ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : RISMA AMELIA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Oleh : RISMA AMELIA H"

Transkripsi

1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : RISMA AMELIA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN RISMA AMELIA Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko, 2001). Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan, mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Ini terlihat dari tingkat kemiskinan yang masih relatif tinggi yaitu diatas 20 persen dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun , Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku. Penelitian ini mempunyai dua tujuan. Pertama, mendeskripsikan kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kedua, menganalisis faktor faktor yang memengaruhi kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder penggabungan data time series tujuh tahun tahun dan cross section 15 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang dianalisis dalam model regresi data panel dengan metode Pooled Least Square, dan alat analisis yang digunakan adalah Eviews 6 dan Ms. Excel. Dalam hasil analisis deskriptif ditunjukan bahwa perekonomian di NTT didominasi oleh sektor pertanian karena sebagian besar penduduk NTT bekerja disektor peratanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 35 persen. Kabupaten termiskin yang ada di NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Selatan dikarenakan, secara topografis wilayah Kabupaten TTS memiliki curah hujan yang rendah sehingga lahan di wilayah tersebut umumnya kering dan

3 tandus, selain itu sektor pertanian (95,3 Persen) masih memegang peranan penting karena sebagian besar penduduk bekerja dan mengandalkan hidupnya dari pertanian (80 Persen). Angka IPM (Indeks Pembangunan Manusia) terendah berada di Kabupaten Sumba Tengah, karena kabupaten ini belum banyak memiliki fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun ekonomi, sehingga masyarakat lebih sulit untuk mengakses fasilitas tersebut, yang akan berdampak terhadap penurunan kualitas pembangunan manusia. Hasil penelitian dengan menggunakan metode regresi data panel menunjukkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, tingkat pengangguran terbuka, jumlah penduduk, dan angka harapan hidup. Sebanyak lima variabel tersebut terdapat satu variabel yang sesuai dengan hipotesis awal namun tidak signifikan yaitu tingkat pengangguran terbuka karena lapangan pekerjaan yang merupakan penampung terbesar tenaga kerja di NTT yaitu sektor pertanian dan sebagian besar status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarga/tak dibayar diikuti buruh tidak tetap. Sehingga walaupun mereka bekerja mereka akan tetap kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan pendapatan mereka yang relatif kecil. Dari hasil analisis panel data, menyebutkan bahwa variabel jumlah penduduk memiliki pengaruh positif dan elastisitas terbesar terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan dengan menggiatkan program Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Variabel angka harapan hidup memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, sehingga perlu adanya upaya menyediakan fasilitas kesehatan yang lebih memadai untuk masyarakat. Selanjutnya, variabel jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, maka dari itu kebijakan program pemerintah terhadap pendidikan wajib belajar Sembilan tahun harus dapat dinikmati oleh setiap penduduk yang ada di seluruh kabupaten di Provinsi NTT, yang akan berdampak terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Vaiabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kemisikinan, laju pertumbuhan daerah dapat di dorong dengan melakukan investasi daerah masing-masing. Untuk meningkatkan investasi daerah, pemerintah seharusnya turut andil dalam hal itu dengan melalui perbaikan sarana maupun prasarana yang dibutuhkan dalam menunjang aktivitas tersebut Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih terbatas karena hanya melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk yang lulus pendidikan SMP, jumlah penduduk, pengangguran, dan angka harapan hidup. Oleh karena itu perlu dikembangkan studi lanjutan yang lebih mendalam dengan data investasi dan kondisi infrastruktur wilayah sebagai variabel yang memengaruhi kemiskinan dan metode lebih lengkap sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang ada, sehingga dapat dipergunakan untuk kebijakan penurunan tingkat kemiskinan.

4 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEMISKINAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : RISMA AMELIA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama : Risma Amelia Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr. Wiwiek Rindayati NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Tanggal Kelulusan : Dedi Budiman Hakim Ph.D NIP

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, 11 Mei 2012 Risma Amelia H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Risma Amelia lahir pada tanggal 01 Januari 1990 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda Cecep Yahya dan Fitri Yana Sari. Jenjang pendidikan penulis dilalui dari TK Pangudi Luhur Jakarta, SDN 01 Ciputat dan SLTP N 86 Jakarta, lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 46 Jakarta Selatan dan lulus pada tahun Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi setelah menerima Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis mendapatkan beasiswa Karya Salemba Empat selama satu periode tahun Selama penulis menjalani studi, penulis aktif dibeberapa kepanitiaan baik pada tingkat kampus maupun fakultas.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan rahin-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat semangat, bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Mama dan Bapak yang telah memberikan semangat, dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang tiada henti kepada penulis selama ini. 2. Ibu Dr. Wiwiek Rindayati selaku Pembimbing Skripsi, yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran baik secara teoritis maupun secara teknis serta memberikan pembelajaran yang berguna dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 3. Ibu Dr. Yeti Lis Purnama Dewi selaku dosen penguji utama atas saran, kritik, dan masukan yang sangat membantu dan berarti dalam proses perbaikan skripsi ini. 4. Ibu Ir. Dewi Ulfah Wardani, MSi selaku penguji atas saran, kritik, dan masukan yang berarti tentang tata cara penulisan demi menyempurnakan penulisan skripsi ini. 5. Keluarga tercinta: Kakek ( Sofyan ), Nenek ( Cut Afifah ), dan Adik ( Rendika dan Hanna Aisyah Reza) yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dukungan serta doanya yang tiada henti. 6. Segenap dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan pembelajaran dalam disiplin ilmu yang bermanfaat bagi kemajuan belajar saya. 7. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi terkait. 8. M.Januar Syahroni,SE beserta keluarga atas semangat dan dukungannya.

9 9. Teman-teman satu bimbingan Laelati, Fajar, Asep dan Sinta atas semangat dan dukungannya. 10. Teman-teman Ilmu Ekonomi 45 ( Ayu, muti, yuni, chae, diah ) serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu yang telah memberi banyak kenangan dan bantuan selama ini. 11. Yayasan Karya Salemba Empat sebagai pemberi beasiswa selama dua periode yang telah membantu dalam memenuhi kebutuhan materi dalam penelitian ini Semua pihak yang telah membantu penyelesain skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini msaih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat terbuka dalam saran dan kritik dan pertanyaan-pertanyaan mengenai skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang berkaitan. Bogor, 11 Mei 2012 Risma Amelia H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian... 7 II. TINJAUAN PUSTAKA Definisi Kemiskinan Ukuran-ukuran Kemiskinan Teori Lingkaran Setan Kemiskinan Faktor Yang Memengaruhi Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Pengangguran Kependudukan Kesehatan Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Analisis Deskriptif Analisis Panel Data Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Uji Chow Test 33

11 Uji Hausmant Test Evaluasi Model Multikolinearitas Autokorelasi Heteroskedasitas Normalitas Model Umum Penelitian...36 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Keadaan Geografis di NTT Kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Jumlah Penduduk Pendidikan Tamat SMP Tingkat Pengangguran terbuka Fasilitas Pelayanan Kesehatan Angka Harapan Hidup Perkembangan Pembangunan Manusia Uji Kesesuaian Model Uji Pelanggaran Asumsi Evaluasi Model Interpretasi Model Pertumbuhan Ekonomi Jumlah Penduduk Tamatan SMP Pengangguran Terbuka Jumlah Penduduk..62

12 4.5.5 Angka Harapan Hidup.63 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 71

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1 Persentse Tingkat Kemiskinan Di Indonesia 30 Provinsi Penduduk NTT Usia 15 keatas Menurut kegiatan Persentase Penduduk Usia 15 keatas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Kerangka Identifiaksi Autokorelasi Persentase Jumlah Penduduk Miskin NTT Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota NTT Distribusi Persentase PDRB NTT Jumlah Penduduk Kabupaten/kota NTT Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Lulus SMP Persentase TPT Kabupaten/Kota NTT Indikator Kesehatan NTT Angka Harapan Hidup NTT Tahun IPM Terendah dan Tertinggi di NTT Ui Kesesuain Model Uji Multikolinearitas Hasil Estimasi Melalui Model Pooled Least Square.. 57

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan Kerangka Pemikiran Pengujian Pemilihan Model dalam Model Panel Data Uji Heteroskedasitas Uji Kenormalan... 59

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Hasil Pengujian Pemilihan Model Terbaik Hasil Pengujian Pooled Least Square... 72

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap Negara. Persoalan kemiskinan merupakan salah satu permasalahan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Berbagai perencanaan, kebijakan serta program pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan pada intinya adalah mengurangi jumlah penduduk miskin. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan multidimensional. Upaya pengentasan dan pengurangan kemiskinan harus dilakukan secara komperhensif, mencakup seluruh aspek kehidupan dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil pembangunan ( Soegijoko,2001). Perhatian pemerintah Indonesia terhadap kemiskinan dituangkan didalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Penurunan jumlah kemiskinan hingga 8,2 persen pada tahun 2009 merupakan salah satu sasaran pertama dalam hal agenda pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Bahkan untuk mencapai sasaran tersebut pemerintah merumuskan prioritas pembangunan nasional adalah penanggulangan kemiskinan dengan kebijakan yang diarahkan untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-han dasar masyarakat miskin.

17 2 Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan kepeduliannya untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan tersebut kemudian dirumuskan dengan new deal dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Ringkasan dari new deal tersebut tertuang dalam prinsip triple track strategy : pro-growth, pro-job, dan pro-poor. Track pertama dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua, menggerakan sektor riil untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Dan yang ketiga, merevitilisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan Sejak digiatkan kembali program-program pengentasan kemiskinan tersebut, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 1 juta orang (BPS 2012). Provinsi NTT merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Masih tingginya angka kemiskinan disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, membuat provinsi ini terus dilanda permasalahan kemiskinan. Tabel 1.1 menunjukan tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi). Dalam perbandingan ratarata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun , Provinsi NTT memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku.

18 3 Tabel 1.1 Persentase Tingkat Kemiskinan di Indonesia (30 Provinsi) (%) No Provinsi Rata-Rata 1 NAD 26,65 23,53 19,57 20,98 19,57 22,06 2 Sumatera Utara 13,90 12,55 11,33 11,31 11,33 12,08 3 Sumatera Barat 11,90 10,67 9,04 9,50 9,04 10,03 4 Riau 11,20 10,63 8,47 8,65 8,47 9,48 5 Jambi 10,27 9,32 8,65 8,34 8,65 9,04 6 Sumatera Selatan 19,15 17,73 14,24 15,47 14,24 16,16 7 Bengkulu 22,13 20,64 17,50 18,30 17,50 19,21 8 Lampung 22,19 20,98 16,93 18,94 16,93 19,19 9 Kep. Bangka Belitung 9,54 8,58 5,75 6,51 5,75 7,23 10 DKI Jakarta 4,61 4,29 3,75 3,48 3,75 3,97 11 Jawa Barat 13,55 13,01 10,65 11,27 10,65 11,82 12 Jawa Tengah 20,43 19,23 15,76 16,56 15,76 17,54 13 D.I.Yogyakarta 18,99 18,32 16,08 16,83 16,08 17,26 14 Jawa Timur 19,98 18,51 14,23 15,26 14,23 16,44 15 Banten 9,07 8,15 6,32 7,16 6,32 7,40 16 Bali 6,63 6,17 4,20 4,88 4,20 5,21 17 Nusa Tenggara Barat 24,99 23,81 19,73 21,55 19,73 21,96 18 Nusa Tenggara Timur 27,51 25,65 21,23 23,03 21,23 23,73 19 Kalimantan Barat 12,91 11,07 8,60 9,02 8,60 10,04 20 Kalimantan Tengah 9,38 8,71 6,56 6,77 6,56 7,56 21 Kalimantan Selatan 7,01 6,48 5,29 5,21 5,29 5,86 22 Kalimantan Timur 11,04 9,51 6,77 7,66 6,77 8,35 23 Sulawesi Utara 11,42 10,10 8,51 9,10 8,51 9,53 24 Sulawesi Tengah 22,42 20,75 15,83 18,07 15,83 18,58 25 Sulawesi Selatan 14,11 13,34 10,29 11,60 10,29 11,93 26 Sulawesi Tenggara 21,33 19,53 14,56 17,05 14,56 17,41 27 Gorontalo 27,35 24,88 18,75 23,19 18,75 22,58 28 Maluku 31,14 29,66 23,00 27,74 23,00 26,90 29 Maluku Utara 11,97 11,28 9,18 9,42 9,18 10,21 30 Papua 40,78 37,08 31,98 36,80 31,98 35,73 Sumber : BPS Indonesia,2010

19 4 Kondisi sebagian besar alam di Provinsi Nusa Tenggara Timur tandus dan gersang. Kekeringan dan rawan pangan seolah menjadi bencana rutin yang dihadapi warga NTT hampir setiap tahun. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai pada akhirnya menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan itu. Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup besar dan beragam yang tersebar di setiap daerah, namun sampai saat ini potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan. Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang dilaksanakan pemerintah untuk masyarakat miskin belum mampu untuk menjangkaunya. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhannya. Sesuai UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat setempat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan, sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT. Proses pembangunan memerlukan pendapatan yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak Negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan

20 5 ekonomi merupakan kunci dari penurunan kemiskinan di suatu wilayah. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat di masing-masing wilayah mengindikasikan bahwa pemerintah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, sehingga mampu mengurangi kemiskinan. Secara langsung, hal ini menunjukan pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor pertanian atau sektor yang padat karya. Adapun secara tidak langsung, diperlukan pemerintah yang cukup efektif mendistribusikan manfaat pertumbuhan yang mungkin didapatkan dari sektor modern seperti jasa yang padat modal (Siregar dan Wahyuniarti, 2008) 1.2 Rumusan Masalah Kemiskinan merupakan salah satu tolak ukur sosial ekonomi dalam menilai keberhasilan pembangunan yang dilakukan pemerintah disuatu daerah. Banyak sekali masalah-masalah sosial yang bersifat negatif timbul akibat meningkatnya kemiskinan. Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi termiskin ke tiga dari 30 provinsi yang ada di Indonesia, provinsi ini harus bekerja keras untuk mengurangi tingkat kemiskinan agar pembangunan yang berjalan benar-benar dapat memberikan manfaat secara optimal di segala bidang. Pada tahun 2011 sebanyak 21,23 persen atau 1,01 juta jiwa penduduk di Nusa Tenggara Timur tercatat sebagai penduduk miskin. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dibutuhkan tenaga kerja yang berkualitas dan produkif. Keadaan ketenagakerjaan di NTT pada tahun 2011 mengalami peningkatan kelompok penduduk yang bekerja dan penurunan tingkat pengangguran, peningkatan jumlah tenaga kerja serta penurunan angka pengangguran telah menurunkan Tingkat Partisipasi Angkata Kerja (Tabel 1.2).

21 6 Penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Nusa Tenggara Timur, kenyataannya menunjukan bahwa proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang menjadi angkatan kerja proporsinya mengalami penurunan Tabel 1.2 Penduduk NTT Usia 15 Tahun Ke Atas menurut kegiatan Jenis Kegiatan Penduduk 15+ (jiwa) Angkatan Kerja (jiwa) Bekerja (jiwa) Penganggur (jiwa) TPAK (%) 76,19 75,10 TPT (%) 3,40 2,67 Sumber : BPS Tenaga Kerja NTT, 2012 Kondisi ketenagakerjaan di provinsi Nusa Tenggara Timur ditandai dengan masih besarnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang produktifitasnya masih rendah. Kualitas pekerja NTT dapat dikatakan rendah diukur dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Hal ini, disebabkan proporsi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja dengan tingkat pendidikan tamat sekolah dasar (SD) ke bawah masih sangat besar. Tabel 1.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan yang Ditamatkan Tahun (%) Tingkat Pendidikan Yang Ditamatkan Tidak/Belum Sekolah 6,95 7, Belum Tamat SD 2,27 22,79 71,83* 69,14* 3. Sekolah Dasar 45,20 40, SMP 11,60 14,06 11,94 13,55 5. SMA 10,31 11,51 12,56 13,01 6 Perguruan Tinggi 2,68 3,43 3,67 4,30 Sumber : Hasil Sakernas , Keterangan * :Gabungan Tidak/Belum Sekolah, Tidak/Belum Tamat SD, Sekolah Dasar

22 7 Atas dasar permasalahan diatas, maka penelitian yang ingin dipecahkan yaitu: 1. Bagaimana kondisi kemiskinan di NTT? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi kemiskinan di NTT 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan di NTT. 1.4 Manfaat Penelitian Dari Penelitian ini diharapkan mmberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat untuk mengurangi kemiskinan di provinsi NTT 2. Menjadi bahan acuan dan refrensi bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih lanjut dan lebih mendalam tentang kemiskinan.

23 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN). Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan sumber daya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Menurut Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Kemiskinan dapat dibagi dengan empat bentuk (Suryawati,2005), yaitu:

24 9 (1) kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja; (2) kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan; (3) kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar; (4) kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan. 2.2 Ukuran-Ukuran Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,2004), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antar wilayah pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk semua umur, jenis kelamin, tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta perkiraan status fisiologis ukuran penduduk, ukuran ini sering disebut juga dengan garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki garis kemiskinan dibawah maka dinyatakan dalam kondisi miskin.

25 10 Menurut Sayogyo dalam Suryawati (2005), tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah rupiah pengeluaran rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan. Daerah pedesaan : a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. Daerah perkotaan : a. Miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. b. Miskin sekali, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. c. Paling miskin, bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 Kg nilai tukar beras per orang per tahun. Bank Dunia (2000) mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan seseorang, jika pendapatan kurang dari US$ 1 per hari, maka dikatakan miskin. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasioanl (BKKBN,2010), mengukur kemiskinan berdasarkan dua kriteria, yaitu :

26 11 a. Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan agama dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen minimal 80%, dan berobat ke puskesmas bila sakit. b. Kriteria Keluarga Sejahtera 1(KS 1), yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter persegi per anggota keluarga, tidak ada keluarga umur 10 tahun samapai 60 tahun yang buta huruf, semua anak yang berusia 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga memiliki pengahasilan yang tetap atau rutin, dan tidak ada yang sakit dalam tiga bulan. 2.3 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut : 1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitas nya rendah. 2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berate produktivitasnya juga akan rendah, upahnya nya pun rendah. 3. kemiskinan muncul karena adanya akses modal. Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty ) lihat gambar 2.1. Adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan rendahnya

27 12 produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi, redahnya investasi akan berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya. Gambar 2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan. Sumber : Nurkse (1953) dalam Kuncoro, 2000 Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse yang dikutip Kuncoro (2000) yang mengemukakan bahwa Negara miskin itu karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor). Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan, pada hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja disebabkan oleh ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh hambatan pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini Nurkse mengatakan : Suatu Negara menjadi miskin karena ia merupakan Negara miskin (A country is poor because is poor). Menurut pendapatnya inti dari lingkaran setan kemiskinan adalah keadaankeadaan yang menyebabkan timbulnya hambatan terhadap teciptanya pembentukan modal yang tinggi. Di satu pihak pembentukan modal ditentukan

28 13 oleh tingkat tabungan dan di lain pihak oleh perangsang untuk menanam modal. Di Negara berkembang kedua faktor itu tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal yang tinggi. Jadi, menurut pandangan Nurkse, terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi Negara berkembang mencapai pembangunan yang pesat yaitu. Dari segi penawaran modal dan permintaan modal. Dari segi penawaran modal ingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan sebagai berikut. Tingkat pendapatan masyarakat redah yang diakibatkan oleh tingkat produktivitas yang rendah, menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini akan menyebabkan suatu Negara menghadapi kekurangan barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitasnya akan tetap rendah yang akan mempengaruhi kemiskinan. Dari segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan mempunyai bentuk yang berbeda di setiap negara. Di Negara-negara miskin perangsang untuk melaksanakan penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagai jenis barang terbatas, dan hal ini disebabkan oleh pendapatan masyarakat rendah. Sedangkan pendapatan masyarakat yang rendah disebabkan oleh produktivitasnya rendah ditunjukan oleh pembentukan modal yang terbatas pada masa lalu dan mengakibatkan pada masa yang akan datang. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh kekurangan perangsang untuk menanam modal, sehingga kemiskinan tidak berujung pada pangkalnya. 2.4 Faktor yang Memengaruhi Kemiskinan Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kemiskinan antara lain : pertumbuhan ekonomi (Siregar dan Wahyuniarti,2008), pendidikan (Siregar

29 14 dan Wahyuniarti,2008), pengangguran (Prasetyo,2010), kependudukan (Wongdesmiwati,2009), dan kesehatan (Myrdal,2000) Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan barang ekonomi kepada penduduknya yang ditentukan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional (Kelembagaan), dan ideologi terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada menurut Michael Todaro (2004). Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus, maupaun ekonom Neoklasik, Robert Solow dan Trover Swan, menyatakan pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : a. Jumlah penduduk b. Jumlah stok barang modal c. Luas tanah dan kekayaan alam d. Tingkat teknologi yang digunakan Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari pada sebelumnya. Sedangkan menurut Schumpater, faktor utama yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi adalah proses inovasi dan pelakunya adalah inovator atau wiraswata. Menurut Boediono (1985), pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2004), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu a. Akumulasi modal

30 15 Termasuk semua investasi baru yang berwujud, misalkan tanah, bangunan, peralatan fiskal, dan sumber daya manusia (Human resources). Akumulasi modal akan terjadi jika ada sebagian dari pendapatan sekarang di tabung kemudian diinvestasikan kembali dengan tujuan untuk memperbesar output di masa-masa yang akan datang. b. Pertumbuhan penduduk angkatan kerja Pertumbuhan penduduk yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja secara tradisonal telah dianggap sebagai faktor yang positif dalam pertumbuhan ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja semakin produktif tenaga kerja, sedangkan semakin banyak penduduk akan meningkatkan potensi pasar domestiknya. c. Kemajuan Teknologi Kemajuan teknologi disebabkan oleh teknologi cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisonal. Ada tiga klasifikasi kemajuan teknologi, yaitu : 1. Kemajuan teknologi yang bersifat netral, terjadi jika tingkat output yang dicapai lebih tinggi dari kuantitas dan kombinasi-kombinasi input yang sama. 2. Kemajuan teknologi yang bersifat hemat tenaga kerja (labour saving) atau hemat modal (capital saving), yaitu tingkat output yang lebih tinggi yang bisa dicapai dengan jumlah tenaga kerja atau modal yang sama.

31 16 3. Kemajuan teknologi dalam meningkatkan modal, terjadi jika penggunaaan teknologi tersebut memungkinkan kita memanfaatkan barang modal yang ada secara produktif Pendidikan Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Tujuan pendidikan adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan dibagi tiga, yaitu : 1. Pendidikan Formal Adalah jalur pendidikan yang struktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi jenjang pedidikan formal : a. Pendidikan Dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS). b. Pendidikan Menegah, merupakan lanjutan dari pendidikan dasar. Pendidikan menengah tediri atas, Sekolah Menengah Atas (SMA),

32 17 Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), Madrasah Aliyah (MA), serta bentuk lain yang sederajat. c. Pendidikan Tinggi, merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan Diploma, Sarjana, dll. 2. Pendidikan Non Formal Adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan dengan terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal. 3. Pendidikan Informal Adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal maupun informal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan Pengangguran Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama (Todaro, 2005). 1. Jenis- jenis pengangguran :

33 18 Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : a. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. b. Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. c. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. 2. Macam-macam pengangguran Berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokan menjadi beberapa jenis, yaitu: a. Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi. b. Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti : akibat

34 19 permintaan berkurang, akibat kemajuan dan teknologi, dan akibat kebijakan pemerintah. c. Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela. d. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen. a. Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin b. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand). Indikator pengangguran terbuka yang digunakan oleh BPS adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). TPT...(2.1) Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai macam cara, antara lain : 1. Jika rumah tangga memiliki batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pandapatan saat ini, maka bencana pengangguran akan secara langsung mempengaruhi income proverty rate dengan consumption poverty rate.

35 20 2. Jika rumah tangga tidak menghadapi batasan likuiditas, yang berarti bahwa konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan lapangan pekerjaan yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada Kependudukan Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan suatu wilayah. Karena itu perhatian terhadap penduduk tidak hanya dari sisi jumlah, tetapi juga kualitas. Penduduk yang berkualitas merupakan modal bagi pembangunan dan diharapkan dapat mengatasi berbagai akibat dari dinamika penduduk (BPS,2011). Pertumbuhan penduduk yang cepat akan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan penduduk di wilayah tersebut. Kepadatan penduduk dapat didefinisikan sebagai jumlah orang persatuan luas lahan (per km 2, per mil) di suatu daerah. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat diakibatkan karena tingginya angka kelahiran di suatu wilayah tersebut. Salah satu implikasinya akan tingginya angka kelahiran adalah banyaknya jumlah anak-anak di wilayah tersebut. Dengan demikian, jumlah angkatan kerja secara otomatis menanggung beban yang lebih banyak untuk menghidupi anak-anak dibawah usia 14 tahun. Penduduk yang berusia lanjut maupun yang masih anak-anak secara ekonomis disebut beban ketergantungan artinya, mereka merupakan anggota masyarakat yang tidak produktif, sehingga menjadi beban angkatan kerja yang produktif (Todaro,2006).

36 21 Laju pertumbuhan maupun penurunan penduduk tidak cukup menggambarkan kondisi kemiskinan tersebut disuatu daerah. Dalam hubungannya dengan tingkat kemiskinan, selain jumlah penduduk harus memperthatikan pada variable lainnya, misalnya kesejahteraan masyarakat di daerah itu, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat, tingkat penyerapan tenaga kerja, serta laju pertumbuhan ekonomi. Sehingga jumlah penduduk yang diimbangi dengan perbaikan dalam pembangunan manusia seharusnya mampu mengurangi tingkat kemiskinan di daerah tersebut (BPS,2010) Kesehatan Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mendukung pembangunan ekonomi, serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Langkah-langkah yang telah ditempuh adalah peningkatan akses kesehatan terutama bagi penduduk miskin melalui pelayanan kesehatan gratis; peningkatan pencegahan dan penanggulangan penyakit menular termasuk polio dan flu burung; peningkatan kualitas, keterjangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan dasar; peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan; penjaminan mutu, keamanan dan khasiat obat dan makanan; penanganan kesehatan di daerah bencana; serta peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat. Kemampuan untuk bertahan hidup lama diukur dengan indikator harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth/e 0 ). Angka e 0 untuk tingkat provinsi

37 22 yang disajikan merupakan hasil penghitungan secara tidak langsung dengan menggunakan paket program Mortpack berdasarkan data rata-rata jumlah anak lahir dengan rata-rata jumlah anak masih hidup yang menurut umur ibu tahun, yang bersumber dari data hasil survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas ) dengan memperlihatkan tren hasil sensus penduduk (SP). Selain angka kematian bayi, Angka Harapan Hidup (AHH) juga digunakan sebagai indikator untuk menilai derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi nilai angka harapan hidup di suatu wilayah, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi terutama yang terkait dengan fasilitas kesehatan wilayah tersebut semakin maju. Semakin maju pembangunan daerah di bidang kesehtan menunjukan tingkat kesehatan yang ada dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin. Berdasarkan teori mengenai lingkaran kemiskinan yang dikemukakan Myrdal bahwa semakin tinggi tingkat kesehatan masyarakat yang ditunjukan dengan meningkatnya nilai AHH maka produktivitas akan semakin meningkat. peningkatan produktivitas dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan menurunkan tingkat kemiskinan. Artinya semakin tinggi angka harapan hidup maka tingkat kemiskinan akan menurun. 2.5 Penelitian Terdahulu Siregar dan Wahyuniarti (2008), dalam jurnal kajian ekonomi dan lingkungan Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. Data yang digunakan adalah 26 Provinsi dari tahun 1995 sampai dengan Model yang digunakan POV ij = β 0 + β 1 PDRB ij + β 2 POP ij + β 3 AGRISHR ij + β 4 INDTRSHR ij + β 5 INFLASI ij + β 6 SMP ij + β 7 SMA ij + β 8 DIPLM ij +

38 23 β 9 DUUMYKRISIS IJ + ε IJ. Dimana POV adalah jumlah penduduk miskin, PDRB adalah pertumbuhan ekonomi, POP adalah jumlah penduduk, AGRISHR adalah pangsa sektor pertanian, INDTRSHR adalah pangsa sektor industri, INFLASI adalah tingkat inflasi tahunan, SMP adalah jumlah lulusan sekolah SMP, SMA adalah jumlah lulusan sekolah SMA, DIPLM adalah jumlah lulusan tingkat diploma, dan DUMMYKRISIS adalah dummy krisis ekonomi. Hasil dari penelitian ini adalah variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatife dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin walaupun pengaruhnya kecil. Variabel inflasi dan jumlah populasi penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pangsa sektor pertanian dan industri berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Variabel yang berpengaruh negatif paling besar dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin yaitu pendidikan. Variabel yang berpengaru negative paling besar dan signifikan terhadap terhadap jumlah penduduk miskin yaitu variabel pendidikan. Sitepu dan Sinaga (2005), dalam ejournal economics prisma, volume 1, hal 17-31, Dampak Investasi Sumber Daya Manusia Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia : Pendekatan Model Compotable General Equiliberium, menggunakan metode Compotable General Equiliberium (CGE) dan Fooster Greer Thorbecke method. Variabel yang digunakan adalah tingkat kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, investasi pendidikan, dan investasi kesehatan. Hasil dari penelitian ini adalah investasi sumber daya manusia berdampak langsung terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Investasi kesehatan dan

39 24 investasi pendidikan sama-sama dapat mengurangi tingkat kemiskinan, namun investasi kesehatan memiliki persentase yang paling besar. Rizky dan Shaleh (2007), dalam jurnal ekonomi pembangunan volume 12 No. 3, hal Keterkaitan Akses Sanitasi dan Tingkat Kemiskinan Jawa Tengah, hasil dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat akses sanitasi rumah tangga pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah adalah PDRB per kapita, distribusi pendapatan masyarakat, dan budaya kesehatan terhadap sanitasi/kesehatan. Wongdesmiwati (2009) dalam jurnal ekonomi pembangunan Pertumbuhan Ekonomi dan Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia: Analisis Ekonometrika, menggunakan metode analisis regesi berganda dari tahun ,LogY i =β 0 +β 1 LogXI i +β 2 LogX2 i +β 3 LogX3 i +β 4 LogX4 i +β 5 LogX5 i +β 6 LogX6 i +ε i. DimanaY i adalah jumlah penduduk miskin, XI i jumlah penduduk Indonesia per tahun, X2 i adalah PDB yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi, X3 i adalah angka harapan hidup, X4 i adalah persentase angka melek huruf, X5 i adalah persentase penggunaan listrik, X6 i adalah persentase konsumsi makanan. Hasil penelitian ini adalah variable jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penambahan jumlah penduduk miskin, variable pertumbuhan ekonomi dan variable angka melek huruf berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian tentang kemiskinan telah dilakukan, Prasetyo (2010) dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tingkat Kemiskinan (Studi Kasus di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ) menggunakan alat analisis regresi panel data menyimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi

40 25 oleh pertumbuhan ekonomi, upah minimum, dan pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah penduduk miskin, sedangkan variabel pengangguran berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin. Penelitian dari Utami (2011), dengan judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan dan Kebijakan Penanggulangannya Di Provinsi Jawa Timur, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis data panel. Faktor-faktor yang digunakan yaitu, kependudukan, PDRB, pendidikan, kesehatan serta pengangguran. Dari lima variabel yang digunakan, semuanya signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur. Varibael kependudukan berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan, variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, variabel pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, vaiabel kesehatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, dan variabel penggangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan Penelitian tentang Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan di Provinsi NTT, memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitiannya dimana didalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan alat analisis yang digunakan adalah analisis panel data.dan analisis deskriptif. 2.6 Kerangka Pemikiran Untuk memudahkan kegiatan penelitian, maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

41 26 Keadaan Umum di NTT : Tanah yang tandus SDM yang berkualitas Rendah SDA yang belum dapat dioptimalkan Infrastruktur yang buruk Kemiskinan di NTT Analisis Deskriptif Analisis Regresi Data Panel Persentase Jumlah Penduduk Miskin Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan Pertumbuhan Ekonomi Pendidikan Tamat SMP Jumlah Penduduk Pengangguran Terbuka Angka Harapan Hidup Implikasi Kebijakan Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran. Dari kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah indikator yang lazim digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan dan merupakan syarat bagi pengurangan kemiskinan. Pengangguran akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial. Kondisi pengangguran menyebabkan seseorang tidak mempunyai pendapatan sehingga kesejahteraan akan menurun. Karena menganggur tentunya akan meningkatkan kemiskinan. Keterkaitan kemiskinan dengan pendidikan sangat besar karena dengan pendidikan seseorang akan meningkatkan keterampilan sehingga akan miningkatkan produktifitas. Sehingga kesejahteraan seseorang akan meningkat. Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan peningkatan pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di Negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kemiskinan Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, hal-hal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kemiskinan Kemiskinan dapat diartikan sebagai keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan lebih mendalam tentang teori-teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Selain itu akan dikemukakan hasil penelitian terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang

BAB I PENDAHULUAN. dikurangi. Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan adalah kondisi dimana ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan yang layak bagi seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan masalah yang selalu menjadi perhatian utama pemerintah dari masa ke masa. Permasalahan ini menjadi penting mengingat erat kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak negara di dunia dan menjadi masalah sosial yang bersifat global. Hampir semua negara berkembang memiliki

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan 41 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Jakarta adalah ibu kota Negara Indonesia dan merupakan salah satu Provinsi di Pulau Jawa. Secara geografis, Provinsi

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah

BAB I PENDAHULUAN. negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan pokok yang dialami oleh semua negara. Menurut Bank Dunia (2000) dalam Akbar (2015), definisi kemiskinan adalah kehilangan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial terbesar yang dihadapi oleh setiap negara di dunia dan setiap negara berusaha untuk mengatasinya. Kemiskinan adalah faktor yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidak seimbangan yang terjadi yang bersifat akumulatif, artinya perubahan yang terjadi pada sebuah ketidakseimbangan

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 No. 103/11/Th. XX, 06 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017 A. KEADAAN KETENAGAKERJAAN Agustus 2017: Tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Sharp et al. (1996) mengatakan kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai negara maju dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik (BPS, 2009). BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM :

Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : Judul : Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Kemiskinan di Provinsi Bali Nama : Ita Aristina NIM : 1215151009 ABSTRAK Kemiskinan menjadi masalah besar di Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian dan Konsep Kemiskinan Kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak (BPS dan Depsos,2002). Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Employment and Unemployment Dewi Pancawati N.,S.Pd.,M.M.

Employment and Unemployment Dewi Pancawati N.,S.Pd.,M.M. Employment and Unemployment Dewi Pancawati N.,S.Pd.,M.M. Employment Not Labor Population Labor Not Force Labor Force Population Employee (Manpower) Population aged 10 years Bukan Tenaga kerja Penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( )

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH ( ) ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENCIPTAAN KESEMPATAN KERJA DI PROVINSI SUMATERA UTARA SEBELUM DAN PADA MASA OTONOMI DAERAH (1994-2007) Disusun Oleh : LISBETH ROTUA SIANTURI H14104020 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya merupakan proses multidimensial yang meliputi perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam kelembagaan (institusi)

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik Judul : Analisis Pengaruh Non Labor Income, Mutu Sumber Daya Manusia dan Tingkat Upah Terhadap Lama Menganggur Pengangguran Terdidik di Kota Denpasar Nama : Udur Yustince BR Situmorang NIM : 1206105040

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10),

BAB I PENDAHULUAN. masa depan perekonomian dunia. Menurut Kunarjo dalam Badrul Munir (2002:10), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum kemiskinan dipahami sebagai keadaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

[ OPISSEN YUDISYUS ]

[ OPISSEN YUDISYUS ] Ada pendapat yang mengatakan bahwa proses yang mempercepat pembangunan ekonomi adalah jumlah penduduk yang besar. Namun, ada yang berpendapat lain yaitu jumlah penduduk yang sedikit justru mempercepat

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H

ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H ANALISIS KETIMPANGAN DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI BANTEN OLEH ANDRI PRIYANTO H14094023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kemiskinan menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan di berbagai forum nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan berlangsungnya proses demografis. Pada tahun 2004, di Jawa. 1,07 persen bila dibanding tahun 2003 (BPS, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan dan jumlah komposisi tenaga kerja tersebut akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di Negara manapun (Sumodiningrat, 2009). Di Indonesia kemiskinan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM Pada bab IV ini penulis akan menyajikan gambaran umum obyek/subyek yang meliputi kondisi geografis, sosial ekonomi dan kependudukan Provinsi Jawa Tengah A. Kondisi Geografis Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi meningkat (Atmanti, 2010). perekonomian. Secara lebih jelas, pengertian Produk Domestik Regional Bruto BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu daerah didasarkan pada bagaimana suatu daerah dapat meningkatkan pengelolaan serta hasil produksi atau output dari sumber dayanya disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan 2.1.1. Konsep Kemiskinan Kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Chambers (2010) mengatakan bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketenagakerjaan merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan di setiap wilayah maupun negara. Ini adalah tentang bagaimana negara membangun sumber daya manusianya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi mempengaruhi perkembangan penyerapan tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung semakin membuka penyerapan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan syarat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan juga merupakan ukuran utama keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang disertai dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi global lebih dari 12 tahun yang lalu telah mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan hanya dengan upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan suatu topik yang tidak pernah hilang dalam sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah istilah bagi orang yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah Negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan rendahnya tingkat pendidikan, dan tingkat pendidikan yang rendah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks. Kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi berkaitan juga dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan terutama di negara berkembang, artinya kemiskinan menjadi masalah yang dihadapi dan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tenaga kerja merupakan faktor yang sangat krusial bagi pembangunan ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering menjadi prioritas dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR. Oleh DIYAH RATNA SARI H ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR EKONOMI TERHADAP DISTRIBUSI PENDAPATAN DI KABUPATEN BOGOR Oleh DIYAH RATNA SARI H14102075 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( )

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT ( ) SKRIPSI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI SUMATERA BARAT (1996-2010) Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pada Program Studi S1 Ilmu Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Hubungan keduanya dijelaskan dalam Hukum Okun yang menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengangguran merupakan satu dari banyak permasalahan yang terjadi di seluruh negara di dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini terjadi karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu.

I. PENDAHULUAN. hidup pada tahap subsisten dan mata pencarian utama adalah dari mata. pencaharian di sektor pertanian, perikanan dan berburu. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang pesat merupakan fenomena penting yang dialami dunia semenjak dua abad belakangan ini. Dalam periode tersebut dunia telah mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh karena itu perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sasaran pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam mencapai sasaran tersebut maka pemerintah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup minimum (Mudrajad Kuncoro, 1997). Kemiskinan identik dengan negara berkembang, contohnya Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemisknan merupakan masalah multidimensi yang dihadapi hampir semua negara di dunia. Kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum (Mudrajad

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci