BAB I PENDAHULUAN. Uraian pada bab ini diawali dengan latar belakang masalah yang menguraikan tentang hasil

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Uraian pada bab ini diawali dengan latar belakang masalah yang menguraikan tentang hasil"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN Uraian pada bab ini diawali dengan latar belakang masalah yang menguraikan tentang hasil penelitian kinerja judgment auditor dari perspektif keperilakuan dan kognitif. Selanjutnya, bagian pertanyaan dan tujuan penelitian menguraikan tentang peran penting metoda pembelajaran terhadap kinerja judgment auditor dan argumen tersebut didasarkan pada teori pembelajaran kognitif. Sub bab motivasi penelitian dan kontribusi menjelaskan secara ringkas peranan metoda pembelajaran dalam mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik. Bagian ini diakhiri dengan sistematika penelitian yang menjelaskan secara ringkas isi setiap bab dalam disertasi ini Latar Belakang Masalah Isu penting pada penelitian kinerja judgment auditor adalah kesesuaian antara struktur kognitif (cognitive) auditor - sebagai pembuat judgment - dengan persyaratan kognitif penugasan audit. Kesesuaian tersebut mengimplikasikan bahwa auditor seharusnya memiliki pengetahuan sesuai dengan persyaratan penugasan (Libby dan Frederick, 1990; Libby dan Tan, 1994; Borthick dkk., 2006). Berbasis pengetahuannya, prediksi auditor atas suatu kejadian hanya didasarkan pada informasi atau petunjuk yang relevan dengan kejadian tersebut (Hogarth, 1980). Sebagai konsekuensi, kesesuaian tersebut akan mengoptimalkan kinerja judgment auditor (Hogarth, 1980) melalui proses judgment yang efektif dan efisien (Libby dan Frederick, 1990; Libby dan Tan, 1994). Pada konteks yang lebih luas, kesesuaian tersebut juga menunjukkan ketepatan dalam memodelkan kinerja judgment auditor. Sebagai ilustrasi, Libby (1995 ) berpendapat bahwa kinerja judgment auditor ditentukan oleh empat faktor yaitu kemampuan ( ability), 1

2 pengetahuan, motivasi, dan lingkungan. Dengan demikian, keempat faktor tersebut merupakan pembentuk model kinerja judgment auditor. Meskipun tidak selengkap model Libby (1995), Bonner dan Lewis (1990) serta Libby dan Tan (1994) telah menguji secara empiris model kinerja judgment auditor tersebut. Bonner dan Lewis (1990) menguji peranan pengetahuan dan kemampuan terhadap kinerja judgment auditor. Selanjutnya berdasarkan temuan Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Tan (1994) menyertakan peranan pengalaman sebagai anteseden pengetahuan, sehingga kinerja judgment auditor ditentukan oleh tiga faktor yaitu pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan. Perkembangan penelitian tentang kinerja judgment auditor sampai saat ini dapat dibagi menjadi dua aliran yaitu teori keperilakuan ( behavioral theory) dan teori kognitif (cognitive theory). Keduanya menggunakan pendekatan yang berbeda dalam memodelkan kinerja judgment auditor, sehingga pendekatan tersebut berefek pada perbedaan tujuan pembelajaran penugasan audit. Teori keperilakuan memfokuskan pada peran penting pengalaman dalam mengoptimalkan kinerja judgment auditor, misalkan Libby (1985), Tubbs (1992), Davis (1996), Waller dan Felix (1984), Choo dan Trotman (1991), Libby dan Frederick (1990), serta Lehman dan Norman (2006). Berbeda dengan teori keperilakuan, teori kognitif memfokuskan pada peranan pengetahuan terhadap kinerja judgment auditor, misalkan penelitian Libby dan Tan (1994). Teori keperilakuan memproksikan pengalaman dengan lama waktu (tahun) bekerja sebagai auditor (Bédard, 1989). Menurut Bédard (1989), tujuan pembelajaran dari pengalaman adalah konsistensi perilaku auditor dalam menetapkan judgment, karena teori keperilakuan memandang penting keluaran sebagai pengukur kinerja judgment auditor. Lebih lanjut Bédard (1989) menyatakan bahwa konsistensi perilaku ditunjukkan dengan kesamaan dalam memproses judgment, seperti: kesamaan cara dan strategi dalam mengidentifikasi, mengorganisir, membobot, dan mengkombinasikan petunjuk. Dengan demikian, antar auditor 2

3 berpengalaman diharapkan memiliki kesamaan dalam memproses judgment dan hal itu ditunjukkan dengan tingkat konsensus yang tinggi antar auditor. Semakin tinggi konsensus antar auditor menunjukkan semakin tinggi kinerja judgment auditor tersebut. Pengalaman dari penugasan sebelumnya membentuk struktur kognitif auditor, oleh sebab itu, pengalaman tersebut digunakan sebagai acuan auditor dalam mendeteksi salah saji pada statemen keuangan (Tubbs, 1992; Waller dan Felix, 1984). Dengan kata lain, pengalaman akan meningkatkan kemampuan auditor dalam mengorganisir petunjuk, mengintegrasikan memori, dan menetapkan strategi untuk menyelesaikan penugasannya (Choo dan Trotman, 1991; Libby dan Frederick, 1990; Lehman dan Norman, 2006; Waller dan Felix, 1984). Proses judgment auditor berpengalaman lebih efisien dibandingkan dengan auditor tidak berpengalaman, karena masalah pengauditan dianalisis secara sistematik dan lebih ringkas (Lehman dan Norman, 2006). Meski begitu, penelitian tentang peranan pengalaman terhadap kinerja belum menghasilkan bukti empiris yang konklusif. Libby dan Luft (1993) serta Libby ( 1995) menyatakan bahwa pengalaman yang diukur dari lama bekerja sebagai auditor tidak meningkatkan kinerja auditor. Demikian pula dengan Chung dan Monreo ( 2000) dan Moroney dan Carey (2011) mengungkapkan bahwa pengalaman tidak signifikan berpengaruh terhadap kinerja auditor. Menurut Wittrock (2010), individu cenderung mempersepsikan serta mengartikan suatu objek konsisten dengan pengalaman dari penugasan sebelumnya. Konsistensi tersebut didorong oleh tingginya keyakinan auditor terhadap pengalamannya (Chung dan Monreo, 2000). Sebagai konsekuensi, meskipun karakteristik lingkungan pada penugasan saat ini berbeda dengan penugasan sebelumnya, auditor menetapkan judgment yang sama berdasarkan pengalaman dari penugasan sebelumnya (Jeffrey, 1992). Sebagai implikasi, pengalaman mendorong auditor memiliki keyakinan tinggi atas memorinya (Tan, 1995). Keyakinan mendorong keputusan auditor didasarkan pada 3

4 persepsinya dan rasionalitas berbatasnya (bounded rationality) (Moeckel, 1990; Andersen dan Malleta, 1994). Ketika auditor memiliki perasaan familiar terhadap suatu penugasan, maka auditor memiliki kecenderungan menetapkan risiko audit yang lebih rendah dan hanya memfokuskan pada bukti-bukti yang mendukung persepsinya (Chung dan Monroe, 2000). Berdasarkan ketidakkonsistenan hubungan kedua peubah ( variable) tersebut, maka perkembangan selanjutnya model kinerja judgment auditor didasarkan pada teori kognitif. Teori tersebut mengasumsikan individu bertindak aktif dalam melaksanakan penugasannya (Shuell, 1986). Menurut Shuell (1986), p erilaku aktif tersebut ditunjukkan dengan upaya individu memilih dan menyeleksi setiap petunjuk dari lingkungan penugasannya, meskipun individu tersebut tidak memiliki gambaran tentang petunjuk yang tepat sebagai dasar pembuatan judgment-nya. Shuell (1986) dan Bédard (1989) menyatakan bahwa paradigma teori kognitif memfokuskan pada peran penting pengetahuan terhadap kinerja judgment auditor. Dengan demikian, tujuan pembelajaran atas penugasan audit adalah pemerolehan pengetahuan sebagai dasar judgment auditor. Sejauh ini terdapat dua penelitian berbasis paradigma kognitif yaitu Bonner dan Lewis (1 990) dan Libby dan Tan (1994). Sebaga i contoh, Bonner dan Lewis (1990 ) membandingkan kinerja antara manager, auditor senior, dan mahasiswa pada penugasan analisis manipulasi laba. Hasil pengujian mengungkapkan bahwa kinerja manager tidak signifikan berbeda dengan kinerja mahasiswa pada penugasan tersebut. Bahkan kinerja auditor senior lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa. Menurut Bonner dan Lewis (1990), pengalaman tidak dapat mengoptimalkan kinerja auditor, sehingga auditor berpengalaman tidak selalu memiliki kinerja yang superior (Libby dan Luft, 1993). Bonner dan Lewis (1990) menyimpulkan dua hal berkaitan dengan hasil pengujian pengetahuan dengan kinerja judgment auditor. Pertama, variansi kinerja antar auditor lebih tepat dijelaskan dari paradigma pengetahuan dibandingkan dengan paradigma pengalaman. 4

5 Kedua, setiap penugasan audit mensyaratkan pengetahuan berbeda-beda. Pernyataan tersebut didukung oleh Libby dan Tan (1994) bahwa setiap penugasan audit mensyaratkan struktur kognitif berbeda-beda, karena setiap penugasan mensyaratkan pengetahuan dengan tingkat kompleksitas yang berbeda-beda pula. Libby dan Tan (1994) lebih lanjut menyatakan bahwa perbedaan persyaratan setiap penugasan audit melatarbelakangi kebutuhan terhadap pengetahuan spesifik. Perbedaan persyaratan tersebut mengindikasikan perbedaan atribut atau perlakuan (Abdolmohammadi, 1999). Menurut Hogarth (1980), akurasi judgment ditentukan oleh kemampuan pembuat judgment memilih informasi atau petunjuk yang relevan dengan kejadian yang diprediksi. Dengan demikian, penguasaan pengetahuan spesifik menunjukkan tingkat kesesuaian antara struktur pengetahuan auditor dengan persyaratan penugasan audit (Libby dan Tan, 1994; Borthick dkk., 2006; Libby dan Frederick, 1990; Vera-Muñoz dkk., 2001). Selanjutnya, kepemilikan pengetahuan spesifik mengoptimalkan kinerja auditor (Libby dan Tan, 1994). Apabila setiap penugasan audit memiliki persyaratan struktur kognitif berbeda-beda, maka tidak setiap pengetahuan relevan untuk setiap penugasan audit (Libby dan Luft, 1993). Variasi karakteristik penugasan audit berpengaruh terhadap variasi persyaratan pengetahuan yang harus dimiliki auditor dalam pelaksanaan penugasan tersebut (Libby dan Luft, 1993). Chang dkk. (1997) juga mengungkapkan kinerja berkorelasi negatif dengan kompleksitas penugasan, karena semakin kompleks penugasan mensyaratkan pengetahuan yang semakin kompleks pula. Sebagai konsekuensi, menurut Libby dan Tan (1994), adanya perbedaan karakteristik penugasan audit menunjukkan bahwa besaran hubungan pengalaman, pengetahuan, dan kinerja tidak sama untuk setiap penugasan. Kepemilikan pengetahuan spesifik oleh auditor juga menunjukkan kepemilikan auditor atas suatu kompetensi pada penugasan audit tertentu (Libby dan Frederick, 1990; Libby dan Tan, 1994; Bédard, 1989; Fuller dan Kaplan, 2004; Libby dan Luft, 1993; Bonner, 5

6 1990; Wright, 2001; Vera-Muñoz dkk., 2001; O Donnell, 2002; dan Rose, 2007). Kompetensi menunjukkan spesialisasi auditor terhadap domain atau area tertentu (Libby dan Luft, 1993; Bédard, 1989; Shoommuangpak, 2007). Di satu sisi, setiap kompetensi memiliki perbedaan dalam pengorganisasian pengetahuan serta pemrosesan informasi (Bédard, 1989). Di sisi lain, Bédard (1989) menyatakan bahwa profesi auditor mensyaratkan kepemilikan kompetensi khusus oleh auditor. Dengan demikian, kompetisi juga mengisyaratkan bahwa auditor seharusnya memiliki keahlian. Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Tan (1994), dan Bédard dan Chi (1993) juga menyatakan bahwa seorang auditor dikatakan berkeahlian apabila auditor tersebut berpengetahuan spesifik. Terlebih Bonner dkk. (1992) menyatakan bahwa pada umumnya auditor hanya memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang salah saji yang seringkali terjadi pada laporan keuangan. Bentuk pengalaman dan pengetahuan tersebut menunjukkan penggunaan persepsi dan rasional berbatas auditor pada penugasan saat ini (Moeckel, 1990; Andersen dan Malleta, 1994). Padahal meski berpengalaman, auditor memiliki keterbatasan atas pengalaman tentang salah saji laporan keuangan (Ashton, 1991). Dengan kata lain, penguasaan pengetahuan spesifik oleh auditor mengindikasikan kemampuan kognitif auditor atas suatu penugasan audit tertentu (Libby, 1995) dan auditor tidak berkesempatan memperoleh pengetahuan dari penugasan spesifik tanpa pengalaman penugasan spesifik (Moroney dan Carey, 2011). Demikian pula dengan pendapat Bonner dan Walker (1994), auditor seharusnya memiliki pengetahuan prosedural agar dapat bertindak profesional. Menurut Bonner dkk. (1992), apabila auditor hanya mampu memprediksi frekuensi kemungkinan salah saji pada penugasan saat ini, maka auditor tersebut tidak memiliki pengetahuan prosedural 1. Oleh sebab itu, selain kemampuan memprediksi salah saji, auditor seharusnya memiliki 1 Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang tahapan-tahapan pelaksanaan penugasan audit yang hanya diperoleh dari pengalaman sebagai auditor profesional (Bonner dan Walker, 1994). 6

7 pemahaman terhadap sebab akibat salah saji pada statemen keuangan sebagai indikasi kepemilikannya atas pengetahuan prosedural (Bonner dkk., 1992). Masalah utama dalam pemerolehan pengetahuan spesifik adalah bahwa setiap penugasan audit memiliki karakteristik berbeda-beda. Dengan kata lain, setiap pengetahuan spesifik mensyaratkan metoda pembelajaran berbeda-beda. Jika setiap pengetahuan memiliki tingkat kompleksitas berbeda-beda, maka tingkat kompleksitas tersebut mempengaruhi cara pembelajarannya (Libby dan Tan, 1994). Padahal setiap penugasan audit mensyaratkan pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan yang berbeda pula (Libby dan Tan, 1994). Sebagai contoh, Abdolmohammadi dan Wright (1987) dan Abdolmohammadi (1999) menyatakan bahwa karakteristik penugasan audit bergantung pada persyaratan kognitif. Libby dan Tan (1994) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran dan persyaratan kognitif menentukan karakteristik penugasan audit. Berbeda dengan Libby dan Tan (1994), menurut Leung dan Trotman (2005 dan 2008) bahwa karakteristik penugasan audit ditentukan oleh jenis bukti atau petunjuk sebagai dasar judgment. Selanjutnya, Hirst dkk. (1999) dan Hirst dan Luckett (1 992) menyatakan bahwa karakteristik penugasan audit ditentukan oleh jumlah petunjuk sebagai dasar judgment. Secara umum penugasan audit dikategorikan menjadi dua yaitu penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Kedua kategori tersebut merujuk pada penelitian Abdolmohammadi dan Wright (1987), Abdolmohammadi (1999), dan Libby dan Tan (1994) bahwa persyaratan kognitif menentukan karakteristik penugasan audit. Perbedaan persyaratan kognitif juga mengindikasikan adanya perbedaan pemrosesan dalam pelaksanaan kedua penugasan tersebut (Libby dan Tan, 1994). Pernyataan Libby (1995 ) dan Borthick dkk. (2006) juga dapat digunakan sebagai dukungan atas pentingnya kesesuaian antara kognitif auditor dengan penugasan audit. Libby (1995) dan Borthick dkk. (2006) menyatakan bahwa struktur pengetahuan auditor 7

8 menentukan tingkat keakuratan kinerja auditor dalam pelaksanaan penugasan audit. Dengan kata lain, tingkat kesesuaian struktur pengetahuan auditor dengan penugasannya menentukan tingkat kinerja auditor. Menurut Earley (2002), jika auditor tidak memiliki pengetahuan spesifik, maka auditor akan berperilaku salah satu dari dua kemungkinan berikut yaitu tidak termotivasi memperoleh bukti atau beranggapan memiliki pengalaman cukup dalam melaksanakan penugasan audit. Kedua perilaku tersebut tentu saja akan mempengaruhi keakuratan judgment melalui kesalahan pemilihan bukti atau petunjuk sebagai dasar prediksi. Oleh sebab itu, Bonner (1990), Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Tan (1994), serta Bédard dan Chi (1993) menyatakan bahwa auditor berpengetahuan spesifik adalah auditor berpengetahuan sesuai penugasan dan pengetahuan tersebut diperoleh dari pengalaman spesifik. Pernyataan tersebut dikuatkan dengan bukti empiris Rose (20 07), Vera-Muñoz dkk. (2001), dan Wright (2001), pengalaman spesifik sebagai upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik Pertanyaan Penelitian Pengetahuan spesifik merupakan sentral dari model kinerja judgment auditor, karena penguasaan pengetahuan spesifik merupakan faktor penting dalam mengoptimalkan kinerja judgment auditor (Libby dan Frederick, 1990; Libby dan Tan, 1994; Bédard, 1989; Fuller dan Kaplan, 2004; Libby dan Luft, 1993; Bonner, 1990; Wright, 2001; Vera-Muñoz dkk., 2001; O Donnell, 2002; Borthick dkk., 2006; Rose, 2007; serta Moroney dan Carey, 2011). Berbasis pernyataan tersebut, isu penting penelitian ini tidak hanya pemerolehan pengetahuan spesifik, tetapi penelitian ini berupaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik. Upaya mengoptimalkan kinerja judgment auditor bergantung pada pemerolehan pengetahuan spesifik yang optimal pula. 8

9 Penelitian ini menggunakan teori pembelajaran kognitif ( cognitive learning theory) sebagai dasar argumen atas pentingnya upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik. Teori pembelajaran kognitif menyatakan bahwa pembelajaran seharusnya merupakan usaha memahami objek yang dipelajari melalui strategi pembelajaran (Shuell, 1986). Menurut Shuell (1986), t eori pembelajaran kognitif mengasumsikan pembelajaran merupakan proses aktif, oleh karenanya, pembelajaran bertujuan mengorganisir aktivitas mental pembelajar (learner) untuk memahami penugasan audit. Pemahaman merujuk pada usaha atau strategi dalam mengorganisir informasi sebagai dasar pembuatan judgment, sehingga pembelajaran menyempurnakan penugasan berikutnya (Shuell, 1986; Batkoska dan Koseska, 2012). Pemahaman tersebut diperoleh melalui dua faktor yaitu kemampuan mendaur ulang ( recycling) informasi pada memori jangka pendek dan kemampuan mengintegrasikan pengetahuan saat ini dengan pengetahuan sebelumnya (Batkoska dan Koseska, 2012). Selanjutnya, menurut Wittrock (2010) serta Batkoska dan Koseska ( 2012), informasi tersebut disimpan dan ditransfer ke dalam memori jangka panjang berbasis konsep. Oleh karenanya, strategi pembelajaran seharusnya mendorong pembelajar memiliki aktivitas mental sesuai penugasan audit. Marchant (1990) dan Shanteau (1993) juga memandang penting faktor pelatihan sebagai bagian penting dari pengetahuan spesifik. Marchant (1990) berargumen bahwa definisi keahlian seharusnya tidak hanya berkutat pada pengetahuan spesifik, tetapi lebih dari itu, keahlian mencakup pula upaya melalui pelatihan dan pembelajaran dalam pemerolehan pengetahuan spesifik. Oleh karenanya, menurut Bédard (1989), pembelajaran yang bertujuan mengubah struktur kognitif auditor akan menghasilkan auditor berkeahlian, karena auditor berkeahlian adalah auditor berpengetahuan sesuai penugasannya. Shanteau (1993) menambahkan bahwa k eahlian bukan sekedar penguasaan pengetahuan, tetapi keahlian mencakup kemampuan membedakan informasi yang relevan 9

10 dan tidak relevan dengan penugasan melalui pelatihan dan pembelajaran. Ho dan Rodgers (1993) juga berargumen bahwa kemampuan kognitif auditor dapat diketahui dari kapasitas memorinya. Kapasitas tersebut menunjukkan informasi yang disimpan, ditelusur kembali, dan selanjutnya ditransformasi sebagai dasar judgment. Penggunaan teori pembelajaran kognitif pada penelitian ini didasarkan pernyataan Libby (1995) dan Abdolmohammadi dan Wright (1987) bahwa perbedaan karakteristik penugasan audit menunjukkan adanya variasi kesempatan pembelajaran bagi auditor. Secara empiris Borthick dkk. (2006) mengungkapkan bahwa kesesuaian struktur pengetahuan auditor dengan struktur penugasan hanya dapat dicapai melalui pelatihan yang mempertimbangkan struktur penugasan. Dengan demikian, jika setiap penugasan audit mensyaratkan struktur kognitif berbeda, maka pemahaman setiap karakteristik penugasan audit dibutuhkan metoda pembelajaran yang berbeda pula (Libby dan Tan, 1994). Selain alasan karakteristik penugasan, penggunaan teori pembelajaran kognitif juga dilatar belakangi oleh efek pengalaman terhadap tingkat keyakinan auditor dan penggunaan rasional berbatas auditor dalam proses judgment-nya (Tan, 1995; Moeckel, 1990; Andersen dan Maleta, 1994). Libby (1995) juga menyatakan bahwa memori dan pengetahuan yang diperoleh dari penugasan sebelumnya berakibat pada ketidakakuratan judgment auditor. Oleh sebab itu, menurut Libby (1995), serangkaian pengalaman auditor menunjukkan serangkaian penugasan audit yang telah dilaksanakan oleh auditor. Libby (1995 ) menyimpulkan bahwa struktur pengetahuan auditor mencerminkan struktur pengalamannya, sebab variasi pengetahuan auditor menunjukkan variasi penugasan yang telah dilaksanakan oleh auditor. Libby (1995 ) mendefinisikan pengalaman dalam arti yang sempit yaitu sebagai praktik pelaksanaan penugasan atau dalam arti yang luas sebagai kesempatan pembelajaran. Sebagai implikasi, auditor akan memiliki pengetahuan spesifik sesuai penugasannya, apabila penugasan sebelumnya memberikan kesempatan pembelajaran bagi auditor. Sebagai ilustrasi, 10

11 Bonner dkk. (1992) menyatakan bahwa ketika auditor menggunakan ekspektasi dan persepsinya dalam melaksanakan penugasannya, maka pelaksanaan penugasan di masa lalu tidak mendorong proses pembelajaran pengetahuan spesifik penugasan tersebut. Lebih lanjut, menurut Bonner dan Walker (1994), pelaksanaan penugas an atau pengalaman bukan merupakan pembelajaran bagi auditor, apabila pengalaman dari penugasan sebelumnya tidak meningkatkan kesesuaian kognitif auditor dengan penugasannya. Dengan demikian, teori pembelajaran kognitif merupakan fondasi penting mengoptimalkan kinerja judgment auditor. Penelitian ini menggunakan metoda learning by doing dalam upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik penugasan audit. Metoda learning by doing adalah pembelajaran melalui pelaksanaan praktik penugasan audit atau pelatihan penugasan audit dan dilanjutkan dengan pembelajaran dari feedback. Bonner dan Walker (1994), Earley (2001 dan 2003), serta Earley dkk. (1990) menyatakan bahwa pemberian feedback setelah praktik penugasan mengindikasikan auditor menerima telaah atas hasil judgment-nya. Informasi atau telaah dalam feedback membantu auditor memahami suatu penugasan (Bédard, 1989; Frederiksen, 1984; Seong dan Bisantz, 2008), sebab feedback meningkatkan penalaran auditor (Earley, 2003). Dengan demikian, pemberian feedback merupakan metoda pembelajaran yang efisien dan efektif bagi auditor (Bonner dan Walker, 1994; Earley, 2001 dan 2003; Earley dkk., 1990). Meski hasil penelitian sebelumnya telah mengungkapkan manfaat feedback dalam pemerolehan pengetahuan prosedural (Bonner dan Walker, 1994; Earley, 2001 dan 2003; Earley dkk., 1990). Namun, penelitian sebelumnya belum mempertimbangkan adanya perbedaan karakteristik penugasan audit yang mengimplikasikan kebutuhan auditor terhadap pengetahuan spesifik yang berbeda pula. Setiap penugasan memiliki struktur pengetahuan yang berbeda-beda (Abdolmohammadi, 1999) dan penguasaan struktur pengetahuan sesuai penugasan akan mengoptimalkan kinerja auditor (Borthick dkk., 2006; Fuller dan Kaplan, 11

12 2004; serta Libby dan Luft, 1993). Dengan demikian, pemahaman terhadap karakteristik penugasan audit menunjukkan upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik. Penelitian ini mengacu pada kategori penugasan audit oleh Libby dan Tan (1994) yaitu penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Penugasan audit terstruktur mensyaratkan kognitif yang lebih sederhana dibandingkan dengan penugasan audit tidak terstruktur. Penugasan audit terstruktur tidak memiliki banyak alternatif petunjuk sebagai solusi. Selain itu, penugasan audit terstruktur memiliki lingkungan pembelajaran yang lebih tinggi dibandingkan penugasan audit tidak terstruktur. Lingkungan pembelajaran yang tinggi pada penugasan audit terstruktur menunjukkan auditor mudah memahami penugasan tersebut. Teori pembelajaran kognitif menjadi dasar penting dalam penelitian ini, karena pemahaman atas karakteristik penugasan audit terstruktur ataupun tidak terstruktur akan mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik kedua penugasan tersebut. Dengan kata lain, karakteristik feedback sebagai bagian dari metoda learning by doing seharusnya sesuai dengan karakteristik proses judgment pada kedua penugasan audit tersebut. Kesesuaian karakteristik keduanya akan mengoptimalkan kinerja melalui pemerolehan pengetahuan spesifik yang optimal pula. Menurut Cano (2005), perbedaan pendekatan pembelajaran akan menghasilkan keluaran yang berbeda-beda pula. Bonner dan Walker (1994) juga menyatakan bahwa pemberian feedback seharusnya akurat, lengkap, dan informatif agar pengetahuan prosedural auditor meningkat. Argumen tersebut didasarkan pada perbedaan karakteristik informasi atau petunjuk dalam setiap jenis feedback. Diperkuat oleh pernyataan Earley (2001dan 2003) bahwa setiap jenis feedback mensyaratkan tingkat penalaran dan usaha kognitif berbeda-beda. Demikian pula dengan Leung dan Trotman (2005 dan 2008) telah membuktikan bahwa setiap jenis feedback tidak memiliki manfaat yang sama dalam pemrosesan informasi atau bukti. 12

13 Penelitian ini menggunakan dua jenis feedback yaitu outcome feedback dan explanatory feedback sebagai sarana pembelajaran penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Outcome feedback adalah feedback yang berisi jawaban dari penugasan, sedangkan explanatory feedback merupakan feedback yang berisi jawaban disertai dengan penjelasan atau penalaran dari jawaban tersebut (Bonner dan Walker, 1994; Earley, 2001 dan 2003; Hirst dkk., 1999; Hirst dan Luckett, 1992; Moroney dan Carey, 2011). Tentu saja, telaah outcome feedback lebih sederhana dibandingkan dengan telaah explanatory feedback. Alasan utama penggunaan kedua jenis feedback: outcome dan explanatory adalah upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur melalui strategi pembelajaran yang tepat. Lingkungan pembelajaran yang tinggi dan persyaratan kognitif yang tidak kompleks merupakan karakteristik utama penugasan audit terstruktur. Karakteristik tersebut kontras dengan penugasan audit tidak terstruktur yaitu terdapat berbagai alternatif petunjuk untuk dipertimbangkan sebagai solusi, sehingga penugasan tersebut membutuhkan struktur kognitif yang lebih kompleks. Mengacu pada perbedaan persyaratan kognitif kedua penugasan tersebut, maka tentu saja proses judgment dalam pelaksanaan kedua penugasan tersebut berbeda pula. Secara umum Hirst dan Luckett (1992) menyatakan bahwa akurasi judgment ditentukan oleh dua hal yaitu sistem kognitif pembuat judgment dan lingkungan penugasan. Pembuat judgment memprediksi suatu kejadian berdasarkan sejumlah petunjuk, sedangkan suatu penugasan memiliki berbagai alternatif petunjuk atau informasi yang menggambar kejadian tersebut. Pembuat judgment seharusnya memiliki gambaran (baca: ekspektasi atau persepsi) yang tepat tentang petunjuk atau informasi sebagai dasar prediksi atas suatu kejadian. Dengan kata lain, kesesuaian gambaran tersebut dengan petunjuk atau kriteria kejadian akan berefek pada keakuratan judgment. 13

14 Sebagai contoh, pembuat judgment mempersepsikan bahwa ukuran likuiditas adalah aktiva lancar / hutang lancar dan persepsi tersebut menggambarkan struktur kognitif pembuat judgment. Apabila pembuat judgment mempersepsikan rasio tertentu sebagai petunjuk atau informasi yang tepat dan relevan dalam memprediksi likuiditas suatu perusahaan, maka pembuat judgment akan menggunakan rasio tersebut pada penugasan saat ini. Faktanya, pembuat judgment akan menghadapi berbagai macam petunjuk sebagai pengukur likuiditas perusahaan. Meski begitu, tidak seluruh petunjuk relevan sebagai pengukur tingkat likuiditas perusahaan. Dengan demikian, ketepatan pembuat judgment memilih petunjuk dalam prediksi suatu kejadian bergantung pada persepsinya dari penugasan sebelumnya. Berkaitan dengan peran penting feedback dalam proses judgment, maka feedback berfungsi menurunkan kesenjangan antara kedua sisi tersebut. Feedback menyediakan telaah terhadap pelaksanaan proses judgment. Oleh sebab itu, feedback diberikan auditor setelah auditor melaksanakan praktik penugasan (Bonner dan Walker, 1994). Dengan demikian, terjadinya kesenjangan tersebut dikaitkan dengan persyaratan struktur kognitif dalam pelaksanaan penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Pada pelaksanaan penugasan audit terstruktur, ketidakakuratan judgment auditor kemungkinan disebabkan oleh ketidaksesuaian kognitif auditor dengan kriteria kejadian. Mengingat penugasan tersebut tidak memiliki banyak alternatif solusi. Auditor dimungkinkan memiliki persepsi atau gambaran petunjuk yang tidak sesuai dengan penugasan. Dengan kata lain, meskipun penugasan audit terstruktur tidak mensyaratkan kognitif yang kompleks, auditor kemungkinan memiliki struktur pengetahuan yang tidak sesuai dengan persyaratan penugasan tersebut. Telaah dari outcome feedback memadai untuk mengatasi kesenjangan pada sisi auditor, karena auditor hanya membutuhkan konfirmasi atas keakuratan judgmentnya. Persyaratan struktur kognitif yang tidak kompleks dapat dicapai dari pembelajaran dengan outcome feedback. 14

15 Sebaliknya, telaah dari explanatory feedback menurunkan kesenjangan pada kedua sisi yaitu kognitif auditor dan lingkungan penugasan. Telaah dari explanatory feedback lebih kompleks dibandingkan dengan outcome feedback. Explanatory feedback tidak hanya menyajikan jawaban atas judgment, tetapi telaah mencakup pula alasan atas jawaban tersebut sebagai dasar pemrosesan judgment. Telaah explanatory feedback memadai untuk memenuhi struktur kognitif yang disyaratkan penugasan audit tidak terstruktur. Di satu sisi, lingkungan penugasan tersebut memiliki banyak alternatif petunjuk sebagai solusi. Di sisi lain, auditor dimungkinkan memiliki persepsi yang tidak sesuai dengan penugasan tentang petunjuk yang relevan sebagai dasar prediksi. Dengan demikian, telaah berupa alasan atau penalaran atas judgment yang benar dari explanatory feedback memberikan solusi terhadap masalah pemilihan petunjuk. Selanjutnya, auditor memperoleh konfirmasi atas keakuratan judgmentnya melalui telaah berupa jawaban dari explanatory feedback. Mengacu pada teori pembelajaran kognitif, pengujian pada penelitian ini difokuskan pada upaya mengungkapkan jenis feedback yang paling optimal dalam pemerolehan pengetahuan spesifik dan kinerja pada penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Penelitian ini akan membandingkan capaian pengetahuan spesifik dan kinerja atas penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur dari pembelajaran dengan kedua jenis feedback tersebut. Jika suatu strategi pembelajaran dapat mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik atas penugasan audit terstruktur ataupun tidak terstruktur, maka strategi tersebut akan mengoptimalkan pula kinerja pada kedua jenis penugasan audit tersebut. Mengingat karakteristik penugasan audit terstruktur, maka pembelajaran dengan outcome feedback lebih optimal dibandingkan pembelajaran dengan explanatory feedback. Telaah dalam bentuk jawaban pada outcome feedback cukup memadai untuk meningkatkan penalaran auditor. Penugasan tersebut tidak mensyaratkan kognitif yang kompleks, karena 15

16 auditor hanya menghadapi sedikit petunjuk sebagai dasar prediksi. Dengan demikian, telaah dari outcome feedback berfungsi menjaga struktur kognitif auditor sesuai penugasannya. Sebaliknya, pembelajaran penugasan audit tidak terstruktur lebih optimal menggunakan explanatory feedback. Telaah atas penugasan ini seharusnya lebih detail, karena penugasan tersebut menyediakan berbagai alternatif sebagai dasar prediksi. Oleh karena auditor menghadapi banyak petunjuk sebagai dasar prediksi, maka telaah dari explanatory feedback diharapkan menurunkan kesenjangan dari kedua sisi. Di satu sisi, auditor memperoleh konfirmasi atas keakuratan judgment-nya, sedangkan di sisi lain, lingkungan pembelajaran penugasan audit tidak terstruktur menjadi lebih sederhana sebagai efek dari telaah berbentuk penalaran. Mengingat kesesuaian karakteristik penugasan audit dengan karakteristik feedback akan menurunkan kesenjangan dalam pemrosesan judgment, maka pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah subjek yang menerima outcome feedback memiliki tingkat pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang menerima explanatory feedback? 2. Apakah subjek yang menerima explanatory feedback memiliki tingkat pengetahuan spesifik penugasan audit tidak terstruktur lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang menerima outcome feedback? 3. Apakah subjek yang memperoleh pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur dari outcome feedback memiliki kinerja atas penugasan audit terstruktur lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang memperoleh pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur dari explanatory feedback? 4. Apakah subjek yang memperoleh pengetahuan spesifik penugasan audit tidak terstruktur dari explanatory feedback memiliki kinerja atas penugasan audit tidak 16

17 terstruktur lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang memperoleh pengetahuan spesifik penugasan audit tidak terstruktur dari outcome feedback? 1.3. Tujuan Penelitian Pada konteks kinerja judgment auditor, tingkat pemahaman auditor terhadap penugasan audit ditunjukkan dengan kesesuaian antara struktur pengetahuan auditor dengan persyaratan penugasan audit (Borthick dkk., 2006; Fuller dan Kaplan, 2004; Libby dan Luft, 1993; Libby, 1995). Di sisi lain, pengetahuan spesifik merupakan pengetahuan sesuai penugasan (Libby dan Tan, 1994). Dengan demikian, semakin tinggi pengetahuan spesifik auditor menunjukkan semakin tinggi kesesuaian struktur kognitif auditor dengan persyaratan penugasan audit. Teori pembelajaran kognitif memandang penting strategi pembelajaran untuk mengoptimalkan pemahaman terhadap suatu penugasan (Shuell, 1986). Ketepatan strategi pembelajaran atas suatu penugasan akan mengoptimalkan kinerja judgment auditor (Borthick dkk., 2006). Berbasis argumen tersebut, metoda pembelajaran berperan penting dalam mengoptimalkan pemahaman auditor atas suatu penugasan audit. Pemahaman auditor menunjukkan kesesuaian antara struktur kognitif auditor dengan persyaratan kognitif penugasan audit, sehingga auditor memilih petunjuk sesuai penugasannya (Hogarth, 1980). Mengingat metoda pembelajaran berperan penting dalam mengoptimalkan kinerja judgment, maka penelitian ini bertujuan mendapatkan bukti empiris berkaitan dengan: 1. Perbedaan tingkat pemerolehan pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur dari pembelajaran melalui outcome feedback dan explanatory feedback. 2. Perbedaan tingkat pemerolehan pengetahuan spesifik penugasan audit tidak terstruktur dari pembelajaran melalui outcome feedback dan explanatory feedback. 3. Perbedaan kinerja penugasan audit terstruktur antara pembelajaran penugasan audit terstruktur dari outcome feedback dengan pembelajaran dari explanatory feedback. 17

18 4. Perbedaan kinerja penugasan audit tidak terstruktur antara pembelajaran penugasan audit tidak terstruktur dari outcome feedback dengan pembelajaran dari explanatory feedback Motivasi Penelitian Penelitian ini dimotivasi oleh tiga hal yaitu peran penting pengetahuan spesifik terhadap kinerja judgment auditor, peran penting ketepatan metoda pembelajaran dalam menurunkan kesenjangan struktur kognitif auditor dalam memproses judgment, dan efek tekanan dari lingkungan terhadap kebutuhan metoda pembelajaran yang mengoptimalkan kinerja judgment auditor. Argumen atas ketiga motivasi tersebut dijelaskan pada uraian berikut: 1. Pada awalnya, penelitian tentang kinerja judgment auditor mengacu pada teori keperilakuan (Libby, 1985; Tubbs, 1992; Davis, 1996; Waller dan Felix, 1984; Choo dan Trotman, 1991; Libby dan Frederick, 1990; serta Lehman dan Norman, 2006). Hakikat dari pendekatan tersebut adalah bahwa auditor diharapkan belajar dari pengalaman. Manifestasi pembelajaran dalam konteks tersebut adalah konsistensi perilaku auditor dalam proses judgment, sehingga auditor menghasilkan keluaran sesuai penugasan sebelumnya. Oleh karena paradigma tersebut menganggap keluaran merupakan ukuran keakuratan judgment, sehingga stabilitas atau konsensus judgment antar auditor berpengalaman menjadi ukuran kinerja auditor (Bédard, 1989). Dengan demikian, pengalaman merupakan anteseden kinerja judgment auditor. Namun, sebagai konsekuensi dari konsistensi perilaku auditor adalah pengalaman tidak meningkatkan kinerja, tetapi pengalaman meningkatkan keyakinan auditor (Moeckel, 1990; Jeffrey, 1992; Andersen dan Malleta, 1994; Bonner dan Lewis, 1990; Tan, 1995; Chung dan Monroe, 2000; Wittrock, 2010) Akibatnya, auditor menggunakan persepsi, ekspektasi, dan rasional berbatasnya yang dibentuk dari pengalaman sebelumnya untuk 18

19 melaksanakan penugasan saat ini (Moeckel, 1990; Andersen dan Malleta, 1994). Selanjutnya, penelitian tentang kinerja judgment auditor mendasarkan pada teori kognitif. Teori tersebut menekankan pada peran penting pengetahuan terhadap kinerja auditor (Bonner dan Lewis, 1990; Libby dan Tan, 1994). Individu diasumsikan bertindak aktif dengan memilih petunjuk sebagai dasar judgment, meskipun individu tersebut tidak memiliki gambaran tentang petunjuk yang tepat sebagai dasar judgmentnya (Shuell, 1986). Hasil pengujian Bonner dan Lewis (1990), Libby dan Tan (1994), serta Borthick dkk. (2006) mengungkapkan bahwa setiap penugasan audit mensyaratkan struktur pengetahuan yang berbeda-beda, sehingga struktur kognitif auditor seharusnya sesuai dengan persyaratan kognitif suatu penugasan. Bukti empiris tersebut mengisyaratkan kebutuhan terhadap pengetahuan spesifik untuk mengoptimalkan kinerja judgment auditor. Auditor berpengetahuan spesifik memiliki kinerja judgment yang lebih baik (Bonner, 1990; Vera -Muñoz dkk., 2001; Wright, 2001; O Donnel, 2002). Rose (2007) menyatakan bahwa auditor dengan pengalaman pengauditan umum ( general audit experience) tidak mampu mendeteksi terjadinya kecurangan potensial dalam pelaporan keuangan, karena auditor tersebut memiliki tingkat skeptisma yang rendah dan kurang agresif dalam mendapatkan bukti sebagai dasar judgment pada penugasan saat ini. Temuan tersebut mengimplikasikan bahwa upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik setiap penugasan audit mensyaratkan metoda pembelajaran berbeda pula. Selain argumen struktur kognitif, kebutuhan terhadap pengetahuan spesifik dilandasi pula adanya efek pengetahuan dan memori auditor dari penugasan sebelumnya terhadap kinerja judgment auditor (Ashton, 1991; Libby, 1995). Moeckel (1990) dan Tan (1995) mengungkapkan bahwa auditor berpengalaman melakukan kesalahan dalam proses rekaulang ( reconstructive) informasi, karena proses judgment atau pola pikir auditor tersebut dibentuk dari 19

20 penugasan sebelumnya. Menurut Wittrock (2010), judgment dengan karakteristik tersebut cenderung konsisten dengan persepsi yang dibangun dari pengalaman sebelumnya, sedangkan konsistensi menunjukkan adanya kesenjangan kognitif auditor dengan penugasannya (Earley, 2002). 2. Penelitian Bonner dan Walker (1994) menggunakan metoda learning by doing dalam pemerolehan pengetahuan prosedural bagi auditor yunior. Metoda tersebut mencakup pelaksanaan praktik penugasan dan diikuti dengan telaah dari feedback. Penelitian Bonner dan Walker (1994) memfokuskan pada usaha mengungkapkan perbedaan karakteristik outcome feedback dengan explanatory feedback. Upaya tersebut dilakukan dengan cara: (1) mengkombinasikan antara salah satu kedua jenis feedback dengan salah satu dari kedua jenis instruksi yaitu understanding rules dan how to rules, (2) pembelajaran dengan salah satu jenis feedback, dan (3) pembelajaran dengan salah satu jenis instruksi tersebut. Selain Bonner dan Walker (1994), hasil penelitian Leung dantrotman (2005 dan 2008) mengungkapkan bahwa setiap jenis feedback memiliki peran berbeda dalam menurunkan kesalahan auditor mengintegrasikan bukti audit. Earley (2001 dan 2003) mengungkapkan setiap jenis feedback memiliki pengaruh berbeda-berbeda terhadap penalaran auditor. Berbeda dengan beberapa penelitian tersebut, penelitan ini mempertimbangkan karakteristik penugasan audit untuk mengoptimalkan peranan feedback sebagai metoda pembelajaran. Libby dan Tan (1994) menyatakan bahwa penugasan audit dikategorikan menjadi dua yaitu terstruktur dan tidak terstruktur. Keduanya mensyaratkan tingkat kognitif berbeda, sehingga keduanya mensyaratkan kemampuan, pengalaman, dan pengetahuan yang berbeda pula. Selain pernyataan Libby dan Tan (1994), penelitian ini mengacu pada teori pembelajaran kognitif bahwa pembelajaran bertujuan memahami objek yang dipelajari melalui strategi pembelajaran. Dengan demikian, penelitian ini menekankan pada peran 20

21 penting strategi pembelajaran untuk memahami penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Tingkat pemahaman ditunjukkan dengan tingkat pengetahuan spesifik atas kedua penugasan tersebut. Oleh karenanya, penelitian ini menggunakan dua jenis feedback: outcome feedback dan explanatory feedback sebagai upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik dan pencapaian kinerja atas penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur. Kedua jenis feedback memiliki peranan yang berbeda dalam menurunkan kesenjangan atas pelaksanaan kedua jenis penugasan audit. Hirst dan Luckett (1992) menyatakan bahwa akurasi judgment auditor ditentukan oleh struktur kognitif auditor sebagai pembuat judgment dengan petunjuk atau informasi sebagai dasar prediksi. Ketepatan pembuat judgment memilih petunjuk dalam prediksi suatu kejadian bergantung pada gambaran atau persepsinya (Hirst dan Luckett, 1992; Hogarth, 1980). Outcome feedback mengatasi kesenjangan pada sisi pembuat judgment, karena pelaksanaan penugasan audit terstruktur tidak menghadapi banyak alternatif petunjuk sebagai dasar prediksi. Sebaliknya, telaah dari explanatory feedback diharapkan menurunkan kesenjangan pada kedua sisi tersebut, karena pelaksanaan penugasan audit tidak terstruktur menghadapi banyak alternatif petunjuk sebagai dasar prediksi dan auditor kemungkinan memiliki persepsi berbeda atas petunjuk yang relevan dalam penugasan. 3. Secara empiris telah diungkapkan bahwa faktor lingkungan, seperti tekanan tengat waktu (time deadline pressure) (Kelley dkk., 1999) dan tekanan anggaran waktu (time budget pressure) ( Liyanarachchi dan McNamara, 2007; Pierce dan Sweeney, 2004) berefek negatif pada kinerja judgment auditor. Survey Liyanarachchi dan McNamara (2007) mengungkapkan bahwa di Australia terjadi peningkatan persaingan antar KAP (Kantor Akuntan Publik). Para KAP berusaha menurunkan fee audit untuk memenangkan persaingan tersebut. Sebagai konsekuensi, KAP terdorong untuk 21

22 meningkatkan efisiensi pada proses pengauditan, misalkan mengabaikan prosedur penting dalam pengauditan atau auditor membawa pulang pekerjaannya. Persaingan berefek terhadap kinerja judgment auditor, meskipun aturan atau standar menuntut auditor mempertahankan mutu pengauditan dengan melaksanakan prosedur pengauditan yang sesuai dengan standar kodifikasi (Liyanarachchi dan McNamara, 2007). Bukti empiris lainnya oleh Chang dkk. (1997) mengungkapkan bahwa kinerja berkorelasi negatif dengan kompleksitas penugasan, karena semakin kompleks penugasan mensyaratkan pengetahuan semakin kompleks pula. Auditor juga memiliki keterbatasan atas pengalaman tentang salah saji laporan keuangan (Ashton, 1991). Pada kedua kondisi tersebut diatas, teori pembelajaran kognitif sangat relevan, karena KAP akan menggunakan metoda pembelajaran yang tepat sebagai upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik. Dengan demikian, penguasaan pengetahuan spesifik akan mendorong auditor melaksanakan proses audit lebih efisien tanpa menurunkan kinerja judgment auditor. Di satu sisi, kepemilikan pengetahuan spesifik oleh auditor juga menunjukkan kompetensi auditor atas penugasan audit ( Libby dan Frederick, 1990; Libby dan Tan, 1994; Bédard, 1989; Fuller dan Kaplan, 2004; Libby dan Luft, 1993; Bonner, 1990; Wright, 2001; Vera-Muñoz dkk., 2001; O Donnell, 2002; dan Rose, 2007). Di sisi lain, Bédard (1989) juga menyatakan bahwa profesi auditor mensyaratkan auditor memiliki kompetensi khusus yang mengimplikasikan kepemilikan keahlian oleh auditor Kontribusi Penelitian Kontribusi pertama dari penelitian ini adalah model kinerja judgment auditor yang menekankan pada peran penting pengetahuan spesifik terhadap kinerja auditor. Hasil pengujian menyatakan bahwa perbedaan tingkat pemerolehan pengetahuan spesifik berefek 22

23 terhadap perbedaan kinerja. Semakin tinggi pemerolehan pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur ataupun tidak terstruktur, maka semakin tinggi capaian kinerja pada kedua penugasan audit tersebut. Bukti empiris tersebut merupakan tambahan bukti temuan Libby dan Tan (1994) serta Borthick dkk. (2006) bahwa setiap penugasan audit juga mensyaratkan struktur kognitif yang berbeda-beda pula. Kesesuaian struktur kognitif auditor dengan persyaratan suatu penugasan akan mengoptimalkan kinerja judgment auditor (Hogarth, 1980; Borthick dkk., 2006; Moroney dan Carey, 2011). Kontribusi kedua dari penelitian ini adalah bukti empiris tentang peran penting teori pembelajaran kognitif sebagai dasar dalam membangun model kinerja judgment auditor. Penelitian ini menggunakan metoda eksperimen yang menginteraksikan antara dua perlakuan penugasan audit: terstruktur dan tidak terstruktur dengan dua jenis feedback: outcome feedback dan explanatory feedback. Penggunaan perlakuan tersebut mengacu pada teori pembelajaran kognitif bahwa pembelajaran bertujuan memahami objek yang dipelajari melalui strategi atau metoda. Dengan demikian, pemahaman tersebut menyempurnakan kinerja pada penugasan berikutnya melalui kepemilikan aktivitas mental sesuai penugasan (Shuell, 1986). Lebih dari itu, ketepatan metoda pembelajaran akan menurunkan kemungkinan kesalahan rekaulang memori dari pengalaman sebelumnya (Batkoska dan Koseska (2012). Moeckel (1990), Tan (1995), serta Earley (2002) menyatakan bahwa auditor berpengalaman cenderung melakukan adaptasi pada proses rekaulang memorinya, sehingga auditor berpengalaman mengalami kegagalan dalam menciptakan pola pikir sesuai dengan penugasan saat ini. Hasil pengujian pada penelitian ini mengungkapkan bahwa pembelajaran penugasan audit terstruktur lebih tepat menggunakan outcome feedback, tetapi pembelajaran penugasan audit tidak terstruktur lebih tepat menggunakan explanatory feedback. Ketepatan tersebut ditunjukkan oleh tingkat pengetahuan spesifik dan kinerja atas kedua penugasan dari 23

24 pembelajaran dengan kedua feedback tersebut. Hasil tersebut memperkuat pernyataan Shuell (1986), Wittrock (2010), serta Batkoska dan Koseska (2012) bahwa strategi pembelajaran dapat mendorong pembelajar memiliki aktivitas mental sesuai penugasannya. Bukti empiris tersebut menjadi tambahan bukti empiris hasil penelitian Bonner dan Walker (1994) serta Earley (2001 dan 2003) bahwa perbedaan karakteristik informasi yang ada pada outcome feedback atau explanatory feedback berefek terhadap perbedaan proses pembelajaran. Hasil pengujian juga menjadi tambahan bukti pernyataan Libby dan Tan (1994) serta Borthick dkk. (2006) bahwa perbedaan struktur penugasan audit mensyaratkan struktur pengetahuan yang berbeda pula. Borthick dkk. (2006) menyatakan pula bahwa pengalaman dan pelatihan bagi auditor seharusnya mendorong auditor memiliki struktur pengetahuan sesuai dengan persyaratan penugasan, karena struktur pengetahuan berpengaruh terhadap kinerja judgment auditor. Sebagaimana Cano (2012) bahwa perbedaan metoda pembelajaran akan menghasilkan keluaran yang berbeda-beda pula. Kontribusi ketiga penelitian ini adalah pengukuran kinerja auditor. Pengukuran kinerja penugasan audit terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan cara: jumlah jawaban yang benar dibagi waktu untuk menyelesaikan penugasan. Jumlah jawaban yang benar digunakan untuk mengukur tingkat keakuratan, sedangkan waktu dalam pelaksanaan penugasan digunakan untuk mengukur efisiensi. Pengukuran kinerja dengan formula tersebut dilatarbelakangi oleh pernyataan O Donnel (1996) bahwa usaha kognitif ( cognitive effort) dapat diketahui dari waktu sebagai penunjuk efisiensi dalam proses judgment. O Donnel (1996) mengungkapkan bahwa pengalaman spesifik berefek terhadap penggunaan waktu dalam menyelesaikan penugasan audit, namun tidak demikian dengan penguasaan pengalaman umum yang tidak berefek terhadap efisiensi. Hasil pengujian pada penelitian ini mengungkapkan bahwa subjek yang menerima outcome feedback lebih efisien dalam pelaksanaan penugasan audit terstruktur dibandingkan 24

25 subjek yang menerima explanatory feedback. Hasil pengujian berbeda pada penugasan audit tidak terstruktur. Subjek yang menerima explanatory feedback lebih efisien dalam pelaksanaan penugasan audit tidak terstruktur dibandingkan dengan subjek yang menerima outcome feedback. Hasil pengujian tersebut memiliki implikasi bahwa ketepatan pemberian feedback berefek terhadap pelaksanaan penugasan audit baik terstruktur ataupun tidak terstruktur. Dengan demikian, bukti empiris tersebut menguatkan pernyataan Libby (199 5) serta Libby dan Luft (1993), bahwa model kinerja auditor seharusnya menyertakan faktor lingkungan, seperti tekanan waktu. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa faktor lingkungan, misalkan persaingan antar KAP, berkontribusi terhadap penurunan kualitas auditor (Kelley dkk., 1999; Liyanarachchi dan McNamara, 2007; Pierce dan Sweeney, 2004). Peningkatan persaingan menyebabkan auditor mengurangi prosedur audit untuk menghemat pengeluaran. Dengan demikian, KAP membutuh strategi pembelajaran yang meningkatkan kesesuaian struktur kognitif auditor dengan penugasannya. Penghematan KAP seharusnya melalui kemampuan auditor melaksanakan prosedur audit yang efisien Sistematika Penulisan Sistematika penulisan disertasi ini dibagi menjadi lima. Kelima bab tersebut adalah pendahuluan, telaah literatur dan pengembangan hipotesis, metoda penelitian, hasil pengujian, dan simpulan. Pendahuluan sebagai bab pertama berisi alasan mengapa penelitian ini penting dilakukan, dan selanjutnya bab kedua berisi uraian lebih detail dari penelitian sebelumnya sebagai pendukung alasan pada bab pertama. Tentu saja, alasan memunculkan pertanyaan penelitian dan hal itu akan dirinci pada hipotesis di bab dua. Metoda penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam membuktikan dugaan pada bab dua. Bab empat berisi hasil pengujian dan dilanjutkan implikasi hasil pengujian pada bab lima. 25

26 Mengacu pada tujuan setiap bab, maka bab pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab dua terdiri dari dua sub bab yaitu telaah literatur dan pengembangan hipotesis. Bab ketiga terdiri dari enam bagian yaitu partisipan eksperimen, desain eksperimen, prosedur eksperimen, instrumen eksperimen, peubah penelitian, dan model penelitian. Bab empat terdiri dari karakteristik subjek dan hasil cek manipulasi, statistik deskriptif, hasil pengujian hipotesis, serta diskusi hasil pengujian hipotesis. Bab simpulan terdiri dari simpulan penelitian serta keterbatasan dan peluang penelitian. Disertasi ini diawali latar belakang masalah yang menjelaskan tentang dua hal yaitu hubungan pengalaman dan kinerja serta hubungan pengetahuan dan kinerja. Temuan yang kontradiktif pada hubungan pengalaman dan kinerja judgment auditor memunculkan ide untuk menghubungkan pengetahuan dan kinerja judgment auditor. Meskipun demikian, hasil penelitian juga menyatakan bahwa auditor seharusnya memiliki pengetahuan spesifik agar kinerjanya optimal. Dengan demikian, peran penting pengetahuan spesifik terhadap kinerja mengawali uraian pada pertanyaan penelitian. Selanjutnya pada bab satu diuraikan tentang tujuan, motivasi, dan kontribusi penelitian. Uraian tersebut menjelaskan tentang upaya mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik penugasan audit terstruktur dan tidak terstruktur melalui dua jenis feedback: outcome feedback serta explanatory feedback. Penelitian ini mendasarkan pada teori pembelajaran kognitif, karena mengoptimalkan pemerolehan pengetahuan spesifik atas penugasan audit tidak dapat dipisahkan dari metoda pembelajaran yang dapat mengoptimalkan proses pembelajaran penugasan audit tersebut. Bab dua diawali dengan uraian telaah literatur atas hasil penelitian: hubungan pengalaman dan kinerja auditor, hubungan pengetahuan dan kinerja auditor, serta hubungan pengetahuan spesifik dan kinerja auditor. Setiap uraian tersebut diawali dengan penjelasan 26

PERANAN FEEDBACK DALAM MENGOPTIMALKAN PELATIHAN PENUGASAN REVIEW PENGENDALIAN INTERN: EKSPERIMEN DENGAN KERANGKA TEORI KOGNITIF

PERANAN FEEDBACK DALAM MENGOPTIMALKAN PELATIHAN PENUGASAN REVIEW PENGENDALIAN INTERN: EKSPERIMEN DENGAN KERANGKA TEORI KOGNITIF 55 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Juni 2015, Vol. 12, No. 1, hal 55-74 Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 12 Nomor 1, Juni 2015 PERANAN FEEDBACK DALAM MENGOPTIMALKAN PELATIHAN PENUGASAN

Lebih terperinci

PERBANDINGAN AUDITOR BERPENGALAMAN DENGAN TIDAK BERPENGALAMAN: STUDI PERANAN FEEDBACK TERHADAP KINERJA PENUGASAN PENGENDALIAN INTEREN

PERBANDINGAN AUDITOR BERPENGALAMAN DENGAN TIDAK BERPENGALAMAN: STUDI PERANAN FEEDBACK TERHADAP KINERJA PENUGASAN PENGENDALIAN INTEREN PERBANDINGAN AUDITOR BERPENGALAMAN DENGAN TIDAK BERPENGALAMAN: STUDI PERANAN FEEDBACK TERHADAP KINERJA PENUGASAN PENGENDALIAN INTEREN Yavida Nurim Universitas Janabadra Abstract Internal control task has

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan opini atau pendapat tentang kewajaran penyajian laporan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan opini atau pendapat tentang kewajaran penyajian laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan atau auditor adalah suatu profesi yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas dan memberikan opini atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang auditor atau akuntan biasanya memberikan judgment dalam proses pengauditan berdasarkan data-data keuangan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan salah

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBATASAN DALAM PROSES AUDIT TERHADAP PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KELANGSUNGAN USAHA KLIEN

DAMPAK PEMBATASAN DALAM PROSES AUDIT TERHADAP PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KELANGSUNGAN USAHA KLIEN DAMPAK PEMBATASAN DALAM PROSES AUDIT TERHADAP PERTIMBANGAN AUDITOR ATAS KELANGSUNGAN USAHA KLIEN TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh derajat S-2 Magister Sains Akuntansi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/ menyebutkan. bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/ menyebutkan. bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-36/PM/2003 dan Peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/07-2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang go public diwajibkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi dan tolak ukur pemberian reward terhadap kinerja karyawan atau

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi dan tolak ukur pemberian reward terhadap kinerja karyawan atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi akuntansi manajemen memiliki peran penting sebagai alat evaluasi dan tolak ukur pemberian reward terhadap kinerja karyawan atau manajer dalam sebuah organisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. diperluas melalui pengalaman-pengalaman selanjutnya dalam praktik audit. Untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Pengaruh Pengalaman Terhadap Kekeliruan Pengaruh pengalaman dan pengetahuan sangat penting diperlukan dalam rangka kewajiban seorang pemeriksa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini audit telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini audit telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini audit telah menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pertanggungjawaban manajemen terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgement yang didasarkan pada kejadian masa lalu, sekarang, dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgement yang didasarkan pada kejadian masa lalu, sekarang, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam proses audit seorang auditor harus dapat memberikan opini dengan judgement yang didasarkan pada kejadian masa lalu, sekarang, dan yang akan datang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan perusahaan di Indonesia semakin pesat tiap tahunnya, sehingga hal ini membuat perusahaan berpikir keras untuk mendapatkan dana yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan dunia usaha dewasa ini, semakin banyak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan dunia usaha dewasa ini, semakin banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Seiring dengan perkembangan dunia usaha dewasa ini, semakin banyak kebutuhan akan auditor independen yang kompeten dan dapat dipercaya publik. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Pemahaman atas aktivitas bisnis klien dilakukan auditor dengan mengembangkan

BAB I PENGANTAR. Pemahaman atas aktivitas bisnis klien dilakukan auditor dengan mengembangkan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Pemahaman atas aktivitas bisnis klien dilakukan auditor dengan mengembangkan suatu perspektif holistik dalam pengauditan berbasis risiko (risk-based audit) untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu. judgment atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu. judgment atas kemampuan kesatuan usaha dalam mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang auditor dalam menjalankan proses audit akan memberikan opini dengan judgment berdasarkan kejadian-kejadian yang dialami oleh suatu perusahaan dimasa lalu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/ menyebutkan. bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan

BAB I PENDAHULUAN. Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/ menyebutkan. bahwa perusahaan yang go public diwajibkan menyampaikan laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-36/PM/2003 dan Peraturan Bursa Efek Indonesia (BEI) Nomor Kep-306/BEI/07-2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang go public diwajibkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan (SAK). Opini tersebut menunjukkan kualitas atas laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan (SAK). Opini tersebut menunjukkan kualitas atas laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik adalah audit atas laporan keuangan sebuah entitas dengan memberikan opini atau pendapatnya atas laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Landasan teori berisikan pengertian mengenai masing-masing variabel

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Landasan teori berisikan pengertian mengenai masing-masing variabel BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori berisikan pengertian mengenai masing-masing variabel dalam penelitian ini yaitu audit judgment, keahlian auditor, tekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan semakin jelas terlihat dalam era modern saat ini. Perspektif tradisional

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan semakin jelas terlihat dalam era modern saat ini. Perspektif tradisional BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pergeseran perspektif mengenai peran akuntan manajemen dalam suatu perusahaan semakin jelas terlihat dalam era modern saat ini. Perspektif tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang akuntabel dan transparan ditandai dengan diterbitkannya Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. yang akuntabel dan transparan ditandai dengan diterbitkannya Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi ini, pengguna laporan keuangan pemerintah daerah menuntut adanya transparansi atas penggunaan dana dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan

BAB I PENDAHULUAN. ada dalam laporan keuangan adalah relevan (relevance) dan dapat diandalkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta (BEJ) Nomor Kep-306/BEJ/ menyebutkan bahwa perusahaan yang go

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta (BEJ) Nomor Kep-306/BEJ/ menyebutkan bahwa perusahaan yang go BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peraturan BAPEPAM Nomor Kep-36/PM/2003 dan Peraturan Bursa Efek Jakarta (BEJ) Nomor Kep-306/BEJ/07-2004 menyebutkan bahwa perusahaan yang go public diwajibkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan dua jenis salah saji yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud).

BAB I PENDAHULUAN. membedakan dua jenis salah saji yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan adalah laporan yang dirancang manajemen perusahaan untuk para pembuat keputusan, terutama pihak luar perusahaan, mengenai posisi keuangan dan hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku profesional akuntan publik salah satunya diwujudkan dalam bentuk menghindari perilaku menyimpang dalam audit (dysfunctional audit behavior). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, seperti bagi perusahaan yang mengadakan emisi (go public)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, seperti bagi perusahaan yang mengadakan emisi (go public) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini profesi akuntan mengalami perkembangan karena adanya peraturanperaturan pemerintah, seperti bagi perusahaan yang mengadakan emisi (go public) di pasar modal,

Lebih terperinci

pula kepercayaan publik terhadap auditor eksternal. dilakukan oleh beberapa KAP bahkan salah satu KAP berstatus big five

pula kepercayaan publik terhadap auditor eksternal. dilakukan oleh beberapa KAP bahkan salah satu KAP berstatus big five BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang berguna untuk pengambilan keputusan oleh berbagai pihak. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB 5 PENUTUP. diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk mencari bukti empiris tentang pengaruh antara due professional care, time budget pressure, pengalaman auditor terhadap kualitas audit. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjalankan kinerjanya.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjalankan kinerjanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia bisnis, perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang memiliki konsistensi tinggi dalam menjalankan kinerjanya. Untuk melihat konsistensi

Lebih terperinci

Penelitian tentang audit judgment pernah dilakukan oleh Jamilah dkk. (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan gender antara

Penelitian tentang audit judgment pernah dilakukan oleh Jamilah dkk. (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan gender antara BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang audit judgment pernah dilakukan oleh Jamilah dkk. (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh perbedaan gender antara auditor laki-laki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bab ini akan menjelaskan tinjauan pustaa baik definisi, konsep atau hasil penelitian yang berkaitan dengan kualitas kerja, serta menentukan teori yang digunakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. praktis, keterbatasan dan saran untuk penelitian yang akan datang. Bagian

BAB V PENUTUP. praktis, keterbatasan dan saran untuk penelitian yang akan datang. Bagian BAB V PENUTUP Bab ini berisi simpulan hasil penelitian, implikasi teoritis dan implikasi praktis, keterbatasan dan saran untuk penelitian yang akan datang. Bagian pertama memaparkan simpulan atas hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang masalah. untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan. Selain digunakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Audit merupakan proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Bab ini menjelaskan latar belakang dan tujuan penelitian. Bagian A

BAB I PENGANTAR. Bab ini menjelaskan latar belakang dan tujuan penelitian. Bagian A BAB I PENGANTAR Bab ini menjelaskan latar belakang dan tujuan penelitian. Bagian A menjelaskan latar belakang yang meliputi pendahuluan, motivasi, dan kontribusi penelitian. Bagian B menjelaskan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu perusahaan dilihat dari bagaimana posisi keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang Masalah. Kemajuan suatu perusahaan dilihat dari bagaimana posisi keuangan yang BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu perusahaan dilihat dari bagaimana posisi keuangan yang dilaporkannya setiap tahun. Apabila posisi keuangan perusahaan tersebut terus stabil dan

Lebih terperinci

audit yang tinggi menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat waktu yang berbeda dan mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut

audit yang tinggi menyebabkan merosotnya kepercayaan masyarakat waktu yang berbeda dan mengintegrasikan informasi dari bukti-bukti tersebut 2 Ketidak percayaan masyarakat kepada suatu perusahaan. Misalnya, kasus manipulasi akuntansi yang melibatkan sejumlah perusahaan besar di Indonesia seperti Kimia Farma dan Bank Lippo yang dahulunya mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi auditor mendapat kepercayaan dari klien untuk dapat membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan kliennya (Murtanto dan Gudono 1999). Adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. T Pengaruh faktor..., Oktina Nugraheni, FE UI, 2009.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. T Pengaruh faktor..., Oktina Nugraheni, FE UI, 2009. 18 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fungsi audit sangat penting untuk mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam suatu organisasi. Hasil audit akan memberikan umpan balik bagi semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat memunculkan adanya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat memunculkan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat memunculkan adanya persaingan yang terjadi antar entitas dalam berbagai sektor industri. Entitas bersaing untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Balanced Scorecard telah menjadi salah satu alat manajemen yang paling banyak digunakan (Rigby & Bilodeau, 2015). Balanced Scorecard pada awalnya dikembangkan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: obedience pressure, kompleksitas tugas, senioritas auditor, audit judgment

ABSTRAK. Kata kunci: obedience pressure, kompleksitas tugas, senioritas auditor, audit judgment Judul : Pengaruh Obedience Pressure, Kompleksitas Tugas dan Senioritas Auditor Terhadap Audit Judgment (Studi Pada Kantor Akuntan Publik di Bali) Nama : Ruliff Tanoto NIM : 1315351001 ABSTRAK Laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki komposisi penduduk dalam rentang usia produktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki komposisi penduduk dalam rentang usia produktif yang Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan jumlah populasi penduduk terpadat keempat di dunia, Indonesia memiliki komposisi penduduk dalam rentang usia produktif yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya pengaruh dari lingkungan etika, pengalaman auditor dan kompleksitas

BAB I PENDAHULUAN. tidaknya pengaruh dari lingkungan etika, pengalaman auditor dan kompleksitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini bertujuan untuk meneliti secara empiris tentang ada atau tidaknya pengaruh dari lingkungan etika, pengalaman auditor dan kompleksitas tugas terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat. kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kasus audit yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir membuat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas audit menurun. Masyarakat menjadi bertanya-tanya mengenai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang auditor dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kinerja seorang auditor dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Auditor mengumpulkan bukti dalam waktu yang berbeda dan mengintegrasikan informasi dari bukti tersebut untuk membuat suatu Audit Judgement. Audit Judgement merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan ini, telah menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat mengenai ketidak mampuan profesi akuntansi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. besar bagi dunia bisnis. Transaksi bisnis dapat disajikan dalam bentuk elektronik,

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN. besar bagi dunia bisnis. Transaksi bisnis dapat disajikan dalam bentuk elektronik, BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompleksitas audit sekarang ini dapat memberikan dampak perubahan yang besar bagi dunia bisnis. Transaksi bisnis dapat disajikan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya skandal Enron tahun 2001 yang lalu, yang melahirkan UU SOX di

BAB I PENDAHULUAN. timbulnya skandal Enron tahun 2001 yang lalu, yang melahirkan UU SOX di BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Profesi akuntan publik saat ini sedang mengalami perubahan dramatis sejak timbulnya skandal Enron tahun 2001 yang lalu, yang melahirkan UU SOX di Amerika Serikat (Elders

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konflik organisasi dapat muncul ketika suatu inisiatif baru mulai diperkenalkan

BAB I PENDAHULUAN. konflik organisasi dapat muncul ketika suatu inisiatif baru mulai diperkenalkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan lingkungan yang dinamis menuntut organisasi untuk dapat melakukan penyesuaian dengan cepat. Salah satu penyesuaian yang dapat dilakukan adalah dengan memperkenalkan

Lebih terperinci

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan

Standar Audit SA 240. Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA 0 Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit atas Laporan Keuangan SA Paket 00.indb //0 0:0: AM STANDAR AUDIT 0 TANGGUNG JAWAB AUDITOR TERKAIT DENGAN KECURANGAN DALAM SUATU AUDIT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peran utama dari auditor independen adalah untuk menjembatani kepentingan antara pihak manajemen dan para pemangku kepentingan, terutama para pemegang saham.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan ini,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan ini, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan ini, telah menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat mengenai ketidakmampuan profesi akuntansi dalam

Lebih terperinci

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA 0 Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor SA Paket 00.indb //0 :: AM STANDAR AUDIT 0 penggunaan PEKERJAAN PAKAR AUDITOR (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usaha dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. usaha dilakukan untuk meningkatkan pendapatan dan agar tetap bertahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat sekarang ini dapat memicu persaingan yang semakin meningkat diantara pelaku bisnis. Berbagai macam usaha dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan profesi kepercayaan dari masyarakat. Dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan profesi kepercayaan dari masyarakat. Dalam melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik atau yang lebih dikenal dengan auditor eksternal merupakan profesi kepercayaan dari masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya, auditor memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu profesi pendukung kegiatan dunia bisnis, kebutuhan akan penggunaan jasa akuntan publik dewasa ini semakin meningkat, terutama kebutuhan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntan didukung oleh sektor perbankan yang mengharuskan calon debiturnya

BAB I PENDAHULUAN. akuntan didukung oleh sektor perbankan yang mengharuskan calon debiturnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi akuntan akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan seiring dengan banyaknya usaha-usaha swasta yang semakin berkembang serta kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pengalaman auditor terhadap audit judgment membutuhkan kajian teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan pengalaman auditor terhadap audit judgment membutuhkan kajian teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Penelitian tentang pengaruh tekanan anggaran waktu, tekanan ketaatan, dan pengalaman auditor terhadap audit judgment membutuhkan kajian teori sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat,

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar KAP tersebut semakin dipercaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, profesi auditor mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, profesi auditor mengalami perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Di Indonesia, profesi auditor mengalami perkembangan yang signifikan sejak awal tahun 1970-an dengan adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Opini Auditor Independen Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan tempat auditor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran atas bukti dan informasi yang diberikan oleh klien. SPAP (Standar

BAB I PENDAHULUAN. kebenaran atas bukti dan informasi yang diberikan oleh klien. SPAP (Standar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seorang auditor profesional dituntut memiliki skeptisisme profesional (professional skepticism) untuk menentukan sejauh mana tingkat keakuratan dan kebenaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perusahaan dalam mempertanggung jawabkan aktivitas bisnisnya dan menilai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perusahaan dalam mempertanggung jawabkan aktivitas bisnisnya dan menilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan dalam mempertanggung jawabkan aktivitas bisnisnya dan menilai kinerja organisasi diharuskan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem evaluasi kinerja masih menjadi topik yang mendominasi dalam penelitian akuntansi manajemen (Harris dan Durden, 2012). Lebih lanjut Harris dan Durden

Lebih terperinci

BAB II KUALITAS AUDIT, AKUNTABILITAS DAN PENGETAHUAN. dan standar pengendalian mutu.

BAB II KUALITAS AUDIT, AKUNTABILITAS DAN PENGETAHUAN. dan standar pengendalian mutu. BAB II KUALITAS AUDIT, AKUNTABILITAS DAN PENGETAHUAN 2.1. Kualias Audit Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah)

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah) PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah) SKRIPSI Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam dunia yang semakin berkembang dan maju banyak sekali terjadi permasalahan yang melibatkan manipulasi keuangan. Perusahaan perusahaan besar seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Audit laporan keuangan pada sebuah entitas dilaksanakan oleh pihak yang memiliki kompeten, tidak memihak, dan objektif, yang disebut akuntan publik atau lebih dikenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut peraturan BAPEPAM-LK nomor PER-03/BL/2012 dan peraturan Bursa Efek Jakarta (BEJ) nomor KEP-306/BEJ/07-2004 yang menyebutkan bahwa perusahaan yang go public

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau prinsip tersebut secara konsisten (Wibowo, 2010). Profesi akuntan publik

BAB I PENDAHULUAN. atau prinsip tersebut secara konsisten (Wibowo, 2010). Profesi akuntan publik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan atau auditor adalah suatu profesi yang salah satu tugasnya adalah melaksanakan audit terhadap laporan keuangan sebuah entitas atau perusahaan dan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha yang semakin pesat memicu persaingan yang tinggi diantara pelaku bisnis. Para pengelola perusahaan berusaha untuk meningkatkan pendapatan, salah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu teori dalam penelitian berperan penting untuk menurunkan hipotesis

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Suatu teori dalam penelitian berperan penting untuk menurunkan hipotesis BAB II KAJIAN PUSTAKA Suatu teori dalam penelitian berperan penting untuk menurunkan hipotesis dan menjelaskan suatu fenomena. Oleh karenanya, teori yang digunakan harus mampu mencapai maksud penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit

BAB 1 PENDAHULUAN. Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan masyarakat terhadap auditor sebagai pihak yang independen dalam mengaudit laporan keuangan perusahaan sangat besar. Auditor bertanggung jawab untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan atau entitas terutama yang telah go public diharuskan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan atau entitas terutama yang telah go public diharuskan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu perusahaan atau entitas terutama yang telah go public diharuskan untuk menyusun laporan keuangan secara periodik untuk menunjukkan kepada pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan keterbatasan kemampuan rasional manusia. dengan pihak eksternal maupun pihak internal perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. masalah dan keterbatasan kemampuan rasional manusia. dengan pihak eksternal maupun pihak internal perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengambilan keputusan merupakan suatu proses mengkombinasikan pendekatan yang rasional dan judgmental, yang prosesnya tidak dapat diformulasikan secara lengkap. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama dari skripsi adalah pendahuluan yang mencakup gambaran

BAB I PENDAHULUAN. Bab pertama dari skripsi adalah pendahuluan yang mencakup gambaran BAB I PENDAHULUAN Bab pertama dari skripsi adalah pendahuluan yang mencakup gambaran umum dalam penyusunan sesuai dengan judul. Penulis menyusun pembabakan dari ringkasan setiap isi dari bab per bab yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat saat ini, membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat saat ini, membuat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat saat ini, membuat pelaku bisnis meningkatkan kinerja perusahaan untuk mempertahankan dalam persaingan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama rentang waktu dua dekade terakhir, lingkungan organisasional

BAB I PENDAHULUAN. Selama rentang waktu dua dekade terakhir, lingkungan organisasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selama rentang waktu dua dekade terakhir, lingkungan organisasional sektor publik telah mengalami banyak perubahan seiring reformasi untuk menuju tata kelola

Lebih terperinci

Standar Audit SA 230. Dokumentasi Audit

Standar Audit SA 230. Dokumentasi Audit SA 0 Dokumentasi Audit SA Paket 00.indb STANDAR AUDIT 0 DOKUMENTASI AUDIT (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah tanggal: (i) Januari 0 (untuk Emiten),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Auditor adalah akuntan publik yang memberikan jasa audit, menurut Mulyadi (2002: 5). Jasa seorang auditor sekarang ini banyak digunakan oleh suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengauditan didefinisikan sebagai suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan dan kejadian ekonomi-ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada pemerintahan sekarang mengharuskan adanya transparansi laporan

BAB I PENDAHULUAN. Pada pemerintahan sekarang mengharuskan adanya transparansi laporan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada pemerintahan sekarang mengharuskan adanya transparansi laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan mengharapkan adanya laporan keuangan yang benar, dapat

Lebih terperinci

RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU. Variabel Penelitian Yang Terkait 1) Kebijakan audit sektor publik 2) Peran audit sektor publik 3) Profesi auditor

RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU. Variabel Penelitian Yang Terkait 1) Kebijakan audit sektor publik 2) Peran audit sektor publik 3) Profesi auditor 61 RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU 1 Pearson 2 Sarens dkk. Keberadaan dan tantangan audit Kebijakan fungsi internal audit Variabel 1) Kebijakan audit 2) Peran audit sektor publik 3) Profesi auditor Internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang auditor dalam proses audit memberikan opini dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seorang auditor dalam proses audit memberikan opini dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang auditor dalam proses audit memberikan opini dengan judgment didasarkan pada kejadian-kejadian dimasa lalu, sekarang, dan yang akan datang. Auditor mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pemakai laporan keuangan (Sarwini dkk, 2014). pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan pemakai laporan keuangan (Sarwini dkk, 2014). pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan keuangan yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia bisnis dan usaha sekarang ini sudah sangat pesat. Hal ini membuat profesi akuntan juga semakin berkembang karena para pelaku bisnis dituntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Indonesia (Manik, 2008). Agency theory berasal dari penggabungan teori ekonomi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Indonesia (Manik, 2008). Agency theory berasal dari penggabungan teori ekonomi, BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Agency Theory di Pemerintah Daerah Teori keagenan (agency theory) menjadi teori dasar dari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan juga akan berkualitas tinggi. etik profesi. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) guna BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persaingan dunia usaha semakin ketat, termasuk persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik. Untuk dapat bertahan di tengah persaingan yang ketat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesi akuntansi dalam mengaudit laporan keuangan. (Daljono dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN. profesi akuntansi dalam mengaudit laporan keuangan. (Daljono dan Fitriani, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya kasus kegagalan audit dalam beberapa dekade belakangan ini, telah menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat mengenai ketidak mampuan profesi akuntansi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan penilaian atas kewajaran dari laporan keuangan. khususnya, memperoleh infomasi keuangan yang andal sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan penilaian atas kewajaran dari laporan keuangan. khususnya, memperoleh infomasi keuangan yang andal sebagai dasar BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jasa profesional akuntan merupakan jasa yang diberikan oleh akuntan publik untuk mengatasi krisis ketidakpercayaan masyarakat terhadap laporan keuangan suatu perusahaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit. Apabila laporan keuangan suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan perusahaan yang diaudit. Apabila laporan keuangan suatu perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh pihak eksternal maupun internal perusahaan. (Singgih dan Bawono, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh pihak eksternal maupun internal perusahaan. (Singgih dan Bawono, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Informasi akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh para pengelola perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnis pada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. (Suartana, 2010). Menurut Luthans, 2006 (dalam Harini et al., 2010), teori ini BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi mempelajari proses bagaimana seseorang menginterpretasikan suatu peristiwa, alasan atau sebab perilakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi perusahaan dengan para pemangku kepentingan yang berisi informasi hasil

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi perusahaan dengan para pemangku kepentingan yang berisi informasi hasil BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan elemen penting yang berfungsi sebagai media komunikasi perusahaan dengan para pemangku kepentingan yang berisi informasi hasil kinerja perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

BAB I PENDAHULUAN. standar yang telah ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik merupakan auditor yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah yang mengelola negara dalam kaitannya dengan masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah yang mengelola negara dalam kaitannya dengan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah yang mengelola negara dalam kaitannya dengan masalah keuangan mencakup dana yang cukup besar, sehingga Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen dengan para pemilik entitas (Astika, 201 1:75). Tujuan yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen dengan para pemilik entitas (Astika, 201 1:75). Tujuan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan Teori ekonomi tentang keagenan memprediksikan dan menjelaskan perilaku pihak-pihak yang terkait dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas

BAB I PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good Corporate Governance (GCG) telah diterapkan secara luas di Indonesia. Syakhroza (2003) dalam Wulandari (2009) mendefinisikan GCG sebagai suatu mekanisme

Lebih terperinci