STUDI PENGARUH LAHAR DINGIN PADAPEMANFAATAN SUMBER AIR BAKU DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI (STUDI KASUS: GUNUNG SEMERU)
|
|
- Lanny Johan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 STUDI PENGARUH LAHAR DINGIN PADAPEMANFAATAN SUMBER AIR BAKU DI KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI (STUDI KASUS: GUNUNG SEMERU) Megawati, A. 1 dan Soedjono, E.S. 2 1 Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP - ITS Surabaya, soedjono@enviro.its.ac.id Abstrak Gunung Semeru (G. Semeru) merupakan salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur yang memiliki berbagai ancaman bahaya salah satunya adalah lahar dingin. Banjir lahar dingin G. Semeru dimulai dari tahun 1909 sampai catatan terakhir pada tahun G. Semeru untuk saat ini berstatus waspada dengan jumlah letusan 7-17 kali/hari dengan jumlah material vulkanik yang dikeluarkan mencapai 4 juta m 3 /tahun. Material vulkanik tersebut akan berubah menjadi lahar dingin ketika terjadi hujan deras. Pada Kawasan Rawan Bencana (KRB) G. Semeru terdapat sungai dan mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang sebgai sumber air baku. Oleh karena itu, diperlukan adanya studi untuk mengetahui arah penyebaran aliran lahar dingin G. Semeru dan pengaruh lahar dingin G. Semeru terhadap penyediaan air baku pada KRB G. Semeru. Pada studi ini pengaruh lahar dingin terhadap sumber air baku di KRB G. Semeru diketahui melalui studi literatur. dan kunjungan lapangan. Pada studi literatur dilakukan pengumpulan data-data sekunder terkait dengan banjir lahar dingin yang pernah terjadi pada G.Semeru. Kunjungan lapangan dilakukan pada Pos Pantau G. Sawur untuk mengetahui aktivitas G. Semeru dan lokasi pemukiman di sekitarnya. Lahar dingin G. Semeru melewati DAS Glidig, DAS Mujur, dan DAS Rejali yang ternyata juga dimanfaatkan oleh penduduk untuk memnuhi kebutuhan air minum. Lahar dingin tersebut menyebabkan adanya peningkatan jumlah sedimen tersuspensi pada DAS sehingga DAS tidak bisa dimanfaatkan oleh penduduk sebagai air minum. Hal ini menyebabkan penduduk pada 48 kelurahan dari 6 kecamatan di Kabupaten Lumajang yaitu kecamatan Pronojiwo, Tempeh, Pasrujambe, Tempursari, Candipuro, dan Pasirian dengan jumlah penduduk jiwa yang terancam krisis air minum. Kata kunci: lahar dingin, G. Semeru, sumber air baku, DAS (daerah aliran sungai) 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang dilewati jalur The Pacific Ring of Fire (Cincin Api Pasifik), yang merupakan jalur rangkaian gunungapi di dunia. Indonesia yang berada pada jalur ini memiliki 129 gunungapi dan 80 gunungapi dinyatakan sangat aktif. Pada gunungapi terdapat 2 (dua) macam potensi bahaya yang mengancam yaitu bahaya primer yang berupa aliran lava, awan panas, lontaran batu pijar, dan hujan abu sedangkan bahaya sekunder berupa lahar dingin (Bronto, 1996). G. Semeru sebagai salah satu gunungapi aktif di Jawa Timur juga menyimpan potensi lahar dingin yang besar. Banjir lahar dingin G. Semeru tercatat sejak tahun 1909 sampai berita yang terakhir ada pada tahun 2010 telah menenggelamkan sekitar 17 hektar sawah milik warga di Dusun Rowo Baung, Desa Pronojiwo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur dan meninggalkan material vulkanik yang terdiri dari pasir dan batu dengan ketebalan sampai 8 meter (Hudijono, dkk., 2010). Lahar dingin G. Semeru ini juga bisa terjadi pada sumber air baku untuk air minum yang berada di KRB G. Semeru. Padahal sumber air baku untuk air minum harus memenuhi indikator keandalan. Indikator keandalan tersebut adalah kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas dari sumber air baku tersebut (Masduqi, dkk., 2008). Oleh karena itu, perlu dilakukan studi untuk mempelajari arah penyebaran aliran lahar dingin G. Semeru dan pengaruh lahar dingin G. Semeru terhadap penyediaan air baku untuk air minum bagi penduduk di KRB G. Semeru. 1
2 Lahar adalah aliran material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir, dan kerikil akibat adanya aliran air yang terjadi di lereng gunungapi. Lahar dapat mengalir dengan kecepatan beberapa puluh meter per detik dan menempuh jarak sampai beberapa kilometer dengan membawa energi yang cukup besar. Lahar merupakan salah satu bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi gunungapi dan pada saat musim hujan dapat mengancam penduduk di sekitar DAS yang berhulu di gunungapi (Miswata dkk., 2008). Secara umum berdasarkan proses terjadinya lahar dibagi menjadi 2 (dua), yaitu lahar letusan atau lahar primer dan lahar hujan atau lahar sekunder. Lahar letusan terjadi akibat letusan eksplosif pada gunungapi yang mempunyai danau kawah. Luas daerah yang dilanda oleh lahar letusan tergantung pada volume air yang ada di dalam kawah dan kondisi morfologi di sekitar kawah. Semakin besar volume air di dalam kawah maka, semakin luas pula penyebaran laharnya (Noor, 2006). Lahar hujan atau biasa disebut lahar dingin terjadi akibat hujan yang terus-menerus dalam jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan material vulkanik hasil erupsi gunungapi yang berada di sekitar puncak dan lereng gunungapi. Air hujan yang turun di atas endapan material vulkanik di sekitar puncak dan lereng gunungapi akan mengakibatkan endapan material menjadi jenuh dan mudah longsor atau runtuh. Longsoran material vulkanik dengan air hujan ini mengalir menuju sungai-sungai yang berhulu di sekitar lereng dan puncak gunungapi dalam bentuk lahar dingin yang bisa berupa aliran lumpur atau aliran batuan (Kusumosubroto dkk., 2010). Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin yaitu, kemiringan lereng, curah hujan, dan material vulkanik. Kemiringan lereng sebagi awal terjadinya lahar dingin dimulai pada hulu sungai dengan kemiringan dasar lebih dari 20 o, kemiringan antara 15 o -20 o merupakan daerah aliran material vulkanik dan sedimen yang berasal dari hulu menuju ke hilir sedangkan kemiringan kurang dari 15 o sebagai daerah pengedapan. Curah hujan sangat menentukan terjadinya lahar dingin pada suatu daerah di sekitar gunungapi. Daerah dengan intensitas hujan tinggi dalam waktu yang pendek maupun daerah dengan intensitas hujan rendah dalam waktu yang panjang sama-sama memiliki potensi terjadi mengalami aliran lahar dingin. Material vulkanik yang dihasilkan dari peristiwa erupsi gunungapi akan mengendap pada lereng-lereng gunungapi dan bergerak dari lereng puncak gunung menuju sungai ketika terjadi hujan deras. Semakin besar volume material vulkanik hasil erupsi maka aliran lahar dingin yang terjadi akan semakin kuat dengan membawa semakin banyak endapan (Taufik, 1997). G. Semeru terletak pada 08 o 06,5 LS dan 112 o 55 BT. G. Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian m dpl. Puncak G. Semeru adalah puncak Mahameru dengan kawah Jonggring Saloko. G. Semeru merupakan gunungapi berbentuk stratovolcanoes dengan kubah lava. G. Semeru terletak di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur namun mulut kawahnya pada saat ini mengarah ke tenggara sehingga arah leleran lavanya mengarah ke Kabupaten Lumajang. Hal ini menyebabkan Kabupaten Lumajang memiliki potensi ancaman bahaya lahar dingin dari G. Semeru lebih besar bila dibandingkan dengan Kabupaten Malang (Sumber: Dinas ESDM Jawa Timur, 2010). Gambar dari G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan G. Semeru dari arah selatan. 2
3 Gambar 1 Gunung Semeru (Sumber: Dinas ESDM Jawa Timur, 2010) Kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Lumajang yang termasuk dalam KRB G. Semeru adalah 6 kecamatan dengan 48 kelurahan dan detail rinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Luas Kecamatan di KRB G. Semeru No. Kecamatan Kelurahan Luas (km 2 ) 1 Pronojiwo Sidomulyo, Pronojiwo, Tamanayu, Sumberurip, Oro-Oro Ombo, Supiturang 38,74 2 Tempeh Tempeh Lor, Tempeh Kidul, Lempeni, Gesang, Pulo, Jokarto, Tempeh Tengah 88,05 3 Pasrujambe Sukorejo, Pagowan, Pasrujambe, Jambearum, Jambekumbu, Kertosari, Karanganom, 93,7 4 Tempursari Tegalrejo, Bulurejo, Purorejo, Tempurejo, Tempursari, Pundungsari, Kaliuling, 101,36 5 Candipuro Sumberwuluh, Sumbermujur, Keloposawit, Tambahrejo, Penaggal, Candipuro, Jarit, Jugosari, Sumberrejo, Tumpeng 144,93 6 Pasirian Pasirian, Kali Bendo, Bades, Bago, Selok Awar-Awar, Condro, Nguter,Sememu, Madurejo, Selokanyar, Gondoruso 183,91 Total 650,69 (Sumber: Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur, 2010) Jumlah penduduk di KRB G. Semeru dipetakan berdasarkan jumlah penduduk yang bermukim di kecamatan yang termasuk di dalam KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk di KRB G. Semeru Tahun 2009 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) 1 Pronojiwo Tempeh Pasrujambe Tempursari Candipuro Pasirian Jumlah (Sumber: Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur, 2010) Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Lumajang yang bermukim di KRB G. Semeru adalah jiwa penduduk dari jumlah total penduduk Kabupaten Lumajang sebesar jiwa penduduk. Selain itu juga dapat diketahui bahwa kepadatan penduduk yang bermukim di 3
4 KRB G. Semeru adalah 576 jiwa/km 2. Kepadatan penduduk tersebut tergolong jarang namun tetap harus diperhatikan bila terjadi bencana banjir lahar dingin yang melanda KRB G. Semeru. Sejarah lahar dingin G. Semeru mulai tercatat sejak tahun 1909 hingga yang berita yang terakhir pada tahun 2010 (Dinas ESDM Jawa Timur, 2010). Lahar dingin yang terjadi di G. Semeru adalah akibat air hujan yang menghayutkan material vulkanik maupun jatuhan atau aliran piroklastik dari semua ukuran (bom, bongkahan, kerakal, kerikil, lapili, pasir, dan abu) sehingga membentuk aliran pekat dengan berat jenis hampir 3 gram/cm 3 dan kecepatan 50 km/jam bahkan dapat mencapai jarak jauh bila saluran masih mampu menampung massanya. Lahar dingin tersebut telah menyebabkan berbagai macam kerugian diantaranya merusak kualitas sumber air di KRB G. Semeru (Berita Berkala Vulkanologi (Edisi Khusus), 1996). Sumber air baku yang di KRB G. Semeru yang akan dikaji pada studi ini adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) dan mata air yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum. Pada KRB G. Semeru terdapat 3 DAS dan 5 mata air yang dimanfaatkan sebagai air minum. Berdasarkan Studi Potensi Pemanfaatan Sumber-Sumber Air di Kabupaten Lumajang yang dilakukan oleh Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur pada tahun Data pemanfaatan ketiga DAS tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rencana Pemanfaatan DAS di KRB G. Semeru untuk Kebutuhan Air Minum Tahun 2015 DAS Air Minum (10 6 m 3 /tahun) Mujur 5,659 Rejali 3,350 Glidig 1,588 (Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Propinsi Jawa Timur, 2006) Nama mata air dan kapasitas yang dipergunakan sebagai air minum pada KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 4. Lima mata air yang tercantum pada Tabel 4 tersebut dipergunakan sebagai sumber air minum oleh penduduk di KRB G. Semeru maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang. Mata air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kabupaten Lumajang adalah Glintungan dan Sintok. Tabel 4 Mata Air yang Dipergunakan sebagai Sumber Air Minum Di KRB G. Semeru No. Mata Air Desa Kecamatan Debit (l/dtk) 1 Mujur Sumber Mujur Candipuro 10 2 Glintungan Nguter Pasirian 25 3 Tembok Jarit Pasirian 90 4 Bendo 1 Sido Mulyo Pronojiwo 10 5 Sintok Burno Senduro 10 Total 145 (Sumber: Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur 2006) 2. METODE STUDI Pada studi ini data yang dipergunakan berupa data sekunder yang terkait dengan lahar dingin G. Semeru dan KRB yang dimilikinya. Data mengenai karateristik lahar dingin yang dikeluarkan oleh G. Semeru termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu, curah hujan di KRB G. Semeru, kemiringan lereng dan material vulkanik G. Semeru diperoleh dari jurnal ilmiah, buku tahunan gunungapi serta laporan pengamatan yang terdapat pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung dan 4
5 Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) di Yogyakarta. Data curah hujan dan kemiringan lereng pada KRB G. Semeru terakhir dapat diperoleh dalam Lumajang Dalam Angka 2010 yang terdapat pada Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. KRB G. Semeru dapat diketahui dari Peta KRB G. Semeru yang dapat diperoleh dari Dinas ESDM Propinsi Jawa Timur sedangkan untuk mengetahui data sumber air baku yang terdapat di KRB G. Semeru dapat diperoleh dari Dinas PU Pengairan Jawa Timur. Jumlah penduduk yang terdapat di KRB G. Semeru dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Jawa Timur. Pada studi ini juga dibutuhkan kondisi kekinian dari G. Semeru terkait dengan status G. Semeru yang dapat dilakukan dengan mewawancarai petugas Pos Pantau G. Semeru di G. Sawur, Candipuro, Kabupaten Lumajang dan terkait dengan kegiatan penanggulangan yang telah dilakukan oleh Pemerintah yang dapat dilakukan dengan pengumpulan informasi di Satuan Kerja Pengendalian Banjir Lahar G. Semeru. Data-data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan ditabulasi untuk data kuantitatif dan pembuatan ringkasan untuk data kualitatif. Metode analisa data yang dilakukan adalah dengan perbandingan antara data penelitia yang diperoleh dari jurnal ilmiah dengan kondisi terakhir G. Semeru dan dengan pemetaan sumber air baku yang diperoleh dari Dinas PU Pengairan Propinsi Jawa Timur pada Peta KRB G. Semeru. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Faktor yang Mempengaruhi Lahar Dingin Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya lahar dingin adalah kemiringan lereng, curah hujan, dan volume material vulkanik. G. Semeru dengan ketinggian dpl (di atas permukaan laut) m memiliki 3 (tiga) bagian lereng, yaitu: lereng bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Lereng bagian atas dengan ketinggian di atas 1300 m dpl dan memiliki kemiringan Lereng bagian tengah dengan ketinggian m dpl dan memiliki kemiringan 30 0 luas. Lereng bagian bawah dengan ketinggian kurang dari 300 m dpl memiliki kemiringan 7 0. Aliran lahar pada G. Semeru dapat terjadi pada intensitas menengah (100 mm-300 mm/hari) dan durasi lama yaitu, lebih dari 5 jam atau pada kondisi intensitas tinggi (>400 mm/hari) dengan durasi menengah yaitu antara 2-5 jam. Rata-rata curah hujan pada KRB G. Semeru berada pada tingkat menengah sehingga potensi lahar dingin diperkirakan berdasarkan durasi hujan lama, yaitu lebih dari 5 jam (Wahjono, 1998). Potensi lahar dingin di setiap kawasan stasiun pengukur curah hujan di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini. No. Tabel 5 Potensi Aliran Lahar di KRB G. Semeru Stasiun Pengukur Curah Hujan Maksimum (mm) Durasi hujan (jam) Peristiwa aliran lahar 1 Gunung Sawur 185,33 5 Potensi 2 Tempeh Lor 64,00 5 tidak potensi 3 Tempeh Kidul 91,67 5 tidak potensi 4 Candipuro 139,17 5 Potensi 5 Pronojiwo 246,58 5 Potensi 5
6 No. Stasiun Pengukur Curah Hujan Maksimum (mm) Durasi hujan (jam) Peristiwa aliran lahar 6 Pasirian 104,25 5 Potensi 7 Jokarto 96,33 5 tidak potensi 8 Kertosari 117,83 5 Potensi 9 Sememu 87,83 5 tidak potensi 10 Pagowan 133,67 5 Potensi 11 Tempursari 188,83 5 Potensi 12 Pasrujambe 180,92 5 Potensi 13 Supiturang 273,50 5 Potensi 14 Besuk Sat 222,08 5 Potensi 15 Kali Pancing 213,42 5 Potensi 16 Curah Kobokan 199,67 5 Potensi 17 Bendo 225,83 5 Potensi 18 Munggir 258,08 5 Potensi 19 Besuk (PHO) 80,17 5 tidak potensi 20 Kedungwringin 82,42 5 tidak potensi Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat enam stasiun pengukur curah hujan di KRB G. Semeru yang pada area sekitarnya tidak berpotensi terjadi lahar dingin. Keenam stasiun pengukur curah hujan tersebut berada pada wilayah Kecamatan Tempeh sehingga dari enam kecamatan yang berada di KRB G. Semeru, Kecamatan Tempeh yang memiliki potensi lahar dingin relatif kecil. Pada status normal, siaga, awas maupun waspada G. Semeru selalu mengeluarkan letusan namun yang membedakan adalah skala letusan yang terjadi. Pada status waspada saat ini aktivitas dari G. Semeru adalah: a. Pengamatan visual: terjadi guguran lava dengan jarak luncur m dan awan panas dengan jarak luncur <1500 m. b. - 2 kali/hari, gempa vulkanik dangkal 1-3 kali/hari, letusan 7-17 kali/hari, guguran lava kali/hari, dan gempa tremor 1,5-3,3 kali/hari. c. Pengamatan lain-lain: teramati sinar api di puncak kawah dan terdapat pertumbuhan kubah lava baru di puncak G. Semeru. Berdasarkan keterangan di atas maka, G. Semeru pada saat ini mengeluarkan material vulkanik atau yang cukup besar bila dibandingkan dengan status normal. Material vulkanik tersebut merupakan material pengisi pada lahar dingin. 3.2 Sumber Air Baku Pada studi ini sumber air baku di KRB G. Semeru yang diperkirakan akan terpengaruh oleh lahar dingin adalah mata air dan DAS (Daerah Aliran Sungai) DAS (Daerah Aliran Sungai) Menurut Balai PSAWS Wilayah Sungai Bondoyudo-Mayang di Kabupaten Lumajang, selama peristiwa banjir lahar dingin G. Semeru, DAS yang sering mendapat aliran lahar dingin adalah: 6
7 a. DAS Mujur, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Senduro, Candipuro, Pasirian, dan Tempeh. b. DAS Rejali, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Pronojiwo, Candipuro, dan Pasirian. c. DAS Glidig, wilayah aliran DAS ini meliputi Kecamatan Pronojiwo, dan Tempursari. Sungai utama yang menjadi pusat aliran dari ketiga DAS tersebut adalah Kali Mujur, Rejali, dan Kali Glidig. Peta DAS di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Peta DAS Di KRB. G. Semeru Ketiga DAS yang berada di KRB G. Semeru dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum kecamatan-kecamatan yang berada di KRB G. Semeru. Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa DAS yang paling besar kapasitasnya untuk dimanfaatkan sebagai air minum adalah DAS Mujur yaitu, 5,659 x 10 6 m 3 /tahun. Ketiga DAS di atas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum pada daerah pedesaan. Di daerah pedesaan kebutuhan air minum sebesar 60 liter/orang.hari sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang mampu terlayani oleh ketiga DAS tersebut seperti yang tercantum pada Tabel 6 di bawah ini. Tabel 6 Jumlah Penduduk Terlayani oleh DAS di KRB G. Semeru Pada Tahun 2015 DAS PemanfataanAir KebutuhanAir Minum Penduduk Minum (10 6 m 3 /tahun) (10 6 m 3/ tahun) Terlayani (jiwa) Mujur 5,659 5, Rejali 3,350 3, Glidig 1,588 1, Jumlah 10, Jumlah total penduduk yang kebutuhan air minumnya terlayani oleh DAS Mujur, Rejali dan Glidig pada tahun 2015 adalah jiwa penduduk. Jumlah penduduk tersebut lebih besar daripada jumlah penduduk yang berada di KRB G. Semeru pada tahun 2009 yaitu sebesar jiwa penduduk. Jumlah penduduk yang terlayani lebih besar menunjukkan bahwa ke depannya akan semakin banyak penduduk yang memanfaatkan ketiga DAS tersebut sebagai sumber iar baku untuk air minum Aliran lahar dingin yang melewati DAS melalui sungai-sungai di KRB G. Semeru dengan membawa material vulkanik akan membuat kuantitas dan kualitas DAS menurun. Berdasarkan data dari Satuan Kerja Pengendalian Banjir Lahar G. Semeru total endapan pada DAS yang harus dikendalikan ketika terjadi banjir 7
8 lahar dingin adalah m 3. Endapan material vulkanik tersebut dikendalikan dengan teknologi sabo. namun sampai saat ini jumlah endapan material vulkanik yang terkendali baru sebesar m 3. Sisa endapan material vulkanik yang belum terkendali sebesar m 3 dan sisa endapan yang belum tertangani pada DAS yang teraliri lahar dingin akan membuat daya tampung DAS berkurang karena telah terisi oleh endapan material vulkanik yang terbawa oleh lahar dingin. Penurunan daya tampung DAS akan menurunkan DAS kapsitas DAS yang bisa dimanfaatkan oleh penduduk. Pengamatan dari segi kualitas, DAS yang teraliri lahar dingin bila diamati secara fisik mengalami peningkatan kekeruhan karena adanya sedimen tersuspensi yang terbawa oleh lahar dingin Mata Air Pada dasarnya mata air merupakan air tanah yang dengan sendirinya keluar ke permukaan tanah karena berasal dari air tanah maka untuk ancaman perubahan kualitas akibat banjir lahar dingin dapat dihindari. Aliran banjir lahar dingin dengan endapan material vulkanik cenderung mengalir di atas permukaan tanah dengan melewati sungai-sungai yang berhulu di G. Semeru. Namun yang tidak bisa dihindari oleh mata air adalah bila banjir lahar dingin dengan endapan material vulkaniknya yang mengalir dari lereng atas G. Semeru langsung jatuh ke bawah dan menutupi mata air. Peta persebaran mata air di KRB G. Semeru dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Peta Persebaran Mata Air Di KRB. G. Semeru Berdasarkan pada Tabel 4 kelima mata air di atas dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan air minum pada daerah pedesaan. Di daerah pedesaan kebutuhan air minum sebesar 60 liter/orang.hari sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 sehingga dapat diketahui jumlah penduduk yang mampu terlayani oleh ketiga mata air seperti yang tercantum pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Jumlah Penduduk Terlayani oleh Mata Air di KRB G. Semeru No. Mata Air Debit Penduduk Terlayani Debit (l/hari) (l/dtk) (jiwa) 1 Mujur Glintungan
9 No. Mata Air Debit Penduduk Terlayani Debit (l/hari) (l/dtk) (jiwa) 3 Tembok/Kecek Bendo Sintok Total Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui bahwa mata air dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan air jiwa penduduk. Jumlah penduduk tersebut berasal dari penduduk yang bermukim di KRB G. Semeru baik penduduk yang memanfaatkan langsung sumber air baku atau yang menjadi pelanggan PDAM di wilayah kecamatan di KRB G. Semeru Pemetaan Sumber Air Baku Pemetaan sumber air baku dengan KRB G. Semeru dilakukan dengan memetakan letak DAS dan mata air pada Peta KRB G. Semeru yang dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Peta Sumber Air Baku Di KRB. G. Semeru Gambar 4 menunjukkan bahwa aliran lahar dingin mengarah pada DAS Rejali, DAS Mujur, dan DAS Glidig sedangkan untuk mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk maupun oleh PDAM Kabupaten Lumajang tergolong aman dari bahaya kerusakan yang ditimbulkan oleh lahar dingin G. Semeru. Kelima mata air tersebut tidak berada pada jalur aliran banjir lahar dingin G. Semeru selain itu jarak kelima mata air tersebut juga cukup jauh dari G. Semeru. apabila dikaitkan dengan DAS Brantas sebagai DAS yang paling banyak dimanfaatkan oleh penduduk Jawa Timur sebagai air minum dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa DAS Brantas aman dari pengaruh lahar dingin G. Semeru. Lahar dingin G. Semeru hanya mempengaruhi DAS Mujur, Glidig, dan Rejali dan sangat kecil kemungkinan 9
10 untuk sampai pada DAS di luar Kabupaten Lumajang kemungkinan hanya sampai pada DAS Pekalen- Sampean. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang didapat dari hasil studi ini adalah: 1. Penyebaran aliran lahar dari G. Semeru mengarah pada DAS Glidig, DAS Rejali, dan DAS Mujur yang merupakan sumber air baku bagi penduduk di KRB G. Semeru sedangkan untuk mata air yang dimanfaatkan oleh penduduk di KRB G. Semeru maupun PDAM Kabupaten Lumajang sebagai air minum tidak termasuk pada jalur yang dilewati oleh lahar dingin yang berasal dari G. Semeru. 2. Lahar dingin akan menyebabkan peningkatan sedimen tersuspensi pada DAS yang dilewatinya. Peningkatan sedimen tersuspensi ini menyebabkan DAS tidak dapat dimanfaatkan oleh penduduk sehingga mengakibatkan terjadinya krisis air minum. Krisis air minum diperkirakan akan melanda 48 kelurahan dari 6 kecamatan yang berada di KRB G. Semeru, yaitu kecamatan Pronojiwo, Tempeh, Pasrujambe, Tempursari, Candipuro, dan Pasirian dengan jumlah penduduk yang terancam krisis air minum ketika terjadi lahar dingin sebesar jiwa penduduk. 5. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Stasistik Propinsi Jawa Timur. Kabupaten Lumajang Dalam Angka Berita Berkala Vulkanologi (Edisi Khusus). G. Semeru. No. 111 Tahun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur G. Semeru. Surabaya: Pemerintah Propinsi Jawa Timur. Dinas Pekerjaan Umum Pengairan Jawa Timur Laporan Akhir Studi Potensi Pemanfaatan Sumber Sumber Air di Kabupaten Lumajang. Hudijono A., Syamsul H., dan Dahlia I Pengelolaan Ancaman G. Semeru. 28 Januari. <URL: Kusumosubroto, H., H. Utomo, A. Rahmat Fenomena Aliran Lahar (Debris Flow) Di Gunung Merapi Dan Usaha Penanggulangannya. Jurnal SABO. Vol.1 No.1 Nopember 2010). Masduqi A., N. Endah, dan E. S. Soedjono Sistem Penyediaan Air Bersih Pedesaan Berbasis Masyarakat: Studi Kasus HIPPAM Di DAS Brantas Bagian Hilir. Seminar Nasional Pasca Sarjana VIII ITS, Surabaya, 13 Agustus Miswata, A. Sampurno, Nurudin, J. Djalal, dan M. Rozin Pengembangan Pemantauan Lahar Di Gunung Merapi. Buletin Berkala: Merapi. Vol.05/01/04/BPPTK/2008. Noor, D Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Graha Imu. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Pedoman Teknis Dan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum Taufik, A Studi Mekanisme Pergerakan Lahar Gunung Merapi Ditinjau Dari Parameter Yang Mempengaruhi Pada DAS Kali Boyong. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Wahjono, U. Sudarsono, dan J. Panggabean Pengaruh Curah Hujan Terhadap Kejadian Aliran Bahan Rombakan (Debris Flows) di Lereng G. Semeru, Jawa Timur. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XXVII, Yogyakarta, 8-9 Desember Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 10
Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)
Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru) Disusun oleh: Anita Megawati 3307 100 082 Dosen Pembimbing: Ir. Eddy S. Soedjono.,Dipl.SE.,MSc.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi yang masih aktif
Lebih terperinciAKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007
AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 27 UMAR ROSADI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Pada bulan Oktober akhir hingga November 27 terjadi perubahan aktivitas vulkanik G. Semeru. Jumlah
Lebih terperinciPEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008
PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008 KRISTIANTO, HANIK HUMAIDA, KUSHENDRATNO, SAPARI DWIYONO Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Jl. Diponegoro No. 57 Bandung, 40122 Sari
Lebih terperinciContents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...
Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Bencana Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan bencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and Trans Asiatic Volcanic Belt dengan jajaran pegunungan yang cukup banyak dimana 129 gunungapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung
Lebih terperinciBERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008
BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008 ESTU KRISWATI Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Pada periode April Juni 2008, tiga gunungapi yang sebelumnya
Lebih terperinciPREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006
PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006 Tiny Mananoma tmananoma@yahoo.com Mahasiswa S3 - Program Studi Teknik Sipil - Sekolah Pascasarjana - Fakultas
Lebih terperinciPemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.
C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai letak sangat strategis, karena terletak di antara dua benua yaitu Asia dan Australia dan juga terletak
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Gunungapi Soputan Geomorfologi Gunungapi Soputan dan sekitarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga satuan morfologi (Gambar 2.1) yaitu : 1. Satuan Morfologi Tubuh Gunungapi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I - 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 8 0 LU dan 11 0 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Lebih terperinciBERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009
BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009 Kushendratno Bidang Pengamatan dan Penyelidikan Gunungapi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Selama periode Mei Agustus 2009 terdapat 4 gunungapi berstatus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang lalu adalah letusan terbesar jika dibandingkan dengan erupsi terbesar Gunung Merapi yang pernah ada dalam sejarah yaitu tahun 1872.
Lebih terperinciII. PENGAMATAN 2.1. VISUAL
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 4122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 1295 Telepon: 22-7212834, 5228424, 21-5228371
Lebih terperinciBersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NOMOR 57 BANDUNG 40122 JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 TELEPON: 022-7215297/021-5228371 FAKSIMILE:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia yang merupakan daerah katulistiwa mempunyai letak geografis pada 80 LU dan 110 LS, dimana hanya mempunyai dua musim saja yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Lebih terperinci7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara
7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara G. Kie Besi dilihat dari arah utara, 2009 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Wakiong Nama Kawah : Lokasi a. Geografi b. : 0 o 19' LU dan 127 o 24 BT Administrasi : Pulau Makian,
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371
Lebih terperinciJenis Bahaya Geologi
Jenis Bahaya Geologi Bahaya Geologi atau sering kita sebut bencana alam ada beberapa jenis diantaranya : Gempa Bumi Gempabumi adalah guncangan tiba-tiba yang terjadi akibat proses endogen pada kedalaman
Lebih terperinciDEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA
DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id
Lebih terperinciBERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008
BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008 ESTU KRISWATI Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Selama Januari - Maret 2008 terdapat 2 gunungapi berstatus Siaga (level 3) dan 11
Lebih terperinci24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciBersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif
Lebih terperinci1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM
1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM KETERANGAN UMUM Nama Lain : Puet Sague, Puet Sagu atau Ampat Sagi Lokasi a. Geografi Puncak b. Administrasi : : 4 55,5 Lintang Utara dan 96 20 Bujur Timur Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan salah satu gunung teraktif di dunia, dan bencana Merapi merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi di Indonesia. Bahaya yang diakibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang, Bendung Krapyak berada di Dusun Krapyak, Desa Seloboro, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi 7 36 33 Lintang Selatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di sepanjang sungai yang dilalui material vulkanik hasil erupsi gunung berapi. Beberapa waktu yang lalu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gunung Merapi yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi memiliki interval waktu erupsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soewarno (1991), proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition) dan pemadatan (compaction) dari sedimentasi itu sendiri. Proses
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bencana sedimen didefinisikan sebagai fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan kerusakan lingkungan, melalui suatu
Lebih terperinciKEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI
KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 1 JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 9 JAKARTA 195 Telepon: -713, 5,1-5371 Faksimile: -71, 1-537 E-mail:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di Indonesia yang terdata dan memiliki koordinat berjumlah 13.466 pulau. Selain negara kepulauan, Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi
Lebih terperinciPemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur
Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran
Lebih terperinciTelepon: , , Faksimili: ,
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424, 021-5228371
Lebih terperinci4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur
4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur G. Lewotobi Laki-laki (kiri) dan Perempuan (kanan) KETERANGAN UMUM Nama Lain Tipe Gunungapi : Lobetobi, Lewotobi, Lowetobi : Strato dengan kubah lava Lokasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang sangat rentan akan bencana, diantaranya bencana letusan gunungapi, tsunami, gempa bumi dan sebagainya. Bencana tidak
Lebih terperinciLAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI
LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI Indonesia adalah negara
Lebih terperinciKemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010
Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang dilewai oleh jalur rangkaian api Indonesia atau disebut juga dengan jalur Cincin Api Pasifik (The Pasific Ring of Fire) dimana
Lebih terperinci7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara
7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara G. Ibu dilihat dari Kampung Duono, 2008 KETERANGAN UMUM Lokasi a. Geografi b. Adminstrasi : : 1 29' LS dan 127 38' BT Kecamatan Ibu, Kabupaten Halmahera Barat, Prop.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan wilayah yang mempunyai keunikan dan keistimewaan yang khas di dunia. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.000
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS POTENSI BENCANA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN POTENSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Tanah longsor (landslide) merupakan salah satu bentuk bencana alam geologis yang sering terjadi di Indonesia.Hardiyatmo (2006), menyatakan bahwa longsoran adalah gerakan
Lebih terperinciKEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI
KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371
Lebih terperinciC I N I A. Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dosen, FTSP, Teknik Geofisika, ITS 5
C I N I A The 2 nd Conference on Innovation and Industrial Applications (CINIA 2016) Pemetaan Kerentanan Tsunami Kabupaten Lumajang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Amien Widodo 1, Dwa Desa Warnana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang dilewati oleh dua jalur pegunungan muda dunia sekaligus, yakni pegunungan muda Sirkum Pasifik dan pegunungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia
Lebih terperinci6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara
6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara KETERANGAN UMUM Nama Lain : Tonkoko Nama Kawah : - Lokasi Ketinggian Kota Terdekat Tipe Gunungapi Pos Pengamatan Gunungapi : Administratif: termasuk Desa Makewide, Kecamatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dan melalui garis astronomis 93⁰BT-141 0 BT dan 6 0 LU-11 0 LS. Dengan morfologi yang beragam dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau
Lebih terperinciSTUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010
Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) 5 217 ISSN : 2339-28X STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2 Jazaul Ikhsan 1*, Puji
Lebih terperinciMIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )
1 MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA ) Tiny Mananoma Mahasiswa S3 Program Studi Teknik Sipil, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Djoko
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer
BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi
Lebih terperinciPENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works
PENGENDALIAN SEDIMEN Aliran debris Banjir lahar Sabo works 29-May-13 Pengendalian Sedimen 2 Aliran Lahar (Kawasan G. Merapi) G. Merapi in action G. Merapi: bencana atau berkah? G. Merapi: sabo works 6-Jun-13
Lebih terperinciBeda antara lava dan lahar
lahar panas arti : endapan bahan lepas (pasir, kerikil, bongkah batu, dsb) di sekitar lubang kepundan gunung api yg bercampur air panas dr dl kawah (yg keluar ketika gunung meletus); LAHAR kata ini berasal
Lebih terperinciRingkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014
\ 1 A. TATANAN TEKTONIK INDONESIA MITIGASI BENCANA GEOLOGI Secara geologi, Indonesia diapit oleh dua lempeng aktif, yaitu lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik yang subduksinya dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran lahar atau banjir lahar dalam masyarakat Indonesia dipahami sebagai aliran material vulkanik yang biasanya berupa batuan, pasir dan kerikil akibat adanya aliran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan
Lebih terperinciPendahuluan II. Kawasan rawan bencana III. Pokok permasalahan waspada
LAPORAN KESIAPSIAGAAN STATUS WASPADA GUNUNG KERINCI DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI PUSAT PENANGGULANGAN KRISIS DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MEI 2006 1 I. Pendahuluan Kabupaten Kerinci merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Indonesia berada diantara dua lempeng tektonik yaitu lempeng eurasia dan lempeng India- Australiayang setiap
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI
BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah
Lebih terperinciLAPORAN HARIAN PUSDALOPS BNPB Selasa, 26 Mei 2009
P BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA ( B N P B ) JI. Ir. H. Juanda 36, Jakarta 1010 Indonesia Telepon : (01) 345 8400 Fax : (01) 345 8500 Email : posko@bnpb.go.id Website : http://www.bnpb.go.id LAPORAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara dengan jumlah dan variasi bencana terbanyak di dunia. Dari mulai gempa bumi, tsunami, gunung berapi, puting beliung, banjir, tanah longsor
Lebih terperinciGERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA
GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA SURANTA Penyelidik Bumi Madya, pada Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Sari Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenampakan alam di permukaan bumi meliputi wilayah perairan dan daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai. Peraturan Pemerintah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan
Lebih terperinciPAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK
PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan
Lebih terperinciBADAN GEOLOGI - ESDM
Studi Kasus Merapi 2006 : Peranan Pengukuran Deformasi dalam Prediksi Erupsi A. Ratdomopurbo Kepala BPPTK-PVMBG Sosialisasi Bidang Geologi -----------------------------------------------------------------------
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah vulkanis merupakan tanah yang berasal dari letusan gunungapi, pada saat gunungapi meletus mengeluarkan tiga jenis bahan yaitu berupa padatan, cair, dan gas.
Lebih terperinciGERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR
GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR Novie N. AFATIA Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana GeologiJl. Diponegoro No. 57 Bandung Pendahuluan Kabupaten Karanganyar merupakan daerah yang cukup banyak mengalami
Lebih terperinci5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku
5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku G. Lawarkawra di P. Nila, dilihat dari arah utara, 1976 KETERANGAN UMUM Nama Lain : Kokon atau Lina Lokasi a. Geografi Puncak b. Administratif : : 6 o 44' Lintang
Lebih terperinciLAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO
LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di ring of fire (Rokhis, 2014). Hal ini berpengaruh terhadap aspek geografis, geologis dan klimatologis. Indonesia
Lebih terperinciLongsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
Tipe-Tipe Tanah Longsor 1. Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2. Longsoran Rotasi Longsoran
Lebih terperinci4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur
4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur Puncak G. Rokatenda dilihat dari laut arah selatan P. Palue (Agustus 2008) KETERANGAN UMUM Nama : G. Rokatenda Nama Kawah : Ada dua buah kawah dan tiga buah kubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang berada pada lingkaran cincin api pasifik (the Pasific Ring Of Fire). Berada di kawasan cincin api ini menyebabkan
Lebih terperinciTENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,
PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia
Lebih terperinci