BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prinsip Pengoperasian EAF (Electric Arc Furnace)
|
|
- Suharto Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prinsip Pengoperasian EAF (Electric Arc Furnace) EAF untuk peleburan baja terdiri dari bejana dilapisi bahan refraktori untuk penampungan cairan besi, tutup yang dilapisi bahan refraktori dengan pendingin air, panel pendingin air dan elektoda grafit. Bahan refraktori adalah material non-metalik yang tahan terhadap temperatur lebih besar dari 538 o C dan kekuatan strukturnya tidak berubah. Secara umum konstruksi EAF dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu: 1) Dinding pelindung (shell), terdiri dari dinding samping (sidewall) dan mangkuk bawah (steel bowl) 2) Tungku (hearth), terdiri dari refraktori melingkupi mangkuk bawah 3) Tutup (roof), terdiri dari bahan refraktori dan panel pendingin air Gambar 2.1 Penampang EAF 7
2 8 Gambar 2.1 [4] adalah penampang EAF memperlihatkan model fisik EAF dengan 3 buah elektroda grafit yang bisa digerakkan vertikal ke atas dan ke bawah oleh aktuator hidrolik. Pada saat elektroda mengenai besi tua, akan timbul busur listrik dengan panas tinggi yang dapat melebur besi tua. Pengoperasian EAF untuk melebur besi tua akan melalui 3 perioda yang diperlihatkan pada Gambar 2.2 [4] dan Gambar 2.3 [4] yaitu: 1) Perioda mengebor (boring) yaitu proses mengebor besi tua pada permulaan peleburan 2) Perioda melebur (melting) 3) Perioda refining yaitu proses penyesuaian temperatur dan komposisi Gambar 2.2 EAF yang sedang beroperasi (perioda mengebor dan melebur) Secara umum konstruksi dan pengoperasian EAF adalah sebagai berikut: 1) Panas peleburan diperoleh dari busur listrik antara ketiga elektroda grafit dengan besi tua
3 9 2) Elektroda grafit terhubung ke transformator tanur melalui: a. kabel berpendingin air b. busbar tembaga berpendingin air 3) Transformator tanur dilengkapi dengan OLTC (On Load Tap Changer) untuk mengatur tegangan sekunder 4) Arus peleburan pada elektroda grafit mulai puluhan ka hingga ratusan ka 5) Daya yang dikonversikan ke panas disesuaikan dengan tingkatan proses peleburan dengan memilih tegangan sekunder transformator tanur dan jarak di antara elektroda grafit dengan besi tua (panjang busur listrik) 6) Arus peleburan dan jatuh tegangan adalah akibat berbagai faktor yaitu panjang busur listrik, level ionisasi dan interaksi gaya elektromagnetik [2] Gambar 2.3 EAF yang sedang beroperasi (perioda refining)
4 Karakteristik EAF Sumber tegangan rendah berkisar beberapa ratus volt diperoleh dari transformator tanur model OLTC dengan busbar pada sisi sekundernya yang dihubungkan ke elektroda memakai kabel berpendingin air. Gambar 2.4 [3] memperlihatkan tipikal level daya dan tahapan perioda peleburan untuk 1 siklus peleburan. Tampak bahwa setelah perioda mengebor & melebur pada permulaan operasi, tanur akan diisi dengan besi tua berikutnya dan perioda mengebor & melebur diulangi hingga proses refining. Beban EAF dapat berubah dari suatu rangkaian terbuka 3 fasa menjadi rangkaian hubung singkat 3 fasa. Pada kondisi operasi normal, fluktuasi tegangan yang tidak beraturan selalu terjadi sebagai konsekuensi dari perubahan panjang busur listrik. Fluktuasi tegangan yang berulang pada sistem tenaga perlu diatasi agar tidak memberikan dampak negatif kepada konsumen lain. Perioda mengebor & melebur adalah penyebab utama fluktuasi tegangan dan flicker yang dikarakterisasikan oleh besarnya perubahan daya aktif dan daya reaktif yang disebabkan variasi stokastik pada panjang busur listrik akibat permukaan besi tua yang tidak teratur. Perioda refining dikarakterisasikan oleh arus peleburan yang relatif stabil. Secara praktis, faktor daya peleburan dijaga berkisar untuk mendapatkan kestabilan pengoperasian, dalam arti bahwa daya reaktif berkisar sama dengan daya aktif [2], [5]. Konsumsi daya reaktif ini menyebabkan jatuh tegangan pada PCC selama pengoperasian EAF dan transformator tanur akan bekerja pada tegangan
5 11 nominal yang lebih rendah sehingga konversi daya peleburan juga menjadi lebih rendah. Harmonisa pada EAF disebabkan oleh karakteristik tegangan-arus yang sangat non-linear dari busur listrik pada setiap siklus daya, sedangkan fluktuasi tegangan disebabkan oleh perubahan panjang busur listrik selama peleburan [1]. Tabel 2.1 memperlihatkan tipikal harmonisa tegangan pada pengoperasian EAF untuk perioda melebur dan refining [6]. Gambar 2.4 Tipikal level daya dan tahapan perioda untuk 1 siklus peleburan Tabel 2.1 Tipikal tegangan harmonik pada perioda melebur dan refining Harmonik ke: Perioda Melebur Perioda Refining 2 5.0% 2.0% % 10.0% 4 3.0% 2.0% % 10.0% 6 1.5% 1.5% 7 6.0% 6.0% 8 1.0% 1.0% 9 3.0% 3.0% % 2.0% % 1.0%
6 12 Analisa harmonisa dan flicker EAF pada sistem tenaga [1], [7] merumuskan karakteristik tegangan-arus melalui persamaan: V a C = Vat ( l) + (2.1) D + I a di mana: V a = I a = l = tegangan busur listrik arus busur listrik panjang busur listrik V at (l) = nilai ambang di mana tegangan mulai berubah bila arus meningkat C, D = konstanta yang nilainya menyatakan perbedaan di antara bagian peningkatan dan penurunan arus pada karakteristik tegangan-arus Dengan referensi panjang busur listrik yang memberikan V at ( l) = 200V, nilai konstanta C dan D adalah: di dt di dt a a > 0, C = 190KW, D = 5KA < 0, C = 39KW, D = 5KA Gambar 2.5 [1] memperlihatkan karakteristik tegangan-arus dari EAF yang diperoleh dari model persamaan (2.1) mempergunakan program TACS (Transient Analysis Control System) yang merupakan bagian dari program EMTP (Electromagnetic Transient Program) dengan nilai konstanta C dan D yang diberikan. Pada kondisi panjang busur listrik l tidak berubah terhadap waktu l = l ), ( 0
7 13 karakteristik tegangan-arus tidak tergantung kepada waktu dan pengoperasian EAF tidak akan menimbulkan flicker, tetapi hanya akan menimbulkan harmonisa karena sifat non-linear pada karakteristik tegangan-arus. Gambar 2.5 Karakteristik tegangan arus (V-I) dari EAF Perubahan panjang busur listrik l sebagai penyebab flicker diberikan oleh persamaan: V I ) = KV ( I ) (2.2) a( a a0 a di mana V a0 adalah tegangan busur listrik dengan referensi panjang busur listrik (pada contoh ini referensi panjang busur listrik adalah l0 = 39. 5cm). Persamaan (2.1) dapat dituliskan menjadi persamaan lainnya yaitu: C Va 0 ( I a ) = Vat ( l0) + (2.3) D + I a
8 14 Hubungan antara tegangan ambang V at dengan panjang busur listrik l adalah: di mana: V at ( l) = A+ Bl (2.4) A 40V adalah konstanta yang memperhitungkan penjumlahan jatuh tegangan anoda dan katoda B 10V / cm adalah jatuh tegangan per unit panjang busur listrik l adalah panjang busur listrik dalam cm, bervariasi pada rentang yang lebar tergantung kepada nilai tegangan ambang (untuk tegangan sekunder transformator tanur sebesar 600V, tegangan ambang V at adalah 40 V V at 240 V [7]) Parameter K pada persamaan (2.2) dapat dievaluasi melalui rasio antara tegangan ambang pada panjang busur aktual V at (l) terhadap tegangan ambang pada panjang busur referensi V at l ) yaitu: ( 0 Vat ( l) A + Bl K = V ( = (2.5) l A + Bl at 0 ) 0 Perubahan arus EAF yang cepat pada proses peleburan erat kaitannya dengan variasi panjang busur listrik yang tergantung kepada komposisi besi tua, pemakaian oksigen, gaya elektrodinamis dan posisi dari elektroda grafit. Panjang busur listrik dengan variasi waktu diberikan oleh persamaan: l( t) = l0 r( t) (2.6)
9 15 di mana: l 0 adalah referensi panjang busur listrik (39.5cm) r (t) adalah sinyal derau putih (white noise signal) pada rentang frekuensi 5 20Hz di mana fluktuasi tegangan menghasilkan flicker dengan amplitudo bervariasi hingga maksimum deviasi panjang busur listrik (30.1cm) dari referensi panjang (39.5cm). Resistansi busur listrik variasi waktu (time varying resistance) R f (t) dapat dihitung dari pembagian tegangan busur listrik yang dievaluasi V a (t) dengan arus busur listrik I a (t) yang dituliskan oleh persamaan: di mana: Va ( t) R f ( t) = (2.7) I ( t) V a = tegangan busur listrik a I a = arus busur listrik Gambar 2.6 [8] adalah aktual karakteristik dan model linear tegangan-arus dari EAF di mana tegangan busur pengapian v ig dan tegangan busur pemadaman v ex ditentukan oleh panjang busur listrik selama pengoperasian EAF yaitu: 1) Perioda pertama, jalur OA, tegangan busur listrik mulai menyala dari tegangan pemadaman -v ex dan mencapai tegangan nyala v ig. Saat tegangan busur listrik mencapai tegangan nyala v ig, rangkaian ekivalen bertindak
10 16 sebagai rangkaian terbuka dan arus busur listrik naik dari 0 menuju i 1. 2) Perioda kedua, jalur AB, adalah permulaan proses peleburan di mana busur listrik terjadi dan tegangan jatuh secara eksponensial dari v ig ke v ex yang menaikkan konduktivitas dari busur listrik. Arus busur mengalami peningkatan dari i 1 menjadi i 2. 3) Perioda ketiga, jalur BO, tegangan busur listrik mulai jatuh dan busur listrik mulai padam. Gambar 2.6 Aktual karakteristik dan model linear tegangan-arus dari EAF untuk 1 siklus daya Pada Gambar 2.6 jalur OA adalah perioda di mana arus lebih rendah mengalir pada siklus peleburan. Jalur AB adalah perioda di mana bagian aktif dari siklus peleburan dengan lebih banyak arus melalui elektroda grafit dan panjang busur listrik berubah sehingga menimbulkan flicker yang lebih banyak. Model dinamis EAF diperlukan untuk menganalisa flicker yang ditimbulkan oleh pengoperasian EAF.
11 17 Untuk itu kemiringan dari kurva tegangan-arus pada Gambar 2.6 dirubah ke fungsi sinusoidal dan resistansi busur listrik variasi waktu diberikan oleh persamaan: R f ( t) = R ( l + msin( ω t)) (2.8) f f di mana: R f adalah tahanan konstan dari EAF saat busur padam dan EAF dalam kondisi sebagai rangkaian terbuka ω f adalah frekuensi flicker m adalah koefisien modulasi Dengan demikian model beban dinamis dikaitkan terhadap efek tegangan ambang V at ( l) = A+ Bl dapat dipertimbangkan sebagai: V at ( t) = V (1 + msin( ω t)) (2.9) at f Busur listrik direpresentasikan sebagai sebuah variabel resistor pada rangkaian ekivalen satu fasa EAF dengan sistem sumbernya seperti pada Gambar 2.7 [3]. Walaupun model ini adalah penyederhanaan dari EAF sebenarnya dan menyatakan pengoperasian EAF dalam beban seimbang, perhitungan pengoperasian EAF cukup akurat dengan rata-rata kuantitas seperti diperlihatkan pada hasil pengukuran. Titik 1 pada Gambar 2.7 adalah terminal primer transformator tanur dan merupakan titik untuk melakukan pengukuran. Reaktansi X = X 1 + X adalah meliputi reaktansi 2 hubung singkat dari jaringan sumber ditambah reaktansi transformator tanur, busbar tembaga, kabel fleksibel berpendingin air dan elektroda grafit.
12 18 Gambar 2.7 Rangkaian ekivalen satu fasa EAF untuk memperkirakan karakteristik EAF Pengaturan pada rangkaian Gambar 2.7 adalah: 1) Pergerakan vertikal elektroda grafit untuk mengatur panjang busur listrik 2) Pengaturan tegangan dengan merubah perubah tap transformator tanur untuk mengatur tegangan U 0 Daya yang diberikan kepada beban sebagaimana maksimum satu fasa yaitu: Nilai R f bervariasi, dibatasi oleh nilai 2 E Pmax 1 ph = (2.10) 2X R f pada kondisi daya maksimum adalah: R P = X max (2.11) Arus pada kondisi daya maksimum adalah: E I P max = (2.12) 2X
13 19 Tegangan busur listrik adalah sama dengan jatuh tegangan pada X, keduanya adalah sama dengan E 2 (2.13) Pengukuran pada titik 1 di lapangan diperlukan untuk mendapatkan nilai reaktansi X 1, X 2 dan SCVD (Short Circuit Voltage Depression). SCVD adalah rasio depresi tegangan hubung singkat yang menyatakan pengaruh flicker yang ditimbulkan pada pengoperasian EAF di mana nilai berada dalam acceptable zone, berada dalam borderline zone, dan di atas adalah objectionable [9]. Perumusan SCVD diberikan oleh persamaan (2.14) dan Gambar 2.8 [9], [10] adalah grafik SCVD sebagai fungsi dari daya MW max nominal EAF. SCVD = 2xMW MVA MaxRatingEAF FaultPCC (2.14) Gambar 2.8 SCVD sebagai fungsi dari daya MW max nominal EAF
14 20 Bila ketiga buah elektroda dicelup ke dalam cairan besi, beban akan menjadi 3 fasa hubung singkat yang ekivalen dengan menjadikan R = 0 seperti pada Gambar 2.7. Pada kondisi ini tegangan dan arus tiga fasa diukur pada titik 1. Pengujian hubung singkat ini adalah sangat diperlukan untuk memperkirakan karakteristik pengoperasian EAF dan akan diperoleh: 1) Reaktansi hubung singkat dari jaringan sumber adalah: f X 1 = U 0 U I cc cc Ω (2.15) 2) Reaktansi transformator tanur, busbar tembaga, kabel fleksibel berpendingin air dan elektroda grafit adalah: U cc X 2 = Ω I (2.16) cc 3) Kapasitas hubung singkat steelwork busbar pada tegangan nominal U L adalah: S sc U = X 2 L 1 MVA (2.17) 4) Kapasitas hubung singkat EAF adalah: S scf = S sc U 0 U U 0 cc MVA (2.18) Dengan parameter yang diperoleh dan berdasarkan rangkaian ekivalen satu fasa EAF pada Gambar 2.7, dapat digambarkan karakteristik pengoperasian EAF yaitu daya aktif & faktor daya sebagai fungsi dari daya kompleks. Gambar 2.9 adalah plot
15 21 hasil perhitungan teoritis karakteristik EAF kapasitas 8Ton, 2.5MW yang diperoleh dari persamaan (2.10) s/d (2.18) dan dibandingkan dengan hasil pengukuran lapangan pada Gambar 2.10 [3]. Gambar 2.9 Karakteristik pengoperasian EAF kapasitas 8Ton, 2.5MW Gambar 2.10 Karakteristik pengoperasian EAF kapasitas 8Ton, 2.5MW secara teoritis dan hasil pengukuran di lapangan
16 Fluktuasi Tegangan dan Flicker Flicker adalah fluktuasi tegangan dengan perubahan amplitudo tegangan lebih dari 0.5% pada rentang frekuensi 3 10Hz, menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan dan memberikan efek psikologis pada manusia [11]. Fenomena flicker merupakan sensasi (perasaan) yang dialami oleh penglihatan manusia terhadap perubahan yang cepat dari intensitas cahaya lampu pijar, menyebabkan sakit kepala dan lelah, dan akan dapat menimbulkan keluhan pelanggan listrik lain yang merasakannya. Gambar 2.11 [12] memperlihatkan flicker dengan frekuensi 9Hz bermodulasi pada frekuensi fundamental. Gambar 2.11 Flicker dengan frekuensi 9Hz bermodulasi pada frekuensi fundamental Gambar 2.12 memperlihatkan maksimum jumlah fluktuasi tegangan persatuan waktu yang diizinkan standar IEEE [13]. Standar IEC [14]
17 23 mendefenisikan metodologi dan spesifikasi dari instrumen untuk mengukur flicker, di mana hasil ukur tegangan sebuah bola lampu 60W, 230V ditapis dan diusahakan untuk menyamai fungsi transfer mata / otak manusia. Nilai flicker meter P st =1 menyebabkan 50% dari sekumpulan orang terganggu oleh flicker [5]. Maksimum sensitivitas untuk fluktuasi pencahayaan adalah pada 8.8Hz. Fluktuasi tegangan yang lebih lambat tidak terlalu mengganggu dan fluktuasi tegangan yang lebih cepat akan dihaluskan oleh otak manusia. Gambar 2.12 Maksimum fluktuasi tegangan yang diizinkan [IEEE ] Kriteria untuk mengevaluasi flicker [10] adalah: ΔV %Flicker = x100% V base (2.10)
18 24 Pada pengoperasian EAF, flicker berubah dari satu siklus ke siklus lainnya dan cukup tinggi selama perioda melebur, akan berkurang pada perioda refining tergantung kepada beberapa parameter seperti misalnya kualitas dan jumlah besi tua, referensi operasi, jumlah oksigen yang diinjeksi, longsor besi tua dan lainnya [6]. Gambar 2.13 Hasil pengukuran flicker P st selama satu minggu pada steelwork busbar EAF 8Ton, 2.5MW Gambar 2.13 [3], [15] memperlihatkan contoh hasil pengukuran flicker P st selama satu minggu pada steelwork busbar EAF 8Ton, 2.5MW dan statistik hasil pengukuran flickernya diperlihatkan pada Tabel 2.2. Batas emisi flicker diperlihatkan pada Tabel 2.3 menuruti standar ENRE 99/97 [16]. Gambar 2.14 [17] memperlihatkan besarnya perubahan daya reaktif yang mengakibatkan besarnya persentase fluktuasi tegangan yang ditimbulkan. Tabel 2.2 Statistik hasil pengukuran flicker dari Gambar 2.13 Total Pengamatan selama 10 menit 1008 P st95% 2.21 Pengamatan dengan P st > Persentase pengamatan dengan P st > %
19 25 Tabel 2.3 Batas emisi flicker [ENRE 99/97] MV and HV users ( 1KV < U 220KV ) Individual Emission Limits (P st ) K 2 =S L /S sc K < K S L =MVA dari EAF S SC =Kapasitas hubung singkat pada titik pengamatan Gambar 2.14 Perubahan daya reaktif dan fluktuasi tegangan yang ditimbulkan Menurut standar Eropa CENELEC EN [18], flicker yang ditimbulkan oleh pengoperasian EAF dapat diestimasi dengan memakai formula empiris [3], [15] yaitu: Sscf Pst95 % K st x (2.20) S sc di mana:
20 26 K st adalah koefisien keparahan flicker tanur busur, berkisar antara 40 hingga 70 K = 40 menyatakan kondisi tanur yang panas dengan campuran besi tua ataupun st besi sponge dan besi panas K =70 menyatakan kondisi terburuk yaitu tanur beroperasi pada kondisi dingin st dengan 100% besi tua S scf adalah kapasitas hubung singkat EAF yang biasanya adalah dengan faktor 2 atau 2 kali lebih besar dari daya nominal transformator tanur [19] S sc adalah kapasitas hubung singkat pada titik pengamatan Menurut standar IEC [14], rancangan flicker meter adalah berdasarkan pengaruh fluktuasi tegangan dari cahaya sebuah bola lampu pijar 60W pada tegangan 230VAC. Keluaran dari flicker meter mengandung dua nilai dasar yaitu: 1) P st (keparahan flicker jangka pendek) yang diperoleh setiap rentang 10 menit. Dengan demikian dalam satu hari terdapat 144 buah nilai sampel P st. Nilai pu dari P st menyatakan keparahan flicker yang mendekati sama dengan flicker yang tampak pada cahaya bola lampu pijar 60W, 230V. 2) P lt (keparahan flicker jangka panjang) yang dihitung dari 12 buah nilai P st (setara dengan 2 jam) berturut-turut dengan memakai formula: P lt = 3 Pst (2.21) j 12 j= 1
21 Prinsip Kerja DSTATCOM DSTATCOM terhubung ke sistem distribusi melalui kopling reaktansi. Bila tegangan konverter yang dibangkitkan lebih besar dari tegangan sistem, maka akan mengalir arus kapasitif dari DSTATCOM ke sistem dan menghasilkan daya reaktif kapasitif (disebut pembangkit daya reaktif). Sebaliknya bila tegangan konverter lebih rendah dari tegangan sistem, maka akan mengalir arus induktif dari sistem ke DSTATCOM dan menghasilkan daya reaktif induktif (disebut penyerap daya reaktif). Gambar 2.15 Tipikal karakteristik V-I dan V-Q dari DSTATCOM DSTATCOM mempunyai karakteristik V-I dan V-Q seperti diperlihatkan pada Gambar 2.15 [20], [21] dan disimpulkan sebagi berikut: 1) DSTATCOM dapat beroperasi dengan arus beban penuh pada keluarannya walaupun tegangan sistem turun ke level yang sangat rendah. Dengan kata lain, arus keluaran dapat dijaga tanpa ada ketergantungan terhadap tegangan sistem.
22 28 2) VAR maksimum yang dibangkitkan ataupun yang diserap berubah secara linear dengan tegangan sistem. 3) Ketidaktergantungan keluaran DSTATCOM dari ekivalen impedansi sistem memberikan arti bahwa regulator pengatur keluaran tegangan DSTATCOM dapat dirancang untuk respons yang lebih cepat dan dapat memberikan regulasi yang stabil pada kondisi sistem mengalami kontigensi. Diagram satu garis DSTATCOM untuk suplai daya reaktif ke sistem distribusi diperlihatkan pada Gambar 2.16 [20] di mana U adalah tegangan pada steelwork busbar dan E c adalah tegangan keluaran konverter yang dapat diatur. Pertukaran daya aktif dan daya reaktif pada jaringan [20], [21] adalah (Lampiran B): U. Ec PDSTATCOM = sin( δ ) (2.22) X QDSTATCOM U = ( U E c cos( δ )) (2.23) X di mana: δ adalah beda sudut fasa antara U dan E c Gambar 2.16 Diagram satu garis DSTATCOM untuk pembangkitan daya reaktif
23 29 Bila amplitudo E dari phasor tegangan keluaran ( E c ) dinaikkan lebih besar dari c amplitudo U dari tegangan sistem AC ( U ), maka phasor arus mendahului phasor tegangan dan arus mengalir dari konverter ke sistem AC. Pada kondisi ini konverter membangkitkan daya reaktif (kapasitif). Sebaliknya bila amplitudo E c dari phasor tegangan keluaran ( E c ) diturunkan sehingga lebih kecil dari amplitudo U dari tegangan sistem AC ( U ), maka phasor tegangan mendahului phasor arus dan arus mengalir dari sistem AC ke konverter. Pada kondisi ini konverter menyerap daya reaktif (induktif) dari sistem. Operasi ini diillustrasikan pada Gambar 2.17 [20]. Gambar 2.17 Sifat kapasitif dan induktif dari DSTATCOM Persamaan pendekatan untuk memperkirakan daya nominal DSTATCOM pada EAF [20] adalah: di mana: QDSTATCOM = 0.54x ( FI ) x (2.24) S rated EAF
24 30 FI adalah rasio perbaikan flicker (Flicker Improvement ratio), merupakan rasio antara flicker yang terjadi dengan batas nilai flicker yang diizinkan S = (0.55 s / d 0.65) x S, adalah daya nominal EAF ratedeaf scf S scf adalah kapasitas hubung singkat dari EAF 2.5 Komponen DSTATCOM Gambar 2.18 Rangkaian dasar VSC (Voltage Source Converter) Gambar 2.18 [21] adalah rangkaian dasar DSTATCOM yang merupakan suatu VSC yang terdiri dari satu atau lebih unit konverter, kapasitor dc, reaktor, transformator, ac filter, kontrol modul, monitoring, proteksi dan peralatan pendukung lainnya. 2.6 VSC 6 Pulsa Konfigurasi dasar VSC 6 pulsa terhubung ke sumber tegangan ac melalui transformator kopling diperlihatkan pada Gambar 2.19 [21] di mana saklar GTO
25 31 diganti dengan transistor IGBT. Saklar transistor IGBT berfungsi sebagai inverter dan dioda antiparalel diperlukan sebagai jalur transfer energi dari sisi ac ke dc untuk mengisi kapasitor. Ada perioda penyearah dan inversi pada setiap perioda. Proses penyaklaran yang tepat pada inverter akan menghasilkan gelombang tegangan ac 3 fasa pada terminal tegangan keluaran konverter. Penyaklaran inverter dapat dilakukan pada konduksi 120 o atau 180 o. Untuk konduksi 180 o ada tiga buah saklar yang nyala pada setiap waktu, memiliki utilisasi saklar yang lebih baik dan lebih disukai dibandingkan dengan metode konduksi 120 o. Pada konduksi 180 o ada 6 mode operasi dalam satu siklus dengan durasi setiap mode adalah 60 o dan saklar dinomori dengan urutan penyaklarannya yaitu 123, 234, 345, 456, 561 dan 612 [22]. Pada peralihan cepat di mana saat saklar bekerja, praktisnya tegangan dc pada kapasitor harus dijaga konstan. Gambar 2.20 [22] dan Gambar 2.21 [22] memperlihatkan metode konduksi 180 o pada inverter 6 pulsa dan bentuk gelombang tegangan keluarannya. Gambar 2.19 Rangkaian VSC 6 pulsa
26 32 Gambar 2.20 Inverter 6 pulsa konduksi 180 o Gambar 2.21 Bentuk gelombang tegangan fasa keluaran inverter 6 pulsa konduksi 180 o
27 Teknik Modulasi Lebar Pulsa (PWM) Pengaturan tegangan keluaran yang sangat fleksibel dari VSC adalah memanfaatkan penyaklaran frekuensi tinggi dengan teknik modulasi lebar pulsa (PWM) pada sumber tegangan dc konstan, kemudian diambil rata-rata dari bentuk gelombang tegangan keluaran untuk mendapatkan komponen fundamental tegangan yang dapat diatur magnitudonya. Teknik PWM memberikan keuntungan di mana harmonisa orde rendah berkurang sehingga akan mengurangi jumlah harmonisa dan filter harmonik. Semakin tinggi rasio frekuensi penyaklaran terhadap frekuensi fundamental maka semakin sedikit harmonisa orde rendah yang muncul. Tetapi hal ini juga menyebabkan rugi-rugi penyaklaran bertambah. Beberapa teknik PWM adalah sebagai berikut [22]: 1) Single-pulse-width modulation 2) Multiple-pulse-width modulation 3) Sinusoidal-pulse-width modulation (SPWM) 4) Modified SPWM 5) Phase-displacement control Single-pulse-width modulation Untuk metode single-pulse-width modulation hanya ada satu pulsa diberikan pada setiap setengah siklus dan lebar pulsa divariasi untuk mengatur tegangan keluaran inverter. Sinyal gating dibangkitkan dengan membandingkan sinyal referensi segi-
28 34 empat (rectangular) beramplitudo A r terhadap sinyal segi-tiga pembawa (triangular carrier) beramplitudo A c. Frekuensi sinyal referensi menentukan frekuensi fundamental tegangan keluaran V o. Rasio A r terhadap A c adalah merupakan variabel pengaturan dan disebut indeks modulasi M, menentukan tegangan keluaran V o. A A r M = (2.30) c Dengan merubah nilai A r dari nol hingga A c, lebar pulsa δ dapat berubah dari 0 o hingga 180 o dan tegangan rms keluaran V o bervariasi dari nol hingga V s yaitu: 1/ 2 2 ( π δ V o = Vs d ωt = V π + ) / 2 2 ( ) ( π δ ) / 2 2 s δ π (2.31) Gambar 2.22 [22] adalah inverter satu fasa jembatan penuh yang terdiri dari 4 buah transistor dengan sumber tegangan V s, dan Gambar 2.23 [22] adalah sinyal gating dan tegangan keluaran V o. Urutan penyaklaran transistor adalah 12, 23, 34 dan 41. Harmonina yang dominan muncul pada tegangan keluaran adalah harmonisa ketiga. Gambar 2.22 Inverter 1 fasa jembatan penuh
29 35 Gambar 2.23 Sinyal gating dan tegangan keluaran inverter single-pulse-width modulation 1 fasa Multiple-pulse-width modulation Kandungan harmonisa dapat dikurangi dengan memberikan beberapa pulsa pada setiap setengah siklus. Gambar 2.24 [22] memperlihatkan bahwa sinyal gating dibangkitkan dengan membandingkan sinyal referensi segi-empat beramplitudo A r terhadap sinyal segi-tiga pembawa beramplitudo A c. Frekuensi dari sinyal referensi menentukan frekuensi keluaran f o, dan frekuensi pembawa f c menentukan jumlah pulsa p untuk setiap setengah siklus. Rasio A r terhadap A c merupakan variabel pengaturan dan disebut indeks modulasi M, menentukan tegangan keluaran V o. Tipe modulasi ini juga disebut uniform-pwm (UPWM). Jumlah pulsa p untuk setiap siklus adalah:
30 36 f m c f p = = (2.32) 2 f 2 o di mana f c m f = adalah rasio frekuensi modulasi. fo Gambar 2.24 Sinyal gating dan tegangan keluaran inverter multiple-pulse-width modulation (UPWM) 1 fasa
31 37 Bila δ adalah lebar dari setiap pulsa maka tegangan rms keluaran V o adalah: V 1/ 2 π / p+ δ ) / 2 2 o Vs = π / p δ ) / 2 2 p ( = 2π ( d( ωt) V s pδ π (2.33) Sinusoidal PWM (SPWM) Berbeda dengan teknik UPWM, pada SPWM lebar pulsa sinyal gating dibangkitkan dengan membandingkan sinyal referensi sinusoidal terhadap sinyal segitiga pembawa berfrekuensi f c yang diperlihatkan pada Gambar 2.25 [22]. Teknik SPWM sangat umum dipergunakan pada aplikasi industri. Frekuensi sinyal referensi f r menentukan frekuensi keluaran inverter f o, dan amplitudo sinyal referensi A r menentukan indeks modulasi M yang mempengaruhi tegangan rms keluaran V o. Jumlah pulsa untuk setiap setengah siklus tergantung pada frekuensi pembawa. Gambar 2.25d memperlihatkan sinyal gating yang dibangkitkan memanfaatkan gelombang segi-tiga pembawa yang unidirectional. Harmonisa pada tegangan keluaran PWM berada di sekitar frekuensi penyaklaran inverter dan kelipatannya. Tegangan rms keluaran V o dapat divariasi mengan merubah indeks modulasi M. Bila δ m adalah lebar dari pulsa ke m, maka persamaan (2.33) dapat dikembangkan untuk mendapatkan tegangan rms keluaran V o yaitu: 2 p V o = V s m= 1 δ m π 1/ 2 (2.34)
32 38 Gambar 2.25 Sinyal gating dan tegangan keluaran inverter SPWM 1 fasa
33 Modified SPWM (MSPWM) Pada SPWM Gambar 2.25c, lebar pulsa pada puncak gelombang sinus tidak merubah variasi indeks modulasi secara signifikan karena karakteristik gelombang sinus. Teknik SPWM dimodifikasi sehingga sinyal pembawa hanya diberikan pada 0 o -60 o dan 120 o -180 o untuk setiap setengah siklus menyebabkan komponen fundamental bertambah dan kandungan harmonisa menurun. Jumlah penyaklaran berkurang sehingga rugi-rugi penyaklaran juga berkurang. Sinyal gating MSPWM diperlihatkan pada Gambar 2.26 [22]. Gambar 2.26 Sinyal gating inverter MSPWM 1 fasa
34 Inverter SPWM 3 Fasa Inverter 3 fasa dapat dipertimbangkan sebagai gabungan 3 buah inverter 1 fasa di mana tegangan keluaran masing-masing inverter 1 fasa tersebut digeser 120 o. Pembangkitan sinyal gating inverter SPWM 3 fasa diperlihatkan pada Gambar 2.27 [22]. Ada 3 sinyal referensi sinusoidal (v ra, v rb, v rc ) yang berbeda 120 o. Sinyal pembawa dibandingkan dengan sinyal referensi terkait untuk menghasilkan sinyal gating pada fasa tersebut. Sinyal pembawa v cr dibandingkan dengan sinyal referensi fasa v ra, v rb dan v rc menghasilkan sinyal gating berturutan g 1, g 3 dan g 5. Tegangan rms fasa-fasa keluaran inverter adalah fungsi dari tegangan dc bus dan indeks modulasi (M) yang diberikan oleh persamaan: M 3 V abrms = x xv s = Mx xv s (2.35) 2 2 Gambar 2.27 Sinyal gating dan tegangan keluaran inverter SPWM 3 fasa
35 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga EAF & DSTATCOM Gambar 2.28 [20] memperlihatkan suatu sistem tenaga dengan impedansi Z s = R S + jx S terhubung ke PCC dengan sumber tegangan E s 0. Tegangan pada steelwork busbar adalah U ψ dan beban EAF adalah P f + jq yang bervariasi terhadap f waktu. Fluktuasi tegangan karena kebutuhan daya reaktif diatasi dengan kompensasi daya reaktif secara penuh oleh DSTATCOM. Gambar 2.28 Diagram satu garis DSTATCOM dan EAF 2.10 Model Matlab/Simulink PSB Untuk Sistem Distribusi Utiliti dan EAF Model simulasi digital jaringan distribusi dilakukan dengan mempergunakan Matlab/Simulink PSB. Gambar 2.29 [20] memperlihatkan suatu model sistem distribusi untuk studi mengurangi fluktuasi tegangan pada pengoperasian EAF.
36 42 Gambar 2.29 Model Matlab/Simulink PSB sistem distribusi untuk utiliti, EAF dan DSTATCOM Kompensasi daya reaktif pada VSC membutuhkan kapasitor dc sebagai sumber tegangan. Untuk mengatur tegangan pada kapasitor dc, perlu adanya aliran daya aktif secukupnya dari sumber menuju inverter untuk mengisi kapasitor dc. Tanpa adanya aliran daya aktif ini, tegangan kapasitor dc akan turun karena rugi-rugi penyaklaran dan rugi-rugi daya aktif pada reaktansi kopling. Penyaklaran dapat dilakukan pada komponen elektronika daya seperti GTO (Gate Turn Off thyristor), IGBT (Insulated Gate Bipolar Transistor), IGCT (Integrated Gate Commutated Thyristor) dan lainnya. Ada dua strategi pengaturan tegangan ac keluaran inverter yaitu: 1) Tegangan kapasitor dc dijaga konstan pada nilai tertentu dengan mengatur aliran daya aktif ke inverter. Tegangan ac keluaran inverter diatur dengan merubah indeks modulasi penyaklaran sehingga memberikan waktu respons yang sangat cepat dan dinamis.
37 43 2) Tegangan kapasitor dc divariasi dan indeks modulasi penyaklaran dijaga konstan. Perubahan aliran daya aktif antara inverter dengan sistem ac menyebabkan tegangan kapasitor naik ataupun turun sehingga akan merubah tegangan ac keluaran inverter. Respons waktu pada strategi ini agak lambat sebab dipengaruhi oleh nilai reaktansi kopling dan kapasitansi kapasitor dc. Di dalam blok DSTATCOM pada gambar 2.29 terdapat blok pengatur DSTATCOM yang terdiri dari beberapa fungsional blok seperti diperlihatkan pada Gambar 2.30 [23] dengan fungsi masing-masing blok yaitu: 1) PLL (Phase Locked Loop) Diperlukan untuk menyinkronisasikan komponen fundamental tegangan 3 fasa V 1 pada perpotongan nol (zero crossing). Sudut θ = ω t hasil perhitungan PLL dipergunakan sebagai referensi untuk transformasi abc_ dq0. 2) Sistem pengukuran (ac voltage measurement dan ac current measurement) Blok pengukuran tegangan dan arus 3 fasa untuk menghitung komponen d (poros langsung) dan komponen q (kuadratur) memanfaatkan transformasi abc_ dq0. 3) Regulator tegangan ac (ac voltage regulator) Keluaran regulator tegangan ac adalah arus referensi I qref untuk regulator arus I q yaitu arus yang kuadratur terhadap tegangan untuk mengatur aliran daya reaktif.
38 44 4) Regulator tegangan dc (dc voltage regulator) Keluaran dari regulator tegangan dc adalah arus referensi I dref untuk regulator arus I d yaitu arus yang sefasa dengan tegangan untuk mengatur aliran daya aktif 5) Regulator arus (current regulator) Sinyal error dari I d dan I dref melalui pengatur PI menghasilkan tegangan V d. Sinyal error dari I q dan I qref melalui pengatur PI menghasilkan tegangan V q. Regulator arus mengatur magnitudo dan fasa dari tegangan V d dan V q. 6) PWM modulator Indeks modulasi (M) dan sudut fasa tegangan (phi) yang diperlukan oleh inverter untuk menghasilkan tegangan 3 fasa V abc(t) diperoleh dari transformasi rectangular ke polar dari komponen tegangan V d dan V q. Tegangan rms fasafasa keluaran inverter adalah fungsi dari tegangan dc bus dan indeks modulasi (M) pada rangkaian inverter yang diberikan oleh persamaan (2.35).
39 45 Gambar 2.30 Blok diagram pengatur DSTATCOM
ANALISIS PENGGUNAAN DSTATCOM UNTUK MENGURANGI FLUKTUASI TEGANGAN YANG DISEBABKAN OLEH TANUR BUSUR LISTRIK AC TESIS. Oleh: TJAN SAUT /MTE
ANALISIS PENGGUNAAN DSTATCOM UNTUK MENGURANGI FLUKTUASI TEGANGAN YANG DISEBABKAN OLEH TANUR BUSUR LISTRIK AC TESIS Oleh: TJAN SAUT 087034011/MTE PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciLAMPIRAN A. Perhitungan Impedansi dan Kapasitas Hubung Singkat. Berdasarkan data Tabel 4.1 dan dengan menentukan dasar daya 20MVA, dasar
LAMPIRAN A Perhitungan Impedansi dan Kapasitas Hubung Singkat Berdasarkan data Tabel 4.1 dan dengan menentukan dasar daya 0MVA, dasar tegangan 150kV, 0kV dan 384V menurut rasio transformator masing-masing,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Harmonisa adalah satu komponen sinusoidal dari satu perioda gelombang
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harmonisa Harmonisa adalah satu komponen sinusoidal dari satu perioda gelombang yang mempunyai satu frekuensi yang merupakan kelipatan integer dari gelombang fundamental. Jika
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. induk agar keandalan sistem daya terpenuhi untuk pengoperasian alat-alat.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi daya Beban yang mendapat suplai daya dari PLN dengan tegangan 20 kv, 50 Hz yang diturunkan melalui tranformator dengan kapasitas 250 kva, 50 Hz yang didistribusikan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harmonisa Dalam sistem tenaga listrik dikenal dua jenis beban yaitu beban linier dan beban tidak linier. Beban linier adalah beban yang memberikan bentuk gelombang keluaran
Lebih terperincituned filter dan filter orde tiga. Kemudian dianalisa kesesuaian antara kedua filter
tuned filter dan filter orde tiga. Kemudian dianalisa kesesuaian antara kedua filter tersebut. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini dapat memberikan konsep mengenai penggunaan single
Lebih terperinciTeknik Tenaga Listrik(FTG2J2)
Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) Generator Sinkron Ahmad Qurthobi, MT. Teknik Fisika Telkom University Ahmad Qurthobi, MT. (Teknik Fisika Telkom University) Teknik Tenaga Listrik(FTG2J2) 1 / 35 Outline 1
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Induksi Mesin induksi ialah mesin yang bekerja berdasarkan perbedaan kecepatan putar antara stator dan rotor. Apabila kecepatan putar stator sama dengan kecepatan putar
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pembangkit Harmonisa Beban Listrik Rumah Tangga. Secara umum jenis beban non linear fasa-tunggal untuk peralatan rumah
24 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Harmonisa Beban Listrik Rumah Tangga Secara umum jenis beban non linear fasa-tunggal untuk peralatan rumah tangga diantaranya, switch-mode power suplay pada TV,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan elektronika daya telah membuat inverter menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari mesin-mesin listrik AC. Penggunaan inverter sebagai sumber untuk mesin-mesin
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beban non linier pada peralatan rumah tangga umumnya merupakan peralatan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sumber Harmonisa Beban non linier pada peralatan rumah tangga umumnya merupakan peralatan elektronik yang didalamnya banyak terdapat penggunaan komponen semi konduktor pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menunjang perkembangan sektor industri nasional. Kualitas daya yang baik pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tersedianya tenaga listrik merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang perkembangan sektor industri nasional. Kualitas daya yang baik pada suatu sistem tenaga
Lebih terperinciPENGATURAN DAYA AKTIF PADA UNIFIED POWER FLOW CONTROLLER (UPFC) BERBASIS DUA KONVERTER SHUNT DAN SEBUAH KAPASITOR SERI
PENGATURAN DAYA AKTIF PADA UNIFIED POWER FLOW CONTROLLER (UPFC) BERBASIS DUA KONVERTER SHUNT DAN SEBUAH KAPASITOR SERI Mochamad Ashari 1) Heri Suryoatmojo 2) Adi Kurniawan 3) 1) Jurusan Teknik Elektro
Lebih terperinciAnalisa dan Pemodelan PWM AC-AC Konverter Satu Fasa Simetri
1 Analisa dan Pemodelan PWM AC-AC Konverter Satu Fasa Simetri Rizki Aulia Ratnani, Mochamad Ashari, Heri Suryoatmojo. Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri,
Lebih terperinciDalam sistem komunikasi saat ini bila ditinjau dari jenis sinyal pemodulasinya. Modulasi terdiri dari 2 jenis, yaitu:
BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Realisasi PLL (Phase Locked Loop) sebagai modul praktikum demodulator FM sebelumnya telah pernah dibuat oleh Rizal Septianda mahasiswa Program Studi Teknik
Lebih terperinciDAYA ELEKTRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC)
DAYA ELEKRIK ARUS BOLAK-BALIK (AC) 1. Daya Sesaat Daya adalah energi persatuan waktu. Jika satuan energi adalah joule dan satuan waktu adalah detik, maka satuan daya adalah joule per detik yang disebut
Lebih terperinciKONVERTER AC-DC (PENYEARAH)
KONVERTER AC-DC (PENYEARAH) Penyearah Setengah Gelombang, 1- Fasa Tidak terkontrol (Uncontrolled) Beban Resistif (R) Beban Resistif-Induktif (R-L) Beban Resistif-Kapasitif (R-C) Terkontrol (Controlled)
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Catu Daya Listrik dan Distribusi Daya
9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Catu Daya Listrik dan Distribusi Daya Pada desain fasilitas penunjang Bandara Internasional Kualanamu adanya tuntutan agar keandalan sistem tinggi, sehingga kecuali
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tahap Proses Perancangan Alat Perancangan rangkaian daya Proteksi perangkat daya Penentuan strategi kontrol Perancangan rangkaian logika dan nilai nominal Gambar 3.1 Proses
Lebih terperinciPENGATURAN TEGANGAN DAN FREKUENSI GENERATOR INDUKSI MENGGUNAKAN VSI UNTUK SISTEM TIGA FASA EMPAT KAWAT
1 PENGATURAN TEGANGAN DAN FREKUENSI GENERATOR INDUKSI MENGGUNAKAN VSI UNTUK SISTEM TIGA FASA EMPAT KAWAT Adisolech Noor Akbar, Mochamad Ashari, dan Dedet Candra Riawan. Jurusan Teknik Elektro, Fakultas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Suatu sistem tenaga listrik dikatakan ideal jika bentuk gelombang arus yang dihasilkan dan bentuk gelombang tegangan yang disaluran ke konsumen adalah gelombang sinus murni.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. rendah banyak dibahas dalam forum-forum kelistrikan. Permasalahan kualitas daya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era sekarang ini, permasalahan kualitas daya pada sistem tegangan rendah banyak dibahas dalam forum-forum kelistrikan. Permasalahan kualitas daya sistem disebabkan
Lebih terperinciTUGAS DAN EVALUASI. 2. Tuliska macam macam thyristor dan jelaskan dengan gambar cara kerjanya!
TUGAS DAN EVALUASI 1. Apa yang dimaksud dengan elektronika daya? Elektronika daya dapat didefinisikan sebagai penerapan elektronika solid-state untuk pengendalian dan konversi tenaga listrik. Elektronika
Lebih terperinciFASOR DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASAR RANGKAIAN LISTRIK
FASO DAN impedansi pada ELEMEN-elemen DASA ANGKAIAN LISTIK 1. Fasor Fasor adalah grafik untuk menyatakan magnituda (besar) dan arah (posisi sudut). Fasor utamanya digunakan untuk menyatakan gelombang sinus
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Inverter dan Aplikasi Inverter daya adalah sebuah perangkat yang dapat mengkonversikan energi listrik dari bentuk DC menjadi bentuk AC. Diproduksi dengan segala bentuk dan ukuran,
Lebih terperinciDAFTAR ISI PROSEDUR PERCOBAAN PERCOBAAN PENDAHULUAN PERCOBAAN Kontrol Motor Induksi dengan metode Vf...
DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 PERCOBAAN 1... 2 1.Squirrel Cage Induction Motor (Motor Induksi dengan rotor sangkar)... 2 2.Double Fed Induction Generator (DFIG)... 6 PROSEDUR PERCOBAAN... 10 PERCOBAAN 2...
Lebih terperinciPerencanaan Filter Hybrid untuk Mengurangi Dampak Harmonisa pada PT. Semen Indonesia Pabrik Rembang
Perencanaan Filter Hybrid untuk Mengurangi Dampak Harmonisa pada PT. Semen Indonesia Pabrik Rembang Anissa Eka Marini Pujiantara - 2210100133 Pembimbing 1. Prof. Ir. Ontoseno Penangsang,M.Sc.,Ph.D 2. Dedet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber energi tenaga angin, sumber energi tenaga air, hingga sumber energi tenaga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, penelitian mengenai sumber energi terbarukan sangat gencar dilakukan. Sumber-sumber energi terbarukan yang banyak dikembangkan antara lain sumber energi tenaga
Lebih terperinciRancang Bangun Rangkaian AC to DC Full Converter Tiga Fasa dengan Harmonisa Rendah
Rancang Bangun Rangkaian AC to DC Full Converter Tiga Fasa dengan Harmonisa Rendah Mochammad Abdillah, Endro Wahyono,SST, MT ¹, Ir.Hendik Eko H.S., MT ² 1 Mahasiswa D4 Jurusan Teknik Elektro Industri Dosen
Lebih terperinciBAB I SEMIKONDUKTOR DAYA
Semikonduktor Daya 2010 BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti materi ini diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi: Menguasai karakteristik semikonduktor daya yang dioperasikan sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Harmonisa Arus Di Gedung Direktorat TIK UPI Sebelum Dipasang Filter
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Harmonisa Arus Di Gedung Direktorat TIK UPI Sebelum Dipasang Filter Dengan asumsi bahwa kelistrikan di Gedung Direktorat TIK UPI seimbang maka dalam penggambaran bentuk
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
2 BAB III METODE PENELITIAN Pada skripsi ini metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen (uji coba). Tujuan yang ingin dicapai adalah membuat suatu alat yang dapat mengkonversi tegangan DC ke AC.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. serta dalam pengembangan berbagai sektor ekonomi. Dalam kenyataan ekonomi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Daya listrik memberikan peran sangat penting dalam kehidupan masyarakat serta dalam pengembangan berbagai sektor ekonomi. Dalam kenyataan ekonomi modren sangat tergantung
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. arus dan tegangan yang sama tetapi mempunyai perbedaan sudut antara fasanya.
BAB II DASAR TEORI 2.1 Sumber Tegangan Tiga Fasa Hampir semua listrik yang digunakan oleh industri, dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan dalam sistem tiga fasa. Sistem ini memiliki besar arus
Lebih terperinciBAB III CARA KERJA INVERTER
BAB III CARA KERJA INVERTER 4.1. Umum Inverter adalah sebuah peralatan pengubah frekuensi yang digunakan untuk merubah arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak-balik (AC) dengan teknik switching
Lebih terperinciBAB II HARMONISA PADA GENERATOR. Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang
BAB II HARMONISA PADA GENERATOR II.1 Umum Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak balik. Arus
Lebih terperinciLAMPIRAN A RANGKAIAN CATU DAYA BEBAN TAK LINIER. Berikut adalah gambar rangkaian catu daya pada lampu hemat energi :
LAMPIRAN A RANGKAIAN CATU DAYA BEBAN TAK LINIER Berikut adalah gambar rangkaian catu daya pada lampu hemat energi : Gb-A.1. Rangkaian Catu Daya pada Lampu Hemat Energi Gb-A.2. Rangkaian Catu Daya pada
Lebih terperincimeningkatkan faktor daya masukan. Teknik komutasi
1 Analisis Perbandingan Faktor Daya Masukan Penyearah Satu Fasa dengan Pengendalian Modulasi Lebar Pulsa dan Sudut Penyalaan Syaifur Ridzal¹, Ir.Soeprapto,M.T.², Ir.Soemarwanto,M.T.³ ¹Mahasiswa Teknik
Lebih terperinciBAB I 1. BAB I PENDAHULUAN
BAB I 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan konverter daya yang efisien dan berukuran kecil terus berkembang di berbagai bidang. Mulai dari charger baterai, catu daya komputer, hingga
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Serdang. Dalam memenuhi kebutuhan daya listrik industri tersebut menggunakan
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah studi kasus pada pabrik pengolahan plastik. Penelitian direncanakan selesai dalam waktu 6 bulan dan lokasi penelitian berada
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Motor Induksi Tiga Fasa Motor induksi adalah suatu mesin listrik yang merubah energi listrik menjadi energi gerak dengan menggunakan gandengan medan listrik dan mempunyai slip
Lebih terperinciAnalisis Kinerja Motor Arus Searah Dengan Menggunakan Sistem Kendali Modulasi Lebar Pulsa. Sudirman S.*
Analisis Kinerja Motor Arus Searah Dengan Menggunakan Sistem Kendali Modulasi Lebar Pulsa Sudirman S.* ABSTRACT This paper aim to analysed.c.motor performance by using Pulse Width Modulation ( PWM). Output
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu energi primer yang tidak dapat dilepaskan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pada suatu jaringan distribusi arus bolak-balik dengan tegangan (V), daya
BAB TINJAUAN PUSTAKA.. Faktor Daya Pada suatu jaringan distribusi arus bolak-balik dengan tegangan (V), daya aktif (P) dan daya reaktif (Q), maka besarnya daya semu (S) adalah sebanding dengan arus (I)
Lebih terperinciPENDIDIKAN PROFESI GURU PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
PENDIDIKAN PROFESI GURU PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO 2010 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah, penulis
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. melalui gandengan magnet dan prinsip induksi elektromagnetik [1].
BAB II DASAR TEORI 2.1 Umum Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu rangkaian listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui gandengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Arus Netral pada Sistem Tiga Fasa Empat Kawat Jaringan distribusi tegangan rendah adalah jaringan tiga fasa empat kawat, dengan ketentuan, terdiri dari kawat tiga fasa (R, S,
Lebih terperinciPerancangan dan Analisis Back to Back Thyristor Untuk Regulasi Tegangan AC Satu Fasa
Perancangan dan Analisis Back to Back Thyristor Untuk Regulasi Tegangan AC Satu Fasa Indah Pratiwi Surya #1, Hafidh Hasan *2, Rakhmad Syafutra Lubis #3 # Teknik Elektro dan Komputer, Universitas Syiah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Daya Listrik Peningkatan terhadap kebutuhan dan konsumsi energi listrik yang baik dari segi kualitas dan kuantitas menjadi salah satu alasan mengapa perusahaan utilitas
Lebih terperinciStudi Analisis dan Mitigasi Harmonisa pada PT. Semen Indonesia Pabrik Aceh
B-456 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5 No. 2 (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) Studi Analisis dan Mitigasi Harmonisa pada PT. Semen Indonesia Pabrik Aceh Stefanus Suryo Sumarno, Ontoseno Penangsang, Ni
Lebih terperinciPENGGUNAAN MOTOR LISTRIK 3 PHASA SEBAGAI GENERATOR LISTRIK 1 PHASA PADA PEMBANGKIT LISTRIK BERDAYA KECIL
PENGGUNAAN MOTOR LISTRIK 3 PHASA SEBAGAI GENERATOR LISTRIK 1 PHASA PADA PEMBANGKIT LISTRIK BERDAYA KECIL Arwadi Sinuraya*) Abstrak Pembangunan pembangkit listrik dengan daya antara 1kW 10 kw banyak dilaksanakan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1. Teori Catu Daya Tak Terputus
BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa teori pendukung yang digunakan sebagai acuan dalam merealisasikan sistem. Teori-teori yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah teori catu
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jaringan transmisi dan jaringan distribusi pada sistem daya listrik berfungsi
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Distribusi Jaringan transmisi dan jaringan distribusi pada sistem daya listrik berfungsi sebagai sarana untuk menyalurkan energi listrik yang dihasilkan dari pusat pembangkit
Lebih terperinciClick to edit Master text styles
DESAIN DAN SIMULASI PENGONTROLAN DAYA AKTIF DAN REAKTIF INVERTER Click 3 to FASA edit MENGGUNAKAN Master text PQ styles CONTROLLER PADA SISTEM PEMBANGKIT Second level TERSEBAR MULTIPLE PROTON EXCHANGE
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Static VAR Compensator Static VAR Compensator (SVC) pertama kali dipasang pada tahun 1978 di Gardu Induk Shannon, Minnesota Power and Light system dengan rating 40 MVAR. Sejak
Lebih terperinciTESIS PENGURANGAN HARMONISA PADA KONVERTER 12 PULSA TIGA FASA MENGGUNAKAN DIAGONAL RECURRENT NEURAL NETWORK (DRNN)
TESIS PENGURANGAN HARMONISA PADA KONVERTER 12 PULSA TIGA FASA MENGGUNAKAN DIAGONAL RECURRENT NEURAL NETWORK (DRNN) Oleh : Moh. Marhaendra Ali 2207 201 201 DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Mochamad Ashari,
Lebih terperinciDesain Inverter Tiga Fasa dengan Minimum Total Harmonic Distortion Menggunakan Metode SPWM
79 Desain Inverter Tiga Fasa dengan Minimum Total Harmonic Distortion Menggunakan Metode SPWM Lalu Riza Aliyan, Rini Nur Hasanah, M. Aziz Muslim Abstrak- Salah satu elemen penting dalam proses konversi
Lebih terperinciPENYEARAH SATU FASA TERKENDALI
FAKULTAS TEKNIK UNP PENYEARAH SATU FASA TERKENDALI JOBSHEET/LABSHEET JURUSAN : TEKNIK ELEKTRO NOMOR : VIII PROGRAM STUDI :DIV WAKTU : x 5 MENIT MATA KULIAH /KODE : ELEKTRONIKA DAYA 1/ TEI51 TOPIK : PENYEARAH
Lebih terperinciAlexander et al., Perancangan Simulasi Unjuk Kerja Motor Induksi Tiga Fase... 1
Alexander et al., Perancangan Simulasi Unjuk Kerja Motor Induksi Tiga Fase... 1 PERANCANGAN SIMULASI UNJUK KERJA MOTOR INDUKSI TIGA FASE DENGAN SUMBER SATU FASE MENGGUNAKAN BOOST BUCK CONERTER REGULATOR
Lebih terperinciBAB II TRANSFORMATOR. maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih
BAB II TRASFORMATOR II. UMUM Transformator merupakan suatu alat listrik statis yang mampu mengubah maupun untuk menyalurkan energi listrik arus bolak-balik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DAYA
MODUL RAKTKUM ELEKTRONKA DAYA Laboratorium Sistem Tenaga - Teknik Elektro MODUL RANGKAAN DODA & ENYEARAH 1. endahuluan Dioda semikonduktor merupakan komponen utama yang digunakan untuk mengubah tegangan
Lebih terperinciGambar 2.1. Rangkaian Komutasi Alami.
BAB II DASAR TEORI Thyristor merupakan komponen utama dalam peragaan ini. Untuk dapat membuat thyristor aktif yang utama dilakukan adalah membuat tegangan pada kaki anodanya lebih besar daripada kaki katoda.
Lebih terperinciStudi Perencanaan Filter Hybrid Untuk Mengurangi Harmonisa Pada Proyek Pakistan Deep Water Container Port
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) A-142 Studi Perencanaan Filter Hybrid Untuk Mengurangi Harmonisa Pada Proyek Pakistan Deep Water Container Port Rahman Efandi,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Daya 2.1.1 Pengertian Daya Daya adalah energi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam sistem tenaga listrik, daya merupakan jumlah energi yang digunakan untuk melakukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dibawah Kementrian Keuangan yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Gedung Keuangan Negara Yogyakarta merupakan lembaga keuangan dibawah Kementrian Keuangan yang bertugas memberikan pelayanan masyarakat serta penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pembangkit tegangan tinggi DC sangat diperlukan pada riset dibidang fisika
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangkit Tegangan Tinggi DC Pembangkit tegangan tinggi DC sangat diperlukan pada riset dibidang fisika terapan dan tes instalasi kabel pada aplikasi industri. Unit pembangkit
Lebih terperinciatau pengaman pada pelanggan.
16 b. Jaringan Distribusi Sekunder Jaringan distribusi sekunder terletak pada sisi sekunder trafo distribusi, yaitu antara titik sekunder dengan titik cabang menuju beban (Lihat Gambar 2.1). Sistem distribusi
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1.(a). Blok Diagram Kelas D dengan Dua Aras Keluaran. (b). Blok Diagram Kelas D dengan Tiga Aras Keluaran.
BAB II DASAR TEORI Dalam bab dua ini penulis akan menjelaskan teori teori penunjang utama dalam merancang penguat audio kelas D tanpa tapis LC pada bagian keluaran menerapkan modulasi dengan tiga aras
Lebih terperinciSTUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS
STUDI KESTABILAN SISTEM BERDASARKAN PREDIKSI VOLTAGE COLLAPSE PADA SISTEM STANDAR IEEE 14 BUS MENGGUNAKAN MODAL ANALYSIS OLEH : PANCAR FRANSCO 2207100019 Dosen Pembimbing I Prof.Dr. Ir. Adi Soeprijanto,
Lebih terperinciSTUDI PENGGUNAAN PENYEARAH 18 PULSA DENGAN TRANSFORMATOR 3 FASA KE 9 FASA HUBUNGAN SEGIENAM
ISSN: 1693-693 21 STUDI PENGGUNAAN PENYEARAH 18 PULSA DENGAN TRANSFORMATOR 3 FASA KE 9 FASA HUBUNGAN SEGIENAM Ahmad Saudi Samosir Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung Gedung H-FT
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Umum Untuk menjaga agar faktor daya sebisa mungkin mendekati 100 %, umumnya perusahaan menempatkan kapasitor shunt pada tempat yang bervariasi seperti pada rel rel baik tingkat
Lebih terperinciArus Bolak Balik. Arus Bolak Balik. Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung
(agussuroso@fi.itb.ac.id) Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung Materi 1 Sumber arus bolak-balik (alternating current, AC) 2 Resistor pada rangkaian AC 3 Induktor
Lebih terperinciBAB II TRANSFORMATOR. sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik. dan berbanding terbalik dengan perbandingan arusnya.
BAB II TRANSFORMATOR II.. Umum Transformator merupakan komponen yang sangat penting peranannya dalam sistem ketenagalistrikan. Transformator adalah suatu peralatan listrik elektromagnetis statis yang berfungsi
Lebih terperinciTRAINER FEEDBACK THYRISTOR AND MOTOR CONTROL
TRAINER FEEDBACK THYRISTOR AND MOTOR CONTROL FAKULTAS TEKNIK UNP JOBSHEET/LABSHEET JURUSAN : TEKNIK ELEKTRO NOMOR : I PROGRAM STUDI : DIV WAKTU : 2 x 50 MENIT MATA KULIAH /KODE : ELEKTRONIKA DAYA 1/ TEI051
Lebih terperinciBAB I SEMIKONDUKTOR DAYA
BAB I SEMIKONDUKTOR DAYA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti materi ini diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi: Menguasai karakteristik semikonduktor daya yang dioperasikan sebagai pensakelaran, pengubah,
Lebih terperinciI. Voltage Source Inverter (VSI) II. Metode PWM. A. Six-Step VSI B. Pulse-Width Modulated VSI. A. Sinusoidal PWM
I. oltage Source Inverter (SI) A. Six-Step SI B. Pulse-Width Modulated SI II. Metode PWM A. Sinusoidal PWM B. Hysteresis (Bang-bang) C. Space ector PWM 2/5 oltage Source Inverter Tiga Fasa Six Step Gambar
Lebih terperinci5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Rangkaian Elektronik Lampu Navigasi Energi Surya Rangkaian elektronik lampu navigasi energi surya mempunyai tiga komponen utama, yaitu input, storage, dan output. Komponen input
Lebih terperinciAnalisis Pengaruh Harmonisa terhadap Pengukuran KWh Meter Tiga Fasa
Analisis Pengaruh Harmonisa terhadap Pengukuran KWh Meter Tiga Fasa Agus R. Utomo Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424 E-mail : arutomo@yahoo.com Mohamad Taufik
Lebih terperinciBAB III TAPPING DAN TAP CHANGER 3.1 Penentuan Jumlah Tap Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pusat beban, hal ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar dalam penyaluran daya listrik.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS
BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN ANALISIS 4.1. Topik 1. Rangkaian Pemicu SCR dengan Menggunakan Rangkaian RC (Penyearah Setengah Gelombang dan Penyearah Gelombang Penuh). A. Penyearah Setengah Gelombang Gambar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inverter BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kedudukan inverter pada sistem pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS adalah sebagai peeralatan yang mengubah listrik arus searah (DC) menjadi listrik arus bolak-balik
Lebih terperinciBAB II TRANSFORMATOR. elektromagnet. Pada umumnya transformator terdiri atas sebuah inti yang terbuat
BAB II TRANSFORMATOR 2.1 UMUM Transformator merupakan suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkain listrik ke rangkaian listrik lainnya melalui suatu
Lebih terperinciDiode) Blastica PAR LED. Par. tetapi bisa. hingga 3W per. jalan, tataa. High. dan White. Jauh lebih. kuat. Red. White. Blue. Yellow. Green.
Par LED W PAR LED (Parabolic Light Emitting Diode) Tidak bisa dielakkan bahwa teknologi lampu LED (Light Emitting Diode) akan menggantikan lampu pijar halogen, TL (tube lamp) dan yang lain. Hal ini karena
Lebih terperinciArrifat Lubis
Seminar Tugas Akhir (Gasal 2010-2011) Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro ITS ANALISIS DAN SIMULASI KUALITAS DAYA : FAKTOR DAYA, TEGANGAN KEDIP DAN HARMONISA PADA PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN
Lebih terperinciBAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA. Dalam system tenaga listrik, daya merupakan jumlah energy listrik yang
BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Daya 3.1.1 Daya motor Secara umum, daya adalah energi yang dikeluarkan untuk melakukan usaha. Dalam system tenaga listrik, daya merupakan jumlah energy listrik
Lebih terperinciPelatihan Sistem PLTS Maret 2015 PELATIHAN SISTEM PLTS INVERTER DAN JARINGAN DISTRIBUSI. Rabu, 25 Maret Oleh: Nelly Malik Lande
PELATIHAN SISTEM PLTS INVERTER DAN JARINGAN DISTRIBUSI Rabu, 25 Maret 2015 Oleh: Nelly Malik Lande POKOK BAHASAN TUJUAN DAN SASARAN PENDAHULUAN PENGERTIAN, PRINSIP KERJA, JENIS-JENIS INVERTER TEKNOLOGI
Lebih terperinciek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO
ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO APLIKASI KARAKTERISTIK PENYEARAH SATU FASE TERKENDALI PULSE WIDTH MODULATION (PWM) PADA BEBAN RESISTIF Yuli Asmi Rahman * Abstract Rectifier is device to convert alternating
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas mengenai teori teori yang mendasari perancangan dan perealisasian inductive wireless charger untuk telepon seluler. Teori-teori yang digunakan dalam skripsi
Lebih terperinciElektronika Daya ALMTDRS 2014
12 13 Gambar 1.1 Diode: (a) simbol diode, (b) karakteristik diode, (c) karakteristik ideal diode sebagai sakaler 14 2. Thyristor Semikonduktor daya yang termasuk dalam keluarga thyristor ini, antara lain:
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING
BAB II LANDASAN TEORI ANALISA HUBUNG SINGKAT DAN MOTOR STARTING 2.1 Jenis Gangguan Hubung Singkat Ada beberapa jenis gangguan hubung singkat dalam sistem tenaga listrik antara lain hubung singkat 3 phasa,
Lebih terperinciDesain dan Simulasi Single Stage Boost-Inverter Terhubung Jaringan Satu Fasa Menggunakan Sel Bahan Bakar
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 1 Desain dan Simulasi Single Stage Boost-Inverter Terhubung Jaringan Satu Fasa Menggunakan Sel Bahan Bakar Mochammad Reza Zakaria, Dedet Candra Riawan, dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yaitu beban linier dan beban non-linier. Beban disebut linier apabila nilai arus dan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sistem distribusi dalam sitem tenaga listrik dikenal dua jenis beban, yaitu beban linier dan beban non-linier. Beban disebut linier apabila nilai arus dan bentuk gelombang tegangan
Lebih terperinciPRAKTIKAN : NIM.. PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PRAKTIKAN :. NIM.. PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAPORAN PRAKTIK KENDALI ELEKTRONIS Topik Praktik : Pengenalan Unit Praktikum Tanggal Praktik : (PKE-01) Kelas/
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian daya listrik dengan beban tidak linier banyak digunakan pada
14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemakaian daya listrik dengan beban tidak linier banyak digunakan pada konsumen rumah tangga, perkantoran maupun industri seperti penggunaan rectifier, converter,
Lebih terperinciANALISIS HARMONIK DAN PERANCANGAN HIGH PASS DAMPED FILTER
NASKAH PUBLIKASI ANALISIS HARMONIK DAN PERANCANGAN HIGH PASS DAMPED FILTER PADA SISTEM DISTRIBUSI STANDAR IEEE 13 BUS DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ETAP POWER STATION 7.0 Diajukan oleh: AGUS WIDODO D 400
Lebih terperinciANALISIS KEDIP TEGANGAN AKIBAT GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG ABANG DI KARANGASEM
ANALISIS KEDIP TEGANGAN AKIBAT GANGGUAN HUBUNG SINGKAT PADA PENYULANG ABANG DI KARANGASEM I Made Yoga Dwipayana 1, I Wayan Rinas 2, I Made Suartika 3 Jurusan Teknik Elektro dan Komputer, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciSudaryatno Sudirham. Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga
Sudaryatno Sudirham Analisis Keadaan Mantap Rangkaian Sistem Tenaga ii BAB Transformator.. Transformator Satu Fasa Transformator banyak digunakan dalam teknik elektro. Dalam sistem komunikasi, transformator
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. adalah rectifier, converter, inverter, tanur busur listrik, motor-motor listrik,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini banyak konsumen daya listrik menggunakan beban tidak linier, baik konsumen rumah tangga, perkantoran maupun industri. Contoh beban tidak linier adalah rectifier,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Transformator Ukur Transformator ukur di rancang secara khusus untuk pengukuran dalam sistem daya. Transformator ini banyak digunakan dalam sistem daya karena mempunyai keuntungan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. resistor, kapasitor ataupun op-amp untuk menghasilkan rangkaian filter. Filter analog
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Filter merupakan suatu perangkat yang menghilangkan bagian dari sinyal yang tidak di inginkan. Filter digunakan untuk menglewatkan atau meredam sinyal yang di inginkan
Lebih terperinci