Kementerian Pekerjaan Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Kementerian Pekerjaan Umum"

Transkripsi

1 Kementerian Pekerjaan Umum S e k r e t a r i a t J e n d e r a l Satuan Kerja Pusat Kajian Strategis LAPORAN AKHIR Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Tahun 2010 PT. DDC CONSULTANTS Jl. Masjid Annur III 51A Kav. DPR Kebayoran Lama Jakarta Selatan Phone : ; Fax :

2 Utara Laporan Akhir Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 i

3 ii

4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR. ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL. vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN. ix BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Tujuan Pembahasan Sasaran Lingkup Kegiatan Manfaat Pembahasan Sistematika Pembahasan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TINJAUAN PENERAPAN 1. Tinjauan Yuridis Implementasi reformasi Birokrasi Tinjauan Yuridis Implementasi Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Di Lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum Tinjauan Yuridis Terkait Budaya Kerja Organisasi Pada Kementerian Pekerjaan Umum Tinjauan Teoritis Terkait Etos Kerja Tinjauan Teoritis Terkait Reformasi Birokrasi Tinjauan Teoritis Terkait Budaya Organisasi Tinjauan Teoritis Terkait Kompetensi Tinjauan Teoritis Terkait Training Need Assessment 2 49 iii

5 9. Tinjauan Penerapan Di Kementerian Keuangan Secara Umum Tinjauan Penerapan Ethos Kerja Berbasis Budaya Organisasi Pada Ditjen Pajak Kement. Keuangan 2 96 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 1. Kegiatan Pendahuluan Pengumpulan Data Analisis Data Analisis Permasalahan Analisis Program yang Mendukung Good Governance 6. Perumusan Konsep Kebijakan Etos Kerja Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan Perumusan Konsep Rekomendasi 3-32 BAB 4 GAMBARAN UMUM PUSTRA PU 1. Visi, Misi dan Peran Strategis Struktur Organisasi Kondisi SDM & Infrastruktur Program dan Kegiatan 4-15 BAB 5 PEMETAAN ETOS KERJA 1. Penyusunan kamus Etos Kerja Gambaran Responden Model Ethos Kerja Pemetaan Ethos Kerja iv

6 BAB 6 ANALISIS KEBUTUHAN KEBIJAKAN DAN KEBUTUHAN DIKLAT 1. Analisa Hambatan Diklat & Non Diklat Analisa Kebutuhan Pelatihan Ethos Kerja BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan Rekomendasi LAMPIRAN v

7 DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1 Sasaran Reformasi Birokrasi Tabel 2.2 Membangun Pemahaman untuk Etos dan 2-22 Kesempurnaan Kerja Tabel 2.3 Etos Orang Bekerja Tabel 2.4 Etos Kerja Negara Maju dan Produktif 2-24 Tabel 2.5 Uraian Jabatan Tabel 2.6 Informasi Jabatan Tabel 2.7 Penyempurnaan Informasi Jabatan Tabel 2.8 Struktur Peringkat Jabatan Tabel 2.9 Rincian Struktur Peringkat Jabatan Kemenkeu 2-95 Tabel 5.1 Dimensi Etos Kerja Tabel 5.2 Rumusan-rumusan Etos Kerja Tabel 5.3 Rumusan Etos Kerja SDM PUSTRA 5-4 Tabel 5.4 Nomor Distribusi Indikator Etos Kerja Tabel 6.1 Hambatan Dalam Pelaksanaan Tugas Tabel 6.2 Hambatan Bukan Diklat 6-3 Tabel 6.3 Hambatan Diklat 6-4 Tabel 6.4 Pelatihan Yang di Butuhkan 6 8 Tabel 6.5 Pengetahuan Yang Dibutuhkan 6-10 Tabel 6.6 Ketrampilan Yang Dibutuhkan 6-11 Tabel 6.7 Sikap Mental Yang Dibutuhkan Tabel 6.8 Hambatan Yang Sering Terjadi Tabel 6.9 Dukungan Yang Dibutuhkan vi

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Reformasi Pengaturan Bidang Pekerjaan Umum Gambar 2.2 Reorganisasi Kementerian PU Gambar 2.3 Peningkatan Transparansi dan Pembangunan Sistem Informasi Gambar 2.4 Pendekatan Pembangunan Infrastruktur Kem. PU Gambar 2.5 Sistem Pengawasan yang Efektif dan Efisien Gambar 2.6 Proses Membangun Etos Kerja Gambar 2.7 Model Iceberg Gambar 2.8 Keterampilan Dasar dalam Tingkatan Manajemen Gambar 2.9 Perbedaan Tingkatan Kompetensi Jabatan Struktural 73 Gambar 2.10 Proses Manajemen SDM dalam Organisasi Gambar 2.11 Kesenjangan Kebutuhan Gambar 2.12 Training Need Assessment Gambar 2.13 Proses Training need Assessment Gambar 2.14 Diagram Kebutuhan Pelatihan Gambar 2.15 Penyempurnaan Proses Bisnis Gambar 2.16 Analisis dan Evaluasi Jabatan Gambar 2.17 Contoh Kedudukan Jabatan Gambar 2.18 Faktor dalam Pemeringkatan Jabatan Gambar 3.1 Tahapan Pekerjaan Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Utama Gambar 3.3 Pemetaan Etos Kerja Gambar 3.4 Training Need Assessment Gambar 3.5 Bagan Alir Pendekatan Kegiatan Gambar 3.6 Pilar Good Governance Gambar 3.7 Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik Gambar 3.8 Pola Pikir Tata Kelola Pemerintahan yang Baik vii

9 Gambar 4.1 Struktur Organisasi PUSTRA Gambar 4.2 Struktur Organisasi PUSTRA dan Personilnya Gambar 4.3 Struktur Koordinasi PUSTRA Gambar 4.4 Task Force Organisasi PUSTRA Gambar 4.5 Lingkup Tugas Organisasi PUSTRA Gambar 5.1 Tingkat Pentingnya Dimensi Etos Kerja Gambar 5.2 Urutan Tingkat Kepentingan Dimensi Etos Kerja Gambar 5.3 Peta Etos Kerja SDM PUSTRA Gambar 6.1 Diagram Kebutuhan Diklat Etos Kerja viii

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Usulan Perubahan Tupoksi PUSTRA Kuesioner Pemetaan Etos Kerja ix

11 Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam rangka mencapai tujuan nasional tersebut, seluruh bangsa Indonesia, termasuk Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur utama sumber daya manusia aparatur negara mempunyai peran yang sangat strategis dalam mengemban tugas pemerintahan dan pembangunan. Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan dalam upaya mencapai tujuan nasional adalah Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kompetensi penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, profesional, berbudi pekerti luhur, berdaya guna, berhasil guna, sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara, abdi masyarakat dan abdi negara di dalam negara hukum yang demokratis. Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan/organisasi, ketatalaksanaan (business process) serta sumber daya manusia aparatur negara, dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Reformasi Birokrasi sebagai amanah Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang RPJP Nasional , Lampiran, Bab IV, butir 1.2. huruf E, nomor 35 yang berbunyi Pembangunan aparatur negara Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-1

12 dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih, baik di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya. Sasaran reformasi birokrasi adalah mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set), khususnya menyangkut: (i) Kelembagaan/organisasi: organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing); (ii) Budaya organisasi : birokrasi dengan integritas dan kinerja tinggi; (iii) Ketatalaksanaan : sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance; (iv) Regulasi dan deregulasi birokrasi : regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif; (v) Sumber daya manusia : SDM yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera. BAPPENAS menyatakan ada empat belas karakteristik dalam wacana good governance. Salahsatunya adalah professional dan kompeten, yaitu bahwa di dalam pemberian pelayanan publik dan pembangunan dibutuhkan aparatur pemerintah yang memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu dengan profesionalisme yang sesuai. Lebih jauh hal ini membutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat, dengan memperhatikan kecocokan antara tuntutan pekerjaan dengan kualifikasi kemampuan dan profesionalisme (BAPPENAS:2005) Agar aparat pemerintahan dapat berperan, berfungsi dan mampu kompetitif, maka kompetensi SDM merupakan prasyarat yang tidak dapat diabaikan. Karena melalui kompetensi yang berkualitas diharapkan dapat menunjukkan kemampuan (competency) sebagaimana yang diharapkan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-2

13 1 P T. D D C C O N S U L T A N T S Menurut Badan Kepegawaian Negara (BKN) 2001, kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang pemangku jabatan berupa pengetahuan, keahlian dan sikap perilaku yang diperlukan dalam melaksanakan tugas jabatannya. Dalam upaya mewujudkan Good Governance di lingkup Kementerian PU, semua elemen Kementerian diharapkan dapat mulai menerapkannya di unit masing-masing, dengan tetap berbasiskan Visi PU 2025 yaitu Menjamin Ketersediaan Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum yang Handal untuk Kehidupan yang Nyaman, Produktif dan Berkelanjutan, maupun visi turunan pada masing-masing unit. Visi PUSTRA adalah menjadi center for innovative development strategy bagi Kementerian Pekerjaan Umum. Visi ini juga menantang PUSTRA untuk senantiasa mengembangkan dirinya sehingga dapat menjadi agen perubahan (agent of change) yang membawa pembaruan dan pencerahan bagi lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya dalam hal-hal yang bersifat strategis. Pusat Kajian Strategis Kementerian Pekerjaan Umum (selanjutnya ditulis dengan PUSTRA) sebagai salah satu bagian dari kelembagaan Kementerian Pekerjaan Umum, sebagai penyelenggara negara merupakan organisasi formal, tetapi dinamis terhadap suatu perubahan. Sebagai suatu kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi merumuskan strategi pembangunan, pengkajian peraturan perundang-undangan, fasilitasi pengembangan investasi dan pengkajian lingkungan strategis dan pengkajian kinerja strategi pembangunan bidang pekerjaan umum perlu didukung kemampuan SDM yang memiliki etos kerja yang semakin baik. Pada sebuah institusi atau organisasi yang menempatkan sumber daya manusianya sebagai asset terpenting, maka peningkatan kemampuan sumber daya manusianya merupakan hal yang mutlak dilakukan agar institusi atau organisasi dapat berumur panjang dan terus memberikan manfaatnya. Berangkat dari hal ini maka tak mengherankan jika dalam dekade terakhir ini berbagai kegiatan peningkatan kemampuan sumber daya manusia dengan cepat telah tumbuh menjadi kegiatan besar- Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-3

14 besaran dimana-mana. Maraknya kegiatan ini di berbagai institusi dan organisasi ini tentu saja merupakan hal yang menggembirakan karena berarti semakin disadari pentingnya peran sumber daya manusia dan pengembangan potensinya dalam pencapaian tujuan institusi atau organisasi. Pelatihan adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan & ethos kerja SDM PUSTRA dalam menjalankan tugasnya. Pelatihan merupakan salah satu dari tujuh aktivitas dasar yang harus dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi organisasi agar selalu mendapat orang yang tepat di posisi yang tepat, pada saat dibutuhkan (Stoner, 2002). Dalam lingkup Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia pendidikan & pelatihan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Dalam Pegawai Negeri Sipil. Menurut Soebagio Atmowirio (2005:36) pendidikan dan pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya. Adapun mengenai peningkatan kemampuan teknis Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia telah diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 101 Tahun Sebagaimana dikatakan Soebagio Atmowirio ( 2005:39), dalam peraturan pemerintah tersebut terdapat satu jenis Diklat yang disebut: Pendidikan dan Pelatihan Teknis (Diklat Teknis). Diklat teknis didefinisikan sebagai pelatihan yang diselenggarakan untuk memberikan keterampilan atau penguasaan pengetahuan bidang teknis tertentu kepada pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan sebaik-baiknya. Sumber daya manusia sebagai salah satu sasaran reformasi birokrasi diharapkan tercipta sumber daya manusia yang berintergritas, kompeten, profresional, berkinerja tinggi dan sejahtera atau dapat dikatakan mempunyai etos kerja yang tinggi. Tasmara (2002) mendefinisikan bahwa etos kerja merupakan suatu totalitas kepribadian dari individu serta cara individu mengekspresikan, memandang, meyakini Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-4

15 dan memberikan makna terhadap suatu yang mendorong individu untuk bertindak dan meraih hasil yang optimal (high Performance). Etos kerja dapat terbentuk apabila keinginan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan dengan hasil pekerjaan yang maksimal. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya etos kerja yang baik antara lain adalah hubungan yang terjalin dengan baik antar karyawan (human relation), situasi dan kondisi fisik dari lingkungan kerja itu sendiri dan, faktor kepemimpinan organisasi. (Manullang,1990). Agar pelatihan tidak menjadi sesuatu yang rutinitas tanpa hasil yang jelas, maka sebelum pelatihan dilaksanakan, perlu langkah-langkah pemetaan kompetensi yang dibutuhkan oleh peserta latih, lalu dilanjutkan dengan upaya analisis kebutuhan pelatihan atau yang biasa disebut dengan Training Need Assessment (TNA). Melalui pemetaan kompetensi, akan diketahui seberapa besar kesenjangan yang terjadi antara kompetensi yang tersedia pada organisasi saat ini (kompetensi aktual) dan kompetensi yang diperlukan oleh organisasi (kompetensi ideal). Melalui pemetaan kompetensi ini dapat diketahui pula titik kesenjangan mana yang dapat ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan, dan pada bagian mana peningkatan kompetensi dilakukan melalui upaya lain di luar pelatihan. Sebab harus disadari bahwa pelatihan bukanlah merupakan satu-satunya upaya untuk mengatasi semua persoalan pada setiap jabatan di dalam organisasi. Identifikasi kompetensi mempunyai makna yang signifikan guna menentukan program pelatihan yang akan dilaksanakan agar benar-benar sesuai dengan kebutuhan organisasi baik secara mikro maupun makro. Ini berarti upaya pelatihan haruslah terkait dengan tuntutan jabatan, pekerjaan dan tuntutan organisasi. Hal ini berarti semua upaya peningkatan kompetensi pejabat struktural melalui program pelatihan, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah pemetaan kompetensi kemudian dilanjutkan dengan membuat penilaian kebutuhan pelatihan. TNA ini diperuntukkan bagi setiap eselon dalam jabatan struktural sesuai dengan kompetensi yang telah distandarisasi atau dirumuskan (Goldstein,1993:33). Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-5

16 Assessment ini sangat penting karena pelatihan pada dasarnya hanya salah satu jalan, bukan satu-satunya jalan dalam peningkatan kompetensi SDM. TNA sendiri pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk menganalisis kebutuhan organisasi yaitu kebutuhan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensinya masing-masing. Kegunaan utama dari TNA adalah sebagai upaya mendiagnosis masalah yang dihadapi oleh organisasi pada saat ini dan tantangan masa depannya. Dengan adanya TNA berdasarkan kompetensi yang jelas dengan standarnya maka dapat disusun suatu program pelatihan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan organisasi (demand-driven), dan inefisiensi dalam bentuk apapun dapat dieliminasi seminimal mungkin. Pemetaan dan pengembangan kompetensi merupakan suatu hal yang harus dilakukan secara kontinyu dan terencana dalam suatu organisasi, artinya bahwa setiap pengembangan kompetensi SDM harus di dasarkan pada hasil analisis jabatan, sehingga pengembangan tersebut tepat orang, tepat kebutuhan sasaran dan tepat jumlah. Dengan demikian tidak ada pengembangan kompetensi SDM yang menjadi beban atau inefisiensi dalam organisasi, akan tetapi pengembangan kompetensi SDM merupakan alat yang sangat strategis untuk meningkatkan kinerja masingmasing individu dan kinerja organisasi. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas maka upaya pemetaan kompetensi SDM PUSTRA serta melakukan penilaian kebutuhan pelatihan untuk meningkatkan ethos kerja sesuai dengan tuntutan kompetensi adalah sangat relevan dan diperlukan. Berdasarkan gambaran permasalahan yang riil diatas, maka tema utama dalam pembahasan ini adalah PEMETAAN ETHOS KERJA DAN ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN BAGI SDM PUSTRA PADA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-6

17 1.2. TUJUAN PEMBAHASAN Tujuan pembahasan ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan gambaran tentang kesenjangan ethos kerja yang terjadi antara ethos kerja yang diperlukan dan ethos kerja yang tersedia pada SDM PUSTRA Kementerian PU saat ini. 2. Memberikan gambaran tentang kebijakan dan pelatihan yang diperlukan untuk mengatasi kesenjangan ethos kerja pada SDM PUSTRA Kementerian PU saat ini SASARAN Tersusunnya program peningkatan etos kerja SDM yang dapat dijadikan acuan dalam penerapan reformasi birokrasi dan Tata kelola pemerintahan yang baik (good governace) di lingkungan PUSTRA. yang mendukung organisasi kelembagaan PUSTRA secara sinergis dan efisien serta peningkatan kinerja kelembagaan PUSTRA LINGKUP KEGIATAN Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang akan dicapai seperti yang diuraikan di atas, maka ruang lingkup kegiatan pelaksanaan pekerjaan ini akan meliputi kegiatan : 1. Mengidentifikasikan dasar kebijakan dan Peraturan Perundangundanganan terkait Etos kerja SDM terkait dengan reformasi birokrasi dan good governance. 2. Melakukan kajian literatur terhadap teori ethos kerja, reformasi birokrasi, goor governance, dan pemetaan kebutuhan pelatihan. 3. Melakukan survey sekunder ke beberapa institusi sebagai studi banding kepada kelembagaan yang menerapkan etos kerja SDM selaras reformasi birokrasi. 4. Menselaraskan rumusan Etos kerja SDM PUSTRA sesuai dengan nilainilai organisasi Kementerian PU dan prinsip-prinsip Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) serta selaras dengan nilainilai organisasi Kementerian PU. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-7

18 5. Melakukan Pemetaan etos kerja SDM PUSTRA yang dikaitkan dengan nilai-nilai organisasi Kementerian PU. 6. Melakukan Analisis Kebutuhan Pelatihan Ethos Kerja SDM dilingkungan PUSTRA 7. Memberikan program peningkatan etos kerja SDM PUSTRA melalui pelatihan-pelatihan terkait tugas SDM sesuai dengan Analisa Kebutuhan Pelatihan yang dilakukan. 8. Menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi, analisis dan fasilitasi terkait program peningkatan etos kerja SDM PUSTRA MANFAAT PEMBAHASAN Setelah pembahasan ini dilaksanakan dan mendapatkan hasil, maka manfaat pembahasan ini adalah : 1. Memberikan masukan bagi jajaran Pimpinan PUSTRA Kementerian PU dalam penyusunan kebijakan kedepannya pada bidang peningkatan kualitas SDM di PUSTRA. 2. Bagi seluruh SDM PUSTRA pembahasan ini bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai kesenjangan ethos kerja mereka dan jenis kebutuhan pelatihan yang mereka butuhkan. 3. Memberikan masukan bagi perencana dan pelaksana program pelatihan di PUSTRA dalam menyusun program pelatihan yang berdasarkan pemetaan ethos kerja dan identifikasi kebutuhan pelatihan SISTEMATIKA PEMBAHASAN BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai materi yang menjadi latar belakang pekerjaan, tujuan, sasaran, ruang lingkup, manfaat dan keluaran. BAB 2 GAMBARAN TEORI DAN KEBIJAKAN SERTA PENERAPAN ETOS KERJA DI INSTANSI LAIN Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-8

19 Bab ini membahas mengenai berbagai teori dan kebijakan terkait dengan etos kerja serta penerapan etos kerja berbasis budaya kerja pada instansi kementerian keuangan. BAB 3 PENDEKATAN DAN METODOLOGI Bab ini membahas mengenai pendekatan dan metodologi yang akan dilakukan dalam pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. BAB 4 GAMBARAN UMUM PUSTRA PU Bab ini membahas gambaran umum PUSTRA seperti Visi, Misi dan Peran Strategis PUSTRA, Struktur Organisasi, Kondisi SDM & Infrastruktur serta Program dan Kegiatan di PUSTRA. BAB 5 PEMETAAN ETOS KERJA BERBASIS KOMPETENSI & NILAI ORGANISASI Bab ini membahas rangkaian pekerjaan terkait proses pemetaan etos kerja seperti Penyusunan kamus dan model Ethos Kerja, Analisis Ethos Kerja serta Pemetaan Ethos Kerja. BAB 6 ANALISIS KEBUTUHAN KEBIJAKAN DAN KEBUTUHAN DIKLAT Bab ini membahas proses analisa kebutuhan Diklat yang meliputi Analisa Hambatan Diklat & Non Diklat dan Analisa Kebutuhan Pelatihan Ethos Kerja. BAB 7 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini membahas Kesimpulan dan Rekomendasi dari rangkaian pekerjaan ini. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 1-9

20 Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TINJAUAN PENERAPAN 2.1. TINJAUAN YURIDIS IMPLEMENTASI REFORMASI BIROKRASI Reformasi birokrasi merupakan konsistensi kebijakan pemerintah terhadap implementasi dari UU no 17 tahun 2007 tantang RPJPN Dengan birokrasi yang transparan, bersih dan profesional, maka visi Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur akan dapat terwujud. Kesuksesan PRJPN juga membutuhkan komitmen dari kepemimpinan disetiap level organisasi pemerintah. Reformasi birokrasi pada hakekatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek berikut : Kelembagaan (organisasi) Ketatalaksanaan (business process) Sumber daya manusia aparatur (SDM) Adapun acuan rinci tentang Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Program Reformasi Birokrasi adalah sebagai berikut : VISI DAN MISI Adapun Visi dan Misi Reformasi Birokrasi adalah sebagai berikut : Visi Reformasi Birokrasi Terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik pada tahun 2025 Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-1

21 Misi Reformasi Birokrasi 1. Membentuk dan atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum tata kelola pemerintahan yang baik; 2. Memodernisasi birokrasi pemerintahan dengan optimalisasi pemakaian teknologi informasi dan komunikasi; 3. Mengembangkan budaya, nilai-nilai kerja dan perilaku yang positif; 4. Mengadakan restrukturisasi organisasi (kelembagaan) pemerintahan; 5. Mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas SDM termasuk perbaikan sistem remunerasi; 6. Menyederhanakan sistem kerja, prosedur dan mekanisme kerja; 7. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif TUJUAN Tujuan Umum Membangun profil dan perilaku aparatur negara yang berintegritas tinggi, produktif, dan mampu memberikan pelayanan yang prima kepada publik/masyarakat Tujuan Khusus Membangun birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel dalam melayani dan memberdayakan masyarakat SASARAN Secara umum, sasaran reformasi birokrasi adalah mengubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) serta sistem manajemen pemerintahan. Secara khusus mencakup hal-hal berikut : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-2

22 Tabel 2.1 Sasaran Reformasi Birokrasi No AREA PERUBAHAN 1 Kelembagaan (organisasi) HASIL YANG INGIN DICAPAI organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (rights sizing) 2 Budaya Organisasi Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi 3 Ketatalaksanaan Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efi sien, terstruktur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance 4 Regulasi Deregulasi Birokrasi Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif 5 Sumber Daya Manusia SDM yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera OUTPUT: GOOD GOVERNANCE Indikator output Reformasi Birokrasi adalah : Bebas dari KKN Pelayanan yang prima Peningkatan investasi Peningkatan APBN Tidak ada keluhan masyarakat OUTCOME: PENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMUM Indikator outcome Reformasi Birokrasi adalah : Angka kemiskinan dan pengangguran berkurang. Aparatur Negara yang profesional & bermoral. Untuk mendapatkan hasil tersebut di atas, maka setiap Kementerian Pekerjaan Umum harus membuat perencanaan strategik, manajemen strategik dan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-3

23 manajemen kinerja. Kriteria instansi pemerintah yang memiliki kinerja tinggi (High Performing Government) : Memiliki visi dan misi organisasi yang jelas Memiliki perencanaan secara sistematis dan aspiratif serta berdasarkan kinerja Memiliki manajemen dan prosedur kerja yang jelas Adanya konsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan Berorientasi pada hasil kegiatan dan manfaat kegiatan Menjalankan Tupoksi secara konsissten Memiliki disiplin, loyalitas dan etos kerja yang tinggi Memiliki kinerja pelayanan publik yang optimal NILAI DASAR BUDAYA KERJA APARATUR Budaya pedoman aparatur pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Menpan no. 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Budaya Kerja Aparatur. Dalam Modul 4 Pengembangan Budaya Kerja Aparatur disebutkan Dalam konteks aparatur negara, nilai budaya dasar kerja terdiri atas 34 unsur nilai atau 17 pasang nilai yang diharapkan dapat dikembangkan oleh setiap aparatur negara, sehingga antara nilai yang diyakini dan kerja sebagai bentuk aktualisasi keyakinan tersebut, akan menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan produktivitas kinerja. Nilai-nilai dasar dimaksud adalah sebagai berikut : Tujuh belas Pasang Nilai nilai Dasar Budaya Kerja Aparatur Negara sebagai pedoman dalam bersikap dan berperilaku meliputi : 1. Komitmen dan Konsisten; (terhadap visi,misi dan tujuan organisasi) 2. Wewenang dan Tanggung-Jawab; (yang jelas, tegas dan seimbang) 3. Keikhlasan dan Kejujuran; (yang menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan kewibawaan pemerintah) Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-4

24 4. Integritas dan Profesionalisme; (yang konsisten dalam kata dan perbuatan serta ahli dalam bidangnya) 5. Kreativitas dan Kepekaan; (yang dinamis mendorong kearah efisiensi dan efektivitas) 6. Kepemimpinan dan Keteladanan; (yang mampu mendayagunakan kemampuan potensi bawahan secara optimal) 7. Kebersamaan dan Dinamika Kelompok; (yang mendorong agar cara kerjanya tidak bersifast individual dan pusat kekuasaan tidak pada satu tangan) 8. Ketepatan dan Kecepatan; (adanya kepastian waktu, kuantitas, kualitas dan finasial yang dibutuhkan) 9. Rasionalitas dan Kecerdasan Emosi; (keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional) 10. Keteguhan dan Ketegasan; (yang tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang merugikan diri dan negaranya) 11. Disiplin dan Keteraturan Kerja; (yang mengacu kepada standar operasional prosedur) 12. Kebersamaan dan Kearifan; (yang dihasilkan dari adanya pendelegasian wewenang) 13. Dedikasi dan Loyalitas; (terhadap tugas yang bersumber pada visi,misi dan tujuan organisasi) 14. Semangat dan Motivasi; (yang didorong oleh keinginan memperbaiki keadaan secara perorangan maupun organisasional) 15. Ketekunan dan Kesabaran; (yang didasarkan kepada tanggung jawab terhadap tugas yang diamanahkan) 16. Keadilan dan Keterbukaan; (sesuai dengan keinginan masyarakat) 17. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi; (sesuai dengan perkembangan zaman yang semakin maju Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-5

25 PENILAIAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH Selama ini penilaian kinerja PNS mengacu pada PP No 10 TAHUN 1979 tentang PENILAIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL. Pada PP tersebut disebutan pada BAB II Pasal 4 ayat 2 tentang Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) dengan unsur-unsur yang dinilai adalah : a. kesetiaan; b. prestasi kerja; c. tanggung jawab; d. ketaatan; e. kejujuran; f. kerjasama; g. prakarsa; dan h. kepemimpinan. Sejalan dengan implementasi Reformasi Birokrasi, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara akan segera mengajukan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), pengganti PP 10 tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai negeri Sipil yang sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan sekarang. Sekretaris Kementerian Negara PAN Tasdik Kinanto, mengemukakan RPP yang akan diterbitkan guna penilaian kinerja PNS lebih objektif, terukur, akuntabel, partisipasif dan transparan, sehingga terwujudnya pembinaan PNS berdasarkan prestasi kerja dan sistem karier. Penilaian ini bertujuan untuk lebih mendorong karier PNS, karena instrumen penilaian berupa sasaran kinerja Individu, yang melibatkan seorang PNS mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan output suatu pekerjaan yang dibebankan kepada PNS yang bersangkutan. Penilaian kinerja PNS menurut PP No 10 TAHUN 1979 tidak berhubungan dengan pencapaian tujuan, visi, dan misi organisasi sehingga pegawai tidak mengetahui apa yang diharapkan organisasi dan bagaimana cara memenuhi Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-6

26 harapan tersebut. Penilaian ini tidak menghasilkan informasi untuk pengembangan Pegawai Negeri Sipil dan unit kerja. Perubahan yang mendasar didalam penilaian, adanya unsur Sasaran Kerja Individu (SKI) yang mewajibkan setiap Pegawai Negeri Sipil harus menyusun SKI berdasarkan Rencana Kerja Tahunan. SKI disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai yang memuat kegiatan tugas pokok jabatan, bobot kegiatan, sasaran kerja dan target yang harus dicapai. SKI bersifat nyata dan dapat diukur. Nilai bobot kegiatan didasarkan pada tingkat kesulitan dan prioritas dengan jumlah bobot keseluruhan 100 yang ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari. Penilaian prestasi kerja terdiri dari SKI dan Perilaku Kerja, dengan bobot nilai unsur SKI sebesar 60% dan unsur Perilaku Kerja sebesar 40%. Penilaian SKI meliputi aspek : kuantitas waktu kualitas biaya Sedangkan penilaian perilaku kerja meliputi : orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, (Sumber: kerjasama, kepemimpinan, kejujuran, kreatifitas TINJAUAN YURIDIS IMPLEMENTASI TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM a. TAP MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-7

27 Memfungsikan secara proporsional Lembaga-Lembaga Negara Legislatif Eksekutif Yudikatif. Partisipasi masyarakat/berkembangnya kontrol sosial dalam semua aspek kehidupan nasional yang berkeadilan. Penyelenggara Negara yang jujur, adil, terbuka, terpercaya, bebas KKN. b. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas KKN o Tujuh asas umum Penyelenggaraan Negara Kepastian hukum Tertib Penyelenggara Negara Kepentingan Umum Keterbukaan Proporsionalitas Profesionalitas Akuntabilitas o Penyelenggara Negara tidak melakukan KKN. o Peran serta masyarakat bersih dan bebas KKN. mewujudkan Penyelenggara Negara yang c. Peraturan Presiden RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJM Nasional Tahun Bab 14 : Penciptaan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa Sasaran Umum Terciptanya tata pemerintahan yang baik, bersih, berwibawa, profesional dan yang bertanggung jawab Sosok dan perilaku birokrasi yang efisien dan efektif serta dapat memberikan pelayanan prima pada masyarakat Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-8

28 Sasaran Khusus Berkurangnya praktek KKN Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, professional dan akuntabel. Terhapusnya aturan dan praktek diskriminatif pada warganegara, kelompok dan golongan masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Konsistensi peraturan pusat dan daerah dengan peraturan perundang-undangan diatasnya. D. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara RI Nomor PER/15.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi Peraturan ini digunakan sebagai sumber referensi dan acuan bagi Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah untuk menyusun dan melaksanakan program reformasi birokrasi di lingkungan masing-masing. E. Peraturan Perundang-undangan Bidang Pekerjaan Umum Reformasi terhadap peraturan perundang-undangan bidang Pekerjaan Umum telah dilakukan dengan merubah sistem penyelenggaraan pembangunan, yang telah ditetapkan dalam Renstra Kementerian Pekerjaan Umum, yang secara jelas disajikan pada Gambar 2.5 Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-9

29 Gambar 2.1 : Reformasi Pengaturan Bidang Pekerjaan Umum PENGATURAN BIDANG KE-PU-AN YANG TELAH/AKAN DISESUAIKAN UU no.18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi; UU no. 8 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; UU no. 7 tahun 2004 tentang SDA (Pengganti UU no.11 tahun 74 tentang Pengairan) UU no. 38 tahun 2004 tentang Jalan (Pengganti UU no.13 tahun 80 tentang Jalan) UU No. 26 tahun 2009 tentang Penataan Ruang (Pengganti UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang) Rumusan akhir revisi UU No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman : PENYEMPURNAAN SISTEM PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN SNI Bidang PU Tata cara pengadaan jasa konstruksi Tata cara pengendalian pekerjaan konstruksi Tata cara pengelolaan dan pendayagunaan aset Tata cara pemeriksaan menyeluruh meliputi aspek keuangan dan keteknikan Penataan SDM Aparatur TELAH DITETAPKAN DALAM RENSTRA DEP. PU (PERMEN PU no.52/prt/2005) F. Penataan Organisasi Kementerian Pekerjaan Umum 1. Penataan kembali organisasi Kementerian Pekerjaan Umum yang berbasis kompetensi dan desentralisasi ditengarai dengan adanya beberapa tantangan yang memerlukan perhatian seperti : a) Tuntutan reformasi Birokrasi; b) Penanggung jawab penyelenggaraan infrastruktur nasional; c) Lingkungan dan sistem kerja yang kurang mendorong untuk berprestasi; d) Isu pasar bebas industri jasa konstruksi, perkembangan teknologi informasi dan rendahnya pelayanan publik; Di samping itu ada beberapa isu nasional yang berdampak terhadap penataan organisasi dan SDM PU kedepan, antara lain : a) Terhadap Organisasi Berlandaskan kepada visi dan misi organisasi yang jelas Pembagian tugas,dan fungsi, wewenang dan tanggung jawab harus jelas dan lugas; Ramping dan sesuai kebutuhan; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-10

30 Mempunyai jejaring (network Organization); Merupakan pembelajaran (learning Organization); Jabatan strukturan dan fungsional setara; Berorientasi pada output, outcome dan impact; b) Terhadap SDM Komitmen pimpinan; Profesionalisme; Budaya team works; Pemanfaatan teknologi informasi; Desentralisasi. 2. Tujuan penataan kembali organisasi Kementerian Pekerjaan Umum adalah : a) Mengantisipasi masyarakat dan stakeholder (orientasi pada pelayanan); b) Mendukung sektor-sektor lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas lingkungan melalui penyediaan infrastruktur PU yang andal; c) Terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-11

31 Gambar 2.2 : Pengorganisasian Kembali Kementerian PU Berbasis Kompetensi NORMA/ LANDASAN HUKUM KEBIJAKAN NASIONAL PRINSIP TATA KELOLA PEME RINTAHAN YANG BAIK TANGGUNG JAWAB PENYEDIAAN DAN PENGELOLAAN INFRASTRUKTUR PU PERAN PUSAT - Penetap Kebijakan - Penyusunan rencana secara makro - Regulator dan Fasilitator PERAN DAERAH - Perencana - Pelaksana - Pengelola TUGAS PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR YANG DITANGANI PUSAT LINTAS NEGARA LINTAS PROVINSI STRATEGIS NASIONAL ORGANISASI PU BERBASIS KOMPETENSI REKRUTMEN PEJABAT SECARA obyektif, kompetensi, integritas dan sosiometri Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-12

32 Gambar 2.3 : Peningkatan Transparasi dan Pembangunan Sistem Informasi Sejak tahun 2001 PENYEBARAN INFORMASI Kepada masyarakat melalui pemanfaatan TEKNOLOGI INFORMATIKA Saat ini PENGEMBANGAN DATA & INFORMASI INFRASTRUKTUR PU Informasi Kegiatan Pembangunan Sistem Pemantauan Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan peta dan statistik Sistem semi e- Procurement Saran dan pengaduan masyarakat Rencana ke depan Pengembangan sistem e-procurement Pengadaan Barang dan Jasa secara penuh jika payung hukum keabsahan transaksi elektronik telah diatur dalam UU Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-13

33 Gambar 2.4 : Pendekatan Pembangunan Infrastruktur Kementerian PU PEMERINTAH (ENABLER) APARATUR PEMERINTAH: -PUSAT- DAERAH MASYARAKAT & DUNIA USAHA PROVIDER PUBLIC SERVICES DINAS PEMERINTAH CORPORATE SERVICES BADAN USAHA: - PEMERINTAH - SWASTA COMMUNITY BASED KOLEKTIF LEMBAGA SWADAYA MASYARA KAT INDIVIDU PER ORANGAN Dibangun dengan Pemulihan tak lang sung (Sistem Perpa Jakan) Dibangun dengan Pemulihan langsung Oleh Beneficiaries (Charging) Dibangun dengan Swadaya masyarakat (dengan/tanpa Dukungan Pemerintah) Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-14

34 Gambar 2.5 : Sistem Pengawasan Yang Efektif dan Efisien PENINDAKAN AWAL INPRES RI NO. 5 THN 2004 PERCEPATAN PEMBERANTASAN KORUPSI RENCANA AKSI NASIONAL PEMBERANTASAN KORUPSI PEMERIKSAAN MENYELURUH PEMERIKSAAN KHUSUS TEMUAN PEMERIKSA AN MASUKAN PEMBINAAN NEGATIVE LIST APARAT TUR PEMERINTAH BLACK LIST REKANAN TP / TGR FOKUS : PENGADAAN BARANG/JASA TRANSPARAN, KOMPETITIF, ADIL, AKUNTABEL TERTIB DAN EFISIENSI PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DI 5 SEKTOR TERBESAR (TERMASUK PU) PENCAPAIAN KINERJA INSTANSI BERUPA HASIL DAN MANFAAT PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK KEGIATAN : PENTING: AUDIT PROSES PENGADAAN POST AUDIT PENGADAAN TERTENTU AUDIT MUTU AUDIT ASET PENILAIAN MANFAAT PENILAIAN KINERJA ES 1 AUDIT BINTEK/WASTEK PELAYANAN PUBLIK TL WASMAS TERUTAMA: PEMBOROS-AN & KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PENINDAKAN LANJUTAN PELIMPAHAN PENA GIHAN KERUGIAN NEGARA PADA DITJEN PLN DEP. KEU PELIMPAHAN KASUS KEPADA APARAT HUKUM POLISI KEJAKSAAN PENINGKATAN AKSES UNTUK PENGADUAN MASYARAKAT SINERGITAS PENGAWASAN ANTARA ITJEN DENGAN BPKP & ITWILPROV Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-15

35 2.3. TINJAUAN YURIDIS TERKAIT BUDAYA KERJA ORGANISASI PADA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM ACUAN NORMATIF Pengembangan Nilai Organisasi & Budaya Kerja Kementerian Pekerjaan Umum berlandaskan pada : UU no 17 Tahun 2007 tantang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun PP No 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil. PP No 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Kepmen PAN No. 25/ KEP/M.PAN/4/2002 Tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara. Permen PAN No. PER/ 15/M.PAN/ 7/ 2008 Tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi beserta lampirannya. Kepmen PU. No. 150/A/KPTS/1966 Tanggal 10 Nopember 1966 tentang Lambang Departemen Pekerjaan Umum. Kepmen PU No. 426/ KPTS/ 1986 tanggal 16 September 1986 tentang Mars PU. Permen PU Nomor: 03 /PRT/M/2007 Perubahan Atas Permen DU No 51/PRT/2005 tentang Rencana Strategis Departemen Pekerjaan Umum tahun beserta lampirannya. Permen PU No 04/PRT/M/2009 Tentang Sistem Manajemen Mutu (SMM) Departemen Pekerjaan Umum. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-16

36 2.4. TINJAUAN TEORITIS TERKAIT ETOS KERJA Dalam kamus Besar Bahasa Indonesa, etos didefinisikan sebagai pandangan hidup yg khas dari suatu golongan sosial. Sedangkan etos kerja diartikan sebagai semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Etos berasal dari bahasa Yunani (etos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Menurut Taliziduhu Ndraha (2003) nilai itu bersifat abstrak. Ia baru dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau vehicle (V), persis seperti suara pada pita, program pada disket, gambar pada film, atau muatan pada gerobak. Vehicles itulah budaya. Jadi antara nilai dan budaya tidak dapat dipisahkan, dan antara keduanya harus ada keselarasan (searah dan setujuan). Nilai kerja sering diartikan sebagai etos kerja. Secara terminologis kata etos, yang mengalami perubahan makna yang meluas. Digunakan dalam tiga pengertian yang berbeda yaitu: Suatu aturan umum atau cara hidup; Suatu tatanan aturan perilaku.atau penyelidikan tentang jalan hidup Seperangkat aturan tingkah laku. Dalam pengertian lain, etos dapat diartikan sebagai thumuhat yang berkehendak atau berkemauan yang disertai semangat yang tinggi dalam rangka mencapai cita-cita yang positif. Sedangkan akhlak atau etos menurut Ahmad Amin adalah membiasakan kehendak. Etos adalah sikap yang tetap dan mendasar yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dalam pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan diluar dirinya. Proses pembelajaran pada individu dan organisasi akan menghasilkan pengetahuan. Kumpulan pengalaman selama kurun waktu dan peristiwa akan semakin mengkokohkan pengetahuan yang dapat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan untuk bertindak dan memandang masa depan. Beberapa pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan organisasi akhirnya berubah menjadi prinsip, nilai dan keyakinan. Asumsinya jika mereka menerapkan atau Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-17

37 mempraktekkan prinsip, nilai dan keyakinan yang dimilikinya, maka akan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan PENGERTIAN ETOS KERJA PROFESIONAL Etos kerja akan menjadi kunci di dalam keberhasilan jalannya suatu organisasi atau lembaga, indikatornya dapat dilihat dalam bentuk tampilan perilaku dan budaya kerja anggota atau warganya. Etos kerja memiliki peranan yang sangat penting mengingat sumberdaya manusia sebagai aset yang sangat penting dalam sebuah instusi dan menjadi aset yang paling utama (primer) untuk dikembangkan. Sedangkan aset-aset lainnya bersifat sekunder. Menurut J.H Sinamo, 2005 dalam Buku 8 Etos Kerja Profesional: etos kerja adalah elemen sukses paling primer. Ibarat pohon, etos kerja adalah akarnya, pengetahuan adalah batangnya, keterampilan organisasional adalah daun dan rantingnya, sedangkan uang dan barang-barang material adalah buahnya. Akan tetapi jika sebuah institusi menginginkan sebuah keberhasilan yang optimal tidak hanya cukup dengan etos kerja saja. Disamping etos kerja, untuk kesuksesan atau keberhasilan sebuah institusi juga harus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan organisasional berkembang secara proporsional. Selain itu, etos kerja yang baik harus pula diimbangi dengan pengetahuan ekonomi dan keterampilan manajerial URGENSI ETOS KERJA PROFESIONAL Apa yang dibayangkan jika gedung berlantai 8 dengan struktur pondasi hanya dengan 3 lantai. Tentunya akan roboh. Apa yang terjadi, jika perusahaan mematok kinerja dan target produksi dengan sangat tinggi, sementara pondasi moral dan etos kerja tidak dibangun dengan kuat. Mereka akan bekerja dengan baik selama ada supervisi, kecukupan gaji dan pujian. Kerja sangat dipengaruhi oleh mental dan faktor eksternalitas. Namun untuk sukses jangka panjang, hakiki dan diri sendiri mengandalkan struktur pondasi yang kuat. Pondasi itu adalah keyakinan, prinsip dan tanggung jawab. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-18

38 Jika kita memiliki pekerjaan yang berat, dan harus diselesaikan dengan memakan waktu yang lama, maka etos kerja sangat dibutuhkan. Jika karya besar ingin selesai, jika pekerjaan yang berkualitas akan selalu menghasilkan produk yang memenuhi standar, jika kita ingin mendapatkan suasana kerja tanpa supervisi, jika orang bekerja tidak melihat lagi imbalan sebagai alat motivatsi utama, maka kita semakin membutuhkan kekuatan etos kerja yang bersumber dari akhlak mulia. Pada prinsipnya orang akan senang menolong orang yang kesusahan. Sebaliknya, karena kesusahan dan ujian bukan pilihan dan keinginan, siapapun orangnya akan senang jika ada yang menolong. Bekerja untuk kebutuhan diri maupun karena orang lain sangat dipengaruhi oleh suasana emosi, nilai dan keyakinan seseorang. Itulah etos yang sangat dibutuhkan dalam bekerja agar lebih konsisten LANGKAH-LANGKAH DALAM MEMBANGUN ETOS KERJA Suatu individu atau kelompok agar memiliki etos kerja yang baik dimulai dari cara pandangnya terhadap kerja itu sendiri. Cara pandang yang positif terhadap kerja adalah langkah awal dalam membentuk etos kerja yang baik. Berikut adalah beberapa cara pandang positif terhadap kerja: 1. Mempunyai penilaian yang positif terhadap hasil kerja manusia 2. Menempatkan kerja sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia 3. Merasakan kerja sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia 4. Menghayati kerja sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus saran yang penting dalam mewujudkan cita-cita. 5. Melakukan kerja sebagai bentuk ibadah. Seseorang bersikap yang baik terhadap kerja dan hasilnya akan bergairah dalam menjalankan tugasnya dan memudahkannya untuk membangun keyakinan bahwa kerja itu adalah bagian dari ibadahnya. Etos kerja yang baik harus sesuai dengan jati diri seseorang. Jangan pernah berpikir dapat meniru seratus persen etos kerja orang lain. Seseorang secara tulus harus menilai dirinya serta menggali potensi dan nilai-nilai positif yang ada dalam dirinya. Etos kerja pribadi harus berdiri tegak di atas keyakinan yang kuat pada nilainilai yang ada diri seseorang, kemudian ditumbuh kembangkan dengan cara Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-19

39 berpikir, bertindak, kebiasaan dan lingkungan yang kondusif. Jangan pernah sekalipun bekerja karena terpaksa, sebab etos kerja yang baik tidak mungkin lahir dari keterpaksaan. Etos kerja yang baik justru akan lahir dari pribadi-pribadi yang menilai dirinya unik, spesial dan memiliki kualitas tinggi. Membangun etos kerja juga membutuhkan ketulusan dari lubuk hati dalam membiasakan diri dengan cara berpikir dan bertindak yang positif untuk memberikan kerja terbaik bagi semua pihak tanpa terkecuali. Semua pihak seyogjanya merasa aman, nyaman dan bahagia dengan kerja yang diberikan. Untuk itu diperlukan stimulus yang terus menerus, baik berupa teladan dari pihak lain, mengikuti pelatihan yang relevan maupun pencarian wawasan dan pengetahuan, agar benihbenih etos kerja yang ada semakin berkembang. Langkah selanjutnya adalah membiasakan diri untuk berperilaku positif secara terus menerus. Beberapa perilaku positif yang berkaitan dengan kerja diantaranya adalah: Pertama, bekerja dengan cara yang terbaik atau tidak asal-asalan. Selalu berupaya memberikan yang terbaik dan menganggap serius setiap pekerjaan. Kedua, melakukan manajemen kerja secara baik. Semua pekerjaan diawali dengan perencanaan yang baik dan jelas tahapannya, serta implementasi yang selalu fokus pada targetnya. Ketiga, memanfaatkan setiap peluang yang ada. Peluang tidak pernah datang dua kali, karenanya setiap peluang yang ada harus dapat digunakan sebaik mungkin. Peluang yang terlewat umumnya jarang sekali muncul kembali. Keempat, tidak pernah menunda pekerjaan. Pekerjaan yang tertunda akan menumpuk dan pada akhirnya akan mengganggu pekerjaan yang lain, bahkan menggagalkan pencapaian tujuan yang lebih besar. Pekerjaan seharusnya dikerjakan sampai tuntas dan berkualitas. Kelima, siap bekerja sama dengan orang lain. Kesuksesan itu tidak mungkin dicapai sendirian tanpa melibatkan orang lain. Hakikat kesukesesan adalah kesuksesan bersama, bukan yang kesuksesan satu orang yang mendatangkan kerugian dan kesengsaraan pada orang lain. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-20

40 Keenam, mensyukuri apa yang dihasilkan dari pekerjaan. Syukur tidak sama dengan berpuas diri. Syukur berarti berbesar hati menerima hasil dengan tidak mengurangi evaluasi yang obyektif atas hasil yang dicapai, serta menjadikan hasil yang dicapai tersebut sebagai pendorong untuk bekerja lebih tepat agar memperoleh hasil yang lebih baik HAMBATAN DAN SOLUSINYA Mochtar Lubis dalam bukunya Manusia Indonesia, mengungkapkan adanya karakteristik negatif tertentu yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Karateristik negatif tersebut dapat menjadi penghambat dalam membangun etos kerja yang baik, yaitu: munafik, tidak bertanggung jawab, feodal, percaya pada takhyul dan lemah wataknya. Hal senada juga banyak diungkapkan oleh para pemikir tentang karateristik negatif tersebut, misalnya bangsa Indonesia dianggap senang dengan budaya instant dan loyo. Penulis yang lain berpendapat beberapa ciri yang dapat menjadi penghambat bagi bangsa Indonesia untuk memiliki etos kerja yang baik adalah: mudah percaya pada takhyul, alon-alon asal kelakon yang menjurus pada kemalasan, kelambanan dan tidak gigih, sikap gampangan dan menganggap enteng permasalahan, nrimo yang tidak pada tempatnya dan akhirnya menjadi fatalis, serta beranggapan bahwa kerja kasar itu adalah pekerjaan yang hina. Solusi terhadap hal ini adalah suatu usaha perubahan secara menyeluruh terhadap ciri-ciri tersebut. Usaha yang paling efektif adalah melalui jalan pembentukan iman dan takwa sesuai agama masing-masing. Setiap agama pasti mengajarkan dan menuntut setiap pemeluknya untuk memiliki etos kerja yang positif. Selain hal tersebut, juga diperlukan teladan yang baik dari para pemimpin, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, organisasi maupun sampai kepada tingkat negara. Keteladanan yang baik akan memberikan dampak yang sangat besar bagi anggota masyarakat. Keteladanan jauh lebih besar pengaruhnya ketimbang berbagai pidato, instruksi, anjuran atau perintah. Setiap anggota masyarakat atau Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-21

41 organisasi tidak akan merasa sia-sia dalam melaksanakan etos kerja positif, bila pimpinannya selalu mencontohkan hal seperti itu. Terakhir adalah kondisi yang kondusif yang mendorong setiap anggota masyarakat atau organisasi untuk terbiasa memiliki etos kerja yang baik. Semakin baik etos kerjanya, akan semakin besar pula penghargaan yang akan diterima. Kondisi dimana kerja atau tidak kerja penghargaan atau penghasilan sama saja tentu akan kontra produktif dengan upaya pembentukan etos kerja yang baik MEMBANGUN ETOS KERJA : BEKERJA SEMPURNA Membangun pemahaman untuk merubah keyakinan dan prinsip akan menguatkan nilai-nilai bekerja. Membangun nilai-nilai atau etos dalam bekerja akan membuat kekokohan seseorang dalam bekerja. Kebersamaan dalam bekerja dapat membangun semangat bekerja. Lihat alur tersebut dalam kegiatan yang lebih operasional dalam tabel berikut : Tabel 2.2 : Membangun Pemahaman Untuk Etos Dan Kesempurnaan Kerja Pemahaman Kerja Banyak membaca dan belajar yang berhubungan dengan pekerjaan. Menemukan jawaban mengapa pekerjaan dilakukan penting?. yang Mulai mencari tahu bagaimana untung ruginya dan caracara meningkatkan kualitas pekerjaan. Keyakinan, Prinsip dan Nilai Kerja Dengan bertambahnya wawasan dan mendalamnya pemahaman, maka akan menguatkan keyakinan dan menumbuhkan nilainilai kerja yang kita lakukan. Banyak merenung, apa hubungannya kerja yang dilakukan dengan perintah Tuhan Allah SWT, kemanfaatan diri, masyarakat dan. Etos Kerja Mencari tahu hakekat kerja, modus kerja, alasan kerja. Renungkan keuntungan melakukan kerja dan kebaikan-kebaikan dari efek bekerja. Bekerja Sempurna Buatlah perencanaan kerja dan target kerja Temukan & penuhi kebutuhan pelanggan dalam bekerja. Buatlah sistem sosial dalam bekerja: saling menasihati, mengingatkan dan membantu. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-22

42 Gambar 2.7 : Proses Membangun Etos Kerja BEBERAPA ETOS ORANG BEKERJA Jika rumah membutuhkan pondasi, maka kerja membutuhkan etos. Berikut ini delapan alasan orang bekerja menurut Sinamo (2005) : Tabel 2.3. Etos Orang Bekerja No ETOS KERJA PERFORMANCE KINERJA 1 Kerja adalah rahmat, Penuh syukur 2 Kerja adalah amanah Penuh tanggung jawab 3 Kerja adalah panggilan Penuh integritas 4 Kerja adalah aktualisasi Penuh semangat 5 Kerja adalah ibadah Penuh kecintaan 6 Kerja adalah seni Penuh kreativitas 7 Kerja adalah kehormatan Penuh keunggulan 8 Kerja adalah pelayanan Kerendahan hati Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-23

43 BENCHMARKING: ETOS KERJA NEGARA LAIN Kualitas kerja pribadi dipengaruhi oleh nilai-nilai pribadi. Semakin besar jumlah orang yang akan diubah, maka semakin besar kekuatan yang dibutuhkan. Berikut ini kajian etos kerja dari beberapa negara yang dipersepsikan banyak orang sebagai negara produktif dan maju dengan karya-karyanya. Tabel 2.4. Etos Kerja Negara Negara Maju Dan Produktif Korea Selatan Jerman Jepang Kerja keras Disiplin Berhemat Menabung Mengutamakan pendidikan Bertindak Rasional Berdisiplin Tinggi Bekerja Keras Berorientasi Sukses Material Tidak Mengumbar Kesenangan Hemat dan Bersahaja Menabung dan Berinvestasi Bersikap Benar dan Bertanggungjawab Berani dan Kesatria Murah Hati dan Mencintai Bersikap Santun dan Hormat Bersikap Tulus dan Sungguh-sungguh Menjaga Martabat dan Kehormatan Mengabdi dan Loyal Diolah dari berbagai sumber 2.5. TINJAUAN TEORITIS TERKAIT REFORMASI BIROKRASI Mengapa harus dilakukan reformasi pada birokrasi? Pertanyaan ini menjadi teramat penting untuk dilontarkan, karena pada mulanya implementasi konsep birokrasi yang diperkenalkan Max Weber pada organisasi yang memiliki rentang kendali luas dan rumit, adalah sebuah jawaban yang tepat. Dikatakan demikian, karena teori ini dibangun untuk menghasilkan tingkat efisiensi dan efektifitas terbaik bagi organisasi. Hal ini dikukuhkan dengan penilaian Silverman dalam bukunya, The Theory of Organizations yang menyatakan bahwa birokrasi merupakan tipe organisasi paling efisien. Bahkan, Joyce Warham dalam An Open Case menyebutkan bahwa birokrasi model Weber mempunyai tipe ideal yang sama Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-24

44 seperti tipe ideal profesionalisme. Weber mendeskripsikan sejumlah karakteristik birokrasi seperti berikut : 1. Terdapat pembagian kerja yang jelas dan terperinci. 2. Berpedoman pada prinsip hierarki, yang dapat diartikan bahwa jabatan yang lebih rendah berada dalam kontrol dan pengawasan jabatan yang lebih tinggi. 3. Menjalankan sebuah sistem yang konsisten dan terdiri atas aturan-aturan. 4. Setiap pegawai, melaksanakan tugasnya dalam semangat dan hubungan yang formal-impersonal. 5. Rekrutmen pegawai didasarkan pada kualifikasi teknis, yang kemudian diberi remunerasi berdasarkan tingkatan kepangkatan, kemampuan serta keahlian. Secara teori, birokrasi memang diarahkan untuk membentuk sebuah proses rutinitas less-dinamis (administrasi khususnya), namun proses yang dibentuk dalam sebuah birokrasi bukan semata rutinitas buta belaka. Seperti telah disebutkan diatas, birokrasi disokong oleh nilai-nilai profesionalisme, spesialisasi, produktifitas, kontrol yang ketat melalui sistem yang baku dan hierarkis serta mendukung semangat impersonality. Kini, pengertian birokrasi lebih bernada negatif, seperti terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Des. 2008), yang didefinisikan sebagai : 1. Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. 2. Cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan (adat dan sebagainya) yang banyak liku-likunya dan sebagainya. Serupa dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Merriam-Webster (Des. 2008), mendefinisikan birokrasi, sebagai : 1. a : a body of non-elective government officials. b : an administrative policy-making group. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-25

45 2. government characterized by specialization of functions, adherence to fixed rules, and a hierarchy of authority. 3. a system of administration marked by officialism, red tape (official routine or procedure marked by excessive complexity which results in delay or inaction), and proliferation. Merujuk kedua referensi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian birokrasi disini bersumber dari interpretasi teori dan premis general implementasi riilnya. Artinya bahwa, kesalahan umum selama ini dari birokrasi telah terjadi sejak tahap interpretasi dan implementasi konsep Weber yang bersifat parsial, irresponsifpasif terhadap perubahan (stiff-inward looking), process oriented/minded namun terbuka bagi interfensi politik. Sebenarnya, kegagalan konsep birokrasi ini telah diantisipasi oleh Weber sendiri, apabila hal-hal berikut kurang mendapatkan perhatian yang semestinya, yaitu : 1. Wewenang hierarki vertikal terlalu dominan dan tidak sesuai aturan yang ditetapkan, sehingga mengabaikan fungsi kewenangan sub-ordinat dibawahnya. Hal ini dapat memicu conflict of competence, apalagi bila terdapat keputusan yang dipaksakan untuk ditetapkan, sehingga terkesan lebih penting daripada manfaatnya. 2. Spesialisasi tidak didukung dengan kompetensi yang memadai serta tidak didahului dengan analisa jabatan dan beban kerja yang tepat, apalagi tidak dilakukan evaluasi pada keduanya secara berkala. 3. Adanya tempat bagi interfensi politis, nepotisme, korupsi maupun kondisi lainnya yang bertentangan dengan prinsip impersonal sehingga menyebabkan terganggunya sistem baik secara partial maupun holistik. 4. Last but not least, terdapat birokrat penentu kebijakan yang resistan terhadap prinsip profesionalisme, sehingga menghindari prinsip transparansiakuntabilitas. Apapun bentuk dan implementasinya, birokrasi dapat diartikan secara bebas sebagai suatu konsep organisasi yang diadopsi negara dalam menjalankan roda Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-26

46 pemerintahannya. Birokrasi sendiri adalah sebuah bentuk organisasi yang memerlukan partisipasi aktif segenap stakeholder, bukan one man show. Sedangkan organisasi baik besar maupun kecil merupakan seperangkat interdependensi yang saling erat terkait dan dibatasi sekat-sekat imajiner bertitel fungsi, tugas, wewenang dan tanggung jawab. Secara dinamis, tiap sub-organisasi dan tiap individu dalam organisasi berinteraksi dan menumbuhkan interrelasi, yang saling mempengaruhi, baik nilai, sikap maupun perilaku, yang membentuk pulaupulau budaya. Karenanya, implementasi teori Weber akan menyesuaikan kondisi internal negara dan masyarakatnya serta nilai-nilai budaya yang dijunjungnya. Sudah barang tentu, interpretasi dan implementasi akan birokrasi itu sendiri akan berbeda-beda pada tiap negara. Namun satu hal yang pasti, birokrasi yang dibentuk selalu mengacu pada sebuah backbone nilai/aturan dan cita-cita yang disepakati bersama oleh para founding fathers. Para Weberian umumnya sepaham bahwa implementasi birokrasi terbaik adalah birokrasi yang dibangun dari backbone tersebut yang kemudian disarikan dalam suatu cita-cita serta visi-misi. Mengacu pada visi-misi itulah, sebuah peta strategi holistik berikut sasarannya yang lebih spesifik dibentuk. Profesionalitas dari sebuah organisasi dapat dilihat dari peta strategi dan sasaran yang dibuat, umumnya mengadopsi kriteria SMART (Specific, Measureable, Attainable/Achievable, Realistic/ Reasonable and Timely/Time Related). Oleh karenanya, penting bagi sebuah organisasi, terutama birokrasi, untuk memiliki Key Performance Indicator (KPI) sebagai tolok ukur pencapaian sasaran yang telah dibuat selain dari Standard Operational Procedures (SOP) sebagai rambu/pedoman berkegiatan dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) sebagai output/outcome standar yang mesti dipenuhi. Bila kita flashback sejenak, teori birokrasi Weber dibangun untuk mengupayakan nilai tertinggi efisiensi dan efektifitas sebuah organisasi. Oleh karena itu, sebuah birokrasi seharusnya berorientasi pada hasil daripada proses (result oriented rather than process minded) dengan mengadopsi sistem manajemen berbasis kinerja terkait dengan visi-misi yang disepakati secara holistik. Adapun Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-27

47 dalam perjalanannya, perubahan merupakan hal yang patut dipertimbangkan untuk dilakukan agar mampu aktif merespon dan adaptif terhadap perkembangan jaman bukan hanya pada perkembangan politik. Menjawab pertanyaan di atas, mengapa harus dilakukan reformasi pada birokrasi?, karena hingga saat ini tidak terjadi evolusi birokrasi yang berarti dan signifikan untuk merespon segala perubahan yang terjadi (outward looking). Lalu, apa saja yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam tubuh birokrasi guna mempercepat evolusi birokrasi tersebut? Yang pertama dan utama, seperti telah disebutkan di atas adalah resosialisasi atas cita-cita dan penjabarannya. Tanpa adanya kesepakatan dalam cita-cita, visi-misi, tujuan (goals), maka sebuah organisasi layak dipertanyakan keberadaannya. Berangkat dari sanalah baru struktur organisasi yang ada dapat direformasi atau bahkan ditransformasikan, agar mampu mengakomodasi segala kegiatan dalam meniti cita-citanya. Proses yang dikenal dengan istilah reinventing organization ini, riilnya mencakup penyegaran, pembaharuan maupun penataan ulang yang berawal dari cita-cita hingga struktur organisasi sebagaimana disebutkan diatas. Kementerian Keuangan mengklaim telah memulai proses ini sejak tahun 2002 ( dengan melakukan revitalisasi organisasi yang mencakup pemisahan, penggabungan, penajaman fungsi serta modernisasi di segenap lini organisasinya. Hal ini diarahkan untuk menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan yang berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat dengan berorientasi pada aspirasi publik. Reorganisasi Kementerian Keuangan dikelola sedemikian rupa hingga menyentuh level sub-organisasi terendah, sehingga tidak lagi bersifat massive serta dikondisikan untuk dapat self reinventing sesuai dengan kebutuhan. Hal inilah yang akan mendukung terjadinya proses alam secara natural, yaitu evolusi organisasi penataan organisasi secara berkesinambungan, adaptif terhadap perubahan dan menjadikan birokrasi lebih peka terhadap tuntutan publik serta menghasilkan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-28

48 kebijakan dan layanan yang adil-rasional. Memang, secara logis teori ini telah memenuhi semangat reformasi, namun bila implementasinya tidak segarang teorinya, maka sejarah akan kembali berulang. Kementerian Perhubungan sendiri dengan visi-misi serta fungsi yang diembannya selaku perpanjangan tangan eksekutif di bidang transportasi, juga telah memutuskan untuk meniti jalan ini. Hal ini mulai terlihat dari terbitnya 3 (tiga) Undang-undang baru dan 1 (satu) Rancangan Undang-Undang sebagai salah satu langkah reinventing organization, yaitu Undang-undang no. 23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-undang no. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Undangundang Penerbangan no. 1 tahun 2009 dan Rancangan Undang-undang tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pengganti Undang-undang no. 14 tahun Dengan makin sempurnanya undang-undang yang berkaitan dengan transportasi, organisasi Kementerian Perhubungan dituntut untuk mampu mengawal undang-undang tersebut. Banyak dari materi undang-undang maupun rancangan undang-undang diatas yang mensyaratkan penyempurnaan bahkan perubahan struktur organisasi Kementerian Perhubungan, seperti contohnya penguatan disisi keamanan penerbangan sehingga sesuai dengan ketentuan internasional secara luas, begitu pula dengan adanya perubahan paradigma otoritas di pelabuhan. Adapun langkah kedua yang patut ditempuh meliputi penguatan sistem termasuk didalamnya aturan-aturan dan penggunaan teknologi seperti teknologi informasi dan perbaikan pada proses pengelolaan input secara holistik. Namun jika langkah tersebut tidak dilakukan secara sistemik dan penuh konsistensi, maka konsep yang telah dibuat di atas hanya akan dikenang sebagai macan kertas belaka. Implementasi riil langkah kedua ini ditandai dengan dibuatnya rencanarencana bertahap, berikut dengan standard operational procedures beserta standar pelayanan minimum serta key performance indicator-nya. Guidances inilah yang menjadi pedoman bagi segenap personil pegawai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, penting pada langkah ini untuk membangun sebuah sistem yang mampu berdiri Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-29

49 secara independen, transparan, akuntabel, adaptif-responsif terhadap perubahan (dinamis), self assessable self reinvent, rinci-detail, simple, result-process oriented secara berimbang secara holistik-komprehensif dengan menggunakan strategi yang tepat dalam mencapai tujuan (goals) yang telah ditetapkan. Pembinaan dan pengawasan berkala yang mendetail mutlak diperlukan pada awal implementasi reformasi birokrasi. Pengawalan ini dimaksudkan agar setiap detail perubahan beserta efek yang ditimbulkannya terpantau serta terdokumentasi dengan baik, sehingga perbaikan yang datang dari feedback sisi pembinaan dan pengawasan tepat guna. Akan lebih sempurna lagi bila pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan dari beberapa sudut pandang yang berbeda, baik datang dari internal maupun eksternal birokrasi. Rentang waktu pengawasan, selanjutnya dapat di ekstensifkan sejalan dengan kokohnya sistem dan budaya yang terbentuk dan disesuaikan dengan kebutuhan maupun fokus yang diprioritaskan. Humanware atau Sumber Daya Manusia (SDM) memegang peranan yang sangat crucial bagi suksesnya pelaksanaan birokrasi maupun change management terhadapnya. Ini adalah poin ketiga yang menjadi kunci mulusnya implementasi perubahan bentuk birokrasi, baik berupa evolusi, reformasi atau transformasi birokrasi. Bagaimana tidak, mulai dari perencanaan hingga review atas pelaksanaan seluruh kegiatan yang telah direncanakan pada sebuah organisasi, tak lepas dari peran serta pegawai (SDM). Bagi birokrasi baru, pembangunan budaya kerja berorganisasi relatif mudah dilakukan. Namun bagi birokrasi yang telah lama berdiri, diperlukan Change Management yang kokoh untuk menghadapi resistansi yang pasti ada, sebab bukan hal yang mudah untuk mengubah sebuah budaya yang telah lama terbina. Chin dan Bennis, dalam bukunya The Planning of Change, mengemukakan beberapa strategi pendekatan yang dapat digunakan untuk menyentuh mind-set maupun cultural behavior setiap personil pegawai, seperti : 1. Pendekatan Edukatif/Empiris-Rasional, dimana dalam proses perubahan didahului dengan memberikan pembelajaran akan pentingnya sebuah perubahan melalui informasi empiris secara logis. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-30

50 2. Pendekatan Normatif-Persuasif, dimana dalam proses perubahan didahului dengan melakukan pendidikan ulang pada norma maupun nilai akan perlunya sebuah perubahan dengan metode persuasif. 3. Pendekatan Power-Coersif, dilakukan dengan sebuah asumsi yang kuat akan loyalitas tiap pegawai pada institusi birokrasinya. Pendekatan tersebut diatas dapat pula dikombinasikan sesuai dengan budaya kerja, tingkat intelegensia dan emosional-psikologis pegawai. Pelaksanaan change management ini haruslah selalu mengacu pada ide dasar/visimisi yang ditetapkan dan strategi maupun sasaran yang telah direncanakan, sementara dinamika dalam proses implementasi hasil reformasi/transformasi pada birokrasi, wajib mendapat perhatian yang tak sekedarnya. Ini menjadi persyaratan utama bagi sebuah birokrasi untuk tetap survive bahkan mampu tumbuh berkembang dan berkompetisi dibawah tekanan lingkungan eksternal yang menuntut organisasi untuk moderat dan borderless. Perlu pula ditanamkan secara mendasar, bahwa kelangsungan hidup sebuah organisasi dalam hal ini birokrasi sangatlah dipengaruhi dan pasti akan mempengaruhi lingkungan yang melingkupinya di segala dimensi. Umumnya pengelolaan pegawai dalam tubuh birokrasi hanya identik dengan urusan administratif saja, seperti pengangkatan, kepangkatan berikut penggajian pegawai, mutasi, pemberhentian dan pensiun serta tata usaha kepegawaian. Hal ini mengesankan bahwa sisi perencanaan dan pengembangan pegawai tidak menjadi prioritas organisasi. Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), selaku Badan yang mengelola dan membina seluruh pegawai aparatur birokrasi di Indonesia, telah menyusun sebuah bentuk reformasi birokrasi di bidang Kepegawaian secara Nasional pada tahun 2008 ini. Secara formal, bentuk kebijakan ini tertuang dalam sebuah Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, nomor PER/15M.PAN/7/2008 tentang Kebijakan Reformasi Birokrasi dengan visi, terciptanya good governance pada tahun Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-31

51 Untuk mencapai visi tersebut, perlu diupayakan untuk terlebih dahulu untuk mewujudkan sebuah sistem manajemen SDM aparatur profesional, bermoral tinggi serta sejahtera dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Komitmen ini akan dikawal dan diimplementasikan sedemikian rupa secara konsisten untuk mencapai sasaran umum yang telah ditetapkan, yaitu mengubah pola pikir (mind-set), budaya kerja (cultural behavior) dan sistem manajemen pemerintahan. Sasaran ini dibidikan lagi secara spesifik, yaitu dengan membentuk : 1. Kelembagaan yang tepat fungsi dan ukuran. 2. Budaya organisasi dengan integritas dan kinerja tinggi. 3. Ketatalaksanaan dengan sistem, proses dan prosedur yang jelas, terukur sesuai prinsip-prinsip governance. 4. Regulasi-deregulasi yang tertib, tanpa tumpang tinding serta kondusif. 5. Sumber daya manusia yang berintegritas, kompeten, profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera. Seperti halnya konsep-konsep manajemen SDM terdahulu, sasaran tersebut diatas bukanlah bahasan yang baru. Tapi semangat yang melingkupinya merupakan bahasa organisasi modern yang harus mendapat dukungan dan atensi yang tak seadanya. Konsep perbaikan di sisi sumber daya manusia pada tubuh birokrasi negeri ini telah lama didambakan oleh masyarakat, pelaku bisnis maupun birokrat itu sendiri sebagai 3 (tiga) pilar birokrasi. Karena pada pundak para birokratlah, diharapkan segala bentuk perbaikan terlaksana, segala peraturan dipatuhi sehingga tercapai pelayanan publik pemerintahan yang bersih efektif, efisien, profesional dan adil. Untuk itu, kelima fokus sasaran diatas harus dibentuk dan diimplementasikan secara simultan, berkelanjutan dan konsisten sebagai satu kesatuan yang utuh. MenPAN sendiri telah melakukan penjabaran pada sasaran-sasaran ini menjadi program-program yang cukup detail dan relatif dapat dengan mudah diimplementasikan. Jabaran atas program-program ini pernah dipresentasikan Deputi MenPAN bidang Sumber Daya Manusia Aparatur, dalam sebuah rapat Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-32

52 koordinasi sektoral yang dilaksanakan di Jakarta, bulan November 2008 lalu. Sebagian konsep ini agaknya telah diadopsi Departemen Keuangan jauh-jauh hari, hingga masuk dalam program Reformasi Birokrasinya, seperti : 1. Pengintegrasian Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian; 2. Penyusunan pedoman dan penetapan Pola Mutasi; 3. Pembangunan Assessment Center; 4. Penyusunan pedoman Rekrutmen; 5. Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kesemuanya dibarengi dengan perbaikan remunerasi berbasis kinerja, sehingga meningkatkan motivasi personilnya secara langsung. Memang, perubahan tersebut memerlukan waktu yang tidak singkat, namun kinerja personilnya dapat terukur dan terpantau dengan mudah. Peningkatan kinerja personil tentunya berbanding lurus dengan peningkatan kinerja sub sistem birokrasi bahkan birokrasi secara utuh. Lebih dalam lagi reformasi birokrasi diharapkan dapat menyentuh sisi psikoreligius-kultural setiap SDM dalam Organisasi Pemerintahan, baik para birokrat karier maupun political appointees, sehingga dapat menjiwai perannya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara yang bertanggung jawab, bijak, efektif, efisien, adil, dan santun dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung maupun tidak langsung. Ketika ketiga langkah diatas telah benar-benar terlaksana dengan baik secara holistik-komprehensif, maka penyelenggaraan clean government sebagai basis menuju good governance dan masyarakat madani, bukanlah hanya menjadi cita-cita semata. Sejalan dengan itu, setiap warga negara dan masyarakat termasuk didalamnya para praktisi ekonomi pun diharapkan lebih menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa sinergi dari 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu penyelenggara pemerintahan, pelaku ekonomi dan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-33

53 masyarakat, maka perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama dalam bernegara akan gamang terdistorsi TINJAUAN TEORITIS TERKAIT BUDAYA ORGANISASI PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari tidak terlepas dari ikatan budaya yang diciptakan. Ikatan budaya tercipta oleh masyarakat yang bersangkutan, baik dalam keluarga, organisasi, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivit asorganisasi secara keseluruhan. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli : a) Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. b) Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. c) Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. d) Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-34

54 kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi. e) Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya organisasi adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi SUMBER-SUMBER BUDAYA ORGANISASI Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264), budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Pengaruh umum yang luas mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi. 2. Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat. Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan. 3. Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi. Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi FUNGSI BUDAYA ORGANISASI Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut : a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-35

55 d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan CIRI-CIRI BUDAYA ORGANISASI Menurut Robbins (1996:289), ada 7 ciri-ciri budaya organisasi adalah: 1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. 2. Perhatian terhadap detail. Sejauh mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian terhadap detail. 3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut. 4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam organisasi itu. 5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan disekitar tim-tim, bukannya pada individu. 6. Keagresifan. Berkaitan dengan agresivitas karyawan. 7. Kemantapan. Organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik. Dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins, 1996 : 289) TIPOLOGI BUDAYA Menurut Sonnenfeld dari Universitas Emory (Robbins, 1996 : ), ada empat tipe budaya organisasi : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-36

56 1. Akademi Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat, teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah. 2. Kelab Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim. 3. Tim Bisbol Perusahaan berorientasi bagi para pengambil resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan cenderung untuk mencariorang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman, perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan besar bagi mereka yang sangat berprestasi. 4. Benteng Perusahaan condong untuk mempertahankan budaya yang sudah baik. Menurut Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena perusahaan berada dalam masa peralihan TINJAUAN TEORITIS TERKAIT KOMPETENSI PENGERTIAN KOMPETENSI Istilah 'competencies, 'competence' dan 'competent' yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai kompetensi, kecakapan dan keberdayaan merujuk pada keadaan atau kualitas mampu dan sesuai. Kamus bahasa Inggris menjelaskan kata 'competence' sebagai keadaan yang sesuai, memadai, atau cocok. Definisi Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-37

57 kompetensi di tempat kerja merujuk pada pengertian kecocokan seseorang dengan pekerjaannya. Namun dalam konteks pekerjaan, kompetensi memiliki dua makna yang berbeda, tergantung kerangka referensi organisasinya. Ada dua istilah yang muncul dari dua aliran pemikiran yang berbeda tentang konsep kesesuaian dalam pekerjaan. Istilah tersebut adalah: 1. Competency (kompetensi), yaitu deskripsi mengenai perilaku, dan 2. Competence (kecakapan) yang merupakan deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Walau ada perbedaan arti, kedua istilah tersebut diterima secara umum, namun penggunaannya masih sering dipertukarkan, yang menyebabkan setiap orang memiliki pengertian yang berbeda-beda. Banyak juga orang yang bertanyatanya apakah ada perbedaan di antara kedua istilah tersebut? Umumnya orang yang menggunakan istilah kompetensi dan sejenisnya menciptakan pengertian sendiri sesuai kepentingannya. Komentar Ronald Zamkee mengenai istilah tersebut pada tahun 1982 masih sahih hingga kini: 'Kompetensi, competence, model kompetensi dan pelatihan berbasis kompetensi merupakan kata yang bisa diartikan beragam, mengikuti pendefinisinya. Perbedaan makna tersebut bukan berasal dari kebodohan atau ketamakan pasar, tapi dari beberapa prosedur mendasar dan perbedaan filosofis di antara mereka yang berlomba untuk mendefinisikan dan membentuk konsep tersebut dan menetapkan model bagi kita yang akan menggunakan kompetensi dalam upaya sehari-hari. Kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Kompetensi juga dapat didefinisikan sebagai karakteristik dasar manusia yang dari bukti-bukti pengalaman nyata ditemukan mempengaruhi atau dapat dipergunakan untuk memperkirakan performance di tempat kerja atau kemampuan mengatasi persoalan pada situasi tertentu Spencer & Spencer (1993:7). Menurut kamus umum bahasa Indonesia (Poerwadarminta: 1991 :518), kompetensi berarti kewenangan kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-38

58 suatu hal, berupa kemampuan, kecakapan. Berbicara mengenai kompetensi SDM dalam arti sempit, tidaklah dapat dilepaskan dari persyaratan pekerjaan yang ada. Artinya, organisasi haruslah mengetahui terlebih dahulu bagaimana pekerjaan itu harus dilaksanakan dan membutuhkan kompetensi apa dari para pelaksana pekerjaannya. Kompetensi ini bisa meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku karyawan. Dalam arti luas, kompetensi ini akan terkait dengan strategi organisasi dan pengertian kompetensi ini dapatlah kita padukan dengan soft skill, hard skill, social skill, dan mental skill. Hard skill mencerminkan pengetahuan dan keterampilan fisik SDM, soft skill menunjukkan intuisi, kepekaan SDM, social skill menunjukkan keterampilan dalam hubungan sosial SDM, mental skill menunjukkan ketahanan mental SDM. Menurut definisi ini, kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan, bukan apa yang mungkin mereka lakukan. Kompetensi ditemukan pada orang-orang yang diklasifikasikan sebagai berkinerja unggul atau efektif. Yang dimaksud kinerja unggul adalah kinerja di atas rata-rata. Biasanya mereka adalah sepuluh persen karyawan terbaik. Sebagai contoh, seorang wiraniaga yang berorientasi prestasi menetapkan sasaran yang sangat menantang, dan berhasil mencapainya. Hasil yang dicapainya tersebut memberi keuntungan bagi wiraniaga tersebut maupun organisasi. Sebuah contoh lain, kompetensi hubungan antar pribadi (interpersonal) ditunjukkan melalui seberapa efektif seseorang bergaul dengan karyawan (anggota tim) lain di tempat kerja. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk menggunakan karakteristik karyawan berkinerja unggul sebagai patokan untuk menyeleksi dan mengembangkan karyawan. Apabila kita mengetahui karakteristik yang dapat membuat karyawan berkinerja unggul, maka kita dapat membuat keputusan yang lebih baik pada saat mempekerjakan dan menempatkan karyawan. Konsep kompetensi berawal dari artikel David McClelland yang menggegerkan, Testing for Competence Rather than Intelligence. Artikel tersebut Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-39

59 meluncurkan gerakan kompetensi dalam psikologi industrial. Dia menyimpulkan, berdasarkan kajian hasil penelitian, bahwa tes kecakapan akademis tradisional dan tes pengetahuan isi, serta nilai dan ijazah sekolah yang selama ini diberikan : 1. Tidak dapat memprediksi keberhasilan di pekerjaan/kehidupan dan, 2. Biasanya bias terhadap masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Kesimpulan ini membuat McClelland bertanya-tanya, apabila bukan kecerdasan, lalu apa yang dapat memprediksi keberhasilan di pekerjaan/ kehidupan? Maka ia mulai mencari metode penelitian untuk mengidentifikasi variabel kompetensi, yang bisa memprediksi kinerja karyawan dan tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ekonomi-sosial atau ras. la menggunakan sampel kriteria (criterion sample), sebuah metode yang membandingkan antara orang sukses dengan hal-hal yang berkaitan dengan kesuksesan. Karakteristik atau kompetensikompetensi ini, ketika muncul dan dipertunjukkan secara konsisten, mengarah pada kesuksesan hasil kerja. Hal ini pula menyebabkan beragamnya definisi kompetensi. Namun definisi yang layak diterima adalah berikut ini: 'Kompetensi dapat didefinisikan sebagai karakteristik dasar seseorang yang memiliki hubungan sebab akibat dengan kriteria referensi efektivitas dan/atau keunggulan dalam pekerjaan atau situasi tertentu. Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama. Setidaknya ada lima pengertian dalam definisi ini yang memerlukan pemahaman. Gambar berikut mendeskripsikan lima jenis karakteristik menggunakan model iceberg'. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-40

60 Gambar 2.7 : Model Iceberg Untuk Seorang Programmer TERLIHAT 1.Pengetahuan (knowledge): mempunyai sertifikat kursus komputer 2. Keahlian (skills): memakai Microsoft dalam pekerjaan seharihari TERSEMBUNYI 1. Nilai (values): keseimbangan antara pekerjaan & keluarga 2. Konsep Diri (Self Concept): mempunyai kepercayaan diri 3. Karakteristik pribadi (Traits): tenang 4. Motif (Motives): keinginan untuk men-capai keberhasilan Sumber : Competency Management, Palan, Jakarta, PPM, 2007, hal. 26. Lima jenis karakteristik kompetensi berdasarkan model iceberg : 1. Pengetahuan Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil pembelajaran, seperti pengetahuan seorang ahli bedah tentang anatomi manusia. 2. Keterampilan Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan, seperti keahlian ahli bedah untuk melakukan operasi. 3. Konsep diri dan nilai-nilai Konsep diri dan nilai-nilai merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang. Contohnya adalah kepercayaan diri, kepercayaan seseorang bahwa dia bisa berhasil dalam suatu situasi, seperti kepercayaan diri ahli bedah dalam melaksanakan operasi yang sulit. 4. Karakteristik pribadi Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap situasi atau informasi. Penglihatan yang baik merupakan karakteristik pribadi yang diperlukan ahli bedah, seperti juga pengendalian diri dan kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. 5. Motif Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis, atau dorongandorongan lain yang memicu tindakan. Contohnya, ahli bedah dengan orientasi Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-41

61 antar pribadi yang tinggi mengambil tanggung-jawab pribadi untuk bekerja sama dengan anggota lain dalam tim operasi. Motif dan karakteristik pribadi mungkin bisa disebut sebagai inisiator yang memprediksi apa yang akan dilakukan seseorang terhadap pekerjaan tanpa adanya supervisi yang intens KOMPETENSI DALAM MANAJEMEN SDM Di dalam perkembangan manajemen SDM, saat ini sedang ramai dibicarakan mengenai bagaimana mengelola SDM berbasis kompetensi. Hal ini didasarkan pada kompetensi yang merupakan konsep penting dan telah mendapat perhatian serius tidak saja di sektor bisnis tetapi juga pada scktor publik (administrasi negara). Penggunaan kompetensi sebagai dasar dalam manajemen SDM (competency-based human resource management) yang telah berkembang di sektor bisnis juga telah diadopsi, diadaptasikan dan akan terus dikembangkan di sektor publik. Hal tersebut tercermin dalam kebijakan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) yang antara lain menegaskan bahwa kompetensi merupakan pertimbangan penting dalam penataan PNS (Kompas, 21 Januari 2003). Manajemen SDM aparatur negara berbasis kompetensi mencakup semua aspek dalam manajemen SDM yang meliputi antara lain rekruitmen, seleksi, pengangkatan/ penempatan, pelatihan dan pengembangan (training and development -T&D). Berbeda dari kompetensi di sektor bisnis dimana di dalamnya mencakup dua lingkup (level of analysis) yaitu individu dan organisasi, konsep kompetensi pada sektor publik sementara lebih mengarah kompetensi untuk jabatan struktural, jabatan fungsional, maupun staf pelaksana. Dalam hubungan itu selanjutnya Spencer & Spencer (1993:9) mendefinisikan kompetensi sebagai: "...an underlying characteristic of an individual that is causally related to criterion referenced effective and/or superior performance in a job or situation". Kompetensi, dengan demikian merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang cukup dalam dan bersifat permanen. Kompetensi bukanlah kepemilikan kemampuan yang bersifat sementara, oleh karenanya selain merupakan suatu penyebab, ia juga dapat digunakan untuk memprediksi perilaku Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-42

62 seseorang dalam berbagai situasi dan tugas kerja. Demikian pula kompetensi secara aktual dapat memprediksikan kinerja seseorang, dapat menunjukkan siapa yang bekerja lebih baik dari pada yang lain berdasarkan specific criterion atau suatu standard tertentu. Berdasarkan uraian diatas, pada dasarnya kompetensi itu terdiri dari tiga unsur utama yaitu pengetahuan (cognitive domain), keahlian dan keterampilan (psychomotor domain) dan perilaku dan sikap (affective domain). Ketiga unsur ini secara langsung mempengaruhi perilaku (behavior) pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Khusus di lingkungan birokrasi pemerintah, profesionalisme yang dituntut, harus memiliki karakteristik: (1) menguasai penuh bidang pekerjaannya atau ahli (expertise), (2) mampu mandiri (independent) dalam pengertian memiliki jiwa inovasi dan kreativitas yang tinggi sehingga tidak tergantung kepada atasannya dalam melakukan pekerjaannya, (3) memiliki kesungguhan dan tanggungjawab terhadap pekerjaannya (commitment to the work), (4) mampu menunjukkan kinerja yang unggul sebagai profesional, dan (5) memegang teguh etika profesi (ethics). Fungsi kompetensi kepemimpinan sangat beragam dan kompleks, dalam kondisi tertentu kadar penerapannya dipengaruhi oleh jenjang dalam jabatan struktural, jenis pekerjaan, ataupun wilayah kerja. Akan tetapi secara umum, fungsifungsi tersebut dilaksanakan oleh semua orang yang menempati posisi jabatan manajer dalam birokrasi. Berkaitan dengan fungsi kepemimpinan ini, Zwell (2000:88) menyebutkan bahwa sekurang-kurangnya ada 15 fungsi yang umum dilaksanakan oleh manajer, meliputi: (1) Modeling the corporate culture; (2) Developing the corporate philosophy; (3) Establishing and maintaining standards; (4) Understanding the business; (5) Determining strategic direction; (6) Managing change; (7) Being a good follower: aligning with superior; (8) Inspiring and motivating; (9) Establishing alignment; (10) Establishing focus; (11) Holding ultimate responsibility; (12) Dealing with authority issues; (13) Determining successors; (14) Managing ambiguity; (15) Optimizing organizational structure and process. Dengan fungsi-fungsi kepemimpinan tersebut, manajer dalam posisi apapun dituntut untuk memiliki kompetensi yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Adapun jenis atau macam kompetensi yang Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-43

63 diperlukan atau harus dimiliki oleh para manajer, telah disebutkan oleh banyak pakar. Mereka menguraikan kompetensi yang relatif berbeda dari yang lain. Akan tetapi, secara substansial fokus mereka sama yakni karakteristik individu yang penting dimiliki oleh para manajer dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut di atas sejalan dengan pendapat dari Armstrong (1999:9) yang mengemukakan bahwa penerapan kompetensi dalam Manajemen SDM dilakukan dalam proses rekruitmen dan seleksi, assessment centers, manajemen kinerja, pengembangan SDM, dan manajemen imbal jasa. Lebih lanjut Armstrong dan Murlis (1999:10) membedakan Kompetensi menjadi dua model yaitu: a) Work based atau hard competencies yang mengarah pada harapan terhadap kinerja kerja, atau standar dan output yang harus dipenuhi seseorang melalui peranan-peranan tertentu. Karena itu hard competencies lebih mengacu pada dampak dari pada usaha, atau pada pengaruh daripada input. b) Behavioral atau soft competencies mengarah pada karakteristik seseorang yang terlihat pada saat melakukan pekerjaan termasuk di dalamnya: teamworking, orientasi pencapaian tujuan, kepemimpinan dan perspektif stratejik. Rothwell (LAN, 2000:39) mengidentifikasi bahwa ada empat kompetensi yang dibutuhkan oleh organisasi yaitu : c) Technical competence (kompetensi teknik) dalam prakteknya kompetensi ini dapat digolongkan ke dalam tiga kompetensi teknik yang bersifat keterampilan (umum), kompetensi teknik yang memerlukan pendidikan formal (khusus) tertentu untuk menguasainya, dan kompetensi teknik khusus-umum, yaitu kompetensi khusus yang juga diperlukan secara umum oleh jabatanjabatan manajer. Jenis kompetensi teknik pertama pada dasarnya berkaitan dengan tugas-tugas teknikal seperti penguasaan software-software komputer yang siap pakai, penggunaan mesin ketik dan sebagainya. Untuk menguasai kompetensi teknik ini hanya diperlukan kursus-kursus atau Diklat singkat, bahkan dapat pula dilakukan dengan on the job training. Jenis kompetensi teknis kedua selalu didukung oleh latar belakang pendidikan tertentu seperti dokter gigi, dokter umum, insinyur listrik, akuntan, sarjana manajemen SDM, Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-44

64 dan sebagainya. Sedangkan kompetensi jenis ketiga, yaitu kompetensi yang untuk menguasainya diperlukan pendidikan formal tertentu, terdapat pada jabatan-jabatan tertentu yang memerlukan kompetensi ini. Sebagai contoh setiap manajer dituntut untuk menguasai manajemen SDM. d) Managerial competence (kompetensi managerial). Kompetensi ini berkaitan erat dengan kemampuan manajerial seperti: kemampuan dalam hal perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan, yakni kemampuan yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen. e) Interpersonal competence (kompetensi interpersonal) atau social/communication competence (kompetensi sosial/komunikasi) adalah kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan pihak lain. f) Intellectual competence (kompetensi intelektual) atau strategic competence adalah kemampuan melihat jauh ke depan sehingga dapat merumuskan berbagai kebijakan strategis. Dalam pembahasan SDM aparatur atau PNS, Antjok (LAN, 2000:8) menambahkan satu kompetensi lagi yaitu Ethical competence. Kompetensi etika adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan pertimbangan etika atau norma yang telah ditetapkan oleh organisasi ataupun lingkungan eksternal, baik secara nasional maupun internasional. PNS memerlukan kemampuan etika ini karena sifat pekerjaan dari PNS yang merupakan pelayan masyarakat, dan dalam upaya memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, dia perlu mengetahui norma, aturan, dan etika yang berlaku di masyarakat. Untuk lebih memperjelas kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap pegawai tersebut, dapat dilihat pula dari tingkatan manajemen dalam suatu organisasi. Menurut Winardi (1990:10), ada tiga tingkatan manajemen yaitu tingkat operasi (the operational level), tingkat manajerial (the managerial level), dan tingkatan stratejik (the strategic level). Menurut Winardi (1990:11) terdapat tiga buah keterampilan dasar yang harus dimiliki pada setiap tingkatan manajemen yaitu : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-45

65 a) Keterampilan teknikal (technical skills), merupakan kemampuan untuk menggunakan alat-alat, prosedur-prosedur, atau teknik-teknik bidang khusus yang terspesialisasi. b) Keterampilan kemanusiaan (human skills), merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. c) Keterampilan konseptual (conceptual skills), merupakan kemampuan untuk memahami dan merangkum semua aktivitas dan kepentingankepentingan organisasi. Keterampilan yang harus dimiliki pegawai tersebut berubah sesuai dengan tingkat organisatoris, sebagaimana gambar berikut ini. Gambar 2.8 : Keterampilan Dasar dalam Tingkatan Manajemen Tingkat Organisatoris Konseptual/ Manajer Sosial/Manusia Teknis Keterampilan yang diperlukan Sumber : Winardi, Azas-Azas Manajemen, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal. 11 Dalam hubungan itu, Katz (Bittel, 1985:621) menjelaskan hubungan ketiga keterampilan dasar tersebut ditinjau dari segi jenjang jabatan dalam organisasi, dimana terdapat tiga jenjang jabatan yaitu manajer puncak, manajer madya, dan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-46

66 manajer pertama. Untuk membedakan ketiga jenjang jabatan tersebut dapat didekati dari sudut pandang pola hubungan antar jabatan dalam organisasi, yang dapat dilihat dalam gambar 2.9 berikut : Gambar 2.9 : Perbedaan Tingkatan Kompetensi Jabatan Struktural Konseptual Sosial Teknikal 80% - 90% 20% - 10% Manajer Puncak 70% - 80% 30% - 40% Manajer Madya 20% - 10% 80% - 90% Manajer Pertama Kemampuan Manajemen Sumber : Ramsey Bittel, Handbook Professional Managers, New York: Mc Graw Hill Book Company, 1985 hal. 621 Dari gambar 2.13 di atas, kemampuan sosial atau kemanusiaan merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh setiap manajer karena terkait dengan masalah karakteristik, bakat, motif, motivasi, dan sikap perilakunya, yang prosentasenya seimbang untuk keseluruhan jenjang. Kemampuan konseptual dan manajerial merupakan kemampuan setiap pegawai yang menduduki jabatan pimpinan, meliputi kemampuan perencanaan, pengorganisasian, koordinasi, motivasi, pengendalian, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Sedangkan kemampuan teknikal merupakan kemampuan teknis di lingkup bidang tugasnya yang perlu dimiliki oleh setiap pegawai. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-47

67 Angka Prosentase dalam gambar 2.13 tersebut menunjukkan bahwa pada tingkatan manajer puncak kemampuan konseptual termasuk didalamnya manajerial mendapat porsi antara 90%-80% dan teknikal hanya 10%-20%, tingkatan manajer menengah kualitas kemampuan kepemimpinan memiliki porsi 70%-60%, dan kemampuan teknikal 30%-40%, dan untuk tingkatan manajer pertama 10%-20% kemampuan manajerial dan 90%-80% lebih dituntut kemampuan teknikalnya. Hal ini bermakna bahwa makin tinggi kedudukan seseorang dalam jabatan, pada lingkup organisasi ia dituntut lebih berfikir strategis, berwawasan luas, peduli terhadap lingkungan, komunikasi, dan hubungan manusiawi, namun memiliki porsi fokus yang kecil pada kemampuan teknikal. Apabila kompetensi-kompetensi tersebut telah dimiliki oleh SDM aparatur secara proporsional sesuai dengan tuntutan tugas, fungsi dan kewajibannya masingmasing, maka diharapkan kualitas kemampuan pejabat struktural akan menjadi handal dan mampu menyelesaikan atau melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawab organisasi secara efektif dan efisien. Deskripsi mengenai pemetaan kompetensi didasarkan pada alat ukur yang berasal dari pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada responden, yang nantinya dari hasil tanggapan tersebut dibuat tingkatan-tingkatan penguasaan. Tingkat penguasaan ini oleh Entegrys Incorporated. ( digolongkan ke dalam empat klasifikasi kompetensi yaitu : a. Introductory, nilai antara 0-3,9, yang mencerminkan individu hanya memiliki pemahaman yang dangkal mengenai perilaku ini, merasa tidak perlu terlibat dalam perilaku ini, atau memutuskan untuk mulai terlibat dalam perilaku ini. b. Exploratory, nilai antara 4-6, yang berarti bahwa individu masih berusaha untuk memahami perilaku ini, merasakan sedikit kebutuhan untuk terlibat dalam perilaku ini, tetapi memilih untuk tidak terlibat di dalamnya secara tetap. c. Comfort, nilai antara 6,1-8, yang menunjukkan bahwa individu memahami dengan baik perilaku ini, seringkali melakukan kegiatan ini, tetapi belum bisa melaksanakannya secara efektif. d. Mastery, nilai antara 8,1-10, yang menunjukkan kemampuan pegawai untuk memahami perilaku ini, memiliki keyakinan untuk melaksanakannya dengan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-48

68 efektif, dan memutuskan untuk terlibat di dalamnya secara tetap. Selain tingkatan kompetensi yang diperkenankan oleh Entegrys Incorporated ( diatas, kompetensi juga dikelompokkan berdasarkan kriteria kinerja oleh Spencer dan Spencer sebagai berikut: a. Threshold competencies, merupakan kompetensi karakteristik- karakteristik utama (biasanya pengetahuan atau keterampilan dasar, seperti kemampuan membaca) yang dibutuhkan oleh setiap perilaku pekerjaan agar ia dapat bekerja dengan efektif. Threshold competencies merupakan kompetensi dasar yang musti ada, baik itu pada kinerja yang superior maupun kinerja yang biasa-biasa saja. Contohnya, Threshold competencies dari seseorang tenaga penjualan adalah pengetahuan tentang produk yang dijual dan kemampuan mengisi faktor penjualan. b. Differentiating competencies. Berbeda dengan threshold competencies, differentiating competencies membedakan antara kinerja pekerja superior dengan kinerja pekerja biasa. Contohnya, Differentiating competencies dari seorang tenaga penjualan adalah kemampuannya mencapai target penjualan TINJAUAN TEORITIS TERKAIT TRAINING NEED ASSESSMENT Training Needs Assessment merupakan tahap yang paling penting dalam proses pelatihan (Goldstein,1993). Apabila suatu organisasi tidak akurat menentukan kebutuhannya, maka proses pelatihan akan diarahkan secara tidak tepat. Tahap penilaian tersebut berfungsi sebagai pondasi bagi keseluruhan upaya pelatihan, sehingga apabila tahap penilaian tidak dilaksanakan dengan tepat, maka program pelatihan secara keseluruhan akan memiliki imbas kecil dalam mencapai tujuannya Mengenai kebutuhan belajar atau pelatihan, hal ini dapat muncul pada seseorang atau masyarakat tertentu ketika disadarinya ada kesenjangan antara tingkat kemampuan yang diharapkan dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya saat ini. Dengan belajar atau pelatihan maka diharapkannya akan diperoleh pengetahuan dan keterampilan tambahan dari apa yang dipelajari, ini kelak dapat dimanfaatkan dalam kesehariannya. Orang dewasa mau belajar bila apa yang akan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-49

69 dipelajari itu dapat memberi nilai tambah baginya dan berguna dalam kehidupan kesehariannya. Selain dari hal yang disebutkan diatas, pengetahuan, keahlian dan keterampilan serta sikap pegawai dalam suatu organisasi perlu terus ditingkatkan melalui pelatihan, sehingga pegawai mempunyai kemampuan atau kompetensi yang memadai sesuai yang diinginkan oleh organisasi, dengan harapan dapat meningkatkan motivasi pegawai dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan organisasi. Melalui pelaksanaan pelatihan itu pula dapat dipetik suatu manfaat yang cukup besar bagi organisasi dan sekaligus bagi individu pegawai atau peserta pelatihan yang bersangkutan Pengertian Pelatihan Dalam lingkup Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia pendidikan dan pelatihan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Dalam Pegawai Negeri Sipil. Menurut Soebagio Atmowirio (2005:36) pendidikan dan pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugasnya. Adapun mengenai peningkatan kemampuan teknis Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia telah diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 101 Tahun Sebagaimana dikatakan Soebagio Atmowirio ( 2005:39), dalam peraturan pemerintah tersebut terdapat satu jenis Diklat yang disebut: Pendidikan dan Pelatihan Teknis (Diklat Teknis). Diklat teknis didefinisikan sebagai pelatihan yang diselenggarakan untuk memberikan keterampilan atau penguasaan pengetahuan bidang teknis tertentu kepada pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan sebaik-baiknya. Pelatihan merupakan salah satu dari tujuh aktivitas dasar yang harus dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi organisasi agar selalu mendapat orang yang tepat di posisi yang tepat, pada saat dibutuhkan (Stoner, 2002). Tujuh aktivitas dasar tersebut yaitu : 1. Perencanaan Sumber Daya Manusia, didesain untuk memastikan bahwa personil yang diperlukan akan selalu terpenuhi secara memadai. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-50

70 2. Rekrutmen berkaitan dengan pengembangan cadangan calon karyawan sejalan dengan rencana sumber daya manusia. 3. Seleksi dengan menggunakan formulir lamaran, daftar riwayat hidup, wawancara, pengujian keterampilan, mencocokkan informasi dari referensi untuk mengevaluasi dan menyaring calon karyawan untuk akhirnya memilih dan menerima calon. 4. Sosialisasi (orientasi) didesain untuk membantu orang yang terpilih agar dapat menyesuaikan diri dengan mulus ke dalam organisasi. 5. Pelatihan dan Pengembangan, keduanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan karyawan dalam memberikan kontribusi pada efektivitas organisasi. Pelatihan didesain untuk meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan yang sekarang, program pengembangan didesain untuk menyiapkan karyawan sebelum dipromosikan. 6. Penilaian Prestasi Kerja yaitu dengan membandingkan prestasi kerja seseorang dengan standar atau tujuan yang dikembangkan untuk posisi orang tersebut. 7. Promosi, transfer, demosi atau PHK mencerminkan nilai seorang karyawan bagi organisasi. Gambar 2.1 Proses Manajemen SDM dalam Organisasi Perencanaan SDM Rekruitmen Seleksi Pelatihan & Pengembangan Sosialisasi Penilaian Prestasi Kerja Promosi, Transfer, Demosi, PHK Sumber : Stoner, Manajemen, Jilid II, Prenhalindo, Jakarta, 1996, hal.68. Ada kecenderungan mempersamakan antara pelatihan dan pengembangan, padahal pengertian dari pelatihan (training) berbeda dengan pengertian Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-51

71 pengembangan (development). Pelatihan diarahkan untuk membantu pegawai menunaikan pekerjaan mereka saat ini secara lebih baik, sedangkan pengembangan mewakili suatu investasi yang berorientasi ke masa depan dalam diri pegawai. Karena itu, fokus pelatihan pada bagaimana memberikan keahliankeahlian dan pengetahuan yang akan memberikan manfaat bagi organisasi secara cepat. Pelatihan terdiri atas program-program yang dirancang untuk meningkatkan kinerja pada tingkat individu, kelompok, dan/atau organisasi. Kinerja yang dimaksud dapat terlihat dari adanya perubahan yang dapat diukur dalam pengetahuan, keahlian, sikap, dan/atau perilaku dari SDM yang ada. Suatu organisasi akan dapat mengantisipasi perkembangan lingkungannya baik eksternal maupun internal organisasi bila dapat mengelola SDM yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang kompetitif. Perkembangan teknologi dan globalisasi menuntut kesiapan organisasi untuk mengantisipasinya dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sumber daya manusianya. Menurut T. Hani Handoko (1987:104) dikatakan bahwa pelatihan adalah peningkatan keterampilan yang dibutuhkan untuk memperbaiki penguasaan teknis pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan rutin dalam rangka mempersiapkan pegawai agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Sedangkan menurut Flippo (1976:209) pelatihan adalah sesuatu kegiatan peningkatan pengetahuan dan keahlian pegawai untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan khusus, dimana arti penting training adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian pegawai, meningkatkan moral pegawai, mengurangi pengawasan, mengurangi kecelakaan dan meningkatkan stabilitas dan fleksibilitas organisasi. Hinrich dalam Bramley (1996:2) mendefinisikan pelatihan sebagai berikut: Training is any organizationally initiated procedure which are intended to foster learning among organizational member in a direction contributing organizational effectiveness. Terjemahan bebas dari definisi diatas adalah : Pelatihan merupakan suatu prakarsa atau cara organisasi untuk membantu pengembangan belajar/meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-52

72 Ranupandojo dan Suad Husnan (1984:77) mendefinisikan pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan efektivitas ekonomi. Latihan akan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya guna meningkatkan keterampilan, kecakapan, dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Sedangkan British Department Of Employment dalam Bailey (1996:1) menjelaskan bahwa latihan adalah : The Systematic development of the attitude/ knowledge/ skill behavior pattern required by an individual to perform adequately a given task or job. Pelatihan adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, serta mengarahkan tingkat penampilan manusia pada kegiatan khusus dalam konteks pekerjaan yang ditugaskan kepadanya (Bailey,1989:387). Kemudian Moekijat (1993:15) mengatakan bahwa pelatihan adalah sebagai usaha untuk menambah pengetahuan, keterampilan dan perbaikan sikap dari para karyawan yang mengikuti pelatihan. Sedangkan menurut Gomes (1997:197) pelatihan adalah setiap usaha untuk memperbaiki kinerja pekerja para karyawan yang mengikuti pelatihan. Sejalan dengan pendapat di atas maka Heidjrachman-Suad Husnan (1990:77) mengatakan bahwa pelatihan merupakan salah satu elemen penting diantara berbagai cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai dengan tujuan untuk membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usahanya mencapai tujuan. Menurut Simamora (1997:287) pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman atau perubahan sikap seseorang individu. Pengertian pelatihan berusaha mengajarkan bagaimana melakukan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pelatihan merupakan : 1. suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta merubah perilaku secara langsung untuk mencapai tujuan organisasi. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-53

73 2. suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian pegawai agar bisa melakukan pekerjaan khusus secara teknis, sehingga dapat memperoleh hasil yang maksimal. 3. proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna meningkatkan tujuan-tujuan operasional. 4. usaha untuk menciptakan suatu lingkungan dimana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kompetensi, keahlian, pengetahuan dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan Tujuan Pelatihan Menurut Frances Hasselbein (1996:167) organisasi harus membantu pegawai memperoleh keterampilan dan kemandirian dalam menyesuaikan diri ke lingkungan yang baru, salah satu upaya untuk menjadikan pegawai memiliki keterampilan dan pengetahuan yang berkualitas adalah melalui pelatihan Untuk itu tujuan-tujuan utama pelatihan dapat dikelompokkan kedalam tujuh bidang (Goldstein,1993:117) yaitu; 1. memperbaiki kinerja pegawai 2. menyesuaikan keahlian pegawai yang sudah ada dengan kemajuan teknologi 3. mengurangi waktu belajar bagi para pegawai baru agar memiliki kompetensi dalam melakukan pekerjaan 4. membantu memecahkan permasalahan operasional 5. mempersiapkan pegawai untuk promosi 6. mengorientasikan pegawai terhadap organisasi 7. memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi Menurut Beach (1975:372), tujuan pelatihan adalah untuk memperoleh perubahan perilaku dari peserta yang dilatih. Sedangkan menurut Manulang (1978:17) tujuan dari pelatihan adalah : 1. menambah pengetahuan, 2. menambah keterampilan dan, 3. merubah sikap. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-54

74 Handoko (1997:372) mengatakan bahwa program pelatihan mempunyai dua tujuan utama, yaitu: 1. pelatihan dilakukan untuk menutup gap antara kecakapan atau kemampuan pegawai dengan permintaan jabatan ; 2. program pelatihan dan pengembangan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja karyawan dalam mencapai sasaran-sasaran kerja yang telah ditetapkan Menurut Widyosiswoyo tujuan pelatihan karyawan adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja dalam usaha mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan. Pelatihannya dapat dirinci atas tiga cara yaitu; 1. memperbaiki pengetahuan karyawan atas pelaksanaan tugas maupun pengetahuan umum yang mempengaruhi pelaksanaan tugas. 2. meningkatkan keterampilan karyawan; bagi karyawan baru atau karyawan lama yang menghadapi pekerjaan baru diperlukan adanya penambahan keterampilan agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. 3. memperbaiki sikap karyawan dalam menjalankan tugas juga merupakan kunci penting, karena secara makro karyawan dituntut adanya rasa dan sikap memiliki usaha, sehingga semua dilakukan dengan kesungguhan dan penuh rasa tanggung jawab. (Widyosiswoyo, 2000:5) Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tujuan training/pelatihan pada dasarnya adalah mempersiapkan karyawan dalam mengantisipasi kemajuan teknologi, mempercepat penguasaan pengetahuan dan kemampuan pada diri karyawan sehingga mampu memecahkan permasalahan yang timbul, oleh sebab itu dalam menyusun dan mengimplementasikan program pelatihan harus terdiri dari tahapan-tahapan (Goldstein.1993) yang terdiri atas : 1. Tahap Penilaian (Training Needs Assessment ) 2. Tahap Pelatihan dan Pengembangan 3. Tahap Evaluasi Manfaat Pelatihan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-55

75 Seperti dikatakan Siagian (1991:183) paling tidak ada tujuh manfaat yang dapat dipetik oleh organisasi melalui penyelenggaraan program pelatihan ; 1. peningkatan produktivitas kerja organisasi sebagai keseluruhan ; antar lain karena tidak terjadinya pemborosan, karena adanya kecermatan dalam melaksanakan tugas, tumbuh suburnya kerjasama antar berbagai satuan kerja yang melaksanakan kegiatan berbeda bahkan spesifik, meningkatnya tekad mencapai sasaran yang telah ditetapkan, serta lancarnya koordinasi sehingga organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh; 2. terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan; antara lain karena adanya pendelegasian wewenang, interaksi yang didasarkan pada sikap dewasa baik secara teknikal maupun intelektual, saling menghargai dan adanya kesempatan bagi bawahan untuk berpikir dan bertindak secara inovatif; 3. terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat karena melibatkan para pegawai yang bertanggung jawab menyelenggarakan kegiatan-kegiatan operasional dan tidak sekedar diperintahkan oleh manajer; 4. meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi; 5. mendorong sikap keterbukaan melalui penerapan gaya manajerial yang partisipatif; 6. memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, pada gilirannya akan memperlancar proses perumusan kebijakan operasional; 7. manajemen konflik secara fungsional yang dampaknya adalah tumbuh suburnya rasa persatuan dan suasana kekeluargaan dikalangan anggota organisasi. Sedangkan bagi anggota organisasi, sedikitnya ada sepuluh manfaat yang dapat ditarik dari pelaksanaan program pelatihan, yaitu : 1. Membantu pegawai mengambil keputusan dengan baik; 2. Meningkatkan kemampuan pekerja menyelesaikan masalah yang dihadapi; 3. Terjadinya internalisasi dan operasionalisasi faktor-faktor motivasi; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-56

76 4. Timbulnya dorongan dalam diri para pekerja untuk terus meningkatkan kemampuan kerjanya; 5. Peningkatan kemampuan pegawai untuk mengatasi stress, frustasi dan konflik yang pada gilirannya memperbesar rasa percaya diri pada diri sendiri; 6. Tersedianya informasi tentang berbagai program yang dapat dimanfaatkan oleh pegawai dalam rangka pertumbuhan masing-masing secara teknikal dan intelektual; 7. Meningkatnya kepuasan kerja; 8. Semakin besarnya pengakuan atas kemampuan seseorang; 9. Mengurangi ketakutan menghadapi tugas-tugas baru di masa depan; 10. Makin besarnya tekad pekerja untuk lebih mandiri. Manfaat lain yang diperoleh pegawai dari hasil pelatihan dan pengembangan lebih jauh diuraikan Tjiptono Diana (1995:212) sebagai berikut : 1. Mengurangi kesalahan, 2. Meningkatkan produktivitas, 3. Meningkatkan dan memperbaiki kualitas, 4. Mengurangi tingkat turn over, 5. Biaya staf lebih rendah, 6. Mengurangi tingkat kecelakaan, 7. Meminimalkan biaya asuransi, 8. Meningkatkan fleksibilitas pegawai, 9. Respon yang baik terhadap perubahan, 10. Meningkatkan komunikasi, 11. Kerjasama tim yang baik, 12. Hubungan pegawai lebih harmonis, 13. Mengubah budaya kerja, 14. Menunjukkan komitmen manajemen terhadap kualitas. Kemudian Ishak Arep (2003:116), menyampaikan manfaat pelatihan bagi karyawan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan motivasi kerja; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-57

77 2. Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas sehari-hari; 3. Meningkatkan rasa percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri; 4. Memperlancar pelaksanaan tugas; 5. Menumbuhkan sikap positif pada perusahaan; 6. Meningkatkan semangat dan gairah kerja; 7. Mempertinggi rasa peduli terhadap perusahaan; 8. Meningkatkan rasa saling menghargai antar karyawan; 9. Memberikan dorongan bagi karyawan untuk menghasilkan yang terbaik; 10. Memberikan dorongan bagi karyawan untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Pelatihan mempunyai hubungan yang erat dengan tugas yang sedang dilaksanakan oleh pegawai dan memberikan keuntungan- keuntungan, antara lain yaitu : 1. Mengantisipasi adanya perubahan tugas, 2. Meningkatkan produktivitas kerja, 3. Meningkatkan keahlian kerja, 4. Mengurangi kesalahan dalam bekerja, 5. Mendapatkan standarisasi (Sibthorpe,1994:14) Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa pelatihan sangat berguna bagi pegawai karena dengan meningkatnya keahlian akan mengurangi kesalahankesalahan dalam bekerja, dapat mengantisipasi perkembangan tehknologi, sehingga dapat mengurangi waktu yang hilang dan efektif dalam melaksanakan tugas, pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja Pelatihan yang efektif secara signifikan sangat berpengaruh terhadap peningkatan proses kerja, hal ini disebabkan karena kesalahan atau kekurangan dalam melaksanakan kinerja dimasa silam dapat dikoreksi. Untuk memperbaiki kemampuan kinerja pegawai dan mengkoreksi kekurangannya dimasa silam, dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam melaksanakan suatu pekerjaan (Soeprihanto,1988:85). Sedangkan menurut Mulia Nasution (1994:70) efisiensi dan efektivitas pelatihan dalam kaitannya dengan peningkatan produktivitas karyawan dapat dicapai melalui peningkatan : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-58

78 1. Pengetahuan karyawan 2. Keahlian karyawan 3. Sikap karyawan terhadap tugas- tugasnya Selain proses memperbaiki knowledge dan skills seseorang pelatihan juga akan merubah sikap seseorang sehingga pelaksanaan tugasnya dapat di lakukan lebih efektif (Torrington,1994;275). Peran pelatihan yang efektif dalam meningkatkan kapabilitas pegawai dapat dicapai dengan mengkombinasikan berbagai faktor, seperti : tujuan dan sasaran, teknik/metode pelatihan yang benar, persiapan dan perencanaan yang matang, peserta dan instruktur yang berkompeten, serta komitmen terhadap esensi pelatihan harus dilakukan dengan tahapan yang teratur pada semua level dalam organisasi. Untuk memperoleh hasil sesuai dengan yang diinginkan, maka langkah pertama yang harus dilakukan dalam membuat program pelatihan adalah menentukan apakah benar suatu organisasi membutuhkan pelatihan bagi para pegawainya. Sejalan dengan hal tersebut Simamora (1997:361) mengatakan bahwa keputusan menyelenggarakan pelatihan haruslah berdasarkan data yang tersedia dari hasil needs assessment sehingga dapat ditetapkan cara apa yang paling tepat untuk meningkatkan kinerja pegawai. Kemudian menurut Handoko (1997:108) penilaian kebutuhan pelatihan merupakan alat untuk mendiagnosis masalah saat ini dan tantangan lingkungan dimasa mendatang yang dihadapi, kemudian manajemen mengidentifikasikan berbagai masalah dan tantangan untuk diatasi melalui pelatihan dan pengembangan pegawai. Lima langkah penting perlu dilakukan oleh lembaga pelaksana pelatihan dalam strategi perencanaan program pelatihannya dan ini terkait dengan beberapa masukan dari organisasi dimana pelatihan akan dilaksanakan (Lynton, 2002). Bagi lembaga pelatihan, lima langkah ini membawa lembaga dalam hubungan yang lebih dekat dengan organisasi kerja. 1. Menanggapi usulan perubahan dari sebuah organisasi dengan memerinci misalnya pengetahuan baru apa yang dapat diperoleh melalui pelatihan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-59

79 2. Menawarkan bantuan dengan menyusun pemusatan personalia yang terlatih yang diperlukan untuk perubahan. 3. Menyusun & mengkomunikasikan perincian pelatihan, misalnya jenis dan lamanya pelatihan untuk orang-orang yang berbeda, urutan, pelaksanaan dan sumbangan yang diperlukan dari organisasi dan badan- badan lainnya. 4. Bekerjasama dengan organisasi kerja dalam membuat rencana pelatihan. 5. Bekerjasama dalam seleksi orang-orang untuk jenis pelatihan tersebut. Perincian pelatihan yang disusun oleh lembaga dan disetujui oleh organisasi kerja sebaiknya juga meliputi berbagai jasa dan kegiatan berikutnya setelah kembalinya para peserta dari pelatihan mereka. Misalnya lembaga akan memberikan informasi dan kesempatan untuk kontak antara peserta pelatihan yang lalu dengan staf pelatihan. Organisasi kerja pun bisa melaksanakan berbagai kegiatan lanjutan seperti konferensi staf atau berbagai kegiatan lainnya untuk membantu para peserta mengaitkan keterampilan baru mereka dengan seluruh proses perubahan. Pada tahap tindak lanjut, informasi penting dapat mengalir kembali pada lembaga pelatihan. Organisasi kerja memberikan umpan balik kepada lembaga pelatihan berupa informasi tentang efektivitas pelatihan dalam prakteknya yaitu dalam pekerjaan keseharian Training Need Assessment Training Needs Assessment atau Analisis kebutuhan Diklat (AKD) pada dasarnya bertolak dari kesadaran adanya gap ataupun kesenjanganantara kemampuan aktual yang dimiliki organisasi dan atau pegawai dibandingkan dengan kemampuan yang seharusnya dipersyaratkan bagi organisasi dan atau pegawai tersebut. Dengan kata lain AKD senantiasa diperlukan manakala terdapat masalah kinerja (performance problem) dalam artian adanya selisih antara kinerja nyata dengan standar yang telah ditentukan. Sebagai landasan analisis, kinerja dapat diartikan sebagai hasil atau unjuk kerja dari suatu organisasi dan/atau pegawai, yang dapat ditunjukkan secara konkrit dan dapat diukur (measurable). Dalam pengertian ini, kinerja biasa dipahami Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-60

80 sebagai suatu gejala yang dapat dikuantifikasi. Ketika suatu pernyataan terbaca sebagai berikut: "Produktivitas pegawai meningkat sebesar 15% selama tahun 2006/2007", maka pernyataan tersebut menunjukkan kinerja yang bersifat kuantitatif. Namun demikian, tidak semua kinerja diungkapkan secara kuantitatif. Ungkapan "Pelayanan aparat kelurahan dirasakan semakin baik", merupakan contoh kinerja yang lebih bersifat kualitatif. Konsepsi tentang kinerja secara umum dapat dipahami dalam tiga lapisan atau tingkatan. Pertama, pada tingkatan organisasi atau kinerja organisasi secara keseluruhan. Kedua, kinerja proses yang merupakan kinerja yang dapat dilihat dari proses bekerjanya organisasi, yang ditunjukkan oleh proses berlangsungnya mekanisme kerja suatu organisasi. Ketiga adalah kinerja pegawai atau kinerja pada tingkatan individu pekerja yakni kinerja yang diperlihatkan oleh para pegawai baik secara individual maupun secara kelompok. Pemahaman tentang jenjang kinerja ini akan mengarah pada upaya penelusuran masalah kinerja yang mungkin didapati pada setiap jenjang ataupun unit analisa yang tidak lain ialah jenjang organisasi, proses dan pegawai. Secara teoritis, masalah kinerja dapat diketahui dengan melakukan perbandingan antara "apa yang secara riil dapat dicapai" dengan "apa yang secara potensial seharusnya dapat dicapai". Dengan kata lain, ketika ditemukan adanya selisih negatif antara apa yang secara riil dihasilkan dibandingkan potensi suatu organisasi maka pada saat itulah terjadi masalah kinerja. Karena kinerja pada dasarnya adalah apa yang secara riil dihasilkan. Analisis kebutuhan mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja. Terdapat empat tujuan dari pelaksanaan analisis kebutuhan yaitu untuk : 1. Mencapai kinerja yang optimal, 2. Mengetahui kinerja aktual, 3. Mengetahui apa yang dirasakan oleh pegawai yang belajar mengenai topik Diklat, 4. mengetahui penyebab timbulnya permasalahan kinerja, yang mencakup empat hal yaitu: a. Kekurangan keterampilan/keahlian atau pengetahuan; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-61

81 b. Adanya perubahan lingkungan; c. Tidak ada atau sedikitnya insentif; d. Karyawan tidak termotivasi yang biasa disebabkan karena faktor nilai atau faktor kepercayaan (Rosset, 1991:157) Sementara itu, Kaufman (1972:39) menyatakan bahwa suatu analisis kebutuhan harus mencakup sekurang-kurangnya tiga karakteristik sebagai berikut : a. Data harus menyajikan kondisi aktual si pembelajar dan orang-orang yang terkait, baik itu mencakup kondisi saat ini maupun kondisi mendatang. b. Tidak ada analisis kebutuhan yang bersifat final dan lengkap. Kita harus menyadari bahwa pernyataan tentang kebutuhan bersifat tentatif/sementara. c. Ketimpangan seharusnya diidentifikasi dari produk dan bukannya menangani proses. Kebutuhan Diklat dapat diketahui dari ketimpangan antara kondisi (pengetahuan, keahlian dan perilaku) yang ada dengan tujuan-tujuan/ kinerja yang diharapkan tercipta pada suatu organisasi. Kebutuhan kependidikan (educational needs) atau kebutuhan pelatihan (training needs) adalah kesenjangan yang dapat diukur antara hasil-hasil yang ada dan hasil-hasil yang diinginkan. Tidak semua kesenjangan atau kebutuhan mempunyai tingkat kepentingan yang sama untuk segera dipenuhi. Berbicara mengenai kebutuhan, menurut Briggs adalah ketimpangan atau gap antara "apa yang seharusnya" dengan "apa yang senyatanya". (Briggs, 1979:24). Gilley dan Eggland menyatakan bahwa kebutuhan adalah kesenjangan antara seperangkat kondisi yang ada pada saat sekarang ini dengan seperangkat kondisi yang diharapkan. (Gilley dan Eggland, 1989:197), dapat digambarkan sebagai berikut : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-62

82 Gambar 2.11 : Kesenjangan Kebutuhan Tingkat Kondisi yang diharapkan Kesenjangan Kebutuhan Tingkat Kondisi Senyatanya Sumber : Gilley, Jerry W., and Stephen A. Eggland, Principles of Human Resource Development, Orlando: Edition Wessley Publishing Company Inc, 1989, hal 197. Istilah kebutuhan (need) digunakan dalam berbagai bidang antara lain psikologi, biologi dan ekonomi. Bradshaw mengidentifikasi adanya lima jenis kebutuhan yaitu kebutuhan normatif, kebutuhan yang dirasakan, kebutuhan yang diekspresikan, kebutuhan komparatif dan kebutuhan masa datang. (Burton, 1979:22). Penjelasan masing-masing kebutuhan tersebut adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan normatif (normative needs) adalah kebutuhan yang ada karena dibandingkan dengan norma tertentu. Misalnya, ketentuan normatif menetapkan bahwa untuk menduduki jabatan eselon IV diperlukan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV. Apabila seseorang akan dipromosikan ke jabatan eselon IV, tetapi belum memenuhi ketentuan normatif tersebut, maka kebutuhan untuk mengikuti Diklat Kepemimpinan Tingkat IV merupakan kebutuhan normatif. b. Kebutuhan yang dirasakan (felt needs) dapat pula kita sebut sebagai kebutuhan keinginan. Kebutuhan jenis ini biasanya disampaikan seseorang kalau kepadanya kita tanyakan apa yang diperlukan atau diinginkan. Misalnya seseorang yang prestasi kerjanya cenderung menurun karena kurangnya dorongan atau motivasi dari pimpinan, maka motivasi atau dorongan tersebut merupakan kebutuhan yang dirasakan. c. Kebutuhan yang diekspresikan/dinyatakan (expressed need), dapat disamakan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-63

83 dengan pemikiran ekonomi bahwa jika seseorang memerlukan sesuatu maka akan menimbulkan permintaan (demand). Misalnya, mobil kita mogok karena kehabisan bensin, selanjutnya kita membeli bensin tersebut merupakan wujud dari kebutuhan yang diekspresikan. d. Kebutuhan komparatif (comparative needs) adalah kebutuhan yang muncul kalau kita membandingkan dua kondisi atau lebih yang berbeda. Misalnya pada akhir tahun 2003 Dinas A mengalami tingkat lowong jabatan sebesar 20%. Sementara itu, Dinas B pada saat yang sama halnya memiliki tingkat lowong jabatan sebesar 5%. Melihat perbandingan tersebut, Dinas A merasa perlu untuk mempersiapkan pegawainya untuk menduduki jabatan-jabatan yang lowong. Kebutuhan yang demikian ini disebut kebutuhan komparatif. e. Kebutuhan masa yang akan datang (anticipated/future needs) adalah kebutuhan hasil proyeksi atau antisipasi atas apa yang akan terjadi dimasa mendatang. Misalnya, untuk menghadapi era pasar global yang antara lain ditandai dengan masuknya tenaga-tenaga asing yang ahli dalam suatu bidang tertentu, kita membutuhkan berbagai jenis Diklat untuk menyiapkan para pegawai agar mampu berkompetisi. Tindakan ini merupakan wujud dari kebutuhan masa yang akan datang. Analisis kebutuhan menurut Briggs (1979:26) adalah suatu proses untuk menentukan apa yang seharusnya (sasaran-sasaran) dan mengukur jumlah ketimpangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang senyatanya. Lebih spesifik lagi dapat kita lihat pada pengertian analisis kebutuhan yang diberikan oleh Ellington dan Harris (1986:113), yaitu suatu istilah dalam Diklat yang dipergunakan untuk menentukan tipe program pembelajaran yang diperlukan oleh sebagian dari peserta Diklat agar yang bersangkutan dapat memenuhi kriteria standar dari suatu jenis pekerjaan. Analisis kebutuhan menurut Burton dan Merrill (Briggs, 1979:21) adalah suatu proses yang sistematis dalam menentukan sasaran, mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan keadaan nyata, serta menetapkan prioritas tindakan. Dalam bidang pendidikan, analisis kebutuhan adalah suatu proses untuk menentukan apa yang seharusnya diajarkan. Analisis kebutuhan seharusnya merupakan tahap Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-64

84 pertama dari pendekatan yang sistematis dalam mengembangkan materi pembelajaran untuk suatu program Diklat. Rosset (1987:14) menyebutkan bahwa training needs assessment (TNA) adalah suatu istilah yang dipergunakan dalam analisis untuk memahami permasalahan kinerja atau permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi baru. Dinyatakan oleh Rosset bahwa TNA/AKD seringkali disebut pula sebagai analisis permasalahan, analisis pra-diklat, penampakan yang ada, analisis kebutuhan atau analisis pendahuluan. Analisis kebutuhan Diklat memiliki kaitan yang erat dengan perencanaan Diklat. Perencanaan yang paling baik didahului dengan identifikasi kebutuhan. Perencanaan sistem pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari masalah karena dengan adanya masalah tersebut diperlukan perencanaan sistem pembelajaran. Dalam kaitan tersebut, yang dimaksud dengan perencanaan adalah suatu proyeksi dari tindakan untuk mencapai tujuan, dengan elemen-elemen sebagai berikut : a. Identifikasi dan pendokumentasian kebutuhan; b. Memilih masalah yang terdokumentasikan tersebut untuk dijadikan prioritas tindakan; c. Merinci hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai dari pemilihan kebutuhan tersebut; d. Mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah; e. Membuat urutan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah; f. Mengidentifikasi alternatif dan peralatan yang memungkinkan untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian, perencanaan hanya memusatkan kepada apa yang akan dilakukan. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan arah yang ingin dicapai dan mengidentifikasi berbagai kebutuhan untuk sampai kepada tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian, analisis kebutuhan Diklat merupakan tahapan pertama dari perencanaan. Perencanaan senantiasa diawali dengan identifikasi masalah atau kebutuhan. Dengan demikian, maka hasil analisis kebutuhan merupakan masukan utama dalam proses perencanaan. Dalam bidang Diklat, maka Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-65

85 hasil analisis kebutuhan Diklat merupakan masukan dalam merencanakan program Diklat. Menurut Boydell (1971:11) terdapat tiga jenis kebutuhan Diklat, yaitu: a. Kebutuhan Diklat pada level organisasi. Dalam hal ini berkaitan dengan kelemahan umum yang terdapat pada organisasi, dimana Diklat merupakan suatu yang sangat diperlukan. b. Kebutuhan pada level pekerjaan, yaitu kebutuhan akan keterampilan, pengetahuan dan sikap untuk melaksanakan berbagai tugas yang berkaitan dengan suatu jenis pekerjaan. c. Kebutuhan level individu, yaitu berkaitan dengan siapa dan jenis Diklat apa yang diperlukan. Dari ketiga level kebutuhan Diklat tersebut, hanya kebutuhan pada level organisasi saja yang mengacu pada identifikasi kebutuhan Diklat. Sementara itu kebutuhan pada level pekerjaan telah tercakup di dalam proses analisis kerja (job analysis) dan identifikasi kebutuhan individual biasa disebut "assessment". Kebutuhan pada level organisasi akan muncul apabila terdapat dua hal sebagai berikut: (a) Dalam suatu bidang tertentu terdapat suatu kelemahan misalnya yang berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan organisasi; dan (b) Kelemahan tersebut dapat dihilangkan melalui Diklat yang sistematis disamping tindakan perbaikan lainnya. Tahap awal dan terpenting dari pelaksanaan program Diklat adalah tahap penilaian kebutuhan (training needs assessment) yang berfokus pada siapa yang harus mengikuti Diklat dan jenis Diklat yang mereka butuhkan. Training needs assessment berupaya mengidentifikasi kesenjangan kompetensi dan kinerja yang sudah ada dengan kompetensi dan kinerja yang seharusnya terpenuhi dan apakah kesenjangan tersebut merupakan permasalahan yang dapat diatasi dengan Diklat atau tidak. Perlu diperhatikan bahwa kaitan yang erat antara kompetensi dan Diklat adalah tidaklah serta merta menyatakan bahwa kesenjangan kompetensi dapat diatasi dengan Diklat. Oleh karena itu haruslah terlebih dahulu dipisahkan mana yang merupakan masalah-masalah Diklat dan mana yang merupakan masalah- Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-66

86 masalah bukan Diklat, sehingga akan terungkap persoalan-persoalan yang bersifat bukan Diklat, disamping persoalan Diklat sendiri. Gambar 2.12 : Training Needs Assessment KOMPETENSI EKSISTING KESENJANGAN KOMPETENSI KOMPETENSI HARAPAN NON TRAINING PROBLEM TRAINING PROBLEM PETA KEBUTUHAN DIKLAT DESAIN PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI Sumber: Jeannette Swist, Conducting a Training Needs Assessment, AMX International, Inc. Training Needs Assessment Analysis Tools, content/rd&v/rd&v-ref.htm. Karena itu, training needs assessment bertujuan untuk (Swist, 2001:23): a. Menentukan jenis Diklat yang berhubungan dengan pekerjaan pegawai; b. Menentukan jenis Diklat yang dapat meningkatkan/memperbaiki kinerja pegawai; c. Menentukan apakah Diklat akan mempengaruhi kinerja pegawai; d. Membedakan antara kebutuhan Diklat yang ada dengan permasalahan organisasi; e. Menghubungkan antara kinerja pegawai dengan tujuan organisasi. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-67

87 Pelaksanaan training needs assessment memerlukan tiga tipe analisis yaitu : 1. Analisis Organisasional Analisis organisasional mencoba menjawab pertanyaan dimana sebaiknya dilakukan titik berat Diklat di dalam organisasi dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi Diklat. Analisis organisasional bertujuan untuk menyelaraskan tujuan Diklat dengan faktor-faktor berupa: tujuan organisasi itu sendiri, sumber daya yang tersedia, alokasi sumber-sumber daya serta hambatan-hambatan yang mungkin akan ditemui (Goldstein, 1993:24). Beberapa hal yang dapat dianalisis dalam organisasi yang berkaitan dengan training needs assessment dalam penyusunan program Diklat dapat meliputi (Salas, 2002:24): a. Bagaimana pengaruh konteks organisasi terhadap strategi SDM dalam peningkatan lingkungan pembelajaran yang berkelanjutan. b. Bagaimana pengaruh konteks organisasi terhadap strategi SDM dalam upaya mengelola pengetahuan secara efektif. c. Bagaimana pengaruh konteks organisasi terhadap strategi SDM dalam menentukan strategi organisasi yang terbaik dalam pembelajaran dan Diklat. 2. Analisis Operasional. Analisis operasional adalah proses menentukan perilaku yang dituntut dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang mesti dipenuhi. Analisis operasional sangat tergantung pada kompetensi seorang ahli untuk menentukan perilaku-perilaku yang tepat dan kuantitas serta kualitas perilaku-perilaku tersebut untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Analisis operasional sangat mirip dengan analisis pekerjaan, tetapi analisis operasional terpusat pada pegawai, bukan pada pekerjaan. Analisis ini terpusat pada apa yang harus dilakukan seorang pegawai untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Nilai dari analisis operasional adalah bahwa analisis ini tidak hanya menentukan sasaran-sasaran Diklat, tetapi juga mengindikasikan apa yang akan menjadi kriteria untuk menilai efektivitas Diklat. Analisis ini meliputi: a. suatu pengumpulan secara sistematis informasi yang menggambarkan secara rinci bagaimana pekerjaan dilaksanakan. b. Standar-standar kinerja untuk pekerjaan tersebut dapat ditentukan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-68

88 c. Bagaimana tugas-tugas akan dilaksanakan untuk mencapai standar tersebut. d. Pengetahuan, keahlian, kompetensi, dan karakteristik lainnya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas yang efektif. 3. Analisis Personalia. Analisis personalia berupaya mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhankebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi dengan karakteristik-karakteristik dari masing-masing pegawai. Perbedaan antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya dapat diatasi dengan kebutuhan Diklat maupun dengan kebutuhan non Diklat. Kinerja yang diharapkan dapat dilihat melalui tahapan analisis operasional dengan menentukan standar kinerja. Sedangkan kinerja sesungguhnya dapat dilihat melalui data kinerja individu, nilai diagnosa pegawai oleh supervisor, catatancatatan kinerja, survey sikap, wawancara, atau tes yang akhirnya dapat menunjukkan informasi mengenai kinerja aktual setiap karyawan yang dapat dibandingkan dengan tolok ukur kinerja yang diharapkan. Kesenjangan antara kinerja aktual dan yang diharapkan dapat diatasi dengan Diklat. Hal yang terpenting disini adalah penilaian yang dilakukan oleh diri sendiri pegawai inilah penilaian yang paling obyektif diantara teknik penilaian lainnya. Untuk keperluan objektivitas penilaian diperlukan kejujuran untuk melaksanakannya. Karena yang bersangkutan yang paling tahu akan kemampuannya, maka dialah yang tahu persis perlu tidaknya mengikuti suatu program Diklat. Fokus analisis personalia meliputi tugas-tugas dan tanggung jawab pekerjaan serta pengetahuan, keahlian-keahlian dan kompetensi dalam melakukan suatu pekerjaan. Tujuan analisis personalia adalah memeriksa seberapa baik pegawai melaksanakan pekerjaannya. Selanjutnya adalah tahapan-tahapan yang terdapat di dalam penilaian kebutuhan Diklat yaitu : 1. Melakukan analisis kesenjangan. Tahap pertama adalah dengan melakukan perbandingan kinerja atau kompetensi aktual yang ada pada setiap pegawai didalam organisasi dengan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-69

89 standar kinerja atau kompetensi yang telah ditetapkan. Sehingga dalam tahap pertama ini dilakukan analisis yang meliputi: a. Situasi saat ini, yaitu menentukan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang ada pada saat ini. Analisis pada situasi saat ini mencakupi tujuan organisasi, iklim organisasi, serta lingkungan internal dan eksternal organisasi. b. Situasi yang diharapkan, yaitu mengidentifikasi kondisi yang diharapkan untuk keberhasilan para pegawai dan organisasi. Karena itu, analisis pada situasi ini berfokus pada standar pekerjaan atau tugas yang diperlukan termasuk pengetahuan, keterampilan, sikap dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan tersebut. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-70

90 Gambar 2.13 : Proses Training Needs Assessment LINGKUNGAN Pemerintahan Undang-undang Perekonomian ANALISIS ORGANISASI Sasaran-sasaran Sumber daya Alokasi Sumber daya KEBUTUHAN DIKLAT? TIDAK YA ANALISIS OPERASIONAL Apakah Perilaku Spesifik yang harus dilakukan supaya individu dapat menunaikan pekerjaannya Secara efektif SOLUSI ALTERNATIF KEBUTUHAN DIKLAT? TIDAK SOLUSI ALTERNATIF YA ANALISIS PERSONALIA Pengetahuan, Keahlian & Sikap TINGKAT KINERJA SEKARANG TINGKAT KINERJA OPTIMAL KEBUTUHAN DIKLAT Sumber: Goldstein, Training in organization: Needs Assessment, Development and Evaluation, Monterey CA: Brooks, Cole, Perbedaan atau kesenjangan yang terjadi diantara analisis pada situasi saat ini dan pada situasi yang diharapkan dapat menghasilkan identifikasi terhadap kebutuhan, tujuan dan sasaran yang diharapkan. Hasil dari analisis kesenjangan dapat dianalisis lebih lanjut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut (Brinkerhoff, htm) : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-71

91 a. Problems or deficits, yaitu apakah masalah kesenjangan tersebut dapat diatasi dengan kegiatan-kegiatan SDM atau tidak? b. Impending change, yaitu apakah masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh adanya perubahan yang terjadi seperti adanya penerapan proses dan peralatan baru, persaingan ataupun perubahan staf pegawai? c. Opportunities, yaitu apakah terdapat kemungkinan adanya suatu keunggulan dari pelaksanaan program Diklat? d. Strength, yaitu apakah terdapat kemungkinan para pegawai yang telah dilatih akan mampu menghasilkan keuntungan dari kekuatan organisasi yang ada? e. New direction, yaitu apakah hasil dari program Diklat dapat menghasilkan tingkatan kinerja yang lebih baik. c. Mandated training, yaitu apakah terdapat faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi pelaksanaan program Diklat di dalam organisasi, seperti kebijakan manajemen ataupun peraturan pemerintah? d. Identifikasi skala prioritas dan kepentingan. Hasil analisis kebutuhan yang dihasilkan pada tahap pertama haruslah diuji skala prioritas dan kepentingannya. Untuk melakukan hal tersebut, dapat dilakukan berdasarkan (Brinkerhoff, IAEL/ 1999.htm): a. Cost effectiveness, yaitu perbandingan antara biaya dari permasalahan dengan biaya yang akan dikeluarkan dari upaya penyelesaian masalah tersebut dengan melakukan cost-benefit analysis. b. Legal mandates, yaitu apakah terdapat peraturan-peraturan yang membutuhkan penyelesaian masalah tersebut. c. Executive pressure, yaitu apakah terdapat harapan atau keinginan dari puncak pimpinan terhadap penyelesaian masalah. d. Population, yaitu seberapa banyak pihak yang akan terlibat dalam upaya penyelesaian masalah. e. Customer, yaitu apakah terdapat harapan dan permintaan dari konsumen terhadap penyelesaian masalah. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-72

92 2. Identifikasi penyebab permasalahan kinerja. Identifikasi penyebab permasalahan kinerja dapat dilakukan melalui analisis terhadap : a. Apakah pekerjaan telah dilakukan secara efektif oleh para pegawai? b. Apakah para pegawai telah benar-benar mengetahui pekerjaan mereka? Sehingga, pada tahapan ini, dilakukan analisis terhadap seluruh pegawai dan pekerjaan-pekerjaan mereka serta organisasi itu sendiri baik pada situasi saat ini maupun untuk persiapan situasi mendatang. 3. Identifikasi kemungkinan penyelesaian masalah dan kemungkinan pengembangan. Apabila dari tahap identifikasi penyebab permasalahan kinerja ternyata menunjukkan hasil bahwa para pegawai tidak melakukan pekerjaan secara efektif, maka perlu diupayakan pemecahan masalah tersebut. Upaya pemecahan masalah dapat berupa : a. Program Diklat yang diberikan apabila penyebab permasalahan kinerja disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan pengetahuan. b. Program pengembangan apabila penyebab permasalahan kinerja tidak disebabkan oleh masalah kurangnya pengetahuan yang dimiliki, melainkan disebabkan oleh perubahan-perubahan yang sifatnya sistematis. Program pengembangan ini dapat berupa perencanaan stratejik ataupun restrukturisasi organisasi. Dalam rangka menganalisis kebutuhan pelatihan, juga digunakan diagram kebutuhan Diklat McCann ( hrdq.com/product/tnat.htm) yang nantinya akan menunjukkan kemampuan kerja pribadi dan kemampuan kerja jabatan, sebagaimana diagram berikut ini. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-73

93 Gambar 2.14 : Diagram Kebutuhan Pelatihan K M A M P N K R J A D C P R I B A D I B A Keterangan Bidang A : Kebutuhan Diklat Kritis Bidang B : Perlu Diklat tapi tidak mendesak Bidang C : Diklat cukup Bidang D : Pengembangan karier KEMAMPUAN KERJA JABATAN Sumber: Travis McCann, Training Needs Assessment 3 Tools (T-NAT), com/ products/tnat.htm 2 Dengan menggunakan diagram diatas, maka akan ditempatkan posisi masing-masing kompetensi yang sudah dinilai, sehingga akan terlihat pada bidang mana kompetensi tersebut berada dan apa yang harus dilakukan terhadap kompetensi tersebut Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-74

94 2.9. TINJAUAN PENERAPAN DI KEMENTERIAN KEUANGAN SECARA UMUM PENATAAN ORGANISASI Penataan organisasi Kementerian Keuangan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan keuangan negara, dan dinamika administrasi publik. Pembenahan dan pembangunan kelembagaan yang terarah dan pro publik diharapkan memberikan dukungan dan pedoman bagi pelaksanaan pembangunan masyarakat dan negara yang lebih adil dan rasional. Kementerian Keuangan telah memulai proses organization reinventing dalam bentuk penataan organisasi sejak tahun 2002 dan terus berjalan hingga hari ini. Penataan organisasi tersebut meliputi pemisahan, penggabungan, dan penajaman fungsi, serta modernisasi. Penajaman tugas dan fungsi dilakukan di Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Badan Kebijakan Fiskal. Sementara modernisasi diimplementasikan dalam pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Modern Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Umum (KPU DJBC) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan. Dengan modernisasi tersebut, saat ini masyarakat telah dapat memperoleh pelayanan prima pada 3 KPP Wajib Pajak Besar, 28 KPP Madya, dan 171 KPP Pratama. Selain itu pelayanan prima juga dapat diperoleh di KPU Tipe A DJBC Tanjung Priok dan KPU Tipe B DJBC Batam. Sementara di 18 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Percontohan juga telah beroperasi. Disamping itu, telah pula dilakukan pemisahan dan penajaman fungsi organisasi yang diharapkan mampu menciptakan struktur organisasi yang menghasilkan kebijakan berkualitas dan dapat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Dengan berorientasi pada aspirasi publik, organisasi Kementerian Keuangan tidak bersifat massive, melainkan senantiasa nmelakukan self reinventing sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Konsekuensinya, ke depan penataan organisasi akan terus menerus dilakukan dengan tujuan utama Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-75

95 menjadikan Kementerian Keuangan sebagai organisasi birokrasi yang peka terhadap tuntutan pelayanan publik dan menghasilkan kebijakan dan layanan yang adil dan rasional PENYEMPURNAAN PROSES BISNIS Sebagai organisasi yang pro publik, penyempurnaan proses bisnis di Kementerian Keuangan diarahkan untuk menghasilkan proses bisnis yang akuntabel dan transparan, serta mempunyai kinerja yang cepat dan ringkas. Untuk itu, Kementerian Keuangan menyusun SOP yang rinci dan dapat menggambarkan setiap jenis keluaran pekerjaan secara komprehensif, melakukan analisis dan evaluasi jabatan untuk memperoleh gambaran rinci mengenai tugas yang dilakukan oleh setiap jabatan, serta melakukan analisis beban kerja untuk dapat memperoleh informasi mengenai waktu dan jumlah pejabat yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan ketiga alat tersebut Kementerian Keuangan dapat memberikan layanan prima kepada publik, yaitu layanan yang terukur dan pasti dalam hal waktu penyelesaian, persyaratan administrasi yang dipenuhi, dan biaya yang harus dikeluarkan. Gambar 2.15 Penyempurnaan Proses Bisnis Standard Operating Procedures Analisis Beban Kerja Penyempurnaan Proses Bisnis Analisis & Evaluasi Jabatan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-76

96 ANALISIS DAN EVALUASI JABATAN Analisis dan Evaluasi Jabatan merupakan proses, metode, dan teknik untuk memperoleh data jabatan yang diolah menjadi informasi jabatan. Disajikan untuk kepentingan manajemen sumber daya manusia (SDM), sekaligus sebagai umpan balik bagi organisasi dan ketatalaksanaan. Hasil dari Analisis dan Evaluasi Jabatan adalah Uraian Jabatan, yaitu pemaparan secara terperinci dan lengkap mengenai informasi suatu jabatan. Oleh karena itu, Analisis dan Evaluasi Jabatan bukan analisis pribadi atau terhadap individu atau personil, melainkan analisis atau penilaian terhadap jabatan. Kementerian Keuangan merintis pelaksanaan Analisis dan Evaluasi Jabatan sejak tahun Untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan organisasi dan mendukung penerapan manajemen SDM yang profesional, pada tahun Kementerian Keuangan memelopori pembaharuan pelaksanaan Analisis dan Evaluasi Jabatan yang mampu memenuhi kebutuhan yang lebih luas, seperti untuk keperluan penyusunan peringkat jabatan (job grading) yang merupakan dasar penetapan remunerasi. Sementara itu, informasi jabatan disusun untuk mengukur tingkat kedalaman pengetahuan dan ketrampilan (know how), tantangan pemikiran yang dibutuhkan dalam pekerjaan (problem solving), dan akuntabilitas dampak jabatan pada hasil akhir (accountability). Untuk dapat mewujudkan informasi jabatan yang tepat-guna, dilakukan perubahan azas, dari azas formalitas menjadi azas realitas, sesuai dengan substansi teknis jabatan yang bersangkutan. Disamping itu diperlukan informasi jabatan baru yang selama ini belum ada, yaitu tujuan jabatan, dimensi jabatan, serta masalah dan tantangan Jabatan. Hingga saat ini Kementerian Keuangan telah berhasil melakukan analisis dan evaluasi seluruh jabatan sebanyak jabatan eselon I hingga V, dan menyusun uraian jabatan eselon I hingga Pelaksana. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-77

97 a. Contoh Nama Jabatan A. Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Struktural. B. Penelaah Bahan Telaahan Tingkat I Non Struktural. C. Pranata Komputer Madya Non Struktural (fungsional). b. Ikhtisar Jabatan Adalah ringkasan tugas-tugas yang dilakukan oleh pemangku jabatan sehingga dapat dengan mudah diketahui tugas pemangku jabatan tersebut. Untuk jabatan struktural, ikhtisar jabatan mengacu pada tugas pokok yang ada dalam statuta organisasi, sedangkan untuk jabatan non struktural (pelaksana) dapat dirumuskan berdasarkan tugas jabatan atasan langsungnya yang mencerminkan tugas turunan dari atasan langsungnya tersebut. Sedangkan untuk jabatan non struktural (fungsional) dapat dirumuskan berdasarkan butir kegiatan yang tercantum dalam Peraturan Menpan. Contoh Ikhtisar Jabatan dan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, pemantauan, analisis dan evaluasi di bidang pajak daerah dan retribusi daerah (Sumber : KMK No131/KMK.01/2006 Pasal 1184). c. Tujuan Jabatan Adalah uraian yang menjelaskan tujuan diciptakannya jabatan tersebut, apa kontribusi spesifik jabatan tersebut bagian tujuan yang mana dari organisasi yang ingin dicapai dengan adanya jabatan tersebut dan apa akibatnya jika jabatan ini ditiadakan. Contoh Tujuan Jabatan dari Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terwujudnya kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan prinsip-prinsip pajak daerah dan retribusi daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-78

98 d. Uraian Tugas dan Kegiatan A. Uraian Tugas Gambaran yang mencerminkan sekumpulan kegiatan yang harus dilakukan oleh pemangku jabatan dalam untuk mencapai tujuan tertentu dalam menyelesaikan suatu jabatan. B. Uraian Kegiatan Gambaran mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemangku jabatan dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Dengan adanya uraian kegiatan yang jelas maka akan mempermudah setiap pegawai dalam menyelesaikan tugasnya. Contoh Uraian Tugas dan Kegiatan dari Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 1. Merumuskan konsep kebijakan dalam rangka penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. (uraian tugas) 2. Menugaskan Kepala Subdirektorat sesuai bidang tugasnya untuk merumuskan konsep kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. (uraian kegiatan) 3. Meneliti dan mengoreksi rumusan konsep kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. (uraian kegiatan) 4. Membahas dan merumuskan konsep kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah bersama para Kepala Subdirektorat. (uraian kegiatan) Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-79

99 5. Menugaskan Kepala Subdirektorat sesuai bidang tugasnya untuk menyempurnakan rumusan konsep kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah berdasarkan hasil pembahasan. (uraian kegiatan) 6. Meneliti dan mengoreksi konsep kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah serta menyampaikan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. (uraian kegiatan) e. Bahan Untuk Menyelesaikan Pekerjaan Adalah masukan atau sesuatu yang diolah atau sesuatu yang diproses dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan untuk memperoleh hasil kerja. Sesuatu yang diolah atau tersebut dapat berupa data atau benda. Contoh Bahan Untuk Menyelesaikan Pekerjaan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Surat dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tentang permintaan narasumber dalam rangka Sosialisasi/diseminasi mengenai peraturan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah. f. Alat Untuk Menyelesaikan Pekerjaan Adalah alat yang digunakan dalam melaksanakan tugas, biasanya berupa peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Contoh Alat Untuk Menyelesaikan Pekerjaan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-80

100 g. Hasil Kerja Adalah produk atau keluaran (output) dari jabatan. Contoh Hasil Kerja dari Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Konsep kebijakan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk penyusunan nota keuangan dan pokok-pokok kebijakan fiskal. h. Wewenang Adalah hak yang dimiliki oleh pemangku jabatan untuk mengambil suatu keputusan atau tindakan yang diperlukan untuk mengajukan pendapat mengenai suatu hal agar tugas yang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik. Dengan adanya perumusan wewenang yang jelas, maka dapat dihindarkan terjadinya penyalahgunaan ataupun duplikasi wewenang. Contoh Wewenang Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Memberikan usulan rekomendasi/persetujuan tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. i. Dimensi Jabatan Adalah uraian yang menggambarkan besaran kuantitatif yang menunjukkan skala besarnya cakupan jabatan baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat membedakan antara suatu jabatan dengan jabatan lain yang serupa. Contoh Dimensi Jabatan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dimensi Non Finansial: Mengkaji dan mengevaluasi Perda dan Raperda pada 33 provinsi dan 450 kabupaten/kota. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-81

101 j. Hubungan Kerja Mencakup kedudukan hubungan kerja antara atasan dengan bawahan, rekan kerja yang kedudukannya sama dengan pasangan kerja baik yang kedudukannya sama maupun yang berlainan (hubungan kerja vertikal, horisontal, dan diagonal). Hubungan kerja tersebut harus menjelaskan dalam hal apa hubungan kerja tersebut dilakukan, dan mencakup di dalam dan di luar Kementerian Keuangan. Contoh Hubungan Kerja Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Para Direktur pada Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri dalam hal evaluasi Perda dan Reperda. Kepala Dinas Pendapatan Daerah Setda Provinsi/Kabupaten/Kota dalam hal konsultasi Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). k. Masalah dan Tantangan Jabatan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Adalah uraian mengenai masalah dan tantangan yang dihadapi oleh siapapun pemangku jabatan dalam menjalankan tugas pekerjaannya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang dianggap kritis dalam organisasi, tidak bersifat pribadi seperti hubungan dengan atasan, ketidakpuasan, serta solusi yang diharapkan atas permasalahan tersebut. Contoh Masalah dan Tantangan Jabatan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Batasan waktu yang relatif singkat dalam melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi atas Perda dan Raperda tentang PDRD, sehingga diperlukan peninjauan kembali terhadap peraturan yang mengatur mengenai batasan waktu dalam melakukan evaluasi Perda dan Raperda tentang PDRD. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-82

102 Tabel 2.5 Jumlah Uraian Jabatan Yang Telah Disusun Unit Kerja Eselon I Urjab Struktural Urjab Pelaksana Jumlah Urjab 1. Sekretariat Jenderal Ditjen Anggaran Ditjen Pajak Ditjen Bea dan Cukai Ditjen Perbendaharaan Ditjen Kekayaan Negara Ditjen Perimbangan Keuangan Ditjen Pengelolaan Utang Inspektorat Jenderal Bapepam dan LK Badan Kebijakan Fiskal BPPK Staf Ahli Menteri Jabatan Fungsional Jumlah Urjab Gambar 2.16 Proses Pelaksanaan Analisis Dan Evaluasi Jabatan. Persiapan Pengumpulan Data Analisis Jabatan Pengolahan Data Evaluasi Jabatan Peringkat Jabatan Struktural Remunisasi Pedoman Analisis Program Formulir Responden Teknik Data Jabatan Uraian Jabatan Spesifikasi Jabatan Peta Jabatan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-83

103 ANALISIS BEBAN KERJA (Job Load Analysis) a. Prinsip Dasar Memilah dan mengelola informasi ke dalam format Uraian Jabatan yang telah ditentukan. Yang dianalisis adalah jabatan, bukan pemangku jabatan. Tidak berkaitan dengan prestasi individu, pemangku jabatan hanya sebagai narasumber (responden). Sumber untuk menganalisis jabatan adalah fakta berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang ditetapkan dalam statuta organisasi. b. Informasi Jabatan Untuk Pengumpulan Data Jabatan Table 2.6 Informasi Jabatan 1. Nama jabatan 9. Tanggung jawab 2. Ikhtisar jabatan 10. Dimensi jabatan 3. Tujuan jabatan 11. Hubungan kerja 4. Uraian tugas dan kegiatan 12. Masalah dan tantangan jabatan 5. Bahan untuk menyelesaikan pekerjaan 13. Risiko bahaya 6. Alat untuk menyelesaikan pekerjaan 14. Syarat jabatan 7. Hasil kerja 15. Kedudukan dalam jabatan 8. Wewenang Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-84

104 c. Penyempurnaan Informasi Jabatan Tabel 2.7. Penyempurnaan Informasi Jabatan KEPMENKEU 387/ Penyempurnaan Berdasarkan Keterangan KMK.01/1987 PERMENKEU 138/PMK.01/2006 Yo.70/PM.1/ Nama Jabatan 1. Nama Jabatan Tetap 2. Ikhtisar Jabatan 2. Ikhtisar Jabatan Tambahan 3. Tujuan Jabatan Tetap 3. Uraian Tugas dan Kegiatan 4. Uraian Tugas dan Kegiatan Tetap 4. Bahan yang digunakan 5. Bahan yang digunakan Tetap 5. Alat yang digunakan 6. Alat yang digunakan Tetap 6. Hasil kerja 7. Hasil kerja Tetap 7. Wewenang 8. Wewenang Tetap 8. Tanggung jawab 9. Tanggung jawab Tetap 10. Dimensi Tambahan 9. Hubungan kerja 11. Hubungan kerja Tetap 12. Masalah dan tantangan kerja Tambahan 10. Risiko bahaya 13. Risiko bahaya Tetap 11. Syarat jabatan 14. Syarat jabatan Tetap 12. Peta jabatan 15. Kedudukan dalam organisasi Peta jabatan dibuat per unit organisasi eselon II Kedudukan dalam jabatan dibuat dalam butir info jabatan tiap jabatan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-85

105 d. Pertimbangan Perubahan Format Butir Informasi Jabatan Menyesuaikan dengan kebutuhan tujuan dan sasaran analisis jabatan saat ini, yaitu untuk melakukan proses Evaluasi Jabatan untuk dapat menghasilkan job grading/peringkat jabatan sebagai dasar perbaikan sistem remunisasi. Menyesuaikan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan stakeholder o Lama: Lebih berorientasi pada uraian tugas/pekerjaan (o task oriented) o Baru: Menuju pada orientasi pertanggungjawaban (o accountability oriented) Menyesuaikan dengan perkembangan di luar institusi publik sepanjang masih relevan dengan kebutuhan. e. Nama Jabatan Merupakan identifikasi dari pemangku jabatan baik struktural maupun non struktural. Bagi Jabatan struktural, nama jabatan sudah tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Bagi jabatan non struktural pelaksana, nama jabatan dapat ditentukan berdasarkan tugas pelaksana yang bersangkutan. Sementara untuk jabatan non struktural (fungsional) mengacu pada Peraturan Menpan tentang Jabatan Fungsional yang Bersangkutan. f. Risiko Bahaya/Risiko Jabatan Adalah risiko atas bahaya yang mungkin timbul dan menimpa pegawai sewaktu melakukan tugas jabatannya. Risiko bahaya dapat berupa risiko bahaya terhadap fisik atau mental. Risiko bahaya fisik dapat berupa kecelakaan yang menimbulkan cacat terhadap anggota tubuh atau meninggal dunia. Sementara risiko bahaya mental dapat berupa terganggunya mental atau kejiwaan seorang pegawai. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-86

106 Contoh Risiko Bahaya/Risiko Jabatan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Tidak ada Selain risiko bahaya fisik dan non fisik, dapat pula diuraikan risiko operasional dan risiko fiskal. Risiko operasional adalah risiko suatu jabatan yang mengakibatkan tidak dapat beroperasionalnya jabatan yang lain. Risiko fiskal adalah risiko suatu jabatan yang secara tidak langsung mengakibatkan kerugian keuangan negara. g. Syarat Jabatan Kualifikasi yang harus dimiliki oleh pemangku jabatan yang dapat berupa kepangkatan, pendidikan formal diklat/kursus, dan syarat lainnya, yaitu A. Pangkat/Golongan pemangku jabatan struktural mengacu pada Lampiran. Peraturan pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 yang mengatur eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural. B. Pendidikan formal pemangku jabatan Struktural disesuaikan dengan eselon dan bidang tugasnya masing. C. Diklat bagi pemangku jabatan struktural dan pelaksana disesuaikan dengan kebutuhan unit eselon I masing-masing. Khusus untuk diklat perjenjangan (Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan Tingkat IV, Tingkat III, dan Tingkat II) disyaratkan bagi pemangku jabatan structural sesuai dengan jabatannya. Contoh Syarat Jabatan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pangkat/golongan Pendidikan Formal Diklat/Kursus Syarat lainnya :Pembina Utama Muda (IV/c) :S1/S2/S3 : Diklatpim Tk.II : Pernah menduduki jabatan eselon III Selain hard competency yang disesuaikan dengan kebutuhan tugas dan fungsi unit eselon I masing-masing, setiap pemangku jabatan struktural dan pelaksana Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-87

107 dipersyaratkan memiliki soft competency, yaitu seperti pada kamus kompetensi jabatan Kementerian Keuangan berikut. h. Soft Competency pada Kamus Kompetensi Jabatan 1. Visioning, (Penetapan Visi), adalah mengidentifikai sasaran jangka panjang dan mendorong implementasi dan berbagai gagasan atau alternatif yang berbeda. Menghasilkan solusi yang kreatif dan strategis yang dapat diimplementasikan. Mampu menantang dan mendorong organisasi untuk terus meningkatkan diri dan bertumbuh. 2. Innovation, (Inovasi), adalah mencetuskan solusi baru dan kreatif yang akan menghasilkan antara lain peningkatan kinerja, hasil yang lebih baik, produktivitas yang lebih tinggi. 3. In-depth problem solving and analysis, (Pemecahan dan analisis masalah), merupakan kemampuan memecahkan masalah yang sulit melalui analisis dan evaluasi yang seksama dan sistematis terhadap informasi, alternatif yang mungkin dan konsekuensinya. 4. Decisive judgement, (Penilaian yang tegas), adalah membuat keputusan yang baik, benar, dan tepat waktu. 5. Championing change, (Memimpin Perubahan), adalah mengambil tindakan untuk mendukung dan melaksanakan inisiatif perubahan secara efektif. 6. Adapting to change, (Adaptasi terhadap Perubahan), adalah beradaptasi terhadap perubahan situasi, menyusun kembali tugas-tugas dan prioritas selama perubahan terjadi dalam lingkup kerja dan organisasi. 7. Courage of convictions, (Keberanian berdasarkan Keyakinan) adalah memiliki keberanian pribadi untuk menangani persoalan-persoalan yang sulit ketika menghadapi kemungkinan akan adanya pertentangan. 8. Business acumen, (Keahlian Bisnis) adalah memahami konsep-konsep bisnis dan keuangan secara umum, memahami bisnis organisasi, dan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-88

108 menggunakan pengetahuan baik secara umum maupun secara spesifik untuk bekerja secara efektif. 9. Planning and organizing, (Perencanaan dan Pengorganisasian), adalah secara efektif merencanakan dan mengorganisasi pekerjaan sesuai kebutuhan organisasi dengan menetapkan tujuan dan mengantisipasi kebutuhan dan prioritas. 10. Driving for result, (Mendorong Hasil) adalah menantang, mendorong organisasi dan diri mereka sendiri untuk menjadi unggul dan berprestasi tinggi. 11. Delivering result, (Memberikan Hasil), adalah mempertahankan tingkat komitmen yang tinggi untuk mencapai hasil secara pribadi. 12. Quality focus, (Fokus kepada Kualitas), adalah mendorong dan mempertahankan standar kualitas yang tinggi dalam pekerjaan. 13. Continous improvement, (Perbaikan terus-menerus), adalah mencari peluang untuk meningkatkan proses, system, dan metode yang ada untuk mendorong keandalan, kualitas, dan efisiensi pekerjaan. 14. Policies, processes, and procedures, (Kebijakan, Proses dan Prosedur), adalah mengikuti prosedur dan pedoman organisasi untuk mencapai tujuan. 15. Safety, (Keselamatan Kerja), adalah memahami pentingnya praktik atau teknik keselamatan kerja, Mengikuti dan menerapkan secara efektif, serta mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama. 16. Stakeholder Focus, (Fokus Kepada Pemangku Kepentingan), adalah mengantisipasi kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders) dengan merancang, mendorong, dan mendukung penyampaian hasil (produk dan jasa) yang melebihi harapan. 17. Stakeholder service, (Pelayanan Pemangku Kepentingan), adalah mengenali dan memahami kebutuhan pemangku kepentingan (stakeholders) dan menyampaikan hasil yang melebihi harapan pemangku kepentingan (stakeholders). Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-89

109 18. Integrity, (Integritas), adalah mempertahankan tingkat kejujuran dan etika yang tinggi dalam perkataan dan tindakan sehari-hari. 19. Resilience, (Ketabahan), adalah menangani masalah, tekanan, dan stress yang berkaitan dengan pekerjaan secara efektif, professional, dan positif. 20. Continuous learning, (Pembelajaran Berkesinambungan), adalah berusaha memperluas pengetahuan dan meningkatkan keterampilan melalui pembelajaran formal maupun informal. Memberikan inspirasi kepada orang lain untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan yang relevan dengan pekerjaan mereka. 21. Team work and collaboration, (Kerjasama Tim dan Kolaborasi), adalah secara efektif bekerja dan berkolaborasi dengan orang lain kearah sasaran bersama dikaitkan dengan tingkat partisipasi dan kontribusi terhadap kinerja tim. 22. Influencing and persuading, (Mempengaruhi dan mempersuasi), adalah meyakinkan orang lain untuk mengambil satu tindakan tertentu. 23. Managing others, (Mengelola Orang Lain), adlah mengarahkan dan memimpin orang lain untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. 24. Team leadership, (Kepemimpinan Tim), adalah memimpin orang lain untuk mencapai sasaran dan tujuan tim. 25. Coaching and developing others, (Membimbing dan Mengembangkan Orang Lain), adalah memberikan sasaran, bimbingan dan umpan balik kepada orang lain untuk mendorong dan memberikan inspirasi untuk perkembangan kompetensi yang berkaitan dengan pekerjaan dan pertumbuhan karir dalam jangka panjang. 26. Motivating others, (Memotivasi Orang Lain), adalah mendorong dan membarikan inspirasi kepada orang lain untuk berprestasi tinggi. 27. Organizational savvy, (Keahlian Berorganisasi), adalah mengendalikan dan menangani politik organisasi dan bekerja di dalam lingkup dinamika organisasi untuk mencapai tujuan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-90

110 28. Relationship management, (Mengelola Hubungan), adalah mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang positif dengan para individu di dalam dan di luar unit kerja. 29. Negotiation, ( Negosiasi), adalah mengidentifikasi kebutuhan dan motivasi kedua pihak serta berusaha untuk mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan. 30. Conflict management, (Pengelolaan Konflik), adalah menangani konflik diantara orang-orang dan menyelesaikan persoalan-persoalan yang sensitive secara efektif. 31. Interpersonal communication, (Komunikasi Interpesonal), adalah berkomunikasi secara jelas dan efektif dengan orang-orang di dalam dan di luar organisasi. 32. Written communication, (Komunikasi Tertulis), adalah memiliki keterampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain dalam format tertulis. 33. Presentation skill, (Kemampuan Presentasi), adalah memiliki keterampilan untuk berkomunikasi secara efektif kepada sekelompok orang dalam situasi formal. 34. Meeting leadership, (Kepemimpinan Rapat), adalah memiliki keterampilan untuk secara efisien dan efektif memimpin dan menangani rapat untuk mencapai hasil yang produktif. 35. Meeting contribution, (Kontribusi dalam Rapat), adalah memiliki keterampilan untuk ikut serta secara efektif dalam rapat. i. Kedudukan Jabatan Adalah bagan/struktur Organisasi yang menggambarkan jabatan yang bersangkutan, satu tingkat diatas jabatannya, dan satu tingkat dibawah jabatannya, sebagaimana contoh berikut. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-91

111 Gambar 2.17 Kedudukan Jabatan Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah PEMERINGKATAN JABATAN Pemeringkatan Jabatan (Job Grading) adalah pengelompokan sejumlah jabatan yang memiliki bobot yang relatif sama. Peringkat Jabatan merupakan cerminan atas besarnya tanggung jawab dan risiko pekerjaan. Tujuan peringkat Jabatan adalah memberikan penghargaan kepada pegawai sesuai dengan tingkat tanggung jawab dan risiko jabatan/pekerjaan. a. Prinsip Penyusunan Peringkat Jabatan o Yang dievaluasi adalah jabatan/pekerjaan dan bukan pemangku jabatan (pejabat). o Menghargai tanggung jawab pekerjaan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-92

112 o Mengakomodasi perbedaan tanggung jawab pekerjaan satu dengan lainnya. o Sebagai dasar bagi pola mutasi dan perencanaan karir di Kementerian Keuangan secara profesional. d. Faktor dalam Pemeringkatan Jabatan Gambar 2.18 Faktor dalam Pemeringkatan Jabatan (Know-How) o Technical Know-how o Managerial Know-how o Human Relations skills Proses Throughput (Problem Solving) Job Profile Output (Accountability) Thinking Environment Freedom to Act Thinking Challange Magnitude Impact on End Results e. Input (Know-How) Technical Know-How yaitu pengetahuan, kemampuan dan/atau kemampuan teknis atau spesifik tertentu yang diperlukan untuk dapat melakukan sebuah pekerjaan dengan kompeten. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-93

113 Managerial Know-How yaitu kemampuan untuk melakukan perencanaan, pengelolaan, penganggaran dan seluruh aspek pengelolaan (manajerial) lainnya yang dibutuhkan oleh jabatan tersebut. Human relations Skills yaitu tingkat komunikasi efektif (interpersonal skills) yang perlu dimiliki oleh semua jabatan agar dapat memerankan jabatannya dengan baik. d. Output (Accountability) Freedom to Act yaitu tingkat otoritas yang dimiliki sebuah jabatan dalam melakukan tanggung jawabnya untuk menghasilkan output. Magnitude yaitu nilai tambah bagi organisasi. Impact yaitu dampak jabatan pada output secara langsung maupun tidak langsung (direct atau indirect). f. Struktur Peringkat Jabatan Kementerian Keuangan Tabel 2.8 Struktur Peringkat Jabatan Kementerian Keuangan Jabatan Peringkat Jabatan Peringkat Golongan Struktural Jabatan jabatan Eselon I IIIC-IIID-IVA IIIB-IIIC-IIID IIIA-IIIB-IIIC 24 9 IID-IIIA-IIIB Eselon II 23 8 IIC-IID-IIIA 22 7 IIB-IIC-IID 21 Pelaksana 6 IIA-IIB-IIC 20 5 ID-IIA-IIB Eselon III 19 4 IC-ID-IIA 18 3 IC 17 2 IB Eselon IV 16 1 IA Eselon V 13 Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-94

114 Tabel 2.9 Rincian Struktur Pangkat Jabatan Jabatan Fungsional Peringkat Jabatan Fungsional Peringkat Widyaiswara Utama 20 Pemeriksa Pajak Pelaksana 9 Widyaiswara Madya 17 Penilai PBB Madya 18 Widyaiswara Muda 14 Penilai PBB Muda 16 Widyaiswara Pertama 12 Penilai PBB Penyelia 15 Peneliti Utama 22 Penilai PBB Pertama 13 Peneliti Madya 19 Penilai PBB Pelaksana 12 Lanjutan Peneliti Muda 14 Penilai PBB Pelaksana 9 Peneliti Pertama 12 Dokter / Dokter Gigi Utama 18 Auditor Ahli Utama 20 Dokter / Dokter Gigi Madya 15 Auditor Ahli Madya 17 Dokter / Dokter Gigi Muda 13 Auditor Ahli Muda 15 Dokter / Dokter Gigi Pertama 11 Auditor Ahli Pertama 13 Perawat Madya 9 Auditor Penyelia 13 Perawat Muda 8 Auditor Pelaksana Lanjutan 12 Perawat Penyelia 8 Auditor pelaksana 9 Perawat Pertama 7 Pranata Komputer Utama 18 Perawat Pelaksana Lanjutan 7 Pranata Komputer Madya 16 Perawat Pelaksana 6 Pranata Komputer Muda 14 Perawat Pelaksana Pemula 5 Pranata Komputer Pertama 13 Perawat Gigi Penyelia 8 Pranata Komputer Penyelia 12 Perawat Gigi Pelaksana 7 Lanjutan PranataKomputer Pelaksana 9 Perawat Gigi Pelaksana 6 Lanjutan Pranata Komputer Pelaksana 8 Perawat Gigi Pelaksana 5 Pemula Pranata Komputer pelaksana 7 Apoteker Penyelia 8 Pemula Pemeriksa Bea Cukai Madya 18 Apoteker Pelaksana 7 Lanjutan Pemeriksa Bea Cukai Muda 16 Apoteker Pelaksana 6 Pemeriksa Bea Cukai Penyelia 15 Apoteker Pelaksana Pemula 5 Pemeriksa Bea Cukai Pertama 13 Asisten Apoteker Penyelia 8 Pemeriksa Bea Cukai 12 Asisten Apoteker Pelaksana 7 Pelaksana Lanjutan Lanjutan Pemeriksa Bea Cukai 9 Asisten Apoteker Pelaksana 6 Pelaksana Pemeriksa Pajak Madya 18 Asisten Apoteker Pelaksana 5 Pemula Pemeriksa Pajak Muda 16 Bidan Penyelia 8 Pemeriksa Pajak Penyelia 15 Bidan Pelaksana Lanjutan 7 Pemeriksa Pajak Pertama 13 Bidan Pelaksana 6 Pemeriksa Pajak Pelaksana 12 Lanjutan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-95

115 2.10. TINJAUAN PENERAPAN ETHOS KERJA BERBASIS BUDAYA ORGANISASI PADA DITJEN PAJAK KEMENTERIAN KEUANGAN Direktur Jenderal Pajak beserta seluruh jajaran pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di seluruh wilayah Indonesia pada 18 Agustus 2010 melakukan pencanangan nilai-nilai organisasi DJP yang disebut dengan DJP Maju, PasTI. Pencanangan ini merupakan kegiatan penguatan komitmen untuk terus melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia pada umumnya dan Direktorat Jenderal Pajak pada khususnya. Pencanangan nilai-nilai organisasi DJP dilakukan bertepatan dengan momentum ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke-65. Hal ini dimaksudkan agar seluruh jajaran pegawai DJP selalu bersemangat dalam berjuang melalui tugas kedinasan layaknya para pejuang kemerdekaan pada waktu itu serta memegang teguh nilai-nilai organisasi dalam setiap tugas negara yang diembannya. Nilai-nilai organisasi tersebut adalah : Profesionalisme, Integritas, Teamwork, dan Inovasi, yang disingkat dengan sebutan PasTI. Dengan nilai-nilai organisasi ini diharapkan seluruh jajaran pegawai DJP dapat menyatukan langkah dan merapatkan barisan dengan penuh semangat menjalankan tugas sesuai visi dan misi DJP serta sesuai dengan nilai-nilai organisasi tersebut. DJP telah memiliki rumusan Visi dan Misi sebagai berikut: Visi Direktorat Jenderal Pajak Menjadi Institusi pemerintah yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Misi Direktorat Jenderal Pajak Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-96

116 Pendapatan dan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Untuk memudahkan implementasi dari Visi dan Misi tersebut diatas, maka dibuatlah nilai organisasi dengan rumusan PasTI. Adapun definisi operasional dari nilai organisasi PasTI tersebut adalah : Profesionalisme, Memiliki kompetensi di bidang profesinya dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sosial. Integritas, Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral, yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten dan menepati janji. Teamwork, Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang/ pihak lain, serta membangun network untuk menunjang tugas dan pekerjaan Inovasi, Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan dan/atau alternatif pemecahan masalah yang kreatif, dengan memperhatikan aturan dan norma yang berlaku. Pencanangan nilai-nilai organisasi DJP bukanlah sekedar jargon atau slogan semata tetapi merupakan jiwa setiap insan pegawai DJP yang akan melekat terus dan menjadi budaya kerja yang selalu mendasari setiap langkah dan tindakan dalam melaksanakan setiap tugas. Pencanangan ini sejalan dengan program Reformasi Perpajakan Jilid II yang menempatkan pengembangan Informasi dan Teknologi (IT) dan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) sebagai komponen prioritas utama. Dengan berlandaskan nilai-nilai organisasi DJP tersebut, diharapkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) akan memperoleh manfaat nyata akan peran dan arti pajak yang sesungguhnya serta terlayani dengan baik dalam menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-97

117 Untuk lebih mengimplementasikan nilai organisasi diatas, DJP juga merumuskan Kewajiban dan Larangan sebagai panduan sikap dan tindak pegawai DJP. Adapun Kewajiban dan Larangan tersebut adalah sebagai berikut: Setiap Pegawai berkewajiban : 1. Menghormati agama, kepercayaan, budaya dan adat istiadat orang lain. 2. Bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel 3. Mengamankan data atau informasi yang dimiliki DJP 4. Memberikan pelayanan kepada WP (Wajib Pajak), sesama pegawai, atau pihak lain dalam melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. 5. Mentaati perintah kedinasan 6. Bertanggung jawab dan penggunaan barang inventaris milik DJP 7. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor 8. Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban pajak 9. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan LARANGAN : 1. TIDAK Bersikap diskrimintif dalam melaksanakan tugas 2. TIDAK Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik 3. TIDAK Menyalah kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung. 4. TIDAK Menyalahgunakan fasilitas kantor 5. TIDAK Menerima pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari WP, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya. 6. TIDAK Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan 7. TIDAK Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatakan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi miliki DJP 8. TIDAK Melakukan perbuatan tidak terpuji dan bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat DJP Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-98

118 Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai organisasi DJP serta memohon pertolongan Tuhan Yang Maha Kuasa, DJP bertekad segala tugas dan berbagai tantangan yang menghadang dapat dihadapi dan diselesaikan dengan baik, guna mencapai tujuan mengamankan penerimaan negara, demi masa depan Indonesia yang lebih sejahtera TINJAUAN PENERAPAN ETHOS KERJA BERBASIS BUDAYA ORGANISASI PADA DITJEN BEA & CUKAI Sebagai salah satu organisasi pemerintah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), juga menemui tantangan dalam implementasi Reformasi Birokrasi. Terlebih DJBC sebagai institusi global, yang diharapkan juga mampu menangani global operation. Sebagaimana kita ketahui, perubahan lingkungan strategis di tingkat global, serta perkembangan yang sangat cepat di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi, berdampak pada meningkatnya tuntutan masyarakat perdagangan dan perekonomian dunia terhadap kinerja institusi kepabeanan di setiap negara. Sehingga perubahan menjadi institusi yang lebih baik, bagi DJBC memang sudah tidak dapat dielakkan lagi. DJBC sendiri telah mentargetkan dirinya di masa yang akan datang sebagai institusi pabean kelas dunia di bidang kinerja dan citra. Adapun rumusan Visi dan Misi DJBC adalah sebagai berikut : V i s i Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sejajar dengan institusi kepabeanan dan cukai dunia dibidang kinerja dan citra M i s i Memberikan pelayanan yang terbaik kepada industri, perdagangan, dan masyarakat Salah satu upaya serius untuk mewujudkan visi tersebut adalah adanya penyusunan Program Reformasi di Bidang Kepabeanan atau yang sering dikenal dengan Program Reformasi Kepabeanan (Customs Reform). Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-99

119 Customs Reform merupakan konsep perubahan paling aktual bagi DJBC sekarang ini. Oleh karenanya, cultural development pada DJBC dapat didefinisikan sebagai upaya menjadikan Customs Reform sebagai bagian dari budaya DJBC itu sendiri. Artinya, Customs Reform akan efektif dan berkontribusi nyata terhadap tujuan, ketika ia menjadi budaya. Sehingga otomasi sistem dan kecepatan pelayanan, kemitraan yang benar dengan stakeholder, anti penyelundupan dan under valuation, serta adanya integritas, bukanlah sekedar program saja, melainkan menjadi budaya baru di DJBC. Untuk mendukung upaya Custom reform diatas juga disusunlah Kode Etik Pegawai DJBC. Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, yang selanjutnya disebut Kode Etik, adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan pegawai Direktorat Jenderal Rea dan Cukai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi serta dalam pergaulan hidup sehari-hari. Pembentukan Kode Etik di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dimaksudkan untuk meningkatkan etos kerja dalam rangka mendukung produktifitas kerja dan profesuanalitas pegawai. Tujuan Pembentukan Kode Etik Pembentukan Kode Etik di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertujuan untuk : meningkatkan disiplin Pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; menjamin terpeliharanya tata tertib yang berlaku di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan atau dengan instansi terkait; menciptakan dan memelihara kondisi kerja antar Pegawai di lingkungan Direktorat knderal Bea dan Cukai serta menciptakan perilaku yang profesional bagi Pegawai Direktorat knderal Bea dan Cukai; dan meningkatkan citra dan kinerja Pegawai Negeri Sipil, khususnya Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-100

120 Norma Dasar Pribadi Dan Standar Perilaku Organisasi DJBC Setiap Pegawai wajib menganut, membina, mengembangkan, dan menjunjung tinggi norma dasar pribadi sebagai berikut: 1. Jujur, yaitu dapat dipercaya dalam perkataan dan tindakan. 2. Terbuka, yaitu transparan dalam pelaksanaan tugas dan pergaulan internal maupun ekmfernal. 3. Berani, yaitu bersikap tegas dan rasional dalam bertindak dan berperilaku serta. dalam membuat keputusan demi kepentingan negara, pemerintah, dan organisasi. 4. Tangguh, yaitu tegar dan kuat dalam menghadapi berbagai godaan, hambatan, tantangan, ancaman, dan intimidasi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun. 5. Berintegritas, yaitu memiliki sikap dan tingkah laku yang bermartabat dan bertanggung jawab. 6. Profesional, yaitu melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan atau keahlian serta mencegah terjadinya benturan kepentingan dalam pelaksanaan tugas. 7. Kompeten, yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan dan keahlian. 8. Tangkas, yaitu melakukan pekerjaan dengan cepat, tepat dan akurat. 9. Jeli, yaitu melakukan pekerjaan dengan teliti dan mampu memandang potensi permasalahan kerja serta menemukan pemecahannya yang sesuai. 10. Independen, yaitu tidak terpengaruh dan bersikap netral dalam melaksanakan tugas. 11. Sederhana, yaitu bersikap wajar dan atau tidak berlebihan dalam tugas dan kehidupan sehari-hari. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-101

121 Setiap Pegawai wajib mengikuti, menjalankan dan menjaga prinsip-prinsip standar perilaku organisasi sebagai berikut: 1. Kepastian hukum, yaitu mendasarkan pada peraturan perundang-undangan dalam menjalankan tugas, wewenang, dan kebijakan organisasi. 2. Keterbukaan, yaitu membuka diri dan memberi akses kepada masyarakat dalam melaksanakan hak-haknya untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dais tidak diskriminatif tentang manajemen, kinerja, dan pelaksanaan tugas, serta fungsi orpnisasi, tanpa melanggar ketentuan yang berlaku dan asas kerahasiaan jabatan. 3. Kepentingan umum, yaitu mendahulukan kepentingan bersama dengan cara yang ;wpiratif, akomodatif, dan selektif. 4. Akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pimpinan dan atau masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Proporsionalitas, yaitu mengutamakan kepentingan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab organisasi dengan tetap memperhatikan adanya kepentingan yang sah lainnya secara seimbang. 6. Efektifitas, yaitu dalam melaksanakan tugas harus memperhatikan dan mempergunakan cara yang tepat untuk memperoleh hasil yang optimal. 7. Efisiensi, yaitu dalam melaksanakan tugas harus memperhatikan dan mempergunakan waktu dan sumber daya lainnya seoptimal mungkin dalam menyelesaikan tugas. Untuk lebih mengimplementasikan nilai organisasi diatas, DJBC juga merumuskan Kewajiban dan Larangan sebagai oanduan sikap dan tindak pegawai DJBC. Adapun Kewajiban dan Larangan tersebut adalah sebagai berikut: Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-102

122 Setiap Pegawai wajib : 1. menghormati agama, kepercayaan, budaya, dan adat istiadat yang dianut oleh diri sendiri dan orang lain; 2. menaati dan mematuhi tata tertib disiplin kerja berupa ketentuan jam kera serta memanfaatkan jam kerja untuk kepentingan kedinasan dan atau organisasi; 3. menaati dan mematuhi segala aturan, baik langsung maupun tidak langsung, mengenai; tugas kedinasan maupun yang berlaku secara umum; 4. menaati perintah kedinasan; 5. menciptakan dan memelihara suasana dan hubungan kerja yang baik, harmonis, dan sinergis antar pegawai, baik dalam satu unit kerja maupun diluar unit kerja; 6. memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing; 8. mempergunakan dan memelihara barang inventaris milik negara secara baik dan bertanggung jawab; 9. memberikan contoh dan menjadi panutan yang baik bagi pegawai lainnya dan masyarakat; 10. bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan dan santun. Setiap Pegawai dilarang : 1. bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas memberikan pelayanan kepada pegawai dan masyarakat; 2. menjadi anggota dan/atau pengurus dan/atau simpatisan partai politik; 3. menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk kepentingan di luar kedinasan; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-103

123 4. menerima pemberian, hadiah, dan atau imbalan dalam bentuk apapun dari pihak manapun secara langsung maupun tidak langsung yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai yang bersangkutan; 5. membocorkan informasi yang bersifat rahasia serta menyalahgunakan data dan atau informasi kepabeanan dan cukai; 6. melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan, kerusakan, dan atau perubahan data pada sistem informasi milik organisasi; 7. melakukan perbuatan yang tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat organisasi. Demikian upaya-upaya yang dilakukan DJBC dalam rangka mewujudkan visi DJBC untuk mensejajarkan diri dengan institusi kepabeanan dan cukai dunia di bidang kinerja dan citra. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 2-104

124 Bab 3 METODOLOGI Setelah Konsultan melakukan identifikasi permasalahan dan pemahaman secara mendalam terhadap lingkup pekerjaan sesuai dengan TOR sebagai kerangka acuan kerja konsultan, maka dalam melaksanakan pekerjaan akan dibagi dalam beberapa tahapan kegiatan, sedangkan tujuan dilaksanakan pembagian kegiatan kedalam tahapan-tahapan kegiatan ini adalah sebagai berikut : a. Untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan monitoring pekerjaan, khususnya dalam setiap tahapan pekerjaan karena terbagai dalam beberapa tahapan. b. Agar penggunaan waktu dalam melaksanakan pekerjaan dapat lebih efektif dan efisien, sehingga dapat selesai sesuai yang ditargetkan. c. Untuk memudahkan pembagian tugas yang diberikan kepada setiap tenaga ahli dibawah koordinator Ketua Tim. Tahapan-tahapan pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan oleh Konsultan secara singkat meliputi : a. Tahap I : Kegiatan Pendahuluan b. Tahap II : Pengumpulan Data c. Tahap III : Analisis dan Evaluasi d. Tahap IV : Perumusan Konsep Rekomendasi Gambar 3.1. Tahapan Pekerjaan Konsultan PENDAHULUAN PENGUMPULAN DATA ANALISIS & EVALUASI REKOMENDASI Orientasi Kegiatan: Pengumpulan data awal Asistensi dengan tim teknis Peny. Metodologi dan RK Pemahaman permasalahan Penyusunan Metodologi Penyusunan rencana kerja (RK) - Penetapan kebutuhan data - Pengumpulan data - Data SDM Pustra - Data Lembaga lain yang relevan - Analisis Kondisii eksisting SDM - Pemetaan Etos kerja SDM - Analisis Kebutuhan Pelatihan - Fasilitasi Peningkatan Etos Kerja SDM Pelatihan yang perlu dilaksanakan Kebijakan yang perlu disusun - Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-1

125 Tahapan pekerjaan ini mencakup dua jenis penelitian utama yang dilakukan secara simultan, yakni pemetaan etos kerja dan analisis kebutuhan pelatihan. Dua lingkup penelitian utama ini bukan aktivitas yang terpisah, karena analisis kebutuhan pelatihan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbasiskan pemetaan etos kerja sehingga kegiatan penelitian ini sekaligus juga menggambarkan tahapan pekerjaan yang dilakukan pada penelitian. Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Utama I. Pemetaan Etos Kerja II. Penilaian Kebutuhan Pelatihan Secara lebih rinci tahapan kerja pada masing-masing penelitian utama ini akan tergambar pada bagian berikut : 1. Pemetaan Etos Kerja Pada tahap ini, fokus penelitian diarahkan untuk membuat pemetaan etos kerja SDM PUSTRA. Pemetaan etos kerja ini adalah peta etos kerja yang menggambarkan kondisi ideal dan kondisi aktual dari etos kerja yang diharapkan dapat memicu kinerja SDM PUSTRA. Penelitian pemetaan etos kerja ini meliputi beberapa tahapan pekerjaan yang terdiri dari: Penelitian Organisasi dan Organigram Penelitian Literatur Penyusunan Instrumen Penelitian Penelitian lapangan (survey) Analisis data Konstruksi Model Etos kerja Menyusun Model Etos kerja Ketersediaan Etos kerja (aktual) Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-2

126 a. Penelitian Organisasi dan Organigram Tahap penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi sistem organisasi dengan subsistem pekerjaan serta subsistem sumber daya manusia. Penelitian organisasi ini berpijak pada asumsi bahwa landasan utama pembangunan sistem organisasi adalah visi dan misi organisasi, yang kemudian diturunkan dalam elaborasi pada masing-masing subsistem. Sedangkan dalam penelitian organigram akan diidentifikasi beberapa hal sebagai berikut : a. Unit organisasi dan eselonering. b. Tugas pokok dan fungsi masing-masing unit organisasi. c. Uraian dan persyaratan jabatan. Dalam tahap penelitian ini, sumber data yang utama adalah data sekunder yang diperoleh melalui teknik dokumentasi atau penelusuran dokumen tertulis. Untuk menjamin akurasi data dalam penelitian dokumentasi ini, dilakukan kegiatan triangulasi untuk mencocokkan data sehingga identifikasi yang dilakukan berdasarkan data terakhir yang dikeluarkan pihak terkait. b. Penelitian Literatur Kegiatan kajian literatur diarahkan untuk mendapatkan pemahaman dari sisi akademis sehingga dapat menjadi landasan yang kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan, dalam konteks pemetaan etos kerja dan analisis kebutuhan pelatihan berbasiskan etos kerja. Kegiatan kajian literatur difokuskan pada pengelompokkan etos kerja yang integratif dalam organisasi publik. Melalui kegiatan kajian literatur ini pula dapat disusun daftar etos kerja yang efektif untuk memulai kegiatan pengkajian/pemetaan etos kerja pada SDM PUSTRA. c. Penyusunan Instrumen Penelitian Berbasiskan dua penelitian tadi yaitu penelitian organisasi dan penelitian literatur, selanjutnya dilakukan penyusunan instrumen penelitian berisikan pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Sifat instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah self-appraisal, responden diminta untuk menilai sendiri derajat kemampuan etos kerja dalam melakukan sesuatu pekerjaan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-3

127 seperti yang dinyatakan dalam item pernyataan kuesioner, juga menilai sendiri prioritas kepentingan dan urgensi pelatihan menurut mereka. Bentuk pernyataan yang dimintakan responnya kepada responden berupa pernyataan verbal dan jawaban yang tersedia berupa skala jawaban yang menggunakan skala likert. Dalam tahapan penyusunan instrumen ini, juga dilakukan proses uji coba untuk menilai keshahihan dan keterangan dalam instrumen yang digunakan. Uji coba akan dilakukan pada jumlah sampel yang terbatas. Dari hasil uji coba ini akan dilakukan revisi instrumen yang akan digunakan dalam penelitian lapangan. d. Penelitian lapangan (survei) Penelitian lapangan dilakukan sesuai dengan pendekatan analisis kebutuhan yang diletakkan dalam level jabatan, untuk itu maka akan digunakan pendekatan sensus untuk setiap SDM PUSTRA, penelitian lapangan dilakukan dengan perangkat instrumen penelitian yang disusun dalam bentuk kuesioner. e. Analisis data Setelah data dari lapangan selesai dikumpulkan, kemudian akan dilakukan analisis data. Identifikasi keadaan SDM dilakukan dengan menggunakan teknik kuantitatif berupa distribusi frekuensi. Data distribusi frekuensi ini akan dijadikan dasar untuk menyusun peta etos kerja terutama yang berkenaan dengan kesenjangan etos kerja aktual dengan etos kerja ideal. f. Konstruksi Model Etos kerja Setelah proses penelitian lapangan selesai dilakukan dan data selesai diolah, tahap berikutnya adalah menyusun konstruksi model etos kerja. Tahapan ini meliputi dua langkah kegiatan yaitu : 1) menyusun kamus etos kerja pertama, diidentifikasi kesamaan dan pola dalam data yang tersedia. Kemudian informasi ini dikelompokkan dalam tema-tema atau klaster inti (core cluster ) misalnya dapat diidentifikasi dimensi etos kerja menyangkut pengaruh dan memimpin orang lain, maka akan dirumuskan apa yang menjadi klaster inti dari dimensi etos kerja ini. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-4

128 Dalam penyusunan model etos kerja termasuk kamus etos kerja, basis informasi yang digunakan adalah penelitian organisasi dan penelitian literatur. Dari kedua penelitian ini disusunlah inventori etos kerja yang berisikan berbagai dimensi etos kerja. Kemudian dari hasil survey lapangan akan dilihat bobot dari masing-masing item kuesioner dan melalui hasil analisis kuantitatif dapat diidentifikasi sejumlah etos kerja yang diperlukan dalam pelaksanaan kerja SDM PUSTRA yang menjadi obyek penelitian ini. Kemudian melalui pendekatan interpretatif dengan menggunakan teknik kualitatif dilakukan proses perumusan etos kerja dimana setiap item akan dikelompokkan ke dalam bagian yang lebih besar dan seterusnya yang kemudian proses tersebut diulangi secara terbalik, setiap kelompok besar akan dirinci sehingga diperoleh kesatuan yang definitif yang terbagi dalam dua bagian, yakni kelompok besar yang disebut dimensi, dan uraian dari kelompok tersebut berupa klaster inti. Masing-masing pengelompokan di lakukan proses pendefinisian. Contoh kamus etos kerja Kamus Etos kerja SDM PUSTRA (Eselon IV) Dimensi : 1. Pengaruh dan Memimpin Orang Lain : menggunakan visi organisasi untuk membantu orang lain mencapai tujuan-tujuan personal dan organisasi Klaster inti Definisi Pengaruh Visi Menggunakan pengaruh dan kharisma pribadi untuk mendapatkan dukungan dan komitmen bagi pencapaian tujuan organisasi. Mencermati peluang bagi organisasi dan pemantapan tujuan jangka panjang guna memaksimalkan potensi. 2. Menyusun model etos kerja Dengan memanfaatkan hasil analisis data, baik yang menggunakan teknik kuantitatif maupun teknik kualitatif, akan disusun suatu model etos kerja yang berisikan dimensi dan klaster inti etos kerja yang diperlukan untuk melakukan unjuk kerja secara prima. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-5

129 Contoh: model etos kerja Dimensi 1.Bekerja Dengan Orang Lain Direktur Kepala Bagian Kepala Sub bagian Klaster inti Team work Kerja sama Kerja sama Komunikasi Kelompok Kelompok Membina Komunikasi Komunikasi Hubungan Team work Team work 3. Ketersediaan Etos kerja (Aktual) Secara bersamaan, juga dilakukan analisis ketersediaan etos kerja. Basis data terutama bersumber dari hasil survey lapangan. Ketersediaan etos kerja merupakan salah satu dokumen penting dalam pemetaan etos kerja. B. Analisis Kebutuhan Pelatihan (Training Needs Assessment) Tahap berikutnya adalah analisis kebutuhan pelatihan (Training Needs Assessment /TNA). Tahap TNA ini terinci dalam kegiatan sebagai berikut: Analisis Kesenjangan (gap analysis) Identifikasi Masalah Identifikasi Kebutuhan Pelatihan 1. Analisis Kesenjangan (Gap Analysis) Setelah peta etos kerja diidentifikasi, kemudian dilakukan analisis kesenjangan. Analisis ini difokuskan pada kesenjangan yang terjadi antara etos kerja yang diharapkan (ideal) dengan etos kerja yang ada (aktual). Basis peralatan yang digunakan adalah statistik deskriptif yang menggambarkan etos kerja pada kondisi aktual dan ideal. Melalui analisis ini dapat diperoleh gambaran kesenjangan etos kerja yang terjadi pada SDM PUSTRA. 2. Identifikasi Masalah Setelah dilakukan analisis kesenjangan, kemudian akan dilakukan analisis untuk mengidentifikasi masalah, apakah termasuk masalah yang bersifat Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-6

130 pelatihan atau bukan pelatihan (Training and/or training problem). Apabila masuk dalam kategori masalah pelatihan, berarti kesenjangan etos kerja yang terjadi diharapkan dapat diatasi melalui program pelatihan, sedangkan yang termasuk dalam kategori masalah non pelatihan berarti upaya mengatasi kesenjangannya harus melalui cara-cara lain diluar pelatihan, misalnya melalui kebijakan atau penambahan fasilitas. 3. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Selesai identifikasi masalah dilakukan dan masalah-masalah pelatihan (Training problem) dapat diketahui, langkah selanjutnya adalah penyusunan identifikasi kebutuhan pelatihan. Identifikasi kebutuhan pelatihan ini berisikan kategori kebutuhan pelatihan melalui diagram kebutuhan pelatihan. Kategori tersebut dibagi menjadi : kebutuhan pelatihan untuk pengembangan, kebutuhan pelatihan tidak mendesak, kebutuhan pelatihan cukup mendesak, dan kebutuhan pelatihan mendesak (kritis). Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-7

131 C. Kerangka Tahapan Penelitian Utama 1. Tahap I : Pemetaan Etos Kerja (Gambar 3.3) Orientasi Kegiatan Penelitian Organigram Visi & Misi Unit Organisasi Tugas, Pokok dan Fungsi Uraian & Persyaratan Jabatan Penelitian Literatur Penyusunan instrumen Riset / Kuesioner Uji Coba & Revisi Instrumen Riset / Kuesioner Penelitian Lapangan / Survei Analisis Data Alat: Teknik Kuantitatif / (peralatan statistik deskriptif dll) dan Teknik Kualitatif (interpretatik) Membangun Model Etos Kerja Kamus Etos Kerja Model Etos Kerja Ketersediaan Etos Kerja (Aktual) Alat: Hasil Analisis Data Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-8

132 2. Tahap II : Training Needs Assessment (Gambar 3.4) Analisis Kesenjangan Etos Kerja Aktual (current) versus ideal (desired ) Alat : hasil analisa data Identifikasi Masalah Etos Kerja Problem Pelatihan dan Bukan Pelatihan (Training and non training problem ) Alat : hasil analisa data, expert/team panel judgment, indepth interview Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Daftar program / Topik Pelatihan Alat: hasil analisa data, expert/team panel judgment, indepth interview D. Teknik Pengumpulan Data Seperti telah dipaparkan dalam tahapan penelitian, maka penelitian ini menggunakan berbagai teknik pengumpulan data berupa : 1. Angket ( Questioner) Teknik ini pada pokoknya konsultan lakukan dengan penyebaran daftar pertanyaan pada seluruh responden untuk diisi dan setelah itu dikembalikan lagi kepada konsultan. 2. Penelitian Kepustakaan Konsultan melakukan penelitian kepustakaan yang ada kaitannya dengan penyusunan penelitian ini, dan kepustakaan ini sangat membantu konsultan dalam menentukan konsepsi dasar bagi penelitian ini. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-9

133 3. Wawancara Untuk melengkapi data, konsultan mengadakan wawancara dengan beberapa responden serta dengan pihak-pihak yang terkait dengan Pembinaan SDM PUSTRA dan juga dengan Kepala PUSTRA. E. Populasi dan Responden Populasi dalam penelitian ini adalah SDM PUSTRA, adapun sampel/responden yang akan di ambil adalah seluruh SDM PUSTRA. Agar data yang diperoleh dapat lebih akurat dan juga jumlah dari populasi ini tak terlalu besar maka keseluruhan SDM PUSTRA akan menjadi responden dalam penelitian ini (penelitian sensus). Responden akan mengisi kuesioner untuk menilai kondisi etos kerja dirinya sendiri (self appraisal) sedangkan para pimpinan juga akan mengisi kuesioner untuk menilai kondisi etos kerja SDM yang berada pada wilayah strukturalnya. Dengan metode ini maka diharapkan terjadi penilaian yang lebih objektif mengenai kondisi etos kerja SDM PUSTRA. Demikian gambaran metodologi yang akan diterapkan pada pekerjaan ini, sehingga peta perjalanan pekerjaan memiliki panduan dan alat evaluasi. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-10

134 Kegiatan Pendahuluan Pada Tahapan pelaksanaan kegiatan pendahuluan merupakan tahapan awal penyusunan rencana kerja dan penentuan metodologi yang akan digunakan oleh Konsultan untuk bahan penuangan dalam laporan pendahuluan. Kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahapan kegiatan ini meliputi sebagai berikut : Orientasi Kegiatan Pelaksanaan orientasi merupakan kegiatan pengumpulan datadata awal dan segala informasi terhadap lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan. hal ini penting sekali untuk lebih mengetahui permasalahan dan tujuan akhir dalam pelaksanaan kegiatan ini. Pada tahapan ini juga dilakukan asistensi dengan tim teknis untuk mendapatkan arahan substansi dan jadwal waktu pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan pengumpulan data dan informasi awal serta asistensi dengan tim teknis lebih ditekankan pada : 1) Arahan-arahan terhadap pelaksanaan pekerjaan ini termasuk di dalamnya lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan. 2) Data-data yang bisa mendukung dalam penyusunan laporan pendahuluan dan pemahaman Konsultan terhadap permasalahan kegiatan. 3) Gambaran secara singkat arahan kebijakan dan program pembangunan infrastruktur lintas sektoral di pedesaan yang terkait dengan penyelenggaraan infrastruktur PU di wilayah. Dari hasil pengumpulan data awal, pengumpulan informasi dan hasil asistensi dengan tim teknis akan digunakan sebagai bahanbahan dalam penyusunan laporan pendahuluan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-11

135 GAMBAR 3.5 : Bagan Alir Pendekatan Kegiatan DATA SEKUNDER 1. Produk Perundang-undangan, Data/ Dokumen dll. 2. Kebijakan penerapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governace) 3. Kebijakan pengembangan etos kerja dalam rangka pemberdayaan SDM Kajian Kajian Peraturan Perundangan Kajian Teoritis Budaya Kerja Organisasi Kajian Etos Kerja Berbasis Reformasi Birokrasi & Budaya Organisasi PERSIAPAN 1. Pemahaman TOR 2. Konsolidasi Tim 3. Orientasi kegiatan & Pengumpulan Data Awal 4. Penyusunan Metodologi dan Rencana Kegiatan 5. Asistensi 6. Diskusi Laporan Pendahuluan INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI DATA Kajian Permasalahan dan Analisa Perumusan konsep Kebijakan Etos kerja SDM sebagai acuan dalam penerapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) untuk mendukung peningkatan kinerja kelembagaan yang sinergis dan efisien DATA PRIMER 1. Wawancara dengan nara sumber 2. Penyebaran kuisioner Kondisi sistem kelembagaan/organisasi; Kondisi budaya organisasi; Kondisi sistem ketatalaksanaan organisasi; Kondisi Etos Kerja SDM Analisis : Analisis Pemetaan Etos Kerja Analisis Kebutuhan Pelatihan Komitmen Pejabat Sistem Monitoring dan Evaluasi Kerangka Pembinaan Pelaksanaan Program Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-12

136 Penyusunan Metodologi dan Rencana Kerja Dari hasil orientasi pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh Konsultan, maka dimulailah penyusunan metodologi dan rencana kerja yang akan dilakukan oleh konsultan dalam melaksanakan pekerjaan ini. Langkahlangkah yang ditempuh dalam penyusunan metodologi dan rencana kerja ini meliputi sebagai berikut : a. Pemahaman Permasalahan Dari hasil orientasi kegiatan yang berpedoman pada TOR sebagai kerangka acuan serta hasil asistensi dengan tim teknis, maka Konsultan sudah mendapatkan bekal untuk lebih memahami permasalahan etos kerja SDM dalam persiapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) untuk peningkatan kinerja kelembagaan yang sinergis dan efisien. b. Penyusunan Metodologi Dari hasil pemahaman permasalahan serta arahan dari tim teknis akan digunakan oleh Konsultan sebagai bahan dalam penyusunan metodologi dalam pelaksanaan kegiatan yang meliputi : Rencana pengumpulan data dan wawancara dengan nara sumber. Metodologi kajian dan analisa program peningkatan etos kerja yang mendukung tata kelola pemerintahan yang baik. Perumusan Konsep Kebijakan peningkatan etos kerja Rencana penyusunan laporan dan rekomendasi. c. Penyusunan Rencana Kerja Hasil pemilihan metodologi yang akan diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan ini akan digunakan oleh Konsultan untuk menyusun Rencana Kerja yang akan dilaksanakan, terutama dalam Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-13

137 hal pengaturan waktu dan pembagian tugas kepada setiap Tenaga Ahli serta penyusunan jadwal pelaksanaan pekerjaan Pengumpulan Data Pengumpulan data merupakan salah satu aspek penting untuk menyusun rencana pelaksanaan kegiatan, sebelum dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu dilakukan persiapan-persiapan demi kelancaran dalam pelaksanaannya, sehingga data yang diambil baik data primer maupun data sekunder sudah benar-benar sesuai dengan kebutuhan. Metode pengumpulan data primer dan sekunder yang akan diterapkan dalam pekerjaan ini dapat diuraikan sebagai berikut Kebutuhan Data Sebelum ditetapkan kebutuhan data yang akan dikompilasi, terlebih dahulu dilakukan pengamatan atas kondisi etos kerja SDM pada tahuntahun sebelumnya, saran dan informasi dari pejabat yang berkompeten dan memiliki kapasitas untuk memberikan masukan dalam melaksanakan kegiatan ini. Kebutuhan data awal terkait dengan kegiatan ini mencakup Peraturan Perundang-undangan seperti Tap MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Petunjuk Teknis, Petunjuk Pelaksanaan dan literatur lainya, sedangkan untuk data/ dokumen mencakup surat menyurat, buku referensi an lain sebagainya, untuk digunakan sebagai dasar penyusunan dan kelengkapan hasil kegiatan ini, peraturan perundang-undangan yang akan digunakan sebagai landasan yuridis, antara lain sebagai berikut : a. TAP MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN; b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-14

138 c. Peraturan Pemerintah No.42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode etik PNS. d. Peraturan Pemerintah No 30 tentang Peraturan Disiplin PNS; e. Perpres RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJM Nasional Tahun Bab 13 : Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi kementerian Negara serta Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; h. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; i. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II; j. Inpres No 5 tahun 2005 tentang Percepatan Pemberantasan KKN. k. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/KPTS/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum. l. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15/M/PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi Pengumpulan Data Primer Dalam menyusun rancangan kuisioner lebih ditekankan pada upaya menggali pendapat terhadap peningkatan etos kerja SDM dalam Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-15

139 rangka persiapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), yang secara garis besar meliputi : a. Kondisi sistem kelembagaan/ organisasi yang ada apakah sudah tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing) sesuai dengan tugas dan fungsinya. b. Kondisi budaya organisasi yang sudah terbentuk apakah sudah tercapai birokrasi dengan integritas dan kinerja tinggi. c. Kondisi sistem ketatalaksanaan organisasi apakah sudah terbangun sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. d. Apakah sudah terjadi regulasi dan deregulasi birokrasi yang lebih mengarah kepada tertib ketatalaksanaan, tidak tumpang tindih dan kondusif. e. Kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada apakah sudah terbangun dengan integritas, kompeten dan profesional yang tinggi, sehingga terciptalah kinerja dan tingkat sejahtera yang memadai Wawancara Dengan Nara Sumber Wawancara dengan nara sumber dipilih para pejabat yang memahami permasalahan dalam pelaksanaan penerapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governace) dengan program peningkatan etos kerjan SDM. Pelaksanaan wawancara dengan nara sumber ini lebih ditekankan pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut : a. Saran serta masukan-masukan dalam persiapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governace) yang mendukung peningkatan kinerja kelembagaan yang sinergis dan efisien. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-16

140 b. Hambatan-hambatan yang ada di lapangan dalam rangka persiapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governace). c. Tanggapan terhadap kondisi SDM yang ada serta program peningkatan etos kerja Analisis Data Dari data-data yang telah terkumpul secara menyeluruh, maka akan dilakukan pengolahan dan penyaringan data, pengelompokan dan tabulasi data, guna memudahkan proses evaluasi dan analisa data selanjutnya. Proses analisis data yang akan dilaksanakan oleh Konsultan meliputi sebagai berikut: a. Penyiapan Manajemen Pengolahan Data Pelaksanaan pengolahan data kegiatan ini akan menggunakan komputer, maka untuk memudahkan pelaksanaan analisis data, sebelum diolah data akan disusun menggunakan sistem menajemen pengolahan data yang efektif dan efisien. Sehingga nantinya data-data tersebut dapat terkelompokkan dan disesuaikan dengan rencana analisa data yang dilaksanakan. b. Penyaringan Data Data-data yang telah berhasil dikumpulkan diperlukan penyaringan guna memperoleh validitas, kemudian diteruskan dengan proses pengolahan data. Dalam pelaksanaan penyaringan data ini termasuk didalamnya penyaringan data sesuai kebutuhan yang diperlukan, sehingga bila terjadi kekurangan data atau data tidak dianggap valid maka akan dilengkapi dengan data-data yang baru. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-17

141 c. Pengelompokan Data Setelah data-data dianggap komplit dan memenuhi persyaratan maka dilakukan pengelompokan data-data yang nantinya akan dilakukan tahap tabulasi. Data dikelompok-kelompokan sesuai dengan jenis analisis yang akan dilaksanakan oleh Konsultan. d. Tabulasi Data 1) Arahan-arahan terhadap pelaksanaan pekerjaan ini termasuk didalamnya lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan. 2) Data-data yang bisa mendukung dalam penyusunan laporan pendahuluan dan pemahaman Konsultan terhadap permasalahan kegiatan. 3) Gambaran secara singkat arahan kebijakan dan program peningkatan etos kerja. Dari hasil pengumpulan data awal, pengumpulan informasi dan hasil asistensi dengan tim teknis akan digunakan sebagai bahan-bahan dalam penyusunan laporan pendahuluan. Dari data-data yang terkumpul setelah melalui proses penyaringan dan pengelompokan, maka akan dimasukkan dalam tabulasi data, dalam rangka membantu pelaksanaan analisis yang akan dilaksanakan oleh Tenaga Ahli sesuai bidangnya masing-masing Analisis Permasalahan Tinjauan Yuridis (Perundang-undangan) Melakukan telaahan terhadap kebijakan serta peraturan perundangundangan yang mendasari dan terkait dalam penyusunan etos kerja SDM dalam rangka reformasi birokrasi dan good governance, yang akan dilaksanakan oleh Konsultan meliputi : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-18

142 a. TAP MPR No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas KKN; b. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); c. Peraturan Pemerintah No.42/2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode etik PNS. d. Peraturan Pemerintah No 30 tentang Peraturan Disiplin PNS; e. Perpres RI Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJM Nasional Tahun Bab 13 : Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; g. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi kementerian Negara serta Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia; h. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; i. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II; j. Inpres No 5 tahun 2005 tentang Percepatan Pemberantasan KKN k. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/KPTS/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pekerjaan Umum. l. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15/M/PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-19

143 Kajian Peningkatan Etos Kerja SDM Untuk melakukan kajian peningkatan etos kerja SDM dalam rangka membangun sistem organisasi Kepemerintahan, perlu difahami sebagai dasar pelaksanaan kegiatan, yaitu: a. Pelaksanaan program agar berjalan dan berkelanjutan perlu menumbuhkan kesadaran dari SDM yang akan dibentuk. b. Kesadaran dapat ditumbuhkan dengan menanamkan pemahaman dan kode etik. c. Agar tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dapat diterapkan atau dijalankan diperlukan panduan dan kode etik yang dapat di diterapkan oleh instansi bersangkutan. d. Agar sistem dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan diperlukan pendorong melalui komitmen top management serta mekanisme pembinaan dan pengawasan yang efektif, efisien, konsisten, adil, transparan dan akuntabel. e. Hal tersebut diatas yang dapat digunakan sebagai dasar perubahan perilaku terbentuknya etos kerja dan budaya kerja Pemetaan Etos Kerja SDM Pemetaan etos kerja SDM PUSTRA dilakukan dengan instrument pemetaan etos kerja yang disusun berdasarkan nilai-nilai Reformasi Birokrasi dan nilai Budaya Organisasi Kementerian PU. Dengan pemetaan tersebut maka akan diketahui: a. Kondisi aktual etos kerja SDM PUSTRA. b. Kondisi ideal etos kerja SDM PUSTRA. c. Tingkat kesenjangan antara kondisi ideal denngan kondisi actual etos kerja SDM PUSTRA. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-20

144 3.5. Analisa Program Yang Mendukung Good Governance Penyusunan Kebijakan dan Program Penyusunan kebijakan dalam rangka persiapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) harus mengikuti alur sebagai berikut : a. Seluruh jajaran PNS PU harus mengetahui, memahami, dan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik serta menjunjung tinggi kode etik PNS dalam pelaksanaan tugasnya. b. Rumusan dan penetapan kebijakan dari Pimpinan yang berdasarkan rencana Pemerintah, Renstra Kementerian, sebagai arahan umum untuk mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang baik melalui penerapan prinsip-prinsip budaya kerja. c. Pelaksanaan penerapan budaya kerja unit kerja yang bersangkutan diselenggarakan berdasarkan kebijakan dan komitmen pimpinan. Sedangkan penyusunan program persiapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) harus mengikuti alur sebagai berikut : a. Penetapan program didasarkan atas prioritas program kerja dalam rangka penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang disusun berdasarkan arahan Menteri b. Program kerja penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik disusun oleh setiap Satminkal memuat antara lain prinsip yang ditetapkan untuk diterapkan, indikator keberhasilan, dan penanggung jawab program Kerangka Pembinaan Pelaksanaan Program Kerangka pembinaan etos kerja SDM dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) akan ditinjau Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-21

145 dari unsur pembinaan, pola pembinaan dan strategi pembinaan, yang diuraikan sebagai berikut : A. Unsur Pembinaan a. Pemahaman yang mendasar mengenai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) kepada jajaran PNS Pekerjaan Umum, karena PNS Pekerjaan Umum merupakan bagian dari PNS NKRI yang harus: Mempunyai wawasan kebangsaan dan kebinekaan Mempunyai kesadaran berbangsa dan bernegara Memupuk rasa cinta tanah air b. Memberikan serta menanamkan pemahaman yang sama tentang prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) kepada : Seluruh Sumber Daya Manusia (SDM) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum; Sektor Swasta; dan Masyarakat umum. c. Membangun dan menanamkan kesadaran profesionalisme melalui peningkatan etos kerja SDM Pegawai Negeri Sipil Pekerjaan Umum yang meliputi : Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai jiwa korps dan kode etik. Melaksanakan tugas sesuai tugas dan fungsi, arahan, dan kebijakan pimpinan, secara efektif, efisien, tranparan dan akuntable; Berpandangan inovatif, dan bersikap sesuai dengan ketentuan/peraturan perundang-udangan yang berlaku Mengantisipasi perkembangan ke depan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-22

146 Bekerja keras, bergerak cepat, dn bertindak tepat Tidak melakukan KKN Melaksanakan budaya kerja sesuai norma-norma yang berlaku B. Pola Pembinaan Pola pembinaan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat diterapkan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah : a. Menteri mendorong para pejabat Eselon I untuk melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik secara berkelanjutan di Satminkalnya. b. Setiap pimpinan satminkal mulai dari Pejabat Eselon I, Eselon II, Eselon III dan Eselon IV memberikan teladan dalam berbuat dan berperilaku, membangun etos dan budaya kerja serta memberikan pembekalan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik bagi petugas di unitnya c. Pembinaan secara vertikal, horisontal, dan diagonal, d. Pembinaan horisontal : secara formal sesuai tugas dan fungsi serta secara informal sebagai sesama pegawai/rekan sekerja e. Diagonal antara pejabat struktural dan fungsional C. Strategi Pembinaan Strategi pembinaan etos kerja Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat diterapkan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-23

147 a. Pembinaan melalui keteladanan (integritas, otoritas, dan kapabilitas) b. Pembinaan melalui etos dan budaya kerja, dilaksanakan dengan Program jangka pendek, menengah, dan panjang (rekruitmen, karier, penempatan jabatan, kesejahteraan, penghargaan dan sanksi) c. Pembinaan (Pengaturan, Penyelenggaraan, Pengawasan /Pemantauan) untuk Calon Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Negeri Sipil Komitmen Pejabat Peran pejabat dalam pembinaan etos kerja Sumber Daya Manusia (SDM) guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah sebagai berikut : a. Pejabat Eselon I bertindak sebagai penjamin keberhasilan, yaitu memberikan kepastian akan keberhasilan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan Satminkal-nya dalam melaksanakan tugas dan fungsi terhadap stakeholder terkait maupun masyarakat penerima manfaat. b. Pejabat eselon II bertindak selaku pemandu jalan, yaitu menyediakan panduan yang jelas di masing-masing unit kerjanya untuk pelaksanaan good governance dan mengarahkan pejabat eselon III untuk melaksanakan tugas dan fungsi, arahan dan kebijakan pimpinan secara efektif dan efisien berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Pejabat Eselon III sebagai penggalang dukungan bertindak sebagai peraih kepercayaan untuk mendapat dukungan baik pejabat eselon IV dan dari stakeholder terkait maupun komunitas internal serta mengantisipasi perkembangan ke depan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-24

148 d. Pejabat eselon IV bertindak sebagai pendorong, yaitu memotivasi dan memberdayakan staf di lingkungan eselon IV masing-masing untuk melaksanakan tugas dan fungsi, arahan, dan kebijakan pimpinan secara efektif dan efisien serta bekerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik di unitnya Sistem Monitoring dan Evaluasi Sistem monitoring dan evaluasi dijalankan secara berjenjang, pengawasan melekat dilakukan secara berkala, terhadap kondisi pelaksanaan tugas dan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik di unitnya sesuai ketentuan, dengan prosedur sebagai berikut : a. Pimpinan Satminkal melaksanakan pertemuan penyegaran minimum satu bulan sekali dengan pejabat eselon II, Pemimpin unit kerja melaksanakan pertemuan penyegaran dua bulan sekali pejabat eselon III dan pejabat eselon IV, tiga bulan atau empat bulan sekali pemimpin Satminkal melaksanakan pertemuan penyegaran bersama pejabat di bawahnya. b. Pimpinan Unit melaporkan hasil monitoring dan evaluasi perkembangan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik secara berjenjang ke atas mulai dari lingkungan unit eselon IV/satker. c. Hasil monitoring dan evaluasi dituangkan ke dalam laporan pelaksanaan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik untuk dievaluasi antar unit dan melakukan perbaikan/peningkatan yang diperlukan di setiap satminkal. d. Pemimpin Satminkal menyampaikan laporan pelaksanaan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-25

149 kepada Sekretaris Jenderal selaku penanggung jawab terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik Konsep Tata Kelola Pemerintahan Yang baik Tiga Pilar Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik meliputi Negara/pemerintahan, sektor swasta/dunia usaha dan masyarakat, yang digambarkan sebagai berikut : a. Pemerintah Peran : facilitating dan enabling Menciptakan lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang kondusif b. Sektor Swasta/dunia usaha Menciptakan pekerjaan dan pendapatan melalui produksi barang dan jasa c. Masyarakat Partisipasi dalam aktifitas sosial, ekonomi, dan politik, serta pemberdayaan masyarakat Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-26

150 Gambar 3.6 : Tiga Pilar Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik - Peran : facilitating dan enabling - Menciptakan lingkungan sosial, politik, ekonomi, dan hukum yang kondusif NEGARA / PEMERINTAH SEKTOR SWASTA/ DUNIA USAHA Menciptakan pekerjaan dan pendapatan melalui produksi barang dan jasa ORGANISASI LOKAL/ KEMASYARAK ATAN Partisipasi dalam aktifitas sosial ekonomi dan politik, serta pemberdayaan masyarakat Gambar 3.7 : Konsep Tata Pemerintahan Yang Baik NORMA / LANDASAN HUKUM PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE Masya rakat Pemerint ahan Swasta Interaksi sinergis konstruktif Pembangunan Infrastruktur PU - Input - Process - Output - Outcome - Impact T U J U A N N A S I O N A L - Tata kelola pemerintahan yang baik - Tata kelola usaha yang baik - Tata kelola masyarakat yang baik Kemitraan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-27

151 3.6. Perumusan Konsep Kebijakan Etos Kerja Berasaskan pada Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) adalah kondisi organisasi pemerintahan yang di dalamnya setiap aparatur Negara melaksanakan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : a. Wawasan Ke Depan b. Keterbukaan Dan Transparansi c. Akuntabilitas d. Partisipasi Masyarakat e. Supremasi Hukum f. Demokrasi g. Profesionalisme & Etos kerja h. Daya Tanggap i. Efisien Dan efektif j. Desentralisasi k. Kemitraan Dengan Dunia Usaha Swasta & Masyarakat l. Komitmen Pada Pengurangan Kesenjangan m. Komitmen Pada Lingkungan Hidup Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-28

152 Gambar 3.8 : Pola Pikir Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik KONDISI EKSTERNAL - PENEGAKAN HUKUM - IKLIM SUAP/ GRATIFIKASI - SANKSI MASY TDK ADA PERATURAN PER UU AN - TAP MPR XI/BEBAS KKN - UU 28/99 BEBAS KKN - PP30/80 DISIPLIN PNS - PP 24/04 JIWA KORPS/KODE ETIK TKPB BELUM OPTIMAL SUBYEK - MENTERI - ES I, II. III. IV OBYEK - PARA PEGAWAI - SWASTA - MASYARAKAT METODA - PEMBEKALAN - PEMBINAAN - KETELADANAN - PENGAWASAN SDM APARATUR PROF ORGANISA SI DENGAN TKPB KONDISI INTERNAL - KINERJA SDM RENDAH - KURANG DISIPLIN - KKN TINGGI - TANGGUNG JWB SOS RENDAH LINGKUNGAN STRATEGIS - TUNTUTAN GLOBAL - TUNTUTAN PELAYANAN - TUNTUTAN PROFESIONALISME UMPAN BALIK Berasaskan pada Nilai-nilai ke-pu-an Jati diri dan nilai-nilai kementerian Pekerjaan Umum telah dibangun sejak kepemimpinan Ir Soetami akan tetapi seiring dengan kondisi dan situasi, jati diri dan nilai-nilai kementerian Pekerjaan Umum agak terlupakan, namun demikian dengan adanya tuntutan reformasi birokrasi, maka budaya dan etos kerja menjadi trend mark sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah Pekerjaan Umum perlu digali dikembangkan, dan dijadikan referensi, yaitu : a. Rasional Dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur PU selalu mengedepankan nilai-nilai yang menekankan pentingnya tujuan, rencana dan analisis yang jelas, tidak mengutamakan pertimbangan politis maupun intuitif. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-29

153 b. Kerjasama Tim Sebagai organisasi pemerintah yang memiliki jumlah sumber daya manusia yang cukup banyak merupakan potensi bagi terbentuknya sebuah tim yang sangat besar. Oleh karenanya di dalam mengemban tugas-tugas penyelenggaraan infrastruktur PU harus mengedepankan prinsip kerja sama yang utuh dan kompak dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi serta sinergitas. Dalam organisasi Kementerian PU setiap pegawai memiliki arti penting yang sama, tidak ada satu orang pun yang lebih penting dari yang lainnya. c. Inovasi Dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan infrastruktur PU, selalu mengutamakan nilai-nilai yang mendorong keinginan untuk unggul sehingga memunculkan ide dan karya yang inovatif. d. Efisiensi dan efektivitas Menjamin terselenggaranya pelayanan sarana dan prasarana infrastruktur PU kepada masyarakat yang mengedepankan keseimbangan pembangunan antar wilayah dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggungjawab. e. Responsif Memiliki kepekaan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali, mengenali harapan dan kebutuhan masyarakat, tanggap terhadap perubahan dan memiliki wawasan ke depan. Selalu memenuhi janji secara tepat waktu, bertindak cepat dan tepat sasaran serta menunjukkan rasa hormat kepada semua dan memelihara komitmen yang sudah disepakati. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-30

154 f. Kemitraan Kesediaan bekerjasama berdasarkan persahabatan, kooperatif, kesejajaran dan kesetaraan dalam melaksanakan pengelolaan dan pembangunan infrastruktur pekerjaan umum. Kemitraan dilakukan baik dengan sektor publik maupun swasta yang diselenggarakan secara sistematis dan berkesinambungan. g. Bekerja Keras, Bergerak Cepat, Bertindak Tepat Dalam setiap pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara tidak mengenal kata lelah, bekerja dengan keras, bergerak dengan cepat namun disertai dengan tindakan yang tepat perlu perhitungan yang matang dan terukur sehingga tepat sasaran Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan Metode pelaksanaan pekerjaan yang dipersyaratkan dalam TOR secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut : Pengumpulan Data Pengumpulan data yang akan dilaksanakan oleh Konsultam merupakan data primer dan data sekunder, yang dapat diuraikan sebagai berikut : a. Data primer meliputi wawancara langsung dengan nara sumber dan penyebaran kuesioner. Dalam melakukan desain kuesioner daftar pertanyaan harus terstruktur secara efektif, sehingga maksud dan tujuan pertanyaannya jelas, terstruktur serta mudah difahami respondennya. b. Data sekunder antara lain berupa hasil kajian untuk lingkup terkait, peraturan perundangan, data/dokumen, surat-menyurat dan lain sebagainya, baik yang diterbitkan oleh Kementerian PU maupun dari instansi/kementerian lain yang terkait. Selain Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-31

155 itu juga diperlukan data yang berupa informasi baik di lingkup internal PUSTRA maupun di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum Analisis Data Tahapan analisa yang akan dilaksanakan oleh Konsultan merupakan analisis kualitatif dan kuantitatif atau metode lainnya yang dianggap sesuai/tepat saat pelaksanaan pekerjaan nantinya. Tahapan analisa ini meliputi : a. Identifikasi terhadap kebijakan dan peraturan perundangundanganan terkait etos kerja SDM dalam rangka reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik b. Analisa etos kerja SDM sesuai dengan prinsip-prinsip reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) serta selaras dengan budaya organisasi kementerian PU. c. Evaluasi etos kerja SDM. d. Melakukan analisa komparatif yuridis. e. Melakukan kajian guna menggali lebih mendalam keterkaitan antara nilai-nilai organisasi, sejarah, moto dan jati diri kementerian Pekerjaan Umum Perumusan Konsep Rekomendasi Kegiatan ini diharapkan akan menghasilkan usulan peningkatan etos kerja Sumber Daya Manusia yang dapat dijadikan daya dukung dalam penerapan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, rekomendasi dapat berupa usulan pelatihan dan atau kebijakan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 3-32

156 4.1. Visi, Misi dan Peran Strategis Bab 4 GAMBARAN UMUM PUSTRA PU Arah Kebijakan PUSTRA dijabarkan berdasarkan visi dan misi organisasi PUSTRA yang disusun dengan mempertimbangkan visi, misi, tujuan Kementerian Pekerjaan Umum dan Sekretariat Jenderal, serta tugas dan fungsi PUSTRA. Visi adalah suatu gambaran menantang tentang keadaan masa depan yang berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan oleh suatu organisasi. Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana instansi pemerintah harus dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisipatif, inovatif, serta produktif. Rumusan visi hendaknya : (a) mencerminkan apa yang ingin dicapai organisasi; (b) memberikan arah dan fokus strategi yang jelas; (c) mampu menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan strategis yang terdapat dalam sebuah organisasi; (d) memiliki orientasi terhadap masa depan sehingga segenap jajaran berperan dalam mendefinisikan dan membentuk masa depan organisasinya; (e) mampu menumbuhkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan organisasi; dan (f) mampu menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi. Berdasarkan pengertian visi diatas, dan dengan mempertimbangkan visi dan misi, serta tujuan Kementerian Pekerjaan Umum, dan berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan dan strategi Sekretariat Jenderal, kondisi saat ini serta tugas dan fungsi PUSTRA, maka VISI Pusat Kajian Strategis adalah : "Menjadi Pusat Inovasi Pembangunan Pekerjaan Umum yang Strategis" Dengan visi tersebut, di masa yang akan datang diharapkan Pusat Kajian Strategis menjadi Center for Innovative Development Strategy bagi Kementerian Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-1

157 Pekerjaan Umum. PUSTRA diharapkan memberikan masukan-masukan inovatif yang bersifat strategis bagi pelaksanaan pembangunan Bidang Pekerjaan Umum. Visi ini menantang PUSTRA untuk senantiasa mengembangkan diri sehingga dapat menjadi agent of change yang membawa pembaruan dan pencerahan bagi lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum/ khususnya dalam hal-hal yang bersifat strategis. Kedalaman makna yang terkandung dalam visi tersebut memberikan kesempatan dan kebebasan bagi setiap staf PUSTRA untuk menerjemahkannya menurut persepsi masing-masing sesuai dengan tugas dan fungsi yang bersangkutan. Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan. Dengan pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Misi suatu instansi harus jelas dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi. Misi juga terkait dengan kewenangan yang dimiliki instansi pemerintah dan peraturan perundangan atau kemampuan penguasaan teknologi sesuai dengan strategi yang telah dipilih. Perumusan misi instansi pemerintah harus memperhatikan masukan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders), dan memberikan peluang untuk perubahan/ penyesuaian sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan strategik. Rumusan misi hendaknya mampu : (a) melingkup semua pesan yang terdapat dalam visi; (b) memberikan petunjuk terhadap tujuan yang akan dicapai; (c) memberikan petunjuk kelompok sasaran mana yang akan dilayani oleh instansi pemerintah; dan (d) memperhitungkan berbagai masukan dan stakeholders. Untuk mencapai visi PUSTRA maka MISI yang perlu dilakukan adalah : " Merumuskan dan mengembangkan strategi penyelenggaraan dan kelembagaan pekerjaan umum yang responsif melalui manajemen yang efektif dan profesional untuk mengantisipasi tantangan pembangunan" Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-2

158 Tujuan adalah sesuatu (apa) yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 5 (lima) tahunan. Tujuan ditetapkan dengan mengacu kepada pernyataan visi dan misi serta didasarkan pada isu-isu dan analisis strategik. Tujuan tidak harus dinyatakan dalam bentuk kuantitatif, akan tetapi harus dapat menunjukkan suatu kondisi yang ingin dicapai di masa mendatang. Tujuan akan mengarahkan perumusan sasaran, kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka merealisasikan misi. TUJUAN dari Pusat Kajian Strategis untuk periode tahun adalah: 1. Mendukung perumusan kebijakan investasi lebih kondusif serta peraturan perundang-undangan bidang Pekerjaan Umum yang adaptif 2. Mewujudkan arah kebijakan bidang Pekerjaan Umum yang inofativ dan responsive. 3. Mewujudkan kinerja kelembagaan bidang Pekerjaan Umum yang akuntabel 4. Meningkatkan kualitas administrasi dan SDM yang profesional Tujuan ini dimaksud untuk mendukung manajemen fungsional dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum. Sasaran adalah hasil yang akan dicapai secara nyata oleh instansi pemerintah dalam rumusan yang lebih spesifik, terukur, dalam kurun waktu yang lebih pendek dari tujuan. Dalam sasaran dirancang pula indikator sasaran, yaitu ukuran tingkat keberhasilan pencapaian sasaran untuk diwujudkan pada tahun bersangkutan. Setiap indikator sasaran disertai dengan rencana tingkat capaiannya (targetnya) masing-masing. Sasaran diupayakan untuk dapat dicapai dalam kurun waktu tertentu/ tahunan secara berkesinambungan sejalan dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana strategis. Sebagai bagian integral dari Sekretariat Jenderal Kementerian PU, Renstra PUSTRA disesuaikan dengan Renstra Sekretariat Jenderal. Di dalam renstra Setjen ditetapkan sasaran PUSTRA sebagai berikut : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-3

159 1. Menyediakan regulasi investasi dan model-model investasi untuk meningkatkan investasi swasta pada sektor Pekerjaan Umum 2. Mewujudkan kebijakan strategis ke-pu-an untuk jangka panjang dan menengah yang terintegrasi dan berkelanjutan sebagai arahan kebijakan operasional dan program pembangunan 3. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan bidang Pekerjaan Umum. 4. Menyelenggarakan administrasi kegiatan pemerintahan dan pembangunan secara baik dan tertib serta sumber daya manusia yang produktif. Masing-masing sasaran tersebut disertai dengan indikator sasaran dan dijabarkan menjadi indikator output dan outcome yang masing-masing dilengkapi dengan target pencapaian. Strategi adalah cara mencapai tujuan dan sasaran yang dijabarkan ke dalam kebijakan-kebijakan dan program-program. Kebijakan dan program dilakukan setiap tahun dalam kurun waktu 5 (lima) tahun, dan direncanakan pelaksanaan dan pembiayaannya baik melalui APBN/ APBD, maupun dalam rangka kerjasama dengan swasta dan masyarakat. Keberhasilan program yang dilakukan sangat erat kaitannya dengan kebijakan instansi. Dalam rangka itu perlu diidentifikasi pula keterkaitan antara kebijakan yang telah ditetapkan dengan program dan kegiatan sebelum diimplementasikan. Kebijakan tersebut perlu dikaji terlebih dahulu untuk meyakinkan apakah kebijakan yang telah ditetapkan benar-benar dapat dilaksanakan. Kebijakan pada dasarnya merupakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk dalam pengembangan ataupun pelaksanaan program/ kegiatan guna tercapainya kelancaran dan keterpaduan dalam perwujudan sasaran, tujuan, serta visi dan misi instansi pemerintah. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-4

160 KEBIJAKAN yang ditempuh PUSTRA dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya adalah : 1. Penajaman strategi investasi dan penelaahan pengembangan peraturan perundang-undangan. 2. Pemantapan dan penajaman strategi perencanaan jangka panjang secara komprehensif dengan memperhatikan lingkungan strategis. 3. Pemantapan evaluasi kinerja, kelembagaan, dan peraturan perundangundangan bidang PU. 4. Peningkatan tata laksana, administrasi umum dan kompetensi pegawai serta penyebarluasan informasi yang akurat. Program adalah kumpulan kegiatan yang sistematis dan terpadu untuk mendapatkan hasil yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan masyarakat, guna mencapai sasaran tertentu. Untuk mencapai sasaran PUSTRA maka perlu dilakukan pelaksanaan program dengan didasarkan pada program yang tertulis dalam Renstra Setjen. Adapun program-program yang terkait dengan PUSTRA ada 3 (tiga) program yaitu : 1. Peningkatan kualitas pelayanan publik 2. Penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan 3. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan penyelenggaraan kepemerintahan 4.2. Struktur Organisasi PUSTRA merupakan salah satu Unit setingkat Eselon II di Kementerian Pekerjaaan Umum sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. PUSTRA berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Sekretaris Jenderal, namun dalam hal-hal tertentu bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum. Dalam melakukan tugas dan fungsinya Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-5

161 PUSTRA mempunyai tugas merumuskan strategi pembangunan, pengkajian peraturan perundang-undangan, fasilitasi pengembangan investasi, dan pengkajian lingkungan strategis, serta sosialisasi dan pengkajian kinerja strategi pembangunan bidang Pekerjaan Umum. Sebagai salah satu unit kerja di lingkungan kementerian Pekerjaan Umum, Pustra diharapkan mendukung secara substansial masukan kebijakan Kementerian termasuk perencanaan strategis Kementerian, peraturan perundang undangan, dan kebijakan dalam rangka mendorong partisipasi swasta serta menjalankan peran strategisnya dalam mendukung penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Gambar 4.1. Struktur Organisasi PUSTRA Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-6

162 Gambar 4.2. Struktur Organisasi PUSTRA Saat Ini Beserta Personalnya, 2010 Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-7

163 4.3. Kondisi SDM & Infrastruktur Perkembangan kehidupan ketatanegaraan dewasa ini mengalami perubahan yang sangat cepat seiring dengan kesadaran untuk melaksanakan demokrasi yang menjadi tuntutan reformasi. Perubahan tersebut pada tataran birokrasi terlihat dengan perubahan kabinet yang demikian dinamis, sehingga menyebabkan pula perubahan struktur organisasi hampir di semua Kementerian. Atas perkembangan tersebut, di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum terjadi juga penyesuaian-penyesuaian dalam tatanan organisasi dan perangkatnya, termasuk dalam hal ini adalah penyesuaian organisasi dan perangkat penyelenggara pembangunan bidang Pekerjaan Umum di tingkat daerah. Kementerian Pekerjaan Umum berfungsi sebagai regulator dan penyelenggara pembangunan ke-pu-an yang bersifat nasional dan strategis nasional yang penyelenggaraannya bekerja sama dengan dinas-dinas Pekerjaan Umum yaitu: Penataan Ruang, Pengairan, Bina Marga, dan Cipta Karya di Propinsi, Kabupaten, dan Kota. Pada masa yang akan datang Kementerian Pekerjaan Umum akan lebih fokus untuk menjalankan fungsi regulator dan penyusun kebijakan serta meletakkan fungsi penyelenggaraan dan pelayanan pada badan-badan, dinas-dinas, dan korporasi dan berorientasi pada pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat. Sejalan dengan diterapkannya prinsip-prinsip otonomi daerah, maka secara substansial telah terjadi pula pergeseran peran pada pemerintah pusat dan pemerintah daerah, khususnya peran-peran yang selama ini menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Peran pemerintah pusat pada era otonomi daerah lebih ditekankan pada penetapan kebijakan nasional, pengaturan dan pembinaan baik berupa pedoman, petunjuk teknis, supervisi maupun bimbingan dan pelatihan. Untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat pelaksanaan Kementerian PU hanya menangani prasarana-prasarana pekerjaan umum yang bersifat lintas provinsi dan atau strategis nasional sesuai dengan amanat undang-undang sektor. Tetapi terdapat beberapa kegiatan pelaksanaan yang dapat ditugas perbantuan-kan kepada daerah berdasarkan pada asas eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-8

164 Namun, secara keseluruhan pemerintah pusat juga tetap memiliki tanggungjawab atas penyelenggaraan pembangunan di daerah. Oleh sebab itu, pada aspek akuntabilitas pemerintah perlu melakukan kajian dan evaluasi terhadap pelaksanaan pembangunan, terutama yang dasar penyelenggaraannya didorong/dilandasi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Dengan mekanisme seperti demikian, maka sudah sangat jelas pemerintah pusat sangat perlu memiliki institusi yang tugas dan tanggungjawabnya melakukan kajian dan penyiapan materi kebijakan Kementerian dan peraturan perundang-undangan. Pembentukan organisasi Kementerian Pekerjaan Umum berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia berdampak pada perubahan struktur organisasi Kementerian. Kementerian Pekerjaan Umum yang pada Kabinet Gotong Royong bernama Kementerian Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) merupakan penggabungan antara Kementerian Permukiman dan Pengembangan Wilayah (Kimbangwil) dan Kementerian Negara Pekerjaan Umum. Perpres No. 9 Tahun 2005 tersebut ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut, struktur organisasi Kementerian PU terdiri dari 8 (delapan) unit Eselon I yaitu 4 (empat) Direktorat Jenderal (Ditjen), 2 (dua) Badan, Inspektorat Jenderal (Itjen) dan Sekretariat Jenderal (Setjen). Direktorat-direktorat Jenderal meliputi Ditjen Penataan Ruang, Ditjen Sumber Daya Air, Ditjen Bina Marga dan Ditjen Cipta Karya. Sedangkan Badan terdiri dari Badan Pengembangan dan Penelitian (Balitbang) dan Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM). Sekretariat Jenderal sebagai salah satu Eselon I memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu Manajemen Fungsional, Manajemen Sumber Daya dan Pengembangan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-9

165 Kelembagaan, serta Pelayanan Administrasi Pimpinan dan Informasi Pelayanan Publik. Untuk menjalankan fungsi tersebut Sekretariat Jenderal didukung oleh 9 (sembilan) unit Eselon II yang terdiri dari 5 (lima) Biro, yaitu Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BPKLN), Biro Kepegawaian dan Organisasi Tata Laksana (Ortala), Biro Keuangan dan Tata Usaha Badan Usaha Milik Negara, Biro Hukum, serta Biro Perlengkapan dan Umum dan 4 (empat) Pusat, yaitu Pusat Kajian Strategis (PUSTRA), Pusat Pengolahan Data (PUSDATA), Pusat Komunikasi Publik (PUSKOM), serta Pusat Pendidikan dan Latihan (PUSDIKLAT). Pusat Kajian Strategis (PUSTRA) adalah salah satu dari 4 (empat) Pusat yang secara administratif berada di bawah pembinaan Setjen namun dengan tugas memberikan masukan langsung kepada Menteri Pekerjaan Umum. Gambar 4.3. Struktur Kordinasi PUSTRA Kementerian, Pemda dan LPND Lainnya Kementerian / Menteri / Wamen PU 3 Sekretaris Jenderal /SAM PU 1 2 PUSTRA Bidang I Bidang II Bidang III Kebijakan Strategi Monitoring dan Investasi PU Pembangunan Evaluasi JakStra Pembangunan Bagian Tata Usaha Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-10

166 Keterangan: 1. Dukungan PUSTRA terhadap Setjen secara langsung maupun dukungan PUSTRA terhadap Kementerian/Menteri PU melalui Setjen maupun SAM (Staf Ahli Menteri) PU. 2. Dukungan PUSTRA secara langsung terhadap Kementerian/Menteri PU. 3. Dukungan PUSTRA secara langsung terhadap Dep./lembaga lain/pemda melalui Sekjen/Menteri PU Sesuai dengan amanat Undang-undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional serta Inpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) dan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, maka dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diemban PUSTRA perlu menyusun Rencana Strategis atau Perencanaan Jangka Menengah sebagai acuan program kerja. Pusat Kajian Strategis sebagai unit eselon II di bawah Setjen memiliki tugas pokok merumuskan strategi pembangunan, pengkajian peraturan perundang-undangan, fasilitasi pengembangan investasi, dan pengkajian lingkungan strategis dan pengkajian kinerja strategi pembangunan bidang pekerjaan umum. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Kajian Strategis menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut : a. Perumusan strategi dan kebijakan Jangka panjang dan menengah bidang pekerjaan umum; b. pelaksanaan kajian pembangunan wilayah dan keterpaduan fungsi penyelenggaraan pekerjaan umum; c. pelaksanaan kajian pengembangan peraturan perundang-undangan bidang pekerjaan umum dan fasilitasi keterpaduan pengembangan investasi bidang pekerjaan umum; d. koordinasi pelaksanaan sosialisasi strategi dan kebijakan bidang pekerjaan umum; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-11

167 e. evaluasi pelaksanaan strategi, kebijakan dan peraturan perundangundangan bidang pekerjaan umum; f. pengelolaan urusan rumah tangga Pusat. Pusat Kajian Strategi terdiri dari 4 (empat) unit kerja Eselon III, yaitu: Bidang Pengaturan dan Investasi; Bidang Strategi Pembangunan; Bidang Kajian Kinerja; dan Bagian Tata Usaha. Bidang Pengaturan dan Investasi mempunyai tugas melaksanakan kajian pengembangan peraturan perundang-undangan dan pengembangan investasi bidang pekerjaan umum dan menyelenggarakan fungsi : a. pelaksanaan identifikasi permasalahan kebijakan dan pengembangan peraturan perundang-undangan bidang pekerjaan umum; b. pelaksanaan identifikasi permasalahan investasi dan kajian kebijakan dan fasilitasi pengembangan investasi pembangunan bidang pekerjaan umum; c. pelaksanaan kajian dan perumusan pengaruh lingkung-an strategis dalam penyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum; d. pelaksana unit Pusat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha P3 (Public - Private Partnership Nodes) di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum. Bidang Strategi Pembangunan mempunyai tugas merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan jangka panjang dan menengah, serta kajian pembangunan wilayah dan keterpaduan fungsi penyelenggaraan bidang pekerjaan umum dan menyelenggarakan fungsi : a. Pelaksanaan identifikasi permasalahan strategis penyelenggaraan dan perumusan rencana strategis penyelenggaraan bidang pekerjaan umum. b. pelaksanaan kajian strategis pembangunan wilayah bidang pekerjaan umum pada kawasan belum berkembang, sedang berkembang, dan telah berkembang; Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-12

168 c. pelaksanaan kajian strategis lintas sektor dan/atau antar lembaga/daerah dalam rangka keterpaduan fungsi penyelenggaraan bidang pekerjaan umum. Bidang Kajian Kinerja mempunyai tugas melaksanakan pengkajian kelembagaan dan evaluasi kinerja pelaksanaan strategi, kebijakan, dan peraturan perundang-undangan bidang pekerjaan umum dan, menyelenggarakan fungsi : a. penyiapan & pengolahan data untuk pengembangan strategi & kebijakan bidang pekerjaan umum b. pelaksanaan evaluasi kelembagaan penyelenggaraan bidang pekerjaan umum; c. pelaksanaan evaluasi kinerja pelaksanaan strategi dan kebijakan serta perundang-undangan bidang pekerjaan umum Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga pusat dan menyelenggarakan fungsi : a. pelaksanaan urusan administrasi teknik dan sosialisasi; b. pelaksanaan urusan keuangan. c. pelaksanaan urusan kepegawaian dan rumah tangga. Selain melaksanakan tugas pokok dan fungsi seperti yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 286/PRT/M/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, PUSTRA juga mendapat tugas-tugas tambahan (Task Forces) sebagaimana tercantum dalam bagan berikut ini : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-13

169 Gambar 4.4. Task Force Organisasi PUSTRA TUGAS DAN FUNGSI BIDANG I Pengkajian pengembangan kebijakan dan pengembangan peraturan perundangundangan serta pengembangan jasa konstruksi dan investasi BIDANG II Merumuskan strategi dan kebijakan pembangunan jangka panjang, menengah, dan kajian pembangunan wilayah dan keterpaduan fungsi penyelenggaraan bidang pekerjaan umum BIDANG III Pengkajian kelembagaan dan evaluasi kinerja pelaksanaan strategi, kebijakan, dan peraturan perundangundangan bidang pekerjaan umum BAGIAN Melaksanakan urusan tata usaha dan rumah tangga Pusat PENUGASAN OPERASIONAL (TASK FORCES) Koordinasi Dan Fasilitasi Perumusan Kebijakan Mendukung Penyelenggaraan Tugas Dan Fungsi Dep. Terkait Dengan Subtansi Fungsional Sektor-Sektornya (Ditjen Dan Badan); Penyusunan Paper/Makalah Untuk Pimpinan; Telahaan Perumusan Kebijakan Berdasarkan Isu Strategis Untuk Masukan Pimpinan Dari tugas pokok dan fungsi di atas (termasuk task forces), maka alur hubungan dukungan PUSTRA dapat dijabarkan sebagai posisinya di antara Sekretariat Jenderal, Menteri/Kementerian PU dan terhadap Kementerian/Lembaga lain termasuk Pemda terkait. Adapun alur hubungan tersebut dijabarkan dalam bagan berikut. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi PUSTRA, maka kegiatannya dikelompokkan ke dalam klasifikasi tugas rutin, strategis dan ad hoc seperti yang tergambar dalam bagan berikut ini. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-14

170 Gambar 4.5. Lingkup Tugas PUSTRA Lingkup Tugas Tugas Rutin Kajian Jakstra investasi publik, swasta dan KPS bidang ke-pu-an kajian pembangunan wilayah dan keterpaduan fungsi penyelenggaraan bidang ke- PU-an Penyiapan progres matrik kebijakan PU Penetapan Kinerja Es. I Penyusunan LAKIP Evaluasi kebijakan dan strategi pembangunan bidang ke-pu-an Penyebar luasan kebijakan strategis bidang ke-pu-an Pengelolaan dan pelaporan keuangan serta BMN Perencanaan, pemrograman dan penganggaran tahunan PUSTRA Penata usahaan kantor dan pembinaan kepegawaian 4.4. Program dan Kegiatan Kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran Tugas strategis Penyusunan RENSTRA Kementerian PU, RENSTRA Setjen dan RENSTRA PUSTRA Mid term Review RENSTRA Kementerian PU, RENSTRA Setjen dan RENSTRA PUSTRA Telaahan Isu-isu strategis bidang ke-puan dan lintas sektor Penyusunan payung kebijakan untuk program prioritas RPJM Masukan materi untuk RPJM dan RPJP bidang ke-pu-an Model investasi infrastruktur Evaluasi Kelembagaan dan tujuan tertentu. Dalam komponen kegiatan ini perlu ditetapkan indikator kinerja kegiatan dan rencana capaiannya. Dalam perencanaan strategi PUSTRA, rencana kegiatan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan struktur organisasi PUSTRA yang terdiri dari 3 (tiga) bidang dan 1 (satu) bagian. Masing-masing bidang dan bagian memiliki kegiatan yang didasarkan pada tugas pokok dan fungsinya. Kegiatan utama/pokok untuk masing-masing bidang adalah sebagai berikut : Tugas ad hoc Paper Menteri, Wamen, Sekjen, SAMPU Second opinion (instant policies) Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-15

171 Bidang Pengaturan dan Investasi 1. Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, dimensi dan sosialisasi kebijakan 2. Peningkatan dan pengkajian kapasitas kelembagaan 3. Perumusan strategi kebijakan, pengaturan dan model investasi Bidang Strategi Pembangunan 1. Perumusan percepatan pembangunan prasarana dan sarana PU pada daerah otonom baru dan kawasan khusus 2. Penyelenggaraan pengkajian strategi pembangunan 3. Peningkatan pengkajian kapasitas kelembagaan 4. Penyusunan/kajian/pengembangan strategi kebijakan bidang PU 5. Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, diseminasi Bidang Kajian Kinerja 1. Pengembangan sistem dan evaluasi kinerja kelembagaan 2. Penyusunan Laporan Kinerja Pusat 3. Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi diseminasi dan sosialisasi kebijakan 4. Penyusunan/kajian/strategi kebijakan bidang PU Bidang Tata Usaha 1. Penyelenggaraan administrasi dan pembinaan teknis penelitian 2. Penyusunan/kajian/strategi kebijakan bidang PU 3. Peningkatan pengkajian kapasitas kelembagaan 4. Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, diseminasi dan sosialisasi kebijakan 5. Penyelenggaraan sosialisasi/diseminasi/seminar/workshop/publikasi Masing-masing kegiatan umum tersebut memiliki sub kegiatan yang disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya, yaitu sebagai berikut : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-16

172 Kegiatan pokok Bidang Pengaturan dan Investasi antara lain : a) Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, diseminasi dan sosialisasi kebijakan dengan sub kegiatan yaitu : 1. Inventarisasi dan analisis investasi Bidang PU 2. Pengkajian dan pengembangan sistempembiayaan dan pola investasi pembangunan infrastruktur PU 3. Kajian Investasi dan Pendanaan Pembangunan Infrastruktur ke PU-an 4. PPITA loan IBRD 4696-IND 5. Bantuan teknis dalam Pelaksanaan PPITA. 6. Kajian Performance Based Contract dalam Penyelenggaraan Investasi Bidang PU 7. Kajian Pengembangan Kontrak Berdasarkan Kinerja pada Jasa Kontruksi 8. Penyusunan Model Pembiayaan Infrastruktur Melalui Obligasi Daerah. 9. Studi Pengembangan Investasi sektor SDA untuk mendukung penyediaan Energi Nasional. 10. Sosialisasi Perpres No. 67/ Penyusunan kajian investasi melalui PSO (Public Service Obligation) bidang PU. 12. Penyusunan Buku Saku Investasi. b) Peningkatan pengkajian kapasitas kelembagaan, dengan sub kegiatan sebagai berikut : 1. Identifikasi Reformasi Kelembagaan Badan Regulator di Lingkungan Departemen PU 2. Kajian Reformasi Kelembagaan Pelayanan Infrastruktur Perkotaan. 3. Kajian investasi dan pendanaan pembangunan infrastruktur ke PU- an. 4. Bantuan Teknis Simpul Pengembangan KPS PU. 5. Kajian kapasitas SDM dalam menunjang peningkatan investasi Bidang PU. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-17

173 c) Penyusunan pengkajian, dan pengembangan kebijakan dan strategi, dengan sub kegiatan antara lain : 1. Kajian Hukum Pelaksanaan Perpres No. 36/2005 tentang pengadaan Tanah dan Kemungkinan Pembentukan Revolving Funds. 2. Konsep kajian kerangka kebijakan kriteria pengusulan proyek KPS di Departemen Pekerjaan Umum. 3. Konsep kerangka kebijakan investasi sektor SDA sebagai bagian kebijakan energi nasional. 4. Konsep kerangka kebijakan pembiayaan infrastruktur PU melalui obligasi daerah. 5. Konsep kerangka kebijakan PSO (Public Service Obligation) Bidang PU. 6. Review hambatan, progres dan peluang investasi Bidang PU selama Tahun 2005 s/d Kajian korelasi investasi infrastruktur dengan tingkatan kemiskinan. Bidang Strategi Pembangunan yang mempunyai 5 kegiatan pokok dapat dijabarkan menjadi: a) Perumusan percepatan pembangunan PS PU pada daerah otonomi baru dan kawasan khusus, dengan sub kegiatan : 1. Penyusunan model indikator dan korelasi keberhasilan pembangunan infrastruktur bidang PU 2. Perumusan kebijakan dan strategi penyelenggaraan pekerjaan umum. 3. Penyusunsn naskah akademis pengembangan dan pengelolaan perkotaan. 4. Kajian kebutuhan dalam Rangka penyiapan SDM Bidang PU kedepan dan ketatalaksanaannya. 5. Penyusunan petunjuk teknis pendayaguanaan pejabat fungsional dalam penyelenggaraan bidang PU 6. Penyusunan Review SPM bidang ke PU-an. 7. Kajian Kebijakan Pengembangan Kelembagaan Departemen Pekerjaan Umum. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-18

174 8. Penyusunan kebujakan dan strategis PSPU dalam mendukung kawasan perbatasn dan pulau-pulau terpencil serta terisolir Wilayah Barat Indonesia. 9. Kebijakan dan Strategi PSPU dalam mendukung kawasan perbatasan dan pulau-pulau terpencil serta terisolir Wilayah Timur Indonesia. b) Penyelenggaraan pengkajian strategi pembangunan, sub kegiatan antara lain : 1. Pengkajian kebijakan bidang ke PU an dalam pengelolaan DAS 2. Pengkajian pola pertumbuhan kota terhadap pengembangan prasaran dan sarana pekerjaan umum. 3. Pengkajian lingkungan dan isu strategis Bidang PU. 4. Penyusunan midterm review renstra kementria PU. 5. Penyusunan renstra Setjen dan PUSTRA. 6. Kajian awal keterpaduan lintas sektoral dalam penyelenggaraan bidang PU. c) Peningkatan pengkajian kapasitas kelembagaan, sub kegiatannya antara lain : 1. Kajian dampak sosial ekonomi pengelolaan infrastruktur ke PU- an Era Globalisasi. 2. Kajian kebijakan Strategis Manajemen Sumber Daya Manusia Menuju Organisasi Ideal Kementrian PU. 3. Penyusunan strategi kerjasama pembangunan lintas daerah bidang PU melaluimskema DAK. d) Penyusunan /Kajian/ strategi kebijakan bidang PU 1. Masukan RPJM Nasional Penyusunan RPJP Kementrian PU 3. Penyusunan masukan materi materi teknis keterpaduan Bidang PU. 4. Penyusunan kebijakan dan strategi PSPU dan mendukung pemulihan Wilayah pasca Konflik. 5. Penyusunan draft materi kelembagaan PU 6. Penyusunan Renstra PU Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-19

175 7. Penyusunan kebijakan dan strategi PSPU dalam mendukung pemulihan wilayah pasca conflik. 8. Penyusunan strategi pengelolaan aset infrastruktur pedesaan bidang PU untuk menunjang pembangunan berkelanjutan. e) Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, diseminasi dan sosialisasi kebijakan, dengan sub kegiatan : 1. Penyusunan kriteria seleksi usulan pendanaan infrastruktur daerah. 2. Pengembangan modul dan Workshop Rencana Strategis Jangka Menengah PU. 3. Kajian Strategi pembangunan infrastruktur ke PU- an berbasis wilayah. 4. Kajian kebijakan model kelembagaan organisasi PU 5. Kajian manajemen resiko pengelolaan bencana antara stakeholder dalam percepatan pembangunan infrastruktur ke PU an 6. Pengaturan kerangka sistem penyelenggaraan infrastruktur ke PU an dalam menghadapi globalisasi. 7. Penerapan sistem manajemen mutu untuk renstra PU ISO Kajian pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan akses transfortasi lintas daerah dan lintas budaya serta pengembangan ruang publik untuk memperkuat modal sosial. 9. Studi pengembangan model-model dan sistem operasi kelembagaan di Tingkat daerah untuk percepatan penyediaan infrastruktur pedesaan bidang PU. 10. Kajian pengembangan keterkaitan pembangunan antara kota. 11. Kajian indeks pengembangan SDM Indonesia dalam mendukung pembangunan Bidang PU. 12. Kajian percepatan pembangunan infrastruktur bidang PU yang terintegrasi dalam mendukung sistem transfortasi nasional. 13. Kajian infrastruktur PU dalam mendukung kawasan pedesaan dan terpencil yang cepat tumbuh. 14. Kajian infrastruktur PU dalam mendukung keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-20

176 Bidang Kajian Kinerja mempunyai empat kegiatan pokok yang terbagi dalam sub kegiatan yang telah ditentukan yaitu : a) Pengembangan sistem dan evaluasi kinerja kelembagaan, dengan sub kegiatan yaitu : 1. Evaluasi kebijakan regulasi pusat dan daerah terhadap pelaksanaan UU SDA No. 7 tahun Kajian pola sistem penyelenggaraan PU sesuai dengan UU No. 17 tahun 2004, UU No. 25 tahun 2004 dan UU No. 32 tahun Evaluasi pengembangan Sistem AKIP PU 4. Evaluasi kewenangan dan penyelenggaraan urusan ke PU- an. 5. Pengembangan informasi dan pengelolaan Data Bidang PU. 6. Pengembangan Strategi Informasi dan Publikasi Kebijakan Penyelenggaraan bidang PU. b) Penyusunan Laporan Kinerja Pusat 1. Penyusunan LAKIP PU Penyusunan LAKIP Sekretariat Jendral Penyusunan LAKIP PUSTRA Penyusunan penetapan kinerja PU Penyusunan penetapan kinerja Setjen AKIP PU Penyusunan penetapan kinerja PUSTRA Penyusunan modul SAKIP PU 8. Pengembangan manajemen peningkatan akuntabilitas Setjen PU. 9. Evaluasi kinerja pelaksanaan kebujakan dan program strategi bidang PU 10. Evaluasi dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kebijakan infrastruktur kepuan yang bersumber pendanaan bantuan Luar Negeri. 11. Kajian pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja Bidang PU 12. Evaluasi pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan Setjen 13. Evaluasi kinerja penyelenggaraan tugas dan fungsi bidang Pu Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-21

177 14. Evaluasi kinerja informasi dan publikasi kebijakan strategis dan produk PUSTRA. 15. Pembuatan buklet, website, dll tentang informasi kebijakan. c) Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, diseminasi dan sosialisasi kebijakan. Sub kegiatannya antara lain : 1. Pengembangan sistem akuntabilitas kinerja pemerintah bidang PU. 2. Peningkatan pengelolaan data kebijakan Bidang PU 3. Kajian penyusunan model kontribusi infrastruktur ke PU an terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial. 4. Peningkatan produk informasi kinerja kebujakan bidang PU. 5. Kajian Best Practice untuk peningkatan kinerja bidang PU. 6. Pengembangan sistem pelaporan kinerja tugas perbantuan dan dekonsentrasi bidang PU. 7. Pengembangan model indikator kebijakan bidang PU. d) Penyusunan/kajian/strategi kebijakan bidang PU, dengan Sub kegiatan yaitu : 1. Evaluasi kebijakan implementasi dekonsentrasi dan tugas perbantuan di daerah dalam penyelenggaraan ke PU- an 2. Penyusunan perkuatan kelembagaan PUSTRA PU. Bagian Tata Usaha mempunyai kegiatan pokok sebagai berikut : a) Penyelenggaraan administrasi dan pembinaan teknis penelitian, dengan sub kegiatan /paket sebagai berikut : 1. Penyempurnaan dan pengadaan alat penunjang untuk mewujudkan tatalaksana administrasi umum dan keuangan (rutin) 2. Penyusunan program-program tahunan PUSTRA yang terkait dengan bidang ke PU-an. 3. Penyusunan RENJA KL dan RKA KL di lingkungan PUSTRA. 4. Pengiriman pegawai untuk mengikuti pendidikan formal maupun informal. 5. Mentoring pelaksanaan program dan pengembangan kebijakan. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-22

178 6. Pengembangan jaringan internal PUSTRA. 7. Penyusunan newsletter/ warta kebijakan PUSTRA 8. Penyusunan dan pengembangan data base elektrinika dan software kepegawaian PUSTRA. b) Perumusan kebijakan strategis, pengaturan dan model investasi, diseminasi dan sosialisasi kebijakan. 1. Pengembangan informasi dan publikasi kebijakan strategis penyelenggaraan bidang PU 2. Sosialisasi kebijakan dan produk pengaturan bidang PU 3. Penyusunan telaahan input strategis pimpinan. Demikian gambaran Program dan Kegiatan PUSTRA yang merupakan jabaran dari Visi dan Misi PUSTRA. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 4-23

179 Bab 5 PEMETAAN ETOS KERJA Suatu standar etos kerja yang dipersyaratkan bagi pejabat atau pegawai seharusnya didasarkan pada kemampuan apa yang harus dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan tugas-tugasnya. Oleh karena itu, untuk membuat pemetaan etos kerja yang menggambarkan kondisi ideal dan aktual dari etos kerja yang diharapkan dapat memicu etos kerja SDM Pustra, terlebih dahulu harus diketahui tugas-tugas apa yang akan menjadi tanggung jawabnya. Dalam Bab V telah terungkap bahwa secara umum tugas dan fungsi yang dijalankan oleh SDM di lingkungan Pustra adalah melaksanakan kebijakan dan kegiatan administrasi yang sesuai bidang tugasnya, menghimpun, menganalisa program-program kerja, penyiapan data dan penyusunan program-program, penyusunan laporan, pembinaan, pengkoordinasian, pengembangan informasi dan pengembangan kerjasama (networking) dengan pihak lain yang terkait dengan bidang kerjanya. Dari uraian tersebut, apabila kita kaji lebih lanjut pada dasarnya tugas dan fungsi yang dilaksanakan masing-masing SDM Pustra meliputi perencanaan, pengawasan, pengkoordinasian, evaluasi, pelayanan, analisis, kerjasama, pembinaan, dan pengembangan sistem informasi. Oleh karena itu dalam pemetaan etos kerja etos kerja haruslah mencakup kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Untuk mendapatkan pemahaman yang tepat terutama dari sisi akademis sehingga dapat menjadi landasan yang kokoh dan dapat dipertanggungjawabkan dalam konteks pemetaan etos kerja telah dilakukan kajian literatur sebagaimana telah disampaikan pada Bab II terdahulu yang menghasilkan daftar etos kerja etos kerja yang seharusnya dimiliki oleh SDM Pustra yang meliputi delapan ranah etos kerja. Dalam Bab 3 telah dikemukakan bahwa dalam rangka pemetaan etos kerja akan disusun model etos kerja yang terdiri dari dua kegiatan, yaitu penyusunan kamus etos kerja dan pengembangan model etos kerja itu sendiri. Tujuan penyusunan kamus etos kerja ini adalah diharapkan dapat menjadi acuan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-1

180 untuk memahami bentuk-bentuk pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang semestinya dimiliki oleh SDM Pustra di lingkungan Pustra, disamping juga sebagai acuan dalam pengembangan model etos kerja. Penyusunan model etos kerja (termasuk kamus etos kerja) pertama-tama basis informasi yang digunakan adalah studi organisasi dan studi literatur. Dari kedua studi ini disusun apa yang disebut sebagai inventory etos kerja, yang berisikan berbagai dimensi etos kerja. Dimensi etos kerja tersebut kemudian dijadikan dasar dalam menganalisis pemetaan etos kerja dan penilaian kebutuhan Diklat SDM Pustra di lingkungan Pustra Penyusunan Kamus Etos Kerja Penyusunan kamus etos kerja dan model etos kerja tersebut bertujuan untuk menganalisis pemetaan etos kerja dan penilaian kebutuhan Diklat SDM di lingkungan Pustra. Hal pertama yang dilakukan adalah mengelompokkan berbagai standar etos kerja dengan mengacu pada Delapan Etos Kerja Profesional yang dikemukakan oleh J.H. Sinamo (2005). Ini akan menjadi dasar (dimensi) dalam menganalisis kebutuhan etos kerja yang kemudian diturunkan menjadi kelompok inti (core cluster). Proses penurunan dari dimensi menjadi kelompok inti tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasi kesamaan dan pola dalam data yang tersedia. Ada 8 dimensi etos kerja yang menjadi dasar (dimensi) yaitu : Tabel 5.1. Dimensi Etos Kerja No ETOS KERJA 1 Kerja adalah Rahmat 2 Kerja adalah Amanah 3 Kerja adalah Panggilan 4 Kerja adalah Aktualisasi 5 Kerja adalah Ibadah 6 Kerja adalah Seni 7 Kerja adalah Kehormatan 8 Kerja adalah Pelayanan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-2

181 Setelah dilakukan pengelompokkan berdasarkan tema atau klaster inti (core cluster), kemudian melalui pendekatan interpretatif dilakukan proses perumusan etos kerja dimana setiap item akan dikelompokkan ke dalam bagian yang lebih besar dan seterusnya. Kemudian proses tersebut diulangi secara terbalik, dimana setiap kelompok besar akan dibuat serinci mungkin sehingga diperoleh kesatuan yang definitif yang terbagi dalam dua bagian, yakni kelompok besar yang disebut dimensi, dan uraian dari kelompok tersebut berupa klaster inti. Masing-masing pengelompokkan dilakukan proses pendefinisian, sehingga akan diperoleh gambaran tentang kamus etos kerja yang mengacu pada Delapan Etos Kerja Profesional dari J.H. Sinamo, yang telah dibandingkan dengan beberapa rumusan etos kerja lainnya, yaitu sebagai berikut : Tabel 5.2. Rumusan-rumusan Etos Kerja No ETOS KERJA PROFESIONAL PERFORMANCE KINERJA REFORMASI BIROKRASI BUDAYA KERJA PU GOOD GOVERNANCE 1 Kerja adalah rahmat, Bekerja Tulus Penuh Syukur Ikhlas, Bersih Bertaqwa kepada Tuhan YME Jujur 2 Kerja adalah amanah Bekerja Benar Penuh tanggung jawab Komitmen, Konsisten Bertindak Tepat, sesuai SOP Adil 3 Kerja adalah panggilan Bekerja Tuntas Penuh Integritas Tertib, Efisien Bergerak Cepat, Disiplin Waktu Bebas KKN 4 Kerja adalah aktualisasi Bekerja Keras Penuh semangat Produktif, Kinerja Prima Bekerja Keras Peningkatan Investasi 5 Kerja adalah ibadah Bekerja Serius Penuh Kecintaan Integritas Tinggi Loyalitas, Mengabdi dan Setia Terpercaya 6 Kerja adalah seni Bekerja Cerdas Penuh Kreativitas Kreatif, Akuntabel Responsif, Inovasi, Inisiatif Peningkatan APBN 7 Kerja adalah kehormatan Bekerja Tekun Penuh Keunggulan Efektif Tugas Tepat Waktu Tidak Ada Keluhan 8 Kerja adalah pelayanan Bekerja Sempurna Penuh Kerendahan hati Kepekaan, Transparan Kemitraan, Kerjasama, Profesional Terbuka Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-3

182 Berangkat dari perbandingan berbagai rumusan etos kerja, dibuatlah rumusan dimensi dan indikator etos kerja yang akan dipakai dalam penelitian ini. Rumusan-rumusan yang ada saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya dalam menentukan indikator yang akan dipakai. Berikut ini adalah rumusan etos kerja untuk SDM Pustra : Tabel 5.3. Rumusan Etos Kerja SDM Pustra Dimensi Indikator Inti Indikator Kerja adalah rahmat Kerja adalah amanah Kerja adalah panggilan Jujur Ikhlas Tulus Bertindak Tepat Adil Konsisten Bergerak Cepat Bebas KKN Disiplin Waktu Dalam melaksanakan pekerjaan, menjunjung tinggi norma, agama dan adat istiadat sehingga terhindar dari perilaku negative Melaksanakan perintah dan tugas dari atasan dengan senang hati Bekerja dengan tulus, tidak menghitunghitung jasa dan tenaga yang telah dikeluarkan dalam melaksanakan tugas. Berani mengambil tindakan berdasarkan pertimbangan logis dan informasi faktual yang relevan Dalam menjalankan tugas, tidak memihak dan memilih-milih pekerjaan Dalam menyelesaikan tugas, selalu bertindak sesuai dengan apa yang dikatakan. Menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif singkat dengan tetap menjaga kualitas kerja Mengutamakan kepentingan institusi diatas kepentingan pribadi dalam bekerja Tidak menunda-nunda penyelesaian pekerjaan yang diberikan atasan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-4

183 Kerja adalah aktualisasi Kerja adalah ibadah Kerja adalah seni Bekerja keras Produktif Kinerja Prima Terpercaya Loyal Integritas tinggi Inisiatif Kreatif Inovatif Tidak Ada Keluhan sehingga dapat selesai sesuai dengan waktunya Tidak pernah memperhitungkan berapa lama waktu yang telah dihabiskan untuk bekerja dalam sehari karena rasa cinta terhadap pekerjaan Menetapkan dan menghasilkan standar prestasi kinerja yang tinggi dari orang lain Tidak mudah menyerah dan mempunyai kemauan keras untuk mencapai prestasi kerja Menghargai nilai yang sudah disepakati bersama sehingga menumbuhkan kepercayaan yang kuat dari pihak lain Berani menerima konsekuensi dan bertanggung jawab setiap tindakan,keputusan dan resiko pekerjaan Mematuhi peraturan dan memegang teguh komitmen dan prinsip-prinsip yang diyakini benar Melakukan usaha lebih tanpa diminta untuk memaksimalkan hasil kerja yang positif Aktif memberikan ide-ide preventif sebagai solusi atas permasalahan yang muncul Melakukan improvement dengan didasari oleh keinginan untuk mengimplementasikan ide-idenya Mengganggap tugas yang diberikan atasan sebagai kepercayaan dan penghargaan atasan atas kemampuan Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-5

184 Kerja adalah kehormatan Kerja adalah pelayanan Tugas tepat waktu Efektif Kerjasama Terbuka Profesional karyawan bukan sebagai beban yang memberatkan. Menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan tepat waktu sesuai dengan prioritas Mengelola waktu dan menghindari penggunaan waktu untuk penyelesaian hal-hal yang tidak relevan Menjalin hubungan secara proaktif dengan orang lain serta berperan aktif dalam mencapai tujuan bersama Dengan senang hati menerima masukan ataupun saran baik dari atasan maupun rekan kerja atas kekurangan atau kesalahan dalam pekerjaan Dalam bekerja, dapat memisahkan antara masalah pribadi dengan urusan pekerjaan Gambaran Responden Beberapa data responden yang diperlukan untuk kepentingan penelitian ini diperoleh melalui kuesioner. Data-data tersebut diantaranya yaitu: a. Pangkat b. Golongan/Ruang c. Jabatan d. Lama bekerja di PUSTRA e. Lama menjabat pada jabatan ini f. Riwayat Pendidikan Berikut adalah data-data responden : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-6

185 a. Responden berdasarkan Kepangkatan Gambar 5.1. Responden berdasarkan Kepangkatan b. Responden berdasarkan Golongan Gambar 5.2. Responden berdasarkan Golongan c. Responden berdasarkan Lama bekerja di PUSTRA Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-7

186 Gambar 5.3. Responden berdasarkan Lama bekerja di PUSTRA c. Responden berdasarkan lama menjabat pada jabatan ini Gambar 5.4. Responden Berdasarkan Lama Menjabat Pada Jabatan Ini Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-8

187 e. Responden berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Gambar 5.5. Responden berdasarkan Latar Belakang Pendidikan f. Peran Pendidikan Formal Lanjutan menurut Responden, yang dapat membantu pelaksanaan tugas responden saat ini. Gambar 5.6. Peran Pendidikan Formal Lanjutan menurut Responden Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-9

188 g. JENIS PENDIDIKAN FORMAL LANJUTAN yang Responden perlukan untuk mengembangkan potensi diri responden sehingga dapat menjalankan tugas dengan sukses. Gambar 5.7. Jenis Pendidikan Formal Lanjutan untuk Mengembangkan Potensi Diri h. PERAN PELATIHAN-PELATIHAN yang sudah dilalui dalam membantu pelaksanaan tugas responden saat ini. Gambar 5.8. PERAN PELATIHAN-PELATIHAN Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-10

189 5.3. Model Etos Kerja Dengan memanfaatkan tabulasi hasil penelitian dan analisis data, kemudian disusun suatu model etos kerja yang berisikan dimensi dan klaster inti, yang menggambarkan urutan permasalahan etos kerja SDM di lingkungan Pustra. Sasarannya tidak lain adalah tercapainya kinerja maksimal para SDM Pustra untuk melakukan unjuk kerja secara prima. Sedangkan Model Etos Kerja ini terdiri dari 8 dimensi dan masing-masing dimensi mencakup pula kelompok inti. Dalam melihat daftar kuesioner tentunya tidak langsung dapat diketahui masing-masing indikator tersebut terhadap dimensi etos kerja yang digunakan dalam penelitian ini. Hal ini memang dibuat sedemikian rupa setiap indikator-indikator tersebut tersebar dalam pernyataanpernyataan etos kerja yang berjumlah 24 pernyataan, dengan pertimbangan untuk menguji konsistensi jawaban responden dalam menjawab setiap pernyataan tersebut untuk dibuat suatu model etos kerja. Untuk lebih jelasnya berikut akan disampaikan distribusi nomor masingmasing dimensi tersebut yang diturunkan menjadi indikator-indikator dalam pernyataan- pernyataan etos kerja yaitu sebagai berikut : Tabel 5.4. Nomor Distribusi Indikator Etos Kerja Dimensi Kerja adalah rahmat Nomor Distri busi Indikator Dalam melaksanakan pekerjaan, menjunjung tinggi norma, agama dan adat istiadat sehingga terhindar dari perilaku negative Melaksanakan perintah dan tugas dari atasan dengan senang hati Bekerja dengan tulus, tidak menghitung-hitung jasa dan tenaga yang telah dikeluarkan dalam melaksanakan tugas. Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-11

190 Kerja adalah amanah Kerja adalah panggilan Kerja adalah aktualisasi Kerja adalah ibadah Kerja adalah seni Berani mengambil tindakan berdasarkan pertimbangan logis dan informasi faktual yang relevan Dalam menjalankan tugas, tidak memihak dan memilihmilih pekerjaan Dalam menyelesaikan tugas, selalu bertindak sesuai dengan apa yang dikatakan. Menyelesaikan tugas dalam waktu yang relatif singkat dengan tetap menjaga kualitas kerja Mengutamakan kepentingan institusi diatas kepentingan pribadi dalam bekerja Tidak menunda-nunda penyelesaian pekerjaan yang diberikan atasan sehingga dapat selesai sesuai dengan waktunya Tidak pernah memperhitungkan berapa lama waktu yang telah dihabiskan untuk bekerja dalam sehari karena rasa cinta terhadap pekerjaan Menetapkan dan menghasilkan standar prestasi kinerja yang tinggi dari orang lain Tidak mudah menyerah dan mempunyai kemauan keras untuk mencapai prestasi kerja Menghargai nilai yang sudah disepakati bersama sehingga menumbuhkan kepercayaan yang kuat dari pihak lain Berani menerima konsekuensi dan bertanggung jawab setiap tindakan,keputusan dan resiko pekerjaan Mematuhi peraturan dan memegang teguh komitmen dan prinsip-prinsip yang diyakini benar Melakukan usaha lebih tanpa diminta untuk memaksimalkan hasil kerja yang positif Aktif memberikan ide-ide preventif sebagai solusi atas permasalahan yang muncul Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-12

191 22 Melakukan improvement dengan didasari oleh keinginan untuk mengimplementasikan ide-idenya Kerja adalah kehormata n Kerja adalah pelayanan Mengganggap tugas yang diberikan atasan sebagai kepercayaan dan penghargaan atasan atas kemampuan karyawan bukan sebagai beban yang memberatkan. Menyelesaikan tugas atau pekerjaan yang diberikan dengan tepat waktu sesuai dengan prioritas Mengelola waktu dan menghindari penggunaan waktu untuk penyelesaian hal-hal yang tidak relevan Menjalin hubungan secara proaktif dengan orang lain serta berperan aktif dalam mencapai tujuan bersama Dengan senang hati menerima masukan ataupun saran baik dari atasan maupun rekan kerja atas kekurangan atau kesalahan dalam pekerjaan Dalam bekerja, dapat memisahkan antara masalah pribadi dengan urusan pekerjaan. Dari hasil studi lapangan dapat disusun suatu model etos kerja untuk SDM Pustra yang berasal dari data Tingkat Pentingnya Etos Kerja. TINGKAT PENTINGNYA adalah untuk mengukur SEBERAPA PENTING HAL TERSEBUT menurut SDM Pustra untuk mendukung pelaksanaan tugas mereka saat ini. Cara memberikan penilaian adalah dengan memberikan angka/nilai pada kolom yang tersedia. Skala penilaian berkisar antara angka 1 (satu) hingga angka 9 (sembilan) dengan masing-masingnya mewakili tingkat persetujuan jawaban. Adapun tingkat persetujuan jawabannya adalah sebagai berikut : Sangat Tidak Penting Sangat Penting Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-13

192 Untuk Tingkat Pentingnya Dimensi Etos Kerja SDM Pustra dapat dilihat dalam Gambar berikut: Gambar 5.1. Tingkat Pentingnya Dimensi Etos Kerja Profesional PUSTRA Hasil Olahan Data Lapangan, 2010 Dari data olahan diatas dapat dilihat bahwa rentangan tingkat kepentingan berada pada rentangan yang tipis, yang bermakna semua dimensi etos kerja diatas adalah bermakna penting bagi SDM Pustra untuk mendukung pelaksanaan tugas mereka saat ini. Adapun secara berurut bila dilihat dari yang paling tinggi tingkat kepentingannya sampai yang paling rendah adalah sebagai berikut : Peningkatan Etos Kerja Sumber Daya Manusia PUSTRA Bab 5-14

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN

PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS) TAHUN Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 25 TAHUN 2000 (25/2000) Tanggal: 20 NOVEMBER 2000 (JAKARTA) Sumber: LN 2000/206 Tentang: 2000-2004 PROGRAM PEMBANGUNAN NASIONAL (PROPENAS)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14

DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1 P a g e 2 P a g e Daftar Isi DAFTAR ISI... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF... 5 KATA PENGANTAR... 9 DAFTAR GAMBAR... 11 DAFTAR TABEL... 12 1. PENDAHULUAN... 14 1.1. Latar Belakang...14 1.2. Perumusan Masalah...16

Lebih terperinci

PEDOMAN SOAL UJIAN DINAS TINGKAT I DAN TINGKAT II PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

PEDOMAN SOAL UJIAN DINAS TINGKAT I DAN TINGKAT II PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PEDOMAN SOAL UJIAN DINAS TINGKAT I DAN TINGKAT II PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013 PANCASILA Secara historis Pancasila dirumuskan dengan tujuan untuk dipakai sebagai Dasar Negara Indonesia Merdekan. Pancasila

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Road Map Reformasi Birokrasi

Kata Pengantar. Road Map Reformasi Birokrasi Kata Pengantar P ada tahun 2011, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dahulu Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) telah berhasil menyusun dokumen usulan dan peta jalan (roadmap) reformasi

Lebih terperinci

Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional

Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional 1 2 KATA PENGANTAR Puji syukur dihaturkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kodrat dan karunia-nya sehingga buku ; Pendekatan Budaya Kerja Dosen Profesional dapat diselesaikan, walaupun di sana-sini masih

Lebih terperinci

Etika Bisnis dan Etika Kerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Etika Bisnis dan Etika Kerja PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tinjauan umum kebijakan dan pengarahan etika, memandu hubungan kerja di antara kita, dan hubungan bisnis dengan Pemangku Kepentingan. Edisi 2 10 Februari 2011 Daftar Isi 2 Sambutan Komisaris Utama 4 Sambutan

Lebih terperinci

Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK. Strategic Governance Policy. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik

Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK. Strategic Governance Policy. Kebijakan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bab 2 KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK Kebijakan Strategik Tata Kelola Perusahaan Perum LKBN ANTARA Hal. 7 Bagian Kedua KEBIJAKAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK II.1. Kebijakan GCG ANTARA ANTARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam suatu organisasi hal yang paling penting yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manuisa yang menjadi pendukung utama tercapai tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG NASIONAL TAHUN 2005 2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG KEDIRI

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG KEDIRI PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG KEDIRI SKRIPSI Oleh AYUK WAHDANFIARI ADIBAH NIM. 3223103015 JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga pernah di angkat sebagai topik penelitian oleh beberapa peneliti sebelumnya. Maka peneliti juga diharuskan untuk mempelajari

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEMENTERIAN TAHUN 2012 PERATURAN MENTERI NOMOR 35 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ADMINISTRASI

Lebih terperinci

Alhamdullilahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah

Alhamdullilahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah Pemerintah Kota Yogyakarta Lakip Tahun 2013 i Kata Pengantar Assalamu alaikum Wr, Wb. Alhamdullilahi robbil alamin, Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, taufik, hidayah serta

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RENCANA STRATEGIS BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2006-2010 Sambutan Ketua BPK Pengelolaan keuangan negara merupakan suatu kegiatan yang akan mempengaruhi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI 2010-2014

PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI 2010-2014 PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI 2010-2014 MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKsANAAN PROGRAM MANAJEMEN PERUBAHAN

PEDOMAN PELAKsANAAN PROGRAM MANAJEMEN PERUBAHAN BUKU 4 PEDOMAN PELAKsANAAN PROGRAM MANAJEMEN PERUBAHAN PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMAsi BIROKRAsi NOMOR 10 TAHUN 2011 KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI

Lebih terperinci

POLA PIKIR APARATUR SIPIL NEGARA SEBAGAI PELAYAN MASYARAKAT. Hak Cipta Pada: Lembaga Administrasi Negara EdisiTahun 2014

POLA PIKIR APARATUR SIPIL NEGARA SEBAGAI PELAYAN MASYARAKAT. Hak Cipta Pada: Lembaga Administrasi Negara EdisiTahun 2014 POLA PIKIR APARATUR SIPIL NEGARA SEBAGAI PELAYAN MASYARAKAT Hak Cipta Pada: Lembaga Administrasi Negara EdisiTahun 2014 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp.

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH

EVALUASI PROGRAM SEKOLAH KOMPETENSI EVALUASI PENDIDIKAN PENGAWAS SEKOLAH PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH EVALUASI PROGRAM SEKOLAH DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2009 KATA PENGANTAR Peraturan Menteri

Lebih terperinci

KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang

KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA Peningkatan Kompetensi SDM Bidang Penataan Ruang KONSEP DASAR (GRAND DESIGN) DAN TATALAKSANA PENINGKATAN KOMPETENSI SDM BIDANG PENATAAN RUANG Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

PEDOMAN ETIKA DAN PERILAKU CODE OF CONDUCT. PT Jasa Marga (Persero) Tbk

PEDOMAN ETIKA DAN PERILAKU CODE OF CONDUCT. PT Jasa Marga (Persero) Tbk PEDOMAN ETIKA DAN PERILAKU CODE OF CONDUCT 2011 0 Daftar Isi Bab I. 2 PENDAHULUAN 2 Latar Belakang 2 Landasan Penyusunan Code of Conduct... 3 Visi dan Misi Perusahaan... 3 Tata Nilai Perusahaan... 3 Maksud,

Lebih terperinci

- Kesejahteraan Pegawai - Reformasi Birokrasi... Siapkah Kita Menghadapinya? 32 INFO PELAYANAN PUBLIK - Pelayanan Publik di Ditjen SDPPI

- Kesejahteraan Pegawai - Reformasi Birokrasi... Siapkah Kita Menghadapinya? 32 INFO PELAYANAN PUBLIK - Pelayanan Publik di Ditjen SDPPI Daftar isi 10 12 14 50 46 03 SALAM REDAKSI 06 INFO MENEJEMEN - Struktur Organisasi Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Dalam setiap terjadinya restrukturisasi organisasi (perubahan

Lebih terperinci

BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA. Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Program Studi Teknik Industri

BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA. Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Program Studi Teknik Industri BUKU AJAR MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA Oleh : Tim Dosen Mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra 2009 KATA PENGANTAR Mata kuliah

Lebih terperinci

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001.

Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006 ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Umum GCG Indonesia tahun 2001. Komite Nasional Kebijakan Governance Gedung Bursa Efek Jakarta Tower I - Lt.

Lebih terperinci

PERATURAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.07/III-SET/2012 TENTANG

PERATURAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.07/III-SET/2012 TENTANG PERATURAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN NOMOR : P.07/III-SET/2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MANDIRI PELAKSANAAN REFORMASI BIROKRASI (PMPRB) LINGKUP KEMENTERIAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG. PELAYANAN PUBLIK Dl PROPINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG. PELAYANAN PUBLIK Dl PROPINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWATIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWATIMUR NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PELAYANAN PUBLIK Dl PROPINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR Menimbang : a.

Lebih terperinci

GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA BAB I PENDAHULUAN

GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA BAB I PENDAHULUAN GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Pemikiran Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berperikehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka, bersatu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpendapat bahwa istilah control sebagaimana dikutip Muchsan, artinya :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpendapat bahwa istilah control sebagaimana dikutip Muchsan, artinya : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawasan 1. Pengawasan secara umum Kata Pengawasan berasal dari kata awas berarti penjagaan. Istilah pengawasan dikenal dalam ilmu manajemen dengan ilmu administrasi yaitu

Lebih terperinci

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE)

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE) PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN (CODE OF CORPORATE GOVERNANCE) BAB I, PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik/Good Corporate Governance (GCG), tetap memperhatikan

Lebih terperinci

KURIKULUM DIKLATPIM II

KURIKULUM DIKLATPIM II KURIKULUM DIKLATPIM II BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara yang baik, yang dilakukan bersama dengan unsur-unsur

Lebih terperinci