BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM"

Transkripsi

1 20 BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Perkawinan menurut Hukum Islam Melalui Nash-nash yang tertuang dalam Al-Qur an maupun al-hadits, Allah telah memberikan petunjuk kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan hidupnya. Salah satu yang menjadi pembahasan dalam nash, dan dianggap sebagai hal yang sangat penting, adalah mengenai perkawinan. Perkawinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan menjadi kebutuhan dasar (basic demand) bagi setiap manusia normal. Tanpa perkawinan kehidupan seseorang akan menjadi tidak sempurna dan lebih dari itu, menyalahi fitrahnya. Sebab Allah SWT telah menciptakan makhluknya secara berpasang-pasangan, saling mencurahkan kasih sayang, saling membantu, saling memberi dan menerima. Dengan demikian akan tecipta suasana damai dan bahagia antara mereka, sehingga dalam konteks inilah perkawinan menjadi media sekaligus sebagai faktor yang signifikan dalam membangun nilai-nilai insaniyah. 20

2 21 Perkawinan atau pernikahan menurut bahasa mempunyai dua arti yaitu arti sebenarnya (hakekat) dan arti kiasan 22 Arti yang sebenarnya dari pada nikah atau kawin yaitu ( ) yakni menjadi satu atau ( ) yakni berkumpul. sedang arti kiasannya yaitu akad yang mengandung pembolehan (hal yang membolehkan) watha` (setubuh/jima) dengan lafazd ( ) nikah atau ( ) kawin. 23 Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. 24 Perkawinan disebut juga dengan pernikahan, berasal dari kata nikah yang artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh (wata'). 25 Menurut ulama' Syafi'iyah perkawinan atau pernikahan adalah akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafazd na-ka-ha atau za-wa-ja. (al-mahalliy, 206). Menggunakan lafazd na-ka-ha atau za-wa-ja mengandung maksud bahwa akad yang membolehkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan Kamal Muhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 2001), h Abi Bakar Utsman Ad-Dhimyathi, Hasyiyah I`anah At-Thalibin `ala Halii Al-Alfazh Fathu Al-Mu`in, (Beirut : Dar al-kotob al-ilmiyah, 2005), jilid III, h Dep Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1994), Cet. III, Edisi kedua, h Muhammad Bin Ismail Al-Kahlany, Subulus Salam, (Bandung: Dahlan), jilid III, h Prof. DR. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h

3 22 Sedangkan perkawinan di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), ialah akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalizdhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. 27 Ungkapan akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalizdhan merupakan penjelasan dari ungkapan "ikatan lahir batin" yang terdapat dalam rumusan UU yang mengandung arti bahwa akad perkawinan itu bukanlah semata perjanjian yang bersifat keperdataan. Sedangkan ungkapan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah, merupakan penjelasan dari ungkapan "berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam UU. 28 Adapun pekawinan menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia, menjelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 29 Ikatan lahir batin merupakan tanggung jawab berlanjut, bukan hanya sekedar hubungan perdata antara sesama manusia sewaktu hidup di dunia tetapi akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Untuk mempertanggung jawabkan perkawinan dihadap Allah, demikian pula pembinaan keluarga dan 27 Himpunan Undang-undang Republik Indonesia tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Citra Media Wacana, 2008), Cet. I, h Prof. DR. Amir Syarifuddin, Op.cit, h Himpunan Undang-undang Republik Indonesia tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam,, Op.cit, h. 8

4 4 23 keturunan harus berdasarkan ketentuan agama masing-masing keluarga wajib menegakkan hukum agama. 30 Dari istilah tadi dapat kita ambil benang merahnya bahwa hakikat dari pada perkawinan yaitu suatu Akad (ikatan, perjanjian) yang kuat (lahir batin) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya diharamkan, untuk membentuk keluarga yang bahagia (sakinah, mawaddah, dan rahmah) berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dari pernikahan itu sendiri. Maka dengan itu terbentuklah keluarga karena keluarga adalah satusatunya perkumpulan berdasarkan hubungan darah atau hubungan perkawinan yang diakui islam. 31 Allah SWT, berfirman dalam Surah An-Nisa : 1 $pκ ]ÏΒ t,n=yzuρ ;οy Ïn uρ < ø Ρ ÏiΒ /ä3s)n=s{ Ï%!$# ãνä3 /u (#θà)?$# â $ Ζ9$# $pκš r' tƒ ϵÎ/ tβθä9u!$ s? Ï%!$#!$# (#θà)?$#uρ [!$ ÎΣuρ #Z ÏWx. Zω%ỳ Í $uκåκ ]ÏΒ ]t/uρ $yγy_ ρy $Y6ŠÏ%u öνä3ø n=tæ tβ%x.!$# βî) 4 tπ%tnö F{$#uρ 1995), h Umar Said, Hukum Islam di Indonesia, (Surabaya: Cempaka, 1996), h Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM,

5 24 B. Syarat dan Rukun Perkawinan Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah 33 bagian dari hakikat perkawinan itu sendiri, seprti laki-laki, perempuan,wali dan akad nikah. 34 Sedangkan yang dimaksud syarat adalah sesuatu yang mesti ada di dalam suatu perkawinan, tetapi tidak termasuk dari hakikat suatu perkawinan, misalnya syarat wali itu laki-laki, baligh, berakal dan sebagainya. 35 a. Rukun-rukun perkawinan: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur'an, Op.cit, h Prof. DR. Amir Syarifuddin, Op.cit, h Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: tp, 1981), h Zakiyah Derajat, Perkawinan yang Bertanggung Jawab, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h.

6 25 1. Calon Suami 2. Calon Istri 3. Wali Nikah 4. Dua Orang Saksi 5. Ijab dan Qabul. 36 b. Syarat-syarat perkawinan Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan itu ada dua: 1. Calon mempelai perempuannya halal dikawin oleh laki-laki yang ingin menjadinya istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang yang haram dinikahi, baik karena haram dinikahi untuk sementara maupun selama-lamanya. 2. Akad nikahnya dihadiri para saksi. 37 Secara rinci, masing-masing rukun di atas akan di jelaskan syaratsyaratnya sebagai berikut: 1. Syarat- syarat kedua mempelai a. Syarat-syarat pengantin pria Syari'at Islam menentuka beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para ulama', yaitu: 1. Calon suami beragama islam h Abdurrahman al- Jaziri, al-fiqh Ala Mazahibil Aba ah, juz IV (Bairut: Darul Fikr, 1969), 37 Sayyid Sabiq, Fiqh al- Sunnah, (Beirut: Dar al-fikr, 1983), Cet. IV, Jilid 2, h. 48

7 26 2. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul-betul laki-laki 3. Orangnya diketahui dan tertentu 4. Calon mempelai laki-laki itu jelas hal kawin dengan calon istri 5. Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu betul calon istrinya halal baginya 6. Calon suami rela (tidak di paksa) untuk melakukan perkawinan itu 7. Tidak sedang melakukan ihram 8. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri 9. Tidak sedang mempunyai istri empat. 38 b. Syarat-syarat calon pengantin perempuan: 1. Beragama Islam atau ahli Kitab 2. Terang bahwa ia wanita, bukan khuntsa (banci) 3. Wanita itu tentu orangnya 4. Halal bagi calon suami 5. Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan masih dalam iddah 6. Tidak dipaksa/ikhtiyar 7. Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah Syarat-syarat Ijab Kabul Ijab dan Kabul dilakukan di dalam satu majlis, dan tidak boleh ada jarak Zakiah Derajad (et al), Ilmu Fiqh, (yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid 2, h Ibid, h. 41

8 27 yang lama antara ijab dan kabul yang merusak kesatuan akad dan kelangsungan akad dan masing-masing ijab dan kabul dapat di dengar dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi. Adapun lafazd yang digunakan untuk akad nikah menurut asy-syafi'i dan Hambali adalah lafazd nikah atau tazwij, yang terjemahannya adalah kawin dan nikah. Sebab kalimat-kalimat itu terdapat di dalam kitabullah dan sunnah Syarat-syarat Wali Menurut Syaikh Abu Syujak, yang terutama menjadi wali adalah ayah, kakek, saudara laki-laki sekandung, anak laki-lakinya saudara sekandung, anak laki-lakinya saudara laki-laki seayah, paman, anak laki-laki paman. 41 Wali hendaklah seorang laki-laki, Islam, baligh, berakal, merdeka, dan adil Syarat-syarat Saksi a. Berakal, bukan orang gila b. Baligh, bukan anak-anak c. Merdeka, bukan budak d. Islam e. Kedua orang saksi itu mendengar. 43 Adapun Syarat-syarat yang fasid (rusak) dalam perkawinan, yaitu: 40 DR. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A., Op. cit, h Imam Taqiyuddn Abu Bakar bin Muhammad AlHusaini, Kifayatul Ahyar, (Sarifuddin Anwar dan Mishbah Musthafa), (Surabaya: Bina Iman, t.t), h Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru, 1990), h Slamet Abidin dan H.Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. I, h. 64

9 28 1. Syarat yang fasid yang dapat membatalkan akad, diantaranya: a. Nikah Syighar, seseorang yang menikahkan anak perempuannya atau saudara perempuannya ataupun perempuan lain yang ada hak kewaliannya atas perempuan tersebut. Dengan syarat orang menikahkannya dengan anak perempuannya, saudara perempuannya atau perempuan lainnya. b. Nikah Muhallil, menikahi perempuan yang telah di talak tiga dengan syarat setelah menggaulinya kemudian mentalaknya, agar suami pertama halal menikahi kembali. Atau menikahi dengan tujuan penghalalan suami pertama atau ke duanya (orang yang menikahi perempuan tersebut) telah bersepakat dengan suami pertama sebelum menikah. c. Nikah Mut'ah, 44 disebut juga zawaj muaqqat (kawin sementara) dan zawaj munqathi (kawin kontrak), yaitu seorang laki-laki menyelenggarakan akad nikah dengan perempuan untuk jangka sehari atau sepekan atau sebulan batasan-batasan waktu lainnya yang telah diketahui Syakh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Terj: Achmad Munir Badjeber, M.Ag., Futuhal Arifin, Lc., dkk, (Jakarta: Darus Sunnah, 2007), Cet. 1, h Abdul Azhim bin Badawi al-khalafi, Al-Wajiz Ensiklopedi Fiqih Islam dalam Al-Qur an dan As-Sunnah As-Shahih, Terj: Ma ruf Abdul Jalil (Jakarta: Pustaka as-sunnah, 2006), Cet. 1, h. 579

10 29 Artinya: 2. Syarat yang fasid tetapi tidak membatalkan akad nikah: a. Bila suami pada saat akad nikah mensyaratkan pengguguran beberapa hak isteri, seperti isteri tidak menerima mahar, atau istri tidak mendapatkan nafkah. Perkawinannya tetap sah, syaratsyaratnya batal. b. Bila suami mensyaratkan istrinya seorang muslimah tetapi ternyata seorang ahli kitab, atau mensyaratkan perawan tetapi ternyata janda. Maka nikahnya sah dan baginya hak fasakh jika ia mau. c. Bila suami menikahi perempuan yang dianggap merdeka tetapi ternyata perempuan tersebut budak, maka baginya khiyar (pilihan) bila sang istri orang yang halal dinikahi. 47 C. Tujuan disyari'atkannya Nikah Tujuan Nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang akan melaksanakannya, karena lebih bersifat subyektif. Namun demikian 46 Dani Hidayat, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkaam versi 2.0, (Tasikmalaya: Pustaka Al-Hidayah, 2008), Hadis No Syakh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Op.cit, h. 1000

11 30 ada tujuan umum disyari'atkannya perkawinan yaitu seperti halnya yang diinginkan oleh semua orang yang akan melakukan perkawinan yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. 48 Disamping tujuan umum dari disyari'atkannya perkawinan, masih terdapat tujuan-tujuan lain yang dapat dikemukakan secara rinci sebagai berikut: 1. Kawin merupakan jalan terbaik untuk memiliki anak, memperbanyak keturunan, sambil menjaga nasab yang dengannya bisa saling mengenal, bekerja sama, berlemah lembut dan saling tolong-menolong. 2. Kawin merupakan jalan terbaik untuk menyalurkan kebutuhan biologis, menyalurkan syahwat dengan tanpa resiko terkena penyakit. 3. Kawin bisa dimanfaatkan untuk membangun keluarga solihah yang menjadi panutan bagi masyarakat, suami akan berjuang dalam bekerja, memberi nafkah dan menjaga keluarga, sementara istri mendidik anak, mengurus rumah dan mengatur penghasilan. Dengan demikian masyarakat akan menjadi benar keadaannya. 4. Kawin akan memenuhi sifat kebapaan serta keibuan yang tumbuh dengan sendirinya ketika memiliki keturunan. 48 Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahaim al Mughiroh bin Bazdizbah al Bukhori al Ju'fi, Shohih Bukhori VI, (tp, tt) h. 23

12 31 5. Perkawinan merupakan suasana solihah yang menjurus kepada pembangunan serta ikatan kekeluargaan, memelihara kehormatan dan menjaganya dari segala keharaman, 49 nikah juga untuk menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah itu dari pada kebinasaan. Sebab seorang perempuan, apabila ia sudah kawin maka nafkahnya (belanjanya) jadi wajib atas tanggungan suaminya. 50 Sehingga dapat menimbulkan suatu kelembutan, kasih sayang serta kecintaan diantara sumi istri. Adapun di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 3, tujuan dari pada disyari'atkannya perkawinan yaitu untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dan di dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu suami istri perlu membina saling pengertian dan bantu-membantu serta mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bersama spiritual dan materiil dalam waktu yang tak terbatas. Pasal ini sejalan dengan firman Allah: Ÿ yèy_uρ $yγøšs9î) (#þθãζä3ó tfïj9 %[` uρø r& öνä3å à Ρr& ô ÏiΒ /ä3s9 t,n=y{ βr& ÿ ϵÏG tƒ#u ô ÏΒuρ 49 Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri, Ringkasan fiqih islam 6, Terj: Team Indonesia islamhouse.com: Nikah dan Permasalahan yang terkait,(indonesia: Islamhouse.com, 2009), h H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta: Attahiriyah, t.t), Cet. XVII, h. 356

13 32 tβρã 3x tgtƒ 5Θöθs)Ïj9 ;M tƒuψ y7ï9 sœ Îû βî) 4 ºπyϑômu uρ Νà6uΖ t/ Zο Šuθ Β Dari ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan rasa kasih sayang akan terbentuk sebuah rumah tangga yang sakinah, bahagia dan kekal. Hadis Nabi: D. Larangan Perkawinan Larangan perkawinan atau Mahram berarti yang terlarang, sesuatu yang 51 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al-Qur'an, Op.cit, h Dani Hidayat, Op.cit, Hadis No. 993

14 33 terlarang maksudnya ialah perempuan yang terlarang untuk dikawini. 53 Ada bermacam-macam larangan menikah (kawin), antara lain: 1. Larangan perkawinan karena berlainan agama 2. Larangan perkawinan karena hubungan darah yang terlampau dekat 3. Larangan perkawinan karena hubungan susuan 4. Larangan perkawinan karena hubungan semenda 5. Larangan perkawinan poliandri 6. Larangan perkawinan terhadap wanita yang di li'an 7. Larangan perkawinan (menikahi) wanita/pria pezina 8. Larangan perkawinan dari bekas suami terhadap wanita (bekas istri yang di talak tiga) 9. Larangan kawin bagi pria yang telah beristri empat. 54 Allah telah menjelaskan di dalam firmannya, wanita-wanita yang haram untuk dinikahi, yaitu surat An-Nisa ayat 23: öνä3çg n= yzuρ öνä3çg ϑtãuρ öνà6è? uθyzr&uρ öνä3è?$oψt/uρ öνä3çg yγ Βé& öνà6ø n=tã ômtβìh ãm Νà6è? uθyzr&uρ öνä3oψ è Êö r& û ÉL 9$# ãνà6çf yγ Βé&uρ ÏM zw{$# ßN$oΨt/uρ ˈF{$# ßN$oΨt/uρ ÏiΒ Νà2Í θàfãm Îû ÉL 9$# ãνà6ç6í t/u uρ öνä3í!$ ÎΣ àm yγ Βé&uρ Ïπyè Ê 9$# š ÏiΒ 53 Abdul Rahman Ghazaly, Fikih Munakahat, (Jakarta: Kencana, 2008), h Mohd. Idris Ramulyo, S.H., M.H., Hukum Perkawinan Islam: Suatu Analisis dari Undangundang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. I, h. 35

15 34 y$oψã_ Ÿξsù ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ (#θçρθä3s? öν 9 βî*sù ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ ÉL 9$# ãνä3í!$ ÎpΣ š t/ (#θãèyϑôfs? βr&uρ öνà6î7 n=ô¹r& ô ÏΒ t É 9$# ãνà6í!$oψö/r& ã Í n=ymuρ öνà6ø n=tæ $VϑŠÏm #Y θà xî tβ%x.!$# χî) 3 y#n=y ô s% $tβ žωî) È tg zw{$# Secara garis besar larangan perkawinan dengan seorang perempuan yang telah disepakati ada dua macam yaitu: 1. Larangan selamanya (mahram muabbad) Adalah perempuan yang tidak boleh dikawini sepanjang masa atau tidak boleh dikawini untuk selama-lamanya. 2. Larangan sementara (mahram ghairu muabbad) Adalah perempuan yang tidak boleh dikawini sementara waktu, bila 55 Yayasan penyelenggara penterjemah/pentafsir Al-Qur'an, Op. cit, h. 120

16 35 keadaan berubah haram sementaranya hilang menjadi halal Larangan perkawinan untuk selamanya (mahram muabbad), terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Haram dinikahi karena faktor keturunan (nasab), yaitu: 1. Ibu dan seterusnya ke atas 2. Anak perempuan dan seterusnya ke bawah 3. Saudara perempuan 4. Bibi (dari ayah) 5. Bibi (dari ibu) 6. Puteri dari saudara laki-laki 7. Puteri dari saudara perempuan Ketentuan perempuan yang haram dinikahi karena faktor nasab, semua kerabat seorang pria yang mempunyai hubungan nasab, haram baginya untuk menikahinya, kecuali sepupunya (baik puteri paman atau bibi dari jalur ayah atau ibu). 57 Sebaliknya seorang perempuan tidak boleh kawin untuk selama-lamanya karena faktor keturunan atau nasab dengan laki-laki tersebut dibawah ini: 1. Ayah, ayahnya ayah dan ayahnya ibu dan seterusnya keatas 56 M. Thalib, Liku-liku Perkawinan, (Yogyakarta: PD Hidayat, 1986), h Syakh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Terj: Achmad Munir Badjeber, M.Ag., Futuhal Arifin, Lc., dkk, (Jakarta: Darus Sunnah, 2007), Cet. 1, h

17 36 2. Anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki atau anak perempuan, dan seterusnya ke bawah. 3. Saudara-saudara laki-laki kandung, seayah atau seibu 4. Saudara-saudara laki-laki ayah, kandung, seayah atau seibu dengan ayah; saudara laki-laki kakek, kandung atau seayah atau seibu dengan kakek, dan seterusnya ke atas. 5. Saudara-saudara laki-laki ibu, kandung, seayah atau seibu dengan ibu; saudara laki-laki nenek, kandung, seayah atau seibu dengan nenek dan seterusnya ke atas. 6. Anak laki-laki saudara laki-laki kandung, seayah atau seibu; cucu lakilaki dari saudara laki-laki kandung, seayah atau seibu dan seterusnya menurut garis lurus ke bawah. 7. Anak laki-laki dari saudara perempuan, kandung, seayah atau seibu; cucu laki-laki dari saudara perempuan kandung, seayah atau seibu dan seterusnya dalam garis lurus ke bawah. 58 b. Haram dinikahi karena faktor Mushaharah (perkawinan), yaitu: 1. Ibu isteri (ibu mertua), dan tidak dipersyaratkan tahrim (pengharaman) ini suami harus dukhul bercampur lebih dahulu. Meskipun hanya sekedar akad nikah dengan puterinya, maka sang ibu menjadi haram atas menantu tersebut. 58 Prof. DR. Amir Syarifuddin, Op.cit, h

18 37 2. Anak perempuan dari istri yang sudah didukhul (dikumpuli), oleh karena itu, manakala akad nikah dengan ibunya sudah dilangsungkan namun belum sempat (mengumpulinya), maka anak perempuan termaksud halal bagi mantan suami ibunya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah: ãνà6í!$oψö/r& ã Í n=ymuρ öνà6ø n=tæ y$oψã_ Ÿξsù ÎγÎ/ ΟçFù=yzyŠ (#θçρθä3s? öν 9 βî*sù 3. Istri anak (menantu perempuan), ia menjadi haram dikawin hanya sekedar dilangsungkannya akad nikah. 4. Istri bapak (ibu tiri) diharamkan atas anak menikahi istrinya bapak dengan sebab hanya sekedar terjadinya akad nikah dengannya. 59 c. Haram dinikahi karena faktor susuan, yaitu: 1. Ibu yang menyusui. Karena, ia menjadi ibu bagi anak yang disusuinya 2. Ibu dari ibu yang menyusui (nenek). Karena, ia telah menjadi neneknya. 3. Ibu dari suami wanita yang menyusui. Karena, ia juga menjadi neneknya. 59 Abdul Azhim bin Badawi al-khalafi, Op.cit, h. 570

19 38 4. Saudara perempuan ibu yang menyusui. Karena, ia menjadi bibi bagi yang disusui. 5. Saudara perempuan dari suami ibu yang menyusui. Karena, ia juga menjadi bibi bagi yang disusui dari pihak bapak 6. Cucu perempuan dari ibu yang menyusui. Karena, mereka adalah kemenakan bagi anak yang disusui tersebut. 7. Saudara perempuan dari bapak dan ibu. Saudara perempuan dari bapak dan ibu yang menyusui. Yaitu wanita yang dususui, baik berbarengan dengan anak yang disusuinya maupun sebelum atau sesudahnya. Begitu pula dengan saudara perempuan dari bapak susuan, yaitu wanita yang disusui oleh istri bapak. Juga saudara perempuan dari ibu susuan, yaitu wanita yang disusui oleh ibu dengan air susu yang keluar dari suami lain Larangan sementara (mahram ghairu muabbad) Wanita-wanita yang haram dinikahi tidak untuk selamanya (bersifat sementara), adalah sebagai berikut: 1. Dua perempuan bersaudara haram dikawini oleh seorang laki-laki dalam waktu yang bersamaan; maksudnya mereka haram dimadu dalam waktu yang bersamaan. 60 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Terj: M. Abdul Gaffar E.M, (Jakarta timur: Pustaka Al-Kautsar, 2008), Cet. 1, h

20 39 Apabila mengawini mereka berganti-ganti, seperti seorang laki-laki mengawini seorang wanita, kemudian wanita tersebut meninggal atau di cerai, maka laki-laki itu tidak haram mengawini adik atau kakak perempuan dari wanita yang telah meninggal dunia tersebut. Keharaman mengumpulkan dua wanita dalam satu perkawinan, ini juga diberlakukan terhadap dua orang yang mempunyai hubungan keluarga bibi dan kemenakan. Larangan ini dinyatakan dalam sebuah hadist Nabi riwayat Bukhari Muslim dari Abu Hurairah: 2. Wanita yang terikat perkawinan dengan laki-laki lain, haram dinikahi oleh seorang laki-laki. 3. Wanita yang sedang dalam iddah, baik iddah cerai maupun iddah ditinggal mati berdasarkan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 228 dan Wanita yang ditalak tiga, haram kawin lagi dengan bekas suaminya kecuali kalau sudah kawin lagi dengan orang lain dan telah berhubungan kelamin serta dicerai oleh suami terakhir itu dan telah habis masa iddahnya.

21 40 5. Wanita yang sedang melakukan ihram, baik ihram umrah maupun ihram haji, tidak boleh dikawini. Hal ini berdasarkan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Usman bin Affan: 6. Wanita musyrik, haram dinikah. Yang dimaksud wanita musrik ialah yang menyembah selain Allah DR. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A., Op.cit, h

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Dalam ajaran Islam sebuah perkawinan merupakan peristiwa sakral bagi manusia, karena melangsungkan perkawinan merupakan

Lebih terperinci

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan

BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan BAB III Rukun dan Syarat Perkawinan Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun perkawinan terdiri dari calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Pembatalan Perkawinan 1. Pengertian pembatalan perkawinan Yaitu perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELARANGAN NIKAH DIKALANGAN KIAI DENGAN MASYARAKAT BIASA DI DESA BRAGUNG KECAMATAN GULUK-GULUK KABUPATEN SUMENEP A. Analisis Hukum Islam terhadap Latar Belakang Pelarangan

Lebih terperinci

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI BAB 9 A. KELUARGA Untuk membangun sebuah keluarga yang islami, harus dimulai sejak persiapan pernikahan, pelaksanaan pernikahan, sampai pada bagaimana seharusnya suami dan

Lebih terperinci

POLIGAMI MENURUT MASYARAKAT AWAM, PRIYAYI DAN ULAMA DITINJAU DARI SEGI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA. (Studi Kasus di Kecamatan Serengan)

POLIGAMI MENURUT MASYARAKAT AWAM, PRIYAYI DAN ULAMA DITINJAU DARI SEGI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA. (Studi Kasus di Kecamatan Serengan) POLIGAMI MENURUT MASYARAKAT AWAM, PRIYAYI DAN ULAMA DITINJAU DARI SEGI HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA (Studi Kasus di Kecamatan Serengan) Disusun dan diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

Lebih terperinci

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo* Abstrak Nikah Sirri dalam perspektif hukum agama, dinyatakan sebagai hal yang sah. Namun dalam hukum positif, yang ditunjukkan dalam Undang -

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan. a. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz nikah 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan 1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan Perkawinan atau pernikahan dalam fikih berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Menurut fiqih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM MUNAKAHAT (FIQH) DAN PERWALIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. A. Perkawinan Dalam Hukum Munakahat (Fiqh)

BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM MUNAKAHAT (FIQH) DAN PERWALIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. A. Perkawinan Dalam Hukum Munakahat (Fiqh) 12 BAB II PERKAWINAN DALAM HUKUM MUNAKAHAT (FIQH) DAN PERWALIAN DALAM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Perkawinan Dalam Hukum Munakahat (Fiqh) Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG ISBAT NIKAH A. Isbat Nikah 1. Pengertian Isbat Nikah Kata isbat berarti penetapan, penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan, menetapkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. TINJAUAN TENTANG PERKAWINAN 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan atau pernikahan terdiri dari kata nikah yang berasal dari bahasa Arab nikaahun. Dalam kitab fiqh, bahasan tentang

Lebih terperinci

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:

APAKAH ITU MAHRAM. Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda: APAKAH ITU MAHRAM Beberapa waktu yang lalu di berita salah satu televisi swasta nasional menayangkan kontak pemirsa. Di sana ada penelpon yang menyebutkan tentang kegeli-annya terhadap tingkah pejabat-pejabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam undang undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang

Lebih terperinci

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN BAB IV ANALISIS 4 MADZAB FIQIH TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR 0034/Pdt.P/2016/PA.NGJ TENTANG WALI AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP STATUS ANAK DARI PEMBATALAN PERKAWINAN A. Analisis Status Anak Dari Pembatalan Perkawinan No: 1433/Pdt.G/2008/PA.Jombang Menurut Undang-Undang Perkawinan Dan Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah wa rahmah. 3 Agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mîtsâqan ghalîdhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

Lebih terperinci

BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM. dalam bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut

BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM. dalam bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut 22 BAB II PERNIKAHAN DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Pernikahan Menurut Hukum Islam Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk bersetubuh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN IMPLIKASI HUKUM PERKAWINAN AKIBAT PEMALSUAN STATUS CALON SUAMI DI KUA KECAMATAN SUKODONO MENURUT KHI DAN FIQIH MADZHAB SYAFI I 1. Analisis Implikasi Hukum perkawinan

Lebih terperinci

Munakahat ZULKIFLI, MA

Munakahat ZULKIFLI, MA Munakahat ZULKIFLI, MA Perkawinan atau Pernikahan Menikah adalah salah satu perintah dalam agama. Salah satunya dijelaskan dalam surat An Nuur ayat 32 : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tatanan sosial sebuah masyarakat yang besar terdiri atas kumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam tatanan sosial sebuah masyarakat yang besar terdiri atas kumpulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam tatanan sosial sebuah masyarakat yang besar terdiri atas kumpulan masyarakat kecil disebut dengan keluarga. Dinamika sosial yang terjadi dalam suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH 75 BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Pendapat Hakim Tentang Status Istri Setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor: 273/Pdt.G/2010/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB III KONSEPSI PERNIKAHAN DALAM UU NO. 1 TAHUN Perkawinan dalam agama Islam disebut dengan nikah dan pengertian

BAB III KONSEPSI PERNIKAHAN DALAM UU NO. 1 TAHUN Perkawinan dalam agama Islam disebut dengan nikah dan pengertian 31 BAB III KONSEPSI PERNIKAHAN DALAM UU NO. 1 TAHUN 1974 A. Pengertian, Dasar, Rukun Penikahan A.1. Pengertian Perkawinan Perkawinan dalam agama Islam disebut dengan nikah dan pengertian nikah menurut

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada kodratnya adalah sebagai makhluk sosial (zoon politicon) Dimana memiliki sifat yang saling membutuhkan, karena sejak lahir manusia telah dilengkapi dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI. sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI. sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam Al-Quran dan 20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN BAGI PEGAWAI NEGERI PADA POLRI A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan 1. Pengertian perkawinan Secara etimologis perkawinan dalam Bahasa Arab berarti nikah atau

Lebih terperinci

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 IMPLIKASI PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 1 TAHUN 1974 Samuji Sekolah Tinggi Agama Islam Ma arif Magetan E-mail: hajaromo@yahoo.co.id Abstrak Perkawinan di bawah tangan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG WALI. pengasuh, orang tua atau pembimbing terhadap orang atau barang 1.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG WALI. pengasuh, orang tua atau pembimbing terhadap orang atau barang 1. 24 BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG WALI A. Definisi Wali Kata wali dalam kamus besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengasuh, orang tua atau pembimbing terhadap orang atau barang 1. Perwalian dalam istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiqh adalah hubungan yang terjalin antara suami istri dengan ikatan hukum

BAB I PENDAHULUAN. fiqh adalah hubungan yang terjalin antara suami istri dengan ikatan hukum 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hal yang sangat diharapkan banyak orang dikarenakan banyak keuntungan dan kemuliaan bagi siapa saja yang melakukannya. Pernikahan

Lebih terperinci

BAB II SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. makhluk-makhluk-nya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling

BAB II SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. makhluk-makhluk-nya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling BAB II SISTEM HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Dalam kehidupan di dunia yang indah ini, Allah SWT menciptakan makhluk-makhluk-nya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II. Persetujuan Pasangan Suami Istri Dalam Menentukan Jodoh

BAB II. Persetujuan Pasangan Suami Istri Dalam Menentukan Jodoh 22 BAB II Persetujuan Pasangan Suami Istri Dalam Menentukan Jodoh A. Tujuan Sah Perkawinan Allah menciptakan dua jenis manusia yang berbeda dengan alat kelamin yang tidak dapat berfungsi secara sempurna

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da

BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da 58 BAB IV PERNIKAHAN BAPAK TIRI DENGAN ANAK TIRI BA DA AL- DUKHUL DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Bapak Tiri Yang Menikahi Anak Tiri Ba da al-dukhul di Desa Sepulu Syariat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan yang indah ini, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan berkasih-kasihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor: 234/Pdt.G/2011/PA.Slk

P U T U S A N Nomor: 234/Pdt.G/2011/PA.Slk P U T U S A N Nomor: 234/Pdt.G/2011/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN SECARA YURIDIS

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN SECARA YURIDIS 22 BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN SECARA YURIDIS A. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

BAB I PENDAHULUAN. umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan kepada umat manusia untuk menikah, karena menikah merupakan gharizah insaniyah (naluri

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak BAB IV Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak Perspektif Fiqh dan Hukum Positif Berdasarkan Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA BAB II PEMBATALAN NIKAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Tinjauan Umum Tentang Pembatalan Nikah 1. Pengertian Pembatalan Nikah Menurut bahasa kata fasakh berasal dari bahasa Arab fasakha- yafsakhu-faskhan yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia di dunia ini yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu:

BAB IV. terjadinya, secara garis besar fasakh dapat dibagi menjadi 2 sebab, yaitu: 67 BAB IV ANALISIS PEMBATALAN NIKAH KARENA SAKIT JIWA MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM, DAN ATURAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM YANG BERKAITAN DENGAN PEMBATALAN NIKAH. A. Analisis Pembatalan Nikah Menurut

Lebih terperinci

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu

BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN sembarangan. Islam tidak melarangnya, membunuh atau mematikan nafsu BAB II KONSEP PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 A. Pengertian Perkawinan Nafsu biologis adalah kelengkapan yang diberikan Allah kepada manusia, namun tidak berarti bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi

BAB III KERANGKA TEORITIS. serangkaian kebiasaan dan nilai-nilai dari satu generasi kepada generasi BAB III KERANGKA TEORITIS Menurut Soekandar Wiriaatmaja, tradisi pernikahan merupakan suatu yang dibiasakan sehingga dapat dijadikan peraturan yang mengatur tata pergaulan hidup didalam masyarakat dan

Lebih terperinci

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

Perkawinan dengan Wali Muhakkam FIQIH MUNAKAHAT Perkawinan dengan Wali Muhakkam Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

Lebih terperinci

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman:

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman: Mahram Bagi Wanita Masalah mahram bagi wanita banyak diantara kaum muslimin yang kurang memahaminya. Padahal banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita yang berkaitan erat dengan masalah mahram ini.

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan suami isteri, dan membatasi hak

BAB II KERANGKA TEORI. laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan suami isteri, dan membatasi hak BAB II KERANGKA TEORI A. Pengertian Perkawinan Perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan suami isteri, dan membatasi hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pernikahan merupakan suatu sarana yang membolehkan hubungan antara laki-laki dan perempuan, dengan adanya hubungan tersebut maka akan terjalin rasa kasih sayang, mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di

Lebih terperinci

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN MAHRAM: Dalam Perspektif Hukum Islam. Nurhadi * FASIH IAIN Tulungagung

PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN MAHRAM: Dalam Perspektif Hukum Islam. Nurhadi * FASIH IAIN Tulungagung 2 PEMBATALAN PERKAWINAN KARENA HUBUNGAN MAHRAM: Dalam Perspektif Hukum Islam Nurhadi * FASIH IAIN Tulungagung nurhadita@gmail.com Abstract Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN A. Pengertian Perkawinan Perkawinan yang dalam istilah agama disebut nikah ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA TENTANG DUDUK PERKARANYA P U T U S A N Nomor: 251/Pdt.G/2011/PA.Slk BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Solok yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yang mengatur segala sendi kehidupan manusia di alam semesta ini, diantara aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita. kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita kehidupan umat manusia. Perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan Allah SWT yang pada hakikatnya sebagai makhluk sosial, dalam kehidupanya tersebut manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya, dari interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan untuk berpasang-pasangan, manusia pun tak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Aristoteles, seorang filsuf

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB II NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Pengertian nikah menurut Abdurrahman al-jaziri adalah sebagai. Bersenggama atau bercampur 1

BAB II NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM. Pengertian nikah menurut Abdurrahman al-jaziri adalah sebagai. Bersenggama atau bercampur 1 BAB II NIKAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Pengertian Nikah dan Dasar Hukumnya Pengertian nikah menurut Abdurrahman al-jaziri adalah sebagai berikut: 1. Nikah secara bahasa adalah : Bersenggama atau

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH. yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. 1

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH. yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. 1 BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH A. Pengertian dan Dasar Hadhanah Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditujukan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG

SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM MENETAPKAN WALI ADHAL DALAM PERKAWINAN BAGI PARA PIHAK DI PENGADILAN AGAMA KELAS 1A PADANG Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh HENDRIX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam Islam merupakan perintah bagi kaum muslimin. Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PERKAWINAN DI BAWAH UMUR TANPA DISPENSASI KAWIN PENGADILAN AGAMA A. Analisis Hukum Terhadap Pelaksanaan Perkawinan di bawah Umur Tanpa Dispensasi Kawin Perkawinan ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN. Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1) Nama : KH. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Menjelaskan Persepsi Ulama Dari Penelitian yang penulis lakukan dilapangan 8 (delapan) orang responden. 1. Deskripsi Satu a. Identitas Responden 1) Nama : KH.

Lebih terperinci

BAB TIGA PERKAHWINAN KERANA DIJODOHKAN MENURUT UNDANG UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM INDONESIA

BAB TIGA PERKAHWINAN KERANA DIJODOHKAN MENURUT UNDANG UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM INDONESIA BAB TIGA PERKAHWINAN KERANA DIJODOHKAN MENURUT UNDANG UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM INDONESIA 3.0 Pendahuluan Perkahwinan adalah sunnatullah yang berlaku bagi semua umat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WALI AD{AL DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH 4 MADZAB. Kata wali menurut bahasa berasal dari kata (الولي) dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WALI AD{AL DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH 4 MADZAB. Kata wali menurut bahasa berasal dari kata (الولي) dengan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WALI AD{AL DALAM PERKAWINAN MENURUT FIQIH 4 MADZAB A. Pengertian Wali Ad{al 1. Pengertian Wali Kata wali menurut bahasa berasal dari kata al-wali@ (الولي) dengan bentuk jamak

Lebih terperinci