BAGIAN I. Ringkasan Eksekutif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAGIAN I. Ringkasan Eksekutif"

Transkripsi

1 BAGIAN I Ringkasan Eksekutif Anoa merupakan salah satu satwa endemik Indonesia. Terdistrbusi hampir di seluruh semenanjung utama di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton. Spesies Anoa yang diakui saat ini terdiri atas dua spesies yaitu Anoa dataran rendah atau Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) dan Anoa gunung atau Mountain Anoa (Bubalus quarlessi). Jumlah populasi Anoa di habitat alaminya diperkirakan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data IUCN Red List 2009 diperkirakan populasi Anoa di seluruh Sulawesi tidak lebih dari individu. Penurunan jumlah populasi Anoa di habitat alam lebih besar disebabkan oleh perburuan liar maupun perdagangan illeggal dan tidak menutup kemungkinan penurunan juga disebabkan oleh perubahan hutan sebagai habitat Anoa menjadi peruntukan lain. Fragmentasi habitat dan penyempitan lahan hutan menyebabkan Anoa hidup dalam kantong-kantong hutan yang tersisa. Sementara untuk mempertahankan variasi genetik dari berbagai ancaman termasuk perubahan lingkungan diperlukan populasi yang cukup besar. Populasi kecil sangat rentan terhadap kepunahan, wabah penyakit maupun bencana. Permasalahan juga terjadi pada Anoa yang berada di lembaga-lembaga konservasi baik di Indonesia dan luar negeri. Kecilnya jumlah populasi Anoa yang dipelihara dan lamanya proses reproduksi menyebabkan perkawinan antar kerabat (inbreeding) pada Anoa yang dipelihara secara Ex-Situ tidak dapat terhindarkan. Berdasarkan data yang terhimpun sampai dengan 20 Februari 2011, tercatat sebanyak 20 individu anoa berada di Lembaga Konservasi di Indonesia, 15 individu anoa berada di institusi pemerintah (BKSDA dan Perguruan Tinggi) dan masyarakat. Dengan demikian tercatat sebanyak 35 individu Anoa yang dipelihara secara Ex-Situ, namun data ini belum termasuk enam individu Anoa yang dipelihara di Balai Penelitian Kehutanan Manado. Untuk menjawab tantangan tersebut, Balai Penelitian Kehutanan Manado bekerjasama dengan beberapa instansi terkait yang bergerak di bidang konservasi Anoa serta berdasarkan mandat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. 54 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Konservasi Anoa maka dilakukan pertemuan pembentukan Pemerhati Anoa yang mengemban tugas utama dalam mengawal Implementasi Road Map Pusat Kajian Anoa

2 BAGIAN I Ringkasan Eksekutif Anoa merupakan salah satu satwa endemik Indonesia. Terdistrbusi hampir di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton. Spesies Anoa yang diakui saat ini terdiri atas dua spesies yaitu Anoa dataran rendah atau Lowland Anoa (Bubalus depressicornis) dan Anoa gunung atau Mountain Anoa (Bubalus quarlessi). Jumlah populasi Anoa di habitat alaminya diperkirakan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data IUCN Red List 2009 diperkirakan populasi Anoa di seluruh Sulawesi tidak lebih dari individu. Penurunan jumlah populasi Anoa di habitat alam lebih besar disebabkan oleh perburuan liar maupun perdagangan ileggal dan tidak menutup kemungkinan penurunan juga disebabkan oleh perubahan hutan sebagai habitat Anoa menjadi peruntukan lain. Fragmentasi habitat dan penyempitan lahan hutan menyebabkan Anoa hidup dalam kantong-kantong hutan yang tersisa. Sementara untuk mempertahankan variasi genetik dari berbagai ancaman termasuk perubahan lingkungan diperlukan populasi yang cukup besar. Populasi kecil sangat rentan terhadap kepunahan, wabah penyakit maupun bencana. Permasalahan juga terjadi pada Anoa yang berada di lembaga-lembaga konservasi baik di Indonesia dan luar negeri. Kecilnya jumlah populasi Anoa yang dipelihara dan lamanya proses reproduksi menyebabkan perkawinan antar kerabat (inbreeding) pada Anoa yang dipelihara secara ex situ tidak dapat terhindarkan. Untuk menjawab tantangan tersebut, Balai Penelitian Kehutanan Manado bekerjasama dengan beberapa instansi terkait yang bergerak di bidang konservasi Anoa serta berdasarkan mandat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. 54 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Konservasi Anoa maka dilakukan pertemuan pembentukan Forum Anoa yang mengemban tugas utama dalam mengawal Implementasi Road Map Pusat Kajian Anoa

3 BAGIAN II Pendahuluan Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) dan Anoa dataran tinggi (Bubalus quarlessi) adalah dua spesies endemik di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton serta merupakan flagship species yang menjadi simbol untuk meningkatkan kesadaran konservasi serta menggalang partisipasi semua pihak dalam aksi konservasi. Kelestarian Anoa juga menjamin kelestarian hutan yang menjadi habitatnya maupun kelestarian makhluk hidup lainnya. Sebagai mamalia terbesar di Sulawesi, Anoa dinilai memiliki potensi besar menjadi ikon pariwisata Indonesia. Anoa sebagai logo daerah di Propinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu bentuk dukungan politis dari pemerintah. Anoa adalah satwa soliter dan agresif. Satwa ini memiliki kesulitan untuk dilakukan domestikasi meskipun telah dipelihara selama bertahun-tahun. Sifat agresif muncul pada saat birahi, induk yang memiliki anak atau pertemuan antara Anoa jantan, tidak sedikit yang menyebabkan kematian karena pertarungan. Perkembangbiakannya pun termasuk sulit karena hanya melahirkan satu anak saja dengan masa kebuntingan kurang lebih 9-10 bulan. Masa produktif Anoa diperkirakan sampai pada umur 20 tahun. Dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Anoa termasuk dalam status satwa dilindungi sejak tahun Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.54/Menhut-II/2013 yang berisi tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis dan Bubalus quarlesi) Di dalamnya diatur bahwa untuk mewujudkan populasi Anoa yang stabil dan terjadi peningkatan di kawasan-kawasan yang telah diprioritaskan sebagai habitat alaminya disusun beberapa program kegiatan yang diharapkan dapat terlaksana dalam 10 tahun kedepan diantaranya : pengendalian perburuan dan perdagangan ileggal, pengelolaan populasi di alam, pengelolaan habitat, pembangunan sistem pangkalan data dan pendukung keputusan, peningkatan peran Lembaga Konservasi, pendidikan dan pelatihan staf pelaksanan, LSM dan masyarakat sekitar, kerjasama dan kemitraan dan pendanaan yang berkelanjutan. Oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) Red List Edisi tahun 2011, Anoa dikategorikan Endangered Species atau satwa langka. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna dan Flora) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar menempatkan Anoa ke dalam Appendix I yang berarti satwa tersebut terancam dalam segala bentuk perdagangan internasional secara komersil. Hasil penelitian terkini menunjukkan bahwa di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton sedikitnya terdapat empat sub spesies populasi Anoa yang memiliki variasi genetik yang berbeda yaitu bagian Utara, Tengah, dan Tenggara dan satu sub populasi di Pulau Buton. Sehingga upaya mengkonservasi Anoa setidaknya dapat dilakukan 3

4 dengan mewakili dari masing-masing sub populasi tersebut. Ditetapkan sebanyak 14 kawasan yang menjadi prioritas utama untuk pengelolaan populasi dan habitat anoa di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton. 14 kawasan prioritas tersebut meliputi : Bogani Nani Wartabone dan Pegunungan Sojol Nantu (Sulawesi bagian Utara dan Gorontalo), Lore Lindu, Morowali, Bakiriang, Lombuya (Sulawesi bagian Tengah dan Timur), Pegunungan Latimojong dan Pegunungan Takolekaju (Sulawesi bagian Barat), Tanjung Peropa, Pegunungan Mekongga, Pegunungan Verbek, Rawa Aopa Watu Mohai (Sulawesi Bagian Tenggara), Lambusango dan Buton utara (Pulau Buton) (Permenhut, 2013). Kegiatan pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilakukan di dalam kawasan (In-Situ) maupun di luar kawasan (Ex-Situ). Pelestarian In-Situ dapat dilaksanakan dengan menjaga populasi Anoa di alam beserta habitatnya. Sedangkan konservasi Ex- Situ Anoa dilaksanakan di luar habitat alami seperti kebun binatang, taman safari, pusat penyelamatan satwa dan lembaga konservasi yang ditunjuk. Sebagai upaya pendataan Anoa yang berada di luar habitat alaminya telah ditetapkan studbook keeper nasional untuk Anoa yaitu Taman Safari Indonesia. Hingga 20 Februari 2011 tercatat sebanyak kurang lebih 188 Anoa berada di lembaga konservasi baik di dalam maupun luar negeri dan yang dipelihara oleh masyarakat. Frankham et al. (2002) yang diacu dalam Permenhut No. 54 tahun 2013 menjelaskan bahwa populasi Anoa yang dikelola secara Ex-Situ harus tetap viable dengan adanya intergrasi antara lembaga nasional dan internasional dengan tujuan untuk mendapatkan 90% keragaman genetik dalam kurun waktu paling tidak 100 tahun ke depan. Oleh karena itu kerjasama antara lembaga-lembaga konservasi nasional dan internasional sangat penting dalam mengelola populasi Anoa di luar kawasan/ Ex-Situ. Maksud dan Tujuan Maksud disusunnya Road Map Pusat Kajian Anoa ini adalah sebagai pedoman dan arahan kegiatan penelitian dan pengembangan konservasi Ex-Situ Anoa bagi Balai Penelitian Kehutanan Manado selaku Unit Pelaksana Teknis dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan para pihak terkait yaitu pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, lembaga konservasi tingkat nasional dan internasional, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat lokal, dan penyandang dana selama kurun waktu 20 tahun. Tujuan disusunnya Road Map ini adalah meningkatkan populasi Anoa sampai dengan tahun 2036 melalui pelaksanaan program konservasi yang secara aktif melibatkan multi pihak yang diinisiasi oleh Balai Penelitian Kehutanan Manado dalam program kegiatan Breeding Center, Rehabilitasi dan Pelepasliaran (Release), Kerjasama dengan Lembaga-Lembaga Konservasi, Domestikasi dan Penyuluhan tentang Save the Anoa. Keberhasilan perkembangbiakan Anoa di lembaga penangkaran diharapkan mampu meningkatkan populasi Anoa baik itu di luar maupun di dalam habitat alaminya. 4

5 Ruang Lingkup Ruang lingkup Road Map Pusat Kajian Anoa ini mencakup kegiatan Breeding Center, Rehabilitasi dan Pelepasliaran (Release), Kerjasama dengan Lembaga-Lembaga Konservasi, Domestikasi dan Penyuluhan tentang Save the Anoa. 5

6 BAGIAN III Dasar Pemikiran Roadmap Pusat Kajian Anoa Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Arahan Kebijakan dan Strategi Nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan bahwa Anoa menjadi salah satu prioritas satwa terancam punah (sesuai The IUCN Red List of Threatened Species). Program peningkatan populasi menurut Renstra Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah sebesar 10% sesuai baseline data tahun Peraturan Menteri Kehutanan Tahun 2013 No. 54 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Anoa Tahun Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 Tahun 2005 tentang Penangkaran Tumbuhan dan Satwa Liar dan No. 64 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan No. 19 Tahun 2005 Peraturan Menteri Kehutanan Tahun 2013 No. 31 Tahun 2012 tentang Lembaga Konservasi 6

7 BAGIAN IV Program Program dan Kegiatan : 1. Program Breeding Centre Balai Penelitian Kehutanan Manado dilakukan melalui kegiatan keragaman genetik Anoa di penangkaran BPK Manado, monitoring dan pengaturan perkawinan alami dan reproduksi buatan, penyediaan sarana dan prasarana pendukung, pelatihan/peningkatan kualitas SDM dalam pengelolaan konservasi Anoa, Diseminasi hasil-hasil penelitian konsevasi Ex-Situ anoa dan program breeding Anoa 2. Program rehabilitasi dan pelepasliaran Anoa ke habitat alam dilakukan melalui kegiatan penyelamatan terhadap Anoa yang dipelihara secara ileggal, penyusunan prosedur pelepasliaran Anoa, pembangunan unit rehabilitasi Anoa di kawasan prioritas konservasi Anoa di Sulawesi (Sulawesi bagian Utara dan Gorontalo, Sulawesi bagian Tengah dan Timur, Sulawesi bagian Barat, Sulawesi bagian Tenggara, dan Pulau Buton). 3. Program kerjasama dengan lembaga-lembaga konservasi dilakukan melalui kegiatan sharing informasi Anoa dengan lembaga konservasi, sharing materi genetik Anoa dengan lembaga konservasi, sharing keturunan Anoa (F2) hasil penangkaran dengan lembaga konservas. 4. Program Domestikasi Anoa yang dilakukan merupakan program pra domestikasi anoa, program tersebut meliputi kegiatan manajemen kandang, manajemen pakan, kesehatan dan reproduksi, penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) pemeliharaan Anoa sebagai hewan ternak dan kajian sosial ekonomi masyarakat di 14 kawasan prioritas. 5. Program Penyuluhan tentang Konservasi Anoa dilakukan melalui kegiatan penyuluhan konservasi Anoa di sekitar kawasan konservasi, pendidikan konservasi. 1. Program Breeding Centre Balai Penelitian Kehutanan Manado Keanekaragaman hayati pada prinsipnya memiliki tiga tingkatan yaitu ekosistem, jenis dan genetik. Tingkatan ekosistem adalah tempat dimana spesies-spesies hidup dan komunitas berada serta mengalami interaksi antar spesies. Tingkatan spesies merupakan kumpulan individu-individu yang secara morfologi, fisiologi atau biokimia berbeda dengan kelompok-kelompok lain dengan ciri-ciri tertentu. Tingkatan genetik merupakan tingkatan yang dapat membedakan individu-individu dalam suatu populasi. 7

8 Upaya pelestarian keanekaragaman hayati dilakukan melalui konservasi In-Situ dan konservasi Ex-Situ. Konservasi In Situ merupakan konservasi kehati yang dilakukan dalam lingkungan/habitat alaminya. Sedangkan konservasi Ex-Situ adalah konservasi kehati yang dilakukan di luar habitat alaminya. Menurut Yudhohartono (2008) dalam upaya konservasi kehati secara Ex-Situ pada suatu jenis tertentu baik satwa maupun tumbuhan ada beberapa pertimbangan yang sangat penting yaitu : sebagai back up konservasi In-Situ; menjamin luasnya keragaman (fenotipe dan genotipe) dari jenis yang dikonservasi serta mengelola regenerasi dari suatu jenis di luar sebaran alaminya dengan lebih terkontrol. Program Anoa Breeding Centre Balai Penelitian Kehutanan Manado merupakan salah satu kegiatan untuk mendukung konservasi Ex-Situ Anoa di Indonesia. Tahun 2012, Balai Penelitian Kehutanan Manado menerima tiga ekor Anoa betina dewasa yang merupakan hasil sitaan dari Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sulawesi Utara dari masayarakat. Tahun 2013 jumlah Anoa di BPK Manado bertambah dengan datangnya satu ekor Anoa jantan yang merupakan hasil penyerahan secara sukarela dari masyarakat Bolaang Mongondow Utara yang diberikan kepada Balai Penelitian Kehutanan Manado untuk dipelihara dan sebagai bahan penelitian dalam berbagai aspek terutama yang mendukung perkembangbiakan. Bulan Februari 2015, penangkaran Anoa BPK Manado diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan nama Anoa Breeding Centre. Kunjungan Menteri Kehutanan Zulkifli H (2012) Peresmian Anoa Breeding Centre (2015) Di tahun yang sama kembali Anoa Breeding Centre menerima satu Anoa jantan yang berasal dari hutan Bolaang Mongondow Utara dan satu Anoa betina asal Gorontalo. Sehingga jumlah Anoa yang dipelihara di Anoa Breeding Centre BPK Manado saat ini berjumlah enam ekor dengan perbandingan jantan:betina adalah 2:4. 8

9 Anoa yang terdapat pada Anoa Breeding Centre BPK Manado dapat dilihat pada gambar berikut : Manis (Betina Dewasa) Bubalus spp. Asal : Palu (Sulawesi Tengah) Perkiraan umur saat datang : 3 tahun (2012) Ana (Betina Dewasa) Bubalus spp. Asal : Palu (Sulawesi Tengah) Perkiraan umur saat datang : 1,5 tahun (2012) Rambo (Jantan Dewasa) B. Depresicornis Asal : Toli-toli (Buol) Perkiraan umur saat datang : 2 tahun (2013) Denok (Betina Dewasa) - B. depresicornis Asal : Palu (Sulawesi Tengah) Perkiraan umur saat datang : 2 tahun (2012) Rocky (Jantan) Asal : Bolaang Mongondow Utara (Sulut) Perkiraan umur saat datang : 1,5 tahun (2015) Rita (Betina) Asal : Gorontalo Perkiraan umur saat datang : 1,5 tahun (2015) 9

10 Dalam upaya konservasi Ex-Situ, kesejahteraan satwa harus menjadi prioritas utama. Penyediaan sarana kandang mulai dibangun sejak tahun 2012 sebagai titik awal dimulainya kegiatan konservasi Ex-Situ Anoa di BPK Manado. Fasilitas kandang yang tersedia saat ini adalah kandang individu Anoa berjumlah enam kandang yang masingmasing dilengkapi dengan tempat pakan, minum, kubangan dan shelter. Tahun 2015 Breeding Center Anoa menerima bantuan dari PT. Cargill berupa kandang Anoa yang saat ini masih dalam proses pembangunan. A B C D Keterangan : A dan B C D : tempat minum dan pakan : tempat berkubang : kandang Selain penyediaan sarana dan prasarana, konservasi Ex-Situ Anoa didukung oleh kegiatan-kegiatan penelitian. Berbagai aspek kajian tentang Anoa yang telah dan akan dilakukan di BPK Manado terkait dengan penangkaran Anoa hingga saat ini terdiri atas preferensi pakan yang tersedia dan kebutuhan pakan harian (2012 dan 2013); Perilaku Anoa di kadang penangkaran (2013); Siklus reproduksi Anoa betina untuk kajian pendahuluan teknik IB (2013); Ektoparasit dan Endoparasit pada Anoa di kandang penangkaran (2014); Perilaku seksual dan Program Perkawinan pada Anoa ( termasuk analisis keragaman genetik yang akan menjadi dasar dalam proses perkembangbiakan. 2. Program Rehabilitasi dan Pelepasliaran Anoa ke Habitat Alami Perburuan liar, perdagangan, deforestasi, kegiatan pertambangan dan beberapa faktor lain telah banyak menekan populasi Anoa di habitat alaminya. Penegakan hukum adalah salah satu bentuk usaha dalam konservasi Anoa yaitu melalui penyitaan yang dipelihara secara illegal. Anoa yang telah disita terkadang menimbulkan masalah baru seperti perawatannya dan tindakan selanjutnya yang harus diambil untuk 10

11 menyelamatkan satwa tersebut. Oleh karena itu program rehabilitasi dan pelepasliaran kembali Anoa hasil sitaan untuk mendukung penegakan hukum dan usaha konservasi Anoa. Sebelum individu dilepasliarkan diperlukan adanya upaya rehabilitasi agar Anoa yang akan dilepaskan dalam kondisi sehat serta memiliki kemampuan untuk hidup mandiri di alam. Program pelepasliaran (return to the wild) merupakan suatu usaha untuk mengintroduksi satwa-satwa hasil tangkapan atau penyerahan masyarakat maupun hasil penangkaran yang telah memenuhi persyaratan. Merujuk pada opsi yang diusulkan oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) program pelepasliaran merupakan program yang lebih dapat diterima oleh kalangan umum dibandingkan dengan dua opsi lainnya yaitu pengandangan (captive) dan peniduran (euthanasia). Program pelepasliaran merupakan program yang sangat kompleks sehingga keberhasilannya memerlukan strategi dan metode yang tepat. Terdapat berbagai prosedur dan kriteria yang harus terpenuhi dalam pelepasliaran yang berhubungan dengan individu yang dilepasliarkan dan lokasi pelepasliaran. Menurut IUCN terdapat tiga tipe pelepasliaran yaitu reintroduksi, translokasi dan suplementasi. Reintroduksi adalah pelepasliaran suatu speies dalam suatu kawasan yang pernah ditempati oleh spesies tersebut namun tidak terdapat populasinya saat ini. Translokasi adalah memindahkan atau membantu perpindahan suatu individu liar ke dalam suatu populasi yang telah ada, seangkan suplementasi adalah menambahkan individu ke dalam suatu populasi yang telah ada. Kesuksesan program reintroduksi tergantung dari sasarannya, jika program tersebut bagian dari program konservasi bagi satwa langka maka di dalamnya termasuk program perlindungan/restorasi habitat dan pendidikan masyarakat. Beberapa satwa liar seperti Beruang Madu, atau Orang Utan (Kera Besar) prosedur pelepasliaran sudah mulai disusun sebagai panduan maupun pedoman sehingga penting untuk menyusun panduan bagi pelepasliaran untuk satwa Anoa. Re-introduksi sebaiknya dilakukan apabila masalah pokok penyebab penurunan populasi satwa yang bersangkutan di lokasi pelepasliaran telah ditanggulangi dan tidak akan terulang kembali. Terdapat dua strategi dalam pelepasliaran satwa liar yaitu Soft Release dan Hard Release. Soft Release dilakukan dimana satwa yang akan dilepaskan, ditempatkan di kandang yang berdekatan dengan lokasi pelepasan sebelum pelepasan dilakukan, hal ini ditujukan untuk memberikan kesempatan Anoa menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Sedangkan Hard Release dilakukan dengan melepaskan satwa tanpa disertai dengan dukungan pasca pelepasan. Dalam upaya rehabilitasi satwa hasil sitaan maupun hasil penangkaran akan dibangun unit rehabilitasi yang direncanakan berlokasi dekat dengan habitat alami Anoa pada 14 kawasan prioritas. Re-introduksi Anoa nantinya akan memerlukan pendekatan dari multidisipliner yang melibatkan spesialisasi dari berbagai latar belakang dan bidang keahlian. Tim tersebut akan melibatkan ahli mamalia (perilaku dan ekologi), pakar perawatan satwa, dokter hewan berpengalaman, perwakilan pemerintah terkait, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat lokal dan lembaga donor. 11

12 3. Program Kerjasama dengan Lembaga-Lembaga Konservasi Lembaga konservasi didefinisikan sebagai lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan dan atau satwa liar di luar habitatnya (Ex-Situ) baik berupa lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah. Bentuk-bentuk lembaga konservasi berupa Pusat Penyelamatan Satwa (PPS), Pusat Latihan Satwa, Pusat Rehabilitasi Satwa, kebun binatang, Taman Safari, Taman satwa, Museum Zoologi, kebun botani, taman tumbuhan khusus, dan herbarium. Berdasarkan data per 20 Februari 2011 diperkirakan sebanyak 20 individu Anoa dipelihara di lembaga konservasi (kebun binatang dan taman safari) di Indonesia. Sedangkan sebanyak 153 dipelihara di lembaga konservasi di luar negeri yang terhitung sejak tanggal 16 Februari Perbaharuan data sangat diperlukan untuk mendapatkan data yang terupdate melalui sharing antar lembaga konservasi baik di Indonesia maupun di luar negeri. Program kerjasama antara lembaga penelitian dan lembaga konservasi akan dilakukan dengan cara melakukan sharing atau pertukaran hasil keturunan Anoa terutama bagi lembaga-lembaga konservasi yang terindikasi adanya inbreeding untuk populasi Anoa yang dipelihara dan juga dengan pertukaran bagi lembaga konservasi yang tidak memiliki atau kekurangan indukan jantan maupun betina dalam populasinya. Sharing tidak hanya dilakukan melalui pertukaran individu Anoa saja namun juga dapat dilakukan melalui pertukaran materi genetik seperti semen, embryo dan oocyte Anoa bagi lembaga konservasi yang membutuhkan. Untuk mendukung kegiatan tersebut perlu dibangun Genome Resource Banking (Bank Gen) yang bermanfaat untuk menyimpan material genetik tersebut dalam temperatur rendah. Pengaturan sharing keturunan Anoa maupun materi genetik kepada lembaga konservasi dilakukan berdasarkan peraturan yang berlaku. 4. Program Domestikasi Anoa Domestikasi pada dasarnya adalah proses penjinakan yang dilakukan terhadap hewan liar. Domestikasi sebagai proses perkembangan organisme yang dikontrol oleh manusia mencakup perubahan genetik yang berlangsung secara sinambung semenjak dibudidayakan. Dengan demikian domestikasi berkaitan dengan seleksi dan manajemen oleh manusia dan tidak hanya sekedar pemeliharaan saja. Domestikasi melibatkan populasi, seleksi, perbaikan keturunan serta perubahan perilaku/sifat dari organisme yang menjadi obyeknya. Domestikasi baik hewan maupun tumbuhan memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama. Di dalamnya terlibat berbagai kegiatan penelitian seperti inventarisasi, kajian potensi, seleksi penangkaran, pemuliaan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan, manajemen kandang, manajemen pakan, kesehatan serta reproduksi sehingga pada akhirnya akan dihasilkan sebuah pedoman pemeliharaan Anoa sebahai hewan domestikasi. Keberhasilan program domestikasi sangat menguntungkan karena sumber daya genetik Anoa akan lebih terjamin kelestariannya. Keanekaragaman satwa di Sulawesi dapat tetap dipertahankan, menambah keanekaragaman hewan domestik sebagai 12

13 sumber protein hewani, membuka peluang bagi masyarakat untuk mengembangkan peternakan Anoa dan meningkatkan pendapatan asli daerah. Sejarah membuktikan bahwa hewan hasil domestikasi seperti kambing, domba, sapi dan kerbau jauh lebih besar manfaatnya dan lebih lestari di alam dibandingkan ketika hewan-hewan tersebut masih liar. Domestikasi juga merupakan salah satu cara untuk menanggulangi perburuan, melalui domestikasi satwa liar daging maupun bagian lain yang dianggap berharga oleh masyarakat dapat tersedia di pasar. Domestikasi Anoa dilakukan dengan memperbaiki produktivitas dan populasinya melalui perbaikan reproduksi, breeding dan feeding, bila program domestikasi Anoa di dalam kandang berhasil membuahkan keturunan. Maka keturunan dapat dikelola dan dimanfaatkan baik sebagai objek wisata, daging, tanduk dan kulit. Perkembangan penelitian terkait dengan aspek reproduksi Anoa hingga tahun 2008 belum dapat digunakan untuk keperluan domestikasi. Perkembangan penelitian reproduksi Anoa terakhir baru pada taraf in vitro (perkawinan di luar rahim) namun belum dapat diterapkan di penangkaran. Penelitian aspek breeding Anoa terutama seleksi bibit Anoa jantan dan betina produktif yang berpotensi menghasilkan keturunan belum dilakukan. Hasil seleksi bibit Anoa dapat diperoleh bila dilakukan program domestikasi Anoa di penangkaran. Sedangkan penelitian menyakut aspek feeding sudah jauh lebih maju. Perolehan data dasar kebutuhan nutrient Anoa yang didomestikasi di penangkaran sudah diperoleh sampai pada taraf kebutuhan nutrien untuk hidup pokok dan pertumbuhan. Anoa dewasa di dalam kandang membutuhkan nutrient untuk hidup pokok berupa energi (TDN) 367 g/hari/ekor, protein 105 g/hari/ekor, kalsium 7,5 g/hari, dan phospor 7,1 g/hari/ekor. Sedangkan untuk pertumbuhannya, Anoa dewasa di dalam kandang membutuhkan nutrient berupa energi (TDN) 67 g/ekor/hari, protein 20 g/ekor/hari, kalsium 1,47 g/ekor/hari dan phospor 1.34 g/ekor. 5. Program Penyuluhan tentang Konservasi Anoa Penyuluhan dan pendidikan konservasi merupakan salah satu bentuk usaha dalam menjaga dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada. Bertujuan untuk memperkenalkan alam kepada masyarakat serta meningkatkan kesadaran akan nilai pentingnya sumberdaya alam yang beraneka dalam sebuah ekosistem kehidupan. Pendidikan konservasi masuk dalam pendidikan lingkungan yang mengandung pengertian sebuah proses yang ditujukan untuk membangun populasi dunia yang sadar dan memperhatikan lingkungan secara keseluruhan termasuk masalahmasalahnya dan memiliki pengetahuan, sikap motivasi, komitmen dan keterampilan untuk bekerja secara individu dan kelompok dalam mencari solusi masalah saat ini dan mencegah masalah yang akan datang. Penyuluhan ditujukan bagi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi yang menjadi habitat Anoa dan pendidikan konservasi ditujukan bagi anak-anak sekolah. Tujuan dari kegiatan penyuluhan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang arti pentinya menjaga hutan dan isinya termasuk satwa liar yang tinggal di dalamnya. Tidak hanya untuk kepentingan saat ini saja 13

14 namun juga untuk masa depan. Demikian juga dengan kegiatan pendidikan konservasi yaitu menanamkan sejak dini tentang pentingnya melestarikan satwa liar dalam hal ini Anoa dan hutan yang menjadi habitatnya. Program penyuluhan dan pendidikan konservasi ini akan melibatkan beberapa instansi terkait baik instansi pusat, daerah termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pendidikan konservasi juga dapat dilakukan dengan menjadikan Anoa sebagai bagian dari kurikulum lokal tentang pengenalan satwa liar yang dilindungi di mata pelajaran biologi dan muatan lokal. Materi yang akan disusun berupa poster, leaflet, buku-buku pendidikan konservasi dan sebagainya. 14

15 BAGIAN V Indikator dan Output Program 15

16 NO PROGRAM SASARAN KEGIATAN TARGET INDIKATOR KINERJA TATA WAKTU PENANGGUNG JAWAB / PELAKSANA 1. BREEDING CENTER Peningkatan Jumlah Individu Anoa Hasil Breeding Di Breeding Center Anoa Identifikasi Keragaman dan Kekerabatan Genetik Anoa di Breeding Centre Monitoring dan Pengaturan Perkawinan Alami Anoa Perkembangbiakan Anoa melalui Inseminasi Buatan (IB) Penyediaan Sarana, Prasarana dan Sumber Daya Manusia Pendukung Kegiatan Breeding Centre Tersedianya Informasi Ilmiah Keragaman dan Kekerabatan Genetik Anoa di Breeding Centre Tersedianya Informasi Ilmiah dan Paket Teknologi Perkembangbiakan Anoa Secara Alami Tercatatnya Perkembangbiakan Anoa melalui Studbook/buku silsilah Tersedianya Informasi Ilmiah dan Paket Teknologi Perkembangbiakan Anoa melalui Inseminasi Buatan Tersedianya Sarana, Prasarana, Sumberdaya Manusia Pendukung Kegiatan Breeding Centre Teridentifikasinya Keragaman dan Kekerabatan Genetik 6 Individu Anoa di Breeding Centre Tersedianya 4 Laporan Ilmiah dan 3 Publikasi Ilmiah Tersedianya 1 Studbook/Buku Silsilah Anoa Breeding Centre Tersedianya 4 Laporan Ilmiah dan 2 Publikasi Ilmiah Tersedianya 8 kandang individu, 2 kandang karantina, 1 kandang utama, jalan inspeksi, 1 klinik hewan, 1 pos pengamatan, 1 ruang cctv, 2 menara pengamatan, 1 dapur dan gudang pakan, 1 tenaga dokter hewan/peternakan Litbangi LHK Perguruan tinggi BKSDA Taman Nasional LSM Lembaga Konservasi Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Pengelolaan Breeding Centre Diseminasi Hasil-Hasil Penelitian terkait dengan konservasi Anoa secara EX-Situ (Breeding Centre) Progam Breeding Anoa Meningkatnya Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Pengelola Breeding Centre Penyebarluasan hasilhasil penelitian terkait dengan Breeding Centre kepada umum Tersedianya keturunan F 1, F 2 dan F 3 Anoa hasil penangkaran Terselenggaranya 4 kegiatan pelatihan tentang pemeliharaan dan konservasi ex-situ Terselenggaranya 10 kegiatan seminar dalam rangka penyebarluasan hasil penelitian Tersedianya penambahan indukan untuk menghasilkan F 1 sebanyak 1 Anoa jantan dan 1 Anoa betina

17 Tersedianya keturunan F 1 Anoa hasil penangkaran sebanyak 4 ekor Tersedianya keturunan F 2 Anoa hasil penangkaran sebanyak 4 ekor REHABILITASI & PELEPAS LIARAN (RELEASE) Terselenggaranya Rehabilitasi & Pelepas Liaran Anoa (Release) Ke Habitat Alaminya Penyelamatan Terhadap Anoa yang Dipelihara Secara Ileggal Penyelamatan Anoa yang dipelihara secara ileggal. Tersedianya keturunan F 3 Anoa hasil penangkaran sebanyak 4 ekor Penyelamatan Anoa di 14 Kawasan Prioritas Konservasi Anoa di Sulawesi : Tahap 1 : 4 kawasan prioritas Tahap II : 5 kawasan prioritas Tahap III : 5 kawasan prioritas Pemda provinsi/kabupaten/kota BKSDA POLRI Masyarakat lokal Kader konservasi Kelompok pecinta alam (KPA) Pembangunan Unit Rehabilitasi Anoa dan pusat karantina di Kawasan Prioritas Konservasi Anoa di Sulawesi Terbangunnya unit-unit rehabilitasi Anoa dan pusat karantina di Kawasan Prioritas Konservasi Anoa di Sulawesi Terbangunnya 1 unit rehabilitasi dan karantina Anoa di masing-masing kawasan prioritas konservasi Anoa di Sulawesi BKSDA Taman nasional Lembaga konservasi LSM Penyusunan Prosedur/JUKNIS Pelepasliaran Anoa. Tersedianya Petunjuk Teknis Prosedur Pelepasliaran Anoa Tersedianya 1 petunjuk teknis prosedur pelepasliaran Anoa Litbangi LHK Perguruan Tinggi BKSDA Taman Nasional Pemda provinsi/kabupaten/kota 17

18 3. KERJASAMA DENGAN LEMBAGA KONSERVASI Terselenggaranya Sharing Informasi Anoa dengan Lembaga Konservasi Konservasi kawasan/lokasi yang sesuai untuk pelepasliaran Anoa Sharing Informasi Anoa dengan Lembaga Konservasi Tersedianya informasi kawasan/lokasi yang sesuai untuk pelepasliaran Anoa (termasuk kondisi habitat dan populasi anoa yang ada) Tersedianya data sharing Anoa dengan Lembaga Konservasi Tersedianya 14 informasi kawasan yang sesuai untuk pelepasliaran Anoa. Tersedianya data sharing Anoa dengan 3 lembaga konservasi BKSDA Taman Nasional Lembaga Konservasi LSM Litbangi LHK Perguruan tinggi BKSDA Taman Nasional Pemda Terselenggaranya Sharing Materi Genetik Anoa dengan Lembaga Konservasi Terselenggaranya Sharing Keturunan F 2 Hasil Penangkaran dengan Lembaga Konservasi Sharing Materi Genetik Anoa dengan Lembaga Konservasi Sharing Keturunan F 2 Hasil penangkaran Lembaga Konservasi Tersedianya Materi Genetik Anoa Hasil Sharing dengan Lembaga Konservasi Tersedianya Keturunan F 2 Hasil Penangkaran Tersedianya data sharing Anoa dengan 3 lembaga konservasi Tersedianya sharing keturunan F 2 Anoa hasil penangkaran di 3 lembaga konservasi Provinsi/kabupaten/kota Lembaga Konservasi Provinsi/kabupaten/kota Lembaga konservasi Pendanaan nasional dan internasional (Sponsorship) untuk mendukung Pusat Kajian Anoa Dukungan berupa alokasi dana yang cukup dan berkelanjutan untuk Pusat Kajian Anoa Tersedianya dukungan dan alokasi dana dari berbagai instansi. Tersedianya dukungan dan alokasi dana dari berbagai instansi. seperti Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, Badan Usaha/Swasta, LSM, Lembaga Donor serta Perorangan Pemerintah pusat/kota/kabupaten/ Badan usaha/swasta Lsm Lembaga donor Perorangan 4. DOMESTIKASI TERLAKSANANY A DOMESTIKASI ANOA Manajemen Kandang Manajemen Pakan Tersedianya Petunjuk Teknis Pengelolaan Kandang Tersedianya Petunjuk Teknis Pengelolaan Pakan Tersedianya 1 buku petunjuk teknis tentang pengelolaan kandang Anoa Tersedianya 1 buku petunjuk teknis tentang pengelolaan pakan Anoa Litbangi LHK - Perguruan tinggi - BKSDA - Pemda provinsi/kabupaten/kota - Lembaga konservasi Litbangi LHK - Perguruan tinggi - BKSDA 18

19 Kesehatan Dan Reproduksi Penyusunan sop pemeliharaan anoa sebagai hewan ternak Tersedianya Petunjuk Teknis Pengelolaan Kesehatan Dan Reproduksi Tersedianya sop pemeliharaan anoa sebagai hewan ternak Tersedianya bibit Anoa keturunan F 3 sebagai hewan ternak Tersedianya 1 buku petunjuk teknis tentang pengelolaan kesehatan dan reproduksi Anoa Tersedianya 1 SOP terkait dengan pemeliharaan anoa sebagai hewan ternak Tersedianya bibit Anoa (Keturunan F 3) sebagai hewan ternak) sebanyak 4 ekor. - Pemda provinsi/kabupaten/kota - Lembaga konservasi nasional & internasional Litbangi LHK - Perguruan tinggi - BKSDA - Pemda provinsi/kabupaten/kota - Lembaga Konservasi - Litbangi LHK Perguruan tinggi - Bksda - Pemda provinsi/kabupaten/kota Lembaga konservasi Kajian Sosial dan Ekonomi Masyarakat untuk mendukung Program Domestikasi Anoa Tersedianya data dan informasi sosial dan ekonomi masyarakat dalam mendukung program domestikasi Anoa Tersedianya data dan informasi sosial dan ekonomi masyarakat untuk mendukung Program Domestikasi Anoa di 14 Kawasan Prioritas Litbang LHK - Taman nasional - Bksda - Pemda - Lsm 5. PENYULUHAN SAVE ANOA Terlaksananya Kegiatan Penyuluhan Konservasi Anoa Penyuluhan Konservasi Anoa Di Sekitar Kawasan Konservasi Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang konservasi anoa Menurunnya Angka Perburuan Liar Anoa Terselenggaranya penyuluhan konservasi Anoa di 14 Kawasan Prioritas Litbangi LHK - Perguruan tinggi - BKSDA - Taman nasional - Pemda provinsi/kabupaten/kota - Lembaga Konservasi Pendidikan Konservasi Tersedianya bahan penyuluhan & pendidikan konservasi anoa (buku, leaflet, poster, baner, stiker, foto, dll) Masuknya Pendidikan Konservasi Anoa dalam Muatan Lokal di sekolahsekolah sekitar 14 kawasan prioritas Litbangi LHK - Perguruan tinggi - Bksda - Taman nasional - Pemda provinsi/kabupaten/kota - Lembaga konservasi nasional & internasional 19

20 20

21 BAGIAN VI Penutup Demikian Roadmap Pusat Kajian Anoa disiapkan sebagai pegangan dan arahan pelaksanaan kegiatan Pemerhati Anoa selama kurun waktu dua puluh tahun ( ) dan sekaligus sebagai sarana untuk memonitor serta mengevaluasi kegiatan yang dilakukan Pemerhati Anoa selama kurun waktu tersebut. Roadmap Pusat Kajian Anoa ini akan dijabarkan ke dalam rencana-rencana tahunan yang lebih rinci. Dimohon saran, masukan dan kritikan dari anggota Pemerhati Anoa demi lebih baiknya Roadmap Pusat Kajian Anoa. 21

Anoa (Bubalus sp.) Fauna endemik sulawesi Populasi menurun Status endangered species IUCN Appendix I CITES. Upaya konservasi. In-situ.

Anoa (Bubalus sp.) Fauna endemik sulawesi Populasi menurun Status endangered species IUCN Appendix I CITES. Upaya konservasi. In-situ. Anoa (Bubalus sp.) Fauna endemik sulawesi Populasi menurun Status endangered species IUCN Appendix I CITES Upaya konservasi In-situ Ex-situ PENANGKARAN PERJALANAN 2015 ANOA BREEDING CENTER 2009 EKOLOGI

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT PEMBAHASAN ROAD MAP PUSAT KAJIAN ANOA DAN PEMBENTUKAN FORUM PEMERHATI ANOA Manado,

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.53/Menhut-II/2006 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Page 1 of 9 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat

I. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 7 TAHUN 1999 (7/1999) Tanggal : 27 Januari 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna yang sangat tinggi, salah satu diantaranya adalah kelompok primata. Dari sekitar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.747, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Lembaga Konservasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI

Lebih terperinci

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch) ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch) IMRAN SL TOBING Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta Foto (Wedana et al, 2008) I. PENDAHULUAN Latar belakang dan permasalahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA DAN LAPORAN... PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tumbuhan dan satwa adalah bagian dari sumber daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan tentang BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1444, 2014 KEMENHUT. Satwa Liar. Luar Negeri. Pengembangbiakan. Peminjaman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA MEMPEROLEH SPESIMEN TUMBUHAN DAN SATWA LIAR UNTUK LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53

Written by Admin TNUK Saturday, 31 December :26 - Last Updated Wednesday, 04 January :53 SIARAN PERS Populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon Jakarta, 29 Desember 2011 Badak jawa merupakan satu dari dua jenis spesies badak yang ada di Indonesia dan terkonsentrasi hanya di wilayah

Lebih terperinci

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom BERITA NEGARA No.289 2016 KEMEN-LHK. Konsevasi. Amorphophallus. Rencana Aksi. Tahun 2015-2025. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.72/MENLHK-SETJEN/2015 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA

Lebih terperinci

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015

SAMBUTAN. PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN SEMINAR BENANG MERAH KONSERVASI FLORA DAN FAUNA DENGAN PERUBAHAN IKLIM Manado, 28 Mei 2015 Yang saya hormati: 1. Kepala Dinas

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Inventarisasi Hutan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam wilayah daerah.

Lebih terperinci

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA

SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA SUAKA ELANG: PUSAT PENDIDIKAN BERBASIS KONSERVASI BURUNG PEMANGSA Latar Belakang Di Indonesia terdapat sekitar 75 spesies burung pemangsa (raptor) diurnal (Ed Colijn, 2000). Semua jenis burung pemangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.83/Menhut-II/2014 TENTANG PEMINJAMAN JENIS SATWA LIAR DILINDUNGI KE LUAR NEGERI UNTUK KEPENTINGAN PENGEMBANGBIAKAN (BREEDING LOAN) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013 Geografi K e l a s XI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan

I. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM

DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman hayati terbesar yang dimiliki Indonesia di antaranya adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN No. 1185, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun 2016-2026. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN

ASSALAMU ALAIKUM WR. WB. SELAMAT PAGI DAN SALAM SEJAHTERA UNTUK KITA SEKALIAN 1 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI KEHUTANAN PADA PERESMIAN PROGRAM MECU (MOBILE EDUCATION CONSERVATION UNIT) DAN PENYERAHAN SATWA DI DEALER FORD ROXY MAS HARI JUMAT TANGGAL 11 MARET

Lebih terperinci

Oleh : KEPALA BIDANG PROGRAM DAN ANGGARAN PENELITIAN JL. RAYA ADIPURA KEL. KIMA ATAS, KEC. MAPANGET, MANADO

Oleh : KEPALA BIDANG PROGRAM DAN ANGGARAN PENELITIAN JL. RAYA ADIPURA KEL. KIMA ATAS, KEC. MAPANGET, MANADO Oleh : KEPALA BIDANG PROGRAM DAN ANGGARAN PENELITIAN JL. RAYA ADIPURA KEL. KIMA ATAS, KEC. MAPANGET, MANADO Wilayah Kerja Wilayah Kerja: Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara BPK MANADO Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI

KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI KONSERVASI TINGKAT SPESIES DAN POPULASI priyambodo@fmipa.unila..ac.id #RIPYongki Spesies dan Populasi Species : Individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.54/Menhut-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.54/Menhut-II/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.54/Menhut-II/2013 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI ANOA (BUBALUS DEPRESSICORNIS DAN BUBALUS QUARLESI) TAHUN 2013-2022 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir International Studbook, saat ini keberadaan

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG Menimbang : MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 479 /Kpts-11/1998 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI TUMBUHAN DAN SATWA LIAR MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

2013, No.1281

2013, No.1281 5 2013, No.1281 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.54/Menhut-II/2013 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI ANOA (BUBALUS DEPRESSICORNIS DAN BABALUS QUARLESI) TAHUN 2013-2022.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya pemerintah Indonesia dalam rangka menyumbangkan ekosistem alam, dewasa ini lebih banyak dituangkan dalam program kerja kegiatan konservasi yang dilaksanakan

Lebih terperinci

*36116 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 7 TAHUN 1999 (7/1999) TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA

*36116 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 7 TAHUN 1999 (7/1999) TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA Copyright (C) 2000 BPHN PP 7/1999, PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA *36116 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 7 TAHUN 1999 (7/1999) TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA

VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan

Lebih terperinci

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP PLASMA NUTFAH OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP Sejak berakhirnya konvensi biodiversitas di Rio de Jenairo, Brasil, 1992, plasma nutfah atau sumber daya genetik tidak lagi merupakan kekayaan dunia di mana setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang-

I. PENDAHULUAN. Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa mengingat Undang- I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rusa termasuk ke dalam genus Cervus spp yang keberadaannya sudah langka. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis

Lebih terperinci

SMP NEGERI 3 MENGGALA

SMP NEGERI 3 MENGGALA SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri

Lebih terperinci

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1347, 2014 KEMENHUT. Satwa Buru. Musim Berburu. Penetapan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/Menhut-II/2014 TENTANG PENETAPAN MUSIM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH

SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH - 140 - AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN 1. Inventarisasi Hutan 1. Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi dan hutan lindung dan skala DAS dalam daerah. 2. Penunjukan Kawasan Hutan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.31/Menhut-II/2012 TENTANG LEMBAGA KONSERVASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.56/Menlhk/Kum.1/2016 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI KONSERVASI MACAN TUTUL JAWA (PANTHERA PARDUS MELAS) TAHUN 2016 2026 DENGAN

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.39/Menhut-II/2012 TENTANG PERTUKARAN JENIS TUMBUHAN ATAU SATWA LIAR DILINDUNGI DENGAN LEMBAGA KONSERVASI DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati

BAB I PENDAHULUAN. daya alam non hayati/abiotik. Sumber daya alam hayati adalah unsur-unsur hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan karunia dari Allah SWT yang harus dikelola dengan bijaksana, sebab sumber daya alam memiliki keterbatasan penggunaannya. Sumberdaya alam

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 479/Kpts-II/1994 Tentang : Lembaga Konservasi Tumbuhan Dan Satwa Liar MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa jenis tumbuhan dan satwa liar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Orangutan Orangutan merupakan hewan vertebrata dari kelompok kera besar yang termasuk ke dalam Kelas Mamalia, Ordo Primata, Famili Homonidae dan Genus Pongo, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat

Lebih terperinci

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG

AA. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEHUTANAN SUB SUB BIDANG. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Inventarisasi Hutan SUB BIDANG - 563 - AA. PEMBAGIAN URUSAN AN KEHUTANAN PROVINSI 1. Inventarisasi Hutan prosedur, dan kriteria inventarisasi hutan, dan inventarisasi hutan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, taman buru dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup

BAB I PENDAHULUAN. daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beberapa juta tahun yang lalu, jauh sebelum keberadaan manusia di daratan Asia, tepatnya di sepanjang pegunungan Himalaya. Sudah hidup nenek moyang kera besar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 40 spesies primata dari 195 spesies jumlah primata yang ada di dunia. Owa Jawa merupakan salah satu dari 21 jenis primata endemik yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

BAB I. Pendahuluan. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, termasuk tingkat endemisme yang tinggi. Tingkat endemisme

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Pemerintahan Daer No. 1446, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Suaka Alam. Pelestarian Alam. Kawasan. Kerjasama. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.85/Menhut-II/2014

Lebih terperinci

Bio-Ekologi dan Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis dan B. quarlesi)

Bio-Ekologi dan Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis dan B. quarlesi) Bio-Ekologi dan Konservasi Anoa (Bubalus depressicornis dan B. quarlesi) Abdul Haris Mustari Department of Forest Resources Conservation Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University haris.anoa@yahoo.com

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan, Indonesia menyimpan kekayaan alam tropis yang tak ternilai harganya dan dipandang di dunia internasional. Tidak sedikit dari wilayahnya ditetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMANFAATAN FLORA DAN FAUNA YANG TIDAK DILINDUNGI LINTAS KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara yang mempunyai tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Fauna merupakan bagian dari keanekaragaman hayati di Indonesia,

Lebih terperinci

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN

RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun

I. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 19/Menhut-II/2010 TENTANG PENGGOLONGAN DAN TATA CARA PENETAPAN JUMLAH SATWA BURU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. DATA MITRA BALAI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERIODE 2011 S/D 2014 1. PT KHARISMA LABUAN WISATA Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon. Jangka

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGKARAN BURUNG JALAK BALI (Leucopsar rotschildi) Oleh: Sri Harteti 1 dan Kusumoantono 2 1 Widyaiswara Pusat Diklat SDM LHK 2 Widyaiswara Balai Diklat LHK Bogor Abstract Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya,

BAB I. PENDAHULUAN. beragam dari gunung hingga pantai, hutan sampai sabana, dan lainnya, BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati yang beragam. Wilayahnya yang berada di khatuistiwa membuat Indonesia memiliki iklim tropis, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum tentang Teori Sistem Hukum Lawrence M Friedman Menurut Lawrence M Friedman, dalam bukunya The Legal System : A Social Science

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996) PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Burung merupakan salah satu jenis hewan yang banyak disukai oleh manusia, hal ini di karenakan burung memiliki beberapa nilai penting, seperti nilai estetika, ekologi

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.2 1. Contoh pelestarian secara ex situ di Indonesia adalah... TN Lore Lindu SM Kutai Cagar Alam Nusa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan

Lebih terperinci