Bab V Hasil Dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab V Hasil Dan Pembahasan"

Transkripsi

1 61 Bab V Hasil Dan Pembahasan V.1 Kandungan AOX di perairan V.1.1 Perubahan kandungan AOX di sungai Siak dan Kampar beserta perbedaannya Tabel V.1 di bawah ini menunjukkan lokasi dan kondisi pengambilan sampel di sungai Siak. Tabel V.1 Lokasi dan kondisi pengambilan sampel di sungai Siak Titik Sampling Waktu Cuaca Posisi Sampling Dalam Bagian Tengah (m) Lebar (m) IA-1 8:34 Cerah N o E11 o IB-1 8:8 Cerah N o E11 o IC-1 9:32 Cerah N o E11 o ID-1 1:5 Cerah N o E11 o IE-1 1:49 Cerah N o E11 o IF-1 11:31 Cerah N o E11 o IA-2 18:34 Cerah N o E11 o IB-2 18:14 Cerah N o E11 o IC-2 17:46 Cerah N o E11 o ID-2 17:2 Cerah N o E11 o IE-2 16:45 Cerah N o E11 o IF-2 15:55 Cerah N o E11 o Gambar V.1 di bawah ini menunjukkan peta titik pengambilan sampel di sungai Siak, baik yang dilakukan dalam penelitian maupun yang dilakukan oleh Bapedalda Riau.

2 62 Titik sampling dalam penelitian Titik sampling Bapedalda Riau PT. I IE-1, IE-2 S-11 S-2 ID-1, ID-2 S-3 IB-1, IB-2 S-1 IC-1, IC-2 IF-1, IF-2 S-8 S-9 S-1 S-7 IA-1, IA-2 S-6 S-4 PEKANBARU S-5 Gambar V.1 Peta titik pengambilan sampel di sungai Siak Dalam gambar di atas terlihat ada 6 (enam) titik sampling dalam penelitian yang dilakukan dan 11 (sebelas) titik dari 14 (empat belas) titik sampling yang dilakukan Bapedalda Riau. Keterangan mengenai jarak dan titik-titik pengambilan sampel oleh Bapedalda Riau di sungai Siak dapat dilihat pada Tabel A.1 Lampiran A. Hasil uji kandungan senyawa AOX di sungai Siak pada kondisi surut beserta hasil pengukuran beberapa parameter di lapangan dapat dilihat pada Tabel V.2.

3 63 Tabel V.2 Hasil uji kandungan AOX dan parameter lainnya di sungai Siak pada pagi hari (surut) Titik Sampling Kondisi Sungai T ( o C) Ta ( o C) ph DO (mg/l) Kelembaban (%) AOX (ppm) % terhadap Konsentrasi AOX Effluent IA-1 Surut 28 3,8 5, 4, 77 Trace,% IB-1 Surut 35 27,9 6,8 1,2 8 2,33 1,% IC-1 Surut 28 33,1 5,2 2,5 69, ,65% ID-1 Surut 28 33,1 5, 2,2 69, ,% IE-1 Surut 28 33,1 4,9 1,8 69,331 1,42% IF-1 Surut 28 33,1 4,4 1,9 69 Trace.% Dari tabel di atas diketahui bahwa pada kondisi surut di sungai Siak, selama pengaliran ke arah hilir hingga titik IE-1 (jarak 16 km dari effluent), nilai AOX mengalami penurunan hingga 98,58%. Perubahan konsentrasi AOX sepanjang aliran ke hilir diperkirakan dapat terjadi akibat pengenceran mengingat sifat AOX yang persisten. Proses pengenceran yang sedemikian besar disebabkan debit yang tinggi dari sungai Siak (Data Kimpraswil Riau 24: Q rata-rata sungai Siak = 2-3 m 3 /detik). Proses pengenceran juga bertambah dengan adanya beberapa anak sungai di hilir effluent PT. I seperti: sungai Bunut (lebar ± 1 m, 3,2 km di hilir effluent), sungai Gasib (lebar ± 3 m, 9 km di hilir effluent) dan sungai Mandau (lebar ± 6 m, 19 km di hilir effluent). Gambar V.2 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Siak pada pagi hari (surut). AOX (ppm) 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 Pagi (Surut) ph DO (mg/l) IA-1 IB-1 (effluent) IC-1 ID-1 IE-1 IF AOX ph DO Gambar V.2 Grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Siak pada pagi hari (kondisi surut)

4 64 Dari gambar di atas terlihat bahwa pada kondisi surut di sungai Siak, penurunan AOX seiring dengan penurunan ph hingga di bawah 5 dan nilai DO hingga 2 mg/l. Penurunan ph diperkirakan terjadi karena kondisi air sungai Siak yang bersifat asam mengingat lahan di daerah aliran sungai merupakan tanah organik yang asam (Regionalinvestment, 27). Semakin jauh ke hilir dari effluent, ph sungai semakin mendekati kondisi alamiah. Secara teoritis, penurunan ph dapat disebabkan oleh karena kandungan AOX yang rendah membutuhkan lebih sedikit ion nukleofilik (OH -, dan lain-lain) untuk mendegradasi AOX dengan cara hidrolisis alkali. Sebaliknya, jika kandungan AOX tinggi, akan terjadi peningkatan ph disebabkan lebih banyaknya ion nukleofilik (bersifat basa) yang dibutuhkan untuk mendegradasinya. Mekanismenya, seperti yang telah diuraikan pada bab II dalam persamaan reaksi (6) yaitu: Nu - + R X R Nu + X - dimana: Nu - = nukleofilik (OH -, HS -, S 2- ) R X = senyawa organik terklorinasi R Nu = senyawa organic tersubstitusi nukleofilik X - = halide (Parker et al, 1993) Sedangkan penurunan nilai DO diperkirakan dipengaruhi oleh keberadaan AOX bersamaan dengan effluent industri pulp dan kertas yang mengandung berbagai jenis bahan pencemar, disamping adanya kontribusi limbah dari sejumlah industri di hilir effluent seperti industri kelapa sawit, industri pengolahan kayu, dan sebagainya, sehingga meningkatkan COD yang berbanding terbalik dengan DO. Hasil uji kandungan senyawa AOX dan parameter lainnya pada sampel yang diambil pada kondisi pasang di sungai Siak dapat dilihat pada Tabel V.3 di bawah ini.

5 65 Titik Sampling Tabel V.3 Hasil uji kandungan AOX dan parameter lainnya di sungai Siak pada sore hari (pasang) Kondisi Sungai T ( o C) Ta ( o C) ph DO (mg/l) Kelembaban (%) AOX (ppm) % terhadap Konsentrasi AOX Effluent IA-2 Surut , ,416 13,% IB-2 Surut 36 28,2 6, ,2 1,% IC-2 Mulai Surut 28 28,8 4, ,654 2,44% ID-2 Statis 29 3,2 4, , ,37% IE-2 Pasang 29 3,8 4, ,83,26% IF-2 Pasang 29 34,3 4, Trace,% Dari tabel di atas diketahui bahwa pada kondisi pasang di sungai Siak, selama pengaliran ke arah hilir hingga titik IE-2 (jarak 16 km dari effluent), nilai AOX mengalami penurunan hingga 99,74%. Perubahan konsentrasi AOX sepanjang aliran ke hilir diperkirakan juga terjadi akibat pengenceran. Gambar V.3 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Siak pada sore hari (pasang). Sore (Pasang) AOX (ppm) ph DO (mg/l) 3, , , ,5 1 IA-2 IB-2 (effluent) IC-2 ID-2 IE-2 IF-2 AOX ph DO Gambar V.3 Grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Siak pada sore hari (kondisi pasang) Dari gambar di atas terlihat bahwa pada kondisi pasang di sungai Siak, penurunan AOX juga seiring dengan penurunan ph hingga di bawah 5 dan nilai DO hingga di bawah 2 mg/l. Sama dengan kondisi surut, penurunan ph juga diperkirakan terjadi karena kondisi air sungai Siak yang bersifat asam mengingat lahan di daerah aliran

6 66 sungai merupakan tanah organik yang asam (Regionalinvestment, 27). Semakin jauh ke hilir dari effluent, ph sungai semakin mendekati kondisi alamiah. Penurunan nilai DO diperkirakan juga dipengaruhi oleh keberadaan AOX bersamaan dengan effluent industri pulp dan kertas yang mengandung berbagai jenis bahan pencemar, disamping adanya kontribusi limbah dari sejumlah industri di hilir effluent seperti industri kelapa sawit, industri pengolahan kayu, dan sebagainya, sehingga meningkatkan COD yang berbanding terbalik dengan DO. Terdapat perbedaan konsentrasi AOX maksimum (di effluent) pada kondisi surut dan pasang di sungai Siak yakni 2,33 ppm (surut) dan 3,2 ppm (pasang). Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan debit air sungai Siak pada saat pasang dan surut. Dari hasil observasi, pada kondisi pasang di sungai Siak, ditemukan AOX hingga 4 km ke hulu effluent dan terjadi peningkatan konsentrasi AOX pada daerah hingga 6 km ke hilir effluent, bahkan berdasarkan pengamatan di lapangan selama kurang lebih 2 menit pada kondisi puncak pasang (di titik D: 6 km di hilir effluent, pukul: 17:2-17:4 WIB) terlihat air sungai Siak tidak mengalir sama sekali (statis), hal ini memungkinkan terjadinya akumulasi kandungan AOX pada daerah tersebut. Semakin mendekati titik effluent PT. I di sungai Siak, konsentrasi AOX semakin meningkat secara signifikan dan sebaliknya semakin ke hilir atau ke hulu konsentrasi AOX semakin kecil. Konsentrasi AOX tertinggi terdapat pada titik effluent. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan PT. I sebagai industri pulp dan kertas berperan terhadap timbulnya senyawa AOX di perairan sungai Siak. Tabel V.4 di bawah ini menunjukkan hasil pengukuran yang dilakukan PT. I terhadap AOX dan beberapa parameter kualitas lingkungan pada total effluent (yang diambil mulai dari raw waste water (primary inlet), buffer tank, secondary clarifier, hingga treated waste water discharge.

7 67 Tabel V.4 Hasil pengukuran kualitas total effluent PT. I (Januari Juni 27) Bulan Debit Effluent (m 3 /hari) COD (mg/l) BOD (mg/l TSS (mg/l) ph AOX (mg/l) Januari ,3 318,57 82,77 68,33 7,2 4,33 Februari ,83 81,2 63,53 7,4 2, Maret ,1 296,13 75,9 62,43 7,8 5,9 April ,1 76,73 7,4 8,1 7,92 Mei ,23 73,8 7,33 7,5 6,73 Juni ,33 71,83 69,9 7,5 9,45 Gambar V.4 menunjukkan profil AOX, COD, BOD dan TSS pada total effluent PT. I. COD(mg/L) BOD(mg/L) TSS(mg/L) AOX(mg/L) Januari Februari Maret April Mei Juni COD BOD TSS AOX Gambar V.4 Profil AOX, COD, BOD, dan TSS pada total effluent PT. I periode Januari Juni 27 Dari tabel dan gambar di atas, dapat dikemukakan bahwa rasio AOX/COD cenderung fluktuatif dan berkisar antara,7,29. Hal ini menunjukkan bahwa AOX berbeda dari COD, sehingga perlu dibedakan sebagai parameter yang terpisah. Perubahan BOD dan TSS terlihat tidak signifikan dan cenderung stabil. Perubahan

8 68 ph pada effluent PT. I lebih disebabkan oleh pengaturan melalui penambahan asam atau basa guna mencapai ph sesuai baku mutu effluent, sehingga tidak bisa dihubungkan dengan perubahan konsentrasi AOX effluent. Rasio BOD/COD cenderung fluktuatif dan menunjukkan kisaran dari,22,27. Hal ini mengindikasikan bahwa kandungan yang terdapat pada effluent PT. I sulit mengalami biodegradasi. Tabel V.5 di bawah ini menunjukkan lokasi dan kondisi pengambilan sampel di sungai Kampar. Titik Sampling Tabel V.5 Lokasi dan kondisi pengambilan sampel sungai Kampar Waktu Cuaca Posisi Sampling Dalam Bagian Tengah (m) Lebar (m) RA-1 7:35 Cerah N o E11 o RB-1 8:5 Cerah N o E11 o RC-1 9: Cerah N o E11 o RD-1 9:5 Cerah N o E11 o RE-1 1:4 Cerah N o E12 o RF-1 11:34 Cerah N o E12 o RA-2 18:35 Cerah N o E11 o RB-2 18:2 Cerah N o E11 o RC-2 17:52 Cerah N o E11 o RD-2 17:13 Cerah N o E11 o RE-2 16:33 Cerah N o E12 o RF-2 15:45 Cerah N o E12 o Gambar V.5 berikut menunjukkan peta titik pengambilan sampel di sungai Kampar.

9 69 PEKANBARU PT. R Pelalawan RE-1, RE-2 K-1 RA-1, RA-2 K-4 K-3 RD-1, RD-2 RB-1, RB-2 RC-1, RC-2 K-5 RF-1, RF-2 S. Nilo K-2 Titik sampling dalam penelitian Titik sampling Bapedalda Riau Gambar V.5 Peta titik pengambilan sampel di sungai Kampar Dalam gambar di atas terlihat ada 6 (enam) titik sampling dalam penelitian yang dilakukan dan 5 (lima) titik dari 1 (sepuluh) titik sampling yang dilakukan Bapedalda Riau. Keterangan mengenai jarak dan titik-titik pengambilan sampel oleh Bapedalda Riau di sungai Kampar dapat dilihat pada Tabel A.2 Lampiran A. Hasil uji kandungan senyawa AOX di sungai Kampar pada kondisi surut (pagi) beserta hasil pengukuran beberapa parameter di lapangan dapat dilihat pada Tabel V.6. Titik Sampling Tabel V.6 Hasil uji kandungan AOX dan parameter lainnya di sungai Kampar pada pagi hari (surut) Kondisi Sungai T ( o C) Ta ( o C) ph DO (mg/l) Kelembaban (%) AOX (ppm) % terhadap Konsentrasi AOX Effluent RA-1 Surut 27 25,9 5,2 5,4 83 Trace, % RB-1 Surut 34 26,9 7,4 2,8 86,1511 1% RC-1 Surut 28 27,6 5,4 3,4 84,228 15,9% RD-1 Surut 28 29,6 5,5 5,2 9,186 12,31% RE-1 Surut 27 3,2 5,3 6,5 93 Trace,% RF-1 Surut 28 3,2 4,9 6, 88 Trace,% Keterangan: T = Temperatur Air Sungai Ta = Temperatur Ambient

10 7 Dari tabel di atas diketahui bahwa pada kondisi surut (pagi) di sungai Kampar, selama pengaliran ke arah hilir hingga titik RE-1 (jarak 16 km dari effluent), nilai AOX mengalami penurunan hingga 1 %. Sama seperti di sungai Siak, di sungai Kampar, perubahan konsentrasi AOX sepanjang aliran ke hilir diperkirakan juga terjadi akibat pengenceran mengingat sifat AOX yang persisten. Proses pengenceran yang terjadi diperkirakan lebih besar dari sungai Siak disebabkan debit sungai Kampar yang jauh lebih tinggi dari sungai Siak (Data Kimpraswil Riau 24: Q ratarata sungai Kampar = 5-7 m 3 /detik). Proses pengenceran juga bertambah dengan adanya beberapa anak sungai di hilir effluent PT. R seperti: sungai Telayap (lebar ± 15 m, 9,5 km di hilir effluent), sungai Pelalawan (lebar ± 15 m, 17 km di hilir effluent) dan sungai Pusun (lebar ± 1 m, 22 km di hilir effluent). Gambar V.6 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Kampar pada pagi hari (surut). Pagi (Surut) AOX (ppm),6,5,4,3,2,1 RA-1 RB-1 (effluent) ph DO (mg/l) RC-1 RD-1 RE-1 RF AOX ph DO Gambar V.6 Grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Kampar pada pagi hari (surut) Dari gambar di atas terlihat bahwa pada pagi hari (kondisi surut) di sungai Kampar, penurunan AOX seiring dengan penurunan ph hingga di bawah 5 dan nilai DO hingga 3 mg/l. Sama halnya dengan sungai Siak, penurunan ph diperkirakan terjadi karena kondisi air sungai Kampar yang bersifat asam mengingat lahan di daerah aliran sungai merupakan tanah organik yang asam (Regionalinvestment, 27). Semakin jauh ke hilir dari effluent, ph sungai semakin mendekati kondisi

11 71 alamiah. Dan penurunan nilai DO dipengaruhi oleh keberadaan AOX bersamaan dengan effluent industri pulp dan kertas yang mengandung berbagai jenis bahan pencemar, sehingga meningkatkan COD yang berbanding terbalik dengan DO. Semakin jauh ke hilir dari effluent DO kembali naik, hal ini diperkirakan terjadi karena adanya proses pengenceran di sungai Kampar, sehingga semakin ke hilir nilai DO semakin mendekati kondisi alamiah (self purification). Hasil uji kandungan senyawa AOX dan parameter lainnya pada sampel yang diambil surut (sore hari) dapat dilihat pada Tabel V.7 di bawah ini. Tabel V.7 Hasil uji kandungan AOX dan parameter Lainnya di sungai Kampar pada sore hari (surut) Titik Sampling RA-2 RB-2 Kondisi Sungai Surut (Banjir Kecil) Surut (Banjir Kecil) T ( o C) Ta ( o C) ph DO (mg/l) Kelembaban (%) AOX (ppm) % terhadap Konsentrasi AOX Effluent % % RC-2 Surut % RD-2 Surut % RE-2 Surut % RF-2 Surut Trace.% Dari tabel di atas diketahui bahwa pada kondisi surut (pagi) di sungai Kampar, selama pengaliran ke arah hilir hingga titik RE-2 (jarak 16 km dari effluent), nilai AOX mengalami penurunan hingga 98,1 %. Sama seperti di sungai Siak, di sungai Kampar, perubahan konsentrasi AOX sepanjang aliran ke hilir diperkirakan juga terjadi akibat pengenceran mengingat sifat AOX yang persisten. Gambar V.7 menunjukkan grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Kampar pada sore hari (surut).

12 72 AOX (ppm),6,5,4,3,2,1 RA-2 RB-2 (effluent) Sore (Surut) ph DO (mg/l) RC-2 RD-2 RE-2 RF AOX ph DO Gambar V.7 Grafik hubungan konsentrasi AOX, ph dan DO di sungai Kampar pada sore hari (kondisi surut) Dari gambar di atas terlihat bahwa pada sore hari (kondisi surut) di sungai Kampar, penurunan AOX seiring dengan penurunan ph hingga di bawah 5 dan nilai DO hingga 3 mg/l. Sama halnya dengan sungai Siak, penurunan ph diperkirakan terjadi karena kondisi air sungai Kampar yang bersifat asam mengingat lahan di daerah aliran sungai merupakan tanah organik yang asam (Regionalinvestment, 27). Semakin jauh ke hilir dari effluent, ph sungai juga semakin mendekati kondisi alamiah. Dan penurunan nilai DO disebabkan oleh keberadaan AOX bersamaan dengan effluent industri pulp dan kertas yang mengandung berbagai jenis bahan pencemar sehingga meningkatkan COD yang berbanding terbalik dengan DO. Semakin jauh ke hilir dari effluent DO kembali naik, hal ini diperkirakan terjadi karena adanya proses pengenceran di sungai Kampar, sehingga semakin ke hilir nilai DO semakin mendekati kondisi alamiah. Dari data yang diperoleh pada penelitian di sungai Kampar di atas dapat dikemukakan bahwa terdapat perbedaan konsentrasi AOX maksimum (di effluent) pada pagi hari (,1511 ppm) dan siang hari (,5236 ppm). Perbedaan ini diperkirakan terjadi akibat perbedaan tingkat produksi, penggunaan bahan kimia serta proses pengolahan pada IPAL di PT.R.

13 73 Semakin mendekati titik effluent PT. R, di sungai Kampar konsentrasi AOX semakin meningkat secara signifikan dan sebaliknya semakin ke hilir atau ke hulu konsentrasi AOX semakin kecil. Konsentrasi AOX tertinggi terdapat pada titik effluent. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan PT. R sebagai industri pulp dan kertas berperan terhadap timbulnya senyawa AOX di perairan sungai Kampar. Konsentrasi AOX yang diperoleh dari effluent PT. I baik pada pagi maupun sore hari masing-masing adalah,982 kg/adt dan,1349 kg/adt, serta di effluent PT. R adalah,71 kg/adt dan,245 kg/adt, yang berarti bahwa kandungan AOX kedua industri ini lebih rendah dibandingkan dengan baku mutu AOX yang berlaku di negara Swedia yang besarnya,2 kg/adt. Rendahnya kandungan AOX pada effluent PT. I dan PT. R diperkirakan didukung oleh beberapa faktor, antara lain: Di PT. I dan PT. R, proses bleaching telah menerapkan metoda ECF (Elemental Chlorine Free) dengan penggunaan kombinasi bahan kimia NaOH, O 2, ClO 2, Cl 2, HCl, H 2 O 2, NaOCl, dan SO 2. Kondisi ini mendukung upaya penekanan kandungan senyawa AOX pada eflluent PT. I. Debit limbah (effluent) PT. I dan PT. R saat ini masing-masing adalah m 3 /detik dan m 3 /detik, berarti lebih rendah dari batas maksimum yang diperkenankan berdasarkan Lampiran A.V Kepmen LH No. KEP- 51/MENLH/1/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Industri Pulp dan Kertas, dimana ditetapkan bahwa batas maksimum debit limbah cair harian industri pulp dan kertas adalah 17 m 3 /ton produk kertas kering. (Produksi kertas saat ini adalah 2.25 ton/day untuk PT. I dan 1.75 ton/day untuk PT. R). Namun terdapat perbedaan, dimana kandungan AOX di effluent PT. I lebih tinggi dibanding PT. R dan nilai rata-rata kandungan AOX di sungai Siak lebih besar di bandingkan sungai Kampar. Diperkirakan hal ini terjadi karena beberapa faktor, antara lain: Masa operasi PT. I lebih lama dibandingkan PT. R, dimana PT. I mulai beroperasi tahun 1984, sementara PT. R tahun Mengingat sifat AOX yang persisten,

14 74 semakin lama, semakin banyak AOX yang terkonsentrasi di badan air. Dan dari segi efisiensi, semakin lama efisiensi peralatan dan mesin-mesin produksi cenderung semakin menurun. Kapasitas produksi pulp PT. I lebih besar dibandingkan PT. R (5.225 ADT/day berbanding 5.6 ADT/Day). Untuk metoda yang sama (ECF), peningkatan kapasitas produksi dapat berarti peningkatan penggunaan bahan kimia klorin dan atau turunannya. Perbedaan debit normal (rata-rata) kedua sungai, dimana debit sungai Kampar tempat dimana limbah cair (effluent) PT. R dialirkan jauh lebih besar dibandingkan debit sungai Siak (PT. I), sehingga proses pengenceran terhadap AOX di sungai Kampar akan lebih besar pula (Kimpraswil Riau, 24: Sungai Siak Q rata-rata: 2-3 m 3 /detik, sungai Kampar Q rata-rata: 5-7 m 3 /detik). Tabel V.8 menunjukkan konsentrasi AOX di effluent PT. I dan PT. R dalam satuan kg/adt (perhitungan dapat dilihat pada Lampiran E). Tabel V.8 Konsentrasi AOX effluent PT. I dan PT. R dalam kg/adt Industri Waktu (Kondisi Sungai) Konsentrasi AOX (kg/adt) PT. I PT. R Pagi (Surut),982 Sore (Pasang),1349 Pagi (Surut),71 Sore (Surut),245 V.1.2 Data kualitas air sungai Pengujian kualitas air sungai Siak dilakukan oleh Bapedalda Riau setiap 6 (enam) bulan sekali. Tabel V.9 di bawah ini menunjukkan data kualitas air sungai Siak semester I tahun 25.

15 75 Tabel V.9 Data kualitas air sungai Siak semester I 25 (Mei 25) No Parameter Satuan 1 Suhu S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l tt tt 3 tt Senyawa Fenol µg/l tt tt tt tt.9 tt Sumber: Bapedalda Riau, 25 Gambar V.8 di bawah ini memperlihatkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada semester I tahun 25. Semester I 25 (Mei) Cl- DO BOD (mg/l) ph COD (mg/l) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Cl- ph DO BOD COD Gambar V.8 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada Semester I 25 (Bapedalda Riau) Dari gambar di atas, tampak bahwa perubahan nilai BOD dan COD cenderung berbanding lurus (seiring), hal ini menunjukkan bahwa rasio BOD/COD relatif stabil.

16 76 Pada setiap titik sampling, rasio BOD/COD diketahui <,4, (limbah domestik memiliki nilai rasio BOD/COD sebesar,4,8). Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi terbesar limbah yang menyebabkan turunnya kualitas air sungai Siak pada semester I 25 berasal dari sumber non domestik. Nilai rasio BOD/COD yang rendah mengandung arti bahwa limbah tersebut sulit mengalami biodegradasi. Hal ini juga berarti bahwa keberadaan industri di sepanjang daerah aliran sungai Siak yang terdiri dari sedikitnya 26 industri besar dan industri kecil dan menengah berperan penting terhadap kondisi ini. Peningkatan konsentrasi klorida cenderung terjadi seiring dengan peningkatan BOD dan COD, tetapi perubahannya tidak stabil untuk setiap perubahan BOD dan COD di sepanjang aliran sungai. Sementara ph dan DO, meskipun cenderung menurun ke arah hilir, namun perubahannya tidak signifikan dan relatif stabil. Tabel V.1 di bawah ini menunjukkan data kualitas air sungai Siak semester II tahun 25. Tabel V.1 Data kualitas air sungai Siak semester II 25 (Oktober 25) No Parameter Satuan S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 1 Suhu o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l tt tt Senyawa Fenol µg/l tt tt.12 tt tt.3 tt Sumber: Bapedalda Riau, 25

17 77 Gambar V.9 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada semester II 25. Semester II 25 (Oktober) Cl- DO BOD (mg/l) ph COD (mg/l) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Cl- ph DO BOD COD Gambar V.9 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada Semester II 25 (Bapedalda Riau) Dari gambar di atas, tampak bahwa perubahan nilai BOD dan COD relatif berbanding lurus (seiring) hal ini menunjukkan bahwa rasio BOD/COD relatif stabil. Pada setiap titik sampling, rasio BOD/COD diketahui <,4, (limbah domestik memiliki nilai rasio BOD/COD sebesar,4,8). Sama halnya dengan semester I 25, hal ini juga menunjukkan bahwa kontribusi terbesar limbah yang menyebabkan turunnya kualitas air sungai Siak pada semester II 25 berasal dari sumber non domestik. Dan peningkatan konsentrasi klorida cenderung terjadi seiring dengan peningkatan BOD dan COD, tetapi perubahannya tidak stabil untuk setiap perubahan BOD dan COD di sepanjang aliran sungai. Sementara perubahan ph dan DO tidak signifikan dan relatif stabil. 26. Pada Tabel V.11 terlihat data kualitas air sungai Siak pada semester I tahun

18 78 Tabel V.11 Data kualitas air sungai Siak semester I 26 (Juni 26) No Parameter Satuan 1 Suhu S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l tt tt tt 12 Senyawa Fenol µg/l.5 tt.2 tt.5.2 tt tt tt tt tt Sumber: Bapedalda Riau, 26 Gambar V.1 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada semester I 26. Semester I 26 (Juni) Cl- DO BOD (mg/l) ph COD (mg/l) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Cl- ph DO BOD COD Gambar V.1 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada Semester I 26 (Bapedalda Riau)

19 79 Terlihat bahwa perubahan nilai BOD dan COD relatif berbanding lurus (seiring), hal ini menunjukkan bahwa rasio BOD/COD relatif stabil. Kecuali di titik S-11 (rasio BOD/COD =,42), pada setiap titik sampling rasio BOD/COD diketahui <,4, (limbah domestik memiliki nilai rasio BOD/COD sebesar,4,8). Hal ini juga menunjukkan bahwa kontribusi terbesar limbah yang menyebabkan turunnya kualitas air sungai Siak pada semester I 26 berasal dari sumber non domestik. Sementara konsentrasi klorida dan ph, meskipun ada perubahan namun cenderung stabil. Sedangkan nilai DO cenderung menurun semakin ke hilir. 26. Pada Tabel V.12 terlihat data kualitas air sungai Siak pada semester II tahun Tabel V.12 Data kualitas air sungai Siak semester II 26 (November 26) No Parameter Satuan 1 Suhu S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l tt tt tt tt 12 Senyawa Fenol µg/l tt tt.1 tt tt.4 tt Sumber: Bapedalda Riau, 26 Gambar V.11 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada semester II 26.

20 8 Semester II 26 (November) Cl- DO BOD (mg/l) ph COD (mg/l) S-1 S-2 S-3 S-4 S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Cl- ph DO BOD COD Gambar V.11 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada semester II 26 (Bapedalda Riau) Dari gambar di atas terlihat bahwa perubahan nilai BOD dan COD relatif berbanding lurus (seiring) hal ini menunjukkan bahwa rasio BOD/COD relatif stabil. Pada setiap titik sampling, rasio BOD/COD diketahui <,4, (limbah domestik memiliki nilai rasio BOD/COD sebesar,4,8). Sama halnya dengan semester I 26, hal ini juga menunjukkan bahwa kontribusi terbesar limbah yang menyebabkan turunnya kualitas air sungai Siak pada semester II 26 berasal dari sumber non domestik. Peningkatan konsentrasi klorida cenderung terjadi seiring dengan peningkatan BOD dan COD, tetapi perubahannya tidak stabil untuk setiap perubahan BOD dan COD, sementara ph relatif stabil dan DO sedikit fluktuatif. Kecenderungan konsentrasi klorida untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Siak dapat dilihat pada Gambar V.12.

21 81 mg/l Konsentrasi Klorida S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.12 Profil konsentrasi klorida enam bulanan (25-26) di sungai Siak Dari gambar di atas dapat diuraikan bahwa secara keseluruhan untuk setiap semester, perubahan konsentrasi klorida bersifat fluktuatif dan menunjukkan kecenderungan naik dari titik S-5 ke S-6 dan kembali turun di titik S-7. Perubahan ini dipengaruhi oleh kontribusi limbah yang berasal dari kota Pekanbaru, dimana S-5 merupakan Jembatan Siak I yang terletak di kota Pekanbaru bagian hulu, S-6 di bagian tengah (titik yang menerima beban limbah yang paling besar) dan S-7 merupakan bagian hilir kota Pekanbaru (terjadi pengenceran). Pada pada titik S-9 hingga S-11 yang masing berjarak,5 km, 1,5 km dan 2,5 km di sebelah hilir effluent PT. I, terdapat kecenderungan peningkatan konsentrasi klorida. Hal ini diperkirakan terjadi karena adanya pengaruh keberadaan dan kontribusi limbah yang berasal dari effluent bleaching PT. I, disamping kontribusi limbah domestik dari Kota Perawang dan sekitarnya. Kecenderungan nilai ph untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Siak dapat dilihat pada Gambar V.13.

22 82 Nilai ph S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.13 Profil nilai ph enam bulanan (25-26) di sungai Siak Dari gambar di atas terlihat, secara keseluruhan tidak terlihat perubahan yang signifikan pada nilai ph (stabil) untuk pengukuran pada setiap semester. Kecenderungan nilai kelarutan oksigen (DO) untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Siak dapat dilihat pada Gambar V.14. mg/l Nilai DO S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.14 Profil nilai DO enam bulanan (25-26) di sungai Siak

23 83 Dari gambar di atas dapat diuraikan bahwa meskipun tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap nilai kelarutan oksigen (DO), namun terdapat kecenderungan bahwa DO sedikit menurun dari titik S-5 ke S-6 dan kembali naik di titik S-7. Perubahan ini juga dipengaruhi oleh kontribusi limbah yang berasal dari kota Pekanbaru, yang meningkat dari S-5 ke S-6 dan semakin berkurang di titik S-7. Dari titik S-9 hingga S-11 yang terletak di sebelah hilir effluent PT. I, terdapat kecenderungan penurunan nilai DO bahkan pada semester I 26 nilai DO mencapai nilai,1 mg/l. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh kontribusi limbah yang diantaranya berasal dari effluent PT. I, disamping adanya kontribusi limbah dari sejumlah industri di hilir effluent seperti industri kelapa sawit, industri pengolahan kayu, dan sebagainya. Pengecualian terjadi pada semester II tahun 26, dimana nilai DO terukur naik drastis hingga mencapai nilai 8 mg/l. Diduga hal ini disebabkan oleh penyimpangan akurasi pada alat saat pengukuran di lapangan. Kecenderungan nilai COD untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Siak dapat dilihat pada Gambar V.15. mg/l Nilai COD S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.15 Profil nilai COD enam bulanan (25-26) di sungai Siak Dari gambar terlihat perubahan nilai COD bersifat fluktuatif dan menunjukkan kecenderungan meningkat dari titik S-5 ke S-6 dan kembali turun di titik S-7. Perubahan ini juga dipengaruhi oleh kontribusi limbah yang berasal dari kota Pekanbaru, yang meningkat dari titik S-5 ke S-6 dan mulai mengalami pengenceran di titik S-7 yang merupakan bagian hilir kota Pekanbaru. Pada pada titik

24 84 S-9 hingga S-11 yang terletak di sebelah hilir effluent PT. I, terdapat kecenderungan peningkatan nilai COD. Kecenderungan nilai BOD untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Siak dapat dilihat pada Gambar V.16. mg/l 5 Nilai BOD S-5 S-6 S-7 S-8 S-9 S-1 S-11 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.16 Profil nilai BOD enam bulanan (25-26) di sungai Siak Dari gambar di atas, diketahui bahwa nilai BOD cenderung fluktuatif. BOD di kota Pekanbaru cenderung meningkat dari titik S-5 ke S-6 dan kembali turun di titik S-7. Perubahan ini dipengaruhi oleh kontribusi limbah domestik yang berasal dari kota Pekanbaru, dengan beban limbah tertinggi di titik S-6 dan mengalami pengenceran di titik S-7. Pada titik S-9 hingga S-11 yang terletak di sebelah hilir effluent PT. I, terdapat kecenderungan peningkatan nilai BOD, yang dipengaruhi oleh limbah domestik dari kota Perawang dan sekitarnya dengan jumlah penduduk yang cukup padat dan kontribusi dari effluent PT. I. Berdasarkan rasio nilai BOD/COD pada pengukuran setiap semester diketahui bahwa kecuali di titik S-11 (semester I 26: rasio BOD/COD=,42), pada titik-titik yang lain rasio nilai BOD/COD <,4, hal ini menunjukkan bahwa kontribusi terbesar limbah yang menyebabkan turunnya kualitas air sungai Siak berasal dari sumber non domestik. Nilai rasio BOD/COD yang rendah mengandung arti bahwa limbah tersebut sulit mengalami biodegradasi. Hal ini juga berarti bahwa keberadaan industri di sepanjang daerah aliran sungai Siak yang terdiri dari sedikitnya 26 industri besar dan industri kecil dan menengah berperan penting terhadap kondisi ini.

25 85 Dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor 12 tahun 23 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai Siak (berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 21), ditetapkan bahwa sungai Siak mulai dari titik S-4 (37 km di hulu PT.I) hingga muara sungai Siak di Desa Sungai Apit diperuntukan sebagai air baku air minum dengan teknologi yang sesuai, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sesuai dengan peruntukan tersebut, baku mutu air sungai Siak dikategorikan dalam kelas III. Dari hasil pengukuran kualitas air sungai Siak oleh Bapedalda Riau mulai semester I 25 hingga semester II 26, dengan kondisi sungai Siak saat ini sudah tidak lagi memenuhi baku mutu air kelas III, karena cenderung mengarah ke kelas IV disebabkan beberapa parameter seperti BOD, COD dan DO di sebagian besar titik sampling tidak memenuhi baku mutu sebagai kelas III. Pengujian kualitas air sungai Kampar dilakukan oleh Bapedalda Riau setiap 6 (enam) bulan sekali pada tahun dapat dilihat pada Tabel V.17 hingga V.2. Tabel V.13 berikut menunjukkan data kualitas air sungai Kampar pada semester I tahun 25. Tabel V.13 Data kualitas air sungai Kampar semester I 25 (Mei 25) No Parameter Satuan 1 Suhu K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l 3 tt tt tt 2 12 Senyawa Fenol sebagai Fenol µg/l tt tt Sumber: Bapedalda Riau, 25

26 86 Gambar V.17 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada semester I 25. Cl- DO BOD (mg/l) ph Semester I 25 (Mei) K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 COD (mg/l) Cl- ph DO BOD COD Gambar V.17 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada Semester I 25 (Bapedalda Riau) Dari gambar di atas, terlihat bahwa perubahan nilai BOD dan COD cenderung berbanding lurus (seiring), hal ini menunjukkan bahwa rasio BOD/COD relatif stabil. Konsentrasi klorida cenderung meningkat dari hulu ke hilir, ph relatif stabil meskipun terdapat nilai ph yang cukup tinggi pada titik K-3, K-4 dan K-5, sedangkan DO cenderung meningkat dari titik K-1 ke K-4 dan kembali turun di titik K-5. Tabel V.14 berikut menunjukkan data kualitas air sungai Kampar pada semester II tahun 25.

27 87 Tabel V.14 Data kualitas air sungai Kampar semester II 25 (Oktober 25) No Parameter Satuan K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 1 Suhu o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l 3 tt tt tt tt 12 Senyawa Fenol sebagai Fenol µg/l tt tt tt tt tt Sumber: Bapedalda Riau, 25 Gambar V.18 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada semester II 25. Semester II 25 (Oktober) Cl- DO BOD (mg/l) ph K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 COD (mg/l) Cl- ph DO BOD COD Gambar V.18 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada Semester II 25 (Bapedalda Riau)

28 88 Dari gambar di atas terlihat bahwa rasio BOD/COD relatif stabil, ph relatif stabil, sedangkan konsentrasi klorida dan DO relatif fluktuatif. Tabel V.15 berikut menunjukkan data kualitas air sungai Kampar pada semester I tahun 26. Tabel V.15 Data kualitas air sungai Kampar semester I 26 (Juli 26) No Parameter Satuan 1 Suhu K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l 2 tt Senyawa Fenol µg/l tt tt tt tt tt Sumber: Bapedalda Riau, 26 Gambar V.19 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada semester I 26. Semester I 26 (Juli) Cl- DO BOD (mg/l) ph K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 COD (mg/l) Cl- ph DO BOD COD Gambar V.19 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada Semester I 26 (Bapedalda Riau)

29 89 Dari gambar di atas diketahui bahwa rasio BOD/COD relatif stabil (terdapat 1 titik dengan rasio BOD/COD >,4 yakni titik K-1 =,41), ph relatif stabil, konsentrasi klorida cenderung fluktuatif, dan DO sedikit fluktuatif. Tabel V.16 berikut menunjukkan data kualitas air sungai Kampar pada semester II tahun 26. Tabel V.16 Data kualitas air sungai Kampar semester II 26 (Oktober 26) No Parameter Satuan 1 Suhu K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 o C TSS mg/l ph DO mg/l BOD mg/l COD mg/l Ammonia mg/l Klorida mg/l Klorin bebas mg/l tt tt tt tt tt 1 Minyak / lemak µg/l Deterjen µg/l 2 tt 25 tt tt 12 Senyawa Fenol µg/l tt tt tt tt tt Sumber: Bapedalda Riau, 26 Gambar V.2 menunjukkan profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Siak pada semester II 26.

30 9 Cl- DO BOD (mg/l) ph Semester II 26 (Oktober) K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 COD (mg/l) Cl- ph DO BOD COD Gambar V.2 Grafik profil konsentrasi klorida, ph, DO, COD, dan BOD di sungai Kampar pada Semester II 26 (Bapedalda Riau) Dari gambar di atas terlihat bahwa rasio BOD/COD relatif stabil dimana terdapat 3 titik sampling yang memiliki rasio BOD/COD >,4 yakni titik K-1 (,45), K-3 (,47)dan K-5 (,46). Hal ini menunjukkan bahwa limbah di sungai Kampar lebih mudah terdegradasi. Konsentrasi klorida dan DO cenderung fluktuatif, sedangkan ph relatif stabil. Kecenderungan konsentrasi klorida untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Kampar dapat dilihat pada Gambar V.21. mg/l Konsentrasi Klorida Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 5 K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 Gambar V.21 Profil konsentrasi klorida enam bulanan (25-26) di sungai Kampar

31 91 Dari gambar di atas terlihat, konsentrasi klorida bersifat fluktuatif dan cenderung meningkat dari titik K-1 ke K-5. Perubahan ini lebih dipengaruhi oleh kontribusi limbah domestik dari pemukiman yang berada di daerah aliran sungai, mengingat di sepanjang aliran sungai Kampar di wilayah Kabupaten Pelalawan hanya terdapat 1 industri berskala besar (PT. R) dan 97 industri kecil dan menengah. Titik K-5 merupakan titik paling hilir dilakukan pengukuran, terletak kurang lebih 6 km di sebelah hulu effluent PT. R. Oleh sebab itu, kondisi ini tidak bisa dihubungkan secara langsung dengan keberadaan PT. R. Kecenderungan nilai ph untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Kampar dapat dilihat pada Gambar V.22. Nilai ph K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.22 Profil nilai ph enam bulanan (25-26) di sungai Kampar Dari gambar di atas terlihat bahwa secara umum nilai ph relatif stabil, namun demikian pada semester I 25 terdapat nilai ph yang cukup tinggi pada titik K-3, K-4 dan K-5 yang masing-masing adalah 8,89, 8,47 dan 8,33. Nilai ini menunjukkan bahwa kondisi air sungai pada titik-titik tersebut bersifat basa. Titik K-3, K4, dan K-5 berjarak masing-masing 12 km, 1 km dan 6 km di sebelah hulu effluent PT. R. Oleh sebab itu, kondisi ini juga tidak bisa dihubungkan secara langsung dengan keberadaan PT. R. Kecenderungan nilai DO untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Kampar dapat dilihat pada Gambar V.23.

32 92 mg/l Nilai DO K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.23 Profil nilai DO enam bulanan (25-26) di sungai Kampar Dari gambar di atas terlihat bahwa nilai DO cenderung fluktuatif kecuali di titik K-5 relatif stabil, dan secara umum menunjukkan kecenderungan bahwa semakin ke hilir dari titik K-2 ke K-5 nilai DO semakin menurun. Hal ini berbanding lurus dengan konsentrasi klorida yang cenderung meningkat. Perubahan ini juga dipengaruhi oleh kontribusi limbah domestik yang semakin meningkat pula dari pemukiman yang berada di daerah aliran sungai. Namun kondisi ini juga tidak bisa dikaitkan secara langsung dengan keberadaan PT. R, mengingat posisi titik sampling terdekat yang berada 6 km di hulu effluent PT. R. Kecenderungan nilai COD untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Kampar dapat dilihat pada Gambar V.24. mg/l Nilai COD K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.24 Grafik profil nilai COD enam bulanan (25-26) di sungai Kampar

33 93 Gambar di atas menunjukkan bahwa nilai COD cenderung fluktuatif, nilai COD tertinggi terdapat pada titik K-2 yang terletak di sungai Kampar Kiri, tepatnya di pinggir Kota Lipat Kain. Titik K-2 ini berjarak kurang lebih 7 km di hulu effluent PT. R. Kecenderungan konsentrasi klorida untuk pengukuran setiap semester tahun di sungai Kampar dapat dilihat pada Gambar V.25. Nilai BOD K-1 K-2 K-3 K-4 K-5 Semester I 25 Semester II 25 Semester I 26 Semester II 26 Gambar V.25 Grafik profil nilai BOD enam bulanan (25-26) di sungai Kampar Dari gambar di atas dapat dikemukakan bahwa secara umum nilai BOD cenderung fluktuatif dan meningkat mulai dari titik K-3 ke K-5. Peningkatan ini juga dipengaruhi oleh kontribusi limbah domestik dari pemukiman yang berada di daerah aliran sungai. Berdasarkan rasio nilai BOD/COD pada pengukuran setiap semester diketahui bahwa terdapat 3 (tiga) titik sampling yang memiliki rasio nilai BOD/COD >,4 yakni titik K-1 (semester II 26:,45), K-3 (semester II 26:,47) dan K-5 (semester I 26:,41 dan semester II 26:,46), hal ini menunjukkan bahwa limbah di sungai Kampar sebagian besar berasal dari sumber domestik dan lebih mudah terdegradasi oleh mikroorganisme. Namun, perubahan yang terjadi pada sejumlah parameter kualitas lingkungan pada sungai Kampar tidak dapat memberikan kesimpulan bahwa kondisi tersebut sebagai pengaruh keberadaan PT. R mengingat posisi titik sampling yang terdekat (K-5) adalah 6 km di hulu effluent PT. R. Dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor 23 tahun 23 tentang Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai Kampar (berpedoman pada Peraturan Pemerintah nomor

34 94 82 tahun 21), ditetapkan bahwa sungai Kampar diperuntukan sebagai air baku air minum dengan teknologi baku pengelolaan air minum, prasarana/sarana rekreasi, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Sesuai dengan peruntukan tersebut, baku mutu air sungai Kampar dikategorikan dalam kelas II. Dari hasil pengukuran kualitas air sungai Kampar oleh Bapedalda Riau mulai semester I 25 hingga semester II 26, dengan kondisi sungai Kampar saat ini sudah tidak lagi memenuhi baku mutu air kelas II, karena sudah berada pada kelas III bahkan untuk parameter BOD tidak memenuhi baku mutu kelas III. Namun secara umum, kualitas air sungai Kampar lebih baik dibanding sungai Siak. Hal ini disebabkan oleh kondisi tata guna lahan di sepanjang DAS Kampar yang masih banyak ditumbuhi hutan primer, pemukiman yang lebih jarang, dan jumlah industri yang lebih sedikit dibanding sungai Siak. Secara keseluruhan kualitas air sungai Siak lebih buruk dibanding sungai Kampar. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Debit sungai Siak jauh lebih kecil dibandingkan sungai Kampar, sehingga terjadinya pengenceran di sungai Siak terhadap limbah (bahan pencemar) yang masuk lebih kecil dibandingkan sungai Kampar. Dari segi tata guna lahan, pemukiman dan jumlah penduduk di DAS Siak relatif lebih padat dibandingkan DAS Kampar, sehingga kapasitas limbah yang masuk ke sungai Siak akan lebih besar pula. Hal ini diperkuat oleh terdapatnya sebuah kota besar Pekanbaru sebagai ibu kota provinsi Riau di pinggir sungai Siak ini. (DAS Siak > 1 juta orang : DAS Kampar ± 7. orang) Jumlah dan jenis industri yang berada di daerah aliran sungai Siak jauh lebih banyak di bandingkan sungai Kampar, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Depkes (27), saat ini terdapat sedikitnya 26 industri besar (14 di Kabupaten Siak dan 12 di Kota Pekanbaru) dan sebanyak industri kecil dan menengah. Sementara di daerah aliran sungai Kampar hanya terdapat 1 industri berskala besar dan 97 industri kecil dan menengah. Disamping itu keberadaan industri-industri di sepanjang aliran sungai Siak jauh lebih dulu berkembang dibanding yang ada di daerah aliran sungai Kampar.

35 95 Dari rasio nilai BOD/COD, dari pengukuran kualitas air sungai enam bulanan periode 25-26, di sungai Kampar terdapat lebih banyak titik sampling dengan rasio BOD/COD yang >,4 (ada 3 titik pada 4 semester pengukuran), sedangkan di sungai Siak hanya terdapat 1 titik dengan rasio BOD/COD>,4. Hal ini berarti bahwa limbah yang mencemari sungai Siak lebih sulit mengalami biodegradasi dibanding sungai Kampar, sehingga akan memperburuk kondisi kualitas air sungai Siak. Aktifitas pelayaran dan perdagangan di sungai Siak jauh lebih padat dibandingkan sungai Kampar, dimana sungai Siak menghubungkan Kota Pekanbaru dengan jalur pelayaran dan perdagangan baik nasional maupun internasional dan dilewati kapal-kapal besar seperti kapal tanker, kargo, speedboat, dan lain-lain. V.2 Resiko kandungan AOX terhadap kehidupan aquatik dan manusia Hasil perhitungan dan prediksi resiko AOX terhadap kehidupan aquatik (ikan) dan manusia akibat mengkonsumsi ikan yang terkontaminasi AOX dapat dilihat pada Lampiran F. Perhitungan memperhatikan konsentrasi AOX pada setiap titik sampling di sungai Siak dan Kampar, nilai Tolerable Daily Intake (TDI), dan jumlah AOX yang diperkirakan dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Prediksi resiko ini mengambil contoh senyawa 2,3,7,8-Tetrachlorodibenzo-p-dioxin (TCDD), 2,3,7,8- Tetrachlorodibenzofurans (TCDF), pentachlorophenol (PCP), dan chloroform, yang merupakan senyawa utama AOX dalam effluent bleaching industri pulp dan kertas. Evaluasi resiko ini dibuat dengan asumsi bahwa: aliran effluent dari PT. I dan PT. R ke sungai Siak dan Kampar dianggap kontinyu dan stabil, pengenceran di sungai Siak dan Kampar dianggap sama dengan kondisi pada saat pengukuran / penelitian, ikan-ikan di sungai Siak dan Kampar dianggap tidak berpindah dari titik (daerah) di mana ikan tersebut hidup baik karena pergerakannya maupun karena pergerakan air pada saat surut dan pasang dan dalam hal ini safety factor untuk jarak diabaikan (dianggap nol), serta AOX yang terukur dianggap mengandung dan merupakan salah satu dari senyawa-senyawa 2,3,7,8-TCDD, 2,3,7,8-TCDF, Pentachlorophenol dan Chloroform.

36 96 Tabel V.17 menunjukan hasil perhitungan dan prediksi resiko AOX terhadap tubuh manusia dari setiap titik sampling di sungai Siak pada kondisi surut. Titik Sampling 2,3,7,8-TCDD Tabel V.17 Prediksi resiko AOX dari sungai Siak (pagi/surut) terhadap Cw (mg/l) tubuh manusia BCF pada ikan Cf (mg/kg) TDI (g/kg/hari) TDI untuk berat badan 6 kg (g/hari) IA-1 Trace - - Masuk ke tubuh (g/hari) Keterangan IC-1, ,1283 > TDI ID-1, ,5.1-1,757 > TDI IE-1,331 (US EPA, 1999) 14,18 (WHO, 1998),98 > TDI IF-1 Trace - - 2,3,7,8-TCDF PCP IA-1 Trace - - IC-1, ,126 > TDI ID-1, , ,5.1-1,65 > TDI IE-1,331 (US EPA, 1999) 112,14 (WHO, 1998),78 > TDI IF-1 Trace - - IA-1 Trace - - IC-1, ,74,66 > TDI ID-1, , ,1.1-4,39 > TDI IE-1,331 (WHO, 1987) 7,22 (WHO, 1987),5 > TDI IF-1 Trace - - Chloroform IA-1 Trace - - IC-1,4346 1,56,1 < TDI ID-1,2563 3,59, ,6 < TDI IE-1,331 (US EPA, 1999),12 (US EPA, 1979),8 < TDI IF-1 Trace - - Keterangan: Menurut BPS (25): tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Riau adalah,6973 kg/kapita/hari Dari tabel di atas diketahui bahwa jumlah senyawa TCDD yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia jika mengkonsumsi ikan yang hidup di titik IC-1 hingga IE-1 jauh melampaui nilai Tolerable Daily Intake (TDI) yang diperkenankan. Hal ini

37 97 menunjukkan bahwa ikan yang hidup di sekitar titik IC-1 (3 km di hilir effluent PT. I) hingga IE-1 (16 km di hilir effluent PT. I) tidak layak dikonsumsi. Sedangkan ikan yang hidup di titik IA-1 ke hulu dan titik IF-1 ke hilir aman untuk dikonsumsi karena konsentrasi AOX sebagai TCDD di daerah ini tidak ditemukan (trace) sehingga tidak terakumulasi dalam tubuh ikan dan diperkirakan juga tidak akan ada TCDD yang masuk ke dalam tubuh manusia. Sama seperti TCDD, senyawa TCDF yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia jika mengkonsumsi ikan yang hidup di titik IC-1 hingga IE-1 jauh melampaui nilai TDI yang diperkenankan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan yang hidup di sekitar titik IC-1 (3 km di hilir effluent PT. I ) hingga IE-1 (16 km di hilir effluent PT. I) tidak layak dikonsumsi. Ikan yang hidup di sekitar titik IA-1 ke hulu dan IF-1 ke hilir layak untuk dikonsumsi. Jumlah senyawa PCP yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia jika mengkonsumsi ikan yang hidup di titik IC-1 hingga IE-1 sedikit melebihi nilai TDI yang diperkenankan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ikan yang hidup di sekitar titik IC-1 hingga IE-1 tidak layak dikonsumsi. Dan ikan yang hidup di sekitar titik IA-1 ke hulu dan IF-1 ke hilir masih layak untuk dikonsumsi. Sedangkan jumlah senyawa chloroform yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia jika mengkonsumsi ikan yang hidup di titik IA-1 hingga titik IF-1 lebih rendah dari nilai TDI. Sehingga, dengan asumsi bahwa hanya ada chloroform sebagai AOX yang tercampur di sungai, maka ikan yang hidup di sekitar titik IA-1 (4 km di hulu effluent PT. I ) hingga IF-1 (26 km di hilir effluent PT. I) masih layak untuk dikonsumsi. Tabel V.18 menunjukan hasil perhitungan dan prediksi resiko AOX terhadap tubuh manusia dari setiap titik sampling di sungai Siak pada kondisi pasang.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 35 Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilakukan mengikuti langkah-langkah yang dimulai dari identifikasi masalah, studi literatur, survey lokasi, pengumpulan data, analisa data, hingga kesimpulan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latarbelakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latarbelakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latarbelakang Pada tahun 1996 diketahui bahwa kapasitas terpasang dari industri pulp dan kertas di Indonesia 5,5 juta ton dan terus mengalami peningkatan pesat. (Directory 2001

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN SENYAWA ORGANIK TERKLORINASI (AOX) PADA PERAIRAN DI SEKITAR INDUSTRI PULP DAN KERTAS TESIS

ANALISIS KANDUNGAN SENYAWA ORGANIK TERKLORINASI (AOX) PADA PERAIRAN DI SEKITAR INDUSTRI PULP DAN KERTAS TESIS No.: 395/S2-TL/TML/2008 ANALISIS KANDUNGAN SENYAWA ORGANIK TERKLORINASI (AOX) PADA PERAIRAN DI SEKITAR INDUSTRI PULP DAN KERTAS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

Bab IV Profil Daerah Studi

Bab IV Profil Daerah Studi 46 Bab IV Profil Daerah Studi IV.1 Gambaran umum Daerah Aliran Sungai IV.1.1 Daerah Aliran Sungai Siak Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, dengan bagian yang terdalam bisa mencapai 30 meter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas perairan sungai sangat tergantung dari aktivitas yang ada pada daerah alirannya. Berbagai aktivitas baik domestik maupun kegiatan Industri akan berpengaruh

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga Indonesia disebut sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar pada urutan ke-2 di kawasan

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1) LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Way Perigi Parameter Satuan Baku Mutu Kelas I 1) Baku Mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Kelas III 2) Stasiun 1

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia, termasuk untuk menunjang pembangunan ekonomi yang hingga saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sungai Cidurian merupakan salah satu sungai strategis di Provinsi Banten yang mengalir dari hulu di Kabupaten Bogor, dan melewati Kabupaten Lebak, perbatasan Kabupaten

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Eksisting Kualitas Air Sungai Ciujung Evaluasi kualitas air Sungai Ciujung dilakukan dengan cara membandingkan hasil kualitas air dari contoh air sungai yang diambil dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Utara, Kelurahan Heledulaa Selatan, Kelurahan Ipilo, Kelurahan Moodu, Kelurahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Utara, Kelurahan Heledulaa Selatan, Kelurahan Ipilo, Kelurahan Moodu, Kelurahan 40 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran wilayah penelitian Kecamatan Kota Timur merupakan Kecamatan yang terdiri dari 6 kelurahan. Masing masing kelurahan di kecamatan kota Timur adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan kegiatan terencana dalam upaya merubah suatu keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu membawa dampak positif dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *)

STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO. Oleh : Rhenny Ratnawati *) STUDI POTENSI BEBAN PENCEMARAN KUALITAS AIR DI DAS BENGAWAN SOLO Oleh : Rhenny Ratnawati *) Abstrak Sumber air pada DAS Bengawan Solo ini berpotensi bagi usaha-usaha pengelolaan dan pengembangan sumber

Lebih terperinci

PERHITUNGAN NILAI BOD 5. oksigen terlarut dari larutan pengencer dapat dilakukan : = 8,2601 = 7,122 = 8,1626 = 7,0569

PERHITUNGAN NILAI BOD 5. oksigen terlarut dari larutan pengencer dapat dilakukan : = 8,2601 = 7,122 = 8,1626 = 7,0569 LAMPIRAN 1 PERHITUNGAN NILAI BOD 5 Normalitas Na 2 S 2 O 3 setelah distandarisasi 0,025 N, untuk menghitung oksigen terlarut dari larutan pengencer dapat dilakukan : Ulangan I P o (mg O 2 /L) P 5 (mg O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia, dan manusia selama hidupnya selalu membutuhkan air. Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP Lutfi Noorghany Permadi luthfinoorghany@gmail.com M. Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini masyarakat mulai melupakan pentingnya menjaga kebersihan daerah aliran sungai. Membuang limbah padat dan cair dengan tidak memperhitungkan dampak

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES)

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES) UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES) BRIAN PRAMUDITA 3310100032 DOSEN PEMBIMBING: BIEBY VOIJANT TANGAHU

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS

ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS ANALISIS PENCEMARAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT BERDASARKAN KANDUNGAN LOGAM, KONDUKTIVITAS, TDS DAN TSS Daud Satria Putra, Ardian Putra Laboratorium Fisika Bumi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 75% dari berat

Lebih terperinci

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN STUDI PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS DAN ph LIMBAH PABRIK TAHU MENGGUNAKAN METODE AERASI BERTINGKAT Fajrin Anwari, Grasel Rizka Muslim, Abdul Hadi, dan Agus Mirwan Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal yang penting bagi kehidupan. Air yang baik adalah air yang memenuhi kriteria standar

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

Optimasi Limpasan Air Limbah Ke Kali Surabaya (Segmen Sepanjang Jagir) Dengan Programma Dinamis

Optimasi Limpasan Air Limbah Ke Kali Surabaya (Segmen Sepanjang Jagir) Dengan Programma Dinamis Optimasi Limpasan Air Limbah Ke Kali Surabaya (Segmen Sepanjang Jagir) Dengan Programma Dinamis Thesis Oleh: Alfan Purnomo (3307201003) Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, MSc. Latar Belakang Kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 25 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Sungai Ciujung merupakan sungai terbesar di wilayah Provinsi Banten yang memiliki luas DAS 1,934.64 km 2 dengan panjang 147.2 km. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) Diperoleh penurunan kadar COD optimum pada variasi tumbuhan Tapak Kuda + Kompos 1 g/l. Nilai COD lebih cepat diuraikan dengan melibatkan sistem tumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air limbah yang berasal dari daerah permukiman perkotaan merupakan bahan pencemar bagi mahluk hidup sehingga dapat merusak lingkungan di sekitarnya. Untuk menjamin

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA.

MEMUTUSKAN: Menetapkan :PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN KELAPA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. b. c. bahwa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV. 1 Struktur Hidrolika Sungai Perhitungan struktur hidrolika sungai pada segmen yang ditinjau serta wilayah hulu dan hilir segmen diselesaikan dengan menerapkan persamaanpersamaan

Lebih terperinci

Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Madiun (Segmen Wilayah Kota Madiun) Menggunakan Program QUAL2Kw

Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Madiun (Segmen Wilayah Kota Madiun) Menggunakan Program QUAL2Kw Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Madiun (Segmen Wilayah Kota Madiun) Adam Rusnugroho 33 08 100 006 Ujian Akhir Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era modern ini, proses modernisasi akan menaikkan konsumsi sejalan dengan berkembangnya proses industrialisasi. Dengan peningkatan industrialisasi tersebut maka

Lebih terperinci

STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG

STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG INFOMATEK Volume 19 Nomor 1 Juni 2017 STUDI LAJU DEOKSIGENASI PADA SUNGAI CIKAPUNDUNG UNTUK RUAS SILIWANGI - ASIA AFRIKA, BANDUNG Yonik Meilawati Yustiani, Astri Hasbiah *), Muhammad Pahlevi Wahyu Saputra

Lebih terperinci

ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI

ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI J. Hidrosfir Indonesia Vol.3 No.3 Hal. 123-136 Jakarta, Desember 2008 ISSN 1907-1043 ANALISIS DAN KARAKTERISASI BADAN AIR SUNGAI, DALAM RANGKA MENUNJANG PEMASANGAN SISTIM PEMANTAUAN SUNGAI SECARA TELEMETRI

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODE

BAB 2 BAHAN DAN METODE BAB 2 BAHAN DAN METODE 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 pada beberapa lokasi di hilir Sungai Padang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. Metode yang digunakan

Lebih terperinci

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Seiring dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya proses industrialisasi jasa di DKI Jakarta, kualitas lingkungan hidup juga menurun akibat pencemaran. Pemukiman yang padat,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi kehidupan, karena selain dikonsumsi, juga digunakan dalam berbagai aktivitas kehidupan seperti memasak, mandi, mencuci, dan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1) Desa Tulabolo Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur, Kabupaten Bone Boalngo, Provinsi

Lebih terperinci

PEDOMAN PENERAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN PADA SUMBER AIR

PEDOMAN PENERAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN PADA SUMBER AIR Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 01 Tahun 2010 Tanggal : 14 Januari 2010 PEDOMAN PENERAPAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN PADA SUMBER AIR I. LATAR BELAKANG Daya tampung beban

Lebih terperinci

ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA

ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA Ayu Kumala Novitasari 1) dan Eddy Setiadi Soedjono 1 1) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo,

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG SUNGAI DI PERKEBUNAN KALIJOMPO KECAMATAN SUKORAMBI JEMBER

STUDI DAYA DUKUNG SUNGAI DI PERKEBUNAN KALIJOMPO KECAMATAN SUKORAMBI JEMBER STUDI DAYA DUKUNG SUNGAI DI PERKEBUNAN KALIJOMPO KECAMATAN SUKORAMBI JEMBER SKRIPSI Oleh Yustina Ekayanti NIM 091710201006 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Rencana Penataan Blok dan Sarana/Prasarana Hutan Wisata Sungai Dumai. Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Peta Rencana Penataan Blok dan Sarana/Prasarana Hutan Wisata Sungai Dumai. Universitas Sumatera Utara Gambar 5. Peta Rencana Penataan Blok dan Sarana/Prasarana Hutan Wisata Sungai Dumai Gambar 4. Sketsa Lokasi Penelitian Lampiran 8. Gambaran Keadaan Kawasan Wisata Alam Bunga Tujuh di Hutan Wisata Sungai

Lebih terperinci

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN. Darajatin Diwani Kesuma

PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN. Darajatin Diwani Kesuma PENGARUH LIMBAH INDUSTRI TAHU TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI DI KABUPATEN KLATEN Darajatin Diwani Kesuma daradeka@gmail.com M.Widyastuti m.widyastuti@geo.ugm.ac.id Abstract The amis of this study are to

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan. 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Wilayah Penelitian Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan. Masing masing kelurahan di kecamatan Kota Timur adalah

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN UKDW. peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dekade terakhir ini kebutuhan masyarakat terhadap produk-produk peternakan semakin pesat. Daging yang merupakan salah satu produk peternakan dihasilkan dari usaha

Lebih terperinci

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ Laksmita Nararia Dewi *1), Retno Wulan Damayanti *2) 1,2) Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan industri mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat menciptakan lapangan kerja. Akan tetapi kegiatan industri sangat potensial untuk menimbulkan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

Oleh : Putri Paramita ( )

Oleh : Putri Paramita ( ) Tugas Akhir SB-091358 Oleh : Putri Paramita (1507100006) Dosen Pembimbing: Dr.rer.nat. Maya Shovitri, M.Si Nengah Dwianita Kuswytasari S.Si., M.Si Limbah Organik Sungai Tercemar BOD, COD, TSS, TDS, ph

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 85 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisa Karakteristik Limbah Pemeriksaan karakteristik limbah cair dilakukan untuk mengetahui parameter apa saja yang terdapat dalam sampel dan menentukan pengaruhnya

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran Sungai Cihideung dari hulu Gunung Salak Dua dimulai dari Desa Situ Daun hingga di sekitar Kampus IPB Darmaga.

Lebih terperinci

Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014

Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014 ISSN : 2443 1141 P E N E L I T I A N Efisiensi Instalasi Pengolahan Air Limbah Terhadap Kualitas Limbah Cair Rumah Sakit Haji Makassar Tahun 2014 Abd. Gafur 1 * Abstract Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI INDUSTRI ROKOK DAN/ATAU CERUTU MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT Oleh : Agus Mirwan, Ulfia Wijaya, Ade Resty Ananda, Noor Wahidayanti Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

Lampiran 1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II

Lampiran 1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II 160 Lampiran 1 Perhitungan indeks pencemaran Sungai Ciujung dibandingkan dengan kriteria mutu air sungai kelas II No Parameter C i L ix C i /L ix Nagara Cijeruk 2 C i /L ix baru DO 6.357 4 0.4691 0.8537

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instansi yang paling banyak menghasilkan limbah salah satunya adalah rumah sakit. Limbah yang dihasilkan rumah sakit berupa limbah padat maupun limbah cair, mulai dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT 77 VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT Abstrak Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dangan Pulau Rupat. Berbagai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian LAMPIRAN 55 56 Lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Kegiatan Alat Bahan Pengambilan contoh Alat aerasi hipolimnion Generator System GPS Van Dorn water sampler Tali berskala ph meter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang POME adalah suspensi koloid yang mengandung 95-96% air, 0,6-0,7% minyak dan 4-5% lemak dan padatan total. POME dikeluarkan dari industri berupa cairan coklat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL

penambahan nutrisi berupa lumpur sebanyak ± 200 ml yang diambil dari IPAL 63 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan Fluidized Bed Reaktor secara aerobik dengan media styrofoam ini dimulai dengan melakukan strarter bakteri yaitu dengan penambahan

Lebih terperinci