BAB II KAJIAN PUSTKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal yang melandasi kegiatan penelitian mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Landasan teori ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi penyimpangan. 2.1 Partisipasi Menurut Keit Davis menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan. 1 George Terry dalam Winardi menyatakan bahwa partisipasi adalah turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut. 2 Mengacu pada beberapa pendapat tersebut, maka partisipasi masyarakat dalam penelitian ini adalah wujud tingkah laku masyarakat secara nyata dalam kegiatan pendidikan yang merupakan keseluruhan dari suatu keterlibatan mental dan emosional masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk memberikan 1 Sastropoetro, Santoso Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. hal : 35 2 Winardi, Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajeman. PT.Grafindo Persada. Jakarta. Hal: 149 9

2 10 kontribusi dan bertanggung jawab terhadap pencapaian suatu tujuan yaitu tercapainya manusia yang berpendidikan Jenis-jenis Partisipasi Partisipasi itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Guna memperoleh gambaran yang jelas tentang partisipasi, akan dipaparkan mengenai jenis-jenis partisipasi menurut Keit Davis. Adapun jenis-jenis partisipasi tersebut antara lain : 1. Partisipasi berupa pikiran ( psychological participation). Merupakan jenis keikutsertaan secara aktif dengan mengerahkan pikiran dalam suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Partisipasi yang berupa tenaga (physical Participation). Merupakan partisipasi dari individu atau kelompok dengan tenaga yang dimilikinya, melibatkan diri dalam suatu aktivitas dengan maksud tertentu. 3. Partisipasi yang berupa tenaga dan pikiran (physical and psychological participation). Partisipasi ini sifatnya lebih luas lagi di samping mengikutsertakan aktivitas secara fisik dan non fisik secara bersamaan. 4. Partisipasi yang berupa keahlian ( participation with skill). Merupakan bentuk partisipasi dari orang atau kelompok yang mempunyai keahlian khusus, yang biasanya juga berlatar belakang pendidikan baik formal maupun non formal yang menunjang keahliannya. 5. Partisipasi yang berupa barang (material participation). Partisipasi dari orang atau kelompok dengan memberikan barang yang dimilikinya untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut. 6. Partisipasi yang berupa uang (money participation). Partisipasi ini hanya memberikan sumbangan uang kepada kegiatan. Kemungkinan partisipasi ini terjadi karena orang atau kelompok tidak bisa terjun langsung dari kegiatan tersebut. Partisipasi yang berupa uang dan barang sifatnya tersamar, karena dalam hal ini individu atau kelompok tidak kelihatan secara jelas beraktivitas melainkan mengikutsertakan barang atau uangnya Faktor-faktor yang Menyebabkan Partisipasi Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk keterlibatan mental dan emosional. Menurut Sudjana partisipasi merupakan salah satu bentuk tingkah laku yang ditentukan oleh lima faktor, antara lain: 3 Sastropoetro, Santoso. op.cit.hal : 56

3 11 1. Pengetahuan/kognitif, berupa pengetahuan tentang tema, fakta, aturan, dan keterampilan membuat translation. 2. Kondisi situasional, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, psikososial dan faktor-faktor sosial. 3. Kebiasaan sosial, seperti kebiasaan menetap dan lingkungan. 4. Kebutuhan, meliputi kebutuhan Approach (mendekatkan diri), Avoid (menghindari), kebutuhan individual. 5. Sikap, meliputi pandangan/perasaan, kesediaan bereaksi, interaksi sosial,minat dan perhatian. 4 Pada hakikatnya keberhasilan pendidikan selalu melibatkan hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menciptakan keberhasilan dalam hal pendidikan, maka diperlukan adanya partisipasi yang tinggi dari masyarakat dalam pelaksanaannya. Partisipasi orang tua merupakan hal yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pendidikan. Dalam kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan dasar (SD sampai SMP), masyarakat dituntut secara aktif untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pendidikan, karena masyarakat merupakan kunci utama atau kunci sukses dalam keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Masyarakat yang berperan aktif dalam pendidikan akan terlihat pada kehidupan keseharian dari masyarakat tersebut. Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pendidikan antara lain memberikan beberapa penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan berupa fasilitas-fasilitas belajar serta sarana dan prasarana pendidikan guna memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan. 4 Hayati, Nor Analisis Faktor-faktor yang Menyebabkan Kurangnya Partisipasi Mahasiswa Malaysia dalam Kegiatan Kurikuler dan Ekstrakurikuler di Universitas Negeri Semarang. UNNES: Skripsi. hal: 16

4 12 Masyarakat sebagai subjek dan juga sekaligus sebagai objek dalam proses pendidikan. Sebagai subjek, masyarakat merupakan individu yang melakukan proses pendidikan. Sebagai objek karena kegiatan pendidikan di harapkan dapat memberikan perubahan perilaku pada diri masyarakat. Sehingga, dalam pelaksanaannya, diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan pendidikan. 2.2 Masyarakat Pengertian Masyarakat Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. 5 Sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem atau aturan yang sama, dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan. Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia, maka masyarakat dibagi dalam tiga kategori yaitu ke dalam kelompok masyarakat desa, masyarakat madya, dan masyarakat modern. Ada pun ciri-ciri masyarakat tersebut sebagai berikut : 1. Masyarakat Desa a. Hubungan keluarga dan masyarakat masih sangat kuat karena didasarkan pada adat istiadat yang kuat sebagai organisasi sosial. b. Masih percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib. c. Tingkat buta huruf relatif tinggi. 5

5 13 d. Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh setiap orang. e. Tidak ada lembaga pendidikan khusus di bidang teknologi dan keterampilan diwariskan oleh orang tua langsung kepada keturunannya. f. Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagian kecil dijual di pasaran untuk memenuhi kebutuhan lainnya, dan uang berperan sangat terbatas. g. Semangat gotong-royong dalam bidang sosial dan ekonomi sangat kuat. 2. Masyarakat Madya a. Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan kemasyarakatan mulai mengendur. b. Adat istiadat masih dihormati, dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar. c. Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan timbul kembali apabila telah kehabisan akal. d. Timbul lembaga pendidikan formal dalam masyarakat terutama pendidikan dasar dan menengah. e. Tingkat buta huruf sudah mulai menurun. f. Ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi pasaran sehingga menimbulkan diferensiasi dalam struktur masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya. 3. Masyarakat Modern a. Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi. b. Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling pengaruh mempengaruhi. c. Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. d. Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian yang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga keterampilan dan kejuruan. e. Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata. f. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang kompleks. g. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya

6 14 Manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila terdapat unsur-unsur yang melandasinya. Adapun unsur-unsur dari suatu masyarakat menurut Soerjono Soekamto adalah sebagai berikut : 1. Paling sedikit ada 2 orang individu 2. Mereka menyadari kesatuan mereka 3. Jangka waktu dalam berhubungan termasuk lama yang mengakibatkan hubungan itu melahirkan manusia yang baru yang tetap selalu berkomunikasi dan membuat berbagai aturan yang berhubungan dengan keterkaitan/hubungan antar masyarakat tersebut 4. Mereka menjadi sebuah sistem, yang hidup secara bersama-sama yang pada akhirnya melahirkan apa yang disebut kultur/kebudayaan serta saling berhubungan antar sesama masyarakat. 7 Sehingga dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup bersama guna mencapai tujuan bersama. Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia memerlukan sosialisasi dengan orang lain. Sosialisasi adalah proses di mana seseorang mempelajari cara hidup masyarakat untuk mengembangkan potensinya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok, sesuai dengan nilai, norma, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Proses tersebut dimulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu lingkungan keluarga Anggota Masyarakat Kepala Desa Kepala desa adalah bagian dari desa di Indonesia yang merupakan pimpinan dari pemerintahan desa. Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun (6 tahun) dan dapat diperpanjang untuk jangka satu kali masa jabatan berikutnya. 7

7 15 Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada camat, namun hanya di koordinasi oleh camat. antaranya : Dalam pemerintahannya, kepala desa memiliki beberapa wewenang, di 1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang di tetapkan bersama badan permusyawaratan desa (BPD). 2. Mengajukan rancangan peraturan desa. 3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. 4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. 8 Selain itu, kepala desa juga memiliki tugas serta fungsi, di mana tugas dan fungsi dari kepala desa itu antara lain : 1. Tugas kepala desa a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. b. Menjalankan tugas di samping berdasarkan kewenangan jabatan, juga berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa. 2. Fungsi kepala desa : a. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pemerintah; b. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembangunan; c. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembinaan kemasyarakatan Keluarga Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicon dan Celis, di

8 16 dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masingmasing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. 10 Dalam pelaksanaannya, keluarga memiliki beberapa fungsi. Fungsi yang dijalankan keluarga adalah sebagai berikut : 1. Fungsi pendididikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak. 2. Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik. 3. Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman. 4. Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga. 5. Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia. 6. Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. 7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara menonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya. 8. Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya. 9. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga. 11 Keluarga sendiri memiliki anggota. Di mana anggota dalam sebuah keluarga terdiri dari : 10 Salvicon dan Celis dalam

9 17 1. Orang tua Orang tua adalah ayah dan/atau ibu dari seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. 12 Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak maupun dalam pendidikan anak-anak mereka. Orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah saja, melainkan orang tua harus turut ambil bagian dalam pendidikan anak. Berikut adalah fungsi orang tua dalam kaitannya dengan pendidikan anak : a. Membentuk kepribadian dan mendidik anak di rumah. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak. Menjamin kehidupan emosional anak. Menanamkan dasar pendidikan moral anak. Memberikan dasar pendidikan sosial. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama. Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak. Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan kelak sehingga anak mampu menjadi manusia dewasa yang mandiri. Menjaga kesehatan anak sehingga anak dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh. Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Tuhan sebagai tujuan akhir manusia. b. Mendukung pendidikan anak di sekolah Orang tua bekerja sama dengan sekolah. Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman dan menghargai segala usahanya. 12

10 18 Orang tua menunjukkan kerja sama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbing anak dalam belajar. Orang bekerja sama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak. Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi selama menjalani proses belajar di lembaga pendidikan. 13 Guna dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal, orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai sehingga anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola pendidikan terutama dalam membentuk kepribadian anak yang sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 13

11 19 2. Anak-anak Anak dalam sebuah keluarga seseorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa yang merupakan keturunan dari orang tua. Sudah selayaknya anak yang menjadi bagian dari keluarga mendapatkan hakhaknya dalam keluarga yang di antaranya adalah hak mendapatkan perlindungan serta hak dalam memperoleh pendidikan yang layak. Setiap anak dalam kehidupannya memiliki hak dan kewajiban yang diberikannya sehubungan dengan pendidikan, di mana hak dan kewajiban itu seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 12 sebagai berikut: (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama; b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; c. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya; d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya; e. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara; f. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. (2) Setiap peserta didik berkewajiban: a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan; b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku UU No. 20 tahun 2003

12 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun Persepsi orang tua Sudito berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasi dan menafsirkan stimulus. 15 Persepsi dipengaruhi oleh kerja sama dengan faktor luar (stimulus) dan faktor dalam (personal). Faktor luar tersebut terdiri dari hal-hal yang berasal dari luar individu yang berupa pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, dll. Faktor dalam adalah semua yang berasal dari dalam individu, seperti cipta, rasa, karsa dan keyakinan. Persepsi dapat berubah karena pengaruh pengalaman, teman, serta lingkungan. Maka dalam memberikan persepsi individu mula-mula akan mengadakan pengamatan, kemudian mengadakan seleksi dari apa yang di amati, setelah itu baru mengadakan penafsiran dan kemudian mereaksi dalam bentuk tingkah laku. Dalam menyadari reaksi ini, seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor berupa faktor dalam dirinya dan dari luar diri, di mana faktor tersebut di antaranya lingkungan masyarakat di sekitarnya. 16 Persepsi orang tua terhadap pendidikan akan mempengaruhi aspirasi, artinya kemampuan orang tua dalam melihat pentingnya pendidikan akan berpengaruh pada harapan dan tujuan untuk keberhasilan di masa depan. Aspirasi dalam hal ini adalah keinginan, harapan, atau cita-cita orang tua terhadap tingkat pencapaian pendidikan anak-anaknya. 15 Sudito dalam

13 21 Persepsi orang tua dengan melihat keberhasilan atau kegagalan yang dialami sebelumnya, baik yang dialami oleh dirinya atau orang lain akhirnya dijadikan cermin pengalaman bagi dirinya. Pengalaman seseorang yang dianggap sebagai kesuksesan akan meningkatkan aspirasinya dan dalam hal ini orang tua akan memiliki persepsi bahwa pendidikan memiliki manfaat yang penting. Namun jika pengalaman seseorang yang dinilai sebagai kegagalan aspirasinya akan turun bahkan orang tua akan memiliki persepsi bahwa pendidikan tidak begitu penting. Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak dapat dilihat dari cara orang tua menilai arti penting belajar bagi anak-anaknya, dapat pula dilihat dari cara memahami nilai fungsional pendidikan bagi kehidupan anak-anaknya di masa depan. Persepsi orang tua terhadap fungsi sekolah adalah anggapan atau pendapat orang tua sebagai pengamat sehari-hari tentang sekolah. Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak merupakan suatu pola pikir orang tua tentang makna dan arti penting proses pendidikan anak setelah pendidikan SD, kaitannya dengan relevansi pendidikan serta biaya pendidikan yang masih menjadi tanggung jawab orang tua. Apabila persepsi orang tua terhadap pendidikan baik, maka akan menopang munculnya aspirasi yang tinggi sehingga kesadaran untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi akan besar juga. Hal lain yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah persepsi orang tua di pedesaan yang menganggap bahwa pendidikan untuk anak wanita kurang begitu penting. Hal ini didasari adanya anggapan bahwa yang bertanggung jawab setelah berumah tangga adalah seorang laki-laki, sehingga perempuan hanya akan

14 22 menjadi ibu rumah tangga, sehingga tidak mengherankan kalau ada anak wanita di pedesaan yang sudah dinikahkan sebelum mereka lulus SMP. Bertolak dari uraian tersebut, persepsi orang tua tentang pendidikan dalam penelitian ini adalah suatu pandangan orang tua dalam melihat konsep pendidikan. Artinya kemampuan orang tua dalam melihat tujuan dan manfaat pendidikan bagi anak Keadaan Ekonomi Keadaan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi orang tua dalam membiayai pendidikan anak-anaknya. Permasalahan status sosial ekonomi yang dihadapi orang tua di daerah pedesaan masih merupakan suatu masalah yang kompleks di mana pemecahannya banyak bergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah setempat. Status ekonomi keluarga (orang tua) yang rendah menyebabkan ketidakmampuan orang tua dalam memberikan fasilitas belajar yang memadai kepada anak-anak mereka. Pendidikan rendah yang disandang orang tua menyebabkan tidak mampunya orang tua membantu anak apabila anak tersebut menghadapi kesulitan dalam pelajaran di sekolah. Keadaan seperti ini sering menyebabkan anak mengalami ketegangan atau stres yang akhirnya dapat mengganggu belajar mereka. Gangguan belajar yang berkepanjangan akhirnya menyebabkan anak menjadi malas sekolah, bahkan putus sekolah. Permasalahan keadaan ekonomi ini di samping permasalahan aspirasi dan persepsi pendidikan orang tua, juga dapat mempengaruhi kelanjutan pendidikan anak. Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk

15 23 memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. 17 Keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan lemah pula kemampuan untuk menyekolahkan anak, apalagi untuk sekolah lanjutan yang berada di daerah yang jauh dari tempat tinggal yang memerlukan biaya yang tinggi. Masalah kesulitan ekonomi keluarga menyebabkan turunnya jumlah peserta didik yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di daerah pedesaan selain sarana pendidikan masih kurang, keadaan ekonomi masyarakat juga masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa penduduk pedesaan kebanyakan bermata pencaharian sebagai petani yang tergolong dalam kategori berpenghasilan rendah. Penghasilan rendah orang tua akhirnya mendorong anak-anak yang masih berusia muda untuk ikut meringankan beban hidup orang tuanya dengan jalan turut ambil bagian dalam pekerjaan orang tuanya. Adanya peluang kerja di kota terkadang mendorong anak memutuskan lebih baik bekerja daripada melanjutkan sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan keadaan sosial ekonomi orang tua dalam penelitian ini adalah kedudukan orang tua dalam kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari pendapatan dan keadaan ekonomi secara keseluruhan. 2.4 Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, 17

16 24 pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya. 18 Pendidikan berawal dari seorang bayi dan berlangsung seumur hidup. Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut : 1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah. 2. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dab bagi kepentingan masyarakat. 3. Melestarikan kebudayaan. 4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi. Selain mempunyai fungsi nyata, lembaga pendidikan juga mempunyai fungsi laten, di mana fungsi laten dari pendidikan adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenang dalam mendidik anak kepada sekolah. 2. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang suatu hal. 3. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima 18 http ://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan

17 25 perbedaan dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau tidak sesuai dengan status orang tuanya. 4. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan juga dapat memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya. Menurut David Popeno, ada empat macam fungsi pendidikan yaitu : 1. Transmisi (pemindahan) kebudayaan. 2. Memilih dan mengajarkan peranan sosial. 3. Menjamin integrasi sosial. 4. Sekolah mengajarkan corak kepribadian Pendidikan di Indonesia Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab kementrian pendidikan nasional republik Indonesia (kemendiknas). Di Indonesia, semua penduduk wajib mengikuti program wajib pendidikan dasar selama sembilan tahun, enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah. Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga di bagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.

18 Jalur Pendidikan Pengembangan potensi peserta didik dapat ditempuh melalui tiga jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang berlangsung di sekolahsekolah. Adapun penyelenggara pendidikan formal dimulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (TK, RA), pendidikan dasar (SD, MI, SMP, MTs), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, MAK), dan pendidikan tinggi (Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas) Pendidikan Nonformal Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi

19 27 peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B, Paket C serta pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik Pendidikan Informal Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian dengan standar nasional pendidikan. Adapun jenis-jenis pendidikan informal meliputi: agama, budi pekerti, etika, sopan santun, moral, sosialisasi. Pendidikan informal berlangsung dalam lingkup keluarga dan lingkungan sekitar. 2.5 Wajib Belajar Sembilan Tahun Pengertian Wajib Belajar Sembilan Tahun Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah

20 28 daerah. 19 Pendidikan dasar adalah jenjang terbawah dari sistem persekolahan nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan guna mengembangkan sikap dan kemampuan serta untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk hidup di tengah masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar yang di maksudkan adalah pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di tingkat Sekolah Dasar (SD) dan selama tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau satuan pendidikan yang sederajat. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak yang berusia 7 15 tahun. Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga Negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, pemerintah melalui PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut seperti tercantum dalam Pedoman Persiapan dan Pelaksanaan Perintisan Wajib Belajar Pendidikan Dasar, antara lain: 1. Penuntasan anak usia 7 12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD); 2. Penuntasan anak usia tahun untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP); 3. Pendidikan untuk semua (education for all) Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Pasal 1 ayat (1) 20 Wahjoetomo, 1994, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (Problematik dan Alternatif Solusinya), PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6

21 29 Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dicanangkan oleh Presiden Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994 dan pelaksanaannya dimulai pada tahun ajaran 1994/1995. Wajib Belajar Sembilan Tahun di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Tidak bersifat paksaan melainkan persuasif; 2. Tidak ada sanksi hukum; 3. Tidak di atur dengan undang-undang tersendiri; 4. Keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang semakin meningkat. 21 Program Wajib Belajar Sembilan tahun diharapkan mampu mengantarkan manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi pendidikan dasar, sebagai kompetensi minimal. Kompetensi pendidikan dasar yang dimaksudkan seperti ditegaskan pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi (pendidikan menengah). Hal ini juga sesuai dengan unsur-unsur kompetensi pendidikan dasar yang diidentifikasikan oleh International Development Research Center, yang meliputi : 1. Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan dasar berhitung; 2. Pengetahuan dasar tentang Negara, budaya, dan sejarah; 3. Pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidang kesehatan, gizi, mengurus rumah tangga, dan memperbaiki kondisi kerja; 4. Kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak dan kewajibannya sebagai warga Negara, bersikap dan berpikir kritis, serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan, dan siaran radio Wahjoetomo, op.cit. hal. 7

22 30 Bentuk satuan pendidikan untuk membantu menuntaskan Program Wajar Pendidikan Dasar sembilan tahun terdiri atas 10 wahana dan empat rumpun, baik pada tingkat SD maupun SMP, yaitu : 1. Rumpun SD dan SMP yang terdiri atas SD dan SMP biasa, SD dan SMP kecil, dan SD dan SMP pamong; 2. Rumpun SD dan SMP Luar Biasa yang terdiri atas SD dan SMP Luar Biasa, SDLB dan SMPLB, serta SD dan SMP Terpadu; 3. Rumpun pendidikan luar sekolah yang terdiri atas program kelompok belajar paket A dan B (Kejar paket A untuk setingkat SD dan kejar paket B untuk setingkat SMP), serta kursus persamaan SD dan SMP; 4. Rumpun sekolah keagamaan yang terdiri atas Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Pondok Pesantren. 23 Bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan program Wajib Belajar Sembilan Tahun tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. SD/SMP Biasa, merupakan SD/SMP yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat dalam menghadapi situasi yang normal; 2. SD/SMP Kecil, merupakan SD/SMP negeri yang diselenggarakan di daerah yang berpenduduk sedikit dan memenuhi persyaratan yang berlaku; 3. SD/SMP Pamong, merupakan SD/SMP negeri yang didirikan untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak putus sekolah pada jenjang pendidikan SD/SMP dan atau anak lain yang tidak dapat datang secara teratur untuk belajar di sekolah; 4. SD/SMP Terpadu, merupakan SD/SMP negeri yang menyelenggarakan pendidikan untuk anak yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental bersama anak normal dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di sekolah. 5. Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Tsanawiyah, merupakan SD/SMP yang berciri khas agama islam yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat di bawah bimbingan Departemen Agama (DEPAG). 24 Sasaran dalam program wajib belajar itu sendiri di antaranya anak usia SD atau sederajat (7 12 tahun), serta anak usia SMP/MTs atau sederajat (13 15 tahun). 23 Substansi Pendidikan Dasar dalam Program Pendidikan Dasar 9 Tahun ( N_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdf) 24 Sumantri, Mulyani, Dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, hal. 7

23 31 Program wajib belajar Sembilan tahun memiliki keuntungan dan kerugian dalam pelaksanaannya. Ada pun keuntungan dari program wajib belajar Sembilan tahun adalah : (1) Mengembangkan potensi anak bangsa; (2) Melahirkan generasi penerus yang berkualitas; (3) Meringankan beban masyarakat. Sedangkan kelemahan dari program wajib belajar Sembilan tahun itu sendiri antara lain (1) Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai sehingga suasana belajar mengajar menjadi kurang nyaman; (2) Banyak di manfaatkan oleh para orang kaya yang tidak mau membayar mahal biaya sekolah anaknya; (3) Kurang kesadaran masyarakat menyekolahkan anaknya; (4) Guru tidak dapat mendidik siswanya secara maksimal Tujuan Wajib Belajar Sembilan Tahun Secara umum, tujuan dari program wajib belajar sembilan tahun merupakan pencerminan dari tujuan yang terkandung dalam pembukaan UUD 1954 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Program wajib belajar sembilan tahun juga mempunyai tujuan secara khusus. Ada pun tujuan khusus dari wajib belajar sembilan tahun adalah sebagai berikut : 1. Meminimalkan jumlah anak putus sekolah; 2. Meningkatkan kualitas bangsa Indonesia; 3. Memperbaiki citra nusantara di mata dunia

24 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, sejak dilaksanakan pada tahun 1994/1995, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan program tersebut di antaranya adalah : 1. Faktor sosial budaya Sebuah program yang berkaitan dengan kebijakan publik akan berjalan dengan baik dan efektif diperlukan sosialisasi berupa pengertian yang baik dan tepat kepada masyarakat tentang pentingnya program ini di jalankan, agar mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh elemen masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan program wajar 9 tahun jika ditinjau dari sudut sosial budaya adalah sebagai berikut : a. Faktor orang tua. Pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pola untuk mendidik anak. Sebab hal ini akan berubungan dengan persepsi orang tua terhadap sekolah itu sendiri yang dihubungkan dengan pengalaman individu dalam mengamati sekolah dan kaitannya dengan kejadian sehari-hari di lingkungannya. Pada sebagian masyarakat kecakapan baca tulis sebagaimana kecakapan lulusan SD pada umumnya digunakan untuk mengubah standar hidup. Gambaran kehidupan semacam ini dapat membentuk opini sebagian masyarakat untuk kurang

25 33 menghargai sekolah dan lulusannya. Dalam kondisi seperti ini beberapa kemungkinan bisa terjadi, seperti tidak menyekolahkan anaknya, memperhentikan anaknya sebelum tamat, atau tidak mau tahu tentang bangunan atau keberadaan sekolah di lingkungannya. b. Faktor Tradisi Masyarakat. Tradisi dan kebiasaan masyarakat sering menghalangi partisipasi anak untuk ke sekolah. Dari beberapa daerah masih ada tradisi anak untuk ikut bepergian jauh bersama orang tuanya, misalnya mengunjungi familinya, orang tua tidak merasakan rugi meski harus mengajak anaknya untuk meninggalkan sekolah dalam jangka waktu yang lama. Tradisi yang lain adalah masih banyaknya orang di dalam kehidupan bermasyarakat yang beranggapan mendidik anak perempuan kurang menguntungkan, sehingga orang tua enggan untuk menyekolahkan anak perempuan. Karena pada akhirnya perempuan akan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya mengurusi pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tidak memerlukan sekolah tinggi. Tradisi lain di masyarakat adalah tentang menikahkan anak perempuan di usia belia. Sebab jika mempunyai anak gadis yang dianggap cukup umur tetapi belum menikah dianggap

26 34 perempuan yang tidak laku, hal itu menjadi beban dan aib dalam keluarga. 2. Faktor Agama Pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru juga dapat mempengaruhi keberhasilan terhadap program wajar 9 tahun padahal partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyukseskan program ini. Khususnya pemeluk agama Islam yang sebagian besar pemeluk di Indonesia. Ada pemahaman yang salah yang berkembang di masyarakat, yaitu pendidikan Agama lebih penting dari pada pendidikan umum. Ada beberapa orang tua yang merasa kalau pendidikan di pesantren akan lebih dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan anak daripada harus menyekolahkan anak ke sekolah umum. Sehingga begitu tamat dari pesantren, anak tidak dapat melanjutkan ke sekolah umum dikarenakan perbedaan kurikulum yang ada, sehingga mau tidak mau anak terpaksa berhenti sekolah.. 3. Faktor Ekonomi Kemiskinan biasanya akan mempengaruhi aspek-aspek lain termasuk pendidikan. Kita tidak bisa menutup mata bahwa angka kemiskinan masih menduduki presentasi tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,12 juta (11,96%), turun 0,89 juta

27 35 dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta (12,49%). Selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta pada Maret 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta pada Maret 2011 menjadi 18,48 juta pada Maret 2012). 26 Angka kemiskinan tersebut berbanding lurus dengan angka usia putus sekolah Kerangka Pikir Persepsi orang tua terhadap pendidikan Partisipasi masyarakat dalam Pelaksanaan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun Keadaan ekonomi orang tua Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia. Keberhasilan program wajib belajar sembilan tahun tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab masyarakat dalam menyukseskan program tersebut yang dapat terlihat dari partisipasinya. Partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di

28 36 antaranya persepsi orang tua terhadap pendidikan serta keadaan ekonomi orang tua. Persepsi orang tua serta keadaan ekonomi orang tua akan sangat berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun. Apabila persepsi orang tua terhadap pendidikan baik, serta keadaan ekonomi orang tua mencukupi, maka partisipasi masyarakat dalam program wajib belajar sembilan tahun akan baik, sehingga pelaksanaan program wajib belajar akan mengalami kesuksesan. Sebaliknya apabila persepsi orang tua terhadap pendidikan itu kurang baik di tambah lagi dengan keadaan ekonomi orang tua yang kurang baik, hal ini akan mengakibatkan partisipasi masyarakat dalam program wajib belajar sembilan tahun menjadi kurang baik, sehingga pelaksanaan program wajib belajar itu sendiri akan mengalami ketidakberhasilan. 2.7 Penelitian Terdahulu Penelitian yang juga membahas tentang partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib belajar adalah : Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Setiabudi (2012) Universitas Pembangunan Nasional VETERAN Jawa Timur. Penelitian dengan judul Partisipasi Masyarakat dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto. Masalah dalam penelitian ini adalah adanya siswa putus sekolah di kecamatan Magersari, data yang diberikan oleh dinas Pendidikan yaitu siswa putus sekolah untuk MI 1 siswa, SMP 10 siswa, SMA 45 siswa, SMK 143 siswa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan angka putus sekolah tidak ada di

29 37 kecamatan Magersari. Hal ini dapat dilihat dari APM (Angka Partisipasi Murni) untuk SD %, SMP % dan SMA %. APK (Angka Partisipasi Kasar) untuk SD %, SMP % dan SMA %. Hal ini dikarenakan masyarakat diikutsertakan dalam perencanaan, pengawasan, pelaksanaan maupun evaluasi terhadap program sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung melalui komite sekolah Setiabudi, Dwi, 2012, Partisipasi Masyarakat Dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, Universitas Pembangunan Nasional VETERAN Jawa Timur.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KABUPATEN TANAH BUMBU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara di dunia internasional. Kecenderungan tersebut yang kemudian mendorong bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

\Pengertian Lembaga Keluarga

\Pengertian Lembaga Keluarga \Pengertian Lembaga Keluarga Lembaga keluarga merupakan unit sosial yang terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Dalam sebuah keluarga, diatur hubungan antar anggota keluarga

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Menimbang : Mengingat : LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS

BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS BUPATI GUNUNG MAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pendidikan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG DUKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR GRATIS DAN RINTISAN WAJIB BELAJAR 12 TAHUN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas

Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang Sisdiknas PAPARAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 1 PERTAMA: KONSEP DASAR 2 Landasan Yuridis SI, SKL dan KTSP menurut UU No 20/2003 tentang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, 1 PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN MADIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG WAJIB BELAJAR DUA BELAS TAHUN DI KABUPATEN LAMANDAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TULUNGAGUNG Menimbang

Lebih terperinci

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

-23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG -23- BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman

2/9/2014 MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH. Oleh: Pipin Piniman Oleh: Pipin Piniman MATA KULIAH PERBANDINGAN SISTEM PENDIDIKAN MANAJEMEN SISTEM PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS GALUH Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN Lingkungan Lingkungan menurut Sartain (ahli psikologi Amerika) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG WAJIB BELAJAR 12 TAHUN DI KOTA PALANGKA RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. Bagian kedua akan membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS. Bagian kedua akan membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS Bagian kedua akan membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis. Sebelum analisis kritis dan komparatif

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SALINAN WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang

Lebih terperinci

TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang a. pendidikan harus mampu menjawab berbagai

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 179 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 179 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 179 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang :

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEDIRI, : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 `` BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN MELAWI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PEMERINTAH KABUPATEN KARANGANYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa pendidikan harus mampu menjawab

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LAYANAN PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.. TAHUN.. TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.. TAHUN.. TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAMEKASAN NOMOR.. TAHUN.. TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah di PalangkaRaya ini memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa dalam mewujudkan masyarakat Bantul

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG BACA TULIS AL QUR AN BAGI PESERTA DIDIK SEKOLAH DASAR / MADRASAH IBTIDAIYAH, SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Lebih terperinci

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA

BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA BUPATI LUWU PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU NOMOR : TENTANG PENDALAMAN MATERI PENDIDIKAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional Oleh : M.H.B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 048 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 048 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 048 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN BEASISWA BAGI PELAJAR BERPRESTASI BERDASARKAN NILAI AKHIR MELALUI UJIAN NASIONAL DAN UJIAN SEKOLAH TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003

PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 PARADIGMA BARU PENDIDIKAN NASIONAL DALAM UNDANG UNDANG SISDIKNAS NOMOR 20 TAHUN 2003 Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan

Lebih terperinci

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama C. Lembaga Sosial 1. Pengertian Lembaga Sosial dan Norma Lembaga Sosial suatu sistem norma yg bertujuan utk mengatur tindakan tindakan maupun kegiatan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG 1 GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN 20172016 TENTANG PEDOMAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU PADA SEKOLAH MENENGAH ATAS, SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN, SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 19 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2009 NOMOR 9 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KOTA PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANGKALAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKALAN, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGELOLAAN SISTEM PENDIDIKAN DI PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA Menimbang : a. DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa pendidikan merupakan investasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting di seluruh aspek kehidupan manusia. Hal itu disebabkan pendidikan berpengaruh langsung terhadap perkembangan kepribadian manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Pendidikan Nasional adalah upaya mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berahlak mulia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak

BAB I PENDAHULUAN. pengawasan orang tua terhadap kehidupan sosial anak, kondisi lingkungan anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat membuktikan adanya penurunan moralitas, kualitas sikap serta tidak tercapainya penanaman karakter yang berbudi

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG SEKOLAH GRATIS PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DI KABUPATEN GUNUNG MAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNG MAS, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional negara kita adalah pembangunan di bidang pendidikan. Pendidikan nasional sebagai salah satu sistem dari supra sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, 27 LEMBARAN DAERAH Nopember KABUPATEN LAMONGAN 19/E 2007 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 30 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR TAHUN 2010 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KUTAI TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN Tentang SISTEM PENDIDIKAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN Tentang SISTEM PENDIDIKAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2006 Tentang SISTEM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa untuk mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

KUMPULAN UU DAN PERATURAN BIMBINGAN DAN KONSELING & PENDIDIKAN

KUMPULAN UU DAN PERATURAN BIMBINGAN DAN KONSELING & PENDIDIKAN KUMPULAN UU DAN PERATURAN BIMBINGAN DAN KONSELING & PENDIDIKAN PENGURUS PUSAT IKATAN KONSELOR INDONESIA ( PP IKI ) 2013 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM

Lebih terperinci