PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI DI DESA KOTABATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR NURUL FITRIYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI DI DESA KOTABATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR NURUL FITRIYANTI"

Transkripsi

1 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI DI DESA KOTABATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR NURUL FITRIYANTI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Nurul Fitriyanti NIM I

3 ABSTRAK NURUL FITRIYANTI. Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan DWI SADONO. Penelitian ini berfokus pada partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan metode survey dan metode kualitatif dengan wawancara mendalam. Responden dalam penelitian ini berjumlah 45 orang dan dipilih dengan metode sampel acak. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menganalis hubungan faktor internal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri, 2) Menganalisis hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri, dan 3) Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil faktor internal yang berpengaruh adalah usia dan faktor eksternal yang sangat berpengaruh adalah intensitas komunikasi. Pada program ini masyarakat kurang berpartisipasi tetapi masyarakat tetap merasakan tingkat pencapaian yang tinggi. Kata kunci: Partisipasi, faktor internal, faktor eksternal, dan pencapaian. ABSTRACT NURUL FITRIYANTI. Community Participation In Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Rural, Ciomas subdistrict, Bogor regency. Supervised by DWI SADONO. This research focuses on community participation in the Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Rural, District Ciomas, Bogor Regency. This study uses quantitative with survey methods and qualitative methods with in-depth interviews. Respondents in this study amounted to 45 people and are selected by random sampling method. The purposes of this study are 1) to analyze the correlation of internal factors in the community with the level of participation in PNPM-Mandiri, 2) to analyze the correlation of external factors that exist in the community with the level of participation in PNPM-Mandiri, and 3) to analyze the correlation between community participation the level of achievement gained in the community-pnpm Mandiri program. Based on the research results to internal factors that influence is age and external factors that influence is intensity of communication. In this program, people participate less, but people still feel a high level of achievement. Keywords: Participation, internal factors, external factors, and achievement.

4 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI DI DESA KOTABATU, KECAMATAN CIOMAS, KABUPATEN BOGOR NURUL FITRIYANTI Skripsi sebagai bagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014

5 Judul Nama NIM : Partisipasi Masyarakat Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor : Nurul Fitriyanti : I Disetujui oleh Dr Ir Dwi Sadono MSi Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Amanah MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas nikmat dan karunia-nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat- Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Skripsi ini dibuat sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Dalam skripsi ini, penulis menjelaskan tentang program pinjaman bergulir yang merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat dari PNPM- Mandiri, menganalisis hubungan faktor internal dan hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri, menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam program PNPM-Mandiri dan menganalisis tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri. Skripsi ini terbagi menjadi sembilan bab, terdiri dari Bab I yang berisi latar belakang penelitian mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Bab II yang memaparkan pendekatan teoritis yang menjadi landasan dalam melakukan penelitian. Bab III menguraikan mengenai metodologi penelitian yang digunakan untuk menyusun skripsi. Penulis menguraikan situasi serta kondisi lokasi penelitian dalam Bab IV. Deskripsi mengenai Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu dituliskan pada Bab V. Pembahasan skripsi ini dimulai pada Bab VI yang berisi hubungan faktor internal dengan tingkat partisipasi masyarakat. Bab VII membahas mengenai hubungan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi masyarakat dan Bab VIII membahas mengenai hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaiannya dalam Program Pinjaman Bergulir. Bab IX adalah bab yang terdiri dari simpulan dan saran. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Dwi Sadono MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi, waktu serta curahan pikiran dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih dan hormat kepada orang tua tercinta Djayadi dan Yanti, adik tersayang Annisa dan keluarga besar yang selalu sabar memberikan doa, semangat, dukungan, materi dan semua pengorbanannya dengan penuh ikhlas kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Gumanti Muhamad Subagja, Dwi Rahayu, Putri Rodiah Sumantapura, Sarah Isaura Viandini, Rima Febrina, Ratu Anna Rufaida, Pia Adelia, Shita Renita I, Umi Athiah, Chyntya Wijaya dan Fifi Fergi yang telah memberikan banyak pengalaman belajar, memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis selama kuliah, kepada teman-teman SKPM 47 yang tidak dapat disebutkan satu per satu dan responden dan informan yang telah membantu dalam penelitian ini. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Juli 2014 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR GAMBAR vi ix x x PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Rumusan Masalah 4 Tujuan Penulisan 4 Kegunaan Penelitian 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Partisipasi 7 Pengertian Partisipasi 7 Tahapan-tahapan Partisipasi 8 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Partisipasi 10 Faktor Internal 11 Faktor Eksternal 12 Pemberdayaan 13 Pengertian Pemberdayaan 13 Prinsip Pemberdayaan 16 PNPM Mandiri 18 Sejarah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) 18 Pinjaman Bergulir 20 Kerangka Pemikiran 21 Hipotesis 23 Definisi Operasional 23 Faktor Internal 23 Faktor Eksternal 24 Tingkat Partisipasi 26 Tingkat Pencapaian 27

8 PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian 29 Lokasi dan Waktu Penelitian 29 Teknik Penentuan Informan Responden 29 Teknik Pengumpulan Data 30 Teknik Analisis Data 30 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis 33 Kondisi Ekonomi 33 Kondisi Sosial 35 Gambaran Desa Kotabatu 35 Ikhtisar 36 PROGRAM PINJAMAN BERGULIR DALAM PNPM-MANDIRI Pelatihan Program Pinjaman Bergulir 35 Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 35 Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) 37 Pelatihan RT dan RW Sebagai Penggerak Program Pembangunan 38 Ikhtisar 38 HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Faktor Internal 41 Usia 41 Tingkat Pendidikan 41 Jenis Pekerjaan 42 Tingkat Pendapatan 42 Tingkat Partisipasi 42 Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pengambilan Keputusan 43 Tingkat Partisipasi Pada Tahap Pelaksanaan 44 Tingkat Partisipasi Pada Tahap Menikmati Hasil 45 Tingkat Partisipasi Pada Tahap Evaluasi 46 Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 47 Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 47 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi 48 Masyarakat Hubungan Jenis Pekerjaan Dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 49 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi 49 Masyarakat

9 Ikhtisar 50 HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Faktor Eksternal 53 Keaktifan Pemimpin 53 Intensitas Komunikasi 53 Intensitas Sosialisasi Kegiatan 54 Keaktifan Fasilitator 54 Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat 54 Hubungan Keaktifan Pemimpin Formal/Informal dengan Tingkat 55 Partisipasi Masyarakat Hubungan Intensitas Komunikasi dengan Tingkat Partisipasi 56 Masyarakat Hubungan Intensitas Sosialisasi Kegiatan dengan Tingkat 56 Partisipasi Masyarakat Hubungan Keaktifan Fasilitator dengan Tingkat Partisipasi 57 Masyarakat Ikhtisar 58 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN TINGKAT PENCAPAIANNYA Tingkat Pencapaian 61 Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Tingkat 61 Pencapaiannya Ikhtisar 63 PENUTUP Simpulan 65 Saran 65 DAFTAR PUSTAKA 67

10 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pelaksanaan penelitian tahun Sebaran luas wilayah menurut penggunaan di Desa Kotabatu 33 tahun Sebaran jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa 34 Kotabatu tahun Sebaran angkatan kerja di Desa Kotabatu tahun Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa 35 Kotabatu tahun Sebaran penduduk menurut agama yang dianut di Desa 35 Kotabatu tahun Sebaran jumlah responden menurut faktor internal dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Sebaran jumlah responden menurut tingkat partisipasi 43 dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 9. Tingkat partisipasi responden pada setiap tahapan di 43 Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor 10. Hubungan usia dengan tingkat partisipasi masyarakat 47 dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 11. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Hubungan jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi 49 masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 13. Hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi 50 masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 14. Sebaran jumlah responden menurut faktor eksternal dalam 53 Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 15. Hubungan keaktifan pemimpin dengan tingkat partisipasi 55 masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 16. Hubungan intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Hubungan intensitas sosialiasi kegiatan dengan tingkat 57 Partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 18. Hubungan keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa 57

11 Kotabatu 19. Sebaran jumlah responden menurut tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu 20. Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Tabel pelaksanaan penelitian Sketsa wilayah Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten 70 Bogor 3. Kerangka sampling Hasil uji Rank Spearman dengan SPSS Hasil uji Chi-Square dengan SPSS Dokumentasi penelitian Daftar responden 77 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran 22

12 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan di wilayah pedesaan tentunya tidak akan terlepas dari pelibatan masyarakat dan stakeholders yang terlibat. Pentingnya pelibatan masyarakat dalam sebuah proses pembangunan di pedesaan dapat menjadi faktor keberhasilan program tersebut. Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar (Nasdian 2012). Menurut Slamet dalam Mardikanto (2010), partisipasi ini akan terwujud dalam kegiatan nyata apabila ada kemampuan, kemauan dan kesempatan. Kemampuan dan kemauan masyarakat dalam berpartisipasi dalam sebuah program tertentu berasal dari dalam diri masyarakat sendiri, artinya meskipun ada kesempatan yang diberikan oleh pemerintah atau negara untuk membangun infrastuktur tetapi jika tidak ada kemampuan dan kemauan dari masyarakat maka pertisipasi tidak akan terwujud. Partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki hidupnya. Sebelum diluncurkannya PNPM-Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994 pada awal Repelita VI. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha, pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan. Program-program pemerintah pengentas kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat mulai dicanangkan. Mulai tahun 2007 Pemerintah Indonesia menurut UU No 25 tahun 2004 mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri (Departemen Dalam Negeri 2008). Berdasarkan penjelasan petunjuk teknis operasional PNPM-Mandiri pedesaan 2008, PNPM-Mandiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM-Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong

13 2 prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Tujuan PNPM adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan pemerintah dalam bersinergi dengan masyarakat untuk mengefektifkan program-program pembangunan pedesaan yang sesuai dengan kearifan lokal yang terdapat pada daerah tersebut. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air, bahkan terbesar di dunia. Pelaksanaan program ini memprioritaskan kegiatan bidang infrastruktur desa, pengelolaan pinjaman bergulir bagi kelompok swadaya masyarakat, kegiatan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di wilayah pedesaan. Ruang lingkup PNPM-Mandiri, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 2013). Berdasarkan penjelasan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat 2013 tentang PNPM-Mandiri perdesaan, kegiatan pembangunan prasarana dibuat atas dasar pemikiran bahwa prasarana di Indonesia sangat dibutuhkan oleh masyarakat untuk membuka akses informasi dan pemasaran terutama di daerah terpencil atau tertinggal. Meskipun demikian, kegiatan perbaikan prasarana ini tidak hanya sebatas membangun program fisik, tetapi lebih dimaksudkan untuk menyiapkan tatanan sosial masyarakat yang lebih baik sekaligus memberdayakan masyarakat agar mampu mengakses manfaat program fisik secara optimal bagi perbaikan pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Sejak 1998, PNPM-Mandiri telah dilaksanakan dilebih dari 58% desa di seluruh Indonesia. Hingga tahun 2008 program ini menjangkau desa termiskin di Indonesia. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai angka juta jiwa atau sekitar 11.37% dari total penduduk Indonesia. Meskipun mengalami penurunan sebesar 0.29% dibandingkan tahun lalu, masalah kemiskinan tetap menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam hal pembangunan demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Desa Kota Batu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, menjadi salah satu lokasi sasaran kegiatan pelaksanaan PNPM-Mandiri sejak tahun Batas wilayah Desa Kotabatu yaitu kelurahan Cikaret, Suka Mantri, Desa Parakan dan Taman sari. Desa Kotabatu memiliki jarak yang tidak terlalu jauh dengan wilayah Kotamadya Bogor. Luas wilayah Desa Kotabatu yaitu 274 ha dengan dominasi wilayah permukiman seluas 169 ha. Potensi Sumberdaya Manusia wilayah Desa Kotabatu sebanyak orang. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri yang dilaksanakan di Desa Kotabatu, yaitu peminjaman bergulir untuk kegiatan usaha masyarakat dan kegiatan pembangunan atau perbaikan

14 sarana dan prasarana dan kegiatan pembangunan atau perbaikan drainase (saluran air). Pengamatan dalam penelitian ini difokuskan pada Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu yang dapat memberikan manfaat jangka pendek maupun jangka panjang secara ekonomi bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin serta sasaran dari kegiatan tersebut. Program Pinjaman Bergulir adalah salah satu bentuk program pemberdayaan ekonomi dari beberapa program dari PNPM-Mandiri yang ada di Desa Kotabatu. Pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar. Program Pinjaman Bergulir tersebut sudah berjalan sejak tahun 2010 sampai sekarang. Salah satu prinsip dasar PNPM-Mandiri adalah partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azimi (2013) menjelaskan bahwa tingkat partisipasi masyarakat masih berada pada tingkatan yang sedang karena dalam tahap perencanaan pengambilan keputusan masih berada pada pihak yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari masyarakat. Tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi masyarakat masih memiliki keterlibatan yang sangat rendah. Pernyataan tersebut menunjukan pentingnya pelibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga tahap evaluasi, yang ditujukan agar masyarakat mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik dan merasa memperoleh peningkatan taraf hidup dari program yang dilaksanakan. Selain itu, Nasdian (2012) juga menjelaskan bahwa masyarakat yang menghadiri rapat pun kurang terlibat dalam memberikan ide, pendapat, masukan, kritikan dan banyaknya masyarakat yang kurang tertarik dan merasa proses evaluasi cukup dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat saja. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik. Secara umum, PNPM-Mandiri merupakan program yang memiliki prinsip bottom up, dimana kegiatan tersebut bertumpu pada masyarakat dan membutuhkan partisipasi masyarakat. Tujuan peminjaman bergulir untuk kelompok swadaya masyarakat adalah pengembangan kemandirian masyarakat melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan dan penyelenggaraan pembangunan desa dan antar-desa, serta peningkatan penyediaan modal secara ekonomi sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, menjadi penting untuk dilihat bagaimana partisipasi masyarakat (pelibatan dari tahap pengambilan keputusan hingga tahap evaluasi) dalam sebuah program besar pemerintah yaitu PNPM-Mandiri? 3

15 4 Rumusan Masalah Faktor-faktor yang dapat menghambat pemberdayaan dan partisipasi serta menjadi penyebab permasalahan masyarakat lapisan bawah di tingkat komunitas tidak berdaya menghadapi lapisan yang lebih kuat perlu dicermati dan diperhatikan dengan baik. Salah satunya adalah faktor internal. Faktor internal berasal dari dalam diri atau karakteristik individu yang mempengaruhi pemberdayaan dan partisipasi di tingkat komunitas. Faktor internal yang berhubungan yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Oleh karena itu, menjadi lebih menarik dalam penelitian ini untuk dibahas bagaimana hubungan faktor internal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri? Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang menghambat pemberdayaan dan partisipasi serta menjadi penyebab permasalahan masyarakat di tingkat komunitas menjadi tidak berdaya. Faktor eksternal yang berhubungan yaitu keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator. Oleh karena itu, menjadi lebih menarik dalam penelitian ini untuk dibahas bagaimana hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri? Hasil sebuah program pemberdayaan dapat dinilai oleh keberhasilan program yang dilaksanakan secara partisipasi. Keberhasilan suatu program pembangunan akan sangat efektif dan efisien jika dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat. Tingkat pencapaian yang diperoleh yaitu peningkatan fasilitas sarana sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup. Oleh karena itu, menjadi lebih menarik dalam penelitian ini untuk dibahas bagaimana hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri? Tujuan Penulisan Tujuan Penulisan Penelitian secara umum adalah untuk mengetahui Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan secara khusus bertujuan untuk: 1. Menganalisis hubungan faktor internal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri. 2. Menganalisis hubungan faktor eksternal yang ada di masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam program PNPM-Mandiri. 3. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam program PNPM-Mandiri.

16 5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi: 1. Penulis, sebagai media aplikasi teori dan penerapan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan, sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan, khususnya dalam memahami penerapan program pemerintah kepada masyarakat desa. 2. Pemerintah, memberikan informasi bagi pemerintah tentang pelaksanaan PNPM di lapangan dan menjadi evaluasi serta bahan kajian bagi pemerintah dalam pelaksanaan program-program selanjutnya. 3. Bagi masyarakat, sebagai informasi mengenai pelaksanaan PNPM Mandiri di wilayah Pedesaan. Melalui informasi ini, diharapkan bagi masyarakat yang belum mengikuti program PNPM mandiri tersebut untuk lebih aktif dalam mengikuti program-program yang akan dilaksanakan selanjutnya.

17 6

18 7 PENDEKATAN TEORITIS Partisipasi Pengertian Partisipasi Secara etimologi arti kata partisipasi berasal dari bahasa latin, pars artinya bagian dan capare berarti mengambil bagian atau dapat juga disebut peran serta atau keikutsertaan. Jadi partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan secara sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri (Supriyadi 2001 dalam Wibowo 2011). Kamus sosiologi yang dikutip oleh Mardikanto (2010), partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang didalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Partisipasi masyarakat merupakan perwujudan dari kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat terhadap pentingnya pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup mereka. Artinya, melalui partisipasi yang diberikan, berarti benar-benar menyadari bahwa kegiatan pembangunan bukanlah sekedar kewajiban yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah sendiri, tetapi juga menuntut keterlibatan masyarakat yang akan diperbaiki hidupnya. Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan, bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut pada subjek yang sadar (Nasdian 2012). Slamet dalam Mardikanto (2010), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan tiga unsur pokok yaitu: 1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi 2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi; dan 3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi Menurut Wibowo (2011), partisipasi rakyat merupakan prasyarat utama untuk keberhasilan proses pembangunan di Indonesia. Namun hal ini belum menjadi perhatian utama karena di lapangan masih terdapat hambatan yaitu belum dipahaminya konsep partisipasi yang sebenarnya oleh pihak perencana dan pihak pembangunan. Kondisi-kondisi yang mendorong partisipasi menurut Ife dan Tesoriero (2008): 1. Mereka akan ikut berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. 2. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membuat perubahan.

19 8 3. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. 4. Orang harus bisa berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya. 5. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan. Adanya keaktifan warga dalam pemberian ide-ide pada tahap perencanaan dinilai sangat penting, selain itu adanya kesadaran dan rasa kepemilikan yang tinggi dari masyarakat dibutuhkan dalam tahap pelaksanaan, adanya manfaat yang dirasakan masyarakat dan keikutsertaan masyarakat dalam menilai hasil kerja pada tahap evaluasi merupakan hal terpenting yang harus ada dalam tahapan partisipasi (Girsang 2011). Mendorong dan mendukung partisipasi adalah suatu proses yang membutuhkan keterampilan dan melibatkan pemantauan terus menerus tentang dampaknya terhadap rakyat mengenai partisipasi mereka dalam kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat. Partisipasi harus menghasilkan keluaran positif, baik dari segi membangun kepercayaan pribadi dan dalam segi kontrol terhadap lingkungan seseorang dan kemampuan untuk memengaruhi keputusan yang akan memberi dampak pada kehidupan seseorang. Hal-hal tersebut bukanlah keluaran yang secara otomatis mengalir dari partisipasi. Pelibatan masyarakat dalam sebuah program sangatlah penting, tetapi dalam mendefinisikan partisipasi masyarakat haruslah berhati-hati. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kepentingan yang ada dalam pelaksanaan partisipasi. Ada beberapa unsur yang perlu dipertimbangkan dalam partisipasi masyarakat adalah insiatif dan proses pengambilan keputusan yang berasal dari bawah, yaitu komunitas. Masyarakat memiliki pengalaman tersendiri akibat adanya proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan lingkungannya (Susantyo 2007). Tahapan-tahapan Partisipasi Menurut Cohen dan Uphoff seperti yang dikutip Girsang (2011), menjelaskan pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Cohen dan Uphoff juga membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. 2. Tahap pelaksanaan, yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. 3. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran.

20 9 4. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Yadav dalam Mardikanto (2010), mengemukakan tentang adanya empat macam kegiatan pembangunan, yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan kegiatan, pemantauan dan evaluasi, serta partisipasi dan pemanfaatan hasil-hasil pembangunan. 1. Partisipasi dalam pengambilan keputusan Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perlu ditumbuhkan melalui dibukanya forum yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi langsung didalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal. 2. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan harus diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang-tunai, dan atau berbentuk korbanan lainnya yang sepadan dengan manfaat yang diterima oleh masing-masing warga masyarakat yang bersangkutan. 3. Partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi pembangunan Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dan proyek pembangunan sangat diperlukan. Bukan saja agar tujuannya dapat dicapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan untuk memperoleh umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan pembangunan yang bersangkutan. 4. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan sering terlupakan. Sebab, tujuan pembangunan adalah untuk memperbaiki mutu hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama. Partisipasi sering kurang mendapat perhatian pemerintah dan administrasi pembangunan pada umumnya, yang seringkali menganggap bahwa dengan selesainya pelaksanaan pembangunan itu otomatis manfaatnya pasti dapat dirasakan oleh masyarakat sasarannya. Menurut Wilcox dalam Mardikanto (2010) ada lima tahapan partisipasi yaitu: 1. Memberikan informasi (Information) 2. Konsultasi (Consultation): menawarkan pendapat sebagai pendengar yang baik untuk memberikan umpan balik, tetapi tidak terlibat dalam implementasi ide dan gagasan tersebut. 3. Pengambilan keputusan bersama (Deciding together): memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan, serta mengembangkan pekuang yang diperlukan guna pengambilan keputusan.

21 10 4. Bertindak bersama (Acting together): dalam arti tidak sekedar ikut dalam pengambilan keputusan, tetapi juga terlibat dalam menjalin kemitraan dalam pelaksanaan kegiatan. 5. Memberikan dukungan (Supporting independent community interest) yaitu dimana kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat, dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan. Azimi (2013) juga menjelaskan bahwa dalam tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi masyarakat masih memiliki keterlibatan yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan partisipasi yang berasal dari stakeholders yaitu pihak swasta masih sangat tinggi, sehingga hal ini membuat masyarakat kurang membuat taraf hidup masyarakat menjadi lebih baik dan tidak ada rasa memiliki dalam menjalankan program pemberdayaan. Pernyataan tersebut menunjukan pentingnya pelibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga tahap evaluasi, yang ditujukan agar masyarakat mampu menjalankan program pemberdayaan dengan baik dan merasa memperoleh peningkatan taraf hidup dari program yang dilaksanakan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi Menurut Nasdian (2012) faktor-faktor yang menghambat pemberdayaan dan partisipasi serta menjadi penyebab mengapa masyarakat lapisan bawah di tingkat komunitas tidak berdaya menghadapi lapisan yang lebih kuat perlu dicermati dan diperhatikan dengan baik. Kendala upaya pemberdayaan dan meningkatkan partisipasi warga komunitas pada dasarnya dapat ditelaah dari dimensi struktural-kultural. Dimensi struktural bersumber terutama pada struktur sosial yang berlaku dalam suatu komunitas. Dimensi kultural adalah sikap pasrah dari anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik. Dimensi strukturalkultural mengandung makna berlakunya hubungan-hubungan sosial dan interaksi sosial yang khas dalam komunitas yang mengakibatkan berlangsungnya suatu kebiasaan yang dapat membius dan membatasi inisiatif dan semangat warga komunitas untuk berkembang. Berlangsungnya sikap-sikap pasrah, kurang kreatif, inisiatif dan berani dalam masyarakat secara langsung atau tidak langsung dapat mengkekalkan bentuk-bentuk dan sifat hubungan sosial yang khas dalam komunitas. Tingkat partisipasi masyarakat dapat dikatakan tergolong rendah karena adanya kendala yang berasa dari dimensi kutural masyarakat yang lebih memilih tidak yang pada saat kegiatan rapat, dengan alasan kesibukan pekerjaan dan tidak punya akses menuju tempat rapat. Selain itu, masyarakat yang menghadiri rapat pun kurang terlibat dalam memberikan ide, pendapat, masukan, kritikan, dan banyaknya masyarakat yang kurang tertarik dan merasa proses evaluasi cukup dilakukan oleh Ketua RT dan tokoh-tokoh masyarakat saja. Hal ini menunjukkan bahwa anggota komunitas karena terjerat dalam berbagai macam kekurangan sehingga warga komunitas terlihat tidak memiliki inisiatif, gairah dan tidak dinamis untuk mengubah hidup mereka yang kurang baik. Achnes et al. (2012) juga menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan implementasi PNPM dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh komunikasi yang kurang dipahami oleh masyarakat, ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan petugas dalam menyampaikan informasi-

22 11 informasi. Struktur birokrasi yang sulit untuk dipahami dan kurang sistematis. Kemudian aspek fragmentasi dari luar yang terlalu ikut campur dalam pelaksanaan. Wibowo (2011) juga mengemukakan bahwa hambatan yang sering dihadapi di lapangan ketika mewujudkan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan adalah karena belum dipahaminya makna atau konsep yang sebenarnya dari partisipasi oleh pihak perencana dan pihak pembangunan. Faktor Internal Pangestu dalam Girsang (2011) menjelaskan bahwa faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga dan jumlah serta pengalaman berkelompok. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut Max Weber dan Zanden dalam Yulianti (2012) mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya tiga komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet dalam Yulianti 2012). Slamet dalam Yulianti (2012) juga mengemukakan secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. Menurut Plumer dalam Yulianti (2012), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah: 1. Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada. 2. Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi. 3. Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.

23 12 4. Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan. 5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada. Faktor Eksternal Menurut Sunarti dalam Yulianti (2012), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholders), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2012) yang menjelaskan peran pemerintah, pengurus kelurahan (RT/RW), tokoh masyarakat dan peran fasilitator yang merupakan faktor eksternal mempengaruhi seluruh bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat. Selain itu, Tjokroamidjojo dalam Girsang (2011) mengungkapkan faktorfaktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah 1. Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pimpinan dan kualitas; dan 2. Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencanarencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. Faktor kepemimpinan juga disinggung dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Susantyo (2007) yang mengungkapkan bahwa kepemimpinan lokal juga merupakan faktor strategis dari partisipasi masyarakat. Hal ini berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pembentukan suatu kelembagaan ekonomi dan saluran pendapatan publik terhadap kebijaksanaan pembangunan. Kita tidak hanya cukup meyakinkan diri bahwa pemimpin lokal lebih mempunyai pengaruh secara informal dari pada pemimpin formal terhadap anggota masyarakat. Oleh karena itu, dengan menggunakan pengaruh ini masyarakat dapat dilibatkan dalam program ekonomi dan memberi dukungan terhadap suatu kebijakan. Hal yang paling mendasar adalah ketaatan masyarakat terhadap adat yang menyatukan mereka, dimana pemimpin sebagai simbol adat dari kaidahkaidah tersendiri dalam memutuskan masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Girsang (2011) juga menyebutkan faktor eksternal yang mempengaruhi partisipasi adalah kepemimpinan desa, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan tim pendamping kegiatan. Tetapi faktor yang paling berpengaruh adalah keaktifan tim pendamping dalam mendampingi masyarakat.

24 13 Pemberdayaan Pengertian Pemberdayaan Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata Power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial, karena itu kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Pemahaman kekuasaan seperti ini pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna, dengan kata lain kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal (Suharto 2010): 1. Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun. 2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan; b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan dan c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Suharto (2010) mengemukakan pendapat beberapa ahli yang mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan caracara pemberdayaan: 1. Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung (Ife 1995). 2. Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons et.al 1994). 3. Pemberdayaan menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan struktur sosial (Swift dan Levin 1987). 4. Pemberdayaan adalah suatu cara dengan mana rakyat, organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya (Rappaport 1984). Setiap perencanaan pembangunan yang diarahkan pada pemberdayaan masyarakat paling tidak harus memuat unsur-unsur pokok yaitu pertama, strategi dasar pemberdayaan masyarakat yang merupakan acuan dari seluruh upaya pemberdayaan masyarakat. Kedua, kerangka makro pemberdayaan masyarakat

25 14 yang memuat berbagai besaran yang harus dicapai. Ketiga, sumber anggaran pembangunan sebagi perkiraan sumber-sumber pembiayaan pembangunan. Keempat, kerangka dan perangkat kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat. Kelima, program-program pemberdayaan masyarakat yang secara konsisten diarahkan pada pengembangan kapasitas masyarakat. Keenam, indikator keberhasilan program yang memuat perangkat pencatatan sebagai dasar pemantauan evaluasi program dan penyempurnaan program serta kebijaksanaan yang menyangkut kelangsungan program. Pemberdayaan menurut Ife dan Tesoriero (2008) memuat dua pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan hanya menyangkut kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan penguasaan atau penguasaan klien atas: 1. Pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup: kemampuan dalam membuat keputusan-keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal dan pekerjaan. 2. Pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan selaras dengan aspirasi dan keinginannya. 3. Ide atau gagasan: kemampuan mengekspresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi secara bebas dan tanpa tekanan. 4. Lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau, menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat, seperti lembaga kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan. 5. Sumber-sumber: kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal dan kemasyarakatan. 6. Aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola mekanisme produksi, distribusi, dan pertukaran barang serta jasa. 7. Reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan anak, pendidikan dan sosialisasi. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mengetahui pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Menurut Sumodiningrat (1999) pemberdayaan masyarakat memerlukan kepedulian yang diwujudkan dalam kemitraan dan kebersamaan pihak yang sudah maju dengan pihak yang belum berkembang. Pemberdayaan merupakan suatu proses perubahan ketergantungan menjadi kemandirian. Sumodiningrat (1999) juga menjelaskan bahwa segenap program pemberdayaan masyarakat yang dirancang untuk menanggulangi ketertinggalan merupakan bagian dari upaya mempercepat proses perubahan kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang masih

26 tertinggal. Keterkaitan antar program pemberdayaan masyarakat mencangkup keterkaitan misi, tujuan, dan pendekatan lintas sektor. Proses perubahan itu hanya dapat lestari dan berkelanjutan jika mampu digerakkan oleh masyarakat. Aparat dan pihak luar adalah fasilitator yang melakukan campur tangan minimum jika masyarakat belum mampu melakukan proses tersebut. World Bank dalam Mardikanto (2010), mengartikan pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya serta kemampuan dan keberanian untuk memilih (choice) sesuai dengan (konsep, metoda, produk, tindakan dan lain-lain) yang terbaik bagi pribadi, keluarga dan masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat. Pemberdayaan adalah sebuah proses agar setiap orang menjadi cukup kuat dalam berpartisipasi dalam berbagi pengontrolan dan mempengaruhi kejadiankejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parsons et al dalam Mardikanto 2010). Upaya memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkan potensi yang terpendam dalam masyarakat yang mengharuskan adanya fasilitator untuk membangun kapasitas produktif masyarakat (Indrianingrum 2011). Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal (misalnya persepsi mereka sendiri), maupun karena kondisi eksternal (misalnya ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil). Menurut Berger dkk dalam Suharto (2010), struktur penghubung (medicating structures) yang memungkinkan kelompok-kelompok lemah mengekspresikan aspirasi dan menunjukan kemampuannya terhadap lingkungan sosial yang lebih luas, kini cenderung melemah. Munculnya industrialisasi yang melahirkan spesialis kerja dan pekerjaan mobile telah melemahkan lembaga-lembaga yang berperan sebagai struktur penghubung antara masyarakat lemah dengan masyarakat luas. Organisasi-organisasi sosial, lembaga-lembaga keagamaan (masjid dan gereja) dan lembaga keluarga yang secara tradisional merupakan lembaga alamiah yang dapat memberi dukungan dan bantuan informal, pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan para anggotanya, cenderung semakin melemah peranannya. Oleh karena itu, seringkali sistem ekonomi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pembangunan proyek-proyek fisik, selain di satu pihak mampu meningkatkan kualitas hidup sekelompok orang, juga tidak jarang malah semakin meminggirkan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Nasdian (2012) mengemukakan bahwa pemberdayaan mengandung dua elemen pokok yakni kemandirian dan partisipasi. Dalam konteks ini, yang berorientasi memperkuat kelembagaan komunitas, maka pemberdayaan warga komunitas merupakan tahap awal untuk menuju kepada partisipasi warga komunitas (empowerment is road to participation) khususnya dalam proses pengambilan keputusan untuk menumbuhkan kemandirian komunitas. Partisipasi adalah proses inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara 15

27 16 berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Nasdian (2012) mengemukakan bahwa partisipasi dapat dikategorikan: pertama, warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol oleh orang lain. Kedua, partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk keluar dari masalah mereka sendiri. Dengan kemampuan warga komunitas berpartisipasi diharapkan komunitas dapat mencapai kemandirian yang dapat dikategorikan sebagai kemandirian material, kemandirian intelektual, dan kemandirian manajemen. Kemandirian material adalah kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan materi dasar serta cadangan dan mekanisme untuk dapat bertahan pada waktu krisis. Kemandirian intelektual merupakan pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh komunitas yang memungkinkan mereka menanggulangi bentukbentuk dominasi yang lebih halus yang muncul diluar kontrol terhadap pengetahuan itu. Sementara kemandirian manajemen adalah kemampuan otonom untuk membina diri dan menjalani serta mengelola kegiatan kolektif agar ada perubahan situasi kehidupan mereka. Prinsip pemberdayaan Suharto (2010) mengemukakan beberapa pendapat ahli Solomon (1976), Rappaport (1981,1984), Pinderhughes (1983), Swift (1984), Swift dan Levin (1987), Weick et.al (1989) tentang beberapa prinsip pemberdayaan menurut perspektif pekerjaan sosial: 1. Pemberdayaan adalah proses kolaboratif. Karenanya pekerja sosial dan masyarakat bekerjasama sebagai partner. 2. Proses pemberdayaan menempatkan masyarakat sebagai aktor atau subjek yang kompeten dan mampu menjangkau sumber-sumber dan kesempatankesempatan. 3. Masyarakat harus melihat diri mereka sendiri sebagai agen penting yang dapat mempengaruhi perubahan. 4. Kompetensi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman yang memberikan perasaan mampu pada masyarakat. 5. Solusi-solusi, yang berasal dari situasi khusus, harus beragam dan menghargai keberagaman yang berasal dari faktor-faktor yang berada pada situasi masalah tersebut. 6. Jaringan-jaringan sosial informal merupakan sumber dukungan yang penting bagi penurunan ketegangan dan meningkatkan kompetensi serta kemampuan mengendalikan seseorang. 7. Masyarakat harus berpartisipasi dalam pemberdayaan mereka sendiri: tujuan, cara dan hasil harus dirumuskan oleh mereka sendiri. 8. Tingkat kesadaran merupakan kunci dalam pemberdayaan, karena pengetahuan dapat memobilisasi tindakan bagi perubahan.

28 17 9. Pemberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber dan kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber tersebut secara efektif. 10. Proses pemberdayaan bersifat dinamis, sinergis, berubah terus, evolutif (permasalahan selalu memiliki beragam solusi). 11. Pemberdayaan dicapai melalui struktur-struktur personal dan pembangunan ekonomi secara pararel. Lebih lanjut, Dahama dan Bhatnagar dalam Mardikanto (2010) mengungkapkan prisip-prinsip pemberdayaan yang lain yang mencangkup: 1. Minat dan kebutuhan, artinya pemberdayaan akan efektif jika selalu mengacu pada minat dan kebutuhan masyarakat. 2. Organisasi masyarakat bawah, artinya pemberdayaan akan efektif jika mampu melibatkan/menyentuh organisasi masyarakat bawah, sejak dari setiap keluarga/kekerabatan. 3. Keragaman budaya, artinya pemberdayaan harus memperhatikan adanya keragaman budaya. Perencanaan pemberdayaan harus selalu disesuaikan dengan budaya lokal yang beragam. 4. Perubahan budaya, artinya setiap kegiatan pemberdayaan akan mengakibatkan perubahan budaya. Kegiatan pemberdayaan harus dilaksanakan dengan bijak dan hati-hati agar perubahan yang terjadi tidak menimbulkan kejutan-kejutan budaya. 5. Kerjasama dan partisipasi, artinya pemberdayaan hanya akan efektif jika mampu menggerakan partisipasi masyarakat untuk selalu bekerjasama dalam melaksanakan program-program pemberdayaan yang telah dirancang. 6. Demokrasi dan penerapan ilmu, artinya dalam pemberdayaan harus selalu memberikan kesempatan kepada masyarakatnya untuk menawar setiap ilmu alternatif yang ingin diterapkan. Yang dimaksud demokrasi disini, bukan terbatas pada tawar menawar tentang ilmu alternatif saja, tetapi juga dalam penggunaan metoda pemberdayaan, serta proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan masyarakat sasarannya. 7. Belajar sambil bekerja, artinya kegiatan pemberdayaan harus diupayakan agar masyarakat dapat belajar sambil bekerja atau belajar dari pengalaman tentang segala sesuatu yang ia kerjakan. Pemberdayaan tidak hanya sekedar menyampaikan informasi atau konsep-konsep teoritis tetapi harus memberikan kesempatan kepada masyarakat sasaran untuk mencoba atau memperoleh pengalaman melalui kegiatan secara nyata. 8. Penggunaan metode yang sesuai, artinya pemberdayaan harus dilakukan dengan penerapan metoda yang selalu disesuaikan dengan kondisi lingkungan (lingkungan fisik, kemampuan ekonomi dan nilai sosial budaya) sasarannya. 9. Kepemimpinan, artinya penyuluh tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang hanya bertujuan untuk kepentingan/kepuasannya sendiri, dan harus mampu mengembangkan kepemimpinan. Berhubungan dengan ini,

29 18 penyuluh sebaiknya mampu menumbuhkan pemimpin-pemimpin lokal atau memanfaatkan pemimpin lokal yang telah ada untuk membantu kegiatan pemberdayaan. 10. Spesialis yang terlatih, artinya penyuluh harus benar-benar pribadi yang telah memperoleh latihan khusus tentang segala sesuatu yangs esuai dengan fungsinya sebagai penyuluh. Penyuluh-penyuluh yang disiapkan untuk melakukan beragam kegiatan (meskipun masih berkaitan dengan kegiatan pertanian). 11. Segenap keluarga, artinya penyuluh harus memperhatikan keluarga sebagai satu kesatuan dari unit sosial. Berhubungan dengan hal ini, terkandung pengertian-pengertian: a) Pemberdayaan harus dapat mempengaruhi segenap anggota keluarga. b) Setiap anggota keluarga memiliki peran atau pengaruh dalam setiap pengambilan keputusan. c) Pemberdayaan harus mampu mengembangkan pemahaman bersama. d) Pemberdayaan mengajarkan pengelolaan keuangan keluarga. e) Pemberdayaan mendorong keseimbangan antara kebutuhan keluarga dan kebutuhan usaha tani. f) Pemberdayaan harus mampu mendidik anggota keluarga yang masih muda. g) Pemberdayaan harus mengembangkan kegiatan-kegiatan keluarga, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, maupun budaya. h) Mengembangkan pelayanan keluarga terhadap masyarakatnya. 12. Kepuasan, artinya pemberdayaan harus mampu mewujudkan tercapainya kepuasan. Adanya kepuasan akan sangat menentukan keikutsertaan sasaran pada program-program pemberdayaan selanjutnya. PNPM-Mandiri Sejarah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Berdasarkan penjelasan dari petunjuk teknis operasional PNPM-Mandiri pedesaan 2008, yang ditinjau dari aspek historis PNPM-Mandiri diluncurkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Program ini merupakan scaling up (pengembangan yang lebih luas) dari program-program penanggulangan kemiskinan pada era-era sebelumnya. PNPM-Mandiri digagas untuk menjadi payung (koordinasi) dari puluhan program penanggulangan kemiskinan dari berbagai departemen yang ada pada saat itu, khususnya yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Lahirnya PNPM-Mandiri tidak secara spontan. Setelah Presiden mendapat laporan dari berbagai pihak, mengirim utusan ke berbagai daerah, wawancara

30 19 langsung dengan pelaku program bahkan sudah lebih dari 30 negara mengirimkan dutanya untuk belajar tentang pemberdayaan masyarakat di Indonesia, maka mulai awal tahun 2006 gagasan PNPM sudah menjadi wacana di Istana Negara. Tepatnya pada bulan Agustus 2006, presiden memutuskan bahwa pemberdayaan masyarakat harus menjadi program nasional, kemudian lahirlah pada tahun itu kebijakan tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat. Dua program yang menjadi pilar utama PNPM- Mandiri sebelum program-program lain bergabung adalah PPK (Program Pengembangan Kecamatan) dan P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan), kemudian mulai bergabung pada tahun-tahun berikutnya ke dalam PNPM-Mandiri adalah P2DTK, PPIP, PUAP, PISEW dan Pariwisata. Sebelum diluncurkannya PNPM-Mandiri pada tahun 2007, telah banyak program-program penanggulangan kemiskinan di Indonesia yang menggunakan konsep pemberdayaan masyarakat (community development) sebagai pendekatan operasionalnya. Dimulai dari program yang paling terkenal di masa Pemerintahan Orde Baru, adalah program IDT (Inpres Desa Tertinggal) yang dimulai pada tahun 1993/1994, awal Repelita VI. Program ini merupakan manivestari dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 1993 tentang Peningkatan Penanggulangan Kemiskinan. Program IDT dilaksanakan dengan memberikan bantuan modal usaha berupa dana bergulir kepada lebih 20 ribu desa tertinggal dengan dana sebesar 20 juta rupiah setiap tahun. Bantuan dana bergulir ini diberikan selama tiga tahun anggaran. Sejalan dengan bantuan dana bergulir tersebut pemerintah juga memberikan bantuan teknis pendampingan yang memberikan bantuan teknis kepada masyarakat desa dalam rangka pemanfaatan dana bergulir tersebut (Departemen Dalam Negeri 2008). Belajar dari keberhasilan dan kegagalan IDT, kemudian lahir generasi kedua program-program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat lainnya adalah PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri-1998, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum-1999, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain. Program-program tersebut berjalan sendirisendiri menurut kebijakan Departemen yang bersangkutan, tidak terintegrasi, parsial dan sektoral (Departemen Dalam Negeri 2008). Sesuai dengan Pedoman Umum tentang PNPM-Mandiri perdesaan 2013, PNPM-Mandiri mempunyai prinsip atau nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan PNPM-Mandiri: 1. Bertumpu pada pembangunan manusia. Pengertian prinsip bertumpu pada pembangunan manusia adalah masyarakat hendaknya memilih kegiatan yang berdampak langsung terhadap upaya pembangunan manusia daripada pembangunan fisik semata. 2. Otonomi. Pengertian prinsip otonomi adalah masyarakat memiliki hak dan kewenangan mengatur diri secara mandiri dan bertanggung jawab, tanpa intervensi negatif dari luar.

31 20 3. Desentralisasi. Pengertian prinsip desentralisasi adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengelola kegiatan pembangunan sektoral dan kewilayahan yang bersumber dari pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kapasitas masyarakat. 4. Berorientasi pada masyarakat miskin. Pengertian prinsip berorientasi pada masyarakat miskin adalah segala keputusan yang diambil berpihak kepada miskin. 5. Partisipasi. Pengertian prinsip partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga, pikiran, atau dalam bentuk materil. 6. Kesetaraan dan keadilan gender. Pengertian prinsip kesetaraan dan keadilan gender adalah masyarakat baik laki-laki dan perempuan mempunyai dalam perannya di setiap tahapan program dan dalam menikmati kegiatan pembangunan,kesetaraan juga dalam pengertian kesejajaran kedudukan pada saat situasi konflik. 7. Demokratis. Pengertian prinsip demokratis adalah masyarakat mengambil keputusan pembangunan secara musyarawah dan mufakat. 8. Transparansi dan akuntabel. Pengertian prinsip transparansi dan akuntabel adalah masyarakat memiliki akses terhadap segala informasi dan proses keputusan sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif. 9. Prioritas. Pengertian prinsip prioritas adalah masyarakat memilih kegiatan yang diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan. 10. Keberlanjutan. Pengertian prinsip keberlanjutan adalah bahwa dalam setiap keputusan atau tindakan pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan kegiatan harus telah mempertimbangkan sistem pelestariannya. Pinjaman Bergulir Berdasarkan penjelasan petunjuk teknis pinjaman bergulir 2012, penganggulangan kemiskinan dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui tiga jenis kegiatan pokok yaitu infrastruktur, sosial dan ekonomi yang dikenal dengan Tridaya. Kegiatan ekonomi diwujudkan dengan kegiatan Pinjaman Bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan atau desa dimana Lembaga Keswadayaan Masyarakat/Unit Pengelola Kegiatan berada dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam PNPM- Mandiri Perkotaan bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar.

32 21 Peran PNPM hanya membangun dasar-dasar solusi yang berkelanjutan untuk jasa pinjaman dan non-pinjaman di tingkat kelurahan. Sasaran utama pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir adalah rumah tangga miskin (berpendapatan rendah) di wilayah kelurahan/desa Lembaga Keswadayaan Masyarakat/Unit Pengelola Kegiatan berada, khususnya masyarakat miskin. Indikator tercapainya sasaran tersebut meliputi peminjam berasal dari rumah tangga miskin yang telah diidentifikasi, minimal 30 persen peminjam adalah perempuan, para peminjam dari rumah tangga miskin tersebut telah bergabung dalam Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) khusus untuk kegiatan ini beranggotakan minimal lima orang dan akses pinjaman bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik terjamin keberlanjutannya baik melalui dana Bantuan Langsung Masyarakat maupun melalui dana hasil chanelling dengan kebijakan pinjaman yang jelas. Jangka waktu pinjaman 3-12 bulan disesuaikan dengan kondisi usaha peminjam. Diharapkan dengan jangka waktu demikian pembelajaran kepada peminjam tentang pinjaman yang baik akan lebih cepat tercapai. Frekuensi Pinjaman masing-masing peminjam ditetapkan maksimal empat kali yang bisa dibiayai dari dana Bantuan Langsung Masyarakat (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan 2012) Kerangka Pemikiran Pemerintah mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dalam wujud kerangka kebijakan dan acuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di wilayah pedesaan merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat yang mendukung PNPM-Mandiri yang wilayah kerja dan target sasarannya adalah masyarakat desa. Tujuan umum dari program tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. Seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya, sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. PNPM-Mandiri memiliki prinsip bottom-up dimana kegiatan tersebut bertumpu pada masyarakat dan membutuhkan partisipasi masyarakat. Kerangka penelitian mengenai Progam Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu disajikan pada Gambar 1. Slamet dalam Yulianti (2012) mengemukakan secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berhubungan dengan partisipasi. Penelitian ini membahas tentang faktor internal yang diduga berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat yaitu usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Faktor eksternal yang diduga berhubungan dengan tingkat partisipasi yaitu kepemimpinan formal/informal, komunikasi, sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator. Girsang (2011) menyebutkan faktor eksternal yang berhubungan dengan partisipasi adalah

33 22 kepemimpinan desa, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan tim pendamping kegiatan. Menurut Ife dan Tesoriero (2008), pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan atau hasil, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mengetahui pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Tingkat pencapaian sebuah program pemberdayaan dapat dinilai oleh keberhasilan program yang dilaksanakan secara partisipasi. Keberhasilan suatu program pembangunan akan sangat efektif dan efisien jika dapat dinikmati atau dimanfaatkan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat. Manfaat yang diperoleh yaitu terdapat peningkatan fasilitas prasarana dan sarana sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup. Faktor Internal: 1. Usia 2. Tingkat pendidikan 3. Jenis pekerjaan 4. Tingkat Pendapatan Faktor Eksternal: 1. Keaktifan pemimpin formal/informal 2. Intensitas komunikasi 3. Intensitas sosialisasi kegiatan 4. Keaktifan fasilitator Catatan: Berhubungan PNPM-MANDIRI Tingkat partisipasi masyarakat - Tahap pengambilan keputusan - Tahap pelaksanaan - Tahap menikmati hasil - Tahap evaluasi Tingkat Pencapaian: 1. Peningkatan fasilitas sarana sosial dan ekonomi 2. Peningkatan peluang usaha 3. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan 4. Peningkatan pendapatan rumahtangga 5. Peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup Gambar 1 Kerangka Pemikiran

34 23 Hipotesis Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang telah dibuat, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian adalah: 1. Terdapat hubungan nyata antara faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 2. Terdapat hubungan nyata antara faktor eksternal (keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator) dengan tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 3. Terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Faktor internal Definisi Operasional Faktor internal atau karakteristik individu adalah faktor-faktor yang terdapat dalam individu responden yang dapat memotivasi diri atau merupakan dorongan dalam diri untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor internal meliputi usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 1. Usia adalah lama hidup responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung sejak hari kelahiran yang dinyatakan dalam satuan tahun. Pengelompokkan usia berdasarkan data di lapang dan dibedakan dalam skala ordinal. a. Usia 20 sampai 40 tahun, diberi skor 1 b. Usia 41 sampai >80 tahun, diberi skor 2 2. Tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Tingkat pendidikan dikategorikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan data BPS per Mei 2012 membagi tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan diukur dalam skala ordinal. a. Tidak sekolah, diberi skor 1 b. SD, diberi skor 2 c. SMP, diberi skor 3 d. SMA/SMK, diberi skor 4 3. Jenis Pekerjaan adalah kegiatan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang. Jenis pekerjaan dikategorikan berdasarkan keadaan di lapangan dan diukur dengan skala nominal. a. Tidak bekerja, diberi kode 1

35 24 b. Ibu rumahtangga, diberi kode 2 c. Buruh/pedagang, diberi kode 3 d. Karyawan swasta, diberi kode 4 4. Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah pemasukan atau pendapatan total yang diperoleh konsumen dalam sebulan. Tingkat pendapatan digolongkan berdasarkan Upah Minimum Kabupaten Bogor tahun 2013 dikelompokkan ke dalam dua kategori pendapatan dan diukur dalam skala ordinal. a. <Rp , diberi skor 1 b. >Rp , diberi skor 2 Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu atau lingkungan yang berhubungan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor eksternal meliputi keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 1. Keaktifan pemimpin adalah kemampuan pemimpin desa (kepala desa, kepala RW dan kepala RT) dalam mengajak masyarakat mengikuti kegiatan yang dilihat dari keaktifan pemimpin dan frekuensi kedatangannya dalam kegiatan tersebut. Keaktifan pemimpin diukur dalam skala ordinal yang digolongkan menjadi: 1. Kemampuan pemimpin formal/informal dalam menyampaikan informasi tentang Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 2. Kemampuan pemimpin formal/informal dalam mengarahkan masyarakat untuk terlibat dalam Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 3. Kemampuan pemimpin formal/informal ketika Program Pinjaman Bergulir sedang terlaksana, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 4. Kemampuan pemimpin formal/informal dalam menyampaikan informasi dalam tahap evaluasi Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan keaktifan pemimpin formal/informal yang diperoleh tinggi (skor 7-8) skor 2 dan keaktifan pemimpin formal/informal yang diperoleh rendah (skor 4-6) skor Intensitas komunikasi adalah frekuensi penyampaian informasi, ide, sikap, atau emosi dari satu orang atau kelompok ke orang atau kelompok lainnya. Intensitas komunikasi diukur dalam skala ordinal yang digolongkan menjadi:

36 25 1. Frekuensi proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam menyampaikan informasi tentang Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 2. Frekuensi proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam mengarahkan masyarakat untuk terlibat dalam Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 3. Frekuensi proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator ketika Program Pinjaman Bergulir sedang terlaksana, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 4. Frekuensi proses komunikasi yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam tahap evaluasi Program Pinjaman Bergulir, dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan intensitas komunikasi yang diperoleh tinggi (skor 7-8) skor 2 dan intensitas komunikasi yang diperoleh rendah (skor 4-6) skor Intensitas sosialisasi kegiatan adalah frekuensi pertemuan yang diikuti oleh masyarakat untuk menambah informasi tentang suatu kegiatan. Intensitas sosialisasi diukur dalam skala ordinal yang digolongkan menjadi: 1. Frekuensi pengaruh sosialisasi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator pada awal diadakan Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 2. Frekuensi pengaruh sosialisasi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator ketika diadakan Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 3. Frekuensi pengaruh sosialisasi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator ketika Program Pinjaman Bergulir sedang terlaksana, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 4. Frekuensi pengaruh sosialisasi kegiatan yang dilakukan oleh tim pendamping/fasilitator dalam tahap evaluasi Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2

37 26 Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan intensitas sosialisasi kegiatan yang diperoleh tinggi (skor 7-8) skor 2 dan intensitas sosialisasi kegiatan yang diperoleh rendah (skor 4-6) skor Keaktifan fasilitator adalah frekuensi tim pendamping dalam mendampingi dan membantu masyarakat di lapangan. Keaktifan diukur dalam skala ordinal yang digolongkan menjadi: 1. Frekuensi keaktifan fasilitator pada tahap pengambilan keputusan Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 2. Frekuensi keaktifan fasilitator pada tahap pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 3. Frekuensi keaktifan fasilitator pada tahap menikmati hasil Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 4. Frekuensi keaktifan fasilitator pada tahap evaluasi Program Pinjaman Bergulir, yang dikategorikan menjadi: a. Rendah, diberi skor 1 b. Tinggi, diberi skor 2 Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan keaktifan fasilitator yang diperoleh tinggi (skor 7-8) skor 2 dan keaktifan fasilitator yang diperoleh rendah (skor 4-6) skor 1. Tingkat Partisipasi Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan anggota atau masyarakat dalam semua tahapan kegiatan kelompok yang meliputi tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 1. Tahap pengambilan keputusan adalah keikutsertaan responden dalam mengikuti rapat/penyusunan rencana suatu kegiatan. Tahap pengambilan keputusan yang dinilai adalah keaktifan secara kehadiran, peran dalam kegiatan rapat, keaktifan masyarakat dalam memberikan masukan dan kemampuan mengidentifikasi masalah dalam kegiatan. Mengetahui tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan digunakan lima butir pertanyaan dengan jawaban yang dikategorikan menjadi: a. Tidak, diberi skor 1 b. Ya diberi skor 2 2. Tahap pelaksanaan program adalah keikutsertaan responden dalam pelaksanaan kegiatan. Partisipasi diukur berdasarkan sumbangan materi dan bentuk tindakan yang dilakukan. Mengetahui tingkat partisipasi dalam pelaksanaan program digunakan lima butir pertanyaan dengan jawaban yang dikategorikan menjadi: a. Tidak, diberi skor 1

38 27 b. Ya, diberi skor 2 3. Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan responden dalam memanfaatkan program yang telah dilaksanakan. Mengetahui tingkat partisipasi dalam menikmati hasil digunakan lima butir pertanyaan dengan jawaban yang dikategorikan menjadi: a. Tidak, diberi skor 1 b. Ya, diberi skor 2 4. Tahap evaluasi adalah keikutsertaan responden dalam memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Mengetahui tingkat partisipasi dalam evaluasi digunakan lima butir pertanyaan dengan jawaban yang dikategorikan menjadi: a. Tidak, diberi skor 1 b. Ya, diberi skor 2 Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan tingkat partisipasi masyarakat dapat dikategorikan menjadi, tingkat partisipasi tinggi (skor 31-40) skor 2 dan tingkat partisipasi rendah (skor 20-30) skor 1. Tingkat Pencapaian Tingkat pencapaian adalah capaian yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dari Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. 1. Meningkatnya fasilitas sarana sosial yang ada di Desa Kotabatu, yang dikategorikan menjadi: a. Tidak diberi skor 1 b. Ya diberi skor 2 2. Meningkatnya fasilitas sarana ekonomi yang ada di Desa Kotabatu, yang dikategorikan menjadi: a. Tidak diberi skor 1 b. Ya diberi skor 2 3. Meningkatnya peluang usaha untuk masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, yang dikategorikan menjadi: a. Tidak diberi skor 1 b. Ya diberi skor 2 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, yang dikategorikan menjadi: a. Tidak diberi skor 1 b. Ya diberi skor 2 5. Meningkatnya pendapatan rumahtangga masyarakat setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, yang dikategorikan menjadi: a. Tidak diberi skor 1 b. Ya diberi skor 2

39 28 6. Meningkatnya kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Desa Kotabatu setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, yang dikategorikan menjadi: a. Tidak, diberi skor 1 b. Ya, diberi skor 2 Berdasarkan kategori tersebut, maka dapat dikategorikan hasil yang diperoleh masyarakat menjadi, tingkat pencapaian yang diperoleh rendah (skor 8-11) skor 1 dan tingkat pencapaian yang diperoleh tinggi (skor 12) skor 2. Hasil tersebut diperoleh dari penggolongan rata-rata pembagian nilai pada keseluruhan jawaban responden.

40 29 PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif yang dilakukan merupakan penelitian survei. Metode kuantitatif dilakukan melalui pengisian kuesioner. Pendekatan kuantitatif ini diharapkan dapat menjawab bagaimana partisipasi masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor khususnya Program Pinjaman Bergulir. Upaya memperkaya data dan lebih memahami fenomena sosial yang diamati, terdapat usaha untuk menambahkan informasi kualitatif pada data kuantitatif (Singarimbun dan Effendi 1987). Teknik wawancara mendalam terhadap informan yang pada penelitian ini menyoroti aparat Desa Kotabatu, fasilitator Desa Kotabatu dan penanggungjawab Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Hasil uraian dijelaskan secara deskripsi namun fokus pada pengaruh antar variabel untuk menguji hipotesa. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Maret 2014 pada tabel pelaksanaan penelitian 2014 (Lampiran 1). Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal, pengambilan data lapangan, penulisan draft skripsi. Berdasarkan hasil membaca literatur dan informasi terkait dengan keberadaan program PNPM-Mandiri. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang dilaksanakan di Desa Kotabatu yaitu peminjaman bergulir untuk kelompok swadaya masyarakat, kegiatan pembangunan atau perbaikan sarana dan prasarana dan kegiatan pembangunan atau perbaikan drainase (saluran air). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan akses guna meningkatkan aktivitas perekonominan masyarakat. Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, menjadi salah satu lokasi sasaran kegiatan pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir dari PNPM sejak tahun Program Pinjaman Bergulir yang ada di Desa Kotabatu berjalan dengan baik, hal ini dikarenakan adanya pengawasan yang dilakukan oleh tim pendamping. Selain itu, tahap peminjaman bergulir yang dilakukan masyarakat sudah berada pada tahap akhir (tahap peminjaman dengan nominal tertinggi). Oleh karena itu menjadi menarik untuk dilihat tingkat partisipasi masyarakat dalam menjalankan Program Pinjaman Bergulir yang sudah berjalan selama sejak lama. Teknik Penentuan Informan dan Responden Populasi pada penelitian ini adalah seluruh masyarakat Desa Kotabatu. Populasi sasaran pada penelitian ini adalah seluruh anggota kelompok swadaya masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir yang berjumlah 126

41 30 orang (Lampiran 4). Informan adalah orang yang termasuk dalam kegiatan ini yang memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data di sekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah aparat Desa Kotabatu, fasilitator Desa Kotabatu dan penanggungjawab Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Responden dalam penelitian ini adalah anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor. Jumlah responden yang dipilih yaitu berjumlah 45 orang (Lampiran 8). Pemilihan responden yang dilakukan secara acak untuk anggota Kelompok Swadaya Masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir dengan menggunakan teknik penarikan sampel simple random sampling. Karakteristik dari responden yang diteliti merupakan anggota kelompok swadaya masyarakat di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor yang memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Teknik Pengumpulan Data Alat ukur yang digunakan dalam mengumpulkan data kuantitatif adalah kuesioner. Data kualitatif dari informan diperoleh melalui pengamatan berperanserta dan wawancara mendalam. Menurut Singarimbun dan Effendi (1987), penelitian survai adalah penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Metode pendekatan kualitatif digunakan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa, serta dapat menggali berbagai realitas, proses sosial dan makna yang berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian. Strategi penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, dengan memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti. Metode kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan dan responden. Hasil dari pengamatan dan wawancara di lapangan dituangkan dalam catatan harian dengan bentuk uraian rinci dan kutipan langsung, sedangkan data sekunder diperoleh melalui informasi tertulis, data-data dan literatur-literatur yang mendukung kebutuhan data mengenai fokus penelitian seperti profil program PNPM-Mandiri, masyarakat, partisipasi dan kegiatan-kegiatan dalam implementasi Program PNPM-Mandiri. Selain itu, data sekunder juga berupa jurnal yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku mengenai partisipasi, pemberdayaan dan literatur-literatur lainnya yang terkait. Teknik Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh dianalisis dengan tabulasi silang, untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat terhadap tingkat Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri. Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Korelasi Rank

42 Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat yang berskala ordinal. Selain menggunakan uji korelasi Rank Spearman, variabel pada penelitian ini juga diuji dengan menggunakan uji korelasi Chi-Square untuk melihat hubungan nyata antar variabel dengan data berbentuk nominal. Pengujian data menggunakan program komputer SPSS versi 20. Data Kualitatif sebagai data pendukung diolah dan dianalisis dengan konten analisis. 31

43 32

44 33 GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis Desa Kotabatu terletak di wilayah Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini mempunyai luas wilayah ± 274 ha. Secara geografis, Desa Kotabatu dibatasi oleh Kelurahan Cikaret/Mekarjaya di sebelah utara, Desa Suka Mantri dan Sirna di sebelah selatan, Kelurahan Cikaret di sebelah timur dan Desa Parakan dan Desa Sirna di sebelah baratnya. Desa Kotabatu berada di bawah kaki Gunung Salak dengan struktur masyarakat yang sudah urban. Hal ini dapat dilihat dari luas pemukiman yang lebih luas dibandingkan dengan luas persawahan maupun perkebunan. Desa Kotabatu berada tidak jauh dari Kota Bogor, dengan menggunakan angkutan kota 03 Ciapus dari pintu utama Kebun Raya Bogor, Desa Kotabatu dapat ditempuh dengan 45 menit. Banyaknya angkutan kota yang melintas membuat mobilitas di Desa Kotabatu sangat ramai. Selain itu, banyaknya industri sepatu di daerah ini membuat mobilitas di daerah ini sangat ramai, karena seringnya angkutan pabrik yang lalu lalang mendistribusikan bahan dan hasil pabrik yang diangkut ke beberapa daerah di Bogor. Jarak Desa Kotabatu dari pusat Kecamatan Ciomas adalah 5 km, jarak dari ibu kota Kabupaten Bogor 40 km dan jarak dari ibu kota negara adalah 120 km. Luas wilayah menurut penggunaannya tanah di Desa Kotabatu didominasi oleh luas pemukiman dan persawahan. Luas wilayah menurut penggunaan Desa Kotabatu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sebaran luas wilayah menurut penggunaan di Desa Kotabatu tahun 2010 Luas wilayah Luas (ha) Luas pemukiman 169 Luas persawahan 50 Luas perkebunan 17 Luas kuburan 2 Luas pekarangan 3 Luas perkantoran 1 Luas prasarana umum lainnya 32 Total Luas 274 Sumber: Data Potensi Desa Kotabatu 2010 Kondisi Ekonomi Penduduk di Desa Kotabatu memiliki beragam mata pencaharian. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai karyawan perusahaan swasta sebanyak orang, pegawai negeri sipil sebanyak 601 orang, pensiunan PNS/TNI/POLRI sebanyak 315 orang dan yang lainnya bekerja pada beberapa sektor pekerjaan lainnya. Jumlah dan jenis mata pencaharian penduduk Desa Kotabatu dapat dilihat pada Tabel 3.

45 34 Tabel 3 Sebaran jumlah penduduk menurut jenis pekerjaan di Desa Kotabatu tahun 2010 Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Petani 53 Buruh tani 71 Pegawai negeri sipil 601 Pedagang keliling 62 Montir 5 Dokter swasta 3 Bidan swasta 3 Pembantu rumahtangga 51 TNI 132 POLRI 41 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 315 Pengusaha kecil menengah 204 Pengacara 2 Notaris 2 Dukun kampung terlatih 8 Jasa pengobatan alternatif 2 Dosen swasta 2 Seniman/artis 1 Karyawan perusahaan swasta Karyawan perusahaan pemerintah 27 Total Sumber: Data Potensi Desa Kotabatu 2010 Menurut data BPS 2012 angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja atau sementara tidak bekerja dan yang sedang mencari pekerjaan. Tabel 4 menunjukan bahwa kualitas angkatan kerja di Desa Kotabatu komposisi terbanyak adalah penduduk usia tahun yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Kualitas angkatan kerja di Desa Kotabatu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Sebaran angkatan kerja di Desa Kotabatu tahun 2010 Angkatan kerja Jumlah (orang) Penduduk usia tahun yang buta aksara dan 83 buta huruf atau latin. Penduduk usia tahun yang tidak tamat SD Penduduk usia tahun yang tamat SD Penduduk usia tahun yang tamat SLTP/SMP Penduduk usia tahun yang tamat SLTA/SMA Total Sumber: Data Potensi Desa Kotabatu 2010

46 35 Kondisi Sosial Penduduk di Desa Kotabatu komposisi terbesar berpendidikan SD, yaitu sebesar orang (2 081 orang laki-laki dan orang perempuan). Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan di Desa Kotabatu sudah cukup baik. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Kotabatu tahun 2010 Tingkat pendidikan Jumlah penduduk Laki-laki Perempuan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat D Tamat D Tamat D Tamat S Tamat S Tamat S3 5 1 Jumlah Total Sumber: Data Potensi Desa Kotabatu 2010 Desa Kotabatu terdiri atas 15 RW dan 63 RT dengan jumlah kepala keluarga sebanyak KK. Jumlah penduduk berdasarkan agamanya dibedakan menjadi Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Mayoritas penduduk Desa Kotabatu beragama Islam yaitu sebanyak jiwa. Jumlah penduduk menurut agama yang dianut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran penduduk menurut agama yang dianut di Desa Kotabatu tahun 2010 Agama Jumlah (orang) Islam Kristen 217 Katholik 109 Hindu 3 Budha 186 Sumber: Data Potensi Desa Kotabatu 2010 Gambaran Desa Kotabatu Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor ini terdiri dari 15 RW dan 63 RT. Berdasarkan data potensi Desa Kotabatu jumlah kepala keluarga yaitu KK. Struktur masyarakat Desa Kotabatu sudah cenderung berada pada masyarakat urban. Hal ini dikarenakan banyaknya pendatang dari luar desa,

47 36 banyaknya industri-industri kecil atau menengah yang berkembang dan jarak dari wilayah Kota Bogor yang cukup dekat. Banyak sekali kendaraan transportasi yang dapat digunakan masyarakat untuk menjalani kehidupan sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan hidup. Desa Kotabatu juga memiliki beberapa potensi wisata seperti taman kota, taman bermain, danau (wisata air), situs sejarah dan museum (Data Potensi Desa Kotabatu 2010). Etnis yang ada di Desa Kotabatu sangat beragam dengan mayoritas Etnis Sunda. Selain itu ada pula etnis Jawa, Batak, Aceh, Madura, Betawi, Minang, Nias, Bali, Dayak, Ambon, Flores dan Sumba. Masyarakat di desa ini mayoritas bekerja sebagai karyawan perusahaan swasta. Pemukiman di Desa Kotabatu ini cenderung saling berdekatan satu dengan yang lainnya dan berada di jalan-jalan sempit. Berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi rumah tinggal di Desa Kotabatu dapat dikategorikan menjadi layak huni dan tidak layak huni. Kondisi rumah tinggal yang layak huni berada di komplek Paspampres, sedangkan di beberapa RW masih ada rumah yang tidak layak huni. Berdasarkan gambaran tersebut terdapat ketimpangan sosial di Desa Kotabatu. Sumber air yang biasa digunakan oleh masyarakat berasal dari sumur pompa (3 671 unit), sumur gali (999 unit), PAM (17 unit) dan mata air (2 unit) dalam kondisi rusak. Fasilitas MCK sudah jarang digunakan karena hampir semua kepala keluarga menggunakan jamban keluarga, jumlah MCK umum yang dibangun yaitu tujuh unit. Pengamatan yang telah dilakukan menunjukan bahwa terdapat beberapa pabrik industri sepatu yang pemasarannya sudah sangat luas. Selain itu di Desa Kotabatu banyak sekali jasa usaha keterampilan yang juga berfungsi untuk menyerap tenaga kerja lokal seperti, tukang kayu (jumlah tenaga kerja yang terserap 40 orang), tukang batu (jumlah tenaga kerja yang terserap 39 orang) dan tukang jahit/bordir (jumlah tenaga kerja yang terserap 35 orang). Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Kotabatu dapat dikatakan lengkap, hal ini karena terdapat Play Group (5 unit), Taman Kanak-kanak (6 unit), Sekolah Dasar (10 unit), Sekolah Menengah Pertama (2 unit) dan Sekolah Menengah Atas (2 unit). Selain pendidikan formal ada juga pendidikan formal keagamaan yaitu Raudhatul Athfal, Ibtidayah, Tsanawiah, Aliyah dan Pondok Pesantren yang berjumlah tiga unit. Ikhtisar Desa Kotabatu terletak di wilayah Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Desa ini mempunyai luas wilayah ± 274 ha. Luas wilayah menurut penggunaannya tanah di Desa Kotabatu didominasi oleh luas pemukiman dan persawahan. Struktur masyarakat Desa Kotabatu sudah cenderung berada pada masyarakat urban. Hal ini dikarenakan banyaknya pendatang dari luar desa, banyaknya industri-industri kecil atau menengah yang berkembang dan jarak dari wilayah Kota Bogor yang cukup dekat. Berdasarkan data potensi Desa Kotabatu jumlah kepala keluarga yaitu KK. Penduduk di Desa Kotabatu komposisi terbesar berpendidikan SD yaitu dengan jumlah orang (2 081 orang laki-laki dan orang perempuan).

48 35 PROGRAM PINJAMAN BERGULIR DALAM PNPM- MANDIRI Upaya meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, Pemerintah Indonesia meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri mulai tahun Melalui PNPM- Mandiri dirumuskan mengenai mekanisme upaya penanggulangan kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga masyarakat miskin tersebut bukan sebagai obyek melainkan sebagai subyek upaya penanggulangan kemiskinan. Pelaksanaan PNPM-Mandiri tahun 2007 dimulai dengan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebagai dasar pengembangan pemberdayaan masyarakat di pedesaan beserta program pendukungnya seperti PNPM Generasi; Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) sebagai dasar bagi pengembangan pemberdayaan masyarakat di perkotaan; dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK) untuk pengembangan daerah tertinggal, pasca bencana, dan konflik. Penganggulangan kemiskinan dilakukan dengan memberdayakan masyarakat melalui tiga jenis kegiatan pokok yaitu infrastruktur, sosial dan ekonomi yang dikenal dengan Tridaya. Kegiatan ekonomi, diwujudkan dengan kegiatan Pinjaman Bergulir yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan atau desa dimana LKM/UPK berada dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan. Program Pinjaman Bergulir ini berada di bawah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam PNPM-Mandiri Perkotaan bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan yang biasanya tidak memiliki akses ke sumber pinjaman lainnya, untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan kegiatan yang mendukung tumbuhnya ekonomi serta usaha mikro disamping itu membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar. Pelatihan Program Pinjaman Bergulir Terdapat beberapa pelatihan yang dilakukan oleh tim pendamping dari PNPM-Mandiri sebagai arahan agar masyarakat dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat, yaitu: 1. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Pembentukan ini dilakukan pada awal terbentuknya Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu. Hal ini dilakukan sebagai sosialisasi awal tentang tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan PNPM-Mandiri, serta menentukan kesepakatan-kesepakatan masyarakat dalam melaksanakan program PNPM-Mandiri. Sosialisasi ini dilaksanakan pada tahun

49 di kantor Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Peserta pertemuan ini adalah Aparat Desa (lurah, sekretaris desa, bendahara desa dan stafstaf lainnya), fasilitator Desa Kotabatu dan masyarakat yang ingin mengikuti Program Pinjaman Bergulir. Pelatihan ini memfokuskan pada pembentukan kelompok-kelompok yang terdiri dari lima orang yang berasal dari rumahtangga miskin dan telah teridentifikasi oleh pemerintahan setempat. Pinjaman yang diberikan digunakan sebagai modal mengembangkan atau memulai usaha dalam membantu memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat juga diberikan pengarahan bagaimana cara mengajukan pinjaman. Anggota KSM yang sudah terbentuk didampingi oleh petugas UPK (Unit Pengelola Kegiatan), relawan atau fasilitator mengisi blanko Pengajuan Pinjaman Anggota KSM dan menandatanganinya bersama suami/istri, selanjutnya blanko tersebut diserahkan kepada ketua KSM, lalu ketua KSM memeriksa kelengkapan dan kebenaran pengisian blanko Pengajuan Pinjaman Anggota KSM dan menandatangani pada kolom mengetahui Ketua KSM, kemudian membuat blanko Permohonan dan Keputusan Pemberian Pinjaman yang dilampiri berita acara pembentukan KSM, aturan yang berlaku dalam KSM, fotocopy KTP dan Kartu Keluarga (KK) masing-masing anggota KSM, blanko pengajuan pinjaman anggota KSM yang sudah diisi, surat kuasa pencairan tabungan tanggung renteng, pengurus KSM menyerahkan blanko Permohonan dan Keputusan Pemberian Pinjaman beserta lampirannya kepada petugas UPK, kemudian petugas UPK menerima dan memeriksa kelengkapan dan kebenaran pengisian blanko permohonan dan keputusan pemberian pinjaman beserta lampirannya yang diterima dari Ketua KSM. Setelah itu dilakukan tahap putusan (persetujuan/penolakan) pinjaman oleh Manajer UPK yang melakukan penyaringan dengan mempertimbangkan kelayakan KSM, hasil analisis petugas UPK terhadap usaha anggota KSM dan usulan putusan dari petugas UPK. Apabila berdasar hasil penelitian tidak terdapat masalah Manajer UPK memberikan persetujuan atas usulan petugas UPK dan menandatangani dalam kolom tanda tangan persetujuannya. Apabila berdasar hasil penelitian terdapat masalah/keraguan (misalnya omzet, biaya, pendapatan tidak wajar), Manajer UPK memeriksa ulang pada hal-hal yang diragukan. Berdasarkan hasil pemeriksaan ulang, Manajer UPK memutuskan persetujuan atau penolakan. Apabila berdasar hasil penelitian ternyata dinilai tidak layak untuk diberikan pinjaman, Manajer UPK memutuskan untuk menolak pemberian pinjaman. Pada tahap akhir atau tahap realisasi/pencairan pinjaman, hanya KSM yang disetujui saja yang akan diberikan pinjaman, setelah KSM yang telah menerima berkas pinjaman, KSM akan diberitahu ketentuan pinjaman dan angsurannya, setelah KSM beserta anggotanya memahami semua ketentuan pinjaman yang akan diterima, KSM dan anggotanya diminta menandatangani dokumen Surat Perjanjian Pinjaman dan Bukti Kas Keluar UPK, kemudian Kasir memanggil KSM beserta anggotanya, menjelaskan kembali besar pinjaman dan syarat-syarat pinjaman lainnya termasuk jasa, jangka waktu, angsuran dan tanggung renteng, dan menyerahkan uang pinjaman kepada KSM beserta duplikat Bukti Kas Keluar.

50 2. Pengembangan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Upaya mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri dan pada akhirnya menuju madani, dilakukan melalui pendampingan dan pembelajaran kepada masyarakat melalui pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok digunakan dengan tujuan terjadinya proses saling belajar, membangun kebersamaan, saling peduli dan saling memahami diantara anggota. Proses saling belajar bukan hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan akan tetapi agar bisa berbagi nilai-nilai positif. Pengalaman membuktikan kelompok yang kuat adalah kelompok yang menumbuhkan rasa saling percaya diantara anggota dengan didasari oleh keterbukaan, rasa saling menghargai, kesetaraan, keadilan, kejujuran dan nilai-nilai positif lainnya. Pelatihan pengembangan KSM Desa Kotabatu dilaksanakan pada tanggal Februari Peserta pertemuan yang hadir yaitu fasilitator Desa Kotabatu, perwakilan lurah, penanggungjawab Program Pinjaman Bergulir, perwakilan dari masing-masing anggota KSM dan panitia pelatihan KSM. Hal-hal pokok yang dibicarakan dalam pelatihan ini adalah mengenai keeratan kelompok dan penjelasan definisi KSM. Latar belakang dibahasnya keeratan kelompok dikarenakan adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh masing-masing KSM, misalnya ada salah satu anggota kelompok yang tidak lancar dalam melakukan pembayaran pinjaman tiap bulan, sehingga anggota lainnya merasa terbebani karena tidak diberikan kesempatan untuk melakukan peminjaman kembali jika masih ada pengembalian dana dari anggota yang tersendat. Tujuan pembangunan KSM sebagai solusi permasalahan yang dihadapi, salah satunya tujuan yang akan dicapai yaitu berfungsinya aturan main tanggung renteng, keswadayaan modal dan lain-lain. Keluaran yang diharapkan adalah adanya modal kegiatan KSM dari anggota dan lembaga luar, dengan indikator tanggung renteng berjalan untuk menyelesaikan persoalan anggota, kegiatan KSM didanai dari dana anggota/swadaya dan lembaga luar, penilaian perkembangan kelompok dan tingkat kesejahteraan warga miskin dan akses pasar yang lebih luas dalam rangka membangun jaringan kemitraan. Istilah tanggung renteng adalah adanya penganggungan sementara dari anggota-anggota lain dalam satu kelompok untuk membayar pinjaman anggotanya yang belum bisa membayar cicilan per bulan. Penjelasan mengenai definisi Kelompok Swadaya Masyarakat diberikan dengan tujuan agar anggota-anggota KSM lebih mengetahui visi dan misi sebagai arahan untuk mencapai tujuan. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) adalah kumpulan orang yang menyatukan diri secara sukarela dalam kelompok dikarenakan adanya ikatan pemersatu, yaitu adanya visi, kepentingan dan kebutuhan yang sama sehingga kelompok tersebut memiliki kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama. Visi yang ingin dicapai adalah terwujudnya kelompok-kelompok swadaya masyarakat yang berdaya, mampu memecahkan persoalan mereka sendiri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Misi yang ingin dicapai adalah tumbuhnya kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk memperkuat kembali ikatan-ikatan pemersatu sebagai media membangun solidaritas sosial melalui pembelajaran bertumpu pada kelompok, masyarakat dapat memahami tujuan, nilai, prinsip dasar, peran dan fungsi KSM, kelompok masyarakat bersepakat terlibat dalam program penanggulangan kemiskinan 37

51 38 dengan memahami tujuan, struktur, aturan main serta kegiatan KSM, membangun dan menerapkan nilai-nilai kemasyarakatan dan kemanusiaan dalam kegiatan KSM sebagai dasar dalam pengembangan modal sosial dan berfungsinya aturan main tanggung renteng dan keswadayaan modal. 3. Pelatihan RT dan RW sebagai penggerak program pembangunan Pelatihan untuk RT dan RW Desa Kotabatu dilaksanakan pada tanggal 1-2 Maret 2014 di kantor Desa Kotabatu. Peserta yang hadir dalam pertemuan ini yaitu Lurah Desa Kotabatu, Sekretaris Desa, Staf-staf lainnya, Fasilitator Desa Kotabatu, perwakilan BABINKAMTIBMAS dan perwakilan dari masing-masing RT dan RW. Hal-hal pokok yang dibahas dalam forum adalah peran ketua RT dan ketua RW dalam proses pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Peran masing-masing ketua RT dan RW adalah sebagai kader penggerak pembangunan yang dapat meningkatkan partisipasi warganya untuk dapat berdaya. Menurut Suharto (2010), pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: a) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan; b) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang dan jasajasa yang mereka perlukan dan; c) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu berkaitan dengan pendekatan kemandirian, partisipatif dan jaringan kerja. Peranan agen-agen pembaharuan dalam usaha pemberdayaan saat ini terkonsentrasi pada sasaran sumber daya manusia sebagai sasaran pokok pembinaan. Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat berusaha untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya keberadaan dan tatanan sosial mereka yang sebelumnya pernah ada. Kepemimpinan seseorang di dalam sebuah komunitas dapat mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam sebuah program. Kepemimpinan mencakup kemampuan untuk memerintah (agar yang diperintah patuh) dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak-pihak lainnya. Ikhitisar Terdapat beberapa pelatihan yang dilakukan oleh tim pendamping dari PNPM-Mandiri sebagai arahan agar masyarakat dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan program pemberdayaan masyarakat yaitu pertama, pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Pembentukan ini dilakukan pada awal

52 terbentuknya Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu. Hal ini dilakukan sebagai sosialisasi awal tentang tujuan, prinsip, kebijakan, prosedur maupun halhal lain yang berkaitan dengan PNPM-Mandiri, serta menentukan kesepakatankesepakatan masyarakat dalam melaksanakan program PNPM-Mandiri. Kedua, Pelatihan pengembangan KSM Desa Kotabatu dilaksanakan pada tanggal Februari Latarbelakang dibahasnya keeratan kelompok dikarenakan adanya beberapa masalah yang dihadapi oleh masing-masing KSM, misalnya ada salah satu anggota kelompok yang tidak lancar dalam melakukan pembayaran pinjaman tiap bulan. Anggota lainnya merasa terbebani karena tidak diberikan kesempatan untuk melakukan peminjaman kembali jika masih ada pengembalian dana dari anggota yang tersendat. Ketiga, Pelatihan untuk RT dan RW Desa Kotabatu dilaksanakan pada tanggal 1-2 Maret 2014 di kantor Desa Kotabatu. Hal-hal pokok yang dibahas dalam forum adalah peran ketua RT dan ketua RW dalam proses pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Peran masing-masing ketua RT dan RW adalah sebagai kader penggerak pembangunan yang dapat meningkatkan partisipasi warganya untuk dapat berdaya. 39

53 40

54 41 HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Faktor Internal Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik responden yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan responden pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Usia Penelitian ini responden mengambil secara acak dengan jumlah 45 orang. Data dapat dilihat pada Tabel 7. Kategori usia dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu 20 sampai 40 tahun sebanyak 20 orang (44.44%) dan 41 sampai >80 tahun sebanyak 25 orang (55.56%). Sebagian besar responden yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir berusia 41 sampai >80 tahun. Tabel 7 Sebaran jumlah dan persentase responden menurut faktor internal dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Karakteristik individu (n=45) Jumlah (orang) Persentase (%) Usia 20 sampai 40 tahun sampai >80 tahun Tidak sekolah Tingkat pendidikan SD SMP SMA/SMK Tidak bekerja 0 0 Jenis pekerjaan Ibu rumahtangga Buruh/pedagang Karyawan swasta 0 0 Tingkat pendapatan < Rp > Rp Tingkat Pendidikan Penelitian ini membagi tingkat pendidikan responden berdasarkan data BPS, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan Data dapat dilihat pada Tabel 7. Responden yang tidak sekolah sebanyak tiga orang (6.67%), responden yang menamatkan Sekolah Dasar sebanyak 22 orang (48.89%), responden yang menamatkan Sekolah Menengah Pertama sebanyak 12 orang (26.67%) dan responden yang menamatkan Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak delapan orang (17.77%). Rata-rata pendidikan responden yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir adalah Sekolah Dasar sebanyak 48.88%.

55 42 Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang. Jenis pekerjaan dikategorikan berdasarkan keadaan di lapang. Data dapat dilihat pada Tabel 7. Responden yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir dibagi menjadi beberapa kategori yaitu tidak bekerja, ibu rumahtangga, buruh/pedagang dan karyawan swasta. Responden yang bekerja sebagai ibu rumahtangga sebanyak 43 orang (95.56%) dan sebagai buruh/pedagang dua orang (4.44%). Rata-rata pekerjaan yang diikuti oleh responden adalah sebagai ibu rumahtangga. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah pemasukan atau pendapatan total yang diperoleh konsumen dalam sebulan. Tingkat pendapatan digolongkan berdasarkan Upah Minimum Kabupaten Bogor tahun Data dapat dilihat pada Tabel 7. Responden yang memperoleh pendapatan di bawah Rp sebanyak 32 orang (71.11%), sedangkan responden yang memperoleh pendapatan di atas Rp sebanyak 13 orang (28.89%). Sebagian besar pendapatan responden yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir berada pada katergori di bawah Rp sebanyak 71.11%, artinya program tersebut tepat sasaran karena sebagian besar warga yang pendapatannya di bawah UMP mengikuti Program Pinjaman Bergulir untuk meningkatkan pendapatan rumahtangganya. Tingkat Partisipasi Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2012). Bentuk partisipasi masyarakat di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor dalam Program Pinjaman Bergulir dimulai dari tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan tahap evaluasi. Tingkat partisipasi yang digunakan sesuai dengan tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff seperti yang dikutip Girsang (2011), menjelaskan pengertian partisipasi adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemanfaatan hasil dan evaluasi. Secara umum, tingkat partisipasi masyarakat di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 8. Data pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat berada pada cenderung tinggi. Penelitian ini melihat tingkat partisipasi masyarakat dari keaktifan masyarakat tersebut dalam mengikuti kegiatan Program Pinjaman Bergulir dari tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan tahap evaluasi di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

56 43 Tabel 8 Sebaran jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi (n=45) Jumlah (orang) Persentase (%) Tinggi Rendah Tingkat Partisipasi pada Tahap Pengambilan Keputusan Tahap pengambilan keputusan Cohen dan Uphoff dalam Girsang (2011), tahap pengambilan keputusan merupakan tahapan partisipasi diwujudkan dalam keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan rapat. Tahap pengambilan keputusan dalam penelitian ini adalah proses perencanaan yang melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan pada sebuah program. Tingkat partisipasi responden pada setiap tahapan dalam kegiatan Program Pinjaman Bergulir dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Tingkat partisipasi responden pada setiap tahapan di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Tahapan partisipasi Tingkat partisipasi Rendah Tinggi n % n % Pengambilan keputusan Pelaksanaan Menikmati hasil Evaluasi Keterangan: n = jumlah responden Berdasarkan data Tabel 9, terlihat bahwa pada tahap pengambilan keputusan, responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah yaitu sebesar 71.11% dan tingkat partisipasi tinggi yaitu sebesar 28.89%. Pada tahap ini ratarata responden hanya mengikuti pada awal pertemuan pembentukan kelompok KSM saja, sedangkan untuk pertemuan selanjutnya diwakilkan oleh ketua kelompok atau anggota lainnya yang memiliki waktu untuk mengikuti pelatihan. Pertemuan yang dilakukan biasanya membahas mengenai perencanaan yang didasari oleh keinginan masyarakat. Penelitian ini melihat bagaimana kehadiran responden dalam mengikuti pelatihan pada awal, peran responden sebagai struktur anggota (ketua, sekretaris, bendahara, pembicara dan lain-lain) dalam pelatihan, masukan dan kritik yang diberikan responden dalam pelatihan, solusi-solusi yang diberikan responden dalam pelatihan dan peran responden dalam menentukan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam Program Pinjaman Bergulir. Tingkat partisipasi pada tahap pengambilan keputusan ini rendah karena keterlibatan masyarakat pada saat pelatihan, baik dalam memberikan ide, pendapat, masukan, dan kritikan cukup rendah, seperti yang diungkapkan salah satu responden sebagai berikut:

57 44... saya ikut pelatihan tapi pas awal aja yang penting bayar aja tiap tempo. Paling ketua aja yang sekarang dateng (ZN 38 tahun) Hal ini serupa dengan pendapat SR berusia 39 tahun yang menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:... saya ikut pernah sekali pas di awal aja neng, paling dengerin aja saya mah kalo kelompok lain yang suka ngomongngomong gitu Tahap pengambilan keputusan ini kurang menggali aspirasi dari masyarakat, karena sebagian besar peserta pelatihan hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh pembicara, tidak ada komunikasi yang bersifat timbal balik antar pendengar dan pembicara.... di awal aja pas pembagian uang sama dijelasin cara bayarnya sama yang bapak-bapak ngomong di depan (YH 55 tahun) Hal ini serupa dengan pendapat LL berusia 35 tahun yang menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:... kalau pelatihan cuma nyimak aja, soalnya tiap pelatihan sama aja teorinya gitu-gitu aja Kegiatan pelatihan selanjutnya biasanya hanya diwakilkan oleh satu orang anggota lain atau ketua kelompok. Responden juga tidak hadir dalam kegiatan karena waktu pelatihan yang biasanya dilaksanakan pada hari Sabtu-Minggu pukul WIB-selesai. Pada waktu tersebut responden yang sebagian besar adalah ibu rumahtangga tidak dapat mengikuti pelatihan tersebut karena harus mengurus keluarga di rumah dan menjaga barang dagangannya di warung. Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan merupakan merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek (Cohen dan Uphoff dalam Girsang 2011). Tabel 9 menunjukkan bahwa partisipasi responden pada tahap pelaksanaan berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 53.33% dan partisipasi responden pada tahap pelaksanaan berada pada kategori rendah, yaitu sebesar 46.67%. Pada tahap ini responden cukup aktif dalam kegiatan pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir. Penelitian ini melihat bagaimana responden ikut memilih teman kelompok dalam melaksanakan program, menyebarkan informasi pada tetangga, mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada dalam pelatihan, memberikan sumbangan berupa bantuan materi atau tenaga, dan aktif dalam pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir. Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan ini tinggi, hal ini dikarenakan kesadaran responden yang cukup baik terhadap kegiatan-kegiatan dalam Program Pinjaman Bergulir dan rasa kepemilikan untuk menjaga agar program ini berjalan dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden sebagai berikut:

58 45... di sini orangnya agak susah jadi milih yang bener aja neng, soalnya pernah ada masalah juga dulu sama penggadaian sistemnya sama kayak yang dari desa. Tapi gak pernah dibayarin sama ketuanya neng, saya sampe disidang di penggadaian (ID 55 tahun) Responden memilih teman sekelompok yang berada pada wilayah yang sama, misalnya masih dalam satu lingkup RT dan RW. Hal ini bertujuan untuk mempermudah kordinasi antar anggota kelompok dalam mengembalikan pinjaman per jatuh tempo setiap bulan.... di sini mah yang milih mbak ED (ketua kelompok) aja. Yang kenal deket aja (EN 32 tahun) Menurut pendapat salah satu responden yang menjadi ketua kelompok, pemilihan anggota kelompok biasanya didasari oleh kedekatan tempat tinggal. Selain itu, biasanya ketua kelompok yang aktif untuk mencari-cari informasi dalam pelaksanaan program ini agar kelompok KSM-nya tidak tertinggal informasi terbaru dari tim pendamping atau fasilitator. Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran (Cohen dan Uphoff dalam Girsang 2011). Penelitian ini melihat bagaimana manfaat yang dirasakan oleh responden, pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan yang dilaksanakan, memiliki teman atau relasi di kelompok lain dan memelihara Program Pinjaman Bergulir dengan baik. Berdasarkan Tabel 9, partisipasi masyarakat dalam tahap menikmati hasil dikategorikan tinggi, yaitu sebesar 93.33% dan partisipasi masyarakat dalam tahap menikmati hasil yang dikategorikan rendah, yaitu sebanyak 6.67%. Tahap menikmati hasil melihat bagaimana masyarakat yang menjadi sasaran dari kegiatan pinjaman bergulir ini dapat merasakan manfaat dari kegiatan tersebut. Responden yang telah mengikuti Program Pinjaman Bergulir, kondisi pendapatan rumahtangganya menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan menciptakan peluang usaha untuk masyarakat dari modal yang dipinjamkan oleh PNPM tersebut. Responden di Desa Kotabatu merasakan manfaat yang besar, seperti yang diungkapkan oleh responden sebagai berikut:... peluang usaha meningkat si neng, tapi jadi banyak yang jualan gorengan. Pendapatannya jadi kadang laku kadang lumpuh. Namanya juga jualan (SR 41 tahun) Hal ini serupa dengan pendapat ER berusia 42 tahun yang menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:... program ini sedikit membantu untuk modal usaha. Syaratnya cuma KTP, KK terus biasanya dicek sama kelurahan

59 46 Bentuk sumbangan berupa materi atau tenaga juga biasanya dilakukan oleh responden, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden sebagai berikut:... suka ngasih buat pengurus tapi seikhlasnya aja, soalnya kasian suka keliling-keliling (LN 32 tahun) Bentuk pemeliharaan Program Pinjaman Bergulir telah dilaksanakan agar program tersebut berjalan dengan baik dapat ditunjukan oleh pendapat dari salah satu responden yaitu sebagai berikut:... biasanya kalo di kelompok ini suka ada uang iuran Rp2 000 per orang untuk upah jalan anggota yang nyetor ke desa, anggep aja uang jalan. Soalnya kalo gak digituin mana mau neng gantian nyetor, masa harus saya (ketua kelompok) yang nyetor terus mending kalo gak repot, anak lagi sakit masa di gendonggendong ke desa kan jauh (IR 39 tahun) Masyarakat juga merasa lebih giat dalam menjalankan usaha karena adanya tambahan modal atau modal utama untuk berjualan. Hal ini juga dapat meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menunjang kebutuhan hidup setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Tingkat Partisipasi pada Tahap Evaluasi Tahap evaluasi dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukkan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya (Cohen dan Uphoff dalam Girsang 2011). Berdasarkan Tabel 9 pada tahap evaluasi partisipasi masyarakat memiliki kategori yang rendah yaitu, sebesar 73.33% dan pada tahap evaluasi partisipasi masyarakat memiliki kategori yang tinggi yaitu, sebesar 26.67%. Tahap evaluasi dilihat dari bagaimana keikutsertaan masyarakat dalam menilai hasil kerja yang telah dilakukan. Tahap evaluasi, responden jarang mengikuti proses evaluasi pada pelatihan yang dilaksanakan oleh tim pendamping dan fasilitator. Penelitian ini tahap evaluasi melihat bagaimana keikutsertaan responden dalam mengiktui proses evaluasi pada pelatihan dan rapat, pembuatan laporan/pembukuan tentang Program Pinjaman Bergulir setiap bulan/tahun untuk mengetahui sejauhmana kelancaran program tersebut dan pembuatan bukti berupa foto, rekaman atau video sebagai bukti telah mengikuti kegiatan Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Rendahnya partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi ini dikarenakan tidak adanya kesadaran dari responden untuk mengetahui sejauhmana kelancaran program tersebut. Hal ini seperti diungkapkan oleh responden yaitu sebagai berikut:... yang bikin pembukuan-pembukuan gitu mah biasanya dari desa, saya cuma tandatangan aja tiap pencairan (HD 55 tahun) Masyarakat merasa tidak tertarik untuk melakukan tahap evaluasi tersebut. Mereka menganggap kalau dalam tahap evaluasi lebih baik dilakukan oleh ketua kelompok saja, seperti yang diungkapkan oleh responden sebagai berikut:

60 47... Biasanya yang bikin kayak gitu si bu NH (ketua kelompok), saya cuma bayar aja tiap bulan (DI 48 tahun) Hal ini serupa dengan pendapat IO berusia 39 tahun yang menjadi responden dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:... yang bikin gitu bu WI (penanggungjawab program) biasanya saya cuma nyetor perbulan aja Responden yang rendah pada tahap evaluasi, biasanya hanya mengumpulkan bukti berupa foto warung, barang dagangan dan pelaku usaha. Bukti tersebut dikumpulkan pada awal pembentukan kelompok sebagai syarat peminjaman selain fotokopi KTP dan kartu keluarga. Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Tabulasi silang antara faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan) dengan tingkat partisipasi masyarakat disajikan dalam Tabel Uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Rank Spearman dan Chi-Square. Uji Rank Spearman dilakukan untuk melihat hubungan antara usia, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Uji Chi-Square dilakukan untuk melihat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Hubungan Usia dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Usia adalah lama hidup responden pada saat penelitian dilakukan yang dihitung sejak hari kelahiran yang dinyatakan dalam satuan tahun. Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa responden yang berusia 20 sampai 40 tahun memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, sementara responden yang berusia 41 sampai >80 tahun memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan terdapat kecenderungan hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi. Tabel 10 Hubungan usia dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Usia Tingkat partisipasi Rendah Tinggi n % n % 20 sampai 40 tahun sampai >80 tahun Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Rank Spearman (Lampiran 5), dengan hasil nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut, maka terima Hipotesis 1 yaitu bahwa usia berhubungan nyata dengan tingkat

61 48 partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat partisipasi masyarakat. Responden yang berusia 20 sampai 40 tahun lebih berpartisipasi karena mereka lebih aktif untuk mengikuti kegiatankegiatan Program Pinjaman Bergulir. Selain itu, responden yang berusia 20 sampai 40 tahun lebih dipercaya untuk menjadi ketua kelompok dan mengurus kelompok. Responden yang berusia 41 sampai >80 tahun jarang mengikuti kegiatan-kegiatan Program Pinjaman Bergulir, responden hanya menerima informasi dari ketua kelompok. Hal ini karena mereka lebih memilih untuk beristirahat di rumah karena jarak kantor desa yang jauh dari tempat tinggalnya. Hal ini sependapat dengan Slamet dalam Yulianti (2012) yang mengemukakan secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi seperti usia dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Tingkat pendidikan adalah jenjang sekolah formal tertinggi yang pernah diikuti oleh responden. Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden yang tidak sekolah memiliki tingkat partisipasi yang rendah, responden yang berpendidikan SD memiliki tingkat partisipasi yang cenderung tinggi, responden yang berpendidikan SMP sebagian besar memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan responden yang berpendidikan SMA/SMK memiliki tingkat partisipasi tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan tidak terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi. Tabel 11 Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Tingkat pendidikan Rendah Tinggi n % n % Tidak sekolah SD SMP SMA/SMK Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p>0.05%). Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 1 yaitu bahwa tingkat pendidikan tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Hal ini berbeda dengan pendapat Plumer dalam Yulianti (2012) yang menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi salah satunya adalah tingkat pendidikan. Faktor pendidikan sangat berpengaruh bagi keinginan

62 49 dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada. Partisipasi masyarakat Desa Kotabatu yang memiliki pendidikan sampai Sekolah Dasar memiliki tingkat partisipasi yang tinggi karena mereka perlu untuk memahami dan melaksanakan partisipasi dengan baik, agar mereka dapat diberikan kepercayaan oleh tim pendamping dalam Program Pinjaman Bergulir dan tidak memiliki kendala yang nantinya dapat menyebabkan sulit pengembalian pinjaman per jatuh tempo. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang langsung memperoleh penghasilan berupa uang. Berdasarkan Tabel 12, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumahtangga memiliki tingkat partisipasi sedikit lebih tinggi, sementara responden yang bekerja sebagai buruh atau pedagang memiliki tingkat partisipasi yang relatif seimbang. Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan tidak terdapat kecenderungan hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi. Tabel 12 Hubungan jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Jenis pekerjaan Rendah Tinggi n % n % Ibu rumahtangga Buruh/pedagang Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square (Lampiran 6), dengan hasil nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p>0.05). Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 1 yaitu bahwa jenis pekerjaan tidak berbeda nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Masyarakat yang berprofesi sebagai ibu rumahtangga memiliki tingkat partisipasi tinggi. Hal ini sesuai dengan keadaan di lapang yaitu sebagian besar masyarakat adalah ibu rumahtangga yang memiliki usaha di rumahnya seperti berjualan makanan, sayuran, minuman, kredit baju, kredit makanan per minggu dan buruh bengkel sepatu. Masyarakat yang berprofesi sebagai ibu rumahtangga mengikuti Program Pinjaman Bergulir dengan motivasi untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah pemasukan atau pendapatan total yang diperoleh konsumen dalam sebulan. Berdasarkan Tabel 13, dapat dilihat bahwa responden yang memiliki pendapatan di bawah Rp memiliki tingkat partisipasi yang tinggi, sementara responden yang memiliki pendapatan di atas Rp memiliki tingkat partisipasi rendah. Berdasarkan

63 50 hasil tersebut dapat dikatakan tidak terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi. Tabel 13 Hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Tingkat pendapatan Rendah Tinggi n % n % < Rp > Rp Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan hubungan tersebut tidak signifikan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p>0.05%). Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 1 yaitu bahwa tingkat pendapatan tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Responden yang memiliki pendapatan rendah cenderung lebih berpartisipasi dibandingkan dengan responden yang memiliki pendapatan tinggi. Hal ini dikarenakan adanya motivasi untuk memperoleh bantuan dari Program Pinjaman Bergulir dan memanfaatkan bantuan tersebut secara efektif dengan menggunakannya sebagai modal usaha, sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ikhtisar Faktor internal dalam penelitian ini merupakan karakteristik responden yang terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan responden pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Partisipasi adalah proses aktif inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif (Nasdian 2012). Bentuk partisipasi masyarakat di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor dalam Program Pinjaman Bergulir dimulai dari tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan tahap evaluasi. Penelitian ini mengambil responden secara acak dengan jumlah 45 orang. Pada penelitian ini, uji statistik yang dilakukan menggunakan uji Rank Spearman dan Chi-Square. Uji Rank Spearman dilakukan untuk melihat hubungan antara usia, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Uji Chi-Square dilakukan untuk melihat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

64 Usia diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan hasil nilai signifikansi yaitu sebesar Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara usia dengan tingkat partisipasi masyarakat, Responden yang berusia 20 sampai 40 tahun lebih berpartisipasi karena mereka lebih aktif untuk mengikuti kegiatan-kegiatan Program Pinjaman Bergulir. Selain itu, responden yang berusia 20 sampai 40 tahun lebih dipercaya untuk menjadi ketua kelompok dan mengurus kelompok. Responden yang berusia 41 sampai >80 tahun jarang mengikuti kegiatan-kegiatan Program Pinjaman Bergulir, responden hanya menerima informasi dari ketua kelompok. Tingkat pendidikan diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat, Masyarakat Desa Kotabatu yang memiliki pendidikan sampai Sekolah Dasar tetapi memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan mereka merasa perlu untuk memahami dan melaksanakan partisipasi dengan baik, agar mereka dapat diberikan kepercayaan oleh tim pendamping dalam Program Pinjaman Bergulir dan tidak memiliki kendala yang nantinya dapat menyebabkan sulit pengembalian pinjaman per jatuh tempo. Jenis pekerjaan diuji dengan menggunakan uji statistik Chi-Square (Lampiran 6), dengan hasil nilai signifikansi yaitu sebesar Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 1 yaitu bahwa jenis pekerjaan tidak berbeda nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Hal ini sesuai dengan keadaan di lapang yaitu sebagian besar masyarakat adalah ibu rumahtangga yang memiliki usaha di rumahnya. Masyarakat yang berprofesi sebagai ibu rumahtangga mengikuti Program Pinjaman Bergulir dengan motivasi untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga sehari-hari dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 1 yaitu bahwa tingkat pendapatan tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan adanya motivasi dari responden yang berpendapatan rendah untuk memperoleh bantuan dari Program Pinjaman Bergulir dan memanfaatkan bantuan tersebut secara efektif dengan menggunakannya sebagai modal usaha, sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. 51

65

66 43

67 53 HUBUNGAN FAKTOR EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT Faktor Eksternal Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu atau lingkungan yang berhubungan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor eksternal meliputi kepemimpinan formal/informal, intensitas sosialisasi kegiatan pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Keaktifan Pemimpin Keaktifan pemimpin adalah kemampuan pemimpin desa dalam mengajak masyarakat mengikuti kegiatan yang dilihat dari keaktifan pemimpin dan frekuensi kedatangannya dalam kegiatan tersebut. Data dapat dilihat pada Tabel 14. Responden yang merasakan kemampuan pemimpin tinggi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebanyak 12 orang (26.66%) dan responden yang merasakan kemampuan pemimpin rendah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebanyak 33 orang (73.33%). Responden yang merasakan keaktifan pemimpin tinggi adalah responden yang tempat tinggalnya berdekatan dengan ketua RT/RW, responden yang sering mengunjungi kantor desa atau keluarga dari ketua RT/RW tersebut. Tabel 14 Sebaran jumlah dan persentase responden menurut faktor eksternal dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Faktor eksternal (n=45) Jumlah (orang) Persentase (%) Keaktifan pemimpin Tinggi Rendah Intensitas komunikasi Tinggi Rendah Intensitas sosialiasi Tinggi kegiatan Rendah Keaktifan fasilitator Tinggi Rendah Intensitas Komunikasi Intensitas komunikasi adalah frekuensi penyampaian informasi, ide, sikap, atau emosi dari satu orang atau kelompok ke orang atau kelompok lainnya oleh tim pendamping/fasilitator. Data dapat dilihat pada Tabel 14. Responden yang merasakan penyampaian informasi oleh tim pendamping/fasilitator tinggi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebanyak 18 orang (40%) dan responden yang merasakan penyampaian informasi oleh tim pendamping/fasilitator rendah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebanyak 27 orang (60%). Hal tersebut dikarenakan kurangnya jumlah anggota UPK yang hanya ada satu orang

68 54 saja, yaitu bu WI. Terbatasnya akses dan waktu untuk selalu berkomunikasi dengan seluruh anggota Program Pinjaman Bergulir yang tersebar di seluruh wilayah Desa Kotabatu. Hal ini mengakibatkan intensitas komunikasi antara tim pendamping dan anggota Program Pinjaman Bergulir lemah. Intensitas Sosialisasi Kegiatan Intensitas sosialisasi kegiatan adalah frekuensi pertemuan yang diikuti oleh masyarakat untuk menambah informasi tentang suatu kegiatan. Data dapat dilihat pada Tabel 14. Responden yang merasakan frekuensi pertemuan oleh tim pendamping/fasilitator tinggi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebanyak 14 orang (31.11%) dan responden yang merasakan frekuensi pertemuan oleh tim pendamping/fasilitator rendah dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sebanyak 31 orang (68.88%). Kegiatan pelatihan atau pendampingan oleh tim pendamping atau fasilitator hanya dilakukan jika ada perintah dari pusat saja, tidak berdasarkan permasalahan yang terjadi di anggota KSM Program Pinjaman Bergulir. Hal tersebut mengakibatkan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam menjalankan modal bantuan usaha dari Program Pinjaman Bergulir, seperti permasalahan tentang beberapa mantan anggota Program Pinjaman Bergulir yang tidak mengembalikan uang program karena merasa uang tersebut juga berasal dari uang masyarakat. Keaktifan Fasilitator Keaktifan fasilitator adalah frekuensi tim pendamping dalam mendampingi dan membantu masyarakat di lapangan. Data dapat dilihat pada Tabel 14. Responden yang merasakan frekuensi tim pendamping/fasilitator dalam mendampingi masyarakat tinggi sebanyak 10 orang (22.22%) dan responden yang merasakan frekuensi tim pendamping/fasilitator dalam mendampingi masyarakat rendah sebanyak 35 orang (77.77%). Kurangnya komunikasi dan sosialisasi kegiatan oleh fasilitator menjadi penyebab rendahnya keaktifan fasilitator yang dirasakan oleh anggota KSM. Berdasarkan informasi di lapangan, banyak responden yang tidak mengenal pak KM sebagai fasilitator. Sebagian besar responden hanya mengenal bu WI sebagai anggota UPK yang sering memberitahu informasi tentang Program Pinjaman Bergulir. Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Tabulasi silang antara faktor eksternal (keaktifan pemimpin formal/ informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator) dengan tingkat partisipasi masyarakat disajikan dalam tabel-tabel berikut. Uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan korelasi rank- Spearman, akan menguji hubungan antara keaktifan pemimpin formal/informal, intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

69 55 Hubungan Keaktifan Pemimpin Formal/Informal dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Keaktifan pemimpin adalah kemampuan pemimpin desa (kepala desa, kepala RW dan kepala RT) dalam mengajak masyarakat mengikuti kegiatan yang dilihat dari keaktifan pemimpin dan frekuensi kedatangannya dalam kegiatan tersebut. Berdasarkan Tabel 15, dapat dilihat pada kategori keaktifan pemimpin yang rendah, tingkat partisipasi masyarakat tergolong rendah. Sebaliknya pada kategori keaktifan pemimpin yang tinggi, tingkat partisipasi masyarakat cenderung tinggi. Hal ini menunjukan tidak terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat keaktifan pemimpin formal/informal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir. Tabel 15 Hubungan keaktifan pemimpin dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Keaktifan pemimpin Rendah Tinggi n % n % Rendah Tinggi Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan pemimpin formal/informal dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p>0.05). Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 2 yaitu bahwa keaktifan pemimpin tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membuktikan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara keaktifan pemimpin formal/informal dengan tingkat partisipasi masyarakat. Hal ini berbeda dengan pendapat Tjokroamidjojo dalam Girsang (2011) yang mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat salah satunya adalah faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pimpinan dan kualitas. Masyarakat mengetahui adanya Program Pinjaman Bergulir dengan mencari-cari informasi secara mandiri ke kantor desa atau melalui tim pendamping dan relawan dari PNPM. Peran pemimpin seperti kepala desa, ketua RW dan ketua RT kurang terlihat di beberapa wilayah. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh responden yaitu sebagai berikut:... RT sama RW ngasih tau malah pas saya udah dapet uang aja. Telat ngasih taunya soalnya saya cari-cari dari desa langsung (NA 59 tahun) Hal ini diperkuat oleh pendapat responden yang tidak merasakan keaktifan pemimpin, yaitu sebagai berikut:... saya tau dari kader posyandu aja neng, bu YN dia suka ngasih tau ke warga-warga (LI 32 tahun)

70 56 Hubungan Intensitas Komunikasi dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Intensitas komunikasi adalah frekuensi penyampaian informasi, ide, sikap, atau emosi dari satu orang atau kelompok ke orang atau kelompok lainnya. Berdasarkan Tabel 16, dapat dilihat pada kategori intensitas komunikasi yang rendah, tingkat partisipasi masyarakat tergolong rendah. Sebaliknya pada kategori intensitas komunikasi yang tinggi, tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi. Hal ini menunjukan terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir. Tabel 16 Hubungan intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Intensitas komunikasi Rendah Tinggi n % n % Rendah Tinggi Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 99% (p<0.01). Berdasarkan hasil tersebut, maka terima Hipotesis 2 yaitu bahwa intensitas komunikasi berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat. Hal ini serupa dengan pendapat Tjokroamidjojo dalam Girsang (2011) yang mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah faktor komunikasi berupa gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. Semakin efektif komunikasi antara tim pendamping, tokoh-tokoh masyarakat dan masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir dapat berdampak terhadap tingkat partisipasi masyarakat yang efektif pula. Intensitas komunikasi dilakukan oleh tim pendamping yaitu bu WI, dengan memberitahukan informasi tentang pencairan uang, jatuh tempo pengembalian pinjaman dan pelatihan-pelatihan yang akan dilaksanakan. Hubungan Intensitas Sosialisasi Kegiatan dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Intensitas sosialisasi kegiatan adalah frekuensi pertemuan yang diikuti oleh masyarakat untuk menambah informasi tentang suatu kegiatan. Berdasarkan Tabel 17, dapat dilihat pada kategori intensitas sosialisasi kegiatan yang rendah, tingkat partisipasi masyarakat tergolong rendah. Sebaliknya pada kategori intensitas sosialisasi kegiatan yang tinggi, tingkat partisipasi masyarakat tergolong tinggi. Hal ini menunjukan terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat intensitas sosialisasi kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir.

71 57 Tabel 17 Hubungan intensitas sosialiasi kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Intensitas sosialiasi Rendah Tinggi kegiatan n % n % Rendah Tinggi Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara intensitas sosialiasi kegiatan formal/informal dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut, maka terima Hipotesis 2 yaitu bahwa intensitas sosialiasi kegiatan berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara intensitas sosialiasi kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Hal ini diperkuat pula oleh pernyataan yang diberikan oleh fasilitator Desa Kotabatu yaitu sebagai berikut:... biasanya kalau pelatihan-pelatihan seperti kemarin yang dilakukan di kantor desa itu kasusional, dan kita ngasih pelatihan itu kalau ada jadwal dari atas aja. Misalkan ada laporan dari anggota atau UPK kalau ada KSM yang mulai renggang baru kita adain pelatihan penguatan KSM supaya mereka stabil lagi (Fasilitator Desa Kotabatu) Hubungan Keaktifan Fasilitator dengan Tingkat Partisipasi Masyarakat Keaktifan fasilitator adalah frekuensi tim pendamping dalam mendampingi dan membantu masyarakat di lapangan. Berdasarkan Tabel 18, pada kategori keaktifan fasilitator yang rendah, tingkat partisipasi masyarakat cenderung rendah. Sebaliknya pada kategori keaktifan fasilitator yang tinggi, tingkat partisipasi masyarakat tinggi. Hal ini menunjukan terdapat kecenderungan hubungan antara tingkat keaktifan pemimpin formal/informal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir. Tabel 18 Hubungan keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat partisipasi Keaktifan fasilitator Rendah Tinggi n % n % Rendah Tinggi Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa

72 58 terdapat hubungan yang signifikan antara keaktifan fasilitator formal/informal dengan tingkat partisipasi masyarakat pada selang kepercayaan 95% (p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut, maka terima Hipotesis 2 yaitu bahwa keaktifan fasilitator berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat. Hal ini diperkuat oleh fakta di lapang yaitu kebanyakan dari responden tidak mengenal fasilitator, karena mereka jarang mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan, seperti yang diungkapkan oleh responden sebagai berikut:... saya gak kenal sama pak KM neng, yang saya tau bu WI aja (IN 40 tahun) Hal ini serupa dengan pendapat HN berusia 50 tahun sebagai responden dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:... saya kalo dateng pelatihan mah dateng aja, tapi gak tau yang ngomong di depan siapa namanya (HN 50 tahun) Ikhtisar Faktor eksternal dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu atau lingkungan yang berhubungan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam program PNPM-Mandiri. Faktor eksternal meliputi kepemimpinan formal/informal, intensitas sosialisasi kegiatan pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Keaktifan pemimpin diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 2 yaitu bahwa keaktifan pemimpin tidak berhubungan nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Peran pemimpin seperti kepala desa, ketua RW dan ketua RT kurang terlihat di beberapa wilayah, sehingga masyarakat mengetahui adanya Program Pinjaman Bergulir dengan mencari-cari informasi secara mandiri ke kantor desa atau melalui tim pendamping dan relawan dari PNPM. Intensitas komunikasi diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat. Semakin efektif komunikasi antara tim pendamping, tokoh-tokoh masyarakat dan masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir dapat berdampak terhadap tingkat partisipasi masyarakat yang efektif pula. Intensitas sosialiasi kegiatan diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara intensitas sosialiasi kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat. Keaktifan fasilitator diuji dengan

73 menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Penelitian ini membuktikan bahwa terdapat hubungan nyata antara keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat. 59

74 60

75 61 HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN TINGKAT PENCAPAIANNYA Tingkat Pencapaian Tingkat pencapaian adalah hasil yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dari mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Penelitian ini melihat bagaimana responden merasakan peningkatan fasilitas sarana sosial, fasilitas sarana ekonomi, peluang usaha untuk masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir, partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir, peningkatan pendapatan rumahtangga setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir dan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup masyarakat Desa Kotabatu setelah mengikuti Program Pinjaman Bergulir. Tingkat pencapaian Program Pinjaman Bergulir yang dilaksanakan di Desa Kotabatu dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran jumlah dan persentase responden menurut tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat pencapaian (n=45) Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah Tinggi Responden yang merasakan tingkat pencapaian yang rendah dalam Program Pinjaman Bergulir yaitu sebanyak 16 orang (35.56%) dan responden yang merasakan tingkat pencapaian tinggi yaitu sebanyak 29 orang (64.44%). Ada beberapa responden yang merasakan manfaat pada Program Pinjaman Bergulir, seperti banyak masyarakat yang memulai usaha, seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden yaitu:... bagus si neng, banyak yang jualan ibu-ibunya jadi ada kegiatan sambil bantu-bantu suami kerja, kita jualan di rumah (ID 38 tahun) Hubungan Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Tingkat Pencapaiannya Tingkat partisipasi adalah keikutsertaan anggota atau masyarakat dalam semua tahapan kegiatan kelompok yang meliputi tahap pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan menikmati hasil pada Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Tahap pengambilan keputusan adalah keikutsertaan responden dalam mengikuti rapat/penyusunan rencana suatu kegiatan. Tahap pengambilan keputusan yang dinilai adalah keaktifan secara kehadiran, peran dalam kegiatan rapat dan keaktifan masyarakat dalam memberikan. Tahap pelaksanaan program adalah keikutsertaan responden dalam

76 62 pelaksanaan kegiatan dalam memberi sumbangan materi dan bentuk tindakan yang dilakukan. Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan responden dalam memanfaatkan program yang telah dilaksanakan dan tahap evaluasi adalah keikutsertaan responden dalam memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Tingkat pencapaian adalah hasil yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dari Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Berdasarkan Tabel 20, dapat dilihat pada kategori tingkat partisipasi yang rendah, masyarakat merasakan tingkat pencapaian yang tinggi dan pada tingkat partisipasi yang tinggi, masyarakat juga merasakan tingkat pencapaian yang tinggi. Tabel 20 Hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu Tingkat pencapaian Tingkat partisipasi Rendah Tinggi n % n % Rendah Tinggi Uji statistik dilakukan dengan menggunakan Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian pada selang kepercayaan 95% (p>0.05). Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 3 yaitu bahwa tingkat partisipasi tidak berhubungan nyata dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat, walaupun masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir berpartisipasi rendah, tetapi mereka tetap merasakan pencapaian yang tinggi. Masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir tetap merasa terbantu oleh dana yang dipinjamkan dari PNPM- Mandiri dan dijadikan sebagai modal usaha untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Selain itu, masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu juga merasakan adanya peningkatan fasilitas sarana sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup. Masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir tetap mendapatkan pengetahuan dari pelatihan-pelatihan dalam Program Pinjaman Bergulir, memiliki teman atau relasi yang ada di wilayah RT/RW lainnya setelah mengikuti pelatihan dan memperoleh wawasan untuk meningkatkan motivasi dalam berpartisipasi dari tahap pengambilan keputusan sampai tahap evaluasi. Hal ini diperkuat dengan pendapat responden yang merasakan manfaat lebih dari Program Pinjaman Bergulir, seperti yang diungkapkan oleh responden yaitu sebagai berikut:

77 63... alhamdulillah neng, kelompok saya lancar soalnya saya nyari yang udah lama jualan, makanya banyak yang mau ikutan masuk kelompok saya. Kalau mau ikut harus ikutin aturannya. Kebantu juga neng, soalnya disini banyak bank keliling soalnya pak RW-nya gak tegas, gak ada tulisan di depan gang kayak RW lainnya (AO 41 tahun) Ikhtisar Tingkat pencapaian adalah hasil yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dari Program Pinjaman Bergulir Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Tingkat pencapaian diuji dengan menggunakan uji statistik Rank Spearman (Lampiran 5), dengan nilai signifikansi yaitu sebesar Berdasarkan hasil tersebut, maka tolak Hipotesis 3 yaitu bahwa tingkat partisipasi tidak berhubungan nyata dengan tingkat pencapaian yang diperoleh masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat, walaupun masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir berpartisipasi rendah, tetapi mereka tetap merasakan manfaat yang tinggi. Masyarakat yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir tetap merasa terbantu oleh dana yang dipinjamkan dari PNPM- Mandiri.

78 64

79 65 PENUTUP Simpulan Tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu cenderung rendah. Tahap pengambilan keputusan, partisipasi masyarakat rendah karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam memberikan masukan, ide dan kritik dalam proses pengambilan keputusan. Tahap pelaksanaan, masyarakat berpartisipasi tinggi karena masyarakat cukup aktif dalam kegiatan Program Pinjaman Bergulir. Tahap menikmati hasil, partisipasi masyarakat tinggi dengan adanya peningkatan pendapatan rumahtangga dan meningkatnya peluang usaha setelah mengikuti pelatihan-pelatihan dalam Program Pinjaman Bergulir. Tahap evaluasi, masyarakat kurang berpartisipasi hal ini disebabkan karena rendahnya kesadaran oleh responden dalam mengetahui sejauhmana kelancaran program tersebut. Karakteristik usia memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi. Responden yang berusia lebih muda memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi dibanding responden yang berusia lebih tua. Responden yang berusia muda lebih berpartisipasi karena mereka lebih aktif untuk mengikuti kegiatan-kegiatan dan dipercaya untuk menjadi ketua kelompok dan mengurus kelompok. Karakteristik tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan tidak memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Keaktifan pemimpin formal/ informal belum mampu meningkatkan partisipasi masyarakat. Hal ini karena pemimpin formal/informal kurang terlibat dalam menggerakkan aspirasi masyarakat agar lebih terlibat dalam Program Pinjaman Bergulir. Intensitas komunikasi, intensitas sosialisasi kegiatan dan keaktifan fasilitator memiliki hubungan nyata dengan partisipasi masyarakat. Selain itu, hubungan komunikasi, intensitas kegiatan pelatihan yang dilaksanakan dan keaktifan fasilitator yang kuat memiliki hubungan terhadap tingkat partisipasi masyarakat pada Program Pinjaman Bergulir. Faktor eksternal yang berhubungan nyata dengan partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir adalah intensitas komunikasi. Tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Masyarakat tetap merasakan tingkat pencapaian yang tinggi, seperti adanya peningkatan fasilitas sarana sosial dan ekonomi, peningkatan peluang usaha, peningkatan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi pedesaan, peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan kemandirian warga dalam menunjang kebutuhan hidup. Saran Merujuk kepada tujuan penelitian dan hasil penelitian serta memperhatikan beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir PNPM-Mandiri perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

80 66 1. Tim pendamping, fasilitator dan aparat pemerintahan selaku penanggungjawab Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu perlu meningkatkan partisipasi masyarakat pada tahap pengambilan keputusan dan tahap evaluasi. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memberikan penilaian dan masukan apa saja untuk meningkatkan kualitas program. 2. Perlunya penambahan anggota UPK di lapang, karena selama ini hanya ada satu orang UPK yang mengurusi Program Pinjaman Bergulir. 3. Perlunya peningkatan keaktifan fasilitator dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dengan berkunjung dan melihat bentuk usaha yang dilakukan oleh masyarakat dari dana PNPM-Mandiri. Hal ini dikarenakan banyaknya masyarakat yang tidak mengenal fasilitator dan hanya mengenal anggota UPK saja. 4. Perlunya perguliran anggota yang mengikuti Program Pinjaman Bergulir, hal ini bertujuan agar ada pemerataan bagi masyarakat rumahtangga miskin yang memiliki usaha dan belum memiliki kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam Program Pinjaman Bergulir. 5. Perlunya pengawasan yang ketat agar tidak ada masyarakat yang menyalahgunakan dana atau tidak mengembalikan dana yang dipinjamkan dari PNPM-Mandiri. 6. Peran pemimpin juga perlu ditingkatkan untuk menggali aspirasi masyarakat, agar masyarakat dapat berdaya dengan dukungan dari lingkungan salah satunya adalah peran pemimpin.

81 67 DAFTAR PUSTAKA Achnes S, Mashur D, Sahuri C, Zulkarnaini Implementasi PNPM-Mandiri dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jurnal Kebijakan Publik. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. 3 (2): Dapat diunduh dari: Azimi S Partisipasi stakeholder dalam program tanggungjawab sosial perusahaan dan dampaknya terhadap taraf hidup masyarakat di komunitas Kelurahan Gunung Dempo Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor [ID]: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Data potensi desa dan kelurahan, Kecamatan Ciomas, Desa Kotabatu. Bogor [ID]: (tidak diterbitkan) Kabupaten Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Perkembangan beberapa indikator utama sosial-ekonomi Indonesia. [Internet]. [diunduh tanggal 2 maret 2014]. 154 hal. Dapat diunduh dari: pdf [Depdagri] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia PTO (Petunjuk Teknis Operasional) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Jakarta [ID]: Tim Koordinasi PNPM Mandiri Perdesaan. Girsang LJ Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan perbaikan prasarana jalan (Kasus: Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri Perdesaan di Desa Megamendung, Bogor) [Skripsi]. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: Ife J, Tesoriero F Alternatif pengembangan masyarakat di era globalisasi community development. Yogyakarta [ID]:Pustaka Pelajar Indrianingrum L Respon masyarakat terhadap metode PNPM P2KP: pengalaman masyarakat Sadang Serang Kota Bandung. Jurnal Teknik Sipil dan Kebijakan [Internet]. [diunduh tanggal 30 Oktober 2013]. 13 (1): Dapat diunduh dari:- Mardikanto T Konsep-konsep pemberdayaan masyarakat. Surakarta [ID]: UNS Press Nasdian FT Pengembangan masyarakat. Bogor [ID]: IPB Press [PNPM]. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Panduan Umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri. Petunjuk teknis operasional PNPM-Mandiri pedesaan. Jakarta [ID]: Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia.

82 68 [PNPM] Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan Petunjuk teknis pinjaman bergulir. Jakarta [ID]: Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum. [PNPM] Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Tentang PNPM- Mandiri Perdesaaan. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: Singarimbun M, Effendi S Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: PT Pustaka LP3ES Indonesia. Suharto E Membangun masyarakat memberdayakan rakyat. Bandung [ID]: Refika Aditama. Sumodiningrat G Pemberdayaan masyarakat dan jaringan pengaman sosial. Jakarta [ID]: Gramedia Pustaka Utama. Susantyo B Partisipasi masyarakat dalam pembangunan di pedesaaan. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. 12 (03). Dapat diunduh di: 592b539.pdf [UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)-Mandiri. Wibowo R Pendekatan partisipatif masyarakat terhadap implementasi program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM)-Mandiri. Jurnal Administrasi Bisnis. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. 8 (2). Dapat diunduh dari: Naskah.pdf Yulianti Y Analisis partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM)-Mandiri Perkotaan di Kota Solok. Jurnal Penelitian. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober 2013]. Dapat diunduh dari: ANALISIS-PARTISIPASI-MASYARAKAT.pdf

83 LAMPIRAN 1

84

85 69 Lampiran 1 Tabel pelaksanaan penelitian 2014 Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Penyusunan proposal skripsi Survei lapangan Kolokium Perbaikan proposal penelitian Pengambilan data lapangan Pengolahan data dan analisis data Penulisan draft skripsi Sidang skripsi Uji Petik Perbaikan skripsi

86 70 Lampiran 2 Sketsa wilayah Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor Sumber: Arsip Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

87 71 Lampiran 3 Kerangka Sampling No Nama Alamat No Nama Alamat 1. ES Desa Kotabatu 2. AT Desa Kotabatu 3. EU Desa Kotabatu 4. ND Desa Kotabatu 5. NN Desa Kotabatu 6. SS Desa Kotabatu 7. SR Desa Kotabatu 8. YM Desa Kotabatu 9. EM Desa Kotabatu 10. IR Desa Kotabatu 11. KM Desa Kotabatu 12. TH Desa Kotabatu 13. YS Desa Kotabatu 14. NA Desa Kotabatu 15. MI Desa Kotabatu 16. HM Desa Kotabatu 17. KH Desa Kotabatu 18. SH Desa Kotabatu 19. OL Desa Kotabatu 20. UW Desa Kotabatu 21. SW Desa Kotabatu 22. OJ Desa Kotabatu 23. IT Desa Kotabatu 24. TI Desa Kotabatu 25. OS Desa Kotabatu 26. SY Desa Kotabatu 27. KH Desa Kotabatu 28. EY Desa Kotabatu 29. EN Desa Kotabatu 30. HT Desa Kotabatu 31. AN Desa Kotabatu 32. IK Desa Kotabatu 33. EL Desa Kotabatu 34. IH Desa Kotabatu 35. AS Desa Kotabatu 36. NI Desa Kotabatu 37. UP Desa Kotabatu 38. MI Desa Kotabatu 39. LB Desa Kotabatu 40. AE Desa Kotabatu 41. TI Desa Kotabatu 42. EP Desa Kotabatu 43. AY Desa Kotabatu 44. WY Desa Kotabatu 45. AH Desa Kotabatu 46. TN Desa Kotabatu 47. AT Desa Kotabatu 48. LY Desa Kotabatu 49. CC Desa Kotabatu 50. FH Desa Kotabatu 51. SS Desa Kotabatu 52. NP Desa Kotabatu 53. WL Desa Kotabatu 54. SM Desa Kotabatu 55. IA Desa Kotabatu 56. SU Desa Kotabatu 57. EU Desa Kotabatu 58. JJ Desa Kotabatu 59. UI Desa Kotabatu 60. AR Desa Kotabatu 61. EI Desa Kotabatu 62. UU Desa Kotabatu 63. EH Desa Kotabatu 64. AT Desa Kotabatu 65. DH Desa Kotabatu 66. AT Desa Kotabatu 67. IM Desa Kotabatu 68. ES Desa Kotabatu 69. AM Desa Kotabatu 70. UH Desa Kotabatu 71. IA Desa Kotabatu 72. MN Desa Kotabatu 73. NN Desa Kotabatu 74. CH Desa Kotabatu 75. YN Desa Kotabatu 76. DG Desa Kotabatu 77. YI Desa Kotabatu 78. MY Desa Kotabatu 79. AA Desa Kotabatu 80. II Desa Kotabatu 81. YM Desa Kotabatu 82. AA Desa Kotabatu 83. UR Desa Kotabatu 84. DR Desa Kotabatu 85. SF Desa Kotabatu 86. LL Desa Kotabatu 87. EG Desa Kotabatu 88. JB Desa Kotabatu 89. TH Desa Kotabatu 90. HT Desa Kotabatu 91. IA Desa Kotabatu 92. DJ Desa Kotabatu 93. LN Desa Kotabatu 94. KR Desa Kotabatu 95. NA Desa Kotabatu 96. ID Desa Kotabatu 97. SR Desa Kotabatu 98. ZA Desa Kotabatu 99. RK Desa Kotabatu 100. KR Desa Kotabatu 101. DW Desa Kotabatu 102. NG Desa Kotabatu 103. ER Desa Kotabatu 104. AT Desa Kotabatu 105. UL Desa Kotabatu 106. DI Desa Kotabatu 107. ER Desa Kotabatu 108. ID Desa Kotabatu 109. FR Desa Kotabatu 110. WL Desa Kotabatu 111. AR Desa Kotabatu 112. UJ Desa Kotabatu 113. YA Desa Kotabatu 114. YM Desa Kotabatu 115. MA Desa Kotabatu 116. DM Desa Kotabatu 117. AH Desa Kotabatu 118. EN Desa Kotabatu 119. TH Desa Kotabatu 120. YS Desa Kotabatu 121. UM Desa Kotabatu 122. AI Desa Kotabatu 123. SK Desa Kotabatu 124. HO Desa Kotabatu 125. YA Desa Kotabatu 126. MM Desa Kotabatu

88 72 Lampiran 4 Hasil Uji Rank Spearman dengan SPSS 1. Hubungan usia dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Usia Partisipasi Correlation Coefficient 1,000 -,338 * Usia Sig. (2-tailed).,023 Spearman's rho N Correlation Coefficient -,338 * 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),023. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). N Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Pendidikan Partisipasi Correlation Coefficient 1,000 -,020 Pendidikan Sig. (2-tailed).,897 Spearman's rho N Correlation Coefficient -,020 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),897. N Hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Pendapatan Partisipasi Correlation Coefficient 1,000 -,063 Pendapatan Sig. (2-tailed).,680 Spearman's rho N Correlation Coefficient -,063 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),680. N 45 45

89 73 4. Hubungan gaya kepemimpinan formal/ informal dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Kepemimpinan Partisipasi Correlation Coefficient 1,000,288 Kepemimpinan Sig. (2-tailed).,055 Spearman's rho N Correlation Coefficient,288 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),055. N Hubungan intensitas komunikasi dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Komunikasi Partisipasi Correlation Coefficient 1,000,436 ** Komunikasi Sig. (2-tailed).,003 Spearman's rho N Correlation Coefficient,436 ** 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),003. **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). N Hubungan intensitas kegiatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Kegiatan Partisipasi Correlation Coefficient 1,000,369 * Kegiatan Sig. (2-tailed).,013 Spearman's rho N Correlation Coefficient,369 * 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),013. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). N 45 45

90 74 7. Hubungan keaktifan fasilitator dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Fasilitator Partisipasi Correlation Coefficient 1,000,309 * Fasilitator Sig. (2-tailed).,039 Spearman's rho N Correlation Coefficient,309 * 1,000 Partisipasi Sig. (2-tailed),039. *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). N Hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan tingkat pencapaian dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Correlations Partisipasi Pencapaian Correlation Coefficient 1,000 -,076 Partisipasi Sig. (2-tailed).,618 Spearman's rho N Correlation Coefficient -,076 1,000 Pencapaian Sig. (2-tailed),618. N 45 45

91 75 Lampiran 5 Hasil Uji Chi-Square dengan SPSS 1. Hubungan jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam Program Pinjaman Bergulir di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2- sided) Exact Sig. (2- sided) Exact Sig. (1- sided) Pearson Chi-Square,001 a 1,974 Continuity Correction b, ,000 Likelihood Ratio,001 1,974 Fisher's Exact Test 1,000,744 Linear-by-Linear Association,001 1,975 N of Valid Cases 45 a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is,98. b. Computed only for a 2x2 table

92 Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian 76

Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Village, Ciomas Sub-District, Bogor District

Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri in Kotabatu Village, Ciomas Sub-District, Bogor District Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri Di Desa Kotabatu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor Community Participation in Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN. : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT.

PUSANEV_BPHN. : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT. Nama : Rikky Fermana, S.IP. Mediator Tempat tanggal lahir : Belinyu, 26 September 1972 Alamat : Jl. RE. Martadinata no. 122 RT. 03 Status : Kawin Jabatan : Ketua Komisi Informasi Provinsi Kepulauan Bangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan

I. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORITIK

BAB II KERANGKA TEORITIK BAB II KERANGKA TEORITIK A. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (Empowerment), berasal dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan) keterangan. Ide utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi

Lebih terperinci

2015 PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PROGRAM MICROFINANCE PADA KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP)DALAM MENINGKATKAN EKONOMI

2015 PEMBERDAYAAN KELUARGA MELALUI PROGRAM MICROFINANCE PADA KELOMPOK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP)DALAM MENINGKATKAN EKONOMI A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan sumber daya alam dan padat penduduk, dimana yang menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembangunan Masyarakat Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang disengaja dan direncanakan. Lebih lengkap lagi, pembangunan diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

P E N D A H U L U A N

P E N D A H U L U A N P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh 11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF

USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF USULAN PENDEKATAN DAN METODOLOGI RENCANA KERJA DAN JADWAL KEGIATAN CALON TENAGA AHLI PEMASARAN PARTISIPATIF Nama Alamat : Ronggo Tunjung Anggoro, S.Pd : Gendaran Rt 001 Rw 008 Wonoharjo Wonogiri Wonogiri

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Arti pembangunan masyarakat yang sebenarnya adalah pembangunan masyarakat dari bawah (bottom up), di mana masyarakat sebagai subyek pembangunan memiliki hak untuk berperan serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya

I. PENDAHULUAN. lapangan kerja, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Dalam upaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian yang berkelanjutan merupakan suatu kegiatan yang mutlak dilakukan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan, memperluas lapangan kerja, pengentasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa

I. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro

Lebih terperinci

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI 54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI Oleh: Dhio Adenansi, Moch. Zainuddin, & Binahayati Rusyidi Email: dhioadenansi@gmail.com; mochzainuddin@yahoo.com; titi.rusyidi06@yahoo.com

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

penelitian 2010

penelitian 2010 Universitas Udayana, Bali, 3 Juni 2010 Seminar Nasional Metodologi Riset dalam Arsitektur" Menuju Pendidikan Arsitektur Indonesia Berbasis Riset DESAIN PERMUKIMAN PASCA-BENCANA DAN METODA PARTISIPASI:

Lebih terperinci

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha

Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha Optimalisasi Unit Pengelola Keuangan dalam Perguliran Dana sebagai Modal Usaha I. Pendahuluan Situasi krisis yang berkepanjangan sejak akhir tahun 1997 hingga dewasa ini telah memperlihatkan bahwa pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN

BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

KAJIAN PARTISIPASI PEREMPUAN TERHADAP KEGIATAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI DI KOTA BENGKULU

KAJIAN PARTISIPASI PEREMPUAN TERHADAP KEGIATAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI DI KOTA BENGKULU KAJIAN PARTISIPASI PEREMPUAN TERHADAP KEGIATAN SIMPAN PINJAM PEREMPUAN (SPP) PNPM MANDIRI DI KOTA BENGKULU Gita Mulyasari Staf Pengajar Universitas Bengkulu email: gita_mulyasari@yahoo.co.id ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat 1. Konsep dan Manajemen Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan masyarakat adalah upaya mendorong masyarakat untuk mandiri serta memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan, mengalami pergeseran paradigma dari masa ke masa. Konsep pertumbuhan yang menjadi ujung tombak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos

TINJAUAN PUSTAKA. Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Strategi Ditinjau secara segi etimologi, kata strategi berasal dari Yunani yaitu Strategos yang mengambil dari kata strator yang berarti militer dan ag yang berati memimpin.

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH PEMERINTAH DESA DI DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN NENA NURHASANAH ABSTRAK

PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH PEMERINTAH DESA DI DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN NENA NURHASANAH ABSTRAK PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT OLEH PEMERINTAH DESA DI DESA CIMINDI KECAMATAN CIGUGUR KABUPATEN PANGANDARAN NENA NURHASANAH ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi belum baiknya pelaksanaan pemberdayaan

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan sudah menjadi fenomena kehidupan masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN

V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus

Lebih terperinci

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN: PARTISIPASI MASYARAKAT DESA DALAM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DI DESA BINUANG KECAMATAN SEPAKU KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Farhanuddin Jamanie Dosen Program Magister Ilmu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 57 BAB VI PERSEPSI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Persepsi Relawan terhadap PNPM-MP Persepsi responden dalam penelitian ini akan dilihat dari tiga aspek yaitu persepsi terhadap pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

TERMINOLOGI PARTISIPATIF

TERMINOLOGI PARTISIPATIF TERMINOLOGI PARTISIPATIF METODE PENGEMBANGAN PARTISIPATIF Agustina Bidarti & Yunita Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya APA ITU PARTISIPASI? Partisipasi sering dikaitkan dengan kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor unggulan dalam perekonomian Indonesia, hal ini sesuai dengan kondisi wilayah Republik Indonesia sebagai negara agraris. Sektor pertanian memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beruntung (disadvabtaged groups), seperti orang miskin, orang dengan kecacatan,

BAB I PENDAHULUAN. beruntung (disadvabtaged groups), seperti orang miskin, orang dengan kecacatan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan sosial adalah aktivitas kemanusiaan yang sejak kelahirannya sekian abad yang lalu telah memiliki perhatian yang mendalam pada pemberdayaan masyarakat, khususnya

Lebih terperinci

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA DESA

SAMBUTAN KEPALA DESA SAMBUTAN KEPALA DESA Bismillahirrokhmanirrokhim. Assalamualaikum Warokhmatullahi Wabarokatuh. RPJMDes - Puji syukur mari kita panjatkan ke pada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembangunan pada masa orde baru, dari sistem sentralistik ke sistem desentralistik bertujuan untuk memberikan pelimpahan wewenang kepada otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan serta memberikan kontribusi terhadap pembangunan daerah dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan desa merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, dengan demikian pembangunan desa mempunyai peranan yang penting dan bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN BAGIAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan Pemerintah Daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945 adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Indonesia terdiri atas beberapa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu. dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu. dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan daerah mengandung dua dimensi, yaitu tujuan dan proses. Tujuan pembangunan sudah pasti kondisi kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang diinginkan oleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...

LAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :... LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 92 VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA 8.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat 8.1.1. Identifikasi Potensi Potensi masyarakat adalah segala sesuatu yang

Lebih terperinci

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif 1 Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif (a) Perencanaan Partisipatif disebut sebagai model perencanaan yang menerapkan konsep partisipasi, yaitu pola perencanaan yang melibatkan semua pihak (pelaku)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara dengan sistem pengelolaan hutan yang bertujuan memberdayakan masyarakat (meningkatkan nilai ekonomi, nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci