BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan adalah hubungan kontraktual antara pemegang saham sebagai prinsipal yang memberi wewenang dan manajer sebagai agen yang menjalankan wewenang tersebut. Hubungan keagenan muncul ketika seorang individu atau lebih sebagai pemegang saham atau prinsipal mempekerjakan pihak lain, yaitu manajer (agen) untuk melaksanakan pekerjaan dan mendelegasikan wewenang pembuatan keputusan. Hak dan tanggung jawab prinsipal dan agen ditentukan dalam kontrak hubungan pekerjaan. Pemisahan dua fungsi antara kepemilikan dan pengelolaan pada perusahaan seringkali mengakibatkan terjadinya konflik karena perbedaan kepentingan antara prinsipal dan manajer. Masalah keagenan akan muncul ketika perilaku kerjasama yang bertujuan memaksimalkan kesejahteraan kelompok tidak konsisten dengan masing-masing keinginan individu. Hal ini didasarkan atas asumsi tentang sifat dasar manusia yang mendahulukan kepentingannya sendiri (self interest) untuk memaksimalkan utilitas. Pemegang saham dan manajer memiliki kepentingan yang berbeda dan masing-masing menginginkan kepentingan mereka terpenuhi. Utama (2002) dalam Piramita (2012) menyatakan bahwa kepentingan prinsipal adalah memaksimumkan kekayaannya dengan melihat nilai arus kas yang dihasilkan oleh investasi perusahaan yang nantinya dapat digunakan untuk 17

2 pembagian dividen. Namun, tujuan manajer adalah berfokus pada pertumbuhan dan ukuran perusahaan. Dengan adanya peningkatan pertumbuhan dan ukuran perusahaan akan membuktikan produktifitas manajer sehingga akan memeroleh penghargaan dan wewenang untuk menentukan pengeluaran serta memberikan keamanan pekerjaan dan kompensasi yang besar untuknya. Berdasarkan wewenangnya dalam perusahaan, manajer akan memiliki kesempatan menggunakan sumber daya perusahaan untuk meningkatkan keuntungan pribadi. Masalah keagenan tersebut dapat terjadi karena adanya asimetri informasi, yaitu informasi yang tidak seimbang akibat distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan manajer (Scott, 1997 dalam Piramita 2012). Prinsipal pastinya akan selalu membutuhkan informasi tentang prospek perusahaan, dan informasi tersebut diperoleh dari laporan yang dibuat oleh manajer, karena prinsipal tidak dapat mengawasi kegiatan di dalam perusahaan secara langsung. Prisipal seharusnya memeroleh informasi yang dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan manajemen, namun akibat adanya asimetri informasi membuat manajer tidak menyajikan informasi yang sebenarnya. Hal ini menyebabkan prinsipal tidak dapat mengukur kinerja manajer yang sesungguhnya dalam mengelola harta kekayaan mereka. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan terdapat dua jenis permasalahan yang ditimbulkan akibat adanya asimetri informasi, yaitu: 1) adverse selection, adalah keadaan dimana prinsipal (pemegang saham) tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh manajer sebagai agen benar-benar didasarkan atas informasi yang diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. 18

3 2) moral hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika manajer tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja dan cenderung bertindak oportunis. Manajer dan prinsipal akan berusaha untuk memaksimalkan ulititasnya masing-masing melalui informasi yang dimiliki. Tetapi, manajer sebagai agen lebih banyak memiliki informasi internal perusahaan dibandingkan dengan prinsipal, sehingga mengakibatkan agen akan memanfaatkan adanya asimetri informasi untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui prinsipal. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen. Hal ini memicu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya dengan melakukan tindakan manajemen laba (Richardson, 1998) Manajemen Laba Scott (2011:423) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu keputusan dari manajer untuk memilih kebijakan akuntansi tertentu yang dianggap bisa mencapai tujuan yang diinginkan, baik itu untuk meningkatkan laba atau mengurangi tingkat kerugian yang dilaporkan. Pemahaman atas manajemen laba dibagi menjadi dua, yaitu (1) perspektif perilaku oportunis manajer (opportunistic earnings management) karena manajer selalu berusaha memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan biaya politik dan (2) perspektif efficient contracting (effecient earnings management) 19

4 karena manajemen laba memberikan manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat memengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba (Scott, 2011:369). Menurut Sulistyanto (2008) manajemen laba (earnings management) dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab komponen akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan pihak yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan. Akrual terdiri dari dua macam, yaitu nondiscretionary accrual dan discretionary accrual. Scott (2000) dalam Tresnaningsih (2008) menyatakan nondiscretionary accrual adalah nilai akrual yang diperoleh secara alamiah oleh perusahaan akibat penggunaan metode akuntansi tanpa campur tangan dari manajer. Selanjutnya, discretionary accrual adalah nilai akrual yang dipengaruhi oleh komponen-komponen akrual yang diatur oleh kebijakan manajer, contohnya seperti mengubah metode depresiasi, mengakui pendapatan yang belum diterima, mengubah umur piutang, mengubah nilai cadangan pitang tak tertagih, mengubah jumlah persediaan yang dihapus, mengubah nilai aktiva serta umur aktiva untuk memperkecil beban depresiasi dan lain sebagainya. Akrual diskresioner sering 20

5 digunakan sebagai ukuran atau proksi dari manajemen laba yang bersifat oportunis karena dipengaruhi oleh kebijakan manajemen. Ada beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan manajemen laba (Sulistyanto, 2008), diantaranya sebagai berikut. a) Motivasi Bonus Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa manajer perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya. Laba sering dijadikan sebagai indiktor penilaian kinerja manajer. Manajer perusahaan dengan rencana bonus lebih mungkin menggunakan metode-metode akuntansi untuk meningkatkan laba (income maximization) yang dilaporkan pada periode berjalan sehingga dapat memaksimalkan bonus mereka berdasarkan program kompensasi perusahaan. b) Motivasi Kontraktual Lainnya Hipotesis debt/equity menjelaskan suatu perusahaan dengan rasio debt/equity besar akan cenderung memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser laba yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjianperjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan. c) Motivasi Politik Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat menggurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memeroleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah. 21

6 d) Motivasi Pajak Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Semakin tinggi laba yang dihasilkan maka semakin besar pajak yang dikenakan, sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut. Dalam hal ini manajemen laba dapat dilakukan dengan menarik biaya pada periode yang akan datang menjadi biaya pada periode berjalan, dan sebaliknya mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode yang akan datang. e) Pergantian CEO Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan srategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikkan bonusnya. f) Motivasi Pasar Modal Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk mengatur laba dengan cara memengaruhi performa harga saham jangka pendek. Menurut Scott (2011:383) terdapat empat pola manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer. 1) Taking a Bath Pola ini dilakukan dalam periode di mana terjadi organizational stress atau reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa mendatang. 22

7 2) Income Minimazation Pola ini biasanya dilakukan pada saat perusahaan memeroleh laba yang tinggi dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan munculnya biaya politis. Aktivitas manajemen laba dilakukan dengan menjadikan laba periode berjalan lebih rendah dari laba sesungguhnya. Jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis maka dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. 3) Income Maximization Pola ini dilakukan pada saat terjadi penurunan laba dengan cara melaporkan laba berjalan lebih tinggi dari laba sesungguhnya. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar, meningkatkan keuntungan serta untuk menghindari pelanggaran atas kontrak hutang jangka panjang. 4) Income Smoothing Pola ini dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor menyukai laba yang relatif stabil Arus Kas Bebas (Free Cash Flow) Arus kas bebas adalah kas yang tersisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif (Jensen, 1986). Kieso (2007:219) mendefinisikan arus kas bebas sebagai jumlah arus kas diskresioner perusahaan untuk membeli investasi tambahan, melunasi utang, membeli saham treasury, atau 23

8 hanya untuk menambah likuiditas perusahaan. Ross et al. (2000) menyatakan bahwa arus kas bebas sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi pada aset tetap. Jadi, arus kas bebas dapat disimpulkan sebagai sisa kas yang dimiliki perusahaan setelah perusahaan membiayai semua investasi dan modal kerja untuk kegiatan operasionalnya dalam rangka pengembangan usaha. Perusahaan dengan arus kas bebas tinggi akan memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena mereka dapat memeroleh keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Selain itu, dengan aliran kas bebas tinggi perusahaan diduga lebih survive dalam situasi yang buruk, sedangkan aliran kas bebas negatif berarti sumber dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi perusahaan, sehingga memerlukan tambahan dana eksternal baik dalam bentuk hutang maupun penerbitan saham baru (Rosdini, 2009). Jensen (1986) menyatakan bahwa keinginan manajer untuk meningkatkan kekuasaannya melalui pengendalian atas sumber daya yang semakin besar, telah mendorong manajer untuk selalu berinvestasi dalam upaya memperbesar perusahaan. Oleh karena itu, adanya arus kas bebas akan memberi kesempatan dan dorongan bagi manajer untuk berinvestasi. Hipotesis free cash flow (Jensen, 1986) berdasarkan pada adanya argumen konflik kepentingan antara manajer dan prinsipal berkaitan dengan penggunaan arus kas bebas perusahaan. Konflik kepentingan antara prinsipal dengan manajer dapat timbul jika manajer bertindak untuk mengejar kepentingannya sendiri demi mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa memerhatikan kepentingan 24

9 pemegang saham. Manajer cenderung mempunyai keinginan menahan sumber daya (termasuk aliran kas bebas) agar mereka tetap memiliki kendali terhadap penggunaan sumber daya tersebut. Di lain pihak, pemegang saham ingin agar dana yang tersedia dibagikan dalam bentuk dividen. Manajer beranggapan bahwa pembagian dividen akan mengurangi sumber daya yang ada di bawah kekuasaannya, hal ini berarti bahwa kekuatan manajer akan berkurang. Manajer memiliki insentif untuk memperbesar perusahaan melebihi ukuran optimalnya sehingga mereka tetap melakukan investasi meskipun memberikan NPV negatif (Jensen, 1986). Semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar sumber daya perusahaan yang ada di bawah kendali manajer, sehingga semakin besar kemungkinan manajer dapat menyalahgunakan sumber daya perusahaan untuk kepentingan pribadinya. Overinvestment dengan menggunakan arus kas bebas dilakukan untuk menghindari pengawasan yang berhubungan dengan penambahan modal dari luar perusahaan (Rosdini, 2009). Pemegang saham menganggap bahwa investasi pada proyek-proyek dengan NPV negatif merupakan suatu bentuk inefisiensi sekaligus merupakan penundaan kesejahteraan mereka. Sesuai dengan teori keagenan, apabila perusahaan mempunyai arus arus kas bebas, manajer perusahaan akan mendapat tekanan dari pemegang saham untuk membagikannya dalam bentuk dividen. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah pihak manajemen menggunakan arus kas bebas untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan tujuan perusahaan dan cenderung merugikan para pemegang saham (Zurohtun, 2013) Capital Adequacy Ratio 25

10 CAR merupakan rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank dalam menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2005:121). CAR menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul dan dapat berpengaruh terhadap besarnya modal. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/12/PBI/2013, bank dinyatakan sehat jika memiliki CAR minimum sebesar 8 persen. Kondisi permodalan (yang diukur dengan capital ratio) adalah berkaitan dengan penyediaan modal sendiri yang diperlukan untuk menutupi risiko kerugian yang mungkin timbul dari penanaman dana dalam aktiva produktif yang mengandung risiko (Hapsari, 2010). Modal berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrumen untuk mengantisipasi risiko dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. CAR juga menjadi modal dasar yang harus dipenuhi oleh bank. Modal ini digunakan untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank (Nurhafita, 2010). Dalam formula CAR dibandingkan antara modal dengan semua jenis aktiva yang dianggap mengandung risiko atau yang sering disebut aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). CAR menunjukkan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh ekuitas bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank. Nilai minimum CAR merupakan salah satu peraturan Bank Indonesia yang harus dipenuhi oleh bank sebagai syarat untuk memenuhi rasio kecukupan modal bank yang layak beroperasi. Manajemen laba akan semakin intensif dilakukan oleh bank jika nilai CAR lebih rendah dari ketentuan 26

11 minimum BI (Zahara dan Veronica, 2009). Rasio CAR yang tidak memenuhi ketentuan minimum pada periode sebelumnya akan memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba agar mendapatkan nilai rasio CAR yang mencukupi standar kesehatan bank pada periode saat ini sebagai sinyal bahwa bank tersebut termasuk dalam kategori sehat Good Corporate Governance Good corporate governance (GCG) merupakan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan dan stakeholders lainnya agar seimbang hak dan kewajibannya (FCGI, 2006). GCG adalah struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai upaya untuk memberi nilai tambah perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan moral, etika, budaya dan aturan berlaku lainnya. Komite Nasional Kebijakan Governance atau KNKG (2006) menyatakan bahwa setiap perusahaan harus memastikan bahwa prinsip-prinsip pokok GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Prinsipprinsip pokok tersebut sebagai berikut. 1) Keterbukaan (transparancy) Untuk menjaga objektifitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses serta dapat dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang 27

12 diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2) Akuntabilitas (accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya. 3) Pertanggungjawaban (responsibility) Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4) Kewajaran (fairness) Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memerhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. 5) Independensi (independency) Untuk melancarkan pelaksaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Sistem corporate governance dibagi menjadi dua bagian yaitu mekanisme internal governance dan mekanisme external governance (Jensen dan Meckling, 28

13 1976). Mekanisme internal governance meliputi struktur dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif. Sedangkan mekanisme external governance terdiri dari kepemilikan institusional, pasar untuk kontrol perusahaan dan tingkat pendanaan dengan hutang Dewan Komisaris Independen Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, dan pemegang saham pengendali serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak sematamata demi kepentingan perusahaan (POJK, 2014). Berdasarkan teori keagenan, dewan komisaris dianggap sebagai mekanisme pengendalian internal tertinggi, yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak. Ukuran dewan komisaris diyakini sebagai aspek dasar dari pengambilan keputusan yang efektif (Anindyah, 2013). Keberadaan komisaris independen sangat diperlukan dalam mendorong diterapkannya prinsip dan praktek tata kelola yang baik pada perusahaan. Fama dan Jensen (1983) dalam Aji (2012) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan yang good corporate governance. 29

14 Menurut FCGI (2006), dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan GCG. Dewan komisaris merupakan inti dari corporte governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelolaan perusahaan. Lebih lanjut tugas-tugas utama dewan komisaris dalam FCGI sebagai berikut. 1) Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha; menetapkan sasaran kerja; mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan; serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset. 2) Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi yang transparan dan adil. 3) Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan. 4) Memonitor pelaksaan corporate governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu. 5) Memantau proses keterbukaan dan efektivitas komunikasi dalam perusahaan Komite Audit 30

15 Komite audit adalah komite yang dibentuk dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris untuk membantu dewan komisaris dalam memantau dan memastikan efektivitas sistem pengendalian internal dan pelaksanaan tugas auditor internal dan auditor independen (POJK, 2014). Komite audit merupakan pihak yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan pengendalian untuk menciptakan keadilan, transparansi, akuntabilitas dan responsibilitas. Keempat faktor inilah yang membuat laporan keuangan menjadi lebih berkualitas (Sulistyanto, 2008:156). Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (2014) komite audit bertugas membantu dewan komisaris dalam: 1) memastikan pengendalian internal dilaksanakan dengan baik; 2) memastikan pelaksanaan audit internal maupun audit independen dilaksanakan sesuai dengan standar auditing yang berlaku; 3) memastikan pelaksanaan tindak lanjut oleh direksi atas hasil temuan satuan kerja internal, auditor independen, dan hasil pengawasan Otoritas Jasa Keuangan; 4) memberikan rekomendasi penunjukkan calon auditor independen; 5) memastikan kesesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi yang berlaku. Tugas komite audit berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen dan tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan yang diaudit. Dalam kapasitas ini, komite audit bertindak sebagai perantara antara manajemen 31

16 dan auditor eksternal (Mashayekhi dan Noravesh, 2007). Peran komite audit sangat penting karena memengaruhi kualitas laporan keuangan perusahaan yang merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan memengaruhi penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan. Dengan demikian berdasarkan tujuan dibentuknya, komite audit diharapkan dapat meminimalkan adanya masalah keagenan seperti adanya tindakan manajemen laba yang dapat dilakukan berkaitan dengan adanya arus kas bebas. Keberadaan komite audit bermanfaat dalam menjamin transparansi, keterbukaan laporan keuangan, keadilan bagi stakeholder, dan pengungkapan informasi yang dilakukan oleh manajemen Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manajerial adalah jumlah dari saham yang dimiliki oleh manajer perusahaan (insider board) baik itu dewan direksi maupun komisaris dalam suatu perusahaan diluar saham yang dimiliki oleh para prinsipal, masyarakat dan institusional (Warfield, 1995 dalam Anggana dan Prastiwi, 2013). Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan memengaruhi manajemen laba, karena kepemilikan seorang manajer akan ikut 32

17 menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola (Boediono, 2005). Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer juga ikut menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga dapat mengatasi konflik kepentingan diantara keduanya dan kinerja perusahaan juga akan semakin bagus (Jensen, 1986). Secara teoritis, pihak manajemen yang memiliki persentase yang tinggi dalam kepemilikan saham akan bertindak layaknya seseorang yang memegang kepentingan dalam perusahaan (Mahariana dan Ramantha, 2014). Dengan demikian, manajemen akan termotivasi untuk mempersiapkan laporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat menekan pemanfaatan akrual diskresioner (manajemen laba) oleh pihak manajemen Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah bagian dari saham perusahaaan yang dimiliki oleh investor institusi, seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan perusahaan lainnya yang terkait dengan kategori tersebut (Yang et al., 2009). Mayoritas bentuk institusi adalah Perseroan Terbatas (PT). Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen 33

18 melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat memengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). Pemegang saham institusi dengan kepemilikan saham yang besar akan intensif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan (Barnea dan Rubin, 2005). Semakin besar kepemilikan institusi maka semakin besar pula kekuatan suara (votting) dan dorongan untuk memonitor manajemen sehingga akan dapat mengoptimalkan nilai perusahaan. Cornett et al. (2009) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan, sehingga akan mengurangi perilaku oportunistik atau mementingkan diri sendiri. Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba, semakin besar persentase kepemilikan institusional maka semakin kecil kecenderungan pihak manajer dalam mengambil kebijakan akuntansi tertentu untuk merekayasa pelaporan laba (Widyastuti, 2009). 2.2 Hipotesis Penelitian Pengaruh Arus Kas Bebas pada Manajemen Laba Jensen (1986) menyatakan bahwa keinginan manajer untuk meningkatkan kekuasaannya melalui pengendalian atas sumber daya yang semakin besar, telah mendorong manajer untuk selalu berinvestasi dalam upaya memperbesar perusahaan. Oleh karena itu, adanya arus kas bebas akan memberi kesempatan 34

19 dan dorongan bagi manajer untuk berinvestasi meskipun investasi tesebut memberikan NPV negatif (overinvesment). Overinvesment dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan kinerja atau penurunan laba, sehingga dalam upaya untuk mencegahnya, manajer akan termotivasi untuk melakukan manajemen laba dengan menerapkan prosedur akuntansi yang meningkatkan laba (income maximization) untuk menyembunyikan dampak negatif yang ditimbulkan (Chung et al., 2005). Berbeda dengan hipotesis free cash flow (Jensen, 1986) dan hasil penelitian Chung et al. (2005), hasil penelitian Agustia (2013) serta Kono dan Yuyetta (2013) menunjukkan bahwa arus kas bebas memiliki hubungan negatif terhadap manajemen laba. Dengan arus kas bebas yang tinggi dan tanpa adanya manajemen laba, perusahaan sudah mampu meningkatkan harga sahammnya karena investor melihat bahwa perusahaan tersebut memiliki kas lebih untuk pembagian deviden. Keberadaan arus kas bebas dalam perusahaan justru akan meningkatkan peluang investasi yang akan menghasilkan nilai lebih bagi perusahaan. Perusahaan akan lebih mampu bertahan dalam situasi yang buruk karena memiliki kesempatan untuk melakukan investasi dan belanja modal dalam rangka mempertahankan operasi yang sedang berjalan (Wang, 2010). Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis pertama yaitu: H1: arus kas bebas berpengaruh negatif pada manajemen laba Pengaruh Capital Adequacy Ratio pada Manajemen Laba Nilai minimum CAR merupakan salah satu peraturan Bank Indonesia yang harus dipenuhi oleh bank sebagai syarat untuk memenuhi rasio kecukupan modal 35

20 bank yang layak beroperasi. Manajemen laba akan semakin intensif dilakukan oleh bank jika nilai CAR lebih rendah dari ketentuan minimum BI (Zahara dan Veronica, 2009). CAR yang tidak memenuhi ketentuan minimum pada periode sebelumnya akan memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba agar mendapatkan nilai CAR yang mencukupi standar kesehatan bank pada periode saat ini, sebagai sinyal bahwa bank tersebut termasuk dalam kategori sehat. Ketika bank tidak dapat menunjukkan kinerja yang baik maka bank tersebut tidak dipercaya lagi oleh investor dan masyarakat yang menggunakan jasa bank tersebut, dan akhirnya menyebabkan dilikuidasinya bank tersebut. Nilai CAR yang meningkat akan menghasilkan laba yang mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah pada modal sendiri sehingga modal sendiri tersebut dapat digunakan untuk mengelola aktiva yang ada dan perputaran aktiva tersebut dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang secara tidak langsung juga akan meningkatkan laba (Cahyono, 2008 dalam Arriela, 2013). Hasil penelitian Indriani (2010) tentang pengaruh kinerja keuangan terhadap manajemen laba menunjukkan bahwa rasio kecukupan modal (CAR) berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, hasil ini juga didukung oleh penelitian Firdaus (2013). Berdasarkan Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis kedua yaitu: H2: capital adequacy ratio berpengaruh negatif pada manajemen laba Pengaruh Dewan Komisaris Independen pada Manajemen Laba Fama dan Jensen (1983) dalam Aji (2012) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi 36

21 diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Dewan komisaris independen memiliki pengawasan yang lebih baik terhadap manajer sehingga mampu memengaruhi kemungkinan penyimpangan yang dilakukan manajer. Hal ini sesuai dengan pendapat Jensen dan Meckling (1976) yang menyebutkan teori agensi mendukung pernyataan bahwa untuk meningkatkan independensi dewan, maka dewan harus didominasi oleh pihak yang berasal dari luar perusahaan (outsider). Peran dewan komisaris independen diharapkan dapat memengaruhi pihak manajemen dalam penyusunan laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas (Boediono, 2005). Penelitian Kouki et al. (2011), Anggraeni dan Hadiprajitno (2013) serta Anggana dan Prastiwi (2013) menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh negatif dan pada manajemen laba. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis ketiga yaitu: H3: dewan komisaris independen berpengaruh negatif pada manajemen laba Pengaruh Komite Audit pada Manajemen Laba Tugas komite audit berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharapkan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (Suaryana, 2005). Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat mengamati secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan sehingga persepsi mengenai kinerja komite audit akan memengaruhi penilaian investor terhadap kualitas laba perusahaan. Dengan demikian berdasarkan tujuan dibentuknya, komite audit diharapkan dapat 37

22 meminimalkan adanya masalah keagenan seperti adanya tindakan manajemen laba. Peranan komite audit yang tinggi diharapkan mampu mengurangi praktik manajemen laba. Hal ini didukung oleh penelitian Panggabean (2011) serta Anggraeni dan Hadiprajitno (2013) yang menyatakan terdapat pengaruh negatif antara komite audit terhadap manajemen laba. Hasil penelitian oleh Lin et al. (2006) dan Alves (2011) juga mengungkapkan kesimpulan yang sama. Selain itu, penelitian Bukit dan Iskandar (2009) memberikan hasil bahwa komite audit dapat memoderasi hubungan antara surplus arus kas bebas dan manajemen laba, dimana dengan adanya komite audit yang independen dapat mengurangi tindakan manajemen laba yang meningkatkan laba. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis keempat yaitu: H4: komite audit berpengaruh negatif pada manajemen laba Pengaruh Kepemilikan Manajerial pada Manajemen Laba Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer juga ikut menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah (Anggraeni dan Hadiprajitno, 2013). Secara teoritis, pihak manajemen yang memiliki persentase yang tinggi dalam kepemilikan saham akan bertindak layaknya seseorang yang memegang kepentingan dalam perusahaan (Mahariana dan Ramantha, 2014). Dengan demikian, manajer akan termotivasi untuk mempersiapkan laporan keuangan yang berkualitas sehingga dapat 38

23 menekan pemanfaatan akrual diskresioner (manajemen laba) oleh pihak manajemen. Hasil penelitian Mahariana dan Ramantha (2014) membuktikan bahwa kepemilikan manajerial yang tinggi berpengaruh negatif terhadap akrual diskresioner perusahaan, hal ini didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Chtourou et al. (2001) serta Midiastuty dan Machfoeds (2003). Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis kelima yaitu: H5: kepemilikan manajerial berpengaruh negatif pada manajemen laba Pengaruh Kepemilikan Institusional pada Manajemen Laba Tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku oportunistik atau mementingkan diri sendiri (Cornett et al., 2009). Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat memengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh negatif terhadap praktik manajemen laba, semakin besar persentase kepemilikan institusional maka semakin kecil kecenderungan pihak manajer dalam mengambil kebijakan akuntansi tertentu untuk merekayasa pelaporan laba (Widyastuti, 2009). Hasil penelitian Indriastuti (2012) menyatakan bahwa kepemilikan institusional 39

24 berpengaruh negatif signifikan terhadap discretionary accrual sehingga kepemilikan saham oleh investor institusional dapat menjadi kendala bagi perilaku oportunistik manajemen. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis keenam yaitu: H6: kepemilikan institusional berpengaruh negatif pada manajemen laba. 40

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki perusahaan serta sebagai informasi yang mencerminkan

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimiliki perusahaan serta sebagai informasi yang mencerminkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan kontrak dimana satu atau lebih

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Mekanisme Corporate Governance Mekanisme corporate governance memiliki kemampuan dalam kaitannya menghasilkan suatu laporan keuangan yang memiliki kandungan informasi laba (Boediono,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memahami hubungan tata kelola dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. memahami hubungan tata kelola dalam suatu organisasi atau perusahaan. Pada BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory) Agency Theory merupakan suatu perspektif yang sering digunakan dalam memahami hubungan tata kelola dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan Teori agensi adalah teori yang menyatakan hubungan keagenan dengan prinsipal yang di dalamnya agen bertindak

Lebih terperinci

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan Tugas S2 matrikulasi: Ekonomi Bisnis & Financial Dosen: Dr. Prihantoro, SE., MM Peran Praktek Corporate Governance Sebagai Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menggambarkan perusahaan sebagai suatu titik temu antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi berasumsi bahwa semua individu akan bertindak untuk memenuhi kepentingannya sendiri. Agen diasumsikan akan menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Secara logika, perusahaan yang baik harus mempunyai sistem pengendalian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beberapa perusahaan perbankan telah berdiri dan berkembang di Indonesia.Tujuan perusahaan itu berdiri adalah untuk menghasilkan laba.industri perbankan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate governance terhadap manajemen laba di industri perbankan Indonesia. Konsep good corporate

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Agensi Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik ( principle)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent) BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1.1 Agency Theory Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent) dengan investor.menurut Darmawati dkk (2005), inti dari hubungan keagenan adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda

BAB 1 PENDAHULUAN. Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan adalah suatu industri yang mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan industri yang lain seperti manufaktur, perdagangan, dan sebagainya. Industri perbankan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menyatakan bahwa teori keagenen mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. menyatakan bahwa teori keagenen mendeskripsikan pemegang saham sebagai principal BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori Untuk mencapai sasaran studi diperlukan landasan teori sebagai dasar dalam melakukan penelitian. II.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. manajer dalam memilih kebijakan akuntansi yang mempengaruhi laba untuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. manajer dalam memilih kebijakan akuntansi yang mempengaruhi laba untuk BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Manajemen Laba 2.1.1 Definisi Manajemen Laba Scott (2003) mengungkapkan bahwa manajemen laba adalah keputusan manajer dalam memilih kebijakan akuntansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal) ( Jensen dan Meckling,

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajer (agent) dengan pemilik perusahaan (principal) ( Jensen dan Meckling, BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan(Agency Theory) Hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak yang terjadi antara manajer (agent) dengan pemilik perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Good Corporate Governance 2.1.1.1 Pengertian Good Corporate Governance Istilah corporate governance pertama sekali diperkenalkan oleh Cadbury Comitee

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal 1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Agensi (Agency Theory) Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Keagenan (Agency Theory) Konsep Teori Keagenan (agency theory) menurut Anthony dan Govindarajan (2005) yaitu hubungan antara principal dan agen. Principal mempekerjakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik jika laba tersebut menjadi indikator yang baik untuk laba masa mendatang,

BAB I PENDAHULUAN. baik jika laba tersebut menjadi indikator yang baik untuk laba masa mendatang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas laba adalah laba yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas operasional perusahaan. Menurut Penman dan Cohen (2003) dalam Wibowo (2009) diungkapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Putu Putri Suriyani, Gede Ani Yunita, Ananta Wikrama T. A. (2015)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Putu Putri Suriyani, Gede Ani Yunita, Ananta Wikrama T. A. (2015) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan struktur kepemilikan dan good corporate governance terhadap earnings management yang dikutip dari beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber daya ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2013) tujuan laporan keuangan. pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (2013) tujuan laporan keuangan. pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah perusahaan. Menurut Pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan arus informasi di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dan arus informasi di era globalisasi ini INTISARI Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana meminimalisasi pelaksanaan manajemen laba melalui struktur Corporate Governance (kepemilikan manajerial, kepemilian institusional, proporsi dewan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini laporan keuangan telah menjadi isu sentral, sebagai sumber penyalahgunaan informasi yang merugikan pihak-pihak yang berkepentingan. Belum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Teori Keagenan Teori keagenan secara mendetail pertama kali dinyatakan oleh Jensen dan Meckling (1976). Jensen dan Meckling (1976) menyebut manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan disusun berdasarkan sumber-sumber informasi dalam perusahaan, salah satu informasi tersebut digunakan sebagai acuan mengenai laba perusahaan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengambil keputusan. Kewenangan ini akan membawa konsekuensi logis yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (Agency Theory) Praktik manajemen laba tidak dapat dipisahkan dari adanya teori keagenan dan asimetri informasi. Teori keagenan adalah teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. agency theory (teori keagenan) sebagai kontrak kerja antara principal dan agent,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. agency theory (teori keagenan) sebagai kontrak kerja antara principal dan agent, BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (dalam Masri dan Martani, 2012)mendeskripsikan agency theory (teori keagenan)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terduhulu Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian sebelumnya. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dua komponen akrual yang utama yaitu discretionary accrual dan

BAB I PENDAHULUAN. Dua komponen akrual yang utama yaitu discretionary accrual dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan alat utama bagi perusahaan untuk menyampaikan informasi keuangan mengenai pertanggungjawaban pihak manajemen. Dalam akuntansi terdapat dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Keagenan (Agency Theory) Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance. Jansen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. principal dengan agent yaitu wewenangan yang diberikan principal kepada agent 11 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) merupakan suatu kontrak yang terjadi antara principal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saham adalah suatu nilai dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan yang berfungsi sebagai pendanaan perusahaan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka.

BAB I PENDAHULUAN. pemegang saham. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan. kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam perusahaan go public sering terjadi masalah keagenan yang ditunjukkan dari adanya perbedaan kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai 1 BAB I PENDAHULUAN.1 Latar Belakang Masalah Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang sahamnya. Untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Principal (pemegang saham) dengan Agent (manajerial) dalam sebuah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Principal (pemegang saham) dengan Agent (manajerial) dalam sebuah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Agensi Teori agensi merupakan teori yang mendasari hubungan keagenan antara Principal (pemegang saham) dengan Agent (manajerial) dalam sebuah perusahaan. Jensen dan Meckling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah laporan keuangan. Laporan keuangan selain merupakan media

BAB I PENDAHULUAN. adalah laporan keuangan. Laporan keuangan selain merupakan media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber informasi bagi pihak eksternal yang dapat membantu dalam menaksir kemampuan perusahaan memperoleh laba adalah laporan keuangan. Laporan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pembahasan yang dilakukan pada penelitian ini merujuk kepada beberapa penelitian-penelitian terdahulu. Adapun penelitian terdahulu yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. antara manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan informasi BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Signaling Theory (Teori Sinyal) Signaling theory (teori sinyal) menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Laba merupakan komponen yang penting dalam sebuah laporan keuangan. Laba dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pihak internal dan

PENDAHULUAN Laba merupakan komponen yang penting dalam sebuah laporan keuangan. Laba dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pihak internal dan 1 PENDAHULUAN Laba merupakan komponen yang penting dalam sebuah laporan keuangan. Laba dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pihak internal dan eksternal. Bagi pihak internal, laba digunakan untuk menilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan keagenan merupakan kontrak antara pemilik perusahaan (principal)

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan keagenan merupakan kontrak antara pemilik perusahaan (principal) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan keagenan merupakan kontrak antara pemilik perusahaan (principal) dengan manajemen (agent). Masalah keagenan terjadi ketika manajemen melakukan tindakan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik manajemen laba dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik manajemen laba dalam 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Akuntansi Positif Teori Akuntansi Positif sangat erat kaitannya dengan praktik manajemen laba, karena teori ini merupakan teori yang menjelaskan praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para

BAB I PENDAHULUAN UKDW. macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas investasi merupakan aktivitas yang dihadapkan pada berbagai macam resiko dan ketidakpastian yang seringkali sulit diprediksikan oleh para investor. Untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS LABA PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Penelitian ini menggunakan teori keagenan, dimana teori ini sering kali digunakan sebagai landasan dalam penelitian mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan fungsi pertanggungjawaban dalam organisasi. Tujuan laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan alat utama para manajer

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan teori yang menjelaskan tentang adanya pemisahan kepentingan antara pemilik perusahaan (prinsipal) dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Keagenan Dalam rangka memahami good corporate governance maka digunakanlah dasar perspektif hubungan keagenan. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal) melimpahkan BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori keagenan menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau pemisahan pengelolaan perusahaan. Pemilik (principal)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Mangkunegara di dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai berikut Kinerja adalah hasil kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus

BAB I PENDAHULUAN. eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Laporan keuangan dibuat oleh manajemen dan digunakan oleh pihak eksternal untuk menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan harus disusun berdasarkan metode dan prinsip

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan (agency theory) telah menjadi basis penelitian yang kuat dalam disiplin keuangan dan akuntansi (Abdullah, 2001). Teori keagenan menjelaskan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. corporate governance. Bukti menunjukkan lemahnya praktik corporate

I. PENDAHULUAN. corporate governance. Bukti menunjukkan lemahnya praktik corporate 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 2001 tercatat skandal keuangan di perusahaan publik yang melibatkan manipulasi laporan keuangan oleh PT Lippo Tbk dan PT Kimia Farma Tbk. Hal tersebut membuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan yang dapat memberikan informasi bagi pemakainya. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pelaporan yang dapat memberikan informasi bagi pemakainya. Laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan pencatatan transaksi, pengikhtisaran dan pelaporan yang dapat memberikan informasi bagi pemakainya. Laporan keuangan bertujuan menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi bagi perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi bagi perusahaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi mengenai kinerja perusahaan dapat diperoleh dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi bagi perusahaan dengan pihak eksternal dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori Adapun Teori yang dapat mendukung berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti: 1. Teori Keagenan(Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laba merupakan sekumpulan angka yang berisi informasi, dimana laba juga merupakan bagian penting dari isi laporan keuangan perusahaan. Laba merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori agensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori agensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Terjadinya manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan yang terjadi karena adanya pemisahan antara pemegang saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan. Laporan keuangan merupakan salah satu

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : HARTAWAN HARI MAYASTO B

SKRIPSI. Oleh : HARTAWAN HARI MAYASTO B PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN MANAJERIAL, STRUKTUR KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, UKURAN PERUSAHAAN DAN JUMLAH DEWAN KOMISARIS PERUSAHAAN TERHADAP PENGATURAN LABA ( EARNINGS MANAGEMENT ) ( Ditinjau dari Perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan

I. PENDAHULUAN. menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan dalam proses pengambilan keputusan. Laporan keuangan merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Agensi Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam memahami corporate governance (Aditya, 2012). Hubungan keagenan diartikan sebagai hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan dibuatnya laporan keuangan oleh perusahaan adalah untuk memberikan informasi secara lengkap mengenai aktifitas ekonomi suatu perusahaan. Bagi perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. adalah pihak yang menjalankan dan mengendalikan jalannya perusahaan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam era ekonomi modern sekarang ini, khususnya pada perusahaan Go Public, terdapat pemisahan antara pihak manajemen dan pemilik. Manajemen adalah pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan (agen dan pemilik). Dalam teori keagenan (agency theory) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan (agen dan pemilik). Dalam teori keagenan (agency theory) menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai media komunikasi, laporan keuangan harus dapat mempertemukan dua kepentingan (agen dan pemilik). Dalam teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan proses akhir dalam proses akuntansi yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja sebuah perusahaan. Pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji.

BAB 1 PENDAHULUAN. kepentingan pemilik seperti melakukan ekspansi untuk meningkatkan suatu gaji. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan seorang manajer yang diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan kunci kesuksesan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua fakta, baik transaksi

BAB I PENDAHULUAN. komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua fakta, baik transaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan menjadi perhatian utama bagi penggunanya sebagai informasi akuntansi kepada pihak internal maupun pihak eksternal untuk pengambilan keputusan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan publik atau perusahaan terbuka adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki oleh masyarakat. Proses penjualan saham ke masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. diterapkannya good corporate governance di Indonesia merupakan salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1998, muncul banyak tekanan dari publik yang menghendaki agar Pemerintah maupun swasta dapat menghapuskan praktek-praktek

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan teori keagenan sebagai grand theory, serta

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan teori keagenan sebagai grand theory, serta BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep Penelitian ini menggunakan teori keagenan sebagai grand theory, serta pengertian-pengertian yang berhubungan dengan manajemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal

BAB I PENDAHULUAN. disebut agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu prinsipal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya konflik yang disebut agency conflict

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (principal) dengan manajemen (agent).teori ini menjelaskan bahwa hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (principal) dengan manajemen (agent).teori ini menjelaskan bahwa hubungan 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori agensi merupakan teori yang mengungkapkan hubungan antara pemilik (principal) dengan manajemen (agent).teori ini menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2001), Rahmawati, dkk., (2007) dan Nasution dan Setiawan (2007). Hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. (2001), Rahmawati, dkk., (2007) dan Nasution dan Setiawan (2007). Hasil penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, penelitian mengenai adanya indikasi laba di sektor perbankan konvensional telah dilakukan oleh banyak peneliti, antara lain Setiawati dan Na'im

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Isu yang sedang marak diperbincangkan saat ini adalah Good Corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. Isu yang sedang marak diperbincangkan saat ini adalah Good Corporate 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu yang sedang marak diperbincangkan saat ini adalah Good Corporate Governance (GCG) atau lebih dikenal dengan tata kelola perusahaan.bermanfaat sebagai suatu perangkat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan),

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri yang bergerak di bidang keuangan (sektor perbankan), merupakan industri yang cukup berbeda dengan industri lainnya. Dari segi aktivitas, perbankan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Corporate governance sampai saat ini memiliki peranan yang sangat penting di dalam menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen. Menurut Forum for Corporate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan suatu gambaran mengenai kondisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan suatu gambaran mengenai kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan suatu gambaran mengenai kondisi perusahaan karena di dalam laporan keuangan terdapat bentuk pertanggung jawaban manajemen kepada calon investor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu sumber informasi dari pihak eksternal dalam menilai kinerja perusahaan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Informasi yang berhubungan dengan kinerja perusahaan adalah kebutuhan yang sangat diperlukan oleh investor di pasar modal untuk pengambilan keputusan apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan dalam kenyataannya seringkali menghadapi masalah dikarenakan tujuan perusahaan berbenturan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS. Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian 6 BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 1.1. Pengertian Good Corporate Governance Persepsi Good dalam good corporate governance adalah tingkat pencapaian terhadap suatu hasil upaya yang memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan kecil di Indonesia yang dimiliki dan dikelolah oleh keluarga, pada umumnya belum go public. Dengan berkembangnya perusahaan maka diperlukan bantuan tenaga

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori agensi adalah teori yang menjelaskan perilaku agen (Berle dan Means dalam Fachrudin, 2008). Dalam teori ini terdapat dua pihak yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami krisis yang berkepanjangan karena lemahnya praktik corporate 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance menjadi isu yang sangat menarik dari waktu ke waktu, khususnya mulai mengemuka pada tahun 1998 ketika Indonesia mengalami krisis yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Keagenan Salah satu dasar teori yang dapat digunakan untuk memahami konsep tentang corporate governance adalah teori keagenan, karena pada dasarnya teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Agensi (Agency Theory) Teori agensi merupakan teori yang mendefinisikan adanya hubungan antara prinsipal dan agen. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak

BAB I PENDAHULUAN. manajer (agen). Manajemen ditunjuk sebagai pengelola perusahaan oleh pihak BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitiaan. Bagian 1.1 menjelaskan mengenai latar

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang

Bab 1 PENDAHULUAN. sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang Bab 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajer dan pemegang saham merupakan dua partisipan terkait dalam sebuah perusahaan. Manajer dapat dikatakan sebagai agent dan pemegang saham dapat dikatakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan (financial statement) merupakan sumber informasi keuangan yang mempunyai peranan penting bagi pengukuran dan penilaian kinerja suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seorang manajer yang diberikan kepercayaan oleh para pemegang saham untuk mengelola dan menjalankan perusahaan merupakan inti dari keberhasilan suatu perusahaan. Manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas kerja serta mengurangi penyimpangan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka penerapan tata kelola perusahaan yang baik, Bapepam melalui surat edaran Bapepam No.SE-03/PM/2000 merekomendasikan imbauan perusahaan publik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Masalah keagenan muncul ketika principal (investor) kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bentuk pajak (Jin dan Machfoedz, 1998).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bentuk pajak (Jin dan Machfoedz, 1998). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pihak-pihak yang berkepentingan dalam laporan keuangan dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar yaitu pihak internal dan pihak eksternal.pihak internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. (principal) dan manajemen (agent). Kondisi ini menimbulkan potensi terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teori keagenan yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan kepentingan antara pemilik perusahaan (principal)

Lebih terperinci