TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG"

Transkripsi

1

2 RENCANA PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG BUKU I RENCANA PENGELOLAAN

3 DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG MENGETAHUI : DI : Malinau TANGGAL : April 2002 BUPATI MALINAU, MENGETAHUI : DI : Nunukan TANGGAL : April 2002 BUPATI NUNUKAN, DRS. MARTHIN BILLA, MM H. ABDUL HAFID ACHMAD MENILAI : DI : Jakarta TANGGAL : April 2002 DIREKTUR JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM, MENGESAHKAN : DI : Jakarta TANGGAL : April 2002 MENTERI KEHUTANAN, SUHARIYANTO MUHAMMAD PRAKOSA

4 PETA LOKASI TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG

5 KATA PENGANTAR Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang (RPTNKM) ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu ketentuan mengenai pengelolaan Taman Nasional sebagaimana diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, beserta peraturan pelaksanaannya. Tujuan penyusunan RPTNKM adalah untuk memberikan arahan umum kebijaksanaan pengelolaan TNKM jangka panjang bagi pengelola dan para pihak terkait lainnya (stakeholders) dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan baik dalam jangka menengah (lima tahun) maupun dalam jangka pendek (tahunan). RPTNKM ini disusun berdasarkan hasil analisa studi yang dilakukan selama lebih dari empat tahun yang dilakukan oleh Tim WWF Indonesia berdasarkan Nota Kesepahaman (MOU) antara Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kehutanan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dengan WWF Indonesia yang pendanaannya didukung sebagian besar oleh DANIDA melalui WWF Denmark. Dukungan lainnya diperoleh juga dari WWF Jerman dan TOTAL Foundation Perancis. Naskah RPTNKM ini dihimpun kedalam tiga Buku, terdiri dari: 1. Buku I berisi Rencana Pengelolaan; 2. Buku II berisi Data, Proyeksi dan Analisa; 3. Buku III berisi Rencana Tapak; 4. Buku IV berisi Ringkasan Eksekutif; Dengan adanya perubahan paradigma di bidang pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, serta sejalan dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka model pengelolaan Taman Nasional yang dimuat dalam RPTNKM ini juga mengalami penyempurnaan menjadi Pengelolaan yang bersifat Kolaboratif (Pengelolaan bersama) dan berbasiskan masyarakat. Proses penyusunan RPTNKM mulai dari permulaan hingga naskah ini selesai disusun melibatkan multipihak terkait (multistakeholder), mulai dari tingkat Kampung/Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi, hingga tingkat pusat. Oleh karena itu, pada kesempatan ini disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan kepada: 1. Pemerintah Denmark (DANIDA), WWF Denmark, WWF Germany, dan TOTAL Foundation atas dukungan pendanaan yang diberikan sehingga seluruh kegiatan dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan; 2. Masyarakat Adat di 10 Wilayah Adat Besar yang terdapat di dalam dan di sekitar kawasan TNKM dan Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA) atas dukungan yang diberikan sejak dimulainya studi lapangan, pemetaan wilayah adat iv

6 secara partisipatif serta pembahasan draft Rencana Pengelolaan TNKM di masingmasing Wilayah Adat dan lain-lain; 3. Bupati Malinau dan Bupati Nunukan beserta jajarannya mulai dari tingkat Kabupaten hingga tingkat Desa yang telah memberikan arahan kebijakan, saran dan masukan yang sangat berharga serta komitmen yang tinggi terhadap pelestarian TNKM; 4. Pemerintah Daerah Propinsi Kalimantan Timur atas dukungan kebijakan, informasi dan masukan yang diberikan; 5. Menteri Kehutanan cq. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam atas dukungan kebijakan, saran, masukan dan kritik yang diberikan hingga model pengelolaan kolaboratif yang berbasiskan masyarakat dapat diterima; 6. Mission Aviation Fellowship (MAF) di Tarakan atas dukungan transportasi udara yang disediakan; 7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan mulai dari awal hingga berakhirnya kegiatan penyusunan RPTNKM ini disampaikan terima kasih dan penghargaan. Disadari bahwa RPTNKM ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu sangat terbuka bagi kritik, masukan dan saran guna penyempurnaannya. Akhirnya diharapkan semoga RPTNKM ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Tarakan, April 2002 Tim Penyusun RINGKASAN EKSEKUTIF Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) ditetapkan pada tahun 1996 dengan luas sekitar 1,35 juta hektar. Terletak di sepanjang perbatasan antara Kalimantan Timur dengan wilayah Negara Bagian Sabah dan Serawak. Kawasan TNKM sebelumnya berstatus sebagai Cagar Alam, ditetapkan pada tahun Ketinggian TNKM berkisar antara 300 sampai 2000 meter dari atas permukaan laut. Kurang dari 5% wilayah TNKM berada di bawah ketinggian 500 meter dan lebih dari 45% berada di atas ketinggian 1000 meter. Sebagian besar wilayahnya berbukit terjal. Kawasan TNKM membentuk sebagian besar hulu-hulu sungai utama yang berada di wilayah Kalimantan Timur, seperti Sungai Kayan, Sesayap dan Sembakung. Formasi batuan kawasan TNKM pada dasarnya terdiri dari batuan pasir dan sisanya sekitar 25% terdiri dari batuan gunung api (vulkanis). Keadaan tanah pada umumnya miskin hara. Sebagian besar kawasan TNKM memiliki iklim basah tanpa musim kering yang nyata. Letak kawasan TNKM sangat terpencil. Jalan masuk ke kawasan TNKM yang ada saat ini baru terbatas pada beberapa angkutan udara dengan landasan yang berukuran kecil, angkutan perahu motor di beberapa sungai dan jalan setapak yang sederhana. Kawasan TNKM adalah salah satu pusat utama keanekaragaman hayati penting dunia. Vegetasi yang terdapat dalam kawasan ini terdiri dari hutan dataran rendah, pegunungan rendah, pegunungan, kapur, kerangas dan padang rumput, dalam suatu habitat yang majemuk menurut ketinggian, substrat, kemiringan, faktor geomorfologik lainnya, serta menurut tahapan suksesi vegetasi. Beberapa jenis-jenis baru tumbuhan telah ditemukan. Lebih banyak lagi jenis-jenis yang belum pernah dilaporkan sebelumnya terdapat di Kalimantan. Sedikitnya 150 jenis mamalia diperkirakan terdapat dalam kawasan TNKM segera setelah survai yang memadai diselenggarakan. Saat ini lebih dari 300 jenis burung sudah diamati atau dilaporkan keberadaannya. Beberapa jenisjenis baru ikan sudah diidentifikasi, walaupun upaya melakukan kegiatan survey lingkungan perairan baru pada tahap permulaan. Survey pendahuluan juga baru dilakukan untuk jenisjenis reptil, amfibia dan serangga. Banyak jenis-jenis tumbuhan dan satwa endemik, beberapa diantaranya dilindungi, langka dan benar-benar terancam punah. Keadaan habitat dan keanekaragaman hayati TNKM pada sebagian besar kawasan masih dalam keadaan yang sangat baik. Walaupun menurut laporan para penduduk setempat menyebutkan bahwa populasi beberapa jenis-jenis satwa dan tumbuhan yang sering diburu dan dikumpulkan sudah menurun di beberapa tempat dalam jangka waktu 20 tahun terakhir, namun mereka berpendapat bahwa jenis-jenis tersebut masih agak banyak. Kecuali jenis Badak Sumatra yang hampir pasti dinyatakan punah secara lokal. Masih belum jelas mengenai jarangnya Orang Utan disebabkan karena jeleknya habitat dan atau karena tekanan perburuan di masa yang lalu. Dua jenis satwa yang memprihatinkan adalah Cucak Rawa dan Banteng. Cucak Rawa sudah sangat langka dalam kawasan TNKM yang sebelumnya menjadi daerah jelajahnya. Sedangkan Banteng yang digolongkan sebagai satwa yang terancam punah, populasinya dalam kawasan TNKM tidak begitu besar dan ada beberapa bukti menunjukkan bahwa populasinya mengalami penurunan. v vi

7 Kawasan TNKM memiliki potensi pariwisata berupa pengamatan hidupan liar, wisata belajar, mengenal kehidupan masyarakat Dayak, arung jeram dan penjelajahan. Wisatawan yang berkunjung ke kawasan TNKM sekitar 25 orang per tahun. Faktor-faktor yang menghambat pengembangan pariwisata adalah letak kawasan TNKM yang sangat terpencil, waktu perjalanan yang lama dan biaya yang tinggi, hidupan liar pada umumnya sulit dilihat, kurangnya obyek-obyek alam yang khas dan kurangnya sarana pariwisata selain rumahrumah milik penduduk kampung. Sebagian besar potensi hidupan liar, pemandangan dan atraksi pariwisata yang dimiliki oleh TNKM juga ditemukan di daerah lain yang lebih maju di Kalimantan, Sabah atau Serawak. Oleh karena itu, untuk mengembangan kepariwisataan di TNKM perlu memadukan kegiatan atraksi wisata regional yang telah ada seperti penjelajahan sungai Mahakam, penyelaman pada karang atol Derawan dekat Berau (Tanjung Redeb), daerah tujuan wisata alam (lingkungan) di Sabah, Serawak dan daerah lainnya di Kalimantan. Di seluruh kawasan TNKM terdapat 10 wilayah adat, dihuni oleh sekitar orang penduduk yang mendiami 50 desa, beberapa diantaranya sudah berbaur menjadi lokasi pemukiman yang lebih luas. Lebih dari 50% wilayah adat mereka berada dalam kawasan TNKM dan bahkan ada beberapa diantaranya yang lebih dari 80% wilayah adatnya terletak dalam kawasan TNKM. Masyarakat tersebut memiliki satu kelompok etnik bahasa yang beranekaragam, yang sangat dikenal dengan sebutan bahasa dayak(etnolinguistik) yang secara keseluruhan dikenal sebagai masyarakat Dayak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Dayak telah menghuni kawasan ini sekitar 350 tahun yang silam. Mata pencaharian masyarakat setempat adalah berladang dan atau bercocoktanam padi sawah yang diselingi dengan berburu satwa dan mengumpulkan tumbuhan dari hutan untuk kebutuhan sehari-hari dan hasilnya dijual untuk mendapatkan uang. Keadaan perekonomian penduduk pada umumnya miskin, namun demikian, tingkat perekonomian mereka secara umum melampaui rata-rata propinsi. Pelayanan kesehatan dan pendidikan untuk penduduk setempat secara keseluruhan masih berada pada tingkat yang rendah. Masyarakat setempat masih menganut hukum adat dan praktik pengaturannya tampak secara jelas pada berbagai aspek kehidupan sehari-hari, serta kepala adat atau pemimpin adat masih dihormati. Walaupun demikian, terlihat bahwa perhatian terhadap aspek-aspek tradisional kehidupan masyarakat adat ini semakin berkurang dibandingkan pada masa yang silam. Perpindahan penduduk keluar daerah untuk meningkatkan taraf perekonomian, pendidikan serta memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik, telah menyebabkan berkurangnya populasi penduduk di wilayah ini secara nyata hingga permulaan tahun 1980-an dan banyak desa-desa yang berada dalam kawasan TNKM ditinggalkan oleh penghuninya. Kecenderungan ini nampaknya sekarang sudah stabil dan bahkan di beberapa tempat malah sebaliknya. Ada kecenderungan bahwa, minat untuk bermukim kembali pada beberapa kampung-kampung yang telah ditinggalkan semakin meningkat karena di tempat mereka tinggal sekarang menghadapi berbagai masalah ekonomi dan masalahmasalah lainnya dan adanya daya tarik dari kegiatan eksploitasi sumberdaya alam di wilayah kampung mereka. Dukungan terhadap TNKM oleh masyarakat setempat sangat beragam. Masyarakat setempat sudah mengelola hutan yang terdapat dalam kawasan TNKM selama berabadabad dan mempunyai niat kuat memelihara hutan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan dan keperluan pariwisata. Beberapa lembaga adat telah melakukan penghentian sementara terhadap perburuan burung Cucak Rawa dan Banteng karena kekhawatirannya terhadap pemanfaatan yang berlebihan. Akan tetapi ada juga yang mempunyai keinginan besar untuk mempertahankan lahannya untuk mencukupi kebutuhan akan lahan pertanian bagi keturunan /anak cucu mereka serta untuk pembangunan ekonomi seperti hak pengusahaan hutan masyarakat dan perkebunan rakyat. Penduduk juga khawatir bahwa Taman Nasional akan berarti bahwa penguasaan atas tanah adat mereka dirampas oleh pemerintah sehingga akses menuju sumberdaya alam tempat mereka bergantung selama ini ditutup. Oleh karena itu, beberapa kelompok masyarakat meminta agar sebagian besar atau seluruh tanah adat mereka dikeluarkan dari kawasan TNKM, terutama di wilayah kecamatan Krayan dan lembah sungai Tubu. Jika mengikuti batas yang direkomendasikan oleh masyarakat, maka akan terdapat dua kawasan Taman Nasional. Pertama, dibagian selatan dengan luas sekitar hektar berada terutama di wilayah Kecamatan Kayan Hilir dan Long Pujungan. Kedua, dibagian utara dengan luas sekitar hektar terletak terutama di wilayah Kecamatan Lumbis, Mentarang dan sedikit di wilayah adat Krayan Hilir. Keadaan TNKM sangat unik, oleh karena itu memerlukan pengelolaan yang beberapa aspeknya bersifat baru (inovatif). Sasaran pengelolaan yang direkomendasikan adalah Melestarikan tumbuhan, satwa dan habitatnya dalam kawasan TNKM untuk kepentingan masyarakat, melalui pemanfaatan suberdaya alam oleh masyarakat setempat secara berkelanjutan, pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi, berbasiskan pada suatu pendekatan pengelolaan bersama. Untuk mencapai sasaran ini, maka tujuan pengelolaan TNKM adalah sebagai berikut: A. Menjamin bahwa pemanfaatan tumbuhan dan satwa yang dilakukan oleh masyarakat setempat secara berkelanjutan; B. Membangun dan mempertahankan sistem pengelolaan bersama dengan masyarakat dan pemerintah setempat; C. Mengoptimalkan kesempatan pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi yang cocok dengan pelestarian (konservasi) dan pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional. TNKM lebih condong untuk dijadikan sebagai sebuah kawasan lindung yang sumberdayanya terurus (terkelola) dengan baik mengikuti kriteria VI IUCN. Kawasan ini dikelola untuk menjamin perlindungan dan pemeliharaan jangka panjang terhadap keanekaragaman hayati, sementara pada saat yang bersamaan dapat menyediakan hasil alam (hutan) dan pelayanan secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhan masyarakat. vii viii

8 Rekomendasi yang paling penting dalam Rencana Pengelolaan TNKM ini meliputi: A. Perencanaan Kawasan, Batas dan Zonasi a. Masyarakat setempat hendaknya diikutsertakan dalam pemberian nama baru untuk TNKM agar lebih mencerminkan kisaran geografis lahan yang termasuk di dalamnya dan pengelolaan lahan yang begitu lama oleh masyarakat setempat; b. Pengelola Kawasan (Departemen Kehutanan cq. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam/PHKA) hendaknya melakukan perundingan dengan masyarakat setempat, Pemerintah Daerah, dan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) guna mencoba untuk melakukan penambahan luas kawasan TNKM agar dapat dilakukan perlindungan jangka panjang yang lebih baik terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati; c. Beberapa Wilayah Adat telah mengajukan permintaan bahwa lahan yang dimanfaatkan secara intensif untuk perkampungan, pertanian dan kehutanan dikeluarkan dari kawasan TNKM. Permintaan ini seyogyanya mendapatkan persetujuan oleh Pengelola Kawasan; d. Beberapa Wilayah Adat lainnya telah mengajukan permintaan agar semua atau hampir semua tanah adat mereka dikeluarkan dari kawasan TNKM. Untuk itu disarankan agar Pengelola Kawasan membuat batas sementara, mengeluarkan tanah adat yang dimanfaatkan secara intensif dari dalam kawasan TNKM. Untuk lahan sisanya, Pengelola Kawasan dapat melakukan perencanaan tata guna lahan yang lebih rinci bersama-sama masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah. Sasarannya adalah agar semua pihak melakukan identifikasi untuk menentukan lahan yang masuk dalam kawasan TNKM, sehingga kawasan TNKM benar-benar merupakan hutan yang masih utuh karena memiliki nilai konservasi yang tinggi atau karena tidak cocok untuk pembangunan. Dengan demikian, kawasan hutan tersebut akan tetap berada dalam kawasan TNKM dan dikelola secara bersama-sama; e. Langkah awalnya TNKM memerlukan sebuah sistem zonasi yang sederhana. Sebagian besar kawasan TNKM hendaknya dijadikan sebagai Zona Pemanfaatan Tradisional (ZPT) sehingga pemanfaatan secara berkelanjutan oleh masyarakat setempat diperbolehkan. Bagian lain dari kawasan TNKM perlu dijadikan sebagai Zona Inti yang telah mendapatkan persetujuan sementara oleh masyarakat dan Zona Pemanfaatan untuk areal yang dipakai sebagai Stasiun Penelitian Hutan di Lalut Birai. Memaksakan pembuatan Zona Rimba atau lebih banyak Zona Inti pada saat ini akan membingungkan dan bertentangan dengan masyarakat serta belum diperlukan untuk perlindungan keanekaragaman hayati pada saat sekarang. Zonasi dapat ditinjau kembali setelah diperoleh pengetahuan yang lebih banyak mengenai habitat yang terdapat dalam TNKM, diperoleh kepercayaan masyarakat setempat dengan Pengelola Kawasan, masyarakat setempat dan instansi setempat lebih menyadari peran dan kebutuhan zonasi lainnya; f. Pengelola Kawasan perlu bekerjasama dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat setempat guna mencoba untuk mengembangkan alternatif yang dapat diterima terhadap rencana beberapa kelompok masyarakat untuk bermukim kembali pada kampungkampung yang telah ditinggalkan. Rencana pemukiman kembali bisa memecah kawasan TNKM dan menimbulkan permasalahan lain yang akan membuat lebih sulit untuk melindungi keanekaragaman hayati dalam jangka panjang, demikian pula dengan pemberian pelayanan dasar oleh Pemerintah Daerah akan menjadi lebih mahal. Idealnya, cara-cara lainnya mesti ditemukan untuk membantu mengatasi masalah ekonomi, sosial dan masalah-masalah lain yang menyebabkan besarnya minat untuk bermukim kembali pada desa-desa yang telah ditinggalkan. B. Pengelolaan Tumbuhan, Satwa dan Ekosistemnya Kegiatan inventarisasi keberadaan dan penyebaran jenis perlu dikerjakan lebih banyak lagi: a. Kegiatan relokasi, rehabilitasi dan pengkayaan jenis belum merupakan prioritas yang mendesak, kecuali kemungkinan untuk melakukan studi kelayakan mengenai peliaran kembali Badak dan Orang Utan; b. Prioritas tertinggi dalam kegiatan pengelolaan habitat adalah melanjutkan pembakaran padang rumput secara teratur guna meningkatkan daya dukung terhadap habitat Banteng dan satwa pemakan rumput (herbivora) lainnya; c. Prioritas yang paling tinggi adalah pengelolaan hasil sumberdaya alam secara berkelanjutan, yang mana masyarakat setempat dapat memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan memperoleh penghasilan; d. Ketentuan mengenai pemanenan dan pengelolaan sumberdaya alam yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat akan didasarkan pada kesepakatan konservasi yang memadukan peraturan adat dan metode pengelolaan sumberdaya alam/hidupan liar, terutama mengenai pemantauan dan pengelolaan populasi; e. Direkomendasikan agar pengelola kawasan menggunakan daftar jenis yang dilindungi di Indonesia dan daftar jenis yang terancam punah dari IUCN sebagai dasar untuk melakukan pemantauan kecenderungan populasi dan selanjutnya mengambil langkah-langkah untuk membatasi pemanenan jenis yang sedang mengalami pemanenan berlebihan atau sebaliknya terhadap jenis yang terancam. Kegiatan perburuan yang dikelola secara berkelanjutan disertai dengan pemantauan yang ketat terhadap beberapa jenis yang dilindungi yang masih sering dijumpai dan menjadi hama pertanian secara lokal hendaknya diperbolehkan; f. Perdagangan secara terbatas terhadap tumbuhan dan satwa liar agar diijinkan, sebagaimana halnya terjadi pada Taman Nasional lainnya di Indonesia, kecuali suatu jenis yang telah terancam oleh pemanenan yang berlebihan; g. Penduduk setempat hendaknya diijinkan untuk menebang pohon Aquilaria guna memperoleh gaharu, demikian juga pohon kayu untuk keperluan pembangunan rumah-rumah penduduk dan bangunan-bangunan masyarakat di Zona Pemanfaatan Tradisional; h. Kegiatan penghijauan dan konservasi tanah belum diperlukan saat ini. C. Pemanfaatan TNKM a. Pemanfaatan TNKM sejauh ini akan paling besar dilakukan oleh masyarakat setempat untuk keperluan perburuan satwa, pengumpulan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan mendapatkan uang; ix x

9 b. Pemanfaatan TNKM untuk kepentingan pariwisata, pendidikan dan tujuan-tujuan lainnya akan tumbuh secara lambat. Wisatawan yang diharapkan datang berkunjung ditargetkan mencapai orang pada tahun 2025; c. Ekowisata hendaknya berbasiskan masyarakat, dikembangkan secara perlahanlahan dan dikelola oleh masyarakat setempat bekerjasama dengan pengelola TNKM dan perusahaan pariwisata dari luar; d. Upaya peningkatkan kepedulian dan pendidikan tentang TNKM adalah sangat mendesak untuk dilakukan guna meningkatkan dukungan seluruh pihak terkait (stakeholder). Sasaran kunci peserta adalah masyarakat setempat, lembaga pemerintah, sekolah-sekolah, sektor swasta, pegawai pemerintah dan pengunjung TNKM; e. Masyarakat setempat, lembaga masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah akan memperoleh manfaat yang besar dari program pelatihan dan wisata belajar karena meningkatkan kemampuan mereka guna berperanserta secara efektif dalam pengelolaan TNKM; f. Potensi besar TNKM untuk pendidikan tingkat SMU dan wisata belajar harus dikembangkan. D. Penelitian dan Pengembangan a. Untuk memperlancar para ilmuwan dan pengelola kawasan, masyarakat hendaknya diikutsertakan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan mengiterpretasikan penelitian. Penggabungan pengetahuan ekologi lokal akan meningkatkan efektifitas waktu dan biaya penelitian; b. Penelitian jenis dan populasi hendaknya dipusatkan pada jenis-jenis yang umumnya dipanen dan atau jenis-jenis indikator kesehatan habitat/ekosistem secara umum; c. Penangkaran dan pembudidayaan belum waktunya mendapatkan prioritas tinggi dari pengelola TNKM pada tahap permulaan, walaupun ilmuwan luar dan mahasiswa dengan biayanya sendiri bisa saja diterima; d. Penelitian berskala bioregional, terutama untuk mengidentifikasi kawasan di luar TNKM yang penting untuk jenis-jenis yang memiliki wilayah jelajah luas atau jenisjenis migrasi seperti Babi Hutan, Burung, Ikan, dsb, sangat penting untuk perlindungan keanekaragaman hayati jangka panjang. E. Perlindungan & Pengelolaan Sumber Daya TNKM a. Pengelola kawasan hendaknya mengambil langkah-langkah pendekatan secara proaktif dan kekeluargaan (kolaboratif) terhadap potensi ancaman, sehingga memudahkan dalam pencegahan terjadinya masalah atau memecahkan masalah yang sudah terjadi; b. Pengelola kawasan hendaknya membantu pemerintah melakukan analisis alternatif pembangunan jalan dan jika seandainya pembangunan jalan adalah pilihan terbaik untuk membuka keterpencilan, maka pilihlah jalur yang dampak kerusakan lingkungannya paling kecil; c. Sebagai langkah awal, lebih baik melakukan pendekatan yang bersifat kerjasama dengan perusahaan-perusahaan HPH daripada bersifat konfrontasi; d. Harga emas yang murah saat ini memberikan peluang untuk membatalkan ijin eksplorasi dalam kawasan TNKM; e. Satu-satunya jenis satwa yang menunjukkan tanda-tanda tekanan perburuan berlebihan dalam kawasan TNKM adalah Cucak Rawa. Upaya perlindungan terhadap jenis ini hendaknya mengikutsertakan lembaga-lembaga adat setempat dan mempergunakan berbagai macam pendekatan, seperti misalnya pendidikan, pembatasan perburuan, dsb.; f. Tanggung jawab penegakan hukum diantara para pihak terkait (PHKA, lembaga adat setempat dan Pemeritah Daerah) perlu untuk dirundingkan; g. Pendekatan awal yang seyogyanya dilakukan dengan masyarakat setempat adalah dimulai dari peningkatan kepedulian dan pendidikan mengenai peraturan perundangundangan dan alasan untuk melakukan konservasi, ditujukan untuk meningkatkan kepedulian secara sukarela dan atau penegakan hukum pendahuluan oleh lembaga adat berdasarkan Kesepakatan Konservasi dan Nota Kesepakatan, sebelum dilanjutkan dengan bentuk-bentuk penegakan hukum lainnya, jika diperlukan; h. PHKA, KSDA dan Pemerintah Daerah perlu memberikan dukungan kepada masyarakat setempat yang saat ini dengan inisiatif sendiri menghentikan pengambilan sumberdaya alam secara tidak sah dari TNKM oleh pihak pihak luar. Hal ini merupakan suatu cara yang penting untuk membangun kepercayaan antara masyarakat dan Pemerintah. F. Pengembangan Kelembagaan a. Pengelolaan TNKM secara bersama dengan mengikutsertakan PHKA, masyarakat adat setempat dan Pemerintah Daerah sangat diperlukan. PHKA adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan peraturan perundangundangan nasional dan kesepakatan-kesepakatan internasional untuk melindungi dan pengelola keanekaragaman hayati Indonesia dan menyediakan keahlian pengelolaan kawasan dan konservasi keanekaragaman hayati. Masyarakat setempat sudah hidup dan mengelola lahan kawasan TNKM lebih dari 300 tahun, mengandalkan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan kebutuhan uang dan tahu banyak tentang keanekaragaman hayati kawasan dan lingkungannya. Pemerintah daerah harus diikutsertakan karena peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kawasan TNKM mempunyai konsekuensi lingkungan, sosial dan ekonomi bagi Kabupaten dan Propinsi, serta rencana dan kegiatan Pemerintah Daerah bisa menimbulkan dampak yang luas terhadap TNKM; b. Masyarakat setempat mengusulkan agar keikutsertaan mereka dalam pengelolaan TNKM secara bersama-sama dapat disalurkan melalui Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA). Susunan anggota FoMMA akan berasal dari perwakilan 10 wilayah adat yang lahannya masuk atau disekitar kawasan TNKM. FoMMA akan bekerja melalui lembaga adat di tiap-tiap wilayah adat; c. FoMMA, PHKA/KSDA dan Pemerintah Kabupaten akan mengelola TNKM secara bersama-sama melalui Dewan Penentu Kebijakan (DPK) TNKM, yang direkomendasikan memiliki lima (5) anggota mewakili FoMMA, empat (4) xi xii

10 dari Pemerintah Kabupaten Malinau dan Nunukan, dua (2) dari PHKA dan dua (2) dari Pemerintah Propinsi. Dengan mempertahankan jumlah anggota sebanyak 13 (tiga belas) orang akan menghemat biaya operasional yang cukup berarti dan lebih mudah untuk memfasilitasi pertemuan serta lebih efektif; d. Prioritas tertinggi pada awal pengelolaan TNKM adalah bagi anggota DPK untuk merundingkan sebuah Nota Kesepakatan (MoU) yang mengatur tentang organisasi dan tata kerja DPK TNKM dan mengatur tanggung jawab pengelola kawasan dari berbagai pihak-pihak terkait; e. Pengelolaan TNKM sehari-hari akan menjadi tanggung jawab Badan Pelaksana (BP) TNKM, yang akan melapor dan diarahkan oleh DPK TNKM. Staf BP TNKM untuk pertama kalinya bisa berasal dari PHKA, KSDA, FoMMA atau WWF Indonesia, tergantung dari keputusan yang dibuat oleh DPK TNKM, ketersediaan staf yang berpengalaman dan pendanaan dari berbagai organisasi, dsb.; f. Dukungan awal dan jangka panjang serta keberhasilan TNKM akan meningkat pesat bila FoMMA secara bertahap mengambil peran utama bersama-sama BP TNKM. Kemajuan terhadap pencapaian tujuan ini akan tergantung pada keluaran (outcome) dari program pelatihan pengelolaan kawasan dan perlindungan keanekaragaman hayati yang diberikan oleh PHKA, KSDA, WWFI dan lainnya untuk melengkapi pengetahuan lokal (kearifan lokal) yang telah dimiliki FoMMA dan masyarakat setempat tentang tumbuhan, satwa dan ekosistem, ketersediaan pendanaan untuk FoMMA dan seberapa baik FoMMA menunjukkan tanggung jawabnya melindungi lingkungan TNKM dan mematuhi kesepakatan pengelolaan; g. Cara yang paling praktis untuk merencanakan staf Badan Pelaksana adalah dengan membentuk tim kecil, yang intinya terdiri dari semua bidang utama yang diperlukan dan menambah beberapa staf dengan bidang keahlian yang berbeda apabila ketersediaan dana memadai. Mengingat terbatasnya kemampuan pendanaan PHKA dan FoMMA serta staf pada beberapa tahun mendatang, WWFI pada awalnya bisa mengisi sebagian besar posisi staf utama atau staf inti ini setidaknya dalam empat tahun pertama masa pelaksanaan Rencana Pengelolaan TNKM dan melapor serta diarahkan DPK TNKM. Walaupun demikian, direkomendasikan agar PHKA dan KSDA segera menugaskan staf seniornya sebagai petugas penghubung penuh untuk TNKM sehingga pelatihan untuk FoMMA dan masyarakat setempat segera dapat dimulai agar mereka secepatnya menjadi bagian dari Badan Pelaksana. h. Mempekerjakan masyarakat setempat sebagai staf Badan Pelaksana apabila memungkinkan, akan sangat berguna untuk membangun dan memelihara dukungan masyarakat setempat terhadap TNKM. G. Koordinasi Koordinasi dengan lembaga pemerintah lainnya, LSM, sektor swasta dan pihak-pihak terkait lainnya dapat dicapai dengan baik melalui kunjungan teratur ke kantor-kantor, berpartisipasi pada rapat-rapat perencanaan di tingkat Kabupaten dan Propinsi dan forum komunikasi dan koordinasi tahunan daripada melalui badan koordinasi yang besar, resmi dan mahal. H. Pengembangan Sarana dan Infrastruktur a. Keterpencilan TNKM, pertumbuhan pariwisata yang lambat, ketidakpastian perkembangan sistem transportasi dan penyaluran pengunjung, ketergantungan pada pengelola lokal dan faktor-faktor lain berarti bahwa pembangunan infrastruktur pada umumnya belum merupakan prioritas utama yang mendesak. Perencanaan sebaiknya dikembangkan sejalan dengan berjalannya waktu dan meningkatnya pengetahuan mengenai hal-hal tersebut; b. Infrastruktur dengan prioritas paling tinggi pada saat ini dan mendesak adalah perpaduan antara perkantoran yang sekaligus berfungsi sebagai pusat pengunjung serta perumahan pada kantor pusat, kantor cabang dan atau pos-pos lapangan, beberapa sarana pariwisata seperti jalan setapak untuk penjelajahan dan sarana untuk pengamatan hidupan liar yang sederhana. I. Pengembangan Peran Serta Masyarakat a. Program pembangunan masyarakat akan sulit dikembangkan karena jaraknya yang jauh dari pasar, sulitnya perhubungan, ketidaksuburan tanah pada umumnya, terbatasnya pendanaan dan faktor-faktor lainnya; b. Standard kehidupan masyarakat setempat sebaiknya didukung dengan cara membantu mereka mengelola pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan dengan cara mengupayakan pengakuan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat terhadap lahan dan sumberdaya alam yang terdapat dalam zona penyangga; c. Ada beberapa potensi jangka panjang untuk proyek pengembangan ekonomi ekowisata berbasiskan masyarakat, seperti pertanian, wanatani dan kerajinan, tetapi proyek-proyek ini memerlukan pengembangan secara perlahan-lahan dan berhatihati guna menghindari permasalahan sosial dan lingkungan hidup, seperti misalnya menarik lebih banyak imigran; d. Pemerintah Daerah Kabupaten hendaknya mengkoordinasikan proyek proyek pembangunan di dalam zona penyangga TNKM, terutama pembangunan infrastruktur, dibantu oleh staf TNKM dan LSM. J. Monitoring dan Evaluasi Memperhatikan bahwa pemanfaatan secara berkelanjutan tumbuhan dan satwa liar oleh masyarakat setempat merupakan bagian utama dari pengelolaan TNKM, perhatian yang lebih besar harus diberikan pada perancangan (disain), pelaksanaan dan pemahaman sistem pemantauan lingkungan partisipatip dan mandiri tentang pengujian kecenderungan populasi yang umumnya dimanfaatkan dan atau jenis-jenis indikator, perubahan habitat, perambahan ke dalam kawasan TNKM dan indikator-indikator lainnya. K. Pendanaan a. Ada kemungkinan bahwa permerintah pusat dan pemerintah daerah akan menghadapi kesulitan dalam menyediakan dana yang cukup untuk pengelolaan xiii xiv

11 TNKM yang ideal. Mekanisme pendanaan alternatif dan inovatif perlu dikembangkan. Kewajiban untuk penggantian atas biaya sumberdaya alam (Debt for nature swaps), hibah pampasan karbon (Carbon sequestration grants), kemitraan dengan LSM yang mempunyai hubungan luas dengan donor internasional dan melimpahkan lebih banyak tugas pengelolaan kepada FoMMA dan lembaga masyarakat setempat lainnya, yang bisa melaksanakan berbagai tugas dengan biaya rendah patut dipertimbangkan; b. Pendanaan dalam jumlah besar dari PHKA tidak diperlukan dalam waktu dekat karena keberhasilan WWFI dalam memperoleh hibah selama empat tahun dari Pemerintah Denmark (DANIDA) untuk membiayai kegiatan TNKM. Tetapi pendanaan PHKA untuk beberapa infrastruktur, upaya-upaya pemantauan dan evaluasi dan kegiatan lainnya sangat diperlukan; c. Jika seandainya PHKA mampu mendapatkan dana di waktu yang akan datang, sebaiknya digunakan untuk memberi hibah kepada FoMMA untuk kegiatan TNKM yang bersifat khusus; d. Penerimaan dari sektor pariwisata, denda atas pelanggaran peraturan TNKM, bea masuk dan sewa dari penggunaan fasilitas dan penerimaan lainnya yang berhubungan dengan TNKM hendaknya diterima oleh FoMMA dan Lembaga Adat guna mendukung kegiatan-kegiatan pengelolaan dan memberikan pendapatan masyarakat. Mengalokasikan dana ini kepada masyarakat akan meningkatkan jumlah orang dan anggota masyarakat yang merasa bahwa memberikan dukungan kepada TNKM adalah untuk kepentingan mereka sendiri; e. Jika seandainya diperoleh pendanaan yang lebih besar dari Debt for nature swaps, Carbon sequestration grants atau sumber-sumber lainnya, sebagian dana hendaknya dialokasikan untuk masyarakat guna penggantian atas bantuan mereka dalam pengelolaan kawasan dan untuk membantu mengembangkan kegiatan-kegiatan dalam rangka menggali pendapatan sampingan yang akan membantu mencegah pengambilan sumberdaya alam yang tidak berkelanjutan. TIM PENYUSUN WWF Indonesia telah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) untuk membangun Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) sejak tahun Perhatian utama yang tercurah pada akhir kurun waktu ini (dari tahun 1996 sampai dengan November 2000) adalah menyelesaikan penyusunan Rencana Pengelolaan TNKM berdasarkan masukkan dari masyarakat yang tinggal di dalam dan di kawasan TNKM, PHKA, dan Pemerintah Daerah. Staf senior yang terlibat dalam kurun waktu ini adalah : Jabatan / Bidang di Proyek Pimpinan Proyek Pendidikan dan Penyadaran Konservasi Biologi Koordinator Kebijakan GIS / Pemetaan Pengembangan Masyarakat Administrasi & Logistik Nama : Dale Withington : Monica Kusneti : Stephan Wulffraat, Agustinus Taufik, Carey Yeager, James Sowerby : Dolvina Damus : Ketut Deddy, Mulyadi, Kusworo : Cristina Eghenter : Agustono Dwi Rachadi Semua staf lainnya juga turut berperan dan memberikan pemikiran yang sangat berarti dalam penyelesaian Rencana Pengelolaan TNKM. Staf WWF Indonesia di Balikpapan dan Jakarta juga memberikan dukungan, demikian juga halnya dengan mitra-mitra proyek seperti WWF Denmark dan WWF Jerman. Tanpa dukungan dan kerja keras dari staf WWF Indonesia pada periode sebelumnya yang tergabung dalam pembangunan TNKM, penyususnan Rencana Pengelolaan ini tak mungkin dapat diwujudkan. Pemimpin-pemimpin Proyek WWFI Kayan Mentarang sejak tahun 1990 adalah Tim Jessup, Godwin Limberg, dan Cristina Eghenter. Sebagai tambahan, bahwa Rencana Pengelolaan ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan yang tak ternilai dari para konsultan berikut ini : Nama : Jim Schweithelm Robert Stuebing Godwin Limberg Janet Cochrane Michael Terzich Bidang Tugas Memfasilitasi Lokakarya Staf mengenai Penyusunan Rencana Pengelolaan, dan ikut menulis serta melakukan penyuntingan terhadap Rencana Pengelolaan. Konservasi Biologi Pengembangan Tanaman Hutan Pengembangan Pariwisata Infrastruktur Taman Nasional xv xvi

12 Agus Sriyadi Padmo Wiyoso (KSDA) Elizabeth Fox Infrastruktur Taman Nasional Infrastruktur Taman Nasional Penyadaran dan Pendidikan Selain itu, para Kepala Adat dan Masyarakat Adat di 10 Wilayah Adat yang tanah adatnya menurut Keputusan Menteri tentang Penetapan kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang masuk dalam kawasan telah memberikan banyak sekali informasi yang dicantumkan dalam Rencana Pengelolaan ini. Staf senior BKSDA Kalimantan Timur, seperti Budiman Amin, Ade M. Rachmat dan Padmo Wiyoso, juga banyak memberikan buah pikiran dalam penyusunan Rencana Pengelolaan ini. Dukungan pendanaan untuk penulisan Rencana Pengelolaan TNKM ini sebagian besar bersumber dari Danida, sebuah lembaga bantuan Internasional dibawah Kementerian Luar Negeri Denmark. Dana hibah tambahan diperoleh dari WWF Jerman, WWF Belanda, Ford Foundation, dan TOTAL Foundation Perancis. Akhirnya, pengesahan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang ini hanya dapat dimungkinkan berkat jerih payah, masukan, bantuan, usaha, dan dukungan dari pihak-pihak sebagai berikut : 1. Marthin Billa (Bupati Malinau) 2. H. Abdul Hafid Acmad (Bupati Nunukan) 3. Wahyudi Wardoyo (Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan) 4. Suhariyanto (Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) 5. Yunus Poddalah (Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malinau) 6. Tomy Harun (Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nunukan) 7. Ramon Janis (Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur) 8. Tonny Soehartono (Direktur WWF Sundaland Bioregion Kalimantan) 9. IGNN Sutedja (Project Executant WWF-Kayan Mentarang) 10. Marten Labo (Ketua Forum Musyawarah Masyarakat Adat Taman Nasional Kayan Mentarang). DAFTAR ISI Halaman Judul... Lembar Pengesahan... Peta Lokasi... Kata Pengantar... Ringkasan Eksekutif... Tim Penyusun... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Bab Bab I. Pendahuluan A. Latar Belakang dan Pertimbangan Status Taman Nasional Kayan Mentarang... B. Karakteristik dan Ruang Lingkup Rencana Pengelolaan... C. Perumusan Rencana Pengelolaan... D. Dasar Pemikiran, Tujuan dan Sasaran Penyusunan Rencana Pengelolaan... II. Keadaan Umum A. Keadaan Fisik... B. Keadaan Biologi... C. Potensi Wisata... D. Kondisi Sosial Ekonomi dan Kebudayaan... E. Pengelolaan Kawasan... Bab III. Tujuan, Sasaran dan Target Pengelolaan Bab IV. Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Bab V. Upaya Pokok dan Rencana Kegiatan A. Aspek Pengelolaan dan Kebijakan Perencanaan Perbatasan Luar Zona Internal... B. Mengelola Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem Flora, Fauna dan Ekosistem Hidrologi Rehabilitasi Taman... C. Pemanfaatan Kawasan... D. Penelitian dan Pengembangan... E. Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan... F. Pengembangan Kelembagaan... i ii iii iv vi xvi xviii xx xx xxi I-1 I-1 I-2 I-2 I-3 II-5 II-5 II-6 II-11 II-14 II-17 III-21 IV-24 V-26 V-26 V-26 V-26 V-35 V-36 V-36 V-45 V-45 V-46 V-49 V-54 V-61 xvii xviii

13 G. Koordinasi dengan DepHutBun, Lembaga Terkait dan LSM. H. Pengembangan Pengelolaan dan Penggunaan Infrastruktur.. I. Pengembangan Partisipasi Masyarakat... J. Pemantauan dan Evaluasi... Bab VI. Anggaran BabVII. Penjadwalan dan Pentahapan A. Batas Taman dan Masalah Zonasi... B. Mengelola Flora, Fauna dan Ekosistem... C. Pemanfaatan Kawasan... VII-91 VII-91 VII-93 VII-96 D. Penelitian dan Pengembangan... VII-100 E. Penegakan Hukum dan Perlindungan Kawasan... VII-103 F. Pengembangan Kelembagaan... VII-103 G. Koordinasi... VII-105 H. Mengembangkan Prasarana Pengelolaan dan Pemanfaatan.. VII-106 I. Peran serta Masyarakat dan Pembangunan... VII-108 J. Pemantauan dan Evaluasi... VII-110 BabVIII. Kesimpulan Daftar Pustaka Lampiran V-69 V-70 V-75 V-81 VI-83 VIII-112 P-117 L-132 DAFTAR TABEL No. Judul Hal. 1. Kelompok Sasaran, Tujuan, Materi, Kegiatan dan Media Program Pendidikan Konservasi Anggaran 5 dan 25 tahun untuk TNKM dalam Dollar Amerika... DAFTAR GAMBAR V-48 VI-87 No. Judul Hal. 1. Peta Lokasi Taman Nasional Kayan Mentarang... 2a. Peta Tipe Habitat dan Lokasi Transek Biologi di TNKM... 2b. Peta Tipe Habitat dan Lokasi Transek Biologi di TNKM Peta Batas Wilayah Adat di Taman Nasional Kayan Mentarang Peta Usulan Batas TNKM oleh Masyarakat & Batas Luar Sementara Wilayah Adat Tubu Daerah dengan Potensi sebagai Zona Inti Kawasan Hutan Penting sebagai Koridor ke TNKM Peta HPH di Sekitar TNKM Peta Potensi Mineral dan Hak Explorasi di Sekitar TNKM Peta Rencana Jalan di dalam dan Sekitar TNKM Usulan Struktur Pengelolaan Bersama untuk TNKM Pola Kepegawaian Utama yang direkomendasikan untuk TNKM Berdasarkan Keperluan Teknis dan Dana yang akan Tersedia Secara Realistis Peta Rencana Prasarana Pengelolaan di TNKM Peta Rencana Prasarana Wisata di TNKM... II-7 II-12 II-13 II-16 V-29 V-38 V-53 V-56 V-57 V-62 V-66 V-68 V-77 V-78 xix xx

14 DAFTAR LAMPIRAN No. Judul Hal. 1. Rencana Kerja... L-132 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Pertimbangan Status TNKM Taman Nasional Kayan Mentarang adalah salah satu kawasan lindung terpenting di Asia Tropis dan merupakan salah satu kunci dari sistem kawasan lindung Indonesia. Luasnya kawasan, lokasinya yang terletak di titik penting keanekaragaman hayati, tingginya nilai budaya dan peranannya dalam perlindungan daerah aliran sungai, merupakan faktor utama yang membuat TNKM menjadi sangat bernilai. Kawasan hutan ini merupakan kawasan lindung terbesar di Pulau Kalimantan dan merupakan kawasan lindung terbesar di antara kawasan sejenis di Indonesia dan Asia Tenggara. Kawasan ini sebagian besar merupakan daerah pegunungan dan terdiri atas tipe-tipe vegetasi yang beragam, termasuk hutan hujan dataran rendah, bukit, pegunungan rendah, pegunungan tinggi, hutan kerangas, hutan batu gamping dan juga padang rumput. Taman nasional ini juga merupakan sumber mata air dari tiga sungai penting di Kalimantan (Sungai Kayan, Sungai Sesayap dan Sungai Sembakung) dan merupakan kunci utama dalam pemeliharaan tata air dan transportasi sungai. Kelompok-kelompok masyarakat asli suku Dayak yang tinggal di dalam dan di sekitar Kayan Mentarang dan wilayah adatnya masuk dalam taman nasional, menambah dimensi daya tarik khusus bagi para pengunjung taman nasional untuk menyaksikan perburuan tradisional, pengumpulan sumber daya alam dan praktek-praktek pertanian serta budaya tradisional suku Dayak. Dalam taman nasional ini terdapat kuburan-kuburan megalitik yang memberikan pengetahuan prasejarah penting mengenai lokasi tersebut. Berbagai kombinasi dari substrat geologi, tipe hutan dan ketinggian menghasilkan berbagai tipe-tipe habitat dan variasi jenis flora dan fauna. Kayan Mentarang merupakan pusat terbesar dari keanekaragaman hayati dan endemisme tumbuhan untuk Pulau Kalimantan (WWF-IUCN, 1994). Dari 228 jenis mamalia yang telah diketahui terdapat di Kalimantan, lebih dari 150 jenis diduga terdapat di dalam taman nasional. Banyak jenis diantaranya merupakan jenis endemik Kalimantan dan beberapa sudah terancam punah. Kawasan ini juga menarik dari segi jenis burungnya. Birdlife International mencalonkan pegunungan Kayan Mentarang dan daerah ketinggian lainnya di Kalimantan Timur menjadi salah satu daerah konservasi burung-burung endemik paling penting dunia. Sejauh ini telah tercatat 337 jenis burung di dalam taman nasional, termasuk jenis terancam punah atau dilindungi. Para ilmuwan juga yakin bahwa kawasan ini kaya akan jenis-jenis amfibi, reptil dan ikan, meskipun kelompok-kelompok satwa ini belum disurvei secara teliti. Menyadari akan tingginya nilai kekayaan alam dan budaya dari Kayan Mentarang, Pemerintah Indonesia menetapkan kawasan ini sebagai cagar alam pada tahun Manfaat sistem kawasan lindung Indonesia telah ditegaskan dalam Rencana Konservasi Nasional (FAO 1982/83) dan nilai pentingnya diantara kawasan lindung di Asia telah didokumentasikan oleh IUCN (Mac Kinnon and Mac Kinnon, 1986) xxi I-1

15 dan kemudian dipertegas pada laporan terbaru (Mac Kinnon, 1997). Kayan Mentarang ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun Alasan utama dari perubahan status kawasan ini adalah karena taman nasional memberikan kemungkinan diteruskannya kegiatan pemungutan hasil hutan pada zona tertentu oleh masyarakat setempat secara tradisional yang telah bergantung pada hutan yang ada di kawasan tersebut selama berabad-abad, sementara dalam cagar alam hal ini tidak dimungkinkan. WWF telah bekerja bersama-sama dengan Departemen Kehutanan sejak tahun 1990 untuk mengadakan penelitian dan perencanaan untuk kepentingan pengelolaan taman nasional. B. Karakteristik dan Ruang Lingkup Rencana Pengelolaan Rencana Pengelolaan Taman Nasional ini dimaksudkan untuk memberikan arahan dan panduan untuk pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang selama periode 25 tahun dimulai sejak dari disetujuinya secara resmi Rencana Pengelolaan. Rekomendasi yang diberikan dalam Rencana Pengelolaan ini bersifat indikatif, sehingga akan memberi kesempatan kepada para pengelola untuk fleksibel terhadap perubahanperubahan. Perencanaan yang dimuat mencakup semua aspek pengelolaan termasuk di antaranya penataan batas, pembagian zonasi, penelitian, pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan bersama dengan masyarakat tempatan, pengembangan wisata alam, pengembangan sarana prasarana, penegakan hukum, pengelolaan data, pengawasan, kepegawaian dan pendanaan. Sebagai tambahan, dalam rencana pengelolaan ini dicantumkan tinjauan ulang penting dari semua yang telah dipelajari, hal ini mencakup karakteristik phisik kawasan, tumbuhan, satwa dan penduduk serta interaksinya dengan lahan. Referensi untuk laporan-laporan dan publikasi yang berkaitan, dicantumkan dalam daftar pustaka. Rencana Pengelolaan ini difokuskan pada kawasan taman nasional dan daerah penyangganya dalam hubungannya dengan bioregion di sekitarnya. Pendekatan ini didasarkan pada pengetahuan bahwa taman nasional ini bukan sebuah pulau, tetapi lebih merupakan bagian dari suatu jaringan yang kompleks dari aliran energi, air, satwa dan manusia yang meliputi bagian utara Kalimantan Timur dan bagian lain yang berbatasan dengan Sabah dan Sarawak. Perspektif bioregional akan membantu pengelola untuk mengidentifikasi ancaman terhadap Kayan Mentarang yang berasal jauh dari batas-batasnya, dan memahami bagaimana sumber daya alam taman nasional berhubungan dengan faktor-faktor biologi dan fisik dari luar. C. Perumusan Rencana Pengelolaan Rencana Pengelolaan ini disusun melalui usaha bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi Kalimantan Timur dan WWF Indonesia-Proyek Kayan Mentarang. Rancangan Rencana Pengelolaan dipresentasikan kepada instansi-instansi pemerintah setempat dan tokoh-tokoh masyarakat di dalam dan sekitar taman nasional serta instansi/lembaga terkait lainnya. Masukan yang berharga dari pihak-pihak ini membantu mempertajam rekomendasi akhir Rencana Pengelolaan. Data dan informasi I-2 yang mendasari Rencana Pengelolaan ini dikumpulkan sejak tahun 1990, pada saat dimulainya kerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). WWF menerima hibah pendanaan dari beberapa sumber untuk kegiatan ini, meliputi The Ford Foundation, The European Union, USAID, The Mac Arthur Foundation dan Alton Jones Foundation. Sejumlah kalangan akademik nusantara dan mancanegara serta lembaga ilmiah lainnya telah menyumbangkan ilmuwan-ilmuwan guna membantu pengumpulan data di lapangan dan beberapa peneliti mandiri menyumbangkan informasi-informasi yang berharga. Rencana Pengelolaan ini disusun selama periode pertengahan 1997 sampai akhir 2000 dengan hibah dana yang disediakan oleh Danida (Danish International Aid Agency). Pemetaan partisipatif dengan masyarakat dan survei-survei biologi telah dilaksanakan selama periode waktu ini, dan secara luar biasa sangat meningkatkan pengetahuan tentang taman nasional dan bagaimana masyarakat memanfaatkan sumber daya alamnya. WWF Jerman dan Total Foundation menyediakan bantuan hibah untuk melanjutkan pengumpulan data di Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai. D. Dasar Pemikiran, Tujuan dan Sasaran Penyusunan Rencana Pengelolaan Rencana pengelolaan telah disusun sejak akhir 1990-an dengan sejumlah alasan. Alasan pertama adalah bahwa sebuah rencana pengelolaan harus disahkan sebelum batasbatas kawasan diselesaikan serta unit dan dana pengelolaan sebuah taman nasional dapat diabsahkan. Kedua, informasi yang memadai tentang Taman Nasional Kayan Mentarang telah dikumpulkan, dengan demikian rekomendasi Rencana Pengelolaan secara umum secepatnya dirumuskan. Ketiga, sebuah rencana pengelolaan yang telah disetujui, memberi beberapa tatanan terhadap perlindungan hukum bagi akses masyarakat setempat terhadap lahan dan penggunaan sumber daya alam secara tradisional di dalam taman nasional. Terakhir, untuk sementara ini taman nasional belum terancam, namun ada kecenderungan bahwa tingkat ancaman akan meningkat pada waktu mendatang. Rencana Pengelolaan Taman Nasional akan menjamin pengelolaan yang aktif dan memperkuat perlindungan hukum terhadap Taman Nasional. Rencana Pengelolaan TNKM disusun untuk mencapai tujuan sebagai berikut: Menyajikan segala sesuatu, tentang faktor fisik, biologi dan karakteristik kependudukan yang saat ini sudah diketahui. Merancang tujuan dan kebijakan pengelolaan taman nasional. Memberi panduan dan rekomendasi khusus tentang bagaimana kawasan ini seyogyanya dikelola, dipersiapkan stafnya dan dikembangkan. Merumuskan terhadap peranan masyarakat lokal pada pengelolaan kawasan dan pelaksanaannya. Merekomendasikan pendekatan mengenai penelitian dan pemantauan biologi. Sasaran secara keseluruhan rencana pengelolaan adalah penyediaan arahan dan informasi bagi pengelola Taman Nasional Kayan Mentarang mendatang, sebagai I-3

16 pedoman pengelolaan taman nasional selama 25 tahun ke depan. Untuk mencapai target ini para penulis telah berusaha membuat rekomendasi-rekomendasi khusus. Rencana Pengelolaan diharapkan akan menjadi sebuah dokumen hidup yang akan membentuk inti dari tubuh pengetahuan dan pengalaman yang akan berkembang seiring dengan waktu. A. Keadaan Fisik BAB II KEADAAN UMUM TNKM terletak di daerah pegunungan pedalaman propinsi Kalimantan Timur sepanjang perbatasan internasional dengan negara bagian Malaysia, Sabah dan Sarawak (Gambar 1). Taman nasional ini terhampar antara 2 0 dan 4 0 Lintang Utara khatulistiwa, meliputi kira-kira 1,35 juta ha pada konfigurasi batas yang ada saat ini, tetapi kemungkinan luas kawasan akan berubah jika lokasi ditambah atau dikurangi. Sampai akhir 1999 taman nasional ini berada dalam kabupaten Bulungan, di kecamatan Kayan Hilir, Pujungan, Krayan, Mentarang dan Lumbis. Saat ini sebagian besar kawasan taman nasional masuk dalam wilayah kabupaten yang baru dibentuk, yaitu Kabupaten Malinau dan sebagian lagi masuk dalam wilayah Kabupaten Nunukan. Lokasi TNKM sangat terpencil dari pusat pemukiman dan jalan besar. Saat ini akses menuju kawasan taman nasional adalah dengan menggunakan perahu melalui sungai, dengan pesawat kecil atau helikopter atau dengan berjalan kaki melalui beberapa jaringan jalan setapak. Akses melalui sungai sering terputus, tergantung pada tinggi rendahnya permukaan air, jadwal penerbangan terbatas pada beberapa desa saja, biaya mencarter pesawat terbang sangat mahal dan selalu sulit diatur, sementara perjalanan dengan berjalan kaki sangat lambat karena jarak dan topografi bergunung-gunung di dalam dan sekitar kawasan. Pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan jalan yang akan menghubungkan taman nasional dengan dataran rendah di sebelah timur dan secara bersamaan akan menambah ke arah barat yaitu menuju Malaysia. Jalan-jalan HPH telah dibangun di sekitar taman nasional, tetapi hingga akhir 1999 belum ada yang mencapai batas taman nasional. Kawasan TNKM mengarah dari Timur Laut ke Barat Laut pada pegunungan Belayan- Kaba yang terhampar sepanjang perbatasan Indonesia-Malaysia dan bagian selatan propinsi Kalimantan Tengah. Ketinggian di taman nasional berkisar antara 300 meter hingga lebih dari 2000 meter. Sejarah tektonik yang kompleks pada daerah ini tergambar dari bentuk topografi dan drainase yang mencerminkan substrat-substrat geologi yang berbeda, sebuah jajaran garis palsu, gunung berapi di jaman yang lalu, dan bekas danau. Kira-kira 86% kawasan didasari oleh timbunan karang atau batuan metamorfis, sebagian besar sisanya merupakan materi gunung berapi, dengan beberapa timbunan batuan gamping yang terpisah. Kawasan taman nasional terdiri dari 16 sistem tanah, tempat-tempat dengan substrat geologi yang relatif seragam, tanah, topography dan vegetasi (RePPProT, 1987). Jenis tanah yang paling umum adalah Utisol, yaitu tanah-tanah yang tidak subur di atas batu sedimen dan metamorfis. Tropudults telah terbentuk di atas batu-batuan vulkanik secara lebih terstruktur tetapi tidak subur. Dataran tinggi Krayan mengandung tanah alluvial yang relatif subur sisa dari danau prasejarah yang telah mengering. I-4 II-5

17 Areal kecil dari tanah yang terbentuk di atas batuan gamping dan pasir silika memiliki vegetasi yang berbeda. Tanah-tanah pada daerah lereng sangat tipis dan tanah gambut sering terbentuk di dataran puncak-puncak bukit. Beberapa kelompok masyarakat suku Dayak yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan telah mengembangkan sistem pengelompokan tanah berdasarkan ciri-ciri atau bentuk permukaan topografi. Daerah-daerah yang lebih rendah di kawasan TNKM memiliki iklim tropis hujan tanpa musim kering dengan temperatur tinggi sepanjang tahun. Tempat-tempat dengan ketinggian lebih tinggi memiliki kisaran suhu lebih lembab diklasifikasikan sebagai kawasan beriklim sedang. Distribusi curah hujan di dalam kawasan cukup kompleks. Daerah-daerah terkering adalah lembah-lembah pedalaman dan daerah aliran sungai sepanjang Sungai Kayan bagian hulu dengan curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun. Hampir seluruh kawasan memiliki curah hujan antara 3000 sampai 4000 mm/tahun. Curah hujan tahunan maksimum pada dataran rendah berada di sekitar desa Data Dian yaitu daerah barat laut kawasan taman nasional. Meskipun belum dilakukan pengukuran, bagian atas lereng-lereng pegunungan diyakini mendapat curah hujan tertinggi. Curah hujan pada bulan terkering rata-rata 100 mm/bulan di semua kawasan dalam taman nasional, dengan bulan-bulan basah rata-rata 300 mm/bulan atau lebih. Rata-rata penurunan temperatur dari setiap kenaikan ketinggian 1000 m, adalah sebesar 5 C, setara dengan 10 C dari garis khatulistiwa pada ketinggian air laut. Kayan Mentarang membentuk daerah aliran sungai bagian hulu dari sungai-sungai utama di Kalimantan Timur. Sumber air Sungai Kayan terletak di sebelah selatan batas kawasan dan salah satu anak sungai, yaitu Sungai Bahau mengalir melalui taman nasional. Di bagian Tengah dan Utara terdapat anak-anak sungai, seperti Sungai Tubu dan Sungai Mentarang, keduanya merupakan anak sungai dari Sungai Sesayap. Lebih jauh bagian Utara kawasan terdapat daerah aliran sungai Sembakung. Permukaan aliran sungai mencapai puncak tertinggi pada bulan Nopember/Desember dan Mei/Juni. Permukaan aliran sungai yang berkisar rendah yang terjadi dari Juni ke September. Keadaan ini sangat berubah selama berlangsungnya musim El Nino/La Nina (musim banjir/kekeringan) seperti yang terjadi di tahun 1997/1998, 1992 dan B. Keadaan Biologi Kayan Mentarang memiliki paling sedikit 18 tipe habitat darat utama berdasarkan kombinasi substrat dan ketinggian, Hal ini tampak pada struktur dan komposisi jenis vegetasi (Gambar 2). Habitat padang rumput dan hutan sekunder merupakan akibat gangguan kegiatan manusia. Vegetasi bervariasi pada tiap habitat tergantung dari posisi topografi (misalnya puncak, sekitar sungai dan lain-lain). Penyebaran satwa tidak tergantung pada tipe habitat. Banyak jenis tersebar luas di beberapa habitat sementara jenis-jenis lainnya hanya ditemukan pada bagian-bagian tertentu dari suatu habitat. Kawasan ini memiliki sejumlah tipe habitat aquatik yang menggenang maupun yang mengalir, yang didominasi oleh aliran sungai bagian paling hulu dan sedikit aliran sungai pada gunung di atas ketinggian 1000 meter. Meskipun sangat jarang, terdapat juga beberapa danau kecil dan danau air payau, termasuk rawa-rawa gambut di beberapa tempat yang tinggi. II-6 II-7

18 Kalimantan merupakan pulau terkaya di paparan Sunda dalam hal keanekaragaman jenis tumbuhannya. TNKM merupakan pusat keanekaragaman hayati dan jenis endemik tumbuhan terbesar di Borneo (WWF-IUCN, 1994). Berbagai survei botani telah dilakukan di kawasan selama 20 tahun terakhir tetapi sebagian besar kawasan masih belum disurvei. Dari jenis yang diperoleh melalui survei-survei ini ditemukan hanya sedikit jenis yang umum, hal ini menandakan bahwa kawasan ini sangat beragam, seperti yang diperkirakan dari berbagai tipe habitat. Dua jenis tumbuhan yang sebelumnya tak dikenal telah ditemukan di dalam TNKM (Mc Donald, 1995). Hutan-hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan rendah sangat kaya akan jenis-jenis Dipterocarpaceae, famili pohon yang dominan di Kalimantan. Pohon-pohon Ara (Moraceae) merupakan jenis penunjang yang penting karena sifatnya yang tersebar luas, dan perannya sebagai penyedia makanan bagi berbagai jenis satwa, serangga dan burung, terutama ketika sumber makanan yang lain sangat langka. Seiring dengan naiknya ketinggian tempat, jenis-jenis tumbuhan di hutan dataran rendah semakin menyerupai jenis-jenis pada ketinggian sedang. Jenis-jenis tumbuhan di hutan pegunungan lebih kecil ukurannya dan kurang beragam bila dibanding jenis-jenis di hutan dataran rendah. Hutan kerangas dan hutan batu gamping memiliki kesamaan karakteristik dengan hutan-hutan pegunungan, hal ini dihubungkan dengan defisiensi nutrisi dan keterbatasan kapasitas serapan air dari tanah tempat tumbuhnya (pasir silika pada kasus hutan kerangas). Hutan-hutan sekunder dalam berbagai tahap suksesi muncul dimana perladangan pernah atau sedang dilakukan di sekitar desa yang sudah ditinggalkan. Setelah beberapa dekade pertumbuhan tanpa gangguan, hutan-hutan ini secara struktural menyerupai hutan primer, tetapi berbeda dalam komposisi jenis, yang biasanya terjadi berabad-abad. Hutan Kayan Mentarang memiliki sejumlah tumbuhan khas termasuk berbagai varietas anggrek epifit dan berbagai jenis rotan. Tumbuhan Kantung Semar (Nepenthes) ditemukan di hutan kerangas, daerah rawa pada elevasi tinggi. Hutan pegunungan juga merupakan tempat bagi Rhododendron, sebuah famili tumbuhan berbunga yang biasanya ditemukan di bagian utara dataran Asia. Masyarakat suku Dayak yang tinggal di dalam dan di sekitar TNKM secara tradisional memanfaatkan pohon dan tumbuhan hutan untuk kepentingan konstruksi rumah, peralatan, sumber makanan, obat-obatan dan produk komersial. Gaharu, kayu yang harum yang berasal dari pohon-pohon beberapa jenis Aquilaria yang terinfeksi jamur, telah secara besar-besaran dipanen pada tahun-tahun terakhir oleh masyarakat lokal dan pendatang, karena mencapai harga tinggi di pasaran internasional. Sebelumnya, jenis rotan yang lebih bernilai mendapat tekanan yang sama tapi saat ini kurang dicari sehubungan dengan jatuhnya harga di pasaran. Survei terhadap masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar taman nasional menunjukkan bahwa diantara hasil hutan non kayu yang biasa diambil, hanya jenis Aquilaria yang mengandung gaharu yang telah mengalami penurunan (Eghenter, 1999). Hutan juga memainkan peran penting pada pertanian gilir balik. Pohon-pohon ditebang, dikeringkan dibawah panas matahari dan dibakar untuk persiapan penanaman, guna meningkatkan sinar matahari yang sampai ke tanah, meningkatkan kesuburan tanah dan membunuh hama serangga dan tumbuhan pengganggu. II-8

19 Kekayaan fauna Kalimantan berasal dari Asia, tetapi beberapa jenis mempunyai kesamaan dengan fauna dari Sulawesi dan pulau-pulau lain di Kawasan Bioregion Wallacea. Lebih dari 150 jenis mamalia (dari 228 yang telah diketahui di Borneo) termasuk yang telah terdokumentasi di Kayan Mentarang dalam survei-survei yang dilakukan pada akhir-akhir ini, dan yang diperkirakan ditemukan bila daerah ini disurvei secara menyeluruh. Kebanyakan survei telah dilakukan pada elevasi-elevasi rendah dan di sekitar batas taman nasional. Survei-survei telah dikonsentrasikan pada mamalia besar dan diharapkan akan ditemukan lebih banyak jenis lagi bila survei-survei mendatang dikonsentrasikan pada jenis-jenis kecil, nokturnal (aktif pada malam hari) dan yang hidup di dalam tanah. Banyak jenis mamalia endemik Kalimantan (44 jenis) telah terdokumentasi. Beberapa diantara jenis-jenis ini bersama dengan jenis non endemik lain berstatus terancam punah menurut daftar merah IUCN. Mamalia yang paling mendapat perhatian secara ilmiah adalah primata dan jenis yang besar dan karismatik. TNKM merupakan rumah bagi berbagai jenis primata. Lutung Abu-Abu dan Kelasi, diburu secara besar-besaran untuk mendapatkan batu guliga yang ditemukan pada beberapa individu yang lebih tua. Lutung Dahi Putih juga dilaporkan dari beberapa tempat. Kalaupun pernah terlihat, Orang Utan (Pongo pygmaeus) sangat jarang ditemukan. Salah satu faktor penyebab kelangkaannya dihubungkan dengan kurangnya habitat yang sesuai, dan perburuan pada masa lalu. Beruk (Macaca nemestrina) ditemukan di beberapa bagian dari kawasan. Beruk dan Orang Utan diklasifikasikan rawan oleh IUCN. Kera Ekor Panjang dan Klampiau juga terdapat di kawasan. Singapuar (Tarsius bancanus borneanus) primata yang kecil dan primitif dinyatakan terancam punah oleh beberapa ilmuwan. Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) yang dahulu ditemukan di dalam taman nasional, diyakini telah diburu hingga mengalami kepunahan lokal pada tahun an. Masyarakat Dayak kadang-kadang melaporkan telah melihat badak atau bekas kakinya disekitar hulu sungai di bagian utara taman nasional. Ini mungkin bagian dari populasi kecil badak di Sabah. Gajah kadang-kadang terlihat di Kecamatan Lumbis, di bagian sebelah timur taman nasional. Gajah-gajah ini juga mungkin individu-individu dari Sabah. Banteng (Bos javanicus) jenis sapi liar, terdaftar sebagai binatang terancam punah oleh IUCN dan merupakan mamalia terbesar yang diketahui tinggal di kawasan, terpusat di padang rumput hulu Sungai Bahau dekat kampung Apau Ping. Kawasan Kayan Mentarang juga merupakan salah satu pengungsian terakhir Macan Dahan (Neofelis nebulosa). Kucing Dampak (Prionailurus planiceps) dan Luwak (Felis marmorata) yang mulai jarang ditemukan di Kalimantan diyakini hidup di dalam taman nasional ini. Jenis yang lebih misterius dan jarang dilaporkan, Kucing Merah (Felis badia), juga diyakini terdapat di kawasan. Beruang Madu (Helarctus malayanus) diburu karena bagian tubuh mereka memiliki nilai tinggi untuk obat dan perhiasan. Sejauh ini, sebagian besar informasi yang sudah terkumpul tentang status populasi mamalia dan hubungannya dengan habitat jenis-jenis satwa yang diburu, diperoleh melalui wawancara dengan pemburu-pemburu suku Dayak dan dari inventarisasi dan observasi ilmuwan. Babi Hutan (Sus barbatus) adalah jenis yang paling sering diburu dan merupakan persediaan daging terbesar untuk masyarakat Dayak. Kijang (Muntiacus spp) merupakan jenis-jenis satwa buruan terpenting kedua, diikuti oleh jenis-jenis rusa yang lebih kecil. Secara umum pemburu melaporkan bahwa populasi jenis yang diburu meningkat pada daerah-daerah yang pernah mengalami penurunan penduduk di masa lalu dan menurun dimana jumlah penduduk meningkat, hal ini menunjukkan efek dari tekanan perburuan. Survei-survei singkat terhadap keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh WWF selama tahun memberi petunjuk kwalitatif secara kasar tentang bagaimana penyebaran dan frekwensi beberapa jenis besar dan diurnal (aktif di siang hari). Hasil-hasil survei ini disajikan pada buku II. TNKM merupakan tempat penting bagi burung-burung endemik dan burung lainnya. Sebanyak 337 jenis burung telah dikoleksi, terlihat atau terdengar di dalam kawasan. Banyak dari burung-burung endemik diklassifikasikan terancam oleh IUCN dan/atau dilindungi oleh hukum Indonesia. Hanya Kuau Kerdil Kalimantan (Polyplectron schleirmacheri) yang dinyatakan sangat terancam punah. Beberapa jenis burung lainnya dinyatakan rawan. Yang paling spektakuler dari burung-burung di TNKM adalah jenis-jenis enggang dan ayam hutan, dengan tingginya keanekaragaman enggang (tujuh jenis telah terdokumentasi). Julang Jambul Hitam (Aceros corrugatus) rawan dan Enggang Jambul Hitam (Anthrococeros malayanus) dan Enggang Gading (Buceros vigil) adalah jenis-jenis yang hampir terancam. Beberapa kelompok suku Dayak menganggap Enggang sebagai utusan para dewa dan mereka memburu burung tersebut untuk mendapatkan bulu dan tanduknya. Enggang memainkan peranan penting dalam ekologi hutan melalui fungsinya sebagai penyebar biji. Beberapa jenis burung ditangkap untuk diperdagangkan, sehingga beberapa diantaranya terancam punah karena penangkapan yang berlebihan, terutama burung Cucak Rawa (Pycnonotus zeylanicus). Burung-burung berperan penting dalam ekologi vegetasi taman nasional dalam hal penyerbukan, penyebaran biji dan pengendali serangga. Baru sedikit yang diketahui mengenai status populasi masing-masing jenis, meskipun kebutuhan habitat mereka telah diketahui. Masyarakat lokal sadar akan kecenderungan populasi beberapa jenis, terutama jenis-jenis enggang dan burung-burung lainnya karena nilai dalam perdagangan binatang peliharaan. Burung-burung di TNKM diperkaya oleh burungburung migran selama musim dingin di belahan utara. Pulau Borneo mempunyai 440 jenis ikan air tawar di mana 140 jenis diantaranya adalah endemik. Aliran-aliran sungai di perbukitan sangat kaya akan jenis-jenis endemik. Jika pola dari daerah Borneo lainnya diterapkan, komposisi jenis komunitas ikan sangat bervariasi antar sistem sungai kawasan. Survei ikan baru saja dimulai di kawasan dan sedang berlangsung, tetapi sudah ada beberapa jenis baru yang diperkirakan terkoleksi. Ikan adalah sumber protein penting bagi masyarakat Dayak. Dari beberapa wawancara II-9 II-10

20 menunjukkan, penduduk desa merasa bahwa populasi ikan telah menurun pada dua dasawarsa terakhir karena pemanenan yang berlebihan meskipun terdapat peningkatan pada daerah-daerah dimana terdapat migrasi yang sangat tinggi. TNKM sangat kaya akan amphibi dan binatang melata, tetapi kedua kelompok ini belum diteliti secara seksama. Sejauh ini 30 jenis amphibi telah tercatat di dalam dan di sekitar taman nasional. Survei yang dilakukan di daerah-daerah lain di Borneo menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis amphibi sangat tinggi di dataran rendah dan jenis endemik sangat umum di pegunungan. Serangga telah terkoleksi selama survei biologi WWF, tetapi identifikasi jenisnya masih dalam proses. Masih diperlukan lagi penelitian-penelitian mengenai serangga yang hidup di kanopi, serasah dan serangga-serangga tanah. C. Potensi Wisata Dalam setahun jumlah wisatawan yang mengunjungi taman nasional Kayan Mentarang kira-kira sebanyak 25 orang. Untuk meningkatkan kunjungan ke TNKM sangat sulit karena lokasinya yang terpencil dari pusat kota dan jalan, serta sangat mahal untuk dikunjungi, selain kurangnya prasarana dan faktor pisik serta hidupan liar yang kharismatik yang bisa digunakan untuk menarik perhatian pengunjung internasional. Untuk menyaksikan keanekaragaman satwa di kawasan, merupakan tantangan karena pada umumnya satwa-satwa di dalam hutan sangat susah terlihat dan banyak jenis yang sangat suka menyendiri, aktif pada malam hari atau hidup di daerah terpencil. Hutan-hutan di kawasan, sungai dan budaya masyarakat Dayak adalah aset pariwisata penting dari TNKM, tetapi kemungkinan tidak akan menarik wisatawan dalam jumlah besar pada waktu dekat. Dua tipe pengunjung yang ditargetkan dapat dikembangkan, terutama adalah mereka yang mencari petualangan melalui kegiatan eksplorasi daerah terpencil dan mereka yang ingin memiliki pengalaman dan pengetahuan melalui penelitian dari aspek ekologi dan kebudayaan serta cara hidup masyarakat suku Dayak. Usaha untuk menarik pengunjung yang menyukai petualangan dan eksplorasi pemandangan, harus berkonsentrasi pada pengembangan perjalanan berperahu atau rakit di sungai-sungai dan lintasan perjalanan kaki yang singkat atau yang lebih panjang, sekaligus dalam satu atau lebih tujuan wisata. Ada banyak kemungkinan untuk mengkombinasikan perjalanan sungai dan berjalan kaki untuk melihat berbagai pemandangan alam di kawasan. Perjalanan dengan menggunakan pesawat kecil menyajikan pandangan sepintas mengenai topografi kawasan, hutan dan sungai tetapi perlu biaya yang relatif mahal. Potensi wisata yang bersifat pendidikan sangat beragam, yaitu dengan beragamnya flora, fauna dan penduduk penghuni kawasan. Program-program pariwisata yang bersifat pendidikan sangat mahal untuk dikembangkan dan dipromosikan, tetapi stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai menyediakan sebuah base camp untuk kelompok-kelompok seperti itu. Kegiatan pariwisata yang bersifat petualangan dan pendidikan tidak memerlukan pengembangan prasarana yang terlalu lengkap. Pada umumnya fasilitas-fasilitas penunjang II-11 II-12

21 II-13

22 wisata harus dibangun di desa-desa di daerah penyangga, untuk mengurangi dampak terhadap keamanan taman nasional, memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendapatkan penghasilan dari kegiatan pariwisata dan menunjukkan kebudayaan Dayak kepada wisatawan. Biro perjalanan dan organisasi penelitian harus dipacu untuk mengumpulkan proposal pengembangan aktivitas-aktivitas pariwisata dan pendidikan di dalam taman nasional bersama dengan prasarana penunjang. Petunjuk-petunjuk pengembangan seperti ini diuraikan dalam buku III. Pendekatan-pendekatan seperti ini memungkinkan para pengelola untuk mendapat keuntungan dari pengetahuan dan sumber-daya sektor swasta sementara menghindari resiko penanaman modal dari anggaran pembangunan dan pemeliharaan pengembangan pariwisata yang terbatas. Kegiatan-kegiatan pariwisata dan prasarana harus dievaluasi secara hati-hati dan direncanakan untuk menghindari hal-hal negatif terhadap sumber daya alam taman nasional, kebudayaan setempat dan tata hidup masyarakat. Beberapa prasarana seperti pusat pengunjung dan jalan-jalan setapak akan dibangun dan harus dipelihara oleh pengelola kawasan sebagai salah satu faktor usaha untuk menarik pengunjung. Pengelola kawasan bekerjasama dengan Dinas pariwisata propinsi, Departemen pariwisata dan mitra kerja internasional seperti WWF harus menginvestasikan bantuan-bantuan dan usaha untuk mempromosikan TNKM pada pasaran domestik dan internasional. D. Kondisi Sosial Ekonomi dan Kebudayaan. Seluruh kawasan TNKM telah dihuni sejak sekitar tiga abad yang lalu oleh kelompok masyarakat suku Dayak termasuk Kenyah, Lundayeh, Tagel, Saben, Punan dan Kayan. Kira-kira jiwa penduduk suku Dayak yang terdiri dari 12 kelompok bahasa yang berbeda saat ini menghuni 50 desa di dalam dan di sekitar taman nasional. Kepadatan penduduk rata-rata 0,74 orang/km dalam 10 wilayah adat yang meliputi taman nasional dan daerah penyangga (Gambar 3). Mayoritas dari penduduk ini beragama Kristen Protestan dan sebagian kecil Katolik. Populasi penduduk di dalam kawasan telah berfluktuasi pada dekade terakhir ini, dengan perpindahan keluar yang signifikan pada tahun-tahun 60-an, 70-an dan 1980-an dari beberapa daerah dengan alasan untuk mencari peluang ekonomi dan fasilitas yang lebih baik di daerah pesisir. Ledakan perdagangan hasil hutan bermula pada awal tahun 1990-an menghentikan arus keluar penduduk dari taman nasional, dan sebagian dari penduduk yang telah keluar kembali lagi ke tanahnya semula. Tampaknya perpindahan kembali ini akan berlanjut. Dalam kegiatan sehari-hari dan pengelolaan sumber daya alam, masyarakat di dalam dan di sekitar taman nasional masih taat pada peraturan adat. Lembaga-lembaga adat beserta kepala adatnya adalah lembaga tradisional di mana masalah-masalah masyarakat disampaikan dan diselesaikan. Terdapat 10 wilayah adat di dalam dan di sekitar kawasan yang masing-masing dipimpin oleh lembaga adat di bawah kepemimpinan kepala adat. Pada suku Kenyah dan Kayan yang terbagi beberapa tingkatan, kepala adat dipilih berdasarkan keturunan. Pada kelompok lain, kepala adat dipilih berdasarkan kemampuan, kharisma dan dukungan setempat. Teknologi yang semakin canggih, dan permintaan yang II-14

23 semakin besar terhadap barang dan pelayanan-pelayanan yang harus dibayar dengan uang, serta pengaruh budaya dari luar merupakan gangguan terhadap penerapan hukum adat. Peraturan adat yang dibuat untuk mengelola hasil hutan dengan kampak dan sumpit tidak begitu efektif ketika gergaji mesin dan senjata api digunakan. Masalah kesehatan masyarakat di dalam kawasan dan di zona penyangga sangat serupa dengan masalah di daerah pedesaan lain di Indonesia. Tersebarnya desa dan kesulitan perjalanan menghambat pemeliharaan kesehatan. Memang terdapat Puskesmas di setiap ibukota kecamatan tetapi tingkat pelayanan yang tersedia selalu memprihatinkan karena kemampuan petugas yang terbatas dan obat-obatan yang tidak memadai. Penduduk yang menderita penyakit parah atau terluka biasanya dibawa dengan pesawat ke Tarakan. Penggunaan obat tradisional yang diramu dari tumbuhan dan satwa masih umum dilakukan. Tersebar dan terpencilnya desa-desa juga mengurangi kesempatan mendapatkan pendidikan. Di setiap kampung terdapat satu SD dan SMP di ibukota kecamatan. Tingkat pendidikan penduduk di kawasan umumnya rendah dan mayoritas penduduk berpendidikan sampai tingkat SD saja. Kesulitan menyewa dan mempertahankan guruguru di sekolah-sekolah terpencil memberikan pengaruh negatif terhadap kualitas pendidikan singkat yang diterima oleh kebanyakan penduduk. Kehidupan masyarakat Dayak sangat erat dengan tanah dan sumber daya alam di kawasan. Matapencaharian penduduk umumnya adalah kombinasi antara pertanian skala kecil, berburu dan memancing, serta mengumpulkan bahan makanan, bahan bangunan, kayu bakar dan obat-obatan dari hutan. Meskipun pekerjaan di Malaysia memberikan sebagian besar uang tunai, penduduk biasa mendapat uang tunai melalui kegiatan mengumpulkan dan kemudian menjual hasil-hasil hutan non-kayu. Padi yang merupakan hasil pertanian utama di sebagian kawasan, dibudidayakan dengan sistem budidaya sawah dan ladang. Tanaman padi sawah lebih menonjol di daerah utara, sementara penduduk bagian tengah dan selatan lebih tergantung pada ladang. Padi dan tanaman tahunan lainnya ditanam di ladang dengan sistem gilir balik, biasanya ditanam selama setahun dan kadang-kadang selama dua tahun setelah lahan dibuka, kemudian diistirahatkan selama beberapa tahun sampai dua dekade. Hutan sekunder dekat sungai biasanya lebih disukai untuk perladangan karena kemudahan transportasi. Pada masyarakat Lumbis, ubikayu merupakan hasil pertanian utama dan bagi masyarakat Punan tepung yang terbuat dari ubikayu dan sagu (Eugeissona utilis) merupakan makanan utama. Pohon-pohon buah dan tanaman lainnya ditanam di pekarangan rumah dan jenisjenis yang berguna biasanya ditanam di hutan. Sayur-sayuran, buah dan kopi ditanam untuk keperluan rumah tangga. Madu dipanen secara musiman dari pohon-pohon yang biasanya dimiliki secara individu dan sebagian dijual ke daerah pesisir. Ternak babi dan ayam, yang biasanya dipelihara secara kecil-kecilan merupakan sumber uang yang penting di beberapa tempat. Di Kecamatan Krayan, kerbau dan ternak lainnya, dipelihara untuk konsumsi lokal, selain juga untuk dijual. II-15 II-16

24 Hasil-hasil hutan secara tradisional telah menjamin penghidupan dan memberi kesempatan menambah pendapatan bagi masyarakat di kawasan. Nilai perdagangan hasil-hasil hutan sangat tergantung pada permintaan internasional, yang mengalami siklus memuncak dan menurun selama satu abad terakhir, bila nilai pemasaran suatu hasil telah menurun maka produk lain akan ganti mendominasi pasar. Pendapatan dari hasil hutan bisa mencapai 80% dari total pendapatan di beberapa desa, dan gaharu merupakan hasil terpenting pada tahun 1990-an. Selama periode dimana harga gaharu memuncak yaitu dari tahun 1991 sampai tahun 1995, beberapa jenis Aquilaria yang menghasilkan kayu yang wangi ini mulai dipanen secara besar-besaran dan terus berlangsung sampai sekarang. Proyek WWF Kayan Mentarang membantu masyarakat memetakan penggunaan lahan dalam wilayah adatnya. Pada umumnya masyarakat mengalokasikan lahan untuk perladangan, pengumpulan hasil hutan, berburu dan mengumpulkan bahan bangunan. Beberapa kelompok masyarakat lebih mengawasi akses terhadap lahan dan sumber daya alamnya, meskipun umumnya hukum adat dimaksudkan untuk menghindari ekploitasi berlebihan atas sumber daya alam yang penting yang ada dalam wilayah adat masyarakat. Peraturan dikhususkan pada cara dan waktu/musim pemungutan hasil hutan yang penting. Beberapa kampung mempunyai hutan lindung adat yang memiliki aturan lebih keras dari lahan lainnya. Keluarga-keluarga mengklaim suatu lahan dengan cara menebang pohon-pohon atau membersihkan suatu areal hutan tertentu. Hak untuk menggunakan lahan yang diklaim biasanya diteruskan pada generasi berikutnya. Keluarga-keluarga bisa mengklaim pohon-pohon yang penting nilainya yang ada dihutan, seperti pohon buah-buahan dan pohon madu. Bila seseorang pindah, mereka bisa mengalihkan hak penggunaan lahan dan pohon kepada orang lain, atau menjual hak kepada orang lain seperti yang terjadi pada akhir-akhir ini Tingkat pendapatan masyarakat didalam dan disekitar taman nasional diatas rata-rata pendapatan di Kalimantan Timur, yang merupakan salah satu propinsi terkaya di Indonesia dalam pendapatan perkapita. Berlawanan dengan tampilan kemakmuran ini, daya beli masyarakat di kawasan sangat rendah karena biaya transportasi menentukan harga komoditi pokok seperti gula, garam dan minyak goreng sebesar dua kali sampai empat kali lipat harga di daerah pesisir. Akses yang sulit untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan lebih jauh mengurangi nilai pendapatan yang relatif tinggi. E. Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang pertama kali direncanakan pada tahun 1977 berdasarkan survei bersama antara PHPA dan FAO di bagian hulu DAS Kayan/Bahau yang menyatakan sebuah kawasan dilindungi seluas ha. Areal perlindungan yang intensif seluas 1,6 juta ha ditetapkan tahun 1980, lebih ke arah utara dibanding yang diusulkan dan melepas sebagian besar hutan-hutan dataran rendah. Pada tahun 1989, PHPA, LIPI dan WWF Program Indonesia menandatangani kerjasama untuk melakukan penelitian bersama dan proyek pengembangan Taman Nasional Kayan Mentarang dengan tujuan merumuskan pendekatan pengelolaan taman nasional yang II-17

25 memadukan konservasi dengan pola pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat. Pada tahun 1992 WWF mengusulkan perubahan status Kayan Mentarang menjadi taman nasional karena pemanfaatan sumber daya alam secara tradisional di dalam cagar alam dilarang. Menteri kehutanan mengevaluasikan dan menyetujui proposal ini, yang kemudian menghasilkan keputusan menteri tahun 1996 yaitu ditunjuknya Taman Nasional Kayan Mentarang seluas 1.35 juta ha. Keputusan ini merupakan yang pertama di Indonesia yang secara khusus memberikan hak kepada penduduk asli untuk terus memanfaatkan sumber daya alam secara tradisional di zona -zona taman nasional yang ditunjuk. Taman Nasional Kayan Mentarang berada di bawah wewenang Sub Balai KSDA Kalimantan Timur sejak disahkan, namun sub balai ini belum mampu mengelola kawasan secara aktif karena kekurangan staf dan biaya. Proyek WWF KM telah menggunakan dana dari beberapa donor untuk : Melakukan penelitian bidang biologi dan kebudayaan. Membuat peta dan perencanaan secara partisipatif dengan masyarakat di kawasan. Berkonsultasi dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan TNKM Menghimpun data spasial ke dalam bentuk GIS. Mengerjakan hal-hal yang berhubungan dengan pengelolaan taman nasional seperti tata batas, zonasi dan lembaga pengelolaan-bersama untuk TNKM. Menyampaikan program penyadaran dan pendidikan lingkungan dengan target masyarakat di dalam dan sekitar kawasan, pegawai pemerintah dan masyarakat umum Bekerja sama dengan para pengambil kebijakan di pemerintahan dan para perencana daerah untuk menghindari dampak-dampak negatif dari pembangunan prasarana dan pembangunan lainnya terhadap taman nasional. Pada tahun 1992 WWF membangun sebuah stasiun penelitian hutan di Lalut Birai untuk mengumpulkan data dasar biologi dan mendukung survei-survei keanekaragaman hayati di areal-areal tertentu di taman nasional. Pelatihan pemetaan partisipatif bersama masyarakat yang intensif dilakukan didalam dan sekitar taman nasional dan 4 pos multiguna didirikan di beberapa desa yang strategis mulai tahun Selama periode tim WWF bekerja secara intensif, menganalisa informasi dan melaksanakan konsultasi dan koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk merumuskan rencana pengelolaan taman nasional dan menyiapkan pengelolaan yang aktif. Kegiatan-kegiatan utama meliputi : Pembentukan sebuah Tim Formatur yang terdiri dari instansi pemerintah dan pihak terkait lainnya yang bertugas membuat kerangka acuan untuk pembentukan Panitia Pengarah Pengelolaan taman nasional yang terpadu. Berbagai diskusi dengan masyarakat tentang batas, zonasi dan mekanisme pengelolaan bersama taman nasional. Studi tentang potensi wisata alam didalam taman nasional. Studi tentang potensi kesempatan pengembangan ekonomi untuk masyarakat di dalam dan di sekitar taman nasional. Sebuah pertemuan penting antara wakil-wakil masyarakat dan instansi-instansi pemerintah setempat untuk mendapatkan pengakuan atas hak tradisional atas lahan di luar kawasan. Studi kebutuhan prasarana di dalam taman nasional. Lokakarya untuk mengembangkan rencana pemantauan dan evaluasi taman nasional pada awal tahun Lokakarya yang menyajikan draft Rencana Pengelolaan kepada pemerintah setempat dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mendapatkan saran dan masukan yang akan dilaksanakan pada awal tahun Selain perkembangan yang memadai yang telah dilakukan untuk menyusun rencana pengelolaaan terdapat berbagai hal penting dan tantangan-tantangan yang akan mempengaruhi pengelolaan taman nasional dimasa mendatang. Beberapa hal terpenting sehubungan dengan ini adalah : Ketidakpastian mengenai kapan sebuah UPT untuk TNKM akan dibentuk dan apakah hal itu akan memiliki sumber dana yang cukup untuk mengelola taman nasional secara efektif. Ketidakpastian akan dana WWF dan perannya dalam pengelolaan kawasan pada beberapa tahun mendatang. Kebutuhan akan kelanjutan proses yang cukup mahal untuk mengumpulkan informasi tentang sumber daya biologi untuk tujuan pengelolaan kawasan dan pemantauan. Kebutuhan untuk mengatasi ancaman dari perencanaan jalan dan aktifitas pembangunan. Kebutuhan untuk mengembangkan strategi-strategi pengelolaan yang adaptif yang sepenuhnya menyertakan masyarakat dalam pengelolaan kawasan dan mengakomodasi pemanfaatan sumber daya alam oleh masyarakat. Kebutuhan untuk meyakinkan instansi-instansi pemerintah dan masyarakat luas akan nilai penting taman nasional guna mendapatkan dukungan bagi pengelolaan dan perlindungan kawasan. Sejumlah faktor akan menghambat pengembangan pendidikan, rekreasi, pariwisata dan penelitian di Kayan Mentarang. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi ke empat hal tersebut adalah akses yang sulit ke kawasan, tingginya biaya untuk mengunjunginya, minimnya program dan pelayanan pengunjung dan minimnya pengenalan akan taman nasional baik di Indonesia maupun di luar negeri. Pengembangan pariwisata terhambat oleh minimnya daya tarik di Kayan Mentarang bagi pengunjung, pemerintah agaknya tidak memiliki dana untuk mengiklankan taman nasional dan membangun prasarana, dan masyarakat setempat mungkin anti pada kegiatan-kegiatan wisata yang bersifat merusak kebudayaan dan gaya hidup mereka. TNKM mungkin bisa jadi tempat penelitian dan pendidikan kelas dunia dalam bidang ekologi hutan tropis dan kebudayaan Dayak, tetapi pengembangan potensi ini akan terhambat oleh kurangnya organisasi penelitian sebagai mitra untuk stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai dan kesulitan mendapatkan ijin dan visa bagi peneliti-peneliti dan siswa asing. II-18 II-19

26 Prasarana yang diperlukan di dalam kawasan akan menjadi minimal, hanya sebatas bangunan kecil, dermaga, jalan setapak dan tanda-tanda untuk mendukung kegiatan pengunjung. Struktur-struktur pengelolaan kawasan yang utama adalah kantor Seksi Wilayah Konservasi di Long Pujungan dan desa lain yang akan ditentukan setelah keputusan tentang batas luar disepakati. Kantor pusat yang relatif kecil akan didirikan di Tarakan untuk mendapatkan ketersediaan fasilitas komunikasi dan airport. Semua prasarana harus dibangun sesuai dengan panduan yang diuraikan di buku III dan sesuai dengan tema desain Dayak. Pengembang swasta bidang wisata dan lembaga penelitian akan dipacu untuk membangun prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatannya. BAB III TUJUAN, SASARAN DAN TARGET PENGELOLAAN Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang akan diarahkan pada satu tujuan dan empat sasaran penunjang selama 25 tahun ke depan. Pengelola kawasan dan stafnya akan merangkai kegiatan-kegiatan untuk menjangkau target guna mencapai masingmasing sasaran. Rencana pemantauan dan evaluasi disusun untuk mengukur perkembangan ke arah pencapaian target dan sasaran. Rencana Pengelolaan menyediakan fleksibilitas kepada para pengelola dalam hal bagaimana mencapai target, tetapi semua rangka kerja, tujuan dan empat sasaran harus konstan untuk menjamin konsistensi pengelolaan. Target-target khusus terdapat dalam daftar dibawah ini disertai dengan sasaran-sasaran yang didukungnya. Keadaan di masa depan mungkin menuntut agar target-target ditinjau kembali, direvisi, dihilangkan atau ditambah, tetapi tindakan ini sebaiknya hanya akan diambil setelah dimusyawarahkan secara hati-hati, dikonsultasikan dengan para ahli dan pihak terkait yang relevan. Tujuan pengelolaan secara menyeluruh adalah : Melestarikan flora, fauna dan habitatnya di dalam Taman Nasional Kayan Mentarang untuk kesejahteraan masyarakat, yaitu melalui pemanfaatan sumberdaya alam berkelanjutan oleh masyarakat setempat, dan pemanfaatan dengan tujuan untuk pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi, berdasarkan pendekatan dan pengelolaan bersama. Sebenarnya TNKM paling sesuai untuk menjadi sebuah Kawasan Lindung (IUCN Kategori IV) yang melestarikan ekosistem atau jenis fauna dan flora agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Mengingat lokasi TNKM yang terpencil, transportasi yang sulit dan mahal dan kompetisi dari taman nasional lainnya dengan habitat yang mirip dan lebih mudah dijangkau, akan tidak praktis untuk mengembangkan TNKM ke arah pemanfaatan taman nasional yang lebih bersifat tradisional, seperti pendidikan, penelitian, pariwisata dan rekreasi. Juga akan tidak praktis atau etis untuk memberikan harapan besar yang tidak semestinya bahwa mata pencarian alternatif akan dikembangkan segera dan mengurangi ketergantungan masyarakat setempat pada sumberdaya alam di TNKM. Tanah yang miskin, jarak yang jauh ke pasar, transportasi yang mahal dan tidak dapat diandalkan, serta kurangnya dana untuk program skala besar dan pengembangan ekonomi yang berkelanjutan akan memperlambat pengembangan mata pencarian alternatif tersebut. Pengelolaan bersama dengan lembaga lokal juga diperlukan. Lembaga lokal dan masyarakat setempat sudah mengelola tanah ini selama beberapa abad dan mereka adalah pihak yang berkepentingan (stakeholder) utama TNKM dan paling berpengaruh secara langsung. Pengetahuan ekologi masyarakat dan keberadaan mereka didalam kawasan memungkinkan pengelolaan jauh lebih efisien dan menghemat biaya. II-20 III-21

27 Ketiga tujuan pengelolaan dan target yang berhubungan adalah: 1. Memastikan Bahwa Pengambilan Flora dan Fauna Oleh Masyarakat Setempat dari TNKM Akan Berkelanjutan. a. Menghentikan pengambilan sumberdaya alam oleh pendatang dari luar TNKM. b. Pengakuan hak atas sumber daya bagi masyarakat setempat pada zona yang ditunjuk dalam TNKM dan dalam daerah penyangga untuk memberikan dorongan yang lebih besar untuk melindungi sumberdaya ini dan menggunakannya secara berkelanjutan c. Melindungi habitat TNKM dan menegosiasikan taman yang seluas mungkin dengan masyarakat setempat, pemerintah daerah dan pihak-pihak lainnya. Kalau habitat yang meliputi kawasan yang luas berhasil dipelihara, sebagian besar jenis akan mampu untuk mengelola diri sendiri walaupun tanpa zona inti dengan wilayah yang luas, atau jika intervensi pengelolaan diperlukan, hal ini akan lebih mudah untuk dilaksanakan. d. Mengembangkan kesepakatan konservasi dengan lembaga lokal yang menentukan jenis mana yang boleh diambil, dari mana, metode pengambilan yang diperbolehkan, dan berapa banyak yang dapat diambil. Mekanisme untuk menentukan bagaimana mengelola jenis yang diidentifikasi terancam, dan pengambilan berlebihan harus dimasukkan dalam kesepakatan-kesepakatan. e. Memantau kepatuhan pada kesepakatan. f. Mengembangkan sistem pemantauan bertingkat dan partisipatif atau jenis yang umum diambil dan jenis indikator untuk memberikan peringatan awal yang memadai atas ancaman pengambilan berlebihan. Untuk memastikan objektivitas dalam pemantauan, tidak semua kegiatan pemantauan akan ditugaskan kepada perseorangan masyarakat atau lembaga yang terlibat dalam pengambilan. g. Mencurahkan usaha penelitian biologi pada jenis yang umum diambil atau jenis indikator kesehatan keseluruhan habitat, termasuk penelitian skala bioregional tentang pentingnya wilayah luar TNKM untuk keberlanjutan jangka panjang beberapa jenis ikan, burung dan mamalia. h. Bekerjasama dengan pemerintah daerah dan pemegang hak pengusahaan, untuk melindungi habitat diluar TNKM serta meminimalkan ancaman dan kerusakan akibat pembangunan jalan atau bentuk pembangunan lain yang dapat merusak TNKM. i. Melaksanakan kampanye kepedulian dan pendidikan pada topik-topik seperti kepunahan, jenis terancam dan dilindungi, dan metode pengelolaan hidupan liar. j. Bekerjasama dengan badan-badan pemerintah daerah dan LSM untuk mengembangkan kegiatan penciptaan sumber pendapatan alternatif secara perlahan, untuk mencegah pengambilan sumberdaya alam agar tidak mencapai tingkat yang tidak berkelanjutan. c. Melatih lembaga lokal mengenai seluruh aspek pengelolaan taman nasional agar mereka mampu menjaga hak dan tanggungjawab yang dipercayakan kepada mereka didalam kesepakatan pengelolaan bersama. d. Memberi lembaga pengelolaan lokal dana operasional dari sumber-sumber pemerintah pusat dan daerah, atau membantu mereka untuk memperoleh dana tersebut dari donor nasional dan internasional. e. Merancang sistem pembagian pendapatan taman dengan lembaga masyarakat setempat misalnya dari tiket masuk, denda pelanggaran aturan taman, untuk menyediakan dana operasional dan meningkatkan keuntungan ekonomi TNKM kepada lembaga lokal dan masyarakat. f. Menyewa atau membangun struktur pengelolaan yang sesuai. g. Menyediakan tenaga dan dana yang cukup untuk mencapai target pengelolaan h. Mentargetkan pihak-pihak lain terutama pemerintah daerah, dengan materi program kepedulian dan pendidikan guna meningkatkan kepahaman mereka tentang manfaat TNKM serta pentingnya dukungan mereka. 3. Mengoptimalkan Kesempatan Pendidikan, Penelitian, Pariwisata dan Rekreasi yang Sesuai Dengan Pelestarian dan Pemanfaatan Tradisional Sumberdaya Alam. a. Memasarkan taman nasional dan atraksinya yang telah diketahui kepada pengunjung domestik dan internasional serta peneliti/pengajar. b. mengembangkan prasarana dasar sirkulasi dan interpretasi. c. Menyusun sistem perizinan untuk memperbolehkan pengusaha dan lembaga penelitian mengembangkan kegiatan dan prasarana didalam taman nasional. d. Mengembangkan wisata alam berbasiskan masyarakat, sehingga masyarakat setempat dan lembaga yang mengelola wisata tersebut meraih keuntungan dari pariwisata. e. Menyusun program untuk menafsirkan dan melindungi sumberdaya biologi dan budaya dengan pola kemitraan dengan masyarakat setempat. f. Membentuk mekanisme untuk pengelolaan, pendanaan dan pengoperasian jangka panjang Stasiun Penelitian Lalut Birai yang berada diluar struktur pengelolaan taman, tetapi di bawah pengawasannya. 2. Membangun dan Memelihara Sistem Pengelolaan Bersama Dengan Masyarakat Setempat dan Pemerintah Daerah a. Menyelesaikan negosiasi sistem pengelolaan bersama yang melibatkan semua pihak, terutama FoMMA dan lembaga adat, dalam pengelolaan beberapa atau seluruh aspek TNKM. b. Memantau kepatuhan pada kesepakatan ini. III-22 III-23

28 BAB IV KEBIJAKAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL Kebijakan pengelolaan taman dimaksudkan untuk membantu para pengelola mencapai tujuan seperti diuraikan pada bab sebelumnya. Kebijakan yang jelas adalah sangat penting karena hal tersebut akan mengatur irama pengelolaan dan dapat mempermudah karyawan dalam melaksanakan tugasnya kalau dirancang dan dipadukan dengan sebaikbaiknya. Kebijakan yang dirumuskan secara tidak baik, misalnya tidak secara langsung mendukung tujuan pengelolaan atau tidak dapat dilaksanakan karena alasan-alasan praktis atau legalitas, akan tidak ada gunanya atau justru merugikan. Kebijakan yang dikemukakan di bawah ini mungkin masih memerlukan modifikasi sesuai dengan perubahan-perubahan kondisi politik dan sosial-ekonomi dan seiring dengan meningkatnya pengalaman dan informasi mengenai sumberdaya taman nasional yang didapatkan oleh para pengelola. Kebijakan pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang disajikan di bawah ini, disusun menurut tujuan yang didukungnya: 1. Menjamin Bahwa Pengambilan Flora dan Fauna Oleh Masyarakat Setempat dari TNKM Dilakukan Secara Berkelanjutan a. Anggota Wilayah Adat yang lahannya berada di dalam taman nasional boleh mengambil tumbuhan dan satwa dari Zona Pemanfaatan Tradisional menurut asas pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan, di bawah pengawasan lembaga adat dan dengan konsultasi dengan pengelola taman dan staf peneliti. b. Tumbuhan dan satwa yang diambil oleh masyarakat setempat dari Zona Pemanfaatan Tradisional boleh dijual sampai batas pengambilan tertentu yang diatur oleh lembaga adat dengan konsultasi dengan staf peneliti. c. Hak dan tanggung jawab masyarakat untuk memanfaatkan sumberdaya di dalam taman nasional akan diakui secara resmi dalam Kesepakatan Konservasi Masyarakat yang akan ditandatangani oleh pemimpin masyarakat dan wakil dari PKA. d. Perencanaan bersama dengan pemerintah daerah dan sektor swasta akan menjadi sarana utama untuk menjamin bahwa pembangunan dan kegiatan komersial tidak akan berdampak buruk terhadap taman. e. Unsur-unsur ekologis seperti penyakit, hama dan kebakaran tidak perlu dikendalikan apabila terjadi secara alamiah, kecuali nilai-nilai penting manusia dan alam mulai terancam. f. Proses habitat dan ekologis tidak akan dimanipulasi kecuali dalam kasus adanya penyebab bersejarah (sebagai contoh pembakaran padang rumput di Apau Ping) atau bila diperlukan untuk pencapaian tujuan pengelolaan. Pada kasus-kasus dimana rehabilitasi vegetasi diperlukan, hanya jenis-jenis asli yang akan dipakai. g. Jenis satwa dan tumbuhan yang bukan asli dari taman tidak akan diintroduksi dengan sengaja. Jenis dari luar yang menggulma atau merugikan harus dihilangkan atau dikendalikan. h. Jenis yang musnah sama sekali yang dahulunya terdapat di dalam atau di sekitar taman boleh diintroduksi kembali setelah dilakukan penelitian menyeluruh tentang dampak ekologi yang mungkin bisa terjadi. 2. Membangun dan Memelihara Sistem Pengelolaan Bersama. a. Lembaga adat dan masyarakat setempat akan dipercayakan untuk melindungi taman dari perambahan dan pengambilan sumber daya secara tidak sah, diperkuat dengan pengawasan udara dan dukungan dari PHKA dan pemerintah daerah. b. Kantor cabang taman dan struktur pengelolaan lainnya akan ditempatkan di tengah masyarakat di luar batas taman, tetapi mudah dicapai dari kawasan taman yang dikelola. c. Penduduk setempat lebih mempunyai pilihan untuk dipekerjakan dan dilatih pada tingkat lapangan, sedangkan pada tingkat menengah sebaiknya campuran antara penduduk setempat dan tenaga dari luar. d. Biaya masuk taman sebaiknya dikenakan apabila peraturan membenarkannya. Pemasukan ini akan dibagi untuk pengelolaan taman, masyarakat setempat dan pemerintah daerah. e. Mekanisme pendanaan inovatif, misalnya debt-for-nature swaps dan carbon offset credits akan dicari untuk menambah anggaran rutin. f. Kemitraan dengan LSM, donor internasional dan sektor swasta perlu dikembangkan untuk memperoleh dukungan dana, teknis dan hubungan masyarakat. 3. Mengoptimalkan Kesempatan Pendidikan, Penelitian, Pariwisata dan Rekreasi yang Sesuai Dengan Pelestarian dan Pemanfaatan Tradisional Sumber Daya Alam. a. Pengelola taman bertanggungjawab untuk mendorong dan membantu masyarakat setempat menjadi penterjemah alam dan budaya, pemandu dan pendidik konservasi. b. Wisata alam, rekreasi dan infrastruktur pendukung perlu digiatkan sepanjang tidak mengganggu sumberdaya taman atau budaya/kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar taman. c. Pemanfaatan taman untuk tujuan pendidikan oleh kelompok lokal, nasional dan internasional perlu didukung dan dibantu. d. Pariwisata sebaiknya dikembangkan secara perlahan untuk menghindari dampak negatif yang berlebihan terhadap ekosistem dan kemampuan masyarakat lokal untuk menanganinya. IV-24 IV-25

29 BAB V UPAYA POKOK DAN RENCANA KEGIATAN A. Aspek Pengelolaan dan Kebijakan 1. Perencanaan Nama Taman Nasional: Pengelola taman sebaiknya melibatkan masyarakat setempat dalam memilih nama baru untuk taman nasional tersebut. Nama yang dikehendaki harus lebih menunjukkan secara tepat secara geografis, sosial dan lingkup pengelolaan kawasan. Hal ini dapat ditentukan oleh Pengelola taman bekerjasama dengan Lembaga Adat dari masingmasing 10 Wilayah Adat yang mempunyai lahan di dalam kawasan taman nasional. Masalah perencanaan lainnya: Sebagaimana taman nasional lainnya, bagian-bagian dari Rencana Pengelolaan ini akan perlu ditinjau kembali dan ditambah melalui rencana kerja tahunan dan 5 tahunan di masa yang akan datang. Mengingat cepatnya perubahan politik dan ekonomi saat ini, hal ini akan diperlukan selama 5 tahun pertama masa Rencana Pengelolaan ini. Apalagi, beberapa aspek mengenai perbatasan final taman nasional, kesepakatan atau kontrak pengelolaan dengan FoMMA, dan aturan akhir tentang bagaimana masyarakat setempat akan memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam di dalam Zona Pemanfaatan Tradisional yang harus diselesaikan dalam beberapa tahun mendatang. Kesepakatankesepakatan ini juga harus disesuaikan dengan perubahan keadaan selama masa Rencana Pengelolaan ini. 2. Perbatasan Luar Perbatasan taman nasional yang ada perlu dipertimbangkan kembali untuk menentukan apakah telah dapat memberikan perlindungan jangka panjang yang cukup kepada keanekaragaman hayati dan lingkungan serta didukung oleh masyarakat setempat dan pemerintah daerah. Ada beberapa daerah yang mendapatkan perlindungan yang bernilai tinggi atas keanekaragaman hayati dan lingkungannya yang mungkin dapat ditambahkan kedalam TNKM. Terdapat pula daerah di dalam TNKM yang telah dimanfaatkan masyarakat secara intensif dan mereka meminta untuk dikeluarkannya dari TNKM. Potensi Penambahan ke TNKM : Petugas taman seharusnya merundingkan dengan pihak-pihak lain yang terkait (masyarakat setempat, pemerintah daerah, pemegang hak pengusahaan hutan, dsb.) untuk melihat apakah bagian dari perluasan Kayan, Tubu dan Krayan-Mentarang V-26 (Gambar 4) dapat ditambahkan kedalam taman nasional untuk meningkatkan peluang atas pelestarian keanekaragaman hayati dan perlindungan lingkungan dalam jangka panjang. Langkah-langkah khusus yang dianjurkan untuk masing-masing perluasan adalah: Perluasan Kayan - Menganalisis ulang apakah perluasan ini cocok untuk usaha penebangan berdasarkan peraturan yang berlaku, di samping menentukan apakah daerah ini memang mengandung kayu dalam jumlah komersial. Jika analisis tersebut menemukan bahwa daerah tersebut tidak cocok untuk usaha penebangan, akan lebih mudah untuk membatalkan daerah ini dari pemegang hak pengusahaan. Jika daerah tersebut memang cocok untuk usaha penebangan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan mungkin tetap memutuskan memasukan daerah tersebut ke dalam wilayah taman nasional dengan mempertimbangkan nilai keanekaragaman hayatinya yang tinggi. Sebagai contoh, hutan produktif di bawah usaha penebangan aktif telah ditambahkan ke dalam wilayah Taman Nasional Bukit Tigapuluh di Sumatra. Debt-for-Nature Swaps atau Carbon Sequestration, dua program yang baru dimulai di Indonesia, khususnya melalui USAID NRMII, CIFOR dan The Nature Conservacy, merupakan cara yang mungkin dilakukan untuk membeli hak usaha penebangan dari para pengusaha setempat. Jika penebangan diizinkan pada daerah tersebut, hanya berlaku untuk penebangan pertama, dan selanjutnya menjadi wilayah taman nasional. Program Debt-for-Nature Swaps dan Carbon Sequestration dapat digunakan untuk memberi ganti rugi kepada masyarakat setempat atas pembebasan lahan yang dimasukkan ke dalam wilayah taman nasional. Jika masyarakat setempat tertarik pada usaha bersama penggunaan hutan setempat, Dephutbun dapat mencari lokasi alternatif untuk usaha tersebut, kemungkinan di tepi bagian selatan sungai Kayan. Alternatif lain adalah sebagian dari perluasan menjadi hutan masyarakat setempat, dan bagian lain termasuk ke dalam wilayah TNKM, berdasarkan perencanaan tata-guna lahan yang terperinci. Perluasan Tubu: Perlu pembahasan lebih lanjut dengan INHUTANI II, CIFOR dan khususnya masyarakat setempat dimana sebagian daerahnya cocok untuk masuk ke dalam wilayah taman nasional. Perencanaan tata-guna lahan yang lebih terperinci dapat digunakan untuk melihat berbagai faktor seperti lereng, komposisi tanah, kekayaan biodiversitas, apakah terdapat jumlah pohon dengan skala komersial di semua daerah, rencana dan kebutuhan masyarakat setempat dan faktor-faktor lainnya untuk menentukan bagian lahan yang lebih baik tertutup hutan dan menjadi bagian dari TNKM. Kemungkinan penggunaan dana dari Debt-for-Nature Swaps dan Carbon Sequestration dapat dilakukan untuk menggantikan biaya operasi penebangan atau kesempatan berusaha masyarakat setempat. Koridor Kayan-Mentarang: Patut diusahakan bernegosiasi dengan masyarakat Wilayah Adat Kayan Tengah dan Wilayah Adat Kayan Hilir untuk memasukkan lahannya ke dalam Zona Pemanfaatan Tradisional dalam taman nasional. Untuk Kayan Tengah dimungkinkan menambah wilayah taman nasional dengan lahan di antara garis perbukitan utara-selatan dan batas Hutan Lindung bagian timur. Penggunaan lahan ini oleh masyarakat setempat sudah resmi dibatasi akibat statusnya sebagai Hutan Lindung, yang memiliki persamaan dengan pembatasan pada Zona Pemanfaatan Tradisional dan paling tidak berjarak setengah sampai satu hari perjalanan kaki dari desa dan pada bagian barat pegunungan yang curam. V-27

30 Untuk Krayan Hilir, penambahan lahan harus cukup untuk mempertahankan hubungan antara bekas hutan lindung dengan lahan didalam Wilayah Adat Mentarang dan Lumbis yang diinginkan masyarakat untuk tetap masuk ke dalam wilayah taman nasional. Baik Krayan Hilir atau Krayan Tengah tidak akan menyetujui untuk menambahkan lahan tersebut ke dalam taman nasional kecuali jika mereka yakin bahwa Pemerintah mengakui bahwa masyarakat setempat mempunyai hak untuk mengelola lahan dan sumber dayanya. Kalaupun masyarakat setempat setuju bahwa memasukkan lahan tersebut kedalam taman nasional adalah lebih baik daripada rencana pengembangan alternatif yang mereka pertimbangkan, Pengelola taman masih harus menegosiasikan perubahan tersebut dengan Pemerintah Daerah Malinau. Desentralisasi akan menyebabkan pengelolaan dan perlindungan hutan berada di bawah wewenang pemerintahan setempat. Masyarakat Meminta untuk Melepaskan Lahan dari TNKM: Masyarakat telah mengajukan permintaan agar berbagai luasan wilayah adat mereka dilepas dari TNKM (Gambar 4). Dianjurkan agar Pengelola taman menyetujui untuk melepas lahan yang dimanfaatkan secara intensif (lahan pertanian dan beberapa hutan yang dimanfaatkan sehari-hari dan terdekat dengan desa) untuk menyediakan kebutuhan masyarakat baik saat ini maupun dimasa mendatang. Untuk Wilayah-wilayah Adat Apo Kayan, Long Pujungan, Lumbis Hulu, Krayan Darat, Mentarang dan Hulu Bahau, hal ini berarti menerima anjuran yang diperoleh dari masyarakat mengenai perbatasan taman. Keadaannya lebih rumit bagi Wilayah Adat Krayan Hulu, Krayan Hilir, Krayan Tengah dan Punan Tubu. Wilayah-wilayah Adat tersebut telah meminta agar semua atau hampir semua lahan mereka dikeluarkan dari TNKM, untuk dimanfaatkan baik secara tradisional maupun non-tradisional oleh masyarakat dan keturunan mereka. Untuk daerah tersebut direkomendasikan Pengelola taman mengambil tindakan berikut: a. Membuat batas sementara dengan mengeluarkan lahan pemanfaatan intensif serupa yang direkomendasikan untuk wilayah-wilayah adat lain (Gambar 4). b. Untuk lahan dalam batas sementara TNKM, bekerja sama dengan masyarakat dan pemerintah daerah untuk mengembangkan perencanaan jangka panjang tata-guna lahan yang terperinci untuk menentukan bagian lahan yang dapat dikembangkan dan bagian yang tetap sebagai hutan. Faktor-faktor utama untuk dianalisis termasuk lereng lahan, komposisi tanah, kekayaan biodiversitas, perlindungan daerah aliran sungai, pemeliharaan koridor biodiversitas dan rancangan pembangunan daerah. Daerah-daerah yang dinilai lebih baik dipertahankan sebagai hutan dan tidak dibuka untuk pembangunan, dapat dimasukan ke dalam wilayah TNKM. Selama periode perencanaan tataguna lahan, masyarakat lokal akan dapat mengamati dan mendapat pengalaman bagaimana taman akan dikelola bersama dengan PHKA dan pemerintah daerah, yang akan membantu mengurangi kekhawatiran mengenai pengaruh taman terhadap wilayah adat mereka. V-28 V-29

31 Beberapa daerah yang perlu diusahakan bertahan dalam TNKM adalah: Pada daerah sungai Tubu, sebagian atau sebagian besar daerah sungai Kulun dan Menabur bagian hulu dapat dimasukan ke dalam wilayah taman nasional. Daerahdaerah tersebut terletak bersebelahan dengan lahan TNKM yang merupakan bagian dari Wilayah Adat Hulu Bahau. Pada Wilayah Adat Krayan Hilir, sebagian besar lembah sungai Kemaluh dapat dinegosiasikan dengan masyarakat untuk dipertahankan sebagai hutan dan dimasukkan kedalam wilayah TNKM sementara pembangunan dipusatkan pada lembah sungai Pa Raye. Lahan tersebut terletak di sebelah lahan TNKM yang merupakan bagian dari Wilayah Adat Lumbis Hulu. Daerah ini masih terpencil, belantara dan dilaporkan menjadi rumah bagi beberapa badak yang masih bertahan dan jenis flora dan fauna lainnya yang tidak umum ditemukan pada bagian TNKM lainnya. Pada Krayan Hulu, Pengelola taman dapat bernegosiasi dengan masyarakat untuk membiarkan lebih banyak bagian hulu sungai Bula, Ibang dan Rungan sebaiknya tetap tertutup oleh hutan dan idealnya masuk wilayah TNKM. Daerah-daerah tersebut berbatasan dengan lahan TNKM dalam Wilayah Adat Hulu Bahau. Bagian hulu sungai Rungan terdapat daerah tertutup dan hutan vegetasi rendah yang unik. Sungai Bula (atau Ibang?) adalah jalan tradisional ke selatan menuju hulu sungai Bahau, oleh karena itu berpotensi untuk perjalanan kaki sebaiknya dilestarikan di dalam TNKM. Mungkin kendala terberat dalam perencanaan tata-guna lahan semacam ini, begitu pula halnya dengan Wilayah Adat, adalah mencoloknya otonomi dan identitas pada tiap desa dan hal-hal yang berkaitan dengan lahan mereka. Masyarakat atau keturunannya yang pernah bermukim pada daerah paling hulu sebuah lembah sungai tidak menyukai lahannya terpilih untuk dijadikan hutan permanen, sementara masyarakat yang meninggalkan desanya di bagian hilir sungai dapat menggunakan lahan mereka dengan lebih mudah. Pengelola taman dan pemerintah daerah dapat bekerja sama dengan pemimpin dan masyarakat sebuah Wilayah Adat untuk mendapatkan izin dari desa-desa yang lebih hilir dari sungai untuk memukimkan kembali masyarakat yang pernah tinggal, atau nenek moyangnya yang pernah tinggal di bagian hulu. Keuntungan untuk masyarakat bagian hilir adalah sumber air yang lebih aman, hak memanen hasil hutan pada daerah hulu secara berkelanjutan dan mungkin pelayanan pemerintah daerah yang lebih baik karena penduduknya lebih padat. Pemukiman kembali desa-desa yang telah ditinggalkan dalam TNKM: Beberapa masyarakat lokal bermaksud untuk bermukim kembali ke desa-desa yang telah ditinggalkan di dalam TNKM. Desa-desa tersebut ditinggalkan sebelumnya karena alasan masyarakat untuk mendapatkan peluang ekonomi dan pelayanan pemerintah yang lebih baik di sebagian daerah di pulau Kalimantan, Sarawak dan Sabah. Masalah ekonomi, sosial dan politik menyebabkan masyarakat berfikir untuk kembali ke beberapa desa yang ditinggalkna tersebut. Mengenai pemukiman kembali, sebaiknya Pengelola taman bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk membentuk kesatuan posisi yang mempertimbangkan kepentingan taman nasional, sumber daya pemerintah yang terbatas untuk menyediakan pelayanan pada V-30

32 pedesaan baru yang kecil dan terisolasi, perlindungan daerah aliran sungai dan rencana pembangunan ekonomi pemerintah dan masyarakat. Setelah pemerintah yakin akan posisinya dalam masalah ini, kemudian dapat dirundingkan dengan masyarakat. Beberapa unsur utama pendekatan yang dipakai dengan masyarakat adalah: Mengakui hak-hak masyarakat atas lahan dan menyetujui masyarakat mengelola sumber daya alam pada wilayah adatnya di dalam taman nasional. Jika masyarakat telah yakin bahwa pemerintahan dengan jujur tidak akan mengambil alih wilayah adatnya, mereka berkata akan mempertimbangkan untuk membiarkan lebih banyak lahannya berada di dalam taman nasional. Pada daerah sungai Tubu, beberapa masyarakat mengatakan bahwa bermukim kembali pada desa lamanya adalah satusatunya jalan yang aman sehingga klaim mereka atas lahan tersebut semakin mantap. Mencari lokasi pemukiman alternatif, meskipun ini akan sulit dicapai. Pemerintah sebaiknya lebih memperhatikan hak-hak masyarakat atas lahannya, yang telah meninggalkan desanya secara sukarela dari dalam wilayah taman nasional atas permintaan pemerintah. Salah satu alasan mengapa suku Punan Tubu berencana kembali ke desanya adalah karena tertekan oleh masyarakat di pemukiman barunya untuk berpindah. Karena mereka merasa bahwa pemerintah tidak memperhatikan hak untuk tinggal di lokasi yang baru, mereka khawatir suatu saat akan diusir. Pemerintah dapat meningkatkan pelayanan kesehatan, pendidikan dan lainnya pada tempat seperti Respen, yang banyak ditempati masyarakat Punan Tubu dari sungai Tubu bagian hulu yang telah berpindah atas permintaan pemerintah. Jika kesehatan, pendidikan dan program serta pelayanan pemerintah ditingkatkan dan dikembangkan, maka tidak ada alasan lagi bagi masyarakat untuk berpindah dan bermukim kembali di pedalaman. Sehubungan dengan ini adalah pentingnya pembangunan daerah penyangga taman nasional, sesuai usulan dan rencana dalam Bab III C dokumen ini. Terdapat peluang bahwa salah satu keluaran dari negosiasi mengenai pelepasan, penambahan lahan atau pengembalian ke dalam wilayah TNKM akan mengakibatkan desa-desa menjadi enklav (terpencil), yang seharusnya dihindari jika dilihat dari kepentingan taman nasional. Jika hal tersebut tidak dapat dihindari, para ahli menganjurkan beberapa aturan untuk meminimalkan dampaknya: Untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk, maka harus ada tindakan pelarangan terhadap imigran dari luar masuk ke dalam desa tersebut. Harus ada pula tindakan pelarangan terhadap imigran dari luar untuk melakukan pembelian atau pembukaan lahan serta pendirian rumah kecuali yang terikat perkawinan dengan masyarakat setempat. Batasan pengembangan pertanian yang dapat ditolerir harus ditentukan dengan jelas di lapangan. Mengembangkan pertanian melebihi batas tersebut tidak diperbolehkan. Jalan masuk maupun keluar dari desa-desa terbatas pada jalur tradisional yang sudah ada (dilarang membuat jalan yang baru) dan dilarang membuka lahan di pinggir jalan tersebut. V-31 Di dalam TNKM, kemungkinan terbentuknya desa tertutup (enklav) adalah pada desa Masyarakat Punan di daerah hulu Sungai Tubu. Jika hulu Sungai Tubu dimasukkan ke dalam taman nasional maka diperlukan sebuah enklav disekitar desa Long Pada. Jika negosiasi pengembangan wilayah TNKM dengan masyarakat tidak berhasil dan TNKM tetap terpisah, maka Pengelola taman harus mempertimbangkan beberapa masalah lain sebagai berikut: Mempertahankan satu taman nasional, membuat taman sekunder yang lebih kecil di bagian utara, atau satu taman nasional dengan alternatif memberi status dilindungi untuk taman bagian utara yang lebih kecil. Walaupun taman di bagian utara berukuran sangat kecil dibandingkan dengan taman bagian selatan, namun luasnya yang mencapai hektar membuatnya lebih besar dari beberapa taman nasional lainnya. Pengajuan status perlindungan beberapa hutan di daerah Ulu Padas diseberang perbatasan dengan Malaysia perlu dikonfirmasi dan dapat membuat hutan lindung lintas-batas yang lebih besar. Keputusan membuat satu atau dua taman nasional sangat berpengaruh terhadap lokasi infrastruktur taman, khususnya kantor pusat. Sebuah pertanyaan yang muncul adalah dapatkah dua taman nasional mempunyai satu kantor pusat untuk mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Masalah ini akan dibahas pada sub-bab Infrastruktur Taman. Terdapat kemungkinan bahwa sebagian besar Kecamatan Krayan akan dipertahankan diluar TNKM, karena populasinya padat, pemakaian lahan yang lebih intensif dan kurang mengandalkan hasil hutan. Karena daerah ini tetap berada di daerah penyangga TNKM, Pengelola taman harus bekerjasama dengan masyarakat setempat dan pemerintah daerah dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati dan perlindungan lingkungan. Daerah hutan pegunungan dan bukit yang luas diantara lembah sungai dimana populasi berada merupakan cadangan keanekaragaman hayati dan mungkin membantu memelihara koridor habitat untuk persebaran hidupan liar. Daerah ini sangat indah, dengan petak-petak padi di bawah lereng gunung yang berhutan. Iklim yang dingin, pemandangan alam dan potensi pendakian merupakan potensi besar bagi pengembangan rekreasi untuk lokal dan wisatawan lainnya. Dianjurkan agar Pengelola taman membahas bersama masyarakat setempat dan pemerintah daerah guna mencari kemungkinan untuk dijadikannya kawasan ini menjadi Kawasan Lindung Kategori VI IUCN, yang akan dikelola terutama untuk tujuan konservasi dan rekreasi. Kawasan seperti ini merupakan tempat dimana interaksi manusia dan alam dalam kurun waktu yang lama menghasilkan sebuah kawasan dengan karakter yang khas. Beberapa kegiatan dibatasi di kawasan tersebut, namun keberlangsungan pengelolaan oleh manusia tetap diperlukan untuk melestarikan sifat-sifat khusus yang menjadi alasan penentuan kawasan tersebut. Lama Keterikatan Masyarakat Setempat pada Taman Nasional: Banyak diantara masyarakat setempat yang tetap berkeinginan agar wilayah adatnya dapat dikeluarkan dari TNKM, jika dimasa mendatang lahan tersebut memiliki nilai ekonomi. V-32

33 Tanpa jaminan tersebut, mungkin mereka tidak akan setuju lahan mereka dimasukkan kedalam TNKM, atau memberikan hanya sedikit sekali sehingga keanekaragaman hayatinya tidak dapat dilindungi. Untuk mengatasi masalah ini, PHKA dianjurkan untuk merundingkan kesepakatan pengelolaan bersama yang dapat diterima oleh masyarakat setempat. Hal ini akan meredakan kekhawatiran masyarakat setempat yang lebih besar mengenai kemungkinan kehilangan keuntungan ekonomi dari lahan didalam TNKM. Jika masyarakat setempat menuntut hak penarikan lahannya dimasa mendatang atau mereka tidak mau menandatangani apapun tentang TNKM, maka sebaiknya pengelola taman melakukan perundingan untuk membuat kesepakatan mengenai pelaksanaan taman nasional tahap awal dengan untuk jangka waktu tertentu selama 50 sampai 100 tahun. Kesepakatan seperti ini telah diterapkan oleh negara lain dan lebih baik dari pada taman permanen yang jauh lebih kecil atau taman besar yang ditentang oleh masyarakat setempat. Kesepakatan demikian itu harus menjamin sistem pengelolaan bersama yang kuat dan mempunyai rincian tentang tanggungjawab masyarakat dalam melindungi keanekaragaman hayati. Memastikan bahwa kesepakatan lain akan dicapai dimasa depan akan menjadi tujuan jangka panjang utama dari Pengelola taman. Hal ini akan memerlukan pembuktian komitmen pada pengelolaan bersama, memberikan keuntungan dari taman kepada masyarakat dan pemerintah daerah, mengembangkan daerah penyangga TNKM dan meningkatkan kepedulian dan pendidikan tentang keuntungan melindungi keanekaragaman hayati dan TNKM baik secara langsung maupun tidak langsung. Masalah Perbatasan Luar Lainnya: Sehubungan dengan proposal perubahan terhadap perbatasan dan ukuran taman nasional, dianjurkan untuk menggambarkan kembali perbatasan taman nasional dan membuat draft untuk Keputusan Menteri baru yang akan menghapus ketentuan yang lama. Ketentuan yang baru sebaiknya melingkup seluruh luas taman nasional. Penggantian ketentuan yang lama, umumnya gambaran tentang perbatasan yang tidak jelas dan tidak lengkap, dengan satu ketentuan yang jelas dan tidak diragukan mengenai perbatasan yang baru berdasarkan ciri-ciri geografis utama seperti sungai, lembah drainasi dan pegunungan, dilengkapi dengan sebuah peta yang jelas, akan sangat menguntungkan bagi pelestarian kawasan lebih lanjut. Penandaan batas TNKM akan sangat mahal dan makan waktu lama. Batas berdasarkan SK Penunjukan, panjang taman nasional kira-kira km. Sepanjang 483 km perbatasan taman nasional dengan Sabah dan Serawak dilaporkan telah ditandai dengan tiang-tiang beton pada interval 100 meter. Perbatasan taman nasional dalam wilayah Indonesia belum ditandai. Jika memungkinkan, perbatasan sebaiknya mengikuti pinggiran sungai atau bukit dan puncak yang memisahkan daerah aliran sungai. Karena sifat alami tersebut sudah umum dan mudah dikenal masyarakat lokal dan karena terdapat berbagai masalah lainnya yang lebih penting untuk beberapa tahun mendatang, penandaan perbatasan dengan tanda, tumpukan batu, V-33 tiang beton atau pagar tumbuhan bukan prioritas tinggi. Alternatif sementara adalah menempatkan peta tahan cuaca yang menggambarkan perbatasan taman nasional pada tempat yang sederhana dan mudah terlihat pada semua desa, serta mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan perbatasan. Perusahaan penebangan kayu di sekitar wilayah harus didatangi dan diberi penjelasan perubahan perbatasan dan dicocokkan lagi dengan peta perusahaan. Perbatasan antara hak usaha penebangan dengan taman nasional harus ditandai oleh sebuah tim terdiri dari staf taman nasional dan perusahaan. Jika terdapat perbedaan peta perusahaan dengan peta taman nasional, masalah tersebut diselesaikan dengan mengacu pada ketentuan Menteri Kehutanan. Terdapat beberapa perbatasan buatan yang tidak mengikuti tanda-tanda alami, terutama perbatasan yang diajukan oleh masyarakat di Krayan Hulu dan Krayan Hilir. Perbatasan seperti ini memerlukan tanda-tanda yang lebih jelas. Namun, hal ini bukanlah prioritas pada lima tahun pertama, karena terdapat berbagai masalah lain yang lebih penting dan dana dari donor luar sangat terbatas. Juga tidak terdapat ancaman yang berarti dari luar. Lagi pula, pembatasan wilayah harus menunggu sampai sebagian dari rencana pemanfaatan lahan dan aktivitas yang berhubungan dengan perundingan bersama masyarakat dapat diselesaikan. Satu hal yang dapat dilakukan pada lima tahun pertama adalah membuat daftar prioritas perbatasan buatan yang ditandai serta memilih jenis tanda yang cocok. Pada perbatasan buatan yang berdekatan dengan areal penebangan, diperlukan kunjungan ke kantor dan penjelasan mengenai perbatasan. Staf taman nasional dan staf dari perusahaan pengusahaan hutan dapat berjalan di sepanjang perbatasan, membuat pembatasan sementara dengan memberi tanda menggunakan pita berwarna cerah pada batang pohon atau tumbuhan. Ketika perbatasan ditandai, masyarakat setempat diperlukan partisipasinya semaksimal mungkin. Proyek GTZ Social Forestry di Kalimantan Timur dan lembaga lainnya tengah mengembangkan metode-metode penandaan perbatasan untuk digunakan oleh perusahaan penebangan dan masyarakat setempat. Metode seperti ini dapat diterapkan pada taman nasional. Jika tumbuhan yang digunakan, sebagai contoh, masyarakat lokal dapat dikontrak untuk menanam benih dan tumbuhannya. Tumbuhan yang digunakan sebagai tanda perbatasan vegetatif sebaiknya jenis lokal dan, jika memungkinkan, yang umum digunakan oleh masyarakat untuk menandai perbatasan. Terdapat beberapa masalah mengenai perbatasan yang perlu segera diselesaikan. Menurut peta resmi tahun 1996 yang merupakan lampiran dari SK Taman Nasional Kayan Mentarang, seluruh bagian sungai Tubu ke arah hulu dari mulut sungai Menabur sampai bagian hulu sungai Kalun, terletak di dalam wilayah taman nasional. Menurut peta Tata Ruang, daerah tersebut terletak di luar TNKM. Di samping itu, peta SK Taman Nasional Kayan Mentarang menunjukkan lebih banyak bagian sungai Menabur yang terletak dalam wilayah TNKM jika dibandingkan dengan peta Tata Ruang dan peta INTAG tahun 1992, yang telah digunakan untuk menentukan perbatasan usaha HPH pada daerah tersebut. Perbedaan seperti ini harus segera diselesaikan. V-34

34 3. Zona Internal Hanya tiga zona yang diusulkan pada tahap awal untuk TNKM - Zona Pemanfaatan Tradisional, Zona Inti dan Zona Pemanfaatan yang mencakup daerah yang sangat kecil di mana di situ terdapat bangunan berupa Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai. Tidak perlu menambahkan zona-zona lain secara langsung, dan dengan adanya tiga zona saja, pengelolaannya akan lebih sederhana. Zona Rimba sering dibentuk di taman-taman nasional untuk difungsikan sebagai daerah penyangga di antara Zona Pemanfaatan dan Zona Inti. Bagaimanapun, TNKM sangatlah luas dan sebagian besar masih liar. Luasnya kawasan taman, medan yang sulit dan keterpencilan akan berfungsi sebagai penyangga selama bertahun-tahun, paling tidak kalau perundingan dengan masyarakat setempat untuk mengembalikan beberapa bagian lahan ke taman nasional berhasil. Sebagian besar lahan taman dimanfaatkan masyarakat untuk berburu dan mengumpulkan hasil hutan dan oleh karenanya ditentukan sebagai zona pemanfaatan tradisional yang dapat digunakan pula untuk tujuan-tujuan pariwisata, penelitian dan pendidikan. Pengelola taman dapat memperbaiki sistem pembagian zona pada masa yang akan datang dengan mempelajari habitat yang beragam jenisnya dalam taman dan meyakinkan masyarakat agar lebih mengerti tentang kebutuhan dan manfaat penambahan zona-zona baru di dalam TNKM. Penambahan zona-zona di masa mendatang menjadi masalah yang harus dibicarakan dan dirundingkan dalam sistem pengelolaan bersama. Sementara Zona Pemanfaatan Tradisional adalah kategori dasar, dimungkinkan mengembangkan sub-tipe zona berdasarkan sistem klasifikasi lahan masyarakat lokal. Salah satu contoh adalah Tana Ulen di dalam Wilayah Adat Long Pujungan dan Hulu Bahau. Masyarakat lokal mengatur lahan tersebut berbeda dengan lahan lain dan cara ini dapat dilanjutkan di dalam TNKM. Masyarakat lokal juga ingin melindungi lokasi pemakaman. Daripada menggunakan istilah Zona Pemanfaatan Khusus dari PHKA, hal ini akan lebih mudah untuk masyarakat setempat menganggap daerah tersebut sebagai sub-tipe dari Zona Pemanfaatan Tradisional. Keputusan mengenai hal semacam ini lebih baik diserahkan kepada Lambaga Adat. Sehubungan dengan Zona Inti, rencana kegiatan yang terbaik adalah menerima anjuran masyarakat setempat agar TNKM membentuk zona inti yang kecil pada awalnya (Gambar 5). Persetujuan inipun bersifat sementara dan masih harus dipastikan dalam tahun pertama Rencana Pengelolaan. Pembentukan Zona Inti yang ditentang oleh masyarakat setempat dan hanya akan menambah ketidak sukaan mereka terhadap taman nasional, dan perlindungan atas Zona Inti tidak dapat dijamin. Lagipula, luasnya taman dan sulitnya medan sudah merupakan Zona Inti alami. Selama habitat di daerah ini dilestarikan, tidak akan ada dampak besar yang permanen pada keanekaragaman hayatinya. Jenis-jenis yang diambil oleh masyarakat setempat dapat dilindungi melalui rencana pengelolaan jenis. Masih terdapat potensi untuk pengembangan kawasan inti lainnya pada masa mendatang, V-35 seperti kawasan yang diidentifikasi pada (Gambar 5). Potensi-potensi untuk zona inti tersebut memiliki luas total sekitar ha, atau 18% luas taman nasional asli. Langkah-langkah berikut ini dianjurkan untuk mempelajari kemungkinan menambahkan lebih banyak daerah Zona Inti di masa datang: Meningkatkan penelitian mengenai habitat yang cocok untuk jenis terancam dan langka serta habitat yang unik dan rawan untuk memaksimalkan manfaat dari Zona Inti. Melaksanakan program kepedulian dan pendidikan mengenai manfaat Zona Inti untuk masyarakat setempat yang berkelanjutan. Menunjukkan komitmen pada pengelolaan bersama dan pembagian pendapatan serta manfaat lainnya dari taman nasional bersama masyarakat setempat. Mendiskusikan dan merundingkan bersama masyarakat setempat bahwa penambahan Zona Inti menjadi daerah yang penting dan tidak perlu ditakuti akan dampaknya terhadap kehidupan. Mempertimbangkan untuk membentuk zona inti tambahan sementara selama beberapa tahun dengan pola rotasi, yang lebih dapat diterima oleh masyarakat setempat daripada Zona Inti permanen. B. Mengelola Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem 1. Flora, Fauna dan Ekosistem a. Inventarisasi dan Distribusi Jenis Dianjurkan agar pengelola taman melanjutkan pelaksanaan survei singkat terhadap keanekaragaman hayati dengan menggunakan dana yang ada, walaupun kemajuannya akan lambat mengingat kurangnya dana. Pada saat yang bersamaan, PHKA dan WWFI harus mencoba mencari dana untuk ekspedisi lintas batas berskala besar seperti yang telah dilakukan untuk Taman Nasional Betung Kerihun dan Suaka Margasatwa Lanjak Entimau. Sumber dana yang memungkinkan untuk kegiatan ini adalah ITTO dan ASEAN Regional Centre for Biodiversity Conservation. Bagaimanapun cara pendanaan inventarisasi jenis dan aktivitas distribusi dilakukan, aspek-aspek utama dari usaha tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengkonsentrasikan tugas pengambilan contoh dalam suatu habitat untuk mendapatkan pola pengelompokan distribusi flora dan fauna akibat geomorfologi dan faktor lainnya. 2. Inventarisasi dengan cara penangkapan mamalia kecil, penandaan dan penangkapan ulang, pegambilan contoh DNA fauna, serta koleksi spesimen dan identifikasi yang pasti. 3. Inventarisasi jenis reptil dan amphibi dengan menggunakan cara semacam transek hutan dan sungai pada malam hari, pekerjaan kuadrat dasar hutan dan untuk kondisi tertentu, membuat kolam pembiakan buatan, pemagaran serta mendirikan koleksi spesimen sinoptik sebagai bahan referensi. V-36

35 4. Melengkapkan inventarisasi jenis burung dengan cara penjaringan pagi, memberi cincin pada kaki burung serta survei perhitungan di tempat. 5. Inventarisasi invertebrata pemakan daunan. 6. Survei insekta kanopi hutan dengan jalan pengasapan. 7. Penggunaan umpan dan metode perangkap kamera untuk mengetahui populasi karnivora setempat. 8. Pengembangan pengamatan ikan dan invertebrata perairan ke daerah yang lebih luas. Hal ini dilakukan untuk melengkapi pengetahuan sementara berdasarkan survei awal yang dilakukan di beberapa lokasi dekat Long Pujungan, Data Dian, Lalut Birai, Long Layu, Wa Yagung dan Tau Lumbis. Survei-survei tersebut sebaiknya meliputi kolam hujan dan kolam lumpur untuk mendapatkan data tentang larva amfibi dan spesimen luar sungai. 9. Jika terdapat sisa dana dan waktu, survei fauna dan flora sebaiknya dilakukan pada daerah dengan habitat yang umumnya mirip tetapi mengalami perbedaan curah hujan, karena beberapa bagian taman mendapatkan curah hujan dua kali lebih banyak dibandingkan bagian yang lain. 10. Walaupun sebagian besar daerah taman nasional tidak mengalami musim kering yang lama, pengulangan beberapa survei di musim yang berbeda akan berguna jika dana dan tenaga kerja tersedia. 11. Pengamatan telemetri kisaran tempat tinggal dan penggunaan habitat oleh mamalia besar, jenis prioritas. 12. Penambahan transek permanen di Pusat Penelitian Lalut Birai agar dapat melingkup habitat yang lebih luas, terutama: Daerah batupasir pada lereng dengan ketinggian meter. Daerah batupasir di atas perbukitan. Daerah batupasir pada lereng dengan ketinggian meter, jika dimungkinkan. Daerah basalt pada lereng dengan ketinggian meter. Daerah basalt pada lereng dengan ketinggian di atas 1500 meter. Daerah basalt di atas bukit atau lereng dengan ketinggian di atas 1500 meter. Daerah-daerah yang penting sebagai sasaran survei di atas adalah daerah taman nasional yang terpencil dan tidak terganggu, terutama pada ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Daerah tersebut termasuk daerah hulu lembah Sungai Iwan, Lurah dan Pujungan, Gunung Harun bagian pemisah daerah aliran sungai Bahau dan Krayan. Beberapa daerah tersebut mungkin lebih mudah dimasuki melalui Serawak dan Sabah, karena jalan kendaraan bermotor terletak di dekat perbatasan yang menunjukkan betapa pentingnya upaya pengembangan kerja sama proyek penelitian bersama ilmuwan, lembaga konservasi dan penelitian Malaysia. Kalau tidak, penggunaan helikopter atau perjalanan panjang melalui sungai dan berjalan kaki harus ditempuh. Biaya helikopter dapat ditekan dengan cara kerja sama dengan pihak militer atau memohon sumbangan dan/atau pelayanan helikopter dengan biaya dari perusahaan helikopter dan pertambangan sebagai sumbangan terhadap masyarakat. Pengelola taman dapat mengambil informasi awal dari berbagai museum lokal, ASEAN dan internasional. Data vertebrata, termasuk keterangan habitat dari daerah perlindungan lainnya di dekat gugusan pegunungan Kalimantan dapat dilihat sebagai petunjuk mengenai jenis hewan dalam TNKM terutama pada dataran tinggi. V-37 V-38

36 b. Pemindahan, Rehabilitasi dan Pengayaan Jenis Calon yang mungkin untuk dilakukannya pengenalan kembali ke TNKM hanyalah Badak dan Orang Utan. Namun demikian, studi kelayakan untuk memperkenalkan kembali jenisjenis tersebut sebaiknya dijadikan prioritas yang rendah oleh Pengelola taman. Banyak yang harus diupayakan untuk melindungi dan mengelola, dengan dana dan tenaga yang terbatas, jenis lain yang langka dan terancam sehingga peluang untuk perlindungan jangkapanjangnya dapat ditingkatkan. Namun, manajemen taman dapat mengikutsertakan ahli dengan biaya sendiri untuk melakukan studi kelayakan. Kelompok Ahli Badak dan Primata IUCN dapat membantu mengarahkan penelitian didalam TNKM. Karena populasi jenis tersebut menurun dalam 25 tahun mendatang, akan semakin menarik untuk meneliti apakah TNKM dapat menjadi tempat perlindungan terakhir. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk membuat keputusan mengenai memperkenalkan kembali suatu jenis ke dalam TNKM adalah sebagai berikut: Mensurvei masyarakat setempat untuk menentukan bagian taman yang biasa ditempati Orang Utan di masa lalu. Menentukan kapan populasi tersebut menghilang. Kemungkinan dapat bertahannya habitat setempat. Dampak dari pengenalan kembali jenis asli setempat yang membutuhkan sumber makanan yang sama. Pendapat masyarakat mengenai kemungkinan memperkenalkan kembali Orang Utan. Pengayaan jenis belum diperlukan saat ini. Jika penelitian menunjukkan bahwa kepunahan lokal telah terjadi atau akan segera terjadi di sebagian TNKM, terutama pada habitat yang terpisah dan kecil, pengayaan jenis dapat dipertimbangkan. Hal ini benar-benar perlu jika jenis betul-betul terancam punah pada suatu daerah dan adanya penghalang habitat yang menghambat perpindahan jenis kedalam daerah tersebut. Burung Cucak Rawa mungkin perlu kegiatan pengayaan, mungkin pula Banteng, untuk itu perlu juga didahului oleh survei kelayakan. c. Pengelolaan Habitat Habitat TNKM relatif masih belum terganggu dan tidak memerlukan pengelolaan aktif saat ini, kecuali sesekali perlu membakar padang rumput Apau Ping untuk memelihara habitat yang dipelihara manusia ini untuk kepentingan Banteng dan herbivora lain. Masyarakat setempat boleh meneruskan pembakaran padang rumput ini dengan pengawasan dan bantuan dari Pengelola taman, seperti menyewa konsultan pengelolaan padang untuk bekerja bersama masyarakat setempat untuk mengembangkan rencana pengelolaan padang rumput. Pengelola taman juga harus memantau habitat yang lebih kecil didalam taman, seperti kantong batu kapur dan hutan semak. Daerah-daerah tersebut lebih rawan terhadap masalah pemisahan, yang mungkin memerlukan pengelolaan aktif, seperti pemindahan dan pengayaan jenis langka. V-39

37 Berbagai gangguan oleh manusia mempengaruhi keanekaragaman hayati TNKM, seperti desa yang ditinggalkan, peladangan tua, perkemahan buah sementara dll, akan sangat sulit, atau tidak mungkin, untuk ditiru. Penelitian lebih lanjut mengenai suksesi tumbuhan dan bagaimana tumbuhan menggunakan tahap-tahap suksesi yang berbeda dari ladang, kebun buah sementara dan gangguan oleh manusia lainnya, akan membantu pengelola taman lebih memahami bagaimana gangguan-gangguan tersebut mempengaruhi keanekaragaman hayati. Penelitian tersebut juga akan memberi para pengelola pemahaman apakah gangguan oleh manusia perlu ditiru untuk mempertahankan keanekaragaman hayati serta bagaimana melakukannya. Taman nasional juga harus siap untuk mengurus unsur-unsur permukaan yang diubah, seperti jalan dan jenis pembangunan pada daerah hulu sungai Tubu, yang saat ini berada di luar kawasan taman, yang tidak dapat dilepas sepenuhnya. Dampak yang timbul dari unsur-unsur tersebut harus ditekan semaksimal mungkin. Untuk masalah jalan, penyeberangan di bawah jalan untuk satwa adalah salah satu contoh intervensi pengelolaan, seperti tindakan untuk menggantikan habitat yang berkurang atau hilang sebagai akibat dari kegiatan tersebut. Pengelola juga harus mempersiapkan diri untuk masalah permukaan yang tidak mudah terlihat seperti serangan gulma dan hewan pada daerah alami. Pengelola perlu memantau aktivitas pembangunan pertanian karena berpotensi menyebabkan masalah seperti ini, dan bertindak jika diperlukan. d. Pengelolaan Penggunaan Sumber Daya Alam secara Berkelanjutan oleh Masyarakat Setempat Pengelolaan taman sebaiknya mengandalkan sistem gabungan dari pengelolaan sumber daya alam secara adat tradisional yang dibantu dan dipantau oleh pakar PHKA/LSM ahli dalam bidang seperti pengelolaan taman, biologi konservasi, pengelolaan hidupan liar dan sebagainya. Sistem yang diusulkan dalam pengelolaan adat ini diuraikan dalam Lampiran 12 Buku II. Beberapa hal penting dalam sistem ini adalah sebagai berikut: Masyarakat setempat diperbolehkan memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan dari Zona Pemanfaatan Tradisional didalam taman nasional. Masyarakat luar dilarang memanen sumber daya alam di dalam taman. Hal ini akan membantu membatasi eksploitasi oleh pihak luar, khususnya eksploitasi gaharu dan meningkatkan semangat masyarakat setempat untuk melindungi sumber daya taman dan memanfaatkannya secara berkelanjutan. Dilarang membuka ladang baru, padi sawah atau kebun, atau jalan (di samping jalan setapak yang digunakan untuk penelitian, pariwisata dan kegiatan tradisional masyarakat lokal), infrastruktur sosial atau bangunan permanen untuk pemukiman di dalam Zona Pemanfaatan Tradisional. Peraturan ini sesuai dengan peraturan PHKA mengenai Zona Pemanfaatan Tradisional. Kegiatan berburu di dalam Zona Pemanfaatan Tradisional dapat menggunakan alatalat tradisional seperti tombak, anjing, parang, sumpit, jerat, perangkap dan lain-lain. V-40 Penggunaan senjata api dilarang sesuai dengan undang-undang negara yang berlaku. Semua alat-alat tradisional untuk berburu masih digunakan oleh masyarakat lokal, begitu juga penggunaan senjata api. Penangkapan ikan di dalam Zona Pemanfaatan Tradisional dapat dilakukan dengan menggunakan peralatan tradisional seperti pukat, jala dan alat pancing. Penangkapan ikan dilarang menggunakan listrik atau bahan kimia. Melarang kegiatan yang dapat merusak lingkungan, seperti membuang sampah yang tidak dapat terurai seperti plastik, karet, kaca dan lain-lain, pembakaran atau yang dapat menimbulkan erosi. Pemanenan sumber daya alam dari dalam Zona Pemanfaatan Tradisional diperbolehkan untuk kebutuhan rumah tangga, industri rumah tangga dan bahanbahan untuk obat tradisional. Pengambilan sumber daya hayati hanya terbatas pada jenis yang tidak terancam punah atau langka. Lahan di dalam TNKM bukan milik masyarakat dan tidak dapat diperjual-belikan. Peraturan di atas yang diajukan masyarakat lokal sesuai dengan peraturan PHKA untuk Zona Pemanfaatan Tradisional dan menunjukan sebuah komitmen yang tinggi untuk konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Beberapa masalah lain yang perlu dibahas dan dirundingkan adalah jenis yang boleh/tidak boleh diburu/diambil, penebangan pohon didalam beberapa zona TNKM, dan apakah sumber daya alam yang dikumpulkan oleh masyarakat setempat dari beberapa zona TNKM boleh dijual. Jenis yang boleh diburu atau dikumpulkan dari zona TNKM yang sesuai: Pada tahun pertama Rencana Pengelolaan, Pengelola taman dan masyarakat setempat harus mengembangkan kesepakatan mengenai jenis yang boleh diburu atau dikumpulkan oleh masyarakat setempat. Jenis-jenis yang dilindungi oleh undangundang Indonesia, dianggap terancam oleh IUCN dan/atau tercantum dalam Appendix 1 CITES dapat dijadikan bahan awal dari pembahasan tersebut. Namun demikian, dianjurkan bahwa daftar akhir jenis yang boleh diburu atau dikumpulkan didasarkan atas fakta/bukti bahwa jenis tersebut terancam secara lokal di dalam dan sekitar TNKM. Daftar ini harus ditinjau setiap tahun dalam pertemuan antara masyarakat setempat dan Pengelola taman. Pada awalnya, daftar jenis yang tidak boleh diburu mungkin termasuk jenis yang termasuk dalam kategori sangat terancam dan terancam dalam IUCN seperti Banteng, Kuau dan Bangau Storm, serta Berang-berang, Badak dan Gajah; kalau jenis-jenis tersebut terdapat di TNKM. Kalau informasi yang cukup tidak tersedia untuk membuat keputusan yang berdasar, pembatasan pengambilan sementara dapat dilakukan sampai informasi yang cukup diperoleh. Sebuah sistem pemantauan akan dikelola dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal dan Pengelola taman untuk terus memeriksa jumlah populasi jenis yang umumnya diambil dan jenis indikator. Perhatian khusus akan ditujukan pada jenis dilindungi atau terancam termasuk jenis yang dianggap rawan oleh IUCN. Gejala bahwa tingkat pemanenan terlalu tinggi dan perlu melakukan pembatasan pengambilan adalah sebagai berikut: V-41

38 Hilangnya atau pengurangan jumlah populasi yang terlihat jelas. Jarak yang bertambah untuk menemukan sumber daya hayati. Peningkatan (satuan) usaha untuk mendapatkan sumber daya hayati. Hasil panen yang menurun. Kondisi, ukuran atau umur individu yang menurun dalam populasi yang dipanen. Densitas yang menurun terlihat melalui transek atau cara lain seperti pengamatan penangkapan dll. Beberapa jenis satwa yang mungkin membutuhkan perlindungan dari perburuan dalam periode rencana pengelolaan 25 tahun mendatang adalah Cucak Rawa, burung Kuau Besar, jenis rangkong lainnya, Beruang Madu, tiga jenis Monyet Daun, Macan Dahan dan Kucing Pantai. Semua jenis satwa tersebut telah diburu untuk alasan pangan dan juga sebagai produk komersial atau adat. Begitu sebuah jenis diidentifikasi sebagai jenis terancam, Pengelola taman akan bekerja untuk menentukan metode perlindungan terbaik. Metoda yang mungkin adalah: Membatasi daerah yang diperbolehkan untuk berburu, seperti melalui Zona Inti permanen atau jangka-pendek bergiliran, penutupan musiman pada daerah-daerah yang berbeda. Membatasi masa berburu. Membuat aturan yang konservatif, kuota rendah dan pembatasan jumlah yang boleh dibawa untuk mengatasi kesulitan memperkirakan jumlah populasi dan dampak perburuan/ pengumpulan terhadap suatu jenis. Mengendalikan usia/jenis kelamin hewan yang diburu: misalkan dilarang memburu betina. Melarang segala bentuk perburuan untuk sementara sampai jumlah populasinya pulih kembali. Larangan permanen pemburuan jenis secara kritis terancam punah. PHKA juga harus mempertimbangkan untuk mengembangkan daftar jenis dilindungi berdasarkan bioregion atau skala lain yang lebih rendah dari skala nasional, misalnya seluruh Pulau Kalimantan. Daftar tersebut harus berdasarkan standar nasional untuk menjamin perlindungan yang efektif melewati perbatasan politik untuk seluruh kisaran jenis dan tetap sesuai dengan kesepakatan konservasi biodiversitas internasional. Namun demikian, beberapa jenis yang terdaftar di daftar nasional mungkin tidak memerlukan perlindungan di seluruh kawasan Indonesia. Rusa, yang sangat umum dan merupakan hama pertanian di TNKM, adalah salah satu contoh. Penjualan terbatas dan berkelanjutan oleh masyarakat setempat atas sumber daya alam dari zona yang sesuai di TNKM: Banyak taman nasional di Indonesia dan negara lain memperbolehkan penjualan terbatas dan berkelanjutan sumber daya alam yang dikumpulkan oleh masyarakat setempat dari zona yang sesuai. Penjualan seperti itu sebaiknya juga diijinkan di TNKM. Tidaklah praktis maupun etis bagi Pengelola taman untuk melarang semua bentuk penjualan sumber daya hayati. Secara historis masyarakat lokal mempunyai hak yang kuat atas hal ini. V-42 Mereka telah bergantung pada pemanenan sumber daya hayati untuk memenuhi kebutuhan pokok dan keuangan atau sarana pertukaran selama berabad-abad. Jika mereka tidak diperbolehkan menjual sumber daya hayati dari Zona Pemanfaatan Tradisional, kemungkinan besar mereka akan menolak taman nasional, didukung oleh banyak LSM serta sektor swasta dan pejabat pemerintahan yang tertarik untuk mendapatkan proyek komersial yang besar di daerah tersebut. Dampaknya akan menimbulkan lebih banyak pengambilan yang berlebihan dan kepunahan lokal daripada kalau pengambilan ini dikelola secara bersama oleh Pengelola taman nasional dan masyarakat setempat. Lagipula, kegiatan untuk menghasilkan nafkah alternatif sulit dikembangkan, mahal dan memakan waktu. Program pengembangan ekonomi seperti ini juga sering menarik pendatang masuk ke daerah yang baru sehingga meningkatkan ancaman terhadap taman nasional. Untuk melindungi keanekaragaman hayati secara lebih baik dalam sistem tersebut, Pengelola taman bersama masyarakat setempat harus mengupayakan program pemantauan ekologi yang efektif untuk mengidentifikasi secepat mungkin jenis yang diambil secara berlebihan sehingga upaya pengelolaan dapat melindungi populasi tersebut. Kampanye kesadaran dan pendidikan yang efektif mengenai dampak dan kerugian dari kepunahan, makna dari klasifikasi Rawan, Terancam, dan Sangat Terancam ( Vulnerable, Endangered and Critically Endangered ) serta bagaimana cara mengelola sumber daya hayati akan membantu meredakan masalah-masalah tersebut. Juga diperlukan upaya yang lebih untuk memberi wawasan kepada masyarakat mengenai Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) khususnya Lampiran 1, yang mencantumkan daftar jenis tumbuhan dan hewan yang dilarang diperdagangkan secara internasional karena dikhawatirkan akan punah. Hal ini termasuk Klampiau, Orang Utan, Beruang Madu, Kucing Dampak, Macan Dahan, Gajah Asia, Badak dan Rangkong Gading. Seiring dengan berjalannya waktu, proyek pembangunan ekonomi terpilih akan membantu mencegah pengambilan beberapa sumber daya hayati agar tidak mencapai tingkat eksploitasi berlebihan. Penebangan pohon Aquilaria (untuk pengambilan gaharu) dan pohon kayu untuk membangun rumah perseorangan dan bangunan masyarakat, dari zona yang sesuai di TNKM. Walaupun peraturan PHKA pada umumnya melarang penebangan pohon, dianjurkan agar masyarakat setempat diperbolehkan menebang pohon Aquilaria yang terinfeksi gaharu, serta pohon kayu untuk membangun rumah perseorangan dan bangunan masyarakat. Sumber pendapatan alternatif untuk menggantikan gaharu, serta sumber dari kayu bangunan lokal tidak akan dikembangkan sedemikian rupa sehingga tidak etis untuk melarang kegiatan tersebut. Lagipula, Gubernur Kalimantan Timur telah memperkecualikan gaharu dari peraturan mengenai Hutan Lindung yang melarang penebangan pohon. Keputusan tersebut dapat dijadikan dasar hukum untuk diterapkan pada Zona Pemanfaatan Tradisional dalam sebuah Taman Nasional. Pengambilan langkah-langkah khusus untuk membatasi kerusakan terhadap taman nasional, untuk tiap kasus adalah sebagai berikut: V-43

39 Gaharu: Memastikan penghentian pemanenan gaharu oleh masyarakat luar. Menegakkan peraturan Adat bahwa hanya pohon Aquilaria yang telah terinfeksi dengan kapang yang menghasilkan gaharu yang boleh ditebang Mengupayakan agar peneliti dengan biaya sendiri mau meneliti bagaimana pohon tersebut terifeksi secara alami dan bagaimana proses tersebut dapat diperbanyak sehingga gaharu dapat dibudidayakan. Mencari mahasiswa atau peneliti dengan biaya sendiri untuk mengembangkan teknik mengambil sampel dari pohon-pohon untuk melihat apakah terinfeksi dengan cara yang kurang merusak pada pohon (pohon tidak harus ditebang). Kayu Bangunan Lokal: Dalam jangka panjang, masyarakat setempat perlu dibantu untuk membuka semacam program tebang pilih secara berkelanjutan pada daerah di luar taman nasional. Hak penebangan hutan kemasyarakatan merupakan salah satu kemungkinan selain hak melakukan penanaman intensif di daerah yang telah ditebang oleh perusahaan komersial. Dengan memperbolehkan penggunaan gergaji mesin dalam Zona Pemanfaatan Tradisional untuk bangunan lokal dapat membantu menyelamatkan pohon-pohon karena jumlah kayu yang berguna meningkat untuk tiap pohon yang ditebang dan mengurangi sisa yang terbuang. Gergaji mesin adalah alat yang praktis dan sangat penting digunakan oleh masyarakat setempat. Mereka tidak akan setuju melepaskan penggunaan gergaji mesin di wilayah adat yang menjadi bagian dari taman nasional. Larangan tersebut akan menimbulkan tuntutan untuk mengeluarkan lebih banyak lahannya dari wilayah taman nasional. Dalam semua masalah di atas, pengawasan diperlukan untuk menjamin bahwa peraturan yang berlaku dipatuhi. Sistem Perizinan: Dianjurkan bahwa sistem perizinan masuk dikelola oleh FoMMA dan/atau Lembaga Adat tiap Wilayah Adat. Lembaga tersebut dapat mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk Daerah Taman Nasional Kayan Mentarang dan menyediakan daftar nama kepada Pengelola taman. Menerima KTP tersebut dari lembaga tradisional akan menjadi lebih mudah dan kurang arogan jika dibandingkan mendapatkan izin pemanfaatan dari badan luar untuk kegiatan yang telah dilakukan tanpa izin tersebut selama berabad-abad. Lembaga lokal akan memerlukan bantuan dana untuk tugas ini. Sumber dana berpotensi untuk kegiatan tersebut adalah bantuan pengawasan masyarakat, mengambil persentase kecil dari hasil panen semacam pajak, atau bantuan langsung pada FOMMA seperti apa yang diterima Yayasan Leuser International dari pemerintah. Masalah sulit yang harus diputuskan oleh Pengelola taman dan masyarakat setempat pada awal fase pelaksanaan, adalah pihak mana yang berhak atas izin mengambil sumber daya hayati dari Zona Pemanfaatan Tradisional. Di samping masyarakat yang bermukim V-44 bersebelahan dengan taman nasional, terdapat masyarakat dalam jumlah besar yang berasal dari wilayah taman nasional tetapi sudah pindah tempat tinggal, baik mengikuti program pemukiman kembali pemerintah maupun atas inisiatif sendiri. Masyarakat tersebut masih mengklaim hak atas lahan asal mereka, dan sering pulang kembali, walaupun hanya sesaat untuk tinggal dan bekerja yang pada dasarnya untuk mengumpulkan sumber daya alam. 2. Hidrologi a. Tangkapan. Perlindungan terhadap daerah tangkapan harus dipertimbangkan sewaktu mengembangkan pengelolaan taman atau membangun infrastruktur. Akan sangat berguna untuk membangun tempat pengukur aliran pada ketiga daerah aliran sungai, khususnya di sungai Iwan, Bahau, Pujungan Lurah, Sulon, Krayan, Kemelu, Kinayeh, Menabur dan Kalun jika dananya tersedia. b. Mata air tawar ataupun bergaram adalah hal yang penting bagi satwa dan masyarakat setempat. Mata air bergaram mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi tempat mengamati satwa yang seringkali datang, seperti Langur. Pembangunan infrastruktur atau pemanfaatan apapun di sekitar mata air tersebut harus dikerjakan secara hati-hati untuk menjamin agar mata air tersebut tidak terganggu. Termasuk di dalamnya pembuatan sumur-sumur yang nantinya dapat digunakan untuk kepentingan staf taman atau staf lapangan, para pengunjung, toilet dan lain-lain. 3. Rehabilitasi Taman a. Penghutanan Kembali. Sementara ini penghutanan kembali untuk TNKM tidak diperlukan. Hutan di kawasan TNKM cukup tidak terganggu sehingga penghutanan kembali dapat berjalan secara alami. b. Konservasi Tanah. Tindakan untuk konservasi tanah belum diperlukan di TNKM saat ini. Sudah tentu tindakan pencegahan erosi harus diikutsertakan dalam rencana untuk pembangunan infrastruktur di dalam taman nasional, seperti jalan setapak untuk kegiatan petualangan, pembuatan bangunan dan sebagainya. C. Pemanfaatan Kawasan 1. Wisata Alam Ekowisata di TNKM seharusnya berbasiskan masyarakat, melibatkan masyarakat setempat dan perusahaan di dalam peranan yang nyata dan masyarakatnya harus benar-benar siap untuk menangani dampak negatif dari pariwisata. Hak pengusahaan pariwisata di TNKM diutamakan diberikan kepada lembaga pengelola lokal seperti FoMMA, lembaga adat dan/atau organisasi desa. Dukungan masyarakat setempat kepada taman nasional akan sangat meningkat kalau mereka menerima keuntungan ekonomi seperti itu. Dengan perkiraan pertumbuhan pariwisata yang lambat, kemampuan dapat berkembang sejalan dengan meningkatnya jumlah pengunjung. Pendekatan ini pada awalnya akan memerlukan dukungan dana dari suatu LSM atau PHKA untuk memberikan V-45

40 bantuan teknis dan pelatihan. Kalau kelembagaan lokal memerlukan bantuan teknis dan dana lebih lanjut, mereka dapat pula menegosiasikan dengan perusahaan swasta untuk jasa tersebut. Salah satu alasan mengapa tim pengkajian infrastruktur merekomendasikan bahwa hanya tiga hak pengusahaan pariwisata yang boleh dibuka untuk setiap dua sub region taman nasional adalah agar pengembangan pariwisata dapat dilakukan secara bertahap (Terzich et al., 1999). Tim tersebut juga merekomendasikan agar hak pengusahaan tersebut diberikan setelah tahap 5 tahun pertama dari 25 tahun Rencana Pengelolaan. Pemasaran dan Promosi : Selama 25 tahun mendatang, kegiatan promosi dan pemasaran yang sebaiknya dilakukan meliputi: Pembuatan situs web Pembuatan dan penyebaran brosur yang mengemukakan objek wisata TNKM, jadwal transportasi dan rute-rute kegiatan petualangan di hotel-hotel yang digunakan oleh wisatawan lepas di Kalimantan Timur dan daerah-daerah lain di Indonesia. Memproduksi leaflet berisikan atraksi untuk wisata minat khusus, terutama pengamatan burung dan dikirim dengan surat pengantar ke biro wisata yang mengkhususkan pada pengamatan burung. Mengkoordinir kunjungan ke TNKM khusus untuk perusahaan pariwisata dan Departemen / Dinas pariwisata di Kalimantan Timur. Ikut serta dalam pameran dagang untuk mempromosikan TNKM. Memberi penerbit buku panduan informasi mengenai taman nasional. Menyediakan artikel tentang TNKM di pesawat terbang, majalah perjalanan dan majalah lainnya, surat kabar, dsb. dalam bahasa Indonesia dan bahasa nasional dimana terdapat pasar pariwisata. Melihat kemungkinan pasar untuk diadakannya kegiatan lintas alam sebagai salah satu bentuk wisata petualangan di alam bebas. Mengembangkan buku panduan TNKM sederhana yang mencakup sejarah alam, kebudayaan manusia, atraksi wisata dan perlengkapan logistik. 2. Penyuluhan dan Pendidikan Lingkungan Kelompok sasaran utama untuk kegiatan kepedulian dan pendidikan adalah masyarakat setempat, instansi pemerintah, sektor swasta dan wisatawan. Adapun tujuan, isi/bahan, kegiatan yang mungkin dan media yang mungkin untuk masing-masing sasaran terdapat di Tabel 1. Masyarakat setempat adalah peserta sasaran kunci mengingat perannya yang besar dalam pengelolaan TNKM. Oleh karena itu, pemberian pelatihan dalam topik-topik berikut sangat penting untuk dilakukan: Pengelolaan secara umum kawasan lindung dan pembangunan yang berkelanjutan pada daerah penyangga. Inventarisasi dan pemantauan sumber daya alam secara partisipatif. Teknik pengelolaan hidupan liar, termasuk dinamika populasi, penentuan jumlah populasi dan metoda-metoda pengelolaan berdasarkan kuota, musim tertentu, penutupan wilayah, jumlah, umur, seleksi pengambilan satwa (jantan bukannya betina) dan sebagainya. Eko-wisata berbasiskan masyarakat, dan, Pengelolaan keuangan. Sebagai tambahan, pengelola taman perlu mencari dana untuk mendaftarkan para pemuda dari desa-desa sekitar taman nasional untuk program sertifikat, diploma atau bergelar di dalam bidang pengelolaan sumber daya, biologi konservasi, eko-wisata berbasis masyarakat, dsb. Peserta sasaran penting lainnya adalah karyawan pemerintah di tingkat kecamatan, kabupaten dan propinsi. Adalah penting untuk terus-menerus mengingatkan mereka akan pentingnya mempertimbangkan konservasi keanekaragaman hayati dan tidak hanya ekonomi, politik dan faktor lain pada saat memutuskan bagaimana lahan yang berbatasan/ berdekatan dengan taman nasional dikembangkan dan dikelola. Peserta sasaran ini dapat juga dicapai melalui program pelatihan jangka pendek, forum komunikasi dan kerjasama tahunan, pewarta pemerintah, siaran pers yang dipublikasi lewat surat kabar dan bahan kepedulian dan pendidikan secara umum. Pemanfaatan taman untuk Tujuan-tujuan Pendidikan WWF Indonesia sedang mengusahakan hibah kecil dari TOTAL Foundation untuk memberi dana kepada beberapa fakultas dan mahasiswa dari Universitas Mulawarman di Samarinda untuk datang ke taman nasional melakukan penelitian dan latihan lapangan, terutama di Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai. Kalau rencana untuk membentuk suatu konsorsium antara universitas-universitas nasional dan internasional dan/atau museum yang secara bertahap untuk ikut berperan aktif dalam pengelolaan Stasiun Lalut Birai di masa mendatang dapat benar-benar terwujud, akan ada lebih banyak kesempatan untuk pendidikan mahasiswa yang berkaitan dengan lembaga-lembaga tersebut. Taman nasional juga sebaiknya mengusahakan cara-cara lain untuk mengajak mahasiswa untuk mengerjakan program S2 dan S3 mereka dengan topik penelitian yang penting untuk taman nasional. Bantuan ini sebaiknya termasuk membantu mereka mendapatkan dana dari donor yang tertarik untuk mendukung penelitian semacam ini dan pengembangan sumber daya manusia. Memanfaatkan taman nasional untuk membantu pendidikan murid SD dan SLTP masih sulit dilakukan di dalam beberapa tahun lagi. Alasan utama adalah kesulitan membawa dan membiayai kelompok siswa dari luar daerah ke taman nasional. Terdapat potensi untuk mengembangkan program pendidikan untuk siswa SLTA di Long Pujungan, Long Bawan dan Long Nawang. V-46 V-47

41 Tabel 1. Kelompok Sasaran, Tujuan, Materi, Kegiatan dan Media Program Pendidikan Konservasi Kelompok sasaran Tujuan Materi Kemungkinan Kegiatan Kemungkinan Media 1. Masyarakat setempat 1. Memberikan pengertian bahwa keuntungan 1. Keunikan dan Kepentingan Taman 1. Kampanye ke desa-desa dengan topik 1. Pemutaran Film dan/atau (Individu, Lembaga Taman Nasional lebih besar daripada nasional, termasuk penghargaan dunia terpilih slide Lokal, Sekolah, kerugiannya untuk keanekaragaman hayati yang tinggi 2. Program pelatihan singkat dalam 2. Flyer Guru, dan 2. Menambah pengetahuan mengenai ekologi dan hanya dimiliki Kayan Mentarang berbagai topik pembicaraan 3. Poster sebagainya) dengan beberapa informasi dasar dari 2. Keuntungan Taman Nasional bagi 3. Satuan pembelajaran dan buku pegangan 4. Warta berkala konservasi biologi masyarakat lokal. bagi guru untuk sekolah setempat. 5. Teater 3. Meningkatkan kemampuan untuk mengelola 3. Hasil penelitian tentang Taman Nasional 4. Program pelatihan guru. 6. Diskusi dan Pertemuan sumber daya alam dan kegiatan di bidang 4. Bagaimana cara menginventarisasi, 5. Siaran radio dengan Masyarakat kepariwisataan memantau, mengelola tumbuhan dan 6. Perlombaan untuk anak muda. 7. Media Massa 4. Meningkatkan kebanggaan akan kekayaan satwa yang penting bagi mereka. 7. Gerakan pramuka dan keunikan keanekaragaman hayati Taman 5. Wisata alam berbasisi masyarakat 8. Kursus jangka panjang atau kuliah bidang Nasional pengelolaan sumber daya alam. 2. Instansi Pemerintah 1. Meningkatkan pemahaman pada tingkat 1. Pengaruh Positif dalam bidang 1. Keterlibatan dalam panitia pengarah atau 1. Pemutaran Film dan Slide Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan nasional Ekonomi. suatu kominikasi terbuka dan forum 2. Penyajian Power Point bahwa manfaat taman nasional lebih besar 2. Manfaat Hidrologi. koordinasi. 3. Permainan Simulasi dari pada kerugian. 3. Pengakuan Dunia Terhadap Nilai-nilai 2. Presentasi secara individu kepada 4. Fasilitasi Pertemuan 2. Meningkatkan kebanggaan terhadap taman Perlindungan Taman Nasional. kementerian dan instansi lainnya. Komunikasi nasional dan keanekaragaman hayatinya. 4. Bagaimana cara menghitung nilai 3. Program pelatihan singkat. dan Koordinasi 3. Meningkatkan koordinasi kegiatan berbagai keragaman hayati secara ekonomi. 4. Permainan simulasi 5. Artikel dalam bulletin pihak untuk efisiensi yang lebih baik. Pemerintah. 6. Media Masa 7. Bahan cetakan (poster, flayer, brosur,dsb) 3. Sektor-Sektor Swasta 1. Meningkatkan pengetahuan tentang keberadaan 1. Koordinat SPG batas-batas TNKM 1. Keterlibatan salam panitia pengarah atau 1. Peta dan membuat batas Taman Nasional yang 2. Usulan bagaimana cara mengurangi mungkin forum sektor swasta. 2. Penyajian Power point sebenarnya. dampak kegiatan perusahaan-perusahaan 2. Berkunjung ke kantor-kantor 3. Film dan slide 2. Meningkatkan upaya agar merancang kegiatan terhadap Taman Nasional. lapangan, Kalimantan dan nasional. 4. Berbagai bahan cetakan pekerjaan mereka untuk meminimkan dampak 3. Manfaat hubungan masyarakat untuk 3. Presentasi pada rapat koordinasi terhadap Taman Nasional mengurangi dampak perusahaan terhadap tahunan mereka. 3. Meningkatkan kebanggaan terhadap Taman Taman Nasional dan sumbangan dana Nasional dan pengakuan manfaatnya. atau sumbangan lainnya. 4. Pengumpulan dana atau berbagai macam sumbangan. 4. Wisatawan 1. Menarik Wisatawan. 1. Obyek Wisata Jaringan internet, poster, Artikel dll. 1. Brosur, Peta, Buku 2. Membantu rencana kunjungan para turis 2. Tumbuhan dan Hewan Majalah Pariwisata, Informasi pada Buku Panduan, Poster 3. Meningkatkan pengetahuan mereka selama 3. Kebudayaan Panduan, wisata-mandiri dan wisata 2. Interpretasi alam, Pusat kunjungan. 4. Kegiatan dan Program TNKM terpandu. Pengunjung V-48 Banyak wisatawan Indonesia dan mancanegara yang berminat dalam wisata belajar dan kegiatan yang berkaitan dengan kebudayaan atau lingkungan yang berlainan atau lingkungan. Pengelola taman sebaiknya menjalin hubungan dengan organisasi dan perusahaan seperti Earthwatch International, yang menyelenggarakan wisata semacam ini. D. Penelitian dan Pengembangan 1. Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Ekosistem. Penelitian harus meliputi pekerjaan pada tingkat jenis, habitat dan bioregional. Penelitian dan Pengelolaan Jenis: Bagian B pada bab ini sudah menggambarkan beberapa inventarisasi dasar jenis dan penjabaran penelitian yang perlu diselesaikan, terutama pada jenis yang langka, terancam, dilindungi dan/atau umumnya diambil oleh masyarakat setempat. Jenis yang memerlukan perhatian mendesak untuk diteliti adalah Badak, Orang Utan, Kucing Merah, Cucak Rawa, Banteng dan Beruang Madu. Jenis-jenis lain yang memerlukan perhatian dalam 5 tahun pertama adalah Macan Dahan, Lutung, Landak, Babi Hutan, Rusa, Kuau, Rangkong, jenis-jenis Testudinae, Varanus, Meristogenys dan Cyprinidae. Penelitian terhadap beberapa jenis tersebut akan melibatkan tingkat keahlian dan sarana anggaran yang diupayakan dapat diperoleh dari PHKA dan WWF. Upaya besar diperlukan untuk menarik minat peneliti lain dan mahasiswa dari universitas di Indonesia, LIPI, organisasi konservasi nasional dan internasional dan universitas asing. Cara yang efisien untuk melakukan pekerjaan ini adalah dengan mengundang spesialis untuk menulis analisis keadaan jenis-jenis tersebut, seperti yang sudah dimulai oleh WWF Indonesia - Proyek Kayan Mentarang untuk Cucak Rawa, Rangkong, Kuau, Babi Hutan dan Banteng. Analisis akan menyimpulkan apa yang diketahui tentang jenis pada umumnya, diekstrapolasi dari apa yang diketahui sampai ke keadaan khusus di dalam dan di luar Taman Nasional Kayan Mentarang, dan merekomendasi program penelitian pada jenis tersebut. Kalau dana tambahan tersedia, sebuah lokakarya perencanaan penelitian dapat diselenggarakan. 2. Pengelolaan Populasi Karena terbatasnya dana dan tenaga, upaya permulaan untuk mengetahui jumlah satwa yang terdapat di ekosistem kawasan akan dibatasi kepada: Perkiraan kepadatan, terutama di sepanjang transek yang sudah ada; Pemahaman masyarakat setempat yang diperoleh dari Metoda Penilaian Pedesaan Partisipatif (Participatory Rural Appraisal Methods). Pendekatan ini diakui semakin akurat dan hemat biaya baik di Pulau Kalimantan maupun di kawasan tropis lainnya (Stuebing, komunikasi pribadi), V-49

42 Point sampling dari jenis indikator, dan kalau waktu dan anggaran masih tersedia, Penelaahan mark-recapture. Karena informasi mengenai habitat menjadi semakin tepat dan rinci, sarana pengelolaan populasi yang lebih menyeluruh mungkin akan bisa dipakai menjelang akhir masa Rencana Pengelolaan 25 Tahun. Salah satu metoda yang berpotensi adalah Analisis Viabilitas Populasi (Population Viability Analysis, PVA), merupakan kajian kuantitatif, dalam data-base, atas hubungan antara kemungkinan kepunahan dan jumlah habitat yang tersedia bagi suatu jenis di daerah tertentu atau di seluruh kisarannya (Boyce, 1992). Model populasi yang bertata-ruang jelas yang menggabungkan lokasi aktual satwa dan bercak habitat yang sesuai dan secara jelas mempertimbangkan pergerakan organisme di antara bercak tersebut, juga akhirnya akan dimungkinkan. Model Populasi Hewan Bergerak (Mobile Animal Population, MAP) merupakan model simulasi populasi bertata-ruang jelas yang mensimulasikan penempatan di habitat-khusus dan tingkah laku penyebaran organisme di layar komputer (Pulian et al., 1992; Liu. 1992). Kerja lapangan yang padat dan bertahuntahun diperlukan untuk mengumpulkan sejumlah besar data yang diperlukan untuk mengembangkan parameter untuk model tersebut. Pada awalnya, kegiatan ini mungkin harus dilakukan oleh ilmuwan perguruan tinggi atau mahasiswa S3. Topik penelitian yang penting lainnya untuk mempertahankan hasil buruan masyarakat setempat adalah mempelajari efektifitas metoda pengelolaan hidupan liar berpotensi seperti pembatasan musim berburu, pembatasan ukuran/umur atau jenis kelamin, penutupan kawasan, kuota, dsb. Penelitian Habitat : Bagian B dari bab ini telah menunjukkan perlunya membuat plot vegetasi dan transek permanen di habitat tambahan yang dimasukkan ke dalam kawasan di sekitar Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai. Penelitian dapat diperluas secara bertahap ke daerah lain di dalam taman nasional, terutama ketika lebih banyak ilmuwan diajak untuk melakukan penelitian di bidang biologi. Pos-pos lapangan di dalam kawasan perlu dilengkapi untuk melaksanakan beberapa macam penelitian dasar, termasuk tenda semi-portabel dan perlengkapan ekspedisi penelitian. Bila contoh habitat yang baik yang tidak termasuk di dalam plot permanen Lalut Birai dapat ditentukan cukup dekat dengan pos lapangan, karyawan pos lapangan dapat melakukan pengamatan pembungaan, gugur daun dan fenologi pembuahan secara teratur. Penelitian mengenai mekanisme persebaran dan kemampuan tumbuhan hutan, melalui pengumpulan biji dan identifikasi kotoran (pada lembaran plastik di tempat terbuka) oleh pemakan buah seperti burung dan kelelawar juga dianjurkan. Penelitian dan Pengelolaan skala bioregional : Juga penting penelitian yang mempelajari bagaimana fauna taman nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bentang alam yang lebih besar. Beberapa mamalia, seperti kelelawar dan babi, burung dan ikan diketahui melakukan perjalanan jarak jauh setiap V-50 hari, setiap musim, atau sebagai reaksi kepada fenomena alam seperti El Nino Southern Oscillation (ENSO). Tahap awal yang dianjurkan adalah, melakukan studi pustaka mengenai potensi perpindahan atau perpindahan aktual satwa untuk masuk atau keluar dari taman nasional. Topik penelitian lapangan permulaan yang dianjurkan adalah Babi Hutan, yang mengikuti daur pembuahan ke kawasan di luar taman nasional. Masyarakat melaporkan bahwa kawasan yang penting bagi migrasi Babi Hutan adalah di antara mata air Sungai Tubu dan drainasi Sungai Malinau dan hilir Sungai Bahau (Puri, 1997). Kalau daerah ini rusak, dampak pertama yang mungkin terjadi adalah akan adanya kerusakan di sebagian taman oleh babi-babi tersebut sebagai usahanya mencari makanan, atau juga merusak ladang dan kebun. Akhirnya, populasi babi mungkin akan menurun dan menyebabkan pemburu mencari satwa lain termasuk jenis yang terancam atau dilindungi. Predator babipun akan terkena dampaknya. Penelitian yang rumit dan lama seperti ini akan melibatkan sejumlah orang dengan spesialisasi yang berbeda dan paling baik dikerjakan bersama dengan lembaga riset yang lain. CIFOR yang mengelola Hutan Penelitian Bulungan, yang meliputi kawasan yang mungkin akan teridentifikasi sebagai daerah makanan yang penting bagi babi hutan yang juga akan menghabiskan sebagian atau seluruh waktunya di dalam taman nasional, merupakan calon mitra dalam penelitian ini. Sebuah topik penelitian yang menyertainya adalah bagaimana satwa menyebar melewati halangan dan aliran gen antar populasi. Hasil penelitian ini akan membantu perencanaan dan pemeliharaan koridor habitat. Pekerjaan ini akan penting bagi taman nasional kalau keinginan dari beberapa kelompok masyarakat untuk menghuni kembali beberapa desa yang sudah ditinggalkan bisa tercapai dan kantung penghunian bisa diciptakan, yang akan menambah pemisahan habitat. Pengelola taman harus bekerja sama dengan BAPPEDA kabupaten dan propinsi untuk memelihara koridor habitat antara TNKM dan habitat di luar perbatasannya. Daerah kunci adalah Hutan Lindung, daerah Sebuku-Sembakung (terutama daerah apapun yang pada akhirnya dijadikan hutan lindung, cagar alam, atau taman nasional), dan bagian-bagian lain dari Kalimantan Timur dan propinsi lain yang sudah direkomendasikan di masa lalu sebagai kawasan konservasi keanekaragaman hayati berprioritas tinggi, seperti Ulu Kayan, Ulan Kayan dan Apo Kayan (Gambar 6). 3. Sumbangan Masyarakat Setempat di dalam Penelitian Pengelola taman perlu melibatkan masyarakat setempat didalam merencanakan, pelaksanaan dan interpretasi penelitian. Program penelitian semacam ini akan lebih efektif dan hematbiaya karena menggunakan pengetahuan ekologi masyarakat setempat. Sebuah aspek dimana mereka dapat memberikan sumbangan yang besar adalah mempelajari sistem tradisional mereka untuk mengelompokkan vegetasi hutan untuk menentukan jenis dan lokasi tipe-tipe sub-vegetasi di dalam kategori utama vegetasi yaitu hutan dataran rendah, bukit, bawah-pegunungan dan pegunungan. Sebagai contoh adalah Eugeissona utilis, atau palem sagu, yang tumbuh di daerah aliran sungai (DAS) Sungai Lurah. Prosedur V-51

43 yang paling sederhana adalah mengidentifikasi kategori vegetasi lokal dengan masyarakat, mengidentifikasi lokasi dari kategori ini pada peta dasar, dan mengambil contoh struktur vegetasi dan keanekaragaman flora pada kategori berbeda yang teridentifikasi. Pengambilan titik GPS di daerah yang berbeda juga akan memungkinkan untuk menentukan bagaimana kategori yang berbeda timbul pada citra penginderaan jarak jauh yang akan dapat digunakan untuk pengembangan lebih jauh dan memastikan lokasi kategori lokal vegetasi yang berbeda di seluruh kawasan. Demikian juga, apabila inventarisasi keanekaragaman hayati lebih lanjut dilaksanakan, informan lokal yang menemani harus ditanya mengenai klasifikasi lokal atas habitat yang dijumpai. Topik yang berkaitan adalah menindak-lanjuti informasi pendahuluan yang sudah diberikan oleh masyarakat setempat tentang distribusi jenis langka, terancam, dan/atau umumnya diambil. Masyarakat setempat sudah menyusun peta yang menunjukkan konsentrasi jenis tertentu atau tipe flora dan fauna. Mereka juga sudah mengidentifikasi lokasi dimana banyak jenis yang dilindungi dan terancam dapat dijumpai dengan mudah di wilayah desa mereka. Pembahasan lebih lanjut dengan masyarakat setempat tentang mengapa jenisjenis tersebut terdapat dan terkonsentrasi disitu, juga survei di daerah tersebut, akan membantu menjawab pertanyaan tentang mikro-habitat dan memberikan informasi yang lebih spesifik mengenai kebutuhan habitat dan kesukaan dari banyak jenis. Masyarakat dan kelembagaan setempat perlu selalu diberi informasi tentang hasil-hasil penelitian biologi sebagai bagian dari proses pengelolaan bersama. Hal ini akan memungkinkan mereka untuk ikut serta secara lebih efektif dalam pembuatan keputusan mengenai pengelolaan fauna dan flora, dan juga meningkatkan penerimaan mereka atas keputusan-keputusan pengelolaan. Keuntungan lain adalah berkurangnya kecurigaan bahwa orang-orang atau lembaga yang melakukan penelitian menjadi kaya dari pencurian tumbuhan dan hewan yang bernilai ekonomi tinggi. Sebelum memulai penelitian di suatu daerah, peneliti harus menjelaskan tujuan kegiatan kepada masyarakat di daerah tersebut. Pemberian hasil pendahuluan sesudah penelitian selesai juga harus dilakukan, demikian pula dengan penyerahan duplikat laporan akhir kepada Kepala Adat dan Kepala Desa. Anggota karyawan bidang peningkatan kesadaran dan pendidikan dari taman nasional perlu menterjemahkan hasil penelitian ke dalam bentuk yang sesuai untuk masyarakat setempat. 4. Penangkaran dan Pembudidayaan Dianjurkan agar Pengelola taman tidak terlalu menekankan kegiatan ini pada awalnya, dan lebih berkonsentrasi pada penelitian dan pengelolaan yang berbasis lapangan. Pada umumnya, ada taman nasional dan kawasan lindung lain dimana kegiatan penelitian dan pengembangan tentang penangkaran dan penanaman dilakukan dengan mudah dan murah, V-52 V-53

44 dan kegiatan ini memang lebih diperlukan. Namun demikian, pengelola kawasan dapat mencoba mencari peneliti yang mendanai diri sendiri untuk bekerja di bidang tersebut. Sektor swasta juga mempunyai potensi untuk kegiatan semacam ini, terutama dalam upaya penangkaran Cucak Rawa dalam kandang untuk mengurangi tekanan pengambilan jenis tersebut dari dalam taman. E. Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan 1. Pencegahan dan Pengelolaan Ancaman Pengelola taman sebaiknya menerapkan pendekatan pro-aktif untuk mencegah adanya masalah sebelum muncul atau menjadi terlalu besar. Namun demikian, pengelola taman juga harus siap bereaksi terhadap masalah kalau upaya pencegahan mengalami kegagalan. Kegiatan khusus yang dianjurkan untuk menangani potensi ancaman yang berbeda adalah: Penebangan : Perusahaan penebangan yang beroperasi di sekitar TNKM (Gambar 7) seharusnya di jadikan sasaran utama dalam pemberian pelatihan lanjutan dalam melaksanakan metode tebang pilih, seperti program Reduced Impact Logging yang sedang diorganisir oleh CIFOR di daerah Malinau. Kehadiran perusahaan penebangan dalam program ini dan penerapan penuh metode tersebut harus diwajibkan. Hak pengusahaan ini juga harus menjadi prioritas utama dalam melaksanakan pemantauan dan evaluasi untuk memastikan pelaksanaan secara penuh. Telapak dan PLASMA adalah dua LSM yang telah memulai suatu program untuk memantau perusahaan penebangan di Kalimantan Timur, dan mereka dapat bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk mendukung evaluasi yang dilakukan oleh petugas Departemen Kehutanan. Koperasi Pengusahaan Hutan milik masyarakat yang bekerja di daerah penyangga TNKM harus dibekali dengan pelatihan dan perencanaan tata-guna lahan untuk meminimalkan dampak negatif dan memperbesar pemasukan ekonomi. Kegiatan penebangan dari koperasi masyarakat ini harus pula di pantau. Potensi Ancaman dari Malaysia : Karena perbatasan bagian utara dan barat taman bersebelahan dengan batas negara bagian Malaysia yaitu Sabah dan Serawak, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerjasama dan memperkecil masalah dan konflik seperti: Memunculkan masalah-masalah pengelolaan taman untuk didiskusikan dalam pertemuan yang diadakan oleh badan perencanaan pemerintah daerah Sabah, Serawak dan Kalimantan. Tujuannya adalah agar para perencana Malaysia mempertimbangkan TNKM saat mereka merancang pembangunan ekonomi, konservasi alam serta rencana tata ruang mereka. V-54

45 Mengembangkan pengaturan Sister Park antara TNKM dengan Taman Nasional Pulung Tau di Serawak dan Ulu Padas di Sabah jika hal ini dapat dinyatakan sebagai wilayah dilindungi. Kontak secara teratur, kunjungan dan kerjasama antara Pengelola taman dengan lembaga mitra di Serawak dan Sabah. Memantau perusahaan penebangan Malaysia yang beroperasi di kawasan perbatasan. Belum diperlukan atau dianjurkan bagi Pemerintah Indonesia untuk membangun jalan antara TNKM dan Sabah dan Serawak untuk mencegah perusahaan penebangan Malaysia agar tidak memasuki TNKM, apalagi survei udara sudah menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan tersebut tidak melakukannya. Panjangnya perbatasan dan medan yang tidak rata menyebabkan tidak ekonomis dan tidak praktis dari segi lingkungan untuk membangun jalan, yang malahan memudahkan orang luar untuk masuk ke taman nasional untuk mengambil hasil hutan. Membangun pos patroli dan membuka landasan helikopter juga akan merupakan upaya besar dan mahal, demikian juga upaya untuk mensuplai pos-pos tersebut. Berdasarkan pengalaman dari beberapa taman nasional, penempatan petugas yang dibayar murah dan merasa bosan akan menimbulkan kegiatan perusakan seperti perburuan liar atau menjadi perantara perdagangan hasil hutan. Sebagai gantinya, Pengelola taman dan/atau anggota penegak hukum lebih baik melakukan survei udara secara teratur (sekurang-kurangnya dua kali setahun) di perbatasan menggunakan pesawat terbang pemerintah, tim ini terdiri dari petugas Pengelola taman, penegak hukum dan/atau anggota militer. Kalau pesawat terbang pemerintah tidak tersedia, menyewa pesawat Missionary Aviation Fellowship (MAF) yang relatif murah juga bisa dilakukan. Kalau terlihat adanya penebangan liar, penegak hukum dan/atau tentara dapat dikirim ke daerah tersebut dengan helikopter atau melalui sungai dan jalan kaki sementara Pemerintah Indonesia memberitahu ke Pemerintah Malaysia. Penambangan : Harga emas yang rendah saat ini membuka peluang yang baik untuk membatalkan ijin eksplorasi mineral dengan biaya yang relatif rendah setidaknya pada lahan di dalam taman nasional (Gambar 8), dan mungkin pula di daerah penyangga. Bila upaya ini tidak berhasil, pengelola taman, LSM konservasi dan masyarakat setempat harus berjuang untuk menghentikan setiap pengembangan pertambangan di dalam taman nasional, sedangkan untuk penambangan di daerah penyangga, bekerjasama dengan perusahaan penambang untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Kebakaran hutan : Walaupun kebakaran belum merupakan masalah bagi TNKM, ada potensi bahwa masalah ini mungkin terjadi di masa depan. Rekomendasi untuk menghadapi ancaman ini adalah: Menegakkan peraturan dan praktek lembaga adat yang biasanya menjaga api dalam menyiapkan lahan agar tetap terkendali. V-55 V-56

46 V-57

47 Karyawan taman nasional dan masyarakat setempat memantau api yang digunakan oleh perusahaan dan pendatang untuk membersihkan lahan di luar taman nasional. Melakukan survei udara selama musim kering untuk mendeteksi kebakaran secepatnya. Penerbangan ini dapat dilakukan bersama dengan pemeriksaan perambahan atau masalah lain di dalam taman, seperti perambahan dari perusahaan penebangan. Meminta Proyek IFFM untuk melatih dan membekali masyarakat sekitar taman nasional untuk memadamkan kebakaran, serta melaksanakan peningkatan kesadaran dan pendidikan pencegahan kebakaran. Meminta pusat koordinasi keadaan darurat propinsi untuk memprioritaskan Kayan Mentarang dalam upaya pemadaman kebakaran. Mengajak pemerintah daerah propinsi dan kabupaten untuk melarang pembukaan hutan dalam jarak kurang dari lima kilometer dari taman nasional sebagai bagian dari Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) mereka. Hama dan Penyakit : Ada potensi penularan penyakit dari satwa ternak ke satwa liar, seperti dari lembu ke banteng, babi ke babi hutan dan ayam ke ayam hutan. Pengelola kawasan harus bekerja sama dengan erat dengan petugas pertanian untuk menyaring usulan pengenalan terhadap varitas baru dari jenis-jenis tersebut. Topik ini bisa dimasukkan ke dalam promosi pendidikan dengan sasaran orang-orang yang membawa masuk jenis-jenis satwa tersebut. Juga penting untuk mengembangkan layanan kedokteran hewan di daerah sekitar TNKM. Polusi : Tidak seperti beberapa taman nasional di Indonesia, Taman Nasional Kayan Mentarang tidak terletak di hilir industri, penambangan, perkebunan atau daerah perkotaan yang besar, sehingga selamat dari sumber pencemaran air. Satu-satunya polutan yang ada di perairan sekitar Kayan Mentarang adalah kontaminasi kotoran manusia. Sejalan dengan pertumbuhan populasi, penting bagi perorangan, masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan sistem sanitasi yang memadai. Apalagi mengingat administrasi taman dan fasilitas pariwisata akan tumbuh berkembang dalam 25 tahun mendatang. Pos lapangan mungkin dapat membantu dengan mengadakan pengujian lapangan terhadap beberapa rancangan kompos atau tipe toilet sederhana yang aman lingkungan. Salah satu alasan untuk meniadakan perkebunan di daerah penyangga taman nasional adalah mereka akan menggunakan sejumlah besar herbisida, pestisida dan bahan kimia pertanian lainnya. Ini merupakan kekhawatiran taman nasional, karena beberapa daerah aliran sungai meliputi lahan-lahan taman nasional dan daerah penyangga. Perencanaan pengembangan yang buruk untuk daerah penyangga disertai dengan pelaksanaan dan kepatuhan pada hukum pencemaran yang buruk, akan menimbulkan masalah pencemaran bagi taman nasional. Tingkat sedimentasi juga akan bertambah sebagai akibat dari pengembangan yang buruk pada daerah penyangga dan konstruksi serta pemeliharaan bangunan dan jalan setapak yang buruk di dalam taman. V-58

48 Pendidikan mengenai cara yang benar untuk membuang oli motor bekas, limbah rumah tangga dan bahan kimia pertanian dan produk industri lainnya akan diperlukan, demikian pula dengan bantuan untuk membangun sarananya. Jalan yang Diusulkan di Kawasan TNKM : Pengelola taman perlu bekerja bersama instansi pemerintah untuk menganalisis kemungkinan alternatif untuk jalan yang dapat mengurangi masalah yang timbul karena keterpencilan kawasan TNKM dan seminimal mungkin akibatnya pada kerusakan lingkungan. Kalau hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa jalan adalah pilihan yang terbaik, pengelola taman perlu bekerja bersama instansi pemerintah untuk memilih jalur yang terbaik. Alternatif khusus untuk daerah yang berbeda adalah : Pemerintah sedang merencanakan untuk membangun jalan dari Malinau ke Long Bawan (Gambar 9). Alternatif untuk pembangunan jalan ini termasuk meningkatkan pelabuhan udara yang ada di Long Bawan, meningkatkan subsidi untuk transportasi udara, menyambungkan kawasan dengan jaringan jalan yang ada di Serawak. Kalau jalan yang menghubungkan Krayan dengan Malinau memang dapat diterima secara ekonomi dan benar-benar diperlukan, maka jalur yang direkomendasikan oleh WWFI dan Pekerjaan Umum harus digunakan. Ini adalah jalur yang terpendek, menghindari lebih banyak wilayah taman nasional (atau kalau Koridor Hutan Lindung ditambahkan, memotong bagian terpendek taman nasional) dan sebagaimana dianjurkan oleh WWFI, menggunakan jalan penebangan yang ada yang dibangun oleh P.T. Susukan Agung (Momberg et al., 1998). Jalan yang diusulkan dari Long Bawan ke Pa Raye dan kemudian ke utara melewati lembah Sungai Pa Raye ke Sabah tidak akan menjadi prioritas yang tinggi dalam 25 tahun mendatang. Tidak ada desa di antara Pa Raye dan perbatasan. Jalan ini akan memasuki bagian yang jauh dari taman nasional di bagian utara, termasuk daerah yang kemungkinan besar dihuni oleh Badak. Ada jalan yang diusulkan yang melintas dari Malinau ke Sungai Malinau, menyeberang ke hulu Sungai Tubu dan kemudian menyeberang ke lembah hulu Sungai Bahau dan turun ke Long Pujungan. Dari sana jalur yang diusulkan melewati taman nasional ke Data Dian, Long Nawang dan akhirnya sampai ke lembah hulu Sungai Mahakam. Pemekaran Kabupaten Bulungan menjadi tiga kabupaten yang menempatkan Kecamatan Pujungan dan Kayan di dalam Kabupaten Malinau yang baru mungkin akan menambah tekanan untuk membangun jalan ini. Pihak yang mendukung pembangunan jalan ini akan beralasan bahwa tidak ada jalan lain disamping mahalnya transportasi udara ke daerah yang secara politik dan ekonomi berhubungan yaitu Malinau dengan Long Pujungan dan daerah Apo Kayan, karena kabupaten terbagi dalam jaringan sungai yang berbeda. Namun demikian, daerah ini bukan merupakan prioritas tinggi unuk pembangunan jalan karena populasinya lebih rendah dari pada daerah Krayan dan ada transportasi sungai melalui Sungai Bahau dan Kayan sampai ke pantai. Jalan ini akan sangat mahal untuk dibangun dan dipelihara dan mempunyai potensi yang tinggi untuk merusak taman nasional. V-59 Pemerintah dapat memperbaiki transportasi dengan membuat jeram-jeram yang berbahaya menjadi lebih aman. Serangkaian jeram terutama di antara Long Alango dan Long Kemuat tidak bisa dilalui oleh perahu lokal. Pemerintah juga bisa memperbaiki lapangan udara di Long Alango yang sudah diidentifikasi sebagai alternatif, menjadi cukup panjang untuk pesawat yang lebih besar. Di daerah Apo Kayan, lapangan udara Long Ampung cukup besar dan mempunyai penerbangan komersial rutin ke Samarinda. Dari Long Ampung ada transportasi perahu yang teratur di Sungai Kayan ke Long Nawang dan Data Dian, yang bisa disubsidi. Kalau jalan yang menghubungkan daerah Apo Kayan ke pantai bisa disetujui berdasarkan pertimbangan ekonomi dan memang sangat diperlukan, sebaiknya mengikuti jalan penebangan dari Long Bangun di DAS Sungai Mahakam menyusuri Sungai Boh ke Long Sungai Barang dan terus ke Long Nawang. Karena adanya transportasi yang lebih besar di sepanjang lembah Sungai Mahakam dan pasar yang lebih besar di Samarinda dan Balikpapan, akan lebih ekonomis untuk menghubungkan wilayah Apo Kayan dengan kawasan ini daripada ke Malinau atau Tanjung Selor. Untuk hulu Sungai Tubu, pilihan terbaik adalah memperbaiki transportasi sungai dan membangun landasan pesawat kecil yang dapat digunakan oleh pesawat MAF dan mensubsidi biaya transportasi udara. Populasi penduduk di daerah ini cukup kecil, sehingga pembangunan jalan tidak bisa diterima karena alasan ekonomi. Karena tidak terlalu jauh dari Malinau, sebuah jalan akan memudahkan orang luar untuk masuk ke taman nasional dan tinggal secara permanen atau sementara untuk mengumpulkan hasil hutan. Karena daerah sekitar Malinau akan menjadi lebih berkembang dengan perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri dan pemukiman transmigrasi, halhal ini menjadi ancaman yang serius. Penangkapan burung Cucak Rawa secara berlebihan : Pengelola taman nasional perlu mengambil langkah-langkah berikut untuk meningkatkan perlindungan jenis ini: Menggunakan lembaga adat untuk membatasi penangkapan, memperkuat inisiatif yang telah dilakukan di beberapa Wilayah Adat. Mempelajari dinamika populasi dan ekologis jenis tersebut untuk mengembangkan rencana pengelolaannya. Mendidik masyarakat tentang perlunya melestarikan jenis ini serta lainnya, dan tentang statusnya yang terancam. Memulai program percobaan bagi masyarakat untuk menangkarkan dan menjual burung hasil penangkaran kalau dana khusus dapat diperoleh. Merundingkan dengan pemerintah agar menempatkan jenis ini ke dalam daftar yang dilindungi dan memantau pasar burung untuk memastikan bahwa hanya burung hasil penangkaran yang dijual. Menjadikan jenis ini sebagai prioritas dalam program pemantauan yang dilaksanakan oleh Pengelola taman, masyarakat dan mitra lainnya. V-60

49 Langkah-langkah serupa dapat diambil untuk melindungi jenis lain yang mungkin akan menghadapi tekanan pengambilan berlebihan di masa depan. 2. Koordinasi Perlindungan Taman Nasional dan Program Konservasi Prosedur PHKA biasanya memberikan pedoman dalam mengkoordinasikan program perlindungan taman. Namun demikian, desentralisasi kekuasaan politik dan ekonomi kepada propinsi dan/atau kabupaten, serta perubahan dalam struktur dan sistem militer dan kepolisian, akan menuntut agar prosedur tersebut dimodifikasi. Juga direkomendasikan agar tanggung jawab penegakan hukum dibagi antara PHKA dan lembaga masyarakat setempat, seperti FoMMA dan Wilayah Adat. Sistem seperti itu akan lebih efektif, diterima oleh masyarakat dan lebih murah. Rincian mengenai aspek penegakan hukum mana yang akan ditangani oleh PHKA dan mana yang akan menjadi tanggung jawab lembaga masyarakat setempat akan ditentukan pada saat Nota Kesepahaman (MoU) pengelolaan bersama antara PHKA dan lembaga-lembaga lokal diselesaikan. Aspek-aspek yang mungkin adalah: Penegakan peraturan taman nasional sebaiknya segera dimulai terhadap para pendatang. Ini sebaiknya merupakan tanggung jawab utama FoMMA/Lembaga Adat dan KSDA dan/atau karyawan PHKA yang ditugaskan di TNKM. Penegakan peraturan terhadap masyarakat setempat pertama kali akan dilakukan oleh Lembaga Adat. Lembaga Adat dapat bekerja dengan pengelola taman untuk mengembangkan sistem denda untuk berbagai bentuk pelanggaran terhadap taman nasional dan keanekaragaman hayatinya, dengan denda yang lebih besar untuk pelanggaran yang serius, misalnya pembunuhan satwa yang sangat terancam (Critically Endangered). Segala bentuk pelanggaran peraturan, nama-nama pelanggar dan jumlah denda yang dikenakan sebaiknya dilaporkan ke PHKA. Seluruh uang denda dapat disimpan sepenuhnya oleh Lembaga Adat untuk membayar pemantauan atau kegiatan lain yang menyangkut taman nasional, atau untuk proyek pembangunan desa untuk itu perlu juga disusun mekanisme pertanggung jawaban keuangan transparan. Orang-orang yang melanggar peraturan taman (dan Wilayah Adat) secara terus-menerus, akan diserahkan ke pihak yang berwenang, mungkin setelah tiga kali pelanggaran dalam dua tahun. Kehadiran petugas taman secara rutin dan pengamatan pada perdagangan hasil hutan dan kegiatan masyarakat akan menunjukkan apakah peraturan taman nasional ditegakkan. F. Pengembangan Kelembagaan 1. Struktur Organisasi, Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang Pengelolaan Bersama (Collaborative Management) TNKM dengan Masyarakat Setempat dan Pemerintah Daerah: V-61 V-62

50 Pengelolaan bersama Taman Nasional dengan melibatkan PHKA, masyarakat setempat dan pemerintah daerah diperlukan. PHKA adalah instansi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan undang-undang nasional dan kesepakatan internasional untuk melindungi dan mengelola keragaman hayati Indonesia dan menyediakan keahlian pengelolaan taman dan konservasi keragaman hayati. Masyarakat setempat sudah hidup dan mengelola lahan di taman nasional selama lebih dari 300 tahun, mengandalkan sumber daya alam untuk kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan uang tunai, dan tahu banyak tentang keragaman hayati taman dan lingkungannya. Pemerintah daerah harus dilibatkan karena apa yang terjadi di taman mempunyai konsekuensi lingkungan, ekonomi dan sosial bagi seluruh Kabupaten dan Propinsi, dan rencana serta kegiatan Pemerintah daerah dapat mengakibatkan dampak terhadap taman. Masyarakat setempat mengusulkan agar keterlibatan mereka dalam Pengelolaan bersama taman nasional disalurkan melalui Forum Musyawarah Masyarakat Adat (FoMMA). FoMMA akan tersusun atas wakil-wakil dari 10 Wilayah Adat yang lahannya masuk dalam TNKM. FoMMA akan bekerja melalui lembaga adat masingmasing wilayah adat. FoMMA, PHKA/KSDA dan Pemerintah daerah akan mengelola TNKM secara bersama melalui Dewan Penentu Kebijakan (DPK) TNKM, yang direkomendasikan memiliki lima (5) anggota wakil FoMMA, empat (4) dari Pemerintah Kabupaten Malinau dan Nunukan, dua (2) dari PHKA dan dua (2) dari Pemerintah propinsi. Dengan mempertahankan jumlah anggota sebanyak 13, akan menghemat biaya operasional yang cukup berarti dan lebih mudah untuk memfasilitasi pertemuan serta lebih efektif. Prioritas tertinggi pada awal pengelolaan TNKM adalah bagi DPK merundingkan sebuah Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) yang menetapkan bagaimana DPK TNKM akan diorganisir dan dikelola, dan untuk menetapkan tanggung jawab pengelolaan taman nasional dari berbagai pihak yang berkepentingan. Pengelolaan TNKM sehari-hari akan menjadi tanggung jawab Badan Pelaksana (BP)TNKM, yang akan melapor kepada dan diarahkan oleh DPK TNKM. Karyawan BP TNKM pada awalnya dapat berasal dari PHKA, KSDA, FoMMA, atau WWF Indonesia, tergantung pada keputusan yang dibuat oleh DPK TNKM, tersedianya karyawan yang memenuhi kualifikasi dan dana pada masing-masing lembaga, dll. Penerimaan dan keberhasilan taman nasional pada tahap awal maupun jangka panjang akan meningkat dengan pesat bila FoMMA secara bertahap mengambil peran yang terbesar dalam perkembangan Badan Pelaksana, ini akan bisa dicapai tergantung pada program pelatihan pelestarian keragaman hayati yang diberikan oleh PHKA, KSDA, WWFI dan yang lain untuk melengkapi pengetahuan lokal tentang flora, fauna dan ekosistem yang telah dipertimbangkan oleh FoMMA dan masyarakat setempat, ketersediaan dana untuk FoMMA, dan bagaimana FoMMA menunjukkan komitmen untuk melindungi lingkungan taman nasional dan pemenuhan kesepakatan pengelolaan. V-63

51 3. Personil Taman Nasional a. Kualifikasi dan Jumlah Karyawan Yang Diperlukan Mungkin staf Badan Pelaksana akan merupakan perpaduan dari PHKA/KSDA, FoMMA dan WWF Indonesia. Dalam periode 5 tahun pertama, kemungkinan juga WWF Indonesia akan mengisi banyak posisi dalam Badan Pelaksana, karena berhasil mendapatkan dana yang cukup. WWF Indonesia telah merencanakan personalia untuk proyek TNKM, kelompok kecil karyawan senior yang terkonsentrasi di kantor pusat dan kelompok lebih besar karyawan junior di pos-pos lapangan dan Stasiun Penelitian Lalut Birai (Gambar 10). Rencana ini dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan karyawan Badan Pelaksana, tanpa menghiraukan apakah posisi karyawan dipegang FoMMA, PHKA/KSDA atau WWFI. PHKA didorong untuk menugaskan paling tidak satu karyawan penghubung di Badan Pelaksana sesegera mungkin. Tim kecil di kantor pusat harus memiliki seorang Pemimpin Tim dan koordinator untuk bidang konservasi biologi, pemberdayaan masyarakat, kepedulian dan pendidikan, kebijakan dan hubungan keluar, Sistem Informasi Geografis, dan bagian administrasi. Semua karyawan senior akan memiliki tingkat pendidikan yang sesuai, idealnya tingkat sarjana dan juga pengalaman bebebarapa tahun atau pengetahuan budaya, bahasa, flora, fauna serta habitat TNKM. Karyawan kantor pusat diharapkan menggunakan sepertiga bagian waktunya untuk mendukung kegiatan staf di pos lapangan. Petugas pos lapangan semestinya memiliki pendidikan dan/atau pengalaman yang relevan dengan pengelolaan dan atau penelitian flora, fauna dan habitat, pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan dan/atau penguatan masyarakat. Ada lebih banyak keuntungan dari pada kerugiannya dengan merekrut masyarakat lokal untuk mengisi posisi pos lapangan. Merekrut masyarakat lokal sebanyak mungkin akan meningkatkan dukungan terhadap taman nasional. Staf pos lapangan juga diharapkan menghabiskan sepertiga waktunya untuk bekerja di desa-desa lain yang bukan tempat pos lapangan didirikan. Pola personalia yang mendasar, minimum, atau pola personalia inti ini meliputi seluas mungkin kunci spesialisasi teknis dan wilayah geografis. Kenyataannya, taman nasional memerlukan lebih banyak lagi tenaga untuk pengelolaan yang ideal. Orang-orang ini akan bekerja melampaui batas dan harus menangani banyak tugas di luar keahlian utamanya. Kalau lebih banyak dana bisa tersedia, tenaga tambahan bisa ditambahkan pada sektor teknis yang sudah didaftar untuk meliputi wilayah yang lebih luas di TNKM. Tambahan tenaga dibagian berikut akan dipertimbangkan kalau dananya tersedia : Konservasi Biologi : Ahli dalam berbagai lapangan seperti pemantauan keanekaragaman hayati, mamalogi, ornithologi, botani, herpetologi, primatologi, entomologi, pengelolaan wilayah, pengelolaan hidupan liar, dan penangkaran. Pengembangan Masyarakat: Ahli dalam pengembangan wisata alam berbasis masyarakat, agroforestri, penyuluhan, pertanian, participatory rural appraisal, pemasaran, pengembangan usaha kecil, pengembangan kelembagaan dan perkreditan. Pengelolaan dan Administrasi Proyek : Seorang wakil pemimpin proyek, petugas personalia dan pembantu administrasi/ perlengkapan di pos-pos lapangan dan Lalut Birai kalau stasiun ini tumbuh cukup besar. Sistem Informasi Geografis : Spesialis database untuk mendukung semua unit kegiatan. Pendidikan dan Penyadaran : Spesialis pelatihan/pendidikan masyarakat, pendidikan formal lewat sekolah, pengembangan kurikulum dan media seperti film, web sites, dsb. Pilihan lain dari pengelolan taman nasional adalah mendapatkan keahlian tambahan dengan mengkontrak konsultan, perusahaan atau LSM jangka pendek. Dari tinjauan geografis, tambahan tenaga akan diperlukan nantinya untuk: Tambahan pos lapangan di tempat-tempat seperti Tau Lumbis, hulu Sungai Tubu dan lokasi baru di Kecamatan Krayan. Pos jaga di 10 sampai 15 lokasi di sekitar taman nasional. Sangat mungkin bahwa kesulitan dana akan membatasi jumlah karyawan taman nasional hingga kurang dari jumlah idealnya. Oleh karena itu, Pengelola taman harus mempertimbangkan cara untuk mengatasi keterbatasan ini, misalnya dengan: Membuat posisi paruh waktu untuk staf penghubung di desa-desa yang dengan gaji bulanan kecil akan melaksanakan kegiatan dasar pengelolaan taman, seperti pemantauan, kegiatan kepedulian dan pendidikan, dll. Tugas lain juga dapat dikontrakkan kepada orang-orang tersebut pada saat karyawan pos melaksanakan kegiatan proyek di areal mereka. Kemitraan dengan LSM yang dapat menugaskan karyawannya untuk bekerja pada berbagai hal dalam pengembangan dan pengelolaan taman. Mengembangkan rencana dan anggaran taman nasional yang realistik dan efisien. Mengembangkan pengaturan pengelolaan bersama dengan FoMMA, yang dapat menyediakan jasa pengelolaan dengan biaya yang rendah dan lebih efisien. V-64 V-65

52 Gambar 10. Usulan Struktur Pengelolaan Bersama Untuk TNKM PHKA Tingkat Nasional Dewan Penentu Kebijakan Mengembangkan cara yang inovatif untuk mengambil keuntungan dari seringnya masyarakat setempat untuk pergi ke berbagai pelosok taman untuk tujuan patroli dan pemantauan. Walaupun perjalanan tersebut tidak dapat menggantikan sepenuhnya tugas patroli dan pemantauan dari staf taman nasional, tetapi mereka dapat memberikan banyak informasi dengan biaya yang murah, mengingat menyewa, memperlengkapi dan membekali kelompok besar jagawana sangat mahal dan mungkin diluar kemampuan Pengelola taman. b. Pendidikan dan Pelatihan Wakil PHKA Wakil FoMMA MoU Wakil Pemda Pengelola senior taman nasional dan staf yang ditugaskan dalam komponen konservasi biologi, pemberdayaan masyarakat, GIS, pendidikan dan penyadaran, kebijakan/hubungan luar, serta Direktur Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai, idealnya mempunyai tingkat pendidikan S2 dan S3 di bidang yang sesuai dan beberapa tahun pengalaman. Calon-calon dengan tingkat pendidikan S1 ditambah dengan beberapa tahun pengalaman juga bisa diterima. Kepala bagian administrasi dan keuangan proyek sekurang-kurangnya harus mempunyai tingkat pendidikan S1. Karyawan pos lapangan juga diharapkan mempunyai tingkat pendidikan S1. Calon lokal dengan ijasah SLTA dan beberapa tahun pengalaman di LSM juga bisa dipilih. Pembantu peneliti di Lalut Birai hanya perlu mempunyai tingkat pendidikan dasar ditambah dengan pengetahuan ekologi setempat. Badan Pelaksana Sebagai tambahan, karyawan taman nasional memerlukan pelatihan dasar dibidang : Seksi Konservasi Sub Seksi Wilayah Konservasi Kepala Badan Pelaksana Ten. Fung Teknis Sub. Bag. TU Keterangan : Kegiatan Pengelolaan oleh Badan Pelaksana sesungguhnya dapat dilakukan oleh tiga mitra dalam Dewan Penentu Kebijakan TNKM melalui kontrak dan prosedur tender untuk mendapatkan kemampuan teknis lebih baik bagi pengelolaan yang diperlukan. Identifikasi flora dan fauna dengan menggunakan sarana kunci determinasi yang asli atau yang sudah diterjemahkan. Pembiasaan dengan penamaan biologi. Penyiapan dan pemeliharaan spesimen. Ketrampilan komputer tingkat dasar dan lanjutan. Teknik telemetri dan radio tracking. DAT atau Mini-Disk sound recording. Camera Trapping. Metoda participatory rural appraisal. Penyelesaian konflik. Keikutsertaan dalam inventarisasi sumber daya alam. Metoda pengelolaan hidupan liar. Metoda kepedulian dan pendidikan. Pengembangan wisata alam berbasis masyarakat. Pengembangan usaha kecil. Peraturan dan perundangan taman nasional. Mengangkat tenaga lokal untuk posisi di taman : Tenaga setempat tanpa tingkat pendidikan atau pelatihan yang diperlukan dapat diberi latihan tambahan dan dianjurkan untuk mengerahkan kemampuan untuk mencapai tingkat lebih tinggi melalui tugasnya. Karyawan senior sebaiknya dicari dari tingkat nasional, namun V-66 V-67

53 Gambar 11. Pola Kepegawaian Utama Yang Direkomendasikan Untuk TNKM Berdasarkan Keperluan Teknis dan Dana Yang Akan Tersedia Secara Realistis Staf PHKA Penghubung TNKM Pimpinan Proyek Tarakan Biologi Konservasi Tarakan Pendidikan Konservasi Tarakan Koordinator SIG Tarakan Administrasi Tarakan Kebijakan Tarakan Direktur Pengembangan Masyarakat Tarakan Direktur Stasiun Penelitian LB Asisten Administrasi & Logistik, Tarakan Kebersihan Tarakan Asisten Direktur 6 Asisten Peneliti & 2 Tukang Masak Penjaga Malam Tarakan Pos Lapangan Malinau / Tau Lumbis Pos Lapangan Data Dian Pos Lapangan Long Bawan Pos Lapangan Long Pujungan Direktur & Dua Asisten Direktur & Dua Asisten Direktur & Dua Asisten Direkstur & Dua Asisten V-68 masyarakat setempat juga dapat diterima untuk mengisi posisi tersebut. Pada tingkat pos lapangan sebaiknya diisi oleh campuran antara karyawan lokal dan non-lokal untuk membantu menekankan keuntungan dari masing-masing kelompok dan mengatasi kelemahannya. G. Koordinasi dengan Dephutbun, Lembaga Terkait dan LSM Pembentukan Pemegang Wewenang Pengelolaan Taman (PMA, Park Management Authority) sebagaimana diuraikan di bagian F dalam bab ini akan sangat membantu dalam peningkatan koordinasi dengan pemerintah daerah dan kelembagaan masyarakat lokal. Prosedur koordinasi PHKA seperti biasanya dengan pihak-pihak lain juga perlu diterapkan. Kegiatan tambahan berikut ini dianjurkan untuk meningkatkan komunikasi dan kerjasama di antara stakeholder yang lain: Permasalahan TNKM harus dikemukakan dan dibahas oleh Pengelola taman nasional pada pertemuan rutin RaKorBang. Kunjungan yang teratur oleh karyawan taman nasional ke kantor-kantor pemerintah dan perusahaan pada semua tingkat dari kecamatan, kabupaten, propinsi sampai nasional. Mengirimkan pewarta (newsletter) taman nasional dan konsep-konsep penyadaran serta informasi lainnya ke kantor-kantor dan pegawai pemerintah maupun swasta dan mencetak artikel mengenai taman nasional di dalam siaran pemerintah. Pembentukan tim khusus dari berbagai instansi untuk menangani masalah khusus bilamana perlu. Sebagai contoh, pada saat WWF Indonesia mengumpulkan BAPPEDA, PU, DepHutBun dan lain-lain bekerja bersama mencari jalur alternatif untuk jalan dari Malinau ke Kecamatan Krayan yang sudah direncanakan. Kalau dana dan waktu tersedia, diselenggarakan open house tahunan atau forum komunikasi dan koordinasi di masing-masing Kabupaten yang mempunyai wilayah di dalam taman nasional dan pada tingkat propinsi. Wakil-wakil dari instansi pemerintah, sektor swasta, LSM, dan yang lainnya dapat diundang untuk mengemukakan rencana dan gagasan mereka untuk kegiatan dan proyek di dalam kawasan taman nasional, serta untuk membahas masalah dan memberikan umpan balik kepada pengelola taman. Pengelola taman dapat menggunakan pertemuan ini sebagai kesempatan untuk meningkatkan kepedulian dan pendidikan. Mengingat hanya sedikit karyawan pengelola taman senior yang bisa keluar ke berbagai tempat untuk setiap pertemuan. Staf pendidikan dan penyadaran taman nasional harus menulis siaran pers secara teratur mengenai taman nasional di surat kabar atau media elektronik propinsi dan nasional, juga mengajak wartawan untuk menulis mengenai keistimewaan taman ini di majalah, surat kabar dan media elektronik. Sektor swasta akan dilibatkan melalui forum komunikasi dan koordinasi tahunan, dan melalui kunjungan karyawan taman nasional ke lapangan, kebupaten dan kantor pusat perusahaan pengelolaan hutan, penambangan dan lain-lain yang mempunyai kegiatan di kawasan yang berbatasan dengan TNKM dan/atau Kalimantan Timur. Wakil dari sektor swasta mungkin akan dijadikan anggota dewan penasihat FoMMA. Akhirnya, sebuah V-69

54 organisasi yang merupakan wadah bagi perusahaan swasta yang merupakan Mitra Taman Nasional mungkin akan dibentuk untuk meningkatkan koordinasi dan kerjasama, dan mungkin sebagai sumber pendanaan khusus untuk taman nasional atau pengembangan ekonomi dan infrastruktur desa di daerah penyangga. Dianjurkan agar keputusan tentang bagaimana dan kapan pembentukan kelompok ini dibuat oleh pengelola taman pada tahap-tahap akhir Periode Pelaksanaan Rencana Pengelolaan. H. Pengembangan Pengelolaan dan Penggunaan Infrastruktur 1. Sarana Pengelolaan Pada umumnya, direkomendasikan untuk membangun secara pelan-pelan infrastruktur pengelolaan taman yang sederhana dan murah. Penggunaan dana untuk kerja lapangan dan pengelolaan lebih diperlukan daripada untuk infrastruktur. Infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung kerja lapangan dapat dibangun secara sederhana dan sebagian besar terbuat dari bahan-bahan lokal. Kantor Pusat Taman : Malinau direkomendasikan sebagai lokasi kantor pusat taman. Para staf senior taman nasional harus berkunjung secara rutin ke Nunukan untuk memastikan terjalinnya kerjasama yang cukup dengan Pemerintah Daerah Kabupaten disana. Kantor pusat sebaiknya kecil saja agar lebih banyak dana dapat digunakan di tingkat kantor wilayah konservasi. Mengingat transportasi dan komunikasi diwilayah taman nasional akan meningkat selama 25 tahun yang akan datang, sehingga akan mungkin untuk memindahkan kantor pusat ke salah satu kecamatannya. Long Pujungan atau Long Bawan adalah pilihan yang paling memungkinkan. Dengan adanya kemungkinan bahwa kantor pusat taman akan pindah dalam masa 25-tahun Rencana Pengelolaan, dianjurkan agar bangunan kantor pusat di Tarakan disewa saja atau dipinjam sebagai sumbangan dari Pemerintah Daerah Kabupaten daripada dibangun sendiri oleh PHKA. Lokasi Kantor Wilayah Konservasi dan Pos Lapangan : Kantor wilayah konservasi taman sebaiknya didirikan di dua kawasan utama taman nasional, Long Pujungan dan Long Bawan. Sesuai laporan mereka, Kantor wilayah konservasi Long Pujungan akan mengelola semua kawasan taman di Kecamatan Pujungan dan Krayan. Kantor wilayah konservasi Long Bawan akan mengelola semua kawasan taman di Kecamatan Krayan. Untuk Kabupaten Mentarang dan Lumbis akan diurus oleh Kantor Pusat Taman di Malinau. Pos lapangan akhirnya perlu didirikan di Tau Lumbis, Long Layu, Long Titi, dan Data Dian. Data Dian mungkin diperlukan sebagai Kantor wilayah konservasi di masa yang akan datang. Andaikata Pengelola taman dapat bernegosiasi dengan masyarakat untuk menambah cukup lahan di Kecamatan Krayan ke taman nasional untuk menyambung bagian utara dan selatan taman, rekomendasi dari Tim Pengkajian Kebutuhan Infrastruktur perlu di pikirkan kembali. Jika wilayah terpisah ini tetap merupakan satu Taman Nasional, Malinau tetap dapat menjadi tempat kantor pusat, tetapi Long Bawan tidak lagi merupakan lokasi yang praktis sebagai tempat kantor wilayah konservasi. Lokasi yang lebih bagus adalah desa Tau Lumbis. Jika memang tidak praktis untuk segera membangun kantor wilayah konservasi taman yang kedua di Tau Lumbis, sekurang-kurangnya harus mendapatkan prioritas yang lebih tinggi sebagai pos lapangan. Jika Kantor wilayah konservasi Long Bawan tidak dibangun, maka penting untuk menempatkan prioritas yang lebih tinggi untuk membangun pos lapangan di Long Layu. Jika Pengelola taman memutuskan untuk membuat Taman Nasional baru yang terpisah di bagian utara, Ibukota Kabupaten Nunukan adalah pilihan yang paling bagus untuk menempatkan kantor pusat taman dari perspektif politik. Namun demikian, akses praktis ke taman yang kedua dan untuk mencapai kerjasama yang lebih erat dan mendapatkan dukungan antara taman nasional di bagian utara dan selatan akan lebih mudah dari Malinau. Stasiun Penelitian : Direkomendasikan bahwa Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai dilanjutkan sebagai satusatunya stasiun penelitian pusat dan permanen untuk seluruh taman nasional. Penelitian di habitat dan bagian lain taman dapat didukung melalui pos lapangan dan pengembangan perangkat penelitian yang dapat dibawa (portable research kits). Kebutuhan penyempurnaan di Lalut Birai termasuk perluasan kapasitas fisik stasiun untuk memungkinkan penelitian yang lebih mendalam (1 sampai 2 tahun) oleh peneliti dan mahasiswa lokal atau regional dengan jumlah minimal enam sampai delapan peneliti atau mahasiswa yang menetap. Akomodasi, laboratorium, dan fasilitas perpustakaan perlu diperluas dan/atau diperbaiki. Perbaikan lain yang diperlukan meliputi: Merancang ulang dan membangun rumah masak/dapur agar penanganan makanan dan pencucian piring tidak lagi di jalan tembus utama. Menyediakan sekurangnya satu toilet tambahan. Memperbarui dan memelihara jalan setapak sepanjang sungai dari Sungai Bahau ke stasiun. Jalur ini lebih indah daripada jalur atas. Jembatan gantung perlu dibangun paling tidak di dua tempat. Mengembangkan program kegiatan pendidikan untuk siswa dan kelompok wisata yang berkeliling untuk mempelajari keanekaragaman hayati ekosistem dengan konsentrasi pada tanaman tertentu dan kehidupan serangga di wilayah tersebut. Mengembangkan dua jalur melingkar, satu untuk masing-masing sisi sungai, untuk memberikan akses ke hutan di dekatnya dan untuk mengamati hidupan liar. Jalur-jalur ini dibangun sedemikian rupa agar mereka mengikuti garis ketinggian tanah dan mendapatkan ketinggian dan menyeberang ke hutan pada ketinggian tertentu untuk memberikan akses yang lebih mudah dan aman serta menyenangkan. V-70 V-71

55 Merancang dan membangun panggung pengamatan khusus sekurang-kurangnya 20 meter diatas lantai hutan dan mempunyai bagian pemandangan diatas lembah dan tajuk pepohonan. Membina penanganan sampah/ limbah. Mengembangkan Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) formal atau Kesepakatan antara Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai dan masyarakat setempat direkomendasikan sebagai cara untuk mencegah kesalah-pahaman dan masalah, dan membantu memecahkan apa yang terjadi. Melanjutkan pembelian kebutuhan hidup dan tenaga kerja dari masyarakat didekatnya juga akan membantu untuk menjalin hubungan yang baik. Manajemen stasiun juga harus memastikan bahwa limbah ditangani dengan benar dan bahwa perubahan dalam infrastruktur atau kebijaksanaan didiskusikan dengan masyarakat secara formal maupun informal. Sehubungan dengan penelitian oleh ilmuwan dari luar, semua peneliti lokal, nasional dan internasional harus mempunyai pengertian yang jelas atas peraturan, persyaratan, dan tanggung jawab mereka. Jika dana bisa disediakan untuk mendirikan stasiun penelitian yang lain menjelang berakhirnya 25 tahun Rencana Pengelolaan, lokasi yang dianjurkan dalam susunan prioritas adalah: 1. Sungai Kat : Banyak habitat hutan dataran rendah, perbukitan dan bawah pegunungan yang tidak terdapat di tempat lain dalam taman, termasuk Lalut Birai. Tersedia akses penerbangan ke Data Dian dan perahu-perahu kecil kehilir Sungai Kat. Namun demikian, daerah ini berada diluar perbatasan taman yang resmi sekarang ini. 2. Tau Lumbis : Akan lebih baik bagi bagian Utara TNKM untuk memiliki sebuah stasiun penelitian, khususnya jika terpisah secara fisik dari bagian bawah TNKM, dan jika menjadi taman lain dengan nama lain. Wilayah ini juga menyediakan kesempatan untuk meneliti flora dan fauna yang unik di wilayah ini dan membandingkan efek tingkat curah hujan dari utara ke selatan pada habitat tertentu. 3. Long Rungan : Daerah ini menawarkan akses ke hutan semak yang paling berkembang dan paling unik di wilayah TNKM. Juga menyediakan kesempatan untuk membandingkan efek tingkat curah hujan dari utara ke selatan pada habitat tersebut. Pada saat ini, sayangnya, lahan yang telah disetujui masyarakat untuk berada di dalam Taman Nasional agak kecil dan jauh dari desa. Kepemilikan dan Pengelolaan Jangka Panjang Stasiun Penelitian Hutan Lalut Birai : Direkomendasikan agar kepemilikan dan/atau pengelolaan stasiun penelitian dilimpahkan kepada sebuah konsorsium dari universitas dan lembaga penelitian, dengan masukan yang berlanjut dari DPK dan stakeholder lain. Hal ini merupakan pilihan yang paling hemat biaya, dan juga jalan terbaik untuk meningkatkan kemampuan TNKM dalam menyediakan kegiatan dan manfaat pendidikan. V-72 Universitas Mulawarman perlu lebih dilibatkan dalam kegiatan stasiun penelitian, lalu mulai menarik universitas lainnya. Hal ini akan sulit, namun demikian, karena sudah ada lembaga penelitian di beberapa tempat misalnya Damun Valley dan Taman Nasional G. Kinabalu yang menawarkan penelitian di beberapa habitat yang serupa. Lembaga penelitian ini mempunyai infrastruktur yang lebih bagus dan lebih mudah dimasuki dibandingkan dengan TNKM. Ada juga stasiun penelitian yang sudah dibangun atau direncanakan di taman nasional atau kawasan lindung lain di Kalimantan. Rencana penelitian tahunan dan jangka panjang perlu untuk disiapkan melalui kerjasama dengan semua mitra pengelolaan bersama. Hasil dari kegiatan penelitian dan laporan tahunan dari program stasiun penelitian juga perlu disajikan. Prioritas untuk Membangun Pos Penjaga : Karena terbatasnya dana dan waktu yang lebih baik digunakan untuk kegiatan dan program pengelolaan, direkomendasikan untuk memberikan prioritas yang rendah pada pembangunan dan penanganan pos jaga. Jika diperlukan, pos sementara bergaya pondok dapat didirikan di beberapa tempat untuk menghentikan orang-orang luar yang akan masuk ke taman nasional untuk mencari gaharu. Terdapat banyak lokasi yang fasilitas penjagaannya atau keberadaannya pada akhirnya akan diperlukan, seperti wilayah-wilayah berikut: Desa Long Bena Desa Long Jelet Desa Apau Ping Dekat padang rumput lebih ke hulu Sungai Bahau Desa Pa Raye di sungai Pa Raye Desa Wa Yagung Desa Long Pada jika wilayah sekitarnya ditambahkan ke dalam taman nasional. Desa Long Pala di Sungai Kenayeh Desa Long Rungan Di Sungai Semamu jika Hutan Koridor Lindung antara bagian utara dan selatan taman ditambahkan ke dalam taman nasional. Di muara Sungai Iwan Ke arah hulu dari Desa Long Ketaman di Sungai Kaleng. Di muara Sungai Kat jika wilayah ini ditambahkan ke dalam taman nasional. Sistem patroli rutin di seluruh bagian taman harus dikembangkan untuk setiap pos. Juga dianjurkan untuk memutar (rolling) penjaga diantara pos yang berbeda setiap dua sampai tiga tahun untuk memperluas pengalaman mereka dan untuk menghindari situasi dimana hubungan pribadi akan mencampuri pekerjaan. V-73

56 Gerbang Masuk Resmi : Karena tidak ada kepastian tentang bagaimana sistem transportasi yang menghubungkan kawasan taman nasional ke seluruh Kalimantan akan berkembang dalam 25 tahun yang akan datang, maka dianjurkan bahwa keputusan mengenai lokasi gerbang masuk resmi ditunda sampai tersedianya lebih banyak informasi. Gerbang yang dimaksud harus ada di dalam wilayah di mana mayoritas pengunjung disalurkan oleh sistem transportasi. Wilayah ini mungkin terdapat di Krayan, kawasan Long Pujungan atau Apo Kayan. Sedangkan untuk pusat pengunjung, dianjurkan adanya beberapa gerbang masuk kecil bukannya hanya satu. Sarana Pemanfaatan: Direkomendasikan agar pengelola taman mencurahkan lebih banyak perhatian pada upaya untuk menarik wisatawan yang tidak memerlukan infrastruktur yang berlebihan, dan membangun infrastruktur yang sederhana, murah seiring dengan berkembangnya kebutuhan. Kebutuhan/tugas pokok adalah: Memindahkan landasan udara dari Long Alango ke lokasi dimana landasan yang lebih panjang dapat dibangun untuk didarati pesawat yang lebih besar yang membawa kelompok wisatawan untuk berarung jeram dan mengamati hidupan liar. Membangun landasan kecil di daerah hulu Sungai Tubu untuk sarana wisata arung jeram, hidupan liar dan budaya. Membantu masyarakat untuk mengembangkan rumah-tinggal untuk wisatawan, secara bertahap membangun koperasi rumah tamu desa misalnya di Apau Ping, Data Dian, Tau Lumbis dan/atau Wa Yagung, atau dimana dibutuhkan. Menggalakkan pengamatan hidupan liar dengan membangun menara pengamatan yang sederhana dan murah di wilayah hidupan liar seperti padang rumput Apau Ping, kebun buah yang ditinggalkan di daerah hulu Sungai Lurah, Lalut Birai, dan sumber air asin di berbagai daerah TNKM. Mengembangkan jalur setapak yang sederhana dan murah untuk dibangun dan dipelihara di beberapa lokasi seperti padang rumput Apau Ping, Lalut Birai, sepanjang Sungai Pujungan, sepanjang Sungai Bahau, dari Long Layu ke Apau Ping, dari Lembah Sungai Bahau ke Lembah Sungai Tubu, sekitar jeram Gamung dan Ambun di Sungai Kayan, dari DAS Sungai Bahau ke Sungai Iwan, dan dari daerah Krayan ke daerah Lumbis dan/atau Mentarang. Membangun pondok-inap sederhana disepanjang jalur tersebut. Menempatkan perlengkapan komunikasi, medis dan helipad di lokasi-lokasi terpencil untuk keadaan darurat. I. Pengembangan Partisipasi Masyarakat 1. Intensifikasi Program Kesejahteraan Masyarakat Pengelola taman harus mengetahui bahwa masyarakat setempat akan terus mengandalkan pengambilan sumber daya alam dari wilayah adat mereka didalam TNKM untuk sementara waktu. Oleh karenanya, penting untuk membantu mereka mengusahakan pengambilan yang berkelanjutan, dan bekerjasama dengan instansi pemerintah dan LSM secara perlahanlahan mengembangkan sumber pendapatan lain yang akan membantu membatasi pengambilan pada tingkat yang berkelanjutan. Pendekatan ini membuat TNKM lebih mirip dengan Kategori VI IUCN, Wilayah Dilindungi. Kategori ini mengandung sistem alami yang sebagian besar belum diubah, dikelola untuk memastikan perlindungan jangka panjang dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, sementara pada waktu yang sama menyediakan aliran hasil alam dan jasa secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengelola taman nasional dapat bekerja dengan hati-hati dalam permasalahan pengelolaan kawasan lindung yang rumit dan menantang ini dengan cara sebagai berikut: A. Memperluas upaya melobi pihak pemerintah demi pengakuan atas hak pengelolaan dan tata-guna lahan masyarakat di dalam 10 Wilayah Adat di Taman Nasional. Ini termasuk lahan-lahan di dalam dan di luar taman nasional. Ini akan membantu memastikan berlangsungnya kemampuan untuk memanfaatkan hutan untuk kebutuhan sehari-hari serta tujuan-tujuan untuk menghasilkan pendapatan, dan melindunginya dari kerusakan yang diakibatkan oleh penebangan atau kegiatan lainnya. Kalau hutan pemanfaatan-tradisional diluar taman nasional dikorbankan untuk pengembangan lain, tekanan pada sumber daya alam didalam taman akan meningkat. B. Meningkatkan kapasitas lembaga lokal dan perorangan untuk mengelola wilayah adat mereka untuk pembangunan yang berkelanjutan serta pembangunan masyarakat mereka sendiri. Ini termasuk lembaga adat dan pemimpin tradisional, juga kepala desa terpilih dan lembaga desa yang merupakan bagian dari struktur administrasi pemerintah dan politik. C. Bekerjasama dengan LSM dan instansi lain untuk memulai mempelajari secara lebih rinci dan melaksanakan dengan cara hati-hati dan terkendali kegiatan pengembangan ekonomi yang memungkinkan, seperti wisata alam berbasis masyarakat, agroforestri, hasil hutan, dan kerajinan tangan. Tidak mungkin bahwa salah satu dari kegiatankegiatan tersebut akan berdampak besar kalau dilakukan sendiri. Tetapi, kombinasi dari kegiatan yang berbeda mungkin akan mampu memberikan kontribusi yang tidak kecil pada lokasi yang berbeda. D. Membantu mengarahkan pemerintahan desa yang sesuai dan berkelanjutan dan program bantuan pengembangan pedesaan, termasuk sarana infrastruktur, menuju desa-desa daerah penyangga. V-74 V-75

57 E. Memastikan agar masyarakat setempat dan lembaga lokal mendapatkan keuntungan dari pendapatan taman, termasuk mendapatkan dana sebagai bagian dari sub-kontrak pengelolaan taman yang diberikan oleh Pengelola taman. F. Mengikuti petunjuk dalam bagian lain bab ini, terutama Masalah pada bagian B, Mengelola Keanekaragaman hayati dan Ekosistem, Masalah 19 dan 20 pada Bagian E, Perlindungan dan Pengelolaan Sumber Daya Kawasan, Masalah 21 pada Bagian F, Pengembangan Kelembagaan dan Masalah 33 dalam Bagian J, Pemantauan dan Evaluasi, untuk melindungi keanekaragaman hayati taman dari pengambilan berlebihan dan terancam kepunahan secara lokal. Aksi yang dapat dilakukan oleh Pengelolaan Taman pada masa 25 tahun yang akan datang untuk pengembangan sumber pendapatan alternatif secara perlahan-lahan adalah: a. Pengembangan Program Agroforestri Pengelola taman harus memberi dorongan dan bekerja dengan instansi pertanian pemerintah dan non-pemerintah pada proyek pembangunan pertanian. Kerjasama ini harus bertahap dan maju. Tujuannya adalah untuk menjadi lebih siap dengan alternatif intensifikasi pertanian pada saat dan kalau diperlukan, dan juga pada saat masyarakat setempat menyadari pentingnya dan diperlukannya upaya semacam ini jika tekanan populasi mengalahkan sistem pertanian yang ada, yang produktif, efisien dan stabil pada kondisi populasi saat ini. Pengembangan agroforestri yang mungkin untuk 25 tahun mendatang adalah: Perluasan penanaman padi sawah. Mengembangkan sistem pembudidayaan dataran tinggi yang lebih intensif kalau sistem ekstensifikasi lahan saat ini menjadi tidak berkelanjutan. Penanaman komoditas buah-buahan, sayuran, bumbu (terutama bumbu organik) kopi, kakao atau komoditas lain. Pengayaan jenis tanaman oleh masyarakat seperti jenis rotan, jenis-jenis kayu, kayu bakar, buah-buahan, gaharu, obat-obatan, atau tanaman berguna lain di lahan bekas penebangan yang tidak mempunyai prospek komersial bagi pemegang HPH. Penanaman dan pengelolaan pengayaan lebih disukai daripada untuk perkebunan pulp atau proyek transmigrasi yang sering direncanakan untuk lahan semacam ini. Pengelola taman seharusnya melanjutkan upaya untuk mengajak etno-botanis dan pakar tanaman obat ke kawasan untuk memilih tanaman dengan kemungkinan penerapan komersial. Hak pengusahaan hutan masyarakat di daerah-daerah yang sesuai di daerah penyangga TNKM, dioperasikan berdasarkan asas keberlanjutan dan sertifikasi. Rincian mengenai proyek dan program agroforestri yang mungkin dikerjakan terkandung dalam Bab III, IV dan V Buku II Rencana Pengelolaan ini. V-76 V-77

58 V-78

Tarakan, April 2002 WWF Indonesia Kayan Mentarang Project. IGNN Sutedja Project Executant

Tarakan, April 2002 WWF Indonesia Kayan Mentarang Project. IGNN Sutedja Project Executant R encana Pengelolaan Taman Nasional Kayan Mentarang (RPTNKM) ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu ketentuan mengenai pengelolaan Taman Nasional sebagaimana diatur berdasarkan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUTANAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU

BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANAU LINDU PEMERINTAH KABUPATEN SIGI TAHUN 2013 0 BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).

mendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22, 2008 DEPARTEMEN KEHUTANAN. KAWASAN. Pelestarian.Suaka Alam. Pengelolaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.41 /Menhut-II/2008 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS

RENCANA STRATEGIS TROPICAL FOREST CONSERVATION ACTION FOR SUMATERA RENCANA STRATEGIS 2010-2015 A. LATAR BELAKANG Pulau Sumatera merupakan salah kawasan prioritas konservasi keanekaragaman hayati Paparan Sunda dan salah

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa Masyarakat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi

Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi LAMPIRAN 168 Lampiran 1. Daftar taman nasional yang memiliki perencanaan zonasi No Nama dan SK Kawasan 1 Bukit Barisan Selatan SK Mentan No. 736/Mentan/X/ 1982, 14 Oktober 1982 2 Bali Barat* SK Menhut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ... itj). tt'ii;,i)ifir.l flni:l l,*:rr:tililiiii; i:.l'11, l,.,it: I lrl : SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI DAFTAR SINGKATAN viii tx xt xii... xviii BAB

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Alang-alang dan Manusia

Alang-alang dan Manusia Alang-alang dan Manusia Bab 1 Alang-alang dan Manusia 1.1 Mengapa padang alang-alang perlu direhabilitasi? Alasan yang paling bisa diterima untuk merehabilitasi padang alang-alang adalah agar lahan secara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG NORMA, STANDAR, PROSEDUR DAN KRITERIA PENGELOLAAN HUTAN PADA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) DAN KESATUAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 26 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.26/Menhut-II/2005 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN HUTAN HAK MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 71

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2001 SERI D.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA PANIMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG. PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, obyek wisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR Oleh : AGUSTINA RATRI HENDROWATI L2D 097 422 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR 46 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA POCUT MEURAH INTAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang a. GUBERNUR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry TINJAUAN PUSTAKA Pengertian hutan kemasyarakatan Hutan kemasyarakatan atau yang juga dikenal dengan community forestry memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Hutan kemasyarakatan menurut keputusan menteri

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 17 TAHUN 2003 SERI D.14 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 08 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA UMUM TATA RUANG KOTA SUMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 6 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DAN PENATAAN FUNGSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 49/Menhut-II/2008 TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia memiliki tanah air yang kaya dengan sumber daya alam dan ekosistemnya. Potensi sumber daya alam tersebut semestinya dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA)

PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) PP 27/1991, RAWA... Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 27 TAHUN 1991 (27/1991) Tanggal: 2 MEI 1991 (JAKARTA) Sumber: LN 1991/35; TLN NO. 3441 Tentang: RAWA Indeks:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA

MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA PROGRAM HUTAN DAN IKLIM WWF LEMBAR FAKTA 2014 Praktek REDD+ yang Menginspirasi MEMBUAT HUTAN MASYARAKAT DI INDONESIA RINGKASAN Apa Pengembangan kawasan konservasi masyarakat dan pengelolaan hutan berbasis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1998 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN EKOSISTEM LEUSER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Kawasan Ekosistem Leuser beserta sumber daya alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa Hutan Lindung Kota Bontang mempunyai

Lebih terperinci

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau No. 6, September 2001 Bapak-bapak dan ibu-ibu yang baik, Salam sejahtera, jumpa lagi dengan Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Taman Wisata Alam Rimbo Panti Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus

Lebih terperinci

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP)

PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) Copyright (C) 2000 BPHN PP 62/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG KEHUTANAN KEPADA DAERAH *35837 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 62 TAHUN 1998 (62/1998) TENTANG PENYERAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2002 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENGUSAHAAN OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci