PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN"

Transkripsi

1 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN Ralstonia Eutropha PADA HIDROLISAT PATI SAGU DENGAN PENAMBAHAN DIMETIL FTALAT (DMF) Oleh JUARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN Ralstonia Eutropha PADA HIDROLISAT PATI SAGU DENGAN PENAMBAHAN DIMETIL FTALAT (DMF) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh JUARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2

3 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN Ralstonia Eutropha PADA HIDROLISAT PATI SAGU DENGAN PENAMBAHAN DIMETIL FTALAT (DMF) SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh JUARI F Dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1985 di Karanganyar, Jawa Tengah Tanggal lulus, 13 Oktober 2006 Disetujui Bogor, 17 Oktober 2006 Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc. Dosen Pembimbing 3

4 JUARI. F Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3- Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftalat (DMF). Dibawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc Ringkasan Sampah plastik merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan lingkungan. Sampah plastik menjadi masalah lingkungan karena kebanyakan plastik merupakan plastik sintetis yang berasal dari minyak bumi. Plastik berbasis minyak bumi sulit diurai oleh alam baik oleh curah hujan dan panas matahari maupun oleh mikroba tanah. Selain itu minyak bumi yang dijadikan sebagai bahan baku, sifatnya tidak terbaharukan. Adanya plastik berbahan baku sumber daya terbaharukan dan bersifat biodegradable diperlukan untuk mengatasi masalah yang timbul dari penggunaan plastik berbasis minyak bumi. Polihidroksialkanoat (PHA) merupakan poliester alami yang disintesa oleh sejumlah bakteri sebagai komponen simpanan energi dan karbon intraseluler, diakumulasi sebagai granula dalam sitoplasma sel. Polihidroksibutirat (PHB) merupakan salah satu jenis PHA yang banyak diteliti karena karakteristiknya mirip dengan polipropilen (PP). PHB dapat dihasilkan melalui proses kultivasi menggunakan bakteri Ralstonia eutropha dengan glukosa sebagai sumber karbon. Penggunaan PHB sebagai bahan baku pembuatan bioplastik diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan yang timbul akibat penggunaan plastik berbasis minyak bumi. Bioplastik merupakan salah satu bentuk plastik yang berasal dari sumber daya hayati dan bersifat biodegradable. Bioplastik yang dibuat dari PHB mempunyai sifat lebih kaku dan rapuh. Penggunaan bahan tambahan pada proses pembuatan bioplastik dari PHB diharapkan dapat memperbaiki kekurangan tersebut. Pemlastis adalah cairan aditif yang digunakan untuk melembutkan polimer plastik sehingga dapat merubah sifat kaku menjadi lebih fleksibel. Salah satu jenis pemlastis yang biasa digunakan adalah dimetil ftalat (DMF). Pada penelitian ini dilakukan pembuatan bioplastik dari PHA pati sagu dengan penambahan DMF sebagai pemlastis. Konsentrasi DMF yang digunakan adalah 0% (kontrol), 12,5%, 25%, 37,5%, dan 50% (b/b) dari bobot PHA. Untuk melihat pengaruh penambahan DMF maka dilakukan karakterisasi sifat mekanis, gugus fungsi, sifat termal, dan derajat kristalinitas dari bioplastik yang dihasilkan. PHA dari hidrolisat pati sagu dapat dibuat bioplastik dengan teknik solution casting menggunakan pelarut kloroform. Bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi DMF 0%, 12,5%, 25%, dan 37,5% dapat terbentuk dengan baik. Sedangkan bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi DMF 50% tidak dapat terbentuk. Bioplastik yang dihasilkan termasuk jenis film plastik dengan ketebalan sekitar 0,03 mm. Peningkatan konsentrasi DMF menyebabkan kuat tarik bioplastik semakin menurun. Bioplastik dengan konsentrasi DMF 0%, 12,5%, 25%, dan 37,5% mempunyai kuat tarik sebesar 3,571±2,269 MPa, 3,592±2,104 MPa 3,382±2,656 MPa, dan 3,044±2,160 MPa. Peningkatan konsentrasi DMF sampai 25% menyebabkan perpanjangan putus bioplastik semakin meningkat. Namun 4

5 perpanjangan putus bioplastik menurun setelah konsentrasi DMF dinaikkan lagi menjadi 37,5%. Bioplastik dengan konsentrasi DMF 0%, 12,5%, 25%, dan 37,5% mempunyai perpanjangan putus sebesar 7,000±3,430%, 12,660±5,775%, 23,880±4,252%, dan 22,910±9,398%. Berdasarkan karakteristik mekanik tersebut dinyatakan bahwa bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi DMF 25% adalah yang terbaik. Bioplastik yang dibuat tanpa pemlastis (0% DMF) memiliki gugus fungsi karbonil ester (C=O), ikatan polimerik C-O-C, OH, CH, CH 2, dan CH 3 yang merupakan gugus fungsi dominan pada PHA jenis PHB. Penggunaan konsentrasi DMF sebesar 25% menyebabkan intensitas gugus fungsi OH pada PHA semakin melemah akibat pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan DMF. Suhu pelelehan bioplastik yang dibuat tanpa pemlastis lebih tinggi dari pada bioplastik yang dibuat dengan konsentrasi DMF 25%, yaitu 168,72 o C untuk bioplastik tanpa pemlastis dan 166,71 o C untuk bioplastik dengan konsentrasi DMF 25%. Demikian halnya dengan derajat kristalinitas, bioplastik tanpa pemlastis mempunyai derajat kristalinitas yang lebih tinggi dari pada bioplastik dengan konsentrasi DMF 25%. 5

6 JUARI. F Production and Characterization of Bioplastic from Poly-3- Hydroxyalkanoate (PHA) Produced by Ralstonia eutropha on Hydrolyzed Sago Starch with The Addition of Dimethyl Phthalate (DMP). Supervised by Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc SUMMARY Plastic waste is one of the factors that cause environmental damage. Plastic waste becomes an environmental issue because it is produced majority from petroleum source. Petroleum based plastics are hardly decomposed naturally by rainfall, sunlight or even by microorganisms. Besides that, petroleum is a non renewable source. Plastics from renewable sources with biodegradable characteristic are needed to solve petroleum based plastics problems. PHA is natural polyester which is synthesized by groups of bacteria as a carbon intercellular material and it is accumulated as granules in the cell cytoplasm. PHB is a kind of PHA which has big interest of being researched because its similar characteristics with PP. PHB can be produced by cultivation process of RE bacteria using glucose as carbon source. PHB as a bioplastic source can hopely solve environmental issue caused by petroleum based plastics. Bioplastic is a plastic produced from natural source which has biodegradable characteristics. Bioplastic from PHB source has a stiff and brittle characteristic. The usage of additives can hopefully reduce the limitations of this kind of bioplastic. Plasticizer is a liquid additive which is used to soften a polymer and can change its characteristic into a more flexible shape. One kind of plasticizer which is often be used is DMP. This research produces bioplastics from sago starch PHA with DMP as plasticizer. The DMP concentrations used in this research were 0% (control), 12.5%, 25%, 37.5%, and 50% (w/w). Mechanic, functional group, thermal and crystalline analyses were used to observe the effects of DMP addition. PHA from hydrolyzed sago starch can be produced by solution casting technique using chloroform solvent. Bioplastic with additions of 0%, 12.5%, 25%, and 37.5% DMP can be formed well. But, with the addition of 50% DMP, plastic can not be formed. Bioplastic that is produced has 0.03 mm thickness. The increasing of DMP concentration tend to decrease the bioplastics tensile strength. The tensile strength of bioplastics with 0%, 12.5%, 25%, and 37.5% DMP concentration were 3.571±2.269 MPa, 3.592±2.104 MPa 3.382±2.656 MPa, and 3.044±2.160 MPa. The increasing of DMP concentration until 25% causes the increasing of elongation break. But the elongation break decrease after the addition of 37.5% DMP. The elongation break of bioplastics with 0%, 12.5%, 25%, and 37.5% DMP concentration were 7.000±3.430%, ±5.775%, ±4.252%, and ±9.398% respectively. Based on the mechanical properties, it is concluded that bioplastic with addition of 25% DMP is the best bioplastic. Bioplastic without plasticizer addition (0% DMP), has carbonyl ester (C=O) functional group, C-O-C, OH, CH, CH2, and CH3 polymeric bonding which is the dominant functional group in PHB. The addition of 25% DMP causes the 6

7 decrease of OH functional group intensity which is caused by the hydrogen bonding between PHA and DMP. The melting point temperature of bioplastic without plasticizer is higher than that of bioplastic with 25% DMP concentration, which is o C for bioplastic without plasticizer and o C for bioplastic with 25% DMP concentration. Crystalline degree for bioplastic without plasticizer is also higher than that for bioplastic with 25% DMP concentration. 7

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil aalamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Berkat ijin dan petunjuknya, penulis akhirnya mampu menyelesaikan penelitian dan berhasil menulis skripsi dengan judul Pembuatan dan Karakterisasi Bioplastik dari Poly-3-Hidroksialkanoat (PHA) yang Dihasilkan Ralstonia eutropha pada Hidrolisat Pati Sagu dengan Penambahan Dimetil Ftalat (DMF). Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc atas segala bantuan, perhatian dan bimbingan yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Dr. Ir. Ono Suparno, MT dan Ibu Dr. Ir. Endang Warsiki, MS yang telah memberi masukkan dan koreksi pada tulisan ini. 3. Semua keluarga di kota Karanganyar tercinta (Ibu, Bapak, Mas Min, Mas Pardi, Mbak Sri, Mbak ku yang berada nun jauh disana Mbak Harni serta keluarga lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu) atas investasi, semangat, perhatian, kasih sayang, doa dan wejangan selama menjalani hidup di kampus IPB Bogor. 4. Keponakanku satu-satunya Afrand atas kegembiraan yang muncul dari wajah imut dan cerianya. 5. Mbak Pepi, Mbak Emi, Pak Mulya, Pak Fairi serta Bapak, Ibu, Mas dan Mbak yang ada di Laboratorium Biorin, Genetika, Kultur Jaringan, dan Mikrobiologi PAU-IPB atas semua bantuan yang telah diberikan. 6. Pak Gun, Bu Ega, Pak Edi, Bu Rini, Pak Sugi, dan Bu Sri atas bantuan yang telah diberikan selama kerja di laboratorium TIN-IPB. 7. Rekan- rekan Bioplasticers : Dede, Vico, Dossi, Eva, Bana, Evi, MU, dan Iwal atas kebersamaan dalam menjalani pahit manis penelitian ini. 8. Al Farabi s Crew : Topan, Setyo, dan Fadiel serta teman sekamarku, Dehixs. 9. Teman-temanku : Oci, Rheni, dan Annisa. 10. The Java s Community : Hendro, Lani, Makki Bao, Farikhin, Wahyu, Ipul, Lenk Parmadi. 11. Rekan- rekan TIN 39 atas bantuan dan kebersamaannya. i

9 12. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu atas semua bantuan dan doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sebuah kesempurnaan, semoga tulisa ini bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Bogor, Oktober 2006 Penulis ii

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...iii DAFTAR GAMBAR...vi DAFTAR TABEL...vii DAFTAR LAMPIRAN...viii I. PENDAHULUAN...1 A. LATAR BELAKANG...1 B. TUJUAN...2 II. TINJAUAN PUSTAKA...3 A. HIDROLISAT PATI SAGU...3 B. POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) Definisi dan Klasifikasi Ralstonia eutropha dan Biosintesis PHB Kultivasi PHA Proses Hilir PHA Karakteristik PHA Aplikasi PHA...12 C. PLASTIK BIODEGRADABLE Definisi Proses Pembuatan Plastik Biodegradable...14 D. KARAKTERISASI PLASTIK BIODEGRADABLE Karakterisasi Sifat Mekanik Karakterisasi Gugus Fungsi Karakterisasi Sifat Termal Karakterisasi Derajat Kristalinitas...17 E. PEMLASTIS Definisi dan Karakteristik Dimetil Pthalat...19 iii

11 III. METODOLOGI PENELITIAN...20 A. BAHAN DAN ALAT...20 B. METODE PENELITIAN Persiapan Bahan Baku...21 a. Persiapan substrat...21 b. Kultivasi PHA secara fed-batch...23 c. Proses hilir PHA Pembuatan Bioplastik...24 a. Formulasi bioplastik...24 b. Karakterisasi bioplastik...25 c. Analisa data...27 C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN...27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...28 A. PERSIAPAN BAHAN BAKU Pembuatan Sirup Glukosa Kultivasi PHA Proses Hilir PHA...31 B. PEMBUATAN BIOPASTIK Formulasi Bioplastik...35 a. Teknik pembuatan bioplastik...35 b. Penentuan ukuran bioplastik...37 c. Penentuan jumlah kloroform...37 d. Penentuan jumlah PHA...38 e. Penentuan jumlah pemlastis dimetil ftalat (DMF) Karakterisasi Bioplastik...41 a. Kuat tarik dan perpanjangan putus...44 b. Gugus fungsi...50 c. Sifat termal...53 d. Derajat kristalinitas...58 V. KESIMPULAN DAN SARAN...60 A. KESIMPULAN...60 B. SARAN...61 iv

12 DAFTAR PUSTAKA...62 LAMPIRAN...67 v

13 DAFTAR GAMBAR 1. Struktur umum molekul PHA Struktur molekul PHB Lintasan umum biosintesis dan degradasi PHB oleh mikroba (Ralstonia eutropha, Azotobacter beijerinckii) Kurva tegangan-regangan suatu bahan termoplastik Struktur kimia dimetil ftalat PHA kering hasil ekstraksi dengan NaOH atau NaOCl PHA hasil ekstraksi kloroform Bioplastik dari PHA pati sagu Proses pembentukan ikatan hidrogen antara PHA dan dimetil ftalat (DMF) Kurva hubungan antara konsentrasi DMF dengan kuat tarik dan perpanjangan putus bioplastik PHA pati sagu Bioplastik dari PHB murni Spektra FTIR bioplastik PHA pati sagu Perbedaan transisi antara polimer amorf dan kristalin Spektra DSC bioplastik PHA pati sagu vi

14 DAFTAR TABEL 1. Perbandingan karakteristik fisik antara PHB dengan polipropilen Kelarutan PHB pada berbagai pelarut Aplikasi praktis PHA Karakteristik hidrolisat pati sagu Formulasi bioplastik pada berbagai konsentrasi pemlastis Perbandingan kuat tarik dan perpanjangan putus bioplastik PHA pati sagu dan bioplastik PHB murni Nilai kuat tarik dan perpanjangan putus PHB dan PP Hasil identifikasi spektrum FTIR bioplastik PHA pati sagu vii

15 DAFTAR LAMPIRAN 1. Diagram alir pembuatan hidrolisat pati sagu Prosedur analisis hidrolisat pati sagu a. Total gula dengan metode Fenol-Sulfat b. Total nitrogen dengan metode Kjeldahl Diagram alir pembuatan bioplastik Perhitungan formulasi bioplastik Hasil pengukuran kuat tarik dan perpanjangan putus bioplastik dari PHA pati sagu...72 a. Konsentrasi DMF 0% b. Konsentrasi DMF 12,5% c. Konsentrasi DMF 25%...74 d. Konsentrasi DMF 37,5%% Hasil pengukuran kuat tarik dan perpanjangan putus bioplastik dari PHB murni a. Konsentrasi DMF 0% b. Konsentrasi DMF 25%...77 viii

16 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah lingkungan timbul ketika manusia dalam kehidupan sehari-harinya banyak menggunakan bahan plastik. Plastik yang biasa digunakan merupakan polimer sintetis dengan minyak bumi sebagai bahan dasar, ditambah bahan-bahan tambahan yang umumnya merupakan logam berat (kadmium, timbal, nikel) atau bahan beracun lainnya seperti klor. Racun dari plastik ini dapat terlepas pada saat terurai atau terbakar (Sutasurya, 2006). Minyak bumi sebagai bahan dasar plastik sintetis merupakan sumber daya tak terbaharukan. Selain itu, plastik sintetis tidak ramah lingkungan karena tidak mudah diurai oleh alam baik oleh curah hujan dan panas matahari maupun oleh mikroba tanah (Anonim, 2002). Penggunaan plastik berbahan baku sumber daya terbaharukan dan bersifat biodegradable diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan yang timbul dari penggunaan plastik sintetis. Poli-3-hidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu alternatif bahan baku alami yang dapat digunakan untuk membuat bioplastik yang ramah lingkungan. PHA merupakan poliester yang disintesa oleh berbagai jenis bakteri dan diakumulasi sebagai cadangan energi dan karbon dalam bentuk granula di dalam sitoplasma (Lee et al., 1999). Salah satu jenis PHA adalah poli-3-hidroksibutirat (PHB). PHB merupakan bahan termoplastik dengan banyak karakteristik menarik, salah satunya adalah kemiripannya dengan polipropilen. Permintaan pasar akan bahan termoplastik yang bersifat biodegradable ini juga sangat besar (Lafferty et al., 1988). Bioplastik adalah suatu bentuk plastik yang berasal dari sumber daya hayati yang bersifat biodegradable (Anonim, 2006). PHB merupakan salah satu jenis biopolimer yang dapat digunakan untuk membuat bioplastik. Pemanfaatan PHB sebagai bahan bioplastik dapat mengurangi masalah lingkungan yang disebabkan oleh limbah plastik sintetis. Bioplastik dari PHB lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme (biodegradable) dan sumber daya untuk memproduksi PHB bersifat terbaharukan. Kekurangan PHB sebagai bioplastik adalah bersifat rapuh dan kaku (Kim et al, 1994). 1

17 Penggunaan bahan tambahan seperti pemlastis pada proses pembuatan bioplastik dari PHB diharapkan dapat memperbaiki kekurangan tersebut. Pemlastis adalah cairan aditif yang digunakan untuk melembutkan polimer plastik sehingga dapat merubah sifat kaku menjadi fleksibel (Allcock dan Lampe, 1981). Ester ftalat merupakan kelompok pemlastis yang biasa digunakan untuk menghasilkan film plastik yang fleksibel, salah satu jenisnya adalah dimetil ftalat. Dimetil ftalat merupakan pemlastis yang bersifat larut dalam alkohol, eter dan kloroform. Titik didih dimetil ftalat antara o C. Penampakan dimetil ftalat adalah cairan tidak berwarna dan tidak berbau (Merck, 1999). Penambahan dimetil ftalat pada proses pembuatan bioplastik dari PHB diharapkan dapat menghasilkan bioplastik yang lebih fleksibel. B. Tujuan 1. Mendapatkan formulasi yang tepat untuk menghasilkan bioplastik dari PHA dengan penambahan dimetil ftalat sebagai pemlastis. 2. Menganalisa pengaruh konsentrasi dimetil ftalat dengan melakukan karakterisasi terhadap bioplastik yang dihasilkan. 2

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hidrolisat Pati Sagu Indonesia merupakan pemilik areal sagu terbesar di dunia. Luas areal sagu di Indonesia sekitar 1,128 juta ha atau 51,3% dari 2,201 juta ha areal sagu dunia disusul Papua New Guinea 43,3% (Abner dan Miftahorrahman, 2002). Produktivitas pati sagu kering mencapai 25 ton/ha/tahun, lebih banyak dibanding ubi kayu yang hanya 1,5 ton/ha/tahun, kentang sebesar 2,5 ton/ha/tahun maupun jagung sebesar 5,5 ton/ha/tahun (Haryadi, 2004). Sentra penanaman sagu di Indonesia adalah Papua, Maluku, Riau, Sulawesi Tengah dan Kalimantan. Papua merupakan daerah yang mempunyai areal sagu paling besar, yaitu 90% dari luas areal sagu di Indonesia. Pemanfaatan sagu di Indonesia hanya 10% dari potensi yang ada (Abner dan Miftahorrahman, 2002). Bagian terpenting dari sagu adalah batang. Batang sagu merupakan tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat) yang dapat menghasilkan pati. Sagu dapat dipanen untuk diambil patinya pada umur 11 tahun. Pati sagu dapat diperoleh dengan cara melakukan ekstraksi terhadap batang sagu (Haryanto dan Pangloli, 2002). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi yang terlarut disebut amilosa sedangkan yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai lurus dengan ikatan -(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan -(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1989). Sirup glukosa adalah cairan jernih dan kental dengan komponen utama glukosa dan diperoleh dari proses hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik (SNI ). Hidrolisis pati secara kimiawi dengan menggunakan asam lebih mudah dilakukan dibandingkan secara enzimatis. Peralatan yang diperlukan juga tidak terlalu rumit. Namun timbul beberapa masalah, seperti peralatan yang digunakan harus tahan korosi dan DE 3

19 (dextrose equivalent) yang dihasilkan lebih rendah dibanding hidrolisis secara enzimatis (Berghmans, 1981). Hidrolisis pati secara enzimatis terdiri dari dua tahap, yaitu likuifikasi dan sakarifikasi. Likuifikasi terjadi setelah gelatinisasi dengan adanya aktifitas enzim -amilase yang memecah ikatan -(1,4)-glikosidik di bagian dalam rantai polisakarida secara acak menghasilkan oligosakarida yang mengandung 6-7 maltosa. Sakarifikasi dengan enzim amiloglukosidase (AMG) selanjutnya akan memutuskan rantai molekul maltosa menjadi glukosa bebas. Tidak seperti likuifikasi yang hanya memakan waktu sekitar 60 menit, sakarifikasi biasanya memakan waktu yang lebih lama yaitu jam (Fullbrook di dalam Dzieldzic dan Kearsley, 1984). Berdasarkan penelitian Akyuni (2004) tentang produksi sirup glukosa melalui hidrolisis pati sagu secara enzimatis, nilai DE tertinggi (50,83) pada tahap likuifikasi diperoleh pada konsentrasi -amilase 1,75 U/g pati dan waktu likuifikasi 210 menit. Sedangkan pada tahap sakarifikasi, nilai DE tertinggi (98,99) diperoleh pada konsentrasi amiloglukosidase 0,3 U/g pati dan waktu sakarifikasi 48 jam. B. Poly-3-Hidroksialkanoat (PHA) 1. Definisi dan Klasifikasi Poli-3-hidroksialkanoat (PHA) merupakan poliester hidroksialkanoat yang disintesa oleh sejumlah bakteri sebagai komponen simpanan energi dan karbon intraseluler, diakumulasi sebagai granula dalam sitoplasma sel (Lee, 1996). PHA secara umum dibagi menjadi 2 kelas utama, yaitu PHA rantai pendek atau short-chain-length PHA (SCL-PHA) dan PHA rantai menengah atau medium-chain-length PHA (MCL-PHA). PHA rantai pendek monomernya mengandung asam 3-hidroksi dari 3 sampai 5 atom karbon pada rantainya. Sedangkan PHA rantai menengah monomernya mengandung asam 3-hidroksi dari 6 sampai 16 atom carbon pada rantainya (Anderson dan Dawes, 1990). PHA rantai pendek dengan karakteristik paling baik adalah polihidroksibutirat (PHB) yang merupakan homopolimer asam 3- hidroksibutirat. Contoh PHA rantai pendek yang lain adalah 4

20 polihidroksivalerat (PHV) dengan 5 atom karbon. Ralstonia eutropha merupakan bakteri yang dapat mensintesis PHB. Sedangkan PHA rantai menengah biasa disintesis oleh kelompok Pseudomonas, seperti Pseudomonas oleovorans dan Pseudomonas aeruginosa (Poirier et al., 2001). Struktur umum PHA dapat dilihat pada Gambar 1. O R O O n PHA rantai pendek R = H, CH 3, CH 2 CH 3 PHA rantai menengah R = (CH 2 ) 2 CH 3 (CH 2 ) 8 CH 3 Gambar 1. Struktur umum molekul PHA (Atkinson dan Mavituna, 1991) Penamaan PHA ditentukan berdasarkan gugus alkil R pada unit monomer penyusunnya. Disebut PHB (poli-3-hidroksibutirat) jika R adalah CH 3 (metil), PHV (poli-3-hidroksivalerat) jika R adalah CH 2 CH 3 (etil), PHC (poli-3-hidroksikaproat) jika R adalah n-propil, PHH (poli-3- hidroksiheptanoat) jika R = n-butil, PHO (poli-3-hidroksioktanoat) jika R = n- pentil, PHN (poli-3-hidroksinanoat) jika R=n-heksil, PHD (poli-3- hidroksidekanoat) jika R = n-heptil, PHUD (poli-3-hidroksi undekanoat) jika R = n-oktil dan PHDD (poli-3-hidroksidodekanoat) jika R = n-nonil (Atkinson dan Mavituna, 1991; Brandl et al., 1990). 2. Ralstonia eutropha dan Biosintesis PHB Terdapat lebih dari 300 jenis mikroorganisme yang dapat mensintesis PHA (30-80% dari berat kering selnya) namun hanya sejumlah bakteri termasuk Alcaligenes eutrophus, Alcaligenes latus, Azotobacter venelandii, Chromobacterium violaceum, metilotrof, pseudomonas, dan rekombinan E. coli yang prospektif digunakan dalam komersialisasi produksi PHA karena produktifitasnya lebih besar dari 2 g/l/jam (Lee, 1996; Lee dan Choi, 2001). Berdasarkan kajian sekuens dan hibridisasi 16S RNA, Alcaligenes eutrophus sekarang dikelompokkan ke dalam genus Ralstonia dengan nama baru Ralstonia eutropha (Klem, 1999 di dalam Robinson et al., 2000). R. eutropha termasuk bakteri gram negatif, aerob obligat, motil, suhu optimum 5

21 20-37 o C, koloni pada NA (Nutrient Agar) tidak berwarna, termasuk oksidase positif dan katalase positif, tidak memproduksi indol, kemoorganotrofik atau dapat menggunakan berbagai macam asam organik dan asam amino sebagai sumber karbon, dapat mereduksi NO - 3 menjadi NO - 2 dan dapat tumbuh secara anaerobik dengan adanya NO - 3. Habitat alaminya adalah tanah dan air tapi juga dapat ditemukan pada usus vertebrata (John et al., 1994). Menurut Ayorinde et al. (1998), galur bakteri dan sumber karbon yang digunakan sangat berpengaruh terhadap PHA yang dihasilkan. Ralstonia eutropha dapat memproduksi PHB (poli- -hidroksibutirat) menggunakan glukosa dan PHV (poli- -hidroksivalerat) menggunakan glukosa dan asam propionat. PHB dapat disintesa oleh Ralstonia eutropha jika salah satu elemen nutrisi seperti N, P, S, O atau Mg ada dalam jumlah terbatas namun sumber karbon ada dalam jumlah berlebih (Lee dan Choi, 2001). Sumber karbon yang dapat digunakan untuk pertumbuhannya adalah D-glukosa (mutan), D- fruktosa, D-glukonat, asetat, adipat, itakonat (John et al., 1994). Bailey dan Ollis (1991) menyatakan bahwa PHB merupakan polimer cadangan makanan bagi bakteri. Polimer ini terbentuk sebagai granula-granula di dalam sel. Saat pasokan nutrisi tidak memadahi, sel-sel akan memecah cadangan makanan ini sehingga menghasilkan asam -hidroksibutirat yang bersifat dapat larut dan mudah dicerna. Struktur molekul PHB dapat dilihat pada Gambar 2. O CH 3 CH CH 2 O C O n Gambar 2. Struktur Molekul PHB (Laferty et al., 1988) Pada R. eutropha terdapat operon tunggal yang mengandung 3 jenis gen yang diperlukan untuk sintesis PHB, yaitu phba, phbb dan phbc. PhbA (suatu ketothiolase) bergabung dengan dua molekul asetil-koa untuk menghasilkan asetoasetil-koa yang kemudian direduksi menjadi R- - 6

22 hidroksibutiril-koa oleh phbb (yaitu suatu reduktase asetosetil-coa yang membutuhkan NADPH). Molekul R- -hidroksibutiril-koa membentuk unit monomer PHB, kemudian dipolimerisasi melalui ikatan ester oleh phbc (suatu PHB sintase). Pada lingkungan yang kaya, PHB secara enzimatis didegradasi menjadi asetil-koa yang masuk ke jalur primer metabolisme dan dimineralisasi menjadi CO 2. Degradasi dimulai oleh depolimerase yang dikode sebagai gen phbz (Klem, 1999). Jalur metabolisme dan degradasi PHB oleh Ralstonia eutropha dari karbohidrat dapat dilihat pada Gambar Kultivasi PHA Kultivasi PHA merupakan suatu proses pertumbuhan biomassa sel dan akumulasi biopolimer PHA. Menurut Kessler et al. di dalam Scheper (2001), proses kultivasi PHA terdiri dari 2 tahap, yaitu produksi biomassa dan akumulasi polimer PHA. Tahap produksi biomassa merupakan tahap perkembangbiakan sel pada kondisi pertumbuhan seimbang. Sedangkan tahap akumulasi polimer PHA merupakan tahap akumulasi polimer cadangan pada kondisi nutrisi terbatas. Kultivasi PHA dengan produktivitas dan yield yang tinggi harus dapat dilakukan dengan biaya yang murah. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan menentukan jenis kultivasi yang akan dilakukan. Kultivasi dapat dilakukan dengan sistem batch (curah), fed-batch (terumpani) atau continuous (sinambung). Sistem fed-batch banyak diterapkan terutama untuk memicu peningkatan akumulasi PHA di dalam sel. Pada saat pergantian operasi dari batch ke fed-batch, densitas biomassa telah mencapai level yang tinggi dan konsentrasi substrat kunci menurun dan hampir habis. Level substrat pembatas yang rendah tersebut dipertahankan dengan pengumpanan perlahan substrat berkonsentrasi tinggi secara konstan (Nielsen dan Villadsen 1993). Terkait dengan penggunaan glukosa sebagai sumber karbon bagi Ralstonia eutropha, beberapa strategi pengumpanan substrat telah dikembangkan selama kultivasi fed-batch untuk menjaga konsentrasi glukosa agar tetap berada dalam rentang yang optimal bagi akumulasi PHB (Lee dan Choi 2001). 7

23 Metabolisme karbohidrat Jalur EMP, HM, ED Piruvat CO 2 Siklus TCA NADH 2 NAD Suksinat Suksinil-SKoA Asetoasetat D(-)- -hidroksibutirat ❺ ❻ PhaZ ❼ Oligomer, trimer, dimer Asetil-SKoA ❶ PhaA Asetasetil-SKoA PhaZ PhaC PhaB ❹ Poli- -hidroksibutirat CoASH ❷ NADH 2 NAD D(-)- -hidroksibutiril-skoa PhaC Protein-AI D(-)- -hidroksibutiril-ai ❸ Keterangan : ❶ -ketothiolase ( -ketoasilthiolase, asetoasetil-koa, asetasetil-koa thiolase) ❷ Asetasetil-KoA reduktase ❸ PHB polimerase (PHB sintetase) ❹ PHB hidrolase ❺ Dimer hidrolase ❻ -hidroksibutirat dehidrogenase ❼ Thiophorase (asetasetil-skoa thiokinase; Asetoasetat-suksinil-KoA transferase) EMP : jalur glikolisis Embden-Meyerhof-Parnas HM : jalur Heksosa Monofosfat ED : jalur Entner-Doudoroff Gambar 3. Lintasan umum biosintesis dan degradasi PHB oleh mikroba (Ralstonia eutropha, Azotobacter beijerinckii) (Lafferty et al., 1988). 8

24 Atifah (2006) telah melakukan penelitian untuk memproduksi PHA melalui kultivasi batch dan fed-batch dengan bakteri Ralstonia eutropha. Pada penelitian tersebut digunakan sumber karbon dari hidrolisat pati sagu dengan nitrogen sebagai substrat pembatas. Ralstonia eutropha tumbuh paling baik pada konsentrasi gula awal 30 g/l dengan laju pertumbuhan spesifik maksimal 0,108/jam dan rendemen molekuler (Y x/s ) sebesar 0,227 g sel/g gula. Masih menurut Atifah (2006), kultivasi fed-batch dengan jenis umpan hidrolisat pati sagu paling efektif diterapkan untuk meningkatkan konsentrasi PHA dan rendemen PHA di dalam sel meskipun tidak efektif untuk meningkatkan konsentrasi sel. Konsentrasi PHA dan rendemen PHA di dalam sel dapat meningkat lebih dari dua kali lipat (3,72 g/l atau 76,54% dari bobot kering sel) dibandingkan dengan hasil kultivasi batch (1,44 g/l atau 32,65% dari bobot kering sel) pada kondisi karbon berlebih dengan indikasi nutrisi pembatas berupa magnesium, sulfat, nitrogen dan fosfat. 4. Proses Hilir PHA Proses hilir merupakan tahapan proses yang dilakukan setelah proses kultivasi PHA. Berbagai metode proses hilir telah dikembangkan dalam upaya menurunkan biaya produksi PHA. Metode tersebut meliputi ekstraksi dengan pelarut dan pemecahan (digestion) dengan sodium hipoklorit (Doi, 1990; Lee, 1996). Menurut Punrattanasin (2001), metode proses hilir PHA melalui ekstraksi dengan pelarut merupakan metode yang biasa digunakan pada skala laboratorium dan sama baiknya apabila digunakan untuk skala besar pada produksi komersial. Metode ini banyak digunakan karena dapat diterapkan untuk berbagai jenis PHA yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berbeda. Namun dibutuhkan pelarut dalam jumlah banyak karena larutan PHA sangatlah viskous. Menurut Lee (1996), dibutuhkan 20 bagian pelarut untuk mengekstrak satu bagian PHA. Oleh karena itu metode ini memerlukan biaya yang besar. Beberapa jenis pelarut yang biasa digunakan adalah kloroform, metilen klorida, dan 1-2 dikloroetana. 9

25 Pada proses ekstraksi PHA dengan pelarut kloroform, biomassa hasil kultivasi dicuci dengan metanol kemudian disentrifugasi. Hasil sentrifugasi dikeringkan pada tekanan rendah sehingga diperoleh biomassa kering. Pada biomassa kering ditambahkan kloroform dan diaduk pada suhu 50 o C selama 24 jam untuk mengekstrak PHA. Proses penguapan kloroform pada evaporator dilakukan untuk memekatkan larutan PHA. PHA yang terlarut dalam kloroform dipisahkan dengan cara presipitasi dengan menambahkan metanol, kemudian PHA dikeringkan pada tekanan rendah. Pada akhirnya diperoleh PHA sebanyak 45% dari bobot biomassa keringnya (Imamura et al., 2001). Penggunaan sodium hipoklorit pada proses ektraksi PHA akan melarutkan komponen non-pha. PHA dapat dipisahkan dari larutan sodium hipoklorit dengan cara sentrifugasi. Penggunaan sodium hipoklorit dapat menyebabkan terjadinya degradasi bobot molekul PHA. Lee (1996) menyatakan bahwa penggunaan sodium hipoklorit pada proses ekstraksi PHA dapat menyebabkan penurunan bobot molekul PHA sebanyak 50% karena sodium hipoklorit merupakan oksidan kuat. Choi dan Lee (1999) telah meneliti kemampuan berbagai jenis bahan kimia untuk memecah bahan sel selain PHB, meliputi asam (HCl, H 2 SO 4 ), alkali (NaOH, KOH, NH 4 OH) dan surfaktan (garam sodium dioktilsulfosuksinat / AOT, heksadeciltrimetilamonium bromida / CTAB, sodium dodesil sulfat / SDS, polioksietilen-p-tert-oktil fenol / Triton X-100 dan polioksietilen (20) sorbitan monolaurat / Tween 20). SDS merupakan bahan kimia yang efisien untuk isolasi PHB dari rekombinan E. coli namun harganya mahal dan limbahnya menimbulkan masalah baru. Sodium hidroksida (NaOH) dapat digunakan sebagai pengganti sodium hipoklorit pada proses ektraksi PHA. Lee et al (1999) melakukan pemecahan sel rekombinan E. coli yang mengandung 69% PHB dengan NaOH 0,2 N selama 1 jam pada suhu 30 o C dan PHB yang diperoleh menunjukkan kemurnian 97%. Jika waktu pemecahan (digestion) diperpanjang hingga 5 jam maka kemurnian PHB meningkat menjadi 98%, begitu juga jika konsentrasi NaOH ditingkatkan menjadi 2 N. Pemecahan 10

26 bahan-bahan sel non-pha dengan NaOH (NaOH digestion) memiliki beberapa kelebihan, yaitu murah dan ramah lingkungan, PHB yang diperoleh memiliki kemurnian tinggi (>98%) dan selama proses ekstraksi tidak terjadi degradasi PHB. 5. Karakteristik PHA Menurut Kim et al. (1994), PHB merupakan jenis PHA yang pertama ditemukan dan paling banyak diteliti. PHB merupakan alifatik homopolimer yang memiliki sifat termoplastik dengan sifat mekanis bagus, mirip dengan polipropilen (PP). Perbandingan karakteristik fisik antara PHB dengan polipropilen dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan karakteristik fisik antara PHB dengan polipropilen (Lee, 1996; Poirier et al., 1995) Karakteristik PHB Polipropilen Melting point, T m ( o C) Glass-transition temp, T g ( o C) 5-10 Kristalinitas (%) Kuat tarik (MPa) 40 34,5 Perpanjangan putus (%) PHB merupakan produk intraseluler yang pada saat masih berada di dalam sel bersifat amorf. Namun setelah melalui proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik, PHA akan berubah sifat menjadi sangat kristalin. Tingginya kristalinitas menyebabkan PHB menjadi material yang kaku tetapi rapuh. Kerapuhan tersebut menyebabkan PHB tidak tahan terhadap tekanan. Suhu pelelehan PHB (175 o C) mendekati suhu degradasi termalnya (200 o C) menyebabkan adanya keterbatasan dalam proses pengolahannya (Madison dan Huisman, 1999). Menurut Kim et al. (1994), kelemahan ini dapat diperbaiki dengan kopolimerisasi poli- -hidroksibutirat (PHB) dan poli- -hidroksivalerat (PHV) menjadi kopolimer poli- hidroksibutirat-co-poli- -hidroksivalerat (PHB-co-HV) yang lebih fleksibel dan rendah suhu prosesnya. Karakteristik PHB seperti kristalinitas dan kuat tarik, tergantung pada bobot molekul polimernya. Besarnya bobot molekul ini dipengaruhi oleh strain mikroorganisme yang digunakan, kondisi kultivasi, dan kemurnian PHB 11

27 (Punrattanasin, 2001). Lee (1996) menambahkan bahwa bobot molekul PHA berada pada kisaran 2*10 5 sampai dengan 3*10 6. Bourque et al. (1995) menyatakan bahwa bobot melekul PHB dapat berkurang selama proses pengerjaan polimer. Lafferty et al. (1988) menambahkan bahwa pengurangan bobot molekul PHB dapat terjadi sepanjang proses ekstraksi dari biomassa. Menurut Hrabak (1992), PHB mempunyai karakteristik mirip polipropilen dengan 3 keunikan, yaitu termoplastik, 100% tahan air, dan 100% biodegradable. Lindsay (1992) dan Holmes (1988) menambahkan bahwa PHB mempunyai beberapa karakteristik yang banyak diinginkan seperti ketahanan terhadap uap air dan tidak larut di air. Karakter inilah yang membedakan PHB dengan biodegradable plastik yang lain. PHB juga mempunyai impermeabilitas yang baik terhadap oksigen. Poli- -hidroksialkanoat (PHA) dapat larut pada berbagai pelarut seperti kloroform, metilen klorida, etilen klorida, piridin atau campuran diklorometan/etanol (Atkinson dan Mavituna, 1991). Kelarutan PHB dalam beberapa pelarut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kelarutan PHB pada berbagai pelarut (Laferty et al.,1988) Kelarutan Tinggi Kelarutan Sedang Tidak Larut Kloroform Diklorometan Di-, tri-, tetra-kloroetan Etilenkarbonat Propilenkarbonat Asam asetik Alkohols (>3 atom C) Dioksan Oktanol Toluene Piridin H 2 O Metanol Etanol 1-propanol 2-propanol Benzen Etil asetat Etilmetilketon Butil asetat Tributil sitrat Heksan 6. Aplikasi PHA Kemampuan PHA untuk diaplikasikan menjadi suatu produk dikarenakan sifat PHA itu sendiri. Sifat tersebut meliputi kemampuan didegradasi secara biologis, karakter termoplastik, sifat piezoelektrik, dan kemampuan depolimerisasi PHB menjadi monomer asam D(-)-3- hidroksibutirat (Lafferty et al., 1988). Secara umum aplikasi PHA terbagi 12

28 menjadi 3 lingkup area, yaitu bidang medis dan farmasi, pertanian, dan kemasan (Lafferty et al., 1988; Lee, 1996). Beberapa contoh aplikasi praktis PHA dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Aplikasi praktis PHA (Brandl et al., 2001; Punrattanasin, 2001) Medis dan farmasi - Keperluan operasi bedah: benang jahit, pin, penyeka - Pembalut luka - Pemasangan pembuluh darah dan jaringan tubuh (karena kemampuan depolimerisasi PHB menjadi monomer asam D(-)-3-hidroksibutirat - Pemasangan tulang dan lempeng tulang - Stimulasi pertumbuhan tulang (karena PHA mempunyai sifat piezoelektrik) - Pembawa (biodegradable carrier) bahan aktif pada obat-obatan Pertanian - Pembawa (biodegradable carrier) bahan aktif pada herbisida, - fungisida, insektisida atau pupuk (karena kemampuan degradasi di - dalam tanah) - Kontainer semaian bibit - Matrik (biodegradable matrix) untuk obat pada bidang veteriner Kemasan dan komoditas lain - Kemasan kontainer, botol, pembungkus, kantong, dan film - Bahan-bahan sekali pakai seperti popok bayi dan pembalut wanita C. Plastik Biodegradable 1. Definisi Biodegradabilitas plastik tergantung pada struktur kimia materialnya dan konstitusi dari produk akhirnya, bukan hanya bahan baku untuk pembuatannya. Oleh karena itu plastik biodegradable dapat berbasis bahan alami maupun resin sintetis. Plastik biodegradable alami terutama berasal dari sumber daya terbaharukan (misalnya pati). Plastik biodegradable sintetis berasal dari sumber daya tak terbaharukan, yaitu minyak bumi (NIIR, 2006). Bioplastik adalah suatu bentukan plastik yang berasal atau bersumber dari tumbuhan, misalnya berasal dari minyak rami, minyak kacang kedelai atau pati. Bioplastik ini mempunyai sifat biodegradable (Anonim, 2006). Menurut ASTM D d, biodegradable berarti mampu diurai menjadi gas karbon dioksida, metana, air, inorganic compounds atau biomassa dimana 13

29 mekanisme yang utama adalah karena aktivitas enzim yang dihasilkan suatu mikroorganisme. 2. Proses Pembuatan Plastik Biodegradable Istilah plastik meliputi produk hasil proses polimerisasi baik yang sintetis maupun semisintetis. Plastik dapat dibentuk menjadi suatu objek, film ataupun serat (Anonim, 2006). Menurut Allcock dan Lampe (1981), film plastik dapat dibuat melalui dua teknik dasar yang berbeda, yaitu solution casting atau molten polymer. Pada penelitian ini digunakan teknik solution casting untuk membuat film bioplastik dari polihidroksialkanoat (PHA). Pada pembuatan film plastik dengan teknik solution casting, bahan polimer dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok untuk menghasilkan larutan yang viskous. Larutan yang dihasilkan dituang pada suatu permukaan yang rata (cetakan) yang bersifat non-adesif dan pelarut dibiarkan menguap sampai habis. Film plastik yang sudah kering kemudian diangkat dari cetakannya Teknik molten polymer dilakukan dengan cara pemanasan polimer sampai di atas titik lelehnya (Allcock dan Lampe, 1981). Masih menurut Allcock dan Lampe (1981), teknik solution casting menjadi pilihan yang cepat dan mudah untuk dilakukan pada skala laboratorium. Pemilihan jenis pelarut yang cocok dengan bahan polimer menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Menurut Waddington (2000), polihidroksialkanoat (PHA) merupakan material biodegradable yang dapat dibuat film plastik dengan teknik solution casting. Pelarut yang cocok untuk digunakan adalah pelarut yang mengandung unsur klorin, misalnya kloroform. Teknik solution casting dilakukan dengan membuat larutan polimer 20% (b/v) untuk menghasilkan larutan dengan viskositas yang sesuai. Pengadukan diperlukan untuk mempercepat kelarutan, misalnya pengadukan dengan strirrer (Allcock dan Lampe, 1981). Allcock dan Lampe (1981) menambahkan bahwa apabila larutan polimer perlu disaring sebelum proses casting, maka dapat dilakukan penyaringan vakum karena larutan terlalu viskous. Pada skala laboratoium, proses casting dapat dilakukan pada plat kaca atau cawan gelas. Untuk larutan polimer 20% (b/v), diperlukan plat kaca 14

30 yang dapat membentuk ketebalan larutan sebesar kira-kira lima kali ketebalan film plastik yang akan dihasilkan. D. Karakterisasi Plastik Biodegradable Kualitas plastik biodegradable yang dihasilkan dapat ditentukan dengan melakukan karakterisasi. Beberapa karakterisasi yang dapat menentukan kualitas plastik biodegradable adalah karakterisasi sifat mekanik meliputi kuat tarik dan perpanjangan putus, karakterisasi gugus fungsi dengan FTIR, karakterisasi sifat termal meliputi titik leleh dan titik transisi kaca dengan DSC serta karakterisasi derajat kristalinitas. 1. Karakterisasi Sifat Mekanik Sifat mekanik suatu bahan berhubungan erat dengan struktur kimianya, terutama struktur molekulnya. Struktur molekul yang mempengaruhi sifat mekanik suatu bahan meliputi bentuk molekul, kekompakan molekul, kristalinitas, kekuatan ikatan molekul, dan gaya antarmolekul (Allcock dan Lampe, 1981). Menurut Surdia dan Saito (1995), kuat tarik adalah tegangan regangan maksimum yang dapat diterima sampel. Datsko (1996) menyatakan bahwa perpanjangan putus adalah perubahan panjang maksimum yang dialami plastik pada saat pengujian kuat tarik. Menurut Stevens (2001), tegangan tarik ) adalah gaya yang diaplikasikan (F) dibagi dengan luas penampang (A). Pengujian kuat tarik akan menghasilkan kurva tegangan-regangan (stress-strain). Informasi yang diperoleh dari kurva tegangan-regangan untuk polimer adalah kekuatan tarik saat putus (ultimate strength) dan perpanjangan saat putus (elongation at break, ) dari bahan (Billmayer, 1971). Suatu kurva tegangan-regangan yang umum untuk bahan termoplastik memperlihatkan tegangan tarik dan perpanjangan putus, yaitu pada mulanya tinggi sampai mencapai suatu titik hingga plastik tersebut terdeformasi. Sebelum titik deformasi tersebut perpanjangan masih dapat balik dan setelah sampai pada titik yield, perpanjangan tidak dapat balik yang selanjutnya sampel tersebut patah pada titik break. Kurva tegangan-regangan suatu bahan termoplastik dapat dilihat pada Gambar 4. 15

31 Gambar 4. Kurva tegangan-regangan suatu bahan termoplastik (Allcock dan Lampe, 1981). 2. Karakterisasi Gugus Fungsi Adanya gugus fungsional pada suatu bahan dapat dianalisa dengan menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy). Menurut Sutiani (1997), spektroskopi inframerah merupakan salah satu teknik identifikasi struktur baik untuk senyawa organik maupun senyawa anorganik. Analisa ini merupakan metode semi empirik dimana kombinasi pita serapan yang khas dapat diperoleh untuk menentukan struktur senyawa yang terdapat pada suatu bahan. Menurut Mohsenin (1984), infra merah merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang diatas daerah sinar tampak yaitu pada m. Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah inframerah. Vibrasi inframerah dapat dideteksi dan diukur pada spektrum inframerah bila vibrasinya menghasilkan perubahan momen dipol. Daerah inframerah dibagi dalam daerah dekat ( cm -1 ), daerah sedang ( cm -1 ), dan daerah jauh ( cm -1 ). Radiasi inframerah yang penting dalam penentuan struktur atau analisa gugus fungsi dan paling banyak digunakan untuk keperluan praktis adalah daerah inframerah sedang yaitu dengan bilangan gelombang antara cm -1 (Khopkar, 2002). Stevens (2001) menyatakan bahwa spektrum-spektrum dari sebagian besar polimer 16

32 komersial telah dicatat, karena itu indentifikasi kualitatif zat-zat yang belum diketahui seringkali bisa diselesaikan melalui perbandingan. 3. Karakterisasi Sifat Termal Menurut Jandali dan Widmann (1995), analisa sifat termal merupakan suatu teknik untuk megetahui karakteristik suatu bahan berdasarkan fungsi suhu dan waktu. Pada teknik ini, sampel dipanaskan atau didinginkan pada laju konstan. Salah satu teknik analisis sifat termal adalah DSC (Diffrential Scanning Calorimetry). DSC mengukur sejumlah energi (panas) yang diserap atau dilepaskan oleh suatu sampel ketika dipanaskan, didinginkan atau didiamkan pada suhu konstan. DSC juga mengukur suhu sampel pada kondisi tersebut. Prinsip kerja menggunakan metode ini adalah pengukuran aliran panas berdasarkan kompensasi tenaga (Rabek 1983). Jandali dan Widmann (1995) menambahkan bahwa pada saat energi ditransmisikan akan terjadi perubahan entalpi pada sampel. Ketika sampel menyerap energi maka entalpi akan berubah dan prosesnya disebut endoterm, sedangkan ketika sampel melepas energi prosesnya disebut eksoterm. Perubahan entalpi maupun suhu yang terjadi pada sampel selalu dimonitor oleh sensor yang terpasang pada DSC sehingga dapat memberikan informasi tentang suhu transisi kaca (transition glass temperature, T g ) dan suhu pelelehan (melting temperature, T m ). 4. Karakterisasi Derajat Kristalinitas Knapczyk dan Simon di dalam Kent (1992) menyatakan bahwa struktur molekul yang susunan keteraturannya tinggi disebut kristalin. Sedangkan struktur molekul yang susunannya tidak teratur disebut amorf. Polimer termoplastik yang kristalinitasnya tinggi, lebih resisten terhadap pelarut dan meleleh lebih tajam pada suhu tinggi dari pada polimer amorf. Polimer dengan kristalinitas tinggi mempunyai kekakuan yang tinggi, lebih rapuh atau ketahanan guncang yang rendah daripada polimer amorf. Oleh karena itu Cullity dan Stock (2001) menyatakan bahwa derajat kristalinitas menetukan aplikasi dari bahan polimer tersebut. 17

33 Pengukuran derajat kritalinitas dapat dilakukan dengan menggunakan Difraktometer sinar-x (X-Ray Diffractometer, XRD). Menurut Sutiani (1997), difraktometer sinar-x merupakan suatu alat yang dapat mentukan derajat kristalinitas suatu polimer. Bagian kristalin dan amorf suatu polimer dapat berinteraksi dengan sinar-x dan menunjukkan aktifitas difraksi yang spesifik. Derajat kristalinitas dapat ditentukan bila difraksi kristalin dapat dipisahkan dari difraksi amorf. Derajat kristalinitas diketahui dengan cara menghitung perbandingan luas difraksi kristalin terhadap luas total difraksi E. Pemlastis 1. Definisi dan Karakteristik Menurut Hammer (1978), pemlastis adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk mengurangi kekakuan resin termoplastik. Prinsip kerja pemlastis adalah dengan membentuk interaksi molekuler rantai polimer untuk meningkatkan kecepatan respon viskoelastis pada polimer. Hal ini akan meningkatkan mobilitas molekuler rantai polimer dan akibatnya dapat menurunkan suhu transisi kaca (T g ). Billmeyer (1994) menambahkan bahwa jika suatu polimer semikristalin mendapat tambahan pemlastis maka akan terjadi penurunan suhu pelelehan (T m ) dan derajat kristalinitas. Pemlastis akan lebih banyak berinteraksi dengan fase amorf dan sangat sedikit yang berinteraksi dengan fase kristalin. Efektivitas penambahan pemlastis dapat dilihat melalui beberapa parameter semi empiris, seperti penurunan suhu transisi kaca dan titik leleh, karakteristik mekanik serta kondisi molekuler. Menurut Hammer (1978), beberapa kondisi yang harus dimiliki pemlastis adalah (1) mampu berinteraksi secara molekuler dengan polimer; (2) mempunyai T g yang cukup rendah untuk menurunkan T g polimer; (3) mempunyai bobot molekul yang cukup tinggi untuk tetap menjaga agar bobot molekul polimer tetap tinggi. Berdasarkan hasil penelitian Kalnins et al. (1999), penambahan pemlastis dan peningkatan konsentrasi pemlastis dapat menyebabkan penurunan suhu transisi kaca (T g ) film plastik berbasis PHB. Penurunan T g ini 18

34 diakibatkan oleh peningkatkan mobilitas makromolekul PHB. Selain itu juga dapat menyebabkan penurunan suhu pelelehan (T m ) sehingga dapat meningkatkan kemampuan proses dari film plastik tersebut. 2. Dimetil Ftalat Menurut Allcock dan Lampe (1981), untuk meningkatkan fleksibilitas film plastik dapat ditambahkan bahan pemlastis berupa ester ftalat. Penambahan ester ftalat pada umumnya dilakukan untuk mengurangi kekakuan material termoplastik yang berbasis polivinilklorida (PVC). Salah satu jenis pemlastis yang termasuk dalam golongan ester ftalat adalah dimetil ftalat. Dimetil ftalat merupakan pemlastis yang bersifat dapat larut dalam alkohol, eter, dan kloroform. Titik didih dimetil ftalat adalah o C. Penampakan dimetil ftalat adalah tidak berwarna dan tidak berbau. Struktur kimia dimetil ftalat dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Struktur kimia dimetil ftalat (Merck, 1999) Menurut Akmaliah (2003), pada pembuatan lembaran bioplastik dari poli- -hidroksialkanoat (PHA) dengan pemlastis dimetil ftalat, lembaran plastik terbentuk pada penambahan pemlastis dengan konsentrasi 10% dan 12,5%, sedangkan pada konsentrasi 5% tidak terbentuk lembaran bioplastik. Lembaran bioplastik dengan karakteristik terbaik diperoleh pada penambahan pemlastis dimetil ftalat dengan konsentrasi 12,5%. 19

35 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat 1. Bahan Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan film bioplastik adalah poli-3-hidroksialkanoat (PHA) hasil kultivasi secara fed-batch. Proses kultivasi tersebut menggunakan strain bakteri Ralstonia eutropha IAM yang diperoleh dari IAM Culture Collection, Institute of Molecular and Celular Bioscience, The University of Tokyo. Sumber karbon yang digunakan dalam substrat kultivasi adalah hidrolisat pati sagu (Metroxylon sp) yang dipersiapkan melalui hidrolisis enzimatis pati sagu dengan enzim -amilase dan amiloglukosidase. Bahan-bahan untuk kultivasi bakteri dan isolasi PHA adalah nutrient broth, (NH 4 ) 2 HPO 4, K 2 HPO4, KH 2 PO 4, MgSO 4 0,1 M, FeSO 4.7H 2 O, MnCl 2.4H 2 O, CoSO 4.7H 2 0, CaCl 2.7H 2 O, CuCl 2.2H 2 O, ZnSO 4.7H 2 O, buffer tris-hidroklorida, NaOH, NaOCl dan NH 4 OH. Pembuatan film bioplastik dilakukan dengan menggunakan pelarut kloroform untuk melarutkan PHA dan menggunakan dimetil ftalat sebagai pemlastis. 2. Alat Alat-alat utama yang digunakan untuk kultivasi PHA adalah bioreaktor skala 13 liter dengan volume kerja 10 liter, alat-alat gelas, penyaring vakum, oven, shaking waterbath, termometer, neraca analitik, rotary shaking inkubator, autoklaf, ph meter, sentrifuse kecepatan tinggi, homogenizer, refrigator, freezer, desikator, clean bench, dan pipet mikro. Plat kaca untuk casting bioplastik dan penguapan pelarut dilakukan di dalam lemari asap. Peralatan yang digunakan untuk karakterisasi film bioplastik adalah UTM (Universal Testing Machine) untuk mengukur kuat tarik dan perpanjangan putus, FTIR (Fourier Transform Infra-Red Spectroscopy) untuk analisis gugus fungsi, DSC (Differential Scanning Calorimetry) untuk analisis T m (melting point) dan T g (glass transition temperature). 20

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BIOPLASTIK DARI POLY-3-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN Ralstonia Eutropha PADA HIDROLISAT PATI SAGU DENGAN PENAMBAHAN DIMETIL FTALAT (DMF) Oleh JUARI F34102051 2006 FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp)

TINJAUAN PUSTAKA. Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) TINJAUAN PUSTAKA Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp) Pati sagu merupakan hasil ekstraksi pati dari batang empulur tanaman sagu. Sagu merupakan tumbuhan monokotil dari ordo Spadiciflorae, keluarga Palmae

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU Oleh DEDE RAIS F34102064 2007

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH

PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH PENGARUH KONSENTRASI PEG 400 TERHADAP KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha MENGGUNAKAN SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU Oleh DEDE RAIS F34102064 2007

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BIOPLASTIK POLI-HIDROKSIALKANOAT (PHA) DENGAN PENAMBAHAN POLIOKSIETILEN-(20)-SORBITAN MONOLAURAT SEBAGAI PEMLASTIS

KARAKTERISASI BIOPLASTIK POLI-HIDROKSIALKANOAT (PHA) DENGAN PENAMBAHAN POLIOKSIETILEN-(20)-SORBITAN MONOLAURAT SEBAGAI PEMLASTIS KARAKTERISASI BIOPLASTIK POLI-HIDROKSIALKANOAT (PHA) DENGAN PENAMBAHAN POLIOKSIETILEN-(20)-SORBITAN MONOLAURAT SEBAGAI PEMLASTIS Oleh : EVA ROSALINA LUMBANRAJA F34102023 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Analisis Sintesis PS dan Kopolimer PS-PHB Sintesis polistiren dan kopolimernya dengan polihidroksibutirat pada berbagai komposisi dilakukan dengan teknik polimerisasi radikal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada lima puluh tahun terakhir, produk-produk yang dibuat dari bahan plastik telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Bahan plastik ini mempunyai keunggulan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN POLIOKSIETILEN-(20)-SORBITAN MONOLAURAT PADA KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLI-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN

PENGARUH PENAMBAHAN POLIOKSIETILEN-(20)-SORBITAN MONOLAURAT PADA KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLI-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN Kh. Syamsu,, Ch. Pandji, dan E. R. Lumbanraja PENGARUH PENAMBAHAN POLIOKSIETILEN-(20)-SORBITAN MONOLAURAT PADA KARAKTERISTIK BIOPLASTIK POLI-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN Ralstonia eutropha PADA

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Distanoksan Sintesis distanoksan dilakukan dengan mencampurkan dibutiltimah(ii)oksida dan dibutiltimah(ii)klorida (Gambar 3.2). Sebelum dilakukan rekristalisasi, persen

Lebih terperinci

Khaswar Syamsu 1) Ani Suryani 2), Anas M. Fauzi 2), Bagus W.D. Wicaksono 2)

Khaswar Syamsu 1) Ani Suryani 2), Anas M. Fauzi 2), Bagus W.D. Wicaksono 2) OPTIMASI PRODUKSI, KARAKTERISISASI, APLIKASI DAN PENGUJIAN BIODEGRADASI BIOPLASTIK YANG DIHASILKAN OLEH RALSTONIA EUTROPHA PADA SUBSTRAT HIDROLISAT MINYAK SAWIT Khaswar Syamsu 1) Ani Suryani 2), Anas M.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistirena Polistirena disintesis melalui polimerisasi adisi radikal bebas dari monomer stirena dan benzoil peroksida (BP) sebagai inisiator. Polimerisasi dilakukan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polihidroksialkanoat (PHA) Polihidroksialkanoat merupakan salah satu contoh polimer poliester, diperoleh dari hasil sintesis sumber karbon oleh berbagai macam bakteri. Polihidroksialkanoat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

PERAN PEG 400 DALAM PEMBUATAN LEMBARAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha DARI SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU

PERAN PEG 400 DALAM PEMBUATAN LEMBARAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha DARI SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU Jurnal llmu Pertanian Indonesia, Agustus 27, him. 63-68 ISSN 853-4217 Vol. 12 No.2 PERAN PEG 4 DALAM PEMBUATAN LEMBARAN BIOPLASTIK POLIHIDROKSIALKANOAT YANG DIHASILKAN OLEH Ralstonia eutropha DARI SUBSTRAT

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan

3 Percobaan. 3.1 Alat dan Bahan Alat Bahan 3 Percobaan 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Alat gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, seperti gelas kimia, gelas ukur, cawan petri, labu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : bahan baku pembuatan pati termoplastis yang terdiri dari tapioka dan onggok hasil produksi masyarakat

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas. 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Nama Alat Merek Alat-alat Gelas Pyrex Gelas Ukur Pyrex Neraca Analitis OHaus Termometer Fisher Hot Plate

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Hidrolisat Pati Sagu Sebelum digunakan sebagai media kultivasi, hidrolisat pati sagu terlebih dahulu dikarakterisasi (Tabel 2). Parameter konsentrasi total gula dan total

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Pada umumnya peralatan yang digunakan berada di Laboratorium Kimia Fisik Material, sedangkan untuk FTIR digunakan peralatan yang berada di Laboratorium

Lebih terperinci

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI

SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI SINTESIS POLIVINIL ASETAT BERBASIS PELARUT METANOL YANG TERSTABILKAN OLEH DISPONIL SKRIPSI 7 AGUSTUS 2014 SARI MEIWIKA S. NRP. 1410.100.032 Dosen Pembimbing Lukman Atmaja, Ph.D Pendahuluan Metodologi Hasil

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

II. TINJAUAN PUSTAKA. membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktifitas Air (Aw) Aktivitas air atau water activity (a w ) sering disebut juga air bebas, karena mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plastik Biodegradabel Plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Serbuk Dispersi Padat Pada pembuatan dispersi padat dengan berbagai perbandingan dihasilkan serbuk putih dengan tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi

Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting pada Polipropilena Terdegradasi Analisis Sifat Kimia dan Fisika dari Maleat Anhidrida Tergrafting Reni Silvia Nasution Program Studi Kimia, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh, Indonesia reni.nst03@yahoo.com Abstrak: Telah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan Januari 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika Material jurusan

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Sintesis dan Pemurnian Polistiren Pada percobaan ini, polistiren dihasilkan dari polimerisasi adisi melalui reaksi radikal dengan inisiator benzoil peroksida (BPO). Sintesis

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU SEBAGAI SUMBER KARBON UNTUK MEMPRODUKSI BIOPLASTIK POLIHIDROKSI ALKANOAT (PHA) OLEH R

PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU SEBAGAI SUMBER KARBON UNTUK MEMPRODUKSI BIOPLASTIK POLIHIDROKSI ALKANOAT (PHA) OLEH R PEMANFAATAN HIDROLISAT PATI SAGU SEBAGAI SUMBER KARBON UNTUK MEMPRODUKSI BIOPLASTIK POLIHIDROKSI ALKANOAT (PHA) OLEH Ralstonia eutropha PADA SISTIM KULTIVASI FED BATCH K. Syamsu*, A.M. Fauzi, L. Hartoto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOPLASTIK POLI-

PEMBUATAN BIOPLASTIK POLI- PEMBUATAN BIOPLASTIK POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA) YANG DIHASILKAN OLEH Rastonia eutropha PADA SUBSTRAT HIDROLISAT PATI SAGU DENGAN PEMLASTIS ISOPROPIL PALMITAT Oleh JUMMI WALDI F34102017 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN FERMENTASI Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemanfaatan polimer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik

Lebih terperinci

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November

Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November PENGARUH PENAMBAHAN KHITOSAN DAN PLASTICIZER GLISEROL PADA KARAKTERISTIK PLASTIK BIODEGRADABLE DARI PATI LIMBAH KULIT SINGKONG Disusun oleh : 1. I Gede Sanjaya M.H. (2305100060) 2. Tyas Puspita (2305100088)

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PATI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DAN PATI SAGU (Metroxylon sp.) DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK

PEMANFAATAN PATI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DAN PATI SAGU (Metroxylon sp.) DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK PEMANFAATAN PATI BIJI DURIAN (Durio zibethinus Murr.) DAN PATI SAGU (Metroxylon sp.) DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK THE UTILIZATION OF DURIAN SEED STARCH (Durio zibethinus Murr.) AND SAGO STARCH (Metrixylon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Material selulosa bakteri adalah hasil proses fermentasi air kelapa dengan menggunakan bakteri Acetobacter xylinum. Secara kimiawi, serat yang terkandung di dalam nata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau

Metabolisme Energi. Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar. Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Metabolisme Energi Pertemuan ke-4 Mikrobiologi Dasar Prof. Ir. H. Usman Pato, MSc. PhD. Fakultas Pertanian Universitas Riau Sumber Energi Mikroba Setiap makhluk hidup butuh energi untuk kelangsungan hidupnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer superabsorbent di bawah radiasi microwave dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA (%) PLA (%) Tabel 5 Komposisi poliblen PGA dengan PLA (b) Komposisi PGA PLA A1 A2 A3 A4 65 80 95 35 05 Pembuatan PCL/PGA/PLA Metode blending antara PCL, PGA, dan PLA didasarkan pada metode Broz et al. (03) yang disiapkan

Lebih terperinci

MODIFIKASI POLIPROPILENA SEBAGAI POLIMER KOMPOSIT BIODEGRADABEL DENGAN BAHAN PENGISI PATI PISANG DAN SORBITOL SEBAGAI PLATISIZER

MODIFIKASI POLIPROPILENA SEBAGAI POLIMER KOMPOSIT BIODEGRADABEL DENGAN BAHAN PENGISI PATI PISANG DAN SORBITOL SEBAGAI PLATISIZER MODIFIKASI POLIPROPILENA SEBAGAI POLIMER KOMPOSIT BIODEGRADABEL DENGAN BAHAN PENGISI PATI PISANG DAN SORBITOL SEBAGAI PLATISIZER Ely Sulistya Ningsih 1, Sri Mulyadi 1, Yuli Yetri 2 Jurusan Fisika, FMIPA

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT, DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES BIODEGRADASI

PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT, DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES BIODEGRADASI PENGARUH PENAMBAHAN PEMLASTIS DIMETIL FTALAT, DIETIL GLIKOL DAN POLIETILEN GLIKOL DALAM PROSES BIODEGRADASI POLI-β-HIDROKSIALKANOAT (PHA) PADA MEDIA AIR SECARA AEROBIK oleh SAVITRI DINYATI F 34102095 2007

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 9 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2012. Laboratorium yang digunakan yaitu Laboratorium Biokimia Hasil Perairan I untuk preparasi sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Limbah plastik sintetik menjadi salah satu permasalahan yang paling memprihatinkan di Indonesia. Jenis plastik yang beredar di masyarakat merupakan plastik sintetik

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Plastik merupakan polimer yang banyak diaplikasikan secara global oleh manusia karena berbagai keunggulannya. Namun permasalahan kemudian muncul ketika plastik telah dibuang ke

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 INDUSTRI KIMIA DAN PERKEMBANGANNYA Saat ini, perhatian terhadap industri kimia semakin meningkat karena berkurangnya pasokan bahan baku dan sumber energi serta meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang telah dilakukan. Sub bab pertama diuraikan mengenai waktu dan lokasi penelitian, desain penelitian, alat dan bahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan juni 2011 sampai Desember 2011, dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT. Indokom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia

LATAR BELAKANG. Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan. Indonesia 1 LATAR BELAKANG Indonesia Bahan bakar Fosil - Persediannya menipis - Tidak ramah lingkungan Hidrogen - Ramah lingkungan - Nilai kalor lebih besar (119,02 MJ/kg) Bagasse tebu melimpah (5,706 juta ton/tahun)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : 19630504 198903 2 001 DIBIAYAI OLEH DANA DIPA Universitas Riau Nomor: 0680/023-04.2.16/04/2004, tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komposit merupakan salah satu jenis bahan yang dibuat dengan penggabungan dua atau lebih macam bahan yang mempunyai sifat yang berbeda menjadi satu material dengan

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian Secara garis besar penelitian dibagi menjadi tiga, yaitu pembuatan kertas dengan modifikasi tanpa tahap penghilangan lemak, penambahan aditif kitin, kitosan, agar-agar, dan karagenan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat Bab III Metodologi Penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian yaitu isolasi selulosa dari serbuk gergaji kayu dan asetilasi selulosa hasil isolasi dengan variasi waktu. Kemudian selulosa hasil isolasi dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan sumber bahan bakar semakin meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Akan tetapi cadangan sumber bahan bakar justru

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tepung Empulur Sagu 1. Analisa Proksimat a. Kadar Air (AOAC 1999) Sampel sebanyak 2 g ditimbang dan ditaruh di dalam cawan aluminium yang telah diketahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab Bandung Barat. Sampel yang diambil berupa tanaman KPD. Penelitian berlangsung sekitar

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan Maret 2015 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010. Sintesis cairan ionik, sulfonasi kitosan, impregnasi cairan ionik, analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Produksi plastik di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data INAPLAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN 1. Bahan Bahan baku pembuatan pati terdiri atas tapioka dan pati sagu yang diperoleh dari pengolahan masyarakat secara tradisional dari daerah Cimahpar (Kabupaten

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren (PS) Pada proses sintesis ini, benzoil peroksida berperan sebagai suatu inisiator pada proses polimerisasi, sedangkan stiren berperan sebagai monomer yang

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Rekayasa Fakultas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis)

EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) EFEK ASAM TERHADAP SIFAT TERMAL EKSTRAK GELATIN DARI TULANG IKAN TUNA (Euthynnus affinis) Oleh : MARSAID/ 1409.201.717 Pembimbing: Drs.Lukman Atmaja, M.Si.,Ph.D. LATAR BELAKANG PENELITIAN GELATIN Aplikasinya

Lebih terperinci

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis

Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis Produksi Glukosa Cair dari Pati Ubi Jalar Melalui Proses Likuifikasi dan Sakarifikasi Secara Enzimatis 1) I Wayan Arnata, 1) Bambang Admadi H., 2) Esselon Pardede 1) Staf Pengajar PS. Teknologi Industri

Lebih terperinci

Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI. Sejarah Asam sitrat. Kegunaan asam sitrat

Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI. Sejarah Asam sitrat. Kegunaan asam sitrat Pendahuluan PRODUKSI ASAM SITRAT SECARA FERMENTASI Asam sitrat merupakan asam organik Berguna dalam industri makanan, farmasi dan tambahan dalam makanan ternak Dapat diproduksi secara kimiawi, atau secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu membuat nata dari bonggol nanas dengan menggunakan sumber nitrogen alami dari ekstrak kacang hijau. Nata yang dihasilkan

Lebih terperinci