ICASEPS WORKING PAPER No. 99

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ICASEPS WORKING PAPER No. 99"

Transkripsi

1 ICASEPS WORKING PAPER No. 99 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM UPAYA PENINGKATAN POPULASI TERNAK MELALUI BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI LAMPUNG Bambang Winarso April 29 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic and Policy Studies) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

2 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM UPAYA PENINGKATAN POPULASI TERNAK MELALUI BEBERAPA MODEL PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI PROVINSI LAMPUNG Bambang Winarso Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jalan A. Yani No.7 Bogor Abstrak Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah lumbung ternak nasional khususnya ternak sapi potong. Berdasarkan kebijakan program tersebut wilayah ini ditetapkan sebagai salah satu lokasi sentra ternak andalan nasional dari 11 (sebelas) lokasi provinsi lainnya. Pertumbuhan populasi ternak selama kurun waktu 1 tahun terakhir ( ) diwilayah ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi ternak diwilayah ini cenderung negatif oleh karena tingginya permintaan ternak oleh konsumen setempat maupun oleh konsumen luar daerah. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan Provinsi telah mengambil langkah kebijakan. Diantaranya adalah kebijakan peningkatan populasi ternak sapi potong dan ternak potong lainnya melalui berbagai program pengembangan dalam upaya meningkatkan jumlah populasi ternak di wilayah tersebut. Selain program pengembangan yang dilakukan oleh Departemen Pertanian, maka ada beberapa instansi pemerintan non Departemen Pertanian yang ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung. Diantaranya adalah Departemen Sosial, Departemen Kehutanan dan Departemen Transmigrasi. Hasil nyata diantaranya adalah bahwa peternak mampu menggemukkan sapi potong jantan sebanyak 25,8 ekor/tahun/kk. PENDAHULUAN Dalam upaya memenuhi kebutuhan daging nasional, pemerintah pada era periode awal 25 telah mencanangkan kebijakan swasembada daging nasional dimana Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah yang diandalkan untuk mendukung kebijakan tersebut. Seperti diketahui bahwa wilayah Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah lumbung ternak nasional khususnya ternak sapi potong. Berdasarkan kebijakan program tersebut wilayah ini ditetapkan sebagai salah satu lokasi sentra ternak andalan nasional dari 11 (sebelas) lokasi provinsi lainnya. Sementara data pertumbuhan populasi ternak selama kurun waktu 1 tahun terakhir ( ) diwilayah ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan populasi ternak diwilayah ini cenderung negatif sebesar 2,45 % rata-rata pertahun. Dimana pada tahun 1996 jumlah populasi ternak sapi potong adalah sebanyak ekor dan turun menjadi ekor pada tahun 26 (Dinas Peternakan Prov. Lampung, 27). 1

3 Tingginya laju permintaan ternak oleh konsumen setempat maupun oleh konsumen luar daerah menyebabkan wilayah ini semakin lama cenderung mengalami defisit ternak. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan Provinsi telah mengambil langkah kebijakan. Diantaranya adalah kebijakan peningkatan populasi ternak sapi potong dan ternak potong lainnya, yang didukung oleh adanya ketersediaan modal usaha yang telah disediakan oleh pemerintah maupun lembaga finansial lainnya dalam berbagai bentuk pinjaman. Kebijakan meningkatkan jumlah populasi ternak khususnya sapi potong telah diupayakan baik dengan cara peningkatan kinerja Inseminasi Buatan (IB), juga ditempuh dengan cara mendatangkan ternak dari luar wilayah bahkan impor. Akan tetapi upaya tersebut belum dapat mengatasi defisit populasi ternak sapi di wilayah tersebut. Beberapa kegiatan lain yang selama ini telah telah di tempuh diantaranya adalah pembinaan penyebaran dan pengembangan ternak milik pemerintah melalui sistem gaduhan (Full Inkind). Selain bersumber dari dana APBD I sistim ini juga didanai dari dana Bantuan Presiden (BANPRES). Dimana sapi yang berasal dari Banpres tersebut saat ini telah mencapai 4858 ekor yang tersebar di delapan wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan lampung Barat, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan dan Kabupaten Lampung Timur. Perkembangan populasi ternak di wilayah Provinsi Lampung pada dasarnya merupakan kinerja keberhasilan pelaksanaan beberapa program atau kegiatan yang telah lama dilakukan yang sampai saat ini kegiatannya masih berjalan. Baik program pengembangan ternak yang telah berjalan lama maupun program pengembangan ternak sapi potong yang sedang/masih perjalan. Tabel 1 merupakan keragaan perkembangan populasi ternak besar dan ternak kecil di wilayah Provinsi Lampung selama 5 (lima) tahun terakhir ( 23 27) yang yang berasal dari proyek APBD (Desentralisasi), proyek APBN (Dekonsentrasi) serta proyek anggaran rutin (Dinas Peternakan Prov. Lampung Thn 21 s/d 26). 2

4 Sebagai tindak lanjut dari kebijakan revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, maka pembangunan dibidang peternakan di wilayah ini telah memfokuskan pada 3 program kegiatan utama. Tabel 1 : Perkembangan Populasi Besar dan Ternak Kecil di Wilayah Propinsi Lampung Selama 5 Tahun Terakhir Jenis Ternak Sapi potong -Sapi perah -Kerbau -Kuda -Kambing -Domba -Babi Sumber : Dit. Jend Peternakan (BPS), 28 Dimana ketiga program tersebut adalah Program Pengembangan Agribisnis, Program Ketahanan Pangan dan Program Kesejahteraan Petani. Informasi menunjukkan bahwa berdasarkan dana pembangunan peternakan yang ada, maka pada tahun anggaran 26 Dinas Peternakan Provinsi Lampung telah mendapatkan dana sebesar Rp 2,94 M. Dimana dana tersebut berasal dari dana APBD sebesar Rp 6,8 M dan berasal dari APBN sebesar Rp 14,14 M. Dari besarnya dana pembangunan peternakan tersebut besarnya dana dekosentrasi (APBN) sebesar Rp 14,14 M diperuntukkan untuk membiayai kegiatan program Pengembangan Agribisnis Peternakan sebesar Rp,76 M, Program Peningkatan Ketahanan Pangan sebesar Rp 4,61 M, Program Peningkatan Kesejahteraan Petani sebesar Rp,2 M, disamping masih ada beberapa program kegiatan lainnya. Sementara dana pembangunan yang berasal dari APBD sebesr Rp 6,84 M diperuntukkan untuk membiayai kegiatan Program Pengembangan Komoditas Unggulan sebesar Rp 1,28 M, Program Intensifikasi Pertanian sebesar Rp 3,62 M dan belanja langsung sebesar Rp,35 M. 3

5 Kebijakan Pengembangan Populasi Ternak Dalam upaya pelaksanaan kebijakan pengembangan populasi ternak maka penekanan terhadap kinerja pemberdayaan kelompok tani ternak diwilayah ini telah menjadi kegiatan utama yang di tempuh. Dalam upaya pemberdayaan kelompok tani ternak tersebut, maka pada tahun 1998 telah dialokasikan dana pengembangan ternak dengan pola BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Dimana dana tersebut dimanfaatkan oleh kelompok untuk pengembangan ternak sesuai dengan kebutuhan kelompok dan spesifikasi lokasi. Untuk kelompok ternak sapi potong, dana bantuan program tersebut dapat berupa program UPSUS Gema Proteina, program PKP, program PPA disamping program lainnya. Secara spesifik beberapa program pengembangan ternak yang selama ini dilakukan di wilayah Provinsi Lampung ditampilkan dalam tabel 1. Sejalan dengan adanya program kebijakan pengembangan ternak ruminansia besar khususnya ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung, maka beberapa program yang ada umumnya merupakan program lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya yang kegiatannya lebih ditekankan pada aspek pembinaan. Sebagai contoh adalah pembinaan Program Ketahanan Pangan (PKP) yang pada tahun 1999 kegiatan ini dilaksanakan di 5(lima) kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Way Kanan, Lampung Utara, Tulang Bawang dan Kabupaten Lampung Selatan. Pada awal tahun tersebut (1999) telah disalurkan sapi betina sebanyak 235 ekor disamping prasarana lainnya seperti kandang kolektif, alat IB, obat-obatan dan kendaraan roda dua. Pada tahun 21 Program Pemberdayaan Agribisnis Petani di Perdesaan di wilayah Provinsi Lampung telah tersalur ternak sapi untuk digemukkan terutama dialokasikan di wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 75 ekor dan di wilayah Kabupaten Tulang Bawang sebanyak 61 ekor. Sementara untuk kegiatan proyek intensifikai akseptor telah tersalurkan ternak sapi potong ke Kabupaten Lampung Tengah sebanyak 75 ekor dan Kabupaten Tanggamus sebanyak 9 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Lampung, 21). 4

6 Program-program pengembangan ternak : Dalam upaya meningkatkan jumlah populasi ternak di wilayah Provinsi Lampung, maka beberapa program pengembangan telah dan sedang dilaksanakan diwilayah ini, beberapa jenis program diantaranya adalah sebagai berikut : a.program Pengembangan Agribisnis Peternakan: Program Pengembangan Agribisnis Peternakan (PAP) dimana program ini lebih memfokuskan pada kegiatan identifikasi potensi pengembangan komoditas ternak unggulan tertentu dalam suatu kawasan. Proses terbentuknya kawasan peternakan di berbagai wilayah pada dasarnya didukung oleh faktor-faktor seperti kesesuaian agroekosistem dan agroklimat. Sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan agribisnis yang berbasis peternakan baik pada wilayah yang telah berkembang maupun pada wilayah yang belum berkembang namun memiliki prospek untuk lebih dikembangkan. Pada tahun anggaran 22 program ini telah dikembangkan di 7(tujuh) kabupaten, sebagai sentra pengembangan ternak baik ternak sapi potong, babi, itik, kambing maupun sapi perah. Khusus untuk pengembangan ternak sapi potong telah dialokasikan di 3(tiga) kabupaten masing-masing Kabupaten Way Kanan mendapat bantuan ternak sapi potong untuk penggemukan sebanyak 5 ekor, Kabupaten Lampung Barat mendapat bantuan ternak sapi potong untuk usaha pengembangan dan Kabupaten Tanggamus sebanyak 56 ekor untuk usaha penggemukan. Pada tahun anggaran 23 program ini diperluas menjadi 1 (sepuluh) kabupaten/kota, sementara khusus untuk pengembangan ternak besar (sapi potong) disalurkan di 4 (empat) kabupaten yaitu masing-masing di Kabupaten Lampung Timur sebanyak 54 ekor, Tulang Bawang sebanyak 5 ekor, Lampung Tengah sebanyak 5 ekor dan Kota Bandar Lampung sebanyak 44 ekor. Seperti diketahui bahwa dalam upaya mendukung kinerja pengembangan ternak potong diwilayah ini khususnya ternak sapi potong, maka peran pemerintah cukup menonjol dalam hal penyaluran dana bantuan kepada 5

7 peternak. Kegiatan ini dilakukan baik melaui program pengembangan ternak yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah pusat. Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah provinsi melalui Dinas Peternakan Provinsi Lampung diantaranya adalah pembinaan penyebaran dan pengembangan ternak milik pemerintah provinsi melalui sistem gaduhan (Full Inkind). Tabel : Alokasi Dana Pembangunan Ternak di Wilayah Provinsi Lampung Thn Pada tahun 25 jumlah populasi ternak yang dikembangkan melalui sistem ini mencapai jumlah 4858 ekor, yang dipelihara oleh sekitar 4121 peternak penggaduh yang tersebar di 8 (delapan) wilayah kabupaten. Dilihat dari sumber dananya sebagian berasal dari APBD I sebanyak 2767 ekor tersebar di 5(lima) kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Lampung Timur. Selain dari APBD I sistim ini didanai dari dana Banpres (Bantuan Presiden), yang mana sapi asal Banpres, saat ini telah mencapai ekor yang tersebar di 8 (delapan) wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Lampung Barat, Tulang Bawang, Tanggamus, Way Kanan dan Kabupaten Lampung Timur. Sementara pengembangan ternak sapi potong yang bersumber dana dari pemerintah pusat baik melalui program pengembangan ternak Banpres maupun program lainnya bahwa pada posisi tahun 25 telah berkembang sebanyak ekor. Melaui sistim semi gaduhan sebanyak 7333 ekor dan sistim gaduhan sebanyak 638 ekor. Kegiatan kedua sistim tersebut tersebar di 8(delapan) Kabupaten yang bersumber dari dua sumber dana dari pemerintah pusat yaitu dari APBN khusus untuk sistim gaduhan, dan berasal dari dana Eks IFAD yang melalui sistim semi gaduhan. Sementara populasi ternak sapi milik pemerintah sistem gaduhan yang dilakukan melalui Program Pengembangan Ternak Banpres/Inpres, pada posisi akhir tahun 21 menunjukkan bahwa jumlah secara keseluruhan sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 587 ekor. Pola 6

8 gaduhan tersebut merupakan program pengembangan ternak sapi potong yang dananya bersumber disamping dari APBD I juga bersumber dari dana Banpres. Populasi ternak sapi milik pemerintah sistem gaduhan pada posisi akhir tahun 22 menunjukkan bahwa jumlah secara keseluruhan adalah sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 575 ekor. Sementara pada akhir tahun 23 menunjukkan bahwa jumlah secara keseluruhan adalah sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 4.63 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 518 ekor. Sementara pada tahun 24 sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 518 ekor. Pada tahun 25 jumlah secara keseluruhan adalah sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak 4.35 ekor dan anakan baik jantan maupun betina sebanyak 458 ekor (Dinas Peternakan Prov. Lampung, thn 21 s/d 26). b. Program IFAD : Program Pengembangan Ternak lainnya adalah oleh IFAD, hasil evaluasi yang dilakukan pada tahun 21 terhadap program pengembangan ternak yang dilakukan melalui pola IFAD menunjukkan bahwa jumlah populasi ternak sapi milik pemerintah dengan pola sistim semi gaduhan adalah sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor sedangkan anakannnya sebanyak 3.19 ekor. Kegiatan ini merupakan program yang bersumber dana dari APBN dan juga bersumber dari Eks IFAD. Sementara pada tahun 22 jumlah populasi ternak berkembang menjadi ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor sedangkan anakannya sebanyak ekor. Pada posisi tahun 23 jumlah populasi ternak turun menjadi ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor sedangkan anakannya sebanyak ekor. Sementara pada posisi terakhir tahun 25 dengan pola sistim semi 7

9 gaduhan adalah sebanyak ekor dengan perincian jumlah induk baik jantan maupun betina sebanyak ekor sedangkan anakannya sebanyak 964 ekor. c. Program Pengembangan Desa Model: Program Pengembangan ternak lain yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah pengembangan ternak Desa Model, yaitu merupakan salah satu Program pengembangan ternak sapi potong yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Provinsi Lampung adalah program pengembangan Desa Model yang dimulai pada tahun 1996/1997 dengan menyebarkan ternak sapi potong kepada masyarakat desa terpilih melalui sistem gaduhan. Penyebaran ternak diawali dengan ternak sejumlah 111 ekor yang di sebar di 4 kabupaten yaitu Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Selatan dan Kabupaten Tanggamus. Dari jumlah ternak yang disebarkan tersebut maka pada posisi akhir tahun 21 jumlah populasi ternak yang ada adalah sebanyak 131 ekor, terdiri dari induk jantan dan betina sebanyak 114 ekor dan anak jantan dan betina sebanyak 17 ekor. Sementara pada posisi terakhir tahun 25 populasinya menurun menjadi 82 ekor dengan perincian induk betina maupun jantan sebanyak 74 ekor dan anakan sebanyak 8 ekor. d. Program pengembangan lainnya. Sementara Program Pengembangan Ternak potong lainnya adalah program SPAKU, KSP, CLS, BLM/PMUK serta program-program lainnya yang dilakukan oleh lembaga departemen diluar Departemen Pertanian. -Program SPAKU : Program pengembangan ternak SPAKU yang pada tahun anggaran 1997/1998 Pemerintah Daerah Provinsi Lampung telah menyebarkan ternak dengan model Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) yang didukung oleh proyek P2RT Kanwil Dep. Tan Prov. Lampung. Jumlah ternak sapi potong yang di salurkan ke peternak di Kabupaten Tulang Bawang sebanyak 44 ekor dimana induk jantan sebanyak 4 ekor dan induk betina 8

10 sebanyak 4 ekor. Program ini mengalami perkembangannya cukup baik, data tahun 21 jumlah sapi yang ada adalah sebanyak 528 ekor yang melibatkan 22 KK peternak. Berdasarkan hasil laporan tahunan Dinas Peternakan Thn 22, disebutkan bahwa program SPAKU sapi potong dialokasikan di Kabupaten Tulang Bawang, posisi akhir populasi ternak program ini adalah sebanyak 528 ekor. Data hasil evaluasi tahun 25 terhadap perkembangan program ini belum ada laporannya. -Program KSP Pada tahun anggaran 1999/2 di wilayah Provinsi Lampung telah dicanangkan program KSP (Kawasan Sentra Produksi) dengan pengembangan komoditas utama adalah sapi potong jenis PO(Peranakan Ongole) yang semula berjumlah 458 ekor terdiri dari 46 ekor sapi PO jantan dan 412 ekor sapi PO betina. Ternak tersebut telah disebarkan di 4(empat) kecamatan, dan pada posisi tahun 22 jumlah populasi yang ada adalah sebesar 516 ekor terdiri dari 7 ekor jantan dan 446 ekor betina. Dan pada tahun 25 jumlah ternak 453 terdiri dari ternak induk sebanyak 394 ekor dan anakan sebanyak 59, sementara peternak yang terlibat ada sebanyak 229 KK. -Program CLS (Crop Life Stock) Program pengembangan lainnya yang telah dilakukan adalah Program CLS/SIPT (Sistim Integrasi Padi Ternak). Program Sistim Integrasi Padi Ternak (SIPT) merupakan kajian yang diarahkan pada pemanfaatan limbah secara maksimal antar kedua komoditas utama yaitu limbah tanaman pangan dan limbah ternak. Sehingga melalui filosofi "Zero Waste" diharapkan kedua komoditas utama tersebut dapat ditingkatkan pengembangannya baik produksi, produktivitas maupun kwalitas lingkungan yang lebih seimbang antara keduanya. Ada tiga komponen teknologi utama dalam kegiatan Sistem Integrasi Padi-Ternak tersebut yaitu: (a) teknologi budidaya padi, (b) teknologi budidaya ternak dan (C) teknologi pengolahan jerami dan kompos. (Budi Haryanto et. Al., 22). 9

11 Pada tahun 22, kegiatan SIPT telah dilaksanakan disamping dilakukan pada wilayah sebelas provinsi, menurut rencana cakupan wilayah kabupaten diperluas lagi. Pada pelaksanaan tahun 23 ada perluasan tiga wilayah provinsi yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara keseluruhan pelaksanaan kegiatan ini pada tahun 23 didalamnya telah mencakup empat belas provinsi dan dua puluh empat kabupaten (Dit. Jend Peternakan, 23). Program SIPT merupakan upaya pengembangan kawasan yang dikelola secara terpadu antara usaha tani ternak dengan usahatani tanaman pangan. Dirancang dengan pendekatan Zero Waste yang merupakan penyempurnaan teknologi yang telah berkembang di kalangan petani peternak di perdesaan.. Di wilayah Provinsi Lampung program ini telah dialokasikan di Kabupaten Lampung Tengah yang melibatkan 2(dua) kelompok tani ternak, jumlah ternak yang disalurkan sebanyak 116 ekor, dimana 63 ekor sapi dalam keadaan bunting. -Program BLM/PMA-PMUK Disisi lain dalam tahun anggaran 23, Pemerintah daerah Provinsi Lampung juga telah melaksanakan program BLM/PMA-PMUK yaitu program pengembangan ternak potong khususnya sapi dan kambing yang diarahkan di 8(delapan) wilayah kabupaten. Sementara untuk ternak sapi potong diarahkan di 4(empat) wilayah kabupaten yaitu masing-masing Kabupaten Terbanggi Besar sebanyak 5 ekor sapi, Tulang Bawang sebanyak 5 ekor sapi, Lampung Timur sebanyak 5 ekor sapi, dan Kabupaten Bandar Lampung sebanyak 5 ekor. Sementara data tahun 24 menunjukkan bahwa program ini di arahkan di 3 (tiga) kabupaten masing-masing adalah Kabupaten Lampung Timur 5 ekor sapi, Lampung Barat 5 ekor sapi dan Kabupaten Metro sebanyak 2 ekor. -Program KKP Program Pengembangan Ternak KKP (Kredit Ketahan Pangan), Sebagai tindak lanjut adanya Keputusan Menteri Pertanian No. 399/Kpts/BM.53/8/2 1

12 tentang petunjuk teknis pemanfaatan skim kredit ketahan Pangan, maka pada tahun 21 Provinsi Lampung memperoleh alokasi kredit KKP Usaha Peternakan yang diperuntukkan bagi kelompok usaha peternakan yang membutuhkan modal dan potensial. Bank-bank pelaksana yang ditunjuk telah merealisasikan kredit tersebut dan telah dimanfaatkan oleh kelompok ternak (Tabel 1). Namun demikian berdasarkan laporan tahunan informasi menunjukkan bahwa belum semua plafon yang ditetapkan terserap semuanya, disamping disebabkan kurang layaknya kelompok ternak yang berkepentingan atau karena perlu adanya proses lanjutan yang sedang berjalan. Permasalahan : Program KKP telah berjalan, namun masih menemui beberapa kendala diantaranya adalah rendahnya koordinasi sehingga informasi tentang perkembangan KKP masih lambat. Kurang adanya kepercayaan dari fihak bank tampaknya masih cukup menonjol terutama terhadap para calon peminjam dana sehingga pemanfaatan dana kredit tersebut tidak bisa optimal. Disamping program KKP pada tahun 23 pemerintah setempat juga menyalurkan kredit melalui pola BLM yang diberikan untuk usaha budidaya peternakan disamping juga untuk usaha pengolahan produk peternakan. Sampai dengan tahun 23 telah tersalur kredit sebesar Rp 1,826 milyar baik untuk pengembangan ternak sapi potong, kambing maupun unggas yang didalamnya termasuk usaha produksi telor asin, sate ayam dan keripik ceker. Kredit untuk pengembangan ternak sapi potong sendiri telah tersalur sebesar Rp 1,3 milyar. Sementara pada tahun 24 tersalur dana kredit sebesar Rp 1., juta untuk pengembangan ternak terutama ternak itik, kambing dan sapi. Untuk pengembangan ternak sapi sendiri telah tersalur kredit BLM sebesar Rp,27 milyar yang berlokasi di Kabupaten Lampung Tengah, Metro dan Kabupaten Lampung Barat yang masing-masing lokasi mendapat bantuan kredit sebesar Rp.9 milyar. 11

13 -Program Pengembangan Ternak non Deptan Ada beberapa instansi pemerintan non Departemen Pertanian yang ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung. Diantaranya adalah Departemen Sosial, Departemen Kehutanan dan Departemen Transmigrasi. Data tahun 21 menunjukkan bahwa penyebaran ternak bantuan dari Departemen Sosial diwilayah Provinsi Lampung adalah sapi potong sebanyak ekor, dan kambing sebanyak ekor. Sementara penyebaran ternak dari Departemen Transmigrasi dan Dep. Kehutanan berupa ternak sapi potong sebanyak ekor, kambing sebanyak 697 ekor, ayam buras sebanyak 8.8 ekor dan itik sebanyak 13. ekor. Hasil evaluasi sampai sejauh mana perkembangan program pengembangan ternak yang dilakukan oleh lembaga diluar Departemen Pertanian tersebut sampai saat penelitian ini dilakukan belum ada ujudnya. Program Pengembangan Inseminasi Buatan (IB) Wilayah Provinsi Lampung dapat meningkatkan peran Inseminasi Buatan setelah didukung oleh program UPTD IBBTKAN. Sejalan dengan perencanaa pembangunan khususnya yang berkaitan dengan masalah program swasembada daging 21, Direktorat Jenderal Peternakan telah mencanangkan program swasembada daging sapi 21, maka wilayah Provinsi Lampung dicanangkan sebagai wilayah kategori kedua yaitu daerah pengembangan ternak sapi potong maupun kerbau dengan menekankan campuran antara IB dan kawin alam sebagai prioritasnya. Untuk mencapai sasaran tersebut Dit. Jend. Peternakan telah menyusun 7 kegiatan prioritas utama yaitu (a) optimalisasi akseptor dan kelahiran IB/KA, (b) pengembangan RPH dan pengendalian pemotongan betina produktif, (c) penyediaan induk bibit, (d) penanganan gangguan reproduksi dan keswan, (5) distribusi pejantan unggul, (6) pengembangan pakan local, (7) pengembangan SDM/kelembagaan. Dalam upaya mencapai sasaran tersebut, dan seperti telah diketahui bahwa wilayah Provinsi Lampung ditentukan sebagai daerah campuran 12

14 IB dan kawin alam, maka prioritas kegiatan lebih difokuskan pada (a) kegiatan perbaikan dan penyediaan bibit, (b) pengembangan pakan lokal (c) Optimalisasi akseptor IB dan kelahiran dan (d) intensifikasi kawin alam. Dalam program tersebut wilayah Provinsi Lampung telah ditargetkan tambahan penyediaan daging sebanyak ton setara 2611 ekor ternak sapi. Hal ini perlu ditempuh melalui kegiatan Inseminasi Buatan sebesar 5 % dan kawin alam 5 %. Tabel 2. Realisasi Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan (KKP) Untuk Usaha Peternakan di Provinsi Lampung Selama Tahun No. Bank Penyalur Keterangan Tahun BNI 46 Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok 2.,- 343, ,46 1 idem Idem 2 Bank Lampung Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok , 2 idem 3 Bank Niaga Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok , ta , , ,6 7 4 Bank mandiri Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok, ,24 6 idem Idem 5 BII Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok tad tad 6 Danamon Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok 2. tad tad 7 TOTAL Plafon (Rp Juta) Realisasi (Rp Juta) Jumlah kelompok ,35 7 Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Lampung menunjukkan bahwa minat masyarakat peternak terhadap straw yang diinginkan adalah straw Brahman, Brangus, Limousin dan Simental. Data tahun terakhir (25) menunjukkan bahwa untuk Straw jenis Brahman telah tersalur sebanyak dosis, sementara Brangus sebanyak 1.727, Simental dan 13

15 Limousin sebanyak dosis. Pesatnya permintaan terhadap straw jenis tersebut karena telah terbukti bahwa sapi kelahiran jenis straw tersebut mampu memberikan keuntungan lebih banyak dibandingkan straw jenis lainnya. Informasi tahun 21 menunjukkan bahwa jumlah petugas inseminator di wilayah Provinsi Lampung sebanyak 18 orang, sedangkan tenaga lainnya seperti tenaga asisten teknis reproduksi sebanyak 14 orang, tenaga pemeriksa kebuntingan sebanyak 22 orang dan tenaga supervisor sebanyak 9 orang. Hal tersebut bertahan sampai tahun 23 keadaan tidak berubah. Sementara dilihat dari perkembangan jumlah akseptor selama periode yang sama (21 25) secara umum menunjukkan trend yang agak berfluktuasi namun cenderung meningkat. Dimana pada tahun 21 jumlah akseptor ternak sapi potong adalah sebanyak meningkat menjadi pada tahun 25, bahkan pada tahun 23 sempat mencapai jumlah akseptor tertinggi yaitu sebanyak Akseptor terbanyak berasal dari wilayah Kabupaten Lampung Tengah yaitu sebanyak akseptor (Dinas Peternakan Provinsi Lampung, thn 21 s/d 25). Sementara jumlah dosis Straw yang tersalur selama periode 5(lima) tahun tersebut mengalami peningkatan tajam. Dari sebanyak dosis pada tahun 21 meningkat menjadi dosis pada tahun 25. Peningkatan dosis yang semakin tinggi tersebut mengindikasikan adanya permintaan yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya ternak yang membutuhkan inseminasi buatan, disisi lain ada kemungkinan semakin tingginya faktor kegagalan dalam proses Inseminasi. Wilayah Provinsi Lampung dalam menghadapi program swasembada daging 21 lebih diarahkan pada kebijakan peningkatan kelahiran anak sapi dari hasil perkawinan secara alami (KA) maupun dari hasil Inseminasi Buatan (IB). Data evaluasi angka kelahiran hasil IB tahun terakhir (25) menunjukkan bahwa angka kelahiran pada periode tersebut mengalami penurunan yang cukup tajam dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 21 jumlah 14

16 kelahiran sebanyak ekor dengan perincian jantan sebanyak 7792 ekor dan betina sebanyak 7516 ekor. Namun pada tahun 25 turun tajam menjadi ekor. Perkembangan angka kelahiran selama periode lima tahun terakhir (21-25) angka kelahiran anak sapi dari hasil Inseminasi Buatan menunjukkan angka fluktuasi yang cukup tinggi namun cenderung menurun. Penurunan angka kelahiran yang cukup tajam tersebut perlu dicermati secara seksama. Sebab salah satu kunci keberhasilan program swasembada daging yang cukup strategis justru terletak di sini. Sehingga perlu dicari penyebabnya. Angka kelahiran yang semakin rendah sementara kegiatan Inseminasi justru semakin meningkat ada indikasi kegagalan inseminasi yang semakin tinggi pula. Atau ada indikasi semakin meningkatnya penyakit reproduksi sehingga banyak ternak sapi betina yang mengalami kegagalan dalam reproduksinya. Kasus Desa Contoh Untuk antisipasi dalam upaya mencukupi/swasembada daging nasional maupun dalam rangka mencukupi kebutuhan daging lokal maka pemerintah Kabupaten Lampung Tengah melaui Dinas Peternakan Kabupaten Lampung Tengah juga telah berupaya sedemikian rupa dengan berbagai program pengembangan ternak potong khusunya sapi potong pada saat ini telah dan sedang dilaksanakan. Melalui beberapa program pengembangan ternak potong hal tersebut dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan. Salah satu kasus di desa contoh di Lampung yang diwakili oleh dua desa terpilih di masing masing kecamatan adalah Desa Asto Mulyo merupakan desa contoh di Kec. Punggur, sementara Kec. Terbanggi Besar diwakili Desa Karang Endah. Informasi menunjukkan bahwa kedua desa tersebut merupakan sentra pupolasi ternak sapi yang didominasi oleh budidaya penggemukan. Namun demikian budidaya pembibitan juga banyak dilakukan oleh peternak dikedua desa contoh tersebut. Bagi peternak mandiri artinya berusaha dengan 15

17 menggunakan modal sendiri, maka Skala penguasaan ternak relatif masih kecil. Sebagian peternak telah mampu bekerjasama kemitraan dengan perusahaan peternakan GGLC (Great Giant Live Stock). Dalam kerjasama tersebut disamping mendapat bantuan pengadaan ternak bibit dari perusahaan yang umumnya bibit impor sapi bakalan, juga mendapat pasokan kebutuhan pakan ternak, Disamping itu penampungan hasil ternak juga di tangani oleh perusahaan (Yudja et. All,25). Sebenarnya ternak yang di salurkan ke petani adalah merupakan realisasi penyaluran dana kredit pemerintah melalui dana KKP (Kredit Ketahanan Pangan) yang bekerjasama antara fihak pemerintah bersama Bank Niaga dengan GGLC. Bank Niaga sebagai penyalur kredit, sementara GGLC adalah perusahaan selaku penjamin kredit ternak yang disalurkan ke peternak. Permasalahan adalah belum semua peternak dapat terlayani oleh kebijakan program kredir tersebut. Bagi peternak yang tidak memiliki agunan tampaknya belum bisa menikmati fasilitas ini. Sifat KKP adalah merupakan kredit komersial, sehingga kelayakan teknis perbankan merupakan sesuatu yang di pertimbangkan dalam menjamin kelancaran pengembalian kredit pinjaman. Sehingga hanya peternak-peternak yang relatif memiliki aset yang dapat diagunkan saja yang dapat menikmati fasilitas ini. Sebenarnya fasilitas kredit ini telah dimulai sejak tahun 21 disalurkan di wilayah dua desa contoh, baik di Desa Asto Mulyo maupun di Desa Karang Endah. Disamping kebijakan pengembangan ternak sapi potong yang diprogramkan melalui penyaluran kredit KKP, maka pemerintah juga melaksanakan program penyaluran BLM (Bantuan Langsung Masyarakat). Program ini merupakan bantuan pemerintah berupa ternak dengan sistim bergulir. Yang maksudnya adalah disamping dapat membantu petani ternak dalam memperkuat permodalah dan meningkatkan pendapatan, juga dalam rangka meningkatkan populasi ternak. Program ini lebih difokuskan pada bantuan ternak sapi potong betina produktif yang digaduhkan dengan masa pengembalian setelah sapi yang 16

18 bwersangkutan mampu berkembang. Kegiatan kelompok tani ternak telah berkembang pesat, setidaknya dengan adanya program pemerintah baik berupa BLM maupun program KKP, maka aktivitas kegiatan kelompok di dua desa contoh cukup baik. Permasalahan adalah belum semua peternak mau masuk menjadi anggota kelompok. Permasalahan adalah bagi peternak yang belum menerima bantuan kredit baik KKP maupun BLM umumnya enggan untuk masuk menjadi anggota kelompok tani ternak. Dampak Program Terhadap Populasi Ternak di Tingkat Petani Beberapa program pengembangan ternak potong yang telah maupun yang sedang dilaksanakan pada dasarnya adalah bertujuan untuk mengatasi kelangkaan atau kekurangan daging, namun disisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah membantu peternak dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi rumah tangganya. Dilihat dari pola usaha yang dianjurkan disamping pola penggemukan juga pola pembibitan. Kedua pola tersebut dilakukan disamping untuk meningkatkan populasi ternak juga dalam upaya meningkatkan produksi hasil ternak terutama daging sebagai kebutuhan pangan protein hewani bagi masyarakat. Peternak yang melakukan pola penggemukan maka dalam satu tahun kalender peternak mampu menghasilkan jumlah ternak yang digemukkan sangat bervariasi tergantung dari kemampuan masing-masing peternak. Kasus di wilayah Provinsi Lampung menunjukkan bahwa seorang peternak mampu menggemukkan sapi potong jantan sebanyak 25,8 ekor/tahun/kk. Kasus di wilayah Provinsi Lampung menunjukkan bahwa ketersediaan pakan ternak dipasok oleh pabrik pakan dalam hal ini PT GGLC, Dimana jangka waktu penggemukan di wilayah ini umumnya lebih pendek, karena pejantan yang digemukkan adalah pejantan jenis Ongole yang sudah cukup besar. 17

19 KESIMPULAN Provinsi Lampung merupakan salah satu wilayah lumbung ternak nasional khususnya ternak sapi potong. Berdasarkan kebijakan program tersebut wilayah ini ditetapkan sebagai salah satu lokasi sentra ternak andalan nasional dari 11 (sebelas) lokasi provinsi lainnya. Tingginya laju permintaan ternak oleh konsumen setempat maupun oleh konsumen luar daerah menyebabkan wilayah ini semakin lama cenderung mengalami defisit ternak. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah daerah setempat melalui Dinas Peternakan Provinsi telah mengambil langkah kebijakan. Diantaranya adalah kebijakan peningkatan populasi ternak sapi potong dan ternak potong lainnya. Dalam upaya meningkatkan jumlah populasi ternak di wilayah Provinsi Lampung, maka beberapa program pengembangan telah dan sedang dilaksanakan diwilayah ini, beberapa jenis program diantaranya. Ada beberapa instansi pemerintan non Departemen Pertanian yang ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ternak sapi potong di wilayah Provinsi Lampung. Diantaranya adalah Departemen Sosial, Departemen Kehutanan dan Departemen Transmigrasi, selain juga dilaksanakan oleh Departemen Pertanian sendiri. Hasil cukup nyata diantaranya bahwa disamping banyaknya peternak yang mendapat bantuan program maka keberhasilan lainnya adalah bahwa seorang peternak mampu menggemukkan sapi potong jantan sebanyak 25,8 ekor/tahun/kk. 18

20 DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 22. Panduan Teknis Sistem Integrasi Padi - Ternak. Dinas Peternakan Provinsi Lampung. 21. Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun Dinas Peternakan Provinsi Lampung. Laporan Tahunan, thn 21 s/d 26 Dinas Peternakan Provinsi Lampung 2. Laporan Pelaksanaan Program Penggemukan sapi Kereman Impor TA. 2.. Direktorat Pengembangan Peternakan; Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan 22; Evaluasi Pengembangan Peternakan TA. 22 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. 25. Pemantapan Program Mendesak Kecukupan daging Tahun 25. Hayanto. B., I. Inounu., Arsana. B dan K. Diwyanto. 22. Sistem Integrasi Padi- Ternak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Statistik Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. Yusdja Y., Sayuti R., Hastuti S., Sadikin I. Winarso B. dan Muslim C., 25; Pemantapan Program dan Strategi Kebijakan Peningkatan Produksi Daging Sapi; Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian; Badan Litbang Pertanian. 19

ICASEPS WORKING PAPER No. 98

ICASEPS WORKING PAPER No. 98 ICASEPS WORKING PAPER No. 98 PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN SWASEMBADA DAGING DI NUSA TENGGARA BARAT Bambang Winarso Maret 2009 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk olahannya) sangat besar dan diproyeksikan akan meningkat sangat cepat selama periode tahun

Lebih terperinci

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005 Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan PENDAHULUAN Produksi daging sapi dan kerbau tahun 2001 berjumlah 382,3 ribu ton atau porsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi dan produktifitas sapi potong secara nasional selama beberapa tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun dengan laju pertumbuhan sapi potong hanya mencapai

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia memperoleh pendapatan utamanya dari sektor ini. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT

Lebih terperinci

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA : WORKSHOP PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA RABIES DINAS PETERNAKAN KAB/KOTA SE PROVINSI ACEH - DI

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah suatu proses perubahan sosial. Hal tersebut tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani, tetapi sekaligus dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan

Lebih terperinci

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016 Disampaikan pada: MUSRENBANGTANNAS 2015 Jakarta, 04 Juni 2015 1 TARGET PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah yang dimanfaatkan sebagian besar penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA SKPD Pada sub bab ini disajikan capaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timnur untuk setiap pernyataan kinerja sasaran strategis SKPD sesuai dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR G/ fjll.. /III.16/HK/2015

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR G/ fjll.. /III.16/HK/2015 GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR G/ fjll.. /III.16/HK/2015 TENTANG PENETAPAN KAWASAN SAPI POTONG, SAPI PERAH, KERBAU, KAMBING, KAMBING PERAH, DAN UNGGAS DI PROVINSI LAMPUNG Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. No.304, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :40/Permentan/PD.400/9/2009 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan.

PENDAHULUAN. Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan nasional tidak terlepas dari peran bidang peternakan. Peternakan memiliki peran yang strategis terutama dalam penyediaan sumber pangan. Salah satu

Lebih terperinci

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA Medan, Desember 2014 PENDAHULUAN Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Suamtera Utara sebagai salah

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU AGUS SOFYAN Direktorat Perluasan Areal Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Pertanian Jl. Margasatwa No 3, Ragunan Pasar

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1)

PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENGEMBANGAN USAHA DAN INVESTASI SUBSEKTOR PETERNAKAN 1) PENDAHULUAN Diawali dengan adanya krisis moneter yang melanda negara-negara Asia yang kemudian melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997, ternyata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Sumber produksi daging

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Jakarta, 26 Januari 2017 Penyediaan pasokan air melalui irigasi dan waduk, pembangunan embung atau kantong air. Target 2017, sebesar 30 ribu embung Fokus

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya dengan mata pencarian dibidang pertanian, maka pembangunan lebih ditekankan kepada sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*) I. LATAR BELAKANG 1. Dalam waktu dekat akan terjadi perubahan struktur perdagangan komoditas pertanian (termasuk peternakan)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil,

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ARAH KEBIJAKAN ( KEMENTAN RI ) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN 2015-2019 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERUBAHAN PROGRAM WAKTU PROGRAM 2010-2014 2015-2019 DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp)

BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN Target. Realisasi Persentase URAIAN (Rp) BAB III KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2009 3.1. Program dan Kegiatan Dinas Pertanian Tahun 2008 Program yang akan dilaksanakan Dinas Pertanian Tahun 2008 berdasarkan Prioritas Pembangunan Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak

Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Sains Peternakan Vol. 5 (2), September 2007: 18-25 ISSN 1693-8828 Pengembangan Kelembagaan Pembibitan Ternak Sapi Melalui Pola Integrasi Tanaman-Ternak Cahyati Setiani dan Teguh Prasetyo Balai Pengkajian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR 0 KATA PENGANTAR Kondisi usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat dan usaha pembibitan sapi belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha, maka diperlukan peran pemerintah untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur Pembangunan Peternakan Provinsi Jawa Timur selama ini pada dasarnya memegang peranan penting dan strategis dalam membangun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kontribusi sektor peternakan terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional antara tahun 2004-2008 rata-rata mencapai 2 persen. Data tersebut menunjukkan peternakan memiliki

Lebih terperinci

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN PENDAHULUAN Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.05/2011 tanggal 27

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH RENCANA KERJA DAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN Anggaran : 207 Formulir RKA SKPD 2.2 Urusan Pemerintahan : 3. 03 Urusan Pilihan Pertanian Organisasi : 3. 03. 0 Dinas

Lebih terperinci

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 6) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketetapan MPR Nomor: XV/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha pertanian adalah lemahnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR

PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR 1 Sebagai tindak lanjut RPPK 11 JUNI 2005 Deptan telah menetapkan 17 komoditas prioritas,al: unggas, sapi (termasuk kerbau),kambing

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA 3.1. CAPAIAN KINERJA ORGANISASI 3.1.1. Capaian Kinerja Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur : Tujuan 1 Sasaran : Meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Gaduhan Sapi Potong. Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya TINJAUAN PUSTAKA Gaduhan Sapi Potong Gaduhan adalah istilah bagi hasil pada bidang peternakan yang biasanya dilakukan pada peternakan rakyat. Hal ini terjadi berkaitan dengan keinginan rakyat untuk memelihara

Lebih terperinci

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah

SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG. Rikhanah SISTEM PEMULIAAN INTI TERBUKA UPAYA PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI POTONG Rikhanah Abstrak The influence of beef meat stock in Center Java is least increase on 2002-2006. However beef meat supplier more

Lebih terperinci

VISI. Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan.

VISI. Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan. VISI Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan. MISI 1. Meningkatkan peluang ekonomi dan lapangan kerja untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat di

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS SALINAN BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007 MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT Disampaikan pada : Acara Seminar Nasional HPS Bogor, 21 Nopember 2007 DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN

Lebih terperinci

Bab 4 P E T E R N A K A N

Bab 4 P E T E R N A K A N Bab 4 P E T E R N A K A N Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak utama

Lebih terperinci

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya tersendiri. Karakteristik antara wilayah dengan satu wilayah lainnya memiliki perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis menjadi salah satu faktor pendukung peternakan di Indonesia. Usaha peternakan yang berkembang

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak pemanfaatan sumberdaya pakan berupa limbah pert KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBIBITAN TERNAK SAPI DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT SJAMSUL BAHRI Direkorat Perbibitan, Di jen Peternakan - Departemen Pertanian JI. Harsono RM No. 3 Gedung C Lantai VIII - Kanpus

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi untuk kebutuhan protein manusia, daging sapi digolongkan sebagai salah satu produk

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN Pusat Pembiayaan Pertanian Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian Tahun 2006 I. PENDAHULUAN Salah satu faktor

Lebih terperinci

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN DANA REVOLVING TERNAK BANTUAN PEMERINTAH DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas peternakan mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini didukung oleh karakteristik produk yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia. Kondisi ini

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013 BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas Kinerja dalam format Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur tidak terlepas dari rangkaian mekanisme

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015 SKPD : DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA BARAT REALISASI RUPIAH MURNI REALISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berinvestasi dengan cara beternak sapi merupakan salah satu cara usaha yang relatif aman, karena sapi merupakan hewan yang tangguh tak mudah terkena penyakit, serta

Lebih terperinci

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN JL. Soekarno Hatta no Telp. (0321) , Fax (0321)

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN JL. Soekarno Hatta no Telp. (0321) , Fax (0321) PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN JL. Soekarno Hatta no. 168 172 Telp. (0321) 861784, 861334 Fax (0321) 867163 JOMBANG 2016 LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LKIP) DINAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 18 Tahun

Lebih terperinci