BAB I PENDAHULUAN. ekonomi serta dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan

Transkripsi

1 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pantang menyerah dan terus berusaha! Kalimat tersebut merupakan kalimat yang dapat menumbuhkan semangat dalam menghadapi segala tantangan yang ada dalam menjalani kehidupan di tengah himpitan ekonomi yang semakin sulit dan keras. Pada saat ini sebagian besar dari usaha pembangunan diarahkan kepada pembangunan di bidang ekonomi, sedangkan pembangunan pada bidang lainnya bersifat menunjang dan melengkapi pembangunan dibidang ekonomi serta dilaksanakan seirama dan serasi dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang ekonomi. Sehubungan dengan hal itu pemerintah telah memperhatikan lembaga perkreditan untuk menunjang perekonomian golongan ekonomi lemah, agar dapat mengembangkan usahanya guna meningkatkan taraf hidup mereka, kelangsungan usaha mereka sangat tergantung pada adanya modal usaha. Modal menjadi masalah yang sulit bagi pengusaha kecil, mereka membutuhkan modal, banyak diantaranya yang terjerat pada lintah darat atau rentenir yang menyalurkan kredit gelap dengan bunga yang relatif tinggi. Bagi pengusaha kecil pemenuhan kredit dari Bank atau lembaga keuangan lainnya dianggap terlalu berbelit-belit, sehingga dibutuhkan adanya perolehan kredit secara mudah tidak berbelit-belit dengan bunga relatif rendah.

2 13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan bahwa : GBHN dan Repelita menghendaki dimungkinkannya pemberian kredit secara luas untuk menunjang kemampuan perluasan industri, perdagangan, investasi dan pembangunan pada umumnya. Di samping itu tampak pula adanya usaha untuk memberikan perlindungan dan stimulans bagi pihak ekonomi lemah / pengusaha kecil untuk mendorong pertumbuhan perusahaanperusahaan kecil dalam lingkup kebijaksanaan perkreditan. 5 Pemerintah melalui Perum Pegadaian berupaya menyalurkan uang pinjaman (kredit) bagi masyarakat terutama pada mereka golongan ekonomi lemah. Perluasan fasilitas kredit memang sangat diperlukan, karena hal ini memberikan kemungkinan perusahaan-perusahaan kecil dan perusahaanperusahaan pada umumnya dapat terdorong untuk maju sehingga dapat mempunyai pengaruh menaikkan taraf hidup perekonomian masyarakat. Kebijakan yang longgar dalam perkreditan juga sangat diperlukan derni perlindungan terhadap pihak masyarakat ekonomi lemah yaitu para petani kecil, pegawai kecil. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan mengemukakan bahwa : Perum Pegadaian adalah Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang memberikan bantuan kredit dengan syarat yang mudah dan sederhana sesuai dengan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat banyak, oleh sebab itu Perum Pegadaian sangat penting dalam hubungannya dengan kelangsungan usaha para pengusaha kecil, mengingat Perum Pegadaian merupakan salah satu kreditur yang dapat dijangkau oleh masyarakat ekonomi lemah. 6 5 Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, halaman 54 6 Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1989, Jaminan Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman 63

3 14 Peran Perum Pegadaian dioptimalisasikan terus-menerus bagi kehidupan masyarakat yang ditunjukkan dengan berbagai perubahan kebijaksanaan yang merupakan contoh kongkrit lahirnya kebijakan - kebijakan baru dengan membenahi secara lebih fungsional pranata yang sudah ada sebelumnya. Kenyataan ini paling tidak menunjukkan betapa Perum Pegadaian dipandang oleh pemerintah sebagai institusi yang amat fungsional untuk menunjang perekonomian nasional dan pencapaian tujuan program pembangunan dalam pembangunan jangka panjang. Optimalisasi peran dan fungsi Perum Pegadaian ini sangat relevan, karena dikaji dari perspektif historis keberadaannya dengan merujuk pada Staadsblad dan lembaran-lembaran negara yang menjadi dasar didirikannya, beserta aturan pelaksanaannya. Dasar hukum pertama keberadaan lembaga pegadaian adalah Staatsblad 1905 No. 490 (Reglement voor den pandhuisdient), yang kemudian ketentuan ini disempurnakan dengan Staatsblaad 1928 No. 24 (wijziging van voor shriften reglement). Berdasarkan Staatsblaad 1930 No. 266, lembaga ini mendapat status sebagai jawatan. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah No. 176 tahun 1961 Jawatan Pegadaian menjadi Perusahaan Negara Pegadaian. Berdasarkan Kepres No.180 tahun 1965 Pegadaian diintregasikan kedalam Bank Sentral, dan kemudian dengan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1969 diubah menjadi Perusahaan Jawatan Pegadaian. Kemudian perubahan-perubahan tersebut berlanjut dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 yang mengubah status lembaga Pegadaian dari

4 15 Perusahaan Jawatan menjadi Perusahaan Umum Pegadaian kemudian dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1998 dan terakhir adalah Peraturan Pemerintah No. 103 tahun Sejak awal pendirian, rumah gadai bertujuan untuk memberikan pelayanan atau menampung kebutuhan masyarakat kecil atas keperluan sejumlah uang nengan jalan menggadaikan barang miliknya dalam jangka waktu tertentu, dengan bunga yang rendah, proses mudah tidak berbelit-belit. Secara tegas tujuan ini juga diuraikan dalam PP No: 103 tahun 2000 yang merupakan aturan dasar Perum Pegadaian, dalam Pasa17 disebutkan : Perusahaan bertujuan : 1. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai, dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku. 2. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap praktek riba dan pinjaman tidak wajar lainnya. Perum Pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan pemerintah, yang berfungsi sebagai pemasuk dana bagi kegiatan perekonornian masyarakat golongan ekonomi lemah dalarn mernenuhi keperluan konsurntif dan produktif, memiliki motto: mengatasi masalah tanpa masalah, yaitu, membantu mengatasi masalah yang dihadapi oleh kelompok masyarakat yang memerlukan pinjaman (kredit) dalam skala kecil atas dasar hukum gadai, dengan segala kemudahan dalam waktu yang singkat, tanpa prosedur yang

5 16 berbelit, dengan menyerahkan harta geraknya sebagai jaminan. Prinsip yang dijalankan Perum Pegadaian dalam penyaluran kredit tersebut adalah menerima barang jaminan berupa barang bergerak (seperti perhiasan, kendaraan bennotor, elektronik dan sejenisnya) dan memberikan pinjarnan (kredit) dengan proses yang cepat, mudah dan murah. Cepat karena nasabah dapat dilayani dalam tempo yang dapat diselesaikan pada saat itu, mudah karena perusahaan tidak menuntut banyak persyaratan administrasi kecuali barang jaminan, sedangkan murah karena suku bunga yang dikenakan relatif kecil untuk kategori pinjaman jangka pendek. Pada dasarnya gadai diberikan untuk menjamin tagihan atas suatu piutang kreditur, di mana sebelum adanya gadai telah terlebih dahulu terjadi perjanjian pinjam meminjam uang yang merupakan perjanjian pokok, karena itu gadai bersifat accessoir yang artinya merupakan tambahan dari perjanjian pokok. Jadi adanya gadai tergantung dari perjanjian pokok yang berupa pinjam - meminjam uang, hal ini dimaksudkan agar si berhutang (debitur) jangan sampai tidak membayar hutangnya. Jika nanti debitur wanprestasi (tidak membayar hutangnya) maka benda gadai (jaminan) tersebut dipakai sebagai perlunasannya. Adapun syarat mutlak gadai bahwa benda gadai harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai (inbzitstelling). Pada saat benda gadai diserahkan kepada kreditur pemegang gadai dalam hal ini Perum Pegadaian, maka benda gadai tersebut menjadi tanggung jawab dari Perum Pegadaian sampai benda gadai tersebut ditebus, seandainya benda gadai tersebut hilang atau rusak atau

6 17 nilainya menjadi merosot atau sebab-sebab lain yang terletak dalam batas kewajiban menjaga dari Perum Pegadaian, maka Perum Pegadaian harus mengganti dengan cara membayar seharga nilai barang atau tergantung kesepakatan ke dua belah pihak. Satrio menjelaskan bahwa gadai pada Perum Pegadaian mempunyai sifat atau ciri yang berbeda, pihak Pegadaian dapat menanggung kerugian pada saat eksekusi, yang berarti bahwa tanggung jawab debitur (pemberi gadai) hanyalah sebesar barang gadainya saja. Debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar jumlah yang disebut dalam surat hutang, tapi ia berhak untuk menebusnya. Harta benda debitur yang lain tidak dapat diambil untuk perlunasan hutang gadai. 7 Seiring dengan perkembangan ekonomi dan moneter dewasa ini, yang ditandai dengan membaiknya tingkat penghasilan masyarakat, maka barang atau benda yang dijadikan jaminan oleh pemberi gadai (debitur) kepada Perum Pegadaian mengalami perubahan atau pergeseran yaitu dari barang-barang bergerak berwujud seperti keperluan rumah tangga seperti kain, barang pecah belah, kemudian meningkat pada barang-barang bergerak berwujud seperti perhiasan, elektronik, kendaraan bermotor (motor, mobil) dan lain sebagainya. Namun, ada kalanya pelaksanaan perjanjian kredit yang dijamin dengan gadai tidak seperti yang diharapkan, bahkan obyek gadai ada yang hilang, rusak atau musnah, dan kadang kala hasil penjualan barang gadai tidak cukup untuk membayar hutang pemberi gadai. 7 Satrio, J., 1991, Hukum Jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, halaman

7 18 Terjadinya yang tidak diharapkan tersebut pada akhirnya memicu adanya tuntutan pelaksanaan kewajiban dan hak dari masing masing pihak baik pihak pegadaian atau kreditor maupun nasabah atau debitor. Pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut harus dilaksakan dengan proposional dan dengan memperhatikan aturan hukum yang ada sehingga rasa keadilan dapat terwujud sebagai bentuk perlindungan hukum. Perlindungan ini menjamin terlaksananya kewajiban dan hak masing-masing pihak secara seimbang dan merata Dengan kenyataan di atas, maka hal ini mendorong penulis untuk mengadakan penelitian untuk penulisan hukum terhadap hal tersebut dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Gadai dan Penerima Gadai di Perum Pegadaian Cabang Depok Semarang. B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah tersebut di atas, dipilih permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan gadai di Perum Pegadaian Cabang Depok Semarang? 2. Bagaimanakah perhitungan ganti rugi kepada pemberi gadai yang obyek gadainya rusak atau hilang? 3. Bagaimanakah penyelesaian hutang debitur jika hasil penjualan lelang barang jaminan tidak dapat untuk melunasi hutang tersebut?

8 19 C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai perlindungan hukum bagi pemberi gadai dan penerima gadai di Perum Pegadaian Cabang Depok Semarang belum pernah ada. Sepanjang yang penulis ketahui terdapat penulisan yang ditulis oleh Alain Fathiandityo yang membahas mengenai perlindungan hokum terhadap pemberi gadai atas kerusakan obyek gadai di Perum Pegadaian Cabang Pekalongan, yang dalam penulisan tersebut hanya membahas dan menjelaskan mengenai perlindungan hukum kepada pemberi gadai atas kerusakan obyek gadai dan pelaksanaan pemberian ganti rugi atas obyek gadai di Perum Pegadaian Cabang Pekalongan. Hal ini tentu saja berbeda, mengingat dalam penulisan ini, penulis melakukan penelitian untuk penulisan ini di Perum Pegadaian Cabang Depok Semarang yang tidak hanya sekedar membahas perlindungan hukum terhadap pemberi gadai yang barang gadainya rusak tetapi juga membahas mengenai pelaksanaan kredit gadai secara detail berdasarkan ketentuan serta pelaksanaannya dan penulis juga membahas perlindungan hukum terhadap penerima gadai yang hasil lelang benda gadai tidak mencukupi untuk membayar hutang debitor. hal hasil lelang benda gadai tidak mencukupi untuk membayar hutang debitor ini di bahas oleh penulis agar terdapat kesetaraan dalam perspektif perlindungan hukum terhadap suatu perjanjian gadai sebab dalam perjanjanjian tersebut terdapat 2 (dua) pihak yang saling mempunyai hak dan kewajiban. Selain hal hal tersebut di atas, terdapat beberapa ketentuan pelaksanaan gadai yang mengalami perubahan sehingga penulis dapat membahas pelaksanaan

9 20 peraturan baru ke dalam kasus nyata yang terjadi setelah di berlakukannya ketentuan baru tersebut. Apabila ternyata pernah dilakukan yang sama maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan bigang hukum perdata, khususnya hukum gadai. 2. Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hukum gadai dan praktek riil di dalam masyarakat. 3. Sebagai bahan dan sumber penemuan hukum bagi pemerintah dan instansi yang berwenang. E. Tujuan Penelitian Tujuan Obyektif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan gadai di Perum Pegadaian Cabang Depok Semarang. 2. Untuk mengetahui prosedur dan tanggung jawab Perum Pegadaian dalam melakukan perhitungan ganti rugi kepada pemberi gadai yang obyek gadainya rusak atau hilang. 3. Untuk mengetahui penyelesaian hutang debitur jika hasil penjualan lelang barang jaminan tidak dapat untuk melunasi hutang tersebut.

10 21 Sedangkan Tujuan Subyektif penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh data yang lengkap dalam rangka penulisan hukum sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Magister Kenotariatan pada program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada. 2. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat membantu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya hukum gadai dan pelaksanaannya di masyarakat.