Rencana Pola Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Rencana Pola Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung"

Transkripsi

1 Rencana Pola Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai rencana pola pengembangan dan pengelolaan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung. Rencana ini disusun berdasarkan permasalahan yang terjadi di lapangan dan strategi yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Rencana pola pengembangan lebih difokuskan pada aspek fisik keruangan, sedangkan rencana pengelolaan lebih ditekankan pada aspek kelembagaan Sebagaimana kajian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, masalah yang dihadapi oleh Kabupaten Bandung dalam pengembangan kawasan industri tembakau adalah sebagai berikut : 1. Secara spatial, lokasi budidaya dan industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung tersebar di 17 Kecamatan. 2. Industri Hasil tembakau belum terorganisasi baik, yang berimplikasi pada pemasaran yang dilakukan secara parsial oleh masing-masing lokasi budidaya industri hasil tembakau. 3. Belum adanya skenario pengembangan kawasan industri tembakau, sehingga menghambat pengembangan kawasan industri tembakau secara terpadu dan berkelanjutan. 4. Masih kurangnya infrastruktur penunjang, khususnya pergudangan. Dalam industri hasil tembakau, gudang digunakan untuk menyimpan hasil tembakau sebelum dipasarkan dan peningkatan kualitas tembakau. Daun olahan tembakau akan semakin berkualitas apabila disimpan dalam waktu yang cukup lama. 5. Proses pengolahan daun tembakau pada umumnya masih dilakukan secara tradisional, sehingga kualitas yang dihasilkan masih belum memenuhi standar yang disyaratkan oleh industri. LAPORAN AKHIR VI - 1

2 6. Masih kurangnya infrastruktur perkreditan (koperasi). Beberapa petani harus meminjam uang terlebih dahulu untuk pengembangan lahan pertanian dan pengolahan hasil tembakau. Dengan adanya koperasi diharapkan agar peminjaman dapat dilakukan dengan bunga yang sangat rendah. 7. Belum adanya asosiasi petani dan pengolah tembakau yang dapat membawa petani dan pengolah tembakau pada posisi nilai tawar yang baik. Selama ini harga masih dipermainkan oleh para pengumpul. Strategi pengembangan kawasan industri tembakau berdasarkan permasalahan yang ada adalah: 1. Sosialisasi standarisasi pengolahan tembakau sesuai dengan kriteria industri dan pelatihan bagi petani dan pengolah tembakau untuk memenuhi standar yang diharapkan. 2. Pengembangan kelembagaan petani dan pengolah tembakau dalam bentuk asosiasi-asosiasi. 3. Diversifikasi produk olahan tembakau dan rokok dengan nilai nikotin rendah. 4. Pengembangan infrastruktur pergudangan, transportasi, dan perkreditan. 5. Pengembangan kawasan industri tembakau terintegrasi. Berdasarkan strategi yang dirumuskan diatas, skenario pengembangan kawasan industri di Kabupaten Bandung adalah sebagai berikut : 1. Mengintegrasikan secara keruangan sentra industri tembakau di Kabupaten Bandung. 2. Merumuskan hirarki maupun klaster kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung. 3. Merumuskan Fungsi Kegaiatan Industri Tembakau pada masingmasing hirarki. 4. Merumuskan kebutuhan ruang pada masing-masing sentra industri tembakau sesuai dengan hirarki nya. LAPORAN AKHIR VI - 2

3 5. Merumuskan kelembagaan dan pengelolaan kawasan industri tembakau. 6.1 Rencana Pola pengembangan Kawasan Industri Tembakau di kabupaten Bandung Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana pola pengembangan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung adalah dengan menggunakan konsep agropolitan. Konsep agropolitan sendiri secara spasial adalah mengintegrasikan antara desa dan kota sebagai keterkaitan ekonomi yang saling membutuhkan dan bersifat interdependensi. Keterkaitan dan interdependensi menurut Douglass (1998) direalisasikan dengan menempatkan fungsi kota sebagai pusat transportasi dan perdagangan pertanian, sedangkan fungsi desa sebagai produksi dan produktivitas pertanian. Desa dan kota merupakan satu kesatuaan muatan fungsional wilayah yang seharusnya saling bersinergi dan melengkapi (komplementer). Menurut Tarigan (2003) pendekatan keterkaitan desa-kota dalam pembangunan wilayah perdesaan juga dapat menaikkan nilai tukar produk/ jasa masyarakat perdesaan melalui : (1) upaya memindahkan proses produksi dari kota ke desa untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah produk/ jasa yang dihasilkan oleh masyarakat perdesaan melalui bantuan modal, sarana produksi dan pelatihan; (2) memperpendek jalur produksi, distribusi, dan pemasaran produk/ jasa masyarakat untuk mengurangi biaya ekonomi tinggi melalui pembentukan satuan partisipatif bagi pengembangan produk/ jasa secara spesifik; (3) memberikan akses yang lebih besar bagi masyarakat perdesaan terhadap faktor-faktor produksi barang/ jasa seperti modal, bahan baku, teknologi, sarana dan prasarana. Pembangunan agropolitan yang terintegrasi bertujuan untuk menghasilkan sistem ruang terencana yang berperan didalam melayani dan menghubungkan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi dari manusianya. LAPORAN AKHIR VI - 3

4 Sistem ruang ini membentuk keterkaitan antar lokasi-lokasi secara berhirarki (berjenjang) berupa struktur ruang agropolitan. Menurut ESCAP (1979 : hal. 63) jenjang pusat-pusat yang melayani wilayah pembangunan pertanian terdiri dari kota regional (regional city), kota distrik (district town), dan kota lokal (local town). Masing-masing pusat ini memiliki fungsi yang didasarkan kepada kemampuan melayani sejumlah ukuran penduduk. Apabila dikaitkan dengan konsep secondary cities pemikiran Rondinelli, maka kota kedua tersebut adalah kota distrik. Rondinelli dan Ruddle (ESCAP, 1979 : hal 65) mengemukakan bahwa kota distrik merupakan saluran utama didalam memenuhi kebutuhan dasar barang dan jasa penduduk (petani) sebagai pengganti dari hasil-hasil pertanian yang mereka jual. Dalam konsep agropolitan, kota kedua ini dapat dianggap sebagai lokasi pusat-pusat pelayanan pertanian dan perdesaan atau pusat agropolitan. Pusat agropolitan bersama dengan unit-unit pengembangan (setingkat kecamatan) membentuk satu kawasan agropolitan, dimana masing-masing memiliki fungsi sebagai berikut (Douglass, 1986; diambil dari Ruchyat Deni Djakapermana, 2003 : hal. 7). Pusat agropolitan, berfungsi sebagai : a. Pusat pedagangan dan transportasi. b. Penyedia jasa pendukung pertanian. c. Pasar konsumen produk non-pertanian. d. Pusat industri pertanian (agro-based industri). e. Penyedia pekerjaan non pertanian. f. Pusat agropolitan dan hinterlandnya terkait dengan sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten. Unit-unit kawasan pengembangan, berfungsi sebagai : a. Pusat produksi pertanian. b. Intensifikasi pertanian. c. Pusat pendapatan perdesaan dari permintaan untuk barang-barang dan jasa non pertanian. d. Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian. LAPORAN AKHIR VI - 4

5 Lebih lanjut, pola pengembangan Kawasan Industri Tembakau dalam konteks struktur tata ruang pengembangan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung secara teoritis didasarkan pada konsep core-periphery area. Konsep ini memandang wilayah sebagai suatu hubungan sosial ekonomi antara pusat dan daerah pinggiran. Dalam konteks pengembangan kawasan industri tembakau, hubungan dimaksud adalah hubungan antara kecamatan lokasi kawasan industri inti dengan kecamatan lainnya (sentra produksi tembakau) di kawasan pengembangan industri tembakau Kabupaten Bandung. Struktur tata ruang ini akan mengintegrasikan lokasi-lokasi kegiatan on-farm dan off-farms sedemikian rupa sehingga tujuan pengembangan kawasan industri tembakau dapat tercapai, dan dibentuk untuk : (a). Menciptakan dan memudahkan hubungan antara kecamatankecamatan sentra produksi on-farm maupun kecamatankecamatan yang potensial di kembangkan menjadi sentra pengolahan industri tembakau dengan kecamatan yang dijadikan sebagai pusat kawasan indutsri tembakau (inti) sebagai sentra kegiatan off-farm. (b). Menciptakan kemudahan bagi pelaku kegiatan yang berdiam di kecamatan-kecamatan yang ada di kawasan industri tembakau untuk dapat menikmati fasilitas dan prasarana sosial ekonomi pendukung kegiatan industri tembakau sesuai dengan hirarkinya. (c). Menciptakan sistem atau pola distribusi sarana sosial ekonomi yang berjenjang (hirarki). (d). Menciptakan keterkaitan antar pusat-pusat pasar tembakau yang lebih kuat sehingga mampu membangun pola supply demand industri tembakau lebih efisien. Berdasarkan konsep agropolitan yang telah dijelaskan, pengembangan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung akan LAPORAN AKHIR VI - 5

6 dikembangkan secara terintegrasi, dan secara struktur ruang dibagi kedalam 3 (tiga) Hirarki, yaitu : 1. Orde I : Pusat Kawasan Industri Tembakau Regional. 2. Orde II : Pusat Kawasan Industri Tembakauyang melayani kecamatan-kecamatan sentra industri tembakau. 3. Orde III : Daerah Bahan Baku Kawasan Industri Tembakau. Keterkaitan antar hirarki pusat pengembangan industri tembakau ditunjukkan pada Gambar 6.1. Gambar 6.1 Hirarki Keruangan Pengembangan Kawasan Industri Tembakau Pada Bab 5 telah dijelaskan lokasi-lokasi kecamatan yang potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan industri tembakau. Penentuan lokasi potensial ini didasarkan pada kriteria sebagai berikut : 1. Kebijakan Tata Ruang Kabupaten Bandung (RTRW Kabupaten Bandung Tahun ). 2. Ketersedian Bahan Baku Industri Tembakau. 3. Lokasi Pasar. 4. Infrastruktur Pendukung. LAPORAN AKHIR VI - 6

7 Berdasarkan hasil analisis pada Bab 5, pembagian hirarki/orde kawasan industri tembakau adalah sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.1, sedangkan distribusi kecamatan berdasarkan hirarki dapat dilihat pada Gambar 6.2. Tabel 6.1. Hirarki Pengembangan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung No Hirarki Kecamatan 1 Orde I Cicalengka. 2 Orde II Ciparay dan Soreang. 3 Orde III Ciwidey, Kutawaringin, Cimaung, Arjasari, Pacet, Baleendah, Paseh, Cimaung, Nagreg, Cileunyi, Cikancung, Cilengkrang, Pasirjambu, dan Rancabali. LAPORAN AKHIR VI - 7

8 Gambar 6.2. Distribusi Kecamatan berdasarkan Hirarki Pengembangan LAPORAN AKHIR VI - 8

9 Kecamatan Cicalengka terpilih sebagai kawasan dengan Orde I disebabkan karena kecamatan ini merupakan kecamatan yang paling potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan industri tembakau berdasarkan kriteria pengembangan kawasan industri.kecamatan untuk Orde II dan Orde III ditentukan berdasarkan distribusi spasial. Industri hasil tembakau yang sudah berkembang di Kabupaten Bandung adalah industri hulu, berupa pengeringan dan perajangan daun tembakau. Berdasarkan karakteristik yang ada, industri hasil tembakau di Kabupaten Bandung dapat dikembangkan hingga industri antara. Berdasarkan deskripsi diatas, pengembangan fungsi kawasan industri tembakau menurut hirarkinya adalah sebagai berikut (Tabel 6.2). Tabel 6.2 Fungsi Kegiatan Kawasan berdasarkan Hirarki Pengembangan No Hirarki Fungsi Kegiatan Kawasan 1 Orde I - Pusat Pemasaran Regional Kabupaten Bandung - Pengumpul hasil produksi tembakau dari hirarki yang lebih kecil. - Industri pengolahan hasil tembakau - Dapat dikembangkan kelompok Industri Antara (Industri Bumbu Rokok serta kelengkapan lainnya (KBLI 16009), meliputi: tembakau bersaus, bumbu rokok dan kelengkapan rokok lain seperrti klembak menyan, saus rokok, uwur, klobot, kawung dan pembuatan filter - Sentra Pertanian Tembakau 2 Orde II - Pengumpul Hasil produksi Tembakau dari hirarki yang lebih kecil. - Industri pengolahan hasil tembakau - Sentra Pertanian Tembakau 3 Orde III Sentra Pertanian Tembakau LAPORAN AKHIR VI - 9

10 Lokasi kecamatan sentra industri tembakau di Kabupaten Bandung letaknya tersebar di 17 Kecamatan.Untuk memudahkan pengelolaan maka perlu dibentuk pembagian klaster dengan mempertimbangkan hubungan hirarki antar kecamatan sentra industri tembakau. Definsi dari Klaster Industri sendiri adalah Klaster industri merupakan kelompok usaha spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun non bisnis. Pengembangan/penguatan klaster industri tembakau di Kabupaten Bandung merupakan alternatif pendekatan yang dinilai efektif dan efeisien untuk membangun pengembangan industri tembakau. Bagi pelaku ekonomi industri tembakau, pendekatan klaster industri membantu upaya yang lebih fokus bagi terjalinnya kemitraan/hubungan yang saling menguntungkan dan pengembangan jaringan bisnis yang luas. Pengembangan klaster industri tembakau di Kabupaten Bandung dimaksudkan dalam rangka memperbaiki kelemahan seperti pemasaran dan perkembangnnya menunjukan gambaran parsial di setiap sentra industri tembakau. Pendekatan Klaster industri tembakau Kabupaten Bandung, dalam pengembangannya memperhatikan posisi letak geografis kecamatan sentra industri tembakau, dan terdapatnya kecamatan yang memiliki lebih dari satu hirarki. Klaster yang direncanakan untuk Kabupaten Bandung dalam memperkokoh pengembangan industri tembakau akan dikembangkan menjadi 3 (tiga) klaster sebagaimana dijelaskan pada Tabel 6.3. LAPORAN AKHIR VI - 10

11 Tabel 6.3 Klaster Industri Tembakau di Kabupaten Bandung No Klaster Kecamatan 1 I Rancabali, Pasirjambu, Ciwidey, Kutawaringin, Soreang, Cimaung 2 II Ciparay, Cimaung, Arjasari, Pacet, Ibun, Baleendah, Cileunyi, Cilengkrang 3 III Cicalengka, Paseh, Cikancung, Nagreg,. Mengenai gambaran rencana klaster dan sirkulasi pola pemasaran industri tembakau di Kabupaten Bandung dapat dilihat pada Gambar 6.3 dan Gambar 6.4. LAPORAN AKHIR VI - 11

12 Gambar 6.3. Klaster Pengembangan Kawasan Industri LAPORAN AKHIR VI - 12

13 Gambar 6.4. Rencana Sirkulasi Pola Pemasaran Industri Tembakau LAPORAN AKHIR VI - 13

14 6.2 Rencana Kebutuhan ruang Kawasan Industri Tembakau Kawasan industri yang akan dikembangkan merupakan kawasan pergudangan, yang dikembangkan pada Orde 1, yang melayani seluruh kabupaten (regional), dan Orde 2 yang melayani beberapa kecamatan. Fungsi dari gudang adalah untuk menyimpan sementara hasil pengolahan tembakau sebelum dijual. Disamping itu, gudang juga berfungsi untuk meningkatkan dan menstandarkan kualitas hasil olahan sesuai dengan standar pasar. Pengelolaan melalui kawasan industri juga dimaksudkan untuk mendapatkan harga terbaik. Dalam pengembangan ruang Kawasan Industri Tembakau Kabupaten Bandung mengacu terhadap besaran volume produksi yang dikumpukan di pusat orde 2 dan orde 1.Berdasarkan data lapangan, volume produksi total (ton/panen) tembakau adalah ton/panen dan produksi (ton/ha) adalah 2.449,92 ton/ha. Secara lengkap data dimaksud menurut klaster dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Jumlah Produksi berdasarkan Klaster Klaster Kecamatan Orde Produksi Total (ton/panen) Produksi (ton/ha) III Cicalengka I 1.096,00 263,04 III Cikancung III 848,00 203,52 III Nagreg III 1.080,00 259,20 III Paseh III 1.056,00 253,44 Total 4.080,00 979,20 II Arjasari III 480,00 115,20 II Balaendah III 200,00 48,00 II Cilengkrang III 500,00 120,00 II Cileunyi III 320,00 76,80 II Cimaung III 152,00 36,48 II Ciparay II 1.688,00 405,12 II Ibun III 888,00 213,12 II Pacet III 1.252,00 300,48 LAPORAN AKHIR VI - 14

15 Klaster Kecamatan Orde Produksi Total (ton/panen) Produksi (ton/ha) Total 5.480, ,20 I Ciwidey III 160,00 38,40 I Kutawaringin III 152,00 36,48 I Pasir Jambu III 120,00 28,80 I Rancabali III 96,00 23,04 I Soreang II 120,00 28,80 Total 648,00 155,52 Total Seluruh Klaster , ,92 Untuk kebutuhan luas bangunan gudang, berdasarkan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, bangunan gudang dengan luas 300 M 2 dapat menampung 23 Ton Tembakau. Disamping mempertimbangkan besaran volume produksi sebagaimana di atas, mengacu pada PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 35/M-IND/PER/3/2010 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KAWASAN INDUSTRI, pola penggunaan lahan untuk kawasan industri adalah sebagai berikut, Luas areal kapling industri maksimum 70% dari total luas areal. Luas ruang terbuka hijau (RTH) minimum 10% dari total luas areal. Jalan dan saluran antara 8 12% dari total luas areal. Fasilitas penunjang antara 6 12% dari total luas areal. Pola penggunaan lahan di kawasan industri secara lengkap ditunjukkan pada Tabel 6.5. LAPORAN AKHIR VI - 15

16 No Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Tabel 6.5. Pola Penggunaan Lahan Kawasan Industri Jenis Penggunaan Struktur Penggunaan (%) Keterangan 1 Kapling Industri Maksimal 70 % Setiap kapling harus mengikuti ketentuan BCR sesuai dengan Perda setempat (60 : 40) 2 Jalan dan Saluran 8 12 % - Untuk tercapainya aksessibilitas di mana ada jalan primer dan jalan sekunder (pelayanan) - Tekanan gandar primer - minimal 8 ton dan sekunder minimal 5 ton - Perkerasan jalan minimal 7 m 3 Ruang Terbuka Hijau Minimal 10% Dapat berupa jalur hijau (green belt), taman dan perimeter 2. 4 Fasilitas penunjang 6-12 % Dapat berupa Kantin, Guest House, Tempat lbadah, Fasilitas Olah Raga, dll. Dengan mengacu koridor di atas, kebutuhan ruang pengembangan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung pada masing-masing Orde adalah sebagaimana disampaikan pada Tabel 6.6. LAPORAN AKHIR VI - 16

17 Tabel 6.6. Pola Penggunaan Lahan Kawasan Industri Tembakau Kabupaten Bandung Proyeksi Daya Luas Lahan Kawasan Lokasi Tampung Industri Orde kecamatan Produksi Luas Komponen % Tembakau (ton) (M2) Kapling Gudang 70% Jalan dan Saluran 10% I Cicalengka 2.449,92 Hijau Ruang Terbuka 10% Fasilitas penunjang 10% TOTAL 100% Kapling Gudang 70% Jalan dan Saluran 10% II Ciparay 1.315,20 Hijau Ruang Terbuka 10% Fasilitas penunjang 10% Total 100% Kapling Gudang 70% Jalan dan Saluran 10% 290 III Soreang 155,52 Hijau Ruang Terbuka 10% 290 Fasilitas penunjang 10% 290 Total 100% LAPORAN AKHIR VI - 17

18 6.3. Skenario Kelembagaan dan Pengelolaan Kawasan Industri Tembakau Pada bagian ini akan dijelaskan pola-pola pembangunan dan pengelolaan kawasan industri tembakau, yang berupa fasilitas pergudangan, terutama fasilitas pergudangan pada Orde 1 dan Orde Pembangunan Kawasan Industri Pembangunan kawasan industri dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Pembangunan dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan dana APBD. 2. Pembangunan dilakukan oleh masyarakat melalui asosiasi atau koperasi. Penjelasan dari pola-pola pembangunan kawasan industri diatas secara detail dijelaskan pada bagian berikut. 1.Pembangunan kawasan industri dilakukan oleh pemerintah Dalam pengembangan kawasan industri (fasilitas pergudangan) di setiap orde, pemerintah dapat menggunakan dana APBD, misalnya dana yang bersumber dari cukai tembakau. Keuntungan dari alternatif ini adalah pemerintah dapat mengontrol dan mengintervensi seluruh proses pengelolaan kawasan, karena fasilitas fisik dimiliki oleh pemerintah, berupa asset daerah. Kerugian alternatif ini adalah pemerintah daerah harus menyiapkan unit khusus untuk mengawasi dan memelihara fasilitas fisik yang ada ataumelekatkan fungsi pengawasan dan pemeliharaan ini dalam unit yang sudah ada. Biaya pemeliharaan dibebankan kepada pemerintah. Pemerintah tentu saja dapat memungut iuran untuk penggunaan fasilitas fisik tersebut. LAPORAN AKHIR VI - 18

19 Barang yang diperoleh dari dana APBD atau dapat juga berasal dari perolehan lainnya yang sah disebut sebagai Barang Milik Daerah (BMD). Perolehan lainnya yang sah yang dimaksudkan disini dapat berupa: 1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis; 2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak; 3. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undangundang; atau 4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap. Pengelolaan BMD dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengelolaan BMD meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah tanganan, piñata usahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara/daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yangsedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barangmilik negara/daerah yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan. Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsii kementerian/ lembaga/ satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/ bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. LAPORAN AKHIR VI - 19

20 Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara/ daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara/ daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/ daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang miliknegara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati. Penghapusan adalah tindakan menghapus barang milik negara/daerah dari daftar barang dengan menerbitkan surat keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan penggunadan/atau kuasa pengguna barang dan/atau pengelola barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/ daerah sebagai tindak lanjut dari penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan,dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah.penjualan adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/ daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang. Tukar-menukar adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara/ daerah yang dilakukan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, atau antara pemerintah pusat/ pemerintah daerah LAPORAN AKHIR VI - 20

21 dengan pihak lain, dengan menerima penggantian dalam bentuk barang, sekurang-kurangnya dengan nilai seimbang. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, antar pemerintah daerah, atau dari pemerintah pusat/ pemerintah daerah kepada pihak lain, tanpa memperoleh penggantian. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa barang yang diadakan oleh pemerintah melalui dana APBD, seperti yang terdapat dalam skenario 1 ini, pengelolaannya dapat dilakukan oleh pemerintah atau pihak lain melalui proses sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serahguna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sewa Barang milik negara/ daerah dapat disewakan kepada pihak lain sepanjang menguntungkan negara/ daerah. Jangka waktu penyewaan barang milik negara/ daerah paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang. Hasil penyewaan merupakan penerimaan negara/ daerah dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening kas umum negara/ daerah. Pinjam Pakai Pinjam pakai barang milik negara/daerah dilaksanakanantara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah. Jangka waktu pinjam pakai barang milik negara/daerah paling lama 2 tahun Kerjasama pemanfaatan Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/daerah dengan pihak lain dilaksanakan dalam rangka mengoptimalkan daya guna dan hasil guna barang milik negara/daerah dan meningkatkan penerimaan negara/ pendapatan daerah. Kerjasama pemanfaatan barang milik negara/ daerah dilaksanakan dengan bentuk: LAPORAN AKHIR VI - 21

22 kerjasama pemanfaatan barang milik daerah atas tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh pengguna barang kepada gubernur/ bupati/ walikota; kerjasama pemanfaatan atas sebagian tanah dan/ atau bangunan yang masih digunakan oleh pengguna barang; kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah selain tanah dan/ atau bangunan. Kerjasama pemanfaatan atas barang milik negara/daerah dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah untuk memenuhi biaya operasional/ pemeliharaan/ perbaikan yang diperlukan terhadap barang milik negara/ daerah dimaksud; mitra kerjasama pemanfaatan ditetapkan melalui tender dengan mengikut sertakan sekurang-kurangnya lima peserta/ peminat, kecuali untuk barang milik negara/ daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung; mitra kerjasama pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap ke rekening kas umum negara/ daerah setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan; besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang; besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil kerjasama pemanfaatan harus mendapat persetujuan pengelola barang; selama jangka waktu pengoperasian, mitra kerjasama pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan barang milik negara/ daerah yang menjadi obyek kerjasama pemanfaatan; LAPORAN AKHIR VI - 22

23 jangka waktu kerjasama pemanfaatan paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani dandapat diperpanjang. Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah. Bangun guna serah dan bangun serah guna Bangun guna serah dan bangun serah guna barang milik negara/ daerah dapat dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut: pengguna barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi; dan tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/ Daerah untuk penyediaan bangunandan fasilitas dimaksud. Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna paling lama tiga puluh tahun sejak perjanjian ditandatangani. Penetapan mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna dilaksanakan melalui tender dengan mengikutsertakan sekurang-kurangnya lima peserta/ peminat. Mitra bangun guna serah dan mitra bangun serah guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian harus memenuhi kewajiban sebagai berikut: membayar kontribusi ke rekening kas umum negara/daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk olehpejabat yang berwenang; tidak menjaminkan, menggadaikan atau memindah tangankan objek bangun guna serah dan bangunserah guna; memelihara objek bangun guna serah dan bangun serah guna. dalam jangka waktu pengoperasian, sebagian barang milik negara/ daerah hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus LAPORAN AKHIR VI - 23

24 dapat digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsipemerintah. Izin mendirikan bangunan hasil bangun guna serah dan bangun serah guna harus diatas namakan Pemerintah Republik Indonesia/ Pemerintah Daerah. Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan bangun guna serah dan bangun serah guna tidak dapat dibebankan pada Anggaran. 2. Pembangunan dilakukan oleh masyarakat melalui asosiasi atau koperasi Pada alternatif ini seluruh proses pembangunan kawasan industri (pergudangan) dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama, melalui asosiasi. Dalam alternatif ini semua biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapat menjadi milik masyarakat. Terdapat beberapa sumber dana pembangunan yang dapat digunakan, yaitu modal sendiri dan modal luar (modal asing). Koperasi dapat memanfaatkan modal sendiri dan modal asing dalam upaya memenuhi kebutuhan modalnya. Modal sendiri adalah modal yang berasal dari koperasi itu sendiri atau modal yang menanggung resiko. Adapun modal sendiri meliputi : 1. Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayar oleh anggota koperasi kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih berstatus sebagai anggota. Nilai atau besaran simpanan pokok diatur dan ditetapkan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Koperasi yang bersangkutan. 2. Simpanan wajib yaitu jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayar oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu. 3. Dana Cadangan yaitu sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal sendiri LAPORAN AKHIR VI - 24

25 dan untuk menutupi kerugian koperasi yangmungkin terjadi atau bila diperlukan. Dana cadangan juga dimaksudkan bagi jaminan koperasi di masa yang akan datang dan diperuntukkan bagi perluasan usaha. Pemupukan dana cadangan ditetapkan dalam Rapat Anggota. 4. Hibah merupakan sumbangan dari pihak-pihak tertentu yang diserahkan kepada koperasi dalam upaya ikut serta mengembangkan usaha koperasi. Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara ada di dalam perusahaan koperasi, dan bagi perusahaan koperasi modal tersebut merupakan utang, yang pada saatnya harus dibayar kembali atau biasanya didapatkan dari proses pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya. Modal ini dapat dikelompok menjadi utang jangka pendek (jangka waktunya paling lama 1 tahun), utang jangka menengah (jangka waktunya paling lama 10 tahun) dan utang jangka panjang (jangka waktunya lebih dari 10tahun). Modal asing atau modal pinjaman ini dapat berasal dari pinjaman anggota yang memenuhi syarat, koperasi lain yang didasari atas perjanjian kerjasama, bank dan lembaga keuangan, penerbitan obligasi dan surat utang berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, atau sumber lain yang sah berupa pinjaman dari bukan anggota. Alternatif modal pada koperasi ditunjukkan pada Gambar 6.5 berikut. Alternatif pembangunan kawasan industri dengan menggunakan modal masyarakat pada dasarnya sulit dilakukan mengingat modal yang dimiliki masyarakat masih sangat terbatas dan asosiasi yang ada belum cukup kuat. LAPORAN AKHIR VI - 25

26 Alternatif Modal Koperasi Modal Sendiri Modal Asing Simpanan Pokok Simpanan Wajib Dana Cadangan Hibah Pinjaman Anggota Koperasi Lain Obligasi Perbankan Gambar 6.5 Alternatif Modal Koperasi Pengelolaan Kawasan Industri Pada bagian ini akan dijelaskan pola pengelolaan kawasan industri. Pola pengelolaan kawasan industri akan dijelaskan berdasarkan pola pembangunannya. 1. Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya berasal dari Dana APBD Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, barang yang berasal dari Dana APBD dapat dikelola dengan beberapa cara, seperti sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, bangun-guna serah atau bangun serah guna, dan hibah. Dari semua alternatif yang disebutkan, yang paling mungkin dilakukan hanyalah sewa dan hibah. Pinjam pakai dilakukan antar pemerintah/pemerintah daerah, sedangkan kerjasama pemanfaatan harus dilakukan melalui tender, demikian juga dengan bangun-guna serah dan bangun serah guna. Dalam konsep sewa, masyarakat atau kelompok masyarakat membayar sewa secara rutin dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah daerah, sedangkan dalam konsep hibah bangunan diserahkan LAPORAN AKHIR VI - 26

27 kepada masyarakat untuk kepentingan umum, dan pemerintah tidak mendapatkan bayaran. Selain itu, tentu saja pemerintah dapat saja mengelola fasilitas gudang yang sudah disediakan dengan mananggung semua biaya pemeliharaan. Apabila barang berupa fasilitas pergudangan akan disewakan kepada masyarakat, ini berarti bahwa masyarakat harus membayar sewa. Mengingat kondisi saat ini dimana petani dan pengolah tembakau juga menghadapi masalah ketidakpastian harga, alternatif ini agak sulit dilakukan. Hibah merupakan alternatif yang lebih mungkin untuk dilakukan karena masyarakat akan menerima fasilitas yang ada tanpa harus membayar, tetapi pengolaan fasilitas dilakukan oleh masyarakat. Untuk memudahkan pengelolaan barang hibah, masyarakat dianjurkan untuk membentuk asosiasi, misalnya dalam bentuk koperasi. Pengelolaan BMD oleh pemerintah daerah kemungkinan juga akan sulit dilakukan, karena pada umumnya pemerintah daerah sudah memiliki tupoksi tersendiri. Gambar 6.6 dan Tabel 6.7 menunjukkan alternatif pengelolaan kawasan industri apabila pembangunannya dilakukan oleh pemerintah. Pembangunan Dilakukan oleh Pemerintah Daerah Disewakan kepada Masyarakat Dihibahkan kepada Masyarakat Dikelola oleh Pemerintah Daerah Gambar 6.6 Alternatif Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya Dilakukan Pemerintah Daerah LAPORAN AKHIR VI - 27

28 Tabel 6.7 Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya Sumber Dana Pembangunan APBD APBD Dilakukan oleh Pemerintah Daerah Sumber Dana Pengelolaan Masyarakat (Asosiasi/Koperasi) melalui Sewa Masyarakat (Asosiasi/Koperasi) melalui Hibah Keterangan Pola ini menuntut masyarakat/ petani/pengelola harus menyediakan uang untuk membayar sewa, disamping pengelolaan dan pemeliharaan Pola ini hanya menuntut masyarakat/petani/pengelola menyediakan uang untuk pengelolaan dan pemeliharaan APBD APBD Pola ini menuntut pemerintah daerah untuk mengelola kawasan industri, sedangkan SDM terbatas 2. Pengelolaan Kawasan Industri yang Pembangunannya Berasal dari Masyarakat (Koperasi) Pengelolaan kawasan industri yang pembangunannya dilakukan oleh masyarakat melalui koperasi dilakukan oleh anggota koperasi. Keuntungan yang didapat merupakan keuntungan anggota. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 45, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi merupakan pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun bukuyang bersangkutan. SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan masing-masing anggota dengan koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan, perkoperasian dan keperluan lain dari kopreasi sesuai dengan keputusan Rapat Anggota. SHU juga merupakan sisa dari pendapatan koperasi setelah dipergunakan untuk memenuhi seluruh biaya-biaya operasional organisasi LAPORAN AKHIR VI - 28

29 koperasi, sisa itu dapat berbentuk sisa positif atau sisa negatif atau sisa nihil. Sisa Hasil Usaha Koperasi dibagikan kembali kepada anggota sesuai dengan jasa masing-masing anggota dalam memanfaatkan pelayanan koperasi atau transaksi dengan koperasi. SHU ini juga dapat disisihkan untuk dana cadangan yang jumlahnya dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan dan berdasar ketetapan dalam AD/ART Koperasi. SHU yang dibagikan misalnya dalam bentuk cadangan koperasi, jasa anggota, dana pengurus, dana karyawan, dana pendidikan, dana sosial, dana pembangunan lingkungan, yang besarnya ditentukan oleh aturan masingmasing koperasi. SHU ini merupakan sumber modal sendiri yang nilainya ditentukan oleh pendapatan yang dihasilkan oleh koperasi, besaran biaya, alokasi modal kerja, partisipasi anggota, profesionalitas manajemen koperasi, dan perputaran modal kerja. Koperasi memberi manfaat ekonomi kepada anggotanya secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat ekonomi langsung yaitu manfaat ekonomi yang langsung diterima oleh anggota koperasi dalam bentuk manfaat harga yang menguntungkan bagi anggota serta manfaat bunga yang menguntungkan anggota, sedangkan manfaat ekonomi tidak langsung berupa nilai Sisa Hasil Usaha yang diterima anggota. Manfaat ekonomi langsung diperoleh ketika anggota melakukan proses transaksi dengan koperasi, sedangkan manfaat ekonomi tidak langsung didapat pada akhir tahun buku selama anggota memanfaatkan pelayanan barang maupun jasa yang ada dikoperasi. Manfaat ekonomi keberadaan koperasi kepada anggota akan memberikan dampak mikro maupun makro. Dampak mikro koperasi berupa peningkatan pelayanan perusahaan koperasi bagi kegiatankelompok usaha dan atau ekonomi rumah tangga anggota (baik sebagai konsumen maupun produsen), dan dampak makro berupa pembangunan organisasi koperasi yang mampu LAPORAN AKHIR VI - 29

30 meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggota maupun lingkungannya. Keberadaan dan perkembangan koperasi sejatinya dapat memberi manfaat-manfaat utama bagi anggota koperasi berupa kelancaran usaha, stabilitas ekonomi rumah tangga, pemenuhan kebutuhananggota, pemasaran hasil produksi, pengadaan input/ sarana produksi dengan harga yang stabil dan memadai. Koperasi adalah suatu organisasi ekonomi rakyat, yang mempunyai dua sifat: sosial danekonomis. Koperasi bersifat sosial artinya koperasi itu merupakan kumpulan orang yang berusahauntuk saling menolong dan bukan hanya kumpulan modal yang melulu berorientasi pada laba saja. Seperti telah dijelaskan pembangunan dan pengelolaan kawasan industri yang paling mungkin adalah pembangunan dilakukan oleh pemerintah, kemudian dihibahkan kepada asosiasi atau koperasi, dan selanjutnya pengelolaan dilakukan oleh asosiasi atau koperasi tersebut. Pada bagian berikut akan dijelaskan proses eksternal dan internal pada kawasan industri. Proses eksternal adalah proses sebelum olahan tembakau masuk ke kawasan industri Orde 1, sedangkan proses internal adalah proses, yang terjadi dalam kawasan industri Orde 1. Sebelum masuk kawasan industri, petani memetik daun tembakau. Pada tahapan ini terdapat dua alternatif yang dapat dilakukan, yaitu petani hanya menyimpan daun tembakau lalu dikumpulkan oleh koperasi dan dibawa ke gudang terdekat (Orde 3 dan Orde 2), dan pengolahan yang distandarkan dilakukan di Kawasan Pergudangan Orde 1. Apabila pengolahan akan dilakukan di Fasilitas Orde 3 dan 2 harus dipastikan pengolahan yang dilakukan sesuai standar. Koperasi berperan pada setiap orde. Daun tembakau dan olahannya dijemput oleh koperasi di setiap orde dan petani mendapatkan bayaran sesuai dengan hasil produksi dan kualitas yang disyaratkan. Sumber dana untuk membayar daun tembakau dan olahannya dapat diperoleh dari modal asing. LAPORAN AKHIR VI - 30

31 Proses internal adalah proses didalam kawasan industri (Orde 1). Dalam kawasan industri proses yang dilakukan adalah peningkatan kualitas dan standarisasi, apabila yang dibawa pada Orde 3 dan Orde 2 adalah daun tembakau, atau hanya penyimpanan sebelum dibawa ke pabrik/industri, apabila proses pengolahan sudah dilakukan di Orde 3 dan Orde 2. Koperasi dalam konteks ini berkewajiban mencari pasar untuk olahan hasil tembakau. Proses Eksternal dan Intenal Kawasan Industri Orde 1 ditunjukkan pada Gambar 6.7 dan Gambar 6.8 berikut. Lokal Orde 3 Pemanenan Daun Tembakau, Simpan di Gudang Orde 3 Daun Tembakau Diangkut dan Dikumpulkan di Gudang Orde 2 Ciparay dan Soreang Orde 2 Penyimpanan Daun Tembakau sebelum dibawa ke Gudang Orde 1 Cicalengka Orde 1 Pengolahan dan Standarisasi Kualitas Olahan Daun Tembakau Penjualan Olahan tembakau ke Industri Gambar 6.7 Alternatif 1 Proses Eksternal dan Internal Kawasan Industri LAPORAN AKHIR VI - 31

32 Lokal Orde 3 Pemanenan dan Pengolahan Daun Tembakau, Simpan di Gudang Orde 3 Olahan Tembakau Diangkut dan Dikumpulkan di Gudang Orde 2 Ciparay dan Soreang Cicalengka Orde 2 Penyimpanan Olahan Daun Tembakau sebelum dibawa ke Gudang Orde 1 Orde 1 Penyimpanan dan Penjualan Olahan Daun Tembakau Penjualan Olahan tembakau ke Industri Gambar 6.8 Alternatif 2 Proses Eksternal dan Internal Kawasan Industri Dalam pengelolaan kawasan industri tembakau di Kabupaten Bandung ketersediaan modal merupakan hal utama yang perlu mendapat perhatian. Penyimpanan hasil olahan tembakau tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kualitas, tetapi juga untuk menempatkan petani pada posisi nilai tawar yang lebih baik. Namun demikian penyimpanan tembakau di dalam gudang menyebabkan petani dan pengolah tembakau tidak dengan segera mendapatkan hasil, padahal petani membutuhkan modal untuk upaya penanaman dan pengolahan tembakau periode berikutnya. Koperasi tentu saja dapat membantu mengatasi permasalahan ini dengan asumsi tersedia modal asing. Pada tahap awal pengembangan kawasan industri, ketersediaan modal sendiri sulit diharapkan. Apabila tidak tersedia modal asing, maka sistem resi gudang dapat dijadikan alternatif. Resi gudang adalah bukti kepemilikan barang di gudang yang diterbitkan oleh pengelola gudang. Resi gudang ini dapat dialihkan, diperjual belikan, atau dapat dijadikan sebagai agunan tanpa agunan yang lain. LAPORAN AKHIR VI - 32

33 LAPORAN AKHIR VI - 33

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut :

10 poin arah pengembangan tembakau dan industri hasil tembakau yang direncanakan sebagai berikut : Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan difokuskan untuk mencapai peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana arah RPJMD Kabupaten Bandung Tahun 2010 2015 dan RKPD Kabupaten Bandung Tahun 2012, Kabupaten Bandung berupaya melakukan akselerasi pembangunan daerah yang akan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pekerjaan Jasa Konsultansi STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU Pada bagian ini akan dijelaskan analisis mengenai analisis strategi pengembangan kawasan industri

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGLI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Bandung Tahun 2017 2 BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa seluruh barang milik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. A. Pengertian Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH A. Pengertian Pengelolaan Barang Kata pengelolaan dapat disamakan dengan manajemen, yang berarti pula pengaturan atau pengurusan. 8 Banyak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH S A L I N A N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN SUMEDANG

Lebih terperinci

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA m9 WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 34A TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN, PEMANFAATAN DAN PEMINDAHTANGANAN TANAH DAN/ ATAU BANGUNAN MILIK DAERAH YANG BERASAL DARI KEKAYAAN

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG sebagai Dokumen ROADMAP KECAMATAN, dimana, berdasarkan (1) luas, (2) jumlah desa dan (3) jumlah penduduk. LANDASAN PENYUSUNAN ROADMAP Pasal 223 Desa/kelurahan.

Lebih terperinci

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG

RAPERDA PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI INDRAGIRI HULU PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAGIRI HULU, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA 1 QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT UNTUK DPRD PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2011 NOMOR : 9 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG,

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN Salinan BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN TENTANG. Nomor. Dan Pelabuhan Bebas. Batam; Mengingat. Pemerintah

SALINAN TENTANG. Nomor. Dan Pelabuhan Bebas. Batam; Mengingat. Pemerintah MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/PMK.06/2013 TENTANG TATA CARAA PENGELOLAAN ASET PADAA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGANN BEBAS DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG Menimbang Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO

PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN GEDUNG OLAH RAGA (GOR) DAN SENI MOJOPAHIT KOTA MOJOKERTO WALIKOTA MOJOKERTO, Menimbang : bahwa dalam rangka pengelolaan

Lebih terperinci

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah MENUJU TERTIB ADMINISTRASI, TERTIB FISIK DAN TERTIB HUKUM PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA

Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah MENUJU TERTIB ADMINISTRASI, TERTIB FISIK DAN TERTIB HUKUM PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah MENUJU TERTIB ADMINISTRASI, TERTIB FISIK DAN TERTIB HUKUM PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA Dasar Hukum BMN Keuangan Negara UU 17/2003 UU 1/2004 Perbendaharaan Negara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG

Lebih terperinci

Modul JP (135 menit)

Modul JP (135 menit) Modul 02 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH 3 JP (135 menit) PENGANTAR

Lebih terperinci

PINJAM PAKAI BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PINJAM PAKAI BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PINJAM PAKAI BARANG MILIK DAERAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH https://yusranlapananda.wordpress.com I. PENDAHULUAN Barang

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 34 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 34 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR : 34 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN BARANG MILIK PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelengaraan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI UTARA NOMOR 08 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI UTARA NOMOR 08 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPANULI UTARA NOMOR 08 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPANULI UTARA, Menimbang : a. b. Mengingat : 1. 2. 3. 4.

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG BUPATI GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG of 33 06/11/2014 11:19 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 140/PMK.06/2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN ' REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4/PMK.06/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN ' REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 4/PMK.06/2013 TENTANG ' SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 4/PMK.06/2013 ' TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN ASET PADA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2013); L PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 11 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 29 Juli 2010 NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG : PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DINAS DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura

2016, No diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peratura No.53, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAGRI. Aset Desa. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa barang Daerah sebagai unsur penting dalam

Lebih terperinci

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah;

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. b. WALIKOTA SALATIGA,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH 1 PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN : 2011 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN REST AREA JOGJA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa barang

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 27 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN ASET DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI Menimbang : a. bahwa barang milik daerah sebagai salah satu unsur

Lebih terperinci

PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PUNCAK JAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PUNCAK JAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PUNCAK JAYA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PUNCAK JAYA, a. bahwa barang milik

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043 ); PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2007 NOMOR 11 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2007 T E N T A N G PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH BESAR Menimbang : a. bahwa dalam rangka terlaksananya

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DEMAK TAHUN 2008 NOMOR : 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DEMAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI TAPIN, : a. bahwa barang daerah sebagai salah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 107 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGGUNAAN DAN PEMANFAATAN BARANG MILIK PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 4 2009 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 11 TAHUN : 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR NO. : 15, 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa barang daerah adalah sebagai salah

Lebih terperinci

Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Industri Tembakau

Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Industri Tembakau Pekerjaan Jasa Konsultansi Kajian Konseptual Pengembangan Kawasan Industri Tembakau 2.1 Kriteria Penentuan Lokasi Kawasan Industri Secara Umum 2.1.1. Teori Lokasi Industri menurut Alfred Weber Teori lokasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa barang milik daerah sebagai salah satu unsur

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH SALINAN BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 3 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 3 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G NOMOR 3 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci