BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Lembaga penyelenggara jaminan sosial nasional bertujuan memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi peserta dan atau anggota keluarganya. Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia adalah: 1. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK); 2. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN); 3. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan 4. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES). Sementara itu, jenis program jaminan sosial meliputi: 1. Jaminan Kesehatan; 2. Jaminan Kecelakaan Kerja; 3. Jaminan Hari Tua; 4. Jaminan Pensiun; dan. 32

2 10 5. Jaminan Kematian. Dana Jaminan Sosial wajib dikelola dan dikembangkan oleh Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial secara optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai. Tata cara pengelolaan dan pengembangan Dana Jaminan Sosial diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah dapat melakukan tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial. Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial mengelola pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan Lembaga Penyelenggara Jaminan Sosial dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan Jaminan Sosial Kesehatan 1. Pengertian Jaminan Sosial Tidak ada definisi universal untuk jaminan sosial. Secara umum jaminan sosial diartikan sebagai penyedia perlindungan yang dilakukan lewat prosedur publik atas berbagai kerugian atau kehilangan penghasilan karena sakit, kehamilan, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, cacat, usia lanjut, dan kematian. Asuransi kesehatan sering dianggap bagian dari jaminan sosial. Jaminan Sosial Nasional adalah program Pemerintah dan Masyarakat yang bertujuan memberi kepastian jumlah perlindungan kesejahteraan sosial agar setiap penduduk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya menuju terwujudnya

3 11 kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perlindungan ini diperlukan utamanya bila terjadi hilangnya atau berkurangnya pendapatan. Jaminan Sosial merupakan hak asasi setiap warga negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2. Secara universal jaminan sosial dijamin oleh pasal 22 dan 25 Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh PBB (1948), dimana Indonesia ikut menandatanganinya. Secara keseluruhan adanya jaminan sosial nasional dapat menunjang pembangunan nasional yang berkelanjutan. Pengaturan dalam jaminan sosial ditinjau dari jenisnya terdiri dari jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan pemutusan hubungan kerja, jaminan hari tua, pensiun, dan santunan kematian (Setiawan, 2011: 41). Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Sedangkan, kesehatan adalah hal esensial yang dibutuhkan oleh manusia, dan menjadi hak warga atas pemerintah. Dimanapun warga tersebut berada serta bagaimanapun status sosial ekonominya, pelayanan kesehatan harus diwujudkan dengan baik untuk menjawab tantangan-tantangan yang datang pada bidang kesehatan. 2. Jaminan Sosial Kesehatan Menurut Bastian (2008:14) jaminan sosial kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi dan sosial serta prinsip ekuitas. Jaminan sosial kesehatan ini diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar peserta

4 12 memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Jaminan sosial kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah (Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014). Peserta jaminan sosial kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran dan iurannya dibayar oleh Pemerintah. Anggota keluarga peserta berhak menerima manfaat jaminan kesehatan. Selain itu, setiap peserta juga dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku paling lama 6 bulan sejak seorang peserta mengalami pemutusan hubungan kerja. Jika peserta setelah 6 bulan belum memperoleh pekerjaan dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah. Peserta yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, iurannya dibayar oleh Pemerintah. Ketentuan-ketentuan ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Manfaat jaminan sosial kesehatan yang bersifat pelayanan perseorangan dapat berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

5 13 3. Prinsip Jaminan Sosial Kesehatan Pelaksanaan jaminan sosial kesehatan mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional atau SJSN (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004), yaitu: a. Prinsip Kegotong royongan Arti prinsip gotong royong adalah peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi. Melalui prinsip ini, program jaminan sosial dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. b. Prinsip Nirlaba Pengelolaan dana amanat pada jaminan sosial kesehatan adalah nirlaba, bukan untuk mencari laba. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya akan dimanfaatkan sebesarbesarnya untuk kepentingan peserta. c. Prinsip Keterbukaan Prinsip keterbukaan berarti mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap masyarakat atau peserta. d. Prinsip Kehati-hatian Prinsip kehati-hatian merupakan prinsip pengelolaan dana yang dilakukan secara cermat, teliti, aman, dan tertib, serta sesuai dengan peraturan yang berlaku.

6 14 e. Prinsip Akuntabilitas Prinsip akuntabilitas adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. f. Prinsip Portabilitas Prinsip ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. g. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Tahapan awal dimulai dari pekerja di sektor formal, setelah itu pekerja sektor informal, sehingga pada akhirnya seluruh rakyat menjadi peserta jaminan sosial kesehatan. h. Prinsip Dana Amanat Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. i. Prinsip Hasil Pengelolaan Dana Jaminan Sosial Dana yang diterima seluruhnya dipergunakan untuk pengembangan program dan untuk kepentingan peserta Perencanaan Perencanaan secara konvensional didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk masa mendatang yang lebih baik dengan memperhatikan keadaan

7 15 sekarang maupun sebelumnya. Perencanaan (planning) adalah proses yang dimulai dari penetapan tujuan organisasi, yaitu menentukan strategi untuk pencapaian tujuan tersebut secara menyeluruh serta merumuskan sistem perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi, hingga tercapainya tujuan organisasi. Perencanaan dapat dilihat dari 3 hal, yaitu proses, fungsi manajemen, dan pengambilan keputusan. 1. Dari sisi proses, fungsi perencanaan adalah sebagai proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan menentukan bagaimana tujuan tersebut akan tercapai. 2. Dari sisi fungsi manajemen, perencanaan adalah fungsi di mana pimpinan menggunakan pengaruh dan wewenangnya untuk menentukan atau mengubah tujuan serta kegiatan organisasi. 3. Dari sisi pengambilan keputusan, perencanaan merupakan pengambilan keputusan jangka panjang atau yang akan datang mengenai apa yang akan dilakukan, bagaimana melakukannya, kapan dan siapa yang akan melakukannya. Dalam perencanaan, keputusan yang diambil belum tentu sesuai dengan tujuan sebelumnya hingga implementasi perencanaan tersebut dibuktikan di kemudian hari. Inti dari perencanaan adalah bagaimana mengantisipasi masa depan berdasarkan tujuan yang ditetapkan. Hal ini dapat ditempuh dengan melakukan persiapan yang didasarkan pada data dan informasi yang tersedia saat ini. Jadi,

8 16 aspek yang terkandung dalam perencanaan adalah perumusan tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Fungsi perencanaan (Bastian, 2010: 167) adalah kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan diikuti dengan pembuatan berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut. Secara singkat, perencanaan strategis untuk sektor publik mempunyai karakteristik sebagai berikut. 1. Dipisahkan antara rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis memuat antara lain visi, misi, dan strategi (arahan kebijakan). Sedangkan rencana operasional memuat program dan rencana tindakan (aksi). 2. Penyusunan rencana strategik melibatkan secara aktif semua stakeholders di masyarakat (dengan kata lain, pemerintah adalah satu-satunya pemeran dalam proses perencanaan strategik). 3. Tidak semua isu atau masalah dipilih untuk ditangani. Dalam proses perencanaan strategik, ditetapkan isu-isu yang dianggap paling strategis atau fokus-fokus yang paling diprioritaskan untuk ditangani. 4. Kajian lingkungan internal dan eksternal secara kontinu dilakukan agar pemilihan strategi selalu diperbarui berkaitan dengan peluang serta ancaman di lingkungan luar, dan mempertimbangkan kekuatan serta kelemahan yang ada di lingkungan internal. Dalam setiap organisasi, rencana disusun menurut hierarki yang sesuai dengan struktur organisasinya. Pada setiap hierarki atau jenjang, rencana mempunyai fungsi ganda sebagai sasaran yang harus dicapai oleh jenjang

9 17 dibawahnya dan merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran yang ditetapkan oleh jenjang diatasnya. Ada dua jenis rencana menurut Bastian (2010:168), yaitu: (1) Rencana strategik yang disusun untuk mencapai tujuan umum organisasi, yaitu pelaksanaan misi organisasi, dan (2) rencana operasional yang merupakan rincian tentang bagaimana rencana strategik dilaksanakan. 1. Rencana strategik, yang juga sering disebut perencanaan jangka panjang (long range planning), adalah proses pengambilan keputusan yang menyangkut tujuan jangka panjang organisasi, kebijakan yang harus diperhatikan, serta strategi yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk melaksanakan strategi tersebut, program kerja yang terinci juga harus disusun yang mencakup kegiatan yang harus dilakukan, kapan harus dimulai, siapa yang harus bertanggung jawab, serta sumber daya manusia yang diperlukan. Singkatnya, perencanaan strategik adalah proses perencanaan jangka panjang yang sudah diformalkan dan digunakan untuk merumuskan tujuan organisasi serta cara menghadapinya. 2. Rencana operasional, terdiri dari (1) rencana sekali pakai (single use plan), yakni rencana yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu dan segera dibubarkan setelah tujuan itu tercapai, dan (2) rencana permanen (standing plans), yakni pendekatan yang sudah di standardisasi untuk menghadapi situasi berulang dan dapat diramalkan sebelumnya. Siklus perencanaan mengikutsertakan semua aspek perencanaan kedalam satu proses yang terpadu. Siklus perencanaan ini akan mengawal perjalanan

10 18 rencana tersebut dengan matang, terfokus dengan baik, ulet, hemat biaya, dan praktis. Selain itu, pelajaran dari kesalahan yang pernah dibuat serta memberikan umpan balik dalam perencanaan dan pengambilan keputusan juga tercakup dalam proses perencanaan publik. Tahapan prapelaksanaan perencanaan publik terdiri dari berikut ini. 1. Evaluasi hasil pelaksanaan tahun lalu dan penetapan prosedur perencanaan Evaluasi ini menggambarkan tentang pelaksanaan aktivitas dapat ditentukan mana yang telah berjalan dengan baik atau yang kurang optimal, sehingga perencanaan bisa menyusun strategi perencanaan baru yang bisa meningkatkan kualitas pelaksanaan dari kegiatan-kegiatan yang kurang optimal serta mempertahankan pelaksanaan kegiatan yang sudah berjalan dengan baik. 2. Organisasi pendukung perencanaan Strategi perencanaan dari hasil evaluasi tahun lalu dan prosedur perencanaan akan dapat dilaksanakan oleh organisasi pendukung perencanaan. Melalui organisasi ini langkah-langkah pelaksanaan perencanaan akan dilakukan. 3. Penetapan asumsi perencanaan Setelah dilakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan tahun lalu, hasil dari evaluasi tersebut akan digunakan sebagai dasar dalam membuat asumsi perencanaan untuk tahun berjalan.

11 19 4. Kriteria evaluasi hasil perencanaan Agar perencanaan dapat dijalankan sesuai dengan prosedur pelaksanaan dan hasil yang telah ditetapkan, perlu disepakati terlebih dahulu berbagai kriteria evaluasi hasil perencanaan. Kriteria inilah yang dapat menilai apakah hasil perencanaan dikatakan berhasil atau tidak. 5. Penyusunan indikator program Pelaksanaan perencanaan juga membutuhkan indikator program. Indikator program ini akan mengkerangkai bagaimana input, benefit, outcome, output dan impact suatu program harus dijalankan. Dengan demikian, pelaksanaan program akan dapat dikendalikan semaksimal mungkin. Sedangkan tahapan pelaksanaan dari siklus perencanaan publik terdiri dari berikut ini. 1. Penyusunan kertas kerja perencanaan strategi dan program Tahapan pelaksanaan perencanaan publik dimulai dengan pembuatan kertas kerja perencanaan strategi dan program. Kertas kerja ini dibuat sebagai konsep awal atau usulan-usulan yang terkait dengan strategi dan program yang hendak dilakukan. 2. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan Tahapan berikutnya setelah pembuatan kertas kerja perencanaan strategi dan program tahun berjalan adalah pembicaraan atau permusyawarahan perencanaan bertahap. Hal ini dilakukan untuk menjaring berbagai aspirasi masyarakat, atau memberikan wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menentukan program dalam kebutuhan riilnya.

12 20 3. Penentuan usulan perencanaan strategik Dari kertas kerja perencanaan strategi dan program yang telah dibuat dan dimusyawarahkan, pada akhir musyawarah akan dihasilkan usulan-usulan perencanaan strategik berdasarkan keputusan bersama. 4. Penentuan draft skala prioritas dan plafon anggaran Tidak semua kebutuhan dan aspek perencanaan dimasukkan dalam draft dokumen perencanaan. Karena keterbatasan sumber daya yang ada, skala prioritas dan anggaran perlu disusun dalam draft dokumen perencanaan. Skala prioritas dan plafon anggaran disusun dalam rangka mengakomodir kepentingan dari yang paling mendesak dan segera membutuhkan tindakan hingga kepentingan yang paling ringan. 5. Penentuan usulan rencana program kerja Draft dokumen perencanaan yang disertai dengan skala prioritas dan plafon anggaran akan dibahas oleh legislatif dan eksekutif untuk mencapai kesepakatan bersama tentang struktur draft usulan rencana program kerja yang tepat dan sesuai dengan kondisi organisasi beserta lingkungannya. 6. Penyelesaian draft dokumen perencanaan Usulan rencana program kerja yang telah ditentukan kemudian dinyatakan ke dalam draft dokumen perencanaan, sebelum pembahasan akhir dilakukan. 7. Pembahasan draft dokumen perencanaan Draft dokumen perencanaan yang telah dihasilkan kemudian dibahas dalam rapat paripurna untuk menghasilkan kesepakatan akhir dokumen perencanaan.

13 21 8. Penetapan dokumen perencanaan Melalui proses pembahasan dan kesepakatan bersama, draft dokumen perencanaan tersebut ditetapkan dan disahkan menjadi dokumen perencanaan yang berperan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan yang sudah direncanakan Penganggaran Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Dalam anggaran selalu disertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi di masa lalu. Kebanyakan organisasi sektor publik membedakan antara tambahan modal dan penerimaan, serta tambahan pendapatan pengeluaran. Hal itu akan berdampak pada pemisahan penyusunan anggaran tahunan dan anggaran model tahunan. Contoh jenis anggaran publik, antara lain APBN atau APBD dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Proses penyusunan anggaran publik umumnya menyesuaikan dengan peraturan organisasi yang berlaku. Anggaran publik berisi rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk renncana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja, dan aktifitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam beberapa periode yang akan datang. Singkatnya

14 22 adalah anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan (1) berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran atau belanja) dan (2) berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan) (Mardiasmo, 2002: 62). Tidak semua aspek kehidupan masyarakat tercakup oleh anggaran sektor publik. Terdapat beberapa aspek kehidupan yang tidak tersentuh oleh anggaran sektor publik, baik skala nasional maupun lokal. Anggaran dibuat untuk membantu menentukan tingkat kebutuhan masyarakat, seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan, dan sebagainya agar terjamin secara layak. Tingkat kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh keputusan yang diambil oleh pemerintah melalui anggaran yang mereka buat. Dalam sebuah negara demokrasi, pemerintah mewakili kepentingan rakyat, uang yang dimiliki pemerintah adalah uang rakyat dan anggaran menunjukkan rencana pemerintah untuk membelanjakan uang rakyat tersebut. Anggaran merupakan blue print keberadaan sebuah negara dan merupakan arahan di masa yang akan datang. Anggaran merupakan alat ekonomi terpenting yang dimiliki pemerintah untuk mengarahkan perkembangan sosial dan ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Fungsi anggaran adalah: 1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses penyusunan rencana kerja. 2. Anggaran merupakan cetak biru aktifitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang.

15 23 3. Anggaran sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antaratasan serta bawahan. 4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja. 5. Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan yang efektif serta efisien dalam pencapaian visi organisasi. 6. Anggaran merupakan instrumen politik. 7. Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal. Dalam anggaran sektor publik terdapat beberapa karakteristik, karakteristik anggaran publik terdiri dari: 1. Anggaran yang dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan non keuangan. 2. Anggaran yang umumnya mencakup jangka waktu tertentu, yaitu satu atau beberapa tahun. 3. Anggaran yang berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. 4. Usulan anggaran yang ditelaah dan disetujui oleh pihak berwenang yang lebih tinggi dari penyusun anggaran. 5. Anggaran yang telah disusun hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu. Bastian, dalam bukunya yang berjudul Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar (2010:192), menyatakan bahwa karakteristik anggaran yang baik adalah 1. Berdasarkan program; 2. Berdasarkan pusat pertanggungjawaban (pusat biaya, pusat laba, dan pusat investasi); dan 3. Sebagai alat perencanaan dan pengendalian.

16 24 Siklus penganggaran publik, menurut Bastian (2010: 208), terdiri dari: 1. Penetapan prosedur dan tim penganggaran tahun terkait. Tahapan pertama dari siklus anggaran adalah penetapan prosedur atau aturan dalam pembuatan anggaran sekaligus penetapan tim anggaran tahun terkait. Hal ini merupakan bagian yang penting dalam proses penganggaran, karena dibutuhkan prosedur untuk memberikan arahan yang jelas dan sebagai pengendalian agar anggaran yang disusun tidak mengandung kesalahan material. Sedangkan tim penganggaran nantinya agar bertugas menyusun anggaran tahun terkait. 2. Penetapan dokumen standar harga. Dokumen standar harga ditujukan untuk mengendalikan harga berbagai kebutuhan organisasi (barang dan jasa). 3. Penyebaran dan pengisian formulir rencana kerja dan anggaran. Pada tahapan ini akan disebarkan formulir program dan anggaran tahun terkait, pedoman pengisian formulir rencana kerja dan anggaran adalah dokumen standar harga serta draft atau dokumen perencanaan yang telah dibuat sebelumnya. 4. Rekapitulasi rencana kerja dan anggaran. Rekapitulasi adalah proses meringkas atau mengumpulkan data dari kertas kerja. 5. Pembahasan, perubahan, dan penyelesaian draft anggaran pendapatan dan belanja. Setelah selesai melakukan tahapan rekapitulasi, kemudian dilakukan pembahasan anggaran untuk periode berikutnya berdasarkan kertas kerja anggaran dan rencana kerja final. Tahapan selanjutnya adalah menyelesaikan draft anggaran pendapatan dan belanja. Pada tahapan ini dilakukan pengecekan ulang terhadap anggaran yang dibuat, selain juga

17 25 memastikan bahwa draft anggaran telah sesuai dengan perencanaan dan tanpa kesalahan. 6. Penetapan anggaran pendapatan dan belanja. Draft anggaran yang telah selesai kemudian ditetapkan menjadi anggaran, proses penetapan anggaran ini adalah tahapan akhir dari proses pembuatan anggaran. Dalam penyusunan anggaran periode berikutnya, tahapan bisa kembali ke tahapan pertama Pelaksanaan (Realisasi Anggaran) Dalam siklus akuntansi sektor publik, setelah proses penganggaran selesai, anggaran itu kemudian direalisasikan sebagaimana yang telah direncanakan organisasi publik. Dengan kata lain, realisasi anggaran merupakan proses pelaksanaan segala sesuatu yang telah direncanakan dan dianggarkan oleh organisasi publik. Realisasi anggaran dikenal atau terkait dengan istilah operational management. Istilah tersebut diartikan sebagai proses yang memungkinkan organisasi publik mencapai tujuannya melalui penambahan dan penggunaan sumber daya yang efisien (Krajewski atau Ritzman dalam Bastian, 2010: 231). Setiap organisasi, baik publik maupun swasta, pabrik, atau penyedia layanan, mempunyai fungsi operasional. Fungsi ini sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi. Siklus realisasi anggaran terdiri dari serangkaian kegiatan setelah penganggaran ditetapkan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan anggaran tersebut. Siklus realisasi anggaran dibagi ke dalam 3 tahapan kegiatan, yakni persiapan,

18 26 pelaksanaan, dan penyelesaian (Bastian, 2010:239). Setiap tahapan realisasi anggaran publik terbagi kedalam tiga kegiatan utama, yakni (1) pencairan anggaran (pengeluaran), (2) realisasi pendapatan, dan (3) pelaksanaan. Masingmasing kegiatan utama tersebut berlaku sebagai siklus realisasi anggaran. Setiap kegiatan utama itu terbagi lagi ke dalam kegiatan per tahapan persiapan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Kegiatan utama yang pertama, yaitu pencairan anggaran (pengeluaran), dimulai dengan tahap persiapan yang terdiri dari kegiatan pembuatan prosedur dan formulir serta pembuatan anggaran kas. Tahap proses pelaksanaan terdiri dari kegiatan belanja barang, jasa, dan modal. Tahap penyelesaian terdiri dari kegiatan pengumpulan bukti untuk pencatatan, penyelesaian tata prosedur pencatatan barang dan modal, serta pelaporan aktifitas jasa. Kegiatan utama yang kedua, yaitu realisasi pendapatan, dimulai dengan tahap pelaksanaan yang terdiri dari kegiatan menghitung potensi dan membuat regulasi untuk prosedur serta formulir. Tahap proses pelaksanaan terdiri dari kegiatan penagihan dan pengumpulan pendapatan. Dan tahap penyelesaian terdiri dari kegiatan rekapitulasi realisasi pendapatan serta pengenaan sanksi dan insentif. Kegiatan utama yang ketiga adalah pelaksanaan program, yang dimulai dari tahap persiapan yang terdiri dari kegiatan pembentukan tim dan membuat tata aturan serta pembagian beban kerja. Tahap proses pelaksanaan terdiri dari kegiatan pelaksanaan pekerjaan. Dan tahap penyelesaian terdiri dari kegiatan finalisasi produk dan pembuatan laporan.

19 Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban sering digunakan sebagai sinonim kata akuntabilitas, penyelenggaraan, tanggung jawab, blameworthiness, kewajiban, dan istilah-istilah lain yang berhubungan dengan harapan pemberian tanggung jawab. Istilah pertanggungjawaban adalah suatu konsep dalam etika yang memiliki banyak arti. Sebagai salah satu aspek dalam penyelenggaraan organisasi sektor publik, pertanggungjawaban telah menjadi hal yang penting untuk didiskusikan terkait dengan permasalahan sektor publik. Istilah akuntabilitas dapat dimaknai sebagai kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab, menerangkan kinerja, dan tindakan seseorang atau badan hukum atau pimpinan kolektif atau organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Dalam organisasi sektor publik, pertanggungjawaban adalah pertanggungjawaban atas tindakan dan keputusan dari para pemimpin atau pengelola organisasi sektor publik kepada pihak yang memiliki kepentingan (stakeholder) serta masyarakat (Bastian, 2010: 385). Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap organisasi sektor publik untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita bangsa. Untuk mewujudkannya diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate agar penyelenggaraan kegiatan organisasi sektor publik dapat

20 28 berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertanggung jawab, serta bebas dari KKN. Sistem pertanggungjawaban publik pada organisasi publik bergantung pada sistem pemerintahan yang ditetapkan. Dalam hal ini, pemerintahan berkenaan dengan sistem, fungsi, cara perbuatan, kegiatan, urusan, atau tindakan memerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam arti luas (semua lembaga Negara) maupun dalam arti sempit (presiden beserta jajaran atau aparaturnya). Siklus akuntabilitas publik menurut Bastian (2010:394) adalah: 1. Penetapan regulasi pertanggungjawaban pimpinan organisasi Tahapan pertama dalam siklus pertanggungjawaban sektor publik adalah menetapkan aturan yang terkait dengan pertanggungjawaban pimpinan dan organisasi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Regulasi ini merupakan hal penting dalam proses pertanggungjawaban, karena regulasi diatur dalam mekanisme dan tata cara pertanggungjawaban. 2. Pembentukan dan penerbitan SK tim penyusun laporan pertanggungjawaban organisasi Pada tahapan ini akan dibentuk tim yang terdiri dari individu-individu yang kompeten dibidangnya, yang akan menyusun laporan pertanggungjawaban dari kegiatan dan program yang telah dilaksanakan organisasi sektor publik selama satu periode.

21 29 3. Penyusunan draft laporan pertanggungjawaban organisasi Pada tahap ini tim penyusun harus jeli dan teliti agar tidak ada kesalahan atau hal-hal yang seharusnya dilaporkan untuk dipertanggungjawabkan justru tidak dilaporkan. 4. Pembahasan draft laporan pertanggungjawaban organisasi dengan pimpinan organisasi Draft yang telah disusun, akan dibahas oleh tim penyusun dengan pimpinan organisasi sektor publik dalam tahapan ini. Hal tersebut sebagai tindakan koreksi dan evaluasi agar draft laporan pertanggungjawaban yang dibuat sudah mencantumkan segala sesuatu yang akan dipertanggungjawabkan. 5. Penyelesaian laporan pertanggungjawaban organisasi Setelah draft disepakati oleh pimpinan, tim penyusun akan melengkapi draft tersebut hingga menjadi laporan pertanggungjawaban akhir yang siap untuk dipertanggungjawabkan. 6. Pengajuan laporan pertanggungjawaban organisasi ke lembaga legislatif atau parlemen Setelah laporan pertanggungjawaban selesai dibuat, laporan tersebut diajukan kepada legislatif atau parlemen. Lembaga legislatif atau parlemen akan memeriksa dan menilai kebenaran dari laporan pertanggungjawaban tersebut.

22 30 7. Pemaparan atau pembacaan laporan pertanggungjawaban organisasi oleh pimpinan organisasi ke lembaga legislatif atau parlemen Setelah laporan pertanggungjawaban diterima lembaga legislatif atau parlemen, pemimpin akan membacakan dan memaparkan isi dari laporan tersebut kepada legislatif atau parlemen. 8. Pembahasan laporan pertanggungjawaban organisasi oleh lembaga legislatif atau parlemen Dari pemaparan yang disampaikan pimpinan, lembaga legislatif atau parlemen akan mengadakan musyawarah atau pembahasan terkait dengan laporan pertanggungjawaban tersebut. Musyawarah akan menghasilkan jawaban dari legislatif atau parlemen mengenai laporan pertanggungjawaban tersebut. 9. Penilaian dan rekomendasi atas laporan pertanggungjawaban organisasi Dari hasil pembahasan dan musyawarah yang dilakukan, lembaga legislatif atau parlemen membuat penilaian berdasarkan regulasi dan aturan yang berlaku. Penilaian tersebut nantinya juga akan disertai rekomendasi. 10. Penerbitan laporan pertanggungjawaban organisasi Setelah lembaga legislatif atau parlemen selesai melakukan penilaian, laporan pertanggungjawaban siap untuk dipublikasikan atau disampaikan kepada masyarakat agar dapat dinilai oleh masyarakat mengenai kinerja dari organisasi sektor publik tersebut.

23 Rerangka Pemikiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Divisi Regional VII Provinsi Jawa Timur Mekanisme Pengelolaan Dana 1. Perencanaan 3. Pelaksanaan 2. Penganggaran 4. Pertanggung jawaban Kesimpulan Gambar 1 Rerangka Pemikiran Mekanisme Pengelolaan Dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Divisi Regional VII Provinsi Jawa Timur

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial

BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA. D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial BAB II PENGELOLAAN JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA D. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan Sosial Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456).

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 150, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh dan dipakai selama periode waktu tertentu. jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran 2.1.1 Pengertian Anggaran Anggaran merupakan alat akuntansi yang dapat membantu pimpinan perusahaan dalam merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Anggaran

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL I. UMUM Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG NOMOR... TAHUN... TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA

1 UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAYA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari siklus anggaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran dimulai dari

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5863 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 55) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN RENCANA PEMBANGUNAN SERTA

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UU No.24 tahun 2011 disusun dengan mempertimbangkan: a. Sistem Jaminan Sosial Nasional merupakan program

Lebih terperinci

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)

Regulasi Tahapan dalam Siklus Akuntansi. Contoh Hasil Regulasi Publik Sektor Publik. Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) BOOK RESUME AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK - INDRA BASTIAN BAB 2 REGULASI KEUANGAN PUBLIK 2.1 DEFINISI REGULASI PUBLIK Regulasi publik adalah ketentuan yang harus dijalankan dan dipatuhi dalam proses pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. KESRA. Jaminan Sosial. Pengelolaan. Laporan. Bentuk. Isi.

LEMBARAN NEGARA. KESRA. Jaminan Sosial. Pengelolaan. Laporan. Bentuk. Isi. No.252, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Jaminan Sosial. Pengelolaan. Laporan. Bentuk. Isi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 7 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah BPJS Kesehatan Jaminan Kesehatan Nasional adalah program pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 40/2004, SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL *15906 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 40 TAHUN 2004 (40/2004) TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO. NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USUL PERUBAHAN 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN KESEHATAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL Pertimbangan atau alasan disusunnya UU SJSN: a. Bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482)

LEMBARAN NEGARA. EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) No.239, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5482) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI SKPD Analisis Isu-isu strategis dalam perencanaan pembangunan selama 5 (lima) tahun periode

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Mengapa RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu segera disusun? Apakah peraturan perundang-undangan yang menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak atas jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK PENELITIAN

BAB 3 OBJEK PENELITIAN 27 BAB 3 OBJEK PENELITIAN 3.1. Objek Penelitian Dengan sistem penyelenggaraan yang semakin maju, program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tidak hanya memberikan manfaat kepada pekerja dan pengusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan sosial. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggara jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE Arison Nainggolan Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Akuntansi Universitas Methodist Indonesia arison86_nainggolan@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG 2010 LEMBARAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2013 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN PENGELOLAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sistem jaminan sosial

Lebih terperinci

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL BAB I - KETENTUAN UMUM... 2 BAB II - PEMBENTUKAN DAN RUANG LINGKUP... 3 Bagian Kesatu - Pembentukan... 3

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang Mengingat : : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id

PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN. bpjs-kesehatan.go.id PENGELOLAAN, MONITORING DAN EVALUASI ASET JAMINAN SOSIAL KESEHATAN PADA BPJS KESEHATAN bpjs-kesehatan.go.id I. PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, setiap orang berhak

Lebih terperinci

SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH

SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan

Lebih terperinci

BAB 7 PENGANGGARAN PUBLIK. Prof. Indra Bastian, Ph.D, MBA, Akt

BAB 7 PENGANGGARAN PUBLIK. Prof. Indra Bastian, Ph.D, MBA, Akt BAB 7 PENGANGGARAN PUBLIK Prof., Ph.D, MBA, Akt TINJAUAN BAB 7.1. Teori Penganggaran Publik 7.1.1. Pengertian Anggaran Publik 7.1.2. Fungsi Anggaran Publik 7.1.3. Pengaruh dan Tujuan Anggaran Publik 7.1.4.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut PMK No 238/PMK.05/2011 pasal 1 Sistem Akuntansi Pemerintah. B. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut PMK No 238/PMK.05/2011 pasal 1 Sistem Akuntansi Pemerintah. B. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP) Menurut PMK No 238/PMK.05/2011 pasal 1 Sistem Akuntansi Pemerintah adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi dan Tujuan Anggaran 2.1.1. Definisi Anggaran Menurut Indra Bastian (2010:191), Anggaran dapat diinterpresentasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan

Lebih terperinci

PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL PENUNJUK BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL 1 (satu) Kali dalam 1 (satu) Tahun ~ kewajiban BPJS memberikan informasi kepada Peserta g. memberikan informasi kepada Peserta mengenai saldo jaminan hari tua

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional

ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN. Dewan Jaminan Sosial Nasional ISU STRATEGIS, TANTANGAN DAN KENDALA PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN Dewan Jaminan Sosial Nasional Jakarta, 31 Maret 2016 1 PROGRAM JAMINAN SOSIAL KETENAGAKERJAAN 2 SEBELUM 1 JANUARI

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MEKANISME PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA Sumber: http://bpjs-kesehatan.go.id/ A. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sisten Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) bahwa Pemerintah maupun Pemerintah Daerah setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN DOKUMEN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB 8 REALISASI ANGGARAN. Prof. Indra Bastian, Ph.D, MBA, Akt

BAB 8 REALISASI ANGGARAN. Prof. Indra Bastian, Ph.D, MBA, Akt BAB 8 REALISASI ANGGARAN Prof., Ph.D, MBA, Akt TINJAUAN BAB 8.1. Teori Dalam Realisasi Anggaran Publik 8.2. Sistem Realisasi Anggaran Publik 8.3. Siklus Realisasi Anggaran Publik 8.4. Teknik Realisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan tata kelola pemerintahan dalam penganggaran sektor publik, yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anggaran Pendapatan 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : Anggaran Publik

Lebih terperinci

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, BUPATI PANDEGLANG PROVINSI BANTEN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 1 LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS

Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Peran Parlemen dalam Implementasi SJSN- BPJS Oleh: dr. AHMAD NIZAR SHIHAB,SpAn Anggota Komisi IX DPR RI Rakeskesnas, 17 April 2013 Makasar VISI Kementerian Kesehatan MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang berhak atas

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 14 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang :

Lebih terperinci

2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan

2013, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No.130, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Rencana Jangka Panjang. Rencana Kerja. Anggaran. Persero. Penyusunan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PMK.06/2013

Lebih terperinci

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus.

- Penyempurnaan redaksional. - Kata yang setelah frasa Sistem Jaminan Sosial Nasional dihapus. DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM) RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL NO NASKAH RUU USULAN DPR TANGGAPAN PEMERINTAH NASKAH RUU USULAN PEMERINTAH 1. RANCANGAN 2. Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1 BAB I PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Setiap daerah di era Otonomi memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk dapat mengatur proses pembangunannya sendiri, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan,

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAN PENGANGGARAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH DAN PELAKSANAAN MUSYAWARAH

Lebih terperinci

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017

RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 RENCANA KERJA KECAMATAN ANGSANA TAHUN 2017 PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU KECAMATAN ANGSANA DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii Daftar Bagan... iv Daftar Singkatan... v BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita bangsa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TAHAPAN, TATA CARA PENYUSUNAN, PENGENDALIAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tugas utama pemerintah sebagai organisasi sektor publik terbesar adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat merupakan sebuah konsep

Lebih terperinci

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan.

DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH. mutupelayanankesehatan. DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH mutupelayanankesehatan.net I. PENDAHULUAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu

Lebih terperinci

TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN TATA KELOLA BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN sindonews.com I. PENDAHULUAN Akhir tahun 2017, dunia kesehatan dikejutkan dengan berita defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5482 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI EKONOMI. Jaminan Sosial. Kesehatan. Aset. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 239) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Anggaran 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Menurut Mardiasmo ( 2002:61) : Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A

L A P O R A N K I N E R J A L A P O R A N K I N E R J A 2 0 1 4 A s i s t e n D e p u t i B i d a n g P e m b e r d a y a a n M a s y a r a k a t Deputi Bidang Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Kabinet Republik Indonesia 2014 K a

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR No. 1, 2013 Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0085 PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN HAJI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.... i LEMBAR PERSETUJUAN.... ii LEMBAR PENGESAHAN.... iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR.... iv ABSTRAK..... v RIWAYAT HIDUP... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG TRANSPARANSI DAN PARTISIPASI DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. I.1.1 Bentuk Usaha. BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksanaan merupakan badan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha. I.1.1 Bentuk Usaha. BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksanaan merupakan badan BAB I PENDAHULUAN I.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha I.1.1 Bentuk Usaha BPJS Kesehatan sebagai Badan Pelaksanaan merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR TAHUN 2013 TANGGAL BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan adalah sebuah proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang memiliki wilayah yang sangat luas. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda. Pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR : 32 Tahun 2014 TANGGAL : 23 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci