KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M"

Transkripsi

1 PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PEMBAGIAN ROYALTI PERTAMBANGAN EMAS PT. FREEPORT INDONESIA Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh NEVO AMABA NIM: KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/ 2015 M

2 i

3 ii

4 iii

5 iv ABSTRAK Nevo Amaba, NIM , PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PEMBAGIAN ROYALTI PERTAMBANGAN EMAS PT FREEPORT INDONESIA, Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 1436 H/ 2015 M. ix + 73 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti emas oleh PT. Freeport Indonesia dan upaya pemerintah dalam menjatuhkan sanksi kepada PT. Freeport Indonesia karena tidak mematuhi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun Latar belakang skripsi ini adalah masih banyaknya perusahaan asing pemegang kontrak karya yang tidak mau melakukan renegosiasi kontrak yang salah satu poin tersebut adalah penyesuaian royalti. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen yang terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pembagian royalti antara PT. Freeport Indonesia dengan Pemerintah Indonesia dapat dikatakan tidak terdapat asas proporsionalitas dari awal pembuatan kontrak hingga penerapan isi kontrak. Belum ada sanksi terkait PT. Freeport Indonesia belum menyesuaikan royalti emas dari 1% menjadi 3,75%. Tetapi pada akhirnya PT. Freeport sudah menandatangani nota kesepahaman renegosiasi yang terdiri dari 6 poin yang salah satunya mengenai penyesuaian royalti. Kata kunci Dosen Pembimbing : Asas Proporsionalitas, Royalti, Undang-Undang Mineral dan Batu Bara : Dr. H. Nahrowi, S.H. M.H. Hotnidah Nasution, M.A. Daftar Pustaka : Tahun 1967 s.d Tahun 2015 iv

6 v KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahhim... Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat, dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PEMBAGIAN ROYALTI PERTAMBANGAN EMAS PT. FREEPORT INDONESIA. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan serta arahan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang ta terhingga kepada: 1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. Asep Syarifuddin Hidayat, SH., MH. selaku ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Thamrin,. SH,. M. Hum selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Dr. H. Nahrowi SH., MH. dan Hotnidah Nasution MA. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menjadi pembimbing dalam penulisan skripsi ini dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketelitian memberikan arahan dan masukan kepada penulis serta meluangkan waktunya demi memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai 4. Kepada Ibu Subur, Pak Priyo, Pak Made, Pak Hersonyo, Pak Syarifudin, ibu Nena dan staf-staf di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara yang telah bersedia mengarahkan penulis dan menyempatkan melakukan wawancara dengan penulis. v

7 vi 5. Segenap staf Perpustakaan Utama dan segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas guna melakukan studi kepustakaan. 6. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus dan ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang sudah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal di akhirat kelak. 7. Kedua orang tua tercinta yaitu bapak Sutardi dan Ibu Rutinah, terima kasih atas segala kasih sayang serta selalu memberikan motivasi, nasihat, semangat serta kasih sayangnya kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 8. Kepada Awwaliyah Nasyiah yang telah memberikan semangat, nasihat, dan motivasi serta kasih sayangnya. 9. Kepada Syarif Chidayatulloh sahabat penulis sedari smp, yang telah menjadi teman untuk bertukar pikiran dalam penulisan skripsi. 10. Sahabat-sahabat penulis di grup KUE LAPIS yaitu Idham, Ilyas, Ihsan, Ririn, Musyrifah, Suci terima kasih atas semangat perjuangan selama kuliah dan penulisan skripsi. 11. Sahabat-sahabat grup BR yaitu Dadan, Alif, Andrio, Rudi, Syawal, Rifki, Febyo, Barra, Ian teman-teman seperjuangan dalam skripsi. 12. Teman-teman Ilmu Hukum angkatan 2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, baik konsentrasi Hukum Bisnis dan Kelembagaan Negara. Wassalamualaikum Wr. Wb vi

8 vii Jakarta, 10 Juli 2015 Nevo Amaba vii

9 viii DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7 D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu... 9 E. Metodologi Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II Kerangka Teoritis A. Perjanjian di Indonesia 1. Pengertian Perjanjian Syarat Sahnya Perjanjian Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian Bentuk-Bentuk Perjanjian Pembatalan Perjanjian Penggantian Kerugian B. Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak 1. Pengertian Asas Proporsionalitas Kriteria Asas Proporsionalitas Makna Asas Proporsionalitas Fungsi Asas Proporsionalitas BAB III Ketentuan Royalti Mineral dan Teori Dalam Hukum Pertambangan A. Ketentuan Royalti Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara B. Ketentuan Royalti Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2012 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral C. Kontrak Karya D. Production Sharing Contract E. Royalti Dalam Kontrak Karya Pertambangan BAB IV Analisis Yuridis Penerapan Asas Proporsionalitas Dalam Pembagian Royalti Pertambangan Emas PT. Freeport Indonesia viii

10 ix A. Penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti emas oleh PT. Freeport Indonesia B. Upaya pemerintah dalam menjatuhkan sanksi kepada PT. Freeport Indonesia karena belum mematuhi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun BAB V Penutup A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

11 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa ekonomi global saat ini, keterbukaan ekonomi suatu negara adalah keharusan. Keterbukaan ekonomi negara terhadap arus investasi asing ke suatu negara bukan hanya merupakan kebutuhan suatu negara untuk ikut berpartisipasi dalam ekonomi global, tapi juga menjadi keharusan suatu negara dalam rangka memenuhi kelangkaan sumbersumber ekonomi di negaranya agar dapat segera terpenuhi dengan adanya peran dari sumber daya asing. Investasi di suatu negara akan dapat berlangsung dengan baik dan bermanfaat bagi negara dan rakyatnya, manakala negara mampu menetapkan kebijakan investasi sesuai dengan amanah konstitusinya. 1 Secara konsep investasi merupakan kegiatan mengalokasikan atau menanamkan sumber daya saat ini (sekarang, present) dengan harapan mendapatkan manfaat atau keuntungan di kemudian hari (future). Investasi adalah padanan kata dari penanaman modal yang merupakan terjemahan dari istilah investment. 2 Investasi diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan dana yang dimiliki dengan menanamkannya ke usaha atau proyek yang produktif baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan harapan selain mendapatkan 1 Tim Kompendium, Kompendium Bidang Hukum Investasi, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Ham RI, 2011), h John M. Echols & Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h

12 2 pengembalian modal di kemudian hari, tentunya pemilik modal juga akan mendapatkan sejumlah keuntungan dari penanaman modal dimaksud. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal memberikan pengertian Penanaman Modal sebagai berikut : Segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia. 3 Dengan demikian pengertian penanaman modal, khususnya dalam hal penanaman modal asing, di Indonesia hanya mencakup penanaman modal yang dilaksanakan secara langsung (direct investment) dan bukan penanaman secara tidak langsung (portofolio investment) dimana pemilik modal hanya memiliki sejumlah saham dalam suatu perusahaan tanpa ikut serta atau mempunyai kekuasaan langsung dalam pengelolaan manajemen perusahaan tersebut. 4 Menarik investasi asing tentunya harus dibarengi dengan pra kondisi iklim investasi yang pro terhadap investor sehingga merasa nyaman dan yakin bahwa investasi yang mereka tanam akan menguntungkan. Iklim investasi yang baik akan memberikan kepastian dan insentif kepada dunia usaha untuk melakukan investasi yang produktif, menciptakan lapangan kerja dan memperluas usaha. Negara Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah namun oleh para pembuat kebijakan di bidang investasi dipandang bahwa pelaku usaha 3 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 4 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 43.

13 3 nasional belum memiliki kapasitas yang cukup dalam mengelola kekayaan alam yang masih berbentuk potensi dan terpendam di bumi Indonesia secara maksimal, oleh karenanya pemerintah memberikan kesempatan kepada perusahaan-perusahaan asing untuk ikut serta mengelola dan berinvestasi di Indonesia. Bagi Indonesia kegiatan investasi langsung, baik yang berbentuk investasi asing (foreign direct investment) maupun investasi langsung dalam negeri (penanaman modal dalam negeri) mempunyai kontribusi secara langsung bagi pembangunan. Investasi langsung terutama investasi asing akan semakin mendorong pertumbuhan ekonomi, alih teknologi, dan pengetahuan, serta menciptakan lapangan kerja baru untuk mengurangi angka pengangguran serta mampu meningkatkan daya beli masyarakat. 5 Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya salah satunya di bidang pertambangan. Pertambangan merupakan salah satu wujud dari kekayaan alam yang dikuasai orang banyak dan menyangkut dengan hajat hidup orang banyak, hal tersebut erat kaitannya dengan ketentuan dari pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, adapun ketentuan dari Pasal 33 tersebut, adalah : 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; 5 Tim Kompendium, Kompendium Bidang Hukum Investasi, h. 3.

14 4 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4. Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. 5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang. 6 Amanat dari ketentuan Pasal 33 tersebut adalah merupakan landasan pembangunan pertambangan dan energi untuk memanfaatkan potensi kekayaan sumber daya alam mineral dan energi yang dimiliki secara optimal dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing berisi ketetapan mengenai penanaman modal asing di bidang pertambangan yang harus didasarkan pada sistem kontrak karya (contract of work). 7 Dengan kontrak karya ini, posisi investor atau pengusaha tambang hanyalah sebagai kontraktor yang bekerja untuk pemerintah, sedangkan pemerintah dalam perjanjian kontrak berkedudukan sebagai 6 Tim Wahyu Media, Pedoman Resmi UUD 1945 & Perubahannya, (Jakarta: Wahyu Media, 2014), h Pasal 8 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.

15 5 principal dan pemilik tambang. Karenanya dalam pola kontrak karya pertambangan, pengusaha tambang (kontraktor) tidak dapat menjadikan cadangan bahan galian dalam wilayah kontraknya sebagai agunan untuk meminjam modal pada bank atau lembaga keuangan lainnya. Ada pun hak kepemilikan atas bahan galian yang telah ditambang baru beralih dari pemerintah kepada kontraktor, setelah kontraktor memenuhi segala kewajiban dan membayar royalti atas bahan galian yang bersangkutan di tempat penjualan (point of sale). 8 Berdasarkan pasal tersebut secara konsep Indonesia berkedudukan sebagai pemilik tambang dan investor berkedudukan sebagai kontraktor, tetapi seringkali Indonesia mendapatkan royalti yang kecil. Contohnya dalam kasus pembagian royalti antara pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia, untuk emas royalti yang diberikan hanya 1% dari hasil produksi, sedangkan di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk emas tarif royaltinya 3,75%. Memang pada awal pembuatan kontrak, royalti yang diberikan 1% untuk emas tetapi dasar hukum untuk menaikkan royalti tersebut yaitu pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara yaitu: a) Kontrak karya dan perjanjian pengusahaan pertambangan batu bara yang telah ada sebelum berlakunya undang- 8 Soetaryo Sigit, Sepenggal Sejarah Perkembangan Pertambangan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Yayasan Minergi Informasi Indonesia, 2004), Cet. 1, h. 90.

16 6 undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak atau perjanjian. b) Ketentuan yang tercantum dalam pasal kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan batu bara sebagaimana dimaksud pada huruf (a) disesuaikan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan kecuali mengenai penerimaan negara. c) Pengecualian terhadap penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada huruf (b) adalah upaya peningkatan penerimaan negara. 9 Berdasarkan pasal 169 poin (b), seharusnya ketentuan royalti yang baru mulai berlaku selambat-lambatnya satu tahun semenjak diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Berkaitan dengan hal-hal yang telah diuraikan di atas, lalu bagaimana upaya pemerintah mengoptimalkan royalti yang didapat, sehingga muncul judul PENERAPAN ASAS PROPORSIONALITAS DALAM PEMBAGIAN ROYALTI PERTAMBANGAN EMAS PT. FREEPORT INDONESIA. B. Pembatasan dan Rumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah 9 Pasal 169 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.

17 7 Untuk menghindari semakin luas dan melebarnya masalah, maka peneliti membuat batasan ruang lingkup dalam penelitian ini hanya pada penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti emas pada PT. Freeport Indonesia. 2. Rumusan Masalah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, untuk emas tarif royaltinya 3,75%, akan tetapi PT. Freeport Indonesia hanya memberikan 1% kepada pemerintah Indonesia, karena itu pertanyaan penelitiannya adalah: a. Bagaimana penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti emas oleh PT. Freeport Indonesia? b. Bagaimana upaya pemerintah dalam menjatuhkan sanksi kepada PT. Freeport Indonesia karena belum mematuhi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian adalah mendalami tentang permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan

18 8 masalah. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Untuk mengetahui penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti emas oleh PT. Freeport Indonesia. b. Untuk mengetahui upaya pemerintah dalam menjatuhkan sanksi kepada PT. Freeport Indonesia karena belum mematuhi Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam hukum bisnis di bidang Investasi, Perjanjian dan Pertambangan, utamanya mengenai segala aspek yang menyangkut pembagian royalti antara pemerintah Indonesia dengan penanam modal asing. Selain itu adanya tulisan ini dapat menambah perbendaharaan koleksi karya ilmiah dengan memberikan kontribusi juga bagi perkembangan hukum bisnis di Indonesia. b. Manfaat Praktis

19 9 Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dan landasan bagi penulis lanjutan, dan mudah-mudahan dapat memberikan bahan informasi dan masukan baik bagi pemerintah maupun semua pihak yang terkait dalam rangka penyiapan dan penyempurnaan perangkat hukum di bidang investasi, perjanjian dan pertambangan. D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis akan menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut: Skripsi yang disusun oleh Jesi Karina dari Universitas Indonesia pada tahun 2012 dengan judul Hubungan Asas Pacta Sunt Servanda Dengan Kewajiban Negosiasi Ulang Royalti Pada Kontrak Pertambangan (Studi Kasus: Kontrak Karya PT. Freeport Indonesia). Penelitian tersebut menjelaskan tentang kewajiban negosiasi ulang kontrak karya PT. Freeport Indonesia dihadapkan dengan asas pacta sunt servanda. Skripsi yang disusun oleh Amelia Djamaoedin dari Universitas Indonesia pada tahun 1991 dengan judul Sistem Penanaman Modal Asing Di Bidang Pertambangan Emas (Studi Kasus Pada PT Eastara Melawi Mineral). Penelitian tersebut menjelaskan tentang sistem penanaman modal asing di bidang pertambangan emas di Indonesia.

20 10 Buku dari Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, yang berjudul Kompendium Bidang Hukum Investasi diterbitkan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, tahun Pada buku tersebut hanya menjelaskan tentang penanaman modal atau investasi secara umum, dari pengertian, ruang lingkup, batasannya, serta permasalahan dalam kegiatan investasi beserta regulasinya namun tidak menjelaskan seperti apa pembagian royalti dari kontrak karya antara pemerintah Indonesia dengan investor asing. Sebagai pembanding sekaligus pembeda, pada skripsi ini penulis menguraikan perihal bagaimana upaya pemerintah dalam mengoptimalkan pendapatan negara dalam royalti di bidang pertambangan, karena antara undang-undang dengan praktiknya tidak sesuai. Sehingga terdapat perbedaan pembahasan dan masalah yang diangkat penulis dengan penelitian-penelitian yang sudah ada. E. Metode Penelitian Dalam penulisan skripsi ini dibutuhkan data yang akurat, yang dititikberatkan pada data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan data primer dari penelitian lapangan yang mendukung data sekunder, sehingga permasalahan pokok yang diteliti dapat ditemukan. Agar data yang dimaksud dapat diperoleh dan dibahas, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

21 11 1. Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yang bersifat yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. 10 Sehubungan dengan metode penelitian yang digunakan tersebut penulis melakukan dengan cara meneliti peraturan-peraturan, perundang-undangan, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat para sarjana hukum terkemuka yang merupakan data sekunder, kemudian dikaitkan dengan keadaan yang sebenarnya. Pendekatan bersifat yuridis yang mempergunakan data sekunder adalah untuk menganalisa penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti pertambangan emas PT. Freeport Indonesia. Dalam kaitannya dengan penelitian normatif akan digunakan pendekatan yaitu: a. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) Pendekatan perundang-undangan (statute approach) adalah suatu pendekatan yang dilakukan terhadap berbagai aturan hukum yang berkaitan dengan investasi dan pertambangan, diantaranya: Undang- Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang- Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan 10 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h

22 12 dan Tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2. Spesifikasi Penulisan Spesifikasi atau jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundangundangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktik pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan diatas. 11 Data yang diperoleh dari penelitian diupayakan memberikan gambaran atau mengungkapkan berbagai faktor yang berhubungan erat dengan gejala-gejala yang diteliti, kemudian dianalisa mengenai penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan untuk mendapatkan data atau informasi mengenai pelaksanaanya serta hambatan-hambatan yang dihadapi. 3. Sumber Data Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, sehingga dalam penelitian ini tidak terjadi penyimpangan dan kekaburan dalam pembahasan. Data yag digunakan hanyalah data sekunder, data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dalam penelitian kepustakaan. 11 Rony Hanitijo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 35.

23 13 Penelitian kepustakaan adalah teknik untuk mencari bahan-bahan atau data-data yang bersifat sekunder yaitu data-data yang erat hubungannya dengan bahan primer dan dapat dipakai untuk menganalisa permasalahan. Pada penelitian kepustakaan, sarana yang dipergunakan adalah bahan-bahan pustaka yang terdiri dari tiga macam bahan hukum, yaitu sebagai berikut: a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang sifatnya mengikat 12, yaitu 1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; 2. Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan; 3. Undang-Undang No. 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; 4. Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; 6. Peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian. 12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 52.

24 14 b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu 1. Berbagai hasil penelitian mengenai penanaman modal asing; 2. Berbagai buku yang membahas investasi, perjanjian dan pertambangan; 3. Berbagai artikel dan makalah di dalam jurnal dan majalah. c. Bahan hukum tersier, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari: 1. Kamus Hukum; 2. Kamus Bahasa Indonesia; 3. Kamus Bahasa Inggris; 4. Ensiklopedi; 5. Dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan objek penelitian untuk diterapkan dalam penelitian ini. 4. Teknik Pengolahan dan Analisa Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif yang diperoleh dari data yang bersumber dari studi kepustakaan maupun dari penelitian lapangan. Analisis deskriptif kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dianalisa secara intepretatif menggunakan teori maupun hukum positif

25 15 yang telah dituangkan, kemudian secara induktif ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang ada. 5. Metode Penulisan Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2012 F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dimaksudkan untuk mempermudah penjabaran dan pemahaman tentang permasalahan yang dikaji serta untuk memberikan gambaran garis besar mengenai tiap-tiap bab sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu, Metodologi Penelitian, Sistematika Penulisan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. BAB II Kerangka Teoritis Pada bab ini menguraikan tentang pengertian perjanjian, syarat sahnya perjanjian, asas-asas dalam hukum perjanjian, bentukbentuk perjanjian, pembatalan perjanjian, penggantian kerugian, serta menjelaskan tentang asas proporsionalitas dalam kontrak

26 16 komersial seperti pengertian asas proporsionalitas, kriteria asas proporsionalitas, makna dan fungsi asas proporsionalitas, kontrak karya PT. Freeport Indonesia. BAB III Ketentuan Royalti Mineral dan Teori Dalam Hukum Pertambangan Pada bab ini menguraikan tentang pembagian royalti dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara, pembagian royalti dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2012 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta teori dalam hukum pertambangan, kontrak karya, production sharing contract, royalti dalam kontrak karya pertambangan. BAB IV Analisis Yuridis Penerapan Asas Proporsionalitas Dalam Pembagian Royalti Pertambangan Emas PT. Freeport Indonesia. Pada bab ini memaparkan hasil penelitian dan pembahasannya yaitu Penerapan asas proporsionalitas dalam pembagian royalti emas oleh PT. Freeport Indonesia, Upaya pemerintah dalam menjatuhkan sanksi kepada PT. Freeport Indonesia karena belum mematuhi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun BAB V Penutup

27 17 Bab ini merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran dari penulis.

28 18 BAB II KERANGKA TEORITIS C. Perjanjian di Indonesia 1. Pengertian dan Makna Perjanjian Atau Kontrak Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah overeenscomstrecht. Dalam praktik istilah kontrak atau perjanjian terkadang masih dipahami secara berbeda. Banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan pengertian yang berbeda. Burgerlijk Wetboek menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk pengertian yang sama. 13 Menurut Subekti istilah perjanjian atau persetujuan dengan kontrak memiliki pengertian lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis. 14 Menurut Peter Mahmud Marzuki penggunaan istilah kontrak atau perjanjian dengan melakukan perbandingan terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam sistem Anglo-American. 15 Sistematika Buku III tentang Verbintenissenrecht (Hukum Perikatan) mengatur mengenai overeenkomst yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian. Istilah kontrak merupakan 13 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010), h Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermusa, 1996), Cet. XVI, h Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Yuridika, 2003), h

29 19 terjemahan dari bahasa Inggris contract. Di dalam konsep kontinental, penempatan pengaturan perjanjian pada Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian memang berkaitan dengan masalah Harta Kekayaan (Vermogen). Pengertian perjanjian ini mirip dengan contract pada Anglo-American, perjanjian yang bahasa Belanda-nya overeenkomst dalam bahasa Inggris disebut agreement yang mempunyai pengertian lebih luas dari contract, karena mencakup hal-hal yang berkaitan dengan bisnis atau bukan bisnis. Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedangkan untuk yang tidak terkait dengan bisnis disebut agreement. 16 Pasal 1313 BW memberikan rumusan tentang kontrak atau perjanjian adalah Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 17 Terhadap penggunaan istilah kontrak dan perjanjian, penulis sependapat dengan beberapa sarjana hukum yang memberikan pengertian sama antara kontrak dengan perjanjian. Dari berbagai definisi di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam hukum kontrak atau perjanjian yaitu: a. Adanya Kaidah Hukum Kaidah dalam hukum kontrak dapat dibagi menjadi dua macam yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum kontrak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan 16 Ibid., h R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), Cet. 34, h. 338.

30 20 perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum kontrak tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat. Contohnya jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain-lain. Konsep hukum ini berasal dari hukum adat b. Subjek Hukum Subjek hukum diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Yang menjadi subjek hukum dalam hukum kontrak adalah kreditur dan debitur. c. Adanya Prestasi Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Prestasi terdiri dari: 1. Memberikan sesuatu. 2. Berbuat sesuatu. 3. Tidak berbuat sesuatu. d. Kata Sepakat Di dalam pasal 1320 KUH Perdata ditentukan empat syarat sahnya perjanjian. Salah satunya kata sepakat (konsensus). Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak. e. Akibat Hukum Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan

31 21 kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban Syarat Sah Perjanjian Syarat sah perjanjian diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata yaitu: 19 a. Kesepakatan Kedua Belah Pihak Syarat yang pertama sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan atau konsensus para pihak. Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu pernyataanya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan: 1. Bahasa yang sempurna dan tertulis. 2. Bahasa yang sempurna secara lisan. 3. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya. 4. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya. 5. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet. 4, h Prof. R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h. 339.

32 22 Cet. 1, h. 29. Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna dikala timbul sengketa di kemudian hari. b. Kecakapan Untuk Melakukan Perbuatan Hukum Cakap hukum adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Seorang oleh hukum dianggap tidak cakap untuk melakukan kontrak jika orang tersebut belum berumur 21 tahun, kecuali jika ia telah kawin sebelum cukup 21 tahun. Sebaliknya setiap orang yang berumur 21 tahun ke atas, oleh hukum dianggap cakap, kecuali karena suatu hal dia ditaruh di bawah pengampuan, gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros. 21 c. Adanya Objek Perjanjian Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak 20 Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, h Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, (Jakarta: RajaGrafindo, 2007),

33 23 kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan yang positif dan negatif. Prestasi terdiri dari: 1. Memberikan sesuatu. 2. Berbuat sesuatu. 3. Tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata). 22 d. Adanya Kausa Yang Halal Dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian kausa yang halal. Di dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. 23 Syarat yang pertama dan kedua syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, h R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, h. 35.

34 24 3. Asas-Asas Dalam Hukum Perjanjian a. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi mereka yang membuatnya. 25 Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: 1. Membuat atau tidak membuat perjanjian. 2. Mengadakan perjanjian. 3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. 4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. b. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. 26 c. Asas Pacta Sunt Servanda 25 R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h Ibid., h. 339.

35 25 Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas ini merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi: Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. 27 d. Asas Itikad Baik Asas itikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang berbunyi: Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. e. Asas Kepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata Bentuk-Bentuk Perjanjian 27 Ibid., h Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, h. 9.

36 26 Istilah perjanjian bernama atau kontrak bernama merupakan terjemahan dari istilah nominaat contract (Inggris) benoemde (Belanda) penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam pasal 1319 KUH Perdata, disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya, yaitu perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). 29 a. Perjanjian Bernama (nominaat) Perjanjian bernama adalah perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata. Yang termasuk dalam perjanjiaan bernama jual beli, tukarmenukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. b. Perjanjian Tidak Bernama (innominaat) Perjanjian yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam KUH Perdata. Yang termasuk dalam perjanjiaan tidak bernama adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain Pembatalan Perjanjian Pembatalan perjanjian adalah pembatalan sebagai salah satu kemungkinan yang dapat dituntut kreditur terhadap debitur yang telah melakukan wanprestasi. Selain dapat mengajukan tuntutan pembatalan, R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h Syahmin AK, Hukum Kontrak Internasional, (Jakarta: RajaGrafindo, 2006), Cet. 1, h.

37 27 kreditur dapat pula mengajukan tuntutan yang lain yaitu pembatalan perjanjian dan ganti kerugian, ganti kerugian saja, pemenuhan perikatan dan ganti kerugian. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk pembatalan perjanjian, yaitu: a. Perjanjian harus bersifat timbal balik; b. Harus ada wanprestasi; c. Harus dengan putusan hakim. 31 Dasar hukum pembatalan perjanjian adalah pasal 1266 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: 1. Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjianperjanjian yang bertimbal balik, manakalasalah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. 2. Dalam hal yang demikian perjanjian tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. 3. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam perjanjian. 4. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam perjanjian, hakim adalah leluasa untuk menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga 31 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni, 2010), Cet. 1, h. 230.

38 28 memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana, namun itu tidak boleh lebih dari satu bulan. 32 Perjanjian yang bersifat timbal balik adalah perjanjian dimana kedua belah pihak sama-sama mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi, misalnya jual-beli, tukar menukar, sewa-menyewa. Jika dalam perjanjian yang bersifat timbal balik ini salah satu pihak tidak memenuhi prestasi atau kewajibannya maka disebut wanprestasi, pihak lainnya dapat menuntut pembatalan. Namun, sebelum kreditur menuntut pembatalan, debitur harus diberikan teguran atau pernyataan lalai (ingebrekestelling). Pembatalan tidak terjadi dengan sendirinya dengan adanya wanprestasi tersebut, melainkan harus dimintakan kepada hakim dan yang akan membatalkan adalah putusan hakim tersebut. Jadi putusan hakim bersifat konstitutif yaitu membatalkan perjanjian antara penggugat dan tergugat, bukan bersifat deklaratif yang menyatakan batal perjanjian antara penggugat dengan tergugat. 33 Dengan demikian, wanprestasi hanyalah alasan hakim untuk memberikan putusan yang membatalkan perjanjian, dan hakim memberikan tenggang waktu satu bulan kepada debitur untuk memenuhi prestasinya. Jadi tuntutan kreditur untuk membatalkan perjanjiannya dengan debitur tidak selamanya dikabulkan oleh hakim, tetapi hakim memeriksa dan mempertimbangkan lebih dulu besar kecilnya wanprestasi tersebut. Apabila wanprestasi hanya mengenai hal kecil maka hakim akan 32 R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, h.231.

39 29 menolak membatalkan perjanjian dan apabila wanprestasi cukup besar merugikan kreditur tentu saja hakim akan membatalkan perjajian tersebut. Apabila hakim telah menjatuhkan putusan membatalkan perjanjian, maka hubungan hukum antara para pihak yang semula mengadakan perjanjian menjadi batal, sehingga tidak perlu lagi memenuhi prestasinya. Apabila salah satu pihak sudah melakukan prestasi namun dilain pihak belum melakukan maka wajib dikembalikan, dan apabila tidak mampu maka dihargai dengan materi Penggantian Kerugian Ketentuan tentang ganti rugi dalam KUH Perdata diatur pada pasal KUH Perdata. Dari pasal-pasal itu dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud ganti rugi adalah sanksi yang dapat dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi prestasi dalam suatu perjanjian untuk memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyatanyaa telah dikeluarkan oleh kreditur. Rugi adalah segala kerugian karena musnahnya atau rusaknya barang-barang milik kreditur akibat kelalaian debitur. Sedangkan bunga adalah segala keuntungan yang diharapkan atau sudah diperhitungkan. Kerugian-kerugian yang dapat dituntut: Walaupun debitur yang wanprestasi dapat dituntut oleh kreditur untuk membayar ganti kerugian, tetapi kerugian yang dituntut oleh 34 Ibid., h.232.

40 30 kreditur jumlahnya tidak dapat dituntut sekehendak hati kreditur, maka dari itu harus memiliki batasan yang diatur dalam undang-undang. Batasan pertama untuk wanprestasi disebutkan dalam pasal 1248 KUH Perdata yaitu: bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan karena tipu daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar mengenai kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya perikatan. 35 Batasan kedua termuat dalam pasal 1247 KUH Perdata yang menentukan: si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan oleh suatu tipu daya yang dilakukan olehnya. 36 D. Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak 1. Pengertian Asas Proporsionalitas Pengertian asas proporsionalitas dapat dirunut dari asal kata proporsi (proportion-inggris; proportie-belanda) yang berarti perbandingan, perimbangan, sedangkan proporsional (proportional- Inggris; proportioneel-belanda) berarti sesuai dengan proporsi, sebanding, seimbang, berimbang. 37 Menurut P.S Atijah, asas proporsionalitas dalam 35 R. Subekti & R Tjitrosudibjo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h Ibid. 37 Tim Redaksi Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. IV, h

41 31 kaitannya dengan peran kontrak sebagai landasan pertukaran yang adil di dunia bisnis, menurutnya pertemuan para pihak dalam mekanisme pasar sesuai sesuai dengan apa yang diinginkan (proportion in what they want) merupakan bentuk pertukaran yang adil (fair echange). Mekanisme ini merupakan dasar fundamental yang melandasi konsep freedom of choice in exchange-freedom of contract. 38 Maka asas proporsionalitas bermakna sebagai asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses kontraktual. Asas proporsionalitas dalam kontrak diartikan sebagai asas yang mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya. Proporsionalitas pembagian hak dan kewajiban ini yang diwujudkan dalam seluruh proses hubungan kontraktual, baik pada fase prakontraktual, pembentukan kontrak maupun pelaksanaan kontrak. Asas proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan atau kesamaan hasil, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak Kriteria Asas Proporsionalitas a. Kontrak yang bersubstansi asas proporsionalitas adalah kontrak yang memberikan pengakuan terhadap hak, peluang dan 38 Seperti dikutip oleh Agus Yudha Hernoko dari P.S Atijah, An Introduction to The Law of Contract, 4 th Ed, Oxford University Press Inc, New York, 1995, h. 5. Lihat Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian (Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial), (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2010), h Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak Komersial, h

42 32 kesempatan yang sama kepada para kontraktan untuk menentukan pertukaran yang adil bagi mereka. Kesamaan bukan dalam arti kesamaan hasil melainkan pada posisi para pihak yang mengandaikan kesetaraan kedudukan dan hak (equitability) (prinsip kesamaan hak atau kesetaraan hak) b. Berlandaskan pada kesamaan atau kesetaraan hak tersebut, maka kontrak yang bersubstansi asas proporsional adalah kontrak yang dilandasi oleh kebebasan para kontraktan untuk menentukan substansi apa yang adil dan apa yang tidak adil bagi mereka (prinsip kebebasan) c. Kontrak yang bersubstansi asas proporsional adalah kontrak yang mampu menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban secara proporsional bagi para pihak. Perlu digarisbawahi bahwa keadilan tidak selalu berarti semua orang harus mendapatkan dalam jumlah yang sama, dalam konteks ini dimungkinkan adanya hasil akhir yang berbeda. Dalam hal ini maka prinsip distribusi-proporsional terhadap hak dan kewajiban para pihak harus mengacu pertukaran yang fair. d. Dalam hal terjadinya sengketa kontrak, maka beban pembuktian, berat ringan kadar kesalahan maupun hal-hal lain terkait, harus diukur berdasarkan asas proporsionalitas untuk memperoleh hasil penyelesaian yang elegan dan win-win solution Ibid., h

43 33 3. Makna Asas Proporsionalitas Ruang lingkup dan daya kerja asas proporsionalitas lebih dominan pada kontrak komersial dengan asumsi dasar bahwa karakteristik kontrak komersial menempatkan posisi para pihak pada kesetaraan, sehingga tujuan para kontraktan yang berorientasi pada keuntungan bisnis akan terwujud apabila terdapat pertukaran hak dan kewajiban yang fair (proporsional). Asas proporsionalitas tidak dilihat konteks keseimbangan-matematis (equilibrium), tetapi pada proses dan mekanisme pertukaran hak dan kewajiban yang berlangsung secara fair. Menurut Peter Mahmud Marzuki menyebut asas proporsionalitas dengan istilah equitability contract dengan unsur justice serta fairness. Makna equitability menunjukkan suatu hubungan yang setara (kesetaraan), tidak berat sebelah dan adil (fair), artinya hubungan kontraktual tersebut pada dasarnya berlangsung secara proporsional dan wajar. 41 Pada dasarnya asas proporsionalitas merupakan perwujudan doktrin keadilan berkontrak yang mengoreksi dominasi asas kebebasan berkontrak yang dalam beberapa hal justru menimbulkan ketidakadilan. Perwujudan keadilan berkontrak ditentukan melalui dua pendekatan. Pertama, pendekatan prosedural, pendekatan ini menitikberatkan pada persoalan kebebasan kehendak dalam suatu kontrak. Pendekatan kedua, yaitu pendekatan substantif yang menekankan kandungan atau substansi 41 Peter Mahmud Marzuki, Batas-batas Kebebasan Berkontrak, h. 205.

44 34 serta pelaksanaan kontrak. Mengambil moralitas pertimbangan tersebut, maka asas proporsionalitas bermakna sebagai asas yang melandasi atau mendasari pertukaran hak dan kewajiban para pihak sesuai proporsi atau bagiannya dalam seluruh proses kontraktual. Asas proporsionalitas sangat berorientasi pada konteks hubungan dan kepentingan para pihak, menjaga kelangsungan hubungan agar berlangsung kondusif dan fair Fungsi Asas Proporsionalitas Dalam hubungannya dengan kegiatan bisnis, kontrak berfungsi untuk mengamankan transaksi. Hal ini karena dalam kontrak terkandung suatu pemikiran atau tujuan akan adanya keuntungan komersial yang diperoleh para pihak. Terkait dengan kontrak komersial yang diperoleh para pihak. Terkait dengan kontrak komersial yang berorientasi keuntungan para pihak, fungsi asas proporsionalitas menunjukkan pada karakter kegunaan yang operasional dan implementatif dengan tujuan mewujudkan apa yang dibutuhkan para pihak. Dengan demikian, fungsi asas proporsionalitas, baik dalam proses pembentukan maupun pelaksanaan kontrak komersial adalah: a. Dalam tahap pra-kontrak, asas proporsionalitas membuka peluang negosiasi bagi para pihak untuk melakukan pertukaran hak dan kewajiban secara fair. Oleh karena itu, tidak proporsional dan harus ditolak proses negosiasi dengan itikad buruk. Komersial, h Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsional Dalam Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM.

MAKALAH KONTRAK. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM. MAKALAH KONTRAK Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis DosenPengampu :Andy Kridasusila, SE, MM Di susun oleh: Moh Subekhan B.131.12.0339 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN

Lebih terperinci

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN Selamat malam semua Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Asas-asas dalam Hukum Perjanjian ya.. Ada yang tahu asas-asas apa saja

Lebih terperinci

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA

KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA KONTRAK SEBAGAI KERANGKA DASAR DALAM KEGIATAN BISNIS DI INDONESIA Oleh Anak Agung Ayu Pradnyani Marwanto Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT In business activities in Indonesia,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, oleh karenanya manusia itu cenderung untuk hidup bermasyarakat. Dalam hidup bermasyarakat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun selalu hidup bersama serta berkelompok. Sejak dahulu kala pada diri manusia terdapat hasrat untuk berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat

BAB I PENDAHULUAN. dua macam, yaitu kontrak nominaat dan innominaat. Kontrak nominaat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah overeenscom strecht. Menurut namanya,

Lebih terperinci

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian

BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG. A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian BAB II KONTRAK PENGADAAN BARANG A. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata Didalam perundang-undangan tidak disebutkan secara tegas pengertian kontrak, tetapi menurut Para pakar hukum bahwa kontrak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu. mengatasi bahaya-bahaya yang dapat mengancam eksistensinya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki naluri self preservasi yaitu naluri untuk mempertahankan eksistensinya di dunia. Naluri self preservasi selalu berhadapan dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial, tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Manusia hidup selalu bersama dimulai dari keluarga, masyarakat, hingga membentuk satu suku bangsa.

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM 1 KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ANTARA KEJAKSAAN TINGGI GORONTALO DENGAN PT. BANK SULAWESI UTARA CABANG GORONTALO DALAM PENANGANAN KREDIT MACET RISNAWATY HUSAIN 1 Pembimbing I. MUTIA CH. THALIB,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pada hakikatnya sering terjadi di dalam masyarakat bahkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Perjanjiaan itu menimbulkan suatu hubungan hukum yang biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan bisnis tentunya didasarkan pada suatu perjanjian atau kontrak. Perjanjian atau kontrak merupakan serangkaian kesepakatan yang dibuat oleh para pihak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat dewasa ini karena masyarakat sekarang sering membuat perikatan yang berasal

Lebih terperinci

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK A. Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding dalam Perjanjian Berdasarkan Buku III Burgerlijke

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pembahasan tentang perjanjian kiranya tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perikatan, hal tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum perjanjian merupakan bagian daripada Hukum Perdata pada umumnya, dan memegang peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar royalti dalam jumlah tertentu dan untuk jangka waktu tertentu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian merupakan permasalahan penting yang perlu mendapat perhatian, mengingat perjanjian sering digunakan oleh individu dalam aspek kehidupan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lain selalu melakukan kontrak atau perjanjian baik itu melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan manusia lain selalu melakukan kontrak atau perjanjian baik itu melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Manusia adalah makhluk sosial yang dalam melakukan aktifitas sehari-hari dengan manusia lain selalu melakukan kontrak atau perjanjian baik itu melakukan perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu transaksi jual beli, apapun jenis benda yang diperjual-belikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang mempunyai kepentingan terhadap orang lain sehingga timbullah hubungan hak dan kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu di perhatikan orang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM. PERIKATAN & PERJANJIAN Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang berdasarkan mana yang satu berhak menuntut hal dari

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wanprestasi 1. Pengertian Wanprestasi Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan serta cita-cita bangsa, termasuk di dalamnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia selalu berusaha untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan setiap manusia di dalam kehidupannya senantiasa melakukan berbagai

Lebih terperinci

Asas asas perjanjian

Asas asas perjanjian Hukum Perikatan RH Asas asas perjanjian Asas hukum menurut sudikno mertokusumo Pikiran dasar yang melatar belakangi pembentukan hukum positif. Asas hukum tersebut pada umumnya tertuang di dalam peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub

BAB I PENDAHULUAN. kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perjanjian melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak dan kewajiban.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KONTRAK SEWA BELI 65 TINJAUAN YURIDIS Abstrak : Perjanjian sewa beli merupakan gabungan antara sewamenyewa dengan jual beli. Artinya bahwa barang yang menjadi objek sewa beli akan menjadi milik penyewa beli (pembeli) apabila

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH

BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH BAB III TANGGUNG GUGAT BANK SYARIAH ATAS PELANGGARAN KEPATUHAN BANK PADA PRINSIP SYARIAH 3.1 Kegagalan Suatu Akad (kontrak) Kontrak sebagai instrumen pertukaran hak dan kewajiban diharapkan dapat berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi kebutuhuan ini, sifat manusia

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perjanjian Dalam menjalankan bisnis pada dasarnya manusia tidak bisa melakukannya dengan sendiri, tetapi harus dilakukan secara bersama atau dengan mendapat bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan atau yang sering disamakan dengan cita-cita bangsa Indonesia adalahmembentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara defenitif tujuan

Lebih terperinci

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan KEDUDUKAN TIDAK SEIMBANG PADA PERJANJIAN WARALABA BERKAITAN DENGAN PEMENUHAN KONDISI WANPRESTASI Etty Septiana R 1, Etty Susilowati 2. ABSTRAK Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara para

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum.

ABSTRAK. Kata kunci: Perjanjian sewa-menyewa, akibat hukum, upaya hukum. ABSTRAK Dita Kartika Putri, Nim 0810015183, Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat di CV. Marissa Tenggarong, Dosen Pembimbing I Bapak Deny Slamet Pribadi, S.H., M.H dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. menuntut para pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para pelaku

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan A. Pengertian Perjanjian Jual Beli BAB II PERJANJIAN JUAL BELI Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan hukum dalam mendukung jalannya roda pembangunan maupun dunia usaha memang sangat penting. Hal ini terutama berkaitan dengan adanya jaminan kepastian hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Pasal 1234 KHUPerdata yang dimaksud dengan prestasi adalah seseorang yang menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu, dan tidak melakukan sesuatu, sebaiknya dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan kebutuhan manusia pada umumnya dan pengusaha khususnya yang semakin meningkat, menyebabkan kegiatan ekonomi yang juga semakin berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Sejak adanya listrik manusia mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam berbagai bidang, yang menonjol adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard

BAB I PENDAHULUAN. Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu standard contract. Perjanjian baku merupakan perjanjian yang ditentukan dan telah dituangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam keadaan yang sedang dilanda krisis multidimensi seperti yang sedang dialami negara Indonesia sekarang ini, tidak semua orang mampu memiliki sebuah rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri rekaman musik sepertinya melawan arus umum. 3 Industri rekaman musik terus

BAB I PENDAHULUAN. industri rekaman musik sepertinya melawan arus umum. 3 Industri rekaman musik terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Ketetapan MPR Nomor 4 Tahun 1999-2004 Tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mengenai kebudayaan dan kesenian diatur bahwa negara berusaha untuk:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perjanjian kerjasama berawal dari perbedaan kepentingan yang dicoba dipertemukan melalui kesepakatan. Melalui perjanjian perbedaan tersebut diakomodir dan selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan 2 Prof. Subekti Perikatan hubungan hukum antara 2 pihak/lebih, dimana satu pihak

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 6/Juli/2016 PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA (UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999) 1 Oleh: Aristo Yermia Tamboto 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN

TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN TESIS KEKUATAN MENGIKAT KONTRAK BAKU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI TENAGA LISTRIK ANTARA PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PERSERO) DENGAN PELANGGAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN A. Dasar Hukum Memorandum Of Understanding Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea keempat yang berbunyi : Kemudian daripada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud

BAB I PENDAHULUAN. diiringi dengan tingkat hukum yang ketat, aman dan meningkat, serta terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, perkembangan di berbagai aspek kehidupan juga ikut berkembang. Hal ini merupakan petanda baik bagi Indonesia, jika dalam perkembangan

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempromosikan produknya. perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempromosikan produknya. perjanjian itu sah, diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di Indonesia sekarang ini sangat pesat, karena munculnya para pembisnis muda yang sangat inovatif dan kreatif di segala bidang. Apalagi bisnis

Lebih terperinci

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW) Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUHPerdata: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh: Nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi di Indonesia merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Yang dimulai dari tahun 1998 karena pemerintahan yang ada tidak menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEDUDUKAN DAN KEKUATAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DITINJAU DARI SEGI HUKUM KONTRAK DALAM KUHPERDATA (PENERAPAN PASAL 1320 JO PASAL 1338 KUHPERDATA) 1 Oleh: Adeline C. R. Dille 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Akibat Hukum dari Wanprestasi yang Timbul dari Perjanjian Kredit Nomor 047/PK-UKM/GAR/11 Berdasarkan Buku III KUHPERDATA Dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian yang pesat telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan dikonsumsi. Barang dan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia guna meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia ialah negara yang saat ini memiliki perkembangan perekonomian yang pesat, hampir setiap bidang kehidupan di Indonesia selalu mengalami perkembangan,

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia. Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 ABSTRAK Setiap perbuatan yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian

BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian 19 BAB II PERJANJIAN SEWA-MENYEWA DAN PENGATURAN HUKUM DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Pengertian Bentuk-bentuk dan Fungsi Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatanperikatan

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Investasi secara harfiah diartikan sebagai aktifitas atau kegiatan penanaman modal, sedangkan investor adalah orang atau badan hukum yang mempunyai uang untuk

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA

AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA AKIBAT HUKUM BAGI PENANAM MODAL ASING YANG MELAKUKAN PELANGGARAN KONTRAK DALAM BERINVESTASI DI INDONESIA Oleh Komang Hendy Prabawa Marwanto Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PERKARA NOMOR 81/PDT.G.PLW/2012/PN.PBR SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PERKARA NOMOR 81/PDT.G.PLW/2012/PN.PBR SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM PERKARA NOMOR 81/PDT.G.PLW/2012/PN.PBR SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) OLEH

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Menurut Black s Law Dictionary, perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia mempunyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonominya. Untuk dapat mewujudkannya terdapat berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang lahirnya era

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat

Lebih terperinci