DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi

1 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2016 TENTANG PENERAPAN SISTEM KETERTELUSURAN (TRACEABILITY) PADA PRODUK PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan perlu diterapkan sistem ketertelusuran bagi pelaku usaha; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana huruf a perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Penerapan Sistem Ketertelusuran (Traceability) pada Produk Perikanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 1

2 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2015 tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan serta Peningkatan Nilai Tambah Produk Hasil Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726); 6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 7. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111); 8. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun , sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 83/P tahun 2016 tentang Penggantian Beberapa Menteri Negara Kabinet Kerja Periode ; 9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.19/MEN/2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan; 10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 23/PERMEN-KP/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan; 2

3 11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi; Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PENERAPAN SISTEM KETERTELUSURAN (TRACEABILITY) PADA PRODUK PERIKANAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Ketertelusuran (Traceability) adalah kemampuan untuk menelusuri riwayat, aplikasi atau lokasi dari suatu produk atau kegiatan untuk mendapatkan kembali data dan informasi melalui suatu identifikasi terhadap dokumen yang terkait. 2. Unit Pengolahan Ikan yang selanjutnya disingkat UPI adalah tempat yang digunakan untuk mengolah ikan, baik yang dimiliki oleh perorangan, kelompok maupun badan usaha. 3. Pemasok adalah orang, kelompok orang atau unit usaha yang mengumpulkan sementara, mendistribusikan atau memasarkan hasil perikanan dari penangkapan ikan atau pembudidayaan ikan dan/atau agen pembelian/pengumpul ikan. 4. Jaminan pemasok/supplier guarantee adalah dokumen yang menyatakan kesanggupan suplier untuk memberikan jaminan terhadap mutu dan keamanan hasil perikanan. 5. Audit pemasok adalah pemeriksaan terhadap pemasok yang dilakukan langsung oleh UPI atau melalui pihak ketiga. 6. Rekaman adalah catatan kegiatan yang berisi detail informasi terkait proses produksi. 7. Stuffing adalah proses pemuatan produk dari UPI ke dalam alat transportasi/distribusi. 3

4 8. Pemasok yang telah disetujui / Approved Supplier adalah pemasok yang telah disetujui oleh UPI berdasarkan hasil evaluasi UPI. 9. Inspektur Mutu adalah pegawai negeri sipil yang diangkat oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk untuk melakukan Pengendalian Mutu. 10. Verifikasi adalah aplikasi metode, prosedur, pengujian, asesmen dan evaluasi lainnya untuk memastikan bahwa rencana sistem ketertelusuran telah dilaksanakan sesuai persyaratan. 11. Otoritas Kompeten adalah unit organisasi di lingkungan kementerian yang diberi mandat oleh Menteri untuk melakukan pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. 12. Pengendalian segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh Otoritas Kompeten untuk melakukan verifikasi terhadap kesesuaian antara penerapan sistem mutu oleh pelaku usaha dengan peraturan/ketentuan dalam rangka memberi jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. 13. Daftar kemasan/ Packing list adalah kemasan akhir yang teridentifikasi pada tahap pemuatan/stuffing. 14. Sertifikat Penerapan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah Sertifikat yang diberikan kepada UPI yang telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu HACCP yang terdiri dari Sertifikat Penerapan HACCP dan Sertifikat Penerapan Persyaratan Dasar HACCP. 15. Produsen primer adalah pemasok bahan baku utama meliputi tambak, kapal, atau nelayan. 16. Kondisi tertentu adalah kondisi proses yang meliputi penundaan proses, re-work, mesin, interval waktu, personil, lot/batch, mixing mutu dan lainlain. BAB. II RUANG LINGKUP Pasal 2 Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pengaturan tentang penerapan sistem ketertelusuran (Traceability) pada setiap tahapan produksi yang dimulai dari penerimaan bahan baku dan asal bahan baku, pengolahan hingga penyimpanan produk jadi serta tahapan distribusi. 4

5 Pasal 3 (1) Setiap UPI, pemasok dan produsen primer harus menerapkan Sistem Ketertelusuran yang mengacu pada persyaratan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan. (2) Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan penelusuran dan pencatatan riwayat produk dari hulu, mulai dari tahap penerimaan bahan baku, penanganan dan/atau pengolahan, penyimpanan dan distribusi. (3) Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. ketertelusuran internal; dan b. ketertelusuran eksternal. (4) Ketertelusuran Internal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, harus menunjukkan kemampuan UPI menelusuri riwayat hasil perikanan dari data pembeli produk akhir sampai dengan bahan baku yang diterima. (5) Ketertelusuran Eksternal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, harus menunjukkan kemampuan UPI menelusuri riwayat hasil perikanan dari bahan baku yang diterima di UPI sampai dengan pemasok dan produsen primer. (6) Pemasok dan Produsen Primer sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang memasok bahan baku ke UPI harus menerapkan Sistem Ketertelusuran. BAB III PERSYARATAN SISTEM KETERTELUSURAN Pasal 4 Persyaratan Sistem Ketertelusuran pada UPI meliputi: a. harus memiliki Sertifikat Penerapan HACCP yang masih berlaku; b. harus memiliki pemasok yang telah disetujui (approved supplier); c. harus memiliki personil penanggungjawab penerap Sistem Ketertelusuran; dan d. harus memiliki dokumen penerapan Sistem Ketertelusuran. 5

6 Pasal 5 (1) Personil penanggungjawab penerapan sistem ketertelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c ditetapkan oleh manajemen dan memiliki kemampuan untuk menerapkan Sistem Ketertelusuran. (2) Dokumen penerapan Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d paling sedikit meliputi: a. sistem pengkodean; b. jaminan pemasok; c. audit/evaluasi pemasok; d. daftar jenis produk; e. packing list; dan f. informasi masa kadaluarsa produk. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penerapan Sistem Ketertelusuran ditetapkan dengan keputusan Otoritas Kompeten. Pasal 6 Persyaratan Sistem Ketertelusuran pada Pemasok harus memiliki: a. Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik pada Pemasok (CPIBP); b. personil penanggungjawab Sistem Ketertelusuran; dan c. rekaman penerapan Sistem Ketertelusuran. Pasal 7 (1) Personil penanggungjawab penerapan Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b ditetapkan oleh manajemen dan memiliki kemampuan untuk menerapkan Sistem Ketertelusuran. (2) Rekaman penerapan Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c paling sedikit meliputi: a. data produsen primer; b. tanggal penerimaan bahan baku; c. volume bahan baku; d. jenis bahan baku; e. UPI tujuan; dan f. data alat transportasi. 6

7 Pasal 8 Persyaratan Sistem Ketertelusuran pada Produsen Primer harus memiliki: a. Sertifikat Cara Penanganan Ikan yang Baik di Kapal (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB); b. personil penanggungjawab sistem ketertelusuran; dan c. rekaman penerapan sistem ketertelusuran. Pasal 9 (1) Personil penanggungjawab penerapan Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b ditetapkan oleh manajemen dan memiliki kemampuan untuk menerapkan Sistem Ketertelusuran. (2) Rekaman penerapan Sistem Ketertelusuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c paling sedikit meliputi: a. tanggal panen/pendaratan; b. lokasi panen/pendaratan; c. volume; d. jenis bahan baku; e. pemasok/upi tujuan; dan f. data alat transportasi. BAB IV LEVEL SISTEM KETERTELUSURAN Pasal 10 (1) Level Sistem Ketertelusuran pada UPI terdiri dari: a. Ketertelusuran Level 1; b. Ketertelusuran Level 2; dan c. Ketertelusuran Level 3. (2) Ketertelusuran Level 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menunjukkan kemampuan UPI dalam menerapkan ketertelusuran internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4). (3) Ketertelusuran Level 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menunjukkan kemampuan UPI dalam menerapkan ketertelusuran internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan ketertelusuran eksternal sampai dengan pemasok atau produsen primer yang memasok bahan baku langsung ke UPI. 7

8 (4) Ketertelusuran Level 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c menunjukkan kemampuan UPI dalam menerapkan ketertelusuran internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan eksternal sampai dengan pemasok dan produsen primer. Pasal 11 (1) Untuk menerapkan Ketertelusuran Level 1 maka UPI harus memiliki rancangan sistem pengkodean ketertelusuran dan rekaman packing list. (2) Sistem pengkodean ketertelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kode pemasok dan produksi. (3) Kode pemasok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya terdiri dari yang teridentifikasi dalam rekaman catatan penerimaan bahan baku memuat data paling sedikit meliputi: a. nama pemasok; b. tanggal penerimaan; dan c. volume. (4) Kode produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari: a. kode pemasok; b. waktu proses/tanggal produksi; c. kondisi tertentu; d. spesies bahan baku; e. jenis/bentuk bahan baku; dan f. jenis spesifik olahan produk/diversifikasi produk. (5) Rekaman packing list sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tujuan pemasaran; b. nama pembeli; c. tanggal stuffing; d. jenis alat transportasi; e. kode produksi; dan f. volume. Pasal 12 (1) Untuk menerapkan Sistem Ketertelusuran Level 2, UPI harus memiliki sistem pengkodean ketertelusuran, rekaman packing list, dan kode pemasok atau produsen primer yang memasok bahan baku langsung ke UPI. 8

9 (2) Kode pemasok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. nama pemasok; b. tanggal penerimaan; c. volume; d. asal bahan baku ( pemasok atau produsen primer ); dan e. alat transportasi dan persyaratannya (suhu/insulasi/sanitasi). (3) Kode produsen primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. nama unit pembudidayaan ikan/ unit penangkapan ikan; b. tanggal penerimaan; c. volume; d. jenis bahan baku; e. lokasi unit pembudidayaan ikan; f. area penangkapan ikan; dan g. alat transportasi. Pasal 13 Untuk menerapkan sistem ketertelusuran level 3, UPI harus memiliki sistem pengkodean ketertelusuran, rekaman packing list, kode pemasok dan produsen primer. Pasal 14 UPI wajib melakukan audit secara berkala terhadap penerapan ketertelusuran di rantai pasok terkait asal bahan baku untuk menjamin validitas data pemasok dan/atau produsen primer. BAB V PENERAPAN SISTEM KETERTELUSURAN Pasal 15 (1) Rancangan sistem ketertelusuran pada UPI, Pemasok, Produsen Primer harus mencakup prosedur, program dan rekaman penerapan sistem ketertelusuran. (2) Prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup cara/metode, penanggungjawab dan evaluasi di UPI, Pemasok atau Produsen Primer. (3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup rencana kerja, waktu, frekuensi dalam pelaksanaan penerapan sistem ketertelusuran. (4) Rancangan penerapan sistem ketertelusuran akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Otoritas Kompeten. 9

10 BAB VI VERIFIKASI Pasal 16 (1) Dalam rangka sertifikasi, dilakukan verifikasi efektifitas sistem ketertelusuran di UPI dan rantai pasok bahan baku. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan audit pelaksanaan ketertelusuran selama proses maupun seluruh dokumen terkait. (3) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektur Mutu. (4) UPI yang memenuhi persyaratan dapat diterbitkan sertifikat penerapan ketertelusuran. (5) Sertifikat Penerapan Ketertelusuran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan oleh Otoritas Kompeten dengan masa berlaku selama 2 (dua) tahun. (6) Sertifikat penerapan Sistem Ketertelusuran dapat dicabut apabila terjadi penyimpangan dalam penerapannya. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara penerbitan sertifikasi penerapan ketertelusuran ditetapkan dengan keputusan Otoritas Kompeten. Pasal 17 (1) Verifikasi terhadap penerapan ketertelusuran di UPI dan Pemasok dilaksanakan oleh unit yang melaksanakan tugas teknis Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. (2) Verifikasi terhadap penerapan ketertelusuran di Tambak dilaksanakan oleh unit yang melaksanakan tugas pengelolaan Perikanan Budidaya. (3) Verifikasi terhadap penerapan ketertelusuran di Kapal dilaksanakan oleh unit yang melaksanakan tugas pengelolaan Perikanan Tangkap. 10

11 Pasal 18 Untuk membuktikan efektifitas sistem ketertelusuran, Inspektur Mutu melakukan kegiatan verifikasi penerapan sistem ketertelusuran pada UPI. BAB VII PENUTUP Pasal 19 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN SUSI PUDJIASTUTI Lembar Pengesahan No Jabatan Paraf 1 Kepala BKIPM 2 Plt. Sekretaris BKIPM 3 Ka. Pusat Sertifikasi Mutu dan KHP 4 Kabag. Hukum, Humas dan Informasi 11