LARANGAN MERGER DALAM UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LARANGAN MERGER DALAM UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI"

Transkripsi

1 LARANGAN MERGER DALAM UNDANG-UNDANG ANTI MONOPOLI (Dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum, FH Unisma Malang, ISSN: , Vol. VII No. 13, Pebruari 2001, h.79-89) Abdul Rokhim 1 ABSTRAK Merger merupakan salah satu instrumen atau kebijakan ekonomi perusahaan yang lazim digunakan oleh para pelaku usaha untuk meningkatkan bisnisnya, terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin kompetitif. Tindakan merger, di samping membawa kebaikan (khususnya bagi pelaku usaha yang bergabung), juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasar, yakni terjadinya konsentrasi pasar yang monopolistik dan anti-kompetisi. Karena itu, untuk menangani praktek merger yang dilarang oleh undang-undang diperlukan penelitian yang seksama, tidak cukup kalau dilakukan penerapan berdasarkan pada peraturan perundangan semata-mata. Kata kunci: Merger; Anti-Monopoli 1. Pendahuluan Pembangunan ekonomi Indonesia pada Jangka Panjang Pertama meski diakui telah menghasilkan banyak kemajuan, khususnya menyangkut pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Namun, banyak pula tantangan atau persoalan ekonomi yang belum terpecahkan, seiring dengan adanya globalisasi perekonomian serta dinamika dan perkembangan usaha swasta sejak awal tahun 1990-an. Peluang-peluang usaha yang tercipta selama lebih dari tiga dasawarsa yang lalu dalam kenyataannya belum membuat seluruh masyarakat mampu dan dapat berpartisipasi dalam pembangunan di berbagai sektor ekonomi. Perkembangan usaha swasta selama periode tersebut, di satu sisi diwarnai oleh berbagai bentuk kebijakan pemerintah yang kurang tepat sehingga pasar menjadi terdistorsi. Di sisi lain, perkembangan usaha swasta dalam kenyataannya sebagian besar merupakan perwujudan dari kondisi persaingan usaha yang tidak sehat. Ironisnya, fenomena di atas telah berkembang dan didukung oleh adanya hubungan (kolusi) antara pengambil keputusan (pemerintah) dengan para pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga lebih memperburuk keadaan. Penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada amanat Pasal 33 UUD 1945 serta cenderung menunjukkan corak yang sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat elit kekuasaan mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati merupakan 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang 1

2 salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi Indonesia menjadi sangat rapuh dan tidak mampu bersaing secara sehat. Mencermati situasi ekonomi yang demikian itu, maka menuntut kita untuk menata kembali kegiatan usaha di Indonesia agar dunia usaha dapat tumbuh serta berkembang secara sehat dan benar sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang sehat, serta terhindar dari pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau kelompok tertentu. Pemusatan ekonomi itu bisa terjadi melalui mekanisme merger, konsolidasi, dan akuisisi. Untuk membatasi persoalan yang ada, tulisan ini hanya menfokuskan pada tindakan merger, yang dalam peraturan perundangan kita disebut dengan istilah penggabungan usaha. Persolannya adalah tindakan merger itu hanyalah merupakan tindakan ekonomi perusahaan, yang di samping mengakibatkan pengaruh positif bagi perusahaanperusahaan yang bergabung namun hal itu juga memberikan dampak negatif akan terjadinya pasar yang monopolistik atau anti persaingan yang sehat. Karena itu, yang perlu diperdebatkan atau dipermasalahkan dalam tulisan ini adalah tindakan merger yang bagaimana yang secara hukum dipandang sebagai tindakan yang dilarang untuk dilakukan? Dengan perkataan lain, tindakan merger, konsolidasi, atau akuisisi yang bagaimana yang mengarah atau dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang merugikan masyarakat serta bertentangan dengan citacita keadilan sosial. 2. Perbedaan Merger dengan Konsolidasi dan Akuisisi Istilah merger, konsolidasi dan akuisisi lebih sering digunakan dalam tataran akademis. Sedangkan dalam tataran normatif, menurut peraturan perundangundangan kita digunakan istilah penggabungan untuk menggantikan istilah merger, peleburan untuk menggantikan istilah konsolidasi, dan pengambilalihan untuk menggantikan istilah akuisisi. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam Bab VII Pasal UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) maupun dalam Pasal 28 dan 29 UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (yang dalam tulisan ini disingkat UU Anti-Monopoli). Dalam pasal-pasal UUPT itu sama sekali tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan itu. UUPT hanya mengatur tentang tata cara atau mekanisme terjadinya tindakan-tindakan penggabungan, peleburan, dan pengmbilalihan. Hal ini mungkin disebabkan oleh janji Pasal 109 UUPT yang akan mengatur lebih lanjut mengenai hal itu dalam Peraturan Pemerintah (PP). PP yang dimaksud tidak lain adalah PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan, dan Penggambilalihan PT. Menurut Pasal 1 angka 1 PP No. 27 Tahun 1998, penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Dalam literatur, penggabungan perseroan ini lazim disebut dengan istilah merger yang berarti: the absorption of one company by another; the former lossing its legal identity, and the later retaining its own name and identity and acquaring assets, liabilities, franchises, and powers of former,... (Black, 1990: 988). Dengan demikian, penggabungan (merger) mengakibatkan hilangnya status badan hukum perseroan yang 2

3 bergabung, sedangkan perseroan yang lain tetap mempertahankan statusnya dengan mendapatkan segala aset, kekuasaan, dan tanggung jawab perseroan yang bergabung itu. Lebih lanjut, peleburan (konsolidasi) adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar (Pasal 1 angka 2 PP No. 27 Tahun 1998). Secara teoritis, perbedaan pokok antara merger dan konsolidasi adalah pada merger ada satu perseroan yang eksistensinya tetap ada (dipertahankan), sedang perseroan lainnya lenyap menggabungkan diri dalam perseroan yang tetap dipertahankan itu. Sedang, pada konsolidasi semua perseroan yang pernah ada menjadi bubar dan meleburkan diri menjadi satu perseroan yang baru (Prasetya, 1996: 58). Tentang pengambilalihan (akuisisi), menurut Pasal 1 angka 3 PP No. 27 Tahun 1998, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambilalih, baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan, yang mengakibatkan beralihkan pengendalian terhadap perseroan tersebut. Jadi, akuisisi adalah tindakan pengambilalihan (take over) suatu perusahaan oleh perusahaan atau orang lain melalui pengambilan saham (Muhammad, 1995: 233). Meskipun ada pengambilalihan saham oleh perusahaan yang satu terhadap perusahaan yang lain, namun eksistensi kedua perusahaan itu tetap ada. Karena, dalam akuisisi tidak ada satupun perusahaan yang bubar, yang terjadi adalah beralihnya pengendalian (controlling) perusahaan dalam satu kesatuan manajemen. 3. Jenis Merger Jika merger dapat dibagi ke dalam tiga jenis, maka kategorisasi ini juga berlaku bagi konsolidasi dan akuisisi. Berikut ini secara singkat dijelaskan tentang tiga jenis merger, yaitu: (1) Merger Horisontal Merger horisontal merupakan penggabungan usaha antara perusahaan yang menjual barang dan/atau jasa dan berada pada level perdagangan yang sama. Merger horisontal ini merupakan penggabungan usaha yang sangat berpotensi untuk menghambat persaingan karena dengan penggabungan ini dua pesaing bergabung menjadi satu perusahaan yang lebih kuat. Sehingga peluang akan terjadinya praktek monopoli semakin besar (Sitompul, 1999:70). Dalam merger horisontal ini, perusahaan yang merger tersebut menjual produk yang sama, sehingga persaingan antara perusahaan-perusahaan tersebut dapat ditiadakan dan pangsa pasar yang dikuasai tentu akan menjadi lebih besar. Karena itulah merger horisontal ini sangat diwanti-wanti oleh hukum anti monopoli. Meskipun diakui bahwa banyak pula efek positif dari adanya merger horisontal, yakni terbentuknya suatu sinergi antara perusahaan-perusahaan yang melakukan merger tersebut, terutama berkaitan dengan efisiensi produk. Untuk mengetahui apakah suatu merger horisontal itu melanggar prinsip anti monopoli atau persaingan sehat, hukum harus memper-timbangkan benar-benar faktor-faktor berikut: a) bagaimana konsentrasi pasar setelah dilakukannya merger (post merger concentration); dan b) peningkatan konsentrasi pasar akibat merger (Fuady, 1999:93-94). 3

4 (2) Merger Vertikal Merger vertikal adalah penggabungan usaha yang terjadi di antara perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang sama, namun dengan level perdagangan yang berbeda, misalnya penggabungan importir mobil dengan dealer mobil. Penggabungan seperti ini sering dilakukan untuk menjamin ketersediaan pasokan atas suatu barang tertentu, atau untuk menjamin penjualan barang. Merger vertikal ini lebih sulit untuk diidentifikasi, karena jumlah pesaing yang ada di masing-masing level perdagangan akan tetap, padahal merger vertikal ini cukup besar kemungkinannya mengakibatkan hambatan bagi persaingan di antara para pelaku usaha baik di level dealer maupun pengecer. Merger vertikal dapat dilakukan oleh suatu perusahaan dengan pembelian perusahaan yang merupakan konsumennya (forward vertical merger), dan dapat pula dengan perusahaan yang merupakan supplier-nya (backward vertical merger). Menurut Ernest Gellhorn, dalam menentukan apakah suatu merger yang dilakukan para pelaku usaha melanggar undang-undang anti monopoli, pengadilan di Amerika Serikat mempertimbangkan dua hal, yaitu: a) bahwa merger tersebut membawa dampak yang cukup besar bagi pasar; b) bahwa merger mengakibatkan terhambatnya persaingan pada sektor pasar yang cukup besar (Sitompul, 1999: 71). (3) Merger Konglomerat Merger konglomerat adalah jenis penggabungan usaha yang relatif kecil kemungkinannya untuk menjadi ancaman bagi persaingan usaha tidak sehat, karena penggabungan usaha ini tidak membentuk gabungan beberapa usaha menjadi satu usaha dan tidak pula selalu menghambat atau membatasi pasar tertentu. Merger konglomerat ini dapat terjadi dimana masing-masing perusahaan yang merger sebelumnya tidak mempunyai hubungan bisnis, jadi bulan supplier maupun konsumen. Merger ini biasanya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi melalui penciptaan skala ekonomi, kontrak kerjasama operasi, maupun perluasan cakupan ekonomi dan finansial (Fuady, 1999: 95). 4. Akibat Merger Merger sebagai salah satu instrumen ekonomi bagi perusahaan dalam meningkatkan bisnisnya, di samping dapat membawa dampak positif juga negatif. Sungguhpun sulit diukur secara pasti tentang efek dari merger, namun secara umum dapat dikatakan bahwa salah efek positif dari merger horisontal adalah terbentuknya suatu sinergi antara perusahaan-perusahaan yang melakukan merger tersebut, sehingga dapat menghasilkan suatu produk (barang atau jasa) yang lebih efisien atau lebih murah. Sedang salah satu efek negatif dari merger horisontal adalah dapat menciptakan konsentrasi pada pasar tertentu, sehingga kemungkinan terjadinya praktek monopoli semakin besar. Dalam hal ini, merger harus dibedakan dengan kartel. Pada merger, perusahaanperusahaan yang bersaing itu bergabung menjadi satu perusahaan, sehingga kemampuan untuk menentukan harga tidak tergantung kepada perusahaan-perusahaan lain, melainkan ditentukan oleh dirinya sendiri yang sudah menjadi satu perusahaan yang memiliki kedudukan monopolistik. Sedangkan pada kartel, kemampuan untuk menetapkan 4

5 kesatuan harga itu diperoleh atas dasar kesepakatan di antara beberapa perusahaan yang saling bersaing di pasar yang oligopolistik. Dengan demikian, upaya untuk dapat melakukan price fixing policy lebih dahsyat melalui mekanisme merger daripada melalui perjanjian penetapan harga (price fixing agreement) dengan membentuk kartel (Sjahdeini, 2000: 17) yang dilarang oleh UU Anti Monopoli. Berbeda dengan merger horisontal yang memungkinkan adanya kompetitor yang hilang karena melakukan merger ke dalam perusahaan lain. Dalam merger vertikal tidak membawa pengaruh secara langsung kepada persaingan pasar, karena penggabungan yang terjadi pada merger ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang sama, namun dengan level perdagangan yang berbeda. Efek positif yang paling penting dalam merger vertikal adalah peningkatan efiensi, baik dalam hal penggunaan teknologi maupun dalam hal pendistribusian suatu produk. Di samping itu, penggabungan seperti ini juga sering dilakukan untuk menjamin ketersediaan pasokan atas suatu barang tertentu. Sebaliknya, salah satu yang sangat ditakutkan dengan adanya merger vertikal adalah terjadinya pengekangan terhadap masuknya pihak pesaing ke pasar yang bersangkutan (entry barrier). Dengan demikian, memang ada kemungkinan bahwa merger vertikal ini akan mengurangi atau membatasi kompetisi pasar secara substansial atau kecenderungan menimbulkan monopoli pasar. Selanjutnya, efek positif dari merger konglomerat antara lain adalah sebagai berikut: a) dapat meningkatkan efisiensi melalui penciptaan skala ekonomi, kontrak kerjasama operasi, dan perluasan cakupan ekonomi dan finansial; b) memungkinkan terjadinya optimalisasi pergerakan penggunaan aset perusahaan; c) dapat menggantikan atau mendisplinkan manajemen yang tidak efektif; d) dapat menyediakan akses yang lebih baik terhadap servis dan sumber daya. Sebaliknya, merger konglomerat juga memiliki dampak negatif (kelemahan) antara lain, yaitu: a) dapat meningkatkan konsentrasi pasar; b) memaksakan manajemen untuk mengoperasikan perusahaan hanya untuk mencapai tujuan-tujuan jangka pendek; c) dapat menyebabkan mislokasi sumber finansial dari lembaga pemberi pinjaman, dengan menunjukkan kesan seolah-olah merupakan investasi yang produktif; d) dapat merusak moral dari manajemen dan staf; e) diperkenankannya tingkat leverage yang tinggi sehingga debt equity ratio (rasio kecukupan modal) menjadi tidak dapat ditoleransi (Fuady, 1999: 96). Berdasarkan uraian di atas maka dapatlah disimpulkan bahwa tindakan merger itu tidak selalu berakibat negatif, baik bagi pelaku usaha maupun konsumen. Karena baik menurut UUPT maupun UU Anti Monopoli, tindakan merger itu boleh dilakukan sepanjang hal itu tidak mengakibatkan terjadinya konsentrasi pasar dan praktek monopoli yang merugikan masyarakat (konsumen). Yang menjadi masalah adalah sulitnya membuat ukuran yang tegas dan pasti tentang terjadinya akibat negatif dari merger tersebut. Karena itu peraturan perundangan harus membuat aturan atau pedoman yang jelas mengenai hal ini, supaya ada kepastian hukum dalam menegakkan UU Anti Monopoli ini. 5

6 5. Merger yang Dilarang Pasal 28 ayat (1) UU Anti Monopoli menentukan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan (baca: merger) atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Selanjutnya, dalam ayat (3)-nya ditentukan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP). Berdasarkan ketentuan Pasal 28 ayat (1) tersebut, menunjukkan bahwa yang merger yang dilarang oleh undang-undang tersebut hanyalah apabila perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Jadi, secara a contrario apabila merger itu tidak sampai menimbulkan akibat yang demikian, maka perbuatan tersebut diperbolehkan. Permasalahan yang muncul berkenaan dengan rumusan pasal ini adalah apakah pelanggaran terhadap merger menurut undang-undang ini merupakan delik formil atau delik materiil? Menurut pemahaman saya, pelanggaran terhadap larangan merger menurut UU Anti Monopoli hanyalah terjadi manakala akibat dari merger itu terbukti menimbulkan atau mengakibatkan monopoli pasar atau persaingan usaha tidak sehat (delik materiil), bukan melihat cara atau bentuk merger itu dilakukan (delik formil). Karena itu harus ada parameter yang jelas tentang akibat dari suatu merger yang dilarang oleh undang-undang. Yang menjadi masalah sekarang adalah belum adanya ketentuan yang mengatur lebih lanjut, dalam hal ini PP, yang mengatur tentang merger yang dilarang oleh undang-undang ini. Padahal, sejak 5 Maret 2000 yang lalu secara formal undang-undang ini berlaku sebagaimana yang diamanatkan oleh ketentuan Pasal 53 UU Anti Monopoli. Dengan demikian, selama PP ini belum diundangkan maka larangan merger belum bisa atau sulit diterapkan meskipun ada buktibukti yang mengindikasikan telah terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Yang perlu ditegaskan adalah bahwa monopoli itu sendiri sebenarnya bukan merupakan suatu perbuatan yang secara otomatis jahat atau terlarang. Apabila monopoli itu diperoleh dengan mempertahankan posisi pasarnya melalui kemampuan, prediksi, atau kejelian bisnis yang tinggi, menurut Chatamarrasjid (1999: 77), selayaknya undangundang tidak melarangnya. Suatu perusahaan tumbuh secara cepat dengan menawarkan suatu kombinasi antara kualitas dan harga yang dikehendaki oleh konsumen, dapatlah dikatakan bahwa perbuatan perusahaan itu telah meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, tidak semua monopoli itu merupakan perbuatan yang terlarang, selama hal itu tidak merugikan konsumen dan terjadi melalui cara-cara yang sehat. Masalah selanjutnya adalah akhir-akhir ini keberadaan undang-undang yang mengatur larangan praktek monopoli di Amerika Serikat melalui Sherman Act dan Clayton Act sejak tahun 1890, yang sebagian besar isinya kita adopsi itu, ternyata mulai dipertanyakan, bahkan dianggap sudah berada di tepi jurang kematian. Penyebabnya tidak lain adalah FTC (Federal Trade Commission) telah menyetujui terjadinya merger yang dilakukan oleh dua pabrik pesawat terbang terbesar di dunia, yaitu Boeing dan McDonell Douglas pada tahun Ironisnya, kita di Indonesia justru sedang memulai untuk menerapkan larangan merger itu (Prasetiantono, 1999: 1) melalui UU No. 5 tahun Praktek merger di Amerika Serikat memang sudah sangat populer, sehingga hampir setiap 6

7 minggu terjadi merger antara satu pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya. Oleh karena itu beredar anekdote yang mengatakan bahwa apabila perusahaan automobil Toyota melakukan merger dengan perusahaan automobil Chevrolet, maka mereka akan memproduksi mobil dengan merek Toilet (Sitompul, 1999: 73). Bagaimana pengaturan tentang larangan merger dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Secara ringkas, UU Anti Monopoli ini mengatur tentang larangan praktek-praktek yang tidak jujur menyangkut hubungan antar pelaku usaha, baik hubungan yang bersifat horisotal maupun vertikal. Yang bersifat horisontal misalnya: perjanjian penetapan harga (price fixing agreement), kartel, pembangian wilayah (market allocation), boycott, dan lain-lain. Sedang yang bersifat vertikal misalnya: resale price maintenance, tying arrangement, exclusive dealing (perjanjian tertutup), dan lain-lain. Undang-undang ini juga melarang kegiatan: penyalahgunaan posisi dominan (abuse of market power), praktek monopoli (monopolization), merger, konsolidasi, dan akuisisi tertentu yang berpotensi menimbulkan monopoli dan praktek persaingan curang (unfair competition; oneerlijke concurrentie). Tindakan-tindakan ini ada yang dilarang secara mutlak (per se illegal) dan ada yang dilarang apabila terbukti atau patut diduga dapat mengurangi atau menghambat persaingan (rule of reason). Salah satu hal yang perlu dikritisi dalam UU Anti Monopoli ini adalah berkaitan dengan pengertian persaingan usaha yang tidak sehat yang dalam Pasal 1 angka 6 hanya diartikan sebagai persaingan yang tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Yang dimaksud tidak jujur, tidak sehat, atau menghambat itu kriterianya apa? Undang-undang tidak menegaskannya, karena itu menurut Purnomo (1999: 10), perlu ada guideline yang jelas di dalam peraturan pelaksanaannya nanti. Rumusan menghambat persaingan usaha, di samping tidak tegas batasannya juga terlalu keras akibatnya, karena begitu terbukti bahwa suatu tindakan merger misalnya, dapat menghambat persaingan usaha, maka tindakan tersebut masuk dalam perangkap dilarang menurut undang-undang ini. Hal ini berbeda dengan di Amerika Serikat, Uni Eropa dan Australia yang dengan menggunakan prinsip Rule of Reason melarang beberapa tindakan tertentu hanya apabila mereka terbukti atau patut diduga mengurangi persaingan secara substansial (substantially lessening competition). Jadi, merger yang dilarang adalah merger yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan konsentrasi pasar secara substansial serta hilangnya pesaing potensial, dengan cara menghambat atau menyulitkan para pelaku pasar pendatang baru. Praktek merger seperti ini dilarang, meskipun akibat merger ini hanya menimbulkan pengaruh tidak langsung (secondary effect) terhadap persaingan pasar. Karena pihak yang bergabung sewaktu merger dilakukan biasanya tidak dalam keadaan bersaing secara langsung yang dapat mengakibatkan perubahan struktur, konsentrasi atau penguasaan pangsa pasar. Yang ada hanyalah hilangnya pesaing potensial. Meski demikian, hukum anti monopoli memandang jenis merger ini sebagai suatu yang berbahaya bagi suatu pasar. Sehingga dalam teori hukum anti monopoli muncul teori Potential Competitor. Menurut teori ini, agar dapat dikatakan bertentangan dengan hukum anti monopoli, maka merger konglomerat tersebut haruslah dilakukan dengan pihak yang merupakan pesaing potensial, sehingga merger itu dapat mengakibatkan terjadinya pengekangan persaingan pasar (Fuady, 1999: 96). 7

8 Untuk mencegah pelanggaran dalam pelaksanaan merger ini, di Amerika Serikat, berdasarkan Section 7A the Clayton Act dan the Hart-Scott-Rodino Act 1976, mewajibkan pengusaha yang akan melakukan merger untuk mengajukan pemberitahuan kepada Federal Trade Commission (FTC) 30 hari sebelum dilaksanakannya merger yang bersangkutan. Di Indonesia, ketentuan senada diatur dalam Pasal 29 UU Anti Monopoli yang menggariskan bahwa penggabungan (baca: merger) atau peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham yang berakibat nilai aset dan nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib diberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha selambatlambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan. 6. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa merger (seperti halnya konsolidasi dan akuisisi) merupakan salah satu instrumen atau kebijakan ekonomi perusahaan yang lazim digunakan oleh para pelaku usaha untuk meningkatkan bisnisnya, terutama dalam menghadapi persaingan usaha yang semakin kompetitif. Tindakan merger, di samping membawa kebaikan (khususnya bagi pelaku usaha yang bergabung), juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi pasar, yakni terjadinya konsentrasi pasar yang monopolistik dan anti kompetisi. Karena itu, untuk menangani praktek merger yang dilarang oleh undang-undang diperlukan penelitian yang seksama, tidak cukup kalau dilakukan penerapan berdasarkan pada peraturan perundangan sematamata. Salah satu tugas berat dari pelaksana UU Anti Monopoli dalam hal merger ini adalah memantau setiap merger yang terjadi dengan meneliti dampaknya pada persaingan usaha dan terhadap kecenderungan terjadinya praktek monopoli berdasarkan ukuranukuran yang belum diatur secara tegas dalam Peraturan Pemerintah (PP). Selama PP yang mengatur secara tegas tentang larangan merger yang dilarang oleh undang-undang itu belum diundangkan, maka sulit bagi penegak hukum untuk menjerat pelaku usaha yang telah melakukan tindakan merger, meski hal itu terbukti telah menimbukan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Karena, memang parameternya belum ada! 8

9 DAFTAR BACAAN Black, Henry Cambell Black s Law Dictionary, West Publishing Co., St. Paul, Minnesota. Chatamarrasjid UU Larangan Praktek Monopoli, Magna Charta Bagi Kebebasan, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 7 Tahun Fuady, Munir Hukum Anti Monopoli, Citra Aditya Bakti, Bandung. Muhammad, Abdulkadir Pengantar Hukum Perusahaan, Citra Aditya Bakti Bandung. Pramono, Nindyo Mengkritisi Kehadiran UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Makalah, Seminar Nasional 7 Oktober 1999, Unmuh Surakarta. Prasetiantono, Tony A Catatan Kecil tentang UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Makalah, Seminar Nasional 7 Oktober 1999, Unmuh Surakarta. Prasetya, Rudhi Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Citra Aditya Bakti, Bandung. Sitompul, Asril Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Citra Aditya Bakti, Bandung. Sjahdeini, Sutan Remy Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dalam Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 10 Tahun

10 10

11 11

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah

Lebih terperinci

Adapun...

Adapun... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UMUM Pembangunan ekonomi pada Pembangunan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI

MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI PENGANTAR MERGER PT A PT B DAPAT A/B PENGANTAR KONSOLIDASI PT A PT B MUNCUL C PENGANTAR AKUISISI PT A PT B ASAL: 1. 20% 2. 50% 3. 30% MENJADI: 1. 20% PT. A 50% 3. 30% Merger

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK

Lebih terperinci

POSISI DOMINAN. Ditha Wiradiputra. Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008

POSISI DOMINAN. Ditha Wiradiputra. Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 POSISI DOMINAN Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Dominant Firm Dominant Firm (DF) adalah suatu perusahaan yg berprilaku seperti

Lebih terperinci

ETIKA DAN HUKUM KEWIRAUSAHAAN oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH.

ETIKA DAN HUKUM KEWIRAUSAHAAN oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. 1 ETIKA DAN HUKUM KEWIRAUSAHAAN oleh: Prof. DR. H. Yudha Bhakti A., SH., MH. I Istilah kewirausahaan secara umum dapat dikatakan sebagai suatu tindakan sadar dari seseorang yang memiliki sifat keunggulan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan

Lebih terperinci

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UU 5/1999, LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 TAHUN 1999 (5/1999) Tanggal: 5 MARET 1999 (JAKARTA) Tentang: LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

HUKUM PERSAINGAN USAHA

HUKUM PERSAINGAN USAHA HUKUM PERSAINGAN USAHA Dosen Pengampu: Prof Dr Jamal Wiwoho, SH, MHum www.jamalwiwoho.com 081 2260 1681 -- Bahan Bacaan Abdulrahman: Ensiklopesi Ekonomi keuangan dan perdagangan, Jakarta, Pradnya Paramita,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai

I.PENDAHULUAN. pangsa pasar terbesar dalam perekonomian nasional Indonesia. 1 Dengan berbagai 1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awal reformasi di Indonesia memunculkan rasa keperihatinan rakyat terhadap fakta bahwa perusahaan-perusahaan besar yang disebut konglomerat menikmati pangsa pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah merger dapat didefinisikan sebagai suatu fusi atau absorbsi dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Pengantar Hukum Persaingan Usaha Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007 Topics to be Discussed Manfaat Persaingan Asas & Tujuan Undang-undang Persaingan Usaha Prinsip-prinsip

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS

WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS WEWENANG DIREKSI DAN AKIBAT HUKUMNYA BAGI PERSEROAN TERBATAS (Dipublikasikan dalam Jurnal Al-Buhuts, ISSN: 1410-184 X, Seri B, Vol. 6 No. 1, September 2001, Lembaga Penelitian Universitas Islam Malang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

I. PENDAHULUAN. dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi persaingan merupakan satu karakteristik yang melekat dengan kehidupan manusia, dimana manusia cenderung untuk saling mengungguli dalam banyak hal. Dari banyaknya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum Anti Monopoli & SH PDT 1207 2 VI (Enam) Muhammad Fajar Hidayat, S.H., M.H. Persaingan Usaha Deskripsi Mata Kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cara bagi pelaku usaha untuk dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, persaingan usaha dalam pasar perdagangan semakin ketat. Perusahaan dituntut untuk selalu mengembangkan strategi dan menciptakan inovasi-inovasi

Lebih terperinci

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA MONOPOLI Monopoli menggambarkan suatu keadaan dimana terdapat seseorang atau sekelompok orang yang menguasai suatu bidang tertentu secara mutlak, tanpa memberikan kesempatan

Lebih terperinci

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Magisster Akuntasi www.mercubuana.ac.id Undang-undang Terkait Dengan Industri Tertentu, Undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment dalam Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi di Indonesia mengingat topik tersebut belum

Lebih terperinci

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI 2011 1 Cakupan Presentasi 1. Persaingan Usaha yang Sehat Dan KPPU 2. Persaingan Pasar Jasa Konstruksi 3. Masalah Umum Persaingan Usaha Dalam Sektor Jasa Konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama telah menghasilkan banyak kemajuan, antara lain dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Kemajuan

Lebih terperinci

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7 Ethics in Market Competition Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7 Monopoli Monopoli adalah suatu bentuk penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertentu oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan mendorong pelaku usaha untuk melakukan pengembangan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia usaha, para pelaku usaha sering melakukan upaya-upaya yang disebut dengan restrukturisasi perusahaan atau pengembangan usaha. Adanya keterbatasan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum Perlindungan Konsumen & Perlindungan Usaha Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi SH HK 1201 2 V (lima) Muhammad

Lebih terperinci

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha Oleh: M. Hakim Nasution HAKIMDANREKAN Konsultan Hukum Asas Persaingan Usaha UU No. 5/1999 Larangan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9/Okt-Des/2016 PENEGAKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA OLEH KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Erlin Karim 2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama keberhasilan pembangunan nasional adalah adanya kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan dengan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PT Pelindo II (Persero) Cabang Cirebon adalah salah satu cabang dari PT Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan perusahaan Badan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA Ritel Waralaba berdampingan dengan Warung Tradisional (Jl.Bung Km.11 Tamalanrea-Makassar) Drs. HARRY KATUUK, SH, M.Si dan AGNES SUTARNIO, SH, MH

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Hal ini sejalan dengan amanat dan cita-cita Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, pembangunan ekonomi dalam perkembangannya telah mengalami banyak kemajuan yang didorong oleh kebijakan pembangunan di berbagai sektor usaha,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dalam Negara Indonesia. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengamanatkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : Umbaka Adi Prasetya NIM : C

SKRIPSI. Oleh : Umbaka Adi Prasetya NIM : C MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. Dapat diartikan bahwa pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat mendatangkan keuntungan atau menimbulkan kerugian. Apabila

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Persaingan Usaha 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha Persaingan adalah perlawanan dan atau upaya satu orang atau lebih untuk lebih unggul dari orang lain dengan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN...

DAFTAR ISI. Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Intisari... Abstract... BAB I PENDAHULUAN... iv DAFTAR ISI Halaman Sampul... Lembar Pengesahan... Pernyataan... Kata Pengantar...... Daftar Isi... Intisari...... Abstract... i iv x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Permasalahan.. 1 B. Perumusan

Lebih terperinci

NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PENEGAKAN HUKUM ANTIMONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT BERDASARKAN UU NO. 5 TAHUN 1999 1 Oleh: Rival Rumimpunu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2010 TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN TERJADINYA PRAKTIK MONOPOLI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger,

BAB I PENDAHULUAN. Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membahas isu persaingan usaha rasanya tak lengkap tanpa merger, konsolidasi dan akuisisi. Merger, konsolidasi dan akuisisi kerap berpengaruh terhadap persaingan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ini adalah apabila setelah dilakukan penilaian oleh KPPU, ternyata merger

BAB III PENUTUP. diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: ini adalah apabila setelah dilakukan penilaian oleh KPPU, ternyata merger 56 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dijelaskan pada bagian pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1. Sejak diundangkannya PP No. 57 Tahun 2010, sistem pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya suatu perusahaan didirikan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan, hal mana sejalan dengan pengertian perusahaan menurut Undang-undang No. 3 Tahun 1982

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komisi Pengawas Persaingan Usaha 1. Status dan Keanggotaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Pasal 30 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era global dimana segala aspek mulai berkembang pesat salah satunya dalam bidang perekonomian suatu negara dapat dibuktikan dengan banyaknya pelaku usaha dalam negeri

Lebih terperinci

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA

MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA MERGER PERSEROAN TERBATAS DITINJAU DARI HUKUM PERSAINGAN USAHA Oleh Ayu Cindy TS. Dwijayanti I Ketut Tjukup Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Merger Perseroan

Lebih terperinci

KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH

KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH KARTEL LAYANAN PESAN SINGKAT (SMS off-net Antar Operator) SEBAGAI BAGIAN PRAKTEK PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Oleh. Ikarini Dani Widiyanti,SH,MH I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komisi Pengawas Persaingan

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian penulis Ketidaksinkronan antara Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/ 16/ PBI/ 2006 Tentang Kebijakan Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia

Lebih terperinci

CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi

CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi THE 2 nd EAST ASIA CONFERENCE ON COMPETITION LAW AND POLICY TANGGAL 3 DAN 4 MEI 2005 DI BOGOR Pada tanggal 3 4 Mei 2005 di Hotel Novotel, Bogor diadakan The 2 nd East Asia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Pasal 1 Undang-Undang No. 3

TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba (Pasal 1 Undang-Undang No. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Perusahaan 1. Definisi Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat terusmenerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan

Lebih terperinci

- dalam kemampuan keuangan - akses pada pasokan dan pasar - kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang/jasa tertentu [psl 1 (4)]

- dalam kemampuan keuangan - akses pada pasokan dan pasar - kemampuan menyesuaikan pasokan atau permintaan barang/jasa tertentu [psl 1 (4)] Posisi Dominan - Pasal 25 sd 29 Definisi Posisi Dominan Keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan pangsa pasar yang dikuasai,....pelaku usaha mempunyai

Lebih terperinci

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DRAFT PEDOMAN PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 19 UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 BAB I LATAR BELAKANG. 2 BAB II TUJUAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DRAFT Pedoman Tentang Larangan Persekongkolan Dalam Tender Berdasarkan UU. No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 2004 1 KATA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 1. Kesimpulan 70 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan a. Ketentuan mengenai penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 104 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sesuai Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan maka jawaban atas permasalahan yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut: 5.1.1 Bahwa perilaku concerted action

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TENTANG PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Et Societatis Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 ANALISIS PERJANJIAN INTEGRASI VERTIKAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 1 Oleh : Andi Zuhry 2 KOMISI PEMBIMBING: Dr. Devy K. G. Sondakh, SH,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usaha yang diselenggarakan terus menerus oleh masing-masing orang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi dan dinamika dunia usaha di tanah air dalam 12 tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Kondisi tersebut banyak dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

Persaingan Usaha dan Konsolidasi Industri. Oleh : Agus Priyanto, M.Kom

Persaingan Usaha dan Konsolidasi Industri. Oleh : Agus Priyanto, M.Kom Persaingan Usaha dan Konsolidasi Industri Oleh : Agus Priyanto, M.Kom Perangkat Regulasi Pendukung Konsep dasar persaingan telekomunikasi Perilaku Pasar Indikator perilaku pasar adalah penetapan harga,

Lebih terperinci

Perjanjian yang Dilarang

Perjanjian yang Dilarang Perjanjian yang Dilarang Pasal 4 16 Defenisi Praktek Monopoli: pemusatan kekuatan ekonomi (penguasaan yang nyata atas suatu pasar yang relevan) sehingga dapat menentukan harga barang dan atau jasa oleh

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Literatur Bintang, Sanusi & Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi & Bisnis, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA. Literatur Bintang, Sanusi & Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi & Bisnis, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung. 1 DAFTAR PUSTAKA Literatur Bintang, Sanusi & Dahlan, 2000, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi & Bisnis, Cetakan Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung. Black, Henry Campbell, 1968, Black's Law Dictionary, Revised

Lebih terperinci

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT http://ekbis.sindonews.com/ Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Harry Azhar Azis menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817]

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT [LN 1999/33, TLN 3817] BAB VIII SANKSI Bagian Pertama Tindakan Administratif Pasal 47 (1) Komisi berwenang

Lebih terperinci

Perbuatan atau Kegiatan yang Dilarang Pasal 17 24

Perbuatan atau Kegiatan yang Dilarang Pasal 17 24 Perbuatan atau Kegiatan yang Dilarang Pasal 17 24 Defenisi Praktek Monopoli: pemusatan kekuatan ekonomi (penguasaan yang nyata atas suatu pasar yang relevan) sehingga dapat menentukan harga barang dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Setiap Individu harus diberi ruang gerak tertentu dalam pengambilan keputusan

Lebih terperinci

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Roda perekonomian bergerak diatur dan diawasi oleh perangkat hukum, baik perangkat hukum lunak maupun perangkat hukum keras. 1 Berdasarkan pemikiran tersebut, perangkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat ini. Perusahaan dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin ketat ini. Perusahaan dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi serta adanya era globalisasi dan persaingan bebas menuntut setiap perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi nya agar perusahaan dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1998 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBILALIHAN PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pembinaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 43 TAHUN 2005 TENTANG PENGGABUNGAN, PELEBURAN, PENGAMBILALIHAN, DAN PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena selalu terdapat kepentingan yang berbeda bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa

DAFTAR REFERENSI. Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa 49 DAFTAR REFERENSI 1. BUKU Audah, Husain. Hak Cipta & Karya Cipta Musik. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa. 2004. Anggraini, A. M. Tri. Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat: Per

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor : 13 Tahun 2010 Tanggal : 18 Oktober 2010 BAB I LATAR BELAKANG Tindakan penggabungan, peleburan dan/atau pengambilalihan, disadari atau tidak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, berlandaskan pada

Lebih terperinci

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hukum persaingan usaha sehat diperlukan dalam era dunia usaha yang berkembang dengan pesat. Globalisasi erat kaitannya dengan efisiensi dan daya saing dalam

Lebih terperinci

Struktur Pasar Pemasaran (TIN 4206)

Struktur Pasar Pemasaran (TIN 4206) Struktur Pasar Pemasaran (TIN 4206) Efisiensi dalam Persaingan Sempurna Tiga pertanyaan dasar dalam perekonomian kompetitif adalah : 1. Apa yang akan diproduksi? 2. Bagaimana cara memproduksinya? 3. Siapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, persaingan dalam dunia usaha menjadi semakin ketat. Perusahaan harus memiliki strategi yang tepat agar perusahaan tersebut dapat terus

Lebih terperinci

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Persekongkolan Tender, Persaingan Usaha Tidak Sehat 56 LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Lebih terperinci

KONSEP RULE OF REASON UNTUK MENGETAHUI PRAKTEK MONOPOLI

KONSEP RULE OF REASON UNTUK MENGETAHUI PRAKTEK MONOPOLI KONSEP RULE OF REASON UNTUK MENGETAHUI PRAKTEK MONOPOLI Oleh : Ida Bagus Kade Benol Permadi A.A Ketut Sukranatha Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Monopoly is the concentration

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan tersebut. diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan tersebut. diatur dalam Pasal 33 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum bagi

Lebih terperinci

BAB IV PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA: TINJAUAN EKONOMI DAN HUKUM

BAB IV PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA: TINJAUAN EKONOMI DAN HUKUM BAB IV PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA: TINJAUAN EKONOMI DAN HUKUM TINJAUAN UMUM Dari perspektif ekonomi dan hukum, secara ringkas dapat dinyatakan bahwa tujuan kebijakan persaingan (competition policy)

Lebih terperinci

Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat 1 Penegakan Hukum atas Pelanggaran Terhadap Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kop.Wil. I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Intisari Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan dampak positif dari era globalisasi dan pasar bebas. Hal ini menyebabkan persaingan ketat dalam dunia bisnis,

Lebih terperinci

Peranan KPPU dalam mengawasi Persaingan Usaha di Indonesia

Peranan KPPU dalam mengawasi Persaingan Usaha di Indonesia Paper anda hanya membahas peranan KPPU dan substansi UU No. 5/1999, tetapi tidak mengkaitkan pembahasan hukum Persaingan Usaha dengan materi Hukum Ekonomi yg telah diajarkan kepada mahasiswa. Peranan KPPU

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA DALAM PELAKSANAAN MERGERR (STUDI TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NO. 57 TAHUN 2010) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BICARA PANCASILA. dari SEGI BISNIS

BICARA PANCASILA. dari SEGI BISNIS BICARA PANCASILA dari SEGI BISNIS Oleh : Nama : Baharrudin Yusuf NIM : 11.11.4776 Kelompok Jurusan Dosen Pembimbing : C : S1TI : Tahajudin Sudibyo, Drs BICARA PANCASILA dari SEGI BISNIS Abstrak Tiada kegembiraan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi perusahaan bahkan dapat berkembang. Perusahaan yang mampu untuk

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi perusahaan bahkan dapat berkembang. Perusahaan yang mampu untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya globalisasi, kemajuan teknologi dan komunikasi serta adanya perdagangan bebas yang saat ini terjadi mengakibatkan adanya perubahan lingkungan serta

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 9/KPPU/PDPT/IV/2013 TENTANG

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 9/KPPU/PDPT/IV/2013 TENTANG Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PENDAPAT KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 9/KPPU/PDPT/IV/2013 TENTANG PENILAIAN TERHADAP PELEBURAN BADAN USAHA MITSUI-SOKO AIR CARGO Inc DENGAN

Lebih terperinci