2. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah pengamatan pada penelitian ini adalah perairan Laut Timor yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah pengamatan pada penelitian ini adalah perairan Laut Timor yang"

Transkripsi

1 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Laut Timor Daerah pengamatan pada penelitian ini adalah perairan Laut Timor yang berbatasan dengan Pulau Timor, Provinsi Nusa Tenggara Timur dan bagian utara perairan Australia. Pada perairan Laut Timor terdapat pulau-pulau kecil antara lain Pulau Laminaria, Buffalo, Jahal, Elang, Bayu-Undan, Sunrise, Troubadour dan Sunset (La o Hamutuk, 2002). Perjanjian yang telah dibuat antara pemerintah Indonesia dan Australia pada tahun 1972 menyepakati wilayah perairan Laut Timor masuk ke dalam perairan Indonesia dengan jarak 370,4 km dari Nusa Tenggara Timur dan masuk ke dalam perairan Australia dengan jarak 250 km dari Barat Laut Australia (La o Hamutuk, 2002). Perairan Laut Timor dan sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. Lokasi Laut Timor

2 4 2.2 Pergerakan Angin di Lautan Angin merupakan gerakan udara secara mendatar yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara dua tempat sehingga terjadi pergerakan angin dari daerah tekanan udara tinggi ke daerah tekanan udara rendah. Angin merupakan faktor utama dalam pembentukan arus atau gelombang di suatu perairan sehingga arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi penyebaran suatu lapisan kimia di suatu perairan. Gesekan yang terjadi antar molekul udara dengan molekul air di lapisan permukaan laut akan menyebabkan terbentuknya arus permukaan. Menurut Widyastuti et.al., (2010) arus laut permukaan terjadi di lapisan permukaan perairan dengan kedalaman kurang dari 200 meter yang disebabkan oleh kecepatan angin yang berhembus di atas permukaan. Pergerakan arah arus permukaan akan mengalami penyimpangan secara horizontal yang dipengaruhi oleh gaya Coriolis. Gaya Coriolis terjadi akibat rotasi bumi dan bentuk bumi yang bulat. Gerakan angin akan mempengaruhi pembelokan arah angin dengan sudut sebesar 45 0 dengan kecepatan 2 % dari kecepatan angin yang bergerak di atas permukaan. Penyimpangan arah arus di belahan bumi utara akan dibelokkan ke arah kanan sedangkan di belahan bumi selatan arus permukaan akan dibelokkan ke arah kiri (Nur, 2010). Pergerakan arus permukaan perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh angin musim atau angin muson. Hal ini akan berdampak kepada sirkulasi massa air yang berada di perairan khususnya Laut Timor. Monsun merupakan suatu pola sirkulasi angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan), terutama di Samudera Hindia dan sebelah selatan Asia, dari arah Timur ke Barat dan pada periode yang lain polanya akan berlawanan (Kurniawan et al., 2011).

3 5 Angin muson yang berhembus di Indonesia dibagi menjadi tiga macam yaitu Angin Muson Barat, Angin Muson Peralihan dan Angin Muson Timur. Angin Muson Barat terjadi pada bulan Desember hingga Februari yaitu pada saat Australia dan Laut Koral menerima sinar dan bahang yang lebih besar dibandingkan Asia Tenggara dan Laut Cina Selatan. Hal ini menyebabkan tekanan udara paras bumi di kawasan Australia menjadi lebih rendah dibandingkan Asia Tenggara (Ilahude dan Nontji, 1999). Pada bulan Juni hingga Agustus terjadi hal yang sebaliknya sehingga dikenal sebagai Muson Timur atau Tenggara. Musim Pancaroba (peralihan) terjadi secara dua periodik yaitu Musim Peralihan 1 (bulan Maret-Mei) dan Musim Peralihan 2 (September-November). 2.3 Karakteristik Minyak Minyak mentah atau crude oil adalah cairan coklat kehijauan sampai hitam yang terutama terdiri dari karbon dan hidrogen. Putra (2011) menjelaskan teori yang paling umum digunakan untuk menjelaskan asal-usul minyak bumi adalah organic source materials. Teori ini menyatakan bahwa minyak bumi merupakan produk perubahan secara alami dari zat-zat organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang mengendap selama ribuan sampai jutaan tahun. Minyak bumi mempunyai komposisi yang berbeda di tempat yang berbeda akibat dari pengaruh tekanan, temperatur, kehadiran senyawa logam dan mineral serta letak geologis selama proses perubahan tersebut. Minyak bumi merupakan suatu zat yang mengandung campuran senyawa hidrokarbon sebanyak 50-98% berat, sisanya terdiri atas zat-zat organik serta senyawa anorganik. Komposisi kimia minyak bumi dapat dilihat pada Tabel 1.

4 6 Tabel 1. Komposisi Kimia Minyak Bumi Komposisi Persentase Karbon (C) 84-87% Hidrogen (H) 11-14% Sulfur (S) 0-3% Nitrogen (N) 0-1% Oksigen (O) 0-2% (Sumber : Putra ZA, 2011) 2.4 Tumpahan Minyak dan Dampak Pencemaran Laut Peraturan Pemerintah No.19/1999 mengartikan pencemaran laut sebagai masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Pramudianto dan Bambang, 1999). Menurut Badan Internasional Group of Expert on Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP) bahwa sekitar 6,44 juta ton per tahun, kandungan hidrokarbon minyak memasuki perairan laut secara global (Hartanto, 2008). Sumber pencemar laut tersebut sebesar 4,63 juta ton/tahun berasal dari transportasi laut, 0,18 juta ton/tahun berasal dari instalasi pengeboran lepas pantai dan 1,38 juta ton/tahun berasal dari kegiatan industri dan pemukiman (Hartanto, 2008). Sumadhiharga (1995) membagi dampak kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran minyak di laut menjadi dua tipe jangka waktu yaitu dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek dari pencemaran minyak antara lain kerusakan membran sel biota laut akibat penetrasi molekulmolekul hidrokarbon minyak sehingga keluarnya cairan sel dari biota laut,

5 7 munculnya aroma dan bau minyak pada berbagai jenis udang dan ikan sehingga menyebabkan turunnya mutu dari biota tersebut, kematian pada ikan yang disebabkan oleh minimnya oksigen pada lingkungan tersebut, keracunan karbon dioksida, dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya (Misran, 2002). Dampak jangka panjang dari pencemaran minyak akan sangat terasa bagi biota laut yang masih muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh biota-biota laut pada saat sebagian senyawa minyak dapat dikeluarkan bersamaan dengan kotoran sedang sebagian lagi dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein. Sifat akumulasi ini dapat dipindahkan dari organisme ke organisme lain melalui rantai makanan. Dampak kerusakan secara langsung dari tumpahan minyak terjadi di lingkungan laut terutama pada tempat rekreasi, pemukiman nelayan serta wilayah tambak di pesisir pantai. 2.5 Sumber Tumpahan Minyak di Laut Tumpahan minyak di laut berasal dari sumber yang beragam, tidak hanya berasal dari kecelakaan kapal tanker namun juga kerusakan peralatan atau platform minyak. Input polutan minyak terbesar berasal dari pengoperasian kapal tanker. Hal ini dikarenakan produksi minyak bumi di dunia diperkirakan sebanyak tiga miliar ton per tahunnya dan setengahnya dikirimkan melalui transportasi laut dengan memanfaatkan kapal tanker (Hartanto, 2008). Selama muatan minyak ditransportasikan oleh kapal tanker dari satu wilayah menuju wilayah lainnya, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui oleh industri perminyakan antara lain (1) bongkar muat minyak mentah dengan proses deballasting dan (2) kegiatan perbaikan dan perawatan kapal dan (3) proses scrapping (pemotongan badan

6 8 kapal untuk menjadi besi tua). Proses deballasting merupakan sebuah sistem kestabilan kapal menggunakan bongkar-muat air di dalam tangki slop (wadah minyak mentah). Pengisian air laut ke dalam tangki kapal dilakukan pada saat kapal berlabuh yang diikuti dengan kegiatan bongkar muat minyak mentah di dalam tangki dan penyaluran air ballast yang kotor ke tangki penampungan limbah di terminal atau menuju laut. Air ballast adalah air laut yang dimasukkan ke dalam tangki sebuah kapal tanker yang kosong, pada saat tangki kosong ini berfungsi sebagai wadah minyak mentah. Tangki muatan yang telah kosong kemudian akan dibersihkan dengan water jet, pada proses ini ditujukan agar menjaga tangki tersebut terisikan dengan air ballast yang baru untuk memenuhi kebutuhan pelayaran selanjutnya. Pada tahap bongkar muat minyak dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian yang tinggi karena kemungkinan munculnya kebocoran pipa, pipa pecah atau kesalahan yang berasal dari lalainya manusia dapat terjadi. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan ini akan mengandung air dan minyak yang menjadi komponen pencemar laut di daerah bongkar muat kapal tanker. Semakin besar ukuran suatu tanker maka dapat diperkirakan bahwa input polutan minyak ke laut selama proses ini akan semakin besar. Sumber lapisan minyak lainnya yang berasal dari tansportasi laut yaitu kegiatan perbaikan dan perawatan kapal. Semua kapal yang berlayar membutuhkan waktu pengecekan tangki dan bagian lambung kapal untuk kemudian dilakukan tahapan perbaikan dan perawatan kapal secara periodik. Semua sisa bahan bakar yang berada di dalam tangki harus dikosongkan pada saat perbaikan untuk mencegah terjadinya kebakaran ataupun ledakan yang dapat menyebabkan kerugian secara materil. Namun sisa minyak yang dibuang ini

7 9 sebagian besar kapal tanker langsung membuangnya di laut sehingga menyebabkan munculnya lapisan minyak di suatu perairan. Proses scrapping (pemotongan badan kapal untuk menjadi besi tua) juga dapat menjadi salah satu sumber input polutan ke lautan. Proses ini banyak dilakukan industri perkapalan di India dan Asia Tenggara termasuk di Indonesia (Hartanto, 2008). Proses scrapping dapat meningkatkan kandungan metal dan minyak yang terbuang ke laut. Kejadian kecelakaan kapal tanker baik berupa kebocoran lambung, kapal kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan merupakan kasus yang dapat menyebabkan input polutan yang cukup besar. 2.6 Kasus Tumpahan Minyak di Perairan Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan yang diapit oleh dua benua yaitu Asia dan Australia sehingga menjadikan perairan Indonesia berpotensi sebagai jalur perdagangan dan transportasi antar negara sehingga negara Indonesia termasuk ke dalam kategori negara yang rentan terhadap polutan laut berupa hidrokarbon. Selain itu negara Indonesia termasuk ke dalam negara penghasil berbagai barang tambang baik yang berupa batu bara, gas maupun minyak bumi sehingga beberapa perairan dan pelabuhan di Indonesia dijadikan sebagai terminal bongkar muat barang tambang. Faktor semakin banyaknya bangunan pengeboran lepas pantai akan menambah resiko tercemarnya perairan di Indonesia. Tabel 2 menunjukkan beberapa kasus tumpahan minyak yang telah terjadi di perairan Indonesia dalam kurun waktu tahun

8 10 Tabel 2. Beberapa Kasus Tumpahan Minyak di Perairan Indonesia Kasus Waktu Lokasi Keterangan Kejadian Selat Malaka Tumpahan minyak tanker Showa Maru, 1 juta barel 2 Januari 1975 Selat Malaka Tabrakan kapal Isugawa Maru dengan Silver Palace 3 Desember 1979 Pelabuhan Buleleng Bali Kecelakaan kapal tanker Choya Maru menumpahkan 300 ton bensin 4 Februari 1979 Pelabuhan Lhokseumawe Bocornya kapal tanker Golden Win yang mengangkut 150 Kiloliter minyak tanah 5 Maret 1848 Selat Malaka Tabrakan kapal tanker Ocean Blessing dan MT Nagasaki Spirit yang menumpahkan ton minyak 6 Jan-93 Selat Malaka Kandasnya Kapal Tanker Maersk Navigator Natuna Tenggelamnya KM Batamas II yang memuat MFO 8 Oktober 1997 Selat Singapura Kapal Orapin Global bertabrakan dengan kapal tanker Evoikos Tanjung Priok Kandasnya kapal Pertamina Supply No 27 yang memuat solar Cilacap Robeknya kapal tanker MT King Fisher dengan menumpahkan minyak sekitar 4000 barel 11 Okt-00 Batam Kandasnya MTNatuna Sea dengan menumpahkan 4000 ton minyak mentah Tegal-Cirebon Tenggelamnya tanker Stedfast yang mengangkut 1200 ton limbah minyak Kepulauan Seribu Tergenangnya tumpahan minyak di perairan Kepulauan Seribu 14 Jul-03 Palembang Tabrakan antara tongkang PLTU-1/PLN yang mengangkut 363 Kiloliter IDF dengan kapal kargo AN Giang, mencemari sungai Musi 15 Jul-04 Kepulauan Riau Kapal Tanker Vista Marine tenggelam akibat cuaca buruk dan menumpahkan limbah minyak dalam tangki slop sebanyak 200 ton Cilacap Tumpahan minyak oleh MT Lucky Lady yang 17 Okt-04 Pantai Indramayu memuat Syria Crude Oil sebanyak barrel. Tumpahan minyak mentah dari Pertamina UP VI Balongan. Tumpahan ini merusak terumbu karang tempat pengasuhan ikan-ikan milik masyarakat sekitar Balikpapan Tumpahan minyak dari perusahaan Total E dan P Indonesia 19 Agust-05 Teluk Ambon Meledaknya kapal ikan MV Fu Yuan Fu F66 yang menyebabkan tumpahan minyak ke perairan Agustus-3 November 2009 Celah Timor Ledakan dari sumber kilang minyak Montara 3 selama 74 hari sebesar ± 2000 barel (320m ) setiap harinya Kepulauan Tergenangnya tumpahan minyak di perairan Seribu Kepulauan Seribu khususnya sekitar Pulau Panggang Sumber :Hartanto, 2008 kasus 1-19; Australian Government, 2010 kasus 20

9 Teknologi Penginderaan Jauh (Inderaja) Penginderaan jauh merupakan suatu teknik untuk mendapatkan informasi mengenai suatu obyek, wilayah, atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dengan peralatan tanpa melakukan kontak langsung dengan obyek, wilayah ataupun fenomena yang sedang diamati (Ristiana,2011). Sistem penginderaan jauh (inderaja) memiliki tiga komponen utama dalam pengoperasiannya antara lain sumber energi, sensor sebagai alat pendeteksi target dan obyek pengamatan. Sumber utama energi dalam penginderaan jauh pasif adalah Radiasi gelombang Elektromagnetik (REM), terutama yang berasal dari matahari. Pada sistem penginderaan jauh aktif sumber energi berasal dari komponen satelit itu sendiri. Berikut Gambar 2 menampilkan spektrum gelombang elektromagnetik. Gambar 2. Spektrum REM yang digunakan dalam Penginderaan Jauh (Sumber : CCRS, 2005) Gambar 2 di atas menggambarkan selang energi gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai sinar X, sinar tampak, inframerah dan gelombang mikro.

10 12 Pada penginderaan jauh hanya tiga jenis REM yang dimanfaatkan yaitu sinar tampak (visible ray), sinar inframerah dan gelombang mikro. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk monitoring tumpahan minyak di perairan laut karena dapat mendeteksi keberadaan tumpahan minyak secara dini. Kemampuan ini didukung oleh kelebihan sistem penginderaan jauh untuk mengamati obyek dengan cakupan area yang luas dan waktu yang lebih cepat. Pemetaan obyek muka bumi dengan memanfaatkan satelit sistem RADAR dan bersensor Synthetic Aperture Radar (SAR) telah banyak digunakan untuk memetakan keberadaan tumpahan minyak di laut. Beberapa satelit radar yang sering digunakan untuk pengamatan tumpahan minyak diantaranya JERS-1, ENVISAT, Terra SAR-X, ERS, dan ALOS. Kelebihan Radar imaging dibandingkan penginderaan jauh optik antara lain (1) RADAR merupakan contoh dari sistem penginderaan jauh aktif sehingga dapat bekerja pada pagi atau malam hari, (2) Gelombang elektromagnetik pada kisaran radar dapat menembus karakteristik atmosfer berupa awan, hujan yang ringan, embun dan asap yang dapat memberikan sedikit pengaruh terhadap kemampuan pemindaian sistem RADAR sehingga sistem ini dapat digunakan pada berbagai macam cuaca. Kelebihan lainnya yaitu kemampuan sinyal RADAR untuk menembus penutupan tanah dan tumbuhan sehingga dapat memberikan informasi mengenai keadaan lapisan permukaan (Mansourpour et al, 2009) Identifikasi Tumpahan Minyak dengan Inderaja Tampilan citra pada sistem Synthetic Aperture Radar (SAR) merupakan representasi dari perekaman data berupa amplitudo dan fase dari nilai hambur balik sinyal yang dipengaruhi oleh tingkat kekasaran permukaan obyek. Intensitas

11 13 nilai hambur balik dari suatu materi yang terekam oleh sensor tergantung dari tipe polarisasi suatu sinyal radar. Penggunaan polarisasi ganda pada SAR berfungsi untuk membedakan lapisan dari sifat kimia yang berbeda, dan perbedaan tersebut hanya dapat dilakukan pada kecepatan angin yang rendah atau ideal serta sudut pengamatan sensor satelit yang kecil (Brekke dan Solberg, 2005). Menurut Hu et al., (2003) nilai optimal kecepatan angin yang efektif untuk pendeteksian lapisan minyak pada citra berkisar antara 1,5-6 m/s. Namun menurut Sitanggang pada tahun 2004, nilai kecepatan angin yang perlu diperhatikan pada saat kejadian dikategorikan menjadi tiga macam yaitu dari 0-3 m/s, 3-6 m/s dan m/s. Pada kecepatan angin yang rendah (0-3 m/s), permukaan laut akan tampak gelap pada citra karena tidak adanya atau minimnya pergerakan arus di permukaan sehingga pendeteksian obyek tumpahan minyak pada saat seperti ini tidak mungkin untuk dilakukan. Pada kecepatan angin 3-6 m/s kekasaran permukaan atau gelombang terbentuk oleh angin yang bertiup di atas permukaan sehingga tampak perbedaan nilai hambur balik antara obyek perairan dengan lapisan minyak pada saat lapisan minyak akan tampak seperti potongan gelap dengan latar belakang yang terang. Kecepatan angin ini dianggap sangat ideal dalam pendeteksian tumpahan minyak. Akan tetapi apabila kecepatan angin mencapai m/s pada saat fenomena tumpahan minyak terjadi maka kemampuan satelit radar dalam mendeteksi tumpahan minyak menjadi tidak mungkin karena terganggu oleh gelombang permukaan laut dan pencampuran induksi angin yang menyebabkan ditribusi lapisan minyak yang lebih luas pada lapisan permukaan laut.

12 Karakteristik Satelit ALOS dan Sensor PALSAR Satelit Advance Land Observing Satellite (ALOS ) merupakan salah satu contoh satelit yang memanfaatkan gelombang mikro dalam pendeteksian obyek di muka bumi. Satelit ini merupakan satelit yang diluncurkan oleh Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) pada Januari Satelit ini merupakan satelit generasi lanjutan dari satelit JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. Nama lain dari satelit ini adalah DAICHI yang berasal dari bahasa Jepang. ALOS mengorbit bumi pada ketinggian 691,65 km, sudut inklinasi 98,16 dan resolusi temporal selama 46 hari ALOS dilengkapi dengan tiga jenis sensor penginderaan jauh yaitu (1) Panchromatic Remote-sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM), (2) Advanced Visible and Near-Infrared Radiometer type-2 (AVNIR-2) dan (3) Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) (Rosenqvist,et.al. 2004) (Gambar 3). Gambar 3. Visualisasi Sensor dan Peralatan Satelit ALOS (Sumber: Rosenqvist et.al., 2004) Gambar 3 di atas merupakan visualisasi sensor dan peralatan satelit ALOS yang telah dirangkai oleh JAXA. Citra satelit ALOS dapat diaplikasikan dalam

13 15 berbagai macam bidang yang sesuai dengan sensor yang digunakan. Data sensor PRISM akan efektif untuk berbagai aplikasi seperti kreasi peta dan pemetaan ketinggian. Data dari sensor AVNIR-2 untuk pemetaan wilayah pesisir, perencanaan kota, pertanian, kehutanan, pengelolaan garis pantai, pengontrolan disposal ilegal, perencanaan posisi antena, pemantauan banjir skala kecil, serta pemantauan jalur lalu lintas laut. Sensor PALSAR merupakan sebuah sensor gelombang mikro yang efektif dalam mengamati suatu wilayah pada siang dan malam hari tanpa dipengaruhi awan (Rosenqvist et.al., 2004; Sitanggang G, 2002) Synthetic Aperture Radar Pada Satelit ALOS PALSAR Synthetic Aperture Radar (SAR) adalah sebuah sistem radar dalam mengindera obyek dengan pola menyamping. SAR merupakan teknik yang handal dan praktis untuk memperoleh resolusi spasial yang tinggi dan dapat diletakkan pada wahana satelit. SAR mensintesiskan antena yang panjang dengan memanfaatkan pergerakan wahana. Ilustrasi pola pemindaian pada ALOS PALSAR dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini. Gambar 4. Ilustrasi Geometri Pemindaian dengan ALOS PALSAR (Sumber: JAXA, 1997)

14 16 Gambar 4 di atas menampilkan metode observasi yang dilakukan oleh satelit dalam proses pemindaian disertai dengan titik di bawah satelit yang menjadi titik pusat jalur pergerakan satelit atau yang dikenal sebagai titik nadir Polarisasi Sinyal Pada Satelit ALOS PALSAR Polarisasi merupakan perambatan dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Gambar 5 merupakan ilustrasi pola polarisasi yang terdapat dalam pengiriman dan penerimaan sinyal pada sensor radar dengan bidang horizontal dan vertikal. Gambar 5. Ilustrasi Mode Polarisasi Sinyal Radar (Sumber: CCRS, 2005) Keterangan : Garis hitam : Horizontal ; Garis merah : Vertikal Gambar 5 menunjukkan pola pemusatan perambatan sinyal dibedakan menjadi dua macam bidang perambatan yaitu melalui bidang datar (horizontal ) dan melalui bidang tegak lurus (vertical ). Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar (H= Horizontal ) ataupun tegak lurus (V = Vertikal ) dan dapat disaring dengan satu bidang datar yang sama atau berbeda dalam penerimaan sinyal gelombang elektromagnetik oleh sensor. Sensor PALSAR memiliki empat jenis polarisasi yaitu (1) HH pada saat pemancaran dan penerimaan gelombang dilakukan secara horisontal, (2) HV pada saat pemancaran gelombang secara horisontal dan penerimaan gelombang dilakukan secara vertikal, (3) VH pada saat pemancaran gelombang secara vertikal dan penerimaan gelombang secara

15 17 horisontal dan (4) VV pada saat pemancaran dan penerimaan gelombang dilakukan secara vertikal (CCRS, 2005). Sitanggang (2002) membagi mode operasi utama dari PALSAR menjadi tiga macam yaitu mode fine, ScanSAR dan mode Polarimetrik. (1) Mode Fine merupakan mode resolusi tinggi dengan resolusi spasial 10 m dan mode operasi yang umum untuk observasi interferometrik dengan lebar liputan satuan citra 70 km dalam polarisasi tunggal (HH ; mode Fine Beam Single-FBS polarisation). Mode fine dilengkapi pula dengan polarisasi rangkap dua HH+HV (mode Fine Beam Dual-FBD polarisation). (2) Mode Scan SAR adalah mode yang memungkinkan untuk memperoleh citra dengan lebar liputan satuan citra sampai km dengan polarisasi tunggal HH dan resolusi spasial 100 m di dalam arah azimuth dan range. Scan SAR mempunyai pancaran sinyal yang dapat diatur pada elevasi (ketinggian) dan didesain untuk memperoleh cakupan atau sapuan yang lebih lebar dibandingkan dengan SAR konvensional. (3) Mode Polarimetrik (Fine Beam Polarimetri) adalah mode yang dioperasikan pada basis eksperimental dengan polarisasi HH+VV+HV+VH. Tabel 3 menunjukkan karakteristik teknis sensor dan data citra PALSAR. Tabel 3. Karakteristik Teknis Sensor ALOS PALSAR Fine Beam Fine Beam Mode Operasi Single pol Dualpol (FBS) (FBD) Scan SAR Polarimetrik Polarisasi HH or VV HH+HV or HH or HH+HV+VH+VV VV+VH VV Sudut dating 8 ~ 60 8 ~ ~ 43 8 ~ 30 Resolusi Spasial 7 ~ 44m 14 ~ 88m 100m 24 ~ 89m Lebar Liputan 40 ~ 70km 40 ~ 70km 250 ~ 20 ~ 65km Satuan Citra 350km Kecepatan Data 240Mbps 240Mbps 120Mbps, 240Mbps 240Mbps Frekuensi Pusat 1270MHz (L-band) Sumber : (Sitanggang, 2002, JAXA, 2006b)

16 Penyaringan Sinyal Gelombang Radar Sinyal gelombang radar dapat dipengaruhi oleh pembentukan dan perusakan citra berupa tampilan piksel berwarna terang dan gelap yang dikenal sebagai speckle noise. Speckle noise dalam data radar diasumsikan memiliki model yang tidak benar secara ganda dan harus dikurangi sebelum data dimanfaatkan karena gangguan ini dapat menggabungkan dan mengurangi kualitas tampilan. Speckle noise ini dapat dihilangkan dengan menggunakan tahap penyaringan secara spasial. Penyaringan spasial di kelompokkan menjadi dua macam yaitu tipe penyaringan non adaptif dan adaptif. Parameter yang dipertimbangkan dalam non adaptif spatial filter berupa nilai sinyal seluruh tampilan dan meninggalkan sifat awal dari nilai hambur balik daerah tersebut atau sensor alami. Contoh tipe penyaringan ini yaitu penggunaan Fast Fourier Transform (FFT). Tipe penyaringan adaptif mengakomodasi perubahan dari sifatsifat lokal dari nilai hambur balik dan sensor alami. Pada tipe penyaringan ini, speckle noise dipertimbangkan sebagai suatu yang tidak mengalami perubahan namun perubahannya terdapat pada nilai rata rata nilai hambur balik yang dipengaruhi oleh tipe target yang diamati. Penyaringan adaptif dapat mengurangi speckle noise dengan mempertajam perbedaan tepi obyek. Pada aplikasi deteksi tumpahan minyak, tipe penyaringan yang digunakan harus dapat menekan speckle noise namun tetap dapat mempertahankan tampilan berupa tumpahan minyak yang tipis dan kecil (Brekke dan Solberg, 2005). Metode penyaringan citra radar secara adaptif menurut beberapa peneliti memiliki jumlah yang berbeda. Namun De Leeuw et al (2009) membagi metode penyaringan citra menjadi delapan macam yaitu (1) Lee, (2) Enhanced Lee, (3)

17 19 Frost, (4) Enhanced Frost, (5) Gamma, (6) Kuan, (7) Local Sigma dan (8) Bit Errors. Pada penelitian ini metode penyaringan adaptif yang digunakan yaitu metode filter frost dan filter gamma. Selain itu pada penelitian ini juga dilakukan tahap penyaringan kedua yang dikenal sebagai analisis tekstur Filter Frost Filter frost merupakan sebuah filter simetrik eksponensial secara sirkular, pada saat perhitungannya didasarkan pada jarak piksel yang diamati terhadap titik pusat, faktor jarak dan variasi lokal mempengaruhi nilai dari piksel yang baru. Filter piksel ini diaplikasikan pada citra yang berpolarisasi secara HH ataupun HV. Ukuran jendela pengamatan filter yang diujikan pada citra ini dibagi menjadi tiga macam yaitu 3x3, 5x5 dan 7x7. Penggunaan ukuran jendela pengamatan yang berbeda bertujuan mempelajari efek dari ukuran jendela pengamatan terhadap proses penghalusan dari karakteristik dan sisi-sisi obyek yang teramati (De leeuw et al., 2009) Filter Gamma Filter gamma memiliki fungsi sebagai penyaring dengan sistem operasi mengganti nilai piksel yang berhubungan dengan nilai jumlah bobot pada ukuran pengamatan 3x3, 5x5 dan 7x7. Nilai bobot ini akan semakin bertambah seiring bertambahnya jarak antara piksel yang berhubungan. Faktor nilai bobot ini juga bertambah nilainya dibandingkan dengan nilai piksel pada titik pusat secara bervariasi (Mansourpour et al., 2009). Filter ini mengasumsikan adanya gangguan secara berganda dan gangguan secara tidak tetap. Logika gamma berfungsi untuk memaksimalisasi nilai fungsi probabilitas yang masih mengacu tampilan gambar asli. Logika ini merupakan gabungan antara properti geometri dan statistika dari

18 20 lokal area serta di kontrol oleh koefisien varian dan rasio geometri yang beroperasi pada deteksi garis (Mansourpour et al., 2009) Analisis Tekstur Tekstur adalah konsep intuitif yang mendeskripsikan tentang sifat kehalusan, kekasaran, dan keteraturan obyek dalam suatu wilayah. Tekstur didefinisikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel yang berdekatan, dalam ilmu pengolahan citra digital (Ganis et al., 2008). Analisis tekstur pada citra dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu secara (1) struktural, (2) statistika dan (3) gabungan antara struktural dengan statistika (Tan, 2001). Metode struktural menggunakan fitur geometrik dari tekstur sebagai identitas obyek, penggunaan metode hanya dapat digunakan untuk obyek yang memiliki tekstur yang teratur (Anindityo A, 2010). Metode statistik merupakan metode yang umum digunakan oleh peneliti untuk permukaan atau tekstur yang tidak teratur dengan menggunakan Grey Level Co-occurence Matrix (GLCM). GLCM adalah tabulasi dari seberapa sering kombinasi yang berbeda dari nilai kecerahan piksel (tingkat warna abu-abu) yang terjadi pada sebuah citra (Purnomo et al., 2009). Matrix ini memiliki elemen-elemen yang berasal dari penjumlahan beberapa pasang piksel yang memiliki tingkat kecerahan tertentu yang terpisah dengan jarak d dan dengan sudut inklinasi θ. GLCM didasarkan pada probabilitas munculnya tingkat keabuan (grey level) i dan j dari dua piksel yang terpisah pada jarak d dan sudut θ. Jika jarak d mendekati ukuran tekstur maka grey level pasangan piksel tersebut akan berbeda, maka nilai dalam matriks GLCM akan mengalami penyebaran (Anindityo A, 2010). Purnomo A dan

19 21 Puspitodjati S. pada tahun 2009 memaparkan lima ciri tekstur pada analisis tekstur antara lain: (1) Contrast yaitu ukuran penyebaran (momen inersia) elemen-elemen matriks citra (2) Energy ( Angular Second Moment = ASM) yaitu fitur untuk mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada matriks co-occurrence (3) Entropy menunjukkan ukuran keteracakan dari distribusi intensitas (4) Homogeneity bertujuan untuk mengukur kehomogenan variasi dalam citra (5) Correlation digunakan untuk mengukur tingkat ketergantungan linier derajat keabuan dari piksel yang saling berdekatan Menurut Nezry et al., (1994) terdapat satu macam metode GLCM lainnya yang dikenal sebagai Mean GLCM untuk menampilkan nilai tengah (mean) transisi pada visualisasi tekstur yang menjelaskan nilai level keabuan pada citra. Tujuan analisis tekstur dalam tahap pengolahan data citra untuk mengurangi jarak selang antara satu obyek dengan obyek lainnya sehingga dapat meminimalisir kesalahan dalam menampilkan hasil klasifikasi obyek Klasifkasi Citra Secara umum, algoritma klasifikasi dapat dibagi menjadi dua macam yaitu supervised (terbimbing) dan unsupervised (tak terbimbing). Penggunaan jenis klasifikasi citra tergantung pada ketersediaan data awal citra. Proses pengklasifikasian terbimbing (supervised) dilakukan dengan prosedur pengenalan pola spektral dengan memilih kelompok atau kelas-kelas informasi yang diinginkan dan selanjutnya memilih contoh-contoh kelas (training area) yang mewakili setiap kelompok. Pemilihan training area didasari oleh pengetahuan

20 22 peneliti dengan keadaan geografis dan pengetahuan mengenai tampilan obyek sebenarnya yang tampak pada citra, pada saat ini peneliti melakukan bimbingan dalam mengkategorikan kelas-kelas informasi (CCRS, 2005). Klasifikasi unsupervised digunakan ketika informasi data set yang dimiliki sedikit. Pada klasifikasi tidak terbimbing, pengklasifikasian dimulai dengan pengelompokkan seluruh piksel dalam beberapa kelas yang didasarkan pada nilai spektral yang dimiliki tiap obyek. Pada umumnya analis melakukan spesifikasi jumlah kelas yang akan dibuat dari data yang diamati, pengamatan parameter yang berhubungan dengan jarak antara kelas dan variasi atau selang nilai dari tiap kelas (CCRS, 2005). Klasifikasi unsupersived akan mengkategorikan semua piksel menjadi kelas-kelas dengan menampakan spektral atau karakteristik spektral yang sama namun belum diketahui identitasnya, karena klasifikasi ini didasari oleh metode pengelompokan secara natural atau clustering berdasarkan sifat spektral dari setiap piksel. Parameter yang menentukan pemisahan dan pengelompokkan piksel-piksel menjadi kelas spektral yaitu standar deviasi maksimum, jumlah piksel minimum dalam sebuah kelas spektral dinyatakan dalam persen (%), nilai pemisahan pusat kelas yang dipecah dan jarak minimum antara rata-rata kelas spektral (Riani, 2009). Apabila kelas spektral telah terbentuk kemudian dilakukan proses asosiasi antara obyek dan kelas spektral terbentuk untuk mengidentifikasi kelas spektral menjadi kategori obyek tertentu dengan menggunakan referensi penunjang.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan 36 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Lokasi Penelitian Wilayah lokasi penelitian tumpahan minyak berada di sekitar anjungan minyak Montara yang dipasang di Laut Timor. Laut Timor merupakan perairan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, dengan kondisi iklim basa yang peluang tutupan awannya sepanjang tahun cukup tinggi.

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR)

Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) LAMPIRAN 51 Phased Array Type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR) Sensor PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya, JERS-1. Sensor PALSAR adalah suatu sensor

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 Daftar Istilah

LAMPIRAN 1 Daftar Istilah 90 LAMPIRAN 1 Daftar Istilah No Istilah Definisi 1 ALOS Advanced Land Observing Satellite 2 AVNIR-2 Advanced Visible and Near-Infrared Radiometer type-2 3 Ballast Air laut yang dimasukkan ke dalam tangki

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Tumpahan Minyak Dari Citra Modis Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12 dan 9 dengan resolusi citra resolusi 1km. Composite RGB ini digunakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas kawasan hutan Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi adalah 133.300.543,98 ha (Kementerian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 DEM (Digital elevation Model) Definisi DEM BAB II DASAR TEORI 2.1 DEM (Digital elevation Model) 2.1.1 Definisi DEM Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk penyajian ketinggian permukaan bumi secara digital. Dilihat dari distribusi titik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posisi Indonesia berada di daerah tropis mengakibatkan hampir sepanjang tahun selalu diliputi awan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan citra optik untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu teknik pengukuran atau perolehan informasi dari beberapa sifat obyek atau fenomena dengan menggunakan alat perekam yang secara

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.. Variasi NDVI Citra AVNIR- Citra AVNIR- yang digunakan pada penelitian ini diakuisisi pada tanggal Desember 008 dan 0 Juni 009. Pada citra AVNIR- yang diakuisisi tanggal Desember

Lebih terperinci

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD SENSOR DAN PLATFORM Kuliah ketiga ICD SENSOR Sensor adalah : alat perekam obyek bumi. Dipasang pada wahana (platform) Bertugas untuk merekam radiasi elektromagnetik yang merupakan hasil interaksi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Daerah penelitian berlokasi di Laut Timor di sekitar Platform Montara dan

3. METODE PENELITIAN. Daerah penelitian berlokasi di Laut Timor di sekitar Platform Montara dan 23 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Daerah penelitian berlokasi di Laut Timor di sekitar Platform Montara dan Welhead Platform dengan koordinat 11 38 45,9 LS - 12 48 56,96 LS dan 124

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemantauan Padi dengan SAR Polarisasi Tunggal Pada awal perkembangannya, sensor SAR hanya menyediakan satu pilihan polarisasi saja. Masalah daya di satelit, kapasitas pengiriman

Lebih terperinci

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002) BAB III METODA 3.1 Penginderaan Jauh Pertanian Pada penginderaan jauh pertanian, total intensitas yang diterima sensor radar (radar backscattering) merupakan energi elektromagnetik yang terpantul dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Verifikasi Model Visualisasi Klimatologi Suhu Permukaan Laut (SPL) model SODA versi 2.1.6 diambil dari lapisan permukaan (Z=1) dengan kedalaman 0,5 meter (Lampiran 1). Begitu

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi SPL Dari pengamatan pola sebaran suhu permukaan laut di sepanjang perairan Selat Sunda yang di analisis dari data penginderaan jauh satelit modis terlihat ada pembagian

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT

PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH KOTA PADANG ABSTRACT Eksakta Vol. 18 No. 1, April 2017 http://eksakta.ppj.unp.ac.id E-ISSN : 2549-7464 P-ISSN : 1411-3724 PENGOLAHAN CITRA SATELIT ALOS PALSAR MENGGUNAKAN METODE POLARIMETRI UNTUK KLASIFIKASI LAHAN WILAYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang terletak pada wilayah ekuatorial, dan memiliki gugus-gugus kepulauan yang dikelilingi oleh perairan yang hangat. Letak lintang Indonesia

Lebih terperinci

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

Oleh: Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk Mendukung Quick Response dan Rapid Mapping Bencana (Studi Kasus: Deteksi Banjir Karawang, Jawa Barat) Oleh: Fajar Yulianto, Junita

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA

PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA PERANAN CITRA SATELIT ALOS UNTUK BERBAGAI APLIKASI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA DI INDONESIA Atriyon Julzarika Alumni Teknik Geodesi dan Geomatika, FT-Universitas Gadjah Mada, Angkatan 2003 Lembaga Penerbangan

Lebih terperinci

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA I. Citra Foto Udara Kegiatan pengindraan jauh memberikan produk atau hasil berupa keluaran atau citra. Citra adalah gambaran suatu objek yang

Lebih terperinci

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing). Istilah penginderaan jauh merupakan terjemahan dari remote sensing yang telah dikenal di Amerika Serikat sekitar akhir tahun 1950-an. Menurut Manual of Remote Sensing (American Society of Photogrammetry

Lebih terperinci

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH 01. Teknologi yang terkait dengan pengamatan permukaan bumi dalam jangkauan yang sangat luas untuk mendapatkan informasi tentang objek dipermukaan bumi tanpa bersentuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia seringkali terjadi bencana alam yang sering mendatangkan kerugian bagi masyarakat. Fenomena bencana alam dapat terjadi akibat ulah manusia maupun oleh

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penampilan Citra Dual Polarimetry PALSAR / ALOS Penampilan citra dual polarimetry : HH dan HV level 1. 5 PALSAR/ALOS masing-masing dapat dilihat pada ENVI 4. 5 dalam bentuk

Lebih terperinci

Latar Belakang Potensi pencemaran laut akibat tumpahan minyak di perairan Indonesia adalah besar Tumpahan minyak dapat menurunkan kualitas air laut, d

Latar Belakang Potensi pencemaran laut akibat tumpahan minyak di perairan Indonesia adalah besar Tumpahan minyak dapat menurunkan kualitas air laut, d Perhitungan Skala Biaya Kerugian akibat Tumpahan Minyak: Relevansinya untuk Perairan Indonesia Mauludiyah 1) Oleh: 1) dan Mukhtasor 2) 1) Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Manajemen Pantai ITS 2) Dosen Pasca

Lebih terperinci

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang

Legenda: Sungai Jalan Blok sawah PT. Sang Hyang Seri Kabupaten Subang 17 III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Oktober 2010 dan berakhir pada bulan Juni 2011. Wilayah penelitian berlokasi di Kabupaten Subang, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data PENGINDERAAN JAUH KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data Lanjutan Sumber tenaga * Alamiah/sistem pasif : sinar matahari

Lebih terperinci

Gambar 1. Diagram TS

Gambar 1. Diagram TS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Massa Air 4.1.1 Diagram TS Massa Air di Selat Lombok diketahui berasal dari Samudra Pasifik. Hal ini dibuktikan dengan diagram TS di 5 titik stasiun

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com

BAB I PENDAHULUAN. pada radius 4 kilometer dari bibir kawah. (http://berita.plasa.msn.com BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunung Sinabung terus menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanologi. Awan hitam dan erupsi terus terjadi, 5.576 warga dievakuasi. Evakuasi diberlakukan setelah pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Sebagian besar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daerah Kajian Daerah yang akan dikaji dalam penelitian adalah perairan Jawa bagian selatan yang ditetapkan berada di antara 6,5º 12º LS dan 102º 114,5º BT, seperti dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal sebagai teknologi yang memiliki manfaat yang luas. Pemanfaatan yang tepat dari teknologi ini berpotensi meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran Hutan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Definisi dan Tipe Kebakaran Hutan dan Lahan Kebakaran hutan adalah sebuah kejadian terbakarnya bahan bakar di hutan oleh api dan terjadi secara luas tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR ANSTAYN NAMBERON SARAGIH

KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR ANSTAYN NAMBERON SARAGIH 1 KAJIAN TUMPAHAN MINYAK MONTARA DI LAUT TIMOR BERDASARKAN METODE PENGENALAN POLA SPEKTRAL CITRA SATELIT ALOS-PALSAR ANSTAYN NAMBERON SARAGIH DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULATAS PERIKANAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C

2. TINJAUAN PUSTAKA. Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara O C 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Perairan Laut Banda 2.1.1 Kondisi Fisik Suhu permukaan laut Indonesia secara umum berkisar antara 26 29 O C (Syah, 2009). Sifat oseanografis perairan Indonesia bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

ISTILAH DI NEGARA LAIN

ISTILAH DI NEGARA LAIN Geografi PENGERTIAN Ilmu atau seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek

Lebih terperinci

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x

Hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR filterisasi Kuan. dengan ukuran kernel size 9x dengan ukuran kernel size 3x DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... v HALAMAN PERNYATAAN... vi HALAMAN PERSEMBAHAN... vii INTISARI... viii ABSTRACT... ix KATA PENGANTAR... x DAFTAR ISI... xii DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et

2. TINJAUAN PUSTAKA. sebaran dan kelimpahan sumberdaya perikanan di Selat Sunda ( Hendiarti et 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi geografis lokasi penelitian Keadaan topografi perairan Selat Sunda secara umum merupakan perairan dangkal di bagian timur laut pada mulut selat, dan sangat dalam di mulut

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peta menggambarkan data spasial (keruangan) yang merupakan data yang berkenaan dengan lokasi atau atribut dari suatu objek atau fenomena di permukaan

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik 83 BAB VII ANALISIS 7.1 Analisis Komponen Airborne LIDAR Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik dengan memanfaatkan sinar laser yang ditembakkan dari wahana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang antara 95 o BT 141 o BT dan 6 o LU 11 o LS (Bakosurtanal, 2007) dengan luas wilayah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan dan Realisasi Antena Mikrostrip Polarisasi Sirkular dengan Catuan Proxmity Coupled BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dikenal sebagai teknologi yang memiliki manfaat yang luas. Pemanfaatan yang tepat dari teknologi ini berpotensi meningkatkan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Total Data Sebaran Klorofil-a citra SeaWiFS Total data sebaran klorofil-a pada lokasi pertama, kedua, dan ketiga hasil perekaman citra SeaWiFS selama 46 minggu. Jumlah data

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI IV.1 Sekilas Tentang Gunung Api Batur Area yang menjadi kajian (studi) untuk dilihat sinyal deformasinya (vertikal) melalui Teknologi InSAR selama kurun waktu

Lebih terperinci

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri

Interpretasi Citra SAR. Estimasi Kelembaban Tanah. Sifat Dielektrik. Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri Interpretasi Citra SAR Synthetic Aperture Radar Polarimetry Parameter Target/Obyek: Sifat Dielektrik Geometri Bambang H. Trisasongko Parameter Sistem/Sensor: Frekuensi/Panjang Gelombang Incidence Angle

Lebih terperinci

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI Lokasi pada lepas pantai yang teridentifikasi memiliki potensi kandungan minyak bumi perlu dieksplorasi lebih lanjut supaya

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 09 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK Menggunakan sensor nonkamera atau sensor elektronik. Terdiri dari inderaja sistem termal,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Majalah Sains dan Teknologi Dirgantara Vol. 4 No. 4 Desember 2009 : 154-159 PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM) Susanto *), Atriyon Julzarika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 14 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak bulan April 2009 sampai November 2009 di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file PENGINDERAAN JAUH copyright@2007 --- anna s file Pengertian Penginderaan Jauh Beberapa ahli berpendapat bahwa inderaja merupakan teknik yang dikembangkan untuk memperoleh data di permukaan bumi, jadi inderaja

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh) Remote Sensing didefinisikan sebagai ilmu untuk mendapatkan informasi mengenai obyek-obyek pada permukaan bumi dengan analisis data yang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkiraan Masuknya Hydrocarbon Minyak Ke Lingkungan Laut

Tabel 1. Perkiraan Masuknya Hydrocarbon Minyak Ke Lingkungan Laut 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut merupakan suatu lahan yang kaya dengan sumber daya alam termasuk keanekaragaman sumber daya hayati yang kesemuanya dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara yang berada di bumi merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penggunaannya akan tidak terbatas selama udara mengandung unsur-unsur

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Pantai Pemaron merupakan salah satu daerah yang terletak di pesisir Bali utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai wisata

Lebih terperinci

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+

Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ Identifikasi Lokasi Potensial Budidaya Tiram Mutiara Dengan Mengunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ M. IRSYAD DIRAQ P. 3509100033 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA, DESS 1 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Teknologi merupakan era dimana informasi serta data dapat didapatkan dan ditransfer secara lebih efektif. Perkembangan ilmu dan teknologi menyebabkan kemajuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing) Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu dan seni pengukuran untuk mendapatkan informasi dan pada suatu obyek atau fenomena, dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung bahanbahan atau energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Kondisi Fisik Daerah Penelitian II.1.1 Kondisi Geografi Gambar 2.1. Daerah Penelitian Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52-108 36 BT dan 6 15-6 40 LS. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan,

TINJAUAN PUSTAKA. Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara. Utara terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu : Kabupaten Langkat, Kota Medan, 6 TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Perairan Pantai Timur Sumatera Utara Pantai Timur Sumatera Utara memiliki garis pantai sepanjang 545 km. Potensi lestari beberapa jenis ikan di Perairan Pantai Timur terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA . II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar

Spektrum Gelombang. Penginderaan Elektromagnetik. Gelombang Mikro - Pasif. Pengantar Synthetic Aperture Radar Spektrum Gelombang Pengantar Synthetic Aperture Radar Bambang H. Trisasongko Department of Soil Science and Land Resources, Bogor Agricultural University. Bogor 16680. Indonesia. Email: trisasongko@live.it

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM ( Digital Elevation Model 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEM (Digital Elevation Model) Digital Elevation Model (DEM) merupakan bentuk 3 dimensi dari permukaan bumi yang memberikan data berbagai morfologi permukaan bumi, seperti kemiringan

Lebih terperinci

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere

Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosphere Biosphere Hydrosphere Lithosphere Atmosfer Troposfer Lapisan ini berada pada level yang paling rendah, campuran gasgasnya adalah yang paling ideal untuk menopang kehidupan di bumi. Di lapisan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penutupan Lahan Tahun 2003 2008 4.1.1 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi penutupan lahan yang dilakukan pada penelitian ini dimaksudkan untuk membedakan penutupan/penggunaan

Lebih terperinci

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T PENGERTIAN Penginderaan Jauh atau Remote Sensing merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi yang tidak rata membuat para pengguna SIG (Sistem Informasi Geografis) ingin memodelkan berbagai macam model permukaan bumi. Pembuat peta memikirkan

Lebih terperinci

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi Ukuran Hubungan antar obyek Informasi spasial dari obyek Pengambilan data fisik dari

Lebih terperinci

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Bumi, Berlian biru alam semesta

Ikhlasul-pgsd-fip-uny/iad. Bumi, Berlian biru alam semesta Bumi, Berlian biru alam semesta Planet Bumi merupakan tempat yang menarik. Jika dilihat dari angkasa luar, Bumi seperti sebuah kelereng berwarna biru. Dengan bentuk awan yang selalu berubah, Bumi menjadi

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 10 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO Citra nonfoto adalah gambaran yang dihasilkan oleh sensor nonfotografik atau sensor elektronik. Sensornya

Lebih terperinci

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik

5. PEMBAHASAN 5.1 Koreksi Radiometrik 5. PEMBAHASAN Penginderaan jauh mempunyai peran penting dalam inventarisasi sumberdaya alam. Berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penginderaan jauh mampu memberikan informasi yang cepat khususnya

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Variabilitas Kesuburan Perairan dan Oseanografi Fisika 4.1.1. Sebaran Ruang (Spasial) Suhu Permukaan Laut (SPL) Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) di perairan Selat Lombok dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Pengertian lahan berbeda dengan tanah, namun dalam kenyataan sering terjadi kekeliruan dalam memberikan batasan pada kedua istilah tersebut. Tanah

Lebih terperinci

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar STRUKTUR BUMI 1. Skalu 1978 Jika bumi tidak mempunyai atmosfir, maka warna langit adalah A. hitam C. kuning E. putih B. biru D. merah Jawab : A Warna biru langit terjadi karena sinar matahari yang menuju

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini

2. TINJAUAN PUSTAKA. berbeda tergantung pada jenis materi dan kondisinya. Perbedaan ini 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Ocean Color Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor Ditolak Dua Kali?

Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor Ditolak Dua Kali? Mengapa Klaim Bencana Montara di Laut Timor Ditolak Dua Kali? JONSON LUMBAN GAOL Jika bencana tumpahan minyak di Teluk Mexico berhakhir sudah teratasi sebaliknya bencana tumpahan minyak Montara di Laut

Lebih terperinci

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah.

FISIKA IPA SMA/MA 1 D Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. 1 D49 1. Suatu pipa diukur diameter dalamnya menggunakan jangka sorong diperlihatkan pada gambar di bawah. Hasil pengukuran adalah. A. 4,18 cm B. 4,13 cm C. 3,88 cm D. 3,81 cm E. 3,78 cm 2. Ayu melakukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI Oleh: Nama Mahasiswa : Titin Lichwatin NIM : 140722601700 Mata Kuliah : Praktikum Penginderaan Jauh Dosen Pengampu : Alfi Nur Rusydi, S.Si., M.Sc

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Studi Kecamatan Muara Gembong merupakan kecamatan di Kabupaten Bekasi yang terletak pada posisi 06 0 00 06 0 05 lintang selatan dan 106 0 57-107 0 02 bujur timur. Secara

Lebih terperinci