Gambar 5.1. Pohon industri karet (Deptan, 2007)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Gambar 5.1. Pohon industri karet (Deptan, 2007)"

Transkripsi

1 5 ANALISIS SITUASIONAL AGROINDUSTRI KARET ALAM 5.1 Industri karet alam Indonesia Industri karet dan barang karet dikelompokkan menjadi tiga kelompok industri; (1) industri hulu (bokar dan kayu karet), (2) industri antara (RSS, karet remah, lateks pekat dan crepe) dan (3) industi hilir (ban dan produk terkait, barang jadi karet untuk industri, militer, alas kaki, penggunaan umum, alat kesehatan dan laboratorium) (Depperin, 2009). Di sini terlihat bahwa meski kayu karet masuk dalam kategori industri hulu, namun pada pengembangan selanjutnya luput dari perhatian, baik sebagai produk antara maupun produk akhir. Salah satu poin rumusan hasil Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu 2003 di Medan adalah: Sistem dan usaha agribisnis karet saat ini dan ke depan hendaknya tidak hanya ditujukan untuk menghasilkan lateks dan barang setengah jadi lainnya, tapi juga pemanfaatan kayu karet. Pemanfaatan karet untuk industri disajikan pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Pohon industri karet (Deptan, 2007) Pada tahun 2009, produksi karet Indonesia turun menjadi 2,44 juta ton, sementara Thailand justru naik menjadi 3,09 juta ton. Akibat rendahnya 71

2 produktivitas ini, produksi karet alam yang cuma 2,4 juta ton ini hanya cukup utuk memasok 63% dari total kapasitas pabrik karet remah nasional yang mencapai 3,8 juta ton/tahun (Gapkindo, 2010). Hal ini memunculkan wacana agar izin pendirian pabrik karet remah dihentikan. Di Kalimantan Selatan misalnya, dari 13 pabrik karet yang mampu mengolah ton karet per tahun hanya menerima pasokan ton per tahun (54% 60%) pada tahun Sementara 15 pabrik karet di Kalimantan Barat yang tergabung dalam Gapkindo terancam gulung tikar karena kekurangan bahan baku. Dari kebutuhan bokar ton /tahun hanya bisa terpenuhi ton/tahun atau hanya 45%. Laporan tahunan PTPN XIII (2008) yang memiliki dua unit pabrik karet remah dengan kapasitas 60 ton karet kering/hari ( ton/tahun) dalam lima tahun terakhir terus mengalami penurunan pasokan bahan baku sehingga produksi juga menurun seperti disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Realisasi produksi pengolahan karet remah PTPN XIII No Tahun Realisasi Persentase Perubahan (ton/hari) (%) (+/-) ,87 70, ,98 76,6 +6,6% ,60 77,7 +1,1% ,52 74,2-3,5% ,67 61,2-13,0% ,52 53,7-7,5% Rata-rata 41,40 68,9 Sumber: Laporan tahunan PTPN XIII (2008). Untuk meningkatkan produktivitas karet nasional, pemerintah sejak tahun 2005 telah menggulirkan program revitalisasi perkebunan dengan target hektar perluasan dan hektar peremajaan. Salah satu kendala revitalisasi ini adalah karena pihak bank selaku peminjam modal tidak berani mengucurkan dananya kepada petani karena tidak ada perusahaan penjamin (avalist). Peraturan Menteri Keuangan No. 117/ PMK.06/2006 tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP) mensyaratkan adanya perusahaan avalis (penjamin) dalam penyaluran kredit perbankan. Hal ini juga tercantum dalam Permentan Nomor: 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan 72

3 Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Avalis adalah perusahaan mitra yang ditetapkan oleh Dirjen Perkebunan yang memberikan jaminan pengembangan perkebunan. Program revitalisasi dan peremajaan karet rakyat tidak berjalan dengan baik. Evaluasi kegiatan sampai dengan akhir tahun 2009 menyimpulkan rencana pengembangan perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan tahun 2007 s/d 2010 dengan plafon dana yang tersedia sebesar Rp 38,48 trilyun melalui penyediaan dana kredit dari 16 Bank Pelaksana, sampai dengan akhir tahun 2009, hanya mampu membiayai pengembangan perkebunan seluas 1,2 juta ha yang terdiri dari kelapa sawit ha, karet ha dan kakao ha dari target semula 2,0 juta ha. Realisasi penyaluran kredit hanya mencapai Rp. 455,37 milyar (12%). Hasil penelitian BPTK (2004) di Kabupaten Barito Utara menunjukkan bahwa petani hanya menerima harga 44,9% - 56,9% atau rata-rata 50,2% terhadap harga FOB SIR 20 di Banjarmasin. Informasi perkembangan harga FOB SIR 20 Banjarmasin yang menjadi patokan harga pembelian bokar di tingkat petani tidak sampai kepada para petani. Harga di tingkat pedagang mencapai 79,6% dengan marjin keuntungan sebesar 19,1% dan marjin keuntungan pabrik pengolah sebesar 10,5%. Kondisi ini menunjukkan posisi tawar pedagang relatif kuat jika dibandingkan dengan para petani. Penelitian Peramune and Budiman (2007) menunjukkan bahwa para petani karet secara nasional hanya memperoleh 30% - 50% dari harga FOB. Kondisi ini tetap bertahan meski terjadi kenaikan harga FOB SIR 20 bulan Desember 2007 yang telah mencapai 2,5 USD/kg (1 USD = Rp ), harga slab di Banjarmasin masih Rp /kg atau hanya 52,7% dari harga FOB. Ketika harga FOB SIR 20 mencapai 2,97 USD/kg (1 USD = Rp ) di awal Januari 2010, harga jual slab di tingkat petani di Barito Utara berkisar antara Rp Rp /kg atau rata-rata 36 % dari harga FOB. Nilai ini masih di bawah target 75 80% dari harga FOB. Pada bulan Januari 2011, harga SIR 20 telah mencapai 5,3 USD (sekitar Rp ), sementara harga di tingkat petani hanya Rp atau sekitar 40% dari harga FOB. 73

4 Tataniaga bokar di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan berbeda dengan Sumatera Selatan yang memiliki tempat lelang bokar di Kabupaten Muara Enim, Prabumulih dan Sekayu. Salah satunya adalah pasar lelang KUD Berkat Desa Lubuk Raman di Muara Enim. Pasar lelang ini merupakan hasil Proyek Pengembangan Karet Rakyat (PPKR) yang dicanangkan pemerintah pusat. Tujuan utama diselenggarakannya pasar lelang ini adalah untuk meningkatkan harga di tingkat petani. Selain itu, pasar lelang ini bertujuan untuk memutus rantai tataniaga bokar. Sebelum adanya pasar lelang, rantai perdagangan sangat panjang. Bokar dari petani ke pengumpul desa, kemudian ke pengumpul kecamatan, dan akhirnya ke pengumpul kabupaten sebelum masuk pabrik. Adanya pasar lelang ini bisa memutus tali rantai dari petani langsung ke pabrik. Lelang diadakan dua kali sebulan yaitu tanggal 2 dan tanggal 16. Jumlah bokar yang masuk mencapai 700 hingga 1000 ton per bulan dengan nilai lelang mencapai Rp. 2,8 milyar per bulan. Pembeli bokar yang datang ke lokasi pelelangan merupakan perwakilan dari pabrik. Namun tak semua pabrik bisa masuk pasar lelang ini, hanya pabrik yang berbadan hukum dan tercatat sebagai Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) saja yang bisa mengikutinya. Umumnya pembeli datang dari Palembang dan Jambi. Ekspor produk karet Indonesia masih didominasi oleh produk antara (hampir 95%), dimana 93% adalah dalam bentuk SIR (Standard Indonesian Rubber) atau yang dikenal sebagai karet remah (crumb rubber) terutama SIR 20. Serapan konsumsi dalam negeri baru 15% (414 ribu ton), sangat kecil dibandingkan dengan Malaysia yang mencapai 61,4% (Natural Rubber Statistics, 2011). Industri ban merupakan industri yang dominan dalam menyerap pasokan karet dalam negeri dengan konsumsi sekitar 60%. Industri lain adalah sarung tangan, alas kaki, selang belt transmision yang merupakan industri berskala menengah dan kecil. Kemampuan modal dan pemasaran menjadi kendala dalam pengembangan industri menengah dan kecil tersebut. Produksi sarung tangan misalnya, dari 100 milyar pcs/tahun, Indonesia hanya memproduksi 10%, sementara Malaysia dan Thailand memproduksi 60% dan 30% (Depperin, 2009). Perkembangan ekspor karet alam Indonesia disajikan pada Tabel

5 Tabel 5.2. Export karet alam Indonesia menurut tipe dan mutu (dalam ton) TIPE DAN MUTU Lateks pekat RSS RSS RSS RSS RSS RSS Lainnya SIR SIR 3L SIR 3CV SIR lainnya Lainnya GRAND TOTAL Nilai (USD) Sumber: Gapkindo (2010) Di Indonesia tidak dijumpai lembaga pemerintah yang khusus menangani kebijakan dan aktivitas pengembangan karet seperti Rubber Development Board di India, GERUCO di Vietnam, Office of the Rubber Replanting Aid Fund di Thailand, dan Rubber Development Department di Srilanka. (Peramune and Budiman, 2007). Di Malaysia ada Malaysian Ruber Board bahkan belakangan pemerintah mendirikan Rubber Industry (Replanting) Board dan RISDA (Rubber Smallholders Development Authority) (Zaidon et al., 2007; Kamaruzzaman and Yahy, 2008). Indonesia baru mendeklarasikan Dewan Karet Indonesia pada tanggal 2 Juni 2010 meski telah menjadi anggota IRCo (International Rubber Consortium Ltd) bersama-sama dengan Thailand dan Malasysia sejak 8 Agustus 2002 di Bali. Sebelumnya, Indonesia merupakan anggota INRO (International Natural Rubber Organization) yang telah bubar sejak 13 Oktober 1999 dan ANRPC (Association of Natural Rubber Producing Countries) sejak tahun 1970 yang beranggotakan China, India, Indonesia, Malaysia, Papua New Guinea, Singapora, Sri Lanka, Thailand dan Vietnam. Karet di Kalimantan Tengah merupakan komoditas unggulan utama di sektor usaha perkebunan, bahkan menempati peringkat teratas untuk komoditas, produk dan jasa unggulan lintas sektor (Bank Indonesia, 2008a). Lahan kebun 75

6 karet di Kabupaten Barito Utara tersebar di enam kecamatan seluas ha dengan produksi mencapai ton slab per tahun dan memenuhi syarat sebagai bahan olah karet (bokar) untuk SIR 20 dengan produktivitas berkisar antara 652,4 707,3 kg/ha/tahun menurut penelitian BPTK (2004). 5.2 Potensi kayu karet sebagai bahan baku industri Malaysia sudah mengekspor kayu karet sejak tahun 1970-an, sementara Indonesia baru memulai pada tahun Malaysia telah mengembangkan sembilan pabrik industri MDF (medium density fibre) sejak tahun 1987 dan hampir semua pabrik menggunakan kayu karet sebagai bahan baku utama dengan perkiraan volume ekspor mencapai m 3 pada tahun Di antara faktor pendukung yang menjadi keunggulan program ini adalah: 1) pasokan bahan baku yang stabil, 2) lokasi perkebunan yang strategis (dekat dengan pabrik), 3) dukungan finansial yang kuat, 4) inovasi teknologi produksi, 5) production rejection kurang dari 2,5%, 6) ketersediaan SDM terampil yang dibarengi remunerasi yang layak, dan 7) ketersediaan stok suku cadang kritis (Othman and Samad, 2009). Sementara industri furnitur berkembang pesat 20% per tahun dalam satu dekade terakhir dimana hampir terdapat pabrik pengolahan furnitur pada tahun 2007, 85% dalam bentuk UKM dengan tenaga kerja (Ratnasingam dan Wagner, 2009). Industri kayu dan hasil hutan justru berkembang pesat di negara-negara kompetitor seperti China yang tidak mempunyai bahan baku kayu sendiri. Ekspor mebel Indonesia tercatat 1,79 miliar USD atau tumbuh rata-rata 0,88 miliar USD per tahun dalam 8 tahun terakhir. Pada periode yang sama, ekspor meubel dari China tumbuh rata-rata 1,1 miliar dollar AS. China yang melarang penebangan kayu di negerinya mengekspor mebel senilai 14 miliar USD tahun 2005 (Tambunan, 2006b), bahkan saat ini China telah menjadi negara ekportir furnitur terbesar di dunia (25% dari produksi dunia), sekaligus pemasok lebih dari 40% mebel impor resmi ke Indonesia (Currey et al., 2007; CSIL, 2009; 2010). Pada tahun 2006 posisi ekspor produk furnitur Indonesia di dunia berada pada peringkat delapan di bawah Cina, Kanada, Meksiko, Itali, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan (Fauzi et al, 2007). 76

7 Kebutuhan bahan baku kayu industri mebel dan kerajinan adalah sekitar 7 7,5 juta m 3 per tahun. Potensi pasokan kayu karet per tahun selama adalah 6 juta m 3 dengan alokasi masing-masing kayu gergajian 45%, kayu lapis 45% dan partikel 10% (Manurung et al., 2007; Depperin, 2009). Kebutuhan kayu di dalam negeri dewasa ini mencapai 58 juta m 3 per tahun, sedangkan total produksi kayu hanya 52 juta m 3 per tahun, berarti terjadi kekurangan pasokan sekitar 6 juta m 3 per tahun (Boerhendhy et al., 2003; Deptan, 2007) dan kebutuhan kayu untuk untuk industri pengolahan kayu hilir mencapai 1.7 juta m 3 per tahun (Depperin, 2009). Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar. Luas tanaman karet sekitar 3.4 juta hektar. Jika setiap tahunnya dapat diremajakan 3 % saja dari perkebunan besar dan 2% dari perkebunan rakyat, maka akan diperoleh sekitar 2.7 juta m 3 /tahun. (Boerhendhy et al., 2003). Pemanfaatan kayu karet perlu didukung dengan industri pengolahan. Kontinuitas penyediaan bahan baku bagi industri pengolahan antara lain dapat ditempuh melalui pengembangan pola kemitraan antara petani dan industri pengolahan kayu karet. Pola kemitraan juga dapat menjamin harga jual kayu di tingkat petani sehingga mendukung upaya peremajaan karet rakyat. Klon-klon anjuran seperti IRR 112, dan IRR 118 direkomendasikan untuk dikembangkan dalam skala luas sebagai penghasil lateks dan kayu (Boerhendhy dan Agustina, 2006). Kayu karet tergolong kayu kelas kuat II, setara dengan kayu hutan alam seperti kayu ramin, perupuk, akasia, mahoni, pinus, meranti, durian, ketapang, keruing, sungkai, gerunggang, dan nyatoh (Sulastiningsih et al., 2000). Kelas keawetan kayu karet tergolong kelas awet V atau setara dengan kayu ramin, namun tingkat kerentanan kayu karet terhadap serangga penggerek dan jamur biru (blue stain) lebih besar dibandingkan dengan kayu ramin. Oleh karena itu untuk pemanfaatannya diperlukan pengawetan yang lebih intensif dari kayu ramin, terutama setelah digergaji (Boerhendhy et al., 2003). Sifat dasar lainnya yang menonjol dari kayu karet, kayunya mudah digergaji dan permukaan gergajinya cukup halus, serta mudah dibubut dengan menghasilkan permukaan yang rata dan halus. Kayu karet juga mudah dipaku, dan mempunyai karakteristik pelekatan yang baik dengan semua jenis perekat. 77

8 Sifat yang khas dari kayu karet adalah warnanya yang putih kekuningan ketika baru dipotong, dan akan menjadi kuning pucat seperti warna jerami setelah dikeringkan. Selain warna yang menarik dan tekstur yang mirip dengan kayu ramin dan perupuk yaitu halus dan rata, kayu karet sangat mudah diwarnai sehingga disukai dalam pembuatan mebel (Boerhendhy et al., 2003). Mutu fibre board asal kayu karet setara dengan kayu lapis yang berasal dari hutan alam (Basuki dan Azwar, 1996). Di China, kayu karet sering disebut kayu gading. Warnanya yang seragam, butiran kayunya yang indah, densitas sedang (sekitar 0,6 gram/cm 3 ), tekstur homogen, sifat mekanis pengolahan yang baik, ukuran stabilitas yang baik, ketahanan abrasi permukaan yang baik menjadikan kayu karet menjadi bahan baku berkualitas tinggi untuk furnitur, veneer untuk dekorasi, panel dan flooring. Sementara kayu karet yang berukuran kecil digunakan untuk bahan particleboard, plywood dan MDF (Kamaruzzaman and Yahy, 2008; Yisheng et al., 2008). Ditinjau dari sifat fisis, mekanis, dan sifat dasar lainnya seperti warna dan tekstur kayu karet, ketersediaan bahan baku kayu karet pada perkebunan karet, dan berkembangnya teknologi pengolahan dan pengawetan kayu karet akhir-akhir ini, sangat memungkinkan kayu karet dapat dimanfaatkan sebagai substitusi kayu alam, khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan. 5.3 Permasalahan Pemanfaatan Kayu Karet Menurut Boerhendhy dan Agustina (2006) pemanfaatan kayu karet belum berjalan optimal karena beberapa kendala, diantaranya: 1. Sebagian besar lokasi kebun karet rakyat terletak di wilayah yang tidak mempunyai akses jalan. Untuk mengeluarkan kayu dari kebun diperlukan biaya cukup besar sehingga penjualan kayu karet menjadi tidak ekonomis. 2. Rendemen yang rendah disebabkan diameter kayu karet yang kecil karena bahan tanam yang digunakan sebagian masih berasal dari seedling dan rusaknya bidang sadap akibat penyadapan yang salah, sehingga pada bagian ini menimbulkan bercak yang tidak dapat dimanfaatkan untuk kayu olahan. 3. Suplai kayu karet terbatas pada musim-musim tertentu yaitu pada saat musim pembukaan lahan. Pada saat itu persediaan kayu karet cukup banyak sehingga tidak dapat ditampung oleh pabrik karena kapasitas pabrik yang 78

9 terbatas, sedangkan kayu karet setelah ditebang tidak dapat disimpan lama. Sebaliknya, di luar musim peremajaan ketersediaan kayu karet terbatas sehingga kapasitas terpasang pabrik menjadi tidak terpenuhi. 4. Tidak semua sentra karet di tingkat kabupaten memiliki industri pengolahan kayu karet, akibatnya jarak antara lokasi kebun dengan pabrik relatif jauh sehingga kayu karet menjadi tidak ekonomis. Untuk meningkatkan pemanfaatan kayu karet perlu dilakukan berbagai upaya sebagai berikut (Daslin dan Anas, 2003; Boerhendy dan Agustina, 2006): 1. Meningkatkan rendemen kayu karet dengan menerapkan sistem penyadapan yang tidak melukai kayu, serta menggunakan bahan tanaman unggul yang memiliki pertumbuhan cepat, batang lurus, dan produktivitas tinggi. 2. Klon penghasil lateks dan kayu yang dapat dikembangkan adalah seperti yang disajikan pada Tabel 5.3. Klon-klon tersebut memiliki potensi hasil karet kering yang cukup tinggi yaitu kg/ha/tahun. Kayu karet memiliki rasio penyusutan tangensial terhadap radial yang rendah sehingga mempunyai kestabilan dimensi kayu yang baik. Tabel 5.3. Karakteristik klon penghasil lateks kayu anjuran Klon Produksi Pertumbuhan (kg/ha) TBM TM BPM 1 PB 330 PB 340 RRIC 100 AVROS 2037 IRR 5 IRR 32 IRR 39 IRR 42 IRR 112 IRR Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sedang Sangat Sumber: Balai Penelitian Sembawa (2006) 3. Dalam penanaman ulang, petani dianjurkan menanam karet dalam satu hamparan dan dilengkapi dengan akses jalan yang dapat dilewati oleh truk untuk memudahkan pengangkutan kayu pada saat peremajaan. 4. Pembangunan industri pengolahan kayu karet perlu diawali dengan identifikasi potensi kayu karet di sekitarnya, sehingga kapasitas terpasang 79

10 pabrik dapat terpenuhi dari bahan baku yang tersedia di sekitar pabrik. Pola kemitraan antara industri pengolahan dan petani juga dapat menjamin ketersediaan kayu karet melalui pengaturan waktu peremajaan. 5. Diperlukan dukungan pemerintah dalam pemanfaatan kayu karet misalnya melalui kemudahan perizinan untuk pendirian pabrik pengolahan kayu karet. 80

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agroindustri adalah aktivitas pasca panen yang meliputi transformasi, pengawetan dan penyiapan produk pertanian, perikanan dan kehutanan menjadi produk antara atau konsumsi

Lebih terperinci

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia

VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia VI. PERKEMBANGAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1. Perkembangan Nilai dan Volume Ekspor Karet Alam Indonesia Permintaan terhadap karet alam dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan. Hal ini dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama PENDAHULUAN Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK MENDUKUNG PEREMAJAAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT. Island Boerhendhy dan Dwi Shinta Agustina

POTENSI PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK MENDUKUNG PEREMAJAAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT. Island Boerhendhy dan Dwi Shinta Agustina POTENSI PEMANFAATAN KAYU KARET UNTUK MENDUKUNG PEREMAJAAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT Island Boerhendhy dan Dwi Shinta Agustina Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet, Kotak Pos 1127, Palembang 30001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Di negara agraris, pertanian memiliki peranan

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN

Jurnal Ilmiah INOVASI, Vol.14 No.1, Hal , Januari-April 2014 ISSN PEMETAAN DAN RENCANA AKSI PENGEMBANGAN INDUSTRI KARET DI PROPINSI JAWA TIMUR Oleh : NANANG DWI WAHYONO *) ABSTRAK Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting. Selain sebagai sumber lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA

V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA V. GAMBARAN UMUM EKONOMI KELAPA SAWIT DAN KARET INDONESIA Pada bab V ini dikemukakan secara ringkas gambaran umum ekonomi kelapa sawit dan karet Indonesia meliputi beberapa variabel utama yaitu perkembangan

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode

I. PENDAHULUAN. menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peran sub sektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup menonjol terutama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada periode Pembangunan Lima Tahun Pertama

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman karet (Hevea brasilensis Muell) adalah komoditas utama dalam bidang perkebunan yang merupakan produksi non migas dan menjadi sumber devisa negara yang cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK

JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK Sumber: Studi Kelayakan (FS) Kawasan Agro Industri Jambi (JAIP) JAMBI AGRO INDUSTRIAL PARK (JAIP) telah menjadi komitmen Pemerintah Provinsi Jambi dan Pemerintah Kabupaten terkait pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan 59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat Provinsi Lampung, sebagai dasar perekonomian dan sumber pemenuh kebutuhan hidup. Selain itu,

Lebih terperinci

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber

Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Boks 1. Peluang Peningkatan Pendapatan Petani Karet Melalui Kerjasama Kemitraan Pemasaran Bokar Dengan Pabrik Crumb Ruber Melesatnya harga minyak bumi dunia akhir-akhir ini mengakibatkan harga produk-produk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan ketiga wilayah hutan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH Oleh Dr.Ir.H.Saputera,Msi (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Makanan Tradisional dan Tanaman Obatobatan Lemlit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8

I. PENDAHULUAN. pada 2009 (BPS Indonesia, 2009). Volume produksi karet pada 2009 sebesar 2,8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa non migas bagi Indonesia, sehingga memiliki prospek yang cerah. Produk

Lebih terperinci

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PROFIL INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA UTARA IWAN RISNASARI, S. HUT PROGRAM ILMU KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA I. PENDAHULUAN Sumberdaya yang potensinya tinggi dan sudah diakui keberadaannya

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal

I. PENDAHULUAN. karet dunia dengan mengungguli hasil dari negara-negara lain dan negara asal I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting untuk Indonesia dan lingkup internasional. Di Indonesia karet merupakan salah satu hasil pertanian yang

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA

IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di

I. PENDAHULUAN. 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luas areal kebun karet Indonesia terluas di dunia (+ 3,4 juta hektar pada tahun 2010), tetapi Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar ke dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia dilihat dari aspek kontribusinya terhadap PDB, penyediaan lapangan kerja, penyediaan penganekaragaman menu makanan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian

I. PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha di bidang pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok bagi masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Sumatera Selatan. Pertanian berperan sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan

I. PENDAHULUAN. kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian terus diarahkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produk melalui usaha diversifikasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan rehabilitasi pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tentang Benih Pada Tanaman Karet Menurut Undang-Undang No.12 tahun 1992, pasal 1 ayat 4, benih tanaman yang selanjutnya disebut benih adalah tanaman atau bagian tanaman

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di

V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM. dikenal dengan nama botani Hevea Brasiliensis berasal dari daerah Amazone di V. GAMBARAN UMUM KARET ALAM 5.1. Sejarah Karet Dunia dan Indonesia Karet merupakan tanaman berumur panjang dan secara ekonomis satu siklus pertanamannya memakan waktu sekitar 30 tahun. Tanaman karet yang

Lebih terperinci

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012

TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 1 TERM OF REFERENCE (TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG AGRIBISNIS TAHUN ANGGARAN 2012 I. PENDAHULUAN Pengembangan sektor agribisnis sebagai salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari 1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9

I. PENDAHULUAN. dari 1,0 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,3 juta ton pada tahun 1995 dan 1,9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet (Havea brasiliensis) merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam yang melimpah. Salah satunya adalah kekayaan sumber daya alam berupa hutan. Sebagian dari hutan tropis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian

I. PENDAHULUAN. salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit merupakan salah satu bagian penting dalam pembangunan pertanian serta merupakan bagian integral pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat

I. PENDAHULUAN. air. Karena alasan tersebut maka pemerintah daerah setempat biasanya giat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) dikenal sebagai tanaman serbaguna. Bagi Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan yang bukan impor kolonialis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan

I. PENDAHULUAN. yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Karet alam merupakan salah satu komoditi industri hasil tanaman tropis yang prospektif. Komoditas karet alam memiliki berbagai macam kegunaan terutama sebagai bahan baku

Lebih terperinci

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena

Latar Belakang. meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena Latar Belakang Permasalahan lahan kritis di Indonesia semakin besar dengan semakin meluasnya deforestasi. Di samping itu, lahan juga dapat menjadi kritis karena pemanfaatannya yang melebihi kapasitasnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sangat luas dan juga sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Komoditas pertanian merupakan bagian dari sektor pertanian

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit.

pengusaha mikro, kecil dan menegah, serta (c) mengkaji manfaat ekonomis dari pengolahan limbah kelapa sawit. BOKS LAPORAN PENELITIAN: KAJIAN PELUANG INVESTASI PENGOLAHAN LIMBAH KELAPA SAWIT DALAM UPAYA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI PROVINSI JAMBI I. PENDAHULUAN Laju pertumbuhan areal perkebunan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010]

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian [16 Juli 2010] II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prospek Karet Alam Olahan Getah karet atau lateks diperoleh secara teknis melalui penyadapan pada kulit batang karet. 5 Penyadapan ini memerlukan teknik yang khusus untuk mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi pertanian yang dapat dikembangkan. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar

Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar Peluang & Tantangan Pengembangan Ketenagalistrikan di Kalbar Oleh : Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kalimantan Barat Pada Acara Seminar dan Workshop MKI Wilayah Kalimantan Barat 2013 Pontianak. 13 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar didunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri pengolahan kayu merupakan industri yang mengolah kayu atau bahan berkayu (hasil hutan atau hasil perkebunan, limbah pertanian dan lainnya) menjadi berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan devisa negara terhadap ekspor minyak dan gas bumi. Karet alam sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 PROSPEK PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF (BIOFUEL) Oleh : Prajogo U. Hadi Adimesra Djulin Amar K. Zakaria Jefferson Situmorang Valeriana Darwis PUSAT ANALISIS SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012, sesuai data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, mencapai 6,23%. Meskipun turun dibandingkan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK

AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK AGRIBISNIS KELAPA RAKYAT DI INDONESIA: KENDALA DAN PROSPEK Oleh Aladin Nasution dan Muchjidin Rachmat') Abstrak Pengembangan komoditas kelapa menghadapi kendala besar terutama persaingan dengan sumber

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARET

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARET PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KARET Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN

PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN DAN PEMBIAYAAN PERBANKAN Oleh : Dr. Marsuki, SE., DEA. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan topic Sistem Pengendalian Manajemen Kemitraan Inti Plasma dalam Mendukung

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU

XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU XI. PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI UBI KAYU Ubi kayu menjadi salah satu fokus kebijakan pembangunan pertanian 2015 2019, karena memiliki beragam produk turunan yang sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir

BABI PENDAHULUAN merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kayu lapis merupakan salah satu prod uk dari industri pengolahan kayu hilir yang menggunakan bahan baku kayu log. Produk ini merupakan komoditi hasil pengembangan industri

Lebih terperinci

POTENSI KAYU KARET HASIL PEREMAJAAN DI TINGKAT PERUSAHAAN PERKEBUNAN The Potency of Rubber Wood Derived from Rubber Estates Replanting Program

POTENSI KAYU KARET HASIL PEREMAJAAN DI TINGKAT PERUSAHAAN PERKEBUNAN The Potency of Rubber Wood Derived from Rubber Estates Replanting Program Warta Perkaretan 2012, 1(2), 75 84 POTENSI KAYU KARET HASIL PEREMAJAAN DI TINGKAT PERUSAHAAN PERKEBUNAN The Potency of Rubber Wood Derived from Rubber Estates Replanting Program Sekar Woelan, Nurhawaty

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN

ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN ANALISIS KINERJA EKSPOR 5 KOMODITAS PERKEBUNAN UNGGULAN INDONESIA TAHUN 2012-2016 Murjoko Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret email: murjoko@outlook.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGOLAHAN, PEMASARAN DAN PENGAWASAN BAHAN OLAH KARET BERSIH YANG DIPERDAGANGKAN DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu

KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU. Some variability Productivity Superior Rubber Clone People in Bengkulu KERAGAAN PRODUKTIFITAS BEBERAPA KLON UNGGUL KARET RAKYAT DI PROPINSI BENGKULU Afrizon, Dedi Sugandi, dan Andi Ishak (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu) afrizon41@yahoo.co.id Pengkajian Keragaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao memegang peranan penting dalam hal pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Komoditas ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara, pengadaan lapangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci