BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang (Space) Ruang atau space dapat terdiri dari ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya, bersifat 3 dimensi (UU 26 tahun 2007). Kota adalah satuan organik yang terus tumbuh melalui proses kompromi dari berbagai heterogenitas yang hidup di dalamnya, memiliki ciri dan karakteristik yang khas dimana setiap individu yang berbeda memiliki posisi yang sama penting dalam menentukan arah kebijakan bersama. Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh suatu karakteristik yang menonjol, seperti kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung di dalamnya. Sebuah ruang kota dapat diolah dengan lansekap yang indah sebagai taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam kota berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai pelingkup fisik dan lantai yang semestinya. Ruang demikian adalah oase di dalam kota. Ruang Kota (urban space), terbentuk oleh muka bangunan dengan lantai kota baik berupa jalan, plaza atau ruang terbuka lainnya. Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Pengertian ruang terbuka tidak terlepas dari pengertian tentang ruang, menurut filosof Immanuel Kant, (Budiyono, 2006) ruang bukanlah sesuatu yang objektif sebagai 7

2 8 hasil pikiran dan perasaan manusia. Sedangkan menurut Plato (Budiyono, 2006), ruang adalah suatu kerangka atau wadah dimana objek dan kejadian tertentu berada. Sedangkan kata terbuka sendiri berarti tidak mempunyai penutup, sehingga bisa terjadi intervensi sesuatu dari luar terhadapnya, seperti air hujan dan terik matahari. Dengan demikian ruang terbuka merupakan suatu wadah yang menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai penutup dalam bentuk fisik. 2.2 Ruang Publik (Public Space) Secara umum public space dapat didefinisikan dengan cara membedakan arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan sekumpulan orangorang tak terbatas siapa saja, dan space atau ruang merupakan suatu bentukan tiga dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya (Ching, 1992). Unsur-unsur tersebut berupa bidang-bidang linier yang saling bertemu yaitu, bidang-bidang dasar/alas, bidang-bidang vertikal dan bidang-bidang penutup (atap). Sedangkan public space yang terbentuk di luar ruangan yang dibatasi oleh unsur buatan disebut juga urban space. Menurut bentuk dan aktifitas yang terjadi pada urban space, Lynch (1987) mengkategorikannya menjadi 2 (dua), yaitu lapangan (square) dan jalur/jalan (the street). Ruang kota, baik berupa lapangan maupun koridor/jaringan, merupakan salah satu elemen rancang kota yang sangat penting dalam pengendalian kualitas lingkungan ekologis dan sosial (Shirvani, 1985). Namun pada kenyataannya, dewasa ini semakin terdesak oleh kepentingan ekonomi.

3 9 Dalam pengertian yang paling umum, ruang publik dapat berupa taman, tempat bermain, jalan, atau ruang terbuka. Ruang publik kemudian didefinisikan sebagai ruang atau lahan umum, dimana masyarakat dapat melakukan kegiatan publik fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat suatu komunitas, baik melalui kegiatan sehari-hari atau kegiatan berkala. (Kusumawijaya, 2006). Ruang publik kota sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang dengan sendirinya harus memberikan kebebasan bagi penggunanya. Sedang menurut Lynch dan Carr (1981), penggunaan ruang publik sebagai ruang bersama merupakan bagian integral dari tata tertib sosial, sehingga perlu adanya pengendalian terhadap kebebasan tersebut. Pengendalian dalam penggunaan ruang publik berkaitan dengan toleransi akan kepentingan orang lain yang juga menggunakan ruang publik tersebut. Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis dan bermakna (Putnam, 1993) yang mempunyai arti: 1. Responsif dalam arti ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. 2. Demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya serta aksesibilitas bagi berbagai kondisi fisik manusia. 3. Bermakna yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dunia luas dan konteks sosial.

4 10 Dengan karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga masyarakat, tidak diragukan lagi arti pentingnya dalam menjaga dan meningkatkan kualitas kapital sosial. Ruang-ruang publik tersebut yang selama ini menjadi tempat warga melakukan interaksi, baik sosial, politik maupun kebudayaan tanpa dipungut biaya. Tetapi kebanyakan ruang publik kota diduduki secara intens atau menetap dan selama tidak ada yang keberatan maka penguasaan itu akan semakin kuat. Seperti menduduki pedestrian sebagai tempat berdagang, sedangkan pedestrian adalah ruang publik untuk tempat pejalan kaki. 2.3 Ruang Publik Kota Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Jaringan jalan merupakan salah satu pembentuk struktur kota, menjadi aspek penting dalam pembangunan wilayah, ekonomi, sosial dan politik. Melalui fungsinya sebagai sarana transportasi, jaringan jalan memiliki keterkaitan yang erat dengan pola penggunaan lahan perkotaan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan menyatakan ruang publik kota meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Ruang publik kota merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan

5 11 jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. Setiap orang dilarang memanfaatkan ruang publik kota yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan. Tiap ruas jalan memiliki bagian-bagian jalan, dimana masing-masing memiliki fungsi khusus. Bagian-bagian jalan terdiri dari: a. Ruang publik kota adalah ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas (dengan atau tanpa jalur pemisah), bahu jalan dan jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak dibagian paling luar dari ruang publik kota yang digunakan untuk mengamankan bangunan jalan. b. Ruang milik jalan (right of way) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang publik kota yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang publik kota pada masa yang akan datang. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyatakan bahwa, transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat,

6 12 aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006 tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu-lintas di Jalan, beberapa indikator yang harus dipenuhi dalam transportasi antara lain keamaman, ketertiban dan kelancaran. Kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki seyogyanya menempati bagian-bagian yang telah ditentukan. pedagang kaki lima senantiasa mendekati tempat-tempat yang menjadi lalu-lalang orang. Lalu lintas kendaraan bermotor dan pejalan kaki sudah tentu menjadi incaran pasar bagi pedagang kaki lima, sehingga bagian-bagian jalan berupa trotoar cenderung ditempati oleh pedagang kaki lima. Bahkan jalur lambat, jalur hijau dan bahu jalan tak luput dari incaran pedagang kaki lima. Kemacetan lalu-lintas merupakan permasalahan yang hampir selalu dijumpai pada kota-kota di Indonesia. Kemacetan lalu-lintas berakibat pada bertambahnya waktu tempuh dan biaya operasi kendaraan (user cost) bagi pengguna jalan serta meningkatkan polusi udara, sehingga kota menjadi sangat tidak nyaman. Dalam jangka panjang, akan menghambat perkembangan kota, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan fisik maupun pariwisata.

7 Ruang Manfaat Jalan Sebagai Ruang Publik Menurut Donald Elliott (1981), ruang publik terbagi dari tiga yaitu jalan, pedestrian/trotoar dan non trotoar (tanah kosong, taman baik dipelihara oleh perorangan maupun pemerintah). Dari ketiga bentuk tersebut jalan sebagai inti dari ruang publik dimana terjadi pergerakan manusia tempat bergantung kehidupan kota. Sedang menurut Depertemen Pekerjaan Umum pengertian jalur pejalan kaki adalah semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki guna memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki termasuk trotoar dan bahu jalan yang sering dipakai pedagang sebagai tempat kegiatannya setiap hari. Trotoar, yang dimaksud dengan trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada daerah milik jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan. Untuk pejalan kaki merasa nyaman, perencanaannya pun dibuat sedemikian yaitu: a. Trotoar pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih dari 300 orang per 12 jam (jam 6.00-jam 18.00) dan volume lalu lintas lebih dari kendaraan per 12 jam (jam 6.00-jam 18.00). b. Ruang bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas tidak kurang dari satu meter dan permukaan trotoar. Kebebasan samping tidak kurang dari 0,3 meter. Perencanaan pemasangan utilitas selain harus

8 14 memenuhi ruang bebas trotoar juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam buku petunjuk pelaksanaan pemasangan utilitas. c. Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Lebar minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1 sesuai dengan klasifikasi jalan. Untuk lebih jelasnya lihat pada Tabel 2.1 lebar trotoar minimum. Tabel 2.1 Lebar Trotoar Minimum Klasifikasi Jalan Rencana Kelas I Standar Minimum (m) 3.0 Lebar Minimum (Pengecualian) 1,5 Tipe II Kelas II 3.0 1,5 Kelas III Sumber: Depertemen Pekerjaan Umum, ,0 Pejalan kaki membutuhkan berjalan dengan leluasa tanpa terganggu dengan pejalan kaki yang lain, dari itu membutuhkan ruang yang beda tergantung dari tujuan berjalan dan kecepatan berjalan kaki. Jan (1987) menyatakan sangat penting bagi pejalan kaki untuk berjalan dengan leluasa tanpa terganggu, baik karena ada benda penghalang maupun karena keberadaan orang lain yang memaksa pejalan kaki bergerak untuk menghindar. Pada saat pelalu kegiatan berkumpul di suatu tempat maka tercipta kondisi kepadatan ruang publik, dapat dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini yang menunjukkan kemampuan bergerak secara leluasa dari pejalan kaki sangat tergantung dari kondisi sekitarnya atau dari keberadaan orang lain bersama-sama di ruang publik.

9 15 Pejalan kaki sebagai istilah aktif, adalah orang yang bergerak atau berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat yang bersifat mekanis (kecuali kursi roda). Jalur pedestrian atau jalur pejalan kaki, adalah tempat jalur khusus bagi para pejalan kaki. Pedestrian dapat berupa trotoar, alun-alun dan sebagainya. Baik Shirvani (1985) maupun Lynch (1987) mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari public space dan merupakan aspek penting sebuah urban space, baik berupa square (lapangan-open space) maupun street (jalan-koridor). Tabel 2.2 Kondisi Kepadatan Ruang Publik Kondisi Tanpa halangan Ada Halangan Jarak Antar Orang (m) Luas Per Orang (m) Terdesak Padat Berdesakdesakan Keterangan Sirlukasi antar pejalan kaki mungkin terjadi tanpa saling mengganggu. Sirkulasi antar pejalan kaki yang sedang berdiri. Nyaman buat berdiri tetapi berjalan diantara orang yang sedang berdiri akan menimbulkan sedikit gangguan. Pejalan kaki yang sedang berdiri tidak saling bersentuhan tetapi berada dalam jarak yang kurang nyaman, sirkulasi sama sekali terhalang. Kontak tubuh sulit dihindari, sirkulasi antar manusia tidak mungkin terjadi. Orang yang berdiri penuh sesak, tidak mungkin terjadi gerakan atau sirkulasi apapun. Sumber: Boris S. Pushkarev with Jeffrey M.Zupan (1978)

10 Perilaku Pedagang Kaki Lima Sebagai Pengguna Ruang Publik Perilaku pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi kota-kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudah mempunyai predikat metropolitan. Kuatnya magnet bisnis kota-kota besar ini mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam rangka beralih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan Defenisi dan Klasifikasi Pedagang Kaki Lima Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki (trotoar), melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barangbarang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima dimasyarakatkan. Di atas trotoar selebar lima kaki inilah para pedagang tepi jalan melakukan usahanya, yang kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima, Lili N. (1985). Pedagang kaki lima merupakan jenis perdagangan informal yang termasuk khas sebab dapat menjadikan batu loncatan untuk kondisi sosial yang lebih baik.

11 17 Sektor informal kini menjadi kebijakan eksplisit dalam pembangunan nasional, yang mana sektor informal diharapkan dapat berperan sebagai katup penyelamat dalam menghadapi masalah lapangan kerja bagi angkatan kerja yang tidak dapat terserap dalam sektor modern/formal. Salah satu wujud dari sektor informal adalah kegiatan pedagang kaki lima, kegiatan ini timbul karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelayanan oleh kegiatan formal yang mana kegiatan mereka sering menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya. Keberadaan pedagang kaki lima di tempat tempat (badan jalan, jalur pejalan kaki) yang berpotensi untuk mendapatkan pembeli, tetapi menimbulkan anggapan bahwa kegiatan mereka tidak tertampung atau mereka tidak mempunyai lokasi berjualan resmi (pasar). Menurut Wirosandjojo (1985) dalam Harris Koentjoro (1994), sektor informal merupakan bagian dari kegiatan ekonomi marginal (kecil-kecilan), yang memiliki ciri-ciri antara lain: a. Pola kegiatannya tidak teratur, baik waktu, permodalan maupun penerimaan. b. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omsetnya kecil dan diusahakan berdasar hitungan harian. c. Umumnya tidak memiliki tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggalnya. d. Tidak memiliki keterkaitan dengan usaha lain yang besar.

12 18 e. Umumnya dilakukan oleh dan melayani masyarakat yang berpenghasilan rendah. f. Tidak membutuhkan keahlian atau ketrampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan dan ketrampilan kerja. g. Umumnya tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan dari kerabat keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama. h. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan dan perkreditan formal Permasalahan Pedagang Kaki Lima Pembahasan sektor informal khususnya pedagang kaki lima menunjukkan bahwa di satu sisi pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang cukup besar kepada pemerintah, namun dalam waktu yang bersamaan keberadaan mereka juga dianggap menimbulkan permasalahan bagi pemerintah maupun masyarakat lainnya. Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat dua permasalahan pokok yang ditimbulkan oleh keberadaan pedagang informal. Pertama, adalah permasalahan yang dihadapi oleh pedagang kaki lima itu sendiri yaitu: a. Kecilnya modal usaha yang dimiliki; b. Rendahnya latar belakang pendidikan; c. Rendahnya keterampilan yang dimiliki; Kedua, permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah atas keberadaan pedagang kaki lima yaitu:

13 19 a. Menyebabkan kesemrawutan kota; b. Mengurangi keindahan kota; c. Menyebabkan kekumuhan kota; d. Menimbulkan kerawanan sosial, kenyamanan lalu lintas dan mengganggu aktivitas ekonomi pedagang lain yang memiliki tempat resmi. Permasalahan tersebut timbul dikarenakan pedagang kaki lima di Kota Medan umumnya menggunakan fasilitas umum antara lain trotoar, di atas parit pada ruas-ruas jalan utama, di depan pertokoan pada pusat kawasan perdagangan, dan di lingkungan pasar-pasar tradisional. Pedagang kaki lima ini melakukan kegiatan usahanya dengan menggunakan gerobak, lapak, dan bangunan semi permanen. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, namun hasilnya belum memuaskan, bahkan ada kecenderungan penyebaran semakin meluas dan jumlahnya semakin bertambah. Meningkatnya jumlah pedagang kaki lima ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung antara lain terbatasnya lapangan kerja baru, krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada pemutusan hubungan kerja, urbanisasi semakin meningkat, keterbatasan kemampuan untuk memiliki tempat usaha yang tetap, penegakan hukum yang masih lemah serta belum dilaksanakannya operasi penertiban secara kontiniu dan konsisten Perilaku Pedagang Kaki Lima Terkait dengan sejarah munculnya peristilahan pedagang kaki lima, dalam perkembangan pola penyebaran pedagang kaki lima juga sangat dipengaruhi oleh

14 20 aktifitas pedestrian. Pedagang kaki lima di pedestrian hampir dijumpai pada semua fungsi kawasan, baik dengan fungsi utama perkantoran, pendidikan, kesehatan, perumahan maupun perdagangan. Secara umum, faktor utama pemicu hadirnya pedagang kaki lima adalah pejalan kaki. Jika kemudian pada kawasan perdagangan muncul banyak pedagang kaki lima, karena di kawasan tersebut lebih banyak pejalan kakinya. Berdasarkan Absori et.al. dalam Kusumawijaya, (2006) pedagang kaki lima memiliki dimensi kegiatan yang sangat kompleks, baik terkait dengan aspek ekonomi, teknis, sosial, lingkungan maupun ketertiban umum. Beberapa aspek tersebut antara lain: a. Pedagang kaki lima sering menggunakan public space (tempat umum) secara permanen seperti trotoar, jalur lambat, badan jalan, bahu jalan, lapangan dan sebagainya. b. Pedagang kaki lima seringkali mengganggu kelancaran lalu lintas. c. Lahan yang dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima sering bertolak belakang dengan aturan peruntukan lahan perkotaan. d. Limbah pedagang kaki lima sering mengganggu lingkungan dan kebersihan kota. e. Keberadaan pedagang kaki lima sering mengganggu ketertiban umum, terutama pemakai jalan dan pemakai bangunan formal di sekitar pedagang kaki lima. f. Pedagang kaki lima sangat sulit ditata atau diatur.

15 21 Teori-teori pedagang kaki lima yang berkaitan dengan tesis Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota sesuai dengan tinjauan pustaka yang dipaparkan di atas didapat temuan sebagai berikut: No Tabel 2.3 Teori Pedagang Kaki Lima Pedagang kaki lima Wiro sanjoyo (1985) Absori et al (2006) 1 Pola kegiatan tidak teratur dalam menggunakan ruang publik 2 Modal usaha/omset kecil 3 Tempat usaha tidak menetap dan tanpa batas menggunakan ruang publik 4 Melayani masyarakat berpenghasilan rendah 5 Tidak membutuhkan keahlian khusus 6 Mengganggu ketertiban & kelancaran lalu lintas 7 Tidak ada legalitas Pedagang kaki lima ini menyimpan persoalan yang tidak sederhana, apalagi pedagang kaki mengambil ruang publik, yang seharusnya bisa dipakai semua warga publik. Pemakaian ruang publik untuk kepentingan ekonomi rupanya merupakan pemaknaan ekonomis atas ruang publik. Yang menjadi soal apabila pemaknaan itu sekaligus menjadi pemilikan. Bahwa ruang publik menjadi milik dari pedagang kaki lima yang sudah bertahun-tahun memakainya. Sektor informal pedagang kaki lima di satu sisi sebagai pendukung ekonomi masyarakat terutama masyarakat bawah (aspek ekonomi) disamping juga menimbulkan hal negatif bagi masyarakat dan pemerintah setempat dari aspek sosial, lingkungan dan ketertiban umum.

16 22 Pedagang kaki lima selalu menjadi perdebatan antara pro dan konta karena keberadaannya yang selalu menempati ruang terbuka publik kota (jalan, trotoar, bahu jalan, taman dll) terutama yang memiliki aksesibilitas yang tinggi, sehingga mengakibatkan terjadinya perebutan ruang antara pedagang kaki lima dan pengguna ruang lainnya. 2.6 Kajian Spasial Lynch (1987), menyatakan dalam teorinya mengenai spatial rights, yaitu suatu pemahaman mengenai kebebasan sekaligus pengendalian dalam penggunaan ruang publik, terdiri dari beberapa aspek-aspek yaitu: 1. The right of presence, adalah hak untuk berada di ruang publik manapun, dengan atau tanpa tujuan apapun, dengan kesadaran bahwa kita tidak bisa dilarang siapapun untuk berada di ruang publik tersebut. Aspek ini tidak terlepas dari aksesibilitas ruang publik, sebab hadirnya seseorang di ruang publik karena ruang tersebut dapat diakses secara leluasa, seperti adanya toko-toko dan pedagang kaki lima, menggambarkan jenis kelompok manusia hadir di tempat tersebut. 2. The right of use and action adalah hak menggunakan ruang publik secara bebas tanpa perlu memikirkan apakah tempat tersebut adalah tempat yang tepat untuk kegiatan tersebut, selama kegiatan tersebut tidak mengganggu pengguna atau kelompok pengguna lainnya. Hak ini digunakan pedagang kaki lima dalam melakukan kegiatannya berdagang di ruang publik dan mengancam bagi kebebasan kelompok lainnya.

17 23 3. Appropriation, berkaitan dengan hak untuk membuat batas di ruang publik dan kemudian menguasai tempat tersebut. Jika dikaitkan dengan pedagang kaki lima di ruang publik, maka batas yang dibuat merupakan kebutuhan tempat untuk kegiatan berdagang yang berhubungan langsung dengan pembelinya, walaupun bisa mengancam bagi yang lain. 4. The right of modification, dimana seorang pengguna berhak melakukan perubahan terhadap ruang publik sesuai dengan keputusannya, tetapi dengan pertimbangan bahwa itu dapat menimbulkan kerusakan terhadap ruang tersebut dan bahwa orang lain pun mempunyai hak terhadap ruang itu. Perubahan ruang publik dari pengguna sebelumnya akan diterima pengguna yang akan datang, masalah yang muncul kemudian adalah perubahan itu tidak selalu dapat diterima oleh publik dan sangat berkaitan dengan pengguna masa depan. 5. The right of disposition, yaitu kepemilikan oleh sekelompok orang terhadap suatu ruang publik secara pengakuan dan bukan berdasarkan aspek legalitas. Aspek ini berkaitan dengan hak untuk mengurangi akses publik ke ruang tersebut untuk alasan keamanan, kebersihan dan lain-lain. Ini merupakan salah satu bentuk kontrol terhadap pengguna ruang publik. Dari keterangan teori Lynch (1987) di atas tidak semuanya dapat diterapkan di Indonesia, sebab seluruh kota-kota di Indonesia mempunyai budaya tersendiri dalam menggunakan ruang publik kota sebagai sarana berjualan (pasar tradisonal). Budaya Indonesia yang beragam membuat beberapa pasar mempunyai ciri khas tersendiri dalam pemanfaatan ruang publik kota.

18 24 Pasar sebagai salah satu ruang kegiatan ekonomi merupakan tempat berkumpulnya untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap induvidu dalam masyarakat, pemenuhan kebutuhan tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan hidup juga untuk memperbaiki kondisi manusianya, menurut (Buie, S, 1996). Pasar lalu berkembang menjadi pusat kegiatan sosial. Hal ini yang menyebabkan pasar sebuah pusat dan menyebar dari pusat tersebut. Hak-hak alami seseorang atas ruang harus dapat dikendalikan supaya tidak mengalami pertentangan dengan orang lain yang mempunyai hak terhadap ruang publik tersebut. Konflik yang paling sering terjadi di ruang publik di kota-kota di Indonesia adalah ditimbulkan oleh pemenuhan hak pedagang kaki lima di ruang publik, untuk itu diperlukan perubahan pandangan pada masyarakat dan pemerintah kota, bahwa pedagang kaki lima dapat menjadi daya tarik bagi ruang publik, terutama di pusat-pusat kegiatan kota karena mereka dapat menarik pembeli, apabila lokasi pedagang kaki lima ini diatur untuk menghindari konflik. Padahal dalam jangka panjang keberadaan public space sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi perkotaan. Makin luas urban open space di kota, makin banyak orang yang berkumpul pada simpul/node tersebut dan makin tinggi gedung-gedung di sekelilingnya (nilai ekonomi lahan makin tinggi sehingga intensitas penggunaan lahan makin tinggi pula). Dalam desain ruang terbuka publik, yang dicari adalah keseimbangan antara keterbukaan dan pembatasan, dimana ruang publik tersebut tetap dapat menampung penggunaan yang beragam. Penggunaan ruang publik adalah suatu indikator dari perkembangan atau perubahan sosial masyarakat. Untuk mendesain

19 25 ruang terbuka publik yang baik, seseorang harus mengerti bagaimana perkembangan tatanan sosial di tempat tersebut. Kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan struktur sosial pada masalah penempatan pedagang kaki lima di ruang publik. Struktur ini sudah ada sejak lama dan sudah harus menjadi bagian integral dari masyarakat kota. Perancangan dan perencanaan ruang terbuka publik yang baik adalah kemampuan untuk mencapai dan memelihara keseimbangan antara hak dan kebutuhan yang berpotensi dalam menimbulkan konflik. Keseimbangan ini perlu dicapai agar hak seseorang atau sekelompok orang dalam mempertahankan posisinya di ruang publik tidak mengganggu orang lain yang juga membutuhkan ruang publik untuk tujuan yang berbeda. Hak-hak alami seseorang atas ruang publik harus dapat dikendalikan supaya tidak mengalami pertentangan dengan orang lain yang juga mempunyai hak terhadap ruang publik tersebut. Ruang terbuka publik merupakan tempat bagi komunitas kehidupan sosial suatu kota untuk memanifestasikan kegiatannya di ruang kota. Bagi pedagang kaki lima bahkan merupakan tempat untuk menunjukkan identitasnya sebagai salah satu penghuni kota yang membutuhkan wadah untuk kegiatannya. Komunitas sosial akan selalu berusaha memanfaatkan ruang publik yang sifatnya bebas tersebut semaksimal mungkin. Jika tidak ada pengendalian maka ketertiban sosial akan terganggu. Di sinilah pemahaman teoritik dalam bab ini berperan, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang penting untuk dijadikan pertimbangan bagi konsep penataan pedagang kaki lima di ruang publik dan bagi bentuk

20 26 pengendalian yang tetap menghargai kebebasan publik dalam menggunakan ruang publik kota. Beberapa aspek penting dalam penataan ruang publik untuk dapat mengakomodasi kebutuhan pedagang kaki lima di ruang publik kota, yang dapat diambil dari kajian teori di atas, adalah: a. Aspek kebebasan dalam menggunakan ruang publik. Ruang publik harus dapat digunakan secara leluasa dan aman oleh pemakainya, dengan demikian harus mempunyai aksesibilitas yang baik bagi setiap kelompok masyarakat kota. b. Aspek kontrol dalam penggunaan ruang publik. Ruang publik merupakan bagian integral kehidupan kota dan menjadi milik publik, sehingga menggunakan ruang harus ada aturan-aturan sosialnya. Walaupun setiap orang berhak menggunakan ruang publik, tetap harus ada pengendaliannya dan harus memperhatikan untuk siapa atau untuk apa ruang publik tersebut sehingga dapat ditentukan siapa yang harus mendapat prioritas yang lebih besar dalam penataan. c. Aspek besaran ruang yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan di ruang publik. Setiap pengguna ruang publik membutuhkan ruang untuk keberadaannya. Pejalan kaki mempunyai ruang minimal untuk sirkulasi dan pedagang kaki lima harus dapat memanfaatkan ruang yang ada untuk kegiatan berdagangnya. Besaran ini dapat dihitung berdasarkan ukuran standard dan studi ruang gerak dan penerapannya harus semaksimal mungkin mendekati kondisi ideal.

21 27 d. Aspek pedagang kaki lima sebagai pendukung kegiatan di ruang publik. Keberadaannya harus dapat ditampung di ruang publik dan bukan diasingkan atau disingkirkan dari kegiatan publik. Pembahasan dalam studi literature menunjukkan bahwa pedagang kaki lima juga merupakan pengguna ruang publik. Sehingga dalam penataan pedagang kaki lima di ruang publik keberadaannya dapat diberi fungsi atau arti yang lebih, misalnya sebagai salah satu perabot urban atau perabot ruang publik. Pedagang kaki lima merupakan salah satu unsur ruang publik yang mempunyai kebutuhan untuk kegiatannya dan harus dapat berintegrasi dengan unsur lainnya. Ruang trotoar dan badan jalan yang dipakai oleh pedagang kaki lima untuk berdagang yang mempunyai fungsi dan kegiatan yang berlangsung di dalamnya dapat menciptakan ambiguitas atau multi identitas, Soja (2000). Dengan demikian trotoar dan badan jalan yang dipergunakan pedagang untuk kegiatan sehari-hari dapat dinyatakan sebagai ruang paradoks atau ruang hybrid, Bhabha (1994). Oleh karena itu trotoar dan badan jalan sudah seharusnya dianggap sebagai sebuah hasil ruang yang beragam dengan tingkat keterbukaan yang tinggi, (Jhonston, 2000). Lynch (1996), juga menyatakan bahwa sebuah kawasan seharusnya memiliki fleksibilitas untuk mengantisipasi peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Alexander (1975), bahwa fleksibilitas bagian - bagian dari sebuah kawasan dapat meningkatkan keeratan struktur kawasan secara keseluruhan. Peristiwa peristiwa pada kawasan kota mampu menjadi perekat pembentukan fisik kota/kawasan karena berlangsung secara alamiah.

22 28 Teori-teori kajian spasial yang berkaitan dengan tesis Kajian Spasial Perilaku Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang publik kota sesuai dengan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan di atas didapat temuan sebagai berikut : No Kajian Spasial Tabel 2.4 Teori Kajian Spasial Kevin Lynch (1987) Alexander (1975) Putnam (1993) 1 Aksesibilitas ruang publik 2 Ruang publik digunakan sebagai ruang sosial masyarakat 3 Fleksibilitas peristiwa dan penggunaan ruang publik Dari hasil paparan teori-teori menunjukan bahwa pertentangan atau munculnya faktor tarik menarik yang wujudnya perebutan ruang sebagai faktor mediasi, menjadi komoditas karena memiliki nilai guna dan tukar yang tinggi. Hal ini disebabkan kebutuhan manusia yang dapat menimbulkan konflik ruang sesama pedagang, karena tidak ada lagi keselarasan antara ruang yang tercipta dengan peristiwa yang berlangsung. Semua lapisan masyarakat berhak untuk berada dan mempergunakan ruang publik selama tidak mengganggu pengguna ruang publik lainnya, hak-hak alami seseorang atas ruang publik harus dapat dikendalikan agar tidak terjadi pertentangan dengan orang lain yang juga mempunyai hak atas ruang publik tersebut. Adanya keseimbangan antara keterbukaan dan pembatasan karena ruang publik merupakan tempat bagi kehidupan sosial masyarakat.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ. Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peraturan Perundangan di Bidang LLAJ Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan yaitu Pasal 3 yang berisi menyataan transportasi jalan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Wibowo (2010), dalam Analisis Kelayakan Sarana Transportasi Khususnya Trotoar, yang mengambil lokasi penelitian di Pasar pakem, Sleman, Yogyakarta, membahas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan tanah dan atau air (Peraturan Pemeritah Nomor 34 Tahun 2006). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Bandung memiliki daya tarik yang luar biasa dalam bidang pariwisata. Sejak jaman penjajahan Belanda, Bandung menjadi daerah tujuan wisata karena keindahan alamnya

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah:

Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa jalan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 3 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan dan pertumbuhan jumlah penduduk, industri dan perdagangan merupakan unsur utama dalam perkembangan kota Pematangsiantar. Keadaan ini juga

Lebih terperinci

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG

ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG ANALISIS KESELAMATAN DAN KENYAMANAN PEMANFAATAN TROTOAR BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PEJALAN KAKI DI PENGGAL JALAN M.T. HARYONO KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh : Arif Rahman Hakim L2D 303 283 JURUSAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6, Pasal 7,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR O l e h : R.B. HELLYANTO L 2D 399 247 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan analisis data dan pembahasan pada Bab IV didapatkan temuan-temuan mengenai interaksi antara bentuk spasial dan aktivitas yang membentuk karakter urban

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu

BAB 2 LANDASAN TEORI. merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Salah satu pengertian redevelopment menurut Prof. Danisworo merupakan Upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan terlebih dulu melakukan pembongkaran

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Ruang Terbuka Publik 2.1.1. Definisi Ruang Terbuka Publik Ruang terbuka Publik berasal dari bahasa latin platea yang berarti jalur yang diperluas seperti square. Square merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Evaluasi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), yang dimaksud dengan evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA

KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA MODEL JALUR PEDESTRIAN KAJIAN PERSEPTUAL TERHADAP FENOMENA DAN KARAKTERISTIK JALUR PEDESTRIAN SEBAGAI BAGIAN DAR1 RUANG ARSITEKTUR KOTA Studi Kasus : Kawasan Alun - Alun Bandung ABSTRAK Perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Ruas jalan Cicendo memiliki lebar jalan 12 meter dan tanpa median, ditambah lagi jalan ini berstatus jalan arteri primer yang memiliki minimal kecepatan 60 km/jam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Batam adalah kota terbesar di provinsi Kepulauan Riau dan merupakan kota terbesar ke tiga populasinya di Sumatera setelah Medan dan Palembang, dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG JARAK BEBAS BANGUNAN DAN PEMANFAATAN PADA DAERAH SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR

STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR STUDI ARAHAN PENATAAN FISIK AKTIVITAS PKL DI KORIDOR JALAN SUDIRMAN KOTA SALATIGA TUGAS AKHIR Oleh: HAPSARI NUGRAHESTI L2D 098 433 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 51 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 51 TAHUN 2010 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DAN GARIS SEMPADAN SUNGAI/SALURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas kehidupan bangsa secara bertahap. Pembangunan mempunyai tujuan mulia untuk meningkatkan kemakmuran

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.

BAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang. BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 16 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG POLA PENYEBARAN PELETAKAN REKLAME DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BOGOR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses perkembangan dan pertumbuhan kota-kota besar di Indonesia melahirkan sektor informal. Salah satu wujud sektor informal di perkotaan adalah lahirnya pedagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Trotoar adalah jalur bagi pejalan kaki yang terletak di daerah manfaat jalan, diberi lapis permukaan, diberi elevasi lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan,

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa sungai, saluran, waduk,

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa jalan

Lebih terperinci

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki

Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki Kebutuhan Terhadap Pedoman Pejalan Kaki disampaikan oleh: DR. Dadang Rukmana Direktur Perkotaan 26 Oktober 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Outline Pentingnya Jalur Pejalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Yang Pernah Dilakukan Menurut Harlambang, (2008), dalam Evaluasi Perubahan Fungsi Trotoar Di Jalan Mataram Kota Yogyakarta, yang mengambil lokasi penelitian

Lebih terperinci

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh: SULISTIANTO L2D 306 023 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya, jalan merupakan sebuah prasarana transportasi darat yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu daerah. Hal ini pernah

Lebih terperinci

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator); POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Pengertian Umum Potongan melintang jalan (cross section) adalah suatu potongan arah melintang yang tegak lurus terhadap sumbu jalan, sehingga dengan potongan melintang

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Umum 2.1.1. Fasilitas penyeberangan pejalan kaki Dalam Setiawan. R. (2006), fasilitas penyeberangan jalan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu: a. Penyeberangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dapat memberikan pengaruh positif sekaligus negatif bagi suatu daerah. Di negara maju pertumbuhan penduduk mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB VI KONSEP PERENCANAAN

BAB VI KONSEP PERENCANAAN BAB VI KONSEP PERENCANAAN VI.1 KONSEP BANGUNAN VI.1.1 Konsep Massa Bangunan Pada konsep terminal dan stasiun kereta api senen ditetapkan memakai masa gubahan tunggal memanjang atau linier. Hal ini dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah

BAB I PENDAHULUAN. menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pusat kota sebagai kawasan yang akrab dengan pejalan kaki, secara cepat telah menurunkan kualitas dan daya tariknya kemudian berangsur-angsur akan berubah menjadi lingkungan

Lebih terperinci

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB V KONSEP DAN PROGRAM DASAR PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 5.1 Tujuan Perencanaan dan Perancangan Perencanaan dan perancangan Penataan PKL Sebagai Pasar Loak di Sempadan Sungai Kali Gelis Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan.

BAB I PENDAHULUAN. :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. -pengembangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Pengembangan Kawasan Shopping Street Pertokoan Jl. Yos Sudarso :Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, dan konseptual. (http://developmentcountry.blogspot.com/2009/12/definisi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Trotoar Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20 Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia

Jurnal Kalibrasi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut Indonesia EFEKTIFITAS PENGGUNAAN FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG (JPO) (STUDI KASUS PADA FASILITAS JEMBATAN PENYEBERANGAN ORANG DI JL. SOEKARNO HATTA BANDUNG) Edy Supriady Koswara 1, Roestaman, 2 Eko Walujodjati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan.

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan tidak bermotor dan pedestrian seperti terabaikan. BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan di segala bidang terutama di kota besar. Pertumbuhan tersebut diikuti oleh pembangunan infrastruktur kota seperti jalan

Lebih terperinci

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang

Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang TEMU ILMIAH IPLBI 2017 Evaluasi Tingkat Kenyamanan Penghuni Pasca Perubahan Fungsi Taman Parang Kusumo Semarang Desti Rahmiati destirahmiati@gmail.com Arsitektur, Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Transportasi 2. 1. 1 Pengertian Transportasi Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan ( trip) antara asal ( origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas

II. TINJAUAN PUSTAKA. berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal ruas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Lalu Lintas Jalan R.A Kartini Jalan R.A Kartini adalah jalan satu arah di wilayah Bandar Lampung yang berupa jalan aspal hotmix dengan panjang 1490 m. Dengan pangkal

Lebih terperinci

BAB V. KONSEP PERANCANGAN

BAB V. KONSEP PERANCANGAN BAB V. KONSEP PERANCANGAN A. KONSEP MAKRO 1. Youth Community Center as a Place for Socialization and Self-Improvement Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota pendidikan tentunya tercermin dari banyaknya

Lebih terperinci

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27 PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Perencanaan Trotoar DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN 1-27 Daftar Isi Daftar Isi Daftar Tabel

Lebih terperinci

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007) pengertian Penataan bangunan dan lingkungan : adalah kegiatan pembangunan untuk merencanakan, melaksanakan, memperbaiki,mengembangkan atau melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang publik atau public space adalah tempat orang berkumpul untuk melakukan aktivitas dengan tujuan dan kepentingan tertentu serta untuk saling bertemu dan berinteraksi,

Lebih terperinci

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).

2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997). Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa jalan mempunyai peranan penting dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul berbagai macam permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang muncul berkembang tersebut disebabkan

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN JALAN DI KABUPATEN BANGKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Parkir dan Pedestrian Menurut Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (1996) yang menyatakan bahwa parkir adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang publik merupakan tempat berinteraksi bagi semua orang tanpa ada batasan ruang maupun waktu. Ini merupakan ruang dimana kita secara bebas melakukan segala macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG KEBERSIHAN DAN KEINDAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa keadaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1990 TENTANG JALAN TOL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan,

Lebih terperinci

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa

BAB VII RENCANA. 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa Tahapan Pembangunan Rusunawa BAB VII RENCANA 7.1 Mekanisme Pembangunan Rusunawa 7.1.1 Tahapan Pembangunan Rusunawa Agar perencanaan rumah susun berjalan dengan baik, maka harus disusun tahapan pembangunan yang baik pula, dimulai dari

Lebih terperinci

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI)

CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) Perancangan Kota CONTOH KASUS PEREMAJAAN KOTA DI INDONESIA (GENTRIFIKASI) OLEH: CUT NISSA AMALIA 1404104010037 DOSEN KOORDINATOR IRFANDI, ST., MT. 197812232002121003 PEREMAJAAN KOTA Saat ini, Perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jalan Perkotaan Menurut MKJI 1997, jalan perkotaan merupakan segmen jalan yang mempunyai perkembangan secara permanen dan menerus sepanjang seluruh atau hampir seluruh jalan,

Lebih terperinci

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan temuan penelitian mengenai elemen ROD pada kawasan stasiun Pasar Nguter, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: -

Lebih terperinci

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar Penampang melintang merupakan bentuk tipikal Potongan jalan yang menggambarkan ukuran bagian bagian jalan seperti perkerasan jalan, bahu jalan dan bagian-bagian lainnya. BAGIAN-BAGIAN DARI PENAMPANG MELINTANG

Lebih terperinci

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK

REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) REDESAIN TERMINAL TERPADU KOTA DEPOK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : NOVAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 43 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KEGIATAN PARKIR KENDARAAN DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka tertib pembangunan fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN TINJAUAN UMUM I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. TINJAUAN UMUM Sistem transportasi merupakan suatu bentuk keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang Kota dan Perkembangannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Ruang Kota dan Perkembangannya Ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan. Ruang merupakan wadah bagi makhluk hidup untuk tinggal dan melangsungkan hidup

Lebih terperinci

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi

BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN. Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi BAB 2 EKSISTING LOKASI PROYEK PERANCANGAN 2.1 Lokasi Proyek Proyek perancangan yang ke-enam ini berjudul Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana. Tema besar yang mengikuti judul proyek

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA

BAB III: DATA DAN ANALISA BAB III: DATA DAN ANALISA 3.1. Data Fisik dan Non Fisik 1.1.1. Data Non Fisik Sebagai stasiun yang berdekatan dengan terminal bus dalam dan luar kota, jalur Busway, pusat ekonomi dan pemukiman penduduk,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT No. Urut: 08, 2015 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan dari penelitian ini berdasarkan pertanyaan penelitian yaitu: mengetahui karakteristik

Lebih terperinci