KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN. Sriharini Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
|
- Yohanes Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KESETARAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN Sriharini Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Abstrak Sesungguhnya perbedaan gender (gender differences) tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) dalam kehidupan bermasyarakat. Namun, pada kenyataannya perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja kepada perempuan tetapi juga kepada laki-laki. Laki-laki yang mendapat peran sebagai pencari nafkah dan pelindung dituntut oleh budaya untuk menjadi perkasa, mampu kerja keras, dan bersifat rasional sehingga kehilangan sisi-sisi kelembutan dan sikap damai yang merupakan kebutuhan lain dalam kehidupan manusia. Jangan-jangan ini merupakan faktor utama penyebab rendahnya usia hidup laki-laki dibanding perempuan.. Kata kunci: Gender, inequalities, ketidakadilan, perempuan laki-laki, budaya, perkasa, mampu kerja keras, dalam kehidupan manusia. A. Pendahuluan Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa membedakan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), ras, suku, agama ataupun golongan. Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin setiap warganegara, baik lakilaki maupun perempuan, untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan. Pembelajaran yang menjamin laki-laki dan perempuan untuk memperoleh hak-hak yang sama di lapangan pendidikan juga tertuang dalam UURI No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Women). Undang-undang tersebut memberikan amanat mengenai adanya persamaan hak bagi peserta didik, serta penghapusan setiap konsep yang stereotip (memberikan label negatif) mengenai peranan laki-laki dan perempuan baik melalui buku wajib, program-program sekolah maupun metode mengajar. Amanat UURI penting untuk direalisasikan agar laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat yang sama dari hasil pendidikan. Sejalan dengan UU tersebut, Konferensi Wanita Internasional yang di selenggarakan di Beijing pada tahun 1995, menghasilkan sebuah rumusan Landasan Aksi Beijing (Beijing Platform of Action) yang di dalamnya tercantum istilah Gender Mainstreaming. 22
2 Landasan aksi ini dimandatkan kepada seluruh peserta dari unsur pemerintah maupun organisasi sosial yang hadir pada konferensi tersebut, termasuk Indonesia. Salah satu mandat tersebut adalah mengimplementasikan Gender Mainstreaming atau Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Indonesia, termasuk dalam pendidikan. Sebagai upaya untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip gender mainstreaming di Indonesia, maka pada tanggal 19 Desember 2000 dikeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Pengarusutamaan gender bertujuan terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab IV Pasal 5 (1) juga menjamin hak yang sama (antara laki-laki dan perempuan) untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Forum Pendidikan Dunia di Dakkar juga komitmen untuk meningkatkan kualitas manusia melalui pembangunan pendidikan. Kerangka Aksi Dakkar berisi beberapa kesepakatan, diantaranya adalah: menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit dan mereka yang termasuk etnis minoritas, mempunyai akses untuk menyelesaikan pendidikan dasar yang berkualitas baik. Menghapus disparitas gender di pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2015 terutama bagi kaum perempuan, sehingga mempunyai akses dan prestasi yang sama dalam pendidikan dasar dengan kualitas baik. Hal demikian senada dengan target Millenium Development Goals (MDGs), dan salah satu target dari agenda global tersebut adalah menghapuskan kesenjangan gender dalam pendidikan dasar dan lanjutan setidaknya pada tahun 2005 dan pada seluruh tingkat pendidikan tidak lebih dari tahun Namun demikian, idealitas tersebut seringkali berbenturan dengan realitas yang ada. Walaupun telah ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini, namun diskriminasi gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam bidang pendidikan. Perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan ini, walaupun pada dasarnya ketidaksetaraan merugikan semua orang. Seiring dengan semakin menguatnya gerakan kesetaraan gender, merupakan hal yang wajar jika fenomena peminggiran perempuan dalam bidang pendidikan menjadi tema diskusi yang selalu menarik dan aktual. B. Realitas Gender Dalam Pendidikan 1. Pengertian Gender Gender sebagai sebuah pengertian yang secara teoritis berbeda dengan jenis kelamin diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli sosiologi Inggris, Ann 23
3 Oakley (Saptari dan Halzner, 1997 : 89). Istilah gender merujuk kepada perbedaan karakter laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial budaya, yang berkaitan dengan sifat, status, posisi, dan perannya dalam masyarakat. Istilah seks merujuk kepada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan secara biologis terutama terkait dengan prokreasi (penciptaan) dan reproduksi. Laki-laki dicirikan dengan adanya sperma dan penis serta perempuan dicirikan dengan adanya sel telur, rahim, vagina dan payudara. Ciri jenis kelamin secara biologis tersebut bersifat bawaan, permanen, dan tidak dapat dipertukarkan. Perbedaan gender yang juga disebut sebagai perbedaan jenis kelamin secara sosial budaya terkait erat dengan perbedaan secara seksual, karena dia merupakan produk dari pemaknaan masyarakat pada sosial budaya tertentu tentang sifat, status, posisi dan peran laki-laki dan perempuan dengan ciri-ciri biologisnya. Laki-laki sebagai pemilik sperma dianggap mempunyai sifat kuat dan tegas, menjadi pelindung, bertugas pencari nafkah, menjadi pemilik dunia kerja (publik), dan sebagai orang pertama. Perempuan sebagai pemilik sel telur dan rahim dan kemampuan melahirkan dianggap bersifat lemah sekaligus lembut, perlu dilindungi, mendapat pembagian tugas sebagai pengasuh anak dan tugas domestik lainnya, dan dianggap sebagai orang nomor dua (Fakih, 1996 : 7-8). Karena sifat dan peran gender merupakan produk dari konstruk sosial maka bersifat tidak permanen dan dapat dipertukarkan. Sesungguhnya perbedaan gender (gender differences) tidak menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities) dalam kehidupan bermasyarakat (Trisakti dan Sugiarti, 2002 : 15) Namun, pada kenyataannya perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bukan saja kepada perempuan tetapi juga kepada laki-laki. Laki-laki yang mendapat peran sebagai pencari nafkah dan pelindung dituntut oleh budaya untuk menjadi perkasa, mampu kerja keras, dan bersifat rasional sehingga kehilangan sisi-sisi kelembutan dan sikap damai yang merupakan kebutuhan lain dalam kehidupan manusia. Jangan-jangan ini merupakan faktor utama penyebab rendahnya usia hidup laki-laki dibanding perempuan (Andersen, 1983: 41). Sebaliknya perempuan yang mendapat peran sebagai penanggungjawab pekerjaan domestik dianggap bersifat lemah dan pasif, maka tidak kapabel untuk berkiprah di dunia publik. Ketidakadilan gender yang biasanya menimpa pada perempuan bermula dari adanya kesenjangan gender dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam hal akses terhadap pendidikan dan sumber ekonomi. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pelabelan negatif bahwa perempuan adalah lemah, yang juga bisa bermula dari adanya mitos-mitos yang terbangun dalam suatu masyarakat, misalnya mitos tentang sperma sebagai inti kehidupan. Perempuan tidak mempunyai inti kehidupan, mampunya hanya menerima, maka perempuan adalah manusia nomor dua dan lemah (Zaitunah, 1999 : 33). 24
4 Ketidakadilan gender yang banyak menimpa perempuan termanifestasikan dalam beberapa bentuk yaitu stereotipi, subordinasi, marjinalisasi, beban ganda, dan kekerasan. 1. Stereotipi adalah pelabelan negatif terhadap salah satu jenis kelamin. Misalnya perempuan adalah lemah, emosional bertugas sebagai ibu rumah tangga. 2. Subordinasi yaitu sikap merendahkan posisi/status sosial salah satu jenis kelamin. Misalnya, karena perempuan mendapat label nomor dua maka dia di bawah dominasi laki-laki dan haknya untuk memperoleh posisi tawar, kepemimpinan serta keputusan seringkali tidak diakui. 3. Marjinalisasi adalah peminggiran salah satu jenis kelamin dalam akses dan partisipasi publik. Marjinalisasi perempuan muncul dari sikap tidak mengganggap penting atas eksistensi perempuan sehingga aksesnya terhadap pendidikan dan sumber ekonomi misalnya, dinomorduakan. Marjinalisasi dapat menyebabkan terjadinya pemiskinan pada perempuan. 4. Beban ganda adalah pembebanan tugas-tugas yang tidak proporsional dan tidak imbang yang mengakibatkan menurunnya kualitas hidup. Beban ganda pada perempuan dapat terjadi ketika pekerjaan domestik dianggap tugas perempuan, maka ketika ia bekerja pada sektor publik sesampainya di rumah dianggap berkewajiban menyelesaikan tugas domestiknya, sementara laki-laki (suami) tidak terkena kewajiban itu. 5. Kekerasan adalah perlakuan yang menyebabkan ketidaknyamanan/ketidakamanan : fisik, psikis dan seksual. Kekerasan terhadap perempuan termasuk di dalamnya adalah pelecehan seksual, pemerkosaan, termasuk pemerkosaan dalam perkawinan, pemberian intimidasi serta sikap negatif kepada pekerja seks tetapi memberi sikap netral pada konsumennya yang notabene adalah laki-laki. Manifestasi ketidakadilan gender tersebut masing-masing tidak bisa dipisah-pisahkan, saling terkait dan berpengaruh secara dialektis. Ketidakadilan gender dengan berbagai kategorinya tersebut banyak terjadi dalam kehidupan masyarakat dan merupakan keadaan yang seakan-akan menjadi sesuatu yang dianggap natural. Bahkan terjadi proses pelanggengan terhadap keadaan tidak adil gender melalui proses sosialisasi nilai-nilai dalam masyarakat, pendidikan, tafsir agama dan peraturan pemerintah. Walau demikian keadaan tersebut dapat dan perlu diubah dengan usaha keras dan sistematis (Susilaningsih dan Agus M. Najib, Ed., 2004 : 14). 2. Ketidakadilan Gender dalam Pendidikan Walaupun pendidikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia, namun kenyataannya masih terdapat ketidakadilan atau ketimpangan gender. Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan adalah suatu kesenjangan antara kondisi gender yang dicita-citakan (idealitas) dengan kondisi gender sebagaimana adanya (realitas) dalam bidang pendidikan. 25
5 Ketidakadilan gender dalam bidang pendidikan dapat dilihat dari beberapa indikator berikut : angka buta huruf dan angka partisipasi sekolah (APS); pilihan bidang studi; dan komposisi staf pengajar dan pimpinan sekolah atau perguruan tinggi. a. Angka buta huruf dan angka partisipasi sekolah (APS); Pada berbagai belahan dunia, anak perempuan yang bersekolah (pendidikan formal) jauh lebih rendah daripada laki-laki, dan jumlah buta huruf juga didominasi anak perempuan. Di Indonesia, semakin tinggi tingkat pendidikan formal, semakin sedikit proporsi anak perempuan bersekolah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Valentina Sagala (dalam Enny Zuhni, 2008 : 20) bahwa pada tahun 2006 Angka Partisipasi Sekolah (APS) laki-laki lebih tinggi dari perempuan, untuk kelompok umur 7-12 tahun (96,48 %) lebih tinggi dari perempuan (96,21 %), dan pada kelompok umur tahun Angka Partisipasi Sekolah (APS) laki-laki (52,48 %) sedangkan perempuan (50,46 %). Hasil analisis data menunjukkan adanya gejala makin tinggi jenjang pendidikan semakin rendah angka partisipasi perempuan. b. Pilihan bidang studi Masih terjadi pemisahan gender dalam jurusan atau program studi sebagai salah satu bentuk diskriminasi gender secara sukarela ke dalam bidang keahlian dan selanjutnya pekerjaan yang berlainan. Sebagai ilustrasi, Sekolah Kepandaian Putri merupakan suatu sekolah yang disiapkan khusus untuk anak perempuan, sedangkan Sekolah Teknik Menengah umumnya untuk anak laki-laki. Untuk penjurusan di tingkat SLTA, umumnya anak perempuan mengisi jurusan IPS, dan anak laki-laki mengisi jurusan IPA. Hal ini tidak terlepas dari stereotipi gender, yakni anak perempuan lebih banyak membantu di rumah dengan waktu belajar lebih sedikit dari pada laki-laki. Sedangkan anak laki-laki lebih banyak waktu belajar dan dibebaskan dari pekerjaan rumah tangga. Selain itu terdapat kecenderungan terjadi perbedaan hasil belajar siswa menurut mata pelajaran, yakni hasil belajar siswa perempuan untuk mata pelajaran sosial lebih baik daripada laki-laki, dan hasil belajar mata pelajaran eksakta siswa laki-laki lebih baik dibanding hasil siswa perempuan (Nina, 2006 : 12). c. Komposisi pengajar dan pimpinan sekolah atau perguruan tinggi Komposisi pengajar dan pimpinan sekolah atau perguruan tinggi masih didominasi laki-laki. Kenyataan menunjukkan bahwa untuk Sekolah Taman Kanak-Kanak didominasi oleh tenaga perempuan. Namun untuk jenjang pendidikan lebih tinggi, tenaga pengajar laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Kecenderungan yang serupa juga terlihat di kalangan kepala sekolah atau pimpinan perguruan tinggi. Dengan kondisi demikian, kebijakan pendidikan yang ada walaupun tidak bias gender tatapi pada tataran pelaksanaan masih banyak terjadi kesenjangan. 26
6 Selain itu, juga menyebabkan partisipasi perempuan dalam proses pengambilan keputusan pendidikan masih rendah. Fenomena ketidakadilan gender dalam pendidikan, antara lain disebabkan oleh faktor-faktor berikut: Pertama, materi bahan ajar yang belum responsif gender. Bahan ajar belum responsif gender antara lain disebabkan kurangnya pemahaman kesetaraan gender diantara para penulis dan ilustrator bahan ajar. Selain itu, karena sebagian besar penulis buku pelajaran adalah laki-laki, yaitu 78,6 % untuk buku SD, 81,9 % untuk buku SLTP, dan 83,42 % untuk buku SLTA (Nina, 2006 : 11). Mereka akan memposisikan kelompok laki-laki sesuai dengan pandangan mereka terhadap peran laki-laki, dan memposisikan kelompok perempuan sesuai dengan pandangan mereka terhadap peran perempuan. Ketidaksadaran atau kekurangtahuan pengarang dan ilustrator buku berpengaruh terhadap hasil karangan yang bias gender. Kedua, kurang peka dan kurang sadarnya para birokrat di jajaran Departemen pendidikan dan Departemen Agama. Mereka mengevaluasi kurikulum dan mengevaluasi pelaksanaan pendidikan tetapi, kurang melakukan evaluasi dengan memperhatikan keadilan gender. Ketiga, ketidaktahuan tenaga pendidik. Ketidaktahuan ini, terutama dalam aspek penggunaan teks pelajaran bias gender, dapat dipahami mengingat memang konsep gender belum tersosialisasikan secara menyeluruh. Kesetaraan gender baru menyentuh kalangan terdidik di Perguruan Tinggi dan mereka yang concern dalam gerakan kesetaraan gender. Namun jika dirunut lebih jauh ketidakadilan gender dalam pendidikan lebih disebabkan karena masyarakat masih berpandangan male oriented, yaitu suatu pandangan yang mengedepankan pendidikan laki-laki daripada perempuan. Male oriented juga pararel dengan budaya yang kuat mengakar bahwa perempuan tidak sepantasnya berpendidikan tinggi karena nanti akan menjadi milik orang lain dan hanya akan pergi ke dapur. Persepsi ini tidak diluruskan bahwa peran di dapurpun menuntut pengetahuan (Sri Eka, 2008 : 42-45). C. Pengarusutamaan Gender Dalam Pendidikan Pengarusutamaan gender adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional (UU Nomor 9 Tahun 2000). Pengarusutamaan gender merupakan strategi alternatif bagi usaha percepatan tercapainya kesetaraan gender karena nuansa kepekaan gender menjadi salah satu landasan dalam penyusunan dan perumusan strategi, struktur, dan sistem dari suatu organisasi atau institusi, serta menjadi bagian dari nafas budaya di dalamnya. Strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam bidang pendidikan adalah dengan pengarusutamaan gender dalam pendidikan. Pengarusutamaan gender dalam bidang pendidikan merupakan kunci 27
7 bagi terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena pendidikan di samping merupakan media untuk menstransfer norma-norma, pengetahuan dan kultur dalam masyarakat, pendidikan juga sebagai wadah untuk mentransformasi dan menyampaikan ide-ide serta nilai-nilai baru. Dalam konteks ini, kurikulum merupakan unsur utama bagi terlaksananya pengarusutamaan gender dalam pendidikan. Dengan kata lain lembaga pendidikan merupakan sarana formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilainilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma gender. Nilai dan norma tersebut ditransfer secara lugas maupun secara tersembunyi, baik melalui buku-buku teks yang digunakan, perspektif pengajar maupun pada suasana dan proses pembelajaran (Susilasingsih & Agus M. Najib. Ed., 2004 : 31). Sebagai wahana transfer dan transformasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat, dalam lembaga pendidikan sejak awal perlu diupayakan terwujudnya keadilan gender. Untuk mengarah pada terwujudnya keadilan gender dimaksud maka perlu: 1. Memberlakukan keadilan gender dalam pendidikan dan menghilangkan pembedaan pada peserta didik; 2. Mengupayakan keadilan gender di kalangan staf pengajar dan pimpinan; dan 3. Meredam sebab-sebab terjadinya kekerasan dan diskriminasi melalui materi pengetahuan yang diajarkan, proses pembelajaran yang dilakukan, dan menentang segala ide dan pemikiran yang mengandung steoretipi negatif. Dari tiga hal di atas, maka hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengarustamaan gender di bidang pendidikan setidaknya adalah: kurikulum (lebih spesifik lagi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disiapkan), evaluasi, pengajar dan kelas, serta peran pimpinan. Kurikulum tersebut akan dijabarkan dalam komponen-komponen yang terdiri dari tujuan pembelajaran, materi dan topik perkuliahan, Bahan bacaan atau referensi yang dipakai, strategi pembelajaran, media atau sarana dan prasarana yang digunakan dan evaluasi. D. Penutup Dewasa ini telah ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender di Indonesia, namun kesenjangan gender dalam bidang pendidikan masih terjadi. Dilihat dari angka buta huruf dan angka partisipasi sekolah (APS); pilihan bidang studi; dan komposisi staf pengajar dan pimpinan sekolah atau perguruan tinggi, perempuan mengalami ketertinggalan cukup jauh dibanding laki-laki, yang disebabkan oleh beberapa faktor. Namun dengan adanya kesadaran dari berbagai pihak, keadaan ini dapat dibenahi dengan usaha keras dan sistematis, sehingga kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam bidang pendidikan dapat segera terwujud. 28
8 Daftar Pustaka Andersen, M.L. Thinking about Women, (New York : MacMillan Publishing Co.Ind., 1983). Enny Zuhni Khayati, Pendidikan dan Independensi Perempuan, dalam Musawa, Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 6 No 1 Januari, (Yogyakarta : PSW UIN Sunan Kalijaga, 2008). Inpres Nomor 9 Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional Mashour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996). Nina Sardjunani, Keadilan dan Kesetaraan Gender dalam Pendidikan, (Makalah disampaikan untuk PSW UIN Sunan Kalijaga, November 2006). Ratna Saptari dan Halzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, (Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1997). Sri Eka Astutiningsih, Marginalisasi Perempuan Dalam Dunia Pendidikan, dalam Musawa, Jurnal Studi Gender dan Islam, Vol. 6 No 1 Januari, (Yogyakarta : PSW UIN Sunan Kalijaga, 2008). Susilasingsih & Agus M. Najib. (Ed.), Kesetaraan Gender di Perguruan TInggi Islam: Baseline and Institutional Analysis for Gender Mainstreaming in IAIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga & McGill IISEP, 2004). Trisakti dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender (Malang : UMM Press, 2002). UU RI, Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional UU RI, Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita Zaitunah Subhan, Tafsir Kebencian, Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur an, Yogyakarta : LkiS, 1999). 29
BAB I PENDAHULUAN. kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Nasional telah memberikan kesempatan yang seluasluasnya kepada setiap warganegara untuk memperoleh pendidikan. Karena itu dalam penerimaan siswa,
Lebih terperinciGENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar
GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam. memberdayakan manusia menuju pembangunan adalah pendidikan.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sektor yang paling strategis dalam mendukung pembangunan nasional, sehingga aspek yang penting diperhatikan untuk memberdayakan manusia menuju
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan
BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan kajian awal yang memberi pengantar tentang penelitian yang akan dilakukan, meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
Lebih terperinciBAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9
BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbincang tentang persoalan pendidikan memang tidak ada habisnya. Semakin dibicarakan dan didialektikakan semakin tidak menemukan ujungnya. Bukan karena pendidikan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG
PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya.
No.20, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PP&PA. Strategi Nasional. Sosial Budaya. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender.
No.615, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA PPdan PA. Perencanaan. Penganggaran. Responsif Gender. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1488, 2014 KEMENPPA. Pengarusutamaan Gender. Hak Anak. Organisasi Keagamaan. Rencana Aksi Nasional. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 68 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM
BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinci2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
Lebih terperinciWALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA PEKANBARU NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2015 TENTANG BENTUK-BENTUK PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN MEKANISME PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciGENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities
Lebih terperinciBUPATI SERANG PROVINSI BANTEN
SALINAN Menimbang BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciKEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA
KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI & KEWENANGAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA Penduduk Indonesia 231 Juta 49,9% Perempuan Aset dan Potensi,
Lebih terperinciBUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH
1 BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DIDAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciKEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN, PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat
Lebih terperinci1Konsep dan Teori Gender
1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh
Lebih terperinciPENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2
PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,
Lebih terperinciKebijakan Jender. The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 1.0
Kebijakan Jender 1.0 The Partnership of Governance Reform (Kemitraan) 2015 1 Latar Belakang Jender dipahami sebagai pembedaan sifat, peran, dan posisi perempuan dan lakilaki yang dibentuk oleh masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2014 KPP & PA. Sistem Data Gender Dan Anak. Penyelenggaraan. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciSulit menciptakan keadilan dan kesetaraan gender jika negara terus menerus memproduksi kebijakan yang bias gender. Genderisasi kebijakan publik telah
KATA PENGANTAR Pengarusutamaan Gender telah menjadi garis kebijakan pemerintah sejak keluarnya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000. Instruksi tersebut menggariskan: seluruh departemen maupun lembaga
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan
Lebih terperinciC KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER
C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH
PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI TENGAH,
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI BULUNGAN TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN.
BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BULUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci2015, No f. bahwa untuk mewujudkan pemenuhan hak dan perlindungan bagi perempuan dan anak sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c, Kement
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.814, 2015 KEMEN-PPPA. Sarana Kerja. Peduli Anak. Responsif Gender. Penyediaan. PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin
Lebih terperinciSTATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER
STATISTIK PENDIDIKAN DAN INDIKATOR BERWAWASAN GENDER KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Jakarta, November 2015 Latar Belakang Forum internasional:
Lebih terperinciBUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG
BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG
BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 26 Tahun 2016 Seri E Nomor 18 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER KOTA BOGOR Diundangkan dalam Berita Daerah
Lebih terperinciGENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT. Agustina Tri W, M.Pd
GENDER DALAM PERKEMBANGAN MASYARAKAT Agustina Tri W, M.Pd Manusia dilahirkan o Laki-laki kodrat o Perempuan Konsekuensi dg sex sbg Laki-laki Sosial Konsekuensinya dg sex sbg Perempuan 2 Apa Pengertian
Lebih terperinciSTUDI TENTANG KESETARAAN GENDER
STUDI TENTANG KESETARAAN GENDER Oleh: Dr. Marzuki PKnH FIS -UNY Pendahuluan 1 Isu-isu tentang perempuan masih aktual dan menarik Jumlah perempuan sekarang lebih besar dibanding laki-laki Perempuan belum
Lebih terperinciPERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER
PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN
PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU
BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN KABUPATEN KOTABARU BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciPosition Paper Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan
Position Paper Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Wagiran Pokja Gender Bidang Pendidikan DIY Disampaikan dalam FGD Pengarusutamaan Gender Bidang Pendidikan Kabupaten Sleman Tanggal 8 Januari 2008
Lebih terperinciPERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN NOMOR 29/E, 2011 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciKOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA
KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA Disusun Oleh : ANDRE RISPANDITA HIRNANTO D 1114001 SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk
Lebih terperinciWALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG
GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN GUBERNUR PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 62 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUP PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN BADAN PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan
Lebih terperinciBAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN
BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu aset bangsa, karena pendidikan mencirikan pembangunan karakter bangsa. Selain itu pendidikan juga mempunyai peran penting dalam membentuk
Lebih terperinciPELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si
PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender
Lebih terperinciDAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...
DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...
Lebih terperinciBUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH
1 BUPATI SOPPENG PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOPPENG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOPPENG,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep penting yang harus dipahami dalam membahas kaum perempuan adalah membedakan antara konsep seks (Jenis Kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pembedaan terhadap
Lebih terperinciKESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
KESEPAKATAN BERSAMA ANTARA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA DAN KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PELAKSANAAN
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3
Lebih terperinciBUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER
SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Studi tentang gender bukan hanya sekedar sebuah upaya memahami perempuan atau laki-laki secara terpisah, tetapi bagaimana menempatkan keduanya dalam konteks
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciBUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciDra. Tati Hatimah, MA. Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dra. Tati Hatimah, MA Dipreentasikan pada Kajian Gender PSGA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1 ISTILAH GENDER Pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusiayang
Lebih terperinciPEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY
PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala
Lebih terperinci2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan
No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender
XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,
Lebih terperinciBUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG
SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER
BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah
Lebih terperinciMewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender
Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya partisipasi aktif segenap komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN
PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciKESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER. By : Basyariah L, SST, MKes
KESEHATAN REPRODUKSI DALAM PERSPEKTIF GENDER By : Basyariah L, SST, MKes Kesehatan Reproduksi Dalam Persfektif Gender A. Seksualitas dan gender 1. Seksualitas Seks : Jenis kelamin Seksualitas : Menyangkut
Lebih terperinciSTRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN OLEH: DEPUTI BIDANG PUG BIDANG POLITIK SOSIAL DAN HUKUM Disampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,
Lebih terperinci