BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI"

Transkripsi

1 BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI 2.1 Gambaran Wilayah Geografis Kabupaten Bandung terletak pada koordinat Bujur Timur dan Lintang Selatan. Wilayah Kabupaten Bandung Kabupaten Bandung merupakan dataran tinggi berbentuk cekungan di mana sungai Citarum sebagai sentral cekungan menjadi muara bagi anak-anak sungai dari utara, selatan, dan timur. Kondisi geografis tersebut menyebabkan tingkat kerentanan bencana alam di Kabupaten Bandung cukup tinggi. Ditinjau berdasarkan geologi wilayah, Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang berada dalam Kawasan Cekungan Bandung. Sekeliling kawasan cekungan bandung tersebut dikelilingi oleh deretan pegunungan sebagai berikut: Di Utara terdapat Bukit Tunggul dengan tinggi m, Gunung Tangkuban Parahu dengan tinggi m, yang berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta. Di Selatan terdapat Gunung Patuha dengan tinggi m, Gunung Malabar dengan tinggi m, Gunung Papandayan dengan tinggi m, dan Gunung Guntur dengan tinggi m, yang berbatasan dengan Kabupaten Garut. Dibagian barat Kawasan Cekungan Bandung, terdapat sederetan intrusi andesit dan dasit yang membentuk punggung- punggung tidak teratur. Adapun di bagian timur Kawasan Cekungan Bandung di apit oleh Gunung Krenceng dan Gunung Mandalawangi. Morfologi Kabupaten Bandung yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung tersebut menjadikan Kabupaten Bandung tergolong potensial sebagai tempat akumulasi air tanah. Kondisi geografis Kabupaten Bandung yang berupa dataran tinggi berbentuk cekungan dikombinasikan dengan banyaknya alih fungsi lahan yang terjadi baik dari pertanian dan daerah resapan menjadi permukiman maupun kawasan hutan menjadi lahan pertanian musiman menyebabkan tingginya sedimentasi dan bencana banjir. Selain itu, terganggunya sistem jaringan irigasi dan drainase juga berakibat pada timbulnya genangan dan banjir di beberapa titik lokasi II-1

2 terutama wilayah permukiman seperti banjir di Cieunteung-Baleendah, Dayeuhkolot serta jalan terusan Kopo. Kabupaten Bandung memiliki iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara mm sampai dengan mm per tahun. Suhu udara berkisar antara 12 o C sampai 24 o C dengan kelembaban antara 75 % pada musim hujan dan 87 % pada musim kemarau. Dalam konstelasi Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bandung berbatasan secara langsung dengan Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Batas wilayah administratif Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut: Topografis Berdasakan topografinya, sebagian wilayah Kabupaten Bandung merupakan pegunungan atau daerah perbukitan ketinggian yang bervariasi antara 500 m hingga di atas permukaan laut. Secara tidak langsung, kondisi topografi Kabupaten Bandung inilah yang mempengaruhi iklim Kabupaten Bandung yang cenderung sejuk dengan suhu berkisar antara 18 0 C hingga 24 0 C. Secara umum topografi Kabupaten Bandung dapat dibedakan ke dalam tiga jenis topografi yaitu dataran, lereng/ punggung bukit dan lembah/ DAS. Topografi tersebut cendrung bervariatif untuk setiap wilayah Kondisi Administratif Kabupaten Bandung Secara Administratif, Kabupaten Bandung berbatasan dengan beberapa daerah kabupaten/ kota lainnya, yaitu: Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang; Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut; Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur; Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kota Cimahi. Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Bandung Nomor 23 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai Dengan Tahun 2027 Kabupaten Bandung terdiri dari 31 kecamatan yang terbagi ke dalam 8 wilayah pengembangan adapun kecamatan serta luas wilayah administratif masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.1. dan Peta 1.1. berikut : II-2

3 No. Tabel 2.1 Luas Daerah Kabupaten Bandung Menurut Kecamatan Tahun 2014 Wilayah Pengembangan 1 WP Soreang 2 WP Baleendah 3 WP Banjaran 4 WP Majalaya 5 WP Cicalengka Kecamatan Luas Jumlah Desa/ Ha % Kelurahan 1 Kec, Soreang 2.550,68 1, Kec, Kutawaringin 4.730,26 2, Kec, Katapang 1.572,46 0, Kec, Rancabali ,00 8, Kec, Pasirjambu ,64 13, Kec, Ciwidey 4.846,92 2, Kec, Baleendah 4.155,54 2, Kec, Dayeuhkolot 1.102,91 0, Kec, Bojongsoang 2.781,22 1, Kec, Banjaran 4.291,79 2, Kec, Pangalengan ,93 11, Kec, Cangkuang 2.461,06 1,4 7 4 Kec, Cimaung 5.500,02 3, Kec, Arjasari 6.497,79 3, Kec, Pameungpeuk 1.462,32 0, Kec, Majalaya 2.536,46 1, Kec, Ciparay 4.617,57 2, Kec, Pacet 9.193,96 5, Kec, Kertasari ,36 8, Kec, Paseh 5.102,90 2, Kec, Ibun 5.456,51 3, Kec, Solokan Jeruk 2.400,66 1, Kec, Cicalengka 3.599,23 2, Kec, Nagrek 4.930,29 2,8 6 3 Kec, Cikancung 4.013,63 2, WP Cileunyi 1 Kec, Cileunyi 3.157,51 1, Kec, Rancaekek 4.524,83 2, WP Cimenyan - 1 Kec, Cilengkrang 3.011,94 1,71 6 Cilengkrang 2Kec, Cimenyan 5.308,33 3, WP Margaasih- 1 Kec, Margahayu 1.054,33 0,6 5 Margahayu 2 Kec, Margaasih 1.834,49 1,04 6 Kabupaten Bandung , Sumber : RTRW Kabupaten Bandung Tahun ; RPJPD Kabupaten Bandung Tahun II-3

4 2.1 Peta Administratif Sumber: Sumber: RTRW Kabupaten Bandung Tahun , BAPPEDA II-4

5 2.1.4 Kondisi Kependudukan Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development), diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Hanya dengan adanya penduduk yang berkualitas, keberadaan potensi sumber daya yang beraneka ragam dapat dimanfaatkan secara tepat, efisien, dan berkesinambungan. Tahun Jenis Kelamin Kelompok Umur (Tahun) Muda Produktif Tua (0-14) (15-64) (65+) Jumlah % LPP (%) Dependency Ratio (%) Kepadatan Penduduk (Jiwa/km 2 ) Laki-laki , Perempuan ,02 Jumlah % 30,45 65,29 4,27 Laki-laki ,64 53, Perempuan Jumlah % , 47 Laki-laki n/a n/a n/a ,14 n/a n/a n/a Perempuan ,86 Jumlah n/a n/a n/a % n/a n/a n/a Laki-laki ,76 1,55 52, ,93 51, Perempuan ,24 Jumlah ,6 48, % 27,65 67,3 5,05 Laki- Laki , ,27 Perempuan Jumlah ,8 51, % 29,61 66,17 4,22 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Saat ini dan Proyeksinya untuk 5 Tahun Jumlah penduduk miskin dan persebarannya II-5

6 2.1.5 Kondisi Sosial Masyarakat Masyarakat Kabupaten Bandung pada mulanya merupakan masyarakat yang homogen, namun seiring pembangunan lahan-lahan industri di kawasan Kabupaten Bandung dan sekitarnya maka saat ini Kabupaten Bandung berubah menjadi masyarakat yang heterogen. Dengan dibangunnnya kawasan-kawasan industri di sekitar Kabupaten Bandung, secara otomatis pembangunan permukiman-permukiman baru pun dilakukan untuk menampung m Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Bandung Untuk mewujudkan rencana tata ruang yang berkelanjutan dan operasional, maka kebijakan perencanaan tata ruang Provinsi Jawa Barat terkait de ngan Penyempurnaan RTRW Kabupaten Bandung adalah bahwa RTRW Kabupaten/Kota perlu melakukan penyesuaian terhadap materi terhadap RTRWP Jawa Barat untuk menjamin keterpaduan dan keserasian penataan ruang sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan antara Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung sesungguhnya merupakan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang di Kabupaten Bandung. RTRW Kabupaten Bandung ini harus sesuai dan mengacu pada peraturan perundang-undangan penataan ruang yang berlaku, yaitu Undang - undang Penataan Ruang dan peraturan mengenai penataan ruang lainnya, diantaranya yang mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, serta Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan Bandung. Struktur ruang merupakan kerangka struktural yang menampilkan bentuk ruang wilayah dan dapat dilihat dari unsur kegiatan fungsional kawasannya, dihubungkan oleh sistem transportasi serta didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana wilayah. Struktur ruang Kabupaten Bandung merupakan penjabaran struktur ruang Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan pembentukan konsep struktur tata ruang Kabupaten Bandung adalah mewujudkan keseimbangan pertumbuhan antara wilayah dengan mempertahankan daya dukung serta daya tampung lingkungan, yaitu diarahkan pada : Pengaturan sistem pusat-pusat pertumbuhan, dengan arah pengembangan barat timur, dan pengembangan secara terbatas pusat-pusat pertumbuhan di wilayah utara dan selatan dengan maksud meningkatkan peran pusat pertumbuhan sebagai pusat pelayanan dengan tetap Mendayagunakan fasilitas pelayanan yang penyebarannya dilakukan secara berjenjang sesuia kebutuhan dan tingkat pelayanan, dan difokuskan pada wilayah-wilayah yang didorong perkembangannya, yaitu pada wilayah bagian barat dan timur. Menciptakan daya tarik seluruh bagian wilayah pembangunan (WP) dengan penyebaran pusatpusat pelayanan ke seluruh kawasan kabupaten Bandung. II-6

7 Menciptakan dinamika perkembangan kota yang sinergis. Kota-kota/ simpul-simpul dalam sistem perwilayahan, antara lain memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Mempunyai potensi dan cenderung berkembang pesat serta menarik minat investasi b. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberi manfaat: Meningkatkan perkembangna pembangunan lintas sektor, terutama sektor ekonomi. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Tidak mengganggu upaya pelestarian SDA dan fungsi lindung, serta aman dari bahaya bencana alam. Memiliki akses yang berorientasi dalam skala pelayanan regional dan lokal. Perumusan struktur tata ruang Kabupaten Bandung di masa mendatang diarahkan untuk mengintegrasikan pengembangan kawasan budidaya dan pertimbangan limitasi dan kendala daya dukung lingkungan. Dasar pertimbangan dalam pengembangan sistem kota-kota di wilayah Kabupaten Bandung adalah : Arahan kebijakan yang telah ada, baik dalam lingkup nasional, provinsi, dan Metropolitan Bandung, maupun kebijakan RTRW Kabupaten Bandung sebelumnya, diantaranya : Pengembangan kota kota satelit dan fungsi khusus. Pengembangan kota satelit Kota Bandung mencakup Soreang, Banjaran, Majalaya dan Cicalengka. Pembatasan perkembangan pada kawasan rawan lindung (penyangga) dan bencana (longsor dan banjir) yang menunjukkan perkembangan kegiatan relatif pesat. Pembatasan ini antara lain Dayeuh Kolot, Bojongsoang, dan Baleendah serta wilayah bagian selatan (antara lain Pangalengan dan Ciwidey). Permasalahan yang terjadi dari tidak terwujudnya RTRW Kabupaten Bandung , yaitu tidak efektifnya fungsi pusat-pusat pengembangan kawasan. Kecenderungan perkembangan yang terjadi (menyangkut penduduk, ekonomi, dan fisik), yang mengindikasikan potensi kawasan tersebut untuk berkembang. Berdasarkan hasil analisis dapat diidentifikasikan kawasan yang memiliki fungsi kegiatan khusus, yakni : Margaasih-Margahayu-Dayeuh Kolot Bojong Soang- Baleendah (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri, fungsi husus: penyangga, kawasan banjir) Soreang (pusat pelayanan : pemerintahan, permukiman, perdagangan dan jasa) Banjaran (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri), II-7

8 Majalaya (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri) Cicalengka-Rancaekek (pusat pelayanan : permukiman, perdagangan dan jasa, industri,) Pangalengan (fungsi khusus : pariwisata serta agropolitan) Ciwidey (fungsi khusus : pariwisata serta agropolitan). Kawasan agropolitan di Bandung Selatan 1. ARAH PENGEMBANGAN SEKTORAL DAN BIDANG PEMBANGUNAN Arah kebijakan pengembangan setiap sektor di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : A. Sektor Industri Pembangunan sarana dan prasarana serta meningkatkan efisiensi dan produktifitas, serta daya saing melalui keterkaitan sektor industri yang berorientasi ekspor. Penyempurnaan infrastruktur dan menciptakan kemudahan-kemudahan dalam upaya memperbesar peluang investor. Mendorong industri barang modal utama yang mendukung sektor pertanian agar terus berkembang, demikian pula agroindustri yang mengolah hasil-hasil pertanian. Meningkatkan desentralisasi industri ke daerah-daerah, sesuai dengan potensinya. Untuk industri baru dikembangkan di Kawasan Kota baru Tegalluar. B. Sektor Pertanian dan Kehutanan Pertanian II-8

9 Pembangunan pertanian dan kehutanan harus menempatkan secara efisien sumberdaya yang ada serta terpadu dan saling menunjang dengan pembangunan di sektor lain terutama pembangunan industri, pembangunan daerah pedesaan, transmigrasi serta upaya memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dalam kebijaksanaan umum perlu diperhatikan perwilayahan komoditi yang berpegang pada asas keterpaduan yang meliputi keterpaduan wilayah, keterpaduan komoditi dan keterpaduan usaha tani. Melanjutkan usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi, serta melaksanakannya secara terpadu disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim dengan tetap memelihara kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat. Pembangunan sub sektor pertanian tanaman pangan untuk meningkatkan produksi, meningkatkan pendapatan petani dan efisiensi usaha tani, memperbaiki gizi masyarakat, mendorong terbukanya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani yang dikonsumsi masyarakat, peningkatan produksi peternakan harus tetap dilanjutkan, pembangunan sub sektor perikanan terus dilanjutkan dan tidak hanya sekedar peningkatan produksi tetapi mencakup kepentingan anggota masyarakat. Upaya peningkatan produksi perkebunan guna menggerakan dan memacu peningkatan ekspor dan bidang lain seperti industri melaui perluasan areal, intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi. Kehutanan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pemantapan kawasan hutan di Kabupaten Bandung sesuai dengan peruntukannya dan fungsinya sebagai hutan lindung, Penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di seluruh bagian wilayah kabupaten, Penataan jalur hijau di sepanjang jalan. Sumberdaya Air dan Drainase Menjaga stabilitas air sebagai bahan baku air bersih, dan irigas Pengelolaan drainase kabupaten untuk mencegah terjadinya banjir dan genangan. C. Sektor Transportasi II-9

10 Membangun jalan baru, meningkatkan pemeliharaan sarana dan prasarana perhubungan darat, untuk memperlancar arus orang, barang dan jasa yang dapat menunjang kegiatan di berbagai bidang. Meningkatkan daya dukung jalan untuk menunjang mobilitas barang, serta membangun jalan baru dalam rangka pemerataan pembangunan di Kabupaten Bandung Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru untuk mengurangi pergerakan ke arah pusat Kota Bandung. D. Sektor Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Mengembangkan objek wisata terutama mengembangkan wisata terkait dengan potensi alam dan budaya Kabupaten Bandung. Mengembangkan sektor kepariwisataan yang potensial, misalnya wisata perairan di beberapa waduk. D. Sektor Perumahan dan Permukiman Pembangunan dan perbaikan perumahan diupayakan lebih ditingkatkan dan diperluas sehingga makin merata dengan senantiasa memperhatikan rencana pengembangan dan keterpaduan dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Mulai diarahkan pengembangan perumahan vertikal pada kawasan-kawasan dengan penduduk padat, untuk tetap menjaga keseimbangannya dengan ruang terbuka hijau terutama pada daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung. Intensifikasi Pemanfaatan Ruang Sebagaimana karakter kota pada umumnya, di Kabupaten Bandung kecenderungan intensifikasi pemanfaatan ruang di kawasan yang berbatasan langsung dengan kota Bandung sebagai pusat wi layah Metropolitan Bandung. Kecamatankecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuh Kolot, Bojongsoang dan Baleendah akan berkembang lebih pesat dibandingkan kawasan lain bila tidak dibatasi pengembangan terbangunnya. Terkait dengan fungsinya sebagai penyangga untuk membatasi pengembangan urban sprawl Kota Bandung, maka pengembangan kawasan terbangun di wilayah ini dilakukan melalui intensifikasi lahan dengan bangunan vertikal. Dengan upaya intensifikasi tersebut diharapkan dapat mengurangi tekanan terhadap ruang, dan dapat memberikan ruang terbuka yang memadai. Dalam rencana detail hal ini dapat dirumuskan dengan penetapan KDB (Koefisien Dasar Bangunan) dan KLB (Koefisien Lantai Bangunan) menurut blok-blok dalam wilayah perencanaannya. Faktor lain yang perlu diperhatikan dalam intensifikasi pemanfaatan ruang ini antara lain adalah : II-10

11 keindahan kawasan/ kota (landscape), kepadatan lalu lintas, dukungan prasarana yang memadai, misalnya air bersih, pemadam kebakaran, untuk bangunan bertingkat. Pengembangan Ruang Tepi Sungai Besarnya masalah keruangan di sekitar sungai-sungai di Kabupaten Bandung, diantaranya banjir, maka secara bertahap perlu dikembangkan pola/konsep water front city (bangunan hadap air), disertai pula dengan pembangunan tanggul (retaining wall), penataan sempadan sungai, dan pembangunan jalan (jalan inspeksi). Pengembangan ruang di tepi sungai dapat pula dikaitkan dengan pengembangan pariwisata. Pembangunan hotel, restoran, sarana rekreasi, dan lainnya dapat merupakan bentuk-bentuk pengisiannya. Secara konseptual struktur tata ruang Kabupaten Bandung merupakan pola polisentrik (polisentrik Urban Region), dengan dua pusat utama. Sistem kota yang akan dikembangkan di Kabupaten Bandung dilakukan berdasarkan pertimbangan : 1. Hirarki sistem kota yang dianalisi berdasarkan Indeks Sentralitas dan tingka aksesilbilitas dari setiap kecamatan di Kabupaten Bandung. 2. Memi liki perkembangan kegiatan fungsional perkotaan dan kawasan terbangun yang pesat serta dapat menarik minat investasi. 3. Berfungsi sebagai pusat pelayanan jasa dan produksi yang didukung oleh tingkat ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang memadai serta memberikan manfaat : meningkatkan ketersediaan untuk pengembangan wilayahnya, meningkatkan perkembangan lintas sektor, terutama sektor ekonomi, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. 4. Daya dukung lahan terkait dengan sebaran kawasan lindung dan kawasan rawan bencana di sekitar pusat-pusat pemukiman yang ada. 5. Sebaran penduduk perkotaan dan desa-desa yang mempunyai sifat perkotaan (desa urban). 6. Memiliiki akses yang berorientasi pada skala pelayanan regional dan lokal. 7. Arahan kebijakan yang telah ada. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kemudian ditentukan hirarki dari masing-masing kota di wilayah Kabupaten Bandung seperti dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Gambar 3.1. Sistem kota-kota tersebut, didukung oleh jaringan jalan yang membentuk pola ringradial. Pola ring akan II-11

12 menghubungkan pusatpusat kota hirarki II a dan II b, yaitu : dari timur melalui Cileunyi, Rancaekek, Majalaya, Banjaran dan Soreang. Peningkatan akses wilayah selatan bagian barat; Soreang-Ciwidey dan Banjaran-Pangalengan dan untuk melayani pergerakan dan peningkatan akses wilayah selatan, selatan-timur, serta Cileunyi-Cicalengka di bagian timur memanfaatkan jaringan jalan yang telah berkembang saat ini. Kecamatan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung diarahkan sebagai wilayah yang berfungsi hirarkhi III 0, yang berorientasi pada fungsi Kota Bandung sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah Kecamatan Margahayu, Margaasih, Cilengkrang dan Kecamatan Cimenyan. Wilayah-wilayah tersebut dalam perkembangannya sangat terpengaruh oleh perkembangan Kota Bandung, sehingga dapat dijadikan sebagai buffer zone/ wilayah penyangga bagi wilayah pengembangan lainnya di Kabupaten Bandung. Inti dari permasalahan penataan ruang di Kabupaten Bandung yaitu adanya ketidaksesuaian antara perencanaan pembangunan dengan kondisi riil di lapangan. Ketidaksesuaian tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori. Pertama, ketidaksesuaian yang diakibatkan oleh dinamika pertumbuhan wilayah yang tidak terkendali, dimana seringkali berdampak pada alih fungsi lahan. Kedua, ketidaksesuaian yang diakibatkan oleh tidak terimplementasinya rencana tata ruang secara utuh. Dalam konteks Kabupaten Bandung, Rencana Tata Ruang Wilayah telah mendelineasi kawasankawasan tertentu sebagai kawasan strategis, akan tetapi dalam praktik di lapangan sarana dan prasarana di kawasan- kawasan tersebut belum memadai dalam mendukung perkembangan wilayah strategis. Persoalan lain dalam bidang tata ruang di Kabupaten Bandung yaituadanya keterbatasan dalam ketersediaan informasi mengenai rencana rinci tata ruang, rencana tapak beserta dokumen pendukung lain yang bersifat spasial, baik itu berupa peta analog maupun peta digital.disisi lain, perencanaan tata ruang juga dihadapkan kepada persoalan berupa tidak efisiennya prosedur penyesuaian hingga pengesahan rencana tata ruang. Selain dari pada itu, kondisi eksisting juga masih dihadapkan pada keterbatasan pengendalian dan pengawasan lapangan, yang mana ini berimplikasi pada kurang intensifnya penindakan pelanggaran tata ruang. Persoalan pembangunan Kabupaten Bandung yang terkait dengan penataan ruang dan perencanaan dapat dilihat pada diagram permasalahan pada Gambar 4.3 berikut. II-12

13 GAMBAR 4.3 DIAGRAM PERMASALAHAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BANDUNG Belum optimalnya pengendalian pemanfaatan ruang Kondisi Riil Rencana Tata Ruang Perkembangan wilayah tidak terkendali Pembangunan tidak sesuai dengan RTR Belum efektifnya pengendalian pemanfaatan SDM yang kompeten dalam bidang penataan ruang masih terbatas Sumber: Hasil Analisis BAPPEDA Kabupaten Bandung, 2015 Pemberlakuan RTR revisi tertunda dan harus mengacu pada RTR lama Prosedur pengesahan RTR tidak efisien dan berbelit-belit Berdasarkan Rencana Struktur Ruang dalam RTRW Kota Bandung , telah ditetapkan pula rencana pengembangan jaringan prasarana kota. Terkait Perencanaan Pembangunan Sanitasi termasuk pada Rencana Pengembangan Prasarana Pengelolaan Lingkungan Wilayah Kabupaten Bandung terdiri atas: a. sistem penyediaan air minum; b. sistem pengolahan air limbah kota; c. sistem persampahan kota; d. sistem jaringan drainase kota; e. sistem penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana pejalan kaki; f. sistem jalur evakuasi bencana. Berikut hasil telaahan rencana pengembangan prasarana pengelolaan lingkungan kota yang tertuang dalam RTRW Kota Bandung khususnya sektor sanitasi: a. Sistem Penyediaan Air Minum II-13

14 Setelah diidentifikasi terdapat beberapa beberapa permasalahan menyangkut sistem penyediaan air bersih untuk kabupaten Bandung. Walaupun saat ini lebih terfokus pada pelayanan sistem perpipaan, PDAM Kabupaten Bandung pada tahun 2006 hanya dapat melayani 25,15% penduduk administrasi daerah pelayanan perkotaan dan sebesar 8,95% penduduk administrasi daerah pelayanan perdesaan atau sebesar 6,43% dari total penduduk. Kondisi pelayanan air perpipaan tersebut masih cukup rendah karena belum terpasangnya seluruh jaringan distribusi. Penggunaan air tanah dangkal oleh sebagian penduduk seperti sumur dan mata air juga sangat mempengaruhi tingkat pelayanan sistem perpipaan (PDAM Kab. Bandung, 2006). 1. Perkiraan kebutuhan air Bersih Perkiraan kebutuhan air bersih pada pembahasan ini diperhitungkan berdasarkan kebutuhan air perkapita, per tumbuhan dan perkembangan penduduk, dan pengklasifikasian jenis kebutuhan. Perlu juga diperhitungkan adanya perkembangan tingkat perekonomian dan kemampuan penyedia dalam melayani perkembangan kebutuhan air bersih untuk masa yang akan datang. Diterbitkannya PP 16/2005 yang mengharuskan para penyedia air harus mampu mendistribusikan air layak minum (potable water) pada tahun 2026 juga harus menjadi pertimbangan. Untuk kebutuhan air bersih yang akan digunakan dalam studi ini ditetapkan sebesar 120 L/ orang/hari, untuk perkotaan dan 80 L/ orang/hari. Kehilangan air tahun 2007 dengan sistem peripaan pelayanan PDAM sekitar 41,9% dan akan diprediksikan menurun agar mencapai target yang ditetapkan oleh standar yaitu mencapai maksimal 20% pada tahun Pengembangan Sistem Penyediaan Air Bersih Target yang dicanangkan pemerintah diharapkan 80% penduduk perkotaan dan 50% penduduk perdesaan dapat terlayani oleh air bersih. Pengembangan yang dilakukan di Kabupaten Bandung adalah menjadikan seluruh kecamatan dapat terlayani oleh sistem perpipaan pada akhir tahun perencanaan. Rencana utama dari sistem penyediaan air besih di Kabupaten Bandung adalah : a. Pembangunan sistem baru untuk melayani daerah yang belum terlayani b. Peningkatan kapasitas produksi PDAM dan menurunkan kehilangan air c. Perbaikan, pemeliharaan dan rehabilitasi terhadap kapasitas sistem transmisi dan distribusi d. Mengembangkan sistem penyediaan air bersih regional untuk beberapa kelompok kecamatan berikut : - Cileunyi, Rancaekek, Majalaya, Ciparay. - Soreang, Margahayu, Margaasih, Katapang, Dayeuh kolot, Bojongsoang, Baleendah, Pangalengan, Cimaung, Banjaran dan Pameungpeuk - Ciwidey, Pasirjambu b. Sistem Pengelolaan Air Limbah II-14

15 Program UNDP INS/84/505, yaitu sebagai berikut : Sistem pengelolaan air limbah dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu pengelolaan air limbah domestik dan air limbah industri. Timbulan air limbah domestik berasal dari sisa pemakaian/ konsumsi air bersih dari penduduk terlayani. Sedangkan limbah industri biasanya spesifik dihasilkan dari sisa proses produksi. Sistem penyaluran air limbah domestik dan industri tidak boleh disatukan karena memiliki karakteristik yang berbeda. Sistem pengelolaan air limbah domestik terdiri dari 2 sistem, yaitu sistem setempat (on site sanitation) dan sistem terpusat (off site sanitation). Secara umum sistem yang akan digunakan adalah on site system baik secara individual pada tiap rumah tangga maupun komunal. Khusus untuk kecamatan dengan kepadatan penduduk yang tinggi (Majalaya, Katapang, Margaasih, Margahayu dan Dayeuhkolot) diarahkan pada on site system komunal. Permasalahan lingkungan lainnya di Kabupaten Bandung adalah pencamaran lingkungan baik air, udara maupun tanah. Pencemaran tanah yang menonjol terjadi di Kecamatan Rancaekek akibat pencemaran limbah industri dari Kabupaten Sumedang. Dalam hal pencemaran udara, meskipun belum parah, namun perkembangannya cenderung mengkhawatirkan. Kualitas udara ambien setiap tahunnya cenderung menurun. Terdapat kecenderungan bahwa menurunnya kualitas udara ambien akibat kegiatan transportasi dan industri. Dari 12 titik lokasi pengukuran polusi udara di Kabupaten Bandung Tahun 2006 Kadar NO2 paling tinggi terdapat di Ruas Jalan Kopo Sayati sebesar 98,6 μg/m3, sedangkan Kadar SO2 dan NO paling tinggi terjadi di Terminal Cileunyi yaitu masing masing sebesar 31,7 μg/m3, dan μg/m3. Degradasi kualitas Sungai Citarum dan anak-anak sungainya akibat tidak terkendalinya pencemaran limbah dari sumber domestik, industri, rumah sakit, RPH, kegiatan lain, dan penggundulan hutan di hulu Sungai Citarum serta desakan kegiatan perkotaan. Kualitas air sungai di Kabupaten Bandung, terutama pada Sungai Citarum dapat dilihat pada tabel Tingkat Total Suspended Solid (TSS) paling tinggi terdapat pada segmen Nanjung Kecamatan Margaasih yaitu sebesar 192 Tingkat Biochemical Oxygen Demand (BOD) yang paling tinggi terdapat di segmen Sapan Kecamatan Solokanjeruk yaitu sebesar 28,53, dan tingkat Chemical Oxigen Demand (COD) tertinggi terdapat pada segmen Sapan Kecamatan Solokanjeruk yaitu 73,80. Titik berat perhatian masalah lingkungan saat ini masih pada pencemaran yang dihasilkan oleh kalangan industri, domestik dan pertanian. Hal ini tentunya beralasan mengingat secara historis posisi Kabupaten Bandung dikenal sebagai sentra industri tekstil, yang merupakan industri yang dikenal menghasilkan limbah yang cukup polutif, sehingga intervensi dan program yang dilakukan pemerintah lebih memfokuskan pada penanganan limbah industri tersebut. Padahal limbah rumah tangga juga II-15

16 memberikan andil yang cukup besar terhadap ketidakseimbangan lingkungan. Namun beberapa upaya yang dilakukan untuk menangani limbah rumah tangga kurang mendapat tanggapan dari masyarakat. Beberapa bangunan Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) yang ada saat ini mengalami kesulitan beroperasi karena terbentur pada budaya masyarakat yang belum menyadari pentingnya instalasi IPLT tersebut bagi kelangsungan keseimbangan lingkungan. Tentunya pemerintah harus mulai memikirkan program/kegiatan yang biaya operasionalnya rendah sehingga masyarakat tidak dibebani iuran yang terlalu mahal, misalnya dengan memperluas dan mensosialisasikan septictank komunal. Beberapa program telah digulirkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam rangka mengendalikan pencemaran lingkungan dari kalangan industri. Program Surat Pernyataan Kali Bersih (Super Kasih) yang dimulai Tahun 2003 bertujuan mendorong percepatan penataan industri terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup yang berlaku. Sasaran program ini antara lain menurunkan beban pencemaran, khususnya yang bersumber dari air limbah industri, meningkatkan kualitas air sungai, dan meningkatkan kinerja Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) bertujuan mendorong penataan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui instrumen insentif reputasi/ citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik, dan sebaliknya untuk kinerja pengelolaan yang buruk. Tentu saja program-program tersebut belum menyelesaikan permasalahan pencemaran lingkungan secara keseluruhan. Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Lingkungan Hidup pada Tahun 2005, ditinjau dari jumlah industri yang dipantau, dari sampel 127 industri pada periode (1-3) kali per industri (tergantung kondisi pengolahan air limbahnya), hasil pemantauan menunjukkan hanya 31 industri (24.4 %) yang memenuhi Baku Mutu Air Limbah. Ditinjau dari jumlah sampel yang diuji, dari 114 sampel inlet, 158 sampel outlet, 20 sampel by pass dan 8 sampel dari saluran sekitar industri tersebar di wilayah Kabupaten Bandung, hasil analsis menunjukan 48 sampel (16%) yang terdiri dari 10 sampel inlet, 35 sampel outletdan 3 sampel lain-lain, memenuhi Baku Mutu Air Limbah. Rentang konsentrasi hasil pengujian adalah BOD = ( ) mg/l, COD = ( )mg/l dan TSS = ( ) mg/l. Instalasi Pengolahan Limbah Domestik Pada saat ini Kabupaten Bandung telah memiliki 2 buah Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) dan 1 buah Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik, yaitu : a. IPLT yang berlokasi di Desa Cibeet Kecamatan Ibun IPLT ini dibangun mengelola limbah tinja penduduk di Kec. Majalaya, Rancaekek, dan Cicalengka dengan kendaraan angkut tinja. Kapasitas IPLT adalah 24 m3/hari dan menempati lahan seluas 1 Ha. II-16

17 b. IPLT yang berlokasi di Desa Babakan Kecamatan Ciparay : dibangun untuk mengelola limbah tinja penduduk Kecamatan Ciparay dan sekitarnya. c. IPAL Soreang : terletak di Kota Soreang, mengolah limbah penduduk di Bagian Barat Kota Soreang dengan kapasitas 2500 sambungan (± jiwa). Kapasitas IPAL adalah 10 liter/detik dan menempati lahan seluas m2. Pembuangan Akhir limbah adalah ke Sungai Ciwidey. Sarana pengangkutan IPLT/IPAL non perpipaan yang tersedia saat ini adalah 5 buah tangki tinja berkapasitas 3 m3 dengan kondisi 1 buah tangki tidak berfungsi. Peralatan Ke-3 instalasi pengolahan limbah domestik tersebut diatas saat ini dalam keadaan rusak berat (bahkan selain peralatan, bangunan IPLT Babakan dan IPAL Soreangpun mengalami kerusakan). Berdasarkan hasil perhitungan timbulan air limbah domestik pada akhir tahun perencanaan adalah 5,98 m3/detik. Timbulan air limbah tersebut apabila tidak disalurkan dan diolah dengan baik akan berpotensi mencemari lingkungan (pencemaran tanah dan badan air penerima) dan menimbulkan dampak kesehatan berupa berjangkitnya penyakit waterborne disease seperti diare, muntabel, dll. Rencana pengelolaan air limbah domestik untuk Kabupaten Bandung adalah : a. Membuat masterplan pengelolaan air limbah domestik Kabupaten Bandung b. Pembangunan Tangki Septik Komunal c. Pengembangan sistem off sanitation pada daerah-daerah yang secara teknis dan ekonomis memungkinkan d. Revitalisasi dan pemanfaatan IPAL dan IPLT yang ada e. Pembangunan Saluran penampung buangan Rumah Tangga (sewerage system) dan Pembangunan IPAL domestik f. Penambahan MCK umun di daerah pedesaan yang minim sarana sanitasi dan di daerah perkotaan yang padat dan kumuh g. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mau membangun dan menggunakan MCK pribadi maupun umum untuk mengurangi beban limbah domestik di badan air penerima Instalasi Pengelolaan Air Limbah Industri Untuk menjaga kualitas air sungai, perlu dilakukan pengendalian terhadap air limbah industri yang dibuang ke badan air (sungai) setempat. Rencana pengelolaan air limbah industri adalah sebagai berikut : a. Pembangunan IPAL Terpadu di zone-zone industri seperti : - IPAL Terpadu zone industri Rancaekek (untuk industri-industri yang berlokasi di Kecamatan Rancaekek) II-17

18 - IPAL Terpadu Zone Industri majalaya (untuk industri-industri yang berlokasi di Kecamatan Majalaya dan Solokanjeruk) - IPAL Terpadu Zone Industri Banjaran (untuk industri-industri yang berlokasi di Kecamatan Banjaran, Pameungpeuk dan Arjasari) Serta pembangunan IPAL Terpadu di kawasan industri Tegalluar dan Margaasih. a. Pembangunan dan optimalisasi IPAL industri b. Pembangunan IPAL industri kecil terpadu c. Penerapan manajemen produksi bersih pada industri d. Peningkatan kesadaran pelaku industri dalam peningkatan pengelolaan air limbah e. Penerapan Program Manager Pengendali Polusi (MPP) atau Environmental Pollution Control Manager (EPCM) di industri f. Penerapan secara ketat effluent standard dan stream standard sesuai dengan peraturan yang berlaku c. Rencana Sistem Persampahan Jumlah timbulan sampah di Kabupaten Bandung setiap harinya pada tahun 2006 adalah m3/hari. Jumlah tersebut berdasarkan banyaknya jumlah penduduk dikali timbulan sampah tiap orang tiap hari. Dilihat dari data yang ada pada tahun 2006, kondisi sarana persampahan di Kabupaten Bandung masih belum dapat melayani hal ini dapat terlihat dari beberapa kecamatan yang belum mempunyai sarana pengangkutan baik kendaraan, land countainer, bahkan gerobak. - Fasilitas Pengelolaan Sampah (FPS) Salah satu arahan dalam pengelolaan persampahan bersama di Metropolitan Bandung menurut GBWMC (Greater Bandung Waste Management Corporation) dalam Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropolitan Bandung di lakukan pengelolaan persampahan dilakukan melalui penggunaan FPS Regional dengan sistem sanitary landfill. Hal ini untuk meminimalisir dampak lingkungan akibat pengoperasian FPS open dumping yang tersebar di beberapa titik. Terdapat beberapa lokasi calon FPS di Kabupaten Bandung yang juga dapat melayani wilayah Metropolitan Bandung lainnya di luar Kabupaten Bandung (Kota Bandung, Kota Cimahi, sebagian Kabupaten Sumedang, yaitu FPS Nagreg untuk melayani wilayah Kabupaten Bandung sekaligus Metropolitan Bandung bagian timur. Penentuan calon FPS ditetapkan berdasarkan SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi FPS. Meskipun demikian, diperlukan studi lebih lanjut untuk menilai kelayakan kedua calon lokasi FPS ini atau alternatif lain, baik dari aspek teknis lingkungan serta aspek sosial disamping upaya percepatan implementasi terhadap calon FPS yang dinilai paling layak. II-18

19 SPA (Stasiun Peralihan Antara) Konsekuensi dari penerapan FPS Terpadu adalah biaya pengangkutan sampah menuju FPS menjadi semakin besar dan tidak efisien. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka diperlukan adanya Stasiun Peralihan Antara (SPA), di mana sampah dari kota/wilayah diangkut menuju SPA dan selanjutnya dengan kendaraan pengangkut yang lebih besar sampah dari beberapa lokasi pelayanan SPA diangkut ke FPS untuk proses lebih lanjut. Kriteria Penentuan Lokasi SPA Penggunaan data GIS (Geographical Information System) adalah metoda yang dapat digunakan untuk memperoleh daftar lokasi yang sesuai serta memenuhi persyaratan lokasi SPA. Tabel berikut ini memberikan karakteristik geografis tertentu di wilayah Pemerintah Daerah, yang dapat digunakan dalam analisis GIS, untuk identifikasi lahan yang memenuhi kriteria dan lahan yang tidak termasuk dalam pertimbangan. Lokasi SPA dipengaruhi oleh centroid sampah, volume sampah yang harus diangkut, jarak SPA tehadap lokasi FPS, dan tentunya biaya. Dengan demikian keputusan diperlukan atau tidaknya SPA tergantung dari perhitungan kelayakan keuangan. Pertimbangan pemilihan lokasi SPA harus terletak dekat dengan jalan tol atau jalan utama sebab transportasi sampah dari SPA ke FPS menggunakan truk kontainer. Parameter Kriteria Penyaringan Kriteria Penyaringan Penentuan Lokasi SPA di Kabupaten Bandung II-19

20 Sumber : Laporan Penunjang Penataan Ruang Metropolitan Bandung, 2005 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Lokasi SPA usulan untuk Kabupaten Bandung: a. Majalaya FPS tujuan: FPS Nagreg b. Bojongsoang, Kabupaten Bandung FPS tujuan: FPS Nagreg c. Soreang, Kabupaten Bandung FPS tujuan: FPS Leuwigajah Calon lokasi SPA Soreang adalah eks calon lokasi FPS yang pernah diusulkan pada penelitian-penelitian sebelumnya akan tetapi tidak memungkinkan untuk dijadikan FPS karena telah dipenuhi oleh permukiman. Walaupun demikian, sebagai calon lokasi SPA masih memungkinkan karena SPA tidak membutuhkan lahan yang terlalu luas. Calon lokasi SPA Bojongsoang merupakan hasil penelitian tim GBWMC, sedangkan calon lokasi SPA Gedebage dipilih berdasarkan rencana pengembangan kawasan Bandung Timur. Luas lahan yang diperlukan untuk pembangunan SPA bergantung pada kapasitas tiap-tiap jenis SPA. SPA Cileunyi dengan kapasitas 2000 ton per hari akan membutuhkan lahan seluas 1 Ha, dengan total pekerja sebanyak 264 orang (bertahap). Dengan demikian adanya SPA dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. II-20

21 Lokasi SPA Gedebage pun letaknya cukup strategis karena adanya rencana akses jalan tol sehingga memudahkan akses menuju FPS Nagreg, serta mudah dijangkau dari beberapa kecamatan di sekitarnya. Penanganan persampahan wilayah Kabupaten Bandung memerlukan adanya reduksi timbulan sampah yang diangkut ke FPS serta yang diurug di FPS, melalui kegiatan reduksi di setiap tahap pengelolaan sampah. Reduksi sampah dilakukan sebelum sampah terbentuk dan setelah sampah ada di lingkungan. Reduksi timbulan sampah yang telah terbentuk dapat dilakukan dengan memanfaatkan karakter sampah itu sendiri sesuai jenisnya, sehingga selain tereduksi juga menghasilkan nilai ekonomi. Kegiatan ini juga dapat dikatakan sebagai pengolahan sampah, yaitu dengan cara: Komposting sampah basah Daur ulang sampah kering layak daur Kegiatan ini dapat dilakukan secara terpusat, dengan memanfaatkan SPA dan FPS sekaligus sebagai sentra daur ulang, terutama di SPA Gedebage dan FPS Leuwigajah. Reduksi sampah terangkut ke SPA dan FPS dilakukan dengan mengoptimalkan peran sektor optimal yang secara eksisting telah berlangsung, yaitu dengan sistem pemilahan sampah di sumber. Dengan demikian, kegiatan daur ulang dapat berlangsung dengan lebih cepat dan mudah karena derajat ketercampuran sampah dapat dikurangi semaksimal mungkin. Terkait dengan konsep pemilahan sampah di sumber, pengumpulan dan pengangkutan sampah selayaknya direncanakan mengikuti konsep tersebut sehingga sampah tidak tercampur hingga TPS dan FPS. Alternatif konsep pengumpulan/pengangkutan sampah terpilah: 1. Modifikasi pada sarana/kendaraan pengumpul/pengangkut sehingga memungkinkan adanya penyekatan antara sampah basah dan sampah kering. Pengumpulan/pengangkutan sampah yang telah terpilah di sumber timbulan dilakukan secara teratur seperti biasa, dengan menyimpan sampah sesuai jenisnya pada kendaraan pengumpul yang telah tersekat/terpisah. Kelebihan: - Tidak perlu pembiasaan dan edukasi lebih kepada konsumen pelayanan sampah, selain dari memilah sampah. - Baik sampah kering maupun sampah basah diangkut bersamaan pada jadwal pengumpulan sampah Kekurangan: - Diperlukan penambahan dan/atau modifikasi kendaraan/sarana pengumpul II-21

22 2. Pembedaan jadwal pengumpulan/ pegangkutan untuk sampah basah dan sampah kering. Pengumpulan/pengangkutan sampah yang telah terpilah di sumber timbulan dilakukan secara teratur dengan pembedaan terhadap jadwal pengumpulan sampah basah dan sampah kering sehingga sampah tidak tercampur pada kendaraan pengumpul. Dengan demikian, tidak diperlukan modifikasi pada sarana/kendaraan pengumpul (penyekatan dsb). Penjadwalan pengumpulan pada tiap sumber dapat berbeda sesuai area pelayanan kendaraan pengumpul pada hari yang sama. Contoh Skema Pemilahan Berbasis Pengumpulan Terjadwal Skema Pengelolaan Sampah Kabupaten Bandung II-22

23 d. Sistem Jaringan Drainase Pembangunan rencana sistem drainase saat ini antara lain belum memadainya jaringan drainase baik dalam jumlah maupun kapasitas. Sistem drainase eksisting baru mencakup sebagian kecil dari daerah pelayanan dan sebagian besar berada di daerah pusat-pusat kegiatan saja. Dapat dikatakan banyak terdapat fungsi saluran drainase yang masih digunakan bersama-sama dengan sistem penyaluran air limbah baik domestik maupun industri (sistem tercampur) sehingga terjadi penurunan kapasitas aliran pada saat musim hujan. Rencana pengembangan sistem drainase di Kabupaten Bandung diarahkan pada sistem drainase makro dan sistem drainase perkotaan. Apabila memungkinkan dapat dikembangkan sistem ekodrainase pada penerapannya di lapangan. Sasaran dari rencana pengembangan sistem drainase ini adalah tersedianya sistem yang memadai ditinjau dari segi kapasitas dan bisa mengatasi berbagai gangguan yang selama ini menjadi penyebab kurang berfungsinya sistem drainase tersebut. Adapun pokok-pokok rencana tersebut antara lain : Normalisasi dan pemeliharaan jaringan drainase yang ada Pembangunan dan pengembangan kolam retensi di kawasan perkotaan Pembangunan dan pengembangan jaringan drainase di kawasanperkotaan. Pembuatan embung penampung ai rtersebar di seluruh kecamatan. Pengelolaan sumberdaya air denganbekerjasama dengan pemerintahan daerah terdekat di daerah perbatasan dengan Kota/Kabupaten Lain. Kebijakan Pengembangan Pola Ruang Kebi jakan Pengelolaan dan Pemantapan Kawasan lindung - Kawasan Lindung, yang terdiri dari kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya (hutan lindung, kawasan resapan air), kawasan perlindungan setempat (sempadan sungai, kawasan sekitar danau dan mata air), kawasan suaka alam, dan kawasan rawan bencana. Kebijakan pengendalian, pemulihan, pelestarian, dan rehabilitasi Kawasan Lindung Kebijakan pengembangan kawasan budidaya sesuai dengan kapasitas daya dukung lingkungan (keter sediaan ai r, kawasan konservasi, iklim mikro dll) dan kesesuaian lainnya - Kawasan Budidaya, yang terdiri dari kawasan permukiman/perkotaan, kawasan pertanian (lahan basah, lahan kering dengan tanaman tahunan, dan lahan kering dengan tanaman semusim), serta kawasan hutan produksi (tanaman tahunan). II-23

24 Kebijakan pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan secara efisien dengan memperhatikan kelayakan teknis, sosial, ekonomi, politik / demokratis dan lingkungan. Kebijakan pengembangan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Kebijakan Pengembangan potensi perekonomian daerah No Uraian Penggunaan Lahan Luas (Ha) (%) A Kawasan lindung ,61 33,83 1 Belukar ,40 10,04 2 Danau/ waduk 357,38 0,2 3 Hutan ,00 21,16 4 Rawa 12,74 0,01 5 Semak 3.821,57 2,17 6 Sungai 443,51 0,25 B Kawasan budidaya pertanian ,73 53,22 1 Kebun campur 8.170,97 4,64 2 Perkebunan/ kebun ,88 14,59 3 Sawah ,73 21,48 4 Sawah tadah hujan 10,96 0,01 5 Tegal/ ladang ,19 12,51 Kawasan budidaya non C pertanian ,32 12,44 1 Bandara/jalan/jalan ka/stasiun/terminal 3.664,72 2,08 2 Industri/tambang 1.446,32 0,82 3 Institusi/kantor 339,62 0,19 4 Lapangan golf/stadion/lapangan/taman 167,5 0,1 5 Perumahan/komplek permukiman/pasar/pertokoan ,17 9,25 D Lainnya 892 0,51 Total , II-24

25 PANJANG DRAINASE DALAM KONDISI BAIK DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2015 No. Uraian Panjang drainase tersumbat pembuangan aliran air (km) 521,60 2. Panjang Drainase yang dipakai bangunan liar 391,20 3. Panjang Total Drainase 4. Persentase Drainase dalam Kondisi Baik Sumber: SIPD 2015 JUMLAH PENDUDUK YANG MENDAPATKAN AKSES AIR BERSIH No Uraian Jumlah jiwa yang terlayani sarana air bersih perdesaan (jiwa) Jumlah jiwa yang terlayani sarana air bersih perkotaan (jiwa) Jumlah Penduduk (jiwa) Akses aman terhadap air bersih di kawasan perkotaan (%) Akses aman terhadap air bersih di kawasan perdesaan (%) 8,64 8,71 9,98 10,55 9,96 10,13 10,55 11,84 12,58 13,45 Sumber: PDAM dan Dispertasih Kabupaten Bandung Tahun 2014 DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN PERSENTASE RUMAH TINGGAL BERSANITASI DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN No. Uraian Jumlah jiwa yang mengakses sarana sanitasi yang II-25

26 No. Uraian bersuspect aman (jiwa) Jumlah penduduk (jiwa) Akses aman terhadap sanitasi (%) ,08 51,60 52,11 52,63 53,29 53,43 Sumber: Dinas Kesehatan dan Dispertasih Kabupaten Bandung Kemajuan Pelaksanna SSK Pada sub bab ini kan dijelaskan progress dari implementasi SSK Kabupaten Bandung tahun Perkembangan pembangunan sanitasi di Kabupaten Bandung dapat dilihat hasil sandingan target sasaran dalam dokumen SSK Kabupaten Bandung tahun 2015 dengan capaian kinerja atau implementasi rencana saat ini Air Limbah Domestik Berdasarkan hasil review BPS, SSK dan MPS Kabupaten Bandung 2013, terdapat informasi mengenai tujuan program dan kegiatan kiranya telah direncanankan pada tahun Untuk lebih jelasnya mengenai kegiatan yang direncanakan SSK Kabupaten bandung dapat dilihat pada Tabel 2.- di bawah ini. Tabel 2.- Strategi, Program dan Kegiatan SSK Sektor Air Limbah Kabupaten Bandung II-26

27 2.3 Profil Sanitasi Saat ini a. Air Limbah Domestik (1) Sistem dan infrastruktur Sistem dan cakupan pelayanan air limbah tidak dapat dilepaskan dari infrastruktur pengolah air limbah. Pada kondisi eksisting, Kabupaten Bandung memiliki satu IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah) yaitu IPAL Soreang dan dua IPLT (Instalasi Pengolah Lumpur Tinja) yaitu IPLT Cibeet dan IPLT Babakan. Ditinjau berdasarkan kapasitasnya, IPAL Soreang yang berlokasi di Kaecamatan Soreang memiliki kapasitas yang mampu melayani 1000 sambungan rumah. IPAL yang dibangun pad atahun 1991 ini mulai dioperasikan pada tahun Namun pada kondisi eksisting, tidak semua unit dapat berfungsi dengan baik. Saat ini IPAL diperkirakan hanya mampu menampung air limbah rumah tangga dari 400 sambungan rumah, dan yang saat ini masih beroperasi tinggal 60 sambungan rumah. Tidak optimalnya IPAL Soreang diakibatkan oleh kurangnya pemeliharaan (maintenance), yang mana hal tersebut secara tidak berjalannya sistem penarikan retribusi sehingga pada akhirnya mempengaruhi operasi dan pemeliharaan IPAL. GAMBAR 3.xx IPAL SOREANG, KABUPATEN BANDUNG Sumber: Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung Kondisi serupa terjadi pada IPLT, kondisi saat ini, IPLT tidak berfungsi secara optimal. Padahal ditinjau dari kapasitas awal, IPLT Cibeet didesain dengan daya tampung sekitar 25 m3/ hari, sedangkan IPLT Babakan memiliki daya tapung sekitar 20 m3/ hari. Sejak selesai dibangun pada tahun 1998, IPLT Cibeet belum difngsikan secara optimal. Salah satu kendala yang menghambat operasional tersebut antara lain kendalam peraturan tariff pembuangan dan jarak tempuh. Secara lokasi IPLT Cibeet berlokasi di Kecamatan Ibun yang merupakan dataran tinggi. Untuk IPLT Babakan, pada kondisi eksisting, IPLT dalam keadaan rusak dan tidak berfungsi secara optimal. Salah satu kendalanya yaitu sulitnya sumber air mengingat lokasi IPLT yang berada di atas bukit. Secara keseluruhan cakupan pelayanan akses sarana pengelolaan air libah (SPAL) di wilayah Kabupaten Bandung pada tahun 2008 sekitar 36,15 %. Dari tahun 2008 hingga tahun 2012 terjadi peningkatan cakupan pelayanan akses sarana pengelolaan air limbah. Pada tahun 2012, cakupan pelayanan ini meningkat menjadi sekitar 37,23 % II-27

28 Diagram Sistem Sanitasi Pengelolaan Air Limbah Domestik Produk Input User Interface Pengumpulan /Penampungan/ Pengolahan Awal Pengaliran Pengolahan Akhir Daur Ulang /Pembuangan Akhir Kode Aliran - closet jongkok - closet duduk tangki septik Pipa Saluran pembuang IPAL SOREANG Sungai Alternatif 1 Black Water - closet jongkok - closet duduk tangki septik - - Sungai Alternatif 2 (Tinja, Urine, Air Comberan) - closet jongkok Sungai Alternatif 3 Helicopter/ Saluran Drainase Sungai Alternatif 4 Grey Water (air cucian dari dapur, air untuk mandi, air cucian pakaian) Tempat cuci piring, air bekas cucian/mandi Tempat cuci piring, air bekas cucian/mandi tangki septik - Saluran drainase/sal. Air kotor Saluran drainase IPAL Sungai Alternatif 1 - Sungai Alternatif 2 Tempat cuci piring, air bekas cucian/mandi Sungai Alternatif 3 II-28

29 KONDISI NO JENIS SATUAN JUMLAH/ KAPASITAS BERFUNGSI TIDAK BERFUNGSI KETERANGAN (i) (ii) (iii) (iv) (iv) (vi) (vii) SPAL Setempat (Sistem On-site) 1 Tangki Septik Komunal <10 KK Unit - 2 MCK Unit 1,348 belum ada pendataan kondisi sarana sanitasi terbangun 3 Truk Tinja Unit IPLT : Kapasitas m3/hari IPLT Cibeet tidak berfungsi SPAL Terpusat (Sistem Off-site) 1 Tangki Septik Komunal >10 KK Unit 0 2 IPAL Komunal Unit IPAL Kawasan Unit IPAL Kota Unit Tabel Cakupan layanan air limbah domestik saat ini di Kabupaten/Kota NO SISTEM CAKUPAN LAYANAN EKSISTING (%) Jangka Pendek (%) TARGET CAKUPAN LAYANAN Jangka Menengah (%) Jangka Panjang (%) (a) (b) ( c ) (d) ( e ) (f) A Buang Air Besar Sembarangan (BABS) II-29

30 B Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) Setempat (On-Site) Cubluk/Tangki Septik Individual belum aman Tangki Septik Individual Tangki Septik Komunal (<10 KK) MCK C Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) terpusat (Off-Site) Tangki Septik Komunal (>10 KK) IPAL Komunal IPAL Kawasan IPAL Kota 0 Sub Total (2) Kelembagaan dan Peraturan Secara kelembagaan, pengelolaan air limbah domestik dilakukan oleh Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Kebersihan dan Dinas Kesehatan. Untuk Dinas Kesehatan, beberapa bidang yang berkaitan dengan pengelolaan air limbah domestic ini meliputi Bidang Pengembangan Perumahan dan Bidang Kebersihan. Bidang Pengembangan Perumahan meliputi Seksi Pembangunan Perumahan, Seksi Pembinaan Perumahan dan Seksi Pengembangan Fasilitas Umum. Sedangkan Bidang Kebersihan meliputi Seksi Pelayanan Kebersihan dan Seksi Pengembangan Sarana dan rasarana. Sedangkan untuk di Dinas Kesehatan, bidang yang terkait langsung dengan pengelolaan air limbah domestic yaitu Bidang Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Informasi Detail mengenai kelembagaan pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Bandung ditunjukkan pada Gambar berikut II-30

31 KEPALA DINAS SEKRETARIAT SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN BIDANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN BIDANG PENATAAN RUANG BIDANG PENATAAN DAN PENGENDALIAN BANGUNAN BIDANG PERMUKIMAN BIDANG KEBERSIHAN JABATAN FUNG- SIONAL PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN PEMBINAAN PERUMAHAN PENGEMBANGAN FASILITAS UMUM PERENCANAAN TATA RUANG PEMANFAATAN RUANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG PEMBINAAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PENGENDALIAN BANGUNAN PEMBANGUNAN PEMBINAAN TEKNIS PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PELAYANAN KEBERSIHAN KERJASAMA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA UPTD II-31

32 b. Persampahan Pengelolaan persampahan merupakan salah satu fokus pemerintah kabupaten Bandung dalam peningkatan kualitas sanitasi. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Daerah kabupaten Bandung No 15 Tahun 2012 mengenai perubahan atas peraturan daerah Kabupaten bandung Nomor 21 Tahun 2009 tentang pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah kabupaten Bandung memiliki tugas untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan. Tugas pemerintah tersebut antara lain dalam hal: 1. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah; 2. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan dan penanganan sampah; 3. Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah; 4. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah; 5. Memfasilitasi pemasaran produk- produk daur ulang; 6. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat; 7. Melakukan koordinasi antar lembaga Pemerintah Daerah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah. Dalam proses pelaksanaannya, pengelolaan persampahan di kabupaten Bandung tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah, beberapa mitra potensial turut berperan dalam upaya peningkatan kualitas pengelolaan persampahan di kabupaten Bandung. Pada Subbab pengelolaan persampahan ini, berikut akan dipaparkan kondisi eksisting pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung, mulai dari kelembagaan, sistem dan cakupan pelayanan, kesadaran masyarakat dan PMHSJK, pemetaan media, partisipasi dunia usaha, pendanaan dan pembiayaan serta permasalahan mendesak dan isu strategis. (1) Sistem dan infrastruktur Produk Input User Interface Pengumpula n Setempat Penampungan Sementara (TPS) Pengangkutan (Semi) Pengolahan Akhir Terpusat Daur Ulang/ Pembuanga n Akhir Kode/ Nama Aliran Sampah Organik dan An Organik Tong sampah, Kantong Plastik/ Bak sampah Rumah Tangga Gerobak Sampah Container Dump Truk dan ArmRoll Truk Pengompos an TPA Alternatif 1 Tong sampah, Kantong Plastik /Bak sampah Rumah Tangga Beca/ Motor Sampah Container Dump Truk dan ArmRoll Truk TPA Alternatif 2 Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Container Dump Truk dan ArmRoll Truk TPA Alternatif 3 II-32

33 Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Dump Truk dan ArmRoll Truk TPA Alternatif 4 Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Pengompos an/daur ulang Alternatif 5 Sampah Plastik/Kerta s Tong sampah, Kantong Plastik/Bak sampah Rumah Tangga Pengumpul sampah informal Pencacah Alternatif 6 II-33

34 Cakupan layanan (%) NO SISTEM Cakupan layanan eksisting(1) (%) Jangka pendek Jangka menengah Jangka panjang 1 Prosentase sampah terangkut ke TPA 320 ton dari 1074 ton/hari (29 %) 50% 2 Prosentasi sampah tereduksi melalui 3R 88 ton (8,1 %) 25% 3 Prosentasi sampah dikelola mandiri oleh masyarakat di sumber* 32,5 ton (3 %) 25% 4 Prosentasi sampah tidak terolah 633,5 ton (58,9 %) 0 Total Kondisi No Jenis Prasarana / Sarana Satuan Jumlah Kapasitas Ritasi/hari Baik Rusak Ringan Rusak Berat Keterangan* (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viiii) (ix) (x) 1 Pengumpulan Setempat - Gerobak sampah unit 79 1 M Motor sampah unit M Pick up sampah unit 2 Tempat Penampungan Sementara (TPS) - Bak biasa unit Kontainer unit Transfer Depo unit Stasiun Peralihan Antara (SPA) unit Pengangkutan - Dump Truck unit Arm Roll Truck unit Compactor Truck unit Pengolahan Sampah - TPS 3R unit II-34

35 - ITF unit Bank Sampah unit Tdk bs menyelesaikan yg organiknya - Incinerator unit 2 2 Kondisi No Jenis Prasarana / Sarana Satuan Jumlah Kapasitas Ritasi/hari Baik Rusak Ringan Rusak Berat Keterangan* (i) (ii) (iii) (iv) (v) (vi) (vii) (viiii) (ix) (x) TPA/TPA Regional : Lahan urug saniter 5 Lahan urug terkendali Penimbunan terbuka - Luas total lahan TPA Ha Luas sel Landfill Ha Daya tampung TPA (m3) 1,200,000-6 Alat Berat - Bulldozer unit Excavator / backhoe unit Wheel Loader unit IPL - Hasil pemeriksaan lab (BOD dan COD): Hasil pemeriksaan - Efluen di Inlet mg/l - - Efluen di Outlet mg/l.. II-35

36 (2) Kelembagaan dan Peraturan Secara kelembagaan, pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung menjadi tupoksi Dinas Perumahan Penataan Ruang dan Kebersihan serta Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Pada Dinas Perumaha, Penataan Ruang dan Kebersihan, bidang yang terkait langsung dengan pengelolaan persampahan ini yaitu Bidang Pengembangan Perumahan dan Bidang kebersihan. Bidang Pengembangan Perumahan meliputi Seksi Pembangunan perumahan, Seksi Pembinaan Perumahan dan Seksi Pengembangan Fasilitas Umum, sedangkan Bidang Kebersihan meliputi Seksi Pelayanan Kebersihan, Seksi Kerjasama Pengelolaan Persampahan dan Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana. Meskipun secara tupoksi, pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung berada di Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan, namun pada praktik pelaksanaannya pengelolaan persampahan secara tidak langsung juga berkaitan dengan tupoksi pengendalian limbah padat dan B3, Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, pada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup dan Bapapsi. Pada Badan Pengendalian Lingkungan Hidup. Selain itu, pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung tidak dapat dilepaskan dengan kegitaan komunikasi yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan, Arsip dan Pengembangan Sistem Informasi (BAPAPSI), terutama kegiatan komunikasi berupa sosialisasi peningkatan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan perilaku hidup bersih sanitasi, termasuk dalam hal pengelolaan persampahan. Struktur kelembagaan dalam pengelolaan persampahan di Kabupaten Bandung ditunjukkan pada Gambar 3.15, 3.16 II-36

37 KEPALA DINAS SEKRETARIAT SUB BAGIAN PENYUSUNAN PROGRAM SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN BIDANG PENGEMBANGAN KAWASAN BIDANG PENGEMBANGAN PERUMAHAN BIDANG PENATAAN RUANG BIDANG PENATAAN DAN PENGENDALIAN BANGUNAN BIDANG PERMUKIMAN BIDANG KEBERSIHAN JABATAN FUNG- SIONAL PENGEMBANGAN KAWASAN KHUSUS KERJASAMA PENGEMBANGAN KAWASAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN PEMBINAAN PERUMAHAN PENGEMBANGAN FASILITAS UMUM PERENCANAAN TATA RUANG PEMANFAATAN RUANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG PEMBINAAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG PENGENDALIAN BANGUNAN PEMBANGUNAN PEMBINAAN TEKNIS PENGEMBANGAN TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PELAYANAN KEBERSIHAN KERJASAMA PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGEMBANGAN SARANA DAN PRASARANA UPTD II-37

38 (1) Sistem dan infrastruktur Dalam hal sektor drainase, hingga saat ini Kabupaten Bandung belum memiliki masterplan drainase yang terintegrasi untuk satu wilayah administratif. Keberadaan drainase yang terstruktur pada umumnya terdapat di permukiman yang dibangun oleh pengembang serta di sepanjang jaringan jalan. Meskipun demikian jaringan belum terintegrasi, pada beberapa kantong permukiman yang padat bahkan kondisi drainase tidak memenuhi standar. Pada beberapa kasus, drainase ini kondisinya tidak terawat dan mengalami pendangkalan akibat timbunan sampah dan lumpur. Belum terintegrasinya jaringan drainase di Kabupaten Bandung serta kurang terawatnya kondisi drainase yang ada mengakibatkan rentan terjadinya bencana banjir di musim penghujan, terutama di daerah-daerah yang memiliki kontur lebih rendah dengan guna lahan terbangun yang padat. Input User Interface Pengumpulan dan Penampungan/ Pengolahan Awal Pengangkutan/ Pengaliran (Semi) Pengolahan AKhir Terpusat Pembuangan Akhir/ Daur Ulang Kode/ Nama Aliran Air bekas cucian/mandi tempat cuci piring, tempat cuci/kamar mandi Biopori - Alternatif 1 Saluran Sunga/Badan air Atap bangunan Talang Sumur resapan drainase - penerima Alternatif 2 lingkungan Halaman, jalan, ruang public Badan Jalan/Halaman Drainase Jalan - Alternatif 3 II-38

39 (2) Kelembagaan dan Peraturan Kelembagaan pengelolaan drainase lingkungan permukiman di Kabupaten Bandung dikelola oleh Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan serta Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi. Pada Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan, tupoksi pengelolaan drainase lingkungan berada di bawah Bidang Pengembangan Perumahan dan Bidang Kebersihan yang meliputi Seksi Pembangunan Perumahan, Seksi Pembinaan Perumahn dan Seksi Pengembangan Fasilitas Umum. Sedangkan pada Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi, tupoksi pengelolaan drainase lingkungan berada di bawah Bidang Drainase, yang meliputi Seksi Perencanaa Drainase, Seksi Pelaksanaan Jaringan Drainase dan Seksi penanggulangan Bencana. Struktur kelembagaan pengelolaan drainase lingkungan pada Dinas Perumaha, Penataan Ruang dan Kebersihan serta pada Dinas Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi ditunjukkan pada Gambar 3.20 dan Gambar Area beresiko dan Permasalahan Mendesak Sanitasi a. Area beresiko dan permasalahan air limbah domestik II-39

40 Peta Area Beresiko Sanitasi II-40

BAB III GAMBARAN UMUM

BAB III GAMBARAN UMUM BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Letak Geografis Letak Geografis Kecamatan Pasirjambu Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 107 0 14 107 0 56 bujur timur dan 6 0 49 7 0 18 lintang selatan. Kecamatan Pasirjambu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi II-1 BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi Pembangunan Tahun 2011-2015 adalah Melanjutkan Pembangunan Menuju Balangan yang Mandiri dan Sejahtera. Mandiri bermakna harus mampu

Lebih terperinci

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI

BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI BAHAN TAYANGAN MATERI SOSIALISASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016 SAMPAI TAHUN 2036 PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN

Lebih terperinci

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI BAB 04 STRATEGI PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab ini akan dibahas mengenai strategi pengembangan sanitasi di Kota Bandung, didasarkan pada analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) yang telah dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan melaksanakan kegiatan teknis operasional

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2007 SAMPAI TAHUN 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG; Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran RINGKASAN EKSEKUTIF Strategi Sanitasi Kabupaten Wonogiri adalah suatu dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif pada tingkat kabupaten yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis, antara lain dalam memenuhi kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi 2.1. Visi Misi Sanitasi Visi Kabupaten Pohuwato Tabel 2.1: Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten/Kota Misi Kabupaten Pohuwato Visi Sanitasi Kabupaten Pohuwato Misi Sanitasi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang Hasil inventarisasi peraturan perundangan yang paling berkaitan dengan tata ruang ditemukan tiga undang-undang, lima peraturan pemerintah, dan empat keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI IV. 1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Daerah Aliran sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dengan luas 6.614 Km 2 dan panjang 300 km (Jasa Tirta

Lebih terperinci

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi

Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi 3.1. Visi dan misi sanitasi Bab 3 Kerangka Pengembangan Sanitasi Dalam rangka merumuskan visi misi sanitasi Kabupaten Lampung Tengah perlu adanya gambaran Visi dan Misi Kabupaten Lampung Tengah sebagai

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG

Lebih terperinci

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan

UU No.23 Tahun Indikator. 6 Dimensi 28 Aspek. Pelimpahan Kewenangan UU No.23 Tahun 2014 3 Indikator - Jumlah Penduduk - Luas Wilayah - Jumlah Desa/Kelurahan Klasifikasi : Tipe A (beban besar) Tipe B (beban kecil) 6 Dimensi 28 Aspek (Kreasi Tim: Pemetaan Pembanguna) Intervensi

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Dokumen Pemutakhiran Strategi Sanitasi Kota (SSK) Tahun 2016 ini merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya yang telah tersusun

Lebih terperinci

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI 3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah Pengolahan air limbah permukiman secara umum di Kepulauan Aru ditangani melalui sistem setempat (Sistem Onsite). Secara umum

Lebih terperinci

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

GLOSSARY. 1. Daerah adalah Kabupaten Bandung. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Kata Pengantar Buku ini merupakan bagian dari lampiran Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung Tahun 2007 Sampai Tahun 2027. Buku

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2016-2036 I. UMUM Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF

Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan PROGRAM DAN KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan RENCANA STRATEGIS PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik III-1 BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI Pada bab strategi percepatan pembangunan sanitasi akan dijelaskan lebih detail mengenai tujuan sasaran dan tahapan pencapaian yang ingin dicapai dalam

Lebih terperinci

2.1 Visi Misi Sanitasi

2.1 Visi Misi Sanitasi Penyiapan kerangka pembangunan sanitasi adalah merupakan milestone kedua dalam penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) dimana didalamnya terdapat sebuah tahapan yaitu formulasi visi misi. Berdasarkan Permendagri

Lebih terperinci

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN

IVI- IV TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA STRATEGII SANIITASII KOTA PROBOLIINGGO 4.1. TUJUAN, SASARAN & TAHAPAN PENCAPAIAN 4.1.1. Sub Sektor Air Limbah Mewujudkan pelaksanaan pembangunan dan prasarana

Lebih terperinci

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA

Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA Bab VI RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA 6.1 Sintesa Hasil Simulasi 6.1.1 Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Hasil analisis terhadap keberadaan prasarana dan sarana kota menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah 3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah Salah satu sasaran pengelolaan pembangunan air limbah domestik Kota Tangerang yang akan dicapai pada akhir perencanaan ini adalah akses 100% terlayani (universal akses)

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP

ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP ARAH PEMBANGUNAN SEKTOR SANITASI 2015-2019 Disampaikan oleh : Ir. M. Maliki Moersid, MCP Direktur Pengembangan PLP KONDISI SANITASI SAAT INI SUB SEKTOR 2010 2011 2012 2013 Air Limbah 55,53% 55,60% 57,82%

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Pada bab ini akan dijelaskan secara singkat tentang gambaran umum situasi sanitasi Kabupaten Pesawaran saat ini, Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten yang akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi (BPS) Kota Bima BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sanitasi merupakan salah satu pelayanan dasar yang kurang mendapatkan perhatian dan belum menjadi prioritas pembangunan di daerah. Dari berbagai kajian terungkap bahwa

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Secara astronomis Kota Lumajang terletak pada posisi 112 5-113 22 Bujur Timur dan 7 52-8 23 Lintang Selatan. Dengan wilayah seluas

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BULELENG BALI KOTA BULELENG ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Buleleng merupakan bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Buleleng. Batas-batas administratif kota Buleleng

Lebih terperinci

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN

INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN LAMPIRAN IV INDIKATOR PROGRAM UTAMA PEMBANGUNAN PEMANFAATAN RUANG KOTA GORONTALO TAHUN 2010-2030 NO. PROGRAM KEGIATAN LOKASI BESARAN (Rp) A. Perwujudan Struktur Ruang 1 Rencana Pusat - Pembangunan dan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI I. UMUM Di dalam undang-undang no 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang, dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI BAB II ARAH PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Visi dan Misi Kabupaten Grobogan sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011 2016 sebagai berikut : V I S

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan KELOMPOK KERJA SANITASI TAHUN 2015 DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN LATAR BELAKANG Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Dalam

Lebih terperinci

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah

Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Lampiran A. Kerangka Kerja Logis Air Limbah Permasalahan Mendesak Tujuan Sasaran Strategi Program Kegiatan 1. Meningkatnya pembangunan Tersedianya Tersedianya Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI 2.1 Visi Misi Sanitasi Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya Visi Kabupaten Misi Kabupaten Visi Sanitasi Kabupaten Misi Sanitasi Kabupaten Kabupaten Aceh

Lebih terperinci

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI Sebagai sebuah dokumen rencana strategis berjangka menengah yang disusun untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi skala kota, kerangka kebijakan pembangunan sanitasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kondisi eksisting sanitasi di perkotaan masih sangat memprihatinkan karena secara pembangunan sanitasi tak mampu mengejar pertambahan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017

Tersedianya perencanaan pengelolaan Air Limbah skala Kab. Malang pada tahun 2017 Sub Sektor Air Limbah Domestik A. Teknis a. User Interface Review Air Limbah Buang Air Besar Sembarangan (BABS), pencemaran septic tank septic tank tidak memenuhi syarat, Acuan utama Air Limbah untuk semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMERINTAH KABUPATEN WAKATOBI KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN WAKATOBI RINGKASAN EKSEKUTIF Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (Program PPSP) merupakan program yang dimaksudkan untuk mengarusutamakan pembangunan sanitasi dalam pembangunan, sehingga sanitasi

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun .1 Visi dan Misi Sanitasi Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menjelaskan bahwa visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Tempat Pembuangan Akhir Pasir Sembung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Sembung Cianjur merupakan satu-satunya TPA yang dimiliki oleh Kabupaten Cianjur.

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG

RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2011 RENCANA TATA RUANG WI LAYAH KABUPATEN MAGELANG 2010 2030 BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN

Memorandum Program Percepatan Pembangunan Sanitasi BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Program dan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai kelembagaan terkait, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi

Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi 45 Memorandum Program Sanitasi Kabupaten Sukabumi Bab 3 Rencana Kegiatan Pembangunan Sanitasi 3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah Peningkatan akses layanan air limbah rumah tangga menjadi 85 90 % pada akhir

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010-2030 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

DISKRIPSI PROGRAM UTAMA A-1 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT PERMUKIMAN (AIR LIMBAH)

DISKRIPSI PROGRAM UTAMA A-1 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT PERMUKIMAN (AIR LIMBAH) DISKRIPSI PROGRAM UTAMA A-1 PENGEMBANGAN LINGKUNGAN SEHAT PERMUKIMAN (AIR LIMBAH) I. Latar Belakang Rata-rata pertumbuhan penduduk Kabupaten Bandung sebesar 1,6% akan menciptakan kebutuhan permukiman yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2 PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1 Bab 4 Program dan Kegiatan Percepatan Pembangunan Sanitasi 1.1 Ringkasan Program dan Kegiatan Sanitasi Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki matapencaharian dalam sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian merupakan sektor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB 3 STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI

BAB 3 STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI BAB 3 STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI 3.1 Tujuan Sasaran dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik Secara umum kegiatan pengelolaan limbah cair di Kota Yogyakarta sudah berjalan dengan cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Direktorat Pengembangan PLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat APA YANG DISEBUT SANITASI?? Perpres 185/2014

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM

TUJUAN DAN KEBIJAKAN. 7.1 Program Pembangunan Permukiman Infrastruktur Permukiman Perkotaan Skala Kota. No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM BAB 6 TUJUAN DAN KEBIJAKAN No KOMPONEN STRATEGI PROGRAM Mengembangkan moda angkutan Program Pengembangan Moda umum yang saling terintegrasi di Angkutan Umum Terintegrasi lingkungan kawasan permukiman Mengurangi

Lebih terperinci

Desa Tritih Lor Kecamatan Jeruk Legi

Desa Tritih Lor Kecamatan Jeruk Legi DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN Program/Kegiatan Peningkatan IPLT Tririh Lor Mengingat makin banyaknya pemukiman pada wilayah-wilayah perkotaan seperti Cilacap kota, Kroya, Majenang, Maos yang berpotensi menjadi

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN. Review Penyusunan Masterplan Air Limbah. Menyediakan dokumen perencanaan air limbah domestik skala Kabupaten

DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN. Review Penyusunan Masterplan Air Limbah. Menyediakan dokumen perencanaan air limbah domestik skala Kabupaten Lampiran-5 Sektor Air Limbah Program/Kegiatan DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN Review Penyusunan Masterplan Air Limbah Review dokumen masterplan merupakan suatu tahap awal perbaikan dari perencanaan air limbah.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA BALIGE SUMATERA UTARA KOTA BALIGE ADMINISTRASI Profil Kota Kota Balige merupakan ibukota Kabupaten (IKAB) dari kabupaten Toba Samosir yang terletak di propinsi Sumatera Utara.

Lebih terperinci