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5806 INDUSTRI. Kawasan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 365 Tahun 2015). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOABARU NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.316, 2016 KESRA. Perumahan. Berpenghasilan Rendah. Masyarakat. Pembangunan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6004). PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

Perubahan Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan oleh Auraylius Christian

Perubahan Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan oleh Auraylius Christian Perubahan Tata Cara Perizinan Usaha Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 4 Mei 2016 telah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT MINERAL LOGAM, MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN DI KABUPATEN BURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN BISMILLAHHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR, Menimbang : Mengingat: a. bahwa keanekaragaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS KAWASAN PERUMAHAN, KAWASAN PERDAGANGAN DAN JASA, SERTA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2016 SUMBER DAYA ENERGI. Percepatan Pembangunan. Infrastruktur Ketenagalistrikan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG PENERBITAN IZIN LOKASI DAN PERSETUJUAN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.40, 2013 KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. Pelaksanaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.101 2016 KESRA. Perumahan. Kawasan Pemukiman. Penyelenggaraan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5883) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 26 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG USAHA INDUSTRI DAN PERDAGANGAN, DAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN DENGAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 164 /PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN P EMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN - 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAMBANGAN. KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dengan adanya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 164/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PEMANFAATAN BARANG MILIK NEGARA DALAM RANGKA PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa pemanfaatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG IJIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IJIN PERLUASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 26/Permentan/OT.140/2/2007 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR: 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa sebagai upaya pengendalian agar penggunaan tanah dalam

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan usaha penyediaan

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN. TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN. TENTANG BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR. TAHUN. TENTANG PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.508, 2009 BKPM. Permohonan. Penanaman Modal. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN TATA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Kata pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan. 8 Banyak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, IZIN PERLUASAN DAN TANDA DAFTAR INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa mineral dan batubara yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Daerah perlu menjamin iklim usaha yang

Lebih terperinci

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 1 BUPATI BALANGAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA INDUSTRI, TANDA DAFTAR INDUSTRI DAN IZIN PERLUASAN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN, UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN UPAYA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PENYEDIAAN, PENYERAHAN, DAN PENGELOLAAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN

Lebih terperinci