PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT MULTI PASS DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA KARBON RENDAH SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT MULTI PASS DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA KARBON RENDAH SKRIPSI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT MULTI PASS DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA KARBON RENDAH SKRIPSI LENDI TRIGONDO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JUNI 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH TEMPERATUR CANAI HANGAT MULTI PASS DAN WAKTU TAHAN TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN BESAR BUTIR BAJA KARBON RENDAH SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik LENDI TRIGONDO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JUNI 2011

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Lendi Trigondo NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 23 Juni 2011 ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Lendi Trigondo NPM : Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Judul Skripsi : Pengaruh Temperatur Canai Hangat Multi Pass dan Waktu Tahan Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro, dan Besar Butir Baja Karbon Rendah Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik, DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Rini Riastuti, M.Sc ( ) Penguji : Dr. Ir. Dedi Priadi DEA ( ) Penguji : Dr. Ir. Myrna Ariati Mochtar M.Si ( ) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 23 Juni 2011 iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat- Nya,saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Metalurgi dan Material. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Ir. Rini Riastuti, M.Sc, selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. (2) Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI yang telah memberikan pengetahuan dan ilmu yang bermanfaat. (3) Bapak Budi dari toko sumber makmur mandiri yang telah mensuplai bahanbahan keperluan untuk skripsi ini. (4) Orang tua dan keluarga saya yang senantiasa mendoakan saya, memberikan bantuan baik moril maupun materil. (5) Astrini Wulandari dan R Bastian selaku rekan kerja yang telah banyak membantu saya dalam penelitian ini. (6) Seluruh karyawan, staf, serta teknisi Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI. (7) Rekan-rekan asisten laboratorium metalurgi mekanik dan metalografi yang telah membantu pengujian yang dibutuhkan dalam skripsi ini. (8) Seluruh rekan-rekan metalurgi dan material 2007 yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. iv

6 Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi semua pihak dalam pengembangan ilmu. Depok, 23 Juni 2011 Penulis v

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Lendi Trigondo NPM : Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Departemen : Metalurgi dan Material Fakultas : Teknik Jenis Karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pengaruh Temperatur Canai Hangat Multi Pass dan Waktu Tahan Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro, dan Besar Butir Baja Karbon Rendah. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengaihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 23 Juni 2011 Yang menyatakan (Lendi Trigondo) vi

8 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Lendi Trigondo : Teknik Metalurgi dan Material : Pengaruh Temperatur Canai Hangat Multi Pass dan Waktu Tahan Terhadap Kekerasan, Struktur Mikro, dan Besar Butir Baja Karbon Rendah. Penelitian terhadap proses penghalusan butir harus dilakukan pada saat ini untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masa depan industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur canai hangat multi pass dan waktu tahan terhadap kekerasan, struktur mikro, dan besar butir baja karbon rendah. Sampel dideformasi pada temperatur 500 C dan 550 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit dan derajat deformasi 20%-20%-20%-20%. Kemudian di-quench dengan media air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin rendah temperatur canai hangat maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga lebih tinggi. Selain itu semakin singkat waktu tahan maka butir yang dihasilkan semakin halus dan kekuatan material yang dihasilkan juga lebih tinggi. Hasil yang didapatkan dari temperatur canai yang lebih rendah dan waktu tahan lebih singkat adalah ukuran butir 17,19 µm dengan nilai kekuatan 621 MPa. Kata kunci: Pencanaian hangat, temperatur, waktu tahan, penghalusan butir, kekuatan Vii

9 ABSTRACT Name Study Program Title : Lendi trigondo : Metallurgy and Materials Engineering : Effect of Multi Pass Warm Rolling Temperature and Delay Time on Hardness, Microstructure, and Grain Size of Low Carbon Steel Nowadays, the research of grain refinement process must be done, to get a material with good mechanical properties that expected will be a benefit for industry in the future. The object of the present work is to investigate the effect of temperature and delay time warm rolling multi pass on hardness, microstructure, and grain size of Low Carbon Steel. The samples deformed at a temperature of 500 C and 550 C with a holding time of 5 and 10 minutes and the degree of deformation of 20% -20% -20% -20%. Then, the samples were quenched by water. Experimental results have shown that the lower the temperature of warm roll produced finer grain and higher strength. Shorter holding time produce finer grain and higher strength. The results obtained from the rolled lower temperatures and shorter holding time is the grain size of µm with 621 MPa. Keywords: Warm rolling, temperature, holding time, grain refinement, strength Viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR RUMUS... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Material Parameter Penelitian Tempat Penelitian Sistematika Penulisan... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Baja Karbon Baja Karbon Rendah Morfologi Struktur Mikro Baja Karbon Rendah Fasa Baja Karbon Rendah Bentuk Butir Baja Karbon Rendah Pengaruh Deformasi Plastis Terhadap Struktur Mikro Severe Plastic deformation.10 ix

11 2.2.2Canai Dingin Canai Panas Thermo-Mechanical Control Precess Canai Hangat Pengaruh Waktu Tahan Perbandinga Antara ARB Degan Konvensional Rolling Strain Rate Pengaruh Besar Butir Terhadap Sifat Struktural Baja Mekanisme Penguatan Dengan Penghalusan Butir Penghalusan Butir Ferrit Rekoveri, Rekristalisasi, dan Pertumbuhan Butir Rekoveri Rekristalisasi Rekristalisasi Dinamis Rekristalisasi Statis Subbutir Mekanisme Pembentukan Subbutir Hubungan Antara Subbutir Dengan Dislokasi Pertumbuhan Butir Evaluasi Mikrostruktur Pada Baja yang Mengalami Canai Hangat Hall-Petch Hubungan Antara Ukuran Butir Dengan Sifat Mekanik High Angle and Low Angle Grain Boundary 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Penelitian Alat dan Bahan Alat Bahan Prosedur Penelitian Pemilihan Material Preparasi Benda Uji Proses TMCP dan Warm Rolling..32 xvi

12 3.3.4 Preparasi, Pengujian Metalografi dan Pengamatan Mikrostruktur Perhitungan Besar Butir Equiaxed Perhitungan Besar Butir Non-Equiaxed Pengujian Nilai Kekerasan Pengukuran Grain Aspect Ratio BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengukuran Ketebalan Benda Uji Hasil Perhitungan Butir Hasil Pengukuran GAR(Grain Aspect Ratio) Hasil Pengamatan Metalografi Hasil Pengujian Kekerasan Pengaruh Delay Time Terhadap Kekerasan Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Kekerasan Pengaruh Temperatur Canai Hangat Terhadap Kekerasan Pengaruh Ukuran Butir Terhadap kekuatan...62 BAB 5 KESIMPULAN REFERENSI xvii

13 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Komposisi Sampel Baja Karbon Rendah Tabel 3.2 Simbol dan Penandaan yang Berhubungan dengan Pengujian Rocwell B Tabel 4.1 Pengukuran Dimensi Awal dan Akhir Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550 C dengan waktu tahan 5 menit dan 500 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air Tabel 4.2 Pengukuran Strain Rate Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550 C dengan waktu tahan 5 menit dan 500 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air Tabel 4.3 Pengukuran Ukuran Butir Awal dan Akhir Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550 C dengan waktu tahan 5 menit dan 500 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air Tabel 4.4 Hasil pengukuran GAR sampel sebelum dan setelah proses TMCP dan warm rolling Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kekerasan.58 xvi

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Transformasi Fasa Pada Baja Karbon... 7 Gambar2.2 Struktur Mikro Ferit dan Pearlit (Gelap) Berbentuk Equiaxed (Polygonal) Pada Baja Karbon Rendah. Perbesaran 500x... 8 Gambar 2.3 Tipikal kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas Gambar 2.4 skema dari jenis dasar dari deformasi plastis Gambar 2.5 Mekanisme Roll Flattening Gambar 2.6 Perbandingan Besar Butir antara pengerolan konvensional (kiri) dan TMCP (kanan) Gambar 2.7 Perbandingan Antara Jalur Proses Konvensional dan TMCP. Bagian garis 'Zig-zag' mengindikasikan proses canai Gambar 2.8 kurva stress-strain dengan berbagai strain rate pada pengerolan suhu C Gambar 2.9 Ilustrasi Batas Butir dan Pergerakan Dislokasi Gambar 2.10 Pengaruh besar butir terhadap nilai kekuatan Gambar 2.11 Skema efek dari variasi penguatan material Gambar 2.12 Pengaruh ukuran butir ferit terhadap kekuatan dan ketahanan impak..21 Gambar 2.13 Pembentukan Sub-butir..22 Gambar 2.14 Perbandingan Antara Rekristalisasi Dinamik dan Statik...24 Gamabar 3.1 Diagram Alir Penelitian.28 Gambar 3.2 Skematik Optical Emission Spectroscopy Gambar 3.3 Ilustrasi Benda Uji dan Pemasangan Termokopel Gambar 3.4 Ilustrasi Benda Uji Sebelum Dipreparasi Gambar 3.5 Skematik Pengujian Benda Uji A Gambar 3.5 Skematik Pengujian Benda Uji B Gambar 3.7 Skematik Pengujian Benda Uji C Gambar 3.8 Skematik pengujian benda D Gambar 3.9 Skematik pengujian benda E xvii

15 Gambar 3.10 Furnace Carbolite Gambar 3.11 Mesin Onoroll dan Rangkaian Alat..36 Gambar 3.12 Lingkaran yang Digunakan Untuk Penghitungan Besar Butir Dengan Metode Intercept Heyn.37 Gambar 3.13 Prinsip pengujian kekerasan dengan metode Rockwell B menggunakan indentor 1/6 bola baja.39 Gambar 3.14 Bidang pada produk rolling, arah rolling ditunjukkan oleh panah..40 Gambar 4.1 Grafik hubungan antara suhu pemanasan dengan diameter butir ferrit (µm) Gambar 4.2 Grafik hubungan antara temperatur canai dengan besar butir ferrit(µm) Gambar 4.3 Grafik hubungan antara delay time dengan besar butir ferrit (µm) 47 Gambar 4.4 Grafik GAR vs Temperatur Canai( 0 C)...50 Gambar 4.5 Grafik GAR vs Delay Time(min)...50 Gambar 4.6 Sampel Bulk, Baja karbon rendah, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X...52 Gambar 4.7 Sampel Bulk, Baja karbon rendah, dengan etsa picral, perbesaran 100X...52 Gambar 4.8 Sampel D, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X...53 Gambar 4.9 Sampel E, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X...53 Gambar 4.10 Sampel B, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 5 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X.54 Gambar 4.11 Sampel C, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di xvi

16 deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X.54 Gambar 4.12 Sampel A, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 5 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% natal, perbesaran 100X.55 Gambar 4.13 Grafik BHN vs delay Time.59 Gambar 4.14 Grafik BHN vs suhu reheating...60 Gambar 4.15 Grafik BHN vs Temperatur canai( 0 C) 61 Gambar 4.16 Grafik Hubungan Antara Ukuran Butir (µm) dengan Kekuatan (MPa)..62 xvii

17 DAFTAR RUMUS Persamaan 1.1 hubugan antara ukuran subbutir dengan kerapatan dislokasi.2 Persamaan 2.1 Persamaan Zoner-Hollomon...16 Persamaan 2.2 Persamaan strain rate...16 Persamaan 2.3 Persamaan Hall-Petch..26 Persamaan 3.1 Rumus Jumlah Titik Potok Persatuan Panjang 37 Persamaan 3.2 Rumus Panjang Garis Terpotong...37 Persamaan 3.3 Rumus G Number.38 Persamaan 3.4 Perhitungan besar Butir Non-Equiaxed 38 Persamaan 3.5 Persamaan GAR...40 Persamaan 4.1Perhitungan % deformasi pada benda uji..41 Persamaan 4.2Konversi BHN-UTS..62 xvi

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Foto sampel awal dan sampel yang telah mengalami proses warm rolling Lampiran 2. Pehitungan Ukuran Butir Equiaxed Lampiran 3. Perhitungan Ukuran Butir Non-Equiaxed Lampiran 4. Perhitungan Kekerasan Lampiran 5. Tabel Diameter Butir ASTM E112 Lampiran 6. Tabel Konversi Nilai Kekerasan ASTM E140 xvii

19 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penggunaan Baja Karbon Rendah (%wtc < 0,3 %) masih mendominasi pada dunia industri terutama industri pipa. Karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibanding baja lainnya. Biasanya penggunaan baja ini dalam bentuk hasil pengerolan, teranilisasi atau kondisi normalisasi. Kandungan karbonnya yang rendah dan mikrostrukturnya yang terdiri dari fasa ferrit dan pearlite menjadikan baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Berdasarkan hal tersebut dapat dilakukan pengembangan terhadap baja karbon rendah yang pada aplikasi fabrikasi industri akan relatif lebih mudah dan murah. Sifat mekanik dari baja ini bergantung pada mikrostrukturnya. Struktur ferrite-pearlite merupakan struktur yang sering dijumpai pada baja karbon rendah. Kekuatan atau sifat mekanik dari struktur ferrite-pearlite ini dipengaruhi besar butir ferit dan adanya subbutir ferrite. Penelitian terhadap proses penghalusan butir halus dan pembentukan subbutir dilakukan pada saat ini untuk mendapatkan material dengan sifat mekanis yang baik yang diharapkan dapat bermanfaat untuk masa depan industri. Proses penguatan substruktur dimanfaatkan oleh dunia industry untuk mendapatkan material dengan sifat mekanik yang baik, ulet, dan tahan terhadap creep. [1] Ada beberapa metode untuk menghasilkan dan menstabilkan struktur subbutir kecil. Metodanya antara lain, pengecoran dan pengerolan dimana pada proses tersebut sangat berpengaruh pada mikrostruktr material yang mana mikrostruktur ini sangat berperan dalam sifat mekanik suatu material. Proses tersebut memiliki beberapa parameter yang harus dikontrol agar terbentuk subbutir. Pada proses pengerolan hangat memungkinkan terbentuknya subbutir karena pada proses pengerolan hangat dengan rentang temperatur antara C [2] terjadi proses rekoveri. Saat proses rekoveri terjadi penghilangan dan pengaturan ulang dislokasi, serta pembentukan subbutir. Hilangnya beberapa dislokasi mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari material, tetapi hilangnya dislokasi ini diimbangi dengan pembentukan subbutir. Penyusunan ulang 1

20 2 dislokasi akan membentuk subbutir. Subbutir tidak hanya mempengaruhi sifat mekanik pada temperature rendah dan tinggi saja tapi juga mempengaruhi sifat fisik, sifat permukaan, transformasi fasa, dan perlakuan anil suatu material. Terdapat hubugan antara ukuran subbutir dengan kerapatan dislokasi [3]. d=15/ (1.1) Berdasarkan rumus tersebut bisa dikatakan bahwa semakin kecil ukuran subbutir (d) maka kepadatan dislokasi (ρ) akan meningkat. Artinya bahwa semakin kecil ukuran subbutir yang berarti semakin banyak ukuran subbutir maka kepadatan dislokasi akan meningkat yang artinya material akan semakin keras. Karena pergerakan dislokasi semakin terhambat dengan tingginya kepadatan dislokasi. Kemampuan untuk mengontrol mikrostruktur baik ukuran dan bentuk butir selama proses memungkinkan peningkatan yang signifikan terhadap sifat akhir baja dan efisien dari segi biaya karena mikrostruktur juga memberikan kontribusi terhadap sifat baja termasuk sifat mekanisnya. Pada penelitian ini dilakukan suatu proses yang dikenal dengan Thermomechanical Control Process (TMCP). Teknologi industri yang paling efisien dalam memaksimalkan penghalusan butir dengan biaya yang masuk akal yaitu dengan menggunakan proses ini. Proses TMCP ini telah berkembang dengan adanya proses menggunakan pengerjaan hangat (warm working) dengan rentang temperatur antara C [2]. Proses Warm working memiliki potensi untuk mengurangi biaya produksi dari baja karena pengerjaannya dilakukan pada suhu yang lebih rendah sehingga energi yang dibutuhkan pun akan lebih kecil. Proses warm working yang dilakukan adalah dengan warm rolling atau ferritic rolling. Seperti yang telah dijelaskan, proses ini memberi keuntungan yaitu lebih hemat energi, menghasilkan butir ferit yang lebih halus. Harus diperhatikan bahwa penghalusan butir (grain size reduction) dan pembentukan subbutir akan meningkatkan tidak hanya kekuatan namun juga ketangguhan dan ketahanan terhadap difusi hidrogen pada hampir kebanyakan paduan. Pada proses canai hangat hasil kekerasan yang didapat diengaruhi oleh suhu canai, waktu tahan, dan laju pendinginan. Semakin rendah suhu canai,

21 3 semakin singkat waktu tahan, dan semakin cepat laju pendinginan maka akan didapat kekerasan yang lebih tinggi. Subbutir bisa terlihat dengan menggunakan TEM [1], akan tetapi dengan keterbatasan alat yang ada diharapkan bisa mengamati subbutir dengan peralatan yang tersedia yaitu dengan menggunakan SEM dan OM. Akan tetapi, keberadaan subbutir sulit diteliti dengan menggunakan OM karena boundary dari subbutir low angle sehingga sulit untuk dietsa [4]. 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ini akan membahas studi mengenai pengaruh temperatur canai hangat terhadap morfologi dan ukuran butir ferrite, juga kekerasan akhir baja karbon rendah. Selain itu juga membahas mengenai pengaruh waktu jeda pada canai hangat multi pass terhadap morfologi dan bentuk butir ferrit juga kekerasan akhir baja karbon rendah. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui hubungan temperatur canai hangat multi pass dengan sifat mekanis dan morfologi butir akhir. 2. Mengetahui pengaruh delay time pada canai hangat multi pass dengan sifat mekanis dan morfologi akhir. 3. Mengamati pengaruh pemanasan ulang dan C (reheating) terhadap morfologi dan ukuran butir ferit. 4. Mengamati ukuran dan morfologi butir ferit baja karbon rendah setelah proses warm rolling multi pass dengan pendinginan air. 1.4 Ruang Lingkup Material Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah dengan komposisi 0.114%C, 0.005%Si, dan % Mn Parameter Penelitian a. Pemanasan Ulang. Pemanasan ulang dilakukan pada temperatur C dan C selama 15 menit. b. Waktu Tahan. Setelah pemanasan ulang ditahan selama 10 menit

22 4 c. % Deformasi. Deformasi dilakukan dengan multi-pass searah dengan derajat deformasi 20%+20%+20%+20%. d. Delay Time. Setiap selesai satu pass dan menuju pass berikutnya sampel ditahan pada suhu C selama 5 dan 10 menit, C selama 5 menit. e. Temperature Finish. Temperatur akhir canai C, dan C. f. Media Pendinginan. Media pendinginan yaitu menggunakan pendinginan air Tempat Penelitian Proses penelitian dilakukan di beberapa tempat, yaitu 1. Penelitian terhadap proses pengerjaan hangat dilakukan di Laboratorium Metalurgi Mekanik Departemen Metalurgi dan Material FTUI. 2. Pengujian komposisi dilakukan di Central Material Processing and Failure Analysis, Departemen Metalurgi dan Material FTUI. 3. Preparasi sampel dan pengamatan struktur mikro dilakukan di Laboratorium Metalografi dan HST Departemen Metalurgi dan Material FTUI. 4. Pengujian kekerasan dilakukan di Central Material Processing and Failure Analysis Departemen Metalurgi dan Material FTUI. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika ini dibuat agar konsep penulisan tersusun secara berurutan sehingga didapatkan kerangka alur pemikiran yang mudah dan praktis. Sistematika tersebut digambarkan dalam bentuk bab-bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab 1 : Pendahuluan Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang dari penelitian yang dilakukan, perumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan laporan.

23 5 Bab 2 : Dasar Teori Dalam bab ini dijelaskan tentang studi literature yang berkaitan dengan penelitian tugas akhir ini. Bab 3 : Metodologi Penelitian Bab ini berisi mengenai langkah kerja, prosedur penelitian, prinsip pengujian, serta daftar alat dan bahan yang digunakana dalam penelitian. Bab 4 : Hasil dan Pembahasan Bab ini berisi data-data hasil penelitian dan analisa dari hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan hasil studi literatur. Bab 5 :Kesimpulan Membahas mengenai kesimpulan akhir berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

24 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Karbon Baja merupakan material yang dipakai banyak pada penggunaan sehari hari dan biasanya mengandung karbon tidak lebih dari 2%. Baja Karbon dilihat dari komposisinya merupakan perpaduan antara karbon besi dan kadungankandungan lainnya dimana karbon merupakan kandungan terpenting. Karbon merupakan unsur pengeras utama pada baja. Jika kadar karbon ditingkatkan maka akan meningkatkan kekuatannya akan tetapi nilai impact baja tersebut akan menurun. Baja karbon dapat diklasifikasikan menurut kandungan karbonnya menjadi tiga jenis yaitu: 1. Baja Karbon Rendah Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon < 0.25%C, relatif lunak, ulet dan tangguh. Selain itu baja ini memiliki mampu mesin dan mampu las yang baik, serta harganya yang murah. 2. Baja Karbon Medium Baja karbon medium memiliki kandungan karbon antara 0.25%C 0.6%C, banyak dipakai dalam kondisi hasil tempering sehingga struktur mikronya berupa martensit. Baja ini lebih kuat dari baja karbon rendah. 3. Baja Karbon Tinggi Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon antara 0.6 < % C 1.7. Baja ini memiliki sifat paling keras, paling getas di antara baja karbon lainnya, dan tahan aus Baja Karbon Rendah Baja jenis ini mengandung kadar karbon (C) hingga 0.30%. Pada umumnya baja karbon rendah diproduksi dengan metode rolling, annealling ataupun normalizing. Pada baja karbon rendah sifat mekanik bergantung pada mikrostrukturnya. Mikrostruktur baja karbon rendah terdiri dari fasa ferrit dan pearlite sehingga baja karbon rendah bersifat lunak dan kekuatannya lemah namun 6

25 7 keuletan dan ketangguhannya sangat baik. Baja karbon rendah masih terbatas penggunaannya dikaitkan dengan keterbatasan kekuatan mekanis dan ketahanan korosinya terutama jika dibandingkan dengan stainless steel. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan terhadap baja karbon rendah yang pada aplikasi fabrikasi industri akan relatif lebih mudah dan murah. Penggunaan baja karbon rendah dapat menjadi suatu solusi yang memungkinkan untuk digunakan pada berbagai macam aplikasi terutama industri pipa karena nilai ekonomisnya yang tinggi bila dibandingkan material lain, oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap baja karbon rendah untuk mendapat sifat-sifat yang lebih baik. Pada baja karbon rendah, sifat mekaniknya dipengaruhi oleh besar butir ferit. Penghalusan butir ferrite pada baja karbon rendah dapat dicapai dengan deformasi hanya pada daerah fasa ferrite dengan nilai Z yang sesuai [6]. Untuk baja karbon rendah, proses deformasi pada temperatur 650 o C dengan deformasi (20%+20%) secara reversible akan menghasilkan ukuran butir µm [5]. Gambar 2.1 Transformasi Fasa Pada Baja Karbon William D Callister, Jr., Material Science and Engineering an Introduction 7th Ed., p.295, New York, John Wiley & Son, 2007

26 Morfologi Struktru Mikro Baja Karbon Rendah Struktur ferit dengan segala pengecualiannya merupakan konstituen utama pada baja karbon rendah. Ferit merupakan baja murni dan memiliki kandungan karbon yang kurang dari % C pada temperatur ruang. Ferit juga bisa mengandung unsure paduan seperti mangan dan silikon. Gambar 2.2 Struktur Mikro Ferit dan Pearlit (Gelap) Berbentuk Equiaxed (Polygonal) Pada Baja Karbon Rendah. Perbesaran 500x [8] Fasa Baja Karbon Rendah Berdasarkan pada gambar diagram fasa Fe-Fe 3 C (Gambar 2.1) fasa baja karbon rendah yaitu ferrite dan pearlite. Fasa-fasa inilah yang membuat baja karbon rendah lunak dan kekuatannya lemah, tetapi memiliki keuletan dan ketangguhan yang sangat baik sehingga sifat mampu mesin dan mampu lasnya menjadi baik. Penambahan jumlah karbon pada baja karbon rendah akan menghasilkan perubahan penting terhadap fasa. Struktur Kristal dari ferrite mempunyai struktur Kristal BCC (Body Centered Cubic) Bentuk Butir Baja Karbon Rendah Sebuah contoh pada Gambar 2.2 Pada baja karbon rendah pada umumnya, ferit memiliki morfologi equiaxed (memiliki dimensi yang sama ke semua arah), bentuk ini juga disebut ferit polygonal. Ferit juga bisa memiliki morfologi elongated pada baja yang telah dilakukan pengerjaan dingin [8].

27 9 2.2 Pengaruh Deformasi Plastis Terhadap Struktur Mikro Deformasi plastis sering diklasifikasikan sebagai perlakuan yang selalu dilakukan pada pengerjaan panas atau pengerjaan dingin terhadap logam. Karakter pengerjaan dingin : a. Memiliki kekerasan dan kekuatan yang tinggi b. Memiliki ketangguhan dan keuletan yang rendah c. Struktur butir yang terdiri dari butir yang berdeformasi meregang d. Untuk baja karbon rendah, memperlihatkan titik regang yang kontinyu Karakter pengerjaan panas : a. Secara umum lebih halus dan memiliki kekuatan yang rendah b. Ketangguhan yang rendah dan keuletan yang tinggi c. Struktur butirnya equaixed d. Untuk baja karbon rendah, memperlihatkan titik regang yang kontinyu Deformasi plastis merupakan hasil dari pergerakan dari salah satu Kristal yang disebut dislokasi. Pada logam yang dideformasi plastis terdapat sejumlah dislokasi yang terjadi pada kristal-kristalnya. Kepadatan dislokasi dapat seragam atau memiliki nilai yang jauh berbeda dari satu titik ke titik yang lain. Kevariasian dislokasi memberikan peningkatan terhadap kevariasian large-scale deformations, termasuk slip dan twinning. Bidang kristalografi dimana garis dislokasi melintang dikenal dengan bidang slip. Gambar 2.3 menggambarkan kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas. Selama deformasi panas, bentuk kurva aliran dibatasi, atau laju work hardening diimbangi oleh dynamic recovery atau dynamic recrystallization yaitu discontinuous recrystallization.

28 10 Gambar 2.3 Tipikal kurva aliran yang terbentuk selama proses deformasi dingin dan panas [21] Severe Plastic Deformation Severe plastic deformation (SPD) merupakan teknik pengerjaan logam yang melibatkan strain (regangan) yang amat besar, dan dilakukan tanpa mempengaruhi perubahan dimensi material secara signifikan. Deformasi plastis memiliki peranan penting dalam grain sub-divison dan proses dynamic recovery serta rekristalisasi yang bertujuan menghaluskan butir.. Material yang dideformasi melalui metode deformasi serta nilai strain yang berbeda, akan menghasilkan mikrostruktur yang berbeda pula.

29 11 Gambar 2.4 skema dari jenis dasar dari deformasi plastis [26] Canai Dingin Canai dingin (cold rolling) yaitu proses canai yang dilakukan dengan menggunakan temperatur ruang atau temperatur di bawah temperatur rekristalisasi material. Untuk meningkatkan sifat material maka perlu dilakukan pengurangan atau penghilangan tegangan sisa yang dihasilkan pada proses pengerjaan dingin. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara perlakuan panas dan perlakuan mekanis. Perlakuan mekanis yaitu dengan memberikan tegangan yang berlawanan atau melakukan deformasi plastis lanjut yang bertujuan memberikan kesempatan lepasnya tegangan yang tidak seragam. Pada saat canai dapat terjadi mekanisme roll flattening [27]. Pada saat material masuk kedalam roller terjadi interaksi antara roller dengan material, roll melakukan tekanan dan material mengalami reaksi. Jika material yang cukup keras masuk ke dalam roll, maka reaksi yang terjadi cukup besar yang mengakibatkan roll terdeformasi secara elastis dan jari-jari lengkungan busur roll akan meningkat sehingga menyebabkan roll mengalami sedikit mengempis (roll flattening) [27].

30 12 Gambar. 2.5 Mekanisme Roll Flattening [27] Canai Panas Proses canai panas adalah suatu proses deformasi yang diikuti dengan proses perlakuan panas sehingga tegangan sisa tidak terjadi. Pada proses ini yang terjadi ialah proses pergerakan dislokasi, recovery, rekristalisasi, dan pertumbuhan butir (grain growth) sehingga material akan memiliki sifat dan kinerja yang lebih baik. Pada proses canai, temperatur akhir proses merupakan hal yang penting karena proses ini harus berakhir pada temperatur tepat diatas temperatur rekristalisasi untuk memperoleh ukuran butir yang kecil dan halus. Jika temperatur akhir jauh diatas temperatur rekristalisasi, pertumbuhan butir akan terjadi. Apabila temperatur akhir dibawah temperatur rekristalisasi, maka akan terjadi pengerasan regangan (strain hardening). Pada temperatur diatas temperatur rekristalisasi, material akan menjadi lebih lunak dan lebih ulet dibandingkan pada tempeatur ruang, sehingga tidak dibutuhkan tenaga yang besar untuk deformasi. Karena tidak ada pengerasan regangan, maka reduksi ukuran material yang tebal bisa dilakukan Thermo-Mechanical Control Process (TMCP) Thermomechanical Controlled Process (TMCP) dapat dikarakteristikkan sebagai proses yang melibatkan panas / heat dan deformasi. TMCP adalah sebuah teknik perlakuan logam yang didesain untuk meningkatkan kekuatan sekaligus ketangguhan. Peningkatan kekuatan dan ketangguhan dalam TMCP didapat dari adanya mekanisme pengecilan butir dengan proses deformasi panas yang terkontrol (controlled rolling).

31 13 TMCP merupakan istilah kolektif pada beberapa proses yang berbeda untuk menghasilkan baja dengan butir halus yang memiliki nilai kekuatan tinggi, ketangguhan yang baik dan kemampulasan yang baik [12]. Pada baja TMCP, sifat mekanis terutama ditentukan melalui kombinasi dari perlakuan mekanis, proses recovery, rekristalisasi, dan pertumbuhan butir (grain growth) [13]. Gambar 2.6 Perbandingan Besar Butir antara pengerolan konvensional (kiri) dan TMCP (kanan) Yokota, Tomoyuki. Ferrite grain size refinement through transformation. NKK Corp. (JFE group) Mekanisme penghalusan butir dalam pengerolan terkendali (controlled rolling) adalah rekristalisasi pada austenit selama deformasi panas. Proses ini dipengaruhi oleh komposisi paduan, temperatur pengerolan, dan derajat deformasi yang berlangsung selama pengerolan. Bila austenit tidak memiliki partikel fasa kedua maka dihasilkan pertumbuhan butir yang nyata sehingga mekanisme penghalusan butir menjadi terbatas. Untuk lebih lengkapnya mengetahui perbandingan antara jalur proses konvensional dan TMCP, dapat dilihat pada gambar Gambar 2.5.

32 14 Gambar 2. 7 Perbandingan Antara Jalur Proses Konvensional dan TMCP. Bagian garis 'Zig-zag' mengindikasikan proses canai. Yajima et al.,'extensive Application of TMCP-manufactured High Tensile Steel Plates to Ship Hulls and Offshore Structures' Mitsubishi Heavy Industries Technical Review Vol 24 No. 1, February Warm Working (Canai Hangat) Warm Working merupakan salah satu metode perlakuan terhadap material logam yang menghasilkan struktur mikro yang sangat halus, pada material logam dan paduannya dengan temperatur kerja di antara pengerjaan panas (hot working) dan pengerjaan dingin (cold working). Pada warm working akan terbentuk sub-butir sebagai hasil pembentukan sub-butir ini, sifat mekanis dari material akan meningkat. Deformasi plastis yang terjadi memberikan kontribusi pada pembentukan grain subdivision dan local dinamic recovery dan pengerjaan hangat akan terjadi proses rekristalisasi berkontribusi pada proses penghalusan butir. Warm Working, proses pengerjaannya berada pada range temperature 550 C C sehingga dapat dijelaskan bahwa metode ini sangatlah menghemat energi. Selain efisiensi energi, metode ini banyak diminati karena memiliki beberapa keuntungan lainnya. Sebagai contoh, jika dibandingkan dengan pengerjaan dingin / cold working, metode ini membutuhkan deformation forces yang lebih rendah, dapat diaplikasikan pada baja dengan range yang luas, memberikan rasio deformasi yang lebih besar, menghasilkan deformasi yang lebih seragam terhadap daerah transversal

33 15 dan menghasilkan mikrostruktur dengan tegangan sisa yang lebih rendah [9]. Kemudian jika dibandingkan dengan pengerjaan panas / hot working, metode ini menghasilkan miksrostruktur yang lebih halus dengan sifat mekanis yang tinggi, kualitas permukaan dan pengendalian dimensional yang lebih baik, material yang dibuang akibat proses dekarburisasi atau oksidasi yang lebih rendah [14]. Juga terdapat studi yang menyatakan bahwa proses warm working berhubungan dengan range temperature berada diantara hot working dan cold working, setelah terjadi deformasi plastis, material sebagian mengalami pengerasan tegangan / strain hardened dan sebagian mengalami rekristalisasi [15] Pengaruh Waktu Tahan Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Najafi-Sadeh [17], waktu tahan yang singkat (1s) pada suhu < C kurang cukup untuk terjadinya proses rekristalisasi statis, akibatnya terjadi akumulasi dari strain dan setelah melewati beberapa pass strain mencapai critical strain untuk memulai terjadinya rekristalisasi dinamis. Pada waktu tahan yang lama (10s) meningkatkan kekuatan dari baja. Waktu tahan yang lama ini cukup untuk terjadinya proses rekristalisasi statis Perbandingan Antara ARB Dengan Konvensional Rolling. Pada penelitian yang dilakukan oleh kodjaspirov [18], baja yang mengalami ARB pada suhu C memiliki peningkatan pada nilai UTS yaitu dari 156 MPa menjadi 267 MPa. Sedangkan penelitain yang dilakukan oleh Deny Firmansyah [19], Baja yang mengalami konvensional rolling pada suhu C memiliki peningkatan pada nilai UTS yaitu dari 490 MPa menjadi 896 MPa. Dari perbandingan tersebut bisa disimpulkan bahwa ARB tidak begitu memiliki perbedaan yang signifikan dengan konvensional rolling apabila parameternya adalah kekerasan akhir dari sampel Strain Rate Parameter Zener-Hollomon, Z, menyatakan bahwa temperatur dan laju regangan pada proses deformasi dapat didefenisikan pada persamaan dibawah:

34 16 Dimana : ἑ : Laju regangan (s-1) Q : Energi aktivasi deformasi (J/mol) R : Konstanta gas (8.31 J.K /mol) T : Temperatur Absolut (K).(2.1) Gambar 2.8 kurva stress-strain dengan berbagai strain rate pada pengerolan suhu C [17] Pada gambar diatan bisa dijelaskan, bahwa semakin tinggi laju regangan pada pengerolan hangat (750 0 C) maka kekuatan dari material yang didapat akan lebih baik. Berdasarkan pada persamaan: F ln.(2.2) Maka semakin besar deformasi (dengan menigkatnya h) maka laju regangan semakin meningkat, yang artinya semakin tinggi deformasi berarti semakin banyak penumpukan dislokasi (semakin meningkatnya strain hardening) maka kekerasan akan semakin meningkat.

35 Pengaruh Besar Butir Terhadap Sifat Struktural Baja Pengaruh ukuran butiran struktur mikro terhadap sifat adalah sebagai berikut: 1. Secara umum, pada baja ukuran butir kasar (besar) tidak diinginkan seperti ukuran butir halus (kecil) karena mempengaruhi terhadap nilai kekuatan yang lebih rendah dan dapat menurunkan nilai elastisitasnya. Kecenderungan untuk terjadi perpatahan juga cenderung terjadi peningkatan pada ukuran struktur butir yang kasar (Smith 1993). 2. Baja dengan butir halus memiliki lebih banyak batas-batas butiran yang berfungsi sebagai hambatan untuk dislokasi. Karena itu, kepadatan yang lebih tinggi dari batas butir akan menghasilkan yield dan tensile stresses yang lebih tinggi (Smith 1993). Bidang regangan fracture toughness biasanya meningkat dengan pengurangan ukuran butiran ketika komposisi dan variabel mikrostruktur lainnya dijaga konstan (Callister 1997). Pengurangan ukuran butiran menurunkan temperatur transisi secara signifikan, yang merupakan temperatur yang mengubah dari elastis menjadi getas (Totten Howes dan 1997). Oleh karena itu, penurunan ukuran butiran biasanya akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan baja. 2.4 Mekanisme Penguatan Dengan Penghalusan Butir Sifat mekanis dari suatu material sangat dipengaruhi oleh ukuran dari butir atau diameter butir rata rata dalam logam polikristal. Pada umumnya butir yang bersebelahan biasanya memiliki orientasi (kisi dan lattice) yang berbeda. Hal ini berarti oleh karena perbedaan orientasi tersebut maka akan timbul adanya batas butir. Saat deformasi plastis, slip atau pergerakan dislokasi berada dalam butir, misalnya dari butir A ke butir B dalam Gambar 2.9.

36 18 Gambar 2.9 Ilustrasi Batas Butir dan Pergerakan Dislokasi William D Callister, Jr., Material Science and Engineering an Introduction 7th Ed., p.188, New York, John Wiley & Son, 2007 Batas butir bertindak sebagai penghalang pergerakan dislokasi karena dua alasan: 1. Ketidaksamaan arrangement atom dalam area batas butir akan menghasilkan berubahnya slip plane dari butir satu ke butir lainnya. 2. Karena dua butir tersebut memiliki orientasi yang berbeda, dislokasi yang menuju butir B harus merubah arah pergerakannya (karena perbedaan orientasi tersebut mengakibatkan tingkat energi yang berbeda pula). Hal ini semakin sulit ketika misorientasi kristalografinya meningkat Material dengan butir yang halus (yang memiliki butir kecil) lebih keras dan kuat dibandingkan material dengan butir kasar, karena butir halus memiliki area batas butir total yang lebih luas untuk menghalangi pergerakan dislokasi. Untuk sebagian besar material, kekuatan tarik σ y bervariasi dengan ukuran butir.

37 19 Gambar Pengaruh besar butir terhadap nilai kekuatan Pickering, F. B., Physical Metallurgy and the design of the steels, Applied Science Publishers, London, 1978, pp Ukuran butir dapat diatur oleh laju solidifikasi dari fasa cair, dan juga oleh deformasi plastis yang diikuti dengan perlakuan panas yang sesuai. Juga harus diperhatikan bahwa penghalusan butir (grain size reduction) meningkatkan tidak hanya kekuatan namun juga ketangguhan pada hampir kebanyakan paduan. Pada gambar 2.9 dapat dilihat bahwa kekuatan baja meningkat lebih baik dengan melakukan penghalusan butir. Semakin meningkatnya kekuatan maka kekerasan pun akan meningkat. Proses penghalusan butir sangat berbeda bila dibandingkan dengan metode penguatan lainnya dimana pada proses penguatan dengan metode tersebut tidak hanya meningkatkan kekuatan tetapi juga tetap mempertahankan agar ketangguhan tidak menurun [23].

38 20 Gambar 2.11 Skema efek dari variasi penguatan material [23] Penghalusan Butir Ferrite Pada proses pemanasan ulang, fasa ferit terbentuk pada selama proses pendinginan lanjut (continous cooling) dengan menggunakan pendinginan udara. Selain itu pembentukan fasa ferit tergantung pada kandungan karbon, kandungan paduan, laju pendinginan. Pada proses pengerjaan panas biasanya baja dalam keadaan fasa austenit dan ditransformasi menjadi struktur ferit dan perlit. Pengaturan terhadap mikrostruktur dan sifat selama pengerjaan panas disebut sebagai canai terkendali. Pada proses ini biasanya butir austenit diubah menjadi butir ferit yang halus melalui pendinginan terkendali. Deformasi pada proses ini biasanya terjadi diatas temperatur rekristalisasi.

39 21 Gambar 2.12 Pengaruh ukuran butir ferit terhadap kekuatan dan ketahanan impak [24] 2.5 Recovery, Rekristalisasi, dan Pertumbuhan Butir Material polikristalin yang mengalami deformasi plastis menunjukan terjadinya perubahan pada bentuk butir, pengerasan regangan (strain hardening) dan peningkatan pada kepadatan dislokasi [7]. Beberapa sisa energi internal disimpan dalam material sebagai energi regangan (strain energy), yang mana berhubungan dengan area tegangan (tensile), tekan (compressive), dan geser (shear) disekeliling dislokasi yang baru terbentuk. Kecenderungan sifat penyimpanan energi internal tersebut dapat dihilangkan setelah tahap pengerjaan dingin dengan perlakuan panas seperti proses anil (annealing). Penghilangan energi tersebut dilakukan dengan dua proses berbeda yang terjadi pada temperatur yang dinaikkan yang kemudian diidentifikasikan sebagai proses recovery dan rekristalisasi, yang juga dimungkinkan untuk pertumbuhan butir Recovery Recovery adalah proses penghilangan energi internal (internal strain energy) yang tersimpan yang diperoleh selama proses pengerjaan dingin melalui perlakuan panas (heat treatment). Selama proses ini, sifat fisik dan mekanik dari baja pengerjaan dingin akan kembali seperti sebelum dilakukan pengerjaan dingin [8]. Proses recovery adalah proses pertama yang terjadi setelah deformasi. Pada tahapan ini tidak ada perubahan yang cukup berarti pada sifat mekanis dari material.

40 22 Perubahan mikrostruktur dari material selama tahapan recovery ini tidak melibatkan pergerakan batas butir dengan sudut yang besar. Untuk benda kerja yang butirnya memipih setelah canai dingin, tidak terlihat perubahan pada butir tersebut. Namun pada tingkatan submikroskopis, terjadi perubahan pada titik cacat dan klusternya, penghilangan dan pengaturan ulang dislokasi, serta pembentukan subbutir dan pertumbuhannya. Perubahan mikrostruktural ini akan melepas sebagian besar tegangan dalam dan tahapan recovery ini dipergunakan untuk proses stressrelieving. Hilangnya beberapa dislokasi mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari material, tetapi hilangnya dislokasi ini diimbangi dengan pembentukan sub-butir, yaitu butir dengan batas butir bersudut kecil. Dari kedua efek yang dijelaskan tersebut didapat kekuatan material yang sama setelah dilakukan pengerjaan dingin. Laju recovery adalah proses yang dipengaruhi yang teraktifasi melalui panas yang mana akan menurun dengan penambahan waktu dan penurunan temperatur [9]. Gambar 2.13 Pembentukan Sub-butir [10] Rekristalisasi Ketika tahap recovery akan berakhir, pembentukan inti dari butir baru akan mulai terjadi. Rekristalisasi adalah proses transformasi nukleasi. Inti dari butir baru terjadi dari bergabungnya sub-butir. Butir yang baru tumbuh merupakan butir yang bebas regangan (strain-free) dan terikat dengan batas butir bersudut besar yang memiliki mobilitas sangat tinggi yang akan menyapu semua jejak dari butir yang terdahulu. Sehingga proses rekristalisasi mengarah kepada pembentukan formasi butir yang bebas energi internal dalam material yang telah mengalami proses pengerjaan dingin [8]. Ketika semua butir terdahulu yang telah digantikan oleh butir baru yang bebas regangan, maka dapat dikatakan material tersebut telah

41 23 terekristalisasi dengan sempurna (fully recrystallized). Seperti telah dijelaskan bahwa gaya penggerak untuk proses rekristalisasi adalah energi yang tersimpan saat pengerjaan dingin, maka jika pengerjaan dinginnya tinggi, semakin kecil energi termal yang digunakan, berarti semakin rendah temperatur dari rekristalisasi. Pada rekristalisasi primer, pembentukan dan pertumbuhan nuklei terjadi pada matrik terdeformasi pada butir baru, yang mana bebas distorsi dan secara cukup lebih sempurna dibandingkan matriks setelah terpoligonisasi (Gorelik 1981). Proses perlakuan panas seperti proses anil diperlukan agar rekristalisasi dapat terjadi. Selama rekristalisasi, proses perbaikan sifat mekanik dan fisik telah selesai. Pada rekristalisasi terjadi penurunan yang signifikan pada kekuatan tarik dan kekerasan dan peningkatan keuletan yang tinggi pada baja. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi proses rekristalisasi pada logam dan paduannya adalah; (1) besaran deformasi / amount of prior deformation, (2) temperatur, (3) waktu, (4) besar butir awalan / initial grain size, dan (5) komposisi logam atau alloy (Smith 2004). Volume terekristalisasi pada material meningkat selama proses anil (annealing) oleh karena dua proses: laju nukleasi dan pertumbuhan nuclei dimana laju tersebut diuraikan menjadi dua parameter yang dikenal: laju nukleasi (rate of nucleation), N, dan laju pertumbuhan (rate of growth), G. Keduanya bergantung pada sejumlah deformasi pada deformasi dingin (cold deformation). Pada deformasi panas (hot deformation), keduanya bergantung pada jumlah dan laju deformasi (Gorelik 1981). Proses rekristalisasi ini memungkinkan untuk mengontrol ukuran besar butir dan sifat mekanis dari material. Ukuran besar butir dari material yang terekristalisasi akan tergantung pada besarnya pengerjaan dingin, temperatur annealing, waktu tahan dan komposisi dari material. Ini didasarkan pada hukum rekrsitalisasi [11] : 1. Pengerjaan dingin kritis yang minimum diperlukan sebelum terjadi rekristalisasi 2. Semakin kecil persentase pengerjaan dingin, semakin tinggi temperatur yang digunakan untuk menghasilkan rekristalisasi 3. Larutan dan dispersi yang halus akan menghambat rekristalisasi

42 24 Dalam pengerjaan panas, proses rekristalisasi yang terjadi dapat dibagi menjadi dua, yaitu rekristalisasi dinamis dan rekristalisasi statis. Seperti telah dijelaskan bahwa canai panas adalah proses deformasi dan rekristalisasi pada saat yang hampir bersamaan Rekristalisasi Dinamis Proses rekristalisasi yang terjadi saat material sedang dideformasi disebut rekristalisasi dinamis. Pada rekristalisasi dinamis, saat material mengalami deformasi, terjadi regangan di dalam material, dan apabila regangan tersebut adalah regangan kritis (ε 0) maka akan tersedia cukup energi untuk terbentuk nuklei pada batas butir yang terdeformasi. Proses ini dipengaruhi faktor faktor antara lain regangan, kecepatan regangan dan temperatur, seperti yang telah diteliti oleh Zener-Hollomon Rekristalisasi Statis Rekristalisasi statis terjadi sesaat setelah material mengalami deformasi. Ilustrasi dari penjelasan tersebut dapat dilihat pada Gambar Gambar Perbandingan Antara Rekristalisasi Dinamik dan Statik B K Panigrahi, Processing Of Low Carbon Steel Plate And Hot Strip An Overview R&D Centre For Iron And Steel, Steel Authority Of India Ltd., Ranchi , India Sama seperti proses rekristalisasi dinamis, pada proses rekristalisasi statis juga terbentuk nuklei, hanya saja pembentukan tersebut terjadi setelah deformasi. Dengan adanya temperatur yang tinggi (diatas temperatur rekristalisasi dari material), maka proses munculnya nuklei pada batas butir dapat terjadi dan proses rekristalisasi dapat berlangsung.

43 Sub butir Pembahasan mengenai sub grain erat kaitannya dengan proses laku panas. Salah satu proses laku panas tersebut adalah proses rekristalisasi yaitu proses aktivasi termal dimana terjadi perubahan mikrostruktur dengan cara pembentukan butir baru yang bebas regangan. Terbentuknya butir baru tersebut berasal dari penggabungan sub butir. Sub butir merupakan inti dari butir baru pada proses rekristalisasi ini, dimana sub butir ini akan bergabung untuk nantinya membentuk butir baru Mekanisme Pembentukan Sub Butir Untuk benda kerja yang butirnya memipih setelah canai dingin setelah proses recovery tidak terlihat perubahan pada butir tersebut. Namun pada tingkatan submikroskopis, terjadi perubahan pada titik cacat dan klusternya, penghilangan dan pengaturan ulang dislokasi, serta pembentukan sub-butir dan pertumbuhannya. Perubahan mikrostruktural ini akan melepas sebagian besar tegangan dalam dan tahapan recovery ini dipergunakan untuk proses stressrelieving Hubungan Antara Sub Butir Dengan Dislokasi Hilangnya beberapa dislokasi mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari material, tetapi hilangnya dislokasi ini diimbangi dengan pembentukan subbutir, yaitu butir dengan batas butir bersudut kecil. (2-30 misorientasi). Selama proses recovery, dislokasi yang terkena deformasi dapat bergerak, berinteraksi, dan saling menghalangi satu sama lain. Dislokasi yang tersisa kembali berkumpul (menyusun diri) untuk membentuk subgrain yanga terdapat dalam butir ferit. Proses recovery yang disertai dengan pembentukan subgrain ini juga dikenal dengan poligonisasi [20]. Proses utama yang terjadi saat poligonisasi adalah distribusi ulang dislokasi yang disertai dengan terbentuknya dinding dislokasi (dislocation walls). Dinding dislokasi ini memisahkan batas subgrain yang satu dan yang lainnya Pertumbuhan Butir Setelah proses rekristalisasi selesai, butir dengan bebas regangan selanjutnya akan tumbuh jika spesimen baja dibiarkan pada temperatur yang tinggi. Pertumbuhan butir ditunjukkan sebagai peningkatan besar butir rata-rata pada material polikristalin.

44 26 Pertumbuhan butir biasanya merupakan lanjutan setelah proses recovery dan proses rekristalisasi. Hal ini terjadi disebabkan adanya migrasi pada batas butir. Tidak semua butir dapat membesar. Oleh karena itu, butir yang lebih besar akan tumbuh yang kemudia menghabiskan butir yang lebih kecil (Callister 1997). Penambahan proses anil (extended annealing) pada temperature tinggi dapat menyebabkan beberapa butir tumbuh menjadi butir dengan ukuran yang sangat besar, yang mana dikenal sebagai rekristsalisasi sekunder (secondary recrystallization) atau pertumbuhan butir yang abnormal [8]. 2.6 Evaluasi Mikrostruktur Pada Baja Yang Mengalami Canai hangat Hall-Petch Untuk mengetahui pengaruh ukuran butir dari teori diatas kita buktikan dengan Hall petch Equation. dengan d adalah diameter butir rata rata, dan σ 0 dan ky adalah konstanta untuk material tertentu. Persamaan 2.3. ini tidak berlaku untuk material polikristal dengan butir yang sangat besar dan dengan butir yang amat sangat halus. (2.3) Hubungan Ukuran Butir Dengan Sifat Mekanik Berdasarkan persamaan Hall-Petch diatas bisa disimpulkan bahwa semakin kecil ukuran butir maka kekuatan ( yield strength ) akan meningkat. Hal ini terjadi akibat semakin banyaknya batas butir, yang mana batas butir ini berperan sebagai penghalang pergerakan dislokasi. Semakin sulit dislokasi bergerak maka material aka semakin keras High and Low Angle Grain Boundary Selama proses recovery terjadi perubahan struktur mikro dari material dimana tidak melibatkan pergerakan batas butir dengan sudut yang besar. Pada proses recovery juga terjadi penghilangan dislokasi, hilangnya dislokasi ini diikuti dengan pembentukan sub butir, yaitu butir dengan batas butir bersudut kecil (2-3 0 misorientasi ).

45 27 Pada proses rekristalisasi sub butir akan tumbuh, namun harus memenuhi syarat yaitu sudut antara sub butir kecil dan kurang dari satu derajat, maka sub butir akan terbentuk dan tumbuh dengan cepat. Apabila sudutnya beberapa derajat maka laju pertumbuhannya akan lambat [19].

46 3.1 Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Studi Literatur Preparasi benda uji (70x30x10)mm Uji komposisi, metalografi, besar butir, & kekerasan Pemanasan 500 C selama 15 menit, tahan 10menit Pemanasan 550 C selama 15 menit, tahan 10menit Deformasi 20% (T=500 C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550 o C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550 C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550 C) secara searah Deformasi 20% (T=500 C), tahan 10menit. Deformasi 20% (T=550 o C), tahan 10menit. Deformasi 20% (T=550 C), tahan 10menit. Deformasi 20% (T=550 C) secara searah Deformasi 20% (T=550 C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550 o C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550 C), tahan 5menit. Deformasi 20% (T=550 C) secara searah Pendinginan air Pengujian Kekerasan Pengamatan OM Etsa Nital Pengukuran besar butir dan GAR Analisa Pembahasan dan kesimpulan Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 28

47 Alat dan Bahan Alat 1. Mesin Roll dengan kapasitas 20 ton, roll speed 8000 mm/s, dan diameter roll 104 mm. 2. Dapur Pemanas / Oven Carbolite 3. Furnace Portable 4. Pengatur temperatur dapur (controller) 5. Termokopel 6. Dapur portable 7. Termowire 8. Mesin Komputer Pengukur Temperatur 9. Jangka Sorong 10. Mesin Amplas 11. Mesin Poles 12. Mikroskop Optik 13. Beaker glass 14. Pipet 15. Kabel Listrik Bahan 1. Slab Baja Karbon Rendah 2. Resin dan hardener 3. Kertas Ampelas Grid #80, #120, #240, #400, #600, #800, #1000, #1200, dan # Titanium Dioksida (TiO 2 ) 5. Kain Beludru 6. Zat Etsa Kimia : Larutan Alkohol 96% dan larutan HNO 3

48 Prosedur Penelitian Pemilihan Material Penelitian diawali dengan pemilihan material sampel uji berdasarkan relevansi antara studi literatur. Material baja yang menjadi sampel uji adalah slab jenis baja karbon rendah. Pada tahap awal dilakukan uji komposisi material dengan menggunakan Optical Emission Spectroscopy (OES). OES merupakan suatu metode karakterisasi material dengan cara mengeksitasi atom dengan menggunakan perbedaan potensial antara sampel dan elektroda. Akibat dari energi tersebut, elektron pada sampel akan memancarkan sinar yang akan ditangkap oleh detektor. Perbedaan intensitas yang terjadi kemudian dikarakterisasi oleh analyzer sehingga didapatkan komposisi penyusun dari material yang dikarakterisasi. Secara umum pengujian OES terhadap sampel yang digunakan adalah sebagai berikut: Gambar 3.2 Skematik Optical Emission Spectroscopy

49 31 Komposisi dari benda uji terdapat pada Tabel 3.1, yaitu: Tabel 3.1 Komposisi Kimia Spesimen Uji Komposisi Fe C Si Mn P S Cr Mo Ni Zr % Berat (lanjutan) Komposisi Al Co Cu Nb Ti V W Pb Sn B % Berat Preparasi Benda Uji Benda uji yang digunakan pada penelitian ini dipotong sehingga berbentuk balok dengan dimensi 70x30x10(mm). Spesimen diberi lubang untuk meletakkan kawat termokopel sebagai alat pengukur temperatur benda uji. Pengukuran temperatur menggunakan data acquisition system yang dihubungkan dengan komputer. Kedalaman lubang adalah ± 5 mm dengan diameter 2,5 mm yang disesuaikan diameter kawat termokopel. Gambar 3.3. Ilustrasi Benda Uji dan Pemasangan Termokopel

50 32 Gambar 3.4. Ilustrasi Benda Uji Sebelum Dipreparasi Proses TMCP dan Warm Rolling Seluruh spesimen yang telah diukur disiapkan untuk berbagi tes, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam furnace atau dapur perapian untuk dipanaskan hingga suhu C selama 15menit, kemudian ditahan selama 10 menit. Dilanjutkan dengan melakukan canai multipass searah dengan besaran deformasi 20%, 20 %, 20%, 20% pada temperatur pengerjaan hangat dilanjutkan dengan pendinginan cepat menggunakan media air. Proses canai dilakukan dengan menggunakan mesin OnoRoll berkapasitas 20 ton. Penelitian ini terbagi atas beberapa variasi proses. Tiap variasi memiliki parameter tersendiri pada hasil akhir. Variasi-variasi proses yang dilakukan yaitu : 1. Bulk adalah benda uji awal yang tidak mengalami perlakuan panas, yang diidentifikasi mikrostruktur, dan kekerasannya sebagai pembanding untuk benda uji berikutnya 2. Benda Uji A dipanaskan pada suhu 550 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah, kemudian didinginkan dengan media air

51 33 Gambar 3.5 Skematik Pengujian Benda Uji A 3. Benda Uji B dipanaskan pada suhu 500 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 5 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah dan dengan waktu tahan 5 menit, kemudian didinginkan dengan media air.

52 34 Gambar 3.6 Skematik Pengujian Benda Uji B 4. Benda Uji C dipanaskan pada suhu 500 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah dan dengan waktu tahan 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air. Gambar 3.7 Skematik Pengujian Benda Uji C 5. Benda Uji D, dipanaskan pada suhu 500 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air.

53 35 Gambar 3.8 Skematik pengujian benda D 6. Benda Uji E, dipanaskan pada suhu 550 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air. Gambar 3.9 Skematik pengujian benda E Gambar 3.10 Furnace Carbolite

54 36 Gambar 3.11 Mesin Onoroll dan Rangkaian Alat Preparasi, Pengujian Metalografi dan Pengamatan Mikrostruktur Pengujian metalografi bertujuan untuk mengamati mikrostruktur dari benda uji. Preparasi benda uji berdasarkan ASTM E 3 01 Standard Guide for Preparation for Metallographic Specimens [22]. Untuk benda uji yang berukuran kecil dilakukan proses mounting terlebih dahulu untuk mempermudah penanganan benda uji metalografi. Setelah itu dilakukan proses pengamplasan untuk meratakan bagian benda uji yang akan di amati mikrostrukturnya. Pengamplasan dilakukan dengan menggunakan kertas amplas yang dimulai dari amplas kasar hingga amplas halus agar didapat permukaan benda uji yang halus dan rata di seluruh permukaan. Ukuran kekasaran dari kertas amplas yang digunakan yaitu: #80, #120, #240, #400, #600, #800, #1000, #1200, #1500 (dalam mesh). Dalam melakukan pengamplasan, arah pengamplasan diubah setiap mengganti tingkat kekasaran kertas amplas, hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa pengamplasan sebelumnya sehingga didapat permukaan yang halus pada benda uji. Setelah selesai melakukan pengamplasan, maka benda uji dipoles agar mendapatkan permukaan yang lebih halus dan mengkilap serta menghilangkan bekas goresan akibat pengamplasan. Benda uji dipoles dengan menggunakan kain beludru dan zat poles yang digunakan adalah alumina. Setelah dilakukan proses poles, benda uji dietsa dengan Nital 2% untuk untuk memunculkan jejak batas butir struktur akhir dari benda uji sehingga dapat diamati morfologi butir ferrit. Setelah itu dilakukan pengamatan dengan mikroskop optik.

55 Pengukuran Besar Butir Equiaxed Pengujian dan perhitungan besar butir dilakukan dengan menggunakan standar ASTM E112 Standard Test Method for Determining Average Grain Size [26]. Terdapat berbagai metode perhitungan besar butir yang ada dalam ASTM E112, namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Intercept Heyn. Prinsip perhitungan besar butir Metode Heyn yaitu dengan membuat 3 lingkaran masing-masing memiliki diameter sebesar mm, mm, 26,53 mm dimana ketiga lingkaran tersebut digabung menjadi satu dengan panjang total ketiga garis lingkaran tersebut 500 mm. Kemudian perpotongan garis ketiga lingkaran dengan batas butir antara satu butir dijumlahkan dengan mengabaikan butir twins. Gambar Lingkaran yang Digunakan Untuk Penghitungan Besar Butir Dengan Metode Intercept Heyn [26]. Setelah metode etsa dapat menampilkan batas butir, maka besar butir dihitung dengan menggunakan Metode Intercept, sesuai dengan standar perhitungan metalografi kuantitatif ASTM E112. Jumlah titik potong persatuan panjang (P L ) dihitung dengan : P L = P/ L T /M..(3.1) dan panjang garis perpotongan (L 3 ) adalah: L 3 = 1/P L (3.2)

56 38 dimana : L 3 = Panjang garis perpotongan (mm) P L = Jumlah titik potong persatuan panjang P = Jumlah titik potong batas butir dengan total panjang garis yang dalam hal ini berbentuk lingkaran. L T = Panjang garis total (sesuai standar ASTM =500mm) M = Perbesaran Dari P L atau L 3, dapat dilihat di tabel besar butir ASTM E 112, atau dimasukkan ke dalam persamaan: Perhitungan Besar Butir Non-Equiaxed G = [-6,6439 log (L 3 ) 3,2877] (3.3) Pengukuran besar butir dilakukan dengan metode garis intersept (Intercept Method). Metoda ini sangat cocok digunakan untuk menghitung besar butir non-equiaxial. Dengan membuat suatu garis lurus (L T ) pada gambar struktur mikro dan menggunakan besaran tertentu sedemikian sehingga jumlah butir terpotong oleh suatu garis dapat dihitung dengan akurat. Panjang garis yang digunakan harus menghasilkan jumlah butir terpotong antara butir oleh garis pada perbesaran yang dipilih. Ketentuan perhitungan jumlah butir yang terpotong adalah: jika garis memotong penuh satu butir maka dihitung satu. Jika ujung garis tepat berakhir pada pertengahan butir, maka dihitung setengah. Pertemuan antara 3 butir dihitung satu setengah dan jika garis menyinggung batas butir, maka dihitung setengah. Kemudian hasil perhitungan jumlah butir terpotong digunakan dalam perhitungan dengan persamaan sebagai berikut: L L= (3.4) Dimana, L : Besar butir rata-rata (µm) Vv Lt Nα M : Fraksi volume fasa tertentu : Panjang garis total (µm) : Jumlah butir terpotong garis : Perbesaran

57 39 Kemudian dari hasil perhitungan besar butir rata-rata diatas dikonversikan menjadi ukuran butir menurut standard ASTM E 112 mengenai Grain Size Measurement Pengujian Nilai Kekerasan Metode pengujian kekerasan yang dipakai yaitu metode kekerasan Rockwell (ASTM E 18) Standard Test Methods for Rockwell Hardness and Rockwell Superficial Hardness of Metallic Materials [25]. Indentor yang digunakan kerucut intan dengan sudut yang dibentuk muka intan 120 o. Pembebanan dilakukan dengan dua tahap; tahap pertama adalah pembebanan minor kemudian pembebanan mayor. Nilai kekerasan ditentukan dengan perbandingan kedalaman kedua tahap pembebanan. Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indentor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode Rockwell yang digunakan pada penelitian ini adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg). Waktu yang digunakan untuk indentasi yaitu 5 detik. Gambar 3.13 Prinsip pengujian kekerasan dengan metode Rockwell B menggunakan indentor 1/6 bola baja [25]

58 40 Tabel 3.2 Simbol dan Penandan yang berhubungan dengan pengujian Rockwell B [25] Pengukuran Grain Aspect Ratio Untuk butir yang sangat memanjang (highly elongated) metode perhitungan besar butir dengan Metode Intercept Heyne tidak dapat memberikan gambaran secara valid. Sehingga digunakan metode GAR ( Grain Aspect Ratio) mengamati morfologi butir yang dihasilkan oleh proses canai hangat dan TMCP karena butir yang dihasilkan memanjang. Nilai GAR dapat dihitung melalui persamaan berikut : GAR = L/ l.... (3.5) Dimana : GAR = Grain Aspect Ratio L = panjang rata-rata batas butir yang sejajar dengan sumbu tegangan (mm) l = panjang rata-rata batas butir yang tegak lurus terhadap sumbu tegangan (mm) Gambar 3.14 Tiga bidang pada produk rolling, arah rolling ditunjukkan oleh panah [27].

59 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai hasil dari pengujian canai hangat dengan variasi temperatur dan waktu jeda. Selain itu juga membahas mengenai pengaruh reheating temperatur terhadap mikrostruktur dan kekerasan. 4.1 Hasil Pengukuran Ketebalan Benda Uji Deformasi yang akan terjadi pada benda uji terlebih dahulu dihitung melalui persamaan berikut: %.. (4.1) Persamaan 4.1 Perhitungan % deformasi pada benda uji [33] % Deformasi = Besar Derajar Deformasi H 0 Hf = Ketebalan Awal (mm) = Ketebalan Akhir (mm) Setelah setiap proses deformasi pada temperatur hangat, dilakukan pengukuran terhadap ketebalan akhir masing-masing benda uji. Pengukuran ketebalan menggunakan alat jangka sorong. Tabel 4.1 Pengukuran Dimensi Awal dan Akhir Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550 C dengan waktu tahan 5 menit dan 500 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air. No Sampel Ukuran Awal Derajat Ukuran Akhir (mm) Deformasi (mm) P o L o t o (%) P 1 L 1 t 1 Real Deformasi (%) ε teoritis ε aktual 1 Bulk A B C

60 42 Dari Tabel 4.1 diatas dapat kita lihat terdapat perbedaan antara ketebalan akhir secara teori (4.096) dengan ketebalan akhir actual. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu signifikan. Terjadi perbedaan ketebalan sekitar mm. Hal tersebut dapat disebabkan karena terjadi mekanisme roll flattening [27]. Pada saat material masuk kedalam roller terjadi interaksi antara roller dengan material, roll melakukan tekanan dan material mengalami reaksi. Jika material yang cukup keras masuk ke dalam roll, maka reaksi yang terjadi cukup besar yang mengakibatkan roll terdeformasi secara elastis dan jari-jari lengkungan busur roll akan meningkat sehingga menyebabkan roll mengalami sedikit mengempis (roll flattening) [27]. Bahwa menurut teori yang ada pada subbab terdapat beberapa jenis deformasi plastis dan deformasi yang terjadi pada sampel termasuk deformasi makro, yaitu dengan nilai ε diantara 0-100%. Tabel 4.2 Pengukuran Strain Rate Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550 C dengan waktu tahan 5 menit dan 500 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air. No Sampel ε teoritis(sec -1 ) ε actual(sec -1 ) 1 Bulk A B C Hasil Perhitungan Butir Perhitungan butir dilakukan sebanyak 3 kali perhitungan. Setelah dilakukan 3 kali perhitungan maka dapat diperolehlah diameter butir. Perhitungan diameter butir ferit dilakukan menggunakan metode Intercept Heyn sesuai dengan standar ASTM E112. Pengukuran diameter butir dengan metoda Intercept Heyn hanya dilakukan terhadap benda uji yang memiliki butir equiaxed, sedangkan untuk butir yang

61 43 memanjang (highly elongated) dan pipih menggunakan metode Straight Line Test mengacu pada Subbab Hasil perhitungan diameter ferit dari baja karbon rendah SS 400 terlihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Pengukuran Ukuran Butir Awal dan Akhir Benda Uji Baja Karbon Rendah dengan Pencanaian 550 C dengan waktu tahan 5 menit dan 500 C dengan waktu tahan 5 dan 10 menit, deformasi 20% + 20% + 20% + 20%, dan dilakukan quench dengan media air. No Sampel G No. (ASTM E112) Diameter (µm) Diameter rata-rata (µm) Keterangan 0 Bulk 1 D 2 E 3 A 4 B 5 C Tanpa Perlakuan Pemanasan C 15 menit,holding 10 menit,water quench. Pemanasan C 15 menit,holding 10 menit,water quench. 550 C-def 20%+20%-+20%- +20%-water cooling 500 C-def 20%+20%-+20%- +20%-water quench(delay time 5 menit) 500 C-def 20%+20%-+20%- +20%-water quench(delay time 10 menit)

62 44 Berdasarkan Tabel 4.3, diameter butir yang didapat dari perhitungan pada sampel menunjukkan hasil sebagai berikut; sampel bulk tanpa perlakuan memiliki butir dengan diameter µm, sampel A (Gambar 3.5) memiliki butir dengan diameter µm, sampel B (Gambar 3.6) memiliki butir dengan diameter µm, dan sampel C (Gambar 3.7) memiliki diameter butir µm. Hubungan antara suhu pemanasan dengan diameter butir ferit baja karbon rendah dapat digambarkan pada gambar 4.1 di bawah ini. Diameter Butir Ferrit (µm) bulk D(500 C) E(550 C) Suhu Pemanasan ( 0 C) Gambar 4.1 Grafik hubungan antara suhu pemanasan dengan diameter butir ferrit (µm), Sampel D & E Berdasarkan gambar 4.1 diatas bisa disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu maka butir ferrite akan semakin meningkat. Sampel D adalah sampel dengan pemanasan sampai C, sedangkan sampel E adalah sampel dengan pemanasan sampai C. Pemanasan kedua sampel ini selama 15 menit dan di-holding 10 menit kemudian didinginkan secara cepat dengan media pendinginan air. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin tinggi suhu maka ukuran butir akan semakin meningkat. Ukuran butir semakin besar disebabkan karena adanya pertumbuhan butir yang terjadi dengan adanya migrasi batas butir akibat difusi atom-atom dari suatu butir ke butir lainnya. Peningkatan temperatur akan mempercepat proses difusi tersebut karena bertambahnya energi yang diberikan butir sehingga semakin meningkat

63 45 temperatur maka akan diperoleh butir yang relatif besar [7]. Proses reheating pada material akan menyebabkan perubahan terhadap struktur mikro material. Sampel uji dalam penelitian ini dilakukan reheating pada temperatur 500 dan C. Pada temperatur 500 dan 550 C butir lebih besar daripada butir awal sebelum dilakukan pemanasan. Ukuran butir awal µm menjadi ukuran akhir butir µm (500 0 C) dan µm (550 0 C) dapat dilihat pada Gambar Grafik 4.1 diatas. Gambar Grafik 4.1 menunjukkan bahwa dengan melakukan reheating hingga temperatur 500 dan C butir-butir pada material mengalami pertumbuhan butir (grain growth) kali lipat. Hal tersebut terjadi karena dengan adanya peningkatan temperature pemanasan maka ukuran butir akan semakin besar [28]. Pada temperatur tersebut butirbutir mengalami ekspansi akibat energi panas yang diberikan selama proses reheating. Pertumbuhan butir terjadi karena adanya migrasi batas butir akibat difusi atom-atom dari suatu butir ke butir lainnya. Mekanisme yang terjadi adalah butir yang besar akan bergabung dengan butir yang kecil, seakan-akan butir kecil dimakan oleh butir yang besar. Hal tersebut terjadi seiring dengan peningkatan temperatur. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan butir adalah temperatur dan waktu tahan. Peningkatan temperatur akan mempercepat proses difusi atom-atom karena bertambahnya energi yang diberikan butir sehingga semakin meningkat temperatur maka akan diperoleh butir yang relatif besar [7]. Sedangkan waktu tahan akan memberikan kesempatan atom-atom pada butir untuk bergabung dan meningkatkan ukuran butir. Waktu tahan yang semakin lama akan membuat kesempatan atom-atom untuk bergabung semakin besar sehingga dengan waktu tahan yang semakin lama maka ukuran butir akan semakin besar. Hubungan antara temperatur canai dengan diameter butir ferit baja karbon rendah yang dihasilkan setelah canai digambarkan pada kurva 4.2 di bawah ini.

64 46 Diameter Butir Ferrit (µm) bulk A(550 C) B(500 C) Temperatur Canai ( 0 C) Gambar 4.2 Grafik hubungan antara temperatur canai dengan besar butir ferrit(µm), sampel A & B Berdasarkan gambar kurva 4.2 ini dapat disimpulkan bahwa canai hangat bisa menghasilkan butir lebih kecil. Suhu canai hangat juga memiliki pengaruh kepada besar butir yang dihasilkan. Suhu canai yang lebih tinggi (sampel A) C akan menghasilkan butir yang lebih besar dari pada suhu yang lebih rendah (sampel B) C. Hal ini bisa terjadi karena semakin tinggi suhu butir akan semakin mengembang. Oleh karena itu, sampel B yang mengalami canai pada suhu yang lebih rendah (500 0 C) memiliki ukuran butir yang lebih kecil dari sampel A. Hubungan antara adanya delay time waktu jeda dengan diameter butir ferrite baja karbon rendah yang dihasilkan dapat digambarkan pada gambar kurva 4.3 di bawah ini.

65 47 Diameter Butir Ferrit (µm) bulk B (5 min) C (10 min) Waktu Tahan (min) Gambar 4.3 Grafik hubungan antara delay time dengan besar butir ferrit (µm). Berdasarkan grafik 4.3 diatas, delay time memiliki pengaruh pada besar butir ferrit akhir proses canai hangat. Delay time yang lebih singkat (sampel B) 5 menit menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil dari pada sampel C yang mengalamai delay time lebih lama (10 menit). Hal ini bisa terjadi karena pada saat sampel di-delay terjadi mekanisme penyusunan kembali butir-butir, tetapi semakin lama waktu delay maka butir punya waktu dan kesempatan untuk berkembang (proses grain growth) [34]. 4.3 Hasil Perhitungan Grain Aspect Ratio (GAR) GAR merupakan panjang rata-rata batas butir yang sejajar dengan sumbu tegangan dibagi dengan panjang rata-rata batas butir yang tegak lurus terhadap sumbu tegangan. Pengukuran GAR (Grain Aspect Ratio) [29] bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses TMCP dan warm rolling terhadap dimensi butir dari masing-masing sampel yang diujikan. Ukuran ketebalan butir ferit akan berubah setelah dilakukan deformasi. Dengan mengetahui perubahan dimensi ketebalan butir kita dapat mengamati evolusi struktur mikro dan hubungannya dengan perubahan sifat mekanis yang dihasilkan setelah perlakuan, khususnya terhadap nilai kekerasan dan kekuatannya. Perhitungan GAR dari butir pada setiap sampel juga dilakukan sebanyak tiga kali. Dari tiga kali perhitungan diperoleh GAR rata rata dari setiap sampel. GAR dapat dihitung dengan persamaan 3.5.

66 48 Tabel 4.4 Hasil pengukuran GAR sampel sebelum dan setelah proses TMCP dan warm rolling No. Sampel 1 Bulk 2 D 3 E 4 A 5 B 6 C GAR (Grain Aspect Ratio) Butir ferrit Panjang Butir (mm) Lebar Butir (mm) GAR (p/l) GAR rata-rata Hasil pengukuran GAR diameter butir awal adalah berbentuk equiaxed, setelah pemanasan hingga temperatur 500 dan C bentuk butir masih equiaxed. Untuk sampel A, B, dan C (gambar ) bentuk butirnya cukup pipih (elongated grain) dengan susunan butir yang cukup acak namun tetap tampak arah butir sesuai dengan arah roll dan jarak antar butir yang satu dengan butir yang lain cukup rapat. Dari hasil pengukuran dan pengamatan diperoleh bahwa ukuran butir cenderung memanjang dan lebih pipih dibanding sampel awal. Selain itu terjadi perubahan morfologi butir ferit dari bentuk morfologi butir equiaxed menjadi elongated grain

67 49 setelah material mengalami deformasi multi-pass. Pengaruh morfologi butir terhadap sifat mekanis akan dibahas pada subbab Pengamatan terhadap dimensi butir terutama perubahan ketebalan butir dilakukan dengan menghitung rasio butir tersebut atau yang kita sebut dengan GAR (grain aspect ratio) yaitu rasio panjang terhadap lebar butir. Nilai GAR yang diperoleh menunjukkan dimensi dan morfologi butir ferit yang dihasilkan. Sampel awal yang tidak mengalami perlakuan menunjukkan morfologi butir ferit yang equiaxed. Butir ferit pada material baja karbon rendah umumnya berbentuk equiaxed. Sampel yang mempunyai nilai GAR = 1 biasanya bentuk butirnya equiaxed yang cenderung isotropi. Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa morfologi butir untuk sampel Bulk (GAR =1.21), D (GAR = 0.87), dan E (GAR = 0.89) memiliki butir yang equiaxed. Untuk sampel yang mempunyai GAR lebih besar dari satu, morfologi butirnya memanjang (elongated grain). Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa semakin besar nilai GAR maka morfologi butir semakin panjang dan semakin pipih. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya reduksi ukuran lebar/ketebalan butir dari sampel-sampel yang telah mengalami perlakuan panas dan deformasi. Morfologi butir pada sampel A (GAR = 1.45) memperlihatkan bentuk butir yang sudah hampir berbentuk equiaxed. Hal ini terjadi karena adanya efek delay time pada suhu C memberikan waktu untuk butir menyusun kembali. Selanjutnya untuk sampel B memiliki nilai (GAR =2.87) untuk sampel C (GAR= 2.84). Pada sampel B dan C ini butir masih memanjang. Hal ini terjadi karena suhu C belum cukup untuk butirbutir menyusun kembali setelah dideformasi canai. Pada sampel B dan C terdapat perbedaan hasil GAR. Pada sampel C GAR-nya lebih kecil dari sampel B. Ini berarti sampel C memiliki butir yang lebih equiaxed dibanding sampel B. Hal ini bisa terjadi karena adanya perbedaan delay time pada kedua sampel tersebut. Sampel C yang memiliki delay time lebih lama memiliki nilai GAR yang lebih kecil, yang berarti delay time ini memiliki pengaruh terhadap hasil akhir morfologi butir setelah canai hangat, delay time dibutuhkan untuk butir melakukan penyusunan ulang. Sampel C yang memiliki delay time lebih lama memiliki waktu untuk butir menyusun lagi lebih

68 50 lama juga dibanding sampel B. Oleh karena itu, sampel C memiliki GAR yang lebih kecil dari sampel B Nialai GAR bulk Temperatur Canai ( 0 C) Gambar 4.4 Grafik GAR vs Temperatur Canai( 0 C) Nilai GAR bulk 5 min 10 min Waktu Tahan (min) Gambar 4.5 Grafik GAR vs Delay Time(min)

69 Hasil Pengamatan Metalografi Ada 5 jenis metode pengujian yang dilakukan pada penelitian ini seperti diilustrasikan pada Gambar Metoda pengujian yang pertama pada sampel A (Gambar 3.5), yaitu dipanaskan pada suhu 550 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20%, 20 %, dan 20 % secara searah dengan waktu tahan 5 menit, kemudian didinginkan dengan media air. Benda Uji B dipanaskan pada suhu 500 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 5 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah dan dengan waktu tahan 5 menit, kemudian didinginkan dengan media air (untuk sampel B, gambar 3.6) dan Benda Uji C dipanaskan pada suhu 500 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit lalu di canai dengan deformasi 20 % dilanjutkan dengan deformasi 20 %, 20 %, dan 20 % secara searah dan dengan waktu tahan 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air (untuk sampel C, gambar 3.7). Benda Uji D, dipanaskan pada suhu 500 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air. Benda Uji E, dipanaskan pada suhu 550 o C selama 15 menit, kemudian ditahan selama 10 menit, kemudian didinginkan dengan media air. Dari pengujian tersebut dihasilkan struktur mikro seperti gambar-gambar di bawah ini.

70 52 Gambar 4.6 Sampel Bulk, Baja karbon rendah, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X. Gambar 4.7 Sampel Bulk, Baja karbon rendah, dengan etsa picral, perbesaran 100X.

71 53 Gambar 4.8 Sampel D, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X. Gambar 4.9 Sampel E, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X.

72 54 Gambar 4.10 Sampel B, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 5 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X. Gambar 4.11 Sampel C, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 10 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X.

73 55 Gambar 4.12 Sampel A, Baja karbon rendah yang mengalami pemanasan C selama 15 menit dan ditahan selama 10 menit kemudian di deformasi searah 20%-20%-20%-20% dengan delay time 5 menit kemudian di-quench air, dengan etsa 2% nital, perbesaran 100X. Dari Gambar-Gambar diatas kita dapat mengamati perubahan morfologi maupun ukuran dari butir yang terjadi karena pengaruh warm rolling. Pada Gambar 4.8 dan 4.9, sampel D dan E merupakan sampel yang hanya diberi perlakuan panas yaitu reheating hingga temperatur 500 dan C lalu ditahan 10 menit tanpa deformasi. Terlihat bahwa morfologi butirnya equiaxed dan cenderung terlihat mengalami pertumbuhan butir yang mengakibatkan butir menjadi sedikit lebih besar daripada sampel awal. Pembesaran butir cukup signifikan karena temperatur yang diberikan tidak cukup tinggi untuk ukuran proses pertumbuhan butir. Umumnya, melalui proses recovery dan rekristalisasi, fenomena pertumbuhan dapat dibagi menjadi dua mekanisme yaitu continuous (normal) grain growth, dimana semua butir tumbuh menjadi lebih besar dengan laju yang sama dan discontinuous (abnormal) grain growth dimana beberapa butir tumbuh dengan laju yang lebih besar daripada butir lainnya [30]. Pada foto struktur mikro menunjukkan bahwa sampel D dan E mengalami discontinuous (abnormal) grain growth, dimana beberapa butir tumbuh

74 56 dengan laju yang lebih besar daripada butir lainnya yang menyebabkan sebagian butir tampak lebih besar dari butir lainnya. Gambar 4.12 merupakan foto struktur mikro sampel A yang mengalami reheating C lalu ditahan selama sepuluh menit kemudian dideformasi sebesar 20%-20%-20%-20% pada temperatur C dengan waktu delay 5 menit dan didinginkan cepat dengan air. Pada gambar tersebut terlihat bahwa sebagian butir sedikit terelongasi. Butir yang terelongasi pada sampel A terjadi karena adanya pengaruh deformasi yang diberikan terhadap sampel. Dengan temperatur C dan deformasi 20%-20%-20%-20% yang diberikan pada sampel memicu rekristalisasi statis. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.12 dimana ada butir-butir yang sudah mulai berbentuk equiaxed. Gambar 4.10 merupakan foto struktur mikro dari sampel B yang mengalami reheating C selama sepuluh menit kemudian dideformasi multipass searah sebesar 20%-20%-20%-20% pada temperatur C dengan waktu delay 5 menit kemudian didinginkan dengan cepat dengan media air. Morfologi butir yang dihasilkan akibat proses yang diberikan adalah butir yang memanjang. Jika dibandingkan dengan morfologi butir sampel A, morfologi butir sampel B sedikit lebih panjang dan lebih pipih. Hal ini disebakan karena temperatur canai yang lebih rendah dari sampel A. Hal ini menyebabkan temperatur canai pada sampel B belum cukup untuk butir menyusun kembali setelah dideformasi. Gambar 4.11 merupakan foto struktur mikro dari sampel C yang mengalami reheating C selama sepuluh menit kemudian dideformasi multipass searah sebesar 20%-20%-20%-20% pada temperatur C dengan waktu delay 10 menit kemudian didinginkan cepat dengan media air. Pada sampel C menunjukkan morfologi butir yang lebih equiaxed dibanding sampel B. Hal ini terjadi karena waktu delay pada sampel C lebih lama dari sampel B. Oleh karena itu, butir memiliki waktu yang cukup untuk menyusun kembali.

75 57 Dari keseluruhan proses TMCP dan warm rolling yang telah dilakukan berdasarkan hasil foto mikro tampak bahwa terjadi evolusi butir yaitu perubahan dari butir awal yang equiaxed menjadi elongated grain. Secara umum, selama proses perlakuan panas dan deformasi multipass yang dilakukan dalam penelitian ini, mekanisme yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme strain hardening. Pada proses tersebut material semakin memipih akibat deformasi yang diberikan. Selain itu, juga terjadi proses dynamic recovery. Selama proses dynamic recovery butir-butir awal mengalami peningkatan regangan, namun sub batas butir (sub boundary) tidak lagi berbentuk equiaxed. Hal ini menyatakan bahwa substructure dinamis menyesuaikan secara kontinus terhadap peningkatan regangan. Artinya subgrain pada material tidak mengalami perubahan namun hanya mengalami penyesuaian terhadap penambahan regangan [31]. Oleh karena itu, dengan proses ini morfologi butir-butir pipih pada material cendrung dipengaruhi oleh dynamic recovery, yaitu terjadi interaksi dan penyesuaian subgarin terhadap peningkatan regangan yang disebabkan oleh deformasi multi-pass searah. Pada proses perlakuan panas dan deformasi yang dilakukan pada sampel B terjadi rekristalisasi dinamis. Oleh karena itu, sedikit terbentuk butir-butir baru yang bebas regangan. Sampel A (Gambar 4.12) butir butirnya telah mengalami tahapan rekristalisasi statis namun belum sempurna. Hal tersebut ditandai dengan munculnya butir-butir baru yang bulat dan kecil-kecil hanya pada beberapa tempat, sedangkan pada tempat lain masih terdapat butir-butir pipih dan panjang akibat adanya proses deformasi canai. Pada proses ini juga mulai terjadi pertumbuhan butir pada beberapa bagian, terlihat dari adanya butir butir yang kecil dan bulat. Pada sampel A (Gambar 4.12), butir yang dihasilkan lebih equiaxed. Hal ini ditunjukkan bahwa butir butir pada sampel A telah terekristalisasi statis. Morfologi butir pada sampel B lebih kasar dan tidak seragam dibanding pada sampel A dan C. Hal ini disebabkan oleh waktu tahan proses B yang hanya 5 menit

76 58 dan pada temperatur yang lebih rendah dari sampel A(<550 0 C) sehingga tidak mengalami proses rekristalisasi yang baik, sedangkan sampel A suhunya >500 0 C dan sampel C waktu tahan selama 10 menit. 4.5 Hasil Pengujiian Kekerasan Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Rockwell B dengan standar ASTM E18. Nila kekerasan Rockwell B tersebut kemudian dikonversi ke dalam satuan metode brinnel dengan menggunakan tabel perbandingan yang terdapat pada standar ASTM E140. Hasil nilai kekerasan secara lengkap dapat diihat pada Tabel 4.5. Sampel T awal ( C) `Def (%) Tabel 4.5 Hasil Pengujian Kekerasan Delay Time (min) HRB BHN σ (MPa) Diameter Butir (µm) B C Bulk (out of range) (undefined) A Pengaruh Delay Time terhadap Kekerasan Waktu Jeda pada proses canai hangat memiliki pengaruh pada kekerasan akhir sampel. Sampel B yang mengalami waktu jeda 5 menit memiliki kekerasan 180 BHN, sedangkan sampel C yang mengalami waktu jeda 10 menit memiliki kekerasan 169 BHN. Perbedaan nilai kekerasan ini bisa disebabkan oleh lamanya waktu jeda. Pada saat sampel mendapatkan perlakuan waktu jeda 10 menit butirnya memiliki waktu yang cukup untuk tumbuh dan menyusun kembali. Pertumbuhan butir yang

77 59 terjadi pada sampel C ini menyebabkan penurunan nilai kekerasan. Pada sampel B butir belum cukup mengalami rekristalisasi yang ditandai dengan butirnya yang masih lebih elongated dari sampel C. Pada sampel C sudah mengalami reksristalisasi statis. Hal ini disebabkan oleh waktu tahan pada sampel C yang lebih lama dari sampel B, dimana lamanya waktu tahan pada sampel C menyebabkan sampel C mengalami rekristalisasi statis. BHN Bulk B(5 min) C(10 min) Waktu Tahan (min) Gambar 4.13 Grafik BHN vs delay Time Pengaruh Temperatur Pemanasan Terhadap Kekerasan Bentuk dan besar butir akan sangat berkaitan dengan perubahan sifat mekanik material terutama kekuatan dan kekerasan bahan. Perubahan struktur mikro pada sampel D dan E mempengaruhi terhadap kekerasan dan kekuatan. Pada penelitian ini terlihat trend penurunan kekerasan dengan semakin besarnya suhu pemanasan. Kenaikan kekerasan tersebut ditunjukkan oleh Gambar Kekerasan sampel Bulk, sampel awal tanpa perlakuan panas dan deformasi sebesar HRB. Pada sampel D yang mengalami reheating hingga temperatur C kekerasannya menurun (41.9 HRB). Hal ini dikarenakan proses reheating akan mempengaruhi morfologi butir dimana pada proses tersebut butir mengalami pertumbuhan butir sehingga butir pada sampel menjadi lebih besar. Butir yang lebih besar tersebut menurunkan sifat mekanis seperti kekerasan dan kekuatan

78 60 material yang secara umum diaplikasikan pada temperatur rendah. Ukuran butir yang besar akan mengurangi kekerasan karena dengan butir yang besar mengakibatkan area batas butir antara satu butir dengan butir lainnya menjadi lebih sedikit. Batas butir merupakan tempat dimana dislokasi sulit bahkan berhenti bergerak karena batas butir memiliki energi yang tinggi untuk terjadinya pergerakan dislokasi. Dengan demikian jika batas butirnya sedikit maka dislokasi akan lebih mudah bergerak (energi untuk menggerakkan dislokasi sedikit) sehingga material akan lebih mudah mengalami deformasi. Namun, apabila batas butirnya semakin banyak yaitu material dengan butir yang semakin halus, maka dislokasi semakin sulit untuk bergerak (energi yang dibutuhkan untuk menggerakkan dislokasi besar). Pergerakan dislokasi yang terhambat ini akan menyebabkan material sulit untuk dideformasi sehingga sifat mekanis material seperti kekerasan dan kekuatan semakin tinggi [7] HRB Bulk D(500) E(550) Temperatur Pemanasan ( 0 C) Gambar 4.14 Grafik HRB vs suhu reheating Pengaruh Temperatur Canai Hangat Terhadap Kekerasan Berdasakan pengujian kekerasan yang dilakukan, proses canai hangat bisa meningkatkan kekerasan baja karbon rendah. Pada sampel bulk kekerasannya adalah 82 BHN. Setelah sampel mengalami canai hangat (sampel A, B, dan C) kekerasannya meningkat menjadi 153, 180, dan 169. Hal ini terjadi karena pada proses canai hangat akan menghasilkan struktur mikro akhir material dengan butir yang pipih dan

79 61 terelongasi. Bentuk pipih dan terelongasi tersebut disebabkan karena proses deformasi rolling yang diberikan pada sampel. Bentuk butir pipih atau memanjang sebagai hasil dari proses pengubahan bentuk memiliki nilai tensile strength lebih tinggi dibandingkan dengan material yang memiliki bentuk butir bulat [32]. Ketika lebar dari elongated grain menurun, total area batas butir dengan volume yang tetap akan menurun sehingga dislokasi akan sulit bergerak yang akhirnya akan mengakibatkan material lebih kuat dengan mekanisme penghambatan pergerakan dislokasi oleh ukuran elongated grain yang lebih pipih. Sampel A yang mengalami canai hangat pada temperatur C memiliki kekerasan 153 BHN, sedangkan sampel B yang mengalami canai hangat pada temperatur C memiliki nilai kekerasan 180 BHN. Berdasarkan hasil pengujian kekerasan tersebut maka temperatur canai hangat mempengaruhi kekerasan akhir dari sampel baja karbon rendah. Sampel yang mengalami canai hangat pada temperatur lebih rendah (sampel B) memiliki nilai kekerasan lebih tinggi. Hal ini bisa terjadi karena, butir pada sampel B belum sempat untuk tumbuh dan menyusun ulang pada saat waktu jeda dan deformasi, atau dengan kata lain suhu C belum cukup untuk butir pada sampel B tumbuh dan menyusun kembali setelah di deformasi. BHN Bulk A(550) B(500) Temperatur Canai ( 0 C) Gambar 4.15 Grafik BHN vs Temperatur canai( 0 C)

80 Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Kekuatan Setelah didapatkan nilai kekerasan Rockwell B, nilai tersebut dikonversi ke nilai kekerasan brinnel dan kemudian dihitung nilai kekuatan dari sampel baja karbon rendah dengan persamaan 4.2 berikut. TS ( MPa) = 3. 45xHB.(4.2) 640 σ(mpa) B(17.19) C(17.67) A(17.74) Diameter Butir Ferrit (µm) Gambar 4.16 Grafik Hubungan Antara Ukuran Butir (µm) dengan Kekuatan (MPa) Terlihat dari Gambar 4.16, hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan semakin halus butir (Sampel A dengan proses pencanaian pada temperatur 550 C dengan waktu tahan 5 menit, deformasi 20%-20%-20%-20% waktu jeda 5 menit dan didinginkan dengan pendinginan air dengan diameter butir µm), maka didapatkan sifat baja karbon rendah yang lebih keras (sampel C dengan proses pencanaian pada temperatur 500 C dengan waktu tahan 5 menit, deformasi 20%-20%-20%-20% dengan waktu jeda 10 menit didinginkan dengan pendinginan air memiliki diameter butir µm). Hasil ini selaras dengan Teori Hall-Petch yang menyatakan bahwa karena butir yang lebih halus memiliki area batas butir total yang lebih luas untuk menghalangi pergerakan dislokasi, maka material dengan butir yang halus (yang memiliki butir kecil) memiliki nilai kekerasan dan kuat dibandingkan material dengan butir kasar [7].

81 63 Hubungan antara ukuran butir dengan kekuatan bisa dijelaskan dengan persamaan Hall-Petch, diamana pada persamaan hall-petch menjelaskan bahwa semakin ukuran butir maka semakin tinggi nilai kekuatan material tersebut, sesuai dengan persamaan 2.3. Berdasarkan data yang didapat dari percobaan, maka dapat dibuktikan persamaan Hall-petch ini, dimana semakin kecil ukuran butir maka kekuatan akan semakin meningkat (gambar 4.16). Berdasarkan pada penelitian lain [35], maka didapat suatu kecenderungan dimana semakin rendah suhu canai maka semakin tinggi kekerasan akhir yang didapat.

82 BAB 5 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Adanya peningkatan temperatur dari C ke C memberikan ukuran butir yang lebih besar dari µm menjadi µm. Selain itu kekerasannya juga turun dari 89,42 HRB menjadi 81,88 HRB. 2. Semakin lama jeda waktu antar pass pada canai hangat maka ukuran butir akhir akan semakin membesar, semakin equiaxed, dan kekerasan semakin menurun. 3. Semakin kecil ukuran butir, maka semakin tinggi kekerasan dan kekuatan material baja karbon rendah. 4. Mikrostruktur baja karbon rendah setelah mengalami canai hangat berubah dari berbentuk equiaxed menjadi elongated grain. 5. Semakin rendah temperatur canai hangat semakin tinggi kekerasan akhir dari material dan ukuran butir semakin kecil. 64

83 REFERENSI [1] E. Henry Chia and E. A. Starke, Jr, Application of Subgrain control to aluminum wire products. Metallurgical Transactions A, Volume 8ª, June [2] S. Dobatkin, J. Zrnik, I. Mamuzic, Ultrafine-Grained Low Carbon Steels By Severe Plastic Deformation, METALURGIJA 47 (2008) 3, [3] Mitsuhiro Toriumi, Relation Between Dislocation Density and Subgrain Size of Naturally deformed Olivine in Periodites, Contrib. Mineral. Petrol. 68, (1979) [4] Oleg D. Sherby, Rodney H. Klundt, and Alan K. Miller, Flow Stress, Subgrain Size, and Subgrain Stability at Elevated Temperatur, Metallurgical Transactions A, Volume 8ª, June [5] Rini Riastuti, Jordan Suharto, Pengamatan Struktur Mikro pada Baja Karbon Rendah setelah Canai Hangat, Skripsi Program Sarjana FTUI, 2009 [6] Li Long Fei, Dynamic Recrystallization of Ferrit in Low Carbon Steel, Metallurgical and Materials Transactions A, Volume 37A, March 2006 [7] Callister, William D., Jr. Materials Science and Engineering : An Introduction (7th Edition ). John Wiley & Sons, Inc.: USA, 2007 [8] ASM Handbook. Vol. 09, Metallography and Microstructures, ASM International, 2004 [9] Fanina NW. Pengaruh Deformasi Canai Panas Terhadap Nilai Kekerasan & Pertumbuhan Butir Alpha pada Bahan Kuningan C26000 (Cartridge Brass). Skripsi, Program Sarjana Fakultas Teknik UI, Depok, 2003 [10] William C. Leslie, The Physical Metallurgy of Steel, Michigan: McGraw Hill Company, 1982 [11] P.L. Mangonon. The Principles of Material Selection for Engineering Design, Prentice Hall, Inc,

84 66 [12] Dryden, John. Controlled Rolled XLERPLATE - Strong, Tough and Weldable Diakses dari and-weldable [13] Nicholas, Joanne. What are TMCP (Thermo-Mechanically Controlled Processed) steels? Copyright 2000, TWI Ltd. [14] I.Kozasu. Materials Science and Technology,vol.7 Constitution and Properties of Steels Ed. By F.B.Pickering,VCH,184, 1997 [15] H. K. D. H. BHADESHIA, Bainite In Steels: Transformations, Microstructure And Properties. Second Edition, IOM Communications Ltd., 2001 [16] ASTM E112, Standard Test Methods for Determining Average Grain Size, 2003 [17] A. Najafi-zadeh and R.Ebrahimi. Effect of delay time on microstructural evolution during warm rolling of Ti-Nb-IF steel, J. Mater. Sci. Technol., Vol.20 No.1, [18] G. E. Kodjaspirov, S. V. Dobatkin, A. I. Rudskoi, and A. A. Naumov. Production of ultrafine grained sheet from ultralow-carbon steel by pack rolling, Metal Science and Heat Treatment Vol. 49, Nos , 2007 [19] Firmansyah, Deny. Studi pengaruh deformasi multi-pass searah pada proses canai hangat C dengan pendinginan air terhadap struktur mikro dan kekerasan baja API 5LX 42 PSL 2, Skripsi Program Sarjana FTUI [20] Tootten, Goerge E.Steel Heat Treatment, Taylor and Francis Group [21] Bruce L. Bramfit. Metallographer s Guide Practices and Procedures for Irons and Steels, ASM International.2002 [22] ASTM E 3 01 Standard Guide for Preparation for Metallographic Specimens, 2003 [23] Weng, Yuqing. Ultra-Fine Grained Steels. Metallurgical Industry Press, Trans. Chaoxijing Gang--Gang de Zuzhi Xihua Lilun yu Kongzhi Jishu, 2003.

85 67 [24] Prima Oggie : transformasi austenite-ferit dengan variasi derajat deformasi dan pengaruhnya pada laju korosi HSLA 0.029% Nb : 2008, Skripsi Program Sarjana FTUI [25] ASTM E 18 Standard Test Methods for Rockwell Hardness and Rockwell Superficial Hardness of Metallic Materials, 2003 [26] A. M. Glezer, A NEW APPROACH TO A DESCRIPTION OF STRUCTURALPHASE TRANSFORMATIONS UNDER A VERY SEVERE PLASTIC DEFORMATION, Russian Physics Journal, Vol. 51, No. 5, [27] Harris, John Noel, Mechanical Working of Metals : Theory and Practice. Pergamon Press : UK, 1983 [28] G. Krauss, Heat Treatment and Processing Principles, USA: ASM International, [29] Krstic, Zhengbo Yu, Vladimir D. Krstic, Effect of grain width and aspect ratio on mechanical properties of Si3N4ceramics, J Mater Sci, 2007 [30] F. J. Humphreys and M. Hatherly; Recrystallization and related annealing phenomena, Elsevier, 1995 [31] Bert Verlinden, Julian Driver, Indradev Samajdar, Roger D. Doherty. Thermo-Mechanical Processing of Metallic Material, Elsevier, Juni 2007 [32] Yu.X.Q dan Sun Y.S. Effect of elongated grain structure on the mechanical properties of anfe3al-based alloy [33] T. SENUMA, H. YADA, R.SHIMIZU, and J.HARASE. TEXTURES OF WARM ROLLED LOW CARBON AND TITANIUM BEARING EXTRA LOW CARBON STEEL SHEETS. Textures and Microstructures, 1991 [34] Tetsuo SAKAI, Yoshihiro SAITO, Kenji Hirano, and Kenzo KATO, Deformation and Recrystallization Behavior of Low Carbon Steel in High Speed Hot Rolling, Transactions ISIJ Vol. 28, 1988 [35] Astrini Wulandari, STUDI KETAHANAN KOROSI H 2 PADA BAJA KARBON RENDAH YANG MENGALAMI CANAI HANGAT 600 C, Skripsi Program Sarjana FTUI. 2011

86 68

87 LAMPIRAN

88 Lampiran 1. Foto sampel awal dan sampel yang telah mengalami proses warm rolling (a) (b) (c) (d) Gambar foto sampel awal dan setelah perlakuan warm rolling (a) Sampel awal; (b) Sampel B; (c) Sampel C; (d) Sampel A

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH BESAR DEFORMASI PADA CANAI HANGAT 500 0 C, 550 0 C, DAN 600 0 C TERHADAP UKURAN BUTIR FERIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KETAHANAN HYDROGEN INDUCED CRACKING PADA BAJA KARBON

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS CUT RULLYANI 0806422901 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT STRUKTUR LOGAM DAPAT BERUBAH KARENA : KOMPOSISI KIMIA (PADUAN) REKRISTALISASI DAN PEMBESARAN BUTIRAN (GRAIN GROWTH) TRANSFORMASI FASA PERUBAHAN STRUKTUR MENIMBULKAN PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN BAB IV HASIL PENGUJIAN 4.1 Komposisi Kimia Baja yang digunakan untuk penelitian ini adalah AISI 1010 dengan komposisi kimia seperti yang ditampilkan pada tabel 4.1. AISI 1010 Tabel 4.1. Komposisi kimia

Lebih terperinci

BAB II STUDI LITERATUR

BAB II STUDI LITERATUR BAB II STUDI LITERATUR 2.1 Mekanisme Penguatan pada Material Logam Mekanisme penguatan pada material logam merupakan hubungan antara pergerakan dislokasi dan sifat mekanik dari logam. Kemampuan suatu material

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 60 UNIVERSITAS INDONESIA

BAB V PEMBAHASAN 60 UNIVERSITAS INDONESIA BAB V PEMBAHASAN 5.1 Morfologi Struktur Mikro Setelah Warm Rolling Dari hasil metalografi menunjukkan bahwa dan pengukuran butir, menunjukkan bahwa perlakuan panas dan deformasi yang dilakukan menyebabkan

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

STUDI KETAHANAN HYDROGEN EMBRITTLEMENT DAN PENGARUH VARIASI SUHU CANAI HANGAT TERHADAP UKURAN BUTIR FERIT PADA STAINLESS STEEL AISI 430 SKRIPSI

STUDI KETAHANAN HYDROGEN EMBRITTLEMENT DAN PENGARUH VARIASI SUHU CANAI HANGAT TERHADAP UKURAN BUTIR FERIT PADA STAINLESS STEEL AISI 430 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KETAHANAN HYDROGEN EMBRITTLEMENT DAN PENGARUH VARIASI SUHU CANAI HANGAT TERHADAP UKURAN BUTIR FERIT PADA STAINLESS STEEL AISI 430 SKRIPSI DEAN AGASA ARDIAN 0806455654 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 ANALISA STRUKTUR MIKRO BAJA SETELAH HARDENING DAN TEMPERING Struktur mikro yang dihasilkan setelah proses hardening akan menentukan sifat-sifat mekanis baja perkakas, terutama kekerasan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH BESAR DEFORMASI BOLAK-BALIK MELALUI PROSES CANAI HANGAT TERHADAP MORFOLOGI BUTIR FERRITE, KEKERASAN, DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON SS400 SKRIPSI BINTANG SURYO HERDIANSYAH

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Karena benda uji baja HSLA 0.029 % Nb mengalami pemaasan ulang (reheat) terlebih dahulu sebelum mengalami transformasi selama proses pendinginan, maka perlu diketahui perilaku pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0.03% Nb digunakan sebagai benda uji. Proses pemanasan dilakukan pada benda uji tersebut dengan temperatur 1200 0 C, yang didapat dari persamaan 2.1.

Lebih terperinci

STUDI DISTRIBUSI BESAR BUTIR FERIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERASAN PADA PROSES TERMOMEKANIK BAJA HSLA DENGAN VARIASI REDUKSI PADA TEMPERATUR 800 C

STUDI DISTRIBUSI BESAR BUTIR FERIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERASAN PADA PROSES TERMOMEKANIK BAJA HSLA DENGAN VARIASI REDUKSI PADA TEMPERATUR 800 C 1 STUDI DISTRIBUSI BESAR BUTIR FERIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEKERASAN PADA PROSES TERMOMEKANIK BAJA HSLA DENGAN VARIASI REDUKSI PADA TEMPERATUR 800 C Juristy Jerry H T, Dedi Priadi Jurusan Teknik Metalurgi

Lebih terperinci

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY

Kategori unsur paduan baja. Tabel periodik unsur PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY Dr.-Ing. Bambang Suharno Dr. Ir. Sri Harjanto PENGARUH UNSUR PADUAN PADA BAJA PADUAN DAN SUPER ALLOY 1. DASAR BAJA 2. UNSUR PADUAN 3. STRENGTHENING

Lebih terperinci

STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL

STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL STUDI MORFOLOGI MIKROSTRUKTUR DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAJU KOROSI ANTARA BAJA HSLA 0,029% Nb DAN BAJA KARBON RENDAH SETELAH PEMANASAN ISOTHERMAL SKRIPSI Oleh JULIAN RESTUDY 0404040437 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic) HEAT TREATMENT Perlakuan panas (heat treatment) ialah suatu perlakuan pada material yang melibatkan pemanasan dan pendinginan dalam suatu siklus tertentu. Tujuan umum perlakuan panas ini ialah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) HEAT TREATMENT PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT) Proses laku-panas atau Heat Treatment kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam atau paduan

Lebih terperinci

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL

ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KERUSAKAN PADA LINE PIPE (ELBOW) PIPA PENYALUR INJEKSI DI LINGKUNGAN GEOTHERMAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik WIRDA SAFITRI

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO EFEK WAKTU PERLAKUAN PANAS TEMPER TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK BAJA KOMERSIAL Bakri* dan Sri Chandrabakty * Abstract The purpose of this paper is to analyze

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C Syaifudin Yuri, Sofyan Djamil dan M. Sobrom Yamin Lubis Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta e-mail:

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT (1) Beny Bandanadjaja (1), Cecep Ruskandi (1) Indra Pramudia (2) Staf pengajar Program Studi Teknik Pengecoran Logam

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU DAN JARAK TITIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP KEKUATAN GESER HASIL SAMBUNGAN LAS

PENGARUH WAKTU DAN JARAK TITIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP KEKUATAN GESER HASIL SAMBUNGAN LAS UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGARUH WAKTU DAN JARAK TITIK PADA PENGELASAN TITIK TERHADAP KEKUATAN GESER HASIL SAMBUNGAN LAS TUGAS SARJANA Disusun oleh: ERI NUGROHO L2E 604 208 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

ANALISA FRAKTOGRAFI PADUAN Cu-Zn 70/30 PADA BERBAGAI % DEFORMASI CANAI HANGAT

ANALISA FRAKTOGRAFI PADUAN Cu-Zn 70/30 PADA BERBAGAI % DEFORMASI CANAI HANGAT 12 ANALISA FRAKTOGRAFI PADUAN Cu-Zn 70/30 PADA BERBAGAI % DEFORMASI CANAI HANGAT Eka Febriyanti 1,2, Amin Suhadi 2, Dedi Priadi 1, Rini Riastuti 1 1 Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA Ahmad Supriyadi & Sri Mulyati Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. H. Sudarto, SH.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Baja perkakas (tool steel) merupakan baja yang biasa digunakan untuk aplikasi pemotongan (cutting tools) dan pembentukan (forming). Selain itu baja perkakas juga banyak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini, baja HSLA 0,029% Nb dan baja karbon rendah digunakan sebagai benda uji. Benda uji dipanaskan ulang pada temperatur 1200 O C secara isothermal selama satu jam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel atau baja yang memiliki kandungan 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, 0,15-0,30% Si, 0,80-1,10%

Lebih terperinci

Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, Indonesia 16424

Departemen Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, Indonesia 16424 Pengaruh Metode Canai Hangat Double-Side Multi Pass Reversible Terhadap Struktur Mikro Ferritic dan Ketahanan Korosi Baja Karbon Rendah Matra Rizki Pratama, Rini Riastuti Departemen Metalurgi dan Material,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan sampel Sampel yang digunakan adalah pelat baja karbon rendah AISI 1010 yang dipotong berbentuk balok dengan ukuran 55mm x 35mm x 8mm untuk dijadikan sampel dan

Lebih terperinci

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max).

dislokasi pada satu butir terjadi pada bidang yang lebih disukai (τ r max). DEFORMASI PLASTIS BAHAN POLIKRISTAL Deformasi dan slip pada bahan polikristal lebih kompleks. Polikristal terdiri dari banyak butiran ( grain ) yang arah slip berbeda satu sama lain. Gerakan dislokasi

Lebih terperinci

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11.1. Parameter - Parameter Sifat Mampu Bentuk Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

Lebih terperinci

ANALISA UKURAN BUTIR FERIT DAN LAJU KOROSI BAJA HSLA %Nb SETELAH CANAI PANAS SKRIPSI

ANALISA UKURAN BUTIR FERIT DAN LAJU KOROSI BAJA HSLA %Nb SETELAH CANAI PANAS SKRIPSI ANALISA UKURAN BUTIR FERIT DAN LAJU KOROSI BAJA HSLA 0.029 %Nb SETELAH CANAI PANAS SKRIPSI Oleh NANDYO ALPALMY 04 04 04 05 5Y SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH Sumidi, Helmy Purwanto 1, S.M. Bondan Respati 2 Program StudiTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 Agung Setyo Darmawan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura agungsetyod@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

BAB 1. PERLAKUAN PANAS BAB PERLAKUAN PANAS Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil dalam proses perlakuan panas pada material logam. : Menguasai cara proses pengerasan, dan pelunakan material baja karbon.

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT

STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT STUDI PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU AGING TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN MIKROSTRUKTUR KOMPOSIT Al/Al2O3 HASIL PROSES CANAI DINGIN Asfari Azka Fadhilah 1,a, Dr. Eng. A. Ali Alhamidi, ST.,MT. 1, dan Muhammad

Lebih terperinci

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1

METALURGI FISIK. Heat Treatment. 10/24/2010 Anrinal - ITP 1 METALURGI FISIK Heat Treatment 10/24/2010 Anrinal - ITP 1 Definisi Perlakuan Panas Perlakuan panas adalah : Proses pemanasan dan pendinginan material yang terkontrol dengan maksud merubah sifat mekanik

Lebih terperinci

EVALUASI BESAR BUTIR TERHADAP SIFAT MEKANIS CuZn70/30 SETELAH MENGALAMI DEFORMASI MELALUI CANAI DINGIN

EVALUASI BESAR BUTIR TERHADAP SIFAT MEKANIS CuZn70/30 SETELAH MENGALAMI DEFORMASI MELALUI CANAI DINGIN EVALUASI BESAR BUTIR TERHADAP SIFAT MEKANIS CuZn70/30 SETELAH MENGALAMI DEFORMASI MELALUI CANAI DINGIN Riyan Sanjaya 1) dan Eddy S. Siradj 2) 1) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111 Agung Setyo Darmawan, Masyrukan, Riski Ariyandi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS Oleh: Abrianto Akuan Abstrak Nilai kekerasan tertinggi dari baja mangan austenitik hasil proses perlakuan panas

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO Cahya Sutowo 1.,ST.MT., Bayu Agung Susilo 2 Lecture 1,College student 2,Departement

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA HSLA (HIGH STRENGTH LOW ALLOY) Baja HSLA(High Strength Low Alloy Steel) atau biasa disebut juga dengan microalloyed steel adalah baja yang di desain untuk dapat memberikan

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *) PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI Purnomo *) Abstrak Baja karbon rendah JIS G 4051 S 15 C banyak digunakan untuk bagian-bagian

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow

Gambar 4.1 Penampang luar pipa elbow BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Latar Belakang Material Material yang digunakan pada penelitian ini merupakan material yang berasal dari pipa elbow pada pipa jalur buangan dari pompa-pompa pendingin

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2010 TUGAS AKHIR TM091486 TUGAS AKHIR TM091486 STUDI EKSPERIMENTAL UMUR LELAH BAJA AISI 1045 AKIBAT PERLAKUAN PANAS HASIL FULL ANNEALING DAN NORMALIZING DENGAN BEBAN LENTUR PUTAR PADA HIGH CYCLE FATIGUE Oleh: Adrian Maulana 2104.100.106

Lebih terperinci

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

Proses Annealing terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut : PERLAKUAN PANAS Perlakuan panasadalah suatu metode yang digunakan untuk mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pisau egrek adalah alat yang digunakan untuk pemanen kelapa sawit. Pisau

BAB I PENDAHULUAN. Pisau egrek adalah alat yang digunakan untuk pemanen kelapa sawit. Pisau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pisau egrek adalah alat yang digunakan untuk pemanen kelapa sawit. Pisau egrek yang sering dipergunakan petani pemanen sawit adalah pisau egerk yang materialnya

Lebih terperinci

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S Mahasiswa Edwin Setiawan Susanto Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M. Sc. Hariyati Purwaningsih, S.Si, M.Si. 1 Latar

Lebih terperinci

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS

PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS 45 PENGARUH MANUAL FLAME HARDENING TERHADAP KEKERASAN HASIL TEMPA BAJA PEGAS Eko Surojo 1, Dody Ariawan 1, Muh. Nurkhozin 2 1 Staf Pengajar - Jurusan Teknik Mesin - Fakultas Teknik UNS 2 Alumni Jurusan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1. BAJA PADUAN RENDAH KEKUATAN TINGGI (HSLA) Baja HSLA adalah baja karbon rendah dengan paduan mikro dibawah 1% yang memiliki sifat mekanis yang baik antara lain: kekuatan, ketangguhan,

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS LAPIS GALVANIS TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DI DALAM TANAH (UNDERGROUND PIPE) SKRIPSI

STUDI EFEKTIFITAS LAPIS GALVANIS TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DI DALAM TANAH (UNDERGROUND PIPE) SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI EFEKTIFITAS LAPIS GALVANIS TERHADAP KETAHANAN KOROSI PIPA BAJA ASTM A53 DI DALAM TANAH (UNDERGROUND PIPE) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 52 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATA PENELITIAN 1. Material Penelitian a. Tipe Baja : A 516 Grade 70 Bentuk : Plat Tabel 7. Komposisi Kimia Baja A 516 Grade 70 Komposisi Kimia Persentase (%) C 0,1895 Si

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dibidang konstruksi, pengelasan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri, karena mempunyai

Lebih terperinci

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Budi Setyahandana 1, Anastasius Rudy Setyawan 2 1,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

PERUBAHAN MORFOLOGI STRUKTUR MIKRO PADUAN Cu-Zn 70/30 YANG DILAKUKAN TMCP DI SUHU 300 C

PERUBAHAN MORFOLOGI STRUKTUR MIKRO PADUAN Cu-Zn 70/30 YANG DILAKUKAN TMCP DI SUHU 300 C 1 PERUBAHAN MORFOLOGI STRUKTUR MIKRO PADUAN Cu-Zn 70/30 YANG DILAKUKAN TMCP DI SUHU 300 C Eka Febriyanti 1,*, Amin Suhadi 1, Ayu Rizeki Ridhowati 2, Rini Riastuti 2 1 Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur

Lebih terperinci

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING Kafi Kalam 1, Ika Kartika 2, Alfirano 3 [1,3] Teknik Metalurgi

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik oleh : Nama : Catia Julie Aulia NIM : Kelompok : 7 Anggota (NIM) : 1. Conrad Cleave Bonar (13714008) 2. Catia Julie Aulia () 3. Hutomo

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI REDUKSI TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA LATERIT MELALUI PENGEROLAN PANAS

PENGARUH VARIASI REDUKSI TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA LATERIT MELALUI PENGEROLAN PANAS PENGARUH VARIASI REDUKSI TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA LATERIT MELALUI PENGEROLAN PANAS Muhammad Yunan Hasbi 1*, Daniel Panghihutan Malau 2, Bintang Adjiantoro 3 *123 Pusat Penelitian Metalurgi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

TUGAS AKHIR. Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH ANNEALING 290 C PADA PELAT ALUMINUM PADUAN (Al-Fe) DENGAN VARIASI HOLDING TIME 30 MENIT DAN 50 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan pengamatan, pengukuran serta pengujian terhadap masingmasing benda uji, didapatkan data-data hasil penyambungan las gesek bahan Stainless Steel 304. Data hasil

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045 ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045 Willyanto Anggono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra,

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60)

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60) ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60) Eri Diniardi,ST, 1,.Iswahyudi 2 Lecture 1,College student 2,Departement of machine, Faculty of Engineering,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari pengenai pemanfaatan dan pembuatan logam dari mulai bijih sampai dengan pemasaran. Begitu banyaknya proses dan alur yang harus

Lebih terperinci

EFFECT OF HEAT TREATMENT TEMPERATURE ON THE FORMATION OF DUAL PHASE STEEL AISI 1005 HARDNESS AND FLEXURE STRENGTH CHARACTERISTICS OF MATERIALS

EFFECT OF HEAT TREATMENT TEMPERATURE ON THE FORMATION OF DUAL PHASE STEEL AISI 1005 HARDNESS AND FLEXURE STRENGTH CHARACTERISTICS OF MATERIALS INFO TEKNIK Volume 16 No. 1 Juli 2015 (1-10) EFFECT OF HEAT TREATMENT TEMPERATURE ON THE FORMATION OF DUAL PHASE STEEL AISI 1005 HARDNESS AND FLEXURE STRENGTH CHARACTERISTICS OF MATERIALS Kris Witono 1,

Lebih terperinci

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN Annealing adalah : sebuah perlakukan panas dimana material dipanaskan pada temperatur tertentu dan waktu tertentu dan kemudian dengan perlahan didinginkan. Annealing

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E Mochammad Ghulam Isaq Khan 2711100089 Dosen Pembimbing Ir. Rochman Rochiem, M.Sc. Wikan Jatimurti

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Sprocket

Karakterisasi Material Sprocket BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Pengamatan Metalografi 4.1.1 Pengamatan Struktur Makro Pengujian ini untuk melihat secara keseluruhan objek yang akan dimetalografi, agar diketahui kondisi benda uji sebelum

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 600 Non Standar

Pengaruh Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 600 Non Standar Pengaruh Perlakuan Panas Austempering pada Besi Tuang Nodular FCD 600 Non Standar Indra Sidharta 1, a, *, Putu Suwarta 1,b, Moh Sofyan 1,c, Wahyu Wijanarko 1,d, Sutikno 1,e 1 Laboratorium Metalurgi, Jurusan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pisau egrek masalah yang sering dijumpai yaitu umur yang singkat yang. mengakibatkan cepat patah dan mata pisau yang cepat habis.

BAB I PENDAHULUAN. pisau egrek masalah yang sering dijumpai yaitu umur yang singkat yang. mengakibatkan cepat patah dan mata pisau yang cepat habis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pemanenan kelapa sawit sangat banyak dijumpai permasalahan. Diantaranya adalah alat pemanen sawit yang disebut dengan pisau egrek. Pada pisau egrek masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda logam yang keras dan kuat (Departemen Pendidikan Nasional, 2005). Sedangkan menurut Setiadji

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING

PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING TUGAS AKHIR PENELITIAN PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN LOW TEMPERING, MEDIUM TEMPERING DAN HIGH TEMPERING PADA MEDIUM CARBON STEEL PRODUKSI PENGECORAN BATUR-KLATEN TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340 PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340 Cahyana Suherlan NIM : 213431006 Program Studi : Teknik Mesin dan Manufaktur Konsentrasi : Teknologi Pengecoran Logam

Lebih terperinci

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

Sidang Tugas Akhir (TM091486) Sidang Tugas Akhir (TM091486) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Soeharto, DEA Oleh : Budi Darmawan NRP 2105 100 160 Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Lebih terperinci

PROSES THERMAL LOGAM

PROSES THERMAL LOGAM 1 PROSES THERMAL LOGAM TIN107 Material Teknik Fungsi Proses Thermal 2 Annealing Mempersiapkan material logam sebagai produk setengah jadi agar layak diproses berikutnya. Hardening Mempersiapkan material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penguatan yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening),

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-42 Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur

Lebih terperinci

PENGARUH PENGEROLAN PANAS DAN TINGKAT DEFORMASI TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT

PENGARUH PENGEROLAN PANAS DAN TINGKAT DEFORMASI TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT PENGARUH PENGEROLAN PANAS DAN TINGKAT DEFORMASI TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA KARBON SEDANG UNTUK MATA PISAU PEMANEN SAWIT SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

TIN107 Material Teknik. Mekanisme Penguatan. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d

TIN107 Material Teknik. Mekanisme Penguatan. h t t p : / / t a u f i q u r r a c h m a n. w e b l o g. e s a u n g g u l. a c. i d 1 TIN107 Material Teknik Mekanisme Penguatan 2 Deformasi plastis makroskopik berhubungan dengan gerakan sejumlah besar dislokasi. Kemampuan logam untuk berubah bentuk secara plastis tergantung pada kemampuan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM

TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM TUGAS AKHIR ANALISIS PENGERASAN PERMUKAAN BAJA KARBON RENDAH DENGAN METODE FLAME HARDENING WAKTU TAHAN 30 MENIT 1 JAM DAN 1 ½ JAM Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY

PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI WAKTU PENAHANAN TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA ALUMINIUM 6061 DENGAN METODE UJI JOMINY Oleh : Willy Chandra K. 2108 030 085 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KETAHANAN KOROSI SUMURAN BAJA TAHAN KARAT AISI 430 HASIL DEFORMASI PLASTIS CANAI HANGAT SKRIPSI TERRY ATMAJAYA

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KETAHANAN KOROSI SUMURAN BAJA TAHAN KARAT AISI 430 HASIL DEFORMASI PLASTIS CANAI HANGAT SKRIPSI TERRY ATMAJAYA UNIVERSITAS INDONESIA STUDI KETAHANAN KOROSI SUMURAN BAJA TAHAN KARAT AISI 430 HASIL DEFORMASI PLASTIS CANAI HANGAT SKRIPSI TERRY ATMAJAYA 0806315995 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL

Lebih terperinci

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban F68 Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban Asia, Lukman Noerochim, dan Rochman Rochiem Departemen Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS, Kampus ITS-Keputih Sukolilo,

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR DAN REDUKSI PADA PROSES CANAI PANAS PADUAN ALUMINIUM 2024

PENGARUH TEMPERATUR DAN REDUKSI PADA PROSES CANAI PANAS PADUAN ALUMINIUM 2024 PENGARUH TEMPERATUR DAN REDUKSI PADA PROSES CANAI PANAS PADUAN ALUMINIUM 2024 Generousdi (1) (1) Dosen PNSD/DPK pada Sekolah Tinggi Teknologi Nasional (Stiteknas) Jambi. ABSTRACT Temperature and thickness

Lebih terperinci

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi Dislokasi Konsep Dislokasi Pengertian dislokasi Dislokasi adalah suatu pergeseran atau pegerakan atom-atom di dalam sistem kristal logam akibat tegangan mekanik yang dapat menciptakan deformasi plastis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Baja (steel) adalah material yang paling banyak dan umum digunakan di dunia industri, hal ini karena baja memberikan keuntungan keuntungan yang banyak yaitu pembuatannya

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Pengertian Las Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Norman) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan saat ini semakin pesat, hal ini sejalan dengan kemajuan industri yang semakin banyak dan kompleks. Perkembangan teknologi

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA

LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA LAPORAN TUGAS AKHIR PENELITIAN TENTANG SIFAT-SIFAT KEKUATAN TARIK, KEKERASAN, KOMPOSISI KIMIA DAN STRUKTUR MIKRO DARI TALI SERAT BAJA BUATAN KOREA Laporan Tugas Akhir Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena

BAB I PENDAHULUAN. perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada bidang metalurgi, terutama mengenai pengolahan baja karbon rendah ini perlu dapat perhatian khusus baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya karena erat dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERING

ANALISIS PENGARUH TEMPERING Analisis Pengaruh Tempering (Dzulfikar, dkk.) ANALISIS PENGARUH TEMPERING MENGGUNAKAN PEMANAS INDUKSI PASCA QUENCHING DENGAN MEDIA OLI PADA BAJA AISI 1045 TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN NILAI KEKERASAN SEBAGAI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL. Tgl. Praktikum : 12 Desember : Helal Soekartono, drg., M.Kes

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL. Tgl. Praktikum : 12 Desember : Helal Soekartono, drg., M.Kes LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL Topik Kelompok : Heat Treatment : C2 Tgl. Praktikum : 12 Desember 2013 Pembimbing : Helal Soekartono, drg., M.Kes Penyusun : 1. Ahmad Sukma Faisal 021211133018 2. Ayu Rafania

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Struktur Mikro Butir Austenit Gambar 4.1 sampai 4.12 menampilkan struktur mikro austenit hasil perlakuan panas dan deformasi panas. Struktur austenit diperoleh dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan. BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Data Pengujian. 4.1.1. Pengujian Kekerasan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metoda Rockwell C, pengujian kekerasan pada material liner dilakukan dengan cara penekanan

Lebih terperinci

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan.

Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Fasa Transformasi Pendahuluan Kekuatan tarik komposisi paduan Fe-C eutectoid dapat bervariasi antara 700-2000 MPa tergantung pada proses perlakuan panas yang diterapkan. Sifat mekanis yang diinginkan dari

Lebih terperinci