PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH OLEH:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH OLEH:"

Transkripsi

1 PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH: Ferdian Ade Cecar Tarigan NIM: DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

2 PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM KASUS PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) JURNAL ILMIAH Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara OLEH: FERDIAN ADE CECAR TARIGAN NIM: DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Pidana Dr. M. Hamdan, S.H.,M.H. NIP : Dosen Editorial Dr.Mahmud Mulyadi, S.H.,M.Hum NIP : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013

3 ABSTRAKSI Prof. Dr. Suwarto, S.H.,M.H. * Dr. Marlina, SH.,M.Hum. * * Ferdian Ade Cecar Tarigan * * * Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Transpotasi harus digunakan sesuai dengan peruntukannya dan pengoperasiannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan, namun dalam kenyataannya masih sering ditemui masyarakat yang menggunakan transportasi tidak berdasarkan pada peraturan yang berlaku. Mengatasi hal tersebut pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang ini menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan mengenai penerapan denda terhadap setiap pelanggar lalu lintas secara jelas telah diatur dalam undang-undang tersebut. Permasalahan yang diambil dari penulisan skripsi ini adalah bagaimana pandangan hukum pidana terhadap penerapan pidana denda pada pelanggaran lalu lintas, bagaimana penerapan pidana denda dalam pelanggaran pidana lalu lintas di Medan serta bagaimana analisa putusan tilang di Medan terhadap penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas. Metode yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif guna memperleh data primer dan data sekunder yang dimana data sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Selain metode yuridis normatif sebagai data penunjang juga dilakukan wawancara dengan informan dari Pengadilan Negeri Medan, Kejaksaan Negeri Medan, Kepolisian Resort Kota Medan dan beberapa pelanggar lalu lintas. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan pidana denda terhadap pelanggaran lalu lintas diatur dalam ketentuan pidana Pasal 273 sampai Pasal 315 Undang-Undang Nomor 22 Tahun Pengadilan Negeri Medan telah menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar pelanggar yang melanggar ketentuan sesuai dengan koordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian yang membuat suatu tabel tilang. Besarnya denda tilang tersebut didasarkan oleh kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Medan. Penerapan denda tilang ternyata belum efektif untuk mencegah dan mengendalikan pelanggaran lalu lintas, hal ini ditunjukkan dari angka pelanggaran lalu lintas di Kota Medan yang masih tinggi. Kurang efektifnya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan undang-undang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah denda tilang yang ada di Kota Medan masih dalam kategori rendah. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya efek jera, akan tetapi efektifitas dari penerapan sanksi denda terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas bukan melihat besarnya denda yang dijatuhi kepada si pelanggar akan tetapi perlu adanya suatu kebijakan yang menyeluruh baik dalam bidang legislatif, yudikatif dan ekseku * Dosen Pembimbing I * * Dosen Pembimbing II * * * Mahasiswa Fakultas Hukum USU i

4 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana denda merupakan salah satu bagian dari pidana pokok yang ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP, dalam perjalanannya dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, antara lain menurunnya nilai mata uang yang mengakibatkan keengganan penegak hukum untuk menerapkan pidana denda. Selain itu, pidana penjara masih di nomor satukan dalam penetapan dan penjatuhan pidana dalam kaitannya dengan tujuan pemidanaan, terutama tercapainya efek jera bagi pelaku dan tercapainya pencegahan umum. 1 Efektivitas pidana denda masih jauh dari tujuan pemidanaan karena pidana denda belumlah mempunyai fungsi dan peran yang optimal. Fungsi dan peran pidana denda belum optimal karena para penegak hukum masih cenderung untuk memilih pidana penjara ataupun kurungan daripada pidana denda. Kondisi ini dikarenakan juga peraturan perundang-undangan yang ada kurang memberikan dorongan dilaksanakannya penjatuhan pidana denda sebagai pengganti atau alternatif pidana penjara atau kurungan. Sebaliknya, faktor kemampuan masyarakat juga menyebabkan belum berfungsinya pidana denda jika suatu undang-undang memberikan ancaman pidana denda yang relatif tinggi. Pidana denda yang ditentukan sebagai ancaman kumulatif akan mengakibatkan peran dan fungsi pidana denda sebagai pidana alternatif ataupun pidana tunggal belum mempunyai tempat yang wajar dan memadai dalam kerangka tujuan pemidanaan, 1 Suhariyono AR, Pembaruan Pidana Denda Indonesia Sinanti, 2012) hal.9. (Jakarta, Papas Sinar

5 2 terutama untuk tindak pidana yang diancam pidana penjara jangka pendek dan tindak pidana yang bermotifkan atau terkait dengan harta benda atau kekayaan. 2 Pelaku dalam pidana denda seharusnya membayar sendiri pidana denda yang dijatuhkan, walaupun dengan pemaksaan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini jaksa penuntut umum melakukan penyitaan (sementara). Pidana denda dapat dijadikan salah satu pemasukan negara sebagai penghasilan negara bukan pajak (PNBP). Pola pidana denda harus ditetapkan dan dilaksanakan secara konsisten dengan mendasarkan pada kepentingan hukum seseorang atau masyarakat yang dilindungi. Penentuan pola pidana yang telah ditetapkan perlu dijadikan dasar untuk melakukan pengharmonisasian peraturan perundangundangan, baik peraturan yang telah dibentuk maupun peraturan yang akan atau sedang dibentuk. 3 Pidana denda adalah pemberian sejumlah uang tertentu sebagai ganti kerugian atas pelanggaran yang dilakukan. Salah satu bentuk tindak pidana yang dikenakan dengan pidana denda adalah tindak pidana terhadap pelanggaran lalu lintas. Delik-delik yang terdapat dalam perkara pelanggaran lalu lintas hanya bersifat ringan sehingga hakim lebih cederung menjatuhkan pidana denda kepada setiap pelanggar lalu lintas. 4 Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara nasional diatur di dalam undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menjadi dasar 2 Ibid, hal Ibid. 4 Niniek Suparni,Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan (Jakarta:Sinar Grafik,2007) hal.24.

6 3 pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Ketentuan mengenai pidana denda terhadap setiap pelanggaran lalu-lintas secara jelas telah diatur dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tersebut.. Pelaksanaan penerapan pidana denda di masing-masing daerah berpedoman kepada tabel denda tilang dari hasil koordinasi antara Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kepolisian dan Kepala Kejaksaan Negeri setempat. Penetapan tabel denda ini didasarkan dengan pertimbangan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat, dengan demikian tabel pidana denda dari masingmasing daerah akan bervariasi besar anggaran dananya. Dasar hukum berlakunya penetapan tabel denda tilang tersebut adalah berdasarkan SEMA nomor 4 tahun Mahkamah Agung bersama dengan Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tertanggal 19 Juni 1993 telah mengeluarkan kesepakatan tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu yang terutama dimaknai sebagai kesepakatan bersama dalam menentukan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh pelanggar lalu lintas dengan memperhatikan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan Tertentu hingga saat ini SEMA tersebut masih menjadi acuan dalam pembuatan kesepakatan di tingkat daerah untuk menentukan besarnya pidana denda yang harus dibayarkan oleh para pelanggar lalu lintas Wawancara dengan Agustinus P, di Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 3 Oktober

7 4 SEMA Nomor 4 Tahun 1993 kemudian diimplementasikan oleh Ketua Pengadilan Negeri dengan melakukan kesepakatan bersama Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Kepolisian Resort/ Kota Besar untuk menentukan kisaran besaranya pidana denda yang disesuaikan dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Kesepakatan Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Kepolisian Resort/ Kota Besar pada umumnya dituangkan dalam bentuk tertulis sebagai pedoman bagi polisi di jalan yang melakukan penindakan bagi para pelanggar lalu lintas dan bagi Hakim dalam memutuskan besarnya pidana denda yang harus dibayar oleh pelanggar untuk disetorkan kepada negara melalui jaksa selaku eksekutor negara. Pengadilan Negeri Medan telah menyikapi hal tersebut dan telah melakukan kesepakatan secara lisan antara Ketua Pengadilan Negeri Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan dan Kepala Kepolisian Medan yang kemudian oleh Ketua Pengadilan dituangkan dalam suatu tabel jenis pelanggaran dan besarnya pidana denda yang kemudian menjadi acuan bagi Hakim dalam memutuskan besarnya pidana denda yang harus dibayarkan kepada negara oleh pelanggar. Berdasarkan uraian tersebut di atas, timbul rasa tertarik untuk menuangkan tulisan ini dalam bentuk skripsi yang berjudul PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN)

8 5 B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan hukum pidana terhadap penerapan pidana denda pada pelanggaran lalu-lintas? 2. Bagaimana penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu-lintas di Medan? 3. Bagaimana analisa penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu-lintas dalam putusan tilang di Medan? II. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Untuk menyelesaikan skripsi ini, menggunakan penelitian hukum adalah yuridis normatif. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidahkaidah atau norma-norma dalam hukum positif mengenai pengaturan penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas. B. Sumber Data Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Bahan Hukum Primer, yaitu : Berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis yang ada dalam dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kerangka hukum nasional Indonesia yakni Undang-undang Nomor Pasal-Pasal dalam KUHP,

9 6 KUHAP, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber informasi mengenai pidana denda dan pelanggaran lalu lintas, seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, Koran, majalah, dan juga sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas. c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder atau dengan kata lain bahan hukum tambahan seperti kamus bahasa Indonesia C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian kepustakaan seperti melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan, dokumen serta literatur yang berkaitan dengan persoalan yang dikaji dan Field Research, yaitu penelitian lapangan, yang dilakukan melalui wawancara terhadap beberapa informan. D. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif yaitu mengambarkan secara menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan

10 7 kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidahkaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang dirumuskan. III. HASIL PENELITIAN A. PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS 1. Kerangka Teoritik Pidana Denda dalam Hukum Pidana Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam hukum pidana Indonesia yang merupakan bentuk pidana tertua dan lebih tua dari pidana penjara dan setua pidana mati. Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban bagi seorang yang telah melanggar larangan dalam rangka mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus kesalahan dengan pembayaran sejumlah uang tertentu. Pidana denda tersebut diancam sebagai alternatif dengan pidana kurungan terhadap hamper semua pelanggaran yang ditentukan dalam buku III KUHP dan Undang-undang diluar KUHP. Ranah pidana denda hanya dapat disejajarkan atau disamaratakan dengan ancaman pidana untuk kejahatan ringan, kejahatan karena kealpaan, pelanggaran, atau pidana penjara jangka pendek lainnya. Ukuran atau kesamarataan pidana denda sebagai alternatif atau sebagai pengganti penjara atau kurungan, dalam perkembangannya, masih fluktuatif. Dapat dilihat dari perkembangan pembentukan Undang-undang diluar KUHP Pengaturan Pidana Denda dalam KUHP Kedudukan dan pola pidana denda dalam hukum pidana positif indonesia bertolak dari ketentuan pasal 10 KUHP, yang menyatakan bahwa: 6 Suhariyono, Op.cit, hal.40.

11 8 1. Pidana pokok, terdiri dari: a. pidana mati b. pidana penjara c. pidana kurungan d. pidana denda e. pidana tutupan (yang di tambahkan berdasarkan Undang-Undang No ). 2. Pidana tambahan, terdiri atas: a. pencabutan hak-hak tertentu b. perampasan barang-barang tertentu c. pengumuman keputusan hakim. Berdasarkan urutan pidana pokok tersebut, terkesan bahwa pidana denda adalah pidana pokok yang paling ringan. Walaupun tidak ada ketentuan yang dengan tegas menyatakan demikian. Akan tetapi melihat urutan yang terdapat pada Pasal 10 KUHP pidana denda menjadi pidana paling ringan. Mulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan (buku II) perumusan pidananya adalah pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatif denda, pidana kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatif denda, dan pidana denda yang diancamkan secara tunggal. Pidana denda yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam buku II dan buku III KUHP. 3. Pidana Denda Dalam Sistem Pemidanaan Pelanggaran Lalu Lintas Pelanggaran lalu lintas adalah pelanggaraan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menggantikan Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu

12 9 Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang lalu lintas terbaru tersebut menerapkan sanksi pidana yang lebih berat bagi si pelanggar. Pada setiap daerah mempunyai ukuran sendiri mengenai jumlah maksimum dan minimum denda yang akan diterapkan. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1993 yang menyebutkan: Dalam hal menentukan maksimum uang titipan untuk pelanggaran yang bersifat ringan, sedang, dan berat, Ketua Pengadilan Negeri agar memperharikan secara teliti keadan sosial dan ekonomi di wilayah hukumnya masing-masing. Sesuai dengan Surat Edaran diatas, dapat dipahami bahwa penjatuhan atau pemberian pidana denda bagi pelanggar digantungkan pada keadaaan dan kemampuan pada masyarakat setempat. Surat edaran tersebut tidak mengikat, namun ketentuan yang ada didalamnya secara umum dipatuhi oleh Pengadilan Negeri, dengan alasan untuk mengurangi keanekaragaman (disparitas) pemidanaan denda. 7 B. PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Medan Transportasi harus digunakan sesuai dengan peruntukannya dan pengoperasiannya harus sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan, namun dalam kenyataannya masih sering ditemui masyarakat yang menggunakan transportasi tidak berdasarkan pada aturan perundang- undangan yang berlaku. Para pengguna transportasi khususnya remaja masih banyak melalaikan pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan baik yang 7 Suhariyono, Op.cit, hal.215.

13 10 terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) maupun yang ada pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaran-pelanggaran itu dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja dan oleh orang dewasa maupun oleh para remaja. Pakar Sosiolog Kota Medan,Muhammad Iqbal, berpendapat bahwa gejala itu terjadi diakibatkan tiga faktor yakni, perilaku manusia (personal) itu sendiri, situasi sosial (lingkungan) dan sikap adaptif terhadap penyimpangan/pelanggaran atas perilaku tersebut. Pelanggaran bisa dilakukan oleh siapa saja (masyarakat), karena di dalam diri seseorang memiliki perilaku untuk melakukan penyimpangan. 8 Menurut Benny, SH., Polantas Medan, menyatakan bahwa hal yang harus diperhatikan oleh pengguna jalan raya adalah keselamatan diri dan keselamatan sekitarnya. Tindakan kepolisian untuk melakukan razia bukan semata-mata agar masyarakat menggunakan helm, menyalakan lampu untuk kepentingan polisi, akan tetapi untuk menjamin keselamatan masyarakat dalam berkendara. Apabila sipelanggar tidak mematuhi peraturan lalu lintas bukan hanya merugikan dirinya sendiri tetapi juga merugikan orang yang disekitarnya. 9 Perlu diketahui mengapa di Medan tingkat kesadaran akan mamatuhi peraturan lalu lintas masih tergolong rendah. Berikut beberapa hal penyebab rendahnya kesadaran akan mematuhi peraturan lalu lintas dari penelitian yang dilakukan yakni: 1. Minimnya pengetahuan mengenai peraturan dan rambu lalu lintas 8 Diakses tanggal 7 November wawancara dengan Benny, Polantas Medan di Polres Medan pada tanggal 30 Oktober 2012.

14 11 2. Dari kecil sudah terbiasa melihat orang melanggar lalu lintas atau bahkan orang tuanya sendiri 3. Hanya patuh ketika ada polisi yang patroli atau melewati pos polisi 4. Memutar balikkan ungkapan 5. Tidak memikirkan keselamatan diri atau orang lain 6. Melanggar dengan berbagai alasan 7. Bisa "damai di tempat" dengan petugas agar tidak terjadi tilang. Melihat hal tersebut diatas, Kapoldasu meminta kepada seluruh aparat Satlantas Polresta Medan untuk tidak lagi melakukan pembiaran terhadap warga yang melanggar peraturan lalu lintas. Disamping itu juga, Kapoldasu menghimbau masyarakat untuk tuidak menitipkan uang tilang kepada petugas. Seluruh pelaku pelanggaran lalu lintas akan disidang. Untuk itu pihaknya akan berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri menjatuhkan denda maksimal guna memberikan efek jera terhadap pelanggar lalu-lintas Keberadaan dan Pelaksanaan Pidana Denda dalam Penerapan Sanksi terhadap Pelanggaran Lalu Lintas di Medan Pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 212 KUHAP, khusus untuk wilayah kota Medan, Pengadilan tinggi Medan telah menetapkan besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna jalan yang melanggar ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan kepolisian. Setelah berlakunya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu dan Angkutan Jalan diberikan alternatif pemberian sanksi pidana terhadap pelanggar lalu lintas yaitu pidana Wawancara dengan Benny Polantas Medan di Polres Medan pada tanggal 30 Oktober

15 12 kurungan atau pidana denda, namun dalam penerapannya besarnya jumlah denda yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran lalu lintas di kota Medan belum berpedoman kepada besarnya jumlah denda yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan tersebut melainkan masih berpedoman pada tabel denda tilang yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan serta Kepala Kepolisian Resort Medan pada tangaal 4 Februari Berdasarkan hasil wawancara dengan hakim Pengadilan Negeri Medan yang menyatakan bahwa tabel denda tilang tersebut menjadi acuan atau pedoman bagi hakim dalam menerapkan pidana denda bagi pelanggar lalu lintas. Penerapan pidana denda ini tidak boleh melebihi dari besarnya jumlah denda yang terdapat dalam tabel denda tilang yang ada di kota Medan ini dan sanksi yang lebih sering digunakan adalah sanksi denda karena sanksi denda merupakan alternatif dari sanksi kurungan. Penerapan pidana denda ini merupakan suatu sistem imbalan dan penderitaan, yang akibatnya adalah suatu dukungan efektif untuk mematuhi kaedah-kaedah. Penerapan peraturan pidana dalam situasi konkrit, hakim harus mempunyai kebebasan: Memilih beratnya pidana yang bergerak dari minimum ke maksimum dalam perumusan delik yang bersangkutan. 2. Memilih pidana pokok yang mana yang patut dijatuhkan apakah pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan ataukah pidana denda, sesuai dengan 11 Wawancara dengan Amrizal Fahmy, jaksa tilang Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 7 November Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita hal.53.

16 13 pertimbangan berat ringannya perbuatan yang dilakukan. Tentu ada ketentuan yang tidak memberi alternatif kepada hakim mengenai macam pidana ini. Sebenarnya sebelum hakim tiba pada pemilihan seperti tersebut pada butir 1 dan butir 2, ia dapat memilih apakah yang menjatuhkan pidana pokok dan tambahan ataukah ia menjatuhkan pidana bersyarat saja, manakala ia memandang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan terpidana jika ia menjatuhkan pidana bersyarat saja. Hal ini akan leibih nyata jika Rancangan KUHP Nasional telah menjelma dengan pidana pengawasan sebagai alternatif pidana penjara. yaitu: 13 Ada tiga cara pembayaran denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota Medan, a. Denda titipan, pelanggar dapat menitipkan dendanya kepada yang mempunyai kuasa untuk itu (kepolisian) dengan alasan si pelanggar ingin melanjutkan perjalanan dan tidak dapat mengikuti persidangan maka pelanggar menitipkan denda tersebut kepada petugas yang mempunyai kuasa supaya tidak ada jaminan yang disita petugas. Kemudian petugas itu yang menyampaikan atau menyetorkan denda itu ke Pengadilan Negeri dengan menunjukkan berkas tilang titipan tersebut. b. Setoran langsung, pelanggar dapat membayar dan menyetornya langsung ke bank BRI di jalan putri hijau dengan menunjukkan surat tilangnya dan menyimpan bukti pembayarannya untuk mengambil jaminan atau barang yang disita oleh petugas. c. Hadir dalam persidangan, pelanggar mengikuti persidangan yang telah ditentukan waktunya oleh petugas kepolisian di dalam surat tilangnya dan membayar langsung dendanya di Pengadilan sesuai dengan putusan yang telah ditentukan hakim. Sejak berlakunya tabel denda tilang yang dibuat oleh Ketua Pengadilan Negeri Medan, Kepala Kejaksaan Negeri Medan serta Kepala Kepolisian Resort Medan pada tanggal 4 Februari 2009 telah dilakukan sosialisasi baik yang dilakukan oleh pihak pengadilan, pihak kejaksaan dan kepolisian. Oktober Wawancara dengan Baslin Sinaga, Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 24

17 14 3. Efektifitas Penerapan Pidana Denda dalam Pelanggaran Lalu Lintas di Medan Suatu pemidanaan dikatakan efektif apabila tujuan yang ingin dicapai dengan adanya pemidanaan itu tercapai. 14 Adapun tujuan pemidanaan adalah: Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat 2. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna 3. Menyelesai konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbanagn, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. 4. Mebebaskan rasa bersalah pada terpidana. Selanjutnya diutarakan bahwa pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan martabat manusia. Menurut hasil riset yang telah dilakukan, efektifitas pidana denda masih jauh dari tujuan pemidanaan. Pidana denda juga bisa dipandang sebagai alternatif pidana pencabutan kemerdekaan. Sebagai sarana dalam politik kriminal, pidana ini tidak kalah efektifnya dari pidana pencabutan kemerdekaan. Berdasarkan pemikiran ini maka pada dasarnya sedapat mungkin denda itu harus dibayar oleh terpidana dan untuk pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu. Kalau keadaan mengizinkan, denda yang tidak dibayar itu dapat dikembalikan dari kekayaan atau pendapatan terpidana sebagai gantinya. Pengganti itu tidak mungkin, maka pidana penjara pengganti dikerjakan kepadanya. Ketentuan agar terpidana sedapat mungkin membayar dendanya harus diartikan bahwa kepadanya diberi kesempatan oleh hakim untuk mengangsur dendanya. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kepolisian resort kota Medan, menyatakan bahwa tabel denda tilang yang telah dibuat tersebut masih belum 14 Niniek Suparmi, Op.cit, hal Ibid.

18 15 memberikan efek jera bagi pelanggar lalu lintas karena rendahnya jumlah denda tilang yang berlaku di kota Medan. Menurut beliau, jumlah denda menurut tabel denda tilang yang sudah ada tersebut sebenarnya bisa memberikan efek jera bagi pelanggar apabila denda dalam tabel tersebut diterapkan sebagai denda minimum yang artinya jumlah yang terdapat dalam tabel tersebut menjadi denda minimum yang harus dibayarkan, namun hakim disini cenderung menjatuhkan denda dibawah dari ketentuan yang ada pada tabel tersebut. Menurut ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Pasal 30 KUHP, tidak ada ketentuan batas waktu yang pasti kapan denda itu harus dibayar. Disamping itu tidak ada pula ketentuan mengenai tindakan-tindakan lain yang dapat menjamin agar terpidana dapat dipaksa untuk membayar dendanya misalnya dengan jalan merampas atau menyita harta benda atau kekayaan terpidana. C. ANALISA PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS DALAM PUTUSAN TILANG DI MEDAN 1. Putusan Register Nomor Pengadilan Negeri Medan Kasus Pelanggaran Lalu Lintas Putusan Register Nomor Pengadilan Negeri Medan mungkin hanya sebagian kecil dari kasus-kasus Pelanggaran Lalu Lintas yang terjadi di lingkungan masyarakat dengan melihat banyaknya Pelanggaran Lalu Lintas yang terjadi. Pelanggaran lalu lintas oleh terdakwa Ratiman yaitu melanggar pasal 288 (2) UULAJ Yo 211, 212 PP 44 tahun Dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi yang dilakukan terdakwa Ratiman. Pelaku pelanggaran lalu lintas ini merupakan manusia sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan

19 16 dengan tertangkap tangan dengan artian penyidikan pelanggaran lalu lintas dimulai dengan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam hal adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Ratiman. Dalam pemeriksaan terdakwa secara tertangkap tangan tidak dapat menunjukan Surat Izin Mengemudi yang sah kepada petugas, sehingga petugas menahan atau menyita Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) truk tersebut. Pengendara truk diwajibkan memiliki Surat Izin Mengemudi yang termasuk kedalam golongan SIM BII (Pasal 211 ayat 2 PP nomor 44 tahun 1993). Terdakwa sebagai pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan membayar denda sebesar Rp sesuai dengan ketentuan Pasal 288 (2) UULAJ. Melihat dari tabel denda tilang yang ada di Kota Medan untuk jenis kendaraan truk yang tidak dapat menunjukkan SIM sesuai dengan ketentuan dikenakan denda sebesar Rp ,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi perbedaan ketentuan denda yang terdapat antara UULAJ dengan tabel denda tilang yang ada di kota Medan. Putusan hakim dalam pelanggaran ini tidak mengacu pada tabel denda tilang tersebut melainkan mengacu pada UULAJ. Mengingat kekuasaan kehakiman yang mandiri dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk harus menjatuhi jumlah dendanya sesuai dengan tabel denda tilang tersebut. Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Putusan Register Nomor Pengadilan Negeri Medan Oktober Wawancara dengan Baslin Sinaga, Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 24

20 17 Pelanggaran yang dilakukan terdakwa adalah pelanggaran lalu lintas Pasal 288 (2) UULAJ Yo.211, 212 PP 44 Tahun 1993 dan melanggar Pasal 290 dan 291 (1) (2) UULAJ Yo.70 PP 43 tahun 1993 yang dirumuskan dalam Undang-undang 22 tahun Dalam kasus pelanggaran lalu lintas yang terjadi yang dilakukan terdakwa Faisal. Pelaku pelanggaran lalu lintas ini merupakan manusia sebagai subjek hukum pidana yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh terdakwa adalah tindak pidana yang dilakukan dengan tertangkap tangan dengan artian penyidikan pelanggaran lalu lintas dimulai dengan pemeriksaan kendaraan bermotor dijalan dalam hal adanya pelanggaran yang dilakukan oleh Faisal. Dalam pemeriksaan terdakwa secara tertangkap tangan tidak dapat menunjukan Surat Izin Mengemudi yang sah kepada petugas dan tidak mengenakan helm yang berstandar Nasional. sehingga petugas menahan atau menyita Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sepeda motor tersebut. Pengendara sepeda motor diwajibkan memiliki Surat Izin Mengemudi yang termasuk kedalam golongan SIM C (Pasal 211 ayat 2 PP nomor 44 tahun 1993) Terdakwa sebagai pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan membayar denda sebesar Rp sesuai dengan ketentuan Pasal 288 (2) UULAJ. Melihat dari tabel denda tilang yang ada di Kota Medan untuk jenis kendaraan roda dua atau sepeda motor yang tidak dapat menunjukkan SIM sesuai dengan ketentuan dikenakan denda sebesar Rp ,-. Hal tersebut menunjukkan bahwa hakim dalam menjatuhkan putusan mengacu pada tabel

21 18 denda tilang tersebut karena jumlah denda yang dijatuhkan hakim sesuai dengan jumlah denda yang ada pada tabel denda tilang yang ada di kota Medan. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Menurut pandangan hukum pidana, penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun Pidana denda masuk dalam kategori pidana pokok (sesuai Pasal 10 KUHP) sebagai urutan terakhir atau keempat, sesudah pidana mati, pidana penjara dan pidana kurungan. Pidana denda diatur dalam Pasal KUHP dan bukan dimaksudkan sekedar untuk tujuan-tujuan ekonomis misalnya untuk sekedar menambah pemasukan keuangan negara, melainkan harus dikaitkan dengan tujuan-tujuan pemidanaan. Pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 karena sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan linkungan strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini, sehingga perlu diganti dengan dengan undang-undang yang baru. Ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 273 sampai Pasal 315 memuat denda yang lebih tinggi dari undang-undang yang sebelumnya. 2. Penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota Medan seperti yang telah kita ketahui bersama, Pengadilan Negeri Medan telah menetapkan

22 19 besarnya denda tilang yang harus dibayar oleh pengguna jalan yang melanggar ketentuan sesuai dengan Kordinasi antara Pengadilan, Kejaksaan dan kepolisian. Besarnya denda tersebut ditentukan oleh kategori jenis pelanggaran (ringan, sedang dan berat) dan jenis kendaraan yang melanggar yaitu bermotor roda dua, roda empat, mobil penumpang umum, pick up, bus/truk dan truk gandeng. Hal ini dibuat atas keluarnya SEMA Nomor 4 Tahun 1993 yang berisi agar masing-masing daerah membuat standar besarnya jumlah denda atas pelanggaran lalu lintas dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat daerah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian juga menyatakan bahwa besarnya jumlah denda tilang yang ada di kota Medan masih dikategorikan rendah. Hal ini yang menyebabkan tidak efektifnya penerapan pidana denda serta penerpan pidana denda tersebut tidak mengakibatkan efek jera. Ini ditunjukkan dari angka pelanggaran lalu lintas yang tinggi setiap bulannya. Terdapat tiga cara pembayaran denda dalam pelanggaran lalu lintas di kota Medan, yaitu: denda titipan yang merupakan denda yang dapat dititipkan kepada petugas yang mempunyai kuasa, denda setoran langsung yang merupakan denda yang dibayar langsung oleh pelanggar ke bank BRI jalan putri hijau yang ditunjuk sebagai bank yang resmi tempat pembayaran denda tilang di kota Medan serta menghadiri persidangan yang merupakan cara yang seharusnya diikuti oleh pelanggar. 3. Analisis penerapan pidana denda dalam pelanggaran lalu lintas dapat dilihat dari berbagai vonis hakim yang dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran lalu lintas seperti kasus yang ada, tampak jelas bahwa masih ada ketimpangan

23 20 dalam menentukan jumlah denda. Mulai dari jumlah denda yang diputus jumlahnya dibawah tabel denda tilang, jumlah dendanya sama dengan tabel denda tilang bahkan jumlah dendanya lebih dari yang ditentukan dalam tabel denda tilang. Tampak jelas hakim dalam menjatuhkan putusan mandiri dan tidak ada kewajiban bagi hakim untuk harus mematuhi jumlah denda sesuai dengan tabel denda tilan tersebut. Tabel denda tilang tersebut digunakan untuk menghindari terjadinya perbedaan (disparitas) yang beraneka ragam dalam menentukan jumlah denda tilang tersebut. Hukum itu harus memberikab rasa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat. B. Saran 1. Agar kedepannya, pemerintah melalukan sosialisasi yang cukup terhadap Undang-Undang ini serta perlu pengawasan dan pemberian sanksi yang tegas kepada oknum petugas yang selalu memanfaatkan peluang melakukan damai dengan pelanggar lalu lintas untuk kepentingan pribadinya. 2. Saat ini jaksa selaku eksekutor hanya menunggu apabila ada pelanggar yang tidak mau membayar denda. Ini dikarenakan tingginya pelanggar di kota Medan, namun kedepan perlu diadakannya koordinasi dengan pihak kepolisian dalam hal pelanggar dalam batas waktu yang ditentukan tidak memenuhi kewajibannya menyetorkan uang denda maka SIM yang bersangkutan akan diblokir (dibatalkan) dan begitu juga dengan STNK dapat tidak diterbitkan untuk tahun berikutnya. 3. Agar kedepannya hakim perlu adanya memberikan sanksi pidana tehadap orang yang melakukan pelanggaran lalu lintas dengan menjatuhkan ancaman

24 21 pidana denda maksimal serta tabel denda tilang yang sudah ada tersebut perlu ditinjau kembali oleh pihak Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian karena jumlah denda dalam tabel tersebut terlalu rendah jika dibandingkan dengan denda yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 agar diperbaharui lagi supaya kedepannya lebih menimbulkan efek jera.

25 22 DAFTAR PUSTAKA Buku Hamzah, Andi, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita Suhariyono AR, Pembaruan Pidana Denda Indonesia Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2012 Suparni, Niniek, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan Jakarta:Sinar Grafik, 2007 Homepage Internet Wawancara Wawancara dengan Baslin Sinaga, Hakim Pengadilan Negeri Medan pada tanggal 24 Oktober Wawancara dengan Amrizal Fahmy, jaksa tilang Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 7 November Wawancara dengan Agustinus P, di Kejaksaan Negeri Medan pada tanggal 3 Oktober Wawancara dengan Benny, Polantas Medan di Polres Medan pada tanggal 30 Oktober 2012.

BAB I PENDAHULUAN. pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP, dalam perjalanannya

BAB I PENDAHULUAN. pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP, dalam perjalanannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana denda merupakan salah satu bagian dari pidana pokok yang ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di dalamnya diatur oleh hukum. Tujuan dibuatnya hukum ini adalah untuk menciptakan suatu masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Pasal 48 yang berbunyi :

Pasal 48 yang berbunyi : 41 BAB III PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM TERHADAP MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN A. Persyaratan Teknis Modifikasi Kendaraan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) SKRIPSI OLEH: Ferdian Ade Cecar Tarigan NIM:

PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) SKRIPSI OLEH: Ferdian Ade Cecar Tarigan NIM: PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM HUKUM PIDANA (STUDI PELANGGARAN LALU LINTAS DI MEDAN) SKRIPSI Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada

Lebih terperinci

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk

No Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun secara berk TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5346 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS

BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS BAB II PANDANGAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENERAPAN PIDANA DENDA PADA PELANGGARAN LALU LINTAS A. Kerangka Teori Pidana Denda dalam Hukum Pidana Pidana denda merupakan salah satu jenis dari pidana pokok dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan lalu lintas merupakan suatu masalah yang sering mendapat sorotan masyarakat, karena lalu lintas mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS JALAN TERTENTU

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS JALAN TERTENTU SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS JALAN TERTENTU MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 1 Juli 1993

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia untuk menunjang berbagai kegiatan sehari-hari. Alat transportasi dalam pengelompokannya dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang

BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI. A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang BAB II PIDANA TAMBAHAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI YANG BERUPA UANG PENGGANTI A. Pidana Tambahan Dalam Tindak Pidana Korupsi Yang Berupa Uang Pengganti Masalah penetapan sanksi pidana dan tindakan pada

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan 1. Pengertian Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul. Sejalan dengan perkembangan zaman sistem transportasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbukan, serang-menyerang, dan bertentangan. Pelanggaran artinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi lalu lintas di jalan raya semakin padat, bahkan bisa dibilang menjadi sumber kekacauan dan tempat yang paling banyak meregang nyawa dengan sia-sia. Kecelakaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pifih Setiawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah menjadi rahasia umum apabila perkembangan lalu lintas pada saat ini begitu pesat hal ini beriringan pula dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

ACARA PEMERIKSAAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS DITINJAU DARI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 DAN KUHAP JURNAL

ACARA PEMERIKSAAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS DITINJAU DARI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 DAN KUHAP JURNAL ACARA PEMERIKSAAN PERKARA PELANGGARAN LALU LINTAS DITINJAU DARI UU NOMOR 22 TAHUN 2009 DAN KUHAP JURNAL Diajukan untuk melengkapi tugas dalam memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA PEMBUKTIAN TITIP SIDANG DALAM PERKARA TILANG PELANGGARAN LALULINTAS DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI SKRIPSI OLEH : AGUNG HENDRA SAPUTRO PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pada saat ini banyak sekali pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para penegak hukum dan aparat

Lebih terperinci

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 273 (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF M. ALI ARANOVAL SEMINAR NASIONAL PEMBIMBINGAN KEMASYARAKATAN DAN ALTERNATIVE PEMIDANAAN IPKEMINDO - 19 APRIL 2018 CENTER FOR DETENTION

Lebih terperinci

Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6

Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6 Masyarakat Transparansi Indonesia Kajian Page 1 of 6 TABEL PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DITINDAK DENGAN TILANG SESUAI UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 BESERTA PERATURAN PELAKSANAANNYA UNTUK DKI JAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka kehidupan masyarakat tidak lepas dari aturan hukum. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia berlandaskan hukum, tidak berdasarkan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan akan kepastian hukum serta penegakan hukum yang baik demi terwujudnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi yang serba modern saat ini salah satu produk modern yang banyak ada di Indonesia adalah sepeda motor. Di negara indonesia angka kepemilikan sepeda

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pidana Denda dalam Pemidanaan Pasal 10 KUHP menempatkan pidana denda di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan terakhir atau keempat,sesudah pidana mati,pidana penjara dan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya

BAB I PENDAHULUAN. karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan manusia tidak terlepas dengan hukum yang mengaturnya, karena kehidupan manusia akan seimbang dan selaras dengan diterapkannya sebuah hukum. Manusia

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang 120 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan mengenai upaya polisi dalam menanggulangi pelanggaran Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas

Mengenal Undang Undang Lalu Lintas Mengenal Undang Undang Lalu Lintas JAKARTA, Telusurnews Sejak Januari 2010 Undang Undang Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 sudah efektif diberlakukan, menggantikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 1992. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT TIMUS KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1

III. METODE PENELITIAN. satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya 1 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan,

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan keterangan dan fakta yang terdapat dalam pembahasan, maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa sanksi pidana denda yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya mengharuskan manusia untuk

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan bertransportasi, salah satu contoh yang sering terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. keamanan bertransportasi, salah satu contoh yang sering terjadi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini, kebutuhan masyarakat akan transportasi kian meningkat. Kebutuhan masyarakat akan transportasi darat seperti mobil dan motor juga meningkat

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.187, 2012 TRANSPORTASI. Kendaraan Bermotor. Pelanggaran. Pemeriksaan. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346) PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan mental dan moral dari masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional RKUHP (RUUHP): Politik Pembaharuan Hukum Pidana (1) ARAH PEMBANGUNAN HUKUM

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016 MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016 Sepeda motor sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TAWURAN DAN PENGGUNAAN KENDARAAN BERMOTOR BAGI PESERTA DIDIK DI KABUPATEN PURWAKARTA BUPATI PURWAKARTA, Menimbang :

Lebih terperinci

UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima

UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan : Tidak Efisien dan Tidak Efektif Oleh: Imam Nasima UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna pada tanggal 26 Mei 2009 dan disahkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang bersifat tidak tertulis, merupakan pedoman bagi setiap individu tentang bagaimana selayaknya berbuat

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA Disusun Dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan transportasi untuk memindahkan orang dan atau barang dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan transportasi untuk memindahkan orang dan atau barang dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu lintas merupakan subsistem dari ekosistem kota, berkembang sebagai bagian kota karena naluri dan kebutuhan penduduk untuk bergerak atau menggunakan transportasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN DAN PENINDAKAN PELANGGARAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 217/Pid.Sus/2014/PT.Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Bandung yang memeriksa dan mengadili perkara pidana anak dalam peradilan tingkat banding,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 2 DATA & ANALISA

BAB 2 DATA & ANALISA BAB 2 DATA & ANALISA 2.1 Data & Literatur 2.1.1. Data Umum tentang Tilang 2.1.1.1. Prosedur Tilang Polisi yang memberhentikan pelanggar wajib menyapa dengan sopan serta menunjukan jati diri dengan jelas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia menerima hukum sebagai

Lebih terperinci