DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU"

Transkripsi

1 DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xiv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah..... Tujuan dan Manfaat Penelitian Hipotesis..... TINJAUAN PUSTAKA Perairan Pantai Maros.... Peranan Hidrooseanografi terhadap Distribusi Biomassa Fitoplankton... Beban Masukan Bahan Organik dan Anorganik Jenis dan Beban Masukan Bahan Organik Proses dan Hasil Penguraian Bahan Organik a. Proses Penguraian Bahan Organik b. Hasil Penguraian Bahan Organik..... b.1. Nitrogen b.2. Fosfor.... b.3. Silika... Jenis dan Beban Masukan Bahan Anorganik... Produksi Fitoplankton Produktivitas Primer Fitoplankton... Produksi Fitoplankton (Pembentukan Biomassa).... Prinsip Nutrien sebagai Faktor Pembatas... Kebutuhan Absolut dan Relatif Nutrien N, P dan Si (Rasio Redfield : N/P/Si) Faktor dan Proses Penentu Produktivitas Fitolankton... Distribusi dan Ketersediaan Nutrien N, P dan Si (Spasial dan Temporal)... Intensitas Cahaya dan Kedalaman Z eu dan Z mix... a. Intensitas Cahaya b. Kedalaman Z eu dan Z mix... Kekeruhan Suhu dan Salinitas... a. Suhu b. Salinitas Struktur Komunitas dan Biomassa (Khlorofil-a) Fitoplankton Peran Hidrodinamika Oseanografi (Flushing) METODE PENELITIAN..... Tempat dan Waktu Penelitian..... Ruang Lingkup Penelitian Bahan dan Alat... xvi xvii xx xiv

3 Lanjutan daftar isi Metode Penelitian... Pemilihan Zona Penelitian Parameter Penelitian... Pengambilan Sampel Air untuk Analisis Laboratorium... Pengukuran In Situ... Perhitungan Koefisien Peredupan Cahaya (k)... Pengukuran Biomassa (Klorofil-a) Fitoplankton... Pengukuran Nutrien Pengukuran Beban Masukan Nutrien Pencacahan Fitoplankton... Pengukuran Produktivitas Primer Fitoplankton... Pengukuran Parameter Fisik-Kimia Penentuan Rasio Z mix : Z eu... Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN... Variabilitas Parameter Fisik-kimia Secara Spasial dan Temporal... Kecepatan Arus dan Pasang Surut... Salinitas dan Kekeruhan... Intensitas Cahaya dan Kecerahan Perairan... Koefisien Peredupan Cahaya dan Z mix :Z eu... Suhu dan ph... Variabilitas Nutrien Secara Spasial dan Temporal... Beban Nutrien dari Sungai Hubungan dengan Konsentrasi Nutrien Dalam Laut... Ortofosfat... Amoniak, Nitrit dan Nitrat... Nitrogen Anorganik Terlarut (NAT)... Silikat... Rasio N:P dan N:Si... Variabilitas Parameter Biologi Secara Spasial dan Temporal... Kelimpahan Komunitas Fitoplankton... Biomassa (Klorofil-a) Fitoplankton... Produktivitas Primer Fitoplankton... Analisis Hubungan Parameter Biologi dengan Parameter Fisik-Kimia... Hubungan Kelimpahan Komunitas Fitoplankton Dengan Konsentrasi Nutrien Jenis N, P, Si dan Intensitas Cahaya... Hubungan antara Biomassa Fitoplankton dengan Konsentrasi Nutrien jenis N, P, Si dan Intensitas Cahaya... Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Klorofil-a dan Konsentrasi Nutrien jenis N, P, Si dan Intesitas Cahaya... Analisis Cluster dan PCA Parameter Fisik-Kimia dan Biologi Perairan... KESIMPULAN DAN SARAN... DAFTAR PUSTAKA. LAMPIRAN-LAMPIRAN xv

4 DAFTAR TABEL Halaman 1. Waktu sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Pesisir Maros Parameter yang diukur dan metode serta alat yang digunakan selama penelitian Posisi geografi setiap zona dan stasiun penelitian Nilai rata-rata tahunan parameter fisik-kimia selama pengamatan Data curah hujan selama pengamatan Hasil pengukuran intensitas cahaya matahari (gram calori/cm 2 ) di wilayah Maros dan sekitarnya Beban nutrien bulanan selama periode pengamatan Hasil analisis regresi antara beban dari sungai dan jenis-jenis nutrien selama pengamatan Konsentrasi dan rasio rata-rata tahunan nutrien selama pengamatan Konsentrasi rata-rata tahunan parameter biologi Model regresi dan koefisien determinasi serta parameter dominan pada setiap zona dan musim berdasarkan hasil regresi hubungan kelimpahan komunitas fitoplankton dengan konsentrasi nutrien jenis N, P, Si dan intensitas cahaya Model regresi dan koefisien determinasi serta parameter dominan pada setiap zona dan musim berdasarkan hasil regresi biomassa fitoplankton dengan konsentrasi nutrien jenis N, P, Si dan Intesitas Cahaya Model regresi dan koefisien determinasi serta parameter dominan pada setiap zona dan musim berdasarkan hasil regresi hubungan produktivitas primer fitoplankton dengan konsentrasi Nutrien Jenis N, P, Si Dan Intesitas Cahaya Nilai akar ciri dan persentase varians secara spasial (atas) dan temporal (bawah) xvi

5 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir perumusan masalah. 2. Hubungan antara intensitas cahaya dan fotosintesis pada berbagai kedalaman (Fogg 1975) Peta lokasi penelitian di perairan pesisir Maros Diagram skematik rasio Z mix :Z eu dalam kolom air. (A) memperlihatkan fitoplankton selamanya terangkut ke kedalaman dimana penyinaran kolom air adalah dibawah batas minimum untuk fotosintesis bersih, menghasilkan pertumbuhan yang rendah. (B) memperlihatkan fitoplankton tetap berada dalam lapisan dengan cahaya yang cukup, menghasilkan pertumbuhan yang baik. (C) memperlihatkan fitoplankton selamanya dalam kolom air dengan cahaya yang tinggi, menghasilkan pertumbuhan yang kuat (Damar 2003) Rata-rata kcepatan arus pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Arah dan pergerakan serta pola arus pada saat surut di perairan Selat Makassar (DKP 2006) Arah dan pergerakan serta pola arus pada saat pasang di perairan Selat Makassar (DKP 2006). 8. Nilai salinitas pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi salinitas pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Nilai kekeruhan pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi kekeruhan pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Nilai intensitas cahaya pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Kecerahan perairan pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Nilai koefisien peredupan cahaya (k) pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Nilai rasio Zmix:Zeu pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Sebaran suhu pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan xvii

6 Lanjutan daftar gambar 17. Distribusi suhu pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Sebaran ph pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi ph pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Regresi hubungan antara masing-masing beban jenis-jenis nutrien dengan konsentrasi jenis-jenis nutrien selama penelitian Konsentrasi ortofosfat pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi ortofosfat pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Konsentrasi amoniak pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Konsentrasi nitrit pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Konsentrasi nitrat pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distrisbusi amoniak pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Distribusi nitrit pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Distribusi nitrat pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Rata-rata konsentrasi nitrogen anorganik terlarut (gambar atas) dan kontribusi masing-masing jenis (gambar bawah) di perairan pesisir Maros Konsentrasi silikat pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi silikat pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Rasio N:P pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan xviii

7 Lanjutan daftar gambar 33. Distribusi rasio N:P pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Rasio N:Si pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi rasio N:Si pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Kelimpahan komunitas fitoplankton pada setiap zona dan Stasiun Kelimpahan komunitas fitoplankton pada setiap periode pengamatan Konsentrasi klorofil-a pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi klorofil-a pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Kandungan produktivitas primer fitoplankton pada masing-masing zona dan stasiun serta periode pengamatan Distribusi produktivitas primer fitoplankton pada setiap periode pengamatan (musim kemarau : Juni, Agustus dan Oktober 2005; musim hujan : Desember 2005, Februari dan April 2006) Skematik perubahan bentuk nitrogen : 1 = remineralisasi, 2 = ammonifikasi, 3 = nitrifikasi, 4 = denitrifikasi (reduksi nitrat dissimilasi), 5 = fiksasi nitrogen, 6 = reduksi nitrogen assimilasi, 7 = assimilasi DON (Libes, 1992) Dendogram cluster berdasarkan zona (atas) dan musim (bawah) Biplot PCA antara zona/stasiun dan parameter pada sumbu 1, 2 dan 3 (F1, F2 dan F3) Biplot PCA antara musim dan parameter pada sumbu 1, 2 dan 3 (F1, F2 dan F3) xix

8 DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil analisis varians (ANOVA) dua arah variabal fisik-kimia dan biologi Kisaran nilai hasil pengukuran parameter fisik-kimia dan biologi Hasil pengukuran arus selama pengamatan. 4. Hasil pengukuran salinitas selama pengamatan Hasil pengukuran kekeruhan selama pengamatan Hasil pengukuran intensitas cahaya selama pengamatan. 7. Hasil pengukuran kecerahan perairan selama pengamatan.. 8. Hasil pengukuran koefisien peredupan cahaya selama pengamatan Hasil pengukuran rasio Zmix:Zeu selama pengamatan Hasil pengukuran suhu selama pengamatan 11. Hasil ph arus selama pengamatan Hasil pengukuran ortofosfat selama pengamatan 13. Hasil pengukuran amoniak selama pengamatan Hasil pengukuran nitrit selama pengamatan 15. Hasil pengukuran nitrat selama pengamatan Hasil pengukuran nitrogen inorganic terlarut (NIT) selama pengamatan 17. Hasil pengukuran silikat selama pengamatan Hasil pengukuran rasio N:P selama pengamatan. 19. Hasil pengukuran rasio N:Si selama pengamatan 20. Hasil pengukuran kelimpahan komunitas fitoplankton selama pengamatan Hasil pengukuran klorofil-a selama pengamatan. 22. Hasil pengukuran produktivitas primer fitoplankton selama pengamatan Korelasi Pearson antar parameter di perairan pesisir Maros Debit sungai (Q) selama penelitian Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel/l) periode pengamatan bulan Juni Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel/l) periode pengamatan bulan Agustus 2005 Halaman xx

9 Lanjutan daftar lampiran 27. Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel/l) periode pengamatan bulan Oktober Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel/l) periode pengamatan bulan Desember Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel/l) periode pengamatan bulan Februari Kelimpahan komunitas fitoplankton (sel/l) periode pengamatan bulan April xxi

10 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Dinamika Komunitas Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Produktivitas Perairan di Perairan Pesisir Maros Sulawesi Selatan adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Maret 2008 Rahmadi Tambaru NIM C

11 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

12 ABSTRACT RAHMADI TAMBARU. The Dynamic of Phytoplankton Communities in relation to Coastal Waters Productivity of Maros, South Sulawesi. Under the direction of ENAN M. ADIWILAGA, ISMUDI MUCHSIN, and ARIO DAMAR. Coastal waters are loaded by organic and inorganic burdens, which lead to variability of nutrient and light intensities that ultimately influence the dynamic of phytoplankton in the waters. The objectives of this research were The studies are addressed to determine nutrient variability, phytoplankton community abundance and production, and physical and chemical parameters of coastal waters. Furthermore, the studies also define the relationship between load of nutrient from river and nutrient concentration in coastal waters, the most significant parameters between nutrient and light in relation to abundance of phytoplankton communities and their production, and evaluate specific environmental parameters in coastal waters. Consequently, the results will highlight the role of light and nutrient to the dynamics of phytoplankton communities. The result showed that The distribution of all parameters which were physic, chemistry and biology were significantly different (p<0.01) spatially and temporarily. The influence of the load of nutrient from river was found only at river bank zone (Zone A = p<0.05). There was no influence of the load of nutrient was observed in zone that far from river bank. Chaetoceros and Bacillariophyceae were genera and class that abundance in all zones from all observation periods. The dynamics of phytoplankton community happened during research, but pursuant to variances analyze were not significant different (p>0.05) by spatial and significant different (p<0.01) by temporal. Light intensity influences to the dynamics of phytoplankton community merely at zone A at on dry season observation. Otherwise, zone A in the rains season observation other zone (zone B and C) in dry and rains season orservation influenced by nutrient. On rainy and dry season, the nutrients influence stronger than light intensity on the dynamics of phytoplankton communities. Orthophosphate showed more significant influence on the dynamics of phytoplankton communities compare to N nutrient on dry season, while on rainy season showed otherwise. As characteristics of environment, low salinity and clarity, high turbidity and primer production of phytoplankton are characters of zone A. These parameters are characters of zone C but they show in different way. Moreover, characteristics of zone B are the lower level of turbidity and primer production of phytoplankton. Characteristics parameters of dry season are low level of primer production of phytoplankton and high level of light intensity and turbidity. The situations in rainy season show otherwise.

13 RINGKASAN RAHMADI TAMBARU. Dinamika Komunitas Fitoplankton dalam kaitannya dengan Produktivitas Perairan di Perairan Pesisir Maros Sulawesi Selatan. Di bawah bimbingan ENAN M. ADIWILAGA sebagai ketua komisi, ISMUDI MUCHSIN dan ARIO DAMAR sebagai anggota komisi. Tujuan penelitian adalah menentukan variabilitas nutrien, kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton, serta parameter fisik dan kimia perairan pesisir. Kemudian, menentukan hubungan antara beban nutrien dari sungai dan konsentrasi nutrien dalam perairan pesisir. Di samping itu, menentukan parameter paling berpengaruh antara nutrien dan cahaya sehubungan dengan kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton, serta mengevaluasi parameter penciri lingkungan perairan pesisir. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan kejelasan tentang peranan cahaya dan nutrien terhadap dinamika komunitas fitoplankton pada perairan pesisir. Pengaruh dominan diantara keduanya terhadap dinamika komunitas fitoplankton sampai saat ini belum terjawab secara tuntas untuk perairan tropis khususnya perairan Indonesia baik secara spasial maupun temporal. Hipotesis penelitian adalah kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton pada perairan dekat pantai sangat dipengaruhi oleh nutrien, sementara itu kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton perairan yang jauh dari pantai dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya (spasial). Secara temporal, cahaya menjadi parameter paling berperan pada musim kemarau sebaliknya nutrien merupakan parameter paling dominan pada musim hujan sehubungan dengan kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton. Penelitian dilaksanakan di perairan pesisir Maros dari bulan Juni 2005 sampai April 2006 pada empat zona yaitu zona A, B, dan C, serta Sungai (S3). Parameter fisik-kimia dan biologi yang diukur diantaranya adalah ketersediaan nutrien jenis N, P, Si, dan intensitas cahaya matahari serta kelimpahan komunitas fitoplankton. Pengukuran parameter dilakukan pada enam periode pengamatan (bulan Juni, Agustus, dan Oktober mewakili musim kemarau, Desember 2005, Februari dan April 2006 mewakili musim hujan). Dalam penelitian ini, dilakukan pula pengukuran beban nutrien pada zona sungai (stasiun S1, S2, S3, S4 dan S5). Analisis data meliputi ANOVA dua arah dilakukan untuk mengetahui distribusi parameter fisik, kimia dan biologi. Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengevaluasi hubungan ketersediaan nutrien dalam zona laut dengan beban nutrien dari sungai. Analisis regresi linier berganda dilakukan untuk mengkaji hubungan kelimpahan komunitas fitoplankton dengan ketersediaan intensitas cahaya dan nutrien jenis N dan P serta Si. Analisis Cluster dan PCA Biplot digunakan untuk menentukan pengelompokan dan parameter penciri berdasarkan zona dan periode pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi keseluruhan parameter fisikkimia dan biologi sangat berbeda (p<0.01) secara spasial dan temporal. Besarnya nilai berbagai parameter di zona S3 secara umum lebih tinggi dari zona laut (Zona A, B, dan C), namun antara zona laut secara umum ditemukan homogen. Kemudian, distribusi parameter fisik-kimia dan biologi pada periode pengamatan musim kemarau secara umum lebih rendah jika dibandingkan dengan musim hujan.

14 Pengaliran beban nutrien dari sungai tidak tidak menjadi penentu utama terhadap penambahan konsentrasi nutrien dalam zona laut. Pengaruh beban dari sungai terhadap konsentrasi nutrien hanya ditemukan pada zona dekat daratan (zona A = p<0.05), sementara itu pada zona yang jauh dari daratan tidak terjadi (zona C = p>0.05). Distribusi ortofosfat di perairan Pesisir Maros menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0.01) secara spasial dan temporal. Ortofosfat yang terukur pada zona sungai (S3) cenderung memiliki konsentrasi lebih tinggi dibandingkan zona laut (zona A, B dan C), sementara itu konsentrasinya dalam zona laut cenderung seragam. Ortofosfat memiliki konsentrasi yang rendah pada periode pengamatan musim kemarau jika dibandingkan dengan musim hujan. Distribusi amonia, nitrit dan nitrat secara spasial dan temporal di perairan juga cenderung berbeda berdasarkan zona dan musim. Namun, dari hasil analisis varians berdasarkan zona, distribusi amonia dan nitrit tidak berbeda nyata (p>0.05) tetapi nitrat justru sebaliknya (p<0.01). Konsentrasi nitrat di zona sungai (S3) lebih tinggi jika dibandingkan dengan zona laut, tetapi antara zona laut sendiri dianggap sama. Distribusi ketiga nutrien jenis N sangat berbeda nyata (p<0.01) berdasarkan temporal. Konsentrasi ketiga nutrien jenis N dalam musim kemarau lebih rendah jika dibandingkan dengan musim hujan. Pada perairan laut, ketiga nutrien jenis N saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Dalam kondisi tertentu, nitrat akan mengalami penambahan konsentrasi disebabkan adanya perubahan yang cepat dari amonia dan nitrit serta mendapat suplai dari bagian perairan lainnya, sebaliknya mengalami pengurangan karena diserap oleh fitoplankton. Distribusi silikat juga berbeda secara spasial dan temporal (p<0.01) sama seperti jenis N. Zona sungai (S3) mempunyai konsentrasi lebih tinggi jika dibandingkan dengan zona laut dan antara zona laut dianggap sama. Secara umum konsentrasi silikat pada periode pengamatan musim kemarau lebih rendah dari musim hujan. Hasil pencacahan jenis-jenis fitoplankton pada musim kemarau didapatkan 36 genera dari 4 kelas fitoplankton yang terdiri atas 28 genera Kelas Bacillariophyceae, 15 genera Kelas Dinophyceae, 2 genera Kelas Cyanophyceae, dan 1 genera Kelas Chlorophyceae. Kemudian, pada musim hujan terdapat 24 genera dari 4 kelas, terdiri atas 15 genera Kelas Bacillariophyceae, 3 genera Kelas Dinophyceae, 4 genera Kelas Cyanophyceae, dan 2 genera Kelas Chlorophyceae. Chaetoseros dan Bacillariophyceae merupakan genera dan kelas yang berlimpah di seluruh zona dan periode pengamatan. Kelimpahan komunitas dan biomassa fitoplankton cenderung berfluktuasi secara spasial dan temporal. Nilai kedua parameter pada zona sungai (S3) cenderung lebih rendah dibandingkan zona laut (zona A, B dan C). Dalam zona laut, kedua parameter ini pada zona A mempunyai nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan zona lainnya (zona B dan C), namun dari hasil analisis varians ternyata tidak berbeda nyata (p>0.05). Nilai kedua parameter pada periode pengamatan musim kemarau lebih rendah jika dibandingkan dengan periode musim hujan. Dari hasil analisis varians berdasarkan musim ternyata sangat berbeda nyata (p<0.01). Distribusi klorofil-a berdasarkan spasial dan temporal sangat bersesuaian dengan kelimpahan komunitas fitoplankton. Hal ini membuktikan bahwa penambahan atau penurunan konsentrasi klorofil-a sejalan dengan penambahan atau penurunan kelimpahan komunitas fitoplankton. Sebagai contoh, pada periode pengamatan bulan Juni 2005, konsentrasi klorofil-a dan

15 kelimpahan komunitas fitoplankton memiliki nilai yang rendah, sebaliknya dalam periode pengamatan Februari 2006 keduanya memiliki nilai yang tinggi. Besarnya produktivitas primer fitoplankton secara spasial dan temporal juga berfluktuasi. Secara spasial, produktivitas primer fitoplankton pada zona sungai (S3) cenderung memiliki nilai lebih rendah jika dibandingkan dengan zona laut (zona A, B dan C). Namun, dari hasil analisis varians ternyata tidak berbeda nyata (p>0.05). Kemudian, produktivitas primer fitoplankton pada periode pengamatan musim kemarau memiliki nilai lebih rendah jika dibandingkan dengan musim hujan. Hasil ini diperjelas dari analisis varians yang berbeda sangat nyata (p<0.01). Konsentrasi terendah tercatat pada periode pengamatan bulan Agustus 2005 di musim kemarau dan konsentrasi tertinggi didapatkan dalam periode bulan Februari 2006 di musim hujan. Dari hasil analisis varians produktivitas primer fitoplankton sejalan dengan hasil analisis varians kelimpahan komunitas dan biomassa fitoplankton. Kesesuaian ini logis terjadi sebab antara kelimpahan komunitas, biomassa, dan produktivitas primer fitoplankton merupakan objek kajian yang saling berhubungan antara satu dengan lainnya. Dalam hubungannya dengan berbagai parameter, dinamika komunitas fitoplankton dipengaruhi oleh semua jenis nutrien. Hal ini berarti bukan hanya nitrat dan ortofosfat yang menjadi penentu utama keberlangsungan aktivitas fitoplankton dalam perairan laut. Pengaruh salah satu jenis nutrien terhadap dinamika komunitas fitoplankton bukan hanya karena konsentrasinya yang mencukupi, namun juga dengan konsentrasi yang rendah dan berfluktuasi. Dari berbagai parameter, intensitas cahaya memberikan pengaruh terhadap dinamika komunitas fitoplankton hanya pada zona A pada periode pengamatan musim kemarau, sebaliknya pada zona A dalam periode pengamatan musim hujan dan zona lainnya (zona B dan C) dalam periode pengamatan musim kemarau dan hujan didominasi oleh pengaruh nutrien. Secara umum, dinamika komunitas fitoplankton pada periode pengamatan musim kemarau dan musim hujan lebih di pengaruhi oleh jenis-jenis nutrien jika dibandingkan dengan intensitas cahaya. Ortofosfat lebih dominan berpengaruh pada musim kemarau, sebaliknya nutrien jenis N dalam musim hujan. Sebagai penciri lingkungan, parameter seperti salinitas dan kecerahan perairan yang rendah serta kekeruhan dan produktivitas primer fitoplankton yang tinggi merupakan penciri pada zona A. Parameter-parameter ini juga menjadi penciri zona C, namun nilai parameter pada zona C berkebalikan dengan zona A. Parameter penciri pada zona B diantaranya adalah rendahnya kekeruhan dan produktivitas primer fitoplankton. Kemudian, parameter penciri pada musim kemarau diantaranya adalah produktivitas primer fitoplankton yang rendah dan intensitas cahaya serta kekeruhan yang tinggi. Parameter-parameter ini juga menjadi penciri pada musim hujan, namun nilai parameter-parameter berkebalikan dengan nilai mereka di musim kemarau. Kesimpulannya, parameter penciri pada zona A bersesuaian dengan zona C, namun nilai parameter pada kedua zona ini berbeda. Sebagai zona antara, nilai parameter penciri pada zona B terkadang bersesuaian dengan zona A dan zona C, namun kesesuaian parameter penciri lebih sejalan dengan zona C. Hal ini berlangsung di kedua musim kemarau dan musim hujan.

16 DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Perairan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

17 Judul Disertasi : Dinamika Komunitas Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Produktivitas Perairan di Perairan Pesisir Maros Sulawesi Selatan Nama : Rahmadi Tambaru NIM : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga Ketua Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin Anggota Dr. ret. nat. Ir. Ario Damar, M.Si. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 27 Maret 2008 Tanggal Lulus :

18 PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata ala karena dengan rahmat, taufik dan hidayah-nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul Dinamika Komunitas Fitoplankton dalam Kaitannya dengan Produktivitas Perairan di Perairan Pesisir Maros, sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Doktor pada program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada yang sangat saya hormati dan cintai bapak Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga, bapak Prof. Dr. Ir. Ismudi Muchsin dan bapak Dr. ret. nat. Ir. Ario Damar, M.Si yang dengan kesabaran dan ketulusan hati telah membimbing penulis dalam penulisan disertasi ini, serta bapak Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S selaku Ketua Program Studi Ilmu Perairan dan Ibu Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang ujian tertutup, bapak Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc (Staf pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin/Sekretaris Eksekutive COREMAP II Indonesia) dan ibu Dr. Ir. Zahidah Hasan, M.S (Staf pengajar pada Fakultas Perikanan Universitas Padjajaran Bandung) sebagai penguji tamu pada sidang ujian terbuka. Dengan ucapan yang sama penulis sampaikan kepada bapak Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo yang dengan setulus hati memberikan banyak masukan dan pertimbangan dalam penyusunan proposal disertasi, demikian pula kepada bapak Dr. Chairul Muluk, M.Sc. Kepada yang terhormat Pengurus Yayasan DAMANDIRI Jakarta, bapak Drs. H. Muhammad Darwis mantan Bupati Majene Provinsi Sulawesi Barat, Bupati Maros dan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan, juga kepada Rektor, Ketua Lembaga Penelitian, Dekan dan para Pembantu Dekan serta Ketua Jurusan beserta staf Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, terima kasih atas bantuan dan perhatiannya mendukung penulis dalam menyelesaikan pendidikan Program Doktor pada Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Teriring salam dan ucapan terima kasih kepada semua pihak atas dukungannya. Kepada keluargaku tercinta : orang tuaku H. Tambaru (alm) dan

19 Hj. St. Asni Fattah (almh), mertuaku H. Abdul Majid (alm) dan Hj. Hadirah, kakak-kakak dan adik serta para keponakan, kakak dan adik ipar. Kepada belahan jiwaku : Istriku tercinta Nurmadiah, S.Pd, anak-anakku tersayang Abdullah Irfan Rahmadi dan Nurin Dina Fitriyah Rahmadi, terima kasih atas pengorbanan dan pengertiannya serta dukungan do a yang tulus pada-nya. Penulis menyadari betapa kurangnya perhatian pada mereka selama menempuh pendidikan ini. Setulus hati penulis persembahkan disertasi ini. Akhirnya penulis berharap agar disertasi ini bermanfaat pada yang membutuhkannya. Penulis mengihlaskan disertasi ini menjadi rujukan pada penelitian lainnya jika hal itu diperlukan, dengan ataupun tanpa pemberitahuan. Kepada-Nya saya serahkan segala urusan. Semoga Allah Subhanahu Wata ala memberkati. Amin. Bogor, Maret 2008 Rahmadi Tambaru

20 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pamboang Kab. Majene pada tanggal 25 Januari 1969, anak ketujuh dari delapan bersaudara, putra dari pasangan bapak H. Tambaru (Alm) dan ibu Hj. St. Asni Fattah (Almh). Pada tahun 1996 penulis menikah dengan Nurmadiah, S.Pd. dan telah dianugrahi dua orang anak : Abdullah Irfan Rahmadi (Aan), dan Nurin Dina Fitriyah Rahmadi (Ririn). Pendidikan dasar dan menengah penulis selesaikan di SD Negeri 4 Galung- Galung tahun 1981, SMP Negeri Pamboang tahun 1984, dan SMA Negeri I Majene tahun Pada tahun 1987 penulis diterima di Universitas Hasanuddin dengan memilih Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan. Di tahun 1992 penulis menyelesaikan studi di jurusan itu, dan pada tahun 1993 diterima menjadi staf pengajar di jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa BPPS dari DIKTI Depdiknas. Di tahun 2003 penulis kembali menerima beasiswa tersebut untuk melanjutkan pendidikan Doktor pada program studi dan perguruan tinggi yang sama, dan lulus pada tanggal 27 Maret Penulis pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Perikanan Universitas Hasanuddin (HIMARIN-UH) periode ( ). Penulis berperan aktif dalam menggagas pembentukan wadah mahasiswa perikanan se-indonesia pada Pertemuan Bogor yang dilaksanakan di IPB Bogor akhir tahun 1990, kemudian bertangungjawab dalam pembentukan Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI) pada Kongres I yang diselenggarakan di Ujung Pandang saat ini bernama Makassar pada tahun Dalam struktur kepengurusan I HIMAPIKANI, penulis berperan sebagai Sekretaris Majelis Pertimbangan Musyawarah Anggota, berpusat di IPB saat itu. Pada periode , penulis diberi kepercayaan sebagai Koordinator Majelis Permusyawaratan Anggota Badan Perwakilan Mahasiswa Fak. Peternakan UNHAS. Kemudian, penulis pernah aktif pada salah satu organisasi kepemudaan sebagai Sekretaris I DPD I Persatuan Putra-putri Perintis Kemerdekaan Indonesia Sulawesi Selatan

21 periode Pada organisasi profesi, penulis pernah aktif sebagai Ketua Bidang Organisasi dan Kerja sama DPD Perhimpunan Ikan Hias Indonesia (PIHI) Sulawesi Selatan Dalam bidang keagamaan, penulis pernah aktif sebagai Ketua Bidang Organisasi Yayasan Masjid Al-Muhajirin, Kompl. Bumi Bung Permai Makassar, Sebagai orang yang berkecimpun dalam monitoring lingkungan, penulis aktif pada salah satu lembaga lingkungan sebagai Wakil Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan SCEnt Makassar dari tahun 2001 sampai 2007 (sebuah LSM yang bergerak di bidang lingkungan). Selama di bogor, penulis pernah aktif dalam organisme kemasyarakatan seperti Yayasan BAKTI PUTRA BAHARI berkedudukan di Bandung Jawa Barat pada tahun Dalam yayasan itu, penulis berperan sebagai Ketua Bidang LITBANG. Selama mahasiswa baik di tingkat S1 sampai S3, penulis pernah menjadi Mahasiswa Teladan tingkat Fakultas Peternakan UNHAS pada tahun Mendapatkan Piagam Penghargaan Prestasi Akademik (IP = 4.0) Semester I Tahun Akademik 2003/2004 Program Doktor (S3) dan Piagam Penghargaan Prestasi Akademik (IP = 4.0) Semester II Tahun Akademik 2003/2004 Program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Perairan (AIR) dari Sekolah Pascasarjana (SPs-IPB) Bogor. Sebuah artikel telah diterbitkan pada Jurnal Torani edisi Maret 2008 (ISSN : ) dengan judul Dinamika Kelimpahan Komunitas Fitoplankton dalam Hubungannya dengan Variabilitas Intensitas Cahaya dan Nutrien di Perairan Pesisir Maros. Artikel tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis.

22 Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si. (Staf Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor) Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc. (Staf Pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar/Sekretaris Eksekutive COREMAP II Indonesia) 2. Dr. Ir. Zahidah Hasan, M.S. (Staf Pengajar Fakultas Perikanan Universitas Padjajaran Bandung)

23 PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal dari berbagai sumber seperti kegiatan pertambakan dan pertanian selanjutnya memasuki perairan melalui aliran sungai dan run-off dari daratan. Sumber itu merupakan salah satu sumber nutrien dalam perairan pesisir (Cloern 2001; Barron et al. 2002; Lagus et al. 2003; Ornolfsdottir et al. 2004; Andersen et al. 2006) seperti perairan pantai Indonesia (Dahuri 1994). Distribusi bahan ini akan berbeda baik secara spasial maupun temporal. Masukan kedua bahan di atas menciptakan dua kondisi atau sistem yang sering terjadi dalam perairan pesisir. Kedua sistem itu adalah sistem produksi dan sistem pencemaran. Sistem produksi berlangsung jika perairan masih dapat mengasimilasi beban dan masih dalam batas toleransi organisme. Sebaliknya, menjadi sistem pencemaran jika beban masukan sudah melampaui batas asimilasi dan sudah melampaui kemampuan organisme dalam mengakumulasi beban ini. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari akumulasi masukan yang terus menerus ke dalam perairan. Bahan organik yang masuk ke dalam perairan pesisir selanjutnya mengalami proses penguraian akhirnya memberikan suplai bahan anorganik dalam hal ini nutrien, seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan silika (Si). Ketersediaan nutrien akibat proses itu memacu pertumbuhan fitoplankton (Rousseau et al. 2002; Murrel dan Lores 2004; Ornolfsdottir et al. 2004; Andersen et al. 2006). Nutriennutrien ini merupakan faktor penting sehubungan dengan aktivitas fitoplankton. Di samping ketersediaan nutrien, bahan masukan juga memberikan pengaruh pada ketersediaan cahaya dalam perairan pesisir (Hood et al dan Cloern 2001). Parameter ini merupakan faktor penting lainnya mempengaruhi pertumbuhan fitoplankton. Penetrasi cahaya yang menembus ke kolom perairan menjadi terhalang dan hanya dapat menjangkau sampai ke kedalaman yang rendah di lapisan permukaan akibat beban masukan yang tinggi. Akibatnya,

24 2 lapisan di mana proses fotosintesis fitoplankton dapat berlangsung menjadi tipis. Hal ini menyebabkan produksi primer menjadi rendah. Nutrien dan cahaya memberikan rangsangan yang sangat kuat terhadap fitoplankton. Keduanya saling bersinergi dalam menunjang pertumbuhan. Menurut Cloern (1999), respon pertumbuhan fitoplankton bergantung pada besarnya kedua parameter itu di perairan. Pertumbuhan organisme ini akan memperlihatkan dinamika tersendiri bergantung pada fluktuasi nutrien dan cahaya baik secara spasial maupun temporal dalam perairan pesisir. Berbagai fenomena menarik dapat dicermati sehubungan dengan respon fitoplankton terhadap ketersediaan nutrien dan cahaya dalam perairan. Sebagai contoh, pertumbuhan fitoplankton akan berlangsung cepat disertai dengan kelimpahan yang tinggi ketika suplai nutrien dalam konsentrasi yang besar dan ketersediaan cahaya mencukupi. Akibatnya, berbagai permasalahan dapat muncul seperti terjadinya deplesi oksigen, proses fotosintesis fitoplankton terganggu, dan dominasi jenis fitoplankton tertentu. Konsentrasi oksigen mengalami deplesi karena proses fotosintesis fitoplankton di lapisan bawah permukaan tidak berjalan sempurna. Hal ini terjadi sebab penetrasi cahaya matahari sebagian besar terhalang akibat padatnya fitoplankton di lapisan atas perairan. Sementara itu, fitoplankton pada lapisan atas perairan tidak mampu lagi berfotosintesis karena berada dalam kondisi jenuh bahkan banyak diantaranya mengalami kematian. Hal ini diperparah dengan pemanfaatan oksigen oleh bakteri dan organisme pengurai lainnya dalam beraktivitas di bawah permukaan perairan. Kondisi ini menyebabkan biota perairan lainnya terganggu bahkan dapat mengalami kematian. Suksesi fitoplankton dapat berlangsung sebagai konsekuensi lainnya. Suksesi itu dapat memunculkan jenis-jenis fitoplankton yang tidak diinginkan. Jika perairan mengalami kondisi seperti di atas, berarti perairan sudah berada dalam stadium yang memerlukan perhatian intensif. Agar perairan tidak mengalami penurunan kualitas yang semakin rendah, penyuluhan perlu dilakukan secara berkelanjutan dan terpadu pada masyarakat petani dan petambak agar tidak berlebihan dalam menggunakan pupuk organik maupun anorganik. Hal ini diharapkan agar beban masukan nutrien dapat mengalami penuruan ke dalam perairan pesisir (Barron at al. 2003). Di samping itu, pengukuran beban nutrien

25 3 dari sungai menuju laut perlu dilakukan secara periodik agar peningkatan beban dapat diketahui dari waktu ke waktu. Selain berfungsi sebagai sistem peringatan dini, pengetahuan tentang besarnya beban nutrien dari waktu ke waktu menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah daerah untuk mengatur kegiatan pertambakan dan pertanian yang berlangsung di daratan. Pengkajian secara komprehensif melalui suatu penelitian menyangkut berbagai fenomena menarik sehubungan dengan aktivitas fitoplankton dalam perairan pesisir, dapat dilakukan pada suatu perairan yang menerima masukan nutrien secara terus menerus. Salah satu perairan yang mengalami kondisi seperti itu adalah perairan pesisir Kabupaten Maros. Perairan pesisir Kabupaten Maros ditengarai banyak menerima beban nutrien akibat aktivitas masyarakat di daratan (Bapedalda Kab. Maros 2003). Beban nutrien ini dihasilkan dari kegiatan pertanian dan perikanan yang berlangsung cukup tinggi di daratan. Hal ini terjadi karena Kabupaten Maros merupakan salah satu kabupaten sentra perikanan dan pertanian di Sulawesi Selatan. Penelusuran informasi tentang penelitian sehubungan dengan hal di atas masih sangat minim untuk perairan pesisir Maros. Data dasar parameter lingkungan sangat jarang didapatkan (Kadis Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maros, komunikasi pribadi 2005). Untuk itu, penelitian dilaksanakan untuk mengkaji secara seksama tentang kondisi dan fenomena lingkungan pada perairan ini. Penelitian tersebut meliputi dinamika komunitas fitoplankton berkaitan dengan produktivitas perairan di perairan pesisir Maros. Penelitian di atas memberikan kejelasan tentang akibat yang ditimbulkan oleh beban masukan nutrien terhadap fluktuasi berbagai parameter substansial, sebagai contoh perubahan ketersediaan cahaya dan nutrien. Variabilitas kedua parameter ini sangat penting diketahui karena sangat mempengaruhi dinamika komunitas fitoplankton dalam perairan. Informasi yang dihasilkan dari fluktuasi berbagai parameter substansial menjadi informasi menarik dan terbaru, khususnya perairan pesisir Maros. Penelitian ini menjadi sangat penting, karena memperbandingan beban nutrien dengan konsentrasi nutrien dalam perairan laut serta pengaruhnya terhadap dinamika komunitas fitoplankton baik spasial maupun temporal. Dinamika komunitas fitoplankton yang dimaksudkan dalam hal ini

26 4 adalah perubahan kelimpahan komunitas, biomassa dalam hal ini klorofil-a dan produktivitas primer fitoplankton. Peranan ketiga parameter ini sangat penting karena sangat menentukan keberlangsungan kehidupan organisme lainnya dalam perairan laut. Hasil dari perbandingan itu dapat menentukan parameter paling dominan dalam mempengaruhi aktivitas fitoplankton, apakah cahaya atau nutrien. Dalam kasus tertentu, ketersediaan cahaya mempunyai hubungan yang kuat dengan pertumbuhan fitoplankton, sebaliknya dengan nutrien pada kondisi yang lain. Namun, sampai saat ini belum ada kejelasan data dan informasi tentang seberapa kuatnya pengaruh kedua parameter itu dan parameter yang mana dari kedua parameter ini yang paling mempengaruhi dinamika komunitas fitoplankton baik secara spasial maupun temporal dalam perairan laut. Peranan paling dominan antara cahaya dan nutrien sehubungan dengan dinamika komunitas fitoplankton sampai saat ini belum terjawab secara tuntas untuk perairan tropis, khususnya perairan Indonesia. Sebaliknya di perairan subtropis, pengaruh cahaya dan nutrien telah diketahui memiliki waktu yang berbeda dalam mempengaruhi dinamika komunitas fitoplankton, cahaya lebih dominan pada musim semi sementara itu nutrien lebih berperan pada musim gugur. Untuk perairan kutub, cahaya menjadi parameter paling berpengaruh terhadap dinamika komunitas fitoplankton jika dibandingkan dengan nutrien (Nybakken 1988; Lalli dan Parsons 1995). Akhirnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi kunci untuk pengelolaan pesisir laut saat ini dan masa yang akan datang. Di samping itu, dapat memberikan solusi tentang perlu tidaknya aktivitas masyarakat di daratan dikontrol atau dikurangi. Perumusan Masalah Secara spasial, suplai nutrien yang masuk ke perairan pesisir menciptakan perbedaan konsentrasi ke arah laut. Terjadinya perbedaan itu disebabkan oleh adanya pengaruh faktor oseanografi, dalam hal ini arus pasang surut dan arus yang ditimbulkan dari aliran sungai masuk ke laut. Kemudian secara temporal, variabilitas nutrien berbeda antar musim akibat adanya perbedaan beban nutrien

27 5 yang memasuki perairan pesisir. Hal ini menyebabkan pula variabilitas cahaya, baik secara spasial maupun temporal. Terjadinya variabilitas cahaya dan nutrien akan mempengaruhi komunitas fitoplankton dalam perairan pesisir. Akibatnya, dinamika komunitas organisme ini dapat berbeda baik spasial maupun temporal. Dalam kondisi cahaya dan nutrien sangat tinggi, pertumbuhan jenis-jenis fitoplankton dapat berlangsung dengan sangat cepat. Mungkin saja jenis-jenis yang berkembang justru didominasi oleh jenis yang berbahaya bagi sumberdaya perikanan. Berlangsungnya suksesi komunitas fitoplankton yang didominasi oleh jenis fitoplankton yang tidak diinginkan akan mempengaruhi produksi fitoplankton (biomassa dan tingkat produktivitas primer fitoplankton) dalam perairan. Pada perairan seperti ini, biomassa dapat saja rendah dengan tingkat produktivitas primer fitoplankton yang rendah pula. Kondisi yang ada menciptakan ketidaksesuaian dengan keberlangsungan kehidupan dan pertumbuhan organisme pada tingkatan trofik lebih tinggi (misalnya larva ikan) yang menjadi penentu potensi sumberdaya perikanan di perairan pesisir. Distribusi komunitas fitoplankton yang cenderung didominasi oleh jenis fitoplankton tertentu berlangsung karena terjadi perubahan ketersediaan cahaya dan nutrien (jenis N, P dan Si) dalam perairan pesisir. Pada waktu menjelang musim kemarau, konsentrasi semua jenis nutrien diperkirakan mengalami pengurangan karena beban masukan dari sungai mengalami penurunan. Namun, nutrien jenis P dan Si dapat mengalami penambahan karena mendapat suplai dari dalam perairan yang berasal dari pelapukan batuan (Savenkoff et al dan Cebrian 2002). Hal ini menyebabkan konsentrasi kedua jenis ini tetap mencukupi dibanding dengan jenis N. Dengan demikian, nilai rasio N : P (16:1) dan N : Si (16:15) (Chester 1990; Cloern 2001; Lagus et al. 2003) mengalami perubahan menuju pada nilai rasio yang lebih kecil. Kemudian, akibat pengurangan beban masukan dari sungai ke perairan pesisir pada musim kemarau, intensitas cahaya menjadi semakin besar tersedia dan jauh menembus ke dalam kolom air. Hal ini terjadi karena bahan-bahan partikel tersuspensi atau terlarut yang dapat menghalangi penetrasi cahaya menjadi berkurang karena beban masukan yang mengalami penurunan pada musim ini.

28 6 Perubahan itu akan memicu pertumbuhan fitoplankton yang dapat memfiksasi N, atau jenis fitoplankton tertentu lainnya yang dapat berasosiasi dengan perubahan tersebut. Dengan dipacu oleh keberadaan cahaya dan nutrien P yang mencukupi, jenis-jenis ini berpotensi berkembang secara cepat (blooming) pada pertengahan musim kemarau atau awal musim penghujan. Dapat saja jenis yang berkembang justru jenis-jenis yang tidak diinginkan, sebagai contoh jenisjenis yang berbahaya dari kelas Dynophyceae. Untuk memahami dan mengatasi permasalahan tersebut, maka telah dilaksanakan penelitian menyangkut kausalitas variabilitas cahaya dan nutrien berkaitan dengan kelimpahan komunitas dan biomassa serta produktivitas primer fitoplankton secara spasial dan temporal pada perairan yang mengalami kondisi seperti itu (Gambar 1). Perairan pesisir Kabupaten Maros merupakan salah satu contoh kasus dalam hal ini. Akhirnya, kausalitas tersebut dapat menentukan parameter paling dominan mempengaruhi dinamika komunitas fitoplankton dalam perairan pesisir. Hal ini merupakan pembuktian tentang parameter paling berperan di antara keduanya. Seperti yang dijelaskan di bagian pendahuluan bahwa sampai saat ini belum diketahui secara pasti parameter paling dominan berpengaruh dalam perairan tropis khususnya perairan pesisir Indonesia. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : a. Menganalisis dan menentukan variabilitas nutrien, kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton serta parameter fisik dan kimia perairan pesisir. b. Menganalisis dan menentukan hubungan antara beban nutrien dari sungai dan konsentrasi nutrien dalam perairan pesisir. c. Menganalisis dan menentukan parameter paling berpengaruh antara cahaya dan nutrien sehubungan dengan kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton. d. Menganalisis dan mengevaluasi berbagai parameter fisik dan kimia sehubungan dengan penciri lingkungan perairan pesisir. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kejelasan tentang peranan cahaya dan nutrien dalam mempengaruhi aktivitas fitoplankton. Pengaruh

29 7 dominan di antara keduanya sampai saat ini belum terjawab secara tuntas untuk perairan tropis khususnya perairan Indonesia, baik secara spasial maupun temporal. Di samping itu, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan dan pertimbangan ekologis dalam pemanfaatan wilayah pesisir, serta menjadi bahan informasi untuk penelitian tentang tingkatan trofik dengan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya dalam tinjauan yang lebih luas, khususnya di perairan pesisir Maros. Hipotesis a. Secara spasial, kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton pada perairan dekat pantai sangat dipengaruhi oleh nutrien, sementara itu kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton pada perairan yang jauh dari pantai sangat dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. b. Secara temporal, cahaya menjadi parameter paling berperan terhadap kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton pada musim kemarau, sebaliknya nutrien merupakan parameter paling dominan berpengaruh terhadap kelimpahan komunitas dan produksi fitoplankton pada musim hujan.

30 8 Beban Nutrien dari sungai Hidrooseanografi Kualitas Air termasuk Nutrien Fitoplankton Konsentrasi Beban Nutrien Hidrodinamika Nutrien hasil masukan dari sungai Nutrien yang ada sebelumnya dalam perairan laut Intensitas Sinar Matahari Fitoplankton _ N _ P _ Si Intensitas Cahaya _ + Kebutuhan Mutlak N, P dan Si _ Kebutuhan Relatif N/P dan N/Si + Fitoplankton + _ + Produktivitas Primer Kelimpahan Fitoplankton Biomassa Fitoplankton INPUT PROSES OUTPUT Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah

31 TINJAUAN PUSTAKA Perairan Pantai Maros Kabupaten Maros terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan yang berada di sebelah utara Kota Makassar secara geografis terletak pada 4 o 45-5 o 07 LS dan 109 o o 12 BT (Anonimous 2004). Luas wilayah keseluruhan adalah km 2 dengan ketinggian dari permukaan laut m. Kabupaten Maros di pengaruhi oleh dua macam angin yaitu angin barat dan angin timur. Sektor unggulan pada wilayah ini adalah pertanian dan perikanan (Bapedalda Kab. Maros 2003). Pada sektor pertanian terdapat padi sawah, padi ladang, hutan wisata/suaka alam, hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap/biasa dengan luas masing-masing berturut-turut adalah ha, 370 ha, ha, ha, ha, dan ha. Untuk sektor perikanan terdapat tiga jenis budidaya yaitu budidaya air tawar, budidaya air payau, dan budidaya laut. Budidaya air payau (tambak) merupakan perikanan yang paling maju (Bapedalda Kab. Maros 2003) dengan luas keseluruhan kurang lebih ha (Anonimous 2003a). Kegiatan yang dilaksanakan pada kedua sektor ini dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas lingkungan perairan pesisir Kab. Maros. Masalah lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan pertanian adalah sisa pupuk dan pestisida yang tidak tepat cara pemakaiannya. Pada sektor perikanan, degradasi lahan mangrove menjadi lahan pertambakan dan budidaya tambak semi intensif dan intensif (Bapedalda Kab. Maros 2003). Sisa penggunaan pupuk, pestisida, dan pakan ikan/udang dapat menurunkan fungsi lingkungan. Penggunaan bom dan bahan sianida pada usaha penangkapan menjadi penyebab lainnya terlebih lagi dengan adanya penangkapan ikan yang terkonsentrasi di daerah pantai. Pemeliharaan ikan dengan sistem keramba jaring apung (KJA) yang menghasilkan sisa pakan turut pula menyebabkan peningkatan beban di wilayah pesisir. Beban limbah dari daratan memasuki perairan pesisir Maros terangkut melalui sungai. Jumlah sungai yang bermuara di perairan Maros sebanyak 9 buah, namun Sungai Maros merupakan sungai yang paling banyak memberikan tekanan pada wilayah ini. Sungai itu banyak menerima beban dari berbagai aktifitas

32 10 masyarakat. Sungai-sungai lainnya berfungsi hanya sebagai pemasukan air untuk kegiatan budidaya tambak, berair pada musim hujan dan kering saat musim kemarau (Anonimous 2003a). Sungai Maros merupakan sungai utama melintasi Kabupaten Maros yang terbentang dari arah tenggara ke arah barat dan bermuara di Selat Makassar. Sungai ini mempunyai luas daerah aliran sungai sebesar km 2 dengan panjang lebih kurang 7673 km (Anonimous 2003b). Peranan Hidrooseanografi terhadap Distribusi Biomassa Fitoplankton Fitoplankton pada perkembangannya secara langsung atau tidak langsung salah satunya dipengaruhi oleh faktor hidrooseanografi termasuk didalamnya sifat fisik perairan. Oleh karena itu variabilitas fitoplankton sangat tinggi pada lingkungan yang memiliki dinamika fisik yang komplek, sebagai contoh perairan pantai. Perairan pantai dicirikan dengan perairan yang dangkal, terjadi pengkayaan nutrien, dan adanya pengaruh arus pasang surut serta penerima beban sungai (May et al. 2003). Pasang surut merupakan salah satu sifat perairan yang dominan berpengaruh pada komunitas pantai (Parsons et al. 1984). Kelimpahan plankton dan nekton menjadi berfluktuasi karena adanya pengaruh pasang surut. Bersama dengan angin dan gelombang, pengaruh pasang surut menciptakan turbulen perairan yang dapat mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Turbulen ini sangat efektif di atas paparan benua. Beban Masukan Bahan Organik dan Anorganik Jenis dan Beban Masukan Bahan Organik Bahan masukan organik signifikan mempengaruhi dinamika fitoplankton melalui peningkatan dan/atau menciptakan variabilitas kekeruhan (May et al. 2003). Menurut Libes (1992), beban dan jenis-jenis bahan organik yang masuk ke dalam perairan laut terdiri atas karbohidrat, lipida, asam-asam nukleat, asam-asam amino, hasil ekskresi nitrogeneus, asam-asam karbosilik, senyawa yang mengandung fosfor dan sulfur. Bahan organik ini selanjutnya mengalami degradasi dengan waktu yang berbeda. Jenis-jenis utama bahan organik pada perairan biasanya adalah polisakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats), dan asam nuklida (Dugan 1972

33 11 dalam Effendi 2003). Selain itu, limbah organik juga merupakan jenis bahan organik yang mengandung bahan-bahan organik sintesis yang toksik seperti minyak, fenol, pestisida, surfaktan, dan polychlorinated biphenyl (PCBs) serta polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH). Setiap bahan organik ini memiliki sifat fisik kimia dan toksisitas yang berbeda. Proses dan Hasil Penguraian Bahan Organik a. Proses Penguraian Bahan Organik Secara umum sumber nutrien yang ada pada perairan laut berasal dari masukan bahan organik (Valiela 1984). Melalui aktivitas bakteri dan organisme pengurai lainnya, bahan ini mengalami dekomposisi menjadi bahan-bahan anorganik yang dapat dimanfaatkan oleh organisme autotrof (Chester 1990), seperti misalnya nitrat dan fosfat. Menurut Savenkoff et. al. (1996) dan Cebrian (2002), nutrien diperoleh dari proses degradasi bahan organik yang berlangsung pada kolom air atau sedimen. Bahan ini berasal dari berbagai sumber seperti organisme yang mengalami kematian. Laju penguraian bahan organik sangat ditentukan oleh ketersediaan oksigen pada perairan (Valiela 1984 dan Libes 1992). Penguraian dapat berjalan sempurna jika ketersediaan oksigen mencukupi. Oksigen berfungsi sebagai aseptor elektron yang digunakan bakteri dalam melaksanakan proses perombakan bahan organik (Valiela 1984 dan Libels 1992). Reaksi yang terjadi sehubungan dengan ketersediaan oksigen yang cukup disebut reaksi oksidasi. Menurut Valiela (1984), kondisi ini disebut dengan kondisi aerobik. Proses penguraian bahan organik dapat pula terjadi pada kondisi sangat miskin oksigen. Reaksi yang terjadi disebut dengan reaksi reduksi (Valiela 1984; Thurman 1991; Millero dan Sohn 1992). Dalam melaksanakan aktivitas, bakteri dan organisme pengurai lainnya mereduksi molekul-molekul yang mengandung oksigen. Selanjutnya, oksigen yang terbentuk dari reduksi itu digunakan sebagai energi dalam melaksakan proses penguaraian bahan organik. Jenis bahan organik yang masuk ke perairan ada yang mudah terdegradasi dan ada pula yang sukar terdegradasi (memerlukan waktu yang lama). Salah satu contoh bahan organik yang mudah terdegradasi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Jenis-jenis bahan organik ini merupakan hasil pembusukan tumbuhan dan

34 12 hewan yang telah mati atau hasil buangan dari limbah domestik dan industri. Kemudian bahan organik yang sukar terdegradasi adalah polychlorinated biphenyl (PCBs) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH) (Effendi 2003). b. Hasil Penguraian Bahan Organik b.1. Nitrogen Pada perairan laut, ketersediaan jenis-jenis nitrogen sangat ditentukan oleh reaksi redoks yang dimediasi bakteri. Oleh karena itu proses perubahan nitrogen dari satu bentuk ke bentuk yang lain bergantung pada reaksi oksidasi dan reaksi reduksi (Fenchel dan Blackburn 1979 in Valiela 1984 dan Libes 1992). Pada reaksi oksidasi, PON (Partikulate Organic Nitrogen) mengalami penguraian menjadi DON (Dissolved Organik Nitrogen) (Libes 1992). DON yang terbentuk selanjutnya didegradasi oleh bakteri dan dengan cepat menghasilkan NH 3. Bentuk ini kemudian mengalami perubahan menjadi NH + 4 karena bereaksi dengan H + atau H 2 O (Valiela 1984 dan Libes 1992). Kemudian NH + 4 segera dioksidasi menjadi nitrit (NO - 2 ) selanjutnya berubah menjadi nitrat (NO 3 ). Pada reaksi reduksi, salah satu proses yang terjadi adalah fiksasi nitrogen. Nitrogen dalam bentuk gas yang berasal dari proses reduksi nitrit ataupun dari udara difiksasi ke dalam senyawa-senyawa organik melalui bakteri tertentu dan blue-green algae (Valiela 1984; Grahame 1987; Thurman 1991; Libes 1992; Millero dan Sohn 1992). Senyawa-senyawa nitrogen organik ini kemudian - berubah menjadi bentuk-bentuk nitrogen anorganik terlarut seperti NO 3, NO 2, dan NH 3 (Valiela 1984 dan Davis 1991). Hasil dari proses ini kemudian diserap oleh fitoplankton. b.2. Fosfor Penyerapan oleh produser primer dan bakteri menyebabkan rendahnya konsentrasi fosfat terlarut (DIP = Dissolved Inorganic Phosphat) pada permukaan perairan. DIP mengalami pertambahan dalam perairan karena terjadi proses hydrolysis DOP (Dissolved Organic Phosphat). Perubahan ini berlangsung sangat cepat sehingga DOP dapat menjadi terbatas hanya pada hitungan jam (Valiela 1984). Fosfat seperti halnya nitrat juga dilepaskan kembali ke dalam kolom air melalui penguraian jaringan organik secara oksidatif (Davis 1991). Banyak

35 13 regenerasi fosfor berlangsung melalui dekomposisi bakteri yang memberikan formasi ortofosfat. Menurut Thurman (1991), karena proses hydrolysis dan kehadiran bakteri menyebabkan bahan organik yang mengandung posfor jauh lebih cepat berkurang jika dibandingkan dengan bahan organik yang mengandung nitrogen. Hidrolisis abiotik juga terjadi tetapi kecepatan perubahan melalui proses ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kondisi aerobik. Senyawa fosfat diregenerasikan melalui pembusukan fosfor organik partikulat (POP). Kematian, eksresi, dan molting organisme merupakan sumbersumber POP. Beberapa POP dilepaskan sebagai DOP melalui pembusukan organisme yang mengalami kematian pada kolom air, disamping itu beberapa diantaranya masuk ke dalam sedimen. Pada sedimen selanjutnya didegradasi menjadi DIP dan sebagian DIP mengendap atau diserap (Valiela 1984). DIP pada perairan laut semuanya dalam bentuk ion-ion ortofosfat (Valiela 1984; Grahame 1987; Millero dan Sohn 1992). b.3. Silikat Silikat berada di kolom air melalui penghancuran cangkang diatom dan radiolaria yang mengalami kematian (Chester 1990; Thurman 1991; Millero dan Sohn 1992). Cangkang ini mengandung SiO 2. Silikat dalam pelepasan kembali ke kolom air bukan disebabkan aksi bakteri tetapi melalui organisme yang lain (Millero dan Sohn 1992) seperti fitoplankton kemudian mengalami autolisis (Thurman 1991). Konsentrasi bahan suspensi ini sangat bervariasi. Konsentrasi yang sangat tinggi dapat diperoleh pada perairan yang sering terjadi blooming diatom. Sebagian diantaranya ada yang tenggelam ke sedimen membentuk oozes (lumpur) sedimen. Jenis dan Beban Masukan Bahan Anorganik Bahan anorganik (nutrien anorganik) merupakan sumber nutrien yang masuk ke perairan yang digunakan oleh fitoplankton dalam menghasilkan produksi primer. Sumber ini dapat diperoleh dari luar perairan diantaranya melalui run-off sungai (Savenkoff et al dan Cebrian 2002). Jenis-jenis nutrien anorganik yang paling dibutuhkan oleh fitoplankton adalah nitrogen dan fosfor serta silikat.

36 14 Menurut Kennish (1994), jenis nitrogen dan fosfor serta silikat merupakan nutrien-nutrien major di estuaria, ketiganya berada dalam bentuk terlarut dan partikulat. Elemen-elemen ini berasal dari lahan-lahan pertanian (pupuk) dan limbah antropogenik (Kennish 1994; Li et al. 2000; Jassby et al. 2002) serta penghancuran batuan yang selanjutnya memasuki laut melalui pengaliran sungai (Millero dan Sohn 1992). Produksi Fitoplankton Produktivitas Primer Fitoplankton Produktivitas primer adalah jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrop yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik (bahan berenergi tinggi) dari bahan anorganik (bahan berenergi rendah) dengan bantuan energi matahari (Parsons et al.1984). Suatu proporsi bahan organik yang diproduksi oleh organisme berklorofil melalui proses fotosintesis digunakan untuk respirasi selluler mereka, sisanya digunakan oleh organisme pada tingkat tropik yang lebih tinggi untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pengurangan jumlah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintesis dapat terjadi karena adanya kematian organisme berklorofil. Dalam konsep produktivitas dikenal istilah produktivitas primer kotor (gross primary productivity) dan produktivitas primer bersih (net primary productivity). Produktivitas primer kotor adalah laju produksi primer zat organik pada jaringan tumbuhan termasuk yang digunakan untuk respirasi, sedangkan produktivitas primer bersih adalah laju produksi primer zat organik setelah digunakan untuk respirasi. Produktivitas primer dibatasi oleh cahaya, nutrien, dan faktor hidrografi yaitu paduan semua faktor yang menggerakkan massa air laut seperti arus, upwelling, dan difusi (Nybakken 1988) serta kelimpahan dan struktur komunitas fitoplankton (Wetzel 1983). Currie (1958 in Odum 1998) memberikan gambaran bahwa produktivitas primer fitoplankton optimal pada kedalaman 5-10 m untuk perairan dekat pantai. Produktivitas primer fitoplankton dalam lapisan eufotik memberikan suplai bahan organik dan energi pada rantai makanan. Variasi parameter ini berpengaruh terhadap siklus material dalam lingkungan perairan baik secara spasial maupun temporal. Di samping berperan dalam siklus material, parameter itu juga berperan

37 15 dalam siklus karbon sehubungan dengan perubahan iklim global (Global Change) (Hama et al. 1997). Produksi Fitoplankton (Pembentukan Biomassa) Produksi dapat didefinisikan sebagai total bahan organik yang dihasilkan oleh organisme fotosintesis pada suatu unit waktu tanpa melihat apakah organisme itu tetap hidup atau mengalami kematian (Ricker 1958 in Parsons et al. 1984). Produksi bergantung pada interval waktu saat pengukuran dilaksanakan, keberadaan dan ketiadaan predator, laju pertumbuhan dan kematian alami populasi. Untuk mengestimasi produksi dapat dipertimbangkan rata-rata standing stock populasi. Menurut Parsons et al. (1984); Geider dan Osborne (1992), biomassa dapat diartikan sama dengan standing stock yang didefenisikan sebagai konsentrasi material tumbuhan per unit volume (gm -3 ) atau per unit area (gm -2 ). Biomassa biasanya diukur sebagai berat basah, berat kering, berat pengabuan, atau karbon organik. Untuk studi penelitian tentang fotosintesis fitoplankton, konsentrasi klorofil sangat sesuai dan tidak ada duanya dalam pengukuran konsentrasi biomassa (Geider dan Osborne 1992; Alderink dan Jovin 1997; Steigenberger et al. 2004). Konsentrasi klorofil-a merupakan indikator terbaik dalam menentukan standing stock fitoplankton. Kemudian, Sumich (1992) menyatakan bahwa ukuran biomassa ditentukan oleh keseimbangan antara peningkatan hasil (pembelahan dan pertumbuhan sel) dan penurunan hasil (sinking dan grazing). Pembentukan biomassa fitoplankton ditentukan oleh proses fotosintesis. Grazing, ekspor, dan ekskresi merupakan parameter lainnya yang mempengaruhi biomassa fitoplankton pada perairan (Geider dan Osborne 1992; Cebrian 2002). Hal ini dapat direpresentasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut : Hasil = Fotosintesis Bersih Ekskresi Pemangsaan Ekspor Di samping itu, perubahan biomassa dapat juga ditentukan dengan cara pengukuran laju pertumbuhan spesifik : di mana : µ = ln (BBf /B o )/ δt = ln [(B ob + µ = Perubahan Biomassa fitoplankton Y ) / BBo ] / δt

38 16 BBf = Biomassa Fitoplankton akhir BBo = Biomassa fitoplankton awal δt = Interval waktu antara pengukuran BBo dan B f B Y = BBf - B ob Pertumbuhan algae dalam hal ini fitoplankton tidak selamanya berangkai secara langsung dengan laju fotosintesis. Ketidakberangkaian ini terjadi pada skala waktu harian yang dapat dilihat dari hasil proses fotosintesis yang rendah karena penyinaran tidak optimal dalam sehari (Cuhel et. al in Geider dan Osborne 1992). Hal ini dapat juga terjadi ketika algae dengan kondisi nutrien yang terbatas, terekspose pada daerah yang memiliki konsentrasi nutrien yang tinggi. Pada kondisi yang lain, cadangan karbohidrat dan lipida dapat digunakan dengan cepat untuk pertumbuhan pada kondisi nutrien yang terbatas. Cadangan karbohidrat dan lipida ini terakumulasi selama energi mencukupi. Prinsip Nutrien Sebagai Faktor Pembatas Nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk fitoplankton dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu : (1) makro nutrien dibutuhkan dalam jumlah yang banyak, dan (2) mikro nutrien dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Kelompok yang termasuk makro nutrien adalah C, H, N, P, Mg, dan Ca sedangkan yang termasuk kelompok mikro nutrien meliputi Fe, Mn, Cu, Si, Zn, Na, Mo, Cl, V, dan Co (Parsons et al. 1984). Di antara unsur-unsur makro nutrien, N dan P sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton baik pada perairan tawar maupun dalam perairan estuaria dan laut (Lagus et al. 2004). Disebut sebagai faktor pembatas karena N dan P sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam jumlah yang besar namun ketersediaanya sedikit dan tidak mencukupi (Barnes dan Hughes 1988). Besar kecilnya konsentrasi kedua jenis nutrien tersebut sangat bergantung pada masukan nutrien dari luar perairan seperti dari sungai, resapan tanah, pencucian ataupun erosi, dan proses pembentukan yang berlangsung dalam badan perairan itu sendiri. Kebutuhan Absolut dan Relatif Nutrien Jenis N P dan Si (Rasio Redfield : N/P/Si) Penelitian yang dilakukan oleh Chu (1942 in Vollenweider 1968) menemukan bahwa algae plankton yang dikultur mencapai pertumbuhan optimum

39 17 pada nilai ambang mg N anorganik/l, namun kisaran ini akan berbeda bahkan lebih tinggi pada beberapa spesies plankton. Kemudian Mackenthum (1969) menyatakan bahwa untuk pertumbuhan optimal fitoplankton memerlukan kandungan nitrat berkisar mg/l. Secara lebih khusus, Ketchum (1939a in Parsons et al. 1984) menjelaskan bahwa kebutuhan minimum nitrat yang dapat diserap oleh diatom berkisar mg/l. Fosfat mempengaruhi penyebaran fitoplankton khususnya diatom (Vollenweider 1968). Fosfat dapat menjadi faktor pembatas baik secara sapsial maupun temporal (Raymont 1963). Konsentrasi fosfor di perairan umum berkisar mg/l (Boyd 1982). Kandungan fosfat yang optimum untuk pertumbuhan optimum fitoplankton berkisar mg/l (Mackenthum 1969). Pada perairan yang memiliki konsentrasi fosfat yang rendah ( mg/l) akan didominasi oleh diatom, pada perairan dengan konsentrasi fosfat sedang ( mg/l) akan dijumpai jenis Chlorophyceae yang berlimpah, dan pada perairan yang memiliki konsentrasi fosfat tinggi (>0.10 mg/l) maka jenis Cyanophyceae menjadi dominan (Prowse 1946 dalam Kaswadji 1976). Di laut, silikat merupakan nutrien yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Selain membutuhkan fosfat dan nitrat, fitoplankton juga membutuhkan silikat dalam jumlah yang besar (Jorgensen 1953 dalam Muchtar 1980) khususnya diatom. Konsentrasi silikat pada perairan pantai biasanya lebih tinggi jika dibandingkan dengan perairan lepas pantai karena menerima limpasan (run-off) dari daratan. Jika konsentrasi silikat lebih rendah dari 0.5 mg/l maka fitoplankton khususnya diatom tidak dapat berkembang dengan baik (Turner 1980 dalam Widjaja dkk. 1994). Kebutuhan relatif nutrien oleh fitoplankton dapat ditinjau dari Rasio Redfield. Redfield menyatakan bahwa konsentrasi nutrien-nutrien utama seperti nitrat dan fosfat serta silikat mengalami perubahan sehubungan dengan perubahan rasio konsentrasi (stoikiometri) dalam tubuh fitoplankton. Oleh karena itu, organisme ini mengontrol konsentrasi dan distribusi nutrien pada perairan laut (Chester 1990). Dari kenyataan itu, terjadi hubungan linier antara konsentrasi nutrien-nutrien terlarut sebagai contoh antara nitrat dan fosfat pada perairan laut.

40 18 Pada jaringan tumbuhan dan hewan, rasio yang di berikan oleh Redfield hampir konstan. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi nutrien utama pada perairan laut adalah sama dengan yang terakumulasi dalam tubuh plankton. Rasio C:N:P pada fitoplankton sangat bervariasi menurut status fitoplankton ditinjau dari nutrisinya. Mineralisasi bahan organik dalam bentuk partikulat fosfor dan nitrogen yang dapat diperoleh dari fitoplankton yang mengalami kematian merupakan aspek penting pada siklus nutrien di ekosistem akuatik (Brown et al. 1994). Menurut Tezuka (1989) Chester (1990) dan Brown et al. (1994), sampai sekarang banyak ilmuwan perairan memberikan validasi rasio C:N:P:Si seperti yang diberikan oleh Redfield dengan perbandingan 106:16:1:15 (Diatom). Perubahan rasio ini mempengaruhi perubahan komunitas plankton pada perairan (Cloern 2001 dan Jennerjahn et al serta Lagus et al. 2004). Faktor dan Proses Penentu Produktivitas Fitoplankton Distribusi dan Ketersediaan Nutrien N, P dan Si (Spasial dan Temporal) Distribusi dan struktur komunitas fitoplankton sangat bervariasi di wilayah tropis karena dipengaruhi oleh perubahan curah hujan secara musiman (Sournia 1969 in Gilbes et.al. 1996). Curah hujan musiman ini menghasilkan perbedaan debit air sungai yang mengalir ke perairan laut baik secara spasial dan temporal. Akibatnya, konsentrasi nutrien dan salinitas serta kekeruhan mengalami perubahan, pada akhirnya mempengaruhi produktivitas perairan. Secara spasial, distribusi vertikal nutrien N, P dan Si pada kolom air memiliki nilai yang rendah di lapisan permukaan laut dan berlimpah di lapisan lebih dalam (Valiela 1984; Thurman 1991; Davis 1991; Millero dan Sohn 1992; Brown et al. 1994). Penyebab rendahnya nutrien di permukaan karena diserap oleh alga dan bakteri di zona fotik. Pada kondisi-kondisi tertentu, nutrien-nutrien ini mengalami penambahan di permukaan perairan karena adanya ekskresi organisme dan dekomposisi organisme mati baik secara kimia maupun biologi. Ditinjau dari sebaran secara horisontal, jenis-jenis nutrien memiliki konsentrasi yang lebih tinggi di daerah paparan benua (dekat daratan) jika dibandingkan dengan di luar paparan benua (laut lepas) (Hama et al dan Zuzuki at al. 1997).

41 19 Distribusi nutrien secara temporal berhubungan dengan proses-proses fisika seperti percampuran vertikal dan upwelling (Pipkin et. al. 1987; Thurman 1991; Libes 1992; Sumich 1992; Pomeroy 1999) serta hydrothermal vents (Libes 1992). Menurut Thurman (1991), percampuran vertikal dapat disebabkan oleh gelombang dan pasang, sementara itu Sumich (1992) mengatakan gelombang dan angin. Dengan adanya aksi gelombang dan angin, nutrien yang ada pada kolom air di lapisan yang lebih dalam terangkut ke atas bercampur dengan nutrien di lapisan permukaan. Intensitas Cahaya dan Kedalaman Z eu dan Z mix a. Intensitas Cahaya Cahaya matahari merupakan sumber energi pada proses fotosintesis. Menurut Lalli dan Pearsons (1995), cahaya merupakan salah satu faktor fisika utama yang mengontrol produksi fitoplankton dalam perairan. Makin dalam penetrasi cahaya pada kolom perairan maka lapisan di mana proses fotosintesis dapat berlangsung adalah semakin besar, dengan demikian konsentrasi oksigen terlarut masih memiliki nilai yang tinggi pada kolom air yang lebih dalam (Ruttner 1973). Menurut Parsons et al. (1984), intensitas cahaya secara kualitatif digambarkan lewat distribusi spektral yang bergantung pada perbedaan panjang gelombang. Cahaya dengan panjang gelombang diatas 760 nm disebut infra merah (IR) dan cahaya yang kurang dari 300 nm adalah ultra violet (UV). Panjang gelombang antara UV dan IR disebut visibel (VS), fraksinya sebagian besar penting untuk aspek-aspek biologi seperti fotosintesis dan rangsangan visual organisme. Total radiasi pada panjang gelombang ini disebut dengan PAR (photosyntetically available radiation) yang dapat menembus perairan dan selanjutnya diserap oleh klorofil fitoplankton. Proses fotosintesis fitoplankton hanya dapat berlangsung bila ada cahaya pada kolom perairan (Nybakken 1988 dan Huisman 1999). Hasil fotosintesis yang cukup besar dapat diperoleh mulai dari lapisan permukaan sampai ke kedalaman dengan nilai intensitas cahaya tinggal 1 %. Lapisan ini sering disebut zona eufotik (Steeman-Nielsen 1975 dalam Nontji 1984) seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Zona di bawah dari zona tersebut adalah kedalaman kompensasi (titik

42 20 kompensasi) dengan intensitas cahaya tinggal 1 % dari intensitas cahaya permukaan. Pada lapisan ini, laju fotosintesis sama dengan laju respirasi. Zona di bawah titik kompensasi disebut zona disfotik yang mempunyai laju fotosintesis lebih kecil dari laju respirasi. Perubahan laju fotosintesis merupakan hasil dari respon fitoplankton terhadap variabilitas cahaya (Hood et al Hubungan antara intensitas cahaya dan produktivitas primer perairan sangat nyata (Gambar 2). Peningkatan intensitas cahaya secara proporsional sebanding dengan peningkatan produktivitas primer (Riley dan Chester 1971). Jika intensitas cahaya semakin besar maka proses fotosintesis juga akan semakin meningkat sampai mencapai puncak di saat cahaya dalam kondisi jenuh. Intensitas Cahaya (%) Fotosintesis (gc/m 2 /hari) Kedalaman (m) Gambar 2. Hubungan antara intensitas cahaya dan fotosintesis pada berbagai kedalaman (Fogg 1975) Hubungan antara intensitas cahaya dan produktivitas primer perairan telah disarikan oleh Fogg (1975) sebagai berikut : - Laju fotosintesis mempunyai hubungan yang linear dengan cahaya hanya pada intensitas yang rendah. - Pada intensitas tertentu (I k ), laju fotosintesis akan mencapai maksimum (P max ). - Intensitas cahaya yang terlampau kuat akan menyebabkan laju fotosintesis menurun (photo inhibitor). - Titik kompensasi adalah intensitas dimana laju fotosintesis adalah sama dengan laju respirasi (p=r) - Berdasarkan hal-hal di atas maka dalam sebaran vertikal dapat terlihat : (a) laju fotosintesis di permukaan adalah kecil karena pengaruh sinar matahari yang

43 21 terlampau kuat, (b) semakin dalam laju fotosintesis semakin hingga mencapai maksimum (P max ) pada kedalaman beberapa meter di bawah permukaan, (c) di bawah P max laju fotosintesis akan berkurang secara proporsional terhadap intensitas cahaya, (d) laju fotosintesis akan bersifat positif jika nilainya lebih besar dari respirasi (P > R). b. Kedalaman Z eu dan Z mix Kedalaman lapisan eufotik (Z eu ) dan tercampur (Z mix ) menentukan besarnya kolom air yang dapat tersinari oleh cahaya untuk proses fotosintesis. Menurut Damar (2003), rasio Z mix : Z eu menentukan keberadaan cahaya untuk keperluan pertumbuhan fitoplankton. Kedalaman lapisan eufotik (Z eu ) dapat ditentukan dengan menghitung koefisien peredupan cahaya sampai pada kedalaman dengan cahaya hanya tinggal 1%. Kedalaman ini dapat dihitung dengan mengikuti Hukum Lambert-Beer (Parsons et al dan Chester 1990). Untuk pengukuran kedalaman lapisan tercampur (Z mix ) dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan CTD (Conductivity Temperatur Depth). Kedalaman dengan salinitas yang sama menandakan bahwa kedalaman tersebut merupakan kedalaman tercampur. Kekeruhan Kekeruhan (turbidity) merupakan gambaran sifat optik air dari suatu perairan yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang dipancarkan dan diabsorpsi oleh partikel-partikel yang ada dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan organik maupun anorganik tersuspensi dan terlarut seperti lumpur pasir halus plankton dan mikroorganisme (APHA 1989). Dengan adanya kekeruhan mempengaruhi penetrasi cahaya ke dalam kolom perairan selanjutnya akan menurunkan produktivitas fitoplankton pada perairan. Suhu dan salinitas a. Suhu Suhu secara ekologi memegang peranan penting dalam menentukan keberadaan fitoplankton dalam perairan. Menurut Boumen et al. (2003) dan Ayadi et al. (2004), komposisi dan ukuran fitoplankton sangat dipengaruhi oleh distribusi suhu di permukaan laut. Di samping itu suhu berpengaruh langsung

44 22 terhadap tumbuhan dan hewan yakni pada laju fotosintesis tumbuh-tumbuhan dan proses fisiologi hewan khususnya derajat metabolisme dan siklus reproduksinya. Kemudian, suhu dapat berperan (meskipun mungkin bukan satu-satunya faktor) dalam menentukan suksesi jenis fitoplankton pada suatu perairan (Raymont 1963). Selain itu suhu berpengaruh tidak langsung terhadap kelarutan CO 2 yang digunakan untuk fotosintesis dan kelarutan O 2 yang digunakan untuk respirasi hewan-hewan laut. Daya larut O 2 akan berkurang dengan meningkatnya suhu perairan (Ruyitno 1980). Toleransi terhadap suhu bervariasi pada setiap spesies. Adaptasi organisme dapat terjadi terhadap perubahan suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu normalnya (Pescod 1973). b. Salinitas Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang mempengaruhi fitoplankton. Menurut Barron et al. (2003), salinitas mempengaruhi produksi fitoplankton. Struktur komunitas fitoplankton dapat mengalami perubahan sejalan dengan perubahan salinitas (Ayadi et al. 2004). Kemudian, variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis terutama di daerah estuari khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-batas salinitas yang kecil (stenohaline) (Kaswadji dkk. 1993). Salinitas yang sesuai bagi fitoplankton adalah di atas 20 ppt. Salinitas seperti itu menyebabkan fitoplankton dapat bertahan hidup dan memperbanyak diri serta aktif melaksanakan proses fotosintesis (Sachlan 1982). Struktur Komunitas dan Biomassa (Khlorofil-a) Fitoplankton Fitoplankton adalah tumbuhan renik yang melayang-layang dalam kolom air dan tidak mampu bergerak secara aktif melawan arus air (Odum 1998). Secara ekologis, fitoplankton merupakan dasar rantai makanan. Keberadaannya menentukan keberadaan seluruh biota perairan (Nybakken 1988). Pada kolom perairan, kuantitas dan kualitas fitoplankton selalu berubahubah sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya. Seperti tumbuhan darat lainnya, fitoplankton memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat tumbuh dan berkembang secara baik. Kondisi lingkungan yang merupakan faktor penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya matahari, ph, kekeruhan dan konsentrasi nutrien serta berbagai senyawa lainnya (Nybakken 1988 dan

45 23 Duarte et al. 2000). Sejalan dengan itu, Davis (1955) mengatakan bahwa setiap perairan terjadi perkembangan komunitas yang dinamis sehingga suatu spesies dapat lebih dominan dari yang lainnya pada interval waktu tertentu sepanjang tahun. Spesies yang dominan pada suatu bulan sering menjadi spesies yang langka pada bulan berikutnya karena digantikan oleh spesies lainnya. Fitoplankton merupakan produser primer yang mampu memanfaatkan zatzat anorganik dan merubahnya menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari melalui proses fotosintesis yang hasilnya disebut produksi primer (Wetzel 1983). Fitoplankton sebagai pemakai cahaya matahari untuk proses fotosintesis tentunya harus hidup pada lapisan dengan cahaya yang cukup atau zona eufotik. Tidak semua jenis fitoplankton mempunyai kemampuan adaptasi yang sama terhadap cahaya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kandungan pigmen dan struktur fisiologis sehingga antara satu kolom air saja sudah terjadi perbedaan distribusi vertikal fitoplankton (Wetzel 1983). Menurut Govindjee dan Braun (1974) serta Reynold (1984), fitoplankton memiliki jenis dan distribusi pigmen yang berbeda pada kloroflasnya (klorofil dan pigmen tambahan). Setiap pigmen memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyerap energi matahari. Perbedaan ini merupakan salah satu karakteristik untuk mengelompokkan fitoplankton. Di antara pigmen yang dipunyai oleh fitoplankton, klorofil-a merupakan pigmen paling utama. Pigmen ini menjadi media berlangsungnya proses fotosintesis (Sumich 1992). Klorofil-a dimiliki oleh semua tumbuhan fotosintesis dan jumlahnya lebih banyak dari pigmen lainnya. Peranan Hidrodinamika Oseanografi (Flushing) Pada sistem akuatik yang mengandung biomassa hidup, nutrien, zat pencemar, gas-gas terlarut dan partikel tersusensi yang terbawa dalam medium fluida, maka proses-proses hidrodinamika yang mengangkut air beserta material yang dikandungnya penting untuk dipahami. Salah satu yang berhubungan dengan hal itu adalah pemahaman tentang flushing time. Menurut Monsen et al. (2002), flushing time adalah parameter penting yang menggambarkan perubahan karakteristik suatu badan air. Flushing time umum digunakan dalam mengukur retensi air.

46 24 Salah satu yang menyebabkan terjadinya flushing adalah arus seperti arusarus riverin menuju ke laut di estuaria (Cloern et al. 1985). Di samping itu arusarus pasang surut merupakan faktor utama lainnya yang menyebabkan terjadinya flushing (Hodel dan Menezes 2002). Flushing time adalah waktu yang diperlukan suatu badan perairan untuk bergerak ke suatu badan perairan lainnya (Sumich 1992). Hal ini berarti bahwa dengan adanya pergerakan air menyebabkan material lainnya ikut terbawa dalam pengaliran itu. Dengan adanya pergerakan air berimplikasi pada perubahan biota perairan seperti kelimpahan fitoplankton dari waktu ke waktu. Hal ini dibuktikan oleh Small dan Frey (1984 in Cloern et al. 1985), fitoplankton memiliki kelimpahan yang rendah di daerah muara karena adanya pembilasan yang cepat dari arus-arus riverin ke arah laut. Menurut Hodel dan Menezes (2002), pasang surut merupakan faktor lainnya yang dapat menyebabkan flushing. Flushing pasang mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Selama terjadinya pasang, plankton perairan pantai dapat terbawa memasuki estuaria, sementara itu pada saat surut plankton (termasuk jenis-jenis payau) dapat terbawa ke laut. Dengan demikian, kelimpahan fitoplankton menjadi berfluktuatif.

47 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan pesisir Maros yang dipengaruhi oleh sungai Maros (Gambar 3) selama kurang lebih satu tahun yang dimulai pada bulan Juni 2005 sampai April 2006 selama dua musim (musim kemarau dan musim hujan). Pengukuran parameter dilaksanakan sebanyak enam kali dengan frekuensi setiap periode pengukuran adalah dua bulan (Tabel 1). Tabel 1. Waktu sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Pesisir Maros Pengamatan Waktu Curah Hujan Keterangan (tgl/bln/jam) (mm) (musim) 1 6-9/Juni2005/ Kemarau /Agustus 2005/ Kemarau 3 4-7/Oktober 2005/ Kemarau-Hujan 4 5-8/Desember 2005/ Hujan 5 6-9/Februari 2006/ Hujan 6 3-6/April 2006/ Hujan Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian meliputi : a. Pengukuran kandungan nutrien jenis-jenis N (amonia, nitrit dan nitrat) dan P (ortofosfat) serta Si (SiO 2 ). b. Pengukuran beban nutrien dari sungai ke dalam perairan pesisir. c. Pengukuran fitoplankton (biomassa : klorofil-a dan produktivitas primer fitoplankton). d. Pengukuran komunitas fitoplankton (kelimpahan jenis dan kelas). e. Pengukuran parameter fisik-kimia oseanografi lainnya. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air yang diambil pada berbagai zona sesuai dengan parameter yang diukur. Adapun peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2. Pengukuran berbagai parameter dilaksanakan di lapangan (in situ) dan di laboratorium.

48 26 Tabel 2. Parameter yang diukur dan metode serta alat yang digunakan selama penelitian Parameter Satuan Metode Alat Tempat Analisis Fisika Intensitas Chy Suhu Kec Arus Kecerahan Kekeruhan Pasang Surut lux C m/det m NTU - Pembiasan cahaya Pemuaian Euler Visual Nephelometrik - Lux Meter STD Current Meter Seicchi disk Turbidimeter - In Situ In Situ In Situ In Situ Laboratorium Data BMG Kimia ph Salinitas Nitrat Nitrit Amoniak Silikat Ortofosfat - mgl -1 mgl -1 mgl -1 mgl -1 mgl -1 Potensiometrik - Brucine Sulfanilamide Phenate Molybdosilicate Stannous Chloride ph meter STD Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer Spektrofotometer In Situ In Situ Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Biologi Produktivitas Primer Kelimpahan Fitoplankton Biomassa Fitoplankton mgc/m 3 / jam Sell -1 mg/m 3 Winkler Sensus Spektrofotometrik Peralatan Titrasi Mikroskop Spektrofotometer In Situ Laboratorium Laboratorium Metode Penelitian Pemilihan Zona Penelitian Pemilihan zona penelitian ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi perairan secara ekologi yaitu lebih ditekankan pada perbedaan kedalaman dan lapisan eufotik ke arah laut. Penetapannya dilakukan dengan terlebih dahulu melaksanakan penelitian pendahuluan menyangkut hal itu. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tiga zona yaitu zona A, B, dan C dengan masing-masing kedalaman yang berbeda ke arah laut (Tabel 3 dan Gambar 3). Ketiga zona ini secara keseluruhan berada dalam wilayah pesisir. Untuk mendapatkan data penunjang, maka penelitian dilakukan di mulut sungai besar Maros (S3). Tiap zona ditempatkan tiga stasiun penelitian. Setiap stasiun dilaksanakan penelitian pada beberapa kedalaman berdasarkan ketebalan lapisan eufotik terkecuali pada zona A. Penelitian pada zona A hanya dilakukan pada satu kedalaman sebab ketebalan lapisan eufotiknya yang rendah, demikian pula di mulut sungai (S3).

49 27 Tabel 3. Posisi geografi setiap zona dan stasiun penelitian Zona Stasiun Lintang Bujur Timur Kedalaman Kedalaman Selatan (LS) (BT) Laut (m) Eufotik (m) A A1 5 o o A2 4 o o A3 4 o o B B1 5 o o B2 4 o o B3 4 o o C C1 5 o o C2 4 o o C3 4 o o Sungai S3 4 o o Parameter Penelitian Parameter utama yang diukur dalam penelitian ini adalah pengukuran produksi fitoplankton (biomassa dalam hal ini adalah klorofil-a dan produktivitas primer fitoplankton), kelimpahan komunitas fitoplankton (kelimpahan jenis dan kelas fitoplankton), ketersediaan nutrien N, P, dan Si serta intensitas cahaya matahari. Di samping itu, dilakukan pula pengukuran parameter penunjang dalam hal ini parameter fisik-kimia perairan seperti kecepatan arus, suhu, kekeruhan, ph, dan salinitas. Jumlah pengukuran parameter pada keseluruhan stasiun dilakukan sebanyak enam kali selama pengamatan. Untuk data pasang surut digunakan data sekunder yang diambil dari BMG. Pengambilan Sampel Air untuk Analisis Laboratorium Sampel air untuk analisis berbagai parameter diambil dengan alat Kemmerer Water Sampler volume 2 liter. Pada masing-masing zona dan stasiun diambil sebanyak 2 liter air untuk keperluan pengukuran nutrien jenis N, P, dan silikat (250 ml), kolorofil-a (1 liter), dan pengendapan fitoplankton (100 ml) serta kekeruhan (100 ml) yang disimpan dalam botol sampel. Sampel untuk sementara ditempatkan dalam cool box volume 100 l yang diberi es sebanyak 3 kg dengan suhu sekitar 4 o C sampai dianalisis di laboratorium. Pengukuran In Situ Di samping pengambilan sampel, pada setiap stasiun dilakukan pengukuran in situ untuk intensitas cahaya, suhu, arus, kecerahan, kekeruhan, ph, dan salinitas.

50 C3 B3 A C1 S5 S4 C2 B2 A2 S3 S2 S1 A1 B Program Studi Ilmu Perairan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2008 Gambar 3. Peta lokasi penelitian di perairan pesisir Maros

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perairan pesisir merupakan wilayah perairan yang banyak menerima beban masukan bahan organik maupun anorganik (Jassby and Cloern 2000; Andersen et al. 2006). Bahan ini berasal

Lebih terperinci

DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU

DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU DINAMIKA KOMUNITAS FITOPLANKTON DALAM KAITANNYA DENGAN PRODUKTIVITAS PERAIRAN DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN RAHMADI TAMBARU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari PENENTUAN PARAMETER PALING DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP PERTUMBUHAN POPULASI FITOPLANKTON PADA MUSIM KEMARAU DI PERAIRAN PESISIR MAROS SULAWESI SELATAN 1 Rahmadi Tambaru 1, Enan M. Adiwilaga 2, Ismudi

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN KAITANNYA DENGAN UNSUR HARA DAN CAHAYA DI PERAIRAN MUARA JAYA TELUK JAKARTA USMAN MADUBUN

PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN KAITANNYA DENGAN UNSUR HARA DAN CAHAYA DI PERAIRAN MUARA JAYA TELUK JAKARTA USMAN MADUBUN PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DAN KAITANNYA DENGAN UNSUR HARA DAN CAHAYA DI PERAIRAN MUARA JAYA TELUK JAKARTA USMAN MADUBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR

KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR KARAKTERISTIK Fe, NITROGEN, FOSFOR, DAN FITOPLANKTON PADA BEBERAPA TIPE PERAIRAN KOLONG BEKAS GALIAN TIMAH ROBANI JUHAR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh: BETZY VICTOR TELAUMBANUA 090302053 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI 2 STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SERTA KETERKAITANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI LINGKUNGAN TAMBAK UDANG INTENSIF FERIDIAN ELFINURFAJRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA

TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA TINGKAT KESUBURAN PERAIRAN SITU CIGUDEG SERTA HUBUNGAN ANTARA PRODUKTIVITAS PRIMER DAN UNSUR HARA Oleh: NUR INDRAYAN1 C02495009 SKRIPSI Sebagai Salah Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C

SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C SEBARAN HORIZONTAL BIOMASSA FITOPLANKTON (Klorofila) DI PERAIRAN ESTUARI SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR RESPATI ADI KATMOYO C24102036 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas, amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA

ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA ANALISIS BIPLOT UNTUK MEMETAKAN MUTU SEKOLAH YANG SESUAI DENGAN NILAI UJIAN NASIONAL SUJITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO

STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO STUDI LEPASAN UNSUR HARA DARI SUBSTRAT ZEOCRETE DENGAN TINGKAT RASIO N:P YANG BERBEDA WIDIATMOKO DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1. Waktu sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Pesisir Maros

METODE PENELITIAN. Tabel 1. Waktu sampling dan pengukuran parameter in situ di perairan Pesisir Maros METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan pesisir Maros yang dipengaruhi oleh sungai Maros (Gambar 3) selama kurang lebih satu tahun yang dimulai pada bulan

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-a DI PERAIRAN BELAWAN SUMATERA UTARA AMANDA PARAMITHA

PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-a DI PERAIRAN BELAWAN SUMATERA UTARA AMANDA PARAMITHA PRODUKTIVITAS PRIMER DENGAN METODE KLOROFIL-a DI PERAIRAN BELAWAN SUMATERA UTARA SKRIPSI AMANDA PARAMITHA 090302048 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERAIRAN PANTAI SEI NYPAH KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA RIZKI EKA PUTRA

ANALISIS KUALITAS PERAIRAN PANTAI SEI NYPAH KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA RIZKI EKA PUTRA ANALISIS KUALITAS PERAIRAN PANTAI SEI NYPAH KECAMATAN PERBAUNGAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA RIZKI EKA PUTRA 090302024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERUBAHAN KETERSEDIAAN NUTRIEN TERHADAP PERKEMBANGAN PESAT (BLOOMING) FITOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YULIANA

IMPLIKASI PERUBAHAN KETERSEDIAAN NUTRIEN TERHADAP PERKEMBANGAN PESAT (BLOOMING) FITOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YULIANA 1 IMPLIKASI PERUBAHAN KETERSEDIAAN NUTRIEN TERHADAP PERKEMBANGAN PESAT (BLOOMING) FITOPLANKTON DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YULIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 2 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN 60 HUBUNGAN ANTARA SUKSESI FITOPLANKTON DENGAN PERUBAHAN RASIO N DAN P DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM PENDAHULUAN Fitoplankton membutuhkan berbagai unsur untuk pertumbuhannya. Elemen - elemen makro nutrien

Lebih terperinci

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT

PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT PENDUGAAN KONSENTRASI KLOROFIL-a DAN TRANSPARANSI PERAIRAN TELUK JAKARTA DENGAN CITRA SATELIT LANDSAT DESSY NOVITASARI ROMAULI SIDABUTAR SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A

STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN CILINCING JAKARTA UTARA IRWAN A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGELOLAAN KUALITAS PERAIRAN PELABUHAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SELAMA MASA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei B.) PADA TAMBAK DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SELAMA MASA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei B.) PADA TAMBAK DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON SELAMA MASA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei B.) PADA TAMBAK DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI SKRIPSI Oleh Dian Aliviyanti NIM 081810401017 JURUSAN

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS

HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS HUBUNGAN NILAI PRODUKTIVITAS PRIMER FITOPLANKTON DENGAN KLOROFIL a DAN FAKTOR FISIKA KIMIA AIR DI SUNGAI BATANG TORU KABUPATEN TAPANULI SELATAN TESIS Oleh RAFAEL SITANGGANG 097030027 / BIOLOGI SEKOLAH

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO

MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO MODEL PEMBERIAN KOMPENSASI BAGI PENGANGGUR UNTUK MENCAPAI KESEJAHTERAAN EKONOMI HADI KUSWANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR

KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR KEEFEKTIVAN KOMUNIKASI MASYARAKAT ACEH DI BOGOR MENGENAI PENGELOLAAN DAMPAK TSUNAMI YUSNIDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK YUSNIDAR. Keefektivan Komunikasi Masyarakat

Lebih terperinci

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI

PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI PERANAN PRODUKSI USAHATANI DAN GENDER DALAM EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH: STUDI KASUS DI KABUPATEN BOGOR SOEPRIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN)

HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) HUBUNGAN PROSES PEMBELAJARAN DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU (SDIT) DAN SEKOLAH DASAR NEGERI (SDN) (Penelitian di SDIT Ummul Quro dan SDN Sukadamai 3 Bogor) NADIA JA FAR ABDAT

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA KEMANDIRIAN NELAYAN IKAN DEMERSAL DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI SULAWESI TENGGARA M A R D I N PROGRAM STUDI ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN SEKOLAH

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN PERILAKU BERCOCOK TANAM PADI SAWAH (Kasus Desa Waimital Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat) RISYAT ALBERTH FAR FAR SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG KABUPATEN BATUBARA

PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG KABUPATEN BATUBARA PENGARUH PENGERUKAN PASIR TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI TANJUNG KABUPATEN BATUBARA T E S I S Oleh DARWINSON TUMANGGOR / PSL 087004013 / PSL SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH

STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH i STRATEGI PENGEMBANGAN DAYA SAING PRODUK UNGGULAN DAERAH INDUSTRI KECIL MENENGAH KABUPATEN BANYUMAS MUHAMMAD UNGGUL ABDUL FATTAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 iii PERNYATAAN

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN MAKROZOOBENTHOS DI LOKASI KERAMBA JARING APUNG DENGAN LOKASI YANG TIDAK MEMILIKI KERAMBA JARING APUNG SKRIPSI MUHAMMAD FADLY AGUSTIAN

PERBANDINGAN MAKROZOOBENTHOS DI LOKASI KERAMBA JARING APUNG DENGAN LOKASI YANG TIDAK MEMILIKI KERAMBA JARING APUNG SKRIPSI MUHAMMAD FADLY AGUSTIAN PERBANDINGAN MAKROZOOBENTHOS DI LOKASI KERAMBA JARING APUNG DENGAN LOKASI YANG TIDAK MEMILIKI KERAMBA JARING APUNG SKRIPSI MUHAMMAD FADLY AGUSTIAN PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI

ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PAKAN TERNAK AYAM DI PROPINSI LAMPUNG DAN JAWA BARAT ANNA FITRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan

Lebih terperinci

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Maspari Journal, 2013, 5 (1), 34-39 http://masparijournal.blogspot.com Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Rina Febriyati Sihombing,

Lebih terperinci

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN

STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM FERI SURYAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PENYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER

PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER PERBANDINGAN HASIL PENGGEROMBOLAN METODE K-MEANS, FUZZY K-MEANS, DAN TWO STEP CLUSTER LATHIFATURRAHMAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS

PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS PERBANDINGAN ANTARA UNWEIGHTED LEAST SQUARES (ULS) DAN PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) DALAM PEMODELAN PERSAMAAN STRUKTURAL MUHAMMAD AMIN PARIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI RANU KLAKAH SKRIPSI. Oleh Condro Wisnu NIM

STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI RANU KLAKAH SKRIPSI. Oleh Condro Wisnu NIM STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DI RANU KLAKAH SKRIPSI Oleh Condro Wisnu NIM 081810401019 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI

PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI i PENGARUH ARUS LISTRIK TERHADAP WAKTU PINGSAN DAN PULIH IKAN PATIN IRVAN HIDAYAT SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN

KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN KETERKONTROLAN BEBERAPA SISTEM PENDULUM SAKIRMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keterkontrolan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH

MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH MODEL MATEMATIKA UNTUK PERUBAHAN SUHU DAN KONSENTRASI DOPANT PADA PEMBENTUKAN SERAT OPTIK MIFTAHUL JANNAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA

VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA 1 VARIABILITY NET PRIMERY PRODUCTIVITY IN INDIAN OCEAN THE WESTERN PART OF SUMATRA Nina Miranda Amelia 1), T.Ersti Yulika Sari 2) and Usman 2) Email: nmirandaamelia@gmail.com ABSTRACT Remote sensing method

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN PERIFITON DI PERAIRAN SUNGAI DELI SUMATERA UTARA SUSANTI LAWATI BARUS 090302022 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014

Lebih terperinci

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG F1 08 Nurul Latifah 1)*), Sigit Febrianto 1), Churun Ain 1) dan Bogi Budi Jayanto 2) 1) Program Studi

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI

MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI MODEL DISTRIBUSI PERTUMBUHAN EKONOMI ANTARKELOMPOK PADA DUA DAERAH ADE LINA HERLIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA

PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA PENGARUH MODEL DAN SUARA NARATOR VIDEO TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG AIR BERSIH BERBASIS GENDER NURMELATI SEPTIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API

PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API PRODUKSI DAN LAJU DEKOMPOSISI SERASAH DAUN MANGROVE API-API (Avicennia marina Forssk. Vierh) DI DESA LONTAR, KECAMATAN KEMIRI, KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN Oleh: Yulian Indriani C64103034 PROGRAM

Lebih terperinci

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI

KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI KAJIAN BRUSELLOSIS PADA SAPI DAN KAMBING POTONG YANG DILALULINTASKAN DI PENYEBERANGAN MERAK BANTEN ARUM KUSNILA DEWI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci