PELATIHAN AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK"

Transkripsi

1 HDE 01 : UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PELATIHAN AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Laporan UNDP tentang : Human Development Index (HDI) tertuang dalam Human Development Report, 2004, mencantumkan Indeks Pengembangan SDM Indonesia pada urutan 111, satu tingkat di atas Vietnam urutan 112 dan jauh di bawah dari Negara-negara ASEAN terutama Malaysia urutan 59, Singapura urutan 25, dan Australia urutan 3, merupakan sebuah gambaran kondisi pengembangan SDM kita. Bagi para pemerhati dan khususnya bagi yang terlibat langsung dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus sebagai modal untuk berpacu mengejar ketinggalan dan obsesi dalam meningkatkan kemampuan SDM paling tidak setara dengan Negara tetangga ASEAN, terutama menghadapi era globalisasi. Untuk mengejar ketinggalan telah banyak daya upaya yang dilakukan termasuk perangkat pengaturan melalui penetapan undang-undang antara lain : UU. No. 18 Tahun 1999, tentang : Jasa Konstruksi beserta peraturan pelaksanaannya, mengamanatkan bahwa setiap tenaga : Perencana, Pelaksana, dan Pengawas harus memiliki sertifikat, dengan pengertian sertifikat kompetensi keahlian atau ketrampilan kerja. Untuk melaksanakan kegiatan sertifikasi berdasarkan kompetensi diperlukan tersedianya Bakuan Kompetensi untuk semua tingkatan kualifikasi dalam setiap klasifikasi di bidang Jasa Konstruksi. UU. No. 13 Tahun 2003, tentang : Ketenagakerjaan, mengamanatkan (Pasal 10 Ayat (2)). Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standard kompetensi kerja. UU. No. 20 Tahun 2003, tentang : Sistem Pendidikan Nasional, dan peraturan pelaksanaannya, mengamanatkan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan pengembangan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). UU. No. 7 Tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air menetapkan pada Pasal 71 Ayat 1 dan 2 bahwa : - (1) Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait dengan bidang sumber daya air menetapkan standar pendidikan khusus dalam bidang sumber daya air i

3 (2) Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta sesuai dengan standar pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Mengacu pada amanat undang-undang tersebut di atas, diimplementasikan kedalam konsep Pengembangan Sistem Pelatihan Jasa Konstruksi, yang oleh PUSBIN KPK (Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi) pelaksanaan programnya didahului dengan mengembangkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), SLK (Standar Latih Kompetensi), dimana keduanya disusun melalui analisis struktur kompetensi sektor/sub-sektor konstruksi sampai mendetail, kemudian dituangkan dalam jabatan-jabatan kerja yang selanjutnya dimasukan ke dalam Katalog Jabatan Kerja. Modul Pelatihan adalah salah satu unsur paket pelatihan sangat penting karena menyentuh langsung dan menentukan keberhasilan peningkatan kualitas SDM untuk mencapai tingkat kompetensi yang ditetapkan, disusun dari hasil inventarisasi jabatan kerja yang kemudian dikembangkan berdasarkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dan SLK (Standar Latih Kompetensi) yang sudah disepakati dalam suatu Konvensi Nasional, dimana modul-modulnya maupun materi uji kompetensinya disusun oleh Tim Penyusun/tenaga professional dalam bidangnya masing-masing, merupakan suatu produk yang akan dipergunakan untuk melatih, dan meningkatkan pengetahuan dan kecakapan agar dapat mencapai tingkat kompetensi yang dipersyaratkan dalam SKKNI, sehingga dapat menyentuh langsung sasaran pembinaan dan peningkatan kualitas tenaga kerja konstruksi agar menjadi kompeten dalam melaksanakan tugas pada jabatan kerjanya. Dengan penuh harapan modul pelatihan ini dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga citacita peningkatan kualitas SDM khususnya di bidang jasa konstruksi dapat terwujud. Jakarta, Nopember 2006 Kepala Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Ir. Djoko Subarkah, Dipl. HE. NIP : ii

4 PRAKATA Modul HDE-01 : UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi), SMK3 (Sistem Manajemen K3), dan Pengendalian Dampak Lingkungan, berisi beberapa aspek utama terdiri dari : 1 : UUJK, Etika Profesi, Etos Kerja dan UU-SDA (Sumber Daya Air) 2 : SMK3, (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 3 : Pengendalian Dampak Lingkungan. Undang-undang jasa konstruksi, menguraikan lingkup undang-undang jasa konstruksi, usaha jasa konstruksi, peran masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, pengikatan kontrak, penyelesaian sengketa dan sanksi serta penerapan etika profesi, etos kerja dan wewenang tanggung jawab pengelolaan sumber daya air menurut undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air. Sedangkan SMK3 (Sistem Manajemen K3), menguraikan tentang lingkup dan pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), sebab akibat kecelakaan kerja, peraturan perundangan K3, Alat Pelindung Diri (APD), Tata Laksana baku penerapan K3 Konstruksi yang didalamnya termasuk KEPMEN KIMPRASWIL Nomor 384/KPTS/M 2004, tentang : Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Bendungan. Selain itu masih ada uraian tentang SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) secara khusus Daftar Potensi Bahaya/Kecelakaan serta Daftar Simak K3. Tentang pengendalian dampak lingkungan akan membahas dan menguraikan pengertian dasar lingkungan hidup, integrasi aspek lingkungan pada kegiatan proyek konstruksi, penanggulangan dampak lingkungan pada pekerjaan konstruksi dan dilengkapi dasar-dasar sistem manajemen lingkungan berbasis ISO Dimaklumi bahwa, biarpun sudah diusahakan se-sempurna mungkin namun kemungkinan adanya kekurangan, maka tim penyusun mengharapkan koreksi dan sumbang sarannya. Jakarta, Nopember 2006 Tim Penyusun iii

5 LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN JUDUL MODUL : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK : UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Pelatihan Mampu membuat desain dan menyusun spesifikasi serta perhitungan biaya pekerjaan Hidro Mekanik. B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Ketentuan Pengendalian Dampak Lingkungan. 2. Menggunakan Hasil Studi Kelayakan Pekerjaan Hidro Mekanik 3. Membuat Desain Pekerjaan Hidro Mekanik 4. Menyusun Spesifikasi Pekerjaan Hidro Mekanik 5. Membuat RAB (Rencana Anggaran Biaya) Pekerjaan Hidro Mekanik 6. Menyusun Manual Operasi dan Pemeliharaan (O & P) Pekerjaan Hidro Mekanik. SERIE/JUDUL : HDE-01 UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM (TPU) : Setelah modul ini selesai dipelajari pesrta mampu menerapkan ketentuan UUJK (Undang- Undang Jasa Konstruksi), etika profesi, etos kerja dan SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) serta pengendalian dampak lingkungan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. iv

6 TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) : Setelah modul ini selesai dipelajari peserta mampu : 1. Menerapkan ketentuan undang-undang jasa konstruksi meliputi tentang : Pengaturan, lingkup usaha jasa konstruksi dan peran masyarakat Ketentuan, norma, etika profesi dan etos kerja Ketentuan wewenang dan tanggung jawab pengelolaan SDA (Sumber Daya Air) sesuai undang-undang No. 7 Tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya. 2. Menerapakan ketentuan peraturan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang meliputi : Pengetahuan dasar K3 Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja SMK3 (Sistem Manajemen K3) JAMSOSTEK (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) Pemakaian APD (Alat Pelindung Diri) Daftar Simak K3, kegiatan pelaksanaan pekerjaan hidro mekanik. 3. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup yang meliputi : Sistem manajemen lingkungan hidup berbasis ISO Penanganan dampak lingkungan pada peleksanaan pekerjaan konstruksi Melakukan integrasi aspek lingkungan pada kegiatan proyek konstruksi. v

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... PRAKATA... LEMBAR TUJUAN... DAFTAR ISI... DESKRIPSI SINGKAT... DAFTAR MODUL... PANDUAN PEMBELAJARAN... MATERI SERAHAN... i iii iv vi viii viii x xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Umum Penerapan Peraturan Perundangan RANGKUMAN LATIHAN BAB 2 UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA RANGKUMAN LATIHAN 2.1. Pengaturan Jasa Konstruksi Usaha Jasa Konstruksi Peran Masyarakat Pengikatan Pekerjaan Konstruksi Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Etika Profesi Etos Kerja Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan SDA (Sumber Daya Air) BAB 3 K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) 3.1. Pengetahuan Dasar K Peraturan dan Perundang-Undangan K PERMEN NAKERTRANS No. 5 Tahun Sebab Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja vi

8 RANGKUMAN LATIHAN 3.5. Alat Pelindung Diri (APD) Daftar Simak Potensi Bahaya Pekerjaan Hidromekanik BAB 4 PERLINDUNGAN DAMPAK LINGKUNGAN 4.1. Pengertian Dasar Lingkungan Hidup Pengenalan Sistem Manajemen Lingkungan Berbasis ISO Penanganan Dampak Lingkungan Pada Pekerjaan Konstruksi Integrasi Aspek Lingkungan Pada Kegiatan Proyek Konstruksi RANGKUMAN LATIHAN DAFTAR PUSTAKA vii

9 DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Desain Hidro Mekanik (Hydro Mechanical Design Engineer) dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja dan batasan-batasan penilaian serta variabel-variabelnya. 2. SLK (Standar Latih Kompetensi) disusun dengan mengacu kepada SKKNI, dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis unsur kompetensinya yaitu : pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, selanjutnya kurikulum, silabus dan indikator keberhasilan pembelajaran ditetapkan sesuai level kompetensinya. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum, silabus dan indikator keberhasilan pembelajaran yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul sebagai bahan pembelajaran pelatihan seperti tercantum dalam DAFTAR MODUL di bawah ini. DAFTAR MODUL PELATIHAN : Ahli Desain Hidro Mekanik (Hydro Mechanical Design Engineer) NO. KODE JUDUL NO. REPRESENTASI UNIT KOMPETENSI 1. HDE - 01 UUJK, SMK3 dan Pengendalian Dampak Lingkungan 1. UUJK, SMK3 dan Ketentuan Pengendalian Dampak Lingkungan 2. HDE - 02 Kajian Studi Kelayakan Pekerjaan Hidro Mekanik 3. HDE - 03 Desain dan Perhitungan Hidro Mekanik 2. Menggunakan hasil studi kelayakan pekerjaan Hidro Mekanik 3. Membuat desain pekerjaan Hidro Mekanik viii

10 4. HDE - 04 Spesifikasi Pekerjaan Hidro Mekanik 5 HDE - 05 Perhitungan Biaya Pekerjaan Hidro Mekanik 6 HDE - 06 Manual Operasi dan Pemeliharaan (O & P) 4. Menyusun spesifikasi pekerjaan Hidro Mekanik 5. Membuat RAB pekerjaan Hidro Mekanik 6. Menyusun manual operasi dan pemeliharaan (O dan P) pekerjaan Hidro Mekanik ix

11 PANDUAN PEMBELAJARAN x

12 PANDUAN PEMBELAJARAN A. BATASAN Seri / Judul HDE 01 : UUJK, SMK3 DAN PENGENDA- LIAN DAMPAK LINGKUNGAN KETERANGAN 1. Deskripsi : UUJK, SMK3 dan Pengendalian Dampak Lingkungan merupakan suatu salah satu modul dalam rangka membangun tenaga kerja jasa konstruksi yang profesional dan bertanggung jawab untuk mengabdi kepada keandalan pembangunan sektor konstruksi yang dilandasi etos kerja, etika profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan lingkungan sebagai amanah dengan harapan apa yang dilakukan menjadi amal ibadah dan sumbangsih kepada bangsa dan negara. 2. Tempat Kegiatan Di dalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya 3. Waktu Pembelajaran 4 jam pelajaran (1 jp = 45 menit) Atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang telah ditentukan (khususnya domain kognitif). xi

13 B. PROSES PEMBELAJARAN KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. Ceramah : Pembukaan Menjelaskan tujuan pembelajaran TPU & TPK Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam menerapkan UUJK, SMK3 dan pengadministrasiannya serta Pengendalian Dampak Lingkungan. Waktu : 5 menit 2. Ceramah : Bab 1-Pendahuluan Sebagai pengantar uraian isi modul terdiri : Umum Penerapan peraturan perundangundangan Mendiskusikan setiap pokok bahasan. Waktu : 5 menit 3. Ceramah : Bab 2 UUJK, Etika Profesi dan Etos Kerja Pengaturan dan usaha jakons Peran masyarakat Penyelenggaraan dan pengikatan pekerjaan konstruksi Penyelesaian sengketa Etika profesi/etos Kerja UU. No. 7 Tahun 200 (SDA) Mendiskusikan setiap pokok bahasan. Waktu : 60 menit. 4. Ceramah : Bab 3 K3 (Keselamatan dan kesehatan kerja) Pengetahuan dasar K3 Perundang-undangan K3 JAMSOSTEK SMK3 Sebab akibat kecelakaan APD Daftar simak K3 Mendiskusikan setiap pokok bahasan. Waktu : 60 menit Mengikuti penjelasan TPU dan TPK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaanpertanyaan apabila kurang jelas. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 1 OHT 2 OHT 3 OHT 4 xii

14 KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 5. Ceramah : Bab 4 Perlindungan Dampak Lingkungan Pengertian dasar lingkungan Pengenalan SML (Sistem Manajemen Lingkungan) Penanganan Dampak Lingkungan Aspek Lingkungan pada kegiatan Proyek Konstruksi Mendiskusikan setiap pokok bahasan. Waktu : 30 menit. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 5 6. Rangkuman / Penutup Rangkuman Tanya jawab diskusi/umpan balik Penutup. Waktu : 15 menit. Pserta diberikan kesempatan bertanya jawab/diskusi dan ditanya instruktur serta membandingkan pengalaman di lapangan OHT 6 xiii

15 MATERI SERAHAN xiv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Umum Didalam pelaksanaan konstruksi yang mengacu kepada dokumen kontrak dipastikan ada unsur-unsur yang harus dilaksanakan secara disiplin, konsisten dan mendasar sebagai suatu prinsip yang tidak boleh dilanggar, antara lain : 1. Kepastian mutu (quality assurance) produk konstruksi termasuk volume 2. Kepastian penerapan ketentuan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 3. Kepastian perlindungan dan pelestarian lingkungan. Ketiga unsur tersebut seharusnya dapat dilaksanakan secara terpadu dan simultan pada setiap kegiatan dalam setiap item pekerjaan. Untuk memadukan ketiga unsur tersebut di atas dapat dilakukan sewaktu menyusun/membuat metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Construction Method = CM), melalui identifikasi unsur-unsur : v v v Tuntutan mutu dan volume sesuai spesifikasi dan gambar kerja Potensi bahaya/kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan Pencemaran dan perusakan lingkungan. Didalam mendisain keterpaduan cukup tepat apabila selalu mengacu peraturan perundangan yang berlaku terutama tentang : Penyelenggaraan jasa konstruksi termasuk unsur bidang, sub bidang konstruksi Keselamatan dan kesehatan kerja Perlindungan dan pelestarian lingkungan Penerapan Peraturan Perundangan a. Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik konstruksi lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pemace pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, 1-1

17 sosial dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai bidang pembangunan. Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut terutama dalam rangka mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan dapat diandalkan, dibutuhkan suatu pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu serta menyeluruh. Guna pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi tersebut pada 7 Mei 1999 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan berlaku efektif satu tahun kemudian. Kemudian telah ditindak lanjuti dengan diterbitkannya tiga peraturan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Dengan adanya Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut dimaksudkan agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional, seperti : terbentuknya kepranataan usaha; dukungan pengembangan usaha; berkembangnya partisipasi masyarakat; terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan oleh pemerintad dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan adanya Masyarakat Jasa Konstruksi yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan maupun asosiasi profesi. Lebih lanjut undang-undang jasa konstruksi Bab 5 Penyelenggaraan Konstruksi, Pasal 23, menetapkan bahwa : (1). Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan pengerjaan, dan pengakhiran. (2) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. (3) Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin 1-2

18 berlangsungnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Dalam rangka mengimplementasikan pasal dan ayat undang-undang jasa konstruksi tersebut di atas, perlu disosialisasikan dan dimantapkan penerapan ketentuan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja serta pengendalian dampak lingkungan kerja. b. Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup Seperti halnya tentang jasa konstruksi yang sudah diatur dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, untuk keselamatan dan kesehatan kerja serta pengendalian dampak lingkungan juga sudah ada peraturan perundangundangan. Kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang lingkungan hidup tersebut diatas, selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian disempurnakan dengan PP. Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 3. Berbagai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bappedal tentang Pedoman Umum Pelaksanaan AMDAL, sebagai penjabaran dari PP. Nomor 51 Tahun Berbagai Keputusan Menteri-Menteri Sektoral tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan AMDAL untuk masing-masing sektor sabagai penjabaran dari Pedoman Umum Pelaksanaan AMDAL dari Menteri Negara Lingkungan Hidup. Selain itu berbagai peraturan perundangan yang diterbitkan akhir-akhir ini juga banyak yang mengacu pada permasalahan Lingkungan Hidup seperti Undang- Undang Penataan Ruang, Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan sebagainya. Dalam pekerjaan konstruksi akan terdapat banyak komponen kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap Lingkungan Hidup, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut diatas, maka sesuai dengan ketentuan-ketentuan 1-3

19 dalam peraturan perundangan yang berlaku, kegiatan tersebut diatas wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang pelaksanaannya mengacu pada berbagai pedoman dan petujuk teknis AMDAL yang relevan, dengan memperhatikan sasaran dan ciri-ciri atau karakteristik kegiatan proyek yang bersangkutan. c. Peraturan Perundangan K3 Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan konstruksi mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengawasan, pengoperasian dan pemeliharaan harus dapat diupayakan dan dijamin agar jangan terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dalam hal ini populer dengan istilah : NIHIL KECELAKAAN DAN NIHIL PENYAKIT AKIBAT KERJA (Zero Accident). Untuk mewujudkan cita-cita tersebut di atas telah dilakukan pengaturan melalui penerbitan peraturan perundang-undangan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain : a. Undang-Undang No, 1 Tahun 1970 tentang : Keselamatan Kerja b. Undang-Undang No, 3 Tahun 1992 tentang : Jaminan Sosial Tenaga Kerja c. Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, tentang : Penyelenggaraan Program JAMSOSTEK d. Peraturan Menteri NAKERTRANS No. PER 05/MEN/1996, tentang SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) e. Dan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan. Dalam sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang mulai banyak dikenal di masyarakat luas saat ini ada beberapa referensi sebagai berikut : 1. OHASAS 18001: 1999, Occupational Health and Safety Assessment Series 2. OHASAS 18002: 2000, Guideline for the Implementation of OHASAS 18001: COHSMS, Construction Industry Occupational Health and Safety Management Systems 4. ILO, Guideline on Occupational Safety and Health Management System,

20 RANGKUMAN 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum, maka setiap gerak langkah pengaturan selalu berdasarkan peraturan peundang-undangan 2. Untuk pengaturan penyelenggaraan konstruksi telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang : Jasa Konstruksi sebagai induknya 3. Untuk pengaturan keselamatan kerja telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 1, Tahun 1970 tentang : Keselamatan Kerja 4. Sedang tentang pengaturan lingkungan hidup peraturan perundang-undangan sebagai induknya adalah : Undang-Undang Nomor 4, Tahun 1982 tentang : Lingkungan Hidup.

21 LATIHAN 1. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah untuk pengaturan tentang Konstruksi 2. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah untuk pengaturan tentang Lingkungan Hidup 3. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri untuk pengaturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

22 BAB 2 UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA 2.1. Pengaturan Jasa Konstruksi Umum Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai bidang pembangunan. Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut terutama dalam rangka mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dibutuhkan suatu pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu serta menyeluruh. Guna pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi tersebut, maka pada 7 Mei 1999 telah diundangkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan berlaku efektif satu tahun kemudian. Dan untuk peraturan pelaksanaannya kemudian telah ditindak lanjuti dengan diterbitkannya tiga peraturan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Dengan adanya Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut dimaksudkan agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional, seperti : terbentuknya kepranataan usaha; dukungan pengembangan usaha; berkembangnya partisipasi masyarakat; terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan adanya Masyarakat Jasa Konstruksi yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan maupun asosiasi profesi Pengertian Jasa konstruksi adalah layanan : 2-1

23 konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi; pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan serta pengawasan yang mencakup pekerjaan : arsitektural; sipil; mekanikal; elektrikal; dan tata lingkungan. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang peseorangan atau badan yang kegiatan usahanya meyediakan layanan jasa konstruksi Ruang Lingkup Pengaturan Ruang lingkup pengaturan Undang-undang Jasa Konstruksi meliputi : a. Usaha jasa konstruksi b. Pengikatan pekerjaan konstruksi c. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi d. Kegagalan bangunan e. Peran masyarakat f. Pembinaan g. Penyelesaian sengketa h. Sanksi i. Ketentuan peralihan j. Ketentuan penutup Asas-Asas Pengaturan Jasa Konstruksi Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada : a. Asas Kejujuran dan Keadilan. Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. 2-2

24 b. Asas Manfaat Asas Manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan prinsip-prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional. c. Asas Keserasian Asas Keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi. d. Asas Keseimbangan Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan peluang pemerataan yang proposional dalam kesempatan kerja penyedia jasa. e. Asas Kemandirian Asas Kemitraan mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasional. f. Asas Keterbukaan Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan. g. Asas Kemitraan Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis. 2-3

25 h. Asas Keamanan dan Keselamatan Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum Tujuan Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk : a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; c. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi Usaha Jasa Konstruksi Kondisi Jasa Konstruksi Nasional Pada akhir dekade yang lalu usaha jasa konstruksi telah mengalami peningkatan kuantitatf di berbagai tingkatan. Namun peningkatan kuantitatif tersebut belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Hal tersebut dikarenakan oleh beberapa sebab antara lain : belum diarahkannnya persyaratan usaha, serta keahlian dan keterampilan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional; masih rendahnya kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi termasuk kepatuhan para pihak dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan yang dapat menghasilkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana direncanakan; serta masih rendahnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan 2-4

26 arti penting jasa konstruksi yang mampu mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi secara optimal. Kondisi jasa konstruksi sebagaimana diuraikan di atas disebabkan oleh dua faktor, yaitu : a. Faktor internal, yakni : 1) Masih adanya kelemahan dalam manajemen, penguasaan teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil; 2) Belum tertatanya secara utuh dan kokoh struktur usaha jasa konstruksi yang tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi. b. Faktor eksternal, yakni : 1) Masih adanya kekurangsetaraan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa; 2) Belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan dan komponen bangunan yang standar; 3) Belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih bersifat parsial dan sektoral. Mengingat jasa konstruksi nasional tersebut merupakan salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam mendukung perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta penerimaan negara, maka potensi jasa konstruksi tersebut perlu ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam Pembangunan Nasional Iklim Usaha Yang Kondusif Dalam Peningkatan Kemampuan Usaha Jasa Konstruksi Dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional diperlukan iklim usaha yang kondusif, yakni : a. Terbentuknya kepranataan usaha, meliputi : 1) Persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi; 2-5

27 2) Standar klasifikasi dan kualifikasi perusahaan keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan; 3) Tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya; 4) Terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi : kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial; 5) Terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat; 6) Pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antarpihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten. b. Dukungan pengembangan usaha, meliputi : 1) Tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa konstruksi; 2) Terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu; 3) Berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil; c. Berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni : timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa komstruksi serta mampu umtuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya; d. Terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan; e. Perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi membentuk lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi. 2-6

28 Cakupan Pekerjaan Konstruksi Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No. 18/1999 pekerjaan konstruksi yang merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup : a. Pekerjaan arsitektural yang mencakup antara lain : pengolahan bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi; b. Pekerjaan sipil yang mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan; c. Pekerjaan mekanikal yang mencakup pekerjaan antara lain : pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, dan gas; d. Pekerjaan elektrikal yang mencakup antara lain : pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya; e. Pekerjaan tata lingkungan yang mencakup antara lain : pekerjaan pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya; Bentuk Usaha Jasa Konstruksi Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No.18/1999 bentuk usaha jasa konstruksi dapat berupa badan usaha atau orang perseorangan. Bentuk usaha orang perorangan baik warga negara Indonesia maupun asing hanya khusus untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi berskala terbatas/kecil seperti : a. Pelaksanaan konstruksi yang bercirikan : risiko kecil, teknologi sederhana, dan biaya kecil. b. Perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Pembatasan jenis pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas risiko pekerjaan konstruksi. Pada dasarnya penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil melibatkan usaha orang perseorangan atau usaha kecil. 2-7

29 Sementara itu untuk pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau berbiaya besar harus dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau badan usaha asing yang dipersamakan. Bentuk badan usaha nasional dapat berupa badan hukum seperti : Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, ataupun bukan badan hukum seperti : CV, atau Firma. Sedangkan badan usaha asing adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum dan berdominisili di negara asing, memiliki kantor perwakilan di Indonesia, dan dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT) Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi 1. Badan Usaha Badan usaha baik selaku perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, maupun pengawas konstruksi dipersyaratkan memenuhi perizinan usaha di bidang konstruksi, dan memiliki sertifikat klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. Perizinan usaha tersebut yang mempunyai fungsi publik dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dalam usaha dan/atau pekerjaan jasa konstruksi. Sedangkan penetapan klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi bertujuan untuk membentuk struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antar pelaku usaha jasa konstruksi. Klasifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha orang perseorangan untuk melaksanakan pekerjaan berdasarkan nilai pekerjaan, dan kualifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha orang perseorangan untuk melaksanakan berbagai sub pekerjaan. Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang jasa konstruksi. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang jasa konstruksi. Penyelenggaraan jasa berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna jasa dan penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil. Untuk tertib 2-8

30 penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan misalnya sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap tergantung kondisi setempat. Namun penerapan ketentuan perikatan dapat disederhanakan dan permilihan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU No. 18/ Orang Perseorangan Mengenai persyaratan bagi orang perseorangan yang bekerja di bidang jasa konstruksi diatur dalam Pasal 9 UU No. 18/1999 sebagai berikut : a. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian. b. Pelaksana konstruksi Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. c. Perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau pelaksana konstruksi yang bekerja di badan usaha Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana harus memiliki sertifikat keahlian. d. Tenaga kerja keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki keterampilan kerja dan keahlian kerja. Standar klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keterampilan kerja dan keahlian kerja di bidang jasa konstruksi ataupun yang bekerja orang perseorangan. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian hanya orang perseorangan yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Standardisasi klasifikasi dan kualifikasi keterampilan dan keahlian kerja bertujuan untuk terwujudnya standar produktivitas kerja dan mutu hasil 2-9

31 kerja dengan memperhatikan standar imbal jasa, serta kode etik profesi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya tanggung jawab profesional. 3. Tanggung Jawab Profesional Badan usaha maupun orang perseorangan yang melakukan pekerjaan konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana maupun pengawas harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya baik terhadap kasus kegagalan pekerjaan konstruksi maupun terhadap kasus kegagalan bangunan. Tanggung jawab profesional tersebut dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum. Bentuk sanksi yang dikenakan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab tersebut dapat berupa : sanksi profesi, sanksi administratif, sanksi pidana, atau ganti rugi. Sanksi profesi tersebut berupa : peringatan tertulis, pencabutan keanggotaan asosiasi, dan pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja. Sanksi administratif tersebut berupa : peringatan tertulis, memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan kegiatan, atau pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja Peran Masyarakat Hak Masyarakat Umum Masyarakat berhak untuk : a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya; b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagai akibat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pekerjaan konstruksi. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan baik secara orang perseorangan, kelompok 2-10

32 orang dengan pemberian kuasa, maupun kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat Kewajiban Masyarakat Umum Di samping masyarakat mempunyai hak-hak sebagaimana tersebut di atas, dengan makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi, masyarakat juga berkewajiban : a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum Masyarakat Jasa Konstruksi Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi tersebut dilakukan melalui suatu forum jasa konstruksi dan khusus untuk pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri Forum Jasa Konstruksi Forum jasa konstruksi tersebut terdiri atas unsur-unsur : a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; d. masyarakat intelektual; e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi f. instansi Pemerintah; dan g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu. 2-11

33 Dalam rangka upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional, forum jasa konstruksi berfungsi untuk : a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; b. membahas dan merumuskan pemikiran arah penegembangan jasa konstruksi nasional; c. tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat; d. memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Lembaga jasa konstruksi yang melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dan bersifat independen dan mandiri tersebut beranggotakan wakil-wakil dari : a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan jasa konstruksi; dan d. instansi Pemerintah yang terkait. Lembaga jasa konstruksi tersebut bertugas : a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi; b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; c. melakukan registrasi tenaga kerja, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja; d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi; e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi Pengikatan Pekerjaan Konstruksi Para Pihak Dalam pekerjaan konstruksi dikenal adanya para pihak yang mengadakan ikatan kerja berdasarkan hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/ proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi. 2-12

34 Pengertian orang perseorangan adalah warga negara Indonesia atau warga negara asing, dan pengertian badan adalah badan usaha atau bukan badan usaha, baik Indonesia maupun asing. Badan usaha dapat berbentuk badan hukum seperti : Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, atau bukan badan hukum seperti : CV, Firma. Badan yang bukan badan usaha berbentuk badan hukum seperti : instansi dan lembaga-lembaga Pemerintah. Pemilik pekerjaan/proyek adalah orang perseorangan dan badan yang memiliki pekerjaan/proyek yang menyediakan dana dan bertanggung jawab di bidang dana. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat berfungsi sebagai sub penyedia jasa dari penyedia jasa lainnya yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama. Dengan demikian perlakuan terhadap sub penyedia jasa berkaitan dengan pengikatannya dengan penyedia jasa utama sama dengan pengikatan yang dilakukan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa utama dengan melalui persaingan yang sehat sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan Ketentuan Pengikatan Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan penyedia jasa pada kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam setiap tahapan proses ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang adil dan serasi dengan sanksi. Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau pelelangan terbatas. Namun dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung. Prinsip persaingan yang sehat mengandung pengertian antara lain : a. diakuinya kedudukan yang sejajar antar pengguna jasa dan penyedia jasa; b. terpenuhinya ketentuan asas keterbukaan dalam proses pemilihan dan penetapan; c. adanya peluang keikutsertaan dalam setiap tahapan persaingan yang sehat bagi penyedia jasa sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan; 2-13

35 d. keseluruhan pengertian tentang prinsip persaingan yang sehat tersebut di atas dituangkan dalam dokumen yang jelas, lengkap, dan diketahui dengan baik oleh semua pihak serta bersifat mengikat. Dengan pemilihan atas dasar prinsip yang sehat tersebut, pengguna jasa mendapatkan penyedia jasa yang andal dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan rencana konstruksi ataupun bangunan yang berkualitas sesuai dengan jangka waktu dan biaya yang ditetapkan. Di sisi lain merupakan upaya untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung tumbuh dan berkembangnya penyedia jasa yang semakin berkualitas dan mampu bersaing. Pemilihan yang didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum, terbatas ataupun langsung. Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang memnuhi kualifikasi yang diminta dapat mengikutinya. Sementara itu pengertian keadaan tertentu sebagaimana dipersyaratkan dalam pemilihan langsung dan penunjukan langsung adalah : a. penanganan darurat; b. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak; c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; d. pekerjaan yang berskala kecil. Dokumen pemilihan penyedia jasa yang disusun oleh pengguna jasa dan dokumen penawaran yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan prinsip keahlian bersifat mengikat antara kedua pihak dan tidak boleh diubah secara sepihak sampai dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan dalam ketentuan pengikatan sebagai berikut : a. Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi b. Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung c. Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa d. Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UUJK No. 18 tahun

36 e. Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan Kewajiban Dan Hak Para Pihak Tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat terwujud melalui antara lain melalui pemenuhan hak dan kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para pihak terkait. Dalam rangka terjaminnya kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa, maka dalam undang-undang mengenai jasa konstruksi diatur ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam proses pengikatan secara seimbang. Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup : a. mengumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman setiap pekerjaan yang ditawarkan dengan cara pelelangan umum atau pelelangan terbatas; b. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta mudah dipahami, yang memuat : 1) petunjuk bagi penawar; 2) tata cara pelelangan dan atau pemilihan mencakup prosedur, persyaratan, dan kewenangan; 3) persyaratan kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus; dan 4) ketentuan evaluasi; c. mengundang semua penyedia jasa yang lulus prakualifikasi untuk memasukkan penawaran; d. memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan; e. memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa; f. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang; g. mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah sedangkan bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan yang diatur dalam dokumen pelelangan; h. menunjukkan bukti kemampuan membayar; 2-15

37 i. menindaklanjuti penetapan tertulis tersebut dengan suatu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; j. memberikan penjelasan tentang risiko pekerjaan termasuk kondisi dan bahaya yang dapat timbul dalam pekerjaan konstruksi dan mengadakan peninjauan lapangan apabila diperlukan. Hak pengguna jasa dalam pengikatan : a. mencairkan jaminan penawaran dan selanjutnya memiliki uangnya dalam hal penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan pelelangan; dan b. menolak seluruh penawaran apabila dipandang seluruh penawaran tidak menghasilkan kompetisi yang efektif atau seluruh penawaran tidak cukup tanggap terhadap dokumen pelelangan. Kewajiban penyedia jasa dalam pengikatan : a. menyusun dokumen penawaran yang memuat rencana dan metode kerja, rencana usulan biaya, tenaga terampil dan tenaga ahli, rencana dan anggaran keselamatan dan kesehatan kerja, dan peralatan berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa; b. menyerahkan jaminan penawaran; dan c. menandatangani kontrak kerja konstruksi dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang. Hak penyedia jasa dalam pengikatan : a. memperoleh penjelasan pekerjaan; b. melakukan peninjauan lapangan apabila diperlukan; c. mengajukan sanggahan terhadap pengumuman hasil lelang; dan d. menarik jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah Kontrak Kerja Konstruksi Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.18/1999, kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Kontrak kerja pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstruksi yang masing-masing untuk pekerjaan pelaksanaan, dan umtuk pekerjaan pengawasan. Khusus untuk pekerjaan terintegrasi, kontrak kerja konstruksi untuk kedua tahapan pekerjaan konstruksi tersebut dapat dituangkan dalam satu kontrak kerja konstruksi. 2-16

38 Kontrak kerja konstruksi dibedakan berdasarkan : bentuk imbalan, jangka waktu pelaksanaan, dan cara pembayaran hasil pekerjaan. a. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan bentuk imbalan terdiri dari : 1) Lump Sum; 2) Harga Satuan; 3) Biaya Tambah Imbalan Jasa; 4) Gabungan Lump Sum dan Harga satuan 5) Aliansi. b. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan konstruksi terdiri dari : 1) Tahun Tunggal; dan 2) Tahun Jamak. c. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan cara pembayaran hasil pekerjaan terdiri dari : 1) Sesuai kemajuan pekerjaan; atau 2) Secara berkala Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya mencakup uraian mengenai : a. Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; b. Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan; c. Masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa; d. Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi; e. Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi; f. Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi; g. Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; 2-17

39 Cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi : 1) Tidak melakukan apa yang diperjanjikan; dan/atau 2) Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan; dan/atau 3) Melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; dan/atau 4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. Yang dimaksud dengan tanggung jawab, antara lain, berupa pemberian kompensasi, penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi. h. Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidak sepakatan; Penyelesaian perselisihan memuat tentang tatacara penyelesaian perselisihan yang diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian, penafsiran, atau pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi serta ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian. Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase, ataupun pengadilan. i. Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak; j. Keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak; Keadaan memaksa mencakup : 1) Keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni para pihak tidak mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya; 2) Keadaan memaksa yang tidak bersifat mutlak (relatif), yakni para pihak masih dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya. Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, antara lain melalui lembaga pertanggungan. 2-18

40 k. Kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan pengguna jasa atas kegagalan bangunan; l. Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihakdalam pelaksanaan keselamata dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; Perlindungan pekerja disesuaikan dengan undang-undang mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, serta undang-undang mengenai jaminan sosial tenaga kerja. m. Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. Aspek lingkungan mengikuti ketentuan undang-undang mengenai pengelolaan lingkungan. Di samping ketentuan di atas, ketentuan lain mengenai kontrak kerja konstruksi yakni : a. Untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan mengenai hak atas kekayaan intelektual yang diartikan sebagai hasil inovasi perencana konstruksi dalam suatun pelaksanaan kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaqan dan/atau bagian-bagiannya yang kepemilikannya dapat diperjanjikan. Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus dilindungi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi dapat memuat ketentuan mengenai ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku. c. Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif. Insentif adalah penghargaan yang diberikan kepada penyedia jasa atas prestasinya, antara lain kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal daripada yang diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan, yang dapat berupa uang ataupun bentuk lainnya. 2-19

41 d. Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Namun harus secara tegas hanya 1 (satu) bahasa yang mengikat secara hukum. e. Kontrak kerja konstruksi tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia. f. Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana diuraikan pada butir a. sampai dengan butir m. di atas berlaku juga dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan sub penyedia jasa. Kesemua ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi tersebut di atas dituangkan dalam dokumen yang terdiri dari sekurang-kurangnya : a. Surat perjanjian, yang ditandatangani pengguna jasa dan penyedia jasa dan memuat antara lain : 1) uraian para pihak; 2) konsiderans; 3) lingkup pekerjaan; 4) hal-hal pokok seperti nilai kontrak, jangka waktu pelaksanaan; dan 5) daftar dokumen-dokumen yang mengikat beserta urutan keberlakuannya. b. Dokumen lelang yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan atau penawaran untuk pelaksanaan tugas yang berisi lingkup tugas dan persyaratannya (umum, khusus, teknis, administratif, dan kondisi kontrak); c. Usulan atau penawaran, yaitu dokumen yang disusun oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga penawaran, jadwal waktu, dan sumber daya; d. Berita acara berisi kesepakatan yang terjadi antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa antar lain klarifikasi atas hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan; e. Surat pernyataan dari pengguna jasa menyatakan menerima atau menyetujui usulan atau penawaran dari penyedia jasa; dan 2-20

42 f. Surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Kegiatan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi beberapa yakni dimulai dari tahap perencanaan yang meliputi : prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan perencanan teknik dan selanjutnya diikuti dengan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang meliputi : pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba, dan penyerahan bangunan. Masing-masing tahap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. a. Kegiatan penyiapan meliputi kegiatan awal penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diperlukan dalam memulai pekerjaan perencanaan atau pelaksanaan fisik dan pengawasan. b. Kegiatan pengerjaan meliputi : 1) Dalam tahap perencanaan, merupakan serangkaian kegiatan yang menghasilkan berbagai laporan tentang tingkat kelayakan, rencana umum/induk, dan rencana teknis. 2) Dalam tahap pelaksanaan, merupakan serangkaian kegiatan pelaksanaan fisik beserta pengawasannya yang menghasilkan bangunan. c. Kegiatan pengakhiran, yang berupa kegiatan untuk menyelesaikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi : 1) Dalam tahap perencanaan, dengan disetujuinya laporan akhir dan dilaksanakan pembayaran akhir. 2) Dalam tahap pelaksanaan dan pengawasan, dengan dilakukannya penyerahan akhir bangunan dan dilaksanakannya pembayaran akhir Ketentuan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang : a. Keteknikan, yang meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku; b. Keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2-21

43 c. Perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. Tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Kewajiban Para Pihak Dalam Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi baik dalam kegiatan penyiapan, dalam kegiatan pengerjaan, maupun dalam kegiatan pengakhiran meliputi : a. Dalam kegiatan penyiapan : 1) pengguna jasa, antara lain : a) menyerahkan dokumen lapangan untuk pelaksanaan konstruksi, dan fasilitas sebagaiman ditentukan dalam kontrak kerja konstruksi; b) membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang muka dari penyedia jasa apabila diperjanjikan. 2) penyedia jasa, antara lain : a) menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa; b) memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila diperjanjikan. c) mengusulkan calon subpenyedia jasa dan pemasok untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa apabila diperjanjikan. b. Dalam kegiatan pengerjaan : 1) pengguna jasa, antara lain : memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja konstruksi dan menanggung semua risiko atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak kerja; 2) penyedia jasa, antara lain : mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak kerja baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala risiko akibat kelalaiannya. c. Dalam kegiatan pengakhiran : 1) pengguna jasa, antara lain : 2-22

44 memenuhi tanggung jawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa yang telah berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir secara teknis dan administratif kepada pengguna jasa sesuai kontrak kerja. 2) penyedia jasa, antara lain : meneliti secara seksama keseluruhan pekerjaaan yang dilaksanakannya serta menyelesaikannya dengan baik sebelum mengajukan serah terima akhir kepada pengguna jasa Sub Penyedia Jasa Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat menggunakan subpenyedia jasa yang mempunyai keakhlian khusus sesuai dengan masingmasing tahapan pekerjaan konstruksi dengan ketentuan sebagai berikut : a. Subpenyedia jasa tersebut harus juga memenuhi ketentuan mengenai perizinan usaha di bidang konstruksi, mengenai kepemilikan sertifikat klasifikasi dan kualifikasi perusahaan, dan mengenai kepemilikan sertifikasi keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. b. Pengikutsertaan subpenyedia jasa dibatasi oleh adanya tuntutan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme subkontrak, dengan tidak mengurangi tanggung jawab penyedia jasa terhadap seluruh hasil pekerjaannya. c. Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan subpenyedia jasa harus mendapat persetujuan pengguna jasa. d. Pengikutsertaan subpenyedia jasa bertujuan memberikan peluang bagi subpenyedia jasa yang mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme keterkaitan dengan penyedia jasa. e. Penyedia jasa wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara tepat waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia jasa dan dalam hal ini pengguna jasa mempunyai kewajiban untuk memantau pelaksanaan pemenuhan hak subpenyedia jasa oleh penyedia jasa. f. Subpenyedia jasa wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 2-23

45 Kegagalan Pekerjaan Konstruksi Kegagalan pekerjaan konstruksi yang merupakan kegagalan yang terjadi selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi, adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan umum antara lain : a. Menghentikan sementara pekerjaan konstruksi; b. Meneruskan pekerjaan dengan persyaratan tertentu; c. Menghentikan sebagian pekerjaan Kegagalan Bangunan Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.18/1999, kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa, Tidak berfungsinya bangunan tersebut adalah baik dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat berupa sanksi administratif, sanksi profesi, maupun pengenaan ganti rugi. 1. Jangka Waktu Pertanggungjawaban Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan dengan paling lama 10 tahun sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan untuk perencana konstruksi mengikuti kaidah teknik perencanaan dengan ketentuan sebagai berikut : 2-24

46 a. selama masa tanggungan atas kegagalan bangunan di bawah 10 (sepuluh) tahun berlaku ketentuan sanksi profesi dan ganti rugi; b. untuk kegagalan bangunan lewat dari masa tanggungan dikenakan sanksi profesi. Penetapan umur konstruksi yang direncanakan harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam dokumen perencanaan, serta disepakati dalam kontrak kerja konstruksi. Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus dinyatakan dengan tegas dalam kontrak kerja konstruksi. 2. Penilaian Kegagalan Bangunan Penetapan kegagalan bangunan dilakukan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan profesional dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penilai ahli harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan; b. Penilai ahli adalah penilai ahli di bidang konstruksi; c. Penilai ahli yang terdiri dari orang perseorangan atau kelompok orang atau badan usaha dipilih dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan pengguna jasa; d. Penilai ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Tugas penilai ahli adalah : a. menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan; b. menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan; c. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan; d. menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak atau pihak-pihqak yang melakukan kesalahan; e. menetapkan jangka waktu pembayaran karugian. Penilai ahli berwenang untuk : a. menghubungi pihak-pihak terkait untuk memeperoleh keterangan yang diperlukan; 2-25

47 b. memperoleh data yang diperlukan; c. melakukan pengujian yang diperlukan; d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan. Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada pihak yang menunjuknya dan menyampaikan kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah melaksanakan tugasnya. 3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Jika terjadi kegagalan bangunan yang terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, yang disebabkan kesalahan perencana/pengawas atau pelaksana konstruksi, maka kepada perencana/pengawas atau pelaksana selain dikenakan ganti rugi wajib bertanggung jawab bidang profesi untuk perencana/pengawas atau sesuai bidang usaha untuk pelaksana. Penyedia jasa konstruksi diwajibkan menyimpan dan memelihara dokumen pelaksanaan konstruksi yang dapat dipakai sebagai alat pembuktian bilamana terjadi kegagalan bangunan selama jangka waktu pertanggungan dan selamalamanya 10 (sepuluh) tahun sejak dilakukan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. Perencana konstruksi dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan bangunan sebagai dari rencana yang diubah pengguna jasa dan atau pelaksana konstruksi tanpa persetujuan tertulis dari perencana konstruksi Subpenyedia jasa berbentuk usaha orang perseorangan dan atau badan usaha yang dinyatakan terkait dalam terjadinya kegagalan bangunan bertanggung jawab kepada penyedia jasa utama. 4. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengguna Jasa Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-tindakan yang diambil kepada menteri yang bertanggung jawab dalam bidang konstruksi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Pengguna jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pengguna jasa termasuk karena kesalahan dalam pengelolaan. Apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi. 2-26

48 5. Ganti Rugi Dalam Hal Kegagalan Bangunan Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan dengan mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan : a. persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas dasar kesepakatan; b. premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan konstruksi. Dalam hal pengguna jasa tidak bersedia memasukkan biaya premi tersebut di atas, maka risiko kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab pengguna jasa. Besarnya kerugian yang ditetapkan oleh penilai ahli bersifat final dan mengikat. Sementara itu biaya penilai ahli menjadi beban pihak-pihak yang melakukan kesalahan dan selama penilai ahli melakukan tugasnya, maka pengguna jasa menanggung pembiayaan pendahuluan Gugatan Masyarakat Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara : a. orang perseorangan; b. kelompok orang dengan pemberian kuasa; c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan. Yang dimaksud dengan hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Gugatan masyarakat tersebut adalah berupa : a. tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu; b. tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata; c. tuntutan lain. Biaya atau pengeluaran nyata adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan sudah dikeluarkan oleh masyarakat dalam kaitan dengan akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 2-27

49 Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu : a. memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi; b. menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi; c. memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa konstruksi LARANGAN PERSEKONGKOLAN Dalam rangka terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat serta terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dalam Pasal 55 PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi diatur ketentuan mengenai larangan persekongkolan di antara para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk : a. mengatur dan atau menentukan pemenang dalam pelelangan umum atau pelelangan terbatas sehingga mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat (termasuk antar penyedia jasa); b. menaikan nilai pekerjaan (mark up) yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan atau keuangan Negara; Pelaksana konstruksi dan atau subpelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau subpengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk : a. mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat; b. mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat. Atas pelanggararan ketentuan tersebut di atas, pengguna jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2-28

50 2.6. Penyelesaian Sengketa dan Sanksi Umum Sengketa (disputes) atau beda pendapat sering terjadi selama pelaksanaan kontrak kerja konstruksi yang disebabkan adanya beda penafsiran atas pelaksanaan ketentuan kontrak kerja konstruksi. Sekalipun upaya-upaya keras untuk mengurangi kemungkinan sengketa tersebut telah dilakukan dengan menyiapkan dan membahas bersama para pihak atas isi ketentuan dokumen kontrak kerja konstruksi dalam rangka penyamaan penafsiran dan pemahaman, namun tetap saja kemungkinan terjadi beda pendapat selama pelaksanaan kontrak kerja. Oleh karenanya, sengketa atau beda pendapat selalu diperkirakan dan tatacara penyelesaiannya harus diatur dalam ketentuan kontrak kerja konstruksi. Kontrak kerja konstruksi sering menetapkan bahwa direksi pekerjaan adalah pihak yang akan menafsirkan atas ketentuan kontrak kerja konstruksi dan keputusannya bersifat final. Ketika permasalahan itu berkaitan dengan mutu bahan dan mutu kerja (workmanship), keputusan direksi pekerjaan tersebut biasanya dapat diterima semua pihak. Namun bila beda pendapat tersebut menyangkut kerja tambah, tambah waktu, tambah biaya, denda dan sejenisnya, legalitas atau kewenangan hukum direksi pekerjaan adalah terbatas, dan dengan kata lain pengaturan mengenai penyelesaian sengketa diperlukan. Pada dasarnya penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara bertahap yakni dimulai dengan tahapan melalui perdamaian yaitu melalui perundingan langsung, kemudian kalau tidak berhasil menyelesaikan, dengan kesepakatan tertulis, tahap kedua, yakni para pihak menunjuk atau meminta bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun mediator untuk menyelesaikan sengketa. Jika cara tersebut belum juga menyelesaikan sengketa, maka dapat ditempuh penyelesaian sengketa tahap ketiga yakni dengan menunjuk seorang mediator oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa atas permintaan para pihak yang bersengketa. Jika cara perdamaian melalui pilihan penyelesaian sengketa tersebut tidak dapat dicapai, maka para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat mengajukan usaha penyelesaiannya melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc yang pelaksanaannya sesuai ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 2-29

51 Walaupun tidak dinyatakan secara tegas, namun penyelesaian sengketa tersebut tidak harus mengikuti prosedur alternatif penyelesaian tahap demi tahap mulai dari tahap pertama sampai dengan tahap keempat, dan dapat saja mengabaikan tahap tertentu. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan antara lain : kecepatan dan efisiensi penyelesaian, tidak adanya ketentuan yang secara tegas mengatur keharusan mengikuti tahapan tersebut, adanya kebebasan memilih cara penyelesaian sengketa oleh para pihak yang bersengketa, dan efektifitas penyelesaian. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah menyediakan beberapa pranata hukum sebagai pilihan penyelesaian sengketa secara damai yang dapat ditempuh para pihak untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat mereka yakni dengan melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian para ahli sesuai kesepakatan mereka. Penggunaan mekanisme penyelesaian secara damai tersebut hanyalah berlaku untuk sengketa di bidang perdata dan tidak berlaku untuk sengketa di bidang pidana. Dalam rangka melindungi hak keperdataan para pihak yang bersengketa, Pasal 36 UU No. 18/1999 mengatur ketentuan bahwa penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan plihan secara sukarela para pihak yang bersengketa dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Guna mencegah terjadinya putusan yang berbeda mengenai suatu sengketa jasa konstruksi untuk menjamin kepastian hukum, jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk : a. masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; serta b. dalam hal terjadi kegagalan bangunan. 2-30

52 Berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa, penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara : a. melalui pihak ketiga, yaitu : 1) mediasi (yang ditunjuk oleh para pihak atau oleh Lembaga Arbitrase dan Lembaga Alternatif Penyelesaian SengketaI; 2) konsiliasi; atau b. arbitrase melalui Lembaga Arbitrase atau Arbitrase Ad Hoc. Penunjukan pihak ketiga tersebut dapat dilakukan sebelum sesuatu sengketa terjadi, yaitu dengan menyepakatinya dan mencantumkannya dalam kontrak kerja konstruksi. Dalam hal penunjukan pihak ketiga dilakukan setelah sengketa terjadi, maka hal itu harus disepakati dalam suatu akta tertulis yang ditandatangani para pihak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.pihak ketiga tersebut dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi. Penyelesaian sengketa secara mediasi atau konsiliasi tersebut dapat dibantu penilai ahli untuk memberikan pertimbangan profesional aspek tertentu sesuai kebutuhan. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan bantuan mediator dengan ketentuan sebagai berikut : a. oleh satu orang mediator; b. mediator ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa; c. mediator tersebut harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi; d. apabila diperlukan, mediator dapat minta bantuan penilai ahli; e. mediator bertindak sebagai fasilisator yaitu hanya membimbing para pihak yang bersengketa untuk mengatur pertemuan dan mencapai suatu kesepakatan yang dituangkan dalam kesepakatan tertulis. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan bantuan konsiliator dengan ketentuan sebagai berikut : a. oleh seorang konsiliator; b. konsiliator ditunjuk berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa; 2-31

53 c. konsiliator harus mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi; d. konsiliator menyusun dan merumuskan upaya penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak; e. jika rumusan tersebut disetujui oleh para pihak, maka solusi yang dibuat konsiliator menjadi rumusan pemecahan masalah yang dituangkan dalam kesepakatan tertulis. Semua kesepakatan tertulis dalam penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa melalui mediator dan konsiliator tersebut yang ditandatangani kedua belah pihak bersifat final dan mengikat para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jasa arbitrase dilakukan melalui arbitrase sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan putusan arbitrase bersifat final dan mengikat. Jika dibandingkan dengan lembaga pengadilan maka lembaga arbitrase mempunyai beberapa kelebihan antara lain : a. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak; b. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal yang bersifat prosedural dan administrtif; c. para pihak dapat memilih arbiter yang menurut mereka diyakini mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang relevan dengan masalah yang disengketakan, di samping jujur dan adil; d. para pihak dapat menetukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya termasuk proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; e. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan tata cara (prosedur) yang sederhana dan langsung dapat dilaksanakan. Badan arbitrase nasional di Indonesia yang bertugas menyelesaikan sengketa dagang baik yang bersifat domestik maupun internasional adalah Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan atas prakarsa Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) dan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang didirikan atas prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI). 2-32

54 Sangsi Atas pelanggaran Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut, kepada para penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi berupa dan atau denda dan atau pidana. Sanksi administratif dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi; e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Sanksi administratif dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi; e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Sanksi pidana atau denda dapat dikenakan kepada barang siapa yang : a. melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan; b. melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaann konstruksi atau kegagalan bangunan; c. melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan. 2-33

55 2.7. Etika Profesi Umum Perkembangan Kegiatan Jasa Konstruksi merupakan suatu tantangan bagi pelaku-pelaku kegiatan tersebut yang harus dicermati dan diantisipasi dengan baik dan secara sungguh-sungguh, karena pada saat ini para pelaku-pelaku jasa konstruksi di Indonesia menghadapi dua sisi tantangan, tantangan dari luar (arus globalisasi) dan tantangan dari dalam yang merupakan tantangan dirinya sendiri (profesionalisme), yang kesemuanya itu harus dapat diatasi dengan tepat dan cepat. Dalam profesionalitas pelaku jasa konstruksi harus ditingkatkan kesadaran terhadap nilai, kepercayaan dan sikap yang mendukung seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan jabatan kerja yang dimilikinya, dimana etika dalam berkarya termasuk pada pelaksanaan kegiatan konstruksi dilapangan; pelaku-pelaku jasa konstruksi harus tampil dengan sikap moral yang tinggi, untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan standar dan spesifikasi yang diberikan. Etika adalah berasal dari kata ethics dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan atau karakter. Dalam pelaksanaan konstruksi seorang tenaga kerja perlu memiliki etika atas perilaku moral dan keputusan yang menghormati lingkungan, dan mematuhi peraturan lainnya dalam kegiatan masa konstruksi, dengan kata lain seorang tenaga kerja jasa konstruksi perlu mempunyai nilai moralitas, yang berarti sikap, karakter atau tindakan apa yang benar dan salah serta apa yang harus dikerjakannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya untuk hidup dilingkungan sosial mereka dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan tersebut. Masing-masing orang misalnya Pelaksana Saluran Irigasi, Teknisi Penghitung Kuantitas, pekerja, konsultan pengawas atau direksi teknik dan masyarakat pengguna irigasi, mempunyai serangkaian nilai yang dimiliki masing-masing individu; masing-masing individu menggabungkan nilai pribadi kedalam suatu sistem sebagai suatu hasil dan sikap yang saling mempengaruhi dan saling merefleksikan pengalaman dan intelegensinya sehingga terbentuk suatu kegiatan secara sinergi. 2-34

56 Nilai-nilai Profesional Pelaksana Konstruksi, termasuk bagian dari pada itu, merupakan suatu profesi yang didasarkan pada perhatian, nilai profesional berkaitan dengan kompetensi, dimana nilai-nilai moral yang universal dikembangkan menjadi kode etik profesi yang didasarkan pada pengalaman dalam setiap pelaksanaan konstruksi di beberapa tempat/wilayah. Etika Etika menentukan sikap yang benar, mereka berkaitan dengan apa yang seharusnya atau harus dilakukan. Etika tidak seperti hukum yang harus berkaitan dengan aturan sikap yang merefleksi prinsip-prinsip dasar yang benar dan yang salah dan kode-kode moralitas. Etika didisain untuk memproteksi hak asasi manusia. Dalam seluruh pekerjaan bidang sumber daya air, etika memberi standar profesional kegiatan pelaksanaan konstruksi; standar-standar ini memberi keamanan dan jaminan bagi pelaksana konstruksi maupun pengguna prasarananya (masyarakat). Meskipun etika dan moral sering digunakan bergantian, para ahli Etika membedakannya, dimana Etika menunjuk pada keadaan umum dan serangkaian peraturan dan nilai-nilai formal, sedangkan moral merupakan nilai-nilai atau prinsip-prinsip dimana seseorang secara pribadi menjalankannya (Jameton 1984 Etika profesi) Kode Etik Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) 1. Selalu menjunjung tinggi dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AKI. 2. Berperilaku sebagai Kontraktor Nasional yang menghormati dan menghargai profesinya. 3. Bertindak untuk tidak mempengaruhi/memaksakan dalam memenangkan tender atau mendapatkan kontrak. 4. Bertindak untuk tidak memberi atau menerima imbalan dalam memenangkan tender atau mendapatkan kontrak. 5. Bertindak untuk tidak mendapatkan harga penawaran dan/atau data tender sesama anggota yang masih dirahasiakan. 6. Bertindak untuk tidak merubah harga/kondisi penawaran setelah tender ditutup. 2-35

57 7. Bertindak untuk tidak saling membajak tenaga kerja maupun tenaga ahli sesama anggota. 8. Bertindak untuk menjabat secara sengaja baik langsung maupun tidak langsung nama baik, kesempatan dan usaha sesama anggota. 9. Berpartisipasi dalam tukar menukar informasi, mengadakan latihan dan penelitian mengenai syarat-syarat kontrak, Teknologi dan Tata cara pelaksanaan sebagai bagian dari tanggung jawab kepada masyarakat dan Industri Jasa Konstruksi Kode Etik Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Menyadari peran sebagai pelaksana konstruksi yang merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat jasa konstruksi pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya dan dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi nasional yang sehat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, GAPENSI menetapkan Kode Etik yang merupakan pedoman perilaku bagi para anggota di dalam menghayati dan melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing, dengan nama Dasa Brata, sebagai berikut : 1. Berjiwa Pancasila yang berarti satunya kata dan perbuatan didalam menghayati dan mengamalkannya 2. Memiliki kesadaran nasional yang tinggi, dengan mentaati semua perundangundangan dan peraturan serta menghindarkan diri dari perbuatan tercela ataupun melawan hukum 3. Penuh rasa tanggung jawab di dalam menjalankan profesi dan usahanya. 4. Bersikap adil, wajar, tegas, bijaksana dan arif serta dewasa dalam bertindak 5. Tanggap terhadap kemajuan dan selalu beriktiar untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan dan pengabdian masyarakat. 6. Didalam menjalankan usahanya wajib berupaya agar pekerjaan yang dilaksanakannya dapat berdaya guna dan berhasil guna 7. Mematuhi segala ketentuan ikatan kerja dengan pengguna jasa yang disepakati bersama 8. Melakukan persaingan yang sehat dan menjauhkan diri dari praktek-praktek tidak terpuji, apapun bentuk, nama dan caranya 9. Tidak menyalahgunakan kedudukan, wewenang dan kepercayaan yang diberikan kepadanya 10. Memegang teguh disiplin, kesetiakawanan dan solidaritas organisasi. 2-36

58 Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Kode Etik PII (Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia) : Empat Prinsip Dasar : 1. Mengutamakan keluruhan budi 2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia 3. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya 4. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran Tujuh Tuntutan Sikap : 1. Mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyrakat 2. Bekerja sesuai kompetensinya 3. Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan 4. Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya 5. Membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing 6. Memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi 7. Mengembangkan kemampuan profesional Kode Etik Himpunan Ahli Teknik Hidrolika Indonesia (HATHI) 1. Latar Belakang Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2000 tentang usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi mengisyaratkan bahwa asosiasi profesi wajib memiliki dan menjunjung tinggi kode etik profesi. HATHI sebagai asosiasi profesi memiliki Kode Etik yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga HATHI. Kode Etik HATHI diturunkan dari visi tentang norma dan nilai luhur anggota HATHI dalam melaksanakan semua kegiatan profesinya. 2-37

59 2. Kaidah Dasar 1. Mengutamakan keluhuran budi 2. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat 3. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional teknik keairan. 3. Sikap 1. Senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat 2. Senantiasa bekerja sesuai dengan kompetensi 3. Senantiasa menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan 4. Senantiasa menghindari pertentangan kepentingan dalam tugas dan tanggung jawab 5. Senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan 6. Senantiasa memegang teguh kehormatan, integrtas dan martabat profesi 7. Senantiasa mengembangkan kemampuan profesi. Sesuai ketentuan Anggaran Dasar HATHI, anggota HATHI wajib menjunjung tinggi dan melaksanakan Kode Etik HATHI. 4. Tata Laku Anggota Pemilik sertifikat HATHI adalah anggota HATHI. Karenanya pemilik sertifikat HATHI wajib tunduk dan menjunjung tinggi Kode Etik HATHI Pelanggaran terhadap kode etik HATHI dapat mengakibatkan sanksi pencabutan keanggotaan HATHI yang pada akhirnya secara hukum akan menggugurkan kepemilikan sertifikat HATHI. 2-38

60 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Jasa Konstruksi 1. Tanggung Jawab Profesional Tanggung jawab profesional sesuai dengan UUJK adalah sebagai berikut : TANGGUNG JAWAB PROFESIONAL AZAS PARA PELAKU MACAM TANGGUNG JAWAB SANKSI Bertanggung jawab sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatuhan dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum. 1. Badan Usaha 2. Orang perseorangan/ Tenaga kerja Konstruksi 1. Pada tahap pelaksanaan konstruksi tanggung-jawab kegagalan pekerjaan konstruksi 2. Setelah selesai pelaksanaan pekerjaan konstruksi tanggung jawab kegagalan bangunan 1. Sanksi Administrasi 2. Sanksi Pidana 3. Ganti rugi pada pihak yang dirugikan UUJK Pasal 11 (2). UUJK Pasal 5 (1) UUJK Pasal 11, 22, 25 & 26, PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi UUJK Pasal 41, 42 & 43 Tanggung jawab profesional sesuai dengan UUJK harus dilandasi oleh prinsipprinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan dan kejujuran intelektual dan bagi anggota HATHI sebagai tenaga profesional harus bertindak berdasarkan Kode Etik Asosiasi. Pelaksanaan tanggung jawab profesional bagi tenaga profesional HATHI akan terjadi pada setiap tahapan kegiatan pekerjaan konstruksi, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan beserta pengawasannya dan tahap operasional/pemanfaatan. 2-39

61 2. Pengakuan Profesi dan Tanggung Jawab Hukum Korelasi keterkaitan antara pengakuan profesi secara hukum dengan tanggung jawab hukum yang diatur dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi dapat digambarkan sebagai berikut : PENGAKUAN PROFESI SECARA HUKUM UUJK Pasal 8 Badan Usaha harus memiliki sertifikat, klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. UUJK Pasal 9 Orang perseorangan/tenaga kerja konstruksi (Perencana, Pengawas dan Pelaksana) harus memiliki sertifikat keahlian atau sertifikat keterampilan. UUJK Pasal 11 Badan usaha dan orang perseorangan harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya SANKSI UUJK Pasal 42 ADMINISTRATIF PROFESI UUJK Pasal 43 PIDANA TANGGUNG JAWAB HUKUM UUJK Pasal 25 Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan KEGAGALAN BANGUNAN UUJK Pasal Perencanaan atau pengawas kontruksi wajib bertanggung jawab sesuai bidang profesi dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan bangunan akibat kesalahannya 2. Pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai bidang usaha dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan bangunan akibat kesalahannya. UUJK Pasal 27 Pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenakan ganti rugi atas kegagalan bangunan akibat kesalahannya yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain SANKSI UUJK UUJK Pasal Pasal 26, 27 GANTI 26, 27 RUGI GANTI RUGI SISTEM PERTANGGUNGAN UNTUK GANTI RUGI 2-40

62 2.8. Etos Kerja Umum Menghayati makna Etos Kerja akan dapat mengungkapkan suatu persepsi, apa dan bagaimana seharusnya melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaikbaiknya. Agar mampu dan mau melakukan tugas pekerjaan pertama kali dituntut mempunyai kompetensi, dan apabila telah melekat wewenang, tanggung jawab,kewajiban dan hak, maka dapat disebut kompeten. Dengan demikian orang perorang atau kelompok orang dalam suatu kelembagaan yang mempunyai kompetensi dan telah melekat wewenang, tanggung jawab, kewajiban dan hak maka orang per orang atau kelompok orang dalam suatu kelembagaan dapat dikatakan sebagai yang kompeten. Dalam rangka melakukan tugas yang sebaik-baiknya, diharapkan para pelakunya menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan di atas pundaknya sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan di dunia dan akhirat, khususnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan manusia atau kelompok manusia yang memberikan amanah. Tanggung jawab yang dimaksud meliputi : - Tanggung jawab di dunia akan ditandai dengan : taat dan patuh pada kaidah normatif yang mengikat yang dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai : Disiplin kerja. - Tanggung jawab diakhirat ditandai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa ditandai dengan menjalankan ajaran agamanya secara khusuk, ada yang dilengkapi dengan tanggung jawab budaya suatu suku atau sekelompok masyarakat yang membentuk kepribadiannya dan ada juga terikat dengan rasa tanggung jawabnya terhadap kebesaran dan keluhuran dari nenek moyang leluhurnya. Untuk dapat mempertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat dilakukan antara lain, setiap individu manusia yang mendapat amanah melakukan tugas pekerjaan, seyogyanya selalu diawali niat menjalankan tugas pekerjaan semoga menjadi amal ibadah yang selalu mendapat bimbingan dan ridho dari Tuhan Yang Maha Esa yang selanjutnya dapat diterima dan menjadi amal ibadah. Modal utama dapat menjalankan tugas pekerjaan yang dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah : Iman dan Taqwa, 2-41

63 menjalankan perintah dan meninggalkan larangan yang diajarkan agama. Prinsip ini kiranya cukup tepat untuk masyarakat bangsa Indonesia yang mempunyai filsafat hidup berbangsa dan bernegara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu : PANCASILA, dimana sila pertama mengamanatkan : Ketuhanan Yang Maha Esa. Disiplin Kerja 1. Pengertian Disiplin adalah suatu sikap yang menunjukan kesediaan untuk mematuhi, menepati dan mendukung nilai dan kaidah atau peraturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu (Ensiklopedi Indonesia) Dari pengertian tersebut di atas, beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang hakekat disiplin adalah : a. Nilai dan Kaidah Nilai adalah suatu konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik atau buruk, salah atau benar, adil atau tidak adil bagi suatu masyarakat. Sedangkan kaidah atau peraturan adalah suatu nilai yang dibakukan menjadi pedoman untuk berprilaku dan bertindak terhadap sesama manusia dan lingkungannya a1. Wujud disiplin selain kaidah atau peraturan Identik dengan kaidah atau peraturan adalah bisa berupa : fungsi lembaga-tujuan lembaga, program kerja, tugas atau uraian kerja. Karena hal tersebut juga berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan dan bertindak seseorang dalam suatu lingkungan kerja Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa menegakan disiplin pada suatu lembaga adalah tidak hanya terlihat dari sikap mematuhi, menepati dan mendukung kaidah atau peraturan yang berlaku. Namun juga harus nampak pada kepatuhan, ketepatan dan dukungan terhadap: fungsi lembaga tujuan lembaga program kerja tugas atau uraian kerja yang telah direncanakan. 2-42

64 a2. Fungsi kaidah atau peraturan Adanya kaidah atau peraturan di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai sarana pengendalian sosial agar dalam kehidupan bermasyarakat tercipta suasana ketertiban dan ketentraman Secara sosiologis, menurut Soerjono Soekamto mengemukakan bahwa ketertiban itu terlihat apabila suatu masyarakat : Ada kaidah yang jelas dan tegas Ada konsistensi dalam pelaksanaan kaidah Ada keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan arah kemasyarakatan Ada sistem pengendalian yang mantap Ada stabilitas yang nyata atau tidak semu Ada proses social yang kondusif Tidak adanya perubahan yang sering terjadi Tidak adanya kaidah yang tumpang tindih Tidak adanya standar ganda dalam penerapan kaidah atau peraturan Adapun Ketentraman yang dimaksud adalah keadaan batin warga masyarakat bebas dari rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri seorang menghadapi dua pilihan yang serba menyulitkan atau serba tidak mengenakan a3. Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan (disiplin) ada 4 aspek yang harus diperhatikan secara seimbang, yakni : Kaidah atau peraturannya itu sendiri harus jelas dan tegas Kesadaran warga untuk mematuhi harus ada Sarananya harus menunjang Petugas yang menegakkan kaidah harus arif (professional) dalam melaksanakannya. 2-43

65 b. Sikap b1. Pengertian Sikap adalah suatu disposisi atau keadaaan mental di dalam jiwa dan diri individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia, alam sekitarnya dan fisiknya) Sikap itu walaupun berada dalam diri seorang individu, biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan sering juga bersumber pada sistem nilai-budaya. Suatu sistem nilai budaya yang mempengaruhi terhadap sikap individu, terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup didalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup Misalnya, nilai-budaya (tradisional) dalam adat istiadat kita yang terlampau banyak berorientasi vertikal terhadap orang-orang pembesar, orang-orang berpangkat tinggi dan orang-orang tua atau senior. Akan membentuk atau mempengaruhi sikap warga masyarakat untuk patuh, menurut dan tidak berani memberikan komentar pimpinannya. Contohnya nilai-budaya yang demikian bagi suatu masyarakat tertentu dan dalam kurun waktu tertentu menganggap sebagai nilaibudaya yang baik. Namun pada masyarakat dan kurun waktu yang lain bisa beranggapan sebagai nilai-budaya yang buruk. Bagi suatu masyarakat yang memandang nilai-budaya tersebut buruk karena nilai-budaya yang demikian akan membentuk sikap. Solidaritas sapulidi, yaitu solidaritas yang hanya terkonsentrasi pada bagian atas dan solidaritas yang hanya tergantung pada tali pengikatnya, begitu tali pengikat kendor, kendor pula solidaritasnya Tak berdisiplin murni, yakni hanya berdisiplin karena takut ada pengawasan dari atas. Pada saat pengawasan itu kendor atau tidak ada maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk secara ketat mentaati peraturan Tidak bertanggung jawab, dalam artian, tumbuhnya rasa tanggung jawab karena adanya ikatan batin dengan 2-44

66 pimpinannya. Namun bila ikatan batin tersebut longgar, maka longgar pula rasa tanggung jawabnya. b2. Sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin Untuk memahami salah satu sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin, permasalahannya bukan terletak kepada arti mematuhi peraturan yang ada. Namun harus berorientasi pada pertanyaan Apakah sebabnya orang harus mentaati kaidah peraturan. Dengan memahami jawabannya atas pertanyaan itulah maka potensi orang untuk mematuhi peraturan akan tumbuh dan berkembang. Sebagai Ahli K3 Konstruksi ada panggilan dan juga amanah yang harus dilaksanakan dengan penuh integritas disertai keihlasan dalam bersikap dan bertindak karena tugas pekerjaannya menyangkut kemanusiaan demi keselamatan dan kesehatan kerja yang ujung-ujungnya menyangkut beberapa insan manusia (keluarga dan saudarasaudaranya) dibalik tenaga kerja yang harus dijamin rasa aman, selamat dan sehat dalam melaksanakan tugasnya. Panggilan dan amanah ini diharapkan sebagai landasan motivasi untuk melaksanakan tugas pekerjaan yang menghasilkan produk terbaik pada saat itu (tidak pernah merasa puas) yang dijiwai etika profesi, integritas, moral, iman dan taqwa serta peduli lingkungan Mematuhi Kaidah atau Peraturan Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat dari pada kaidah atau peraturan, yaitu apakah dipatuhinya kaidah atau peraturan itu disebabkan oleh karena peraturan itu dibentuk oleh pejabat yang berwenang atau memang masyarakatnya mengakuinya karena dinilai kaidah atau peraturan tersebut sebagai suatu kaidah atau peraturan yang hidup didalam masyarakat itu? Dalam hubungan dengan pertanyaan yang pertama terdapat beberapa teori penting yang patut diketengahkan. 2-45

67 1) Teori Kedaulatan Tuhan (Teokrasi) Teori kedaulatan Tuhan yang langsung berpegang kepada pendapat bahwa : Untuk segala kaidah atau peraturan adalah kehendak Tuhan. Tuhan sendirilah yang menetapkan kaidah atau peraturan dan pemerintahpemerintah duniawi adalah pesuruh-pesuruh kehendak Tuhan. Kaidah atau peraturan dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia sebagai salah satu ciptaan-nya wajib taat pada kaidah atau peraturan Tuhan ini. Teori kedaulatan Tuhan yang bersifat langsung ini hendak membenarkan perlunya peraturan yang dibuat oleh raja-raja yang menjelmakan dirinya sebagai Tuhan didunia. Harus ditaati oleh setiap penduduknya. Sebagai contoh raja-raja Fir aun. Teori Kedaulatan Tuhan yang tidak langsung, menganggap raja-raja bukan sebagai Tuhan akan tetapi wakil Tuhan didunia. Dalam kaitan ini, dengan sendirinya juga karena bertindak sebagai wakil, semua kaidah atau peraturan yang dibuatnya wajib pula ditaati oleh segenap warganya. Pandangan ini walau berkembang hingga jaman Renaissance, namun hingga saat ini masih juga ada yang berdasarkan otoritas peraturan pada faktor Ketuhanan itu. 2) Teori Perjanjian Masyarakat Pada pokoknya teori ini berpendapat bahwa orang taat dab tunduk pada kaidah atau peraturan oleh karena berjanji untuk mentaatinya. Kaidah atau peraturan diangggap sebagia kehendak bersama, suatu hasil konsensus (perjanjian) dari segenap anggota masyarakat. Tentang perjanjian ini, terdapat perbedaan pendapat antara Thomas Hobbes, John Locke dan J.J Rousseau. Dalam bukunya De Give (1642) dan Leviathan (1651), Thomas Hobbes membentangkan pendapat yang intinya sebagai berikut : Pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana bellum omnium contra omnes, selalu dalam keadaan perang (saling bunuh membunuh, saling sikutmenyikut). Agar tercipta suasana damai tentram. Lalu diadakan perjanjian diantara mereka (Pactum Unionis). Setelah itu disusul perjanjian antara semua dengan seseorang tertentu (pactum subjectionis) yang akan diserahi 2-46

68 kekuasaan untuk memimpin mereka. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin ini adalah mutlak. Timbulah kekuasaan yang bersifat absolut. Konstruksi John Lock dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), agak berbeda karena pada waktu perjanjian itu disertakan pula syaratsyarat yang antara lain kekuasaan yang diberikan dibatasi dan dilarang melanggar hak-hak azasi manusia. Teorinya menghasilkan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi. J.J. Rousseau dalam bukunya Le Contrak Social on Principes de Droit Politique (1672), berpendapat bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat tetap berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada seseorang tertentu secara mutlak atau dengan persyaratan tertentu. Konstruksi yang dihasilkannya ialah pemerintahan demokrasi langsung. Tipe pemerintahan seperti ini hanya sesuai dengan Negara dengan wilayah sempit dan penduduknya sedikit. Pemikirannya tidak dapat diterapkan untuk suatu Negara modern dengan wilayah Negara yang luas dan banyak penduduknya. 3) Teori Kedaulatan Negara Pada intinya teori ini berpendapat bahwa ditaatinya kaidah atau peraturan itu karena Negara menghendakinya Hans Kelsen misalnya dalam bukunya Hauptprobleme der Staatslehre (1811), Das Problem der Souveranitat und die Theori des Volkerects (1920), Allegemeine Staatsleher (1925) dan Reine Rechstlehre (1934), menganggap bahwa kaidah atau peraturan itu merupakan Wille des Staates orang tunduk pada kaidah atau peraturan karena merasa wajib mentaatinya karena kaidah atau peraturan itu adalah kehendak Negara 4) Teori Kedaulatan Hukum Kaidah atau peraturan mengikat bukan karena Negara menghendakinya akan tetapi karena merupakan perumusan dari kesadaran kaidah atau peraturan rakyat. Berlakunya kaidah atau peraturan karena niat bathinnya yaitu menjelma di dalam kaidah atau peraturan itu. Pendapat ini diutarakan oleh Prof. Mr. H. Krabbe dalam bukunya Die Lehre der Rechtssouveraniatat (1906). 2-47

69 Selanjutnya beliau berpendapat bahwa kesadaran kaidah atau peraturan yang dimaksud berpangkal pada perasaan kaidah peraturan setiap individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya peraturan itu. Terdapat banyak kritik terhadap pendapat diatas. Pertanyaan-pertanyaan berkisar pada apa yang dimaksud dengan kesadaran kaidah atau peraturan bagian terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau peraturan itu? Prof. Krabbe mencoba menjawab dengan mengetengahkan perumusan baru yaitu bahwa kaidah atau peraturan itu berasal dari perasaan kaidah atau peraturan terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau peraturan setiap individu. Seorang muridnya yang terkenal Prof. Mr. R. Kraneburg dalam bukunya Positief Recht an Rechbewustzij (1928) berusaha membelanya dengan teorinya yang terkenal azas keseimbangan (evnredigheidspostulat). 5). Type Kepatuhan Dalam berkehidupan bermasyarakat, kepatuhan terhadap kaidah atau peraturan dapat dipilah-pilahkan menjadi 3 yakni : 1. Kepatuhan internal, kepatuhan yang timbul daro dalam diri seseorang 2. Kepatuhan eksternal, kepatuhan yang timbul dari pengaruh luar 3. Kepatuhan semu, yakni type kepatuhan yang pada saat ada pengawasan atau yang secara formalitas tidak dapat dibuktikan adanya penyimpangan namun yang sebenarnya tidak sedikit yang dipalsukan Kecenderungan Orang Tidak Disiplin Untuk memberikan jawaban mengapa kebanyakan orang cenderung untuk tidak disiplin dapat dilihat dari beberapa sudut pandang keilmuan, yakni : 1) Pakar Anthropologi Budaya, Koentjaraningrat, mengemukakan pendapat bahwa Revolusi kita, serupa dengan semua revolusi yang terjadi dalam sejarah manusia, telah membawa akibat-akibat post-revolusi berupa kerusakan-kerusakan mental dan fisik, dalam masyarakat bangsa kita. Salah satu diantaranya, nilai-budaya yang terlampau banyak berorientasi vertikal ke arah atasan. Mengapa? Karena nilai-budaya yang terlampau 2-48

70 berorientasi vertikal kearah atasan akan mematikan jiwa yang ingin berdiri sendiri dan berusaha sendiri. nilai yang seperti ini juga akan tumbuhnya rasa disiplin murni, karena orang hanya akan taat kalau pengawasan tadi menjadi kendor atau pergi 2) Dari sudut sosiologis. Soedjito, sosiolog yang tidak diragukan reputasinya, mengemukakan suatu prespektif sosiologis, sebagai berikut : Masalah sosial : (kedisiplinan) adalah merupakan resultante dari berbagai faktor di dalam masyarakat yang sedang mencari bentuk dan kepribadian, karena tidak adanya keajegan yang dapat dipegang sebagai pengarahan, bisa menimbulkan dis-organisasi sosial dan bentuk alienation. Alienation dalam bentuk frustasi bisa menimbulkan sikap asosial terhadap orang lain. Sikap asosial bisa melahirkan tata nilai moralitas yang beranggapan bahwa menjadi jago atau melanggar peraturan merupakan suatu hal yang patut dibanggakan. Dalam kondisi sosial yang demikian, akan terjadi lomba ketangkasan meningkatkan kuantitas dan kualitas kejahatan. Seperti keadaan masyarakat, bahwa kejahatan itu tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak mapan ekonominya saja. Namun orang yang sudah mapan ekonominyapun juga melakukan kejahatan yang lazim disebut white colar crime. Selanjutnya Soedjito mengemukakan bahwa, masyarakat yang kehilangan pegangan akan mudah menimbulkan anomi, keadaan anomi ialah keadaan di mana norma-norma social tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur masyarakat. 3) Soerjono Soekamto, didalam bukunya Sosiologi Hukum, menyatakan : Bahwa timbulnya perilaku menyimpang kaidah sosial dalam masyarakat adalah dapat dipengaruhi oleh 4 aspek, yaitu : a) Kaidah sosial (hukumnya) itu sendiri harus terinci secara jelas dan tegas sehingga mampu berfungsi sebagai pengendalian sosial atau terciptanya suasana ketertiban dan ketentraman Sikap Penegak Hukum, juga menentukan terwujudnya fungsi sebagai pengendalian sosial. Karena dalam kehidupan masyarakat, walaupun hukumnya sudah terinci secara jelas dan tegas tapi kalau sikap atau semangat penegak Hukumnya bertindak atau berbuat yang menyimpang juga tidak mempunyai arti. 2-49

71 b) Sarana dan prasarananya juga harus menunjang c) Kesadaran hukum warga masyarakatnya juga harus ditumbuh kembangkan Keempat aspek tersebut harus mendapatkan perhatian yang seimbang, karena bila salah satu aspek saja terabaikan tidak mungkin terwujud tegaknya hukum (disiplin) dalam suatu masyarakat Menepati Salah satu wujud seseorang itu patuh pada kaidah atau peraturan yang ada adalah menepati. Adapun therminologi menepati adalah suatu perbuatan atau tindakan yang sesuai dengan kaidah atau peraturan yang berlaku Kemudian muncul pertanyaan : mengapa kita harus menepati kaidah atau peraturan? Secara hukum, kalau suatu kaidah (atau program yang telah direncanakan) telah disepakati sebagai kehendak bersama atau sebagai konsensus, maka keseluruhan warga masyarakat (warga lembaga) tersebut telah mengikatkan diri atau telah terikat oleh hasil konsensus tersebut. Dengan demikian mereka mempunyai kewajiban moral untuk menepati hasil consensus tersebut. Menurut Prof. Eggens yang terkenal dengan teorinya konsensualisme mengemukakan, bahwa keharusan menepati kaidah atau peraturan adalah suatu tuntutan kesusilaan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul dalam pepatah een man een man een word een word, artinya, dengan diletakkannya kepercayaan pada seseorang, maka orang tersebut telah ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya. Dengan landasan teori termaksud di atas, jawaban mengapa orang harus menepati kaidah atau peraturan adalah karena suatu kesusilaan dan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia Mendukung Mendukung adalah sikap partisipasi aktif dalam melaksanakan nilai dan kaidah (fungsi, tugas atau uraian kerja). Partisipasi aktif, merupakan suatu proses kegiatan yang hidup dan berkembang, oleh karena itu partisipasi pasif (tidak menolak program-program yang 2-50

72 direncanakan namun tidak ada prakarsa) harus dihilangkan. Dan sebaliknya partisipasi aktif perlu dipertumbuh-kembangkan. Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka menumbuh kembangkan partisipasi adalah : 1) Identifikasi dan klasifikasi jenis-jenis partisipasi 2) mewadahi partisipasi agar kegairahan berpartisipasi tidak melayang, misalnya wadah partisipasi buah pikiran dapat membentuk : rapat mingguan, briefing, seminar dan penataran 3) Pra-syarat partisipasi, yakni : a) Adanya rasa senasib sepenanggungan atau ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul b) Adanya rasa ketergantungan dan keterkaitan c) Adanya keterkaitan tujuan d) Adanya prakarsawan e) Adanya iklim partisipasi Iklim partisipasi perlu diciptakan, karena pada umumnya partisipasi apapun tidak akan ada dikalangan bawah apabila tidak diperhatikan. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan partisipasi adalah : a) Keberadaan dan kedaulatan bawahan dihormati b) Tugas dan wewenang bahwa yang telah dilimpahkan diakui c) Adanya komunikasi tenggang rasa dan anggota Duduk sama rendah berdiri sama tinggi d) Tertanamnya perasaan, bahwa keikutsertaan bawahan mempunyai arti relevan bagi dirinya dan lingkungannya Permasalahan Dengan bertolak pada makna disiplin terurai diatas, ruang lingkup permasalahan menegakkan disiplin dapat dipertanyakan sebagai berikut: 1. Apakah kaidah atau (fungsi lembaga yang terumuskan dalam tujuan lembaga, tujuan lembaga terjabarkan dalam program-program kerja, program-program kerja terdistribusikan pada unit-unit kerja dalam bentuk uraian kerja) sudah terinci secara jelas, tegas dan mampu berfungsi sebagai pengendali dalam proses kegiatan 2-51

73 2. Apakah kesadaran warga lembaga dalam menjalankan tugas sudah menggunakan kaidah-kaidah yang ada sebagai pedoman sudah ada 3. Apakah sarana dan prasarana sudah mampu mendukung untuk menegakkan disiplin 4. Apakah kelompok elite di lembaga kita sudah arif (professional) dalam mengantisipasi dan mengatasi gejala-gejala yang timbul 5. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi tegaknya disiplin di lembaga kita Langkah-Langkah Menegakkan Disiplin 1. Menata kembali peraturan, tujuan program kerja dan pendistribusiannya agar terumus secara jelas dan tegas 2. Penataan ulang butir-butir nomor 1, hasilnya harus mampu berfungsi sebagai pengendali agar proses kegiatan di lembaga kita nampak. a. Adanya keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan arah lembaga b. Adanya sistem pengendalian yang mantap c. Adanya stabiitas yang nyata atau tidak semu d. Adanya iklim kerja yang kondusif e. Tidak adanya standar ganda dalam pelaksaan f. Tidak adanya rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri warga lembaga untuk memilih dua pilihan yang tidak serba enak. 3. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran disiplin bawahan dengan melakukan pendekatan edukatif antara lain : Ing ngarso sun tulodo Ing madyo mbangun karso Tut wuri Handayani Saling asah, saling asuh, saling asih Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Agar tumbuh kesadaran melu andarbeni, melu hangrukebi dan nulat sariro hangrosowani Dan menghindarkan penjatuhan sanksi yang subyektif, tanpa pembuktian terlebih dahulu dan tidak didasarkan pada kaidah yang berlaku. 2-52

74 4. Mengoptimalkan sarana yang ada dan melengkapi sarana yang belum ada. Dalam hal ini, harus diketahui terlebih dahulu hasil perolehan butir nomor 1, 2 dan 3 diatas. 5. Dirumuskan sistem pengendalian terlebih dahulu dan baru dibentuk unit kerja yang bidang garapannya sebagai pengendali proses kegiatan kegiatan yang ada dilembaga. 6. Nilai budaya vertikal oriented harus dibuang jauh-jauh dan sebagai gantinya adalah nilai budaya organis atau sejaring. 7. Untuk menambah wawasan dalam upaya menegakan disiplin di lembaga kita. Penulis kutipkan kesimpulan pendapat Menhankam Edi Sudrajat, sebagai berikut : a. Para petinggi Negara harus menjadi teladan dan bertanggung jawab atas disiplin nasional memerlukan suri tauladan secara hierarkis dan tidak akan ada prajurit yang disiplin apabila komandannya bertindak semaunya sendiri. Adapun keluhan terhadap tingkat nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut pertama-tama ditunjukan kepada lapisan elite, para pimpinan dan pemuka masyarakat, karena dari mereka diharapkan suri teladannya. Golongan inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab terhadap cacat celanya kesuriteladanan, karena masuk dalam golongan elite masyarakat. b. Pembudayaan disiplin nasional tidak dapat dilaksanakan secara santai tetapi membutuhkan konsistensi, tekad yang bulat, kerja keras dan disertai dengan tindakan nyata tanpa pandang bulu terhdap pelanggarnya Lebih dari itu pembudayaan nasional memerlukan keteladanan secara hierarchies, karena itu jika ada keluhan terhadap tingkat disiplin nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut harus ditujukan kepada elite atau pada para pimpinan c. Disiplin bukanlah hanya kewajiban kepatuhan dari bawah ke atas tetapi lebih utama lagi dari atas ke bawah, berapa disiplin dalam mempertanggung jawabkan pembinaan dan kepemimpinan Hanya dengan demikian tercipta rasa aman dan terjamin keamanan dari yang berada di bawah yakni masyarakat luas d. Disiplin nasional termasuk disiplin berpikir dan dimulai dari sikap batin dan kejernihan hati nurani. 2-53

75 Jika hati nurani sudah bersih maka akan terbentuk sikap dan prilaku yang disiplin, termasuk dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. e. Disiplin, pada dasarnya adalah sikap batin yang tercermin dalam perilaku untuk senantiasa mentaati setiap norma dan ketentuan secara sadar dan dijalankan secara ikhlas tanpa adanya paksaan. Oleh karenanya sikap batin dan perilaku disiplin tidak dapat diwujudkan hanya melalui ceramah atau kuliah saja namun harus ditumbuhkembangkan melalui contoh teladan serta melalui pembiasaan dalam kehidupan secara terus menerus (Suara Karya, Kamis, 29 Juni 1995) Wewenang dan Tanggung Jawab Pengelolaan Sumber Daya Air Umum Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, menetapkan bahwa Sumber daya Air adalah air, sumber air, dan daya yang terkandung di dalamnya, dalam hal ini lebih lanjut ditetapkan bahwa : Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami/dan atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya Pengelolaan Sumber Daya Air Pengertian pengelolaan sumber daya air seperti yang tercantum dalam undangundang no. 7 tahun 2004 adalah : Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyellenggaraan konservasi sumber daya air, penggunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air 2-54

76 Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas. Dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Lebih lanjut seperti diuraikan pada Pasal 11 dan 12 bahwa : Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan disusun pola pengelolaan sumber daya air Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas-luasnya Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air Pengelolaan air permukaan didasarkan pada wilayah sungai Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah Wewenang dan Tanggung Jawab Tentang wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sumber daya air seperti tertuang pada : 2-55

77 a. Pasal 13 ayat : (1) Wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Presiden (2) Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional (3) Penetapan wilayah sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional (4) Penetapan cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara (5) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. b. Pasal 14 : Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi : a. menetapkan kebijakan nasional sumber daya air; b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; f. mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; 2-56

78 g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara; h. membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah sungai lintas lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional; i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar provinsi dalam pengelolaan sumber daya air; j. menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya air; k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten.kota. c. Pasal 15 : Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah provinsi meliputi : a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber daya air wilayah sungai lintas kabupaten/kota; e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya; f. mengatur, menetapkan dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; g. mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota; 2-57

79 h. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; i. memfasilitasi penyelesaian sengketa antar kabupaten/kota dalam pengelolaan sumber daya air; j. membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat atas air; k. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada pemerintah kabupaten/kota. d. Pasal 16 : Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah kabupaten/kota meliputi : a. menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; b. menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; c. menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; d. menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; e. melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya; f. mengatur, menetapkan dan memberi izin penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam kabupaten/kota; g. membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat kabupaten/kota dan/atau pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota; h. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya; dan 2-58

80 i. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota. e. Pasal 17 : Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain meliputi : a. mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh masyarakat dan/atau pemerintah di atasnya dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan umum; b. menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan sumber daya air yang menjadi kewenangannya; c. memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-hari warga desa atas air sesuai dengan ketersediaan air yang ada; dan d. memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya. f. Pasal 18 : Sebaga wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. g. Pasal 19, Ayat : (1) dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16, pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal 16 wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal : a. pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum; dan/atau b. adanya sengketa antar provinsi atau antar kabupaten/kota. 2-59

81 Pengamanan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Memperhatikan UU. No. 18 tahun 1999 tentang : Jasa Konstruksi, pasal 23 ayat (2) menetapkan bahwa : Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Selain itu undang-undang No. 7 tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air, pasal 63 ayat (1) menetapkan bahwa : Pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air dilakukan berdasarkan norma, standar, pedoman, dan manual dengan memanfaatkan teknologi dan sumber daya lokal serta mengutamakan keselamatan, keamanan kerja, dan keberlanjutan fungsi ekologis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pengalaman banyaknya terjadi musibah akibat pekerjaan konstruksi dan amanat perundang-undangan tersebut di atas maka pengamanan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi menjadi suatu keharusan bagi semua yang terlibat. Khususnya tentang pengamanan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bendungan telah diatur dengan : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 72/PRT/1997, tentang: Keamanan Bendungan, dan sudah dituangkan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) Nomor : SNI , bagian F, tentang : Pedoman Keamanan Bendungan, antara lain menetapkan : Bagain Kedua, maksud dan tujuan pasal 2, ayat : (1) Pengaturan keamanan bendungan dimaksudkan untuk mewujudkan tertib pembangunan dan pemanfaatan bendungan agar layak teknis disain dan konstruksi, aman dalam pengelolaannya, sehingga dapat mencegah atau sekurang-kurangnya mengurangi resiko kegagalan bangunan bendungan. (2) Pengaturan keamanan bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk kelestarian fungsi bendungan serta memberikan jamianan keamanan bendungan dan terlidunginya masyarakat serta harta benda yang berada di wilayah yang terpengaruh oleh potensi bahaya bendungan. 2-60

82 Bagain Ketiga, Ruang Lingkup pasal 3, ayat : (1) Lingkup pengaturan keamanan bendungan adalah pengaturan terhadap kegiatan pembangunan, pengelolaan rehabilitasi, perluasan dan penghapusan fungsi bendungan dalam aspek keamanan bendungan.. (2) Bendungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua bendungan yang memenuhi kriteria sebagai berikut : a. bendungan yang mempunyai ketinggian 15 meter, diukur dari dasar lembah terdalam dan dengan daya tampung sekurang-kurangnya meter kubik; atau b. bendungan yang mempunyai ketinggian kurang dari 15 meter, diukur dari dasar lembah terdalam dan dengan daya tampung sekurangkurangnya meter kubik; atau c. bangunan penahan air lainnya di luar ketentuan yang disebut dalam butir (a) dan atau (b) ayat ini yang ditetapkan oleh Komisi Keamanan Bendungan. (3) Luas daerah pengawasan keamanan bendungan meliputi juga daerah waduk dan dearh sabuk hijau Bab IV Pembangunan, Bagian Pertama Perijinan Pembangunan Bendungan Pasal 11: Pembangunan bendungan harus terlebih dahulu mendapat perijinan sebagai berikut : a) Izin penggunaan sumber daya air beserta lokasinya sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang berlaku. b) Persetujuan AMDAL sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum yang berlaku c) Persetujuan yang berkaitan dengan keamanan bendungan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini. Bagian kedua Disain, Pasal 12 ayat : (1) Disain bendungan harus memenuhi ketentuan teknis perencanaan bendungan yang ditetapkan oleh Menteri (2) Penyiapan disain suatu bendungan hanya dapat dilakukan apabila Pemilik Bendungan memperkerjakan tenaga ahli perekayasaan bendungan. (3) Disain bendungan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri 2-61

83 (4) Unit Keamanan Bendungan harus melakukan kajian atas laporan disain bendungan sebagai bahan evaluasi Komisi Keamanan Bendungan dalam merumuskan rekomendasi kepada Menteri. (5) Persetujuan disain akan dikeluarkan Menteri selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan setelah diterimanya permohonan dari Pemilik Bendungan. (6) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan Persetujuan Disain belum diberikan, maka Pemilik Bendungan dianggap telah memperoleh persetujuan, kecuali bila disainnya belum dapat dinyatakan layak. (7) Pemilik Bendungan berkewajiban melaksanakan review desain sebelum pelaksanaan pembangunan, dan melaporkan hasilnya kepada Unit Keamanan Bendungan. (8) Biaya yang ditimbulkan oleh kegiatan pengkajian disain sebagaimana disebutkan psa ayat (4) dibebankan kepada Pemilik Bendungan. Bagian ketiga : Pelaksanaan Konstruksi dan Rencana Pengisian Waduk Pasal 13, ayat : (1) Pemilik Bendungan harus melaksanakan konstruksi sesuai dengan persyaratan teknis dan ketentuan pelaksanaan konstruksi yang ditentukan oleh Menteri. (2) Dalam pelaksanaan konstruksi Pemilik Bendungan wajib melakukan supervisi dengan memperkerjakan tenaga ahli perekayasaan bendungan (3) Unit Keamanan Bendungan mengadakan pemantauan berkala guna melakukan pengkajian atas pelaksanaan konstruksi. (4) Setiap perubahan disain yang akan menghasilkan modifikasi struktur, harus dikonsultasikan kepada Unit Keamanan Bendungan sebelum dilaksanakan (5) Pemilik Bendungan dapat melakukan pengisian waduk apabila bendungan sudah memenuhi syarat untuk pengisian dan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri. (6) Unit Keamanan Bendungan harus melakukan kajian atas dokumen pelaksanaan konstruksi, rencana pengisian waduk dan rencana awal petunjuk operasi dan pemeliharaan dan Rencana Tindak Darurat sebagai bahan evaluasi Komisi Keamanan Bendungan dalam merumuskan rekomendasi kepada Menteri. 2-62

84 (7) Persetujuan Pengisian Waduk akan dikeluarkan selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permohonan dari Pemilik Bendungan. (8) Apabila dalam waktu 3 (tiga) bulan Persetujuan Pengisian Waduk belum diberikan maka Pemilik Bendungan dianggap telah memperoleh persetujuan, kecuali bila waduk belum dapat dinyatakan layak untuk diisi. (9) Biaya yang ditimbulkan oleh kegiatan pengkaian pelaksanaan konstruksi dan rencana pengisian waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibebankan kepada Pemilik Bendungan. Dengan memahami dan menerapkan ketentuan peraturan perundangan seperti tersebut diatas, diharapkan resiko kegagalan pekerjaan konstruksi maupun kegagalan bangunan terutama dapat mencegah terjadinya korban manusia, harta benda, kerusakan lingkungan serta terjaminnya keselamatan dan kesehatan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi bendungan. 2-63

85 RANGKUMAN 1. Maksud mempelajari UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi) ialah : Agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional. Dengan melengkapi : Terbentuknya kepranataan usaha Dukungan pengembangan usaha Berkembangnya partisipasi masyarakat Terselenggaranya pengaturan pemberdayaan dan pengawasan oleh pemerintah dan masyarakat. Adanya masyarakat jasa konstruksi (asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi). 2. Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas : 1. Kejujuran dan keadilan 2. Manfaat 3. Keserasian 4. Keseimbangan 5. Kemandirian 6. Keterbukaan 7. Kemitraan 8. Keamanan dan keselamatan. 3. Peran masyarakat sesuai UUJK adalah : a. Hak masyarakat umum Melakukan pengawasan Memperoleh penggantian Yang dirugikan berhak menggugat b. Kewajiban masyarakat umum Menjaga ketertiban Mencegah terjadinya hasil pekerjaan yang membahayakan c. Masyarakat jasa konstruksi Memperluas bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan. 4. Forum Jasa Konstruksi yang bernaung dalam lembaga pengembangan jasa konstruksi : Asosiasi perusahaan jasa konstruksi

86 Asosiasi profesi jasa konstruksi Asosiasi perusahaan barang mitra jasa konstruksi Masyarakat intelektual Organisasi kemasyarakatan wakil konsumen jasa konstruksi Instansi pemerintah Unsur-unsur lain yang dianggap perlu 5. Kewajiban dan hak para pihak dalam pengikatan Kewajiban pengguna jasa 1. Mengumumkan secara luas pekerjaan yang ditenderkan 2. Menerbitkan dokumen tender 3. Mengundang semua yang lulus prakualifikasi 4. Memberikan penjelasan tentang pekerjaan tersebut 5. Memberikan tanggapan terhadap sanggahan 6. Menetapkan penyedia jasa 7. Mengembalikan jaminan penawaran bagi yang kalah 8. Menunjukkan bukti kemampuan membayar 9. Menindaklanjuti penetapan tertulis (kontrak) 10. Mengganti biaya yang dikeluarkan penyedia jasa bila batal 11. Memberikan penjelasan tentang resiko pekerjaan. 6. Hak pengguna jasa 1. Memungut biaya pengadaan dokumen 2. Mencairkan jaminan bila penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan 3. Menolak seluruh penawar bila seluruh penawar tidak tanggap. 7. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi (PPK) 1. Kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi a. Kegiatan penyiapan - kegiatan awal pelaksanaan pekerjaan b. Kegiatan pengerjaan - serangkaian kegiatan perencanaan atau - serangkaian kegiatan pelaksanaan c. Kegiatan pengakhiran - penyerahan laporan akhir dan pembayaran akhir - penyerahan bangunan dan pembayaran akhir

87 8. Ketentuan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi 9. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara bertahap yakni : Melalui perdamaian Para pihak meminta atau menunjuk bantuan seseorang atau lebih Menunjuk seorang mediator oleh lembaga arbitrase Para pihak berdasarkan kesepakatan tertulis dapat menggunakan lembaga arbitrase Apabila belum dapat ditempuh melalui pengadilan seperti biasanya ditulis dalam pasal surat perjanjian kerja 10. Tanggung jawab profesional seperti yang diamanatkan undang-undang jasa konstruksi : a. Azas - bertanggung jawab sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatuhan dan kejujuran intelektual - dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum b. Jenis tanggung jawab - pada tahap pelaksanaan konstruksi kegagalan pekerjaan konstruksi - setelah selesai pelaksanaan pekerjaan konstruksi kegagalan bangunan c. Sanksi - sanksi administrasi - sanksi pidana - ganti rugi pada pihak yang dirugikan 11. Sebagai tenaga ahli perlu dikembangkan etos kerja yaitu : a. Menghayati makna etos kerja akan dapat mengungkapkan suatu persepsi, apa dan bagaimana seharusnya melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaikbaiknya. b. Para pelakunya menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan di atas pundaknya sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan di dunia dan akhirat. 12. Dalam rangka pelaksanaan pekerjaan bendungan perlu dipahami ketentuan pembangunan bendungan yang dituangkan pada KEPMEN PU No. 72/PRT/1997, Tentang : Keamanan Bendungan.

88 LATIHAN Isian atau Jawaban Singkat Isilah titik-titik dari lembar pertanyaan atau jawab pertanyaan secara benar, singkat dan jelas 1. Masyarakat juga berkewajiban turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan. Sebutkan undang-undang apa dan pasal berapa yang menyebutkan kewajiban masyarakat Sebagai kontraktor harus paham betul tentang kegagalan bangunan. Sebutkan undang-undang apa, bab berapa, pasal berapa saja yang mengatur tentang kegagalan bangunan Peraturan pemerintah nomor berapa tahun berapa, yang mengatur tentang : Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi Dalam pelaksanaan tugas kita semua dituntut tanggung jawab, paling tidak 2 tanggung yang sangat mendasar sesuai yang uraian dalam Bab 8, Etos Kerja modul ini. Sebutkan Sebutkan 5 cakupan pekerjaan konstruksi yang dirumuskan dalam UU No. 18/1999 dan PP No. 28/29/30 tahun

89 6. Jelaskan secara singkat kewajiban dan tanggung jawab penyedia jasa : Jelaskan secara singkat kewajiban dan tanggung jawab pengguna jasa : Antara pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan. Sebutkan 2 jenis persengkokolan yang dominan dan sering terjadi : Peraturan Pemerintah nomor berapa dan pasal berapa yang melarang persekongkolan : Jelaskan perbedaan antara etika dan moral :

90 BAB 3 K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) 3.1. Pengetahuan Dasar K Umum Untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi yang optimal, maka aspek keselamatan kerja harus mendapat perhatian tersendiri. Keselamatan kerja merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam melakukan suatu pekerjaan disamping dua aspek lain, yaitu pemenuhan target produksi sesuai mutu/spesifikasi dan pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Ketiga aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dan masing-masing memiliki peran yang strategis serta tidak dapat terlepas satu dengan lainnya. a. Pengertian dan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja Pengertian umum dari keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk melaksanakan pekerjaan tanpa mengakibatkan kecelakaanatau nihil kecelakaan penyalit akibat kerja atau zero accident. Dengan demikian setiap personil di dalam suatu lingkungan kerja harus membuat suasana kerja atau lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala macam bahaya untuk mencapai hasil kerja yang menguntungkan. Tujuan dari keselamatan kerja adalah untuk mengadakan pencegahan agar setiap personil atau karyawan tidak mendapatkan kecelakaan dan alat-alat produksi tidak mengalami kerusakan ketika sedang melaksanakan pekerjaan. b. Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja Prinsip keselamatan kerja bahwa setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya, antara lain manusia, peralatan, atau kedua-duanya. Penyebab kecelakaan ini harus dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diketahui agar pekerjaan dapat dilakukan dengan aman, antara lain: 1) Mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan, 2) Mengetahui potensi-bahaya yang bisa timbul dari setiap kegiatan pada setiap item pekerjaan yang akan dilakukan 3) Melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam Daftar Simak K3. 3-1

91 Dengan mengetahui dan melaksanakan ketiga hal tersebut di atas akan tercipta lingkungan kerja yang aman dan tidak akan terjadi kecelakaan, baik manusianya maupun peralatannya. c. Pentingnya keselamatan kerja Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan antara lain untuk: 1) Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan waktu, dan kehilangan pemasukan uang. 2) Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan peneri-maan uang, dan masa depan yang tidak menentu. 3) Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran biaya akibat kecelakaan, melatih kembali atau mengganti karyawan, kehilangan waktu akibat kegiatan kerja terhenti, dan menurunnya produksi Pembinaan keselamatan kerja Untuk mencegah terjadinya kecelakaan perlu dilakukan pembinaan keselamatan kerja terhadap karyawan agar dapat meniadakan keadaan yang berbahaya di tempat kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk membina keselamatan kerja para karyawannya, baik yang bersifat di dalam ruangan (in-door safety development) atau praktik di lapangan (out-door safety development). Setiap perusahaan harus memiliki safety officer sebagai personil atau bagian yang bertanggung jawab terhadap pembinaan keselamatan kerja karyawan maupun tamu perusahaan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan keselamatan kerja antara lain: 1) Penyuluhan singkat atau safety talk 1.a. Motivasi singkat tentang keselamatan kerja yang umumnya dilakukan setiap mulai kerja atau pada hari-hari tertentu selama 10 menit sebelum bekerja dimulai. 1.b. Pemasangan poster keselamatan kerja 1.c. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja 2) Safety committee 2.a. Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang aman. 2.b. Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi tentang pentingnya keselamatan kerja 3-2

92 2.c. Pemberian informasi tentang teknik-teknik keselamatan kerja serta peralatan keselamatan kerja. 3) Pendidikan dan pelatihan 3.a. Melaksanakan kursus keselamatan kerja baik dengan cara mengirimkan karyawan ke tempat-tempat diklat keselamatan kerja atau mengundang para akhli keselamatan kerja dari luar perusahaan untuk memberikan pelatihan di dalam perusahaan. 3.b. Pelaksanaan nomor 1.a. dapat di dalam negeri atau pun di luar negeri. 3.c. Latihan penggunaan peralatan keselamatan kerja Alat-alat keselamatan kerja harus disediakan oleh perusahaan. Alat tersebut berupa alat proteksi diri yang diperlukan sesuai dengan kondisi kerja Peraturan dan Perundang-Undangan K Beberapa Peraturan Yang Berkaitan Dengan K3 Di Indonesia perlu dipahami 1. Undang-undang No.1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja Tahun 1948 No. 12. Di dalam penjelasannya dikatakan bahwa Undang-undang No. 12 tahun 1948 ini dimaksudkan sebagai undang-undang pokok (lex generalis) undang-undang kerja yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan orang wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja. Mengenai pekerjaan anak, ditentukan bahwa anak-anak tidak boleh menjalankan pekerjaan (pasal 2). Maksud larangan ini adalah memberikan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan pendidikan si anak. Larangan itu sifatnya mutlak, artinya di semua perusahaan, tanpa membedakan jenis perusahaan tersebut. tetapi kenyataannya masih ada anak yang bekerja dengan berbagai alasan. Yang perlu diperhatikan adalah perlindungannya serta kesempatan untuk sekolah dan mengembangkan diri. Orang muda pada dasarnya dibolehkan melakukan pekerjaan. Namun untuk menjaga keselamatan, kesehatan dan kemungkinan perkembangan jasmani dan rohani, pekerjaan itu dibatasi. Orang wanita pada dasarnya tidak dilarang melakukan pekerjaan, tetapi hanya dibatasi berdasarkan pertimbangan bahwa wanita badannya lemah serta untuk menjaga kesehatan dan kesusilaannya. Dalam Undang-undang Kera dinyatakan : a. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jikalau pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijalankan oleh seorang wanita. Demikian pula apabila pekerjaan itu tidak 3-3

93 dapat dihindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan umum (pasal 7). Malam hari, ialah waktu antara jam sampai b. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lubang di dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah (pasal 8). c. Orang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9). Disamping itu, pasal 13 memuat pula ketentuan yang khusus ditujukan bagi orang wanita, yaitu mengenai haid dan melahirkan Undang-Undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara No. 1 Tahun 1970 Undang-undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara Nomor 1 tahun 1970 adalah Undang-undang keselamatan kerja yang berlaku secara nasional di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia dan merupakan induk dari segala peraturan keselamatan kerja yang berada di bawahnya. Meskipun judulnya disebut dengan Undang-undang Keselamatan Kerja sesuai bunyi pasal 18 namun materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja. Setelah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan, sudah barang tentu dasar filosofi pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja seperti tercermin di dalam peraturan perundangan yang lama tidak sesuai lagi dengan falsafah Negera Republik Indonesia yaitu Pancasila. Pada tahun 1970 berhasil dikeluarkan Undang-Undang No. I tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang merupakan penggantian VR dengan beberapa perubahan mendasar, antara lain : Bersifat lebih preventif Memperluas ruang lingkup Tidak hanya menitik beratkan pengamanan terhadap alat produksi. 1. Tujuan Pada dasarnya Undang-Undang No. I tahun 1970 tidak menghendaki sikap kuratif atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan menentukan bahwa kecelakaan kerja itu harus dicegah jangan sampai terjadi, dan lingkungan kerja harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Jadi, jelaskah bahwa usaha-usaha peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja lebih diutamakan daripada penanggulangan. 3-4

94 Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang tidak diduga sebelumnya". Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja dapat diramalkan atau diduga dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, kewajiban berbuat secara selamat, dan mengatur perala serta perlengkapan produksi sesuai standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan. H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe act) dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dengan demikian dapat disimpulkan setiap karyawan diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan kesehatan kerja secara maksimal melalui perilaku yang aman. Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh : a. Kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ; b. Keletihan atau kebosanan ; c. Cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis ; d. Gangguan psikologis ; e. Pengaruh sosial-psikologis. Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : a. Faktor biologis ; b. Faktor kimia termasuk debu dan uap logam ; c. Faktor fisik terinasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu dan kelembaban ; d. Faktor psikologis karena tekanan mental/stress. Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional Kutipan di atas adalah konsiderans Undang-undang No. 1/1970 yang bersumber dari pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan oleh sebab itu seluruh faktor penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di tempat kerja wajib ditanggulangi oleh pengusaha sebelum membawa korban jiwa. Tujuan dan sasaran daripada Undang-undang Keselamatan seperti pada pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No. I tahun 1970, maka dapat diketahui antara lain : 3-5

95 a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. b. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien. c. Agar proses produksi dapat berajalan secara lancar tanpa hambatan apapun. Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleb karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional. 2. Ruang Lingkup Undang-undang Keselamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu : a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha sosial; b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terus menerus maupun hanya sewaktu-waktu; c. Adanya sumber bahaya. Tempat Kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi sesuatu usaha, dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu. Tempat kerja tersebut mencakup semua tempat kegiatan usaha baik yang bersifat ekonomis maupun sosial. Tempat kerja yang bersifat sosial seperti : a. bengkel tempat untuk pelajaran praktek ; b. tempat rekreasi ; c. rumah sakit ; d. tempat ibadah ; e. tempat berbelanja ; f. pusat hiburan. Tenaga kerja yang bekerja disana, diartikan sebagai pekerja maupun tidak tetap atau yang bekerja pada waktu-waktu tertentu, misalnya : rumah pompa, gardu transformator dan sebagainya yang tenaga kerjanya memasuki ruangan tersebut hanya sementara untuk mengadakan pengendalian, mengoperasikan instalasi, menyetel, dan lain sebagainya maupun yang bekerja secara terus-menerus. 3-6

96 Bahaya kerja adalah sumber bahaya yang ditetapkan secara terperinci dalam Bab II pasal 2 ayat (2) yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Perincian sumber bahaya dikaitkan dengan : a. keadaan perlengkapan dan peralatan ; b. lingkungan kerja ; c. sifat pekerjaan ; d. cara kerja ; e. proses produksi. Materi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur dalam ruang lingkup UU No. 1 tahun 1970 adalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bertalian dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 mulai dari tahap perencanaan, perbuatan dan pemakaian terhadap barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan ; d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya ; e. Memberi pertolongan pada kecelakaan ; f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja ; g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran ; h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik pisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan ; i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai ; j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik ; k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; 3-7

97 m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi; 3. Pengawasan Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) UU No. 1 tahun Secara operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk : a. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. b. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan secara efektif dari peraturan-peraturan yang ada. c. Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja tentang kekurangan-kekurangan atau penyimpangan yang disebabkan karena hal-hal yang tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundangan atau berfungsi sebagai pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan. Fungsi pengawasan yang harus dijalankan oleh Direktur, para Pegawai Pengawas dan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus dapat dijalankan sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan tenaga pengawas yang cukup besar jumlahnya dan bermutu dalam arti mempunyai keahlian dan penguasaan teoritis dalam bidang spesialisasi yang beraneka ragam dan berpengalaman di bidangnya. Untuk mendapatkan tenaga yang demikian tidaklah mudah dan sangat sulit apabila hanya mengandalkan dari Departemen Tenaga Kerja sendiri. Karena fungsi pengawasan tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh pegawai teknis dari Departemen Tenaga Kerja sendiri, maka Menteri Tenaga Kerja dapat 3-8

98 mengangkat tenaga-tenaga ahli dari luar Departemen Tenaga Kerja maupun swasta sebagai ahli K3 seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat (6) UU No. tahun Dengan sistem ini maka terdapat desentralisasi pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja tetapi kebijaksanaan nasional tetap berada, dan menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja guna menjamin pelaksanaan Undang-undang Keselamatan Kerja dapat berjalan secara serasi dan merata di seluruh wilayah hukum Indonesia. Dalam pasal 6 diatur tentang tata cara banding yang dapat ditempuh apabila terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak dapat menerima putusan Direktur dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia banding adalah panitia teknis yang anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan. Tata cara, susunan anggota, tugas dan lain-lain ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja. Untuk pengawasan yang dilakukan oleh petugas Departemen Tenaga Kerja dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan maka pengusaha harus membayar retribusi seperti yang diatur dalam pasal 7. Agar setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan kerja yang bertalian dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas kerja, maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap setiap tenaga kerja baik secara awal maupun berkala. 4. Kewajiban Pengurus K3 a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya. b. Memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan disetujui oleh Direktur. c. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru tentang : 1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya. 2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya. 3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. 4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. 3-9

99 d. Hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas. e. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan juga dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan. f. Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya. g. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat Yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, sesuai dengan tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang telah ditentukan. h. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan, kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang keselamatan kerja dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. i. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinannya, semua gambar keselamatan kerja. Yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. j. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya. Dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. 5. Kewajiban dan hak tenaga kerja a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli K3. b. Memakai alat-alat pelindung diri. c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan. d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan. e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya. 3-10

100 6. S a n g s i Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU No. 1 Tahun 1970 merupakan ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp , Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial kepada setiap tenaga kerja melalui mekanisme asuransi. Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini meliputi: a. Jaminan Kecelakaan Kerja b. Jaminan Kematian c. Jaminan Hari Tua d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Selain dari itu di dalam pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dijelaskan bahwa : Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehablitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenagakerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya. 2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Di dalam peraturan ini peranan dokter penguji kesehatan kerja dan dokter penasehat banyak menentukan derajat kecacatan serta dalam upaya pelayanan kesehatan kerja. 3-11

101 3. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Di dalam peraturan ini tercantum daftar berbagai jenis penyakit yang ada kaitannya dengan hubungan kerja Sistem Manajemen K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 5/MEN/1996 Adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia, yang me rupakan penjabaran dari UU No. 1 thn 1970 dan dituangkan kedalam suatu Peraturan Menteri. Sistem ini terdiri dari 12 elemen yang terurai kedalam 166 kriteria. Penerapan terhadap SMK3 ini dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu : a. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat resiko rendah harus menerapkan sebanyak 64 (enam puluh empat) kriteria, b. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat resiko menengah harus menerapkan sebanyak 122 (seratus dua puluh dua) kriteria, c. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat resiko tinggi harus menerapkan sebanyak 166 (sera tus enam puluh enam) kriteria. Keberhasilan penerapan SMK3 di tempat kerja diukur dengan cara berikut : F Untuk tingkat pencapaian penerapan 0% - 59% dan pelanggaran peraturan perundangan akan dikenai tindakan hukum, F Untuk tingkat pencapaian penerapan 60%-84% diberikan sertifikat dan bendera perak, F Untuk tingkat pencapaian penerapan 85%-100% diberikan sertifikat dan bendera emas Sistem ini bisa digunakan untuk semua jenis industri, berupa industri manufaktur, industri jasa konstruksi, industri produksi, dll. 2. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi OHSAS 18001:1999 (Occupational Health and Safety Assessment Series 18001:1999) berikut Guidelines for the implementation of OHSAS 18001:1999 (OHSAS 18002:2000) adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh 13 organisasi internasional dengan menggunakan 10 standar K3 di beberapa negara. Sistem ini terdiri dari 4 klausul besar yang terurai kedalam 9 sub klausul. Standar ini dikembangkan sebagai reaksi atas kebutuhan masyarakat/institusi yang sangat mendesak, sehingga institusi tersebut bisa melaksanakan 3-12

102 manajemen K3 dengan standar tertentu, terhadap institusi tersebut bisa dilakukan audit serta mendapatkan sertifikatnya. Demikian juga terhadap auditornya juga akan mempunyai standar panduan dalam melaksanakan kegiatan auditnya. Sistem OHSAS 18001:1999 dikembangkan kompatibel dengan standar sistem ISO 9001:1994 (Quality) dan standar sistem ISO 14001:1996 (Environmental), dengan tujuan sebagai fasilitas integrasi antara quality, environmental dan occupational health and safety management system. 3. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja versi COHSMS (Construction Industry Occupational Health and Safety Management Systems) adalah sistem manajemen K3 yang dirumuskan oleh Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA), yaitu suatu asosiasi perusahaan jasa konstruksi di Jepang. COHSMS merupakan standar K3 khusus ditujukan bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Sistem ini terdiri dari 11 elemen dasar bagi lokasi kerja dan 17 elemen dasar bagi kantor. Pembangunan K3 berdasarkan COHSMS dilaku kan secara mandiri berdasar keinginan dari perusahaan konstruksi itu sendiri. Pembangunan sistem, pe laksanaan dan operasi sistem, pengawasan sistem dan review sistem seluruhnya dilakukan dengan mema sukkan pendapat dari pekerja, sehingga merupakan sistem dengan pelaksanaan mandiri dimana sistem tersebut dilakukan oleh perusahaan konstruksi itu sendiri sebagai tanggung jawab perusahaan konstruksi PERMENNAKER TRANS No. 5 Tahun Lingkup SMK3 (ketiga sistem yang ada) mengandung persyaratan-persyaratan dalam sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja, sehingga suatu organisasi bisa menggunakannya untuk mengontrol resiko dan melakukan perbaikan berkesinambungan terhadap prestasi kerjanya. Spesifikasi dalam SMK3 bisa diterapkan oleh berbagai jenis organisasi dengan tujuan : a. membangun sistem K3 dalam rangka meminimalisir secara maksimal, bila memungkinkan menghilangkan suatu resiko terhadap karyawan, harta benda maupun pihak lain terkait dalam rangka pengembangan K3, b. menerapkan, memelihara dan mewujudkan perbaikan berkesinambungan dalam sistem K3, 3-13

103 c. adanya kontrol dalam hal pelaksanaan K3 terhadap kebijakan organisasi yang telah ditetapkan, d. mendemonstrasikan kesesuaian antara sistem K3 yang dibangun dengan sistem lain dalam organisasi, e. menjalani proses sertifikasi dan registrasi dalam bidang sistem K3 oleh organisasi eksternal (auditor), Pengembangan dalam pelaksanaan sistem K3 akan tergantung faktor-faktor tertentu, misalnya kebijakan K3 dalam organisasi, sifat aktifitasnya, tingkat resiko yang dihadapi dan tingkat kompleksitas operasional organisasi. Sebagaimana diterangkan didepan bahwa, pada dasarnya secara umum ketiga sistem dari SMK3 yang dimaksud diatas mengandung 5 prinsip dasar yang sama yang terdiri dari 5 (lima ) prinsip dasar (elemen u tama) yaitu : a. Kebijakan K3 ( KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA policy ) b. Perencanaan (Planning) c. Penerapan dan Operasi (Implementation and operation) d. Pemeriksaan dan tindakan perbaikan (Checking and corrective action) e. Tinjauan Manjemen (Management review) f. Perubahan perbaikan Berkelanjutan (Perbaikan berkelanjutan). A. Pertbaikan berkelanjutan (Continual improvement) Tinjauan Manajemen Pemeriksaan dan tindakan perbaikan(checking and corrective action Kebijakan (Policy) Perencanaan (Planning) Penerapan dan operasionil (Implementati on Gambar Lima Prinsip Dasar Pengembangan SMK3 3-14

104 Untuk memudahkan dan menyamakan pengertian, secara umum sebagaimana diamanatkan Undang undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 87 ayat 2 yang menyebutkan setiap perusahaan wajib menjalankan SMK3. yang dimaksudkan disini tentunya adalah SMK3 sesuai dengan Permennaker No. 5/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Berkaitan dengan yang tersebut terakhir ini maka penjelasan detail ke stiap elemen SMK3 berikut ini, diberikan dengan tetap mengacu pada SMK3 yang dimaksudkan oleh Undang undang. 5 Prinsip dasar pelaksanaan SMK3 sesuai Permennaker No. 5/MEN/1996 tentang pedoman penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Terdiri dari : a. Penetapan Komitmen dan Kebijakan K3 b. Perencanaan (Pemenuhan Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Penerapan K3) c. Penerapan Rencana K3 secara Efektif dgn Mengembangkan Kemampuan dan Mekanisme Pendukung yang Diperlukan utk Mencapai Kebijakan, Tujuan dan Sasaran K3 d. Pengukuran, Pemantauan, dan Pengevaluasian Kinerja K3 e. Peninjauan Secara Teratur dan Peningkatan Penerapan SMK3 secara berkesinambungan Penjabaran ke 5 prinsip pedoman pelaksanaan penerapan SMK3 tersebut diatas akan diberikan sebagai sebagaimana penjelasan berikut ini : 1. Komitmen Dan Kebijakan K3 Dalam suatu organisasi harus dibuat Penetapan Komitmen dan Kebijakan K3, atau secara umum dikenal juga dengan istilah OH&S Policy oleh top management, secara jelas menyatakan tujuan Komitmen dan Kebijakan K3, serta adanya komitmen terhadap perbaikan (perubahan) berkelanjutan (perbaikan berkelanjutan) dalam kinerja K3 L Tinjauan Manajemen (Management Review) Umpan Balik (Feedback Komitme from Audit) Audit (Pengukuran kinerja /measuring performance) Perencanaan (Planning) Gambar Skema Komitmen dan Kebijakan 3-15

105 Beberapa hal harus diperhatikan berkaitan dengan kebijakan (policy) organisasi: a. sesuai dengan iklim organisasi dan tingkat resiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dihadapi organisasi, b. mengandung komitmen dalam hal perbaikan berkelanjutan, c. mengandung komitmen dalam hal pemenuhan terhadap peraturan perundangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku maupun persyaratan-persyaratan lainnya, d. didokumentasikan, diterapkan dalam aktifitas organisasi dan dipelihara, e. dikomunikasikan kepada seluruh karyawan secara intensif sehingga seluruh karyawan peduli terhadap kewajiban-kewajibannya dalam hal Keselamatan dan Kesehatan Kerja, f. mudah dijangkau oleh pihak-pihak lain (pihak luar organisasi), g. dievaluasi secara ndicato untuk menjamin bahwa policy organisasi ini masih relevan dan sesuai dengan aktifitas organisasi 2. Perencanaan K3 Dalam perencanaan K3 haruslah memenuhi Pemenuhan terhadap Kebijakan yang ditetapkan yang memuat Tujuan, Sasaran dan ndicator kinerja penerapan K3 dengan mempertimbangkan penelaahan awal sebagai bagian dalam mengidentifikasi potensi sumber bahaya penialaian dan pengendalian resiko atas permasalahan K3 yang ada dalam perusahaan atau di proyek atau tempat kegiatan kerja konstruksi berlangsung. Dalam mengidentifikasi potensi bahaya yang ada serta tantangan yang dihadapi, akan sangat mempengaruhi dalam menentukan kondisi perencanaan K3 perusahaan. Untuk hal tersebut haruslah ditentukan oleh lsu Pokok dalam Perusahaan dalam identifikasi bahaya : - Frekewensi dan tingkat keparahan Keceiakaan Kerja - Keceiakaan Lalu Lintas - Kebakaran dan Peledakan - Keselamatan Produk (Product Safety) - Keselamatan Kontraktor - Emisi dan Pencemaran Udara - Limbah Industri. 3-16

106 3. Tujuan dan Sasaran Berdasar telaah awal ditetapkan target atau tujuan serta sasaran yang akan dicapai dalam bidang K3. Disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dan tingkat resiko yang ada. 4. Sasaran Penerapan SMK3, meliputi : Sumber Daya Manusia Sistem dan Prosedur Sarana dan Fasilitas Pencapaian prespektif di Lingkungan internal dan ektenal Pemberdayaan, pertumbuhan dalam penerapan K3 Organisasi harus menyusun planning KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA yang meliputi : a. identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian dan pengendalian resiko (risk assessment and risk control) yang dapat diukur b. pemenuhan terhadap peraturan perundangan dan persyaratan lainnya, c. penentuan tujuan dan sasaran, d. program kerja secara umum dan program kerja secara khusus. e. Indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja K3. Kebijakan ( Policy) Audit Perencanaan (Planning) Umpan balik & pengukuran kinerja (feedback from measuring performance) Penerapan dan operasionil (Implementation and operation) Gambar Skema Perencanaan 5. Perencanaan Identifikasi Bahaya, Penilaian, dan Pengendalian Resiko Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur tentang perencanaan identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendaliannya, dalam memenuhi kebijakan K3 yang ditetapkan. Prosedur perencanaan identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendaliannya harus ditetapkan, dikendalikan dan didokumentasikan 3-17

107 Assessment dan pengendalian resiko ini harus telah dipertimbangkan dalam penetapan target K3. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam menyusun identifikasi bahaya : a. identifikasi bahaya, penilaian resiko dan pengendaliannya bersifat proaktif, bukan reaktif, b. buat identifikasi dan klasifikasi resiko kemudian dikontrol dan diminimalisir, dikaitkan dengan objective dan program kerja, c. konsisten diterapkan, d. bisa memberi masukan dalam penentuan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh organisasi, identifikasi pelatihan dan pengembangan ystem terhadap operasi organisasi, e. bisa menjadi alat pemantau terhadap tindakan-tindakan yang diperlukan, sehingga terwujud efektifitas dan efisiensi. 6. Peraturan dan Perundang Undangan dan Persyaratan Lainnya. Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur tentang identifikasi peraturan perundangan dan persyaratan-persyaratan lainnya yang diperlukan dalam kegiatan organisasi. Organisasi tersebut harus memelihara ketersediaan dokumen-dokumen ini, mensosialisasikan kepada karyawan maupun kepada pi hak luar terkait. Organisasi harus memastikan dapat mengendalikan tinjauan peraturan dan perundang-undangan, standar / acuan terkini sebagai akibat perubahan kebijakan pemerintah, perubahan keadaan / peralatan / teknologi yang terjadi diluar organisasi 7. Tujuan dan Sasaran. Organisasi harus menyusun dan memelihara tujuan dan sasaran K3, bila memungkinkan berupa tujuan dan sasaran K3 yang telah dikuantifisir, pada setiap fungsi dan level dalam organisasi. Ketika menetapkan maupun meninjau kembali tujuan dan sasaran ini, organisasi harus mempertimbangkan peraturan perundangan dan persyaratan-persyaratan lainnya, bahaya dan resiko, teknologi yang digunakan, kemampuan keuangan, persyaratan dalam pengoperasian organisasi dan pandangan pihak luar terkait. Dalam menetapkan tujuan dan sasaran sekurang kurangnyua harus memenuhi kualifikasi : a. Dapat diukur, b. Satuan / sistem pengukuran, 3-18

108 c. Sasaran pencapaian, d. Jangka waktu pencapaiannya Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan K3 harus dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, dan pihak pihak yang terkait dengan pelaksanaan pekerjaan Tujuan dan sasaran ini harus konsisten terhadap kebijakan K3 termasuk kebijakan tentang perbaikan berkelanjutan. 8. Indikator Kinerja. Dalam menetapkan tujuan dan sasaran kebijakan Keselamatan dan kesehatan kerja perusahaan harus menggunakan ystem c kinerja yang dapat diukur sebagai dasar penilaian kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian system manejemen Keselamatan dan kesehatan kerja. 9. Program Program Manajemen K3. Program manjemen Keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perencanaan awal dan perencanaan kegiatan yang sedang berlangsung, Dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran, maka organisasi harus menyusun dan memelihara program kerja Keselamatan dan kesehatan kerja untuk meningkatkan kondisi Keselamatan dan kesehatan kerja. Disesuaikan dengan kondisi, sumber daya yang tersedia dan tingkat prioritasnya. Program kerja memuat penanggung jawab dan otoritas pada fungsi-fungsi dan level dalam organisasi dan target waktu dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi tersebut. Program kerja ini harus dievaluasi secara ystem c dan terencana, bila diperlukan, bisa diamandemen sehubungan dengan pergeseran aktifitas, hasil produksi, hasil jasa atau kondisi operasi dalam organisasi. Elemen Program K3 a. Untuk menerapkan dan mengembangkan ystem manajemen Keselamatan dan kesehatan kerja disusun program implementasi atau elemen Keselamatan dan kesehatan kerja, dengan menetapkan system pertanggung jawaban dalam pencapaian tujuan dan sasaran sesuai dengna fungsi dan tujuan dari tingkatan manajemen perusahaan yang bersangkutan 3-19

109 b. Elemen Keselamatan dan kesehatan kerja disesuaikan dengan kebutuhan masing masing perusahaan berdasarkan hasil telaah awal dan penetapan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai perusahaan termasuk dalam menetapkan sarana dan jangka waktu untuk pencapaian tujuan dan sasaran tersebut 10. Penerapan Rencana K3 Secara Efektif dgn Mengembangkan Kemampuan dan Mekanisme Pendukung yg Diperlukan utk Mencapai Kebijakan, Tujuan dan Sasaran Keselamatan dan kesehatan kerja Perencanaan K3 (Planning) Audit Penerapan dan Operasional (Implementation and operation) Umpan balik & pengukuran kinerja (Feedback from measuring performance) Pemeriksaan dan Tindakan Perbaikan (Checking and corrective action) Gambar Skema Penerapan dan Operasional K Jaminan Kemampuan 1. Sumber Daya Manusia, Sarana Dan Dana Organisasi (Perusahaan) harus menyediakan Sumber daya manusia (SDM), sarana dan dana yang memadai untuk menjamin pelaksanaan SMK3 sesuai dengan persyaratan system SMK3 yang ditetapkan. Dalam memenuhi ketentuan diatas, organisasi harus membuat prosedur dan menyediakan biaya, sehingga dapat dipantau ke efektiffannya, diantaranya : a. Sumber daya yang memadai sesuai dengan tingkat keperluannya, b. Melakukan identifikasi kompetensi kerja termasuk pelaksanaan pelatihan yang dibutuhkan, c. Membuat ketentuan untuk mengkomunikasikan informasi K3 secara efektif, 3-20

110 d. Membuat ketentuan untuk mendapatkan saran saran dari para ahli e. Membuat ketentuan / peraturan untuk pelaksanaan konsultasi dan keterlibatan pekerja. 2. Integrasi Organisasi menjamin sistem SMK3 yang dilaksanakan dapat terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan secara selaras dan seimbang. 3. Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat a. Organisasi Organisasi harus menentukan aturan main, kewenangan dan otoritas personil-personil yang mengatur, menjalankan dan memantau aktifitasaktifitas yang berkaitan dengan resiko K3 dalam kaitan dengan aktifitas, fasilitas dan proses dalam organisasi secara keseluruhan. Dokumen-dokumen tersebut harus di tetapkan, didokumentasikan dan dikomunikasikan. Penanggung jawab tertinggi dalam K3 adalah top management. Bila organisasi berupa perusahaan berskala besar, mempunyai anak-anak perusahaan, maka yang dimaksud top management harus didefi nisikan dengan jelas. Manajemen organisasi harus menyediakan sumber daya utama, termasuk didalamnya sumber daya manusia, spesialis-spesialis, teknologi maupun keuangan dalam rangka pelaksanaan, kontrol dan perbaikan ma najemen K3. Organisasi mampu mengembangkan Organisasi K3 yang handal dan berkualitas dalam hal Implementasi : Pengembangan Job Description K3 Penerapan Job Safety Analysis b. Peran Tenaga Ahli Untuk mengembangkan, menerapkan dan memelihara cara kerja, prosedur, sistem, pengaman dan standar untuk menghilangkan, mengendalikan dan mengurangi bahaya Kecelakaan kerja terhadap manusia, prasarana dan lingkungan, pembinaan SDM K3 Penanggung jawab K3 dalam manajemen organisasi harus mempunyai aturan main, tanggung jawab dan wewenang dalam rangka : 3-21

111 1) menjamin bahwa persyaratan-persyaratan dalam sistem manajemen K dibangun, diterapkan dan dipelihara sesuai dengan spesifikasi dalam OHSAS, 2) menjamin bahwa laporan performance sistem manajemen K33 disampaikan kepada top manage- ment dalam rangka evaluasi dan sebagai dasar perbaikan sistem manajemen K3. 4. Konsultasi, Komunikasi, dan Kesadaran Organisasi harus mempunyai prosedur yang menjamin bahwa informasi-informasi K3 dikomunikasikan kepada dan dari karyawan maupun pihak lain terkait. Keterlibatan dan konsultasi karyawan harus didokumentasikan dan disampaikan kepada pihak lain yang berkepentingan. Dalam hal ini pengurus organisasi harus dapat menunjukkan komitmennya dalam pelaksanaan konsultasi, komunikasi dan penyadaran pekerja kan pelaksanaan K3, dengan melibatkan seluruh unsur pekerja dan pihak pihak lain yang terkait akan pelaksanaan dan penerapan, pemeliharaan dan pengembangan SMK3, untuik hal ini maka, Karyawan harus : a. berperan aktif dalam pengembangan dan evaluasi kebijakan dan prosedur berkaitan dengan pengen dalian resiko, b. diberi informasi tentang wakil karyawan dalam bidang K dan penanggung jawab manajemen da lam bidang K. 5. Pelatihan Kompetensi Kerja Pengurus organisasi harus mempunyai dan menjamin kompetensi kerja dan pelatihan setiap tenaga kerja yang cukup dalam rangka menjalankan tugasnya dalam unit-unit kerja yang terkait dengan K3. Kompetensi harus didefinisikan sesuai dengan pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Organisasi harus menetapkan dan memelihara prosedur untuk menjamin karyawan-karyawannya bekerja pada fungsi-fungsi dan level yang relevan, dalam kaitan dengan : a. menjamin kesesuaian sistem yang dijalankan dengan kebijakan, prosedur dan persyaratan-persyaratan dalam sistem K3, b. konsekwensi-konsekwensi K3, baik aktual maupun potensial, dalam menjalankan aktifitas kerja, aturan main dan tanggung jawab dalam pencapaian kebijakan K3 dan prosedur 3-22

112 Kegiatan Pendukung 1. Komunikasi Komunikasi dua arah yang efektif dan pelaporan rutin merupakan sumber penting pelaksanaan SMK3, semua kegiatan ini harus didokumentasikan, prosedur yang ada harus dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut : a. Mengkomunikasikan hasil pelaksanaan SMK3, pemantauan, audit dan tinjauan ulang manajemen kesemua pihak yang mempunyai tanggung jawab dalam kinerja K3, b. Melakukan identifikasi dan menerima informasi K3 yang terkait dari luar perusahaan, c. Menjamin informasi yang terkait dikomunikasikan kepada orang orang diluar perusahaan yang membutuhkannya. 2. Pelaporan Sistem pelaporan internal penerapan SMK3 perlu ditetapkan oleh organisasi untuk memastikan bahwa SMK3 dipantau dan kinerjanya ditingkatkan, Hal tersebut untuk menangani : a. Pelaporan identifikasi sumber bahaya, b. Pelaporan terjadinya insiden, c. Pelaporan ketidaksesuaian, d. Pelaporan Kinerja SMK3, dan e. pelaporan lainnya yang dipersyaratkan oleh perusahaan maupun oleh peraturan perundang undangan 3. Pendokumentasian Organisasi harus membuat dan memelihara informasi dalam bentuk cetak (kertas) atau elektronik. Dokumen-dokumen disusun sepraktis mungkin, sehingga bisa mewujudkan efektifitas dan efisiensi dalam be kerja. 4. Pengendalian Dokumen Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk mengontrol seluruh dokumen dan data-data untuk menjamin : a. seluruh dokumen diarsip dengan baik, b. secara periodik dievaluasi, direvisi sesuai kebutuhan dan disetujui, disesuaikan dengan kecukupannya oleh personil yang berkompeten, c. revisi yang berlaku tersedia di semua lokasi yang memerlukannya, d. dokumen-dokumen yang tidak terpakai dipisahkan dengan baik dari aktifitas yang sedang berjalan. 3-23

113 5. Pencatatan dan Manajemen Informasi Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi, memelihara dan mendespo sisi catatan K, termasuk hasil audit dan evaluasi. Catatan K3 harus sah, bisa diidentifikasi dan mempunyai kemampuan telusur sehubungan dengan akti fitas tertentu. Catatan K harus disimpan dan dipelihara dengan cara tertentu, sehingga siap setiap sa at untuk didapatkan dan terlindung dari kerusakan atau hilang Identifikasi Sumber Bahaya, Penilaian, Dan Pengendalian Resiko Identifikasi bahaya sebagaimana ditetapkan dalam bagian / elemen, harus dinillai tingkat resikonya, yang merupakan tolok ukur mengetahui adanya kemungkinan terjadinya bahaya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.. yang selanjutnya akan dapat dikendalikan tingkat resikonya 1. Identifikasi Sumber Bahaya Identifikasi potensi sumber bahaya dilakukan dengan mempertimbangkan : a. Kondisi atau kejadian yang dapat menimbulkan bahaya b. Jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi 2. Penilaian Penilaian resiko harus dilakukan setelah diketahui identifikasi potensi sumber bahaya, Penilaian resiko didasarkan pada : a. Tingkat kekerapan (frekwensi) terjadinya insiden / kecelakaan kerja b. Tingkat keparahan (consequences) yang terjadi akibat insiden / kecelakaan kerja Penilaian resiko ini untuk memastikan dan menentukan adanya prioritas pengendalian resiko inseden, kecelakaan dan penyakit akibat kerja 3. Tindakan Pengendalian Organisasi harus mengontrol seluruh aktifitas-aktifitas sesuai dengan identifikasi resiko yang telah disusun. Hal ini bisa ditempuh dengan jalan: a. penerapan dan pemeliharaan prosedur, sehingga akan bisa melihat adanya deviasi terhadap policy dan tujuan dan sasaran K3, b. menyusun kriteria-kriteria operasi dalam prosedur, c. penerapan dan pemeliharaan prosedur yang berhubungan dengan resiko material, peralatan kerja dan tenaga kerja dan mengkomunikasikan prosedurprosedur tersebut kepada pihak terkait lainnya, d. penerapan dan pemeliharaan prosedur dalam perencanaan areal kerja, proses, instalasi lainnya. 3-24

114 Pengendalian resiko kecelakaan dan penyekit akibat kerja dilakukan juga melalui metode : Pendidikan, peltihan, Pembangunan kesadaran dan motivasi dengan pemberian penghargaan dapat berupa insentif / bonus, surat penghargaan dllnya, Evaluasi terhadap hasil inspeksi, audit, analisa insiden dan kecelakaan, Penegakkan hokum dan peraturan peraturan K3, Pengendalian teknis / rekayasa yang meliputi : eliminasi, subtitusi bahaya, isolasi, ventilasi, higene dan sanitasi Ada suatu contoh siklus aplikasi K3 yang dibuat oleh Japan Construction Safety and Health Association (JCSHA), terdiri dari : a. Siklus harian K3 (Daily Safety Work Cycle) b. Siklus mingguan K3 (Weekly Safety Work Cycle) c. Siklus bulanan K3 (Monthly Safety Work Cycle) Ketiga siklus K3 (lihat Bab 5) diatas penting sekali untuk secara konsisten dilakukan oleh organisasi proyek, mengingat pelaksanaan proyek konstruksi mempunyai item-item pekerjaan yang berbeda dan dinamis, berganti dari waktu ke waktu. Satu jenis proyek konstruksi juga berbeda dari jenis proyek lainnya, sehingga mempunyai strategi penanganan yang berbeda pula. 4. Perancangan (Design) dan Rekayasa Pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja dalam proses rekayasa harus dimulai sejak tahapan perancangan dan perencanaan. Setiap tahap dari siklus perancangan meliputi : a. Pengembangan, b. Verifikasi tinjauan ulang, c. Validasi dan penyesuaian yang dikaitkan dengan identifikasi sumber bahaya, prosedur penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada bagian Perancangan (Design) dan Rekayasaini, personel yang menangani harus memiliki kompetensi kerja yang sesuai dan, diberikan wewenang serta tanggung jawab yang jelas untuk melakukan validasi persyaratan SMK3 5. Pengendalian Administratif a. Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus mempertimbangkan segala aspek K3 pada setiap tahapan, b. Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus terdokumentasi, 3-25

115 c. Rancangan, tinjauan ulang Prosedur dan instruksi kerja harus dibuat oleh personel yang mempunyai kompetensi kerja dengan melibatkan pelaksana yang terkait. Dalam hal ini personel yang melaksanakan harus diberikan pelatihan agar memiliki kompetensi yang sesuaidengan bidang pekerjaannya. d. Prosedur dan instruksi kerja yang dibuat harus ditinjau secara berkala, untuk memastikan bahwa prosedur dan instruksi kerja tersebut terkendali sesuai dengan perubahan keadaan yang terjadi seperti pada peraturan perundang undangan, peralatan, proses atau bahkan bahan baku yang digunakan. 6. Tinjauan Ulang Kontrak Pengadaan barang dan jasa harus ditinjau ulang untuk memastikan dan menjamin kemampuan organisasi dalam memenuhi persyaratan- persyaratan K3 yang ditentukan 7. Pembelian Setiap pembelian barang dan jasa termasuk didalamnya prosedur pemeliharaan barang dan jasa harus terintegrasi dalam strategi penanganan pencegahan resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja : a. Dalam sistem pembelian harus menjamin agar produk barang dan jasa serta mitra kerja perusahaan memenuhi persyaratan K3, b. Pada saat penerimaan barang dan jasa di tempat kerja, organisasi harus dapat menjelaskan kepada semua pihak yang akan menggunakan barang dan jasa tersebut mengenai identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat terjadi. 8. Prosedur Menghadapi Keadaan Darurat atau Bencana Organisasi harus membuat dan memelihara perencanaan dan prosedur untuk mengidentifikasi potensial bahaya dalam rangka merespon insiden dan situasi keadaan darurat dan dalam rangka tindakan prefentif dan reduksi terhadap kecelakaan dan sakit akibat kerja. Dokumen ini harus dievaluasi, terutama setelah mendapatkan insiden dan situasi keadaan darurat. Dokumen ini juga harus ditest / di uji secara periodic / berkala, untuk mengetahui kehandalan sistem yang ditetapkan, Pengujian sistem keadaan darurat harus dilakukan oleh orang / petugas yang mempunyai kompetensi kerja, dan untuk instalasi yang besar harus mendapatkan ijin dari / atau dikoordinasikan dengan instansi yang berwenang. 9. Prosedur Menghadapi Insiden Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur yang menetapkan tanggung jawab dan wewenang dalam hal : a. menangani dan menyelidiki kecelakaan kerja, insiden dan ketidak sesuaian, 3-26

116 b. pengambilan tindakan dalam rangka mereduksi akibat yang timbul oleh kecelakaan, insiden atau keti dak sesuaian, c. konfirmasi dalam hal efektifitas dari tindakan korektif dan tindakan prefentif yang telah dilakukan. Penyediaan fasilatas guna melengkapi prosedur yang ditetapkan meliputi : a. Penyediaan sarana dan fasilitas P3 K yang cukup sesuai dengan tingkatan besarnya organisasi, guna menyakinkan dapat melaksanakan pertolongan medik dalam keadaan darurat, b. Proses perawatan lanjutan setelah insiden / kecelakaan Prosedur ini juga mengandung hal-hal dimana tindakan korektif dan tindakan prefentif harus dievaluasi dengan menggunakan proses penilaian resiko sebelum diimplementasikan 10. Prosedur Rencana Pemulihan Keadaan darurat Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur yang menetapkan tanggung jawab dalam hal Pemulihan Keadaan darurat, yang secara cepat dapat menangani dan mengembalikan pada kondisi normal dan membantu pemulihan tenaga kerja yang mengalami trauma Penerapan Rencana K3 1. Inspeksi dan Pengujian Organisasi harus menetapkan inspeksi, pengujian dan pemantauan berkaitan dengan tujuan dan sasaran K3 yang ditetapkan, frekwensi inspeksi, pengujian dan pemantauan harus disesuaikan dengan obyeknya, Prosedur inspeksi, pengujian dan pemantauan meliputi : a. Personel yang terlibat mempunyai kompetensi dan pengalaman yang cukup, b. Catatan, rekaman hasil inspeksi, pengujian, dan pemantauan dipelihara dan tersedia dengan baik bagi tenaga kerja, kontarktor yang terkait dan manajemen, c. Penggunaan peralatan dan metode pengujian di jamin memenuhi standar keselamatan d. Tindakan perbaikan segera dilakukan atas ketidaksesuaian yang ditemukan saat inpeksi, pengujian dan pemantauan, e. Penyelidikan yang memadai harus doilakukan untuk menemukan permasalahan suatu insiden, f. Hasil temuan harus dianalisis dan ditinjau ulang. 3-27

117 2. Audit dan Sistem Manajemen K3 Organisasi harus menyusun dan memelihara prosedur audit dan program audit dalam rangka audit sistem manajemen K3, agar : a. mengetahui kesesuaian dengan sistem manajemen K3 : 1) kesesuaian dengan perencanaan manajemen K3 termasuk spesifikasinya, 2) telah diterapkan dan dipelihara dengan benar, 3) kesesuaian dengan kebijakan dan target dengan efektif b. evaluasi terhadap hasil audit sebelumnya, c. menyediakan informasi tentang hasil audit kepada manajemen organisasi Program audit lengkap dengan jadwalnya yang dilaksanakan secara berkala, harus didasarkan pada hasil dari penilaian resiko dari aktifitas organisasi dan hasil dari audit sebelumnya.. Pelaksanaan audit dilaksanakan secara sistimatik terhadap pekerjaan yang menjadi obyek audit oleh personil independen yang mempunyai kompetensi kerja audit, dengan tujuan untuk mengetahui keefektifan sistem manjemen keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan. Prosedur audit mencakup lingkup, frekwensi, metodologi, kompetensi, wewenang dan persyaratan-persyaratan untuk melakukan audit dan pelaporan hasil. Frekwensi audit harus ditentukan atas hasil tinjauan ulang audit sebelumnya oleh manajemen, rekaman hasil audit ini harus disebar luaskan ke unit unit yang terkait dengan observasi audit. Hal ini guna memastikan agar tidak akan terjadi ketidaksesuaian yang sama pada unit unit lain yang belum dilaksanakan audit, dimana hasil audit sebelumnya menjadi acuan tindakan perbaikan dan peningkatan pelaksanaan K3 yang berkelanjutan. 3. Tindakan Pemeriksaan, Perbaikan dan Penerapannya Penerapan dan Operasionil (Implementation and operation) Audit Checking And Umpan balik dari pengukuran kinerja (Feedback from measuring performance) Tinjauan Manajemen (Management review) Gambar Skema Pemeriksaan dan Perbaikan 3-28

118 4. Pengukuran, Pemantauan, dan Pengevaluasian Kinerja K3 Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk memantau dan mengukur kinerja K seca ra teratur. Prosedur ini mengandung : a. ukuran yang bersifat kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kebutuhan organisasi, b. pemantauan terhadap peningkatan tujuan dan sasaran K organisasi, c. secara proaktif melakukan pengukuran terhadap kinerja pemenuhan program manajemen, d. secara reaktif melakukan pengukuran kinerja kecelakaan kerja, sakit akibat kerja, insiden (termasuk near-miss) dan bukti-bukti historis K, e. pencatatan data dan hasil pemantauan dan pengukuran kinerja dalam upaya analisa upaya korektif dan analisa upaya prefentif Tinjauan Ulang Dan Peningkatan Oleh Pihak Manajemen Tinjauan Manajemen harus dilakukan Peninjauannya Secara Teratur untuk Peningkatan Penerapan SMK3 secara Berkelanjutan (continual improvement), hal ini harus dapat dipastikan dilakukan dan didokumentasikan serta mudah ditelusur bila diperlukan untuk kepentingan pengembangan SMK3. Pemerikasaan dan Tindakan perbaikan (Checking and corrective action) Internal Factors Internal Factors (faktor internal) Tinjauan Manajemen (Management review (faktor eksternal) Kebijakan (Policy) Gambar Skema Tinjauan Manajemen Pimpinan Puncak manajemen dalam organisasi harus mengevaluasi manajemen sistem K3 secara periodik sesuai yang telah ditentukan, untuk menjamin kecocokan, kesesuaian dan efektifitasnya. 3-29

119 Dalam proses evaluasi ini harus tersedia informasi yang memadai sehingga manajemen organisasi bisa melakukan evaluasi dengan tepat. Hasil evaluasi harus didokumentasikan. Tinjauan manajemen ditujukan untuk memungkinkan dilakukan perubahan policy, tujuan dan sasaran dan hal-hal lain dalam sistem K didalam kerangka hasil audit sistem K3 dan perbaikan berkelanjutan Sebab Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja Kecelakaan Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu dan mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau mesin (kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap manusia, peralatan, dan produksi, yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan (penambangan) terhenti secara menyeluruh Penyebab kecelakaan Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya yang tidak diketahui atau direncana-kan sebelumnya. Hasil studi memperlihatkan grafik proporsi penyebab kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan karyawan tidak aman (88%), kondisi kerja tidak aman (10%), dan diluar kemampuan manusia (2%). Grafik tersebut diperoleh dari hasil statistik tentang kecelakaan pekerja pada perusahaan industri secara umum tidak hanya industri pertambangan. Yang patut dicermati adalah bahwa manusia ternyata sebagai penyebab terbesar kecelakaan. Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang penyebab terjadinya kecelakaan. Adapun penyebab kecelakaan antara lain : 1) Tindakan karyawan yang tidak aman Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman, Superintendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri. a. Tanggung jawab pemberi pekerjaan Instruksi tidak diberikan Instruksi diberikan tidak lengkap Alat proteksi diri tidak disediakan Pengawas kerja yang bertentangan Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap mesin, peralatan, dan pekerjaan 3-30

120 b. Tindakan atau kelakukan karyawan Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai Bekerja sambil bergurau Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi Tidak berpengalaman Posisi badan yang salah Cara kerja yang tidak benar Memakai alat yang tidak tepat dan aman Tindakan teman sekerja Tidak mengerti instruksi disebabkan kesukaran bahasa yang dipakai pemberi pekerjaan (misalnya Pengawas, Foreman, dan sebagainya) 2) Kondisi kerja yang tidak aman Dapat ditinjau dari peralatan atau mesin yang bekerja secara tidak aman dan keadaan atau situasi kerja tidak nyaman dan aman. a. Peralatan atau benda-benda yang tidak aman Mesin atau peralatan tidak dilindungi Peralatan yang sudah rusak Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur b. Keadaan tidak aman Lampu penerangan tidak cukup Ventilasi tidak cukup Kebersihan tempat kerja Lantai atau tempat kerja licin Ruang tempat kerja terbatas Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi 3) Diluar kemampuan manusia (Act of God) Penyebab kecelakaan ini dikategorikan terjadinya karena kehendak Tuhan atau takdir. Prosentase kejadiannya sangat kecil, maksimal 2%, dan kadang-kadang tidak masuk akal, sehingga sulit dijelaskan secara ilmiah. 3-31

121 Dari uraian tentang penyebab kecelakaan di atas, maka penyebab kecelakaan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pendorong atau pembantu terjadinya kecelakaan, dan penyebab langsung kecelakaan Kerugian akibat kecelakaan Kecelakaan akan mendatangkan berbagai kerugian terhadap karaywan, keluarga karyawan, dan perusahaan. Di bawah ini adalah jenis-jenis kerugian yang muncul akibat kecelakaan, yaitu: 1) Terhadap karyawan 1.a. Kesakitan 1.b. Cacat atau cidera 1.c. Waktu dan penghasilan (uang) 2) Terhadap keluarga 2.a. Kesedihan 2.b. Pemasukan penghasilan terhambat atau terputus 2.c. Masa depan suram atau tidak sempurna 3) Terhadap perusahaan 3.a. Kehilangan tenaga kerja 3.b. Mesin atau peralatan rusak 3.c. Biaya perawatan dan pengobatan 3.d. Biaya penggantian dan pelatihan karyawan baru 3.e. Biaya perbaikan kerusakan alat 3.f. Kehilangan waktu atau bekerja terhenti karena menolong yang kecelakaan 3.g. Gaji atau upah dan kompensasi harus dibayarkan Pemeriksaan kecelakaan Untuk mencegah agar tidak terulang kecelakaan yang serupa perlu dilakukan pemeriksaan atau mencari penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Maksud pemeriksaan suatu kecelakaan antara lain untuk menciptakan: 1) Tindakan pencegahan kecelakaan 1.a. Memperkecil bahaya, mengurangi, atau meniadakan bagian-bagian yang berbahaya 1.b. Peralatan dan perlengkapan yang perlu diberi pengaman 1.c. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan kecelakaan perlu diberi pengaman, seperti bagian berputar dari suatu mesin, pipa panas, dan sebagainya. 3-32

122 1.d. Tanda-tanda peringatan pada tempat yang berbahaya, seperti peralatan listrik tegangan tinggi, lubang berbahaya, bahan peledak, lalulintas, tempat penggalian batu, pembuatan terowongan, dan sebagainya. 2) Dasar pencegahan kecelakaan 2.a. Menciptakan dan memperbaiki kondisi kerja 2.b. Membuat tindakan berdasarkan fakta yang ada Pendorong Terjadinya Kecelakaan Hal-hal yang membantu atau mendorong terjadinya kecelakaan antara lain sebagai berikut: 1) Tuntunan mengenai keselamatan kerja (safety) Tidak cukup instruksi Peraturan dan perencanaan kurang lengkap Bagian-bagian yang berbahaya tidak dilindungi, dsb 2) Mental para karyawan Kurang koordinasi Kurang tanggap Cepat marah atau emosional atau bertemperamen tidak baik Mudah gugup atau nervous Mempunyai masalah keluarga, dsb 3) Kondisi fisik karyawan Terlalu letih Kurang istirahat Penglihatan kurang baik Pendengaran kurang baik, dsb Sebab langsung terjadinya kecelakaan Terdapat dua penyebab langsung terjadinya kecelakaan dengan beberapa rincian sebagai berikut: 1) Tindakan tidak aman Tidak memakai alat proteksi diri Cara bekerja yang membahayakan Bekerja sambil bergurau Menggunakan alat yang tidak benar 3-33

123 2) Kondisi tidak aman Alat yang digunakan tidak baik atau rusak Pengaturan tempat kerja tidak baik dan membahayakan Bagian-bagian mesin yang bergerak atau berputar dan dapat menimbulkan bahaya tidak dilindungi Lampu penerangan kurang memadai Ventilasi kurang baik atau bahkan tidak ada 3) Terjadinya kecelakaan Yang dimaksud dengan terjadinya kecelakaan adalah peristiwa yang membentuk kecelakaan tersebut, diantaranya adalah: v terpukul, terbentur v terjatuh, tergelincir, kaki terkilir v kemasukan benda baik melalui mulut atau hidung dan keracunan gas v terbakar v tertimbun, tenggelam, terperosok v terjepit v terkena aliran listrik, dll Akibat kecelakaan Seperti telah diurakian sebelumnya bahwa kecelakaan akan menimbulkan akibat negatif baik kepada karyawan dan keluarganya maupun perusahaan. Inti dari akibat kecelakaan adalah: v luka-luka atau kematian v kerusakan mesin atau peralatan v produksi tertunda Alat Pelindung Diri Umum Sejak dahulu kala para pengurus/ pengusaha dan pekerja sudah berusaha untuk melindungi diri mereka dari terjadinya kecelakaan yang akan menimpa mereka baik itu merupakan pakaian dan topi yang melindungi mereka dari serangan cuaca ataupun sepatu yang kokoh agar mereka bisa bekerja dengan nyaman tanpa terganggu. Seiring dengan kemajuan teknologi Alat Pelindung Diri semakin beragam bentuknya dan ini sangat membantu berkurangnya pekerja yang cedera atau meninggal disebabkan kecelakaan kerja. 3-34

124 Dinegara berkembang seperti Indonesia ini kesadaran akan penggunaan Alat Pelindung Diri ini sangat kurang sehingga menurut data yang ada pada Jamsostek lebih dari 8000 kecelakaan terjadi di Indonesia atau hampir 30 kali setiap hari ada kecelakaan kerja terjadi, itu baru yang dilaporkan ke Jamsostek untuk memperoleh santunan, belum lagi yang didiamkan atau kecelakaan yang tidak berakibat fatal yang kadang memang sengaja ditutup-tutupi oleh kontraktor untuk menghindari masaalah dengan pihak yang berwajib ( Polisi dan Depnaker ). Kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja ini cukup besar disamping biaya pengobatan terganggunya jadwal pekerjaan, waktu kerja yang hilang dan berkurangnya aset nasional berupa tenaga kerja yang trampil. Banyak para kontraktor yang secara sengaja mengelak dalam kewajibannya untuk menyediakan Alat pelindung Diri ( APD) yang memadai dengan alas an tidak dianggarkan dalam proyek dan dalam usahanya untuk mengejar target keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal dengan menyediakan APD ini kontraktor justru dijaga dari pengeluaran tak terduga yang timbul dari kecelakaan kerja sehingga target keuntungan yang akan diraih takkan berkurang. Pemerintah dalam hal ini dengan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no. 1 tahun 1970 telah mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk menyediakan Alat Pelindung Diri dan mewajibkan kepada para pekerja untuk memakainya dan peraturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan-peraturan dari menteri yang terkait seperti Peraturan Menaker dan Mekrimpraswil / Pekerjaan Umum yang membuat Pedoman Keselamatan Kerja bagi pekerjaan Konstruksi. Penggunaan Alat pelindung Diri yang standar sangat diperlukan, karena banyak kasus dimana pekerja yang sudah memakai Alat Pelindung Diri masih bisa terkena celaka karena penggunaan Pelindung yang tidak standar. Modul ini sengaja disusun agar para pemakai mengetahui Alat Pelindung Diri yang dibutuhkan standar yang diminta dan kegunaannya Kewajiban Untuk Menyediakan Dan Memakai Alat Pelindung Diri Disamping bahwa kesadaran menyediakan dan memakai Alat pelindung Diri itu bagi Pengurus/Pengusaha dan Pekerja merupakan keuntungan kepada mereka, pemerintah dalam hal ini telah mewajibkannya dalam undang-undang.kewajiban untuk menyediakan bagi Pelaksana (Pengurus ) pekerjaan menyediakan dan memakai Alat Pelindung Diri bagi para pekerja ada pada Undang-Undang Keselamatan Kerja No, 1 tahun 1970 seperti kutipan dibawah ini : 3-35

125 BAB V PEMBINAAN Pasal 9 (1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang. a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul ditempat kerjanya. b. Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya. c. Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. BAB VIII KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA Pasal 12 Dengan peraturan dan perundangan diatur hak dan kewajiban tenaga kerja untuk 1. Memakai Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan. 2. Memenuhi dan mentaati semua syarat syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 3. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan diragukan olehnya dst BAB X KEWAJIBAN PENGURUS Pasal 14 d. Menyediakan secara cuma-cuma Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan kepada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya..dst KEBIASAAN UNTUK MENGGUNAKAN PELINDUNG Peralatan pelindung diri untuk pekerja pada dasarnya mempunyai masalah tersendiri. Rendahnya motivasi dari pihak pekerja untuk menggunakan peralatan itu hendaknya diimbangi dengan kesungguhan Kontraktor menerapkan aturan penggunaan peralatan itu. Terdapat beberapa segi yang perlu perhatian dan pemecahan sekaligus : Untuk pertama kali menggunakan alat pelindung diri seperti helm, sepatu kerja dan ikat pinggang pengaman memang kurang menyenangkan pekerja. Memanjat dengan memakai sepatu bahkan akan terasa kurang aman bagi yang tidak terbiasa, mula-mula terasa memperlambat pekerjaan. Memakai sarung tangan 3-36

126 juga mula-mula akan terasa risih. Memang diperlukan waktu agar menggunakan alat pelidung diri itu menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting pada akhirnya harus terbiasa. Diperlukan tenaga pengawas K3 Konstruksi untuk mengingatkan dan mengenakan sangsi bagi pelanggar yang tidak menggunakan alat pelindung tersebut. Untuk pembiayaan peralatan memang diperlukan dana, dan hal ini tentu sudah dianggarkan oleh Kontraktor. Karena itu hendaknya diadakan inventarisasi dan prosedur penyimpanan, perbaikan, perawatan, membersihkan dan menggantikan alat pelindung diri oleh Kontraktor Jenis Alat Pelindung Hampir semua Alat Pelindung Diri yang dipakai pada bidang Industri dan jasa lain, digunakan juga dalam dunia Konstruksi, karena dunia konstruksi bukan hanya untuk membangun fasilitas baru tetapi digunakan pula dalam pemeliharaan dan perbaikan suatu fasilitas yang masih berjalan. a. Pelindung Kepala Untuk pekindung kepala selalu digunakan Helm Pengaman, yang berguna untuk menghindari risiko kejatuhan benda-benda tajam dan berbahaya. Peralatan atau bahan kecil tetapi berat bila jatuh dari ketinggian dan menimpa kepala bisa berakibat mematikan. Kecelakaan yang menimpa kepala sering terjadi sewaktu bergerak dan berdiri dalam posisi berdiri atau ketika naik ketempat yang lebih tinggi. Terutama bila ditempat yang lebih tinggi pekerjaan sedang berlangsung. Aturan yang lebih keras pada daerah seperti ini harus diberlakukan tanpa kecuali terhadap siapapun yang memasuki area tersebut. Upaya ini ditambah leflet-leflet peringatan tertulis yang jelas dan mudah terbaca. Jenis Helm yang digunakan juga harus standar. Ada standar nasional dan ada juga standar internasional. Juga cara pemakaiannya harus betul, tali pengikat ke dagu harus terpasang sebagaimana mestinya sehingga tidak mudah terlepas. b. Pelindung Kaki Sepatu Keselamatan (Safety shoes) untuk menghindari kecelakan yang diakibatkan tersandung bahan keras seperti logam atau kayu, terinjak atau terhimpit beban berat atau mencegah luka bakar pada waktu mengelas. Sepatu boot karet bila bekerja pada pekerjaan tanah dan pengecoran beton. 3-37

127 Pada umumnya di pekerjaan konstruksi, kecelakaan kerja terjadi karena tertusuk paku yang tidak dibengkokkan, terpasang vertical di papan sebagai bahan bangunan yang berserakan ditempat kerja. Ada beberapa jenis sepatu kerja : Memakai pelindung kaki agar aman dari kejatuhan benda. Sepatu bot yang dipakai di tanah basah atau memasuki air. Sepatu untuk memanjat. Sepatu untuk pekerjaan berat. Sepatu korosi, untuk bekerja menggunakan bahan kimia dan bahan sejenis. c. Pelindung Tangan Sarung Tangan untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cidera lecet atau terluka pada tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan, Pekerjaan las, membawa barang - barang berbahaya dan korosif seperti asam dan alkali. Banyak kecelakaan luka terjadi di tangan dan pergelangan dibanding bagian tubuh lainnya. Kecelakaan ditangan seperti bengkak, terkelupas, terpotong, memar atau terbakar bisa berakibat vatal dan tidak dapat lagi bekerja. Diperlukan pedoman penguasaan peralatan teknis dan pelindung tangan yang cocok seperti Sarung Tangan. Pekerjaan-pekerjaan yang yang memerlukan pelidung tangan misalnya adalah : o Pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan yang kasar, tajam atau permukaan menonjol. o Pekerjaan yang berhubungan dengan benda panas, karatan atau zat- zat seperti aspal dan resin beracun. o Pekerjaan yang berhubugan dengan listrik dan cuaca. Ada berbagai sarung tangan yang dikenal a.l: Sarung Tangan Kulit Sarung Tangan Katun Sarung Tangan Karet untuk isolasi Sarung Tangan Kulit digunakan untuk pekerjaan pengelasan, pekerjaan pemindahan pipa dll Sarung Tangan Katun digunakan pada pekerjaan besi beton, pekerjaan bobokan dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk pekerjaan ketinggian. 3-38

128 Sarung Tangan Karet untuk pekerjaan listrik yang dijaga agar tidak ada yang robek agar tidak terjadi bahaya kena arus listrik. d. Pelindung Pernafasan Beberapa alat pelindung pernafasan ( masker) diberikan sebagai berikut, dengan penggunaan tergantung kondisi ataupun situasi dlapangan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan : 1). Masker Pelindung Pengelasan yang dilengkapi kaca pengaman ( Shade of Lens ) yang disesuaikan dengan diameter batang las ( welding rod ) a). Untuk welding rod 1/16 sampai 5/32 gunakan shade no.10 b). Untuk welding rod 3/16 sampai ¼ gunakan shade no 13 2). Masker Gas dan Masker Debu adalah alat perlindungan untuk melindungi pernafasan dari gas beracun dan debu. Dalam pekerjaan di proyek banyak terdapat pekerjaan yang berhubungan dengan bahaya debu, minyak atau gas yang berasal dari : Peralatan pemecah dan batu. Kecipratan pasir. Bangunan terbuka yang mengandung debu asbes. Pekerjaan las, memotong bahan yang dibungkus atau dilapisi zinkum, nikel atau cadmium. Cat semprot. Semburan mendadak. Bila terdapat kecurigaan bahwa di udara terdapat gas beracun, pelindung pernafasan harus segera dipakai. Jenis Pelindung Pernafasan yang harus dipakai tergantung kepada bahaya dan kondisi kerja masing-masing. Juga diperlukan latihan cara menggunakan dan merawatnya. Perlu minta petunjuk pihak berwenang untuk peralatan Pelindung Pernafasan ini. Bekerja di ruang tertutup seperti gudang atau ruangan bawah tanah ada kemungkinan terdapat bahaya asap, gas berbahaya atau bahan-bahan yang rapuh wajib pula menggunakan perlindungan pernafasan. Juga terdapat alat Pelindung Pernafasan jenis setengah muka yang terdiri atas : Yang memakai alat filter atau penyaring katrid. Filter ini perlu diganti secara berkala. Pelindung Pernafasan dari gas dan asap. Filter kombinasi penahan gas dan asap. 3-39

129 Disamping itu terdapat juga alat Pelindung Pernafasan penuh muka memakai filter yang bisa melindungi mata maupun muka. Pelindung Pernafasan yang lain ialah yang melindungi seluruh muka yang dilengkapi udara dalam tekanan tertentu dan merupakan jenis yang terbaik, terutama bila di tempat kerja kurang dapat oksigen. Udara dalirkan dari kompresor yang dilengkapi penyaring. Pada iklim panas alat ini terasa sejuk dan menyenagkan. Alat ini lebih mandiri tapi memerlukan pelatihan cara memakainya sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya. e. Pelindung Pendengaran Pelindung Pendengaran untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat suara bising diatas ambang aman seperti pekerjaan plat logam. ( batasn nilai ambang batas akan diterangkan dalam modul kesehatan) f. Pelindung Mata Kaca Mata Pelindung (Protective goggles) untuk melindungi mata dari percikan logam cair, percikan bahan kimia, serta kaca mata pelindung untuk pekerjaan menggerinda dan pekerjaan berdebu Mata dapat luka karena radiasi atau debu yang berterbangan. Kecalakaan yang mengenai mata seringkali terjadi dalam: Memecah batu, pemotongan, pelapisan atau pemasangan batu, pembetonan dan memasang bata dengan tangan atau alat kerja tangan menggunakan tenaga listrik Pengupasan dan pelapisan cat atau permukaan berkarat. Penutupan atau penyumbatan baut. Menggerinda dengan tenaga listrik. Pengelasan dan pemotongan logam. Dalam pekerjaan konstruksi terdapat juga risiko karena tumpahan, kebocoran atau percikan bahan cair panas atau lumpur cair. Persoalan yang banyak terjadi adalah, kemalasan tukang untuk memakai pelindung, alat tidak cocok, atau memang alatnya tidak tersedia sama sekali di proyek. g. Tali Pengaman & Sabuk Keselamatan (safety belt) Banyak sekali terjadi kecelakaan kerja karena jatuh dari ketinggian. Pencegahan utama ialah tersedianya jaring pengaman. Tetapi untuk keamanan individu perlu Ikat Pinggang Pengaman / Sabuk Pengaman ( Safety Belt ). Yang wajib 3-40

130 digunakan untuk mencegah cidera yang lebih parah pada pekerja yang bekerja diketinggian ( > 2 M tinggi ). Contoh jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan Tali Pengaman : Pekerjaan perawatan pada bangunan struktur seperti jembatan. Terdapat banyak jenis Ikat Pinggang Pengaman dan Tali Pengaman, diperlukan petunjuk dari pihak yang kompeten tentang tali pengaman yang paling cocok untuk suatu jenis pekerjaan. Termasuk cara penggunaan dan perawatannya. Tali Pengaman yang lengkap harus selalu dipakai bersama Ikat Pinggang Pengaman. Syarat-syarat untuk Tali Pengaman adalah : Batas jatuh pemakai tidak boleh lebih dari dua meter dengan cara meloncat. Harus cukup kuat menahan berat badan. Harus melekat di bangunan yag kuat melalui titik kait diatas tempat kerja. Demikianlah Alat Pelindung Diri yang umum dipakai dan sifatnya lebih mendasar. Karena diluar itu sangat banyak sekali ketentuan-ketentuan yang harus diingat baik bila mengerjakan sesuatu, menggunakan peralatan tertentu dan menangani bahan tertentu. Sesungguhnya bila pekerja itu dipersiapkan melalui sistim pelatihan, kecelakaan yang diakibatkan alpa menggunakan Alat Pelindung Diri seperti ini akan jauh berkurang. Sebab dalam sistim pelatihan diajarkan cara menggunakan peralatan yang betul, efektif dan tanpa membahayakan. Hampir semua pekerja tukang kita tidak pernah dibekali pengetahuan melalui sistim pelatihan. Hanya memupuk pengalaman sambil langsung bekerja. Dengan cara penjelasan ringkas kepada mereka sambil bekerja tentang pencegahan kecelakaan hasilnya akan terbatas. Akan jauh lebih berhasil bila merupakan program dalam paket pelatihan sejak berstatus calon pencari kerja atau pemula. Hal ini merupakan penyeebab angka kecelakaan kerja bidang konstruksi di Indonesia termasuk tinggi. Disamping alat pelindung diri diatas pekerja harus berpakaian yang komplit sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditanganinya seperti tukang las harus dilengkapi jaket/rompi kulit tetapi minimum harus memakai kaos dan celana panjang Hal hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan APD Alat Pelindung Diri akan berfungsi dengan sempurna apabila dipakai secara baik dan benar. 3-41

131 a. Sediakanlah Alat Pelindung Diri yang sudah teruji dan telah memiliki SNI atau standar internasional lainnya yang diakui. b. Pakailah alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis pekerjaan walaupun pekerjaan tersebut hanya memerlukan waktu singkat. c. Alat Pelindung Diri harus dipakai dengan tepat dan benar. d. Jadikanlah memakai alat pelindung diri menjadi kebiasaan. Ketidak nyamanan dalam memakai alat pelindung diri jangan dijadikan alasan untuk menolak memakainya e. Alat Pelindung Diri tidak boleh diubah-ubah pemakaiannya kalau memang terasa tidak nyaman dipakai laporkan kepada atasan atau pemberi kewajiban pemakaian alat tersebut. f. Alat Pelindung Diri dijaga agar tetap berfungsi dengan baik. g. Semua pekerja,pengunjung dan mitra kerja ke proyek konstruksi harus memakai alat pelindung diri yang diwajibkan seperti Topi Keselamatan dll Acuan / standar yang dipakai. Apabila kita membeli Alat Pelindung diri kita akan berpedoman kepada standar industri yang berlaku, belilah hanya barang yang telah mencantumkan kode SNI (Standar Nasional Indonesia) atau JIS untuk barang buatan Jepang, ANSI, BP dsb tergantung dari negara asal barang untuk kebutuhan proyek dan dinyatakan laik untuk pekerjaan yang dimaksud. Dibawah ini beberapa contoh standar alat pelindung diri dan SNI dan standar internasional lainnya. Helmet ( Topi Pengaman ) : ANSI Z 89,1997 standard Sepatu Pengaman ( Safety Shoes ) : SII ,DIN 4843,Australian Standard AS/NZS , ANSI Z 41PT 99,SS 105,1997. Sabuk Pengaman : EN 795 Class C ANSI OSHA Banyak lagi standar standar yang diberlakukan dinegara maju, tetapi yang lebih penting kalau kita memakai produk dalam negeri, ujilah ketahanannya terhadap suatu beban yang akan diberikan kepadanya dengan toleransi keamanan minimum 50 %. Karena mungkin bagi kontraktor kecil dan menengah akan menjadi beban keuangan bila harus menyediakan produk import untuk pekerjanya. Perlu juga dipertimbangkan daya tahan dan kwalitas yang dipakai bisa untuk beberapa proyek atau periode pekerjaan sehingga beban keuangan akan terasa menjadi lebih ringan. 3-42

132 Contoh alat pelindung diri (APD) PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT Safety helmet. Eye protectors for dust and flying objects. Shading eye protectors. Welding protective hoods. Earplugs, Earmuffs. Protective respirators. Gloves. Dust mask. Gas mask. Breathing equipment. Supplied- air respirator. Clothing, Safety belts. Footwear. 5.Shock-absorbing liner (Polystyrene foam core) Structure of safety helmets (at the time of falls) 4.Ring string 1.Outer shell Safety Belts with a shock absorber Belt 2.Hammock Buckle A shock absorber 6.Chin strap 3.Head band Hook Gambar Alat Pelindung Diri 3-43

133 Contoh penggunaan Safety belt yang benar Harness Safety belt Gambar Penggunaan Safety Belt 3-44

PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON

PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON RCF - 01 : UUJK, K3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI K3 KONSTRUKSI

PELATIHAN AHLI K3 KONSTRUKSI CSE 01 = UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA PELATIHAN AHLI K3 KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN (COST CONTROLLER) PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR

PELATIHAN PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN (COST CONTROLLER) PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR CCE 01 = UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA PELATIHAN PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN (COST CONTROLLER) PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

PELATIHAN TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH

PELATIHAN TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH UUJK, Etika Profesi dan Etos Kerja SBW 01 = UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA PELATIHAN TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun UUJKEtika Profesi dan Etos Kerja KATA PENGANTAR Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang yang telah berkembang pesat di Indonesia, dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai badan usaha

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA

O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Jl. Sapta Taruna Raya Kompleks

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA

PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2009... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN 2013... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan jasa konstruksi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 18

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR JLN. HM. ARSYAD KM. 3 TELP. (0531) 21539 SAMPIT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2006 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

1 of 29 27/04/2008 4:14 PM

1 of 29 27/04/2008 4:14 PM 1 of 29 27/04/2008 4:14 PM Menimbang : d. Mengingat : Menetapkan : UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

MODUL SEBC 01 : UUJK, K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

MODUL SEBC 01 : UUJK, K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN PELATIHAN AHLI PENGAWASAN PEKERJAAN JEMBATAN PEKERJAAN (SUPERVISION ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION) MODUL SEBC 01 : UUJK, K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

MODUL STEBC 01 : UUJK,K3 DAN PEMANTAUAN

MODUL STEBC 01 : UUJK,K3 DAN PEMANTAUAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 01 : UUJK,K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

DCE 01 ETIKA PROFESI, ETOS KERJA

DCE 01 ETIKA PROFESI, ETOS KERJA 1 PELATIHAN PELAKSANA BENDUNGAN NOMOR MODUL DCE 01 JUDUL MODUL ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PELATIHAN JASA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat : a. bahwa usaha jasa konstruksi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JADWAL SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA LUBUKLINGGAU

WALIKOTA LUBUKLINGGAU WALIKOTA LUBUKLINGGAU PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA SEMARANG, :

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 16 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 16 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 16 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR : TAHUN 2013 TENTANG JASA KONSTRUKSI BALAI PEMBERDAYAAN DAN PENGAWSAN JASA KONSTRUKSI DINAS

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa Jasa Konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DAN TANDA DAFTAR USAHA PERSEORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 JULI 2012 NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG : IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (UU 2/2017 & PP 29/2000 Jo PP 54/2016) admikon2@gmail.com MODUL BIMBINGAN TEKNIS ADMINISTRASI KONTRAK KONSTRUKSI Modul 1 : Kebijakan Penyusunan Dok. Kontrak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

-2- Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesi

-2- Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dilaksanakan berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan, manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 11) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEINSINYURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya manusia dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT BUPATI SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SANGGAU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SANGGAU, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci