PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN KAMPUNG BUDAYA SETU BABAKAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN KAMPUNG BUDAYA SETU BABAKAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN BERKELANJUTAN KAMPUNG BUDAYA SETU BABAKAN SEBAGAI DAYA TARIK WISATA Sustainable Development of Setu Babakan Culture Village as a Tourist Attraction Maryetti, Yohanes Sulistyadi, Darmawan Damanik, Hindun Nurhidayati, FX Setio Wibowo Dosen pada Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid Jakarta Jl. Kemiri No.22 Pondok Cabe Pamulang Emali: Maryetti08@yahoo.co.id PENDAHULUAN Ditinjau dari sudut kepariwisataan daerah merupakan asset yang tak ternilai harganya dan daerah di Indonesia memiliki unsur keindahan, keaslian, kelangkaan dan dan keutuhan serta memiliki keanekaragaman flora dan fauna, agroekosistem dan gejala alam, adat-istiadat yang dapat dijadikan sebagai obyek daya tarik wisata bila dikemas secara profesional dan merupakan keunggulan, keandalan pariwisata Indonesia. Keunikan dan keaslian senibudaya dan keadaan ekosistem daerah harus dilestarikan, dikembangkan, dipromosikan secara penuh. Sampai saat ini pembangunan kepariwisataan yang dilakukan pemerintah masih sangat sedikit menyentuh komunitas masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kepariwisataan hendaknya didasarkan atas peran serta masyarakat. Setu Babakan sebagai suatu Daerah Tujuan Wisata berada di Jakarta Selatan memiliki potensi pengembangan yang baik dengan adanya berbagai jenis obyek dan atraksi wisata melalui peningkatan kemampuan masyarakat. Keunikan dan keaslian senibudaya dan keadaan ekosistem desa setempat merupakan arah selera dunia masa kini dan harus dilestarikan, dikembangkan, dipromosikan dengan penuh percaya diri guna memperkokoh jati diri desa. Sampai saat ini, pengembangan kawasan wisata yang diarahkan menjadi daerah tujuan wisata diasumsikan disebabkan antara lain oleh: adanya orientasi pembangunan pariwisata yang masih berpegang pada paradigma lama kepariwisataan yaitu pariwisata untuk kemewahan, hura-hura, massal dan kesenangan belaka; masih kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat terhadap pem- Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

2 bangunan pariwisata berkelanjutan dan; masih rendahnya peranan lembaga pendidikan dan penelitian untuk mengembangkan desa dengan orientasi pariwisata. Perencanaan dalam pengembangan pariwisata menurut (Inskeep, 1991:25) meliputi (1) perencanaan pengembangan ekonomi, (2) perencanaan penggunaan fisik lahan atau area, (3) infra struktur, (4) fasilitas sosial, (5) taman dan perencanaan konservasi, (6) perencanaan kelembagaan dan (7) perencanaan wilayah. Tingkat keberhasilan suatu perencanaan pengembangan pariwisata dapat diukur melalui indikator sosial ekonomi antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan peluang dan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan yang ditimbulkan tingkat kunjungan wisatawan. Pada umumnya pengembangan pariwisata (berkelanjutan) dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu menetapkan potensi daya tarik wisata Setu Babakan dalam rangka memberdayakan sosialekonomi masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat; menciptakan daerah wisata yang unik untuk dikunjungi melalui program Sapta Pesona; serta mempersiapkan masyarakat untuk menerima kunjungan wisatawan melalui program kebersihan lingkungan baik sanitasi dan pengelolaan sampah. Permasalahan-permasalahan di atas merupakan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Dengan demikian maka tujuan penelitian ditetapkan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui identifikasi potensi daya tarik wisata daerah Setu Babakan sebagai langkah pemberdayaan masyarakat 2. Merumuskan potensi unik Setu Babakan sebagai daya tarik pariwisata 3. Mempersiapkan masyarakat untuk menerima kunjungan wisatawan melalui hygiene dan sanitasi dan pengelolaan sampah yang baik Beberapa penelitian tentang pengembangan dan identifikasi potensi pariwisata di daerah sudah dilakukan antara lain dengan tema Kajian Kesesuaian Kawasan Situ Babakan dan Situ Manggabolong Sebagai Perkampungan Budaya Betawi yang dilakukan oleh Daniel Azka Alfarobi tahun Kemudian tema Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan Wisata Budaya oleh Diana Susilowati. Selanjutnya tema Kajian Sumber Daya Setu Babakan Untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta oleh Arif Syaichu Nur Alam tahun Terakhir adalah tema Strategi Pengembangan Perkampungan 28 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

3 Budaya Betawi Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Propinsi DKI Jakarta oleh Leski Rizkinaswara Y tahun Tema-tema tersebut oleh penulis dijadikan sebagai landasan untuk melakukan penelitian kali ini, dimana masalah potensi dan pemberdayaan masyarakat sebagai fokus penelitian. Pengertian kepariwisataan sendiri telah menunjukkan potensinya dalam membuka lapangan pekerjaan dan menumbuh kembangkan aktivitas yang dapat menghasilkan pendapatan dan menguntungkan bagi komunitas lokal di daerah tujuan. Sektor kepariwisataan menyediakan sejumlah nilai pemasukan dan ksempatan untuk menciptakan lapangan pekerjaan dalam aktivitas penciptaan generasi yang akan datang skala kecil maupun menengah, untuk kemudian menciptakan jalan menuju penghapusan kemiskinan bagi masyarakat dan komunitas lokal di negara berkembang. Suwantoro (1997: 74) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan, yaitu: pariwisata budaya (cultural tourism), ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata pedesaan (village tourism), gastronomi (culinary tourism), pariwisata spiritual (spiritual tourism) dan lainnya. Sedangkan wisata diartikan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Seorang wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/negara karena tertarik oleh sesuatu yang menarik dan menyebabkan wisatawan berkunjung ke suatu tempat/daerah/negara disebut daya tarik dan atraksi wisata (Mappi, 2001 : 30). Jenis-jenis obyek wisata, dimana pada saat ini dikenal sebagai daerah tujuan wisata dikelompokan menjadi tiga, yaitu: 1. Wisata alam, misalnya : laut, pantai, gunung (berapi), danau, sungai, fauna (langka), kawasan lindung, cagar alam, pemandangan alam dan lain-lain 2. Wisata budaya, misalnya : upacara kelahiran, tari-tari (tradisional), musik (tradisional), pakaian adat, perkawinan adat, upacara turun ke sawah, upacara panen, cagar budaya, bangunan bersejarah, peninggalan tradi-sional, festival budaya, kain tenun (tradisional), tekstil lokal, pertunjukan (tradisional), Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

4 adat istiadat lokal, museum dan lain-lain; 3. Wisata buatan, misalnya: sarana dan fasilitas olahraga, permainan (layangan), hiburan (lawak atau akrobatik, sulap), ketangkasan (naik kuda), taman rekreasi, taman nasional, pusatpusat perbelanjaan dan lain-lain. Disamping daerah tujuan wisata tentu diperlukan adanya pemberdayaan masyarakat setempat, sebagai bagian dari daya tarik daerah wisata. Upaya untuk memampukan dan memandirikan masyarakat ditegaskan oleh Merriam (1985), mengandung dua pengertian yaitu: (1) upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan berbagai kebijakan dan programprogram pembangunan, agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang diharapkan; (2) memberikan kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas kepada masyarakat agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan keputusan dalam rangka membangun diri dan lingkungan-nya secara mandiri. Lebih lanjut Kartasasmita (1996), menyatakan bahwa memberdayakan adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan atau dengan kata lain memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Berkenaan dengan pemaknaan konsep pemberdayaan masyarakat, Ife (1995) menyatakan bahwa : Empowerment is a process of helping disadvantaged groups and individual to compete more effectively with other interests, by helping them to learn and use in lobbying, using the media, engaging in political action, understanding how to work the system, and so on (Ife, 1995). Menurut Swasono (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Sumber daya alam dikembangkan melalui upaya mencegah kepunahan keanekaragaman hayati melalui rehabilitasi dan konservasi. Kegiatan rehabilitasi dengan memperbaiki ekosistem yang telah mengalami kerusakan akibat meningkatnya aktivitas manusia. Sedangkan kegiatan 30 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

5 konservasi dengan upaya perlindungan ekosistem, baik hasil rehabilitasi mapun ekosistem yang ada. Dalam melakukan konservasi, Indonesia termasuk negara yang telah meratifikasi kesepakatan internasional dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1994, tanggal 1 Agustus Tujuan keseluruhan dari kegiatan konservasi untuk melestarikan keanekaragaman hayati, menyelenggarakan pemanfaatannya secara berkelanjutan dan pembagian keuntungan yang adil dan merata dari pemanfaatan komponen keanekaragaman hayati. Dewasa ini maupun pada masa yang akan datang, kebutuhan akan berwisata akan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dunia, serta perkembangan penduduk dunia yang semakin membutuhkan refreshing akibat dari semakin tingginya kesibukan kerja. Menurut Fandeli (1997), faktor yang mendorong manusia berwisata adalah (a) keinginan untuk melepaskan diri dari tekanan hidup sehari-hari di kota, keingin untuk mengubah suasana dan memanfaatkan waktu senggang; (b) kemajuan pembangunan dan bidang komunikasi dan transportasi; (c) keinginan untuk melihat dan memperoleh pengalamanpengalaman baru mengenai budaya masyarakat dan tempat lain; (d) meningkatnya pendaptan yang dapat memungkinkan seseorang dapat dengan bebas melakukan perjalanan yang jauh dari tempat tinggalnya Faktor-faktor pendorong pengembangan pariwisata di Indonesia menurut Spilane (1987) adalah (a) berkurangnya peranan minyak bumi sebagai sumber devisa Negara jika dibandingkan dengan waktu lalu; (b) merosotnya nilai ekspor pada sektor nonmigas; (c) adanya kecendurungan peningkatan pariwisata secara konsisten; (d) besarnya potensi yang dimilki oleh bangsa Indonesia bagi pengembangan pariwisata. Menurut Yoeti (1997: 2-3), pengembangan pariwisata perlu memperhatikan beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu: (a) Wisatawan (Tourist) harus diketahui karakteristik dari wisatawan, dari negara mana mereka datang, usia, hobi, dan pada musim apa mereka melakukan perjalanan; (b) transportasi harus dilakukan penelitian bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata yang dituju; (c) atraksi/obyek wisata yang akan dijual, apakah memenuhi tiga syarat seperti; Apa yang dapat dilihat (something to see); Apa yang dapat dilakukan (something to do); Apa yang dapat dibeli (something to buy); (d) fasilitas pelayanan apa saja yang tersedia di DTW tersebut, Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

6 bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restaurant, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor pos, telepon/teleks yang ada di DTW tersebut; (e) informasi dan Promosi diperlukan publikasi atau promosi, kapan iklan dipasang, kemana leaflets/ brosur disebarkan sehingga calon wisatawan mengetahui tiap paket wisata dan wisatawan cepat mengambil keputusan pariwisata di wilayahnya dan harus menjalankan kebijakan yang paling menguntungkan bagi daerah dan wilayahnya, karena fungsi dan tugas dari organisasi pariwisata pada umumnya. Sumber daya manusia merupakan faktor utama pengembangan kawasan wisata ekologi yang berkelanjutan. Faktor sumber daya manusia yang perlu diperhatikan seperti aspirasi, motivasi, pengambilan keputusan, wawasan dan kemampuan masyarakat dalam me-ngelola ekosistem, keadaan budaya, keadaan ekonomi. Masyarakat lokal secara terus menerus diberikan pengarahan dan penyuluhan yang berorientasi pada kepuasan wisatawan baik lokal maupun internasional. contoh: Bali dan potensi SDM di daerah tersebut mempunyai ciri khas yang unik sehingga bisa menciptakan obyek bagi atraksi seni dan budaya. Pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan untuk mendorong pengembangan obyek wisata dalam hal ini menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pasal (5), menyatakan bahwa Pembangunan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dilakukan dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat obyekobyek baru sebagai obyek dan daya tarik wisata, kemudian pasal (6) dinyatakan bahwa, pembangunan obyek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan : (a) Kemampuan untuk mendorong peningkatan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya; (b) Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat; (c) Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; (d) Kelangsungan usaha pariwisata itu sendiri Program Pengembangan Obyek Wisata Kampung Budaya Setu Babakan mengacu pada penataan ruang yaitu pusat pertumbuhan, integrasi fungsi dan pendekatan desentralisasi merupakan teori yang relevan untuk diterapkan dalam program pengembangan pariwisata. Sebagai sebuah komoditi, pariwisata dimaksudkan menjadi penggerak kegiatan perekonomian wilayah dalam 32 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

7 pengertian yang luas sehingga perlu disediakan secara lengkap fasilitas pelayanan regional untuk memfasilitasinya. Keterpaduan antara sisi penawaran dan permintaan merupakan prinsip dasar dalam pengembangan kepariwisataan, karena aspek keterpaduan dan kesesuaian tersebut akan menjadi faktor penentu kelangsungan perkembangan suatu destinasi wisata. Berdasarkan konsep Borderless (tanpa batas) dari sektor pariwisata, maka gembangan kepariwisataan di Setu Babakan diarahkan dalam kerangka konsep keterpaduan antar daerah yang akan tercermin dalam keterkaitan tema produk antar wilayah yang bersifat sinergis dan saling memperkuat dan melengkapi. Di sisi lain konsep keterpaduan yang akan dikembangkan diarahkan untuk memposisikan kawasan yang sudah berkembang untuk dapat berperan sebagai penggerak atau poros pengembangan yang dapat menggerakkan pengembangan kawasan potensial didalamnya melalui kunjungan atau manajemen atraksi yang saling berkaitan antar wilayah atau kawasan. Dengan demikian dampak positif pengembangan pariwisata tidak hanya terkonsentrasi terbatas pada hubungan kawasan tertentu saja tetapi memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kawasan lain yang bisa dikaitkan dengan kegiatan pariwisata. Pemberdayaan peran dan kapasitas stakeholder merupakan kunci keberhasilan yang harus diwujudkan dan menjadi dasar pijakan dalam penyusunan kebijakan, strategi dan pokok program pembangunan pariwisata khususnya menjawab isu strategis yaitu pemberdayaan perekonomian rakyat yang menekankan keberpihakan dan pemberdayaan masyarakat lokal termasuk pemberdayaan kapasitas dan peran masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan. Demikian pula Pariwisata berkelanjutan yang merupakan "seluruh bentuk dari pengembangan, pengelolaan dan kegiatan pariwisata yang berpedoman lingkungan, integritas sosial dan ekonomi, alam yang tertata baik serta mengembangkan sumber-daya budaya secara terus menerus" dan harus dikembangkan bertolak dari kondisi lingkungan setempat. Dalam hubungan ini, masyarakat setempat tidak hanya berpartisipasi, tetapi menjadi penggerak dan sebagai subjek dalam pembangunan daerahnya sebagai daerah tujuan wisata. Masyarakat lokal sebagai perencana, pelaksana, pengontrol dan evaluasi program. Model paket perjalanan wisata yang mempunyai struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembentuk perjalanan wisata Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

8 yang terdiri dari: (1) Transportasi (2) Akomodasi (3) Restoran (4) Daya tarik wisata/obyek wisata (5) Kegiatan wisata/pemanduan wisata dan (6) Souvenir/ kenangan. Keenam unsur di atas kemudian digabungkan dan saling mempunyai keterkaitan sehingga terbentuk sebuah fenomena sosial perjalanan wisata. METODE Secara umum kerangka kerja dalam pengembangan berkelanjutan daerah tujuan wisata Kampung Budaya Betawi Setu Babakan Jakarta Selatan dibedakan menjadi tiga tahapan utama yaitu persiapan, survei serta analisis dan sintesis. Kegiatan studi dilaksanakan dengan dua kegiatan utama yaitu kepustakaan untuk menyusun kerangka acuan kerja yang akan dilakukan serta survei lapangan yang dilakukan dengan mengumpulkan seluruh bahan dasar informasi pustaka berkaitan dengan kondisi umum wilayah Setu Babakan Jakarta Selatan serta hal-hal yang berkaitan. Target survei yang diharapkan yaitu kondisi fisik perwilayahan secara umum yang mendukung pariwisata, kondisi masyarakat setempat, wisatawan yang sudah ada, aksesibilitas menuju lokasi serta kebijakan pemerintah yang sudah terlaksana dan akan dilaksanakan. Untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan daerah tujuan wisata secara berkelanjutan maka metode penelitian yang digunakan merupakan metode holistik dengan menggabungkan beberapa metode sesuai tujuannya. Untuk menjelaskan potensi wisata yang ada dilakukan dengan metode deskriptif sedangkan untuk memperoleh gambaran kondisi pasar dan pemasaran digunakan metode eksploratif dan prediktif sementara untuk kegiatan pemberdayaan dengan metode aksi. Secara umum program pengembangan wisata desa (1) pengembangan obyek daya tarik dan atraksi wisata, (2) Pembinaan bidang sosial, budaya dan keagamaan dan (3) pemberdayaan bidang ekonomi. Eksplorasi digunakan sebagai tahap awal penelitian untuk menjelajahi kondisi umum kepariwisataan di Setu Babakan Jakarta Selatan. Deskripsi digunakan membuat deskripsi, gambaran atau suatu lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir, 1999). Adapun Data diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif selanjutnya diolah dengan cara mereduksi bagian-bagian terpenting sehingga menjawab masalah penelitian yang diajukan. Data primer diolah dan disajikan dalam bentuk tabel 34 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

9 frekuensi, grafik, matrik, teks naratif dan gambar. Data primer dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis deskriptif dilakukan melalui statistika deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat generalisasi penelitian. Data kuantitatif yang didapatkan melalui pengisian kuesioner responden diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Computer SPSS 20.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007 untuk mempermudah dalam proses pengolahan data. Data kualitatif diolah melalui tiga tahap analisis data kualitatif yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, mengeliminasi data-data yang tidak dilakukan sehingga dapat langsung menjawab perumusan masalah. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Deskripsi Daerah Penelitian Setu Babakan terletak di kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan yang berfungsi sebagai pusat perkampungan budaya Betawi, suatu area yang dijaga untuk menjaga warisan budaya Jakarta yaitu budaya asli Betawi. Situ atau Setu Babakan merupakan danau buatan dengan area 32 hektar (79 akre). Airnya berasal dari sungai Ciliwung dan saat ini digunakan untuk pemancingan bagi warga sekitarnya. Danau ini juga merupakan tempat untuk rekreasi air seperti memancing, sepeda air atau bersepeda mengelilingi tepian setu. Setu Babakan adalah sebuah kawasan perkampungan yang ditetapkan pemerintah Jakarta sebagai tempat pelestarian dan pengembangan budaya Betawi secara berkesinambungan. Perkampungan yang terletak di selatan Kota Jakarta ini merupakan salah satu obyek wisata yang menarik bagi wisatawan yang ingin menikmati suasana khas pedesaan atau menyaksikan budaya Betawi asli secara langsung. Setu Babakan adalah kawasan hunian yang memiliki nuansa yang masih kuat dan murni baik dari sisi budaya, seni pertunjukan, jajanan, busana, rutinitas keagamaan, maupun bentuk rumah Betawi. Dari perkampungan yang luasnya 289 Hektar, 65 hektar di antaranya adalah milik Pemerintah di mana yang baru dikelola hanya 32 Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

10 hektar. Perkampungan ini didiami setidaknya kepala keluarga. Sebagian besar penduduknya adalah orang asli Betawi yang sudah turun temurun tinggal di daerah tersebut. Sedangkan sebagian kecil lainnya adalah para pendatang, seperti pendatang dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan dan lain-lain yang sudah tinggal lebih dari 30 tahun di daerah ini. Perkampungan Setu Babakan adalah sebuah kawasan pedesaan yang lingkungan alam dan budayanya yang masih terjaga secara baik. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan cagar budaya ini disuguhi panorama pepohonan rindang yang menambah suasana sejuk dan tenang ketika memasukinya. Di kanan kiri jalan utama, pengunjung juga dapat melihat rumah-rumah panggung berarsitektur khas Betawi yang masih dipertahankan keasliannya. Yang tak kalah menarik, di perkampungan ini juga banyak terdapat warung yang menjajakan makanan khas Betawi, seperti ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng dan tahu gejrot. Wisatawan yang berkunjung ke Setu Babakan juga dapat menyaksikan pagelaran seni budaya Betawi, antara lain Tari Cokek, Tari Topeng, Qasidah, Marawis, Seni Gambus, Lenong, Tanjidor, Gambang Kromong, dan Ondel-Ondel yang sering dipentaskan di sebuah panggung terbuka berukuran 60 meter persegi setiap hari Sabtu dan Minggu. Selain pagelaran seni, pengunjung juga dapat menyaksikan prosesi-prosesi budaya Betawi, seperti Upacara Pernikahan, Sunat, Akikah, Khatam Al-Quran dan Nujuh Bulan, atau juga sekedar melihat para pemuda dan anak-anak latihan menari dan silat khas Betawi, Beksi. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan berlokasi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Pintu masuk utama adalah Pintu Si Pitung yang terletak di Jalan RM. Kahfi II. Kawanan ini memiliki potensi besar untuk menjadi pusat kebudayaan yang berbasis masyarakat Betawi dan berpeluang untuk meningkatkan ekonomi masyarakat dan menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Akses menuju lokasi perkampungan Setu Babakan relatif mudah, karena terdapat 36 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

11 banyak kendaraan umum yang melewati perkampungan ini. Dari Terminal Pasar Minggu, pengunjung bisa menggunakan Kopaja jurusan Blok M menuju Cimpedak. Setelah sekitar 30 menit dan, pengunjung bisa turun di depan pintu gerbang perkampungan Setu Babakan. Selain itu, bagi wisatawan yang berangkat dari Terminal Depok bisa menggunakan taksi menuju perkampungan Setu Babakan. Alternatif lainnya, pengunjung yang berangkat dari Terminal Depok dapat juga menggunakan Metromini jurusan Blok M Pasar Minggu Cimpedak atau menggunakan Angkutan Umum bernomor 128, kemudian turun di depan pintu gerbang perkampungan Setu Babakan. Apabila menggunakan kendaraan pribadi, pengunjung diminta memarkir kendaraannya di tempat yang telah disediakan, kemudian dipersilakan mengunjungi perkampungan dengan berjalan kaki atau bersepeda mengelilingi Setu Babakan. Gambar 4: Denah Setu Babakan Sumber: nyok.wordpress.com Wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi tidak dipungut biaya, namun hanya dikenai biaya parkir kendaraan yang berkisar antara Rp 2.000,- hingga Rp ,- Untuk wisatawan yang bersepeda di Areal Setu Babakan tidak dipungut biaya masuk alias gratis. Wisatawan yang berkunjung ke Setu Babakan diperbolehkan menikmati suasana perkampungan mulai dari pukul hingga pukul WIB. 1. Potensi Daya Tarik Wisata Kampung Budaya Setu Babakan Potensi Daya Tarik Wisata Kampung Budaya Setu Babakan antara lain: (1) Daya Tarik Wisata Alam Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

12 (buah-buahan, pemancingan) (2) Daya Tarik Wisata Budaya (rumah kas Betawi, Tarian kas Ondelondel dan Pencak silat) (3) Daya Tarik Wisata Kuliner Daya Tarik Wisata Alam (buah-buahan) Buah-buahan yang tersedia di perkampungan ini antara lain belimbing, rambutan, buni, jambu, dukuh, menteng, gandaria, mengkudu, namnam, kecapi, durian, jengkol, kemuning, krendang dan masih banyak lagi. Daya Tarik pemancingan di tempat pemancingan terdapat ikan air tawar yang berjenis ikan mujair, ikan mas dan ikan lele. Dalam membudidayakan ikan air tawar, biasanya pemilik membeli bibit ikan. Bibit ikan dikembangbiakkan sehingga dapat menghasilkan setelah 2 sampai 3 bulan, barulah pemilik ikan dapat menjual kepada pembeli atau dikonsumsi secara pribadi. Manajemen pengelolaan tempat pemancingan sangat sederhana dan dikelola oleh individu saja, begitu pula dengan fasilitas yang disediakan. Hanya sedia tenda tempat orang melakukan pemancingan. Daya Tarik Wisata Budaya yaitu Wisata Kuliner aneka jajanan yang ditawarkan bisa menjadi wisata kuliner yang cukup bervariasi, diantaranya ketoprak, ketupat nyiksa, kerak telor, ketupat sayur, bakso, laksa, arum manis, soto betawi, mie ayam, soto mie, roti buaya, bir pletok, nasi uduk, kue apem, toge goreng dan tahu gejrot, dodol, roti buaya. 2. Perubahan Kualitas Kesejahteraan Sosial dan Ekonomi Melalui Pemberdayaan Masyarakat Masyarakat yang terbiasa bertindak semaunya sekarang lebih tertata, karena adanya peraturan dari Unit Pengelola Kawasan dalam kegiatan sehari-hari ditambah dengan wawasan yang semakin bertambah dengan adanya pelatihan-pelatihan dari lembaga-lembaga pendidikan dalam berbagai hal. Contoh : Tentang membangun arsitektur rumah, membuat jemuran pakaian, hygiene sanitasi, pengelolaan sampah, sadar wisata, pengobatan, mengelola usaha, membuat produk yang berkualitas. Terjadinya interaksi yang lebih berkualitas antara masya-rakat kelas atas, menengah, dan bawah dengan terjadinya pe- 38 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

13 metaan status sosial dari masyarakat menjadi beberapa fungsi. Seperti pelaku usaha, pelaku seni, masyarakat umum, organisasi sosial (pokdarwis, Forum Betawi) yang menjadi berbaur demi terwujudnya cita-cita bersama. Dengan terciptanya berbagai kepentingan yang berbeda antar pihak, menuntut fungsi kelembagaan RT dan RW berfungsi lebih baik. Tujuannya untuk mengatur, mengelola dan menentukan kebijakan di lapangan. Oleh karena itu petugas RT dan RW dituntut lebih aktif dan inisiatif. Dituntutnya kesadaran semua warga masyarakat baik di dalam maupun di sekitar kawasan sudah menjadi keharusan. Hal tersebut ditunjukkan dengan menurun-nya fungsi air di setu mangga bolong yang sudah tidak bisa digunakan lagi untuk menyebar benih ikan karena sudah tercemar akibat adanya usaha laundry yang membuang limbah ke saluran air yang mengalir ke setu mangga bolong. Sebagai contoh dengan adanya pelaku usaha sebagai pedagang souvenir, pedagang kuliner, pelaku seni sebagai penari sanggar, pemaing gambang kromong, pemain ondel-ondel, penari betawi, pemain lenong, pencak silat, pedagang pakaian tradisional Betawi, tukang parkir, jasa toilet, satpam, sepeda air, dll. Hal tersebut memberikan penghasilan yang rutin dan mampu menopang kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan bertambahnya kios baru menunjukkan adanya peningkatan penghasilan. Dengan adanya kebutuhan masyarakat akan taman hijau yang bisa digunakan untuk bersantai bersama keluarga di akhir pekan, mengakibatkan banyaknya warga Jabodetabek yang berpiknik ke Setu Babakan karena lebih dekat, tidak dipungut biaya dan menawarkan produk budaya yang jarang ditemui di Jakarta, ditunjang dengan akses yang dekat dan tidak terlalu macet seperti ke Puncak. Menciptakan daerah wisata yang menarik untuk dikunjungi melalui Sapta Pesona. Sapta Pesona merupakan jabaran konsep Sadar Wisata yang terkait dengan dukungan dan peran masyarakat sebagai tuan rumah dalam upaya untuk menciptakan lingkungan dan suasana kondusif yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata melalui perwujudan tujuh unsur dalam Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

14 Sapta Pesona tersebut. Melalui penerapan Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah, dan Kenangan memang kebiasaan masyarakat Betawi di kawasan tidak serta merta berubah, akan tetapi dengan banyaknya kunjungan dari berbagai instansi yang melakukan CSR, penelitian, penye-lenggaraan event seperti pameran lukisan oleh salah satu pelukis senior, seminar bagaimana menerapkan cara berpakaian betawi terhadap anak muda oleh Maudy Kusnadi, mantan None Jakarta. Kemudian perayaan Agustusan oleh pemda DKI Jaksel yang akan dilaksanakan di Setu Babakan. Didukung lagi oleh banyaknya lembaga pendidikan yang melakukan penelitian seperti Universitas Pancasila, STP Sahid Jakarta, STP Trisakti, UI, Unindra, STP Bogor baik oleh dosen, lembaga penelitian atau mahasiswa. Penuhnya agenda kegiatan yang akan di-selenggarakan di Setu babakan dari setelah lebaran hingga bulan desember 2016 menunjukkan bahwa Setu babakan walaupun masih kurang di sana-sini tetap menjadi tujuan bagi banyak pihak. Hal ini merupakan hasil dari masyarakat yang semakin sadar tentang sadar wisata. Mempersiapkan diri dalam menerima kunjungan wisatawan melalui hygiene san-itasi dan pengelolaan sampah yang baik. Pengertian hygiene lingkungan meliputi kebersihan area, lingkungan, bangunan, ruangan/kamar, dapur serta peralatannya adalah sangat menunjang untuk menghasilkan suatu lingkungan yang aman bersih dan sehat, serta menghasilkan makanan yang baik dan bersih dan juga aman dimakan. Hal ini membantu para pedagang dalam memperbaiki kioskiosnya untuk berbenah diri dalam menyambut kedatangan para pengunjung. SIMPULAN Kampung Budaya Setu Babakan mempunyai potensi daya tarik wisata budaya, religi, kuliner dan alam. Pengunjung sebagian besar pelajar, sehingga eduwisata merupakan prioritas utama dalam arah pengembangan secara berkelanjutan. Diperlukan usaha yang rutin dan terus menerus dari semua pihak yang berkepentingan untuk pemberdayaan masyarakat. Masyarakat lokal membutuhkan pelatihan dan penambahan wawasan untuk merubah karakter ke arah pembangunan pariwisata yang ramah lingkungan dan ramah 40 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

15 terhadap wisatawan. Program peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi, kegiatan sadar wisata, sanitasi dan hygiene serta pengelolaan sampah harus terus di evaluasi dari waktu ke waktu agar memberikan hasil yang maksimal Rekomendasi dari penelitian ini adalah Setu Babakan, dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata dengan melibatkan berbagai keterampilan (atraksi) baik seni maupun budaya masyarakat setempat. DAFTAR PUSTAKA Buku Fandeli, Chafid.(1991). Dasardasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Liberty. Yogyakarta Ife, J.W. (1995). Community Development : Creating Community Alternatives- Vision, Analysis and Practive. Melbourne : Longman Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning : An Integrated and Sustainable Development Approach. ISBN : , 528 pages, March 1991 Kartasasmita, Ginanjar.(1996). Pembangunan Untuk Rakyat : Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta Merriam S.(1985). Organisasi dan Manajemen, Penerbit Karunia dan UT, Jakarta Nazir, Mohammad. (1999). Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia Sammaeng, Andi Mappi. (2001). Cakrawala Pariwisata. Jakarta : Balai Pustaka Spillane, James.J.(1987). Pariwisata Indonesia Sejarah dan Prospeknya. Yogyakarta: Kanisius Suwantoro, Gamal. (1997). Dasar-dasar Pariwisata. Yogyakarta : Andy Ofset Yoeti, Oka A. (1997). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. PT. Pradnya Paramita. Jakarta Sumber Online nyok.wordpress.com Peraturan Undang-Undangan Undang-undang RI No.5 Tahun Tentang Pengesahan United Nations convention On Biologival Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati) Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

16 Undang-undang RI No.9 Tahun Tentang Kepariwisataan. Jakarta Artikel Media Massa Swasono, S.E dan Arif S. (1999). Pembangunan Tanpa Utang Luar Negeri dan Ekonomi Indonesia. Republika Laporan Teknis Alam. (2009). Kajian Sumber Daya Setu Babakan Untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta Alfarobi, Daniel A. (2002). Kajian Kesesuaian Kawasan Situ Babakan dan Situ Manggabolong Sebagai Perkampungan Budaya Betawi Rizkinaswara (2015). Strategi Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Propinsi DKI Jakarta Susilowati, Diana. Upaya Pelestarian Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan Sebagai Kawasan Wisata Budaya 42 Jurnal Destinasi Kepariwisataan Indonesia Vol. 1 No. 1 Juni 2016

17 Maryetti, dkk: Pengembangan Berkelanjutan Kampung Budaya Setu Babakan Sebagai Daya Tarik Wisata halaman:

BAB I PENDAHULUAN. pulau dengan luas daratan km2 dan luas perairan km2.

BAB I PENDAHULUAN. pulau dengan luas daratan km2 dan luas perairan km2. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara yang terletak di Asia Tenggara yang melintasi garis katulistiwa, dan memiliki kurang lebih 17.000 buah pulau dengan luas daratan

Lebih terperinci

Besarnya dampak positif yang dihasilkan dari industri pariwisata telah mendorong setiap daerah bahkan negara di dunia, untuk menjadikannya sebagai

Besarnya dampak positif yang dihasilkan dari industri pariwisata telah mendorong setiap daerah bahkan negara di dunia, untuk menjadikannya sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam era otonomi daerah saat ini, setiap daerah dituntut kemandiriannya dalam mengatur dan mengurus urusan pemerintahan daerahnya. Dengan kata lain, setiap daerah

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROMOSI DALAM BENTUK CETAK UNTUK PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN

PERANCANGAN PROMOSI DALAM BENTUK CETAK UNTUK PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN PERANCANGAN PROMOSI DALAM BENTUK CETAK UNTUK PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN Rizky Adiputra Tahrudin, Christophera RL Desain Komunikasi Visual Universitas Esa Unggul, Jakarta Jalan Arjuna Utara

Lebih terperinci

POTENSI WISATA BUDAYA DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN KELURAHAN SRENGSENG SAWAH KECAMATAN JAGAKARSA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN

POTENSI WISATA BUDAYA DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN KELURAHAN SRENGSENG SAWAH KECAMATAN JAGAKARSA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN POTENSI WISATA BUDAYA DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN KELURAHAN SRENGSENG SAWAH KECAMATAN JAGAKARSA KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN Siti Fadjarajani¹ (sfadjarajani@yahoo.com) Restiani² (resti_ryuki@yahoo.com)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Memiliki jumlah penduduk lebih dari sepuluh juta jiwa pada tahun 2015, Jakarta menjadi kota yang padat penduduk. Jakarta

Lebih terperinci

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU Berdasarkan analisis serta pembahasan sebelumnya, pada dasarnya kawasan studi ini sangat potensial untuk di kembangkan dan masih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Pariwisata Menurut Suyitno (2001) dalam Tamang (2012) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut : a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejumlah negara, terlebih bagi negara berkembang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG PENATAAN LINGKUNGAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI KELURAHAN SRENGSENG SAWAH. KECAMATAN JAGAKARSA KOTAMADYA JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. negaranya untuk dikembangkan dan dipromosikan ke negara lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa bagi negara yang cukup efektif untuk dikembangkan. Perkembangan sektor pariwisata ini terbilang cukup

Lebih terperinci

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA

OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA OBJEK DAN DAYA TARIK WISATA Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA.

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, MA. Referensi Utama: Utama, I Gusti Bagus Rai. (2015). Pengantar Industri Pariwisata. Penerbit Deepublish Yogyakarta CV. BUDI UTAMA. Url http://www.deepublish.co.id/penerbit/buku/547/pengantar-industri-pariwisata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2014-2029 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan suatu daerah. Dengan pengelolaan yang baik, suatu obyek wisata dapat menjadi sumber pendapatan yang besar.menurut

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Pemasaran merupakan salah satu kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam mempertahankan kelangsungan bisnisnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba.

Lebih terperinci

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU

2015 ANALISIS POTENSI EKONOMI KREATIF BERBASIS EKOWISATA DI PULAU TIDUNG KEPULAUAN SERIBU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata bahari merupakan salah satu jenis wisata andalan yang dimiliki oleh Indonesia, karena Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. padat sehingga orang akan mencari sesuatu yang baru untuk menghibur

BAB I PENDAHULUAN. padat sehingga orang akan mencari sesuatu yang baru untuk menghibur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keinginan manusia untuk berwisata akan terus meningkat sesuai peradabanan era modern. Hal ini disebabkan oleh rutinitas pekerjaan yang padat sehingga orang akan mencari

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Wisata Agro

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Wisata Agro 1. Latar Balakang. Pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Bogor merupakan bagian integral dan berkesinambungan antara tahapan pembangunan yang telah dilalui dan yang akan dilaksanakan baik dalam Rencana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu bagian dari sebuah bentuk pertumbuhan ekonomi, keberhasilan pengembangan industri pariwisata memerlukan rancangan yang detail dan komprehensif baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka peluang untuk menenangkan fikiran dengan berwisata menjadi pilihan

BAB I PENDAHULUAN. maka peluang untuk menenangkan fikiran dengan berwisata menjadi pilihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sesuatu yang sangat diperlukan oleh setiap manusia, karena semakin lama seseorang tersebut berkecimpung dalam kesibukannya, maka peluang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di

BAB I PENDAHULUAN. dan memenuhi kepentingan politis pihak yang berkuasa sari negara yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan oleh beberapa negara di seluruh dunia. Negara menggunakan pariwisata sebagai penyokong ekonomi dan juga devisa

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu

BAB II URAIAN TEORITIS. dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Tari Seni tari merupakan seni menggerakkan tubuh secara berirama, biasanya sejalan dengan musik. Gerakan-gerakan itu dapat dinikmati sendiri, pengucapan suatu gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini membahas mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta metodologi penyusunan landasan konseptual laporan seminar tugas akhir dengan judul

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D

KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR. Oleh: TUHONI ZEGA L2D KAJIAN PRIORITAS PENYEDIAAN KOMPONEN WISATA BAGI PENGEMBANGAN PARIWISATA DI PULAU NIAS TUGAS AKHIR Oleh: TUHONI ZEGA L2D 301 337 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kemajuan ekonomi suatu negara adalah sektor pariwisata. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan sektor pariwisata terjadi secara global dalam beberapa tahun belakangan ini. Sektor pariwisata menjadi tulang punggung suatu negara, dalam arti salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB 2 Data dan Analisa

BAB 2 Data dan Analisa BAB 2 Data dan Analisa 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek tugas akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu : 2.1.1 Literatur : buku, artikel elektronik maupun non elektronik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis

BAB I PENDAHULUAN. andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditengah krisis ekonomi dunia, pariwisata masih menjadi sektor andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis yang mampu mendatangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA)

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA) KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA SPA (SOLUS PER AQUA) 1. Latar Belakang Perjalanan wisatawan senantiasa membutuhkan keanekaragaman produk wisata yang dapat memberikan pilihan atau alternatif untuk menentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia senantiasa membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kepariwisataan di Indonesia senantiasa membutuhkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kepariwisataan di Indonesia senantiasa membutuhkan sentuhan kreativitas dan inovasi yang tinggi, dikarenakan pengembangan pariwisata senantiasa diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tempat kerja, di rumah, maupun di tempat lain. Aktivitas rutin tersebut dapat

I. PENDAHULUAN. tempat kerja, di rumah, maupun di tempat lain. Aktivitas rutin tersebut dapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia tidak terlepas dari kegiatan rutin di tempat kerja, di rumah, maupun di tempat lain. Aktivitas rutin tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata 9 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata dan Potensi Obyek Wisata Menurut Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk

Lebih terperinci

FAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER

FAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER 1 FAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER Cinditya Estuning Pitrayu Nastiti 1, Ema Umilia 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata telah menjadi industri terbesar dan memperlihatkan pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. World Tourism Organization memperkirakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kekayaan potensi pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk meningkatkan kunjungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak

BAB I PENDAHULUAN. buatan dan peninggalan sejarah. Wilayah Kabupaten Sleman terdapat banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah yang kaya akan objek wisata baik wisata alamnya yang sangat menarik, wisata budaya, wisata buatan dan peninggalan sejarah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianzb Pariwisata telah bergerak sangat cepat dan telah menjadi stimulus pembangunan bangsa. Hermantoro (2011 : 11) menyatakan bahwa lmu pariwisata adalah bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan, bepergian, yang dalam hal ini sinonim dengan kata travel dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parwisata berasal dari Bahasa Sanskerta, yaitu pari dan wisata. Pari berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Wisata berarti perjalanan, bepergian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan industri terbesar abad ini, hal ini bisa dilihat dari sumbangannya terhadap pendapatan dunia serta penyerapan tenaga kerja yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Ratu Selly Permata, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan berbagai suku dan keunikan alam yang terdapat di Indonesia, menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisatawan yang cukup diminati, terbukti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian yang terdapat dalam buku-buku pustaka II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Untuk memberikan arah jalannya penelitian ini akan disajikan beberapa pendapat para ahli yang berkaitan dengan topik-topik kajian penelitian

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN.... HALAMAN PERNYATAAN.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI.... DAFTAR TABEL.... viii DAFTAR GAMBAR.... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2014, pp. 155~159 KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Dini Rahmawati 1, Yulia Sariwaty

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh:

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR Oleh: WINARSIH L2D 099 461 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. TINJAUAN HASIL PENELITIAN SEBELUMNYA Tinjauan penelitian sebelumnya sangat penting dilakukan guna mendapatkan perbandingan antara penelitian yang saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sifatnya kompleks, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan pariwisata harus ditinjau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN PROVINSI LAMPUNG Presentation by : Drs. BUDIHARTO HN. DASAR HUKUM KEPARIWISATAAN Berbagai macam kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang

Lebih terperinci