BAB II DASAR TEORI 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II DASAR TEORI 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut"

Transkripsi

1 BAB II DASAR TEORI Dalam konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai, harus ditentukan terlebih dahulu berbagai prosedur mengenai pekerjaan konstruksi, pekerjaan survei konstruksi, peralatan (maintenance) yang akan digunakan dari kontraktor, subkontraktor, dengan mengacu pada prosedur yang telah diberikan pihak pemilik tender (owner) yang kesemuanya dituangkan dalam spesifikasi teknis konstruksi. Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teknis pelaksanaan konstruksi pipa bawah laut secara jelas terperinci yang merupakan output data dari peralatan survei dan navigasi yang digunakan. 2.1 Tipe Jalur Pipa Bawah Laut Jalur pipa bawah laut pertama kali dibangun di Amerika pada tahun 1859 untuk menyalurkan crude oil (Wolbert, 1952). Seiring perkembangan zaman setelah 50 tahun pengoperasian pipa bawah laut secara praktis, industri perminyakan telah membuktikan bahwa penggunaan pipa bawah laut jauh lebih ekonomis karena mampu menyalurkan crude oil, gas alam, dan campuran produknya dengan skala besar daripada dengan menggunakan rel dan truk pengangkut karena mampu memberikan kuantitas yang besar secara teratur dan berkesinambungan. Transportasi fluida minyak dengan pipa dapat berkesinambungan dan dapat dipercaya. Pipa bawah laut dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas dari sumur minyak bawah laut ke manifold bawah laut. 2. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas dari manifolds bawah laut ke platform (fasilitas produksi). 3. Jalur aliran untuk menyalurkan minyak dan atau gas antar platform. 4. Mengalirkan minyak dan atau gas dari platform ke pantai. 5. Jalur aliran yang menyalurkan air atau bahan kimia dari platform, melalui injection manifold bawah laut ke injection wellhead. 6

2 Berikut merupakan klasifikasi tipe jalur pipa bawah laut berdasarkan kelima kategori diatas disertai dengan gambar : (1) Flowlines (meliputi spools dan jumpers) digunakan untuk menghubungkan subsea wellhead ke manifolds atau platforms. (2) Water injection dan Gas lift lines, sama dengan flowlines tetapi jalurnya berlawanan arah. (3) Inter-fields pipelines, mengangkut fluida (yang diproses/tidak diproses) antara manifolds dan platforms. (4) Export (Trunk) pipelines, mengangkut produk hidrokarbon yang sudah diproses dari platforms ke shore based terminal atau offshore loading facility. Gambar 2.1 Klasifikasi pipa bawah laut [Dr. Boyun Guo et al, 2005] 2.2 Perencanaan Jalur Pipa Bawah Laut Perencanaan/desain jalur pipa bawah laut terdiri dari 3 tahap : 1. Conceptual engineering 2. Preliminary engineering 3. Detail engineering 7

3 Desain jalur pipa bawah laut sangat memperhatikan ukuran pipa (diameter dan ketebalan dinding pipa) dan bahan material yang dipilih yang didasarkan analisis stress, stabilitas hydrodynamic, span, thermal insulation, korosi dan stabilitas coating, serta spesifikasi pipa riser. Berikut merupakan jenis pipa yang dikonstruksi berjenis pipa minyak bumi Steel X60 berdiameter 18 : Gambar 2.2 Pipa minyak bumi bawah laut Steel X60 18 Data-data yang mempengaruhi perencanaan/desain jalur pipa bawah laut adalah sebagai berikut : 1. Reservoir performance 2. Komposisi air dan fluida 3. PVT (pressure, volume, temperature) properties fluida 4. Konsentrasi pasir 5. Distribusi partikel air 6. Data survei geoteknik 7. Data meteorologi dan oseanografi 2.3 Operasionalisasi Kapal Survei dan Konstruksi Sebelum proses konstruksi dimulai, terlebih dahulu armada-armada vessel yang akan digunakan dimobilisasi menuju ke lokasi, antara lain laying vessel (Mariam 281 laying barge), AHT tug boat, cargo barge, seatruck, dan fuel and water loading vessel. 8

4 2.3.1 Laying Vessel Laying vessel yang digunakan dalam proses konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai ini menggunakan tipe S-lay barge karena kedalaman maksimum jalur pipa bawah laut yang akan dipasang sekitar 30 m, dengan nama MARIAM 281 lay barge. Barge yang berukuran m x m dan mempunyai 6 welding station tersebut berbendera Singapura yang dibuat pada tahun 2004 oleh Labroy Shipbuilding & Engineering Pte.Ltd. Berkut gambar Mariam 281 laying barge : Gambar 2.3 Sketsa Mariam 281 laying barge (tampak atas dan samping) Mariam 281 laying barge mempunyai spesifikasi sebagai berikut : Mempunyai 6 station untuk proses penyambungan pipa Mempunyai 6 davit untuk mengangkat pipa abandon pada saat tie-in Meletakkan pipa secara S-shape catenary Menggunakan 8 jangkar dalam pergerakannya Jangkar yang bernomor ganjil berada di sebelah portside Jangkar yang bernomor genap berada di sebelah starboard side Meletakkan pipa secara fleksibel melalui stinger Mempunyai draft 1.8 m Mempunyai 1 unit crane barge Mempunyai tensionmeter (dipasang pada stern) untuk mendeteksi tension pipa pada stinger sepanjang firing line. Muster Point (MP) berada diantara anchor winch dan crew container sebelah portside. 9

5 Gambar 2.4 Mariam 281 laying barge (Keterangan lebih lengkap lihat pada lampiran) Anchor Handling Tug (AHT) Boat AHT Tug Boat yang digunakan dalam anchor handling ada tiga kapal yaitu : MV Dalini yang berbendera Singapura, Laurence Funafutti yang berbendera Perancis, dan Oil Serve Alpha yang berbendera Singapura. Dari ketiga kapal laut tersebut hanya Laurence Funafutti yang digunakan pada kedalaman laut yang dangkal. Berikut merupakan gambar AHT boat MV Dalini dan O.S Alpha : Gambar 2.5 Anchor Handling Tug Boat (MV Dalini dan Oil Serve Alpha) 10

6 2.3.3 Survey Boat Jenis survey boat yang digunakan adalah seatruck dengan kapasitas penumpang maksimum sebelas orang yang dilengkapi dengan sistem survei untuk keperluan survei batimetri. Gambar 2.6 Survey boat yang digunakan dalam survei batimetri Support Vessel Vessel pendukung yang digunakan dalam proses instalasi concrete pipe di platform adalah SinBee II yang dalam pergerakannya menggunakan 4 jangkar dan mempunyai 1 unit crane barge. Gambar 2.7 SinBee II Support Vessel 11

7 2.4 Konstruksi Pipa Bawah Laut di Anjungan Minyak Lepas Pantai Dalam perencanaan konstruksi pipa bawah laut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : material yang akan diangkut (minyak bumi, gas alam, air, atau buangan limbah), panjang jalur pipa, dan lingkungan (jalur pipa rencana antar kota/negara, di darat/di laut, pada iklim hangat/iklim dingin). Prosedur secara umum dalam perencanaan dan proses konstruksi pipa bawah laut (pipa minyak bumi dan gas alam bawah laut), meliputi beberapa tahap sebagai berikut : Tahap 1 : Perencanaan awal Tahap 2 : Pemilihan jalur Tahap 3 : Pembebasan lahan (right of way) Tahap 4 : Pengumpulan data (soil borings, soil test dan data lainnya) Tahap 5 : Pendesainan jalur pipa Tahap 6 : Legal permit Tahap 7 : Proses konstruksi (secara umum) Persiapan right of way Stringing Ditching dan Trenching Boring Tunneling River crossing Welding, coating, and wrapping Pipe laying Backfill & restoration of land Pada tahap 7 (proses konstruksi), tahapan pekerjaan boring, tunneling, backfill & restoration of land tidak dilakukan pada instalasi bawah laut dan hanya dilakukan pada konstruksi pipa darat. Secara garis besar proses konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai dengan bantuan laying vessel dijelaskan menurut diagram berikut : 12

8 WELDING (PENGELASAN) Dilakukan di Stasiun 1,2,3 semi otomatis WELDING INSPECTION Dilakukan di Stasiun 4 Non-destructive test (NDT) Aktivitas x-ray COATING Dilakukan di Stasiun 5 Field joint coating antar segmen pipa bawah laut WRAPPING Dilakukan di Stasiun 5 Dilakukan secara manual oleh operator FOAM FILLING Dilakukan di Stasiun 6 Dilakukan secara manual oleh operator PELETAKAN PIPA Sistem belakang atau samping Sistem stinger & davit Diagram 2.1 Tahapan konstruksi pipa bawah laut diatas laying vessel [Geocean field engineer, 2007] Tahap terakhir dalam proses konstruksi pipa bawah laut adalah tahap peletakan pipa. Pemilihan metode yang digunakan dalam proses peletakan pipa bawah laut bergantung pada beberapa hal, yaitu : Diameter dan ketebalan pipa Yield stress material pipa Resiko buckling dan buckle propagation Panjang pipa Sifat dari protective coating Kecepatan pergerakan dalam peletakan pipa (laying speed) Ketersediaan peralatan 13

9 Biaya mobilisasi dan demobilisasi armada serta peralatan Antisipasi cuaca terburuk kedalaman air dan profil arus laut kondisi morfologi dasar laut dan tipe sedimen Metode peletakkan pipa yang digunakan dalam konstruksi pipa bawah laut di anjungan minyak lepas pantai ini bertipe S-lay barge dengan ketentuan : Digunakan untuk pipa berukuran besar. Kedalaman air maksimum ± 600 m. Welding activity dilakukan dengan posisi pipa secara horizontal secara firing line. Proses peletakan pipa bawah laut pada stern secara S-shape catenary sampai menuju touchdown point (TDP). Dilengkapi dengan rollers dari mulai station 1 sampai menuju stinger untuk mengontrol over bending. Barge yg digunakan dapat meletakkan pipa hingga yang mempunyai diameter 60 (150 cm). Gambar 2.8 Metode S-lay barge [Dr. Boyun Guo et al, 2005] 2.5 Proses Konstruksi Jalur Pipa Bawah Laut Sebelum konstruksi dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan perencanaanperencanaan mengenai pergerakan laying vessel dan konstruksi pipa bawah laut per jalur pipa bawah laut rencana. 14

10 Pergerakan laying vessel diawasi oleh rekanan sehingga dalam anchor handling dan pergerakannya, surveyor akan merumuskan skenario dengan keputusan berada pada marine captain. Skenario tersebut meliputi : anchor job, posisi push pull, barge towing, posisi side walking, dan posisi tie-in. Skenario-skenario tersebut disajikan melalui peta navigasi pergerakan laying vessel dalam format digital (.dwg), meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Anchor Job Pada kegiatan anchor job, harus memperhatikan bahaya-bahaya potensial terhadap pipa-pipa bawah laut yang telah terpasang sebelumnya (existing). Anchor job harus mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan UNCLOS mengenai prosedur penempatan jangkar terhadap pipa-pipa bawah laut di dasar laut, yaitu mengenai zona aman dalam penempatan jangkar berjarak minimum 200 meter dari pipa-pipa bawah laut existing untuk crowded area dan minimum 300 meter untuk open sea. Skenario anchor job tersebut divisualisasikan melalui peta-peta koordinat anchor intended dari Mariam 281 laying barge sepanjang jalur pipa bawah laut rencana Posisi Push Pull Merupakan posisi laying vessel pada zona dengan kedalaman laut minimun (dangkal) yang masih dapat dijangkau oleh draft laying vessel. Dalam posisi ini, dilakukan penyambungan pipa bawah laut dengan pangkal awal pulling head bergerak menuju onshore (MCOT landing point) dimana pulling head wire akan ditarik dengan bantuan back hoe (berada di onshore) sepanjang jalur pipa bawah laut rencana yang dimulai dari pipe joint #41 pada titik touchdown point (TDP) sekitar KP Raiser tank MCOT Pipa bergerak ke arah pantai (MCOT Landing Point) Stinger Arah pergerakkan pipa Gambar 2.9 Posisi push pull dan kondisi pulling head di MCOT [Dokumentasi proyek, 2007] 15

11 Selama posisi push pull tersebut, Mariam 281 barge mendrop jangkar no.7 dan 8 di MCOT (onshore) masing-masing dengan panjang wire ft dan ft. Koordinat-koordinat anchor deployed Mariam 281 barge disajikan menurut tabel sebagai berikut : Tabel 2.1 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi push pull Posisi Jangkar X (fte) Y (ftn) P Portside P P P S Starboard side S S S Barge Towing Barge towing dilakukan dengan mobilisasi dan demobilisasi barge yang dilakukan dengan kapal towing, meliputi rute-rute barge dari dermaga (jetty) ke posisi jalur konstruksi pipa bawah laut rencana maupun sebaliknya. Proses pengawasan navigasi rute barge diserahkan sepenuhnya pada kapten kapal yang bersangkutan dengan tetap dipandu oleh surveyor dalam hal pemilihan rute barge yang paling aman, yang dipandu melalui perangkat lunak Trimble HYDROpro. Kapal towing yang digunakan yaitu MV Dalini dan Oil Serve Alpha dari laut lepas menuju muara sungai maupun sebaliknya dan kapal-kapal towing kecil yang mereposisikan barge saat berada di muara sungai dari dan menuju jetty (mobilisasi dan demobilisasi). Gambar 2.10 Rute navigasi Mariam 281 barge menuju posisi push pull [ 2007] 16

12 2.5.4 Posisi Side Walking Merupakan skenario pergerakan Mariam 281 barge saat berada pada jalur pipa bawah laut di sekitar WLP-A platform. Dalam hal ini, Mariam barge harus berbelok berlawanan arah jalur pipa bawah laut rencana dan mereposisikan kembali pada jalur abandon pipe untuk mengambil kembali abandon pulling head yang telah diletakkan di dasar laut untuk selanjutnya disambungkan dengan pipa riser (dengan sistem davit) dengan jalur menuju WLP-A platform. Koordinat-koordinat anchor deployed Mariam disajikan menurut tabel sebagai berikut : Tabel 2.2 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi side walking Posisi Jangkar X (fte) Y (ftn) P Portside P P P S Starboard side S S S Posisi Tie-in Merupakan posisi laying vessel pada saat penyambungan abandon pipe dengan sistem davit. Dalam lingkup laut dangkal, posisi ini meliputi posisi tie-in terhadap dua segmen pipa (dua abandon pipe) dan posisi tie-in pada saat pemasangan pipa riser dengan jalur menuju WLP-A platform. Pada saat posisi tie-in di antara dua segmen pipa pada koordinat fte ; ftn, dilakukan kegiatan welding lengkap seperti halnya pada saat penyambungan pipa di setiap stasiun-stasiun laying vessel, hanya saja dalam hal ini kegiatan welding akan dilakukan pada platform tambahan (external platform) pada sisi starboard dari laying vessel. Sedangkan pada saat posisi tie-in di sekitar WLP-A platform, dilakukan penyambungan pipa riser terhadap satu abandon pipe. Semua posisi tie-in diatas memakai sistem davit dimana abandon pipe dan pipa riser dihubungkan ke setiap davit (Mariam 281 laying barge mempunyai enam davit) melalui choker sling. 17

13 Gambar 2.11 Posisi tie-in dengan sistem davit [Dokumentasi proyek, 2007] Pada posisi tie-in tersebut, Mariam barge menggunakan delapan jangkar untuk stabilitas barge dengan koordinat-koordinat jangkar disajikan menurut tabel berikut : Tabel 2.3 Koordinat-koordinat jangkar Mariam 281 barge posisi tie-in Posisi Jangkar X (fte) Y (ftn) P Portside P P P S Starboard side S S S Instalasi Pipa Riser di WLP-A Platform Desain instalasi pipa riser di platform akan berbeda antara pipa gas dan pipa minyak bawah laut. Perbedaan ini meliputi pertimbangan lamanya ketahanan operasional material konstruksi terhadap faktor hidrodinamik seperti gelombang laut, arus laut dan angin serta faktor internal dari pipa bawah laut tersebut seperti ketahanan terhadap suhu, berat submersible, tekanan luar, dan pipeline expansion (functional load). Instalasi segmen pipa riser terhadap pipa abandon yang dilakukan di WLP-A platform dilakukan dengan sistem laying side menggunakan davit-davit laying barge dengan prosedur desain dijelaskan menurut diagram sebagai berikut : 18

14 Diagram 2.2 Prosedur instalasi pipa riser [Dr Boyun Guo et al, 2005] Segmen pipa riser yang dikonstruksi secara garis besar dapat dijelaskan menurut gambar sebagai berikut : Gambar 2.12 Model instalasi pipa riser di WLP-A platform [Dr Boyun Guo et al, 2005] 19

15 Berikut menggambarkan suasana pada saat instalasi pipa riser di WLP-A platform : Gambar 2.13 Instalasi pipa riser di WLP-A platform [Dokumentasi proyek, 2007] 2.6 Analisis Hitungan Dalam Survei Konstruksi Selama kegiatan survei konstruksi berlangsung, dilakukan proses pemanduan pergerakan vessel dan laying barge (TDP monitoring) dengan melakukan analisis hitungan terhadap kemiringan dasar laut (gradien), analisis hitungan peletakan pipa, analisis hitungan terhadap distribusi jalur pipa bawah laut aktual dan analisis hitungan penentuan sudut belok segmen jalur pipa bawah laut rencana Analisis Hitungan Kemiringan Dasar Laut (Slope/Gradien) Dalam perhitungan nilai kemiringan dasar laut (gradien), parameter yang tersedia dari data hasil pemeruman (sounding) adalah nilai titik dalam ruang (x,y,z) yang merupakan nilai domain dari bidang pernukaan (dasar laut). Misalkan : Titik A (x a, y a, z a ) dan B (x b, y b, y b ) terletak pada suatu permukaan (yang mewakili morfologi dasar laut), maka kedudukan titik A dan B pada sistem koordinat kartesian tiga dimensi dapat diilustrasikan menurut sketsa sebagai berikut : 20

16 Gambar 2.14 Sketsa kedudukan titik A dan B pada suatu bidang permukaan Dalam pendekatan dalam dua dimensi, vektor r r 0 dengan titik sekutu (x, y) dan (x 0, y 0 ) dapat dirumuskan dalam persamaan bidang tangen pada permukaan sebagai berikut : r r 0 = i (x x 0 ) + j (y y 0 ), dapat ditulis dalam bentuk A = ia+jb maka kemiringan dasar laut (gradien) akan dapat dihitung dengan syarat nilainya terdefinisi untuk nilai a dan b 0 : x x0 y y0 a b atau y y x x 0 0 b a = tan θ...(1) dimana nilai a b = tan θ merupakan nilai kemiringan dasar laut (slope/gradien) Untuk pendekatan secara tiga dimensi, persamaan (1) diatas juga berlaku pada titik A (x a, y a, z a ) dan B (x b, y b, y b ) pada keadaan z z 0 = c dengan syarat a, b, c 0 menurut persamaan bidang tangen pada permukaan sebagai berikut : x x0 y y0 z z0 r r 0 = i (x x 0 ) + j (y y 0 ) + k (z z 0 ) atau a b c maka persamaan umum bidang tangen pada permukaan yang didapat adalah : a(x-x 0 ) + b(y-y 0 ) + c(z-z 0 ) = 0...(2) 21

17 2.6.2 Analisis Hitungan Peletakan Pipa Kendala dalam peletakan pipa bawah laut (laying problem) yang selama ini menjadi hambatan dan perlu diperhatikan dalam setiap pekerjaan konstruksi pipa bawah laut dapat dijelaskan menurut sketsa berikut : Permukaan air Engsel (Hinge) Pipa bawah laut Dasar laut Gambar 2.15 Permasalahan peletakan pipa bawah laut [Rienstra, 1987] Dari sketsa diatas dapat dijelaskan permasalahan peletakan pipa yang dihadapi sebagai berikut : Hubungan antara gaya equilibrium ( ) yang merupakan momen bending dari radius curvature dari pipa bawah laut, fungsi yields stress pipa (s), dan sudut yang dibentuk antara horizon dan tangent dari koordinat lokal s merupakan bentuk nondimensional menurut persamaan sebagai berikut : (ε/μ) 2 ψ ss = sin (ψ) (μs λ) cos (ψ)...(3) 2 Sepanjang interval [0,1], dimana : LQ / H, V / H, dan EIQ 2 = H 3 Keterangan : (s) H EI Q L V = Gaya equilibrium = Fungsi yields stress pipa bawah laut = Tension dengan arah horizontal = Flexural rigidity (stiffened catenary) = Berat pipa / unit panjang = Panjang pipa bebas (free pipe length) = Gaya reaksi dengan arah ke bawah (berimpit dengan garis gaya berat) 22

18 Permasalahan peletakan pipa bawah laut terjadi pada kondisi : ψ (0) = 0, ψ s (0) = 0, ψ s (1) = μ/r, d = d sh + r cos (ψ(1)) r cos (Ф)...(4) Sehingga untuk penyelesaian masalahnya harus tercapai syarat-syarat sebagai berikut: ψ (0) = 0, ψ s (0) = 0, ψ s (1) = 0, d = d sh + r cos (γ) r cos (Ф) (c rγ + rф) sin (γ)...(5) γ = arctan (μ λ) dimana : Keterangan : R = Radius stinger 1 D = L 0 r = RQ/H, d = DQ/H, d sh = D sh Q/H, c = CQ/H sin( ( s)) ds = Kedalaman ujung stinger (pipe end) terhadap dasar laut D sh = Tinggi engsel stinger (stinger hinge) terhadap dasar laut Ф = Sudut engsel stinger C γ = Panjang pipa bawah laut (diukur dengan acuan dari titik engsel stinger) = Sudut pipa bawah laut (pipeline angle) Hubungan persamaan yang sangat penting adalah pengintegralan dari persamaan (1), yang menunjukkan elastic free bending energy density, serta persamaan eksplisit yang dapat diturunkan dari hubungan d dan ψ (1) : 1 (ε/μ) 2 = 1 cos(ψ(1)) (μ λ) sin(ψ(1)) + d...(6) 2 Pada praktisnya di lapangan, offshore surveyor hanya akan menganalisis pengaruh faktor kedalaman laut terhadap kemiringan stinger pada saat peletakan pipa di dasar laut, menurut persamaan matematis sebagai berikut : Kedalaman TDP Stinger cos( 90 ) Kedalaman θ = arc sin...(7) TDP Stinger dimana θ merupakan sudut yang dibentuk antara engsel stinger terhadap MSL 23

19 2.6.3 Analisis Hitungan Distribusi Jalur Pipa Bawah Laut Hasil plotting distribusi koordinat jalur pipa bawah laut berdasarkan pergerakan barge pada titik touchdown point (TDP) akan menghasilkan distribusi koordinat yang patah -patah atau zig-zag. Oleh karena itu dalam proses penggambaran di AutoCAD agar distribusinya lebih smoothing dilakukan perhitungan penentuan titik tengah antara dua koordinat atau lebih (prinsip penentuan titik tengah pada suatu vektor), dapat diilustrasikan meurut grafik sebagai berikut : Grafik 2.1 Prinsip penentuan nilai titik tengah antara 2 vektor y 3 ( 3 x, y 3 ) y 2 ( 2 x, y 2 ) y 1 ( 1 x, y 1 ) x 1 x 2 x 3 Titik Tengah = X 2 ) ( Y, 2 ( X Y2 )...(8) dimana : (X 1,Y 1 ) = koordinat pipe joint 1, (X 2,Y 2 ) = koordinat pipe joint 2 Setelah didapatkan nilai-nilai titik tengah maka dihubungkan satu sama lain dengan garis sehingga hasil polyline yang didapatkan akan lebih smoothing dari keadaan semula. Prinsip penentuan nilai titik tengah antara 2 vektor ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil penggambaran distribusi jalur pipa bawah laut aktual yang lebih smoothing agar lebih estetis Analisis Hitungan Penentuan Sudut Belok Segmen Jalur Pipa Bawah Laut Rencana Nilai sudut belok pada segmen jalur pipa bawah laut rencana didasarkan pada spesifikasi natural bending yang diijinkan oleh field engineer dimana dalam setiap pendesainan jalur pipa bawah laut natural bending yang diijinkan (maksimum) adalah sebesar 1000 m (1 km). Nilai sudut belok tersebut dapat didekati dengan nilai sudut jurusan rata-rata ( ) antara titik-titik sampel sepanjang segmen belok dengan acuan terhadap arah utara sebenarnya (sumbu-y) atau sebesar - 90 dengan acuan terhadap sumbu-x dalam sistem koordinat kartesian dua dimensi. 24

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ

BAB IV ANALISIS. = = = = tan θ BAB IV ANALISIS Pada kajian ini dilakukan analisis terhadap kondisi dan konfigurasi dasar laut, desain dan perencanaan jalur pipa, peletakan pipa, distribusi jalur pipa bawah laut aktual dari pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rekayasa industri lepas pantai, peranan survei hidrografi sangat penting, baik dalam tahap perencanaan, tahap konstruksi maupun dalam tahap eksplorasi, seperti

Lebih terperinci

SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI

SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI (Studi Kasus : West Lutong and Kuala Baram Pipeline Replacement Project, PETRONAS Malaysia) TUGAS AKHIR Karya Tulis Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI

BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI BAB III METODE DAN ANALISIS INSTALASI 3.1 UMUM Metode instalasi pipeline bawah laut telah dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan pada saat proses instalasi berlangsung, ketersediaan dan

Lebih terperinci

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT Mulyadi Maslan Hamzah (mmhamzah@gmail.com) Program Studi Magister Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha

Lebih terperinci

BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI

BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI BAB III SURVEI KONSTRUKSI PIPA BAWAH LAUT DI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI Dalam survei konstruksi akan dilakukan kegiatan survei dan navigasi untuk memandu pergerakan barge baik dalam proses instalasi

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT

METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT BAB 4 METODE DAN ANALISIS INSTALASI PIPA BAWAH LAUT 4.1 Pendahuluan Semenjak ditemukanya ladang minyak di perairan dangkal di daerah Teluk Meksiko sekitar tahun 1940-an, maka berkembang teknologi instalasi

Lebih terperinci

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch

Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Analisa Resiko Penggelaran Pipa Penyalur Bawah Laut Ø 6 inch Oleh : NOURMALITA AFIFAH 4306 100 068 Dosen Pembimbing : Ir. Jusuf Sutomo, M.Sc Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Agenda Presentasi : Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

METODE DAN ANALISIS INSTALASI

METODE DAN ANALISIS INSTALASI 4 METODE DAN 4.1 Umum Setelah proses desain selesai, maka tahap selanjutnya dari proyek struktur pipa bawah laut adalah tahap instalasi pipa. Berbagai metode instalasi struktur pipa bawah laut telah dikembangkan

Lebih terperinci

NAJA HIMAWAN

NAJA HIMAWAN NAJA HIMAWAN 4306 100 093 Ir. Imam Rochani, M.Sc. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. ANALISIS PERBANDINGAN PERANCANGAN PADA ONSHORE PIPELINE MENGGUNAKAN MATERIAL GLASS-REINFORCED POLYMER (GRP) DAN CARBON STEEL BERBASIS

Lebih terperinci

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss...

2.5 Persamaan Aliran Untuk Analisa Satu Dimensi Persamaan Kontinuitas Persamaan Energi Formula Headloss... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN TUGAS SARJANA...ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS....iii HALAMAN PENGESAHAN.... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.....v HALAMAN PERSEMBAHAN....vi ABSTRAK...

Lebih terperinci

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Seminar Nasional Cendekiawan ke 3 Tahun 2017 ISSN (P) : 2460-8696 Buku 1 ISSN (E) : 2540-7589 FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD Fazri Apip Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH 4.1. Sistem Perpipaan 4.1.1. Lokasi Sistem Perpipaan Sistem perpipaan yang dianalisis sebagai studi kasus pada tugas akhir ini adalah sistem perpipaan milik Conoco

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling Presentasi Ujian Tugas Akhir Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Jarak antara Lay Barge dan Exit Point pada Instalasi Horizontal Directional Drilling Oleh : Triestya Febri Andini 4306100061 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI

BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI BAB III DATA DESAIN DAN HASIL INSPEKSI III. 1 DATA DESAIN Data yang digunakan pada penelitian ini adalah merupakan data dari sebuah offshore platform yang terletak pada perairan Laut Jawa, di utara Propinsi

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pipa penyalur (pipeline) merupakan sarana yang banyak digunakan untuk mentransmisikan fluida pada industri minyak dan gas (migas). Penggunaannya cukup beragam, antara

Lebih terperinci

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono Analisa Integritas Pipa milik Joint Operation Body Pertamina- Petrochina East Java saat Instalasi Oleh Alfariec Samudra Yudhanagara 4310 100 073 Dosen Pembimbing Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada diagram alir berikut: 74 dengan SMS Gambar 3.1 Diagram

Lebih terperinci

1 METODE DAN ANALISIS TIE IN

1 METODE DAN ANALISIS TIE IN 3 1 METODE DAN ANALISIS TIE IN 3.1 METODE TIE IN Tie in merupakan proses yang sangat penting dari rangkaian pekerjaan instalasi pipa lepas pantai. Sama halnya dengan proses penyambungan pipa yang lain,

Lebih terperinci

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT Diyan Gitawanti Pratiwi 1 Dosen Pembimbing : Rildova, Ph.D Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul )

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Indikator Layar ROV (Sumber: Rozi, Fakhrul ) BAB 4 ANALISIS 4.1. Penyajian Data Berdasarkan survei yang telah dilakukan, diperoleh data-data yang diperlukan untuk melakukan kajian dan menganalisis sistem penentuan posisi ROV dan bagaimana aplikasinya

Lebih terperinci

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER (Studi Kasus Crossing Pipa South Sumatera West Java (SSWJ) milik PT.Perusahaan Gas Negara (Persero)

Lebih terperinci

Tugas Akhir (MO )

Tugas Akhir (MO ) Company Logo Tugas Akhir (MO 091336) Aplikasi Metode Pipeline Integrity Management System pada Pipa Bawah Laut Maxi Yoel Renda 4306.100.019 Dosen Pembimbing : 1. Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D. 2. Ir.

Lebih terperinci

Perancangan Pipa Bawah Laut

Perancangan Pipa Bawah Laut MO091351 Perancangan Pipa Bawah Laut Pipeline Installation Oleh : Abi Latiful Hakim 4308100054 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI 10 NOPEMBER SURABAYA 2011 Pipeline

Lebih terperinci

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB 3 DESKRIPSI KASUS BAB 3 DESKRIPSI KASUS 3.1 UMUM Anjungan lepas pantai yang ditinjau berada di Laut Jawa, daerah Kepulauan Seribu, yang terletak di sebelah Utara kota Jakarta. Kedalaman laut rata-rata adalah 89 ft. Anjungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Offshore Pipeline merupakan pipa sangat panjang yang berfungsi untuk mendistribusikan fluida (cair atau gas) antar bangunan anjungan lepas pantai ataupun dari bangunan

Lebih terperinci

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA Armando Rizaldy 1, Hasan Ikhwani 2, Sujantoko 2 1. Mahasiswa

Lebih terperinci

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR II P3 PIPELINE STRESS ANALYSIS ON THE ONSHORE DESIGN

Lebih terperinci

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN Mohammad Iqbal 1 dan Muslim Muin, Ph. D 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-249 Analisis On-Bottom Stability dan Local Buckling: Studi Kasus Pipa Bawah Laut dari Platform Ula Menuju Platform Uw Clinton

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk BAB I PENDAHULUAN Sistem Perpipaan merupakan bagian yang selalu ada dalam industri masa kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk mentransportasikan fluida adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KE-2, KE-5, KE-6, KE-30, KE-23, KE-40, KE-32, KE-38A, PHE-38B, PHE-54,

BAB I PENDAHULUAN KE-2, KE-5, KE-6, KE-30, KE-23, KE-40, KE-32, KE-38A, PHE-38B, PHE-54, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah PT. Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PT. PHE WMO) merupakan anak perusahaan PT. Pertamina Hulu Energi (PT. PHE) dengan lokasi wilayah kerja di lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping.

BAB I PENDAHULUAN. Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di. Offshore, semuanya mempunyai dan membutuhkan Piping. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Didalam sebuah Plant, entah itu LNG Plant, Petrochemical Plant, Fertilizer Plant, Nuclear Plant, Geothermal Plant, Gas Plant, baik di On-Shore maupun di Offshore,

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-189 Analisis On-Bottom Stability Offshore Pipeline pada Kondisi Operasi: Studi Kasus Platform SP menuju Platform B1C/B2c PT.

Lebih terperinci

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut

OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OffPipe (Installation Analysis) Mata Kuliah pipa bawah laut OUTLINE Static Installation Dynamic Installation OffPipe (Static Analysis Pipeline Installation) Static Analysis Tahapan Input Gambar Creat New

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gas alam adalah bahan bakar fosil bentuk gas yang sebagian besar terdiri dari metana (CH4). Pada umumnya tempat penghasil gas alam berlokasi jauh dari daerah dimana

Lebih terperinci

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE DIAN FEBRIAN 4309 100 034 JURUSAN TEKNIK KELAUTAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE Nur Khusnul Hapsari 1 dan Rildova 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES

PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES PERHITUNGAN GAYA LATERAL DAN MOMEN YANG BEKERJA PADA JACKET PLATFORM TERHADAP GELOMBANG AIRY DAN GELOMBANG STOKES Selvina NRP: 1221009 Pembimbing: Olga Catherina Pattipawaej, Ph.D. ABSTRAK Aktivitas bangunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi:

BAB III METODOLOGI. Adapun yang termasuk dalam tahap persiapan ini meliputi: BAB III METODOLOGI 3.1 Tahap Persiapan Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai tahapan pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil simulasi model penjalaran gelombang ST-Wave berupa gradien stress radiasi yang timbul sebagai akibat dari adanya perubahan parameter gelombang yang menjalar memasuki perairan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-data Awal ( input ) untuk Caesar II Adapun parameter-parameter yang menjadi data masukan (di input) ke dalam program Caesar II sebagai data yang akan diproses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Indonesia adalah salah satu negara penghasil minyak bumi. Eksplorasi minyak bumi yang dilakukan di Indonesia berada di daratan, pantai dan lepas pantai. Eksplorasi ini terkadang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini akan dilakukan analisis studi kasus pada pipa penyalur yang dipendam di bawah tanah (onshore pipeline) yang telah mengalami upheaval buckling. Dari analisis ini nantinya

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK Muhammad Aldi Wicaksono 1) Pembimbing : Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM Gilang Muhammad Gemilang dan Krisnaldi Idris, Ph.D Program Studi Sarjana Teknik Kelautan, FTSL, ITB gmg_veteran@yahoo.com Kata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Diagram Alir Penyusunan Laporan Tugas Akhir Langkah-langkah secara umum yang dilakukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini dapat dilihat pada diagram alir

Lebih terperinci

Sistem Offloading Antara FPSO dan Tanker

Sistem Offloading Antara FPSO dan Tanker Sistem Offloading Antara FPSO dan Tanker Aditya Hasmi Nurreza 4312100075 1. PENDAHULUAN Floating Production Storage & Offloading (FPSO) didefinisikan sebagai kapal apung yang digunakan oleh industri lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber energi utama dunia yang dibentuk dari proses geologi yang sama. Sehingga, minyak dan gas bumi sering ditemukan pada

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN Tujuan pembahasan analisis pelaksanaan perencanaan alur pelayaran untuk distribusi hasil pertambangan batubara ini adalah untuk menjelaskan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik. dan efisien. Pada industri yang menggunakan pipa sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong terciptanya suatu sistem pemipaan yang memiliki kualitas yang baik dan efisien. Pada industri yang menggunakan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA

BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA BAB 4 EVALUASI DAN ANALISA DATA Pada bab ini akan dibahas tentang evaluasi dan analisa data yang terdapat pada penelitian yang dilakukan. 4.1 Evaluasi inverse dan forward kinematik Pada bagian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN 5.1 URAIAN UMUM Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proyek. Hal ini membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan

Lebih terperinci

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan

Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Bab 4 Pemodelan Sistem Perpipaan dan Analisis Tegangan Pada bab ini akan dilakukan pemodelan dan analisis tegangan sistem perpipaan pada topside platform. Pemodelan dilakukan berdasarkan gambar isometrik

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Seiring dengan semakin meningkatnya kebutuhan minyak, maka berbagai cara dilakukan untuk dapat menaikkan produksi minyak, adapun beberapa cara yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum Minyak bumi, gas alam, logam merupakan beberapa contoh sumberdaya mineral yang sangat penting dan dibutuhkan bagi manusia. Dan seperti yang kita ketahui, negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III 3.1 Tinjauan Umum Dalam penulisan laporan Tugas Akhir memerlukan metode atau tahapan/tata cara penulisan untuk mendapatkan hasil yang baik dan optimal mengenai pengendalian banjir sungai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah lautannya sebesar 2/3 (dua per tiga) dari luas wilayah Indonesia.wilayah laut Indonesia mengandung potensipotensi

Lebih terperinci

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP

ANDHIKA HARIS NUGROHO NRP LABORATORIUM KEANDALAN DAN KESELAMATAN JURUSAN TEKNIK SISTEM PERKAPALAN FAKULTAS TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER ANALISIS TEGANGAN TERHADAP RISIKO TERJADINYA BUCKLING PADA PROSES

Lebih terperinci

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi 1 Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Muhammad S. Sholikhin, Imam Rochani, dan Yoyok S. Hadiwidodo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Perhitungan Ketebalan Minimum ( Minimum Wall Thickess) Dari persamaan 2.13 perhitungan ketebalan minimum dapat dihitung dan persamaan 2.15 dan 2.16 untuk pipa bending

Lebih terperinci

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN Ahmad Syafiul Mujahid 1), Ketut Buda Artana 2, dan Kriyo Sambodo 2) 1) Jurusan Teknik Sistem dan Pengendalian

Lebih terperinci

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline

Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline Sidang Tugas Akhir Analisa Pemasangan Ekspansi Loop Akibat Terjadinya Upheaval Buckling pada Onshore Pipeline HARIONO NRP. 4309 100 103 Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ir. Handayanu, M.Sc 2. Yoyok Setyo H.,ST.MT.PhD

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus

TUGAS AKHIR. Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus TUGAS AKHIR Analisa Kekuatan Sambungan Pipa Yang Menggunakan Expansion Joint Pada Sambungan Tegak Lurus Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun Oleh

Lebih terperinci

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam

Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam SIDANG TUGAS AKHIR TM091476 Rancang Bangun Sistem Chassis Kendaraan Pengais Garam Oleh: AGENG PREMANA 2108 100 603 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di perairan laut Utara Jawa atau perairan sekitar Balikpapan, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di perairan laut Utara Jawa atau perairan sekitar Balikpapan, terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di perairan laut Utara Jawa atau perairan sekitar Balikpapan, terdapat beberapa bangunan yang berdiri di tengah lautan, dengan bentuk derek-derek ataupun bangunan

Lebih terperinci

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D.

Dosen Pembimbing: 1. Ir. Imam Rochani, M.Sc. 2. Ir. Handayanu, M.Sc., Ph.D. Sidang Tugas Akhir (P3) Surabaya, 7 Agustus 2014 PERANCANGAN RISER DAN EXPANSION SPOOL PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS KILO FIELD PT. PERTAMINA HULU ENERGI OFFSHORE NORTHWEST JAVA Oleh: Hidayat Wusta Lesmana

Lebih terperinci

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis

B.1. Menjumlah Beberapa Gaya Sebidang Dengan Cara Grafis BAB II RESULTAN (JUMLAH) DAN URAIAN GAYA A. Pendahuluan Pada bab ini, anda akan mempelajari bagaimana kita bekerja dengan besaran vektor. Kita dapat menjumlah dua vektor atau lebih dengan beberapa cara,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.3 Pemodelan pada Caesar 5.1 Pembuatan model dengan variasi tersebut langsung dibuat pada Caesar 5.1 mengingat bentuk yang ada adalah pipeline. 1. Pemodelan Hal-hal yang diperlukan dalam pemodelan pipeline

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II

TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II TUGAS AKHIR PIPELINE STRESS ANALYSIS TERHADAP TEGANGAN IJIN PADA PIPA GAS ONSHORE DARI TIE-IN SUBAN#13 KE SUBAN#2 DENGAN PENDEKATAN CAESAR II Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata

Lebih terperinci

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu

TIPE DERMAGA. Dari bentuk bangunannya, dermaga dibagi menjadi dua, yaitu DERMAGA Peranan Demaga sangat penting, karena harus dapat memenuhi semua aktifitas-aktifitas distribusi fisik di Pelabuhan, antara lain : 1. menaik turunkan penumpang dengan lancar, 2. mengangkut dan membongkar

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUKURAN KONSTRUKSI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI MENGGUNAKAN LASER SCANNER

BAB 4 PENGUKURAN KONSTRUKSI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI MENGGUNAKAN LASER SCANNER BAB 4 PENGUKURAN KONSTRUKSI ANJUNGAN MINYAK LEPAS PANTAI MENGGUNAKAN LASER SCANNER 4.1 Definisi Anjungan Minyak Lepas Pantai (Offshore Oil Platform) Oil platform adalah sebuah bangunan struktur besar yang

Lebih terperinci

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT Aninda Miftahdhiyar 1) dan Krisnaldi Idris, Ph.D 2) Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z PENGARUH KICK OFF POINT TERHADAP PERENCANAAN LINTASAN PEMBORAN BERARAH PADA SUMUR W, X, Y, Z Fernandi Kesuma Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti Email

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan.

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Perhitungan dan Analisa Tegangan 4.1.1 Perhitungan Ketebalan Minimum Ketebalan pipa dapat berbeda-beda sesuai keadaan suatu sistem perpipaan. Perbedaan ketebalan pipa

Lebih terperinci

PENGGANTIAN FLARE TIP DENGAN METODA CRANELESS

PENGGANTIAN FLARE TIP DENGAN METODA CRANELESS PENGGANTIAN FLARE TIP DENGAN METODA CRANELESS Oleh : Heru Suryo Wibowo, dkk STAR ENERGY (KAKAP) Ltd. Gdg Wisma Mulia Lt.50 Jl. Gatot Subroto Kav.42 Jakarta 12710 ABSTRAK Sebagaimana diketahui secara umum

Lebih terperinci

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan...

2.6. Pengaruh Pemecah Gelombang Sejajar Pantai / Krib (Offshore Breakwater) terhadap Perubahan Bentuk Garis Pantai Pada Pantai Pasir Buatan... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... ii PERNYATAAN... iv PRAKATA... v DAFTAR ISI...viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR

BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR Penyusunan RKS Perhitungan Analisa Harga Satuan dan RAB Selesai Gambar 3.1 Flowchart Penyusunan Tugas Akhir BAB IV ALTERNATIF PEMILIHAN BENTUK SALURAN PINTU AIR 4.1 Data - Data Teknis Bentuk pintu air

Lebih terperinci

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik. Analisa Scouring Pipa Bawah Laut Kodeco Jalur Poleng-Gresik Dengan Variasi Tipe Tanah (Adi Nugroho 1), Wahyudi 2), Suntoyo 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Jurusan

Lebih terperinci

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP

Tugas Akhir KL 40Z0 Penilaian Resiko Terhadap Pipa Bawah Laut Dengan Sistem Skoring BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penilaian resiko dilakukan pada tiap zona yang sudah dispesifikasikan. Peta resiko menggunakan sistem skoring yang diperkenalkan oleh W Kent Muhlbauer dengan bukunya yang berjudul

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI

SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI SPESIFIKASI PEKERJAAN SURVEI HIDROGRAFI Jurusan Survei dan Pemetaan UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Spesifikasi Pekerjaan Dalam pekerjaan survey hidrografi, spesifikasi pekerjaan sangat diperlukan dan

Lebih terperinci

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Bab III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alur Diagram alur perhitungan struktur dermaga dan fasilitas Perencanaan Dermaga Data Lingkungan : 1. Data Topografi 2. Data Pasut 3. Data Batimetri 4. Data Kapal

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN

BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN BAB III PERENCANAAN PERAIRAN PELABUHAN III.1 ALUR PELABUHAN Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke dalam kolam pelabuhan. Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Gambar Garis Jalur Rencana Pipa

BAB 4 ANALISIS. Gambar 4.1 Gambar Garis Jalur Rencana Pipa BAB 4 ANALISIS Berdasarkan tujuan dari tugas akhir ini yaitu menganalisis perbedaan yang terdapat pada posisi awal rencana dari peletakan pipa bawah laut dan posisi aktual dari pipa bawah laut yang diletakkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Program Abandontment and Site Restoration (ASR)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1.Program Abandontment and Site Restoration (ASR) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Program Abandontment and Site Restoration (ASR) Pada sebagian besar sejarah dari industri minyak dan gas di lepas pantai (offshore), pembongkaran fasilitas (facility decommissioning)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam aplikasi sistem perpipaan seperti pada proses kimia, proses produksi dan distribusi minyak dan gas sering dijumpai junction (percabangan). Ketika aliran dua fase

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan Latar Belakang

Bab I Pendahuluan Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sistem pemanas dengan prinsip perpindahan panas konveksi, konduksi dan radiasi adalah teknologi yang umum kita jumpai dalam kehidupan seharihari, baik alat pemanas

Lebih terperinci

III - 1 BAB III METODOLOGI

III - 1 BAB III METODOLOGI III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 Bagan Alir Pengerjaan Tugas Akhir Proses pengerjaan Tugas Akhir dilakukan dengan langkah pengerjaan secara garis besar dijelaskan seperti gambar flowchart dibawah ini : Mulai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Batimetri Selat Sunda Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan bentuk konfigurasi dasar laut dinyatakan dengan angka-angka suatu kedalaman dan garis-garis yang mewakili

Lebih terperinci

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check

Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check 1 Optimasi Konfigurasi Sudut Stinger dan Kedalaman Laut dengan Local Buckling Check Desak Made Ayu, Daniel M. Rosyid, dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL Kenindra Pranidya 1 dan Muslim Muin 2 Program Studi Teknik Kelautan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl Ganesha 10 Bandung 40132

Lebih terperinci

BAB. V PELAKSANAAN PEKERJAAN V. 1. Uraian Umum Tahap pelaksanaan pekerjaan merupakan tahap yang sangat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek. Hal ini membutuhkan pengaturan serta pengawasan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dunia industri terutama industri kimia dan perminyakan banyak proses yang berhubungan dengan perubahan satu material ke material yang lain baik secara kimia maupun

Lebih terperinci

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL 1 ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL Muhammad R. Prasetyo, Wisnu Wardhana, Handayanu Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION

RISK BASED UNDERWATER INSPECTION Bab 4 RISK BASED UNDERWATER INSPECTION 4.1 Pendahuluan Dalam laporan tugas akhir ini area platform yang ditinjau berada di daerah laut jawa dimana pada area ini memiliki 211 platform yang diantaranya terdapat

Lebih terperinci

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline

Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline Bab V Analisis Tegangan, Fleksibilitas, Global Buckling dan Elekstrostatik GRP Pipeline 5.1 Analisis Tegangan dan Fleksibilitas Analisis tegangan dan fleksibilitas pipeline ini dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi

Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi 1 Analisa Integritas Pipa Milik Joint Operation Body Saat Instalasi Alfaric Samudra Yudhanagara (1), Ir. Imam Rochani, M.Sc (2), Prof. Ir. Soegiono (3) Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut

Lebih terperinci

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PEGAMBILA DA PEGOLAHA DATA Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi dua aspek, yaitu pengamatan data muka air dan pengolahan data muka air, yang akan dibahas dibawah ini sebagai

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Data-Data Awal Analisa Tegangan Berikut ini data-data awal yang menjadi dasar dalam analisa tegangan ini baik untuk perhitungan secara manual maupun untuk data

Lebih terperinci