PENGARUH EMPATI, SELF-CONTROL, DAN SELF-ESTEEM TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA SISWA SMAN 64 JAKARTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH EMPATI, SELF-CONTROL, DAN SELF-ESTEEM TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA SISWA SMAN 64 JAKARTA"

Transkripsi

1 PENGARUH EMPATI, SELF-CONTROL, DAN SELF-ESTEEM TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA SISWA SMAN 64 JAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) Oleh : Amalia Setianingrum NIM: FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M

2

3 LEMBAR ORISINALITAS Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Amalia Setianingrum NIM : Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul PENGARUH EMPATI, SELF-CONTROL, DAN SELF-ESTEEM TERHADAP PERILAKU CYBERBULLYING PADA SISWA SMAN 64 JAKARTA adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindak plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Jakarta, 2015 Amalia Setianingrum NIM: iii

4

5 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 2015 Amalia Setianingrum NIM: v

6 MOTTO DAN PERSEMBAHAN Yakinlah akan ada sesuatu yang menantimu selepas banyak keesabaran yang kau jalani, yang akan membuatmu terpana hingga kau lupa pedihnya rasa sakit (Ali bin Abi Thalib) Aku persembahkan karya sederhana dari hati untuk yang terkasih Ibu, Ayah, Kakak, Sahabat, dan semua, yang begitu berarti keberadaannya. You Are My Everything... vi

7 ABSTRACT A) Faculty of Psychology B) Maret 2015 C) Amalia Setianingrum D) The Effects Empathy, Self-Control, and Self-Esteem Toward Cyberbullying among students SMAN 64 Jakarta E) xiv+ 90 Page + Appendix F) This research was condudted to know the dynamics of personality in perpetrators of cyberbullying. The authors theorized that the variables of empathy (perspective taking, fantasy, empathic concern, and personal distress), selfcontrol (behavior control, cognitive control, and decisional control), and selfesteem affect cyberbullying. These variables will be the eighth of views which variables affest the behavior of cyberbullying. This study uses a quantitative approach, used CFA (Confirmatory Factor Analysis) to test the measuring instrument and the multiple regression analysis to test hypotheses. Samples were 200 students of SMAN 64 Jakarta taken by nonprobability sampling technique. To measure cyberbullying behavior researchers create their own measuring instrument refers to the theory of Willard (2007), to measure empathy researchers using standard measurement tools made Davis (1980), namely Interpersonal Reactivity Index (IRI), for self-control researchers create their own measurement tool which refers in theory Averill (1973), and to measure the self-esteem of researchers using standard measuring devices Rosenberg (1965). The results showed that empathy and self-control significantly influence the behavior of cyberbullying with a contribution of 24.2%. Then from eight independent variables studied, there are four dimensions that influence the behavior of cyberbullying that perspective taking, empathic concern, behavior control, and decisional control. Kata kunci: cyberbullying, empati, self-control, self-esteem G) References : 7 book + 43 journal + 2 skripsi + 9 artikel + 2 e-book vii

8 KATA PENGANTAR Ucapan puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan berbagai karunia nikmat yang tak terhingga dan kasih sayang yang begitu besar sampai detik ini hingga penulis dapat menyelesaikan skripri ini. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari doa, dukungan dari berbagai pihak, baik bersifat materil maupun nonmateril. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi beserta jajarannya atas doa dan dukungannya terhadap semua mahasiswa mahasiswinya. 2. Neneng Tati Sumiati, M.Si.Psi terima kasih atas kesabaran dan pengertian dalam memberikan bimbingan, masukan, kritik dan nasehat semoga senantiasa Allah berikan kesehatan dan kebahagiaan. 3. Kepala sekolah SMAN 64 Jakarta Bapak Drs. Nana Juhana, M.Pd atas izin yang telah diberikan dan pak Zulhadi serta guru-guru yang ikut membantu saat pengumpulan data di SMAN 64 Jakarta. 4. Para responden yang sudah bersedia mengisi kuesioner untuk keperluan data peneliti. Semoga Allah berikan kebahagiaan dan membalas kebaikan responden. 5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi atas segala bantuan dan ketulusannya membantu mahasiswa menyelesaikan tugas akademik. 6. Keluargaku. Ibunda Rumibah, ayah Bahar Maksum, kakak-kakak penulis Muhammad Taufik, Ahmad Sauqi Rodfan, Arif Setiabudi. Terimakasih atas doa, dukungan, serta kasih sayang yang begitu besar. Kehadiran kalian memantapkan setiap langkah penulis. Doakan penulis semoga viii

9 menjadi anak dan adik yang selalu menyenangkan dan membahagiakan kalian. 7. Kakak perempuanku, patner terhebatku, sahabat yang selalu penulis sayang yang senantiasa memberikan dukungan, mengajarkan banyak hal, Osin dan Zulaika (almh). Kalian bagian terpenting dari perjalanan hidup penulis. Semoga kebaikan senantiasa ada di dalam kehidupan kalian dan semoga kakak Eka selalu tenang di alam sana. 8. Sahabatku, mama Kaila (Hasti), Atiqoh, Naqiyah, Triani, Rere. Terimakasih atas kebersamaan, dukungan, gelak tawa bersama yang selalu akan dirindukan penulis. Kebersamaan ini telah memberikan banyak hal yang bermakna dikehidupan penulis. 9. Keluarga besar Psikologi 2010, Aniq, Atiqoh, Naqiyah, Triani, Rere, Putri, Yunita, Nashwa, Anjar, Temil, Teteh, Meida, Fatin, Septi, Fahri, Dian, Adila dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Semoga kesolidan senantiasa terjaga. Terimakasih telah melengkapi sejarah hidup penulis. 10. Keluarga besar KOPRI PMII Ciputat, kak lia, ujo, wia, yani, qory, ala, lia, khumaeroh dan teman-teman lainnya yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Yang menemani dan mengajarkan banyak hal tentang arti kehidupan dalam keberagaman. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Jakarta, Maret 2015 Penulis ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR ORISINALITAS... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv LEMBAR PERNYATAAN... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembatasan dan Perumusan masalah Pembatasan masalah Perumusan masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Manfaat penelitian Sistematika Penulisan BAB 2. LANDASAN TEORI Cyberbullying Definisi cyberbullying Bentuk aktivitas cyberbullying Elemen cyberbullying Pengukuran cyberbullying Faktor yang mempengaruhi cyberbullying Empati Definisi empati Aspek-aspek empati Pendekatan pada empati Pengukuran empati Self-Control Definisi self-control Aspek-aspek self-control Pengukuran self-control Self-Esteem Definisi self-esteem Karakretistik self-esteem Pengukuran self-esteem Remaja Definisi remaja x

11 Ciri-ciri masa remaja Perkembangan pada remaja Kerangka Berpikir Hipotesis Penelitian BAB 3. METODE PENELITIAN Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Instrumen Penelitian Instrumen Pengumpulan data Alat ukur penelitian Pengujian Validitas Instrumen Penelitian Uji validitas konstruk cyberbullying Uji validitas konstruk empati Uji validitas konstruk self-control Uji validitas konstruk self-esteem Teknik Analisis Data Prosedur Penelitian BAB 4. HASIL PENELITIAN Gambaran Subjek Penelitian Hasil Analisis Deskriptif Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Hasil Uji Hipotesis Penelitian Proporsi Varian BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Kesimpulan Diskusi Saran Saran metodologis Saran praktis DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Penilaian Skala Likert Tabel 3.2 Blueprint Skala Cyberbullying Tabel 3.3 Blueprint Skala Empati Tabel 3.4 Blueprint Skala Self-control Tabel 3.5 Blueprint Skala Self-esteem Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Konstruk Cyberbullying Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Konstruk Perspective Taking Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Konstruk Fantasy Tabel 3.9 Hasil Uji Validitas Konstruk Empathic Concern Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Konstruk Personal Distress Tabel 3.11 Hasil Uji Validitas Konstruk Behavior Control Tabel 3.12 Hasil Uji Validitas Konstruk Cognitive Control Tabel 3.13 Hasil Uji Validitas Konstruk Decisional Control Tabel 3.14 Hasil Uji Validitas Konstruk Self-esteem Tabel 4.1 Subjek Penelitian Tabel 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Tabel 4.3 Norma Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi Tabel 4.6 Tabel ANOVA Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV Tabel 4.7 Koefisien Regresi Tabel 4.8 Proporsi Varian Independent Variabel (IV) xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Berpikir xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Lampiran B Lampiran C Surat Penelitian Kuesioner Penelitian Path Diagram xiv

15 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Kasus tentang bullying di sekolah sudah menjadi hal yang banyak terjadi dari tiga puluh tahun lalu. Menurut Olweus (dalam Aoyama, 2010) bullying merupakan perilaku agresif yang ditandai dengan tindakan berulang. Biasanya bullying melibatkan tindakkan melecehkan dan mengancam seseorang secara verbal, mengejek, menyebarkan rumor, menghasut, mengucilkan, menakut-nakuti (intimidasi), atau menyerang secara fisik (mendorong, menampar, atau memukul). Namun, pada beberapa tahun terakhir bentuk baru dari bullying muncul dengan memanfaatkan beragam teknologi yang ada. Peningkatan akses terhadap teknologi bukan hanya memberikan dampak positif dalam interaksi sosial dan pembelajaran yang kolaboratif bagi siswa, tetapi juga membawa masalah yang harus mendapatkan perhatian lebih, dalam penanganannya. Media-media sosial yang seharusnya mempermudah dan mengeratkan hubungan antar manusia, justru dalam beberapa kasus menjadi sarana untuk saling melukai dengan kata-kata. Contohnya, banyak anak yang merasa lebih hebat dan berkuasa mengganggu anak lain yang dianggap lemah dan tidak akan melawan untuk dijadikan bahan ejekan 1

16 2 dan hinaan dengan mengakses teknologi, baik melalui internet maupun pesan singkat dengan telpon genggam. Hal ini disebut cyberbullying. Bentuk dari bullying yang dilakukan di dunia maya ini memiliki pemain yang jauh lebih luas yang dapat melibatkan semua kalangan, baik dari pelajar sekolah dasar, menengah, mahasiswa, bahkan kaum pekerja. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 82 juta orang dan capaian Indonesia berada pada peringkat ke-8 di dunia. Dari jumlah pengguna internet tersebut, 80% di antaranya adalah remaja berusia tahun. Untuk pengguna facebook, Indonesia di peringkat ke-4 terbesar dunia. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses jejaring sosial. Sedangkan, berdasarkan data Asia Pacific Digital Marketing Year Book 2012 lalu, jumlah pengguna Facebook di Indonesia sudah mencapai lebih dari 40 juta. Dari jumlah itu, sebanyak 59% pengguna dari kalangan remaja usia tahun, atau 41% pengguna berusia tahun. Dengan menggunakan data statistik di atas, tentu saja kelompok usia tersebut sangat rentan pada masalah penyimpangan perilaku di media sosial ketimbang orang dewasa. Anak-anak yang menggunakan akses tersebut dapat melakukan apa saja di jejaring sosial. Bahkan tanpa disadari apa yang mereka lakukan saat bersosial media, bisa mengarah terjadinya cyberbullying. Menurut survei global yang dilakukan The Health Behavior in School- Aged Children (HBSC) (Kaman, 2013), Indonesia merupakan negara dengan kasus bullying tertinggi kedua di dunia setelah Jepang. Kasus bullying di

17 3 Indonesia ternyata mengalahkan kasus bullying di Amerika Serikat yang menempati posisi ketiga. Ironisnya, kasus bullying di Indonesia lebih banyak dilakukan di jejaring sosial. Sebagai negara dengan jumlah populasi yang banyak di dunia, Indonesia memiliki jumlah pengguna Facebook terbesar keempat di dunia. Selain itu, Indonesia juga menyumbang 15% tweet setiap hari untuk Twitter. Bahkan, Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (2012) lebih dari 60% pengakses internet berumur dibawah 7-18 tahun. Penelitian yang dilakukan pada siswa SMP dan SMA di beberapa kota di jawa tengah, hasil menunjukkan telah terjadi perilaku cyberbullying sebanyak 28% meski dampak yang ditunjukkan belum begitu serius (Rahayu, 2012). Sedangkan dari Data hasil survei yang dilakukan Juwita (2009) menyatakan bahwa Yogyakarta memiliki angka tertinggi mengenai kasus bullying dibanding dengan kota Jakarta dan Surabaya. Tercatat sekitar 70,65 % kasus Bullying terjadi di SMP dan SMA di Yogyakarta. Jadi dapat diasumsikan individu yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan cyberbullying pada remaja rentang usia 13 tahun 18 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa remaja memiliki kerentanan yang cukup tinggi terhadap cyberbullying. Selain itu, berdasarkan data laporan kasus yang masuk ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) 2014 setidaknya terdapat 98 kasus kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual, dan 176 kekerasan psikis pada anak yang terjadi di lingkungan sekolah. Tingginya kasus pada remaja yang terjadi dapat bermacammacam motifnya, seperti salah satunya untuk menjadi pusat perhatian dan mendapatkan reaksi yang dapat dilakukan dengan cara mengejek atau

18 4 mengirimkan gambar yang memalukan melalui media elektronik yang bahkan dapat menimbulkan perkelahian di dunia nyata. Perilaku tersebut kadang kurang disadari oleh remaja yang merupakan salah satu perilaku cyberbullying. Seperti yang pernah terjadi pada siswa SMAN 64 Jakarta, dengan alasan tersebut peneliti menjadikan sekolah tersebut tempat penelitian. Kasus nyata yang sering terjadi di Indonesia adalah twitwar atau perang twitter. Beberapa waktu lalu yang terjadi kasus bully pada Bastian salah satu personil grup musik, ada yang mengungah foto Bastian yang mencium seorang gadis yang menjadi banyak komentar cacian karena Bastian yang masih berumur 15 tahun dan menjadi public figure. Selain itu, baru-baru ini terjadi kasus pengungahan video Chelsea Ishan yang sedang berganti baju. Video yang diunggah oleh orang yang tidak diketahui tersebut diduga untuk menjatuhkan Chelsea Ishan yang karirnya sedang naik daun tersebut, banyak yang akhirnya mem-bully tetapi dengan bijaknya sikap yang ditunjukkan Chealsea Ishan yang tidak menghiraukan video tersebut dan menghimbau dalam kampanye stop bullying. Kasus lainnya yang sempat membuat ramai di media sosial Twitter, kasus Farhat Abbas yang mengejek dan menjelekkan Ahmad Dhani atas kasus yang dialami oleh anak Ahmad Dhani yang akhirnya sampai dengan pelaporan Ahmad Dhani pada pihak kepolisian dan anak Ahmad Dhani yang tersulut emosi hingga ingin membuat pertarungan tinju dengan Farhat Abbas. Dari beberapa kasus tersebut, dapat menjelaskan maraknya kasus cyberbullying yang terjadi di Indonesia. Tindakan cyberbullying ini terjadi tanpa dapat pengawasan baik dari pihak sekolah atupun yang berkepentingan untuk mengawasi tindakan ini. Hal

19 5 tersebut yang tetap membuat leluasanya pelaku cyberbullying melakukan tindakannya. Cyberbullying merupakan salah satu dampak negatif dari penggunaan teknologi yang tidak dikontrol, dimana seorang anak dapat menulis teks atau menunggah gambar dengan tujuan untuk menjelek-jelekan dan menghina orang lain dengan niat mempermalukan orang lain. Selain itu tulisan dan gambar yang diunduh dapat mengundang komentar dari pihak ketiga untuk ikut berkomentar (bystander) yang sering mengikuti untuk melecehkan dan mempermalukan korban. Sehingga dapat memperparah dampak bagi korban cyberbullying (Camfield, 2006). Sedangkan pelaku bullying menunjukkan rasa empati yang kecil untuk teman sebaya mereka. Menurut Menesini, et.al (dalam Dilmac, 2009), pelaku bullying sebenarnya sadar akan perasaan orang lain namun tidak dapat atau tidak mau mengizinkan perasaan itu mempengaruhi mereka dan anak-anak pelaku bullying juga cenderung ingin dapat mengontorol teman-temannya (Gourneau, 2012). Penelitian lainnya menemukan bahwa rendahnya respon empati secara utuh berpengaruh pada perilaku cyberbullying. Pada siswa pelaku cyberbullying memiliki respon empati yang rendah dibandingkan siswa yang bukan pelaku cyberbullying (Steffgen, Konig, Pfetsch, & Melzer, 2011). Pada penelitian lainnya tentang empati dan cyberbullying, dimensi empati dibagi menjadi dua yaitu : (1) afektif empati (2) cognitif empati (Baron-Cohen & Wheelwright, 2004). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa rendahnya afektif empati maupun

20 6 kognitif empati mempengaruhi tingginya perilaku cyberbullying pada remaja perempuan maupun laki-laki (Ang & Goh, 2010). Menjadi penting untuk mengetahui kecenderungan sikap empati secara afektif maupun kognitif pada remaja untuk upaya lebih lanjut dalam intervensi dalam pengurangan perilaku cyberbullying. Dalam penelitian ini bertujuan melihat peran empati pada cyberbullying. Secara khusus, untuk melihat apakah pelaku cyberbullying memiliki empati yang rendah dibanding dengan yang bukan pelaku cyberbullying. Alasan lain yang membuat lebih banyak lagi pelaku cyberbullying karena pelaku dapat menyembunyikaan identitas atau anonimitas (Heirman & Walrave, 2008). Penyamaraan atau penyembunyian identitas sebenernya membuat pelaku cyberbullying merasa tidak perlu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya, sehingga mudah terlibat dalam permusuhan dan perilaku agresif. Menurut Pellegrini (dalam Dilmac, 2009), menyebutkan pelaku bullying memiliki emosional tinggi dan kontrol diri rendah, namun hingga saat ini, belum ada jurnal atau penelitian yang menyebutkan secara jelas bahwa tipe kepribadian tertentu menentukan kecenderungan seseorang untuk menjadi pelaku ataupun korban cyberbullying. Sedangkan pada penelitian remaja di Singapura dan Malaysia ditemukan agresivitas sebagai mediator dari perilaku cyberbullying (Ang, Tan, & Mansor, 2011). Dalam penelitian tersebut, remaja pelaku cyberbullying cenderung memiliki sikap agresivitas yang tinggi yang salah satu faktor pemicunya rendahnya self-control.

21 7 Hasil penelitian Denson, DeWall, dan Finkel, (2012) yang menyatakan bahwa kegagalan self control dapat memberikan kontribusi untuk tindakan yang paling agresif yang menyertakan kekerasan. Ketika agresi mendesak menjadi aktif, self-control dapat membantu seseorang mengabaikan keinginan untuk berperilaku agresif, dan akan membantu seseorang merespon sesuai dengan standar pribadi atau standar sosial yang dapat menekan perilaku agresif tersebut. Masih sedikit studi yang mengaitkan self-control yang rendah terhadap pelaku dan korban bullying, meskipun fakta bahwa self-control yang rendah telah diidentifikasi sebagai prediktor yang penting dari perilaku penyimpangan dan kejahatan dalam studi empiris yang telah ada (Gottfredson & Hirschi, 1990). Penelitian sebelumnya juga telah menunjukkan bahwa secara langsung maupun tidak langsung rendahnya self-control mempengaruhi perilaku pelaku maupun korban dalam cyberbullying (Vazsonyi, Machackova, Sevcikova et al., 2012). Penelitian Holt, Bossler dan May (2012) tentang tindakan cybercrime dan kenakalan pada remaja, menemukan hasil bahwa pelaku cybercrime dan kenakalan pada remaja dipengaruhi oleh rendahnya self-control dan kelompok teman dengan perilaku yang menyimpang. Rendahnya self-control tidak hanya menentukan perilaku kriminal, tetapi juga menentukan perkembangan ikatan sosial yang terjadi, Self-control yang rendah dapat mengganggu ikatan sosial seseorang (Wright, Caspi, Moffitt, & Silva, 1999). Dari hasil penelitiannya, Chapple (2005) menyimpulkan bahwa self-control yang rendah menyebabkan penolakan dari rekan sesama (peer rejection), hubungan dengan rekan atau kelompok yang menyimpang (deviant peer) dan kenakalan (delinquency).

22 8 Masa remaja adalah saat ketika perkembangan identitas sangat penting. Selama periode ini, proses pembentukan identitas sebagian besar tergantung pada isyarat dan peraturan dari lingkungan sosial (stereotip sosial) (Hurlock, 1994). Oleh karena itu, remaja cenderung mencari perilaku dan situasi yang membantu mereka menghargai diri mereka sendiri secara positif dan menghindari orangorang yang membuat mereka merasa buruk tentang siapa diri mereka. Hal ini berhubungan dengan persepsi dan penerimaannya sendiri mengubah anak dan memainkan peran penting dalam mengarahkan pertumbuhan pribadi. Dari literatur sebelumnya menunjukkan bahwa pengalaman dengan cyberbullying memiliki efek negatif pada perkembangan remaja. Salah satunya adalah self-esteem seseorang. Beberapa penelitian menyebutkan rendahnya selfesteem ditemukan pada korban cyberbullying bukan pada pelaku cyberbullying (Salmivalli, Kaukiainen, Kaistaniemi, & Lagerspetz, 1999). Sedangkan penelitian lainnya menyebutkan baik pelaku ataupun korban cyberbullying sama-sama memiliki self-esteem yang rendah dibandingkan individu yang tidak pernah mengalami cyberbullying (Patchin & Hinduja, 2010; Fong-Ching et al, 2013). Sementara penelitian terbaru menyebutkan tidak adanya pengaruh self-esteem dengan bullying di sekolah maupun cyberbullying (Robson & Witenberg, 2013). Dari beberapa hasil penelitian tentang self-esteem tersebut menjadi menarik untuk diteliti pada penelitian ini untuk lebih melihat keadaan self-esteem pada pelaku cyberbullying.

23 9 Dari data-data dan beberapa hasil penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku cyberbullying pada remaja merupakan permasalahan yang harus mendapatkan perhatian dalam pencegahan dan pemecahan solusi yang tepat. Untuk remaja, dapat dengan memberikan kesadaran atas perilaku yang dilakukan memiliki dampak psikologis bagi orang lain, intervensi sedini mungkin untuk remaja yang menjadi pelaku cyberbullying dengan pendidikan internet sehat bagi setiap anak-anak dan remaja di sekolah. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena masih kurangnya penelitian tentang cyberbullying di Indonesia. Dengan demikian, peneliti mengangkat judul penelitian yaitu Pengaruh empati, self-control dan self-esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Pembatasan masalah Agar penelitian ini tidak meluas dan lebih terarah, maka perlu suatu pembatasan masalah. Adapun pokok permasalahan yang menjadi batasan permasalahan dalam penelitian ini adalah perilaku cyberbullying yang dipengaruhi oleh variabelvariabel lain diantaranya empati, self-control, dan self-esteem. Adapun penjelasan mengenai variabel-variabel tersebut sebagai berikut: 1. Cyberbullying dalam penelitian ini dibatasi pada bentuk bullying yang dilakukan melalui media elektronik seperti menghina, mengancam, menfitnah, mempermalukan, atau mengucilkan orang lain baik berupa

24 10 pesan singkat, gambar atau video dalam sebuah chat room, atau melalui media sosial. 2. Empati adalah merujuk pada kesadaran individu untuk dapat berpikir, merasakan, dan mengerti keadaan orang lain dilihat dari perspektif orang tersebut, sehingga individu tahu dan benar-benar dapat merasakan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang tersebut. 3. Adapun yang dimaksud self-control adalah kemampuan seseorang dalam mengelola stimulus dari luar dirinya untuk menentukan tindakan yang sesuai dengan yang diyakini, dibagi berdasarkan pada aspek behavior control, cognitive control, dan decisional control (Averill, 1973). 4. Yang dimaksud dengan Self-esteem adalah sikap individual, baik positif atau negatif terhadap dirinya sendiri sebagai suatu kesatuan yang utuh. 5. Subjek penelitian siswa SMAN 64 Jakarta Perumusan Masalah Setelah melalui tahap identifikasi masalah dan tahap seleksi masalah, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat pengaruh empati, self-control, dan self-esteem terhadap terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 2. Apakah terdapat pengaruh perspective taking dari variabel empati terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 3. Apakah terdapat pengaruh fantasy dari variabel empati terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta?

25 11 4. Apakah terdapat pengaruh empathic concern dari variabel empati terhadap terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 5. Apaka terdapat pengaruh personal distress dari variabel empati terhadap terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 6. Apakah terdapat pengaruh behavior control dari variabel self-control terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 7. Apakah terdapat pengaruh cognitive control dari variabel self-control terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 8. Apakah terdapat pengaruh decisional control dari variabel self-control terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 9. Apakah terdapat pengaruh self-esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta? 1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan penelitian ini ialah : a. Untuk menguji pengaruh empati, self-control, dan self-esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. b. Untuk menguji pengaruh perspective taking dari variabel empati terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. c. Untuk menguji pengaruh fantasy dari variabel empati terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. d. Untuk menguji pengaruh empathic concern dari variabel empati terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta.

26 12 e. Untuk menguji pengaruh personal distress dari variabel empati terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. f. Untuk menguji pengaruh behavior control dari variabel self-control terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. g. Untuk menguji pengaruh cognitive control dari variabel self-control terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. h. Untuk menguji pengaruh decisional control dari variabel self-control terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta. i. Untuk menguji pengaruh self-esteem terhadap perilaku cyberbullying pada siswa SMAN 64 Jakarta Manfaat penelitian ini dilihat dari segi teoritis dan praktis sebagai berikut: a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam ranah psikologi, terutama ranah psikologi pendidikan serta memberikan informasi bagi pembaca yang berniat melakukan penelitian mengenai dinamika karakteristik pada pelaku cyberbullying. b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan prevention bagi remaja dan para pendidik agar dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan perilaku cyberbullying pada remaja.

27 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Psikologi UIN Jakarta. Penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti yang akan dijabarkan berikut ini : Bab 1. Pendahuluan Bab pendahuluan memuat empat sub bab yaitu latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab 2. Kajian Teori Pada bab ini dipaparkan teori-teori yang berhubungan dengan variabel penelitian, yaitu cyberbullying, empati, self-control, dan self-esteem. Selanjutnya dipaparkan kerangka berpikir dan hipotesis penelitian. Bab 3. Metode Penelitian Bab ini berisi uraian tentang populasi dan sampel termasuk teknik sampling, variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, uji validitas konstruk dan hasilnya, teknik analisis data dan prosedur penelitian. Bab 4. Hasil Penelitian Pada bab ini, penulis menguraikan gambaran subjek penelitian, deskripsi data, analisis data dan hasil uji hipotesis. Deskripsi data dilengkapi dengan tabel-tabel. Bab 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran Dalam bagian ini memuat kesimpulan, diskusi dan saran

28 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan diuraikan mengenai teori dan konsep dari variabel-variabel penelitian. Berisi tentang teori Cyberbullying, empati, self-control, dan selfesteem. 2.1 Cyberbullying Definisi Cyberbullying Cyberbullying adalah perlakuan kasar yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, menggunakan bantuan alat elektronik yang dilakukan berulang dan terus menerus pada seorang target yang kesulitan membela diri (Smith, Mahdavi, Carvalho, Fisher, Russell, & Tippett, 2008). Sedangkan menurut Kowalski (2008), cyberbullying mengacu pada bullying yang terjadi melalui instant messaging, , chat room, website, videogame, atau melalui gambar atau pesan yang dikirim melalui telepon seluler. Sedangkan Willard (2007) mendefinisikan sebagai perilaku kejam kepada orang lain dengan mengirim hal berbahaya atau terlibat dalam bentuk lainnya dengan media internet atau teknologi digital. Menurut Li (2010) cyberbullying adalah perilaku bullying yang dilakukan melalui alat komunikasi seperti , telepon selular, instant messaging atau jaringan world wide. Sedangkan Hiduja & Patchin (2007) mendefinisikannya sebagai bahaya yang disengaja dan berulang melalui media elektronik. Sedangkan Belsey, Berson & Feron (dalam Dilmac, 2009) mengartikan cyberbullying sebagai 14

29 15 perilaku individu atau kelompok dengan media sosial yang bertujuan untuk melecehkan seseorang dengan segaja. Dari beberapa definisi diatas, peneliti menyimpulkan bahwa cyberbullying adalah bentuk bullying yang dilakukan melalui media elektronik yang berisi hal menghina, mengancam, menfitnah, mempermalukan, atau mengucilkan orang lain yang berupa pesan singkat, gambar atau video dalam sebuah chat room, atau melalui media online Bentuk Aktivitas Cyberbullying Menurut Willard (2007), tipe aktivitas pada cyberbullying yaitu : a. Flaming, pertengkaran online menggunakan bahasa kasar dan vulgar. b. Harassment, perilaku yang berulang kali mengirimkan pesan yang kasar dan menghina. c. Denigration, mengirimkan atau mem-posting berita mengenai seseorang untuk merusak pertemanan atau reputasi orang tersebut. d. Impersonation, berpura-pura menjadi orang lain dan mem-posting hal-hal yang dapat membuat seseorang berada dalam masalah atau merusak reputasinya. e. Outing, menyebarkan informasi memalukan mengenai orang lain secara online. f. Trickery, menghasut seseorang untuk menceritakan rahasia atau informasi pribadinya, lalu menyebarkan secara online.

30 16 g. Exclusion, dengan sengaja dan kejam mengeluarkan seseorang dari sebuah kelompok online. Sedangkan Australian Federal Police (2013) menambahkan bentuk dari cyberbullying, yaitu Cyber-stalking (penguntitan di dunia maya), yaitu upaya seseorang menguntit atau mengikuti orang lain dalam dunia maya dan menimbulkan gangguan bagi orang lain tersebut. Menurut Office for Internet Safety (2008), aktivitas yang sering dilakukan oleh pelaku cyberbullying adalah : a. Personal Intimidation, mengirimkan pesan singkat berisi ancaman, menulis komentar yang kasar pada profil online korban, atau pesan via instant messaging. b. Impersonation, membuat akun profil dan website palsu yang mengarah pada korban. Dapat juga dengan melibatkan mendapat akses pada akun profil dan menggunakannya untuk berpura-pura menjadi pemilik akun tersebut untuk mengontak akun lainnya dan kemudian mem-bully. c. Exclusion, perilaku memblokir seseorang dari kelompok atau komunitas online populer seperti Kaskus, Facebook atau Twitter. d. Personal humilition, perilaku mem- posting gambar atau video penyiksaan atau dipermalukan secara offline. e. False reporting, membuat laporan palsu atau melaporkan pengguna lain untuk perilaku tertentu kepada penyedia layanan media sosial agar akun pengguna tersebut dihapus.

31 17 Sedangkan pada penelitian ini, bentuk aktivitas cyberbullying mengacu pada Willard (2007) yaitu, Flaming, Harassment, Denigration, Impersonation, Outing & Trickery, dan Exclusion Elemen Cyberbullying Pada umumnya terdapat 3 elemen baik dalam setiap praktek bullying dan cyberbullying: pelaku (cyberbullies), korban (victims) dan saksi peristiwa (bystander). 1. Pelaku (cyberbullies) Camodeca dan Goossens (dalam Kowalski, 2008) karakteristik anak yang menjadi pelaku cyberbullying adalah memiliki kepribadian yang dominan dan dengan mudah dan menyukai melakukan kekerasan. Cenderung lebih cepat tempramental, impulsif dan mudah frustasi dengan keadaan yang sedang dialaminya. Lebih sering melakukan kekerasan terhadap orang lain dan sikap agresif kepada orang dewasa dibandingkan dengan anak lainnya. Sulit dalam menaati peraturan. Terlihat kuat dan menunjukkan rendahnya rasa empati pada orang yang dia bully. Pandai memanupulasi dan berkelit pada situasi sulit yang di hadapi. Sering terlibat dalam agresi proaktif, agresi yang disengaja untuk tujuan tertentu dan agresi reaktif, reaksi defensif ketika diprovokasi. 2. Korban (victims) Seorang remaja yang biasanya menjadi target cyberbullying biasanya mereka yang berbeda dalam pendidikan, ras, berat badan, cacat, agama

32 18 dan mereka yang cenderung sensitif, pasif, dianggap lemah dan biasanya mereka yang jarang bergaul atau keluar rumah (Kowalski, 2008). Sedangkan dalam National School Climate Center (Marden, 2010) karakteristik remaja yang menjadi target atau korban cyberbullying adalah sensitif, menarik diri dari lingkungan sosial, pasif, mengalami masalah dengan kesehatan mental, sering membiarkan orang lain mengendalikan diririnya, dan cenderung depresi. Dalam beberapa penelitian, korban cyberbullying cenderung memiliki self-esteem lebih rendah dibandingkan teman sebayanya. Hal tersebut yang membuat dirinya mengalami kecemasan sosial dan cenderung menghindari kontak sosial (Campfield, 2006). 3. Saksi Peristiwa (bystander) Saksi peristiwa adalah seseorang yang menyaksikan penyerangan perilaku bully pada korbannya. Saksi peristiwa dapat dengan bergabung dalam web dan meninggalkan komentar yang menyakitkan, atau tanpa melakukan apapun kecuali mengamati perilaku bullying (Marden, 2010). Sedangkan menurut Willard (2007), bystander terbagi menjadi dua, yaitu: 1) harmful bystander, pengamat yang mendukung peristiwa bullying atau terus mengamati kejadian tersebut dan tidak memberi bantuan apapun kepada korban, dan 2) helpful bystander, pengamat yang berusaha menghentikan bullying dengan cara memberikan dukungan kepada korban atau memberi tahu orang yang lebih mempunyai otoritas.

33 Pengukuran Cyberbullying Beberapa alat ukur dalam penelitian terdahulu cyberbullying adalah CBQ (Cyberbullying Quesionare) terdiri dari 21 multiple choise yang dikembangkan dalam penelitian yang dilakukan untuk korban anak usia tahun (Smith et al., 2008). Kemudian Menesini, Nocentini, & Palladino (2012) mengevaluasi sekaligus merevisi alat ukur cyberbullying and cybervicitimization Scale. Setiap skala terdiri atas 18 item yang mengukur frekuensi cyberbullying. Alat ukur Revised Cyber Bullying Inventory (RCBI) dikembangkan oleh Topcu and Erdur- Baker (2010) yang terdiri dari 14 item untuk cyberbullying dan 14 item untuk cybervictimization. Sedangkan di Indonesia penelitian tentang cyberbullying mengembangkan alat ukur sendiri. Pratiwi (2011) mengukur perilaku cyberbullying dengan alat ukur yang dibuat sendiri yang mengacu pada teori Willard (2007) berupa beberapa aktivitas dalam cyberbullying. Terdiri atas 32 item untuk melihat aktivitas pelaku, 24 item untuk korban dan 17 item untuk pengamat. Permatasari (2012) menggunakan alat ukur cyberbullying berdasarkan aktivitas cyberbullying. Alat ukur tersebut terdiri atas 10 item bentuk cyberbullying, 6 item tujuan cyberbullying dan 7 item dampak cyberbullying dan sampel yang digunakan dalam penelitian remaja SMA di Yogyakarta. Pada penelitian ini, peneliti membuat sendiri alat ukur cyberbullying yang mengacu pada aktivitas cyberbullying pada teori Wilard (2007). Alat ukur terdiri dari 22 item yang menjelaskan tentang (Flaming) pertengkaran online

34 20 menggunakan bahasa kasar dan vulgar, (Harassment) berulang kali mengirimkan pesan yang kasar, kejam, dan mengolok-olok, (Denigration) mengirimkan atau memposting rumor mengenai seorang untuk merusak pertemanan atau reputasi orang tersebut, (Impersonation) berpura-pura menjadi orang lain dan mengirimkan atau memposting hal-hal yang dapat membuat seseorang berada dalam masalah atau merusak pertemanan atau reputasi orang tersebut. (Outing & Trickery) menghasut seseorang untuk menceritakan rahasia atau informasi pribadinya dan menyebar rahasia atau informasi memalukan mengenai orang lain secara online, dan (Exclusion) secara sengaja mengeluarkan seseorang dari kelompok online secara kasar Faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying Hal yang dapat mengindikasi sebagai faktor penting yang berpengaruh terhadap bullying dalam literatur sebagai faktor yang berperan terjadinya cyberbullying, menurut Li (2010) seperti : 1. Bullying tradisional Pada penelitian Riebel, jager & Fischer (2009) terdapat hubungan antara bullying yang terjadi secara langsung dengan dunia maya. Maka memungkinkan bullying yang dimulai secara langsung menjalar ke dunia maya. hal tersebut memberikan lahan baru bagi pelaku bullying untuk menghina orang lain. 2. Jenis kelamin Banyak penelitian yang telah menunjukkan bahwa laki-laki lebih memungkinkan melakukan tindakan cyberbullying dibandingkan perempuan.

35 21 3. Budaya Penelitian Li (2010) mengindikasikan budaya merupakan prediktor yang kuat dalam cyberbullying yang sejalan dengan penelitian Baker (2010) mengenai bullying yang memainkan peran penting dalam terjadinya bullying dan cyberbullying. 4. Penggunaan internet Besarnya kebutuhan akan penggunaan internet bagi manusia memberikan dampak yang positif, tetap memberikan dampak resiko yang mungkin terjadi. Dalam hal kehidupan sosial, salah satu ancaman yang serius adalah cyberbullying. Cyberbullying terjadi pada dunia maya, menjadi masuk akal untuk berasumsi intensitas penggunaan seseorang dalam penggunaan internet dapat menjadikan sebagai pelaku atau korban dari dampak buruk yang dapat diakibatkan dari interaksi pada dunia maya. Pada penelitian Hoff dan Mitchell (2009) menemukan beberapa faktor penyebab dari tindakan cyberbullying yang dikeompokkan pada dua kategori utama, cyberbullying yang disebabkan oleh isu relasi, seperti : (a) putus hubungan, (b) kecemburuan, (c) pada kecacatan, agama, dan gender, dan (d) kelompok atau geng; dan cyberbullying yang tidak berkaitan isu relasi, seperti : (a) intimidasi golongan luar kelompok dan (b) penyiksaan pada korban.

36 Empati Definisi Empati Empati dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menempatkan diri di tempat orang lain agar dapat memahami dan mengerti kebutuhan dan perasaannya. Secara sederhana kata-kata empati merujuk pada sikap dan perasaan yang merasakan dan memahami kondisi emosi orang lain. Tetapi untuk lebih memahami batasan-batasan dari empati, tentunya kita mesti memahami definisi empati dari dari berbagai teori dan para ahli. Adapun pendapat dari para ahli mengenai empati diantaranya sebagai berikut, Empati memungkinkan individu untuk memahami maksud orang lain, memprediksi perilaku mereka dan mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka (Baron-Cohen & Wheelwright, 2004). Rogers (dalam Taufik, 2012) menawarkan dua konsepsi dari empati. Pertama, melihat kerangka berpikir internal orang lain secara akurat dengan komponen-komponen yang saling berhubungan. Kedua, dalam memahami orang lain tersebut, individu seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga bisa merasakan dan memahami orang lain tersebut. Empati dapat disimpulkan dengan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman tersebut serta untuk melihat situasi dari sudut pandang orang lain.

37 23 Dengan kata lain empati merupakan kemampuan untuk menghayati perasaan dan emosi orang lain (Hurlock,1994). Empati adalah 1) memproyeksikan perasaan sendiri pada satu kejadian suatu obyek alamiah atau suatu karya estesis. 2) realisasi dan pengertian terhadap kebutuhan dan penderitaan orang lain. Menurut Stein (dalam Davis, 1990) empati adalah sepenuhnya keunikan dan perbedaan yang mencolok dari proses hubungan intersubjektif yang didalamnya ditemukan tahapan yang bertingkat dan memberikan kita sesuatu yang telah dilakukan, agak seperti realitas setelah kejadian. Tiga tahapannya adalah simpati, perasaan belas kasihan, dan perubahan diri. Empati umumnya dianggap sebagai menempatkan diri pada posisi orang lain dimana empati mengacu pada pemahaman afektif, kognitif, pengalaman, atau keduanya. Ada kesepakatan bahwa dua komponen yang diperlikan adalah empati menyiratkan kemampuan perspektif tertentu dalam berbicara dan juga berperilaku prososial, yaitu berbagi dan membantu orang lain. Dengan kata lain sebagai kesadaran sosial dan kepekaan sosial. Keduanya untuk mengenali dan memahami perasaan, kebutuhan dan persepsi dari orang lain (Garton & Gingat, 2005). Menurut Hoffman (2000) empati adalah suatu respon afektif (perasaan) terhadap situasi orang lain dari pada situasi diri sendiri. Sedangkan Eisenberg (2000) berpendapat bahwa empati merupakan respon afektif yang berasal dari pemahaman kondisi emosional orang lain, yaitu apa yang sedang dirasakan oleh orang lain pada waktu itu. Cotton (dalam Garton & Gringat, 2005) empati didefinisikan sebagai kemampuan afektif untuk berbagi dalam perasaan orang lain dan kemampuan

38 24 kognitif untuk memahami perasaan orang lain dalam perspektif dan kemampuan untuk berkomunikasi terhadap empati seseorang serta perasaan dan pemahaman yang lain dengan cara lisan verbal dan nonverbal. Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa empati merupakan proses afektif dan kognitif yang memungkinkan individu untuk memahami maksud orang lain, memprediksi perilaku mereka dan mengalami emosi yang dipicu oleh emosi mereka, seolah-olah masuk dalam diri orang lain sehingga memahami situasi dan kondisi emosional dari sudut pandang orang lain Aspek-Aspek Empati Davis (1980) menjelaskan empat aspek empati antara lain, yaitu: 1. Perspective taking, yaitu kecenderungan seseorang untuk mengambil sudut pandang orang lain secara spontan. Sementara menurut Galinsky & Ku (dalam Taufik, 2012) mendefinisikannya sebagai menempatkan diri sendiri ke dalam posisi orang lain. Perspective taking secara psikologis dan sosial penting dalam keharmonisan interaksi antar individu. Seseorang dapat mengoptimalkan kemampuan berpikirnya untuk memahami kondisi orang lain, melalui pemaknaan sikap dan perilaku yang terlihat. Hal ini erat kaitannya dengan daya kognisi, kemampuan setiap orang dalam melakukan perspective taking akan berbeda-beda tergantung dengan kecermatan analisisnya. Menurut Taufik (2012) perspective taking dibagi dua bentuk :

39 25 Membayangkan bagaimana seseorang akan berpikir dan merasakan apabila ia berada pada situasi anggota kelompok lain. Membayangkan bagaimana seorang anggota kelompok lain berpikir dan merasakan. 2. Fantasy, yaitu kemampuan seseorang untuk mengubah diri mereka secara imajinatif dalam mengalami perasaan dan tidankan dari karakter khayalan dalam buku, film, dan sandiwara yang dibaca atau ditonton. 3. Empathic concern, yaitu perasaan simpati yang berorientasi kepada orang lain dan perhatian terhadap kemalangan yang dialami orang lain. 4. Personal distress, yaitu reaksi pribadi terhadap penderitaan orang lain yang diekspresikan dengan perasaan terkejut, takut, cemas, perihatin yang berlebihan dan rasa tidak berdaya. Personal distress bisa disebut empati negatif (negative empathic). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek empati menurut Davis (1980) meliputi: perspective taking, fantasy, empathic concern,dan personal distress. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan keempat aspek tersebut menjadi independent variabel Pendekatan pada Empati Memahami lebih jauh dari teori empati, tidak terlepas dari penjelasanpernjelasan dari berbagai pendekatan. Diantaranya ada dua pendekatan yang digunakan untuk memahami teori empati, yakni teori dari Baron-Cohen & Wheelwright (2004), yang membagi empati ke dalam dua pendekatan, yaitu:

40 26 a. Pendekatan Afektif Pendekatan afektif mendefinisikan empati sebagai kemampuan menselaraskan pengalaman emosional pada orang lain (Taufik, 2012). Dalam pandangan afektif, perbedaan definisi empati dilihat dari seberapa besar dan kecilnya respon emosional pengamat pada emosi yang terjadi pada orang lain. Terdapat empat jenis empati afektif, menurut Stotland, Sherman & Shaver yaitu: 1) perasaan pada pengamat harus sesuai dengan orang yang diamati; 2) perasaan pada pengamat sesuai dengan kondisi emosional orang lain namun dengan cara yang lain; 3) pengamat merasakan emosi yang berbeda dari emosi yang dilihatnya, disebut juga sebagai empati kontras; sedangkan Baston menambahkan 4) perasaan pada pengamat harus menjadi satu untuk perhatian atau kasih sayang pada penderitaan orang lain (dalam Baron-Cohen & Wheelwright, 2004). b. Pendekatan Kognitif Pendekatan kognitif merupakan aspek yang menimbulkan pemahaman terhadap perasaan orang lain. Eisenberg & Strayer (dalam Baron-Cohen & Wheelwright 2004) menyatakan bahwa salah satu yang paling mendasar pada proses empati adalah pemahaman adanya perbedaan antara individu (perceiver) dan orang lain. Sedangkan menurut Leslie, adanya pemisahan antara perspektif sendiri, menghubungkan keadaan mental orang lain (dalam Baron-Cohen & Wheelwright, 2004), dan menyimpulkan kemungkinan isi dari kondisi mental mereka, serta mengingat kembali ketika hal yang sama terjadi.

41 Pengukuran Empati Pengukuran empati yang saat ini tengah dikembangkan diarahkan kepada kategori usia dewasa dan anak-anak, untuk kategori usia remaja biasanya menggunakan alat ukur untuk orang dewasa. Pengukuran empati untuk anak-anak, biasanya menggunakan media gambar. Pengukuran empati tersebut disajikan dalam bentuk narasi atau slide, audiotape, dan videotape. Beberapa alat ukur empati (Taufik, 2012), diantaranya : 1. FASTE FASTE (The Feshbach Affective Situation Test of Empathy) telah secara luas digunakan untuk mengukur empati pada anak-anak. Alat ukur ini didesain secara khusus untuk digunakan pada anak-anak usia empat tahun hingga delapan tahun. FASTE terdiri dari delapan gambar yang meliputi slide-slide bergambar anak-anak dengan narasi. Meski sudah banyak yang menggunakan alat ukur ini oleh ilmuan psikologi, namun tidak luput dari kritikan tajam para peneliti lainnya. Kritikan yang diberikan berkisaran tentang bias gender. Ada tiga bias gender pada alat ukur tersebut, yaitu bias gender antara gender gambar anak-anak yang ada dalam slide, subjek yang mengikuti eksperimen, dan gender si peneliti sendiri. Setelah mendapat serangan tajam dari para peneliti, Fesbach mencoba untuk merevisi menjadi FPATE. Pada tes ini anak-anak menyaksikan tayangan film yang dapat membangkitkan emosi kebahagiaan, kesedihan, kemarahan, atau ketakutan. Untuk mengontrol bias gender, setelah menonton tayangan

42 28 tersebut anak-anak diberikan seperangkat tes yang menunjukkan anak lakilaki atau anak perempuan sebagai karakter utama. 2. QMEE dan BEES Alat tes lainnya QMEE. Alat tes ini dibuat oleh Merhabian dan Epstein pada tahun 1971, yang mengukur tanggapan-tanggapan emosional, alat ini dianggap berhasil dalam mengungkap beberapa kasus psikoterapi. The QMEE secara luas banyak digunakan untuk mengukur empati pada orang tua. Alat ini terdiri atas 33 pernyataan yang merefleksikan reaksi mereka terhadap perilaku-perilaku emosional orang lain dan situasi-situasi emosional yang beragam. Respon jawaban terhadap anat ini dilakukan dengan menjawab skala 1-9 (diberi angka 0 hingga +4, 0 hingga -4). Itemitem negatif diskor terbalik dan semua item ditotal. 3. IRI Pada tahun 1980, Davis membuat alat ukur empati yang diberi nama Interpersonal Reactivity Index (IRI) yaitu pengukuran yang mengarah pada pengukuran multidimensional dan disposisional. Alat ukur ini memiliki alat ukur yang terpisah dari aspek-aspek keahlian sosial, namun kntraknya saling berkaitan. Instrumen ini terdiri dari empat sub-skala item, dengan jumlah 28 item. Adapun kecenderungan respon dari responden berdasarkan bentuk skala likert. Empat subskala yang ada pada alat ukur ini, yaitu : 1) perspective taking, 2) fantasy, 3) empathic concern,dan 4) personal distress.

43 29 4. Empathy Questionnaire (EQ) Baron-Cohen dan Wheelwright (2004), membuat alat ukur empati setelah memberikan kritikannya terhadap skala IRI, mereka membuat alat ukur empati baru dari penggabyngan alat ukur sebelumnya, diaplikasikan dalam bidang klinis dan sangat sensitif dalam mengukur individu yang kurang empatik yang disebut Empathy Questionnaire (EQ). EQ berhasil mengidentifikasi beberapa kelompok orang-orang yang didiagnosa memiliki kecenderungan autis dan psikopat. Dalam penelitian ini, skala yang digunakan adalah Interpersonal Reactivity Index (IRI). Skala baku empati dari Davis (1980) dengan melihat empati dari empat aspek : perspective taking, fantasy, empathic concern,dan personal distress. Jumlah skala 28 item baku dan dengan model skala likert. 2.3 Self-control Definisi Self-control Dalam pengertian yang umum self-control lebih menekankan pada pilihan tindakan yang akan memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih luas, tidak melakukan perbuatan yang akan merugikan dirinya di masa kini maupun masa yang akan datang dengan cara menunda kepuasan sesaat. Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2006), definisi kontrol diri atau self control adalah kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan kemampuan untuk menekan atau menghambat dorongan yang ada.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cyberbullying. perlakuan kejam yang dilakukan dengan sengaja kepada orang lain dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Cyberbullying. perlakuan kejam yang dilakukan dengan sengaja kepada orang lain dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Cyberbullying A. Cyberbullying Willard (2005), menjelaskan bahwa cyberbullying merupakan perlakuan kejam yang dilakukan dengan sengaja kepada orang lain dengan mengirimkan

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Tidak jarang dalam bersosialisasi tersebut banyak menimbulkn perbedaan yang sering kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebutuhan, menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebutuhan, menempatkan kebutuhan individu akan harga diri sebagai kebutuhan pada level BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maslow berpendapat bahwa manusia yang sehat jiwanya adalah manusia yang mengembangkan diri sendiri berdasarkan kekuatan-kekuatan dalam diri, maka teori hierarki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini berbagai masalah tengah melingkupi dunia pendidikan di Indonesia. Salah satunya yang cukup marak akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan atau agresivitas baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi di dunia membuat internet menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia. Pasalnya internet menjadi sarana bertukar informasi favorit yang dapat digunakan

Lebih terperinci

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING BAB I PENDAHULUAN Pokok bahasan yang dipaparkan pada Bab I meliputi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penelitian. A.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Waktu, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian berlokasi di Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Bandung di Jalan Sumatera No. 40 Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika menggunakan teknologi informasi ini (Flourensia, 2012: 22). Pada

BAB I PENDAHULUAN. ketika menggunakan teknologi informasi ini (Flourensia, 2012: 22). Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan komunikasi massa kian pesat dan kompleks, serta menjadi bagian penting dalam sejarah perkembangan manusia. Pemanfaatan teknologi informasi memang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,. BAB I RENCANA PENELITIAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dilakukan sepanjang hayat (long life education), karena pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses untuk memanusiakan

Lebih terperinci

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna menempuh derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun Oleh : AMALIA LUSI BUDHIARTI

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd

PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd PENYUSUNAN SKALA PSIKOLOGIS KORBAN CYBER BULLYING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

Arina Rahmawati 1 Michiko Mamesah 2 Happy Karlina Marjo 3

Arina Rahmawati 1 Michiko Mamesah 2 Happy Karlina Marjo 3 20 Pengaruh Penggunaan Teknik Menggambar untuk Mengurangi Kecemasan Sosial Terhadap Korban PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK MENGGAMBAR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SOSIAL TERHADAP KORBAN CYBERBULLYING (Studi Kuasi

Lebih terperinci

Arina Rahmawati 1 Michiko Mamesah 2 Happy Karlina Marjo 3. Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UNJ,

Arina Rahmawati 1 Michiko Mamesah 2 Happy Karlina Marjo 3. Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling FIP UNJ, 20 Pengaruh Penggunaan Teknik Menggambar untuk Mengurangi Kecemasan Sosial Terhadap Korban PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK MENGGAMBAR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SOSIAL TERHADAP KORBAN CYBERBULLYING (Studi Kuasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan sosial dan kepribadian anak usia dini ditandai oleh meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan mendekatkan diri pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja yang merupakan masa-masa dimana banyak terjadi perubahan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan fenomena yang diberitakan melalui berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah golongan intelektual yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan diharapkan nantinya mampu bertindak sebagai pemimpin yang terampil,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Media komunikasi sudah makin berkembang, khususnya di bidang cybermedia. Sudah banyak situs, aplikasi dan media sosial yang telah diciptakan dengan harapan

Lebih terperinci

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA

PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA PENGARUH KONFORMITAS DAN HARGA DIRI TERHADAP KECENDERUNGAN MENJADI KORBAN KEKERASAN (BULLYING VICTIM) PADA REMAJA NUR IKHSANIFA Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda INTISARI Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying atau ijime adalah masalah umum di setiap generasi dan setiap negara. Di Jepang sendiri, ijime adalah sebuah fenomena sosial yang cukup serius. Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Hal yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah kemampuan untuk

Lebih terperinci

PEDOMAN KUESIONER TERBUKA CYBER BULLYING. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

PEDOMAN KUESIONER TERBUKA CYBER BULLYING. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling PEDOMAN KUESIONER TERBUKA CYBER BULLYING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan yang terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jejaring sosial. Direktur Pelayanan Informasi Internasional Ditjen Informasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Intensi Membeli Air Minum Dalam Kemasan Merek Aqua Pada Mahasiswa FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Di Susun Oleh: NYA SORAYA RIZKINA (106070002284) Skripsi

Lebih terperinci

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING)

SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) SOSIALISASI KONSELING ONLINE GEBER SEPTI (GERAKAN BERSAMA SEKOLAH SEMARANG PEDULI DAN TANGGAP BULLYING) RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA SEMARANG Copyright@2017

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengguna situs media sosial saat ini telah mengalami kemajuan yang pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya termasuk di Indonesia. Media sosial mendominasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying adalah perilaku melecehkan, menghina, mengintimidasi, memfitnah, mengucilkan, berselisih, dan bahkan menipu. Pada mulanya bullying hanya terjadi melalui

Lebih terperinci

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING

PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA SISWA PELAKU BULLYING SKRIPSI Diajukan Oleh : Indrastiti RatnaWardhani F 100 070 105 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011 PROFIL KEPRIBADIAN 16 PF PADA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ukuran pencapaian sebuah bangsa yang diajukan oleh UNICEF adalah seberapa baik sebuah bangsa memelihara kesehatan dan keselamatan, kesejahteraan, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja

Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja Hubungan Antara Persepsi Tentang Foto Profil Pada Facebook Dengan Normal Narsisme Remaja Disusun Oleh: NOVITA BARSELIA P. (106070002277) Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mental memiliki arti penting dalam kehidupan seseorang, dengan mental yang sehat maka seseorang dapat melakukan aktifitas sebagai mahluk hidup. Kondisi

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan memaparkan metode penelitian dan bagaimana teori yang dibahas dalam bab 2 kajian pustaka diaplikasikan dalam penelitian. Bab ini akan terdiri dari beberapa bagian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain. Penyesuaian pribadi dan sosial remaja ditekankan dalam lingkup teman sebaya. Sullivan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan teknologi yang pesat searah dengan globalisasi telah mencapai berbagai elemen masyarakat, mulai dari masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah

Lebih terperinci

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif

Laporan Hasil Penelitian. PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif Laporan Hasil Penelitian PENGGUNAAN MEDIA DIGITAL DI KALANGAN ANAK-ANAK DAN REMAJA DI INDONESIA Ringkasan Eksekutif Anak-anak dan remaja yang jumlahnya mencapai hampir sepertiga penduduk yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku dan segala sifat yang membedakan antara individu satu dengan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia terlahir memiliki kesamaan dan perbedaan antara satu dengan lainnya, dan hal tersebut yang menjadikan manusia sebagai makluk yang unik. Manusia memiliki

Lebih terperinci

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR

PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR PERAN KEHARMONISAN KELUARGA DAN PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP KONSEP DIRI REMAJA SMP DI DENPASAR SKRIPSI Diajukan Kepada program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat. Salah satu pemanfaatan teknologi informasi yang saat ini sering digunakan oleh banyak orang ialah internet. Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bullying merupakan fenomena yang marak terjadi dewasa ini terutama di lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya baik di

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

FISIP. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: Mei 2017

FISIP. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2: Mei 2017 Volume 2, Nomor 2: Mei 2017 Hubungan Kontrol Sosial Sekolah dengan Perilaku Cyberbullying pada Siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Banda Aceh Ulia Zuhra, Kartika Sari Program Studi Sosiologi

Lebih terperinci

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA PENGARUH PERSEPSI IKLIM SEKOLAH TERHADAP STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SMA SULTAN ISKANDAR MUDA MEDAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: MUHAMMAD ANGGY FAJAR PURBA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Internet dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government,eeducation

BAB I PENDAHULUAN. dengan Internet dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government,eeducation BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dan penggunaan akan teknologi informasi yang diaplikasikan dengan Internet dalam segala bidang seperti e-banking, e-commerce, e-government,eeducation dan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel

Lebih terperinci

Berani Konseling, Lawan Bullying

Berani Konseling, Lawan Bullying Berani Konseling, Lawan Bullying Nonton dulu yuks S U R V E Y Bullying? Bullying (perundungan) adalah suatu perilaku negatif (kekerasan fisik, psikis, dan sosial) yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), hlm. 187.

BAB I PENDAHULUAN. Sosioteknologi), (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), hlm. 187. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bullying merupakan tindakan negatif yang dilakukan oleh orang lain secara terus menerus atau berulang. Tindakan ini kerap kali menyebabkan korban tidak berdaya,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN INTENSI AGRESI PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN YAYASAN KEJURUAN TEKNOLOGI BARU (SMK YKTB) 2 KOTA BOGOR Oleh: Amalina Ghasani 15010113130113 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka

BAB I PENDAHULUAN. Bullying juga didefinisikan sebagai kekerasan fisik dan psikologis jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan terjadi berulang-ulang untuk menyerang seorang target atau korban yang lemah, mudah dihina

Lebih terperinci

KONTRIBUSI PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PENGUNGKAPAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MASARAN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

KONTRIBUSI PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PENGUNGKAPAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MASARAN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KONTRIBUSI PENERIMAAN TEMAN SEBAYA TERHADAP PENGUNGKAPAN DIRI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 MASARAN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2013/2014 SKRIPSI OLEH: UMMI MAFTUKAH RAHMAWATI NIM. K 3109078 FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah

Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah Memahami dan Mencegah Terjadinya Kekerasan di Sekolah (School Violence) Oleh : Nandang Rusmana Faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan di Sekolah Faktor psikologis (hiperaktivitas, konsentrasi terhadap masalah,

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi

PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi i PERBEDAAN PERILAKU BULLYING DI TINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: LILI FATMAWATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab IV maka terdapat beberapa hasil yang dapat disimpulkan di dalam penelitian ini, yaitu: Tingkat kecenderungan untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian Identifikasi variabel penelitian perlu ditentukan sebelum pengumpulan data dilakukan. Pengidentifikasian variabel-variabel penelitian

Lebih terperinci

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi PENGARUH BULLYING DI TEMPAT KERJA TERHADAP BURNOUT PADA KARYAWAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh: CITRA WAHYUNI 111301109 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah saat ini sangat memprihatinkan bagi pendidik dan orangtua. Fenomena yang sering terjadi di sekolah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keterdedahan Berita Kriminal di Televisi Keterdedahan berita kriminal di televisi merupakan beragam penerimaan khalayak remaja terhadap siaran berita kriminal di televisi, meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku bullying adalah sebuah situasi dimana terjadinya penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok. Pihak yang kuat disini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Empati 2.1.1 Definisi Empati Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut merasakan apa yang orang lain alami. Empati tidak hanya sebatas memasuki dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkanperubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU CYBERBULLYING SISWA DI SMK NEGERI 30 JAKARTA

GAMBARAN PERILAKU CYBERBULLYING SISWA DI SMK NEGERI 30 JAKARTA Gambaran Perilaku Cyberbullying Siswa Di SMK Negeri 30 Jakarta 83 GAMBARAN PERILAKU CYBERBULLYING SISWA DI SMK NEGERI 30 JAKARTA Oleh: Desi Risani Sagita 1 Michiko Mamesah 2 Retty Filliani 3 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

Disusun Oleh : Noor Hidayah Intan Permata Sari B

Disusun Oleh : Noor Hidayah Intan Permata Sari B ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI PT. MATAHARI DEPARTMENT STORE SOLO GRAND MALL (Studi Empiris pada Masyarakat di Wilayah Solo) SKRIPSI Diajukan Untuk memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Self Esteem Korban Bullying 115 SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara) Stefi Gresia 1 Dr. Gantina Komalasari, M. Psi 2 Karsih, M. Pd 3 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet memberikan banyak manfaat bagi penggunanya, meskipun

BAB I PENDAHULUAN. Internet memberikan banyak manfaat bagi penggunanya, meskipun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet memberikan banyak manfaat bagi penggunanya, meskipun demikian internet dapat menjadi suatu alat yang dapat memunculkan hal yang dapat membahayakan.

Lebih terperinci

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK

EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK EMPATI DAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANAK Murhima A. Kau Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo INTISARI Proses perkembangan perilaku prososial menurut sudut pandang Social Learning Theory

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan. Sebagai makhluk sosial, individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan

Lebih terperinci

JURNAL THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA TECHNIQUE TO MINIMIZE HIGH BULLYING BEHAVIOR AT EIGHT GRADE OF SMPN 2 PAPAR ACADEMIC YEAR 2016/2017

JURNAL THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA TECHNIQUE TO MINIMIZE HIGH BULLYING BEHAVIOR AT EIGHT GRADE OF SMPN 2 PAPAR ACADEMIC YEAR 2016/2017 Artikel Skripsi JURNAL EFEKTIVITAS TEKNIK SOSIODRAMA UNTUK MEMINIMALISIR PERILAKU BULLYING TINGGI PADA SISWA KELAS VIII F DI SMP NEGERI 2 PAPAR TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE EFECTIVENESS OF SOCIODRAMA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN SKRIPSI Pengaruh Kemandirian Pribadi Terhadap Kemauan Memulai Usaha Kecil (Studi Kasus Pada Mahasiswa Program Studi Manajemen Ekstensi Fakultas Ekonomi ) OLEH Risa Yunita 090521086 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia membutuhkan orang lain dan lingkungan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci