LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG"

Transkripsi

1 LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 5 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa tenaga kesehatan dan pengobat tradisional sebagai salah satu bentuk pelayanan kesehatan perlu ditata guna peningkatan mutu pelayanannya; b. bahwa sebagai upaya untuk penertiban dan pengawasan serta pembinaan dalam pelayanan kesehatannya dan peningkatannya dipandang perlu mengatur tata cara pemberian izinnya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, maka dipandang perlu ditetapkan dalam Peraturan Daerah. : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1997 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3711); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4389); 3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4431); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4844); 5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5038); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5059);

2 2 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5063); 8. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 5072); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 1996 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3637); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4585); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4737); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 4816); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044); 15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2007 tentang Pengawasan Peraturan Daerah Dan Peraturan Kepala Daerah; 16. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 920 Tahun 1986 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di Bidang Medik; 17. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor16/Menkes/PER/VIII/1997 tentang Izin Bagi Tenaga Medis; 18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 540/Menkes/SK/XII/2002 tentang Penempatan Tenaga Medis melalui Masa Bakti dan Cara Lain; 19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19/MENKES/PER/X/2005 tentang Penyelenggaraan Dokter dan Dokter Gigi; 20. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 Tentang Izin dan Pelaksanaan Kedokteran; 21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 548/MENKES/PER/V/2007 tentang Registrasi dan Izin Okupasi Terapis; 22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 378/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Perawat Gigi; 23. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 571/MENKES/SK/VI/2008 tentang Standar Profesi Okupasi Terapis; 24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 572/MENKES/SK/VI/2008 tentang Standar Profesi Refraktionis Optisien; 25. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 573/MENKES/SK/VI/2008 tentang Standar Profesi Asisten Apoteker; 26. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/148/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Perawat; 27. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;

3 3 28. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor 11 Seri C-01) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 26 Tahun 2001 tentang Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2001 Nomor 26 Seri D-09); 29. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2008 Nomor 06 Seri D-01); 30. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 8 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Kota Tarakan (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2008 Nomor 08 Seri D- 03); Dengan persetujuan bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN Dan WALIKOTA TARAKAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT TRADISIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Tarakan. 2. Pemerintahan Daerah adalah Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan. 5. Perangkat Daerah adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Kepala Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan kelurahan. 6. Dinas Kesehatan adalah Dinas Kesehatan Kota Tarakan. 7. Kepala Dinas Kesehatan, yang selanjutnya disebut Kepala Dinas Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan 8. Peraturan Kepala Daerah adalah PeraturanWalikota Tarakan. 9. Praktik Tenaga Kesehatan adalah jenis usaha yang memberikan jasa dan pelayanan umum serta dapat dinikmati oleh masyarakat secara aman. 10. Pelayanan Kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada seseorang dalam rangka observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi atau pelayanan kesehatan lainnya. 11. Surat Izin Praktik adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidang kesehatan.

4 12. Surat Tugas adalah bukti tertulis yang diberikan Dinas Kesehatan Propinsi kepada dokter atau dokter gigi dalam rangka pelaksanaan praktik kedokteran pada sarana pelayanan kesehatan tertentu. 13. Surat Tanda Registrasi Dokter dan Dokter Gigi, yang selanjutnya disebut STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi. 14. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah kepada tenaga kesehatan (bidan dan perawat) yang memiliki sertifikat kompetensi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Surat Penugasan/Izin kerja adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Departemen Kesehatan kepada tenaga medis yang telah mendaftarkan diri (registrasi) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 16. Masa Bhakti adalah masa pengabdian profesi tenaga medis kepada masyarakat dalam rangka menjalankan tugas profesi pada suatu sarana pelayanan kesehatan atau sarana lain yang ditentukan oleh Pemerintah dalam kedudukan sebagai tidak tetap. 17. Sarana Pelayanan Kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk kedokteran atau kedokteran gigi. 18. Pelayanan Medis adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya yang dapat berupa pelayanan promotif, preventif, diagnostik, konsultatif, kuratif, atau rehabilitative. 19. Standar Pelayanan adalah pedoman yang harus diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan kedokteran. 20. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, dimana standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan kesepakatan bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan. 21. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter, dokter gigi,dokter/dokter gigi spesialis, bidan, perawat, apoteker, pengobat tradisional, dan atau berkunjung ke unit-unit pelayanan kesehatan. 22. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia Untuk Dokter, Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Untuk Dokter Gigi Dan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) Untuk Apoteker, Perhimpunan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan organisasi profesi kesehatan lainnya yang ada di Kota Tarakan. 23. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 24. Praktik Kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. 25. Dokter dan Dokter gigi adalah dokter, dokter gigi, lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemekrintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang undangan. 26. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 27. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 28. Perawat gigi adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan perawat gigi yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 29. Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 30. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. 31. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. 4

5 5 32. Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah Asisten Apoteker/Sekolah Menengah Farmasi, Politeknik Kesehatan Jurusan Farmasi dan Makanan, Akademi Analisa Farmasi dan Makanan yang telah melakukan sumpah sebagai Asisten Apoteker dan mendapat surat ijin sebagai tenaga kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 33. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 34. Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. 35. Tenaga akupunktur adalah setiap orang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Diploma III Akupunktur yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. 36. Nutrisionist (Ahli Gizi) adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan akademik dalam bidang gizi sesuai aturan yang berlaku, mempunyai tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh untuk melakukan kegiatan fungsional dalam bidang pelayanan gizi, makanan dan dietetic baik di masyarakat, individu atau rumah sakit. 37. Radiolografer adalah tenaga medis dengan pendidikan minimal DIII penata radiologi yang memberikan pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-x, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi frekuensi elektromagnetik. 38. Psikolog Klinis adalah suatu profesi yang dilakukan oleh seorang ahli dalam bidang terapan psikologi klinis yang menangani tentang tingkah laku dan proses mental. 39. Okupasi terapis adalah profesi kesehatan yang menangani pasien/klien dengan gangguan fisik dan atau mental yang bersifat sementara atau menetap. Dalam praktiknya, okupasi terapi menggunakan okupasi atau aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan atau meningkatkan komponen kinerja okupasional (sensomotorik, persepsi, kognitif, sosial, dan spiritual) dan area kinerja okupasional (perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang) sehingga pasien/klien mampu meningkatkan kemandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan partisipasi di masyarakat sesuai perannya. 40. Refraksionis optisien/optometris adalah tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku yang berwenang melakukan pemeriksaan mata dasar, pemeriksaan refraksi, menetapkan hasil pemeriksaan, menyiapkan dan membuat lensa kacamata atau lensa kontak, termasuk pelatihan ortoptik. 41. Pengobat Tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan tradisional. 42. Pengobatan Tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman, keterampilan turun temurun, dan atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. 43. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2

6 6 (1) Maksud dibentuknya peraturan daerah ini sebagai landasan hukum bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pemberian izin praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional; (2) Tujuan diterbitkannya peraturan daerah ini dalam rangka pembinaan, pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan usaha di bidang kesehatan kepada masyarakat BAB III JENIS-JENIS PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT TRADISIONAL Pasal 3 (1) Di wilayah Kota Tarakan dapat diselenggarakan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional dengan persetujuan Walikota; (2) Jenis-jenis praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah: 1) Pelayanan Medik Dasar; 2) Pelayanan Medik Spesialistik; 3) Pelayanan Medik Penunjang; 4) Pelayanan Pengobat Tradisional; 5) Pelayanan tenaga kesehatan lainnya. BAB IV BENTUK PRAKTIK TENAGA KESEHATAN DAN PENGOBAT TRADISIONAL Pasal 4 (1) Pelayanan Medik Dasar meliputi : a. Praktik Dokter Umum; b. Praktik Dokter Gigi; c. Praktik Perawat (Akademi Perawat); d. Praktik Perawat Gigi; e. Praktik Bidan (Akademi Bidan); f. Praktik Berkelompok Dokter Umum; g. Praktik Berkelompok Dokter Gigi; (2) Pelayanan Medik Spesialistik meliputi : a. Praktik Perorangan Dokter Spesialis; b. Praktik Perorangan Dokter Gigi Spesialis; c. Praktik Berkelompok Dokter Spesialis; d. Praktik Berkelompok Dokter Gigi Spesialis; (3) Pelayanan Medik Penunjang meliputi: a. Praktik Apoteker; b. Praktik Asisten Apoteker; c. Praktik Psikolog Klinis; d. Praktik Radiografer; e. Praktik Okupasi Therapis; f. Praktik Refraktionist Optisien; g. Praktik fisioterapis; h. Praktik Nutritionist; i. Praktik Terapis Wicara. (4) Bidang Pengobatan Tradisional atau Surat Terdaftar Pengobat Tradisonal adalah : a. Pengobat Tradisional atau surat terdaftar pengobat Tradisional Keterampilan; b. Pengobat Tradisional atau Surat Terdaftar Pengobat Tradisional Ramuan; (5) Bidang pelayanan tenaga kesehatan lainnya yang belum termasuk pada 4 (empat) kategori di atas yang akan bekerja dan atau berpraktik wajib memenuhi persyaratan dan tatacara pengajuan perizinan yang diatur sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku.

7 7 BAB V PERIZINAN Pasal 5 (1) Setiap penyelenggaraan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional wajib mendapat izin dari Walikota yang dalam pelaksanaannya dilakukan dan menjadi tanggungjawab Kepala Dinas Kesehatan; (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan; (3) Izin untuk menyelenggarakan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional dapat berlaku dan diperbaharui dengan mengajukan permohonan baru serta wajib didaftar ulang setiap tahun; (4) Permohonan pembaharuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Untuk praktik perorangan permohonan pembaharuan izin praktik dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sebelum masa berlaku izin berakhir; b. Untuk praktik berkelompok permohonan pembaharuan izin dilakukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku izin berakhir. (5) Izin penyelenggaraan praktik tenaga kesehatan dan pengobat tradisional tidak berlaku apabila : a. Habis masa berlakunya; b. Berakhirnya kegiatan; c. Izin dicabut. (6) Izin sebagaimana dimaksud ayat (1) dinyatakan batal jika kegiatan usaha belum dimulai dalam jangka 6 (enam bulan) sejak diterbitkan izin; (7) Permohonan izin penyelenggaraan diajukan secara tertulis dengan menggunakan formulir permohonan yang disediakan dengan melampirkan persyaratan sebagaimana tercantum pada pasal-pasal persyaratan di bawah ini; (8) Terhadap berkas permohonan yang lengkap maka kepada pemohon diberikan tanda terima permohonan; (9) Terhadap berkas permohonan yang tidak lengkap maka tidak akan diterima dan/atau untuk dikembalikan kepada pemohon; (10) Terhadap permohonan yang diterima, Kepala Dinas Kesehatan menerbitkan izin paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap; (11) Terhadap permohonan yang ditolak, Kepala Dinas Kesehatan memberikan jawaban tertulis disertai alasan yang jelas paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap; (12) Setiap tenaga kesehatan dan pengobat tradisional yang melaksanakan praktik harus selalu mematuhi standar profesi dan membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat masyarakat yang setinggi-tingginya. BAB VI PERSYARATAN PENYELENGGARAAN IZIN Bagian Pertama PELAYANAN MEDIK DASAR Praktik Perorangan Dokter Umum / Dokter Keluarga Pasal 6 (1) Praktik perorangan dokter umum/dokter keluarga dilaksanakan oleh seorang dokter umum dengan persyaratan sebagai berikut : a. Setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki Surat Izin praktik(sip); b. Untuk memperoleh SIP, dokter yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan:

8 1) Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang diterbitkan dan telah dilegalisir oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku dan menunjukkan STR yang asli; 2) Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya; 3) Surat keterangan masih aktif bekerja di instansi bagi dokter yang bekerja pada sebuah sarana pelayanan/intansi; 4) Surat Rekomendasi dari instansi untuk melakukan praktik di luar jam kerja; 5) Surat rekomendasi dari organisasi profesi sesuai tempat praktik; 6) Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar; c. Dalam pengajuan SIP sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas harus dinyatakan secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua, atau Ketiga; d. Untuk memperoleh SIP kedua dan ketiga pada jam kerja, dokter yang bekerja pada sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah harus melampirkan surat izin dari pimpinan instansi/sarana pelayanan kesehatan dimana dokter dimaksud bekerja; e. SIP sebagaimana dimaksud pada hutuf a hanya diberikan paling banyak 3 (tiga) SIP untuk setiap dokter, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun perorangan dan 1 (satu) SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik; f. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam Kota Tarakan atau kabupaten/kota lain baik dari propinsi yang sama atau propinsi lainnya; g. SIP sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas berlaku sepanjang STR masih berlaku dan tempat masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP; (2) Selain persyaratan yang dimaksud ayat (1) praktik perorangan dokter umum juga wajib memenuhi ketentuan : a. Memiliki ruang pemeriksaan yang memadai, secara fisik meliputi ruang bangunan, penanganan sampah dan limbah, sterilisasi alat-alat dan perlengkapan medis; b. Memiliki ruang tunggu; c. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya pencegahan infeksi nosokomial; d. Memiliki peralatan standar minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) SIP bagi dokter yang melakukan praktik kedokteran pada suatu sarana pelayanan kesehatan Pemerintah berlaku juga bagi sarana pelayanan kesehatan pemerintah dalam wilayah binaannya; (4) Dokter yang sedang mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Rumah Sakit Pendidikan secara otomatis diberikan SIP secara kolektif oleh Kepala Dinas Kesehatan untuk menjalankan praktik kedokteran melalui Dekan Fakultas Kedokteran dan SIP tersebut berlaku pula pada seluruh jejaring Rumah Sakit Pendidikan serta pelayanan kesehatan yang ditunjuk; (5) Kepala Dinas Kesehatan dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dengan kebutuhan pelayanan kesehatan; (6) Dokter yang telah memiliki SIP yang memberikan pelayanan medis atau memberikan konsultasi keahlian dalam hal sebagai berikut : a. Diminta oleh suatu sarana pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan medis yang bersifat khusus, yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap; b. Dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan; c. Dalam rangka tugas kenegaraan; d. Dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan darurat lainnya; e. Dalam rangka memberikan pertolongan pelayanan medis kepada keluarga, tetangga, teman, pelayanan kunjungan rumah dan pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil tidak memerlukan SIP di tempat tersebut. (7) Pemberian pelayanan medis sebagimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, b, c dan d harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan oleh institusi penyelenggaranya. 8

9 9 (8) Dokter yang akan menghentikan kegiatan praktik kedokteran di suatu tempat, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan disertai pengembalian SIP; (9) Kepala Dinas Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas akan mengembalikan fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia milik dokter tersebut setelah SIP dikembalikan; (10) Apabila dalam keadaan tertentu fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) hilang maka Kepala Dinas Kesehatan tersebut harus membuat pernyataan mengenai hilangnya STR dimaksud untuk permintaan fotokopi STR legalisir, STR asli kepada Konsil Kedokteran Indonesia. (11) Dokter warga negara asing dapat diberikan SIP sepanjang memenuhi persyaratan dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d, e, f, g dan ayat (2). (12) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) diatas juga harus : a. Telah melakukan evaluasi di perguruan tinggi di Indonesia berdasar permintaan tertulis Konsil Kedokteran Indonesia; b. Memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai ketentuan perundang-undangan ; c. Mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan bukti lulus bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia. (13) Dokter yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran yang memuat nama dokter dan nomor SIP yang diberikan, dengan tulisan warna hitam pada dasar putih, ukuran maksimal 60 x 90 cm; (14) Dalam hal dokter sebagaimana dimaksud ayat (13) berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter pengganti; (15) Dokter pengganti sebagaimana dimaksud ayat (14) harus dokter yang memiliki SIP yang setara dan tidak harus SIP di tempat tersebut; (16) Dalam keadaan tertentu (dokter spesialis tidak berada di tempat) untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan, dokter yang memiliki SIP dapat menggantikan dokter spesialis, dengan memberitahukan penggantian tersebut kepada pasien; (17) Dokter yang behalangan melaksanakan atau telah menunjuk dokter pengganti sebagimana dimaksud pada ayat (15) dan (16) wajib membuat pemberitahuan harus ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat; (18) Dokter dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna penyelematan jiwa atau pencegahan kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran diluar kewenangannya sesuai kebutuhan medis dan sesuai standar profesi; (19) Dokter dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran; (20) Tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (19) harus sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan; (21) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan lainnya dalam keadaan tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak terdapat dokter di tempat tersebut diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik Perorangan Dokter Gigi Pasal 7 (1) Praktik perorangan dokter gigi dilaksanakan oleh seorang dokter gigi dengan persyaratan sebagai berikut : a. Setiap dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran wajib memiliki surat izin praktik (SIP); b. Untuk memperoleh SIP, dokter gigi yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan:

10 1) Fotokopi surat tanda registrasi (STR) dokter gigi yang diterbitkan dan telah dilegalisir oleh Konsil Kedokteran Indonesia, yang masih berlaku dan menunjukkan STR yang asli; 2) Surat pernyataan mempunyai tempat praktik atau surat keterangan dari sarana pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya; 3) Surat keterangan masih aktif bekerja di instansi bagi dokter yang bekerja pada sebuah sarana pelayanan/intansi; 4) Surat rekomendasi dari instansi untuk melakukan praktik di luar jam kerja; 5) Surat rekomendasi dari organisasi profesi sesuai tempat praktik; 6) Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar; c. Dalam pengajuan SIP sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas harus dinyatakan secara tegas permintaan SIP untuk tempat praktik Pertama, Kedua, atau Ketiga; d. Untuk memperoleh SIP kedua dan ketiga pada jam kerja, dokter gigi yang bekerja pada sarana pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh pemerintah harus melampirkan surat izin dari pimpinan instansi/sarana pelayanan kesehatan dimana dokter dimaksud bekerja; e. SIP sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya diberikan paling banyak 3 (tiga) SIP untuk setiap dokter gigi, baik pada sarana pelayanan kesehatan milik pemerintah, swasta maupun praktik perorangan dan 1 (satu) SIP hanya berlaku untuk satu tempat praktik; f. SIP 3 (tiga) tempat praktik sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam Kota Tarakan atau kabupaten/kota lain baik dari propinsi yang sama atau propinsi lainnya; g. SIP sebagaimana dimaksud pada huruf a di atas berlaku sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP; (2) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) praktik perorangan dokter gigi juga wajib memenuhi ketentuan : a. Memiliki ruang pemeriksaan yang memadai, secara fisik meliputi ruang bangunan, penanganan sampah dan limbah, sterilisasi alat-alat dan perlengkapan medis; b. Memiliki ruang tunggu; c. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya pencegahan infeksi nosokomial; d. Memiliki peralatan standar minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (3) SIP bagi dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran pada suatu sarana pelayanan kesehatan Pemerintah berlaku juga bagi sarana pelayanan kesehatan pemerintah dalam wilayah binaannya; (4) Dokter gigi yang sedang mengikuti program pendidikan dokter spesialis di Rumah Sakit Pendidikan secara otomatis diberikan SIP secara kolektif oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan Kota untuk menjalankan kedokteran melalui Dekan Fakultas Kedokteran dan SIP tersebut berlaku pula pada seluruh jejaring Rumah Sakit Pendidikan serta pelayanan kesehatan yang ditunjuk; (5) Kepala Dinas Kesehatan dalam memberikan SIP harus mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter gigi dengan kebutuhan pelayanan kesehatan; (6) Dokter gigi yang telah memiliki SIP yang memberikan pelayanan medis atau memberikan konsultasi keahlian dalam hal sebagai berikut : a. diminta oleh suatu sarana pelayanan kesehatan dalam rangka pemenuhan pelayanan medis yang bersifat khusus, yang tidak terus menerus atau tidak berjadwal tetap; b. dalam rangka melakukan bakti sosial/kemanusiaan; c. dalam rangka tugas kenegaraan; d. dalam rangka melakukan penanganan bencana atau pertolongan darurat lainnya; e. dalam rangka memberikan pertolongan pelayanan medis kepada keluarga, tetangga,teman,pelayanan kunjungan rumah dan pertolongan masyarakat tidak mampu yang sifatnya insidentil tidak memerlukan SIP di tempat tersebut. (7) Pemberian pelayanan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a, b, c, dan d harus diberitahukan kepada Kepala Dinas Kesehatan oleh institusi penyelenggaranya; 10

11 11 (8) Dokter gigi yang akan menghentikan kegiatan praktik kedokteran di suatu tempat, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan disertai pengembalian SIP; (9) Kepala Dinas Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas akan mengembalikan fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia milik dokter gigi tersebut setelah SIP dikembalikan. (10) Apabila dalam keadaan tertentu fotokopi STR yang dilegalisir, STR asli oleh Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (9) hilang maka Kepala Dinas Kesehatan Kota Tarakan Kota tersebut harus membuat pernyataan mengenai hilangnya STR dimaksud untuk permintaan fotokopi STR legalisir STR asli kepada Konsil Kedokteran Indonesia; (11) Dokter gigi warga negara asing dapat diberikan SIP sepenjang memenuhi persyaratan dimaksud pada ayat (1) huruf b, c, d, e, f, g dan ayat (2). (12) Selain persyaratan sebagimana dimaksud pada ayat (11) diatas juga harus : a. telah melakukan evaluasi di perguruan tinggi di Indonesia berdasar permintaan tertulis Konsil Kedokteran Indonesia; b. memiliki surat izin kerja dan izin tinggal sesuai ketentuan perundang-undangan ; c. mempunyai kemampuan berbahasa Indonesia yang dibuktikan dengan bukti lulus bahasa Indonesia dari Pusat Bahasa Indonesia. (13) Dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan perorangan wajib memasang papan nama kedokteran yang memuat nama dokter dan nomor SIP yang diberikan, dengan tulisan berwarna hitam pada dasar putih ukuran maksimal 60 x 90 cm. (14) Dalam hal dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) berhalangan melaksanakan dapat menunjuk dokter pengganti. (15) Dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (14) harus dokter yang memiliki SIP yang setara dan tidak harus SIP di tempat tersebut. (16) Dalam keadaan tertentu (dokter spesialis tidak berada di tempat) untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pelayanan, dokter gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan dokter gigi spesialis, dengan memberitahukan penggantian tersebut kepada pasien. (17) Dokter gigi yang behalangan melaksanakan atau telah menunjuk dokter gigi pengganti sebagimana dimaksud pada ayat (16) wajib membuat pemberitahuan dan harus ditempelkan atau ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat. (18) Dokter gigi dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna penyelematan jiwa atau pencegahan kecacatan, dapat melakukan tindakan kedokteran gigi diluar kewenangannya sesuai kebutuhan medis dan sesuai standar profesi. (19) Dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran gigi. (20) Tindakan kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (19) harus sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki dan dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (21) Pelimpahan wewenang kepada perawat, bidan atau tenaga lainnya dalam keadaan tertentu dimana pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan dan tidak terdapat dokter gigi di tempat tersebut diatur lebih lanjut dengan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik Berkelompok Dokter Umum Pasal 8 (1) Penyelenggaraan praktik berkelompok dokter umum menyesuaikan dengan penyelenggaraan dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. (2) Selain itu Praktik Berkelompok Dokter Umum dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut : a. Ada pernyataan penunjukan dokter pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi pemohon perorangan; b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang dokter umum; c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan;

12 12 d. Izin Gangguan; e. Memilik tenaga perawat atau tenaga administrasi; f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan; g. Masing-masing dokter memiliki Surat Registrasi dan SIP; h. Mempunyai peralatan diagnostik dan therapi peralatan gawat darurat sederhana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku; (3) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) praktik berkelompok dokter umum juga wajib memenuhi ketentuan : a. Memasang papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh masyarakat; b. Nama-nama dokter dan jadwalnya dipasang di ruang tunggu pasien; c. Setiap ruang periksa mempunyai luas yang memadai; d. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai 1 (satu) ruang periksa, 1 (satu) ruang administrasi atau kegiatan lain sesuai kebutuhan, 1 (satu) ruang tunggu, dan 1 (satu) kamar mandi/wc; e. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup; f. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya pencegahan infeksi nosokomial. Praktik Berkelompok Dokter Gigi Pasal 9 (1) Penyelenggaraan praktik berkelompok dokter gigi menyesuaikan dengan penyelenggaraan praktik berkelompok dokter gigi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11. (2) Selain itu Praktik Berkelompok Dokter Gigi dilaksanakan dengan persyaratan sebagai berikut : a. Ada pernyataan penunjukan dokter pimpinan oleh anggota kelompoknya bagi pemohon perorangan; b. Dilaksanakan minimal 3 (tiga) orang dokter gigi; c. Memiliki akte pendirian badan bagi yang berbentuk badan; d. Izin Gangguan; e. Memilik tenaga perawat atau tenaga administrasi; f. Daftar tenaga profesi kesehatan dan Struktur Organisasi Pelayanan yang diuraikan dalam pembagian tugas dan fungsi dalam penyelengaraan pelayanan; g. Masing-masing dokter memiliki Surat Registrasi dan SIP; h. Mempunyai peralatan diagnostik dan therapi peralatan gawat darurat sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (3) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) praktik berkelompok dokter gigi juga wajib memenuhi ketentuan : a. Memasang papan nama pada tempat yang mudah dan jelas terbaca oleh masyarakat; b. Nama-nama dokter gigi dan jadwalnya dipasang di ruang tunggu pasien; c. Setiap ruang periksa mempunyai luas yang memadai; d. Setiap bangunan pelayanan minimal mempunyai 1 (satu) ruang periksa, 1 (satu) ruang administrasi atau kegiatan lain sesuai kebutuhan, 1 (satu) ruang tunggu, dan 1 (satu) kamar mandi/wc; e. Semua ruangan mempunyai ventilasi dan penerangan yang cukup; f. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar tradisional atau sejenisnya dan bila terpaksa harus menunjukkan upaya-upaya pencegahan infeksi nosokomial;

13 13 Praktik Bidan Pasal 10 (1) Bidan yang menjalankan praktik mandiri berpendidikan minimal Diploma III (DIII) Kebidanan. Untuk memperoleh Surat Izin Praktik Bidan (SIPB), Bidan harus mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Setiap bidan yang menjalankan praktik wajib memiliki Surat Izin Praktik Bidan (SIPB); b. Surat izin sebagaimana dimaksud pada hutuf a hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat praktik; c. Mempunyai Ijazah Bidan; d. Foto copy Surat Tanda Register (STR) yang masih berlaku dan dilegalisir; e. Surat pernyataan memiliki tempar praktik; f. Mempunyai surat rekomendasi dari organisasi profesi di wilayah tempat ; g. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik; h. Rekomendasi dari atasan, bila dalam masa bakti atau bekerja pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah/swasta; i. Rekomendasi lokasi praktik dari Kepala Puskesmas setempat; j. Pas foto 3 x 4, 2 lembar dan 4x6, sebanyak 3 (tiga) lembar; k. Mempunyai peralatan diagnostik dan peralatan gawat darurat sederhana; (2) Selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) bidan juga wajib memenuhi ketentuan : a. Memilik ruang pemeriksaaan yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan, secara fisik meliputi ruang bangunan, penanganan sampah dan limbah, sterilisasi alat-alat dan perlengkapan medis; b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan; c. Memiliki WC; d. Menyediakan tempat tidur untuk 1 (satu), maksimal 5 (lima) tempat tidur; e. Memiliki peralatan minimal sesuai dengan ketentuan dan melaksanakan prosedur tetap yang berlaku; f. Menyediakan obat-obatan sesuai ketentuan yang berlaku g. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar tradisional atau sejenisnya; h. Memiliki perlengkapan administrasi. (3) Dalam menjalankan praktik mandiri bidan wajib memasang plang dengan mencantumkan nama, nomor SIPB dan jam praktik serta memasang fotocopy SIPB di ruang praktiknya; (4) Bidan dapat menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan kesehatan. (5) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi fasilitas pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri dan/atau praktik mandiri; (6) SIPB berlaku selama 5 (lima) tahun, dengan ketentuan STR belum habis berlakunya dan dapat diperbaharui kembali; (7) Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan dan yang berhenti melakukan pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi; (8) Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan kepada ibu dan anak yang meliputi : a. pelayanan kebidanan; b. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan; dan c. pelayanan kesehatan masyarakat. d. Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. (9) Kewajiban bidan dalam menjalankan praktik : a. Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta sesuai standar profesi; b. Menghormati hak pasien: c. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani; d. Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

14 14 e. Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan; f. Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien atau keluarga pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku, g. Melakukan catatan medik dengan baik; h. Membuat pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan kepada Kepala Puskesmas setempat dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan; i. Mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik Perawat Pasal 11 (1) Perawat dilaksanakan oleh seorang ahli madya keperawatan atau ijazah pendidikan dengan kompetensi lebih tinggi. Untuk memperoleh Surat Izin Praktik Perawat (SIPP), Perawat harus mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan dengan ketentuan sebagai berikut dengan persyaratan sebagai berikut : a. Setiap perawat yang melakukan praktik keperawatan wajib memiliki surat izin praktik Perawat (SIPP); b. Surat izin praktik sebagaimana dimaksud pada hutuf a hanya diberikan paling banyak 1 (satu) SIPP untuk setiap perawat; c. Mempunyai ijazah ahli madya keperawatan atau ijazah pendidikan dengan kompetensi lebih tinggi; d. Foto copy Surat Tanda Registrasi (STR) dan dilegalisir; e. Mempunyai surat rekomendasi dari organisasi profesi di wilayah tempat ; f. Surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik; g. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik; h. Rekomendasi dari atasan (bila bekerja pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah/swasta); i. Rekomendasi lokasi praktik dari Kepala Puskesmas setempat; j. Pas foto 3 x 4, 2 lembar dan 4x6, sebanyak 3 (tiga) lembar; k. Mempunyai peralatan asuhan keperawatan dan peralatan gawat darurat sederhana; (2) Perawat yang melaksanakan praktik klinik keperawatan mandiri baik perseorangan maupun kelompok selain persyaratan yang dimaksud pada ayat (1) perawat juga wajib memenuhi ketentuan : a. Memiliki ruang pemeriksaan yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan, secara fisik meliputi ruang bangunan, penanganan sampah dan limbah, sterilisasi alat-alat dan perlengkapan pemeriksaan fisik dan penanganan kegawatdaruratan; b. Memiliki ruang tunggu yang memadai dan memenuhi syarat kesehatan; c. Memiliki WC; d. Menyediakan tempat tidur untuk pemeriksaan pasien; e. Memiliki peralatan pemeriksaan fisik dan penanganan kegawatdaruratan sesuai dengan prosedur; f. Menyediakan obat-obatan untuk penanganan kegawat daruratan; g. Tidak berbaur atau satu atap dengan pusat perbelanjaan, tempat hiburan, pasar tradisional atau sejenisnya; h. Memiliki perlengkapan administrasi untuk pencatatan rekam medik. (3) Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajib memasang papan nama praktik keperawatan yang mencantumkan nama, nomor SIPP dan jam praktik serta memasang foto copy SIPP di ruang praktik; (4) SIPP berlaku selama STR masih berlaku; (5) Perawat dalam menjalankan praktiknya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk memberikan asuhan keperawatan (askep) meliputi: a. Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, tingkat kedua dan tingkat ketiga; b. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada point (a) ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat; c. Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada point (a) dilaksanakan melalui kegiatan : 1. Pelaksanaan asuhan keperawatan;

15 15 2. Pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat, dan 3. Pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer; (6) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan; (7) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan; (8) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi pelaksanaan prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling keperawatan; (9) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas; (10) Perawat dalam melakukan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang dimiliki. Izin Kerja Perawat Gigi Pasal 12 (1) Untuk memperoleh Surat Izin Kerja, Perawat Gigi harus mengajukan permohonan kepada Dinas Kesehatan dengan persyaratan sebagai berikut : Izin Kerja Perawat Gigi dapat diberikan kepada seorang perawat gigi dengan persyaratan sebagai berikut : a. Setiap perawat yang melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut pada sarana pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta wajib memiliki surat izin kerja (SIK); b. Surat izin kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a hanya diberikan paling banyak 1 (satu) SIK untuk setiap perawat gigi; c. Foto copy ijazah pendidikan perawat gigi; d. Foto copy Surat Izin Perawat Gigi (SIPG);; e. Mempunyai surat rekomendasi dari organisasi profesi di wilayah tempat ; f. Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik; g. Surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan (bila bekerja pada sarana pelayanan kesehatan pemerintah/swasta) yang menyebutkan tanggal mulai bekerja sebagai perawat gigi; h. Pas foto 3 x 4, 2 lembar dan 4x6, 3 lembar; i. Mempunyai peralatan asuhan keperawatan dan peralatan gawat darurat sederhana; (2) SIK Perawat gigi berlaku selama 5 tahun dan diregistrasi ulang setiap tahun, dengan ketentuan SIPG belum habis berlakunya dan dapat diperbaharui kembali dengan mengajukan permohonan kembali kepada Kepala Dinas Kesehatan dengan melampirkan persyaratan sebagaimana pada ayat (1) huruf c sampai i. (3) Perawat gigi dalam menjalankan pekerjaan sebagai perawat gigi harus sesuai dengan: a. pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut; b. melaksanakan tindakan medis terbatas dalam bidang kedokteran gigi sesuai permintaan tertulis dari dokter gigi.. Bagian Kedua BIDANG PELAYANAN MEDIK SPESIALISTIK Praktik Perorangan Dokter Spesialistik / Dokter Gigi Spesialistik Pasal 13 (1) Penyelenggaraan praktik dokter spesialis perorangan menyesuaikan dengan penyelenggaraan dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan penyelenggaraan praktik perorangan dokter gigi spesialistik menyesuaikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7. (2) Berdasarkan kebutuhan masyarakat dan apabila jenis dokter spesialis/dokter gigi spesialis tertentu yang jumlahnya sangat sedikit maka dapat diberikan surat tugas yang berlaku selama 1( satu ) tahun bulan dan dapat diperpanjang (3) Setiap penyelenggaraan praktik dokter spesialis/dokter gigi spesialis wajib memiliki peralatan kedokteran spesialistik sesuai dengan standar dan peralatan gawat darurat

16 16 sederhana sesuai bidang spesilisasinya serta peralatan penunjang medis dan non medis sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku (4) Persyaratan sarana dan bangunan tempat pelayanan dokter spesialis/dokter gigi spesialis adalah sebagai berikut : a. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna hitam dengan dasar putih; dan mencantumkan jadwal praktik b. Memilik paling sedikit 1 (satu) ruang periksa, 1 (satu) ruang administrasi, 1 (satu) ruang tunggu, 1 (satu) ruang penunjang sesuai kebutuhan, dan 1 (satu) kamar mandi/wc; Praktik Berkelompok Dokter Spesialis / Dokter Gigi Spesialistik Pasal 14 (1) Penyelenggaraan Praktik berkelompok dokter spesialis menyesuaikan dengan penyelenggaraan dokter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 13 dan untuk penyelenggaraan praktik berkelompok dokter gigi spesialistik menyesuaikan pada Pasal 7 dan Pasal 13; (2) Setiap penyelenggaraan praktik berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis wajib memiliki peralatan kedokteran spesialistik sesuai dengan standar dan peraltan gawat darurat sederhana sesuai bidang spesilisasinya serta peralatan penunjang medis dan non medis sesuai kebutuhan dan ketentuan yang berlaku. (3) Praktik berkelompok dokter spesialis/dokter gigi spesialis harus diberi nama tertentu yang dapat diambil dari nama orang yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah meninggal dunia atau nama lain yang sesuai dengan fungsinya. (4) Persyaratan sarana dan bangunan tempat pelayanan dokter spesialis/dokter gigi spesialis adalah sebagai berikut : a. Papan nama berukuran maksimal 60 cm x 90 cm, tulisan huruf balok berwarna hitam dengan dasar putih; b. Memilik paling sedikit 2 (dua) ruang periksa, 1 (satu) ruang administrasi, 1 (satu) ruang tunggu, 1 (satu) ruang penunjang sesuai kebutuhan, dan 1 (satu) kamar mandi/wc. Bagian Ketiga BIDANG PELAYANAN MEDIK PENUNJANG Praktik Apoteker Pasal 15 (1) Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi; (2) Surat Tanda Registrasi untuk Apoteker berupa STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker); (3) Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. Memiliki ijazah Apoteker; b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sunpah/janji Apoteker; d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanaan ketentuan etika profesi; (4) STRA dikeluarkan oleh Menteri (5) Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja; (6) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. SIPA (Surat Izin Praktik Apoteker) bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan Kefarmasian di Apotek, Puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 IZIN PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DAN IZIN TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.671, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Izin. Pelaksanaan. Praktik Kedokteran. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2052/MENKES/PER/X/2011 TENTANG IZIN PRAKTIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 93 Tahun 2016 Seri E Nomor 45 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER MANDIRI Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS HULU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN DAN TENAGA KESEHATAN

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN DAN TENAGA KESEHATAN WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN DAN TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

a. bahwa balai pengobatan dan rumah bersalin merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa balai pengobatan dan rumah bersalin merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 9 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN BALAI PENGOBATAN DAN RUMAH BERSALIN WALIKOTA BOGOR, Menimbang : a. bahwa balai pengobatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN. Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes

SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN. Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes SISTEM PELAYANAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN Oleh : KEPALA DINAS KESEHATAN KOTA MEDAN Drg. Hj. USMA POLITA NASUTION, M. Kes Landasan Hukum : Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 112 TAHUN 2010 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG KETENTUAN IZIN USAHA DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON 2 NOMOR 3 TAHUN 2011 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIJINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DAN SERTIFIKASI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

WALIKOTA LHOKSEUMAWE

WALIKOTA LHOKSEUMAWE WALIKOTA LHOKSEUMAWE QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA BIDANG KESEHATAN BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA LHOKSEUMAWE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA REGISTRASI TENAGA KESEHATAN REGISTRASI TENAGA KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 161/MENKES/PER/I/2010 PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 161/MENKES/PER/I/2010 TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2012 Seri: B PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2012 Seri: B PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN (Berita Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2012 Seri: B PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTEK KEDOKTERAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTEK KEDOKTERAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PRAKTEK KEDOKTERAN Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang : a. bahwa guna

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 512/MENKES/PER/IV/2007 TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 5 2007 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN PADA DINAS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 4 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA, IZIN INDUSTRI RUMAH

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DAN IZIN TENAGA KESEHATAN

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DAN IZIN TENAGA KESEHATAN PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DAN IZIN TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.656, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Okupasi Terapis. Pekerjaan. Praktik. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG 1 PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH RANC AN GAN PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PERATURAN DAERAH SUNGAI PENUH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SUNGAI PENUH, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1239/Menkes/SK/XI/2001 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK PERAWAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN SARANA DAN TENAGA KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN SARANA DAN TENAGA KESEHATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN SARANA DAN TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN SARANA DAN TENAGA KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN SARANA DAN TENAGA KESEHATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG IJIN PENYELENGGARAAN SARANA DAN TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diberlakukannya Undang-Undang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN. BAB...

MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN PRAKTIK DAN PELAKSANAAN PRAKTIK KEDOKTERAN. BAB... Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN TAHUN 2008 NOMOR 16 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR: 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI IZIN PRAKTEK DAN IZIN KERJA TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MATARAM, Menimbang : a. bahwa pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA KLINIK, IZIN USAHA RUMAH BERSALIN, DAN IZIN USAHA LABORATORIUM KLINIK SWASTA

Lebih terperinci

SKPD Penanggungjawab : DINAS KESEHATAN DAERAH. PERSYARATAN sebagai lampiran :

SKPD Penanggungjawab : DINAS KESEHATAN DAERAH. PERSYARATAN sebagai lampiran : Jenis Perijinan : IJIN PELAYANAN KESEHATAN a. BP/RB/BKIA b. Pendirian / Penutupan Apotik c. Pedagang Eceran Obat d. Laboratoriun klinik e. Praktek Berkelompok Dokter Umum / Gigi / Spesialis f. Praktek

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PERIZINAN

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PERIJINAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik BUPATI PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PESAWARAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1128, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perekam Medis. Pekerjaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K

2 1. Pelayanan Kesehatan Tradional Empiris adalah penerapan kesehatan tradisional yang manfaat dan keamanannya terbukti secara empiris. 2. Pelayanan K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.369, 2014 KESRA. Kesehatan. Tradisional. Pelayanan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5643) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1419/MENKES/PER/X/2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PRAKTIK DOKTER DAN DOKTER GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK FISIOTERAPIS

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK FISIOTERAPIS KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1363/MENKES/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK FISIOTERAPIS MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.589, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Refraksionis Optisien. Optometris. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.298, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESRA. Tenaga Kesehatan. Penyelenggaraan. Pengadaan. Pendayagunaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk implementasi pengaturan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANALISIS PROSES DAN PROSEDUR PERSYARATAN, SARANA DAN PRASARANA, WAKTU DAN BIAYA PELAYANAN

IDENTIFIKASI ANALISIS PROSES DAN PROSEDUR PERSYARATAN, SARANA DAN PRASARANA, WAKTU DAN BIAYA PELAYANAN IDENTIFIKASI ANALISIS PROSES DAN PROSEDUR PERSYARATAN, SARANA DAN, DAN PELAYANAN Jenis Pelayanan : Praktek Bersama Dokter Umum/Spesialis (PBDS), Dokter Gigi/Dokter Gigi Spesialis PENYELESAIAN PELAYANAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 27 2011 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN DAN NON PERIZINAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS

Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS Perbedaan puskesmas dan klinik PUSKESMAS 1. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2008 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2008 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 09 TAHUN 2008 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 17 TAHUN 2002 TENTANG PERIZINAN BAGI TENAGA KEPERAWATAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENETAPAN RETRIBUSI PENERBITAN SERTIFIKAT PENDAFTARAN, PERIZINAN PELAYANAN KESEHATAN SWASTA DI BIDANG MEDIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI IZIN PRAKTEK MEDIS, BIDAN DAN PERAWAT SERTA IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER DAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 8 2014 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 08 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 05 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENDIRIAN DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG IZIN KERJA DAN IZIN PRAKTEK PERAWAT Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2010 SERI E ------------------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 10 TAHUN 2010

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 15 Tahun 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 15 TAHUN 2009 T E N T A N G RETRIBUSI IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DALAM WILAYAH KOTA SAMARINDA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 867/MENKES/PER/VIII/2004 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK TERAPIS WICARA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 867/MENKES/PER/VIII/2004 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK TERAPIS WICARA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 867/MENKES/PER/VIII/2004 TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK TERAPIS WICARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 13 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2007

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN

STANDAR PELAYANAN PUBLIK GERAI PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN STANDAR PUBLIK GERAI PERIZINAN TERPADU SEKTOR KESEHATAN NO 1 2 3 4 5 6 IZIN 9 hari kerja Tdak dipungut 1 Surat Izin Bidan (SIB) Surat Izin Bidan (SIB) kepada Kepala Dinas Kesehatan Pemohon datang sendiri

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN BIDANG KESEHATAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN BIDANG KESEHATAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG RETRIBUSI IZIN PELAYANAN BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.719, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Terapis Wicara. Penyelenggaraan. Praktik. Pekerjaan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2013

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT DENGAN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG

- 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG - 1 - BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS LAINNYA PADA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Praktik. Pekerjaan. Tenaga Gizi. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN RADIOGRAFER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 679/MENKES/SK/V/2003 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA ASISTEN APOTEKER MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERIZINAN USAHA DI BIDANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1392/Menkes/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1392/Menkes/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1392/Menkes/SK/XII/2001 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA PERAWAT GIGI MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA REFRAKSIONIS OPTISIEN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA REFRAKSIONIS OPTISIEN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 544/MENKES/SK/VI/2002 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN KERJA REFRAKSIONIS OPTISIEN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa sebagai

Lebih terperinci

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014

BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN. Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN Disajikan Pada : RAPAT 23 SEPTEMBER 2014 Pemetaan Tenaga Kesehatan Mutu Tenaga Kesehatan Untuk Memenuhi: 1.Hak dan Kebutuhan Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DAN OPTOMETRIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DAN OPTOMETRIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN REFRAKSIONIS OPTISIEN DAN OPTOMETRIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERIJINAN DI BIDANG KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN DEMAK

PERIJINAN DI BIDANG KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN DEMAK PERIJINAN DI BIDANG KESEHATAN DINAS KESEHATAN KABUPATEN DEMAK 1. Surat Ijin Praktek (SIP) Dokter Umum, Dokter Spesialis, Dokter Gigi b. Fotocopy STR dokter/dokter gigi yang diterbitkan dan dilegalisir

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci