Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah?

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah?"

Transkripsi

1 Otoritas Nasional Keamanan Pangan Di Indonesia, mungkinkah? Purwiyatno Hariyadi 1 Majalah : SNI VALUASI Volume : Vol. 2 No.2 Tahun 2008 Halaman : 7-9 Abstrak (INA) Ide mengenai Otoritas Nasional Keamanan Pangan (ONKP) di Indonesia adalah untuk mengelola proses kajian risiko keamanan pangan nasional, yang mana hasilnya kan menjadi input bagi semua stakeholders untuk merumuskan kebijakan manajemen dan komunikasi risiko, sesuai dengan bidang garapannya masing-masing. Hal ini diharapkan dapat menghindarkan dari conflict of interest antara departemen yang melakukan pengembangan standar, pembinaan dan pengawasan di bidang keamanan pangan. Harapannya ONKP dapat mengkoordinasi kegiatan kajian risiko kemanan pangan. Pendahuluan Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (UU No 7, 1996 tentang Pangan). Saat ini tuntutan akan keamanan pangan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat konsumen. Hal ini telah menyebabkan keamanan pangan menjadi faktor prasyarat bagi produk pangan. Untuk itu, Industri pangan perlu mempunyai sistem pemastian keamanan pangan. Tanpa adanya pemastian keamanan pangan, maka produk pangan yang dihasilkannya akan sulit memasuki persaingan perdagangan dan mendapat kepercayaan konsumen. Dalam konteks persaingan dan pedagangan global, meningkatnya tuntutan akan jaminan keamanan pangan yang tinggi ini tentunya juga perlu diantisipasi oleh industri dan pemerintah Indonesia. Tidak hanya dalam rangka mengantisipasi semakin ketatnya persyaratan keamanan pangan yang akan diberlakukan oleh negara pengimpor; tetapi juga dalam rangka memberikan jaminan keamanan pangan bagi konsumen. Tanggungjawab Bersama Status keamanan produk pangan sangat dipengaruhi oleh kondisi setiap tahapan proses yang dilaluinya, mulai dari bahan mentah sampai ke produk jadi di tangan konsumen (from farm to table). Untuk memberikan jaminan keamanan pangan maka perlu dilakukan pengendalian pada setiap mata rantai proses penanganan dan pengolahan 1 Dr Purwiyatno Hariyadi adalah Direktur Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, LPPM-IPB, Bogor.

2 pangan, mulai dari lapang (sawah, kebun, kolam), proses pengolahan, penggudangan dan penyimpanan, distribusi dan pemasaran, sampai kepada konsumsi oleh konsumen. Karena mencakup berbagai mata rantai produksi pangan, maka keamanan pangan juga harus ditangani secara terpadu, melibatkan berbagai stakeholders; baik dari pemerintah, industri, dan konsumen. Karena itu, pada dasarnya upaya penjaminan keamanan pangan di suatu negara merupakan tanggung jawab bersama (shared responsibility) oleh berbagai stakeholder tersebut (WHO, 1996; Gambar 1). Dalam hal ini, masing-masing stakeholder mempunyai peranan yang strategis. Dalam kerangka WHO (1996) tersebut, pihak industri pangan bertanggungjawab dalam (i) terlaksananya cara-cara yang baik dalam pengolahan, penyimpanan dan distribusi pangan, (ii) pengendalian dan jaminan mutu pangan olahan, (iii) teknologi dan pengolahan pangan, (iv) tersedianya manajer dan tenaga pengolah pangan yang terlatih, (v) pelabelan yang informative, dan (vi) pendidikan konsumen. Selanjutnya, pihak konsumen juga mempunyai tanggung jawab dalam hal (i) memperoleh pengetahuan umum yang berhubungan dengan keamanan pangan, (ii) berperilaku selektif dalam menentukan pilihan produk, (iii) melaksanakan praktek penanganan pangan di rumah secara baik dan aman, (iv) membangun partisipasi masyarakat, dan(v) membangun kelompok-kelompok konsumen yang aktif. Secara khusus, pihak pemerintah bertanggung jawab dalam (i) menyusun legislasi dan peraturan hukum di bidang pangan, (ii) memberikan masukan dan bimbingan pada industri pangan, (ii) memberikan pendidikan bagi masyarakat konsumen tentang pentingnya keamanan pangan, (iv) melakukan pengumpulan informasi dan penelitian di bidang keamanan pangan, dan (v) menyediakan sarana dan prasarana pelayanan yang terkait dengan bidang kesehatan.

3 Gambar 1. Tiga pilar penanggungjwab Keamanan Pangan Sistem Keamanan Pangan Terpadu? Dalam upaya menjalankan tanggungawabnya, pemerintah Indonesia menyadari bahwa upaya pengelolaan keamanan pangan ini harus melibatkan banyak instansi dari berbagai departemen sektoral. Lebih lanjut disadari bahwa kewenangan instansi sektoral masih tumpang tindih satu sama lain. Beberapa fasilitas di masing-masing sektor bahkan cenderung duplikasi daripada saling mengisi; sehingga rawan terjadinya inefisiensi dan disharmoni. Menyadari betapa kompleksnya permasalahan keamanan pangan ini, pemerintah telah melakukan langkah strategis pada tahun 2000/2001, dengan membentuk lembaga independen yaitu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggungjawab langsung ke Presiden. Ini adalah langkah strategis dalam rangka antara lainmemberikan jaminan keamanan pangan kepada publik. Selanjutnya, pada tahun 2004; dikeluarkan Peraturan Pemerintah no. 28 (PP28/2004) tentang Mutu, Gizi dan Keamanan

4 Pangan; yang didalamnya mencoba mengatur tugas dan fungsi berbagai lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas keamanan pangan. Pada kenyataannya; pelaksanaan PP28/2004 ini mengalami berbagai hambatan karena melibatkan begitu banyak lembaga di berbagai Departemen Pemerintahan; seperti BPOM, Depertemen Kesehatan, Depertemen Pertanian, Depertemen Kelautan dan Perikanan, Depertemen Perdagangan, Depertemen Perindustrian dan berbagai lembaga terkait lainnya. Lebih lanjut, pembagian tanggungjawab dan kewenangan yang dilakukan menurut PP28/2004 berdasarkan pada komoditas; dimana masing-masing lembaga melakukan ketiga kagiatan utama analisis risiko (Gambar 2). Gambar 2. Kerangka Analisis Risiko Analisis risiko, seperti didefinisikan oleh Codex Alimentarius Commision, terdiri dari tiga kegiatan yaitu Kajian Risiko (Risk Assessment) yaitu penentuan tingkat risiko, Manajemen Risiko (Risk Management) yaitu penetapan metoda dan cara yang dibutuhkan untuk mengurangi risiko, dan Komunikasi risiko (Risk Communication) yaitu metoda penyampaian informasi mengenai risiko dan kegiatan analisis risiko untuk menjamin bahwa semua stakeholders terlibat secara aktif dalam proses. Karena masing-masing lembaga terkait melakukan ketiga kegiatan analisis risiko untuk suatu komoditas pangan yang menjadi kewenangannya, di sebagian atau disepanjang segmen rantai pangan, maka peluangnya cukup besar untuk timbulnya disharmoni regulasi keamanan pangan antar produk; atau untuk satu produk pada segmen rantai pangan yang berbeda. Dalam mengantisipasi hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah membuat prakarsa pengembangan Sistem Keamananan Pangan Terpadu. Pada kenyataannya; Sistem Keamananan Pangan Terpadu (SKPT) adalah forum kerja sama antar instansi terkait untuk memantapkan program keamanan pangan di Indonesia. SKPT ini dikembangkan dengan menggunakan pendekatan analisis risiko sebagai kerangka kerjanya. Dalam konsep SKPT, pendekatan analisis risko yang melibatkan berbagai stakeholder keamanan pangan dilakukan dengan menggunakan konsep jejaring (network). Dalam hal ini, sistem keamanan pangan terpadu terdiri dari tiga jejaring (Fardiaz, 2006), yaitu (i) jejaring Intelijen Pangan yang merupakan jejaring kajian risiko, (ii) jejaring Pengawasan Pangan, yang merupakan jejaring manajemen risiko, dan jejaring Promosi Keamanan Pangan, yang merupakan jejaring komunikasi risiko. Selanjutnya, pihak-pihak

5 terkait sesuai dengan tugas dan bidangnya masing-masing mengelompokkan diri ke dalam tiga jejaring di atas dan bersinergi satu sama lain untuk meningkatkan dan mengoptimalkan kegiatan yang berkaitan dengan analisis risiko di atas. Otoritas Nasional Keamanan Pangan (ONKP)? Menurut penulis, dengan memperhatikan kondisi sistem keamanan pangan; kondisi saat ini tepat untuk Indonesia melakukan konsolidasai sistem keamanan pangan. Sistem keamanan pangan yang ada sekarang termasuk SKPT- masih sangat kompleks dan tidak jelas model koordinasinya. Dalam SKPT yang dikembangkan oleh BPOM, koordinasi jelas merupakan titik kritis bagi SKPT yang sukses. Kompleksitas permasalahan pengelolaan keamanan pangan ini juga banyak menjadi sorotan berbagai negara lain. Di berbagai negara, banyak dilakukan upaya untuk melakukan konsolidasi sistem keamanan pangan nasionalnya menuju sistem keamanan pangan yang lebih ramping, dan bahkan dalam beberapa kasus menuju badan otoritas tunggal keamanan pangan (US GAO, 2005). Kajian US GAO (2005) menyatakan bahwa walaupun banyak tantangan yang dihadapi termasuk tantangan perubahan sistem perundang-undangan yang berlaku- disimpulkan bahwa reformasi dan perampingan (streamlining) sistem keamanan pangan sangat mungkin dilakukan; terutama jika terdapat konsensus dan komitmen diantara semua lembaga lembaga pemerintah, industri pangan, dan organisasi konsumen. Melihat kondisi sistem keamanan pangan di Indonesia sekarang ini, maka penulis berkeyakinan bahwa upaya konsolidasi sistem keamanan pangan ini perlu dilakukan. Potensi manfaat yang bisa ditimbulkan dari upaya konsolidasi ini terutama adalah untuk mengurangi tumpang-tindih upaya pengelolaan keamanan pangan. Disamping itu, konsolidasi ini akan memungkinkan dilakukannya penegakan hukum yang lebih konsisten dan tepat waktu (timely). Manfaat utama lain dari upaya konsolidasi ini adalah dimungkinkannya terbentuk Otoritas Nasional Keamanan Pangan (ONKP). Sampai saat ini, sistem yang yang ada menyebabkan sulitnya diidentifikasi otoritas nasional keamanan pangan. Dengan SKPT sekali pun, tidak juga mudah bisa diidentifikasi siapa otoritas nasional keamanan pangan. Ketiadaan atau ketidak-jelasan otoritas nasional keamanan pangan ini sangat merugikan posisi indonesia; karena peran negosiasi regulasi keamanan pangan di tingkat internasional tidak bisa dikelola dengan baik. Dengan demikian, ketiadaan atau ketidakjelasan otoritas nasional keamanan pangan juga berpotensi merugikan negara dan menurunkan daya saing produk pangan Indonesia, dan sekaligus berpeluang merugikan kepentingan konsumen Indonesia. Karena itulah dipandang perlu melakukan konsolidasi sistem keamanan pangan; dan sekaligus mengupayakan pembentukan lembaga Otoritas Nasional Keamanan Pangan (ONKP). Dalam kerangka analisis risiko keamanan pangan, ONKP bertugas untuk mengelola proses kajian risiko keamanan pangan nasional; yang mana hasilnya akan menjadi input bagi semua stakeholders untuk merumuskan kebijakan manajemen dan komunikasi risiko; sesuai dengan bidang garapannya masing-masing. Mengambil European Food Safety Authority (EFSA; Majewski, 2006) sebagai model, maka ONKP (dalam bahas Inggris bisa disebut sebagai Indonesian Food Safety Authority, IFSA) memang akan bertugas terutama melakukan kegiatan kajian risiko (risk assessment) dalam rangka pengembangan standar, peraturan dan pedoman keamanan

6 pangan. Disamping itu, ONKP bisa pula melakukan kegiatan komunikasi risiko yang sifatnya umum. Namun terlihat ONKP tidak akan melaksanakan kegiatan manajemen risiko. Manajemen risiko akan dilakukan oleh setiap badan pemerintah sesuai dengan bidang kompetensinya. Kegiatan promosi keamanan pangan (risk communication) bisa juga dilakukan sendiri-sendiri oleh bdan pemerintah tersebut sesuai bidang pangan yang menjadi mandatnya. Dengan dilakukannya kajian risiko oleh lembaga tunggal yang mempunyai otoritas tertinggi (ONKP), maka tumpang tindih dan disharmoni peraturan keamanan pangan akan menjadi minimal. Disamping itu, dengan ditariknya fungsi kajian risiko dari berbagai departemen teknis; maka departemen teknis bisa lebih memfokuskan dirinya pada aspek pembinaan (manajemen risiko). Sedangkan aspek pengawasan; secara terfokus dilaksanakan oleh badan pengawas; yang dalam hal ini adalah BPOM. Hal ini berarti menghilangkan confilc of interest yang selama ini terjadi; dimana departemen yang sama melakukan pengembangan standar, melakukan pembinaan dan sekaligus juga melalukan pengawasan. Lebih lanjut, ONKP bisa sekaligus berperan sebagai lembaga clearing house keamanan pangan; yang melakukan fungsi utama menyediakan dasar ilmiah bagi regulasi pangan di Indonesia. Usulan regulasi pangan itu sendiri bisa berasal dari berbagai stakeholders, yang oleh ONKP akan diurutkan berdasarkan pada skala prioritas nasional untuk ditangani. Regulasi pangan yang dikeluarkan oleh ONKP bersifat mengikat terhadap semua badan pemerintah; namun badan pemerintah yang terkaitlah yang berwenang bertugas melakukan manajeman (pengawasan dan penindakan/enforcement) risiko keamanan pangan. Dalam hal ini, lembaga pemerintah terkait akan melakukan proses identifikasi, evaluasi, pemilihan dan pelaksanaan opsi manajemen risiko; dengan menggunakan input dari ONKP. Dalam upaya keterpaduan, maka manager risiko (Risk Manager) di masingmasing instansi berwenang; perlu membentuk media komunikasi dan koordinasi didalam suatu jejaring pengendalian pangan. Komunikasi risiko adalah suatu proses interaktif pertukaran informasi dan juga pendapat pendapat tentang risiko diantara pengkaji risiko, manajer risiko dan semua pihak terkait (stakeholders) lainnya. Komunikasi risiko dilakukan oleh tim dari masing-masing instansi yang berwenang dan dipimpin oleh seorang Risk Communicator. Untuk bisa melakukan kegiatan komunikasi risiko dengan baik dan efisien, maka setiap lembaga yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan komunikasi risiko perlu saling melakukan komunikasi dan koordinasi dalam suatu jejaring promosi keamanan pangan. Kesimpulan Pengelolaan keamanan pangan dengan kaidah from farm to table memerlukan keterlibatan dan keterpaduan berbagai instansi terkait. Mengacu kepada (i) kompleksitas permasalahan keamanan pangan terutama dengan mempelajari sistem keamanan pangan sesuai dengan PP 28 (2004), dan (ii) kecenderungan global tentang upaya konsolidasi berbagai lembaga keamanan pangan yang ada di berbagai negara, maka Otoritas Nasional Keamanan Pangan (ONKP) bisa berperan sebagai ujung tombak keamanan pangan yang paling tepat. Sebagai ujung tombak (otoritas nasional), ONKP dapat mengkoordinasi kegiatan kajian risiko keamanan pangan. Namun demikian, pelaksanaan manajemen risiko tetap dilakukan oleh instansi-instansi terkait lainnya; dimana fungsi pengawasan

7 menjadi fokus utama BPOM. Untuk meningkatkan fungsi koordinasi perlu dilakukan melalui sistem jejaring. Daktar Pustaka Fardiaz, D. Keamanan Pangan Bagi Kita Semua. FOODREVIEW Indonesia, Edisi Juli, Hariyadi, P dan Andarwulan, N Menghentikan peredaran pangan bermasalah di pasar : konsolidasi sistem keamanan pangan di Indonesia. Piramedia, Depok. Majewski, C European Food Safety Authority (EFSA). Makalah Presentasi pada Seminar Recent Development of Food Safety Regulation in European Countries. 12 Juli SEAFAST Center, IPB. US GAO Experiences of Seven Countries in Consolidating Their Food Safety Systems. United States Government Accountability Office. Report to Congressional Requesters. GAO WHO Guidelines for Strengthening a National Food Safety Programme. Food Safety Unit, Division of Food and Nutrition, WHO, 1996.

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)

Lebih terperinci

METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Nuri Andarwulan SEAFAST Center, IPB Southeast Asian Food & Agr. Sci & Tech Center Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB 23 Oktober

Lebih terperinci

Regulasi Pangan di Indonesia

Regulasi Pangan di Indonesia Regulasi Pangan di Indonesia TPPHP Mas ud Effendi Pendahuluan (1) Pangan adalah hak asasi setiap rakyat Indonesia karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BALAI BESAR POM DI SEMARANG JL. MADUKORO BLOK AA BB NO 8 SEMARANG TELP

BALAI BESAR POM DI SEMARANG JL. MADUKORO BLOK AA BB NO 8 SEMARANG TELP BALAI BESAR POM DI SEMARANG JL. MADUKORO BLOK AA BB NO 8 SEMARANG TELP 024 7612324 email : likpomsm@yahoo.com AGENDA 1. Pendahuluan 2. Sistem Keamanan Pangan Terpadu dan JKPN 3. Jejaring Keamanan Pangan

Lebih terperinci

EKONOMI KEAMANAN PANGAN

EKONOMI KEAMANAN PANGAN EKONOMI KEAMANAN PANGAN Purwiyatno Hariyadi Depatemen Ilmu & Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB - BOGOR --- perlu REGULASI YANG BAIK -- RIA RIA KEAMANAN PANGAN 1 --- perlu REGULASI YANG

Lebih terperinci

SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU

SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU Penjaminan ketahanan pangan dipenuhinya beberapa indikator ketahanan pangan: ketersediaan, kemudahan, kenyamanan, KEAMANAN. MENDAPATKAN PANGAN YG AMAN MRP HAK AZASI SETIAP

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Makanan disekolah Lilis Nuraida dan Purwiyatno Hariyadi SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Kualitas SDM yang baik merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UNTUK PENGUATAN EKONOMI NASIONAL

KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UNTUK PENGUATAN EKONOMI NASIONAL KEAMANAN PANGAN DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH UNTUK PENGUATAN EKONOMI NASIONAL BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH DRAFT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR... TENTANG JEJARING KEAMANAN PANGAN DAERAH (JKPD) PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Standardisasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? Purwiyatno Hariyadi

Standardisasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? Purwiyatno Hariyadi disasi Mutu dan Keamanan Pangan : Data apa yang perlu disiapkan? SEAFAST Center, LPPM - Institut Pertanian Bogor www.seafast.ipb.ac.id Disampaikan pada Rapat CODEX di Badan Satandarisasi Nasional, Republik

Lebih terperinci

(1) dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan atau KA ANDAL, (3) dokumen RKL dan RPL, di sisi lain terdapat dokumen

(1) dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan atau KA ANDAL, (3) dokumen RKL dan RPL, di sisi lain terdapat dokumen A. Sejarah Amdal Di Indonesia AMDAL merupakan kependekkan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang merupakan suatu sistem atau proses yang melibatkan suatu kajian/studi dan menghasilkan beberapa dokumen

Lebih terperinci

MODUL 4 PENGAMBILAN CONTOH (SAMPLING) BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA

MODUL 4 PENGAMBILAN CONTOH (SAMPLING) BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA MODUL 4 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA PENGAMBILAN CONTOH (SAMPLING) BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA Direktorat Pengawasan Produk & Bahan Berbahaya,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR... TAHUN... TENTANG JEJARING KEAMANAN PANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR... TAHUN... TENTANG JEJARING KEAMANAN PANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DRAFT 15 OKTOBER 2015 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR... TAHUN... TENTANG JEJARING KEAMANAN PANGAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MODUL 2 IDENTIFIKASI PASAR TRADISIONAL UNTUK PENGENDALIAN BAHAN BERBAHAYA

MODUL 2 IDENTIFIKASI PASAR TRADISIONAL UNTUK PENGENDALIAN BAHAN BERBAHAYA MODUL 2 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA IDENTIFIKASI PASAR TRADISIONAL UNTUK PENGENDALIAN BAHAN BERBAHAYA Direktorat Pengawasan Produk & Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat & Makanan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

Stevia, Pemanis Alami Baru untuk Industri Pangan Diposting oleh admin pada tanggal 14 April 2015

Stevia, Pemanis Alami Baru untuk Industri Pangan  Diposting oleh admin pada tanggal 14 April 2015 Stevia, Pemanis Alami Baru untuk Industri Pangan http://news.ipb.ac.id Diposting oleh admin pada tanggal 14 April 2015 Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Pangan dan Pertanian Asia Tenggara (South East

Lebih terperinci

MODUL6 MONITORING DAN EVALUASI PENGAWASAN PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA

MODUL6 MONITORING DAN EVALUASI PENGAWASAN PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA MODUL6 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA MONITORING DAN EVALUASI PENGAWASAN PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA Direktorat Pengawasan Produk & Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat & Makanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KLB KERACUNAN PANGAN

KLB KERACUNAN PANGAN STRATEGI PENANGGULANGAN KLB KERACUNAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Roy Sparringa dan Winiati P. Rahayu Agenda presentasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kinerja instansi pemerintah kini menjadi sorotan dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik. Masyarakat sering

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III (tiga) Kesehatan Program Studi Gizi.

KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Diploma III (tiga) Kesehatan Program Studi Gizi. PENGETAHUAN IBU BALITA MENGENAI KEAMANAN PANGAN DITINJAU DARI FAKTOR PENDIDIKAN, STATUS PEKERJAAN, DAN PENDAPATAN KELUARGA DI KELURAHAN BANMATI KECAMATAN SUKOHARJO KABUPATEN SUKOHARJO KARYA TULIS ILMIAH

Lebih terperinci

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Advertisement of Nutrition Message in Food Product. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Advertisement of Nutrition Message in Food Product Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tren penggunaan pesan terkait kesehatan oleh produsen semakin meningkat, sehingga memberikan konsekuensi penting

Lebih terperinci

Tanggungjawab Industri Pangan untuk Pencapaian Populasi Penduduk yang Aktif, Sehat dan Produktif

Tanggungjawab Industri Pangan untuk Pencapaian Populasi Penduduk yang Aktif, Sehat dan Produktif Tanggungjawab Industri Pangan untuk Pencapaian Populasi Penduduk yang Aktif, Sehat dan Produktif Southeast Asian Food & Agricultural Science & Technology (SEAFAST) Center dan Departemen Ilmu & Teknologi

Lebih terperinci

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana

Penanggungjawab : Koordinator Tim Pelaksana CAKUPAN PEKERJAAN KOORDINATOR SEKTOR DAN STAF ADMINISTRASI PADA SEKRETARIAT PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN (PERPRES) NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI (STRANAS

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 73 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus ke arah perubahan yang lebih baik guna meningkatkan kualitas manusia

Lebih terperinci

MODUL 3 IDENTIFIKASI PEDAGANG PASAR DAN INVENTARISASI BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA

MODUL 3 IDENTIFIKASI PEDAGANG PASAR DAN INVENTARISASI BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA MODUL 3 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA IDENTIFIKASI PEDAGANG PASAR DAN INVENTARISASI BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA Direktorat Pengawasan Produk

Lebih terperinci

PEWARNA ALAMI UNTUK PANGAN

PEWARNA ALAMI UNTUK PANGAN DISCLAIMER This publication is made possible by the generous support of the American people through the United States Agency for International Development (USAID). The contents are the responsibility of

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI SURVEILAN KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI SURVEILAN KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI SURVEILAN KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Winiati P. Rahayu dan Roy A. Sparringa AGENDA

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Pembentukan, Sinkronisasi dan Harmonisasai Peraturan Perundangan Untuk Usaha di Sektor Pangan Oleh Drs. Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR RI

Pembentukan, Sinkronisasi dan Harmonisasai Peraturan Perundangan Untuk Usaha di Sektor Pangan Oleh Drs. Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR RI Pembentukan, Sinkronisasi dan Harmonisasai Peraturan Perundangan Untuk Usaha di Sektor Pangan Oleh Drs. Priyo Budi Santoso Wakil Ketua DPR RI Pendahuluan UU 7/1996 tentang pangan merupakan peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/321/KPTS/013/2015 TENTANG TIM KOORDINASI JEJARING KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa keamanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA

RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA RUANG LINGKUP MANAJEMEN MUTU TITIS SARI KUSUMA 1 TUJUAN PEMBELAJARAN MAHASISWA MEMAHAMI LATAR BELAKANG KONSEP MUTU MAHASISWA MEMAHAMI MASALAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT MAHASISWA MEMAHAMI PENGERTIAN MUTU

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi

PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi PERSIAPAN DAERAH dalam menghadapi Outline 1 Gambaran Umum Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 2 MEA dalam RKP 2014 3 Strategi Daerah dalam Menghadapi MEA 2015 MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) 2015 Masyarakat

Lebih terperinci

Undang-undang Pangan No. 7/1996

Undang-undang Pangan No. 7/1996 Undang-undang Pangan No. 7/1996 Legislasi -> pengaturan Dasar pengaturan : Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia Prasyarat yang harus dipenuhi : aman, bermutu bergizi, beragam dan tersedia secara cukup

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DISKUSI PUBLIK MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK) Denpasar Bali, 10 Agustus 2016 Pocut Eliza, S.Sos.,S.H., M.H. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009)

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2009) ABSTRAK KEMITRAAN PEMERINTAH DAN SWASTA Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa perubahan yang mendasar di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan tersebut tentunya tidak hanya berdampak pada sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB

Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB RIA dan STUDI KASUSNYA PERATURAN PEMANIS Winiati P. Rahayu Pendahuluan Department of Food Science and Technology Rekomendasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 109 TAHUN 2000 (109/2000) TENTANG DEWAN GULA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 109 TAHUN 2000 (109/2000) TENTANG DEWAN GULA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPPRES 109/2000, DEWAN GULA NASIONAL KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 109 TAHUN 2000 (109/2000) TENTANG DEWAN GULA NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai

BAB 1 : PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang UU RI No. 36 Tahun 2009 pasal 3 yaitu pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS KE JAKARTA TANGGAL 17 SEPTEMBER 21 SEPTEMBER 2017

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS KE JAKARTA TANGGAL 17 SEPTEMBER 21 SEPTEMBER 2017 Kepada Yth. Bupati Bengkulu Selatan Up. Sekretaris Daerah di.- MANNA LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS KE JAKARTA TANGGAL 17 SEPTEMBER 21 SEPTEMBER 2017 I. Pendahuluan : 1. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Upaya Antisipasi Bahaya dan Kontaminan Baru dalam Pangan Segar. Upaya Antisipasi Bahaya dan Kontaminan Baru dalam Pangan Segar

Upaya Antisipasi Bahaya dan Kontaminan Baru dalam Pangan Segar. Upaya Antisipasi Bahaya dan Kontaminan Baru dalam Pangan Segar Upaya Antisipasi Bahaya dan Kontaminan Baru dalam Pangan Segar Purwiyatno Hariyadi phariyadi.staff.ipb.ac.id Guru Besar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MODUL5 PENGUJIAN BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA

MODUL5 PENGUJIAN BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA MODUL5 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA PENGUJIAN BAHAN BERBAHAYA DAN PANGAN YANG DIDUGA MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA Direktorat Pengawasan Produk & Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH *

MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH * MINUMAN BERALKOHOL: DILARANG ATAU DIAWASI PEREDARANNYA Oleh : Arif Usman, SH, MH * Pemberitaan mengenai korban minuman beralkohol selalu menghiasi media masa. Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.996, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Manajemen Risiko. Penyelenggaraan. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan upaya

Lebih terperinci

PENGETAHUAN BAHAN BERBAHAYA

PENGETAHUAN BAHAN BERBAHAYA MODUL 1 PELATIHAN FASILITATOR PASAR AMAN DARI BAHAN BERBAHAYA PENGETAHUAN BAHAN BERBAHAYA Direktorat Pengawasan Produk & Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat & Makanan Republik Indonesia bekerja sama dengan

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id COURSE 5: PP No. 28/2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 1 Pp No 28 Tentang Keamanan, Mutu Dan

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/ TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 58/Permentan/OT.140/8/2007................... TENTANG PELAKSANAAN SISTEM STANDARDISASI NASIONAL DI BIDANG PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan 1. Secara historis, ide untuk membentuk lembaga khusus untuk melakukan pengawasan perbankan telah dimunculkan semenjak diundangkannya UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia. Dalam UU tersebut dijelaskan

Lebih terperinci

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia

Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat Pelayanan Ekspor Pemerintah Indonesia RI N G K ASA N KEG IATA N AGUSTUS SEPTEMBER 2016, JAKARTA TPSA CANADA INDONESIA TRADE AND PRIVATE SECTOR ASSISTANCE PROJECT Proyek TPSA Terus Memberikan Pelatihan Bisnis Internasional untuk Memperkuat

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA COVER DEPAN Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government COVER DALAM Panduan Pelaksanaan Proyek dan Penganggaran e Government SAMBUTAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMASI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.1220, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kategori Pangan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perdagangan global, tidak dapat dipungkiri bahwa lalu lintas barang semakin terbuka, sehingga memungkinkan tidak adanya batasan negara dalam lalu lintas

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

Rubrik Utama MODEL. Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II ( ) Agrimedia

Rubrik Utama MODEL. Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II ( ) Agrimedia Rubrik Utama Utama Rubrik MODEL Kelembagaan Pangan DI Indonesia Oleh: Dr. Ir. Suswono, MM Menteri Pertanian RI Kabinet Indonesia Bersatu II (2009-2014) 44 Volume Volume 20 20 No. No. 11 Juni Juni 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Plan), Rencana Kinerja (Performace Plan) serta Laporan Pertanggungjawaban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menghadapi perubahan yang sedang dan akan terjadi akhir-akhir ini dimana setiap organisasi publik diharapkan lebih terbuka dan dapat memberikan suatu transparansi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan perencanaan dan penganggaran Pemerintah Daerah diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Dinas Perindustrian dan Perdagangan Agro Propinsi Jawa Barat Awal milenium ketiga merupakan era pra kondisi bagi negara-negara di dunia untuk menghadapi

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012

RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012 RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER TAHUN 2012 Mata : Kebijakan Pangan Semester : 1 SKS : 3 (tiga) Diskripsi singkat : Mata kuliah ini berisi tentang pengaruh kebijakan regulasi harga regulasi

Lebih terperinci

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia pada pasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Standar, Standardisasi, dan Perumusan Standar Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, Standar adalah spesifikasi teknis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi bisnis serta pertumbuhan ekonomi dunia adalah makin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : TENTANG PEMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL INDONESIA GULA KRISTAL PUTIH SECARA WAJIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Secara umum, semua perusahaan memiliki tujuan dan sasaran untuk keberhasilan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan penganggaran pemerintah, sehingga

Lebih terperinci

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 a. Hari/Tanggal : Selasa/29 Maret 2016 b. Jam : 09.00 selesai c. Tempat : Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah Unit Hotel KESAMBI HIJAU Jl. Kesambi

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1.

KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. KEMANDIRIAN PANGAN DI DAERAH 1. HM Idham Samawi Bupati Bantul Jika ada yang mengatakan bahwa mereka yang menguasai pangan akan menguasai kehidupan, barangkali memang benar. Dalam konteks negara dan perkembangan

Lebih terperinci