BAB II PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT"

Transkripsi

1 BAB II PELAKSANAAN PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PT. ULU MUSI AGUNG TENERA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS A. Rapat Umum Pemegang Saham Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang perseroan Terbatas Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diatur dalam Bab VI Pasal 75 sampai dengan Pasal 91 UUPT. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menurut Pasal 1 angka 4 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Teratas yang menyebutkan : Rapat Umum Pemegang Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/atau anggaran dasar. RUPS merupakan tempat berkumpulnya atau forum para pemegang saham untuk membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perseroan terbatas. 42 Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala kewenangan yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) berhak memperolah segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan/atau Komisaris. 42 Binoto Nadapdap, Hukum Perseroan Terbatas, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009, hal. 97. xli

2 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia. 43 Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang saham melakukan control atas jalanya kepengurusan Perseroan yang dilakukan Direksi. 44 Di dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi namun seringkali digunakan untuk mempengaruhi kebijaksanaan perseroan. Sehingga di dalam perseroan seharusnya pemegang saham tidak mempunyai kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru mempunyai kekuasaan atas Perseroan Terbatas (PT), apabila mereka dalam suatu ruangan pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 45 Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas, antara lain sebagai berikut : 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasarnya (meskipun anggaran dasar dapat diubah oleh Rapat Umum Pemegang Saham asal memenuhi syarat untuk itu). 43 Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi, & Komisaris Perseroan Terbatas, Visimedia, Jakarta, 2009, hal M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 305, yang dikutip dari James D. Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O Neal, Corporations, Alpen law & Business, 1977, hal Handri Raharjo, Op.Cit, hal. 91. xlii

3 2. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan stake holders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor, masyarakat sekitar dan lain sebagainya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang merupakan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kewenangannya. 46 Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas sebagai kumpulan atau asosiasi modal, yang oleh UUPT diberi status sebagai badan hukum. Dengan demikian pada hakekatnya Perseroan Terbatas adalah wadah kerja sama dari pada pemilik modal atau pemegang saham yang terjelma dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Artinya bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ Perseroan Terbatas memiliki kekuasaan dan wewenang yang tertinggi yang tidak dimiliki atau diserahkan kepada organ perseroan lainnya dalam batas yang ditentukan dalam Undang- Undang Perseroan Terbatas maupun Anggaran Dasar nya. Inilah yang dinamakan wewenang eksklusif (exclusive authorities) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 47 Wewenang eksklusif Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas akan ada selama Undang-Undang Perseroan Terbatas belum dirubah. Sedangkan wewenang eksklusif dalam Anggaran Dasar yang disahkan atau disetujui Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo, Bandung, 2005, hal Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, PT. Alumni, Bandung, 2004, hal. xliii

4 oleh Menteri Kehakiman dapat diubah melalui perubahan Anggaran Dasar sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. 48 Adapun wewenang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dinyatakan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang mengatur tentang, yaitu : 1) Menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan pendiri atau kuasanya. 49 2) Menyetujui perbuatan hukum atas nama Perseroan yang dilakukan semua anggota Direksi, semua anggota Dewan Komisaris bersama-sama pendiri dengan syarat semua pemegang saham hadir dalam RUPS, dan semua pemegang saham menyetujuinya dalam RUPS tersebut. 50 3) Perubahan AD ditetapkan oleh RUPS. 51 4) Memberi persetujuan atas pembelian kembali atau pengalihan lebih lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan. 52 5) Menyerahkan kewenangan kepada Dewan Komisaris guna menyetujui pelaksanaan keputusan RUPS atas pembelian kembali atau pengalihan lanjut saham yang dikeluarkan Perseroan. 53 6) Menyetujui penambahan modal perseroan. 54 7) Menyetujui pengurangan modal Perseroan Parasian Simanungkalit, Rapat Umum Pemegang Saham Kaitanya Dengan Tanggung Jawab Direksi pada Perseroan Terbatas, Yayasan Wajar Hidup, Jakarta, 2006, hal Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 50 Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 51 Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 52 Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 53 Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 54 Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. xliv

5 8) Menyetujui rencana kerja tahunan apabila AD menentukan demikian. 56 9) Memberi persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris ) Memutuskan penggunaan laba bersih, termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan wajib dan cadangan lain ) Menetapkan pembagian tugas dan pengurusan Perseroan antara anggota Direksi ) Mengangkat anggota Direksi ) Menetapkan tentang besarnya gaji dan tunjangan anggota Direksi ) Menunjuk pihak lain untuk mewakili Perseroan apabila seluruh anggota Direksi atau Dewan Komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan ) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk : a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau b. Menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan, Persetujuan itu diperlukan apabila lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak ) Memberi persetujuan kepada Direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas Perseroan sendiri kepada Pengadilan Niaga ) Memberhentikan anggota Direksi Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 56 Pasal 64 ayat (1) jo. Ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 57 Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 58 Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 59 Pasal 92 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 60 Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 61 Pasal 96 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 62 Pasal 99 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 63 Pasal 102 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 64 Pasal 104 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 65 Pasal 105 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. xlv

6 18) Menguatkan keputusan pemberhentian sementara yang dilakukan Dewan Komisaris terhadap anggota Direksi ) Mengangkat anggota Dewan Komisaris ) Menetapkan tentang besarnya gaji atau honorarium dan tunjangan anggota Dewan Komisaris ) Mengangkat Komisaris Independen ) Memberi persetujuan atas Rancangan Penggabungan ) Memberi persetujuan mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan ) Memberi keputusan atas pembubaran Perseroan ) Menerima pertanggungjawaban likuidator atas penyelesaian likuidasi. 73 Wewenang RUPS tersebut terwujud dalam bentuk jumlah suara yang dikeluarkan dalam setiap rapat. Hak suara dalam RUPS dapat digunakan untuk berbagai maksud dan tujuan diantaranya ialah menyetujui atau menolak : 1) Rencana perubahan AD; 2) Rencana penjualan asset dan pemberian jaminan hutang; 3) Pengangkatan dan pemberhentian anggota Direksi dan/atau Komisaris; 4) Laporan keuangan yang disampaikan oleh Direksi; 5) Pertanggungjawaban Direksi; 66 Pasal 106 ayat (7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 67 Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 68 Pasal 113 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 69 Pasal 120 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 70 Pasal 223 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 71 Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 72 Pasal 142 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 73 Pasal 143 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. xlvi

7 6) Rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan; 7) Rencana pembubaran Perseroan. Bentuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Dalam ketentuan Pasal 78 UUPT, membagi Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) ke dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya dalam ilmu hukum dikenal dengan nama Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). 74 Pada dasarnya yang berfungsi dan berwenang menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan maupun Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) adalah Direksi. Akan tetapi ketentuan itu, tidak menutup kemungkinan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu per sepuluh) atau lebih lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan suatu jumlah yang lebih kecil, dan Dewan Komisaris Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan diselenggarakan setahun sekali menurut waktu dan tempat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan, Direksi menyampaikan Laporan Tahunan yang disusun sesuai ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUPT yang memuat sekurang-kurangnya : 74 Parasian Simanungkalit, Op.Cit, hal Pasal 79 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. xlvii

8 1) Laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas dan lapiran perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut; 2) Laporan mengenai kegiatan perseroan; 3) Laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan; 4) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha perseroan; 5) Laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau; 6) Nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris; 7) Gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau. 76 Selanjutnya Laporan Tahunan tersebut ditandatangani oleh semua Anggota Direksi dan semua Anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di Kantor Perseroan sejak tanggal panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 67 ayat (1) UUPT. 2. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang pelaksanaannya tidak bersifat wajib dilaksanakan setiap tahun, akan tetapi dapat diadakan setiap waktu apabila kepentingan perseroan menghendaki untuk dilaksanakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Berdasarkan Pasal 78 ayat (4) UUPT, agenda Rapat Umum pemegang Saham (RUPS) diluar laporan tahunan Direksi tetapi tidak terbatas pada : a. Perubahan susunan anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris baik perubahan yang disebabkan karena adanya anggota Direksi dan/atau Dewan Komisaris yang telah atau akan berakhir masa jabatannya, mengundurkan diri, meninggal dunia, diberhentikan oleh 76 Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Noor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. xlviii

9 RUPS, diberhentikan sementara oleh Dewan Komisaris, dimana perubahan tersebut harus dilaporkan kepada Menteri Hukum dan HAM. b. Perubahan AD tertentu yang harus dimitakan persetujuan dari Menteri Hukum dan HAM atau perubahan AD yang harus dilaporkan/diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM. c. Persetujuan mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan dan pemisahan Perseroan. d. Pembubaran, likuidasi dan berakhirnya status badan hukum Perseroan. 77 Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) diadakan untuk membahas dan mengambil keputusan atas masalah-masalah yang timbul secara mendadak dan membutuhkan penanganan segera, karena akan menghambat operasionalisasi Perseroan Terbatas. 78 Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) merupakan rapat yang diselenggarakan untuk membahas hal-hal tertentu yang dianggap perlu oleh pemegang saham. Dalam setiap forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hanya dapat membicarakan agenda yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu para pemegang saham berhak untuk memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan Perseroan. RUPS tidak berhak untuk membicarakan apalagi sampai mengambil keputusan dalam mata acara lain, kecuali semua pemegang saham yang hadir dan/atau diwakili dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut menyetujui penambahan mata acara rapat. Dengan demikian keputusan atas mata acara yang ditambahkan harus disetujui dengan suara bulat Pasal 78 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 78 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Forum Sahabat, Jakarta, 2008, hal. xlix

10 Kuorum dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Ketentuan aturan tentang kuorum dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dilihat dalam Pasal 86 UUPT yang menyebutkan : 1. RUPS dapat dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali Undang-Undang dan/atau anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. 2. Dalam hal kuorum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua. 3. Dalam pemanggilan RUPS kedua harus disebutkan bahwa RUPS pertama telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. 4. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 (satu per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili, kecuali anggaran dasar menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. 5. Dalam hal kuorum RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak tercapai, Perseroan dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan atas permohonan Perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS ketiga. 6. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. 7. Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap. 8. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. 9. RUPS kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya dilangsungkan. Kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk mengubah anggaran dasar diatur dalam Pasal 88 UUPT yang menyebutkan : 1. RUPS untuk mengubah anggaran dasar dapat dilangsungkan jika dalan rapat paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. l

11 2. Dalam hal kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diselenggarakan RUPS kedua. 3. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 3/5 (tiga per lima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). 5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengenai kuorum kehadiran dan ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS berlaku juga bagi Perseroan Terbuka sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Selanjutnya ketentuan kuorum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) juga diatur dalam Pasal 89 UUPT yang menyebutkan : 1. RUPS untuk menyetujui Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan, pengajuan permohonan agar Perseroan dinyatakan pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran Perseroan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. 2. Dalam kuorum kehadiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, dapat diadakan RUPS kedua. 3. RUPS kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sah dan berhak mengambil keputusan jika dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. 4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku bagi RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Setiap saham yang hadir mempunyai hak suara oleh karena setiap saham memiliki hak sebagaimana diatur dalam Pasal 52 UUPT yang menyebutkan : 1. Saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk : li

12 a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku setelah saham dicatat dalam daftar pemegang saham atas nama pemiliknya. 3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c tidak berlaku bagi klasifikasi saham tertentu sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang ini. 4. Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi. 5. Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, hak yang timbul dari saham tersebut digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang sebagai wakil bersama. Kemudian dalam Pasal 53 UUPT menyebutkan : 1. Anggaran dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih. 2. Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama. 3. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, anggaran dasar menetapkan salah satu diantaranya sebagai saham biasa. 4. Klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain : a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain; d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam likuidasi. Berdasarkan ketentuan-ketentuan pasal yang tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan untuk setiap Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Persamaannya adalah jika kuorum kehadiran tidak tercapai untuk setiap Rapat Umum pemegang Saham (RUPS), maka Pasal 86 ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) mutatis mutandis berlaku terhadap semua bentuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dan yang menjadi perbedaannya adalah terdapat perbedaan besarnya kuorum untuk setiap Rapat Umum pemegang lii

13 Saham (RUPS) tergantung pada factor materi acara yang dibicarakan atau dibahas oleh perseroan. Cara Pelaksanaan, Bentuk Hak Suara dan Pengambilan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Menurut Pasal 79 ayat (1) juncto Pasal 81 ayat (1) UUPT memberikan kewenangan penuh kepada Direksi perseroan untuk secara langsung memanggil dan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan, yang dapat dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan mengumumkan dalam Surat Kabar. Dalam pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dicantumkan tanggal, waktu, tempat dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersedia di kantor perseroan dimulai tanggal dilakukan pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sampai dengan tanggal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan, dan Direksi wajib memberikan salinan bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut kepada Pemegang Saham secara cuma-cuma jika diminta. Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diadakan di tempat kedudukan perseroan atau ditempat perseroan melakukan kegiatan usaha pada hari, tanggal dan jam yang telah ditentukan sesuai panggilan, dipimpin oleh salah seorang Anggota Direksi Perseroan. Sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dibuka dan dimulai, ketua Rapat Umum liii

14 Pemegang Saham (RUPS) berhak untuk memeriksa jumlah saham perseroan sesuai buku daftar saham yang diadakan oleh Direksi, yang hadir atau diwakili dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), termasuk memeriksa keabsahan surat kuasa yang dibawa oleh masing-masing wakil pemegang saham yang menguasakan kehadirannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 85 UUPT, yang menyebutkan : 1. Pemegang saham, baik sendiri maupun diwakili berdasarkan surat kuasa berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya; 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pemegang saham dari saham tanpa hak suara; 3. Dalam pemungutan suara, suara yang dikeluarkan oleh pemegang saham berlaku untuk seluruh saham yang dimilikinya dan pemegang saham tidak berhak memberikan kuasa kepada lebih dari seorang kuasa untuk sebagian dari jumlah saham yang dimilikinya dengan suara yang berbeda; 4. Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1); 5. Dalam hal pemegang saham hadir sendiri dalam RUPS, surat kuasa yang telah diberikan tidak berlaku untuk rapat tersebut; 6. Ketua rapat berhak menentukan siapa yang berhak hadir dalam RUPS dengan memperhatikan ketentuan undang-undang ini dan anggaran dasar Perseroan; 7. Terhadap Perseroan Terbuka selain berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (6) berlaku juga ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Setelah ketua Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yakin bahwa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) semua yang hadir adalah benar para pemegang saham perseroan sesuai dengan buku/catatan daftar saham yang ada pada perseroan atau kuasanya masing-masing berdasarkan surat kuasa dan kuorum kehadiran dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah tercapai sesuai ketentuan Anggaran Dasar atau UUPT. menyatakan : Kemudian ketua membuka dan memulai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan liv

15 1) Bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat diselenggarakan dengan sah sesuai ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan; 2) Bahwa acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ini sesuai dengan surat panggilan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang telah diterima oleh para Pemegang Saham Perseroan yang akan mengambil keputusan mengenai persetujuan/pengesahan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dipimpin oleh ketua Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai : 1) Hak suara atas setiap saham yang hadir dalam RUPS yakni dengan berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 84 UUPT, yaitu : a) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain; b) Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk : (1) Saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; (2) Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau (3) Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan. 2) Kuorum keputusan RUPS dengan berpedoman kepada Pasal 87 UUPT, yaitu : a) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat; b) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, keputusan adalah sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau lv

16 anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. Pada dasarnya setiap keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seyogyanya diambil berdasarkan musyawarah mufakat. Apabila keputusan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan yang diambil akan menjadi sah jika disetujui lebih dari ½ (satu per dua) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang dan/atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. Pengambilan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seperti yang diuraikan diatas dalam prakteknya biasanya tidak ada kesulitan yang berarti, tidak banyak perdebatan diantara pemegang saham yang hadir sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk memutuskan segala sesuatu yang dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sesuai kuorum yang dibutuhkan. Hal ini bisa terjadi karena semua dokumen dan bahan yang dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) telah disediakan sebelumnya oleh Direksi sejak tanggal pemanggilan sampai dengan hari pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga memungkinkan peserta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat menelaah sebelumnya secara seksama segala sesuatu yang akan dibicarakan dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. Pembuatan Dan Penandatanganan Notulen/Risalah RUPS Setiap penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) wajib dibuat risalahnya. Oleh karena itu, pembuatannya bersifat imperatif (mandatory rule). Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang tidak dibuat risalahnya, tidak sah dan dianggap tidak pernah ada lvi

17 (never existed). Akibatnya hal-hal yang diputuskan dan ditetapkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat dilaksanakan. 80 Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada UUPT diatur dalam Pasal 90 yang berbunyi : 1) Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS; 2) Tandatangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan akta notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 90 UUPT di atas, maka Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat dibuat dengan 2 (dua) cara, yaitu : 1) Secara dibawah tangan (onderhand) yang dibuat dan disusun sendiri oleh Direksi Perseroan; 2) Secara akta notaris (akta otentik) yang dibuat dan disusun oleh notaris. Dalam prakteknya risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dibuat secara dibawah tangan biasa disebut Notulen atau Risalah. Cara ini dipilih oleh Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan apabila agenda Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang dianggap hanya berlaku di dalam lingkungan perseroan sendiri, dan keputusan-keputusan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut tidak memerlukan persetujuan dari atau harus dilaporkan atau diberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 81 sehingga menurut pertimbangan Direksi dan/atau para Pemegang Saham Perseroan Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) 80 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal Hasil wawancara dengan Afrizal Arsad Hakim, Notaris/PPAT Kota Medan, pada tanggal 21 Juli lvii

18 tersebut tidak harus berbentuk akta otentik. Karena pertimbangan itu pula Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan tidak perlu mengundang atau menghadap kepada seorang notaris pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dilaksanakan dan biasanya sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diselenggarakan Direksi telah mempersiapkan draft Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan harapan apabila keputusan yang diambil dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ternyata sama dengan Notulen/Risalah yang telah disediakan lebih dahulu itu, maka ketua rapat dan para Pemegang Saham yang hadir dapat langsung menandatangani risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. Dan setelah penandatanganan tersebut selesai maka selesailah seluruh rangkaian pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang kemudian ditandai dengan pernyataan ketua rapat yang menutup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut. Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dibawah tangan inilah yang tepat untuk pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan yang agenda atau acaranya khusus mengenai pemberian persetujuan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas laporan tahunan yang disampaikan oleh Direksi. Akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan semacam itu tidak diperkenankan untuk menghadirkan seorang Notaris. Kehadiran seorang Notaris ini bertujuan agar Notulen/Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersebut dapat dibuat dan disusun oleh Notaris dalam bentuk akta otentik. Pilihan ini sepenuhnya tergantung kepada penyelenggara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Perseroan Terbatas yang bersangkutan yaitu Direksi dan/atau para Pemegang Saham. Berbeda dengan Notulen/Risalah yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris disebut Berita Acara Rapat. Cara ini dipilih oleh Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan apabila agenda lviii

19 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak hanya membahas dan memutuska hal-hal yang hanya berlaku di dalam lingkungan Perseroan sendiri, tetapi juga memutuskan hal-hal yang harus dimintakan persetujuan dari atau harus dilaporkan dan diberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 82 sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UUPT. Apabila dibuat dalam akta Notaris, maka Direksi dan/atau Pemegang Saham Perseroan harus meminta jasa Notaris untuk menghadiri dan menyaksikan jalanya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar Notaris dapat membuat berita acara mengenai segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), asalkan tempat diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih dalam wilayah kerja Notaris yang bersangkutan. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dilaksanakan dengan akta Notaris tersebut, tata cara penyelenggarannya tetap harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Anggaran Dasar Perseroan dan/atau UUPT, dimana Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tetap dipimpin oleh Direksi Perseroan dengan memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan, sedangkan Notaris berfungsi menjalankan kewajibannya untuk mendengar dan menyaksikan langsung jalannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sejak dibuka sehingga ditutupnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat akta berita acara dalam bentuk yang sesuai dengan ketentuan Pasal 38 sampai dengan Pasal 57 UUJN. Untuk penandatanganan berita acara ini tidak harus memenuhi ketentuan Pasal 90 ayat (1) UUPT, yang mensyaratkan agar hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) itu ditandatangani oleh minimal ketua Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan paling sedikit 1 (satu) orang Pemegang Saham. Akan tetapi berita acara ini cukup ditandatangani oleh Notaris 82 Hasil wawancara dengan Afrizal Arsad Hakim, Notaris/PPAT Kota Medan, pada tanggal 21 Juli lix

20 yang bersangkutan. Namun bisa saja penandatanganan berita acara ini memenuhi Pasal 90 ayat (2) UUPT, tetapi dalam Pasal 44 UUJN mengharuskan disebutkan alasan apabila akta tidak ditandatangani, misalnya peserta rapat lebih dahulu meninggalkan ruang rapat. Berdasarkan akta berita acara inilah Notaris menerbitkan salinan akta. Salinan inilah yang harus disimpan Direksi sebagai salah satu dokumen perusahaan yang dapat dijadikan bukti tentang adanya pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada hari, tanggal dan waktu yang disebutkan dalam Akta. B. Pembubaran Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 1. Pengertian Pembubaran Pembubaran Perseroan Terbatas pada dasarnya merupakan hal yang tidak diinginkan oleh para pemegang saham, oleh karenanya pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas sedapat mungkin harus dihindari, sebab dengan terjadinya pembubaran Perseroan Terbatas akan memberikan kerugian yang besar bagi para pemegang saham perseroan dan para pihak yang berhubungan langsung dengan perseroan. Apabila pembubaran Perseroan Terbatas sudah tidak bisa dihindari, maka hal yang penting adalah setiap pelaksanaan pembubaran Perseroan Terbatas harus dilaksanakan melalui proses hukum, sebagaimana perseroan sebagai badan hukum lahir dan diciptakan berdasarkan proses hukum. lx

21 ayat (1) yaitu : Pengertian pembubaran Perseroan menurut hukum sesuai dengan ketentuan Pasal 143 a. Penghentian kegiatan usaha Perseroan; b. Namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status badan hukumnya hilang ; c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya, sampai selesainya likuidasi, dan pertanggungjawaban likuidator proses akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri atau Hakim Pengawas. 83 Pembubaran Perseroan, tidak otomatis mematikan atau menghilangkan status badan hukumnya. Pemegang Saham masih tetap eksis. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) masih tetap berfungsi mengambil keputusan sepanjang hal itu berkenan dengan proses pembubaran atau likuidasi. Direksi dan Dewan Komisaris juga masih tetap ada dan valid. 2. Dasar Terjadinya Pembubaran Perseroan Terbatas Dasar terjadinya pembubaran Perseroan berbeda dalam KUHD, UUPT Nomor 1 Tahun 1995 maupun dalam UUPT Nomor 40 Tahun Dalam KUHD, perseroan bubar karena alasan demi hukum atau dibubarkan karena alasan hukum tertentu. Dalam Pasal 47 ayat (2) KUHD menyatakan bahwa bila Perseroan Terbatas menderita kerugian sampai tujuh puluh lima persen dari modal, hal itu akan membawa bubarnya Perseroan Terbats demi hukum. 84 Sedangkan dalam UUPT Nomor 1 Tahun 1995, PT bubar bisa berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), habis jangka waktu berdirinya, atau penetapan pengadilan. Berbeda pula menurut UUPT Nomor 40 Tahun 2007 Pasal 142, pembubaran Perseroan bisa terjadi karena hal sebagai berikut : 83 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal Rachmadi Usman, Op,Cit, hal lxi

22 a. Berdasarkan keputusan RUPS; b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir; c. Berdasarkan penetapan pengadilan; d. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan; e. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolven sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau f. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehinggga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Bubarnya Perseroan Karena Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), menurut Pasal 144 ayat (1) UUPT dapat dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris atau 1 (satu) Pemegang Saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu per sepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. UUPT tidak memberikan ketegasan sebab-sebab yang bisa dijadikan alasan oleh Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham untuk mengajukan usul pembubaran Perseroan Terbatas kepada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Berdasarkan pertimbangan serius, pemegang saham dapat mengajukan usul pembubaran perseroan terbatas apabila : 1. Perseroan tidak lagi berjalan selama jangka waktu tertentu; 2. Perseroan menyimpang dari tujuan; 3. Perseroan menderita kerugian terus-menerus dan tidak ada harapan pulih kembali; 4. Perseroan melakukan perbuatan yang sangat merugikan kepentingan pemegang saham; lxii

23 5. Perseroan melakukan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, atau kesusilaan yang merugikan kepentingan negara atau kepentingan umum. 85 Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk melaksanakan pembubaran Perseroan wajib diselenggarakan oleh Direksi sesuai dengan ketentuan UUPT dapat dilihat dalam Pasalpasal yang mengatur sebagai berikut : 1. untuk menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) didahului dengan pemanggilan yang dilakukan oleh Direksi [Pasal 79 ayat (1)]; 2. pemanggilan dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) diselenggarakan [Pasal 82 ayat (2)]; 3. pemanggilan dilakukan dengan Surat Tercatat atau dalam Surat Kabar dengan menyebutkan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahan yang akan dibicarakan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tersedia di Kantor Perseroan [Pasal 82 ayat (3)]; 4. syarat kuorum kehadiran paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS [Pasal 89 ayat (1)]; 5. syarat sahnya keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga per empat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan dalam RUPS [Pasal 87 ayat (1) jo Pasal 89 ayat (1)]; 6. pembubaran Perseroan mulai berlaku efektif sejak saat ditetapkan dalam keputusan RUPS [Pasal 143 ayat (3)]. b. Bubarnya Perseroan Karena Jangka Waktu Berdirinya Berakhir Pembubaran perseroan terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir, yang ditegaskan dalam Pasal 145 ayat (1) 85 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal lxiii

24 UUPT. Selanjutnya dalam Pasal 145 ayat (2) UUPT disebutkan bahwa dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya perseroan berakhir, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menetapkan penunjukan likuidator. Artinya jangka waktu mengadakan RUPS tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir. 86 Terhitung sejak tanggal jangka waktu berdirinya Perseroan berakhir, Direksi tidak boleh atau dilarang melakukan perbuatan hukum. Meskipun dalam Pasal 142 ayat (6) UUPT mengatakan pembubaran dan pengangkatan likuidator tidak berarti anggota Direksi dan Dewan Komisaris diberhentikan, namun menurut pasal 145 ayat (3) UUPT, mereka tidak memiliki kapasitas dan wewenang melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling, legal act). Semua perbuatan hukum dalam rangka pemberesan likuidasi, beralih seluruhnya kepada likuidator. c. Bubarnya Perseroan Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Proses pembubaran perseroan berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri diatur dalam ketentuan UUPT dapat dilihat dalam Pasal-pasal yang mengatur sebagai berikut : 1. Pasal 146 ayat (1) menyebutkan : Pengadilan Negeri dapat membubarkan Perseroan atas : b. Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan Perseroan melanggar kepentingan umum atau Perseroan melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan; c. Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam akta pendirian; d. Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan. 86 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.549. lxiv

25 Menurut penjelasan Pasal 146 ayat (1) huruf c, yang dimaksud dengan alasan Perseroan tidak mungkin untuk dilanjutkan, antara lain : 1) Perseroan tidak melakukan kegiatan usaha (nonaktif) selama 3 (tiga) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan yang disampaikan kepada instansi pajak, 2) Dalam hal sebagian besar pemegang saham sudah tidak diketahui alamatnya walaupun telah dipanggil melalui iklan dalam Surat Kabar, sehingga tidak dapat diadakan RUPS, 3) Dalam hal perimbangan pemilikan saham dalam Perseroan demikian rupa, sehingga RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang sah, misalnya 2 (dua) kubu pemegang saham memiliki masing-masing 50% (lima puluh persen) saham, atau 4) Kekayaan Perseroan telah berkurang demikian rupa, sehingga dengan kekayaan yang ada Perseroan tidak mungkin lagi melanjutkan kegiatan usahanya. 2. Pasal 146 ayat (2) menyebutkan Dalam penetapan Pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator. Penetapan PN yang lalai menetapkan penunjukan likuidator mengakibatkan penetapan itu tidak dapat dijalankan, karena tidak ada likuidator yang akan bertindak melakukan pemberesan. Jika terjadi hal demikian, menurut M.Yahya Harahap untuk mengatasi kasus Penetapan yang lalai menetapkan penunjukan likuidator, barangkali dapat ditempuh dua cara : a. menerapkan ketentuan Pasal 142 ayat (3), yakni dengan sendirinya Direksi bertindak selaku likuidator, atau b. mengajukan permohonan lagi, agar PN menunjuk likuidator. 87 d. Bubarnya Perseroan Karena Harta Pailit Perseroan Tidak Cukup untuk Membayar Biaya Kepailitan 87 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal lxv

26 Dalam Pasal 142 ayat (1) huruf a UUPT, berbunyi sebagai berikut : Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan tidak cukup untuk membayar biaya pailit. Berdasarkan uraian tersebut, cara pembubaran yang diatur di dalamnya, berkaitan dengan Pasal 17 ayat (2) dan pasal 18 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU). Menurut Pasal 17 ayat (2) UU KPKPU, Majelis Hakim yang membatalkan putusan pernyataan pailit juga menetapkan biaya kepilitan dan imbalan jasa kurator. Selanjutnya Penjelasan pasal ini memberi pedoman kepada Majelis Hakim yang memutus perkara kepailitan, supaya biaya kepailitan ditetapkan berdasarkan rincian yang diajukan oleh Kurator setelah mendengar pertimbangan Hakim Pengawas. Biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator menurut Pasal 17 ayat (3) UU KPKPU, dibebankan kepada pihak pemohon pernyataan pailit (voluntair petition) atau kepada pemohon pailit (involuntary petition) dan Debitur dalam perbandingan yang ditetapkan oleh Majelis Hakim tersebut. Dan untuk pelaksanaan pembayaran biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan Penetapan Eksekusi atas permohonan Kurator. Apabila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, Pengadilan Niaga atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara (jika ada), serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitur, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit, dan putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. 88 Dalam hal ini Pengadilan Niaga sekaligus memutuskan pemberhentian kurator dengan memperhatikan ketentuan dalam UUKPKPU M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal Handri Raharjo, Op.Cit, hal lxvi

27 e. Bubarnya Perseroan Karena Harta Pailit Perseroan yang Telah Dinyatakan Pailit Dalam Keadaan Insolvensi Proses pembubaran karena harta pailit Perseroan berada dalam keadaan insolvensi, berkaitan dengan ketentuan Pasal 187 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ( UU KPKPU). Menurut bunyi pasal ini, setelah harta pailit berada dalam keadaan insolvensi, maka Hakim Pengawas dapat mengadakan suatu Rapat Kreditor pada hari, jam dan tempat yang ditentukan. Tujuan rapat, untuk mendengar mereka seperlunya mengenai cara pemberesan harta pailit, dan jika perlu mengadakan poncocokan piutang yang dimasukkan setelah berakhirnya tenggang waktu. Apabila ada lagi yang mengajukan tagihan setelah melampaui waktu yang ditentukan dalam penetapan Hakim Pengawas, maka menurut Pasal 187 ayat (1) UU KPKPU, masih dapat dilakukan pencocokan dalam Rapat Kreditor mengenai cara pemberesan harta pailit yang diadakan oleh Hakim Pengawas. Bertitik tolak dari ketentuan yang dikatakan di atas dihubungan dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT, terhitung sejak Perseroan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, Perseroan telah berada dalam keadaan insolvensi. Berarti sejak saat itu terjadi pembubaran Perseroan sesuai dengan ketentuan Pasal 142 ayat (1) huruf e UUPT. Oleh karena itu, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menunjuk likuidator untuk melakukan likuidasi. f. Bubarnya Perseroan Karena Dicabutnya Izin Usaha Perseroan Terjadinya pembubaran Perseroan yang diatur pada Pasal 142 ayat (1) huruf f UUPT adalah : Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. lxvii

28 Pembubaran Perseroan jika izin usahanya dicabut, bersifat imperatif, yakni Perseroan wajib melakukan likuidasi. Sifat imperatifnya digantungkan pada syarat, apabila pencabutan izin itu, mengakibatkan Perseroan tidak mungkinkan lagi berusaha dalam bidang lain. Oleh karena itu, kalau izin usaha Perseroan yang bersangkutan meliputi berbagai bidang usaha dan salah satu di antaranya dicabut, tidak terjadi pembubaran Perseroan. 3. Pembubaran Wajib Diikuti Dengan Likuidasi Apabila terjadi pembubaran Perseroan berdasarkan keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam AD telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap, pembubaran itu wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator. Jika pembubaran terjadi berdasarkan karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi, yang bertindak melakukan likuidasi adalah Kurator. Hal itu ditegaskan pada penjelasan Pasal 142 ayat (2) huruf a UUPT yang menyatakan, yang dimaksud dengan likuidasi yang dilakukan oleh Kurator adalah likuidasi yang khusus dilakukan dalam hal Perseroan bubar berdasarkan karena harta Perseroan yang telah dinyatakan pailit, berada dalam keadaan insolvensi. Penunjukan atau pengangkatan likuidator dilakukan oleh : a. RUPS, apabila pembubaran Perseroan terjadi karena keputusan RUPS, karena jangka waktu berdirinya berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan Pengadilan Niaga maka yang berwenang mengangkat likuidator adalah RUPS. 90 Dalam hal ini, menurut Pasal 142 ayat (3) UUPT jika RUPS tidak menunjuk atau mengangkat likuidator, Direksi yang bertindak sebagai likuidator. 90 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal lxviii

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK.

RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK. RENCANA PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR PT BANK DANAMON INDONESIA, TBK. DENGAN PERATURAN POJK NOMOR 32/ POJK.04/2014 DAN NOMOR 33/ POJK.04/2014 Sebelum/ Before Pasal 11 Ayat 5 Pasal 11 Ayat 5 5. (a) Seorang

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT Nomor : Pada hari ini, - - Pukul -Hadir dihadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini :- 1. Nama

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R

2 2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara R No.374, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. RUPS. Perusahaan Terbuka. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5644) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PEMBUATAN AKTA-AKTA TERKAIT DENGAN PERSEROAN TERBATAS YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH NOTARIS Oleh: Alwesius, SH, MKn Notaris-PPAT Surabaya, Shangrila Hotel, 22 April 2017 PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015

Versi Final 1. RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015 Versi Final 1 RANCANGAN POIN-POIN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT MNC SKY VISION TBK RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM LUAR BIASA Jakarta, 20 Mei 2015 Pasal 4 Ayat 3 Ayat 3 Pasal 4 Pasal 4 Saham-saham yang masih dalam

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Perseroan ), berkedudukan di Kotamadya

Perseroan ), berkedudukan di Kotamadya CONTOH AKTA PENDIRIAN / ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS =============== ------------- NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ------------- ---------------------- Pasal 1 ---------------------- 1. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK PERATURAN NOMOR IX.J.1 : POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR PERSEROAN YANG MELAKUKAN PENAWARAN UMUM EFEK BERSIFAT EKUITAS DAN PERUSAHAAN PUBLIK I. KETENTUAN UMUM II. 1. Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

Lebih terperinci

HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas) Oleh: Rahmad Hendra

HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas) Oleh: Rahmad Hendra HUKUM PERSEROAN TERBATAS (Berdasar UU Nomor 40 Th 2007 tentang Perseroan Terbatas) Oleh: Rahmad Hendra ORGAN-ORGAN PT 1. RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) 2. DIREKSI 3. DEWAN KOMISARIS RUPS 0 RUPS mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS BAB I KETENTUAN UMUM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata

Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata Usulan Perubahan Anggaran Dasar Bank Permata No. ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT BANK PERMATA Tbk Peraturan 1. Pasal 6 ayat (4) Surat saham dan surat kolektif saham

Lebih terperinci

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah

Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah AKTA PENDIRIAN YAYASAN "..." Nomor :... Pada hari ini,..., tanggal... 2012 (duaribu duabelas) pukul... Waktu Indonesia Barat. Berhadapan dengan saya, RUFINA INDRAWATI TENGGONO, Sarjana Hukum, Notaris di

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN SALINAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- 179/BL/2008 TENTANG POKOK-POKOK

Lebih terperinci

AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. Pada hari ini, Hadir dihadapan saya, Notaris di...

AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. Pada hari ini, Hadir dihadapan saya, Notaris di... AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. NOMOR: Pada hari ini, Hadir dihadapan saya, Notaris di... Dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebut pada bagian akhir akta ini.-------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. Ayat 1 Tidak Ada Perubahan Perubahan Pada Ayat 2 menjadi berbunyi Sbb: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Perseroan dapat membuka kantor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.17, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM. PERSEROAN. Pengesahan. Badan Hukum. Perubahan. Anggaran Dasar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA

ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA ANGGARAN DASAR YAYASAN GEDHE NUSANTARA BAB I NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama Yayasan Gedhe Nusantara (selanjutnya dalam anggaran dasar ini cukup disingkat dengan Yayasan), berkedudukan

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan)

UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 2007 (Judul pasal-pasal ditambahkan) BAB I KETENTUAN UMUM 5 Pasal 1 Ketentuan umum (16 butir) 5 Pasal 2 Tujuan perseroan 6 Pasal 3 Tanggungawab pemegang saham 7 Pasal 4

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR: M.HH-02.AH.01.01 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM PERSEROAN, PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

PT. VITALITAS GAYA MANDIRI. Nomor : 110. h)

PT. VITALITAS GAYA MANDIRI. Nomor : 110. h) AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT. VITALITAS GAYA MANDIRI Nomor : 110. h).----------------------------------------------------------------------------------------------- - Hadir dihadapan saya, HARTONO,

Lebih terperinci

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert

2016, No Manusia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar sert BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 KEMENKUMHAM. Perseroan Terbatas. Permohonan. Perubahan. Anggaran Dasar. Penyampaian Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. No.392, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Anggaran Dasar. Data. Perseroan Terbatas. Pengajuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

2011, No Mengingat : Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. 1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2011 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM. Pengesahan Badan Hukum. Perubahan Data PT. Penyampaian. Prosedur. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.AH.01.01 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN BADAN HUKUM DAN PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3587 (Penjelasan Atas Lembaran Negara

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk

PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk PEDOMAN DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT EMDEKI UTAMA Tbk I. LATAR BELAKANG Berdasarkan Pasal 35 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten

Lebih terperinci

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

*36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK Copyright (C) 2000 BPHN PP 28/1999, MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK *36403 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 28 TAHUN 1999 (28/1999) TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16 CONTOH AKTA YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 15 A PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK

ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK ANGGARAN DASAR PT TRIMEGAH SECURITIES TBK Sesuai Dengan Akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Trimegah Securities Tbk No. 51 tanggal 27 Mei 2015, yang dibuat dihadapan Fathiah

Lebih terperinci

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN Nomor: - Pada hari ini, - tanggal - bulan - tahun - pukul WI (Waktu Indonesia ). -------------------------------------- Menghadap kepada saya 1,--------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

DRAFT AWAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

DRAFT AWAL DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN NOMOR KEP- /BL/2008 TENTANG POKOK-POKOK ANGGARAN DASAR

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 37 A PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk ( Perseroan )

ANGGARAN DASAR PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk ( Perseroan ) ANGGARAN DASAR PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk ( Perseroan ) Akta Pendirian Perseroan yang memuat ketentuan-ketentuan anggaran dasar Perseroan telah beberapa kali diubah, dan yang terakhir dengan Akta Pernyataan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, TAPI PENGESAHAN SEBAGAI BADAN HUKUMNYA BELUM/TIDAK DIURUS. YAYASAN

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M-01-HT.01-10 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28 /POJK.05/2015 TENTANG PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH,

Lebih terperinci

ANALISA AKTA PENDIRIAN PT LUMBUNG BERKAT SEJAHTERA TERHADAP UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

ANALISA AKTA PENDIRIAN PT LUMBUNG BERKAT SEJAHTERA TERHADAP UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS ANALISA AKTA PENDIRIAN PT LUMBUNG BERKAT SEJAHTERA TERHADAP UU No. 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS RENHARD 0906627530 KELAS A FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA 2011 Analisis Akta Pendirian

Lebih terperinci

DRAFT LAMPIRAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN MATRIKS ANGGARAN DASAR PT PONDOK INDAH PADANG GOLF Tbk Tgl 22 Juni 2015

DRAFT LAMPIRAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN MATRIKS ANGGARAN DASAR PT PONDOK INDAH PADANG GOLF Tbk Tgl 22 Juni 2015 Disusun oleh : NOTARIS & PPAT FATHIAH HELMI, SH DRAFT LAMPIRAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM TAHUNAN MATRIKS ANGGARAN DASAR PT PONDOK INDAH PADANG GOLF Tbk Tgl 22 Juni 2015 Referensi: 1. UU No 40 Tahun 2007

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi KEWIRAUSAHAAN, ETIKA dan HUKUM BISNIS Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perseroan Terbatas Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi Magister Akuntansi Perseroan Terbatas PERSEROAN TERBATAS atau PT adalah

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN,

SALINAN PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN, R AN SALINAN PERATURAN NOMOR 2/PLPS/2005 TENTANG LIKUIDASI BANK DEWAN KOMISIONER, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya UndangUndang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan perlu diatur

Lebih terperinci

Pedoman Komite Nominasi dan Remunerasi

Pedoman Komite Nominasi dan Remunerasi Pedoman Komite Nominasi dan Remunerasi Pedoman Komite Nominasi dan Remunerasi 1. Latar Belakang Sebagai perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia, PT Surya Artha Nusantara Finance ( Perseroan ) memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat,

Lebih terperinci

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1

Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas. Oleh: Pahlefi 1 Eksistensi RUPS sebagai Organ Perseroan Terkait Dengan Pasal 91 Undang-Undang Perseroan Terbatas Oleh: Pahlefi 1 Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dan membahas tentang Eksistensi RUPS terkait

Lebih terperinci

AKTA PENDIRIAN YAYASAN Nomor : -Pada hari ini,

AKTA PENDIRIAN YAYASAN Nomor : -Pada hari ini, AKTA PENDIRIAN YAYASAN Nomor : -Pada hari ini, -Pukul WIB -Hadir dihadapan saya, DEWI KUSUMAWATI, Sarjana ---- Hukum, Notaris di Jakarta, dengan dihadiri oleh ---- saksi-saksi yang saya, Notaris, kenal

Lebih terperinci

AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. Nomor. Barat), berhadapan dengan saya, dalam akhir akta ini. Kecamatan. Indonesia; -

AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS. Nomor. Barat), berhadapan dengan saya, dalam akhir akta ini. Kecamatan. Indonesia; - AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT. Nomor. Pada hari ini,, tanggal dua ribu empat belas ( - -2014), pukul WIB ( Waktu Indonesia Barat), berhadapan dengan saya, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris

Lebih terperinci

Usulan Perubahan Anggaran Dasar (AD)

Usulan Perubahan Anggaran Dasar (AD) AD PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM Pasal 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM Pasal 10 10.8. N.A 10.8.Pemegang saham yang meminta penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6) wajib tidak mengalihkan

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk.

PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk. PIAGAM DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PT INDOSAT Tbk. I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang PT Indosat Tbk. ( Indosat atau Perseroan ) adalah suatu penyedia jasa telekomunikasi dan jaringan serta suatu penyedia

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Perseroan Terbatas ini bernama PT. ABM INVESTAMA Tbk. (selanjutnya cukup disingkat dengan Perseroan ), berkedudukan di Jakarta Selatan. 2. Perseroan dapat membuka cabang,

Lebih terperinci

USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR (PENYESUAIAN DENGAN POJK) ANGGARAN DASAR SEKARANG. Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10

USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR (PENYESUAIAN DENGAN POJK) ANGGARAN DASAR SEKARANG. Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10 ANGGARAN DASAR SEKARANG Rapat Umum Pemegang Saham Pasal 10 6. Apabila Direksi atau Dewan Komisaris lalai untuk menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan, maka 1 (satu) pemegang saham

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci