PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA
|
|
- Benny Susanto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TESIS PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA MADE ITA MISITAHARI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
2 TESIS PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR-α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA MADE ITA MISITAHARI PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
3 PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR- α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana MADE ITA MISITAHARI NIM PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
4 Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 2 NOVEMBER 2011 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP Dr.dr. Ida Sri Iswari Sp.MK.,M.Kes NIP Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S Sp.And, FAACS NIP NIP
5 Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 2 November 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No 1678/UN14.4/HK/2011, Tanggal 3 oktober 2011 Ketua : Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS Anggota : 1. Dr. dr. Ida Iswari Sp.MK, M.Kes 2. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK 3. Prof. Dr. dr. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And 4. Prof. dr. I Nyoman Agus Bagiada,Sp.Biok.
6 UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa, karena hanya atas asung wara nugraha-nya/kurnia-nya, tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. Ida Iswari, Sp.MK, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan dan banyak saran ilmiah kepada penulis selama masa studi maupun saat penelitian. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, Sp.PD, KHOM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. Anak Agung Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
7 yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And, Prof. dr. I Nyoman Agus Bagiada, Sp.Biok, dan Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pak Gede Wiranata dari bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah banyak membantu menjaga tikus peneliti selama proses penyusunan tesis ini. Juga penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua ( Almarhum I Ketut Dharta dan Ni Nyoman Sumutri ) yang telah mengasuh dan membesarkan penulis,yang selalu memberikan doa, dukungan dan pengertiannya selama penulis menempuh pendidikan. Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada suami tercinta, Paul dan anak - anak tersayang, Cito dan Citra yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada ibu mertua dan almarhum bapak mertua, I Made Sutharga atas dukungan dan pengertiannya selama penulis mengikuti pendidikan ini. Ucapan terimakasih juga penulis tujukan kepada rekan-rekan sejawat di Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine, atas bantuan dan dukungan selama penulis menyelesaikan tesis ini. Diakhir kata penulis berharap dengan selesainya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak. Semoga Ida Sang Hyang Widi Wasa/Tuhan Yang Mahaesa selalu melimpahkan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
8 ABSTRAK PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENURUNKAN KADAR TUMOR NECROSIS FACTOR α (TNF-α) PADA TIKUS JANTAN YANG DISLIPIDEMIA Menurunnya Growth Hormone ( GH ) pada proses penuaan berhubungan dengan meningkatnya kejadian dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor risiko aterosklerosis dan peningkatan faktor inflamasi TNF-α berperan penting dalam patogenesisnya. Manfaat GH untuk mencegah aterosklerosis sebagai dasar dari penyakit kardiovaskular, belum banyak diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efek anti inflamasi GH dalam menurunkan TNF α pada tikus dislipidemia. Penelitian dilakukan di Animal Laboratory Unit Bagian Farmakologi dan Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan rancangan randomized pre and post test control group. Sebanyak 9 ekor tikus jantan yang menua, usia bulan, diberikan diet tinggi kolesterol selama 3 minggu untuk mencapai keadaan dislipidemia dan diet tetap diberikan hingga akhir penelitian. Setelah 3 minggu subyek dibagi secara random menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok perlakuan dengan aquadest (P0), GH 0,04 IU/hr (P1), dan GH 0,08 IU/hr (P2). Aquadest dan GH diinjeksikan secara subkutan di punggung satu kali sehari selama 2 minggu. Kadar TNF-α plasma diukur pada hari ke-22 dan ke-37 dengan menggunakan teknik quantitative sandwich enzyme immunoassay (ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah pemberian injeksi GH terjadi penurunan kadar TNF-α pada kelompok P1 sebesar 16,77 %, dan P2 sebesar 20,85%. Hasil analisis menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogeny. Rerata kadar TNF-α pada kelompok P0,P1dan P2 sebelum diberikan perlakuan berupa injeksi GH tidak berbeda bermakna ( p> 0,05 ) dan setelah diberikan perlakuan berbeda bermakna ( p < 0,05 ). Uji lanjutan dengan LSD menunjukkan perbedaan terjadi antara kelompok P0 dengan P1 dan P2, sedangkan perbedaan P1 dan P2 tidak bermakna. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terapi GH menurunkan kadar TNF-α plasma pada tikus jantan dislipidemia. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami pengaruh terapi GH dalam jangka panjang serta mekanismenya. Kata kunci: growth hormone, TNF-α, dislipidemia.
9 ABSTRACT GROWTH HORMONE ADMINISTRATION DECREASE TUMOR NECROSIS FACTOR α (TNF-α) IN DYSLIPIDEMIC MALE RAT Decrease of Growth Hormone ( GH ) in aging process is associated with increase dyslipidemic incidence. Dyslipidemic is a risk factor of atherosclerosis and the increase of inflammatory factor, TNF-α, plays important role in its pathogenesis. The benefit of GH replacement therapy to prevent aterosclerosis as the underlying process of cardiovascular disease, has not been widely studied. The aim of this study is to investigate the anti inflammation effect of GH for decreasing TNF-α in dyslipidemic rat. The study was conducted at the Animal Laboratory Unit Department of Pharmacology and Clinical Pathology Faculty of Medicine Udayana University, using randomized pre and post test control group design. Nine male aging rats, age month-old were given high cholesterol diet for 3 weeks to achieve dyslipidemic state and the diet was continued until the end of study. After 3 weeks, the subjects were randomly divided into 3 groups, aquadest (P0), GH 0,04 IU/day (P1), and GH 0,08 IU/day (P2) treated group. Aquadest and GH were then injected subcutaneously on the back once daily for 2 weeks. Plasma TNF-α level was measured on day 22 nd for pre test and 37 th for post test by quantitative sandwich enzyme immunoassay (ELISA) method. This study showed that GH administration decrease TNF-α level of P1 by 16,77 % and P2 by 20,85 %. Analysis showed distribution of data was normal and homogen, no significantly difference ( p>0,05 ) of TNF-α concentration between group P0, P1, and P2 before GH administration and significantly difference (p< 0,05) after GH administration. Post Hoc analysis with LSD showed significantly difference between group P0 with P1 and P2, but no difference in group P1 and P2. This study concluded that growth hormone replacement therapy decreased plasmatnf-α level in dyslipidemic rat. Further research is needed to understand the effect of long term GH therapy and its mechanism. Keywords: growth hormone, TNF-α, dyslipidemia.
10 DAFTAR ISI Sampul Dalam... i Prasyarat Gelar... ii Lembar Pengesahan... iii Penetapan Panitia Penguji... iv Ucapan Terima Kasih... v Abstrak... vii Abstract..... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian TujuanUmum Tujuan Khusus... 6
11 1.4 Manfaat Penelitian... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Proses Penuaan Growth Hormone Penggunaan Growth Hormone pada Penuaan Lipid ( Lemak ) Dislipidemia Inflamasi Hubungan Dislipidemia dengan Inflamasi Tumor Nekrosis Faktor (TNF) α Pengaruh Growth Hormone terhadap Dislipidemia Pengaruh Growth Hormone terhadap TNF-α Hewan Coba Tikus Penggunaan Tikus ( Rattus Norvegicus )di Laboratorium Pemberian Makanan BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian... 40
12 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Subyek Penelitian Populasi Penelitian Sampel Penelitian Kriteria Sampel Variabel Penelitian Identifikasi variabel dan klasifikasi variabel Definisi operasional variabel Instrumen Penelitian Pemeriksaan TNF-α Prosedur Penelitian Persiapan Sebelum Penelitian Penempatan Tikus dalam Kandang Pemberian Perlakuan Pemberian Growth Hormone Proses Pengambilan Darah Pemberian Makanan dan Minuman Pemeliharaan Kesehatan Tikus... 49
13 4.6.8 Perhitungan Dosis Growth Hormone Perlakuan Pada Hewan Coba Alur Peneltian Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subyek Uji Normalitas Data TNF-α Sebelum dan Sesudah Perlakuan Uji Homogenitas TNF-α Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan Uji Komparasi TNF-α BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Subyek Penelitian Penggunaan growth Hormone Injeksi Dosis 0,04 IU /hari, 0,08IU/hari, Selama 14 Hari Pengaruh Pemberian Growth Hormone Terhadap Kadar TNF-α Tikus... Jantan Dislipidemia Manfaat Growth Hormone pada Proses Penuaan BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan... 68
14 7.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 75
15 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Data Biologis Tikus 36 Tabel 2.2 Mineral dalam makanan tikus.. 37 Tabel 5.1 Uji Normalitas kadar TNF-α pre Test dan post Test pada kelompok P0, P1,dan P2. 56 Tabel 5.2 Uji Homogenitas kadar TNF-α pre test dan post test pada kelompok P0,P1,dan P2 56 Tabel 5.3 Analisis One Way Anova kadar TNF-α pre test dan post test 57 Tabel 5.4 Uji Lanjutan kadar TNF-α post test dengan Least Significant Difference Test (LSD) pada kelompok P0,P1 dan P2 58
16 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Regulasi Sekresi Growth Hormone Gambar 3.1. Kerangka Konsep Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Gambar 4.2. Bagan Alur Penelitian Gambar 5.1. Kadar TNF-α Pre Test dan Post Test pada Kelompok Yang Diberi Aquadest (P0), dan kelompok yang mendapat dua Variasi dosis GH... 59
17
18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Ethical Clearance Lampiran 2. Uji TNF-α Lampiran 3. Tabel Konversi Dosis Lampiran 4. Hasil Penelitian Pendahuluan Lampiran 5. Analisis Data... 82
19 DAFTAR SINGKATAN ATAU LAMBANG SINGKATAN Apo : Apolipoprotein C7αOH : Cholesterol-7α-hydroxylase CD : Cluster of Differentiation FDA : Food and Drug Administration GH : Growth Hormone GHD : Growth Hormone Deficiency GHRH : Growth Hormone Releasing Hormon GHRT : Growth Hormone Replacement Therapy HDL : High Density Lipoprotein HMG-CoA : β-hydroxy methylglutaryl Coenzyme A HSL : Hormon Sensitif Lipase IGF-1 : Insulin Like Growth Factor-1 IGFBP : Insulin Like Growth Factor Binding Protein IGFBP3 : Insulin Like Growth Factor Binding Protein 3 ICAM Intracelluler Adhesion Molecule IFNα : Interferron γ IL-1β : Interleukin 1β IL6 : Interleukin 6 LDL : Low Density Lipoproprotein LPL : Lipoprotein Lipase MMP : Matrix Metalloproteinases mrna ; Mesenger Ribonucleic Acid NFҡB : Nuclear Factor ҡ B NO : Nitric oxide TNF α : Tumor Nekrosis Faktor α TRH : Thyroid Releasing Hormone VLDL : Very Low Density Lipoprotein VCAM : Vascular Cell Adhesion Molecule
20 LAMBANG α : Alfa; tingkat kemaknaan (kesalahan tipe I) β : Beta; tingkat kesalahan tipe II σ : simpang baku; SEM µ : rerata skor
21 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan (aging). Proses penuaan ditandai dengan menurunnya sampai terhentinya fungsi berbagai organ dan produksi hormon tubuh. Hal ini menyebabkan kemunduran fungsi organ tubuh dalam mempertahankan homeostasis, sehingga terjadi banyak perubahan yaitu perubahan komposisi tubuh (rasio lemak/air meningkat), perubahan tinggi badan, masalah berat badan, penurunan fisiologi tubuh, penurunan daya ingat, pendengaran, penglihatan dan berbagai kemunduran fungsi biologis lainnya. Sewaktu muda hormon tubuh bekerja mengatur fungsi- fungsi organ tubuh termasuk respon terhadap panas, dingin, dan aktivitas seksual. Jika produksi hormon menurun, kemampuan tubuh untuk memperbaiki diri menjadi berkurang. Penuaan juga disebabkan oleh karena terjadinya inflamasi kronis dalam tubuh. Inflamasi dikaitkan dengan banyak hal yang berhubungan dengan penuaan seperti kulit keriput, arthritis, penyakit jantung, penyakit Alzheimer dan kanker. Inflamasi disebabkan oleh reaksi imun pada tingkat seluler dimana proses ini menyebabkan meningkatnya sitokin sitokin pro inflamasi antara lain TNF-α, IL-6, dan lain- lain serta meningkatnya radikal bebas sehingga terjadi perusakan sel-sel normal. Inflamasi dapat ditimbulkan oleh karena infeksi, alergi dan faktor gaya hidup seperti merokok,
22 konsumsi makanan lemak jenuh, kurangnya istirahat, dan paparan sinar matahari (Stibitch, 2006). Dislipidemia adalah suatu keadaan metabolisme lipoprotein yang abnormal, biasanya berhubungan dengan overproduksi atau kekurangan lipoprotein. Dislipidemia ditandai dengan meningkatnya kadar kolesterol total, trigliserida, Low Density Lipoprotein (LDL) dan atau penurunan High Density Lipoprotein (HDL) di dalam darah. Dislipidemia juga sering dikatakan sebagai hiperlipidemia, disebabkan oleh pola hidup dimana konsumsi makanan lemak jenuh yang berlebihan dan kurangnya aktivitas fisik, sehingga terjadi peningkatan lipid serum sebagai faktor risiko aterosklerosis. Hal ini disebabkan pada dislipidemia juga ada prilaku kolesterol yang berperan pada aterosklerosis. Jadi yang membedakan antara hiperkolesterolemia dengan dislipidemia adalah hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai peningkatan kolesterol serum melebihi dari 200 mg/dl setelah 9-12 jam puasa. Pada dislipidemia disamping kriteria untuk hiperkolesterolemia juga terjadi peningkatan kolesterol LDL-serum > 160 mg/dl, trigliserida serum sebesar 150 mg/dl, atau kolesterol HDL-serum < 40 mg/dl untuk laki-laki dan < 50 mg/dl untuk perempuan. Simptom tingginya kolesterol pada dislipidemia tidak dapat dirasakan oleh seorang penderita dislipidemia, tetapi hanya dapat diketahui dengan tes kolesterol darah secara rutin. Diet kolesterol tinggi dapat menginduksi dislipidemia di samping juga dapat dipicu akibat faktor genetik ( Kreisberg dan Reusch, 2005; Golberg, 2008). Diet tinggi kolesterol juga dapat menyebabkan meningkatnya TNF α dan IL-6 pada pasien- pasien obesitas. Penelitian menunjukkan pada kondisi
23 obesitas terjadi infiltrasi makropag pada jaringan adiposa putih, yang mana merupakan sumber utama produksi sitokine proinflamasi (Bastard et al., 2006). Salah satu hormon penting yang menurun pada proses penuaan adalah growth hormone (GH). GH berperan penting pada komposisi tubuh, metabolisme otot dan tulang, dan fungsi jantung. Kekurangan GH pada orang dewasa menimbulkan beberapa tanda dan gejala khas yang sama seperti yang terjadi pada penuaan normal, yaitu: berkurangnya lean body mass, bertambahnya lemak total dan di daerah perut, berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas berolahraga, berkurangnya densitas mineral tulang, kulit tipis dan kering dengan ekstremitas terasa dingin, terganggunya kenyamanan psikologis, perasaan tertekan, kecemasan, dan kelelahan (Djuanda, 2007 ; Pangkahila, 2007) Morbiditas dan mortalitas Growth Hormon Deficiency ( GHD ) pada dewasa terjadi karena berkaitan dengan beberapa masalah yaitu: densitas mineral tulang yang berkurang, meningkatnya resiko fraktur tulang yang osteoporotik, fungsi jantung yang terganggu, dan obesitas sentral, meningkatnya sensitivitas insulin, berkurangnya kapasitas berolahraga, dan gangguan emosi. Sesuai dengan data epidemiologik, orang dewasa yang mengalami GHD mempunyai harapan hidup yang lebih pendek. Mortalitas yang meningkat terutama berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler sebagai akibat aterosklerosis (Pangkahila, 2007). Penurunan kadar GH pada penuaan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol. Kejadian dislipidemia meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Dislipidemia merupakan salah satu faktor penyebab aterosklerosis disamping hipertensi dan
24 merokok. Banyak laporan penelitian terdahulu menunjukkan hubungan antara kadar lipid serum yang tinggi dengan angka kejadian penyakit aterosklerosis pemicu penyakit jantung koroner (Twickler, 2003; Golberg, 2008). Penelitian pada dua dekade terakhir menunjukkan adanya inflamasi kronis pada dinding aorta karena penumpukan lemak. Hal ini terjadi akibat oksidasi kolesterol- LDL (kol-ldl) sehingga menyebabkan plak terkoyak dan berujung pada terbentuknya trombosis (Golberg, 2008). Hiperkolesterolemia pemicu aterosklerosis merupakan kelainan akibat multifaktorial juga berhubungan dengan sitokin proinflamasi, IFN-γ (Interferron γ), IL-1β ( Interleukin I β ), IL-6 ( Interleukin -6 ) dan TNF-α (Tumor Necrosis Factor α ). Penelitian juga membuktikan bahwa konsumsi makanan yang aterogenik meningkatkan terbentuknya sitokin proinflamasi IL-6 dan TNF-α, namun tidak memberikan perubahan yang signifikan terhadap peningkatan IL-lβ (Ahmed, 2001 ; Han et al., 2002). TNF-α adalah salah satu sitokin proinflamasi yang paling poten. Sitokin diketahui memegang peranan patogenik dalam penyakit inflamasi kronik. TNF α diproduksi berlebih di jaringan adiposa pada model tikus obesitas dan memegang peranan penting dalam proses pembentukan aterosklerosis (Bastard et al., 2006). TNF- α merupakan salah satu target untuk pencegahan aterosklerosis. Pada penelitian dengan 2 kelompok tikus yang dihilangkan apolipoprotein E (apoe), kemudian dibandingkan antara kelompok I yang dihambat TNF- α nya, dan kelompok II yang
25 tidak dihambat. Pada kelompok yang dihambat, ateroskelosis berkurang (Brånén et al.,2004). Pengaruh GH terhadap TNF-α belum banyak diketahui. GH diketahui menurunkan profil lipid pada dislipidemia melalui peningkatan ekskresi kolesterol melalui empedu serta peningkatan pemecahan VLDL dan LDL (Frick et al., 2001; Lind et al., 2009). Penelitian pada binatang dan manusia menunjukkan hasil yang berbeda. Pada penelitian yang dilakukan pada 24 anak dengan GHD diketahui pemberian injeksi recombinant GH ( 0,03-0,04 mg/ per kg BB SC) 1 kali per hari, dibandingkan dengan 33 anak yang sehat sebagai kontrol. TNF α level lebih tinggi secara signifikan pada anak dengan GHD dibandingkan anak yang normal. Setelah pemberian GH selama 6 dan 12 bulan diketahui GH menurunkan TNF-α secara signifikan pada anak-anak dengan GHD. Dari data ini didapat GH memegang peranan dalam menghambat pelepasan TNF-α pada manusia (Andiran et al., 2007). Penelitian pada pasien cardiomyopati idiopatik pemberian GH 4 iu tiap dua hari diketahui mampu menurunkan kadar TNF-α secara signifikan. Pemberian GH dilakukan secara subkutan selama 12 minggu (Adamopoulos et al.,2003). Pemberian GH dosis rendah juga diketahui menurunkan ekspresi Toll like Receptor 2 ( TLR2)/TNF-α di jaringan lemak pada berbagai model mencit yang diberi diet tinggi kolesterol (Kubota et al.,2008). Begitu pula dengan pemberian human recombinant IGF-1 (1,5 mg/kg/hr) pada tikus Apo E-/- usia 8 minggu yang diberi diet tinggi kolesterol selama 12 minggu menunjukkan penurunan ekspresi vascular dari faktor proinflamasi TNF-α dan IL-6 (Sukhanov et al., 2007).
26 Pada penelitian ini digunakan tikus galur wistar jantan karena pada penelitian sebelumnya menunjukkan tikus jantan dengan pemberian GH lebih signifikan dalam menurunkan kadar kolesterol (dislipidemia) dibandingkan tikus betina (Frick, 2001). Tikus yang digunakan umur bulan karena sesuai dengan umur manusia 30- an tahun dimana sudah terjadi tanda- tanda penuaan sub klinis (Hanson, 2010). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah pemberian GH dapat menurunkan kadar TNF-α pada tikus jantan yang dislipidemia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anti inflamasi GH pada tikus jantan yang dislipidemia Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian GH dapat menurunkan kadar TNF- α pada tikus jantan yang dislipidemia. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
27 1. Ilmiah Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah data atau penelitian mengenai jalur kerja dan peran growth hormone dalam patogenesis penyakit yang berhubungan dengan penuaan, khususnya akibat kondisi dislipidemia serta sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan sebagai pertimbangan dalam penggunaan growth hormone sebagai terapi anti penuaan, khususnya pada kondisi dislipidemia.
28 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Proses Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Berbagai teori menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Secara garis besar, terjadinya proses penuaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu teori wear and tear dan teori program. Teori wear and tear meliputi kerusakan DNA, glikosilasi, inflamasi dan radikal bebas. Teori program meliputi replikasi sel, proses imun, dan neuroendocrine theory (Goldman dan Klatz, 2003 ; Pangkahila, 2007). Teori inflamasi pada proses penuaan berkaitan dengan terjadinya inflamasi kronik di dalam tubuh yang disebabkan oleh reaksi imun pada tingkat seluler, dimana proses ini menyebabkan meningkatnya sitokin sitokin pro inflamasi antara lain TNF-, IL-6 dan lainlain serta meningkatnya radikal bebas sehingga terjadi perusakan sel-sel normal. Inflamasi kronis berkontribusi pada penuaan banyak jaringan dan sangat menonjol pada penuaan sistem kardiovaskuler dan sistem saraf (Stibich, 2006). Teori neuroendokrin menunjukkan keterlibatan hormon dan sistem saraf dalam proses penuaan. Hormon berfungsi untuk mengatur fungsi-fungsi organ tubuh. Satu hormon dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu fungsi dan satu fungsi dapat dikontrol oleh lebih dari satu hormon. Produksi hormon diatur oleh hipotalamus yang mengontrol kelenjar/sel penghasil hormon lainnya. Sekresi hormon berkaitan dengan kontrol umpan balik negatif. Hubungan ini melibatkan poros hipotalamus-hipofise yang mendeteksi perubahan 8
29 konsentrasi hormon yang di sekresi oleh beberapa kelenjar endokrin perifer (Djuanda, 2007). Pada usia muda kadar hormon berada dalam kondisi optimal sehingga tercapai performa biologis yang prima dan berbagai organ tubuh dapat bekerja dengan baik. Secara umum dirasakan kemampuan kognitif, motorik, sensorik, mental, dan seksual berada dalam keadaaan puncak sehingga dirasakan adanya kualitas hidup yang tinggi (Pangkahila, 2007). Produksi hormon mengalami perubahan ketika penuaan terjadi. Hormon tertentu mengalami penurunan seperti GH, triiodothyronine (T3), testosteron, estrogen, renin, aldosteron, dehydroepiandrosterone (DHEA) dan dehydroepiandrosterone sulphate (DHEAS). Peningkatan kadar hormon juga terjadi pada penuaan seperti follicle stimulating hormone (FSH), leutenizing hormone (LH), vasopressin, insulin, parathyroid hormone (PTH), dan atrial natriuretic hormone (ANH) dan leptin. Ketidakseimbangan produksi hormon tersebut berpengaruh terhadap regulasi fungsi-fungsi tubuh dalam rangka pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan. Sehingga timbul berbagai keluhan yang dianggap sebagai gejala penuaan. Hubungan antara penuaan dan perubahan hormon terjadi timbal balik, yaitu proses penuaan mempengaruhi produksi hormon begitu pula sebaliknya penurunan hormon yang menyebabkan timbulnya keluhan-keluhan penuaan (Djuanda, 2007; Pangkahila, 2007). Tanda dan proses penuaan dibagi menjadi dua bagian yaitu tanda fisik dan psikis. Tanda fisik seperti massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun, dan sakit tulang. Tanda psikis antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung
30 dan merasa tidak berarti lagi. Proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap yaitu (Pangkahila, 2007) : 1) Fase subklinik (usia tahun) Sebagian besar hormon mulai menurun, yaitu hormon testosteron, GH, dan estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh, seperti diet yang buruk, stres, polusi, paparan berlebihan radiasi ultraviolet dari matahari. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Individu akan tampak dan merasa normal tanpa tanda dan gejala dari aging atau penyakit. Bahkan, pada umumnya rentang usia ini dianggap usia muda dan normal. 2) Fase transisi (usia tahun) Selama tahap ini kadar hormon menurun sampai 25 persen. Kehilangan massa otot yang mengakibatkan kehilangan kekuatan dan energi serta komposisi lemak tubuh yang meninggi. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya risiko penyakit jantung, pembuluh darah, dan obesitas. Pada tahap ini mulai muncul gejala klinis, seperti penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Individu mulai merasa dan tampak tua. Radikal bebas mulai mempengaruhi ekspresi gen, yang menjadi penyebab dari banyak penyakit aging, termasuk kanker, arthritis, kehilangan daya ingat, penyakit jantung koroner dan diabetes. 3) Fase Klinik (usia 45 tahun keatas)
31 Pada tahap ini terjadi penurunan hormon yang berlanjut, termasuk DHEA (dehydroepiandrosterone), melatonin, GH (Growth Hormone), testosteron, estrogen, dan hormon tiroid. Terdapat juga kehilangan kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral sehingga terjadi penurunan densitas tulang, kehilangan massa otot sekitar 1 kilogram setiap 3 tahun yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, peningkatan lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi sangat jelas terlihat, akibat sistem organ yang mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan. Konsep Anti Aging Medicine pada awalnya diperkenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine (A4M) pada tahun 1993, yaitu bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan, dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007). Konsep ini mencerminkan adanya suatu paradigma baru yang sangat berkebalikan dengan pandangan umum yang telah ada sebelumnya, yaitu menjadi tua adalah takdir manusia yang sudah digariskan dan karenanya tidak dapat ditolak (Goldman dan Klatz, 2003; Pangkahila, 2007) Growth Hormone
32 Growth hormone adalah salah satu hormon yang mengalami penurunan ketika terjadi penuaan. Growth Hormone adalah hormon polipeptida, terdiri dari 191 asam amino yang disintesis oleh sel somatotropik di kelenjar pituitari anterior. Sekresi GH diatur secara sentral oleh hormon hipotalamus, yaitu growth hormone releasing hormone (GHRH) dan somatostatin. GHRH berfungsi untuk merangsang produksi GH sedangkan somatostatin menghambat sekresi GH. Pelepasan GH juga diregulasi oleh respon neurohormonal. Rangsangan kolinergik meningkatkan sekresi GH dengan menghambat pelepasan somatostatin, sedangkan rangsang β-adrenergik memiliki efek yang berlawanan. Respon perifer juga mempengaruhi sekresi GH. Ini dapat terjadi melalui somatostatin yang juga diproduksi pada jaringan lain atau hormon ghrelin yang diproduksi di lambung. Ghrelin dapat memicu sel somatotrof untuk memproduksi GH. Hormon-hormon lain yang dapat mempengaruhi GH adalah kortisol, thyroid releasing hormone (TRH), leptin, seks steroid, dan hormon tiroid. Kortisol dan TRH dapat menghambat sekresi GH sedangkan hormon tiroid dan seks steroid memicu pelepasan GH. Keadaan-keadaan seperti aktivitas fisik, starvasi, anoreksia, stres dan jumlah jam tidur dapat menstimulasi sekresi GH. Sedangkan depresi, hiperglikemia, dan obesitas menurunkan GH basal, tetapi menstimulasi sekresi GH ( Tien et al, 2000). Hormon ini disekresikan secara pulsatil dengan rata-rata frekuensi 13 kali per hari. Puncaknya terjadi pada malam hari ketika pelepasan somatostatin berkurang. Sekresi yang kurang menonjol juga terjadi beberapa jam setelah makan. Kadar normal umumnya kurang dari 10 ng/ml dan tertinggi masa pubertas. Kadar hormon ini rendah
33 pada masa anak-anak dan menurun pada usia lanjut (Tien el al., 2000; Pangkahila, 2007). Growth hormone menghambat pelepasan melalui mekanisme umpan balik. Hal ini terjadi melalui beberapa jalur yang diperankan oleh GH maupun IGF-1. Sel somatotrof dapat dihambat secara langsung melalui rangsangan produksi IGF-1 lokal maupun melalui hambatan pada GHRH dan stimulasi somatostatin oleh GH. Mekanisme lainnya adalah melalui IGF-1 yang sebagian besar diproduksi di hati akibat rangsangan GH. IGF- 1 tersebut dapat menghambat sintesis GHRH dan merangsang sintesis somatostatin (Tien et al., 2000; Gardner dan Shoback, 2007). Gambar 2.1 Regulasi Sekresi Growth Hormone (Besser, 2007). Pengaruh GH terhadap proses fisiologi tubuh sangat kompleks. Growth hormone adalah komponen pokok yang mengontrol sebagian dari proses fisiologis kompleks yaitu pertumbuhan dan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak (Goldman dan Klatz, 2003). Ada dua mekanisme GH dalam bekerja, yaitu: secara langsung dan tidak langsung.
34 Secara langsung GH menyebabkan lipolisis, meningkatkan transportasi asam amino ke jaringan, sintesis protein dan glukosa di hati serta beberapa efek Iangsung pada pertumbuhan tulang rawan (Gardner dan Shoback, 2007). Secara tidak langsung GH bekerja melalui IGF-1 yang dihasilkan oleh berbagai jaringan sebagai respon terhadap GH. IGF-1 dalam sirkulasi terikat pada 6 spesific binding potein dalam beberapa kombinasi. IGF-binding protein (IGFBP) yang utama adalah IGFBP-3 yang merupakan 95 % dari semua binding protein. Jaringan yang memproduksi IGF-1 antara lain hati, otot, tulang, tulang rawan, ginjal dan kulit. Sebagian besar IGF-1 yang dilepas disirkulasi berasal dari hati ( Pangkahila, 2007). Pada penuaan terjadi penurunan kadar GH. Kadar growth hormone 24 jam menurun 14% perdekade setelah umur tahun. Pada umur 20 tahun menjadi 500 mikrogram, umur 40 tahun 200 mikrogram, dan hanya 25 mikrogram saat umur 80 tahun (Klatz, 1997). Lebih dari 90% penyebab defisiensi GH adalah kelainan pada kelenjar hipofise. The KIMS study (The Pharmacia International Metabolic surveillance Study) menyebutkan defisiensi GH sebagian besar disebabkan oleh adeno hipofise, yaitu 59% pada usia tahun dan 85% pada usia tahun. Penyebab lainnya adalah craniapharyngioma, idiopatik, radiasi, operasi, trauma, penyakit infiltratif, seperti sarkoidosis. histiositosis, trauma kepala dan kerusakan pembuluh darah ( Pangkahila, 2007). Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan GH pada penuaan, yang tidak termasuk salah satu kelainan di atas belum jelas diketahui. Faktor- faktor yang berperan dalam patofisiologi defisiensi GH, antara lain (Pangkahila, 2007): 1. Adiposity
35 Keadaan obesitas dapat menyebabkan penurunan sekresi GH, tidak hanya pada usia tua namun juga pada usia muda, terutama pada obesitas sedang dan berat. 2. Berkurangnya produksi hormon seks steroid. Penurunan kadar estrogen pada wanita dan testosteron pada pria dapat mempengaruhi sekresi GH. 3. Kebugaran fisik yang menurun Kapasitas aerobik mempunyai hubungan dengan konsentrasi serum GH 24 jam. 4. Tidur terganggu Sekresi GH dapat dipengaruhi pola tidur yang berubah karena terjadinya terutama selama tidur dalam gelombang lambat (slow-wave sleep). 5. Malnutrisi Status nutrisi yang rendah berpengaruh negatif terhadap sintesis dan daya kerja IGF-1. Defisiensi GH menunjukkan gejala yang menyerupai gejala yang identik dengan keluhankeluhan umum yang dialami pada penuaan. Pada laki-laki, penuaan dan defisiensi growth hormone sama-sama berhubungan dengan penurunan protein sintesis, massa bebas lemak, dan mineral tulang serta peningkatan lemak tubuh. Gejala dan tanda adanya penurunan GH antara lain ( Pangkahila, 2007): 1. Status kesehatan secara umum dirasakan menurun 2. Gangguan kenyamanan secara psikologis, perasaan tertekan, kecemasan, emosi tidak stabil 3. Kelelahan
36 4. Berkurangnya energi dan vitalitas 5. Kulit tipis dan kering dengan ekstremitas terasa dingin 6. Berkurangnya massa bebas lemak 7. Volume cairan ekstraseluler berkurang 8. Bertambahnya lemak total dan di daerah perut 9. Berkurangnya kekuatan otot dan kapasitas berolahraga 10. Berkurangnya densitas mineral tulang 11. Penurunan kolesterol high density lipoprotein (HDL) 12. Peningkatan kolesterol low density lipoprotein (LDL) 13. Penurunan aliran darah ginjal 14. Penurunan basal metabolic rate 15. Penurunan ambang anaerohik Pada penderita dengan defisiensi GH ditemukan peningkatan risiko mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. Diagnosis defisiensi GH dapat ditetapkan apabila terdapat gejala dan tanda di atas dengan didukung oleh pemeriksaan kadar GH setelah stimulus ( Pangkahila, 2007). Pengukuran IGF-1 dan 1GFBP-3 untuk menentukan adanya defisiensi GH pada orang dewasa tidak reliabel. Serum IGF-1 yang berada di bawah kisaran normal menunjukkan adanya defisiensi GH bila tidak ada penyebab lain yang menyebabkan IGF-1 rendah, seperti, malnutrisi, penyakit hepar, diabetes mellitus tak terkontrol, dan hipotiroid. Begitu pula dengan kadar IGFBP-3, kadar yang rendah menunjukkan adanya defisiensi GH ( Pangkahila, 2007).
37 Penggunaan growth hormone pada penuaan Banyak negara telah menyetujui penggunaannya pada orang dewasa dengan defisiensi hormon tersebut walaupun masih sering diperdebatkan. Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan growth hormone pada orang dewasa sebagai terapi untuk defisiensi yang disebabkan oleh penyakit hipopituari atau hipotalamus serta adanya respon serum GH yang rendah pada tes stimulasi. Selain itu penggunaan GH untuk mengatasi kaheksia dan wasting pada penderita Acquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS) juga disetujui oleh FDA. Terapi ini juga telah dikerjakan untuk penyakit-penyakit katabolik, seperti, pada keadaan distres pernafasan, luka bakar, penyembuhan setelah operasi, kardiomiopati kongestif, transplantasi hepar dan gagal ginjal ( Goldman dan Klatz, 2003; Pangkahila, 2007). Penggunaan GH masih kontroversi disebabkan oleh belum banyaknya data tersedia mengenai penggunaan GH pada penuaan. Masih banyak yang meragukan karena belum adanya bukti yang dianggap kuat bahwa GH mampu mencegah penyakit kardiovaskular maupun bukti yang menunjukkan terapi ini dapat meningkatkan insiden kanker (Vance, 2008). Tujuan pengobatan GH pada orang dewasa adalah untuk meningkatkan tenaga dan keadaan otot, mengembalikan komposisi normal tubuh, dan meningkatkan kualitas hidup. Secara biokimia, target pengobatan GH adalah mengembalikan serum IGF-1 pada kadar yang normal atau dalam konteks penggunaannya pada proses penuaan mengembalikan
38 kadar serum IGF-1 seperti usia muda. Pengaruh pengobatan GH yang harus dipertimbangkan sebagai parameter perbaikan adalah ( Pangkahila, 2007): 1. Meningkatnya massa bebas lemak tubuh 2. Meningkatnya densitas mineral tulang 4-10% di atas baseline setelah paling sedikit 12 bulan pengobatan 3. Meningkatnya kekuatan otot dengan normalisasi sempurna setelah 3 tahun pengobatan 4. Berkurangnya serum total kolesterol, LDL dan rasio LDL/HDL 5. Perasaan nyaman dan kualitas hidup Rekomendasi FDA menyebutkan dosis awal untuk terapi GH adalah 3-4 μg/kgbb yang diberikan secara subkutan sekali sehari dengan dosis maksimal 25 μg/kgbb untuk usia hingga 35 tahun dan 12,5 μg/kgbb untuk usia di atas 35 tahun (Elderisi, 2008). Berdasarkan Growth Hormone Research Society pengobatan dapat dilakukan dengan memulai dosis yang rendah, yaitu 0,15-0,30 mg/hari (0,45-0,90 IU/hari). Dosis dapat dinaikkan secara bertahap tergantung reaksi secara klinis dan biokimia, tetapi tidak lebih sering dari interval setiap bulan. Dosis pemeliharaan bervariasi pada setiap orang dan jarang melebihi 1,0 mg/hari (3,0 IU/hari) (Pangkahila, 2007). Praktisi lain meyakini penggunaan GH harus mampu menghasilkan efek menyerupai pola sekresi GH tubuh, yaitu dengan memberikan GH dengan frekuensi lebih sering dan dosis rendah. GH diberikan dengan dosis 0,3-0.7 IU dua kali sehari, yaitu sebelum tidur dan pagi hari. Dengan pola seperti ini efek samping penggunaan GH bisa diminimalisasi (Goldman dan Klatz, 2003).
39 Selama terapi ini perlu dilakukan pemantauan. Pemantauan dilakukan terhadap gejala dan tanda klinis serta serum IGF-1. Pemantauan ini dilakukan setiap 1 atau 2 bulan untuk menyesuaikan dosis yang diperlukan untuk hasil terapi maksimal (Goldman dan Klatz, 2003). Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh terapi growth hormon yang paling sering adalah edema, athralgia dan mialgia. Efek samping lain, yaitu carpal tunnel syndrome, ginekomastia, glucose intolerance, infeksi saluran pernafasan, kaku otot, nyeri ekstremitas, sakit kepala dan migrain. Tetapi insiden dari efek samping ini sangat rendah, yaitu 1,06 pasien setiap tahun, sehingga pengobatan ini relatif aman. Efek samping ini sangat tergantung kepada dosis, umumnya ditemukan pada pasien yang menerima GH dalam dosis besar. Efek samping ini dapat berkurang dengan mengurangi dosis yang diberikan (Goldman dan Klatz, 2003 ; Pangkahila, 2007). Kontraindikasi mutlak penggunaan terapi GH adalah adanya keganasan aktif, benign intracranial hypertension dan retinopati diabetes. Kehamilan awal bukan kontraindikasi, tetapi pada trimester kedua, terapi GH harus dihentikan karena GH diproduksi oleh plasenta (Pangkahila, 2007) Lipid ( Lemak ) Lipid yang disebut juga lemak, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Lipid yang beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil produksi organ hati, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan energi (Muray, 2002).
40 Lipid plasma berasal dari makanan (eksogen) atau disintesis dalam tubuh (endogen). Lipid sukar larut dalam air, pengangkutannya dalam tubuh berbentuk kompleks dengan protein yang disebut lipoprotein. Lipoprotein tersusun atas inti yang sukar larut (non polar) yang terdiri atas ester kolesterol dan trigliserida serta bagian yang mudah larut (polar) yang terdiri dari protein, fosfolipid dan kolesterol bebas (Muray, 2002). Lipid disimpan dalam dua jaringan tubuh utama, yaitu jaringan adiposa dan hati. Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserida sampai diperlukan untuk membentuk energi dalam tubuh. Sel lemak (adiposit) dari jaringan adiposa merupakan modifikasi fibroblas yang menyimpan trigliserida yang hampir murni dengan jumlah sebesar 80 sampai 95 persen dari keseluruhan volume sel. Adiposit juga berperan sebagai kelenjar endokrin yang mensekresikan berbagai sitokin dan neuropeptida yang berperan dalam metabolisme (Muray, 2002). Lipid ditranspor terutama dalam bentuk asam lemak bebas. Keadaan ini dicapai dengan hidrolisis trigliserida kembali menjadi asam lemak dan gliserol. Pada keadaan setelah penyerapan, setelah semua kilomikron dikeluarkan dari darah, lebih dari 95 persen seluruh lipid di dalam plasma berada dalam bentuk lipoprotein. Lipoprotein ini merupakan partikel kecil lebih kecil dari kilomikron tetapi komposisinya secara kualitatif sama mengandung trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan protein. Konsentrasi total lipoprotein dalam plasma rata-rata sekitar 700 mg per 100 ml plasma yaitu 700 mg/dl. Klasifikasi lipoprotein didasarkan pada densitas yang menggambarkan ukuran partikel. Semakin besar rasio lipid/protein maka semakin
41 besar ukurannya dan makin rendah densitasnya. Terdapat lima kelas utama lipoprotein yaitu kilomikron, very low density lipoprotein ( VLDL ), intermediate density lipoprotein ( IDL ), low density lipoprotein ( LDL ) dan high density lipoprotein ( HDL ) (Golberg, 2008). Sistem jalur pengangkutan lipoprotein dapat dibagi menjadi 2 (dua) jalur yaitu: 1. Sistem eksogen yang mengangkut hasil pencernaan dari lipid yang berasal dari diet. Lipid-lipid tersebut seperti: trigliserida, fosforlipid, kolesterol-bebas diangkut di dalam partikel lipoprotein khusus yang disebut kilomikron selanjutnya dikeluarkan oleh sel epitel mukosa ke ductus lacteal usus halus. Dalam sirkulasi darah kilomikron yang kaya akan trigliserida akan berinteraksi dengan enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis sebagian besar trigliserida pada inti kilomikron menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak ini akan diambil untuk digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Partikel sisa kilomikron yang sudah kehilangan banyak trigliseridanya akan beredar kembali ke sirkulasi darah dan diambil oleh hati, sehingga dengan demikian lipid-lipid oksigen yang berasal dari pencernaan kecuali trigliserida akhirnya masuk ke dalam hati. 2. Sistem endogen yang mengangkut lipid yang berasal dari hepar ke jaringan tubuh melalui sirkulasi darah. Lipid ini bersama dengan lipoprotein dirakit menjadi partikel VLDL (Very Low Density Lipoprotein) di dalam hati dan disekresi ke sirkulasi darah. Sesampainya di pembuluh kapiler berbagai VLDL jaringan tubuh berinteraksi dengan enzim lipoprotein lipase yang menghidrolisis sebagian besar trigliserida dalam intinya dan dikonversi menjadi partikel IDL (Intermediet Density Lipoprotein). Sebagian besal partikel IDL yang terbentuk akan mengalami hidrolisis lebih lanjut membentuk LDL (Low Density
42 Lipoprotein). LDL merupakan lipoprotein yang kaya akan kolesterol dan berperan dalam pengangkutan kolesterol ke jaringan perifer (lemak jahat). Sebagian besar LDL diambil oleh hepar sebagian lagi dilepas ke jaringan tubuh lainnya melalui mekanisme endositosis dengan perantara reseptor LDL ( Murray, 2002). Bila membrane sel telah menjadi jenuh terhadap kolesterol karena penerimaan LDL dan biosintesis internal yang berlebih, terjadilah pengambilan kolesterol ke cairan ekstraseluler untuk dibawa kembali ke hati, yang dikenal sebagai reverse cholesterol transport. Hal ini diduga dilakukan oleh HDL yang merupakan lemak baik sebagai antitrombin. Anti-trombin adalah High Density Lipoprotein yang dapat membantu mengeluarkan tumpukan kolesterol, terjadi anti inflamasi yaitu NO endotel menghambat adhesi leukosit pada endotel (Murray, 2002) Dislipidemia Dislipidemia adalah suatu keadaan abnormal dari metabolisme lipoprotein, biasanya berhubungan dengan overproduksi atau kekurangan lipoprotein. Dislipidemia juga sering dikatakan sebagai hiperlipidemia, yang merupakan peristiwa peningkatan lipid serum sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular. Hal ini disebabkan pada dislipidemia juga ada prilaku kolesterol yang berperan pada aterosklerosis. Jadi yang membedakan antara hiperkolesterolemia dengan dislipidemia adalah hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai peningkatan kolesterol serum melebihi dari 200 mg/dl setelah 9-12 jam puasa, Sebaliknya, pada dislipidemia disamping kriteria untuk hiperkolesterolemia juga terjadi peningkatan kolesterol
43 LDL-serum > 160 mg/dl, trigliserida serum sebesar 150 mg/dl, atau kolesterol HDLserum < 40 mg/dl untuk laki-laki dan < 50 mg/dl untuk perempuan. Diit kolesterol tinggi dapat menginduksi dislipidemia di samping juga dapat dipicu akibat faktor genetik (Kreisberg dan Reusch, 2005; Golberg, 2008). Terjadi hubungan yang linier antara kadar kolesterol dengan risiko penyakit jantung koroner. Sehingga dislipidemia sebenarnya tidak bisa didefinisikan, tetapi kontrol dan uji kadar kolesterol maupun trigliserida secara rutin akan memberikan manfaat agar diketahui apakah akan terjadi risiko aterosklerosis maupun penyakit jantung koroner (Kreisberg dan Reusch, 2005; Golberg, 2008). Penyebab dislipidemia dapat secara genetik ( primer ) maupun akibat gaya hidup seperti diet kaya lemak dan kurangnya aktivitas fisik. Pemicu lainnya adalah diabetes mellitus, peminum alcohol, chronic kidney disease, hypothyroidism, primary biliary chirosis dan other cholestatic liver diseases, serta obat-obatan seperti thiazides, β-blockers, retinoids, highly active antiretroviral agents, estrogen dan progestin serta glucocorticoids (Goldberg, 2008). Pada tikus kadar normal kolesterol total tikus adalah mg/dl (Kusumawati, 2004). Kadar normal LDL tikus adalah mg/dl dan kadar normal HDL tikus adalah mg/dl, sedangkan kadar normal trigliserida tikus adalah mg/dl (Wahyuni, unpublished data). Tikus dikatakan dislipidemia bila terjadi kenaikan berat badan > 20% atau kadar kolesterol total serum > 200 mg/dl (Hardini, 2007) 2.4. Inflamasi
44 Inflamasi adalah suatu proses kompleks yang dimulai dari jaringan. Kerusakan jaringan ini disebabkan oleh faktor endogen (misalnya nekrosis jaringan) dan faktor eksogen (misalnya kontak dengan bahan asing atau infeksi). Respon inflamasi merupakan bagian dari kekebalan innate dan kekebalan yang didapat (acquired). Kekebalan innate merupakan system kekebalan yang sudah kita dapat sejak lahir elemen-elemennya pada: kulit, sistem pencernaan, paru-paru, pernapasan, sirkulasi, organ limfa dan serum. Sistem imun ini merupakan suatu kontelasi respon yang unik terhadap inflamasi (Mayer, 2006). Inflamasi pada umumnya merupakan respon terhadap jejas pada jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi. Respon radang ini diikuti oleh proses yang sangat penting, yaitu reaksi pada endotel. Endotel adalah bagian terpenting pembuluh darah yang berperan dalam proses aterosklerosis. Endotel menjadi target utama dari injuri mekanis dan khemis akibat faktor dislipidemia. Kolesterol LDL terutama yang teroksidasi sangat potensial merusak endotel dan HDL sebagai komponen protektif sangat berperan dalam mekanisme aterosklerosis pada dislipidemia (Robbin dan Cotran, 2002; Kontush dan Chapman, 2006). Inflamasi bertujuan untuk menyekat serta mengisolasi jejas, menghancurkan mikroorganisme yang menginvasi tubuh serta menghilangkan aktivitas toksinnya, dan mempersiapkan jaringan bagi kesembuhan serta perbaikan. Meskipun pada dasarnya respon bersifat protektif, namun inflamasi dapat pula berbahaya; respon ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang bisa membawa kematian atau kerusakan organ yang persisten serta progesif akibat inflamasi kronik dan fibrosis yang terjadi kemudian (misalnya arthritis rheumatoid, aterosklerosis). Inflamasi umumnya ditandai oleh (Mayer, 2006):
45 1. Dua komponen utama yaitu dinding vaskuler dan respon sel radang. 2. Efek yang dimediasi oleh protein plasma yang beredar dari faktor-faktor yang diproduksi setempat oleh dinding pembuluh darah atau sel-sel radang. 3. Terminasi (berakhirnya respon inflamasi) baru terjadi ketika agen penyebabnya sudah dieliminasi dan mediator yang disekresikan dihilangkan, mekanisme anti inflamasi yang aktif juga turut terlibat. Pengaturan respon inflamasi dicirikan oleh peran antara efek pro-inflamasi (memulai sinyal ) dan anti inflamasi ( menghentikan sinyal ) yang dimediatori oleh sejumlah sitokin. Sitokin merupakan protein soluble dengan berat molekul yang rendah yang diproduksi pada respon terhadap antigen dan bertindak sebagai mediator untuk mengatur sistem imunitas baik alamiah amaupun adaptif. Sitokin merupakan messenger kimiawi dan termasuk diantaranya adalah tumor necrosis factors, interleukin, interferon, khemokin, dan factor pertumbuhan. Peran sitokin sangatlah kompleks, satu sitokin dapat bertindak pada sejumlah tipe sel yang berbeda ( pleiotropic ), sitokin yang sama mengatur sejumlah fungsi yang berbeda ( multifunctional ) dan sejumlah sitokin yang berbeda dapat memiliki fungsi yang sama ( redundant ). Kesamaan tersebut dalam hal pemanfaatan komponen kunci pada jalur sinyal intraseluler. Pada umumnya sitokin sitokin digolongkan menjadi (Hartanto, 2009) : 1. Sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-1, interferon-α (IFN-α), IL-12, IL-18 dan granulocyte-macrophage colony stimulating factor (GM-CSF).
PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA Proses Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Proses Penuaan Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Berbagai teori menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Secara
Lebih terperinciPada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita
12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat modern cenderung hidup dengan tingkat stres tinggi karena kesibukan dan tuntutan menciptakan kinerja prima agar dapat bersaing di era globalisasi, sehingga
Lebih terperinciABSTRAK. F. Inez Felia Yusuf, Pembimbing I : Dra. Rosnaeni, Apt. Pembimbing II: Penny Setyawati M., dr., Sp.PK.,M.Kes.
ABSTRAK EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) DAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN (HDL) TIKUS JANTAN GALUR Wistar F. Inez Felia Yusuf, 2012. Pembimbing
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN
ABSTRAK EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN Richard Ezra Putra, 2010. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II: Fen Tih,
Lebih terperinciEFEK PEMBERIAN REBUSAN DAUN AFRIKA(
ABSTRAK EFEK PEMBERIAN REBUSAN DAUN AFRIKA(Vernonia amygdalina Del), TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR YANG DI INDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Elton Fredy Kalvari, 2015 ;Pembimbing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di era modern ini terutama di daerah perkotaan di Indonesia umumnya mempunyai gaya hidup kurang baik, terutama pada pola makan. Masyarakat perkotaan umumnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami
BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan
Lebih terperinciDi seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kolesterol dan lemak dibutuhkan tubuh sebagai penyusun struktur membran sel dan bahan dasar pembuatan hormon steroid seperti progesteron, estrogen dan tetosteron. Kolesterol
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma (Anwar, 2004). Banyak penelitian hingga saat
Lebih terperinciABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN
ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN Steffanny H H Katuuk, 1310114, Pembimbing I : Lusiana Darsono,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, ditandai oleh peningkatan dan/atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang dijumpai yaitu peningkatan
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
ABSTRAK EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Theresia Vania S S, 2015, Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr.,
Lebih terperinciABSTRAK. PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH OMEGA-3 DENGAN AEROBIC EXERCISE TERHADAP KADAR KOLESTEROL-LDL TIKUS JANTAN GALUR Wistar MODEL DISLIPIDEMIA
ABSTRAK PERBANDINGAN ANTARA PENGARUH OMEGA-3 DENGAN AEROBIC EXERCISE TERHADAP KADAR KOLESTEROL-LDL TIKUS JANTAN GALUR Wistar MODEL DISLIPIDEMIA Michelle Regina Sudjadi, 2012; Pembimbing I: Penny S.M.,
Lebih terperinciABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL
ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL Satya Setiadi, 2014, Pembimbing I : Dr. Diana Krisanti Jasaputra, dr., M.Kes Pembimbing
Lebih terperinciABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT
ABSTRACT THE EFFECT OF OLIVE OIL ADDITION INTO OATMEAL IN LOWERING BLOOD TOTAL CHOLESTEROL AND LDL (LOW DENSITY LIPOPROTEIN) IN WISTAR STRAIN RAT Sebastian Hadinata, 2014, 1 st Tutor : Heddy Herdiman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas fisik yang teratur mempunyai banyak manfaat kesehatan dan merupakan salah satu bagian penting dari gaya hidup sehat. Karakteristik individu, lingkungan sosial,
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Data umum Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada perempuan, laki-laki sebanyak 53,3%, perempuan 46,7% dengan rerata usia lakilaki 55,38 tahun
Lebih terperinciABSTRAK. Ronauly V. N, 2011, Pembimbing 1: dr. Sijani Prahastuti, M.Kes Pembimbing 2 : Prof. DR. Susy Tjahjani, dr., M.Kes
ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL DAN PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL DISLIPIDEMIA Ronauly V. N, 2011,
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR
ABSTRAK EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR Jane Haryanto, 2012 ; Pembimbing I : Rosnaeni, Dra., Apt. Pembimbing II : Penny Setyawati M.,
Lebih terperinci1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara
Lebih terperinciABSTRAK PERBANDINGAN EFEK SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU DAN TEH PUTIH TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN
ABSTRAK PERBANDINGAN EFEK SEDUHAN TEH HITAM, TEH HIJAU DAN TEH PUTIH TERHADAP KADAR LOW DENSITY LIPOPROTEIN (LDL) TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN WISTAR YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK Stella
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat secara tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pergeseran pola hidup di masyarakat. Kemajuan teknologi dan industri secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup dan sosial ekonomi akibat urbanisasi dan modernisasi terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab meningkatnya prevalensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklamsi merupakan penyulit utama dalam kehamilan dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. The World Health Organization (WHO) melaporkan angka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar telah memasuki arus modernisasi. Hal ini menyebabkan pergeseran ataupun perubahan, terutama dalam gaya
Lebih terperinciKata kunci: Kolesterol LDL, kolesterol HDL, daun jambu biji (Psidium guajava Linn.), tikus wistar
ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL LDL DAN HDL TIKUS WISTAR JANTAN Ester Farida Manalu, 2014: Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Metabolik adalah sekumpulan gangguan metabolik dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut: obesitas abdominal (lingkar pinggang > 88 cm untuk wanita dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) sudah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius di negara maju. Di Amerika Serikat (USA) dan negara-negara Eropa, 33,3% -50% kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini para dokter yang berada di bidang Anti Aging telah mampu menghambat penuaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah proses alami yang terjadi pada semua mahluk hidup dan dimulai dari semenjak lahir di dunia ini. Seringkali proses penuaan ini dihubungkan dengan menurunnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang kehidupan. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya
Lebih terperinciPENGARUH INJEKSI LEPTIN JANGKA PENDEK TERHADAP KADAR ADIPONEKTIN DALAM SERUM Rattus norvegicus STRAIN WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK
PENGARUH INJEKSI LEPTIN JANGKA PENDEK TERHADAP KADAR ADIPONEKTIN DALAM SERUM Rattus norvegicus STRAIN WISTAR YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Dian Prawibawa 1, M Rasjad indra 2, Bambang Prijadi 3 1 2 3 Mahasiswa
Lebih terperinciserta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak penyakit yang diakibatkan oleh gaya hidup yang buruk dan tidak teratur. Salah satunya adalah diabetes melitus. Menurut data WHO tahun 2014, 347 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah
Lebih terperinciABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK
ABSTRAK PENGARUH KALSIUM TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK Andry Setiawan Lim, 2012, Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes. Pembimbing II: Sijani
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta
9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Aerobik Aerobik adalah suatu cara latihan untuk memperoleh oksigen sebanyakbanyaknya. Senam Aerobik adalah serangkaian gerak yang dipilih secara sengaja dengan cara mengikuti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Pengertian lipid Lipid adalah golongan senyawa organik yang sangat heterogen yang menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa organik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciDAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PENGESAHAN.... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lipid dalam tubuh umumnya berasal dari makanan yang kita konsumsi. Makanan yang enak dan lezat identik dengan makanan yang mengandung lipid. Dislipidemia lekat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL DISLIPIDEMIA
ABSTRAK EFEK INFUSA DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL TOTAL DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR MODEL DISLIPIDEMIA Entin Hartini, 2011, Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fruktosa merupakan gula yang umumnya terdapat dalam sayur dan buah sehingga sebagian besar masyarakat beranggapan bahwa fruktosa sepenuhnya aman untuk dikonsumsi.
Lebih terperinciABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS
ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL KULIT MANGGIS (Garcinia mangostana L.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL SERUM TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIINDUKSI PAKAN TINGGI LEMAK DIBANDINGKAN SIMVASTATIN Jessica Angela Haryanto,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process adalah suatu proses bertambah tua atau adanya tanda-tanda penuaan setelah mencapai usia dewasa. Secara alamiah seluruh komponen tubuh pada
Lebih terperinciPEMBERIAN Alpha Lipoic Acid MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DARAH PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA
TESIS PEMBERIAN Alpha Lipoic Acid MEMPERBAIKI PROFIL LIPID DARAH PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR DENGAN DISLIPIDEMIA CRISTHINE GUNAWAN PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna
Lebih terperinciABSTRAK. PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI (Glycine max (L) MERR) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN SUSU KEDELAI (Glycine max (L) MERR) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS JANTAN GALUR WISTAR Satria Prihandini, 2006, Pembimbing I: Endang Evacuasiany. Dra., MS.,Apt., AFK;
Lebih terperinciHUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE
HUBUNGAN HIGH DENSITY LIPOPROTEIN DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF PADA WANITA POST MENOPAUSE SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk menyelesaikan program Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin,
Lebih terperinciABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN
ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava Linn.) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS Wistar JANTAN Dyota Sulia Mutiari, 2014 Pembimbing I : Dr. Sugiarto Puradisastra dr., M. Kes.
Lebih terperinciSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT NAMA : dr. Nani Widjaja NIM : 1490751072 PROGRAM STUDI : ILMU BIOMEDIK JUDUL TESIS :PEMBERIAN GROWTH HORMONE MENINGKATKAN NEOVASKULARISASI, JUMLAH SEL FIBROBLAS DAN EPITELISASI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum meningkat terutama kadar Low Density Lipoprotein (LDL) yang melebihi batas normal. Low density lipoprotein
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan sekumpulan penyakit jantung dan pembuluh darah arteri pada jantung, otak, dan jaringan perifer. Penyakit ini terdiri dari
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Dahulu obesitas identik dengan kemakmuran, akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasca Menopause Wanita mempunyai masa kehidupan seksual dimana banyak folikel primodial tumbuh menjadi folikel vesicular setiap siklus seksual, dan akhirnya hampir semua ovum
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) Jack) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN
ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KEMUNING (Murraya paniculata (L.) Jack) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS WISTAR JANTAN Kadek Reanita Avilia, 2014 ; Pembimbing I : Rosnaeni, Dra., Apt. Pembimbing II :
Lebih terperinciABSTRAK EFEK SEDUHAN TEH OOLONG (Camellia sinensis) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA LAKI-LAKI DEWASA NORMAL
ABSTRAK EFEK SEDUHAN TEH OOLONG (Camellia sinensis) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA LAKI-LAKI DEWASA NORMAL Laksmi I. Trishanti, 2016; Pembimbing I:Edwin Setiabudi,dr.,Sp.PD.,KKV.FINASIM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia sedang berkembang menuju masyarakat industri yang membawa kecenderungan baru dalam pola penyakit dalam masyarakat. Perubahan ini memberi peran
Lebih terperinciABSTRAK. PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK
ABSTRAK PENGARUH LENDIR Abelmoschus esculentus (OKRA) TERHADAP KADAR KOLESTEROL TOTAL TIKUS WISTAR JANTAN MODEL TINGGI LEMAK Nathania Gracia H., 2016, Pembimbing 1 Pembimbing 2 : Hendra Subroto, dr., SpPK.
Lebih terperinciSAMPUL DALAM... i. PRASYARAT GELAR... ii. LEMBAR PERSETUJUAN... iii. PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv. PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT...
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PERSETUJUAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... v UCAPAN TERIMAKASIH... vi ABSTRAK... ix ABSTRACT... x DAFTAR
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
1.5 Manfaat Penelitian 1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan dengan memberikan informasi bahwa ada hubungan antara kadar serum ferritin terhadap gangguan pertumbuhan pada talasemia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat, angka kematian akibat penyakit kardiovaskular di Indonesia mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Late-onset hypogonadism (LOH) atau andropause secara klinis dan biokimia dijelaskan sebagai penyakit pada pria tua dengan level serum testosteron di bawah parameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skin tag merupakan suatu tumor jinak kulit yang terdiri dari jaringan fibrosa yang longgar. Skin tag dapat berupa tonjolan kecil, lunak dan mempunyai tangkai yang
Lebih terperinciBAB 2. Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1 Obesitas 2.1.1 Definisi Fauci, et al. (2009) menyatakan obesitas sebagai kondisi dimana massa sel lemak berlebihan dan tidak hanya didefinisikan dengan berat badan saja karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat di zaman modern ini erat hubungannya dengan perubahan kadar lemak darah. Masyarakat dengan kesibukan tinggi cenderung mengkonsumsi makanan tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup masyarakat saat ini cenderung memiliki kebiasaan gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurang aktivitas fisik, kurang olah raga, kebiasaan merokok dan pola
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada zaman modern ini, seluruh dunia mengalami pengaruh globalisasi dan hal ini menyebabkan banyak perubahan dalam hidup manusia, salah satunya adalah perubahan gaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anti Aging Medicine (AAM) adalah ilmu yang berupaya memperlambat proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang akan terjadi pada
Lebih terperinciDislipidemia. Ema Rachmawati
Dislipidemia Ema Rachmawati Kolesterol dan metabolisme lipoprotein Kolesterol Merupakan prekursor garam empedu dan hormon Dapat diperoleh dari makanan (eksogen) maupun sintesis de novo di hati (endogen)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola makan atau mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak oleh manusia, akhir-akhir ini tidak dapat dikendalikan. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup
Lebih terperinciEFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia) TERHADAP AKTIVASI Vascular Cell Adhesion Molecule-1 (VCAM-1) PADA AORTA TIKUS WISTAR JANTAN YANG DIBERI DIET ATEROGENIK SKRIPSI Oleh Lilis Rahmawati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperlipidemia merupakan keadaan yang terjadi akibat kadar kolesterol dan/atau trigliserida meningkat melebihi batas normal (Price & Wilson, 2006). Parameter
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penderita DM di dunia diperkirakan berjumlah > 150 juta dan dalam 25 tahun ini bertambah 2 kali lipat. Penderita DM mempunyai resiko terhadap penyakit kardiovaskular 2 sampai 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat, yaitu pola makan tinggi lemak terutama lemak jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia. Dislipidemia akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001 serta Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, telah terjadi transisi epidemiologi
Lebih terperinciUPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009
BAB V KOLESTEROL TINGGI Kolesterol selalu menjadi topik perbincangan hangat mengingat jumlah penderitanya semakin tinggi di Indonesia. Kebiasaan dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari berperan penting
Lebih terperinciDAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN...ii. SURAT PERNYATAAN... iii. PRAKATA... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR SINGKATAN...
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN...ii SURAT PERNYATAAN... iii PRAKATA... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR SINGKATAN... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja
Lebih terperinci1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat
1.1 Pengertian Hiperkolesterolemia adalah salah satu gangguan kadar lemak dalam darah (dislipidemia) yaitu kadar kolesterol dalam darah lebih dari 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia berhubungan erat dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Proses Penuaan Penuaan adalah suatu proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan
Lebih terperinciFREDYANA SETYA ATMAJA J.
HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun
Lebih terperinci