TINJAUAN PUSTAKA Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas Unta Punuk Satu (Camelus dromedarius)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas Unta Punuk Satu (Camelus dromedarius)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas Taman Rekreasi Margasatwa (TRMS) Serulingmas terletak di hutan kota Banjarnegara yang dihijaukan sejak tahun Taman ini berada kurang lebih satu kilometer dari pusat kota Banjarnegara dan terletak tidak jauh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara (PNRI 2007). TRMS Serulingmas diresmikan pada tanggal 21 Agustus 1997 oleh Jenderal TNI Susilo Sudarman, ketika menjabat sebagai Ketua Paguyuban Seruan Eling Banyumas (Serulingmas). Pendirian TRMS Serulingmas bertujuan sebagai sarana rekreasi yang sehat bernuansa edukasi, riset, dan konservasi. TRMS Serulingmas pada awalnya merupakan obyek wisata yang dikuasai oleh Pemerintah Kabupaten Tingkat II Banjarnegara dengan nama Taman Rekreasi Ki Ageng Selamanik. Selanjutnya pada tahun 1997 diganti nama menjadi Taman Rekreasi Margasatwa Serulingmas yang masih menjadi nama sampai saat ini. TRMS Serulingmas kini dikelola oleh Unit Pengelola Teknis Dinas (UPTD) di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banjarnegara (Serulingmas 2009). Lebih dari 100 satwa berada di TRMS Serulingmas yaitu singa Afrika, harimau Benggala, gajah Sumatera, buaya, orang utan, dan berbagai jenis burung serta kera (Sumarwoto 2009). Jumlah satwa yang tercatat saat ini di TRMS Serulingmas adalah ± 161 satwa. Satwa-satwa tersebut terdiri dari 21 spesies burung, 21 spesies mamalia, dan 5 spesies reptil (Serulingmas 2009). Selain dapat melihat berbagai jenis satwa langka, pengunjung juga dapat menikmati berbagai fasilitas yang terdapat di tempat ini. Fasilitas-fasilitas yang ada di TRM Serulingmas meliputi kolam renang, taman bermain anak-anak, dan berkeliling taman dengan naik gajah tunggang (Sumarwoto 2009) Unta Punuk Satu (Camelus dromedarius) Unta adalah spesies hewan berkuku genap yang banyak terdapat pada daerah yang beriklim kering. Hewan ini ada dua jenis, yaitu unta punuk satu (C. dromedarius) yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika bagian utara serta unta punuk ganda (C. bactrianus) yang berasal dari daerah gurun di Asia bagian

2 4 timur. Unta punuk satu memiliki klasifikasi sebagai berikut. kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Camelidae, genus Camelus serta spesies Camelus dromedarius (Naumann 1999). Gambar 1 Unta punuk satu (C. dromedarius) jantan yang dipelihara di TRMS Serulingmas Unta punuk satu (C. dromedarius) atau lebih dikenal dengan unta arab memiliki karakteristik tubuh sebagai berikut: leher panjang yang melengkung, dada yang sempit, kakinya panjang dan ramping, bibir atas membelah, nostril hidung dapat menutup, bulu matanya panjang, dan mempunyai punuk berjumlah satu (Gambar 1). Punuk ini berisi lemak yang dibatasi dengan jaringan fibrosa dan berfungsi sebagai cadangan makanan pada saat dibutuhkan. Ukuran punuk ini bervariasi sesuai dengan status gizi unta. Punuk akan menjadi lebih kecil dan condong ke salah satu sisi di saat kondisi kelaparan. Kaki unta mempunyai bantalan (pad) yang sangat cocok untuk berjalan di atas pasir. Pad ini mudah terluka jika terkena batu tajam serta tidak cocok untuk berjalan di jalan yang licin dan berlumpur (Naumann 1999, Huffman 2004). Unta punuk satu (C. dromedarius) mempunyai kemampuan adaptasi yang luar biasa terhadap lingkungan gurun yang sangat ekstrim. Mata unta dilengkapi dengan dua lapis bulu mata, sehingga bisa melindungi dari pasir maupun debu. Selain itu, saat badai pasir hidung unta dapat menutup sehingga pasir atau debu tidak bisa masuk ke lubang hidung. Unta mempunyai kemampuan untuk mempertahankan air dalam tubuhnya melalui berbagai jalan. Air di dalam tubuh akan tetap terjaga meskipun suhu tubuh unta berfluktuasi antara 34 0 C hingga 41,5 0 C, maupun suhu lingkungan yang naik, karena unta tidak berkeringat.

3 5 Adaptasi unta terhadap lingkungannya sangat baik, sehingga hewan ini dapat bertahan hidup meskipun kehilangan lebih dari 30% air tubuhnya (Naumann 1999). Penyebaran unta punuk satu yaitu di daerah gurun Afrika utara serta Asia barat. Selain itu terdapat pula di kawasan Australia bagian tengah, di daerah Australia tengah ini juga merupakan kawasan kering. Peta penyebaran unta dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Peta penyebaran unta punuk satu (Huffman 2004) Sistem pencernaan unta punuk satu termasuk ke dalam pseudo ruminant atau ruminansia tidak sejati karena hanya memiliki tiga bagian lambung saja. Bagian pertama memiliki struktur seperti rumen yang terbagi menjadi bagian kanan dan kiri. Lambung bagian pertama ini tersusun dari otot yang kuat dan kelenjar mukus. Pada bagian ini pakan dicampur dengan air dan mukus yg dihasilkan oleh kelenjar mukus. Lambung bagian kedua juga sering disebut honeycomb. Bagian ini mirip dengan struktur retikulum pada hewan ruminansia. Lambung bagian kedua juga tersusun atas kelenjar yang menghasilkan mukus. Lambung bagian ketiga disebut sebagai lambung kelenjar. Lambung kelenjar ini mirip dengan abomasum pada ruminansia dan lambung monogastrik hewan lainnya (gambar 3A). Usus halus unta memiliki panjang kurang lebih 40 meter.

4 6 Bentuk sekum dan kolon hampir sama dengan sapi yaitu membentuk gulungan spiral atau sering disebut ansa spiralis coli (gambar 3B). Panjang sekum dan kolon ini kira-kira 19.5 meter (Mukasa-Mugerwa 1981). 9b a A B Gambar 3 Sistem pencernaan unta punuk satu A. bagian-bagian lambung (1. lambung bagian pertama sebelah kiri, 2. lambung bagian pertama sebelah kanan, 3 & 4. kantung air, 5. esofagus, 6. lambung bagian kedua, 7. lambung bagian ketiga, 8. duodenum) B. usus halus dan usus besar (9. usus halus, 9a. yeyunum, 9b. ileum, 10. sekum, 11. kolon asendens, 12. kolon desendens, 13. rektum) (Modifikasi Mukasa-Mugerwa 1981) Saluran pencernaan merupakan habitat sebagian besar cacing parasitik. Cacing parasitik yang ditemukan pada saluran pencernaan unta punuk satu sebagian besar sama dengan cacing parasitik pada hewan domestik laennya seperti sapi dan domba. Contoh cacing parasitik yang ditemukan pada lambung bagian ketiga unta yaitu: Haemonchus contortus, Teladorsagia circumcincta serta Trichostrongylus axei. Di bagian usus halus sering ditemukan T. colubriformis, Monieza benedeni dan M. expansa. Pada bagian usus besar unta sering ditemukan Oesophagostomum venulosum, O. columbianum, Trichuris ovis, dan T. globulosa (Taylor et al. 2007)

5 7 Unta punuk satu mempunyai masa kawin antara bulan Mei hingga Oktober. Masa kebuntingan unta sekitar bulan dan biasanya bunting anak tunggal. Anak unta akan disusui hingga umur 18 bulan. Unta mulai kawin pada umur 3-4 tahun. Umur hewan ini dapat mencapai tahun (DEWHA 2009). Cacing Parasitik Parasit merupakan suatu organisme yang hidupnya menumpang pada organisme lain (inang definitif). Parasit dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang berada di luar atau permukaan tubuh inang, sedangkan endoparasit adalah parasit yang berada di dalam tubuh inang (Dyah 2008). Helminthologi merupakan cabang ilmu endoparasit yang mempelajari tentang cacing khususnya cacing parasitik. Cacing dibagi dalam tiga filum yaitu Platyhelminthes, Nemathelminthes serta Acanthocephala. Filum Platyhelminthes terdiri dari dua kelas, yaitu Cestoda dan Trematoda sedangkan filum Nemathelminthes hanya ada satu kelas yaitu Nematoda. Ketiga kelas inilah yang sering menjadi parasit pada hewan maupun manusia. Filum Acanthocephala jarang dibahas karena jarang menimbulkan masalah pada hewan domestikasi. 1. Cestoda Parasitik Cestoda termasuk filum Platyhelminthes. Cacing ini lebih dikenal dengan sebutan cacing pita. Beberapa spesies cestoda merupakan parasit pada hewan dan manusia. Cestoda merupakan cacing yang struktur tubuhnya sederhana (Kusumamihardja 1995). Kelas Cestoda dibagi dalam dua ordo yaitu Cyclophyllidea dan Pseudophyllidea. Ordo Cyclophyllidea dibagi ke dalam tujuh famili yaitu Taeniidae, Anoplocephalidae, Dilepididae, Davaineidae, Hymenolepididae, Mesocestoididae serta Thysanosomidae. Adapun ordo Pseudophylliea hanya memiliki satu famili yaitu Diplhyllobothriidae. Beberapa contoh cestoda yang penting diantaranya genus Taenia dan Echinococcus dari famili Taeniidae, genus Monieza dari famili Anoplocephalidae serta genus Diphyllobothrium dari famili Diplhyllobothriidae.

6 8 a. Morfologi Cestoda Cestoda memiliki ciri-ciri morfologi tubuh memanjang yang pipih dorsoventral, panjang beruas-ruas, tidak memiliki saluran pencernaan, dan tidak memiliki rongga tubuh. Badan Cestoda terdiri dari kepala, sejumlah segmen dan di antara kepala dan segmen terdapat leher. Setiap segmen biasa disebut proglotida. Pada bagian kepala cestoda terdapat dua hingga empat batil hisap dan pada beberapa jenis cestoda dilengkapi rostelum atau kait (Gambar 4). Badan cestoda dilapisi dengan tegumen yang merupakan alat penyerapan utama pada cacing pita (Kusumamihardja 1995, Taylor et al 2007). Sistem syaraf cestoda tersusun dari beberapa ganglion, sedangkan sistem ekskresinya terdiri dari sel api atau solenosit dan saluran ekskresi utama. Disebut sebagai sel api karena memiliki silia yang bergerak menyerupai nyala api (Levine 1977). Cestoda merupakan cacing yang bersifat hermafrodit atau memiliki organ kelamin ganda. Dalam setiap segmen biasanya terdapat satu atau dua pasang alat kelamin jantan dan betina (Gambar 4) (Kusumadiharja 1995). Perkawinan cacing cestoda dapat terjadi dalam satu segmen maupun perkawinan silang antar segmen (Taylor et al 2007). Rostelum kait Batil hisap ovarium Lubang kelamin uterus testis Sauran ekskretoris a b Gambar 4 Morfologi cestoda a. kepala dengan kait dan batil hisap, b. skema segmen cestoda dengan dua alat kelamin (hermafrodit) (Hosie 2000)

7 9 b. Siklus Hidup Cestoda Siklus hidup cestoda adalah secara tidak langsung atau memerlukan satu atau lebih inang definitif. Cestoda dewasa secara umum ditemukan dalam usus halus inang definitif dan telurnya akan dikeluarkan bersama tinja. Telur cestoda sangat khas yaitu terdapat embrio heksakan yang diselimuti dengan dua lapis membran (Gambar 5). Telur yang termakan oleh inang antara akan menetas karena bereaksi dengan sekresi saluran pencernaan. Telur yang menetas disebut oncosphere, akan melakukan penetrasi di mukosa usus untuk dapat mencapai pembuluh darah, pembuluh limfe maupun di rongga tubuh pada invertebrata. Oncosphere yang telah tumbuh disebut metacestoda dan jika termakan oleh inang definitif, skoleks akan menempel pada mukosa usus dan berkembang hingga dewasa untuk menghasilkan telur (Gambar 6) (Taylor et al 2007). Cestoda sering sekali menimbulkan masalah pada hewan maupun manusia. Kasus kecacingan oleh cestoda juga dilaporkan pada unta diantaranya oleh Banaja dan Gandhour (1994) yang melaporkan jenis cacing cestoda yang paling sering menyerang C. domedarius di Riyadh Arab Saudi adalah Moniezia expansa, M. benedeni, Avitellina centripunctata, Stilesia vittata. Sementara itu Anwar dan Hayat (1999) melaporkan kasus kecacingan oleh cestoda di Pakistan disebabkan oleh M. expansa, M. benedeni serta S. globipunctata. Begitu juga Mohammed et al (2007) menemukan kasus kecacingan oleh cestoda yang disebabkan oleh Moniezia sp di Nigeria Gambar 5 Morfologi telur Taenia spp. dengan embrio heksakan (anak panah) (CDC 2010a)

8 10 Gambar 6 Siklus hidup Taenia saginata dan T. solium pada manusia (CDC 2010a) 2. Trematoda Parasitik Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes. Trematoda sendiri dibagi menjadi dua sub kelas yaitu Monogenea dan Digenea. Sub kelas yang menimbulkan masalah bagi vertebrata adalah Digenea. Sub kelas Digenea dibagi ke dalam 15 famili. Beberapa contoh yang sering menimbulkan masalah kesehatan pada hewan diantaranya Fasciola sp., Paramphistomum sp. dan Schistosoma sp. Jenis Fasciola sp. dan Schistosoma sp. merupakan cacing yang bersifat zoonosis (Taylor et al 2007). a. Morfologi Trematoda Trematoda biasa disebut sebagai cacing daun karena bentuknya oval seperti daun, tubuhnya pipih dorsoventral, tidak bersegmen, memiliki dua batil hisap yaitu batil hisap anterior yang terletak di anterior tubuh dan batil hisap ventral yang terletak di sepertiga badan bagian bawah. Cacing daun dilapisi tegumen pada bagian luar tubuhnya yang berfungsi sebagai pembungkus badan dan merupakan struktur yang dinamis secara faali dan bertanggung jawab dalam

9 11 memasukkan makanan (Kusumamihardja 1995). Trematoda mempunyai alat pencernaan yang sederhana meliputi mulut, faring, esofagus serta sepasang saluran usus (Gambar 7). Trematoda pada umumnya bersifat hermafrodit kecuali famili Schistosomatidae (Taylor et al 2007). Sistem ekskresi trematoda adalah sel api (sel ekskresi berupa kantung yang mengumpulkan sisa-sisa metabolisme) dan hanya memiliki susunan syaraf yang sederhana (Levine 1977). Batil hisap anterior testis faring mulut Batil hisap ventral usus ovarium uterus vitelaria Gambar 7 Morfologi trematoda dengan dua batil hisap, saluran pencernaan dan dua alat kelamin (hermafrodit) (Tubitak 2002) b. Siklus Hidup Trematoda Sub kelas monogenea mempunyai daur hidup secara langsung sedangkan sub kelas Digenea tidak langsung atau memerlukan inang antara untuk daur hidupnya. Telur trematoda Digenea biasanya dikeluarkan melalui feses dan urin dengan ciri khas yaitu terdapat operculum pada salah satu kutubnya (Gambar 8a). Sub kelas Digenea merupakan trematoda yang paling sering menyerang pada hewan ternak maupun satwa liar. Trematoda dewasa biasanya ditemukan pada saluran empedu serta saluran pencernaan (Taylor et al 2007). Telur Schistosoma mempunyai ciri khusus yang agak berbeda dibandingkan telur trematoda pada umumnya, yaitu terdapat spina yang menjadi dasar identifikasi telur Schistosoma (Gambar 8b). Telur yang keluar dari inang definitif akan tumbuh menjadi larva bersilia yang disebut sebagai mirasidium. Mirasidium akan mencari inang antara (siput) sebagai tempat untuk pertumbuhan selanjutnya menjadi sporokista. Sporokista tumbuh menjadi redia dan bermigrasi ke hepatopankreas yang

10 12 kemudian tumbuh menjadi larva, disebut serkaria. Serkaria ini mempunyai ekor yang berfungsi untuk berenang di air menuju rumput. Serkaria yang melepaskan ekornya dan membentuk kista disebut sebagai metaserkaria. Serkaria dan metaserkaria adalah larva infektif bagi trematoda, jika larva masuk ke dalam inang definitif, larva akan tumbuh menjadi trematoda dewasa (Gambar 9) (Taylor et al 2007). operkulum a b spina Gambar 8 Telur trematoda dengan operculum (a) dan telur Schistosoma sp yang memiliki spina (b) (CDC 2010b) Gambar 9 Siklus hidup trematoda (Fasciola hepatica) (CDC 2010b)

11 13 Trematoda merupakan cacing yang paling banyak menimbulkan masalah pada hewan ruminansia. Trematoda ini juga sering menimbulkan masalah pada unta punuk satu. Beberapa contoh kasus kecacingan pada unta punuk satu yang ditimbulkan oleh trematoda diantaranya telah dilaporkan oleh Banaja dan Gandhour (1994) di Jeddah Arab Saudi akibat infestasi F. gigantica dan S. bovis. Infeksi F. gigantica lebih sering dibanding S. bovis. Di Pakistan juga temukan kasus kecacingan oleh trematoda pada unta punuk satu, seperti dilaporkan oleh Anwar dan Hayat (1999) bahwa unta punuk satu di Pakistan yang terinfeksi cacing trematoda mencapai 4,3 %. Infeksi trematoda ini meliputi Parampistomum cervi, Carmyierius spatious dan Gastrothylax crumenifer. 3. Nematoda Parasitik Kelas nematoda termasuk dalam filum Nemathelminthes. Memiliki lima Superfamili. Contoh nematoda yang biasa menyerang ruminansia diantaranya Trichuris spp, Cooperia sp dan Trichostrongylus sp. (Taylor et al 2007). a. Morfologi Nematoda mulut bibir Papila kelamin spikula rahang a ovarium a b Gambar 10 Morfologi nematoda a. jantan dengan testis dan spikula (kiri), betina dengan ovarium (kanan), b. penampang mulut nematoda (Hosie 2000) Badan nematoda berbentuk gilig meruncing pada kedua ujungnya. Cacing ini tidak bersegmen dan memiliki kutikula yang tebal. Jenis kelamin pada kebanyakan nematoda terpisah, biasanya ukuran jantan lebih kecil dari pada betina (Kusumamihardja 1995). Sistem saraf nematoda terdiri dari sejumlah

12 14 ganglia dan syaraf. Sistem ekskresi berupa alat ekskresi maupun osmoregulasi. Cacing ini tidak memiliki rongga badan sejati sehingga disebut pseudoseloma. Nematoda juga tidak mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan (gambar 10) (Levine 1977). b. Siklus Hidup Nematoda Siklus hidup dari nematoda ada dua yaitu langsung dan tidak langsung. Stadium infektif nematoda dapat berupa telur maupun larva tergantung kepada jenis nematodanya. Nematoda yang memiliki siklus langung diantaranya jenis Strongylidae dan Trichostrongylidae sedangkan yang tidak langsung contohnya Metastrongylidae dan Habronema spp. Stadium infektif larva biasanya pada stadium ketiga (L-3). Larva stadium ketiga ini berkembang dari telur yang menetas pada kondisi lingkungan yang mendukung. Jika stadium infektif berupa telur, larva yang dikandung biasanya adalah larva stadium kedua (L-2). Stadium infektif baik telur maupun larva akan masuk ke tubuh inang melalui saluran pencernaan, namun stadium infektif larva dapat aktif menembus melalui kulit. Setelah masuk ke dalam tubuh inang definitif, nematoda segera menuju dan menetap di mukosa usus dan berkembang menjadi stadium dewasa. Stadium dewasa akan mengeluarkan telur yang mempunyai tiga lapisan akan keluar besama tinja dari inang definitif (Gambar 11) (Levine 1977). Gambar 11 Siklus hidup nematoda (Trichuris spp) pada manusia merupakan siklus langsung (CDC 2010c)

13 15 Trichuris spp merupakan nematoda yang berbentuk seperti cambuk, salah satu ujungnya tebal dan ujung lainnya panjang dan tipis seperti cemeti. Cacing ini mempunyai siklus hidup secara langsung. Telur nematoda akan berkembang di tanah hingga mengandung larva stadium 3. Telur infektif (berisi larva stadium ke 3) sangat resisten di lingkungan dan dapat bertahan beberapa bulan atau tahun. Telur infektif yang masuk ke dalam tubuh hewan akan menetas di duodenum. Larva cacing akan berkembang di dalam vili-vili duodenum. Setelah dewasa, Trichuris akan menuju ke kolon. Cacing ini bersifat soil borne desease atau penularannya berasal dari tanah yang tercemar oleh telur infektif (Olsen 1974) Kasus kecacingan pada unta punuk satu yang disebabkan oleh nematoda pernah dilaporkan di beberapa tempat. Cacing Haemonchus longistipus, H. contortus, Trichuris spp, Parabonema skrjabini, Camelostrongylus mentulatus, Trichostrongylus spp., Nematodirus spp. dilaporkan sering menyerang unta punuk satu di Saudi Arabia (Banaja dan Gandhour 1994). Selain itu musim dan keadaan tempat hidup unta juga mempengaruhi status kecacingan. Jumlah infeksi kecacingan nematoda tertinggi terjadi saat bulan Oktober hingga Januari. Kecacingan disebabkan oleh nematoda diantaranya oleh Haemonchus longistipes, H. contortus, T. ovis, T. globulosa, Trichostrongilus probolurus, C. mentulatus, Ostertagia circumcincta, Chabertia ovina dan Oesophagustomum venulosum juga pernah dilaporkan di Pakistan oleh Anwar dan Hayat (1999). Kasus kecacingan tertinggi disebabkan oleh H. contortus serta T. ovis. Sementara, Mohammed et al (2007) juga melaporkan tentang kasus kecacingan pada unta punuk satu di Nigeria. Nematoda yang menginfeksi yaitu Trichuris sp. serta Strongylus sp. Infeksi kecacingan pada unta di Nigeria tertinggi bila dibandingkan dengan parasit lainnya yaitu mencapai 70-80%. Unta terinfeksi selama musim kering dan akan terlihat infeksi terberat pada musim hujan karena periode pertumbuhan maksimal dari nematoda terjadi pada awal musim penghujan.

CACING PARASITIK PADA UNTA PUNUK SATU (Camelus dromedarius) DI TAMAN REKREASI MARGASATWA SERULINGMAS BANJARNEGARA JAWA TENGAH TRI UMARDHANI

CACING PARASITIK PADA UNTA PUNUK SATU (Camelus dromedarius) DI TAMAN REKREASI MARGASATWA SERULINGMAS BANJARNEGARA JAWA TENGAH TRI UMARDHANI 1 CACING PARASITIK PADA UNTA PUNUK SATU (Camelus dromedarius) DI TAMAN REKREASI MARGASATWA SERULINGMAS BANJARNEGARA JAWA TENGAH TRI UMARDHANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa ( Hystrix javanica

TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa ( Hystrix javanica 14 TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Klasifikasi Landak Jawa menurut Duff dan Lawson (2004) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KERBAU 2 kejadian kecacingan pada kerbau. Namun, yang tidak kalah penting adalah informasi yang didapat dan pencegahan yang dilakukan, akan meningkatkan produktivitas ternak serta kesejahteraan peternak khususnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu Genera berdasarkan pada persamaan karakteristik yang dimilikinya. Karakteristik yang dimiliki tersebut akan diturunkan ke generasi

Lebih terperinci

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare.

Gambar 12 Kondisi tinja unta punuk satu memperlihatkan bentuk dan dan tekstur yang normal atau tidak diare. HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel tinja unta punuk satu yang didapatkan memiliki struktur seperti tinja hewan ruminansia pada umumnya. Tinja ini mempunyai tekstur yang kasar dan berwarna hijau kecoklatan. Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Menurut Williamson dan Payne (1993),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ternak Itik Itik ( Anas sp.) merupakan unggas air yang cukup dikenal masyarakat. Nenek moyangnya berasal dari Amerika Utara dan merupakan itik liar ( Anas moscha) atau Wild

Lebih terperinci

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain:

Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Disebut Cacing Pipih (Flat Worm) dengan ciri antara lain: Tubuh simetri bilateral Belum memiliki sistem peredaran darah Belum memiliki anus Belum memiliki rongga badan (termasuk kelompok Triploblastik

Lebih terperinci

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik

PLATYHELMINTHES. Dugesia tigrina. A. Karakteristik A. Karakteristik PLATYHELMINTHES 1.Tubuh terdiri atas 3 lapisan sel: ektodermis, mesodermis, dan endodermis (triploblastik) 2. Hidup bebas atau parasit 3. Alat ekskresi berupa sel api 4. Alat pencernaan

Lebih terperinci

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA

CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA CARA PERKEMBANGBIAKAN INVERTEBRATA Dalam perkembangbiakannya,invertebrata memiliki cara reproduksi sebagai berikut 1. Reproduksi Generatif Reproduksi generative melalui fertilisasi antara sel kelamin jantan

Lebih terperinci

Taenia saginata dan Taenia solium

Taenia saginata dan Taenia solium Taenia saginata dan Taenia solium Mata kuliah Parasitologi Disusun Oleh : Fakhri Muhammad Fathul Fitriyah Ina Isna Saumi Larasati Wijayanti Sri Wahyuni Kelompok 6 DIV KESEHATAN LINGKUNGAN TAKSONOMI Taenia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi pada umumnya memiliki tubuh yang besar dan memiliki rambut. Rambut pada sapi berbeda-beda, pada sapi yang hidup di daerah panas memiliki rambut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah.

Etiologi Fasciola sp, hidup di dalam hati dan saluran empedu. Cacing ini memakan jaringan hati dan darah. 1. Penyakit Parasit Cacing pada Ruminansia Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing

Lebih terperinci

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1

MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA. Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 MAKALAH BIOLOGI HEWAN VERTEBRATA DAN INVERTEBRATA Disusun Oleh : Ira Melita Kelas : XII. IPA. 1 KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA MADRASAH ALIYAH NEGERI SURADE 2016 KATA PENGANTAR Assallamu alaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. pada manusia. Organisasi Kesehatan Dunia World Healt Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan penyakit pada ternak merupakan salah satu hambatan yang di hadapi dalam pengembangan peternakan. Peningkatan produksi dan reproduksi akan optimal, bila secara

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas

Gambar 2.1. Kambing yang terdapat di Desa Amplas 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kambing merupakan binatang memamah biak yang berukuran sedang. Kambing ternak (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies kambing liar yang secara alami tersebar di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. STH adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis, 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Trasmitted Helminth Soil Transmitted Helminth ( STH ) merupakan infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing yang penyebarannya melalui tanah. Cacing yang termasuk STH

Lebih terperinci

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER PENGAMATAN EPIDEMIOLOGI HASIL PEMERIKSAAN KECACINGAN di SD MUH. KEDUNGGONG, SD DUKUH NGESTIHARJO,SDN I BENDUNGAN dan SD CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali berasal dari banteng (Bibos banteng) yang telah didomestikasi berabad-abad lalu. Beberapa sinonim sapi bali yaitu Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus.

Lebih terperinci

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat:

Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: Cacing Tanah (Lumbricus terrestris) I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus digestorius

Lebih terperinci

CACING TANAH (Lumbricus terrestris)

CACING TANAH (Lumbricus terrestris) CACING TANAH (Lumbricus terrestris) Kode MPB2b Fapet I. TUJUAN PRAKTIKUM Setelah menyelesaikan praktikum mahasiswa praktikan dapat: a. Menyebutkan karakteristik Lumbricus terrestris b. Menunjukkan apparatus

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TREMATODA PENDAHULUAN

TREMATODA PENDAHULUAN TREMATODA PENDAHULUAN Trematoda termasuk dalam filum Platyhelminthes Morfologi umum : Pipih seperti daun, tidak bersegmen Tidak mempunyai rongga badan Mempunyai 2 batil isap : mulut dan perut. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kuda (Equus caballus) Kuda sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber daging, alat transportasi dan kemudian berkembang menjadi hewan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

N E M A T H E L M I N T H E S

N E M A T H E L M I N T H E S N E M A T H E L M I N T H E S Nema = benang, helminthes = cacing Memiliki rongga tubuh yang terbentuk ketika ektodermis membentuk mesodermis, tetapi belum memiliki mesenterium untuk menggantungkan visceral

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. CESTODA Cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, filum Platyhelminthes. Cacing dewasa menempati saluran usus vertebrata dan larvanya hidup dijaringan vertebrata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tingkat konsumsi ayam dan telur penduduk Indonesia tinggi. Menurut Badan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam dan telur bukanlah jenis makanan yang asing bagi penduduk indonesia. Kedua jenis makanan tersebut sangat mudah dijumpai dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bahkan

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012)

Gambar 2.1. Telur Fasciola hepatica (Sumber : CDC, 2012) 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trematoda Hati 2.1.1 Fasciola hepatica a. Morfologi dan Daur Hidup Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya ± 30x13 mm. Bagian anterior berbentuk seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminths 1. Pengertian Soil transmitted helminths adalah cacing perut yang siklus hidup dan penularannya melalui tanah. Di Indonesia terdapat lima species cacing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ascaris lumbricoides Manusia merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda ini menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia (FKUI, 1998). Termasuk dalam

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI

PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI 2016 PENUNTUN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI AS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR I. IDENTIFIKASI EKTOPARASIT A. Pengantar Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA

BAB 2 TI JAUA PUSTAKA BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia (Taenia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Budidaya Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging yang memiliki nilai

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM

Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA. Oleh FIKRI AFRIZAL NIM Laporan Praktikum Penyakit Parasitik FASCIOLA GIGANTICA Oleh FIKRI AFRIZAL NIM 1102101010049 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA DARUSSALAM, BANDA ACEH 2013 FASCIOLA GIGANTICA a. Morfologi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Mas (Cyprinus carpio) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Spesies Kingdom : Animalia Filum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmitted Helminth Soil Transmitted Helminth adalah Nematoda Intestinal yang berhabitat di saluran pencernaan, dan siklus hidupnya untuk mencapai stadium infektif dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prevalensi Prevalensi adalah frekuensi dari penyakit yang ada dalam populasi tertentu pada titik waktu tertentu. Angka prevalensi dipengaruhi oleh tingginya insidensi dan lamanya

Lebih terperinci

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN

Kompetensi. created by darmadi ahmad MAMALIA. Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia CIRI-CIRI UMUM PENYEBARAN CIRI-CIRI UMUM Kompetensi Memahami perbedaan dan persamaan pencirian serta pengelompokan pada Mamalia PENYEBARAN KLASIFIKASI MORFOLOGI DAN ANATOMI EXIT CIRI-CIRI UMUM - Memiliki kelenjar MAMAE - Tubuh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Perah Sapi perah merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu. Jenis sapi perah yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Saanen Kambing Saanen adalah salah satu ternak dwiguna yang cukup potensial dan perlu dikembangkan sebagai penyedia protein hewani yang dapat menghasilkan susu dan

Lebih terperinci

biologi SET 22 ANIMALIA 2 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM PLATYHELMINTHES a. Struktur Tubuh b.

biologi SET 22 ANIMALIA 2 DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. FILUM PLATYHELMINTHES a. Struktur Tubuh b. 22 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 22 ANIMALIA 2 A. FILUM PLATYHELMINTHES a. Struktur Tubuh Plathyhelmintes memiliki bentuk tubuh bilateral simetris. Bagian ujung anterior

Lebih terperinci

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila,

Pada dasarnya morfologi cacing dewasa terdiri dari : - Kepala/scolec, - Leher, -Strobila, CESTODA JARINGAN Cacing dalam kelas Cestoidea disebut juga cacing pita karena bentuk tubuhnya yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecacingan (Ascariasis dan Trichuriasis) 1. Definisi Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing Ascaris lumbricoides dalam tubuh manusia. Spesies cacing yang

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Pada Hewan

Sistem Pencernaan Pada Hewan Sistem Pencernaan Pada Hewan Struktur alat pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. pada hewan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMA KASIH... vii DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prevalensi Clinostomum complanatum pada ikan Betok (Anabas testudineus) di Yogyakarta Hasil penangkapan ikan air tawar dari Kali progo, Yogyakarta diketahui terdapat 7 jenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biduri (Calotropis spp.) Genera Calotropis terdiri dari dua spesies, dengan 90 % menghuni negara Asia selatan dan paling endemik di India, Indonesia, Malaysia, Thailand, Srilanka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistematika dan Morfologi Ikan Patin Menurut Mahyuddin (2010), ikan patin dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Sub Kelas

Lebih terperinci

KINGDOM ANIMALIA. Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai..

KINGDOM ANIMALIA. Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai.. KINGDOM ANIMALIA Sebelum belajar kita berdoa dulu yuuuk kawan Berdoa di mulai.. CIRI-CIRI UMUM : Eukariotik, multiseluler tidak memiliki dinding sel Tidak berklorofil dan bersifat heterotrof Dapat bergerak

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) dan merupakan sapi asli sapi Pulau Bali. Sapi bali merupakan

Lebih terperinci

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung

Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Prevalensi Trematoda pada Sapi Bali yang Dipelihara Peternak di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung THE PREVALENCE OF TREMATODES IN BALI CATTLE BREEDERS REARED IN THE SOBANGAN VILLAGE, MENGWI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id

PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I. (Bagian Parasitologi) didik.dosen.unimus.ac.id PENGANTAR KBM MATA KULIAH BIOMEDIK I (Bagian Parasitologi) Pengertian Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari jasad renik yang hidup pada jasad lain di dalam maupun di luar tubuh dengan maksud mengambil

Lebih terperinci

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk)

ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk) ANNELIDA (Annulus=cincin, Oidos=bentuk) By Luisa Diana Handoyo, M.Si. Christmas tree fanworm LANGKAH KERJA Ambil cacing yg paling besar Letakkan cacing di bak parafin Kedua ujung di tahan dengan jarum

Lebih terperinci

Ciri-ciri umum cestoda usus

Ciri-ciri umum cestoda usus Ciri-ciri umum cestoda usus Bentuk tubuh pipih, terdiri dari kepala (scolex) dilengkapi dengan sucker dan tubuh (proglotid) Panjang antara 2-3m Bersifat hermaprodit Hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. a b C d

TINJAUAN PUSTAKA. a b C d TINJAUAN PUSTAKA Ikan Nila BEST (Oreochromis niloticus) Ikan nila merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang berasal dari Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit yang sering terjadi pada peternakan ayam petelur akibat sistem pemeliharaan yang kurang baik salah satunya disebabkan oleh parasit (Murtidjo, 1992). Menurut Satrija

Lebih terperinci

Kolokium: Ulil Albab - G

Kolokium: Ulil Albab - G Kolokium: Ulil Albab - G34100119 Ulil Albab (G34100119), Achmad Farajallah, Dyah Perwitasari, Eksplorasi Endoparasit pada Koleksi Hewan Kebun Binatang di Taman Margasatwa. Makalah Kolokium departemen Biologi

Lebih terperinci

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI

LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI LABORATORIUM PARASITOLOGI DAN ENTOMOLOGI Kegiatan Infeksi cercaria Schistosoma japonicum pada hewan coba (Tikus putih Mus musculus) 1. Latar belakang Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu sapi lokal asli Indonesia yang tersebar hampir di seluruh Nusantara. Populasisapibali dibandingkan dengan sapi lainnya seperti sapi ongole,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Ongole (Bos indicus) Sapi ongole merupakan keturunan sapi liar yang dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Sumba ongole dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cacing Yang Siklus Hidupnya Melalui Tanah 1. klasifikasi Spesies Soil Transmitted Helminths termasuk fillum Nematohelminthes dan mempunyai kelas Nematoda, sedangkan superfamili

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Taenia saginata 2.1.1. Definisi Taenia saginata merupakan cacing pita termasuk subkelas Cestoda, kelas Cestoidea, dan filum Platyhelminthes. Hospes definitif Taenia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA

LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA 39 LAMPIRAN 28 LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK 2 MATERI KINGDOM ANIMALIA FILUM PLATHYHELMINTHES, FILUM NEMATHELMINTHES DAN FILUM ANNELIDA K.D 3.8 Menerapkan prinsip klasifikasi untuk menggolongkan hewan ke

Lebih terperinci

Kadang2 ada kait2 Tanpa kait-kait Tanpa mulut Mempunyai mulut Rongga Badan Rongga Badan Tidak ada Tidak ada Saluran Pencernaan Saluran Pencernaan Tida

Kadang2 ada kait2 Tanpa kait-kait Tanpa mulut Mempunyai mulut Rongga Badan Rongga Badan Tidak ada Tidak ada Saluran Pencernaan Saluran Pencernaan Tida HELMINTHES (CACING) * NEMATODA Bentuk : Selinder Tidak bersegmen Bagian Anterior Tanpa alat isap Tanpa kait-kait Mempunyai mulut Rongga Badan Ada Saluran Pencernaan Ada, mempunyai anus Kelamin Terpisah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 2 triliun/tahun. (Anonim. 2014). sebagai berikut : adanya parasite, adanya sumber parasit untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi parasit internal masih menjadi faktor yang sering mengganggu kesehatan ternak dan mempunyai dampak kerugian ekonomi yang besar terutama pada peternakan rakyat

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali merupakan sapi murni asal Indonesia yang tersebar luas diseluruh wilayah Indonesia. Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos Banteng).

Lebih terperinci

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata

Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Evolusi, Sistematika, Taksonomi dan Klasifikasi Avertebrata Ima Yudha Perwira, SPi, MP, MSc (Aquatic) Para saintis menempatkan hewan pada dua katergori utama, yaitu: invertebrata (in = tanpa, vertebrae

Lebih terperinci

PENYAKIT PARASITER - TREMATODE - H A N D A Y U U N T A R I

PENYAKIT PARASITER - TREMATODE - H A N D A Y U U N T A R I PENYAKIT PARASITER - TREMATODE - H A N D A Y U U N T A R I TREMATODA Morfologi umum cacing penyebab : Pipih bilateral, seperti daun Hermaphrodit Tidak bersegmen Saluran pencernaan tdk sempurna Oral & Ventral

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manusia sehingga berakibat menurunnya kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. 7 Infeksi BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defenisi Kecacingan Kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronik diakibatkan oleh cacing parasit dengan prevalensi tinggi, tidak mematikan, tetapi menggerogoti kesehatan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida. By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman

Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida. By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman Assalamu alaikum Wr. Wb. Biologi Task Identification of Annelida By : Anjar Wicitra Wening Khalikul Haqqur Rahman Taufiqurrahman Ciri-ciri Annelida : ⱷ Tubuhnya tersusun atas cincin-cincin (gelang-gelang)

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Buras atau ayam lokal 2.1.1 Asal usul ayam lokal di Indonesia Ayam lokal Indonesia merupakan ayam yang berkembang dimulai sejak proses domestikasi dimulai, sehingga ayam

Lebih terperinci

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS

PARASITOLOGI. OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS PARASITOLOGI OLEH: Dra. Nuzulia Irawati, MS DEFINISI PARASITOLOGI ialah ilmu yang mempelajari tentang jasad hidup untuk sementara atau menetap pada/ di dalam jasad hidup lain dengan maksud mengambil sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Bali 2.1.1 Asal-usul dan Penyebaran Sapi Bali Sapi bali ( Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar ( Bibos banteng) (Batan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26 November 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26 November 2008 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Wilayah Pringsewu Berdasarkan Undang-undang Nomor 48 tahun 2008 tanggal 26 November 2008 dibentuk Kabupaten Pringsewu dan diresmikan pada tanggal 3 April 2009 oleh Menteri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Soil Transmited Helminths Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris, mempunyi saluran cerna yang berfungsi penuh. Biasanya berbentuk silindris serta panjangnya

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Biduri (Calotropis spp.) Biduri ( Calotropis spp.) merupakan tanaman yang tahan hidup pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tanaman Biduri (Calotropis spp.) Biduri ( Calotropis spp.) merupakan tanaman yang tahan hidup pada 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Biduri (Calotropis spp.) Biduri ( Calotropis spp.) merupakan tanaman yang tahan hidup pada daerah kering dan toleran pada kadar garam yang relatif tinggi, tumbuh liar

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Domba Priangan Domba adalah salah satu hewan yang banyak dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)

BAB II TIJAUAN PUSTAKA. A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis) Enterobiasis/penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh cacing E. vermicularis. Enterobiasis

Lebih terperinci

1. PLATYHELMINTHES. Gambar 1. penampang membujur tubuh Planaria dan preparat awetannya Sumber: (http://www.sinauer.com/)

1. PLATYHELMINTHES. Gambar 1. penampang membujur tubuh Planaria dan preparat awetannya Sumber: (http://www.sinauer.com/) VERMES 1. PLATYHELMINTHES Platys= pipih, Helmins = cacing. Jadi Platyhelminthes adalah cacing pipih. Tubuh pipih, epidermis bersilia, tripoblastik, acoelomata, dan simetris bilateral Belum mempunyai sistem

Lebih terperinci

Adanya rangka dalam (endoskeleton) berduri yang menembus kulit. Tubuh terdiri dari bagian oral (yang memiliki mulut) dan aboral (yang tidak memiliki mulut). Pada waktu masih larva tubuhnya berbentuk bilateral

Lebih terperinci

JENIS-JENIS ENDOPARASIT PADA RUSA TUTUL (Axis axis, Erxleben 1777) DI TAMAN MARGASATWA BUDAYA KINANTAN (TMSBK) BUKITTINGGI, SUMATERA BARAT

JENIS-JENIS ENDOPARASIT PADA RUSA TUTUL (Axis axis, Erxleben 1777) DI TAMAN MARGASATWA BUDAYA KINANTAN (TMSBK) BUKITTINGGI, SUMATERA BARAT JENIS-JENIS ENDOPARASIT PADA RUSA TUTUL (Axis axis, Erxleben 1777) DI TAMAN MARGASATWA BUDAYA KINANTAN (TMSBK) BUKITTINGGI, SUMATERA BARAT SKRIPSI SARJANA BIOLOGI OLEH YOLITA NOVIANA BP. 1310421042 DOSEN

Lebih terperinci

PREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA

PREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA PREVALENSI DAN JENIS TELUR CACING GASTROINTESTINAL PADA RUSA SAMBAR (Cervus unicolor) DI PENANGKARAN RUSA DESA API-API KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA Jusmaldi dan Arini Wijayanti Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

BAHAN DAN METODA PENELITIAN 10 BAHAN DAN METODA PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel ikan diambil dari beberapa lokasi yang mewakili perairan Indonesia bagian Selatan (Selat Sunda, Bali, dan Nusa Tenggara Timur) yang terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam.)) 2.1.1 Klasifikasi Lamtoro Kingdom Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Suku Genus : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta : Magnolipsida :

Lebih terperinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci

Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Modul Praktikum Biologi Hewan Ternak 2017 6 Morfologi dan Anatomi Dasar Kelinci Petunjuk Umum Praktikum - Pada praktikum ini digunakan alat-alat bedah dan benda-benda bersudut tajam. Harap berhati-hati

Lebih terperinci