ASURANSI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ASURANSI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN"

Transkripsi

1 TUGAS MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH ASURANSI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN Disusun oleh: RAHMAT FIRDAUS C DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 MAKALAH MATA KULIAH EKONOMI SYARIAH ASURANSI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI PRO KONTRA ASURANSI MODERN PENDAHULUAN Definisi asuransi syariah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko / bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan / anggota / peserta mendonasikan / menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan / anggota / peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari danadana / kontribusi yang diterima / dilimpahkan kepada perusahaan. Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolongmenolong atau saling membantu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2, yang artinya : "Dan saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan". Mangapa harus Asuransi Syariah? Asuransi yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (non syariah) bukan merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh, karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam, dan tidak pula dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya. Perbedaan pendapat tentang asuransi tersebut disebabkan oleh perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain: 1. Pada transaksi asuransi tersebut terdapat jahalah (ketidaktahuan) dan ghoror (ketidakpastian), dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian pada saat berakhirnya periode asuransi. 1

3 2. Di dalamnya terdapat riba atau syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang yang memberi polis asuransi membayar sejumlah kecil dana / premi dengan harapan mendapatkan uang yang lebih banyak di masa yang akan datang, namun bisa saja dia tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukarmenukar uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini jelas mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi'ah. 3. Transaksi ini bisa mengantarkan kedua belah pihak pada permusuhan dan perselisihan ketika terjadinya musibah. Dimana masing-masing pihak berusaha melimpahkan kerugian kepada pihak lain. Perselisihan tersebut bisa berujung ke pengadilan. 4. Asuransi ini termasuk jenis perjudian, karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak maka ia tidak akan mendapatkan apapun. Melihat keempat hal di atas, dapat dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi yang selama ini kita kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam. Asuransi syariah dengan prinsip ta'awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini. Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana tabarru') akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar'i dengan berlandaskan prinsip syariah. Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru') nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah / bencana / klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syariah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk berasuransi syariah (Nirmala et al., 2006). 2

4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Asuransi Konvensional Definisi Asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian Bab 1, Pasal 1 : "Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Selain pengertian tersebut banyak definisi mengenai asuransi, seperti: a. Konsep asuransi konvensional secara sederhana Suatu persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bias tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah seorang di antara mereka maka beban kerugian akan disebarkan ke seluruh kelompok. b. Pengertian asuransi konvensional dalam ekonomi Suatu aransemen ekonomi yang menghilangkan atau mengurangi akibat yang merugikan di masa datang karena berbagai kemungkinan sejauh menyangkut kekayaan (vermoegen) seorang individu. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Beberapa istilah asuransi yang digunakan disini antara lain: Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan. Penanggung, dalam hal ini PT Asuransi Central Asia, merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian / musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan. 3

5 Prinsip-prinsip Asuransi Konvensional Industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian dimanapun berada, antar lain: a. Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan) Anda dikatakan memiliki kepentingan atas obyek yang diasuransikan apabila Anda menderita kerugian keuangan seandainya terjadi musibah yang menimbulkan kerugian atau kerusakan atas obyek tersebut. Kepentingan keuangan ini memungkinkan Anda mengasuransikan harta benda atau kepentingan anda. Apabila terjadi musibah atas obyek yang diasuransikan dan terbukti bahwa Anda tidak memiliki kepentingan keuangan atas obyek tersebut, maka Anda tidak berhak menerima ganti rugi. b. Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) Yang dimaksudkan adalah bahwa Anda berkewajiban memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-fakta penting yang berkaitan dengan obyek yang diasuransikan. Prinsip inipun menjelaskan risiko-risiko yang dijamin maupun yang dikecualikan, segala persyaratan dan kondisi pertanggungan secara jelas serta teliti. Kewajiban untuk memberikan fakta-fakta penting tersebut berlaku: Sejak perjanjian mengenai perjanjian asuransi dibicarakan sampai kontrak asuransi selesai dibuat, yaitu pada saat kami menyetujui kontrak tersebut. Pada saat perpanjangan kontrak asuransi. Pada saat terjadi perubahan pada kontrak asuransi dan mengenai hal-hal yang ada kaitannya dengan perubahan-perubahan itu. c. Indemnity(Indemnitas) Apabila obyek yang diasuransikan terkena musibah sehingga menimbulkan kerugian maka kami akan memberi ganti rugi untuk mengembalikan posisi keuangan Anda setelah terjadi kerugian menjadi sama dengan sesaat sebelum terjadi kerugian. Dengan demikian Anda tidak berhak memperoleh ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang Anda derita. Contoh: Harga pasar kendaraan sebesar 100 juta rupiah, diasuransikan sebesar 100 juta rupiah. 4

6 Bila terjadi musibah sehingga kendaraan tersebut: 1. Hilang, dan harga pasar kendaraan saat itu: 100 juta rupiah, maka anda menerima ganti rugi sebesar 100 juta rupiah, 125 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar nilai yang diasuransikan, yaitu 100 juta rupiah, 75 juta rupiah, maka Anda menerima ganti rugi sebesar harga pasar, yaitu 75 juta rupiah. 2. Rusak akibat kecelakaan, maka biaya perbaikan, penggantian suku cadang, ongkos kerja bengkel seluruhnya akan menjadi tanggung jawab kami sehingga maksimum sebesar 100 juta rupiah. Beberapa cara pembayaran ganti rugi yang berlaku: Pembayaran dengan uang tunai, atau Perbaikan, atau Penggantian, atau Pemulihan kembali. d. Subrogation (Subrogasi) Prinsip subrogasi diatur dalam pasal 284 kitab Undang-Undang Hukum Dagang, yang berbunyi: "Apabila seorang penanggung telah membayar ganti rugi sepenuhnya kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung dalam segala hal untuk menuntut pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian pada tertanggung". Dengan kata lain, apabila Anda mengalami kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pihak ketiga maka kami, setelah memberikan ganti rugi kepada Anda, akan menggantikan kedudukan Anda dalam mengajukan tuntutan kepada pihak ketiga tersebut. e. Contribution (Kontribusi) Anda dapat saja mengasuransikan harta benda yanga sama pada beberapa perusahaan asuransi. Namun bila terjadi kerugian atas obyek yang diasuransikan maka secara otomatis berlaku prinsip kontribusi. Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila kami telah membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak Anda, maka kami berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup asuransi harta benda milik Anda) untuk membayar bagian kerugian masing-masing yang besarnya 5

7 sebanding dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya. Contoh: Anda mengasuransikan satu unit bangunan rumah tinggal seharga 300 juta rupiah kepada tiga perusahaan asuransi: PT Asuransi CDA = Rp ,00 PT Asuransi ABA = Rp ,00 PT Asuransi MOU = Rp ,00 Total = Rp ,00 Bila bangunan tersebut terbakar habis (mengalami kerugian total) maka maksimum ganti rugi yang Anda peroleh dari: PT Asuransi CDA = ( / ) x = Rp ,00 PT Asuransi ABA = ( / ) x = Rp ,00 PT Asuransi MOU = ( / ) x = Rp ,00 Total = Rp ,00 Berarti jumlah ganti rugi yang Anda terima dari ke-3 perusahaan asuransi tersebut bukanlah Rp ,00 melainkan Rp ,00 sesuai dengan harga rumah sebenarnya. f. Proximate Cause (Kausa Proksimal) Apabila kepentingan yang diasuransikan mengalami musibah atau kecelakaan, maka pertama-tama kami akan mencari sebab-sebab yang aktif dan efisien yang menggerakkan suatu rangkaian peristiwa tanpa terputus sehingga pada akhirnya terjadilah musibah atau kecelakaan tersebut. Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab kerugian yang aktif dan efisien adalah: "Unbroken Chain of Events" yaitu suatu rangkaian mata rantai peristiwa yang tidak terputus. Sebagai contoh, kasus klaim kecelakaan diri berikut ini: Seseorang mengendarai kendaraan diajalan tol dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Korban luka parah dan dibawa kerumah sakit. Tidak lama kemudian korban meninggal dunia. Dari peristiwa tersebut diketahui bahwa kausa proksimalnya adalah korban mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi sehingga mobil tidak terkendali dan terbalik. Melalui kausa proksimal akan dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi ataukah tidak? 6

8 Asuransi Menurut Islam Dasar Hukum: Surat Yusuf :43-49 Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. Surat Al-Baqarah :188 Firman Allah...dan janganlah kalian memakan harta di antara kamu sekalian dengan jalan yang bathil, dan janganlah kalian bawa urusan harta itu kepada hakim yang dengan maksud kalian hendak memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu tahu (al:baqarah:188) Al Hasyr:18 Artinya : Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertaqwalah kamu kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang engkau kerjakan. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah 1. Dibangun atas dasar kerjasama (ta awun) 2. Asuransi syariat tidak bersifat mu awadhoh, tetapi tabarru atau mudhorobah 3. Sumbangan (tabarru ) sama dengan hibah (pemberian) oleh karena itu haram hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peritiwa, maka diselesaikan menurut syariat. 4. Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan harus disertai dengan niat membantu demi menegakkan prinsip ukhuwah. 5. Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetapi ia diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut ijin yang diberikan oleh jamaah. 6. Apabila uang itu akan dikembangkan maka harus dijalankan menurut aturan syar i. 7

9 Fatwa MUI tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah Menimbang : a. Bahwa dalam menyongsong masa depan dan upaya meng-antisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini. b. Bahwa salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut dapat dilakukan melalui asuransi. c. Bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang masih banyak dipertanyakan; apakah status hukum maupun cara aktifitasnya sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. d. Bahwa oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi yang berdasarkan prinsip Syariah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya. Mengingat : 1. Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan: Hai orangorang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr [59] : 18). 2. Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-nya. (QS. Al-Maidah [5] : 1) Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, 8

10 adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Maidah [5] : 90 ) Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. 2: 275). Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (Qs. 2 : Al-baqarah : 278). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. Al-Baqarah [2] : 279) Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al- Baqarah [2] : 280) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa [4] : 29). 3. Firman Allah tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain : dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2). 4. Hadis-hadis Nabi S.A.W tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain: Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-nya selama ia (suka) menolong saudaranya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita (HR. Muslim dari Nu man bin Basyir). 9

11 Seorang mu min dengan mu min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain (HR. Muslim dari Abu Musa al- Asy ari). Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. Tirmidzi dari Amr bin Auf). Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang diniatkannya. (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab). Rasulullah s.a.w melarang jual beli yang mengandung gharar (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa i, Abu Daud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya (HR. Bukhari). Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas dan Malik dari Yahya). 5. Kaidah Fiqh yang menegaskan: Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin. Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan. Memperhatikan : 1. Hasil Lokakarya Asuransi Syariah DSN-MUI tanggal Rabiuts Tsani 1422 H / 4-5 Juli 2001 M. 2. Pendapat dan saran peserta rapat pleno Dewan Syariah Nasional pada Senin, tanggal 15 Muharram 1422 H / 09 April Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 25 Jumadil Awwal 1422 H / 15 Agustus 2001 dan 29 Rajab 1422 H / 17 Oktober Dewan Syari ah Nasional Menetapkan: FATWA TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH 10

12 Pertama : Ketentuan Umum 1. Asuransi syariah (ta min, takful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. 2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada point (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat. 3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. 4. Akad tabarru adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. 5. Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi seuai dengan kesepakatan dalam akad. 6. Klaim adalah hak peserta Asuransi yang wajb diberikan oleh perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad. Kedua : Akad dalam asuransi 1. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru. 2. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru adalah hibah. 3. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan: a. Hak & kewajiban peserta dan perusahaan; b. Cara dan waktu pembayaran premi; c. Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. Ketiga : Kedudukan para pihak dalam akad tijarah & tabarru 1. Dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul mal (pemegang polis). 2. Dalam akad tabarrru (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah. 11

13 Keempat : Ketentuan dalam akad tijarah & tabarru 1. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya. 2. Jenis akad tabarru tidak dapat diubah menjadi jenis akad tijarah. Kelima : Jenis asuransi dan akadnya 1. Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa. 2. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah. Keenam : Premi 1. Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru. 2. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam penghitungannya. 3. Premi yang berasal dari jenis akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagi-hasilkan kepada peserta. 4. Premi yang berasal dari jenis akad tabarru dapat diinvestasikan. Ketujuh : Klaim 1. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. 2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan. 3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. 4. Klaim atas akad tabarru merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad. Kedelapan : Investasi 1. Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul. 2. Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah. 12

14 Kesembilan : Reasuransi Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah. Kesepuluh : Pengelolaan 1. Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. 2. Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah). 3. Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru (hibah). Kesebelas : Ketentuan tambahan 1. Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS. 2. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyarawah. 3. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 17 Oktober 2001 DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua, K.H. M.A. Sahal Mahfudh Sekretaris, Prof. Dr. H. M. Din Syamsuddin 13

15 Fatwa MUI tentang Tabbaru' Asuransi Syariah Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru' pada Asuransi Syari'ah Menimbang : a. bahwa fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah dinilai sifatnya masih sangat umum sehingga perlu dilengkapi dengan fatwa yang lebih rinci; b. bahwa salah satu fatwa yang diperlukan adalah fatwa tentang Akad Tabarru untuk asuransi; c. bahwa oleh karena itu, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang Akad Tabarru untuk dijadikan pedoman. Mengingat : 1. Firman Allah SWT, antara lain: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakantindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS. al- Nisa [4]: 2). Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahtera-an) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. al-nisa [4]: 9). Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al-hasyr [59]: 18). 2. Firman Allah SWT tentang prinsip-prinsip bermu amalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain: Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang 14

16 mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hokum-hukum menurut yang dikehendaki-nya. (QS. al-maidah [5]: 1). Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan apabila kamiu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. al-nisa [4]: 58). Hai orang yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil)harta orang lain secara batil, kecuali jika berupa perdagangan yang dilandasi atas sukarela di antara kalian. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. al-nisa [4]: 29). 3. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesung-guhnya Allah amat berat siksa-nya (QS. al-maidah [5]: 2). 4. Hadis-hadis Nabi shallallahu alaihi wa sallam tentang beberapa prinsip bermu amalah, antara lain: Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-nya selama ia (suka) menolong saudaranya (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Perumpamaan orang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderita sakit maka bagian lain akan turut menderita (HR. Muslim dari Nu man bin Basyir). Seorang mu min dengan mu min yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain (HR Muslim dari Abu Musa al- Asy ari). Barang siapa mengurus anak yatim yang memiliki harta, hendaklah ia perniagakan, dan janganlah membiarkannya (tanpa diperniagakan) hingga habis oleh sederkah (zakat dan nafakah) (HR. Tirmizi, 15

17 Daraquthni, dan Baihaqi dari Amr bin Syu aib, dari ayahnya, dari kakeknya Abdullah bin Amr bin Ash). Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. Tirmidzi dari Amr bin Auf). Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu Abbas, dan Malik dari Yahya). 5. Kaidah fiqh: Pada dasarnya, semua bentuk mu amalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin. Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan. Memperhatikan: 1. Pendapat para ulama, antara lain: Sejumlah dana (premi) yang diberikan oleh peserta asuransi adalah tabarru (amal kebajikan) dari peserta kepada (melalui) perusahaan yang digunakan untuk membantu peserta yang memerlukan berdasarkan ketentuan yang telah disepakati; dan perusahaan memberikannya (kepada peserta) sebagai tabarru atau hibah murni tanpa imbalan. (Wahbah al-zuhaili, al-mu amalat al-maliyyah al-mu ashirah, [Dimasyq: Dar al-fikr, 2002], h. 287). Analisis fiqh terhadap kewajiban (peserta) untuk memberikan tabarru secara bergantian dalam akad asuransi ta awuni adalah kaidah tentang kewajiban untuk memberikan tabarru dalam mazhab Malik. (Mushthafa Zarqa, Nizham al-ta min, h ; Ahmad Sa id Syaraf al-din, Uqud al- Ta min wa Uqud Dhaman al-istitsmar, h ; dan Sa di Abu Jaib, al- Ta min bain al-hazhr wa al-ibahah, h. 53). Hubungan hukum yang timbul antara para peserta asuransi sebagai akibat akad ta min jama i (asuransi kolektif) adalah akad tabarru ; setiap peserta adalah pemberi dana tabarru kepada peserta lain yang terkena musibah berupa ganti rugi (bantuan, klaim) yang menjadi haknya; dan pada saat yang sama ia pun berhak menerima dana tabarru ketika terkena musibah (Ahmad Salim Milhim, al-ta min al-islami, h, 83). 16

18 2. Hasil Lokakarya Asuransi Syari ah DSN-MUI dengan AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia) tanggal 7-8 Jumadi al-ula 1426 H / Juni 2005 M. 3. Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada 23 Shafar 1427/23 Maret Dewan Syari ah Nasional Menetapkan: FATWA TENTANG AKAD TABARRU PADA ASURANSI SYARI AH Pertama : Ketentuan Umum Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan: a. asuransi adalah asuransi jiwa, asuransi kerugian dan reasuransi syariah; b. peserta adalah peserta asuransi (pemegang polis) atau perusahaan asuransi dalam reasuransi syari ah. Kedua : Ketentuan Hukum 1. Akad Tabarru merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. 2. Akad Tabarru pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar peserta pemegang polis. Ketiga : Ketentuan Akad 1. Akad Tabarru pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. 2. Dalam akad Tabarru, harus disebutkan sekurang-kurangnya: a. hak & kewajiban masing-masing peserta secara individu; b. hak & kewajiban antara peserta secara individu dalam akun tabarru selaku peserta dalam arti badan/kelompok; c. cara dan waktu pembayaran premi dan klaim; d. syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. Keempat : Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru 1. Dalam akad Tabarru, peserta memberikan dana hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah. 17

19 2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru (mu amman/mutabarra lahu, متب رع/مو م ن (هل dan secara kolektif.(متب رع/مو م ن (mu ammin/mutabarri - selaku penanggung 3. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad Wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi. Kelima : Pengelolaan 1. Pembukuan dana Tabarru harus terpisah dari dana lainnya. 2. Hasil investasi dari dana tabarru menjadi hak kolektif peserta dan dibukukan dalam akun tabarru. 3. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dapat memperoleh bagi hasil berdasarkan akad Mudharabah atau akad Mudharabah Musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad Wakalah bil Ujrah. Keenam : Surplus Underwriting 1. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru, maka boleh dilakukan beberapa alternatif sebagai berikut: a. Diperlakukan seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru. b. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/manajemen risiko. c. Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para peserta. 2. Pilihan terhadap salah satu alternatif tersebut di atas harus disetujui terlebih dahulu oleh peserta dan dituangkan dalam akad. Ketujuh : Defisit Underwriting 1. Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru (defisit tabarru ), maka perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk Qardh (pinjaman). 2. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan asuransi disisihkan dari dana tabarru. Kedelapan : Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 18

20 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 23 Maret 2006 / 23 Shafar 1427 H DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA Ketua, DR. KH. M.A Sahal Mahfudh Sekretaris, Drs. H.M. Ichwan Sam 19

21 PEMBAHASAN Islam berpandangan, membantu dan menyantuni mereka yang mengalami musibah merupakan kewajiban. Berbagai ayat Al-Quran mengisyaratkan hal itu, antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 177 dan surat Al-Maa un ayat 1-7. Semua ini merupakan wujud kepedulian terhadap sesama, sekaligus indikasi ketakwaan kepada Allah SWT. Bukankah Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa orang-orang beriman antara satu dengan yang lain adalah bagaikan bangunan yang saling menguatkan, sehingga apabila satu bagian menderita sakit, maka bagian tubuh yang lain akan turut merasakannya. Selain itu, Allah SWT juga meminta perhatian kita yang sungguh-sungguh untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah (QS. An-Nisa: 9), baik akidah, intelektualitas, ekonomi maupun fisiknya. Persoalannya, bagaimana tuntunan luhur ini dilaksanakan dan dilembagakan, sehingga dapat mencakup khalayak yang lebih banyak, di samping bantuan atau santunan yang diberikan cukup berarti untuk memberdayakan atau memulihkan kondisi keuangan mereka yang ditimpa musibah. Ada hadits yang bermakna: "Kebenaran yang tidak bersistem akan dikalahkan oleh kebatilan yang sistematis. Asuransi Solusi preventif yang lazim ditawarkan dalam menghadapi persoalan serupa adalah asuransi, yang terdiri dari: Asuransi Umum, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan denga kerugian atau kerusakan/kehilangan harta benda yang dimiliki seseorang Asuransi Jiwa, yaitu jenis perlindungan yang dikaitkan dengan hidup matinya seseorang. Tiga tipe dasar produk asuransi jiwa, yaitu: term insuransce (asuransi berjangka, manfaat dibayarkan jika mengalami musibah meninggal dalam masa perjanjian), whole life insuranceendowment insurance (asuransi dwiguna, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta meninggal dalam masa perjanjian atau hidup sampai akhir perjanjian). (asuransi seumur hidup, manfaat asuransi dibayarkan jika peserta meninggal), dan 20

22 Jenis dan tipe asuransi manapun, pada dasarnya bertolak dari asas kerjasama (cooperation) dan saling membantu (mutuality), yang sesungguhnya sejalan dengan prinsip-prinsip Islam. Asas kerjasama dan saling membantu dalam asuransi secara operasional diterjemahkan sebagai perjanjian di antara penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung (peserta asuransi) dengan penanggung menerima premi dari tertanggung untuk mendapatkan pertanggungan manakal tertanggung mengalami kerugian, kerusakan atau kehilangan disebabkan oleh peristiwa yan tidak pasti dan tanpa kesengajaan; atau penanggung memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang. Asuransi menurut pola operasional demikian, berdasarkan akadnya dapat dikategorikan sebagai pertukaran (raqad mu awadhah), layaknya jual beli. Penanggung (perusahaan asuransi) memberikan jaminan atau pertanggungan kepada tertanggung dan untuk itu tertanggung (peserta asuransi) membayar premi. Besar pertangungan dan premi serta masa perjanjian disepakati oleh kedua belah pihak. Pertukaran dengan cara seperti ini dalam pandangan Islam mengandung cacat berupa ketidakpastian atau gharar, karena disandarkan pada peristiwa yang tidak pasti. Produk dwiguna misalnya, peserta berkewajiban membayar (mengangsur) premi jika peserta hidup selama masa perjanjian untuk mendapatkan uang pertanggungan yang jumlahnya sudah ditentukan. Ketidakpastian dalam contoh ini adalah besarnya premi yang dibayarkan, karena pembayaran premi ini disandarkan pada hidup atau matinya peserta dalam masa perjanjian. Sebaliknya untuk produk asuransi berjangka, ketidakpastian terletak di dalam besarnya pertanggungan yang akan diterima oleh tertanggung. Selanjutnya, transaksi yang mengandung ketidakpastian semacam ini dapat merugikan salah satu pihak, dimana pada umumnya pihak pesertalah yang paling dirugikan. Pihak peserta atau ahli warisnya dapat menerima uang pertanggungan lebih besar atau lebih kecil dari premi yang dibayarkan atau tidak menerima uang pertanggungan sama sekali. Dengan kata lain berasuransi identik dengan untung-untungan, yang dalam terminologi fikih Islam disebut maysir. Dalam kasus lain, jika peserta berhenti sebelum masa perjanjian berakhir, terutama pada awal periode perjanjian, pada umumnya peserta tidak mendapatkan pengembalian premi yang telah dibayarnya (hangus), atau 21

23 mendapatkan pengembalian dalam jumlah yag sangat kecil dibandingkan dengan premi yang telah dibayarnya. Sebagian besar dana premi yang diterima perusahaan kemudian diinvestasikan. Dalam kaitan ini, akad pertukaran tidak mensyaratkan kejelasan dalam alokasi dana premi, karena dana premi yang telah dibayarkan oleh pesera, berstatus milik perusahaan. Dengan demikian perusahaan dapat menginvestasikan dana premi itu kemana saja dan dengan cara apapun, termasuk di bidang-bidang usaha yang mengandung unsur maksiat atau dilarang oleh syariat (riba, minuman keras, pornografi, dll). Jika dana premi dan hasil investasinya menjadi sumber uang pertanggungan, maka peserta yang menerima uang pertanggungan itu tidak bisa menghindarkan diri dari mengkomsumsi dana ribawi ataupun dana yang bersumber dari usaha maksiat lainnya. (Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful) Tujuan Asuransi Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi (bekerja). Asuransi Syariah Ajaran Islam yang mulia memerintahkan kita untuk menyantuni orang yang kehilangan harta benda, kematian kerabat, maupun musibah lainnya. Tindakan tersebut merupakan wujud kepedulian dan solidaritas (itsar), serta tolong- 22

24 menolong (ta awun) antar warga masyarakat, baik muslim maupun non-muslim. Dengan cara demikian rasa persaudaraan (ukhuwah) akan semakin kokoh. Mereka yang ditimpa musibah tidak dirundung kesedihan yang berlarut-larut dan tidak terjerembab dalam keputusasaan, bahkan terhindar dari kemungkinan terpuruk dalam kemiskinan atau kehilangan masa depan. Akan tetapi cara-cara penyantunan itupun harus sejalan dengan syariat (QS 42: 13). Tidak boleh mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maysir (untung-untungan), riba, dan hal-hal lain yang bersifat maksiat. Denga kata lain, ta awun harus diletakkan di atas nilai-nilai ketakwaan untuk kebajikan, dan bukan pelanggaran hukum syariah yang dapat menimbulkan pertentangan atau permusuhan. Hal ini sebagaimana perintah Allah dalam surat Al-Maidah ayat 2: Saling tolong menolonglah kalian dalam kebajikan dan takwa, dan jangan kalian saling tolongmenolong dalam dosa dan permusuhan Asuransi syariah merupakan sistem alternatif, tepatnya pengganti, atas pola asuransi konvensional yang menerapkan sistem atau akad pertukaran yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Pada sistem asuransi syariah, setiap peserta bermaksud tolong-menolong satu sama lain dengan menyisihkan sebagian dananya sebagai iuran kebajikan (tabarru ). Dana inilah yang digunakan untuk menyantuni siapapun diantara peserta asuransi yang mengalami musibah. Jadi bukan dalam bentuk akad pertukaran dianatara dua pihak, melainkan akad untuk saling tolong-menolong (takaafuli) di antara semua peserta. Seluruh dana premi yang terhimpun dikelola oleh perusahaan untuk investasi, re-asuransi, penyaluran manfaat asuransi, dan distribusi surplus operasi. Untuk semua jasa pengelolaan ini, perusahaan meminta kontribusi peserta yang jumlahnya pasti dan disetujui oleh peserta, serta bagian dari surplus operasi sesuai kesepakatan perusahaan dengan peserta yang prosentase nisbahnya ditetapkan sejak awal. (Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful) Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Di dalam operasional asuransi syariah yang sebenarnya terjadi adalah saling bertanggung jawab, bantu-membantu dan melindungi di antara para peserta sendiri. Perusahaan asuransi diberi kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, 23

25 memberikan santunan kepada yang mengalami musibah sesuai isi akta perjanjian tersebut. Keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh dari bagian keuntungan dana dari para peserta, yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistem bagi hasil). Para peserta asuransi syariah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan asuransi syariah berfungsi sebagai yang menjalankan modal. Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara para peserta dan perusahaan sesuai ketentuan yang telah disepakati. Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) terbagi dua sistem yaitu: 1. Sistem yang mengandung unsur tabungan Setiap peserta wajib membayar sejumlah uang secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat membayar premi tersebut, melalui rekening koran, giro atau membayar langsung. Peserta dapat memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan. Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi dalam dua rekening yang berbeda, yaitu: a. Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila: Perjanjian berakhir Peserta mengundurkan diri Peserta meninggal dunia b. Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, yang dibayarkan bila: Peserta meninggal dunia Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana) Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi denagn beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi), akan dibagi menurut prinsip Al- Mudharabah. Prosentase pembagian mudharabah (bagi hasil) dibuat dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta. 24

26 2. Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan Setiap premi yang dibayar oleh peserta, akan dimasukkan dalam Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila: Peserta meninggal dunia Perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana) Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syariah Islam. Keuntungan dari hasil investasi setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi), akan dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip Al-Mudharabah dalam suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta. (Sumber: "Takaful Asuransi Islam" oleh Tim Takaful) Pro Kontra Asuransi Modern Karena dirasa sudah melenceng jauh dari prinsip awal tentang asuransi mutual, banyak pihak dari kalangan Muslim yang merasa keberatan dengn praktek asuransi modern. Kontrak asuransi ditolak oleh ulama atau kalangan terpelajar Islam dengan berbagai alasan antara lain: 1. Asuransi modern merupakan kontrak perjudian 2. Asuransi hanyalah pertaruhan 3. Asuransi bersifat tidak pasti 4. Asuransi jiwa adalah alat dengan mana suatu usaha dilakukan untuk mengganti kehendak Tuhan 5. Dalam asuransi jiwa jumlah premi tidak tentu, karena peserta asuransi tidak tahu berapa kali cicilan yang akan dibayarkan sampai ia meninggal 6. Perusahaan asuransi menginvestasikan uang yang dibayarkan oleh peserta asuransi dalam surat berharga berbunga. Dalam hal asuransi jiwa si peserta asuransi atas kematiannya berhak mendapatkan jauh lebih banyak dari jumlah yang telah dibayarkannya yang merupakan riba 7. Seluruh bisnis asuransi didasarkan pada riba yang hukumnya haram. Jadi karena berbagai alasan itulah para ulama dengan tegas menyatakan perang terhadap prkatek asuransi modern. Para tokoh yang termasuk kontra asuransi modern antara lain : Sayyid Sabiq, Abdullah al-qalqii, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhii al-muth i (Muslehuddin, 1999). 25

27 Ditengah derasnya hujatan terhadap praktek asuransi modern ternyata ada beberapa ulama yang justru mendukung pelaksanaan asuransi modern. Para ulama yang pro tehadap asuransi modern tersebut berpendapat: 1. Asuransi bukan perjudian juga bukan pertaruhan karena didasarkan pada mutualitas (kebersamaan) dan kerja sama. Perjudian adalah suatu permainan keberuntungan dan karenanya merusak masyarakat. Asuransi adalah suatu anugerah bagi umat manusia, karena ia melindungi mereka dari bahaya yang mengancam jiwa dan harta mereka dan memberikan keuntungan bagi perdagangan dan industri. 2. Ketidakpastian dalam transaksi dilarang dalam Islam karena menyebabkan perselisihan. Jelas dari ucapan Nabi saw bahwa kontrak penjualan dilarang bila penjual tidak sanggup menyerahkan barang yang dijanjikan kepada pembeli karena sifatnya yang tidak tentu. Kontrak asuransi adalah salah satu ganti rugi yang sesuai dengan hukum Islam, karena telah diketahui jumlah hartanya. 3. Asuransi jiwa bukan alat untuk menolak kekuasaan Tuhan atau menggantikan kehendak-nya, karena asuransi ini tidak menjamin suatu peristiwa yang tidak terjadi tapi sebaliknya mengganti kerugian kepada peserta asuransi terhadap akibat-akibat dari suatu peristiwa atau resiko yang sudah ditentukan. Gerakan kooperatiflah yang mengurangi kerugian akibat peristiwa tertentu dan itu didukung oleh ayat Al Quran : Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)kebajikan dan taqwa dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. 4. Keberatan mengenai tidak tentunya asuransi jiwa dalam arti bahwa peserta suransi tidak mengetahui berapa banyak jumlah cicilan yang dibayarnya sampai kematiannya adalah tidak beralasan. 5. Keberatan mengenai riba dalam asuransi tak berguna sebab asuransi membolehkan peserta asuransi untuk tidak menerima lebih dari yang telah dibayarnya. Itulah secara ringkas pendapat dari pihak ulama yang pro terhadap praktek asuransi modern. Mereka juga menambahkan bahwasanya secara tidak langsung kontrak bantuan ( aqd al-muwalat) dalam Islam serupa dengan asuransi kewajiban. Para tokoh yang setuju dengan asuransi modern antara lain: Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa, Abd Rakhman Isa. 26

28 Begitulah seiring dengan perjalanan waktu perdebatan antara kaum pro dan kontra asuransi terus berlangsung. Ditengah perdebatan sengit tersebut kemudian muncul kaum yang moderat dalam arti mereka tidak langsung menolak asuransi modern namun juga tidak langsung membenarkan. Kaum ini berpendapat bahwa: 1. Asuransi kendaraan untuk perbaikannya tidak dilarang namun asuransi jiwa adalah semacam perjudian karena tidak ada pembenaran bagi seseorang yang memberikan hanya sebagian dari suatu jumlah untuk berhak mendapat seluruhnya jika ia meninggal (riba). 2. Sistem asuransi adalah haram jika dilandasarkan pada riba. Jelas ada unsur ketidak pastiandan kekacau-balauan dalam asuransi yang seringkali mengakibatkan kerugian bagi individu dan keuntungan yang banyak bagi perusahaan. 3. Asuransi dalam segalan jenisnya adalah contoh kerja sama dan berguna bagi masyarakat. Berdasar pandangan dari golongan ketiga inilah kemudian muncul pendapat bahwa asuransi sosial diperbolehkan akan tetapi asuransi komersial adalah haram hukumnya. Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh: Muhammda Abdu Zahrah. Perbedaan Asuransi Syariah dan Konvensional 1. Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong menolong). Dimana nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli(jual beli antara nasabah dengan perusahaan). Kontrak atau Akad Kejelasan kontrak atau akad dalam praktik muamalah menjadi prinsip karena akan menentukan sah atau tidaknya secara syariah. Demikian pula dengan kontrak antara peserta dengan perusahaan asuransi. Asuransi konvensional menerapkan kontrak yang dalam syariah disebut kontrak jual beli (tabaduli). Dalam kontrak ini harus memenuhi syarat-syarat kontrak jual-beli. Ketidakjelasaan persoalan besarnya premi yang harus dibayarkan karena bergantung terhadap usia peserta yang mana hanya Allah yang tau kapan kita meninggal mengakibatkan asuransi konvensional mengandung 27

29 apa yang disebut gharar ketidakjelasaan pada kontrak sehingga mengakibatkan akad pertukaran harta benda dalam asuransi konvensional dalam praktiknya cacat secara hukum. Sehingga dalam asuransi jiwa syariah kontrak yang digunakan bukan kontrak jual beli melainkan kontrak tolong menolong (takafuli). Jadi asuransi jiwa syariah menggunakan apa yang disebut sebagai kontrak tabarru yang dapat diartikan sebagai derma atau sumbangan. Kontrak ini adalah alternatif uang sah dan dibenarkan dalam melepaskan diri dari praktik yang diharamkan pada asuransi konvensional. Tujuan dari dana tabarru ini adalah memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu satu dengan yang lain sesama peserta asuransi syariah apabila diantaranya ada yang terkena musibah. Oleh karenanya dana tabarru disimpan dalam satu rekening khsusus, dimana bila terjadi risiko, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening dana tabarru yang sudah diniatkan oleh semua peserta untuk kepentingan tolong menolong. 2. Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah). Sedangkan pada asuransi konvensional investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga. Kontrak Mudharabah Penjelasan di atas, mengenai kontrak tabarru merupakan hibah yang dialokasikan bila terjadi musibah. Sedangkan unsur di dalam asuransi jiwa bisa juga berupa tabungan. Dalam asuransi jiwa syariah, tabungan atau investasi harus memenuhi syariah. Dalam hal ini, pola investasi bagi hasil adalah cirinya dimana perusahaan asuransi hanyalah pengelola dana yang terkumpul dari para peserta. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100 persen) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau 28

Pedoman Umum Asuransi Syariah

Pedoman Umum Asuransi Syariah Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pedoman Umum Asuransi Syariah Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah

Lebih terperinci

Tabarru' pada Asuransi Syari'ah

Tabarru' pada Asuransi Syari'ah Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Tabarru' pada Asuransi Syari'ah Kontribusi dari Administrator Tuesday, 23 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Sunday, 23 July 2006 Fatwa Dewan Syari'ah

Lebih terperinci

) **+*&,'**- *** *.'/ %$!. 01&2*3+*&41&**5$ (+2 Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yan

) **+*&,'**- *** *.'/ %$!. 01&2*3+*&41&**5$ (+2 Hai orang-orang yang beriman tunaikanlah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yan DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 21/DSN-MUI/X/2000 Tentang PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARI AH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa dalam menyongsong

Lebih terperinci

Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kep

Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kep DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 39/DSN-MUI/X/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang ASURANSI HAJI Menimbang : a. bahwa perjalanan haji mengandung

Lebih terperinci

Asuransi Syariah. Insurance Goes To Campus. Oleh: Subchan Al Rasjid. Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 17 Oktober 2013

Asuransi Syariah. Insurance Goes To Campus. Oleh: Subchan Al Rasjid. Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 17 Oktober 2013 Insurance Goes To Campus Universitas Muhammadiyah Malang Malang, 17 Oktober 2013 Asuransi Syariah Oleh: Subchan Al Rasjid Sharia Division Sharia - Marketing Manager PT. BNI Life Insurance Pengertian Asuransi-text

Lebih terperinci

Sekretariat : Jl. Dempo No. 19 Pegangsaan - Jakarta Pusat Telp. (021) Fax: (021)

Sekretariat : Jl. Dempo No. 19 Pegangsaan - Jakarta Pusat Telp. (021) Fax: (021) Sekretariat : Jl. Dempo No. 19 Pegangsaan - Jakarta Pusat 10320 Telp. (021) 390 4146 Fax: (021) 3190 3288 FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang PENGEMBALIAN DANA TABARRU BAGI PESERTA

Lebih terperinci

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 29/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PEMBIAYAAN PENGURUSAN HAJI LEMBAGA KEUANGAN SYARI AH Menimbang

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang Fatwa Pedoman Asuransi Syariah 1 FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang PENGEMBALIAN KONTRIBUSI TABARRU BAGI PESERTA ASURANSI YANG BERHENTI SEBELUM MASA PERJANJIAN BERAKHIR ا ا رل

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27 DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 38/DSN-MUI/X/2002 Tentang SERTIFIKAT INVESTASI MUDHARABAH ANTAR BANK (SERTIFIKAT IMA) Dewan Syari ah Nasional, setelah

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 37/DSN-MUI/IX/2002 Tentang PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARI AH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang

Lebih terperinci

Mudharabah Musytakarah

Mudharabah Musytakarah Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Mudharabah Musytakarah Kontribusi dari Administrator Tuesday, 23 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Tuesday, 23 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

Konversi Akad Murabahah

Konversi Akad Murabahah Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Konversi Akad Murabahah Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 46/DSN-MUI/VII/2005 Tentang POTONGAN TAGIHAN MURABAHAH (AL-KHASHM FI AL-MURABAHAH) Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah: Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 48/DSN-MUI/II/2005 Tentang Dewan Syariah Nasional setelah, PENJADWALAN KEMBALI TAGIHAN MURABAHAH Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada pembiayaan

Lebih terperinci

Mudharabah Musytarakah Asuransi

Mudharabah Musytarakah Asuransi Mudharabah Musytarakah Asuransi Kontribusi dari Administrator Tuesday, 23 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Sunday, 18 June 2006 Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Fatwa Dewan Syari'ah

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pembiayaan Multijasa Kontribusi dari Administrator Thursday, 18 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Thursday, 18 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 78/DSN-MUI/IX/2010 Tentang MEKANISME DAN INSTRUMEN PASAR UANG ANTARBANK BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia setelah: Menimbang :

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 31/DSN-MUI/VI/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang PENGALIHAN HUTANG Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa

Lebih terperinci

c. QS. al-ma idah [5]: 6: 78.9&:;8&<,-.,, &DEF2 4A0.0BC 78#1 #F7"; 1, 4&G5)42 # % J5#,#;52 #HI Hai orang yang beriman, janganlah ke

c. QS. al-ma idah [5]: 6: 78.9&:;8&<,-.,, &DEF2 4A0.0BC 78#1 #F7; 1, 4&G5)42 # % J5#,#;52 #HI Hai orang yang beriman, janganlah ke FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 47/DSN-MUI/II/2005 Tentang PENYELESAIAN PIUTANG MURABAHAH BAGI NASABAH TIDAK MAMPU MEMBAYAR Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam

Lebih terperinci

b. Undang-undang RI. Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. c. Surat dari PT. Danareksa Investment Management, nomor S-09/01/DPS- DIM. d. Pendapat pe

b. Undang-undang RI. Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. c. Surat dari PT. Danareksa Investment Management, nomor S-09/01/DPS- DIM. d. Pendapat pe DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 20/ DSN-MUI/IX/2000 Tentang PEDOMAN PELAKSANAAN INVESTASI UNTUK REKSA DANA SYARIAH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle L/C Impor Syariah Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Tidak hanya untuk kepentingan pribadi dan keluarga, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi. Tidak hanya untuk kepentingan pribadi dan keluarga, tetapi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan non bank yang bergerak dalam bidang usaha (bisnis) pengelolaan atau penanggulangan risiko, pada hakikatnya bertujuan

Lebih terperinci

SALINAN NOMOR 18 /PMK.010/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH

SALINAN NOMOR 18 /PMK.010/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN NOMOR 18 /PMK.010/2010 TENTANG PENERAPAN PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Mudharabah (Qiradh) Kontribusi dari Administrator Saturday, 15 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

Sharing (berbagi resiko). Cara pembayarannya sesuai dengan kebutuhan

Sharing (berbagi resiko). Cara pembayarannya sesuai dengan kebutuhan 62 BAB IV ANALISIS FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 81/DSN- MUI/III/2011 TERHADAP MEKANISME PENGEMBALIAN DANA TABARRU BAGI PESERTA YANG BERHENTI SEBELUM MASA PEMBAYARAN BERAKHIR PADA PRODUK PRULINK SYARIAH

Lebih terperinci

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3" Orang yang makan (mengambil) riba ti

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah [2]: 275: &$!%#*#$ 234 +#,-.,(/01 '() )5'(2%6.789:;<= & #AB7CDE3 Orang yang makan (mengambil) riba ti DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 30/DSN-MUI/VI/2002 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARI AH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Reksadana Syariah

Pedoman Pelaksanaan Reksadana Syariah Pedoman Pelaksanaan Reksadana Syariah Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Fatwa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Pemberian Komisi Kepada

Lebih terperinci

yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.

yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya. Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin) untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai konsekuensi dari pada akad itu, baik itu

Lebih terperinci

Unsur Fatwa Ketentuan dalam fatwa Implementasi di AJB tijarah tabarru

Unsur Fatwa Ketentuan dalam fatwa Implementasi di AJB tijarah tabarru Asuransi Syariah (Ta min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru yang memberikan

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pengalihan Hutang Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

(dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang me

(dari mengambil riba), maka bagiannya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang me FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 49/DSN-MUI/II/2005 Tentang KONVERSI AKAD MURABAHAH Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Murabahah Kontribusi dari Administrator Saturday, 15 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis

Lebih terperinci

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH SESI 11: Akuntansi Pengelola Dana Asuransi Syariah Achmad Zaky,MSA.,Ak.,SAS.,CMA.,CA 2 DEFINISI : FATWA DSN NO 21/DSN-MUI/X/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM ASURANSI SYARIAH Asuransi

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada bagian ini penulis akan menyajikan kesesuaian praktik akad asuransi

BAB V PEMBAHASAN. Pada bagian ini penulis akan menyajikan kesesuaian praktik akad asuransi 140 BAB V PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan menyajikan kesesuaian praktik akad asuransi syariah pada Asuransi Bumiputera Syariah dan Asuransi Manulife Syariah Kantor Unit Pemasaran Tulungagung dengan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (studi tentang ketentuan yang berlaku pada PT. Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya Surabaya) A. Analisis Hukum

Lebih terperinci

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%:  #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 32/DSN-MUI/IX/2002 Dewan Syari ah Nasional, setelah Tentang OBLIGASI SYARIAH Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk instrumen

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO.53/DSN-MUI/III/2006 TENTANG AKAD TABARRU

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO.53/DSN-MUI/III/2006 TENTANG AKAD TABARRU Lampiran 1 FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO.53/DSN-MUI/III/2006 TENTANG AKAD TABARRU PADA ASURANSI SYARIAH DAN REASURANSI SYARIAH MEMUTUSKAN Menetapkan : FATWA TENTANG AKAD TABARRU PADA ASURANSI SYARIAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Akad Tabarru Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Akad Tabarru Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga 91 BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Akad Tabarru Pada PT. Asuransi Takaful Keluarga Bandar Lampung Harta Hak milik dalam arti sebenarnya tidak hanya sekedar aset biasa, akan tetapi memiliki arti yang sangat

Lebih terperinci

PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE KONSEP SYARIAH

PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE KONSEP SYARIAH PT PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE KONSEP SYARIAH Always Listening, Always Understanding 10 PENGENALAN SYARIAH Syariah Syariah = Undang-undang Islam Definisi : Jalan yang lurus Sumber : Al Quran (45:18) ~ kemudian

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian serta analisis hasil penelitian yang telah dikemukakan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian serta analisis hasil penelitian yang telah dikemukakan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian serta analisis hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bagian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Konsep

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SISTEM BAGI HASIL PRODUK ASURANSI HAJI MITRA MABRUR. A. Pembiayaan Dana Haji Mitra Mabrur AJB Bumiputera 1912 Syari ah

BAB IV ANALISIS SISTEM BAGI HASIL PRODUK ASURANSI HAJI MITRA MABRUR. A. Pembiayaan Dana Haji Mitra Mabrur AJB Bumiputera 1912 Syari ah BAB IV ANALISIS SISTEM BAGI HASIL PRODUK ASURANSI HAJI MITRA MABRUR A. Pembiayaan Dana Haji Mitra Mabrur AJB Bumiputera 1912 Syari ah Setiap umat Islam dimanapun berada tidak ada yang tidak rindu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan investasi yang di selenggarakan sesuai dengan syariah.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan investasi yang di selenggarakan sesuai dengan syariah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuransi syariah merupakan prinsip perjanjian berdasarkan hukum islam antara perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan pihak lain, dalam menerima amanah

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang HAWALAH BIL UJRAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang HAWALAH BIL UJRAH FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 58/DSN-MUI/V/2007 Tentang HAWALAH BIL UJRAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN_MUI) setelah: Menimbang : a. bahwa fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Lebih terperinci

POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH SYARIAH

POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH SYARIAH POLIS ASURANSI DEMAM BERDARAH SYARIAH Bahwa Peserta telah mengajukan suatu permohonan tertulis yang menjadi dasar dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Polis ini, Pengelola akan membayar santunan

Lebih terperinci

Dan Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa at) sampai ia dewasa penuhilah janji; sesungguhnya janji

Dan Janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfa at) sampai ia dewasa penuhilah janji; sesungguhnya janji FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 45/DSN-MUI/II/2005 Tentang LINE FACILITY (AT-TASHILAT) Dewan Syariah Nasional setelah, Menimbang : a. bahwa salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan yang menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2014, hlm.viii. 2 Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Perbankan Syariah, Gaung Persada Pers Group, Cet ke-1, Jakarta, 2014, hlm.100.

BAB I PENDAHULUAN. 2014, hlm.viii. 2 Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Perbankan Syariah, Gaung Persada Pers Group, Cet ke-1, Jakarta, 2014, hlm.100. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Umat Islam pada zaman sekarang ini semakin bersemangat untuk merealisasikan syariat di dalam kehidupan mereka sehingga dapat sesuai dengan tuntutan al-qur an dan al-sunnah.

Lebih terperinci

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta Telp. (021) Fax: (021)

Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta Telp. (021) Fax: (021) Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta 10320 Telp. (021) 392 4667 Fax: (021) 391 8917 FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 71/DSN-MUI/VI/2008 Tentang SALE AND LEASE BACK ( )

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH A. Analisis Terhadap Klaim Asuransi Dalam Akad Wakalah Bil Ujrah. Klaim adalah aplikasinya oleh peserta untuk memperoleh

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle Wakalah bil Ujrah Kontribusi dari Administrator Tuesday, 23 May 2006 Terakhir kali diperbaharui Tuesday, 23 May 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

Asuransi syariah: usaha saling melindungi & tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dlm bentuk aset dan/atau tabarru (hibah)

Asuransi syariah: usaha saling melindungi & tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dlm bentuk aset dan/atau tabarru (hibah) Asuransi syariah: usaha saling melindungi & tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dlm bentuk aset dan/atau tabarru (hibah) yg memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko

Lebih terperinci

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY Ya Allah, cukupkanlah diriku dengan rizki-mu yang halal dari rizki-mu yang haram dan cukupkanlah diriku dengan keutamaan-mu dari selain-mu. (HR. At-Tirmidzi dalam Kitabud

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS A. TINJAUAN TERHADAP APLIKASI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI TENTANG ASURANSI SYARIAH

BAB V ANALISIS A. TINJAUAN TERHADAP APLIKASI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI TENTANG ASURANSI SYARIAH BAB V ANALISIS A. TINJAUAN TERHADAP APLIKASI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI TENTANG ASURANSI SYARIAH 1. Fatwa No: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional

Lebih terperinci

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 13 Tahun 2011 Tentang HUKUM ZAKAT ATAS HARTA HARAM Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), setelah : MENIMBANG : a. bahwa seiring dengan pesatnya sosialisasi kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alat analisis. Hal ini disebabkan karena di masa datang penuh dengan

BAB I PENDAHULUAN. alat analisis. Hal ini disebabkan karena di masa datang penuh dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kita sebagai manusia tidak seorangpun mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa datang secara sempurna walaupun menggunakan berbagai alat analisis. Hal ini

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN SISTEM MUD{A>RABAH MUSYA>RAKAH PADA PT. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA SURABAYA A. Analisa Terhadap Penerapan Sistem Mud{a>rabah Musya>rakah Pada PT. Asuransi

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Halal Guide.INFO Guide to Halal and Islamic Lifestyle L/C Ekspor Syariah Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGALIHAN DANA TABARRU UNTUK MENUTUP KREDIT MACET DI KJKS SARI ANAS SEMOLOWARU SURABAYA Lembaga-lembaga keuangan muncul karena tuntutan obyek yang berlandaskan

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang AKAD JU ALAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang AKAD JU ALAH Sekretariat : Gedung MUI Lt.3 Jl. Proklamasi No. 51 Menteng - Jakarta 10320 Telp. (021) 392 4667 Fax: (021) 391 8917 FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang AKAD JU ALAH Dewan Syariah

Lebih terperinci

BAB 1V REASURANSI PADA TABUNGAN INVESTASI DI BANK SYARIAH BUKOPIN SIDOARJO DITINJAU DARI HUKUM ISLAM

BAB 1V REASURANSI PADA TABUNGAN INVESTASI DI BANK SYARIAH BUKOPIN SIDOARJO DITINJAU DARI HUKUM ISLAM BAB 1V REASURANSI PADA TABUNGAN INVESTASI DI BANK SYARIAH BUKOPIN SIDOARJO DITINJAU DARI HUKUM ISLAM A. Aplikasi Reasuransi pada Tabungan Investasi di Bank Syariah Bukopin Sidoarjo PT Bank Syariah Bukopin

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang

BAB II DASAR TEORI. mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang BAB II DASAR TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Bank Syariah Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang operasional dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis terhadap praktik utang piutang berhadiah di Desa Sugihwaras Kecamatan

Lebih terperinci

Religion Pandangan Islam Mengenai Asuransi

Religion Pandangan Islam Mengenai Asuransi Religion Pandangan Islam Mengenai Asuransi Keyakinan kita sebagai muslim adalah bahwa dalam dunia ini segala sesuatu terjadi berdasarkan atas kehendak Allah subhanahu wa ta ala (SWT). Dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN BISNIS MELALUI MODEL WARALABA SYARI AH DI LAUNDRY POLARIS SEMARANG Pengembangan Bisnis Melalui Model Waralaba Syari ah di Laundry Polaris Semarang Di dalam konteks fiqh klasik

Lebih terperinci

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI

MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI 22 BAB II MURA>BAH}AH DAN FATWA DSN-MUI A. Mura>bah}ah 1. Pengertian Mura>bah}ah Terdapat beberapa muraba>h}ah pengertian tentang yang diuraikan dalam beberapa literatur, antara lain: a. Muraba>h}ah adalah

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Pengelolaan dana tabarru pada AJB Bumiputra 1912 kantor cabang

BAB IV ANALISIS. A. Pengelolaan dana tabarru pada AJB Bumiputra 1912 kantor cabang 52 BAB IV ANALISIS A. Pengelolaan dana tabarru pada AJB Bumiputra 1912 kantor cabang syariah di Semarang Berikut ini akan dijelaskan pengelolaan dana tabarru yang terdapat pada AJB Bumiputera Unit Syariah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan Industri Asuransi Jiwa Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pertumbuhan Industri Asuransi Jiwa Di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri asuransi jiwa di Indonesia berkembang cukup pesat dan memainkan peranan yang cukup besar dalam perekonomian di Indonesia dewasa ini. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, definisi asuransi adalah:

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, definisi asuransi adalah: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Asuransi Syariah II.1.1. Pengertian Asuransi Sesuai dengan ketetapan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, definisi asuransi adalah:

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 57/DSN-MUI/V/2007 Tentang LETTER OF CREDIT (L/C) DENGAN AKAD KAFALAH BIL UJRAH

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 57/DSN-MUI/V/2007 Tentang LETTER OF CREDIT (L/C) DENGAN AKAD KAFALAH BIL UJRAH FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 57/DSN-MUI/V/2007 Tentang LETTER OF CREDIT (L/C) DENGAN AKAD KAFALAH BIL UJRAH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah: Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS 21 BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS A. Latar belakang Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih lagi menyangkut lembaga perekonomian umat Islam. Hal ini karena agama

BAB I PENDAHULUAN. lebih lagi menyangkut lembaga perekonomian umat Islam. Hal ini karena agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agama Islam sebagai ajaran rahmatan lil `alamin, pada dasarnya membuka peluang kepada siapapun untuk mengembangkan usaha di bidang perekonomian, lebih lagi menyangkut

Lebih terperinci

PRAKTIK ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH

PRAKTIK ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH 0 PRAKTIK ASURANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJELIS ULAMA INDONESIA DAN KOMPILASI HUKUM EKONOMI SYARIAH (Studi Multi Situs pada Asuransi Bumiputera Syariah dan Asuransi Manulife

Lebih terperinci

RIBA DAN BUNGA BANK Oleh _Leyla Fajri Hal. 1

RIBA DAN BUNGA BANK Oleh _Leyla Fajri Hal. 1 Hal. 1 MAKALAH Oleh : Leyla Fajri BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak tahun 1960-an perbincangan mengenai larangan riba bunga Bank semakin naik ke permukaan. Setidaknya terdapat dua pendapat yang

Lebih terperinci

perbankan di Indonesia menganut dual banking system yaitu perbankan konvensional dan

perbankan di Indonesia menganut dual banking system yaitu perbankan konvensional dan Latar Belakang Fenomena meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan sistem perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah mendapat respon positif dari pemerintah dengan dikeluarkannya UU Nomor

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah.

LAMPIRAN. Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. LAMPIRAN Lampiran : Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 20/DSN-MUI/IV/2001 Tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle Pasar Modal Kontribusi dari Administrator Sunday, 16 April 2006 Terakhir kali diperbaharui Saturday, 22 April 2006 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 40/DSN-MUI/X/2003, tentang Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi sangat besar baik itu

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan khususnya kehidupan ekonomi sangat besar baik itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini bahaya kerusakan dan kerugian adalah kenyataan yang harus dihadapi manusia di dunia. Sehingga kemungkinan terjadi risiko dalam kehidupan khususnya

Lebih terperinci

uang perakmu ini. Dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik bagimu, dan hendaklah ia b

uang perakmu ini. Dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan yang lebih baik bagimu, dan hendaklah ia b DEWAN SYARI AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL NO: 34/DSN-MUI/IX/2002 Tentang LETTER OF CREDIT (L/C) IMPOR SYARIAH Dewan Syari ah Nasional, setelah Menimbang : a. bahwa salah

Lebih terperinci

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya BAB IV ANALISIS FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 08/DSN-MUI/IV/2000 TERHADAP PENANGGUNGAN RISIKO OLEH NASABAH DALAM AKAD PEMBIAYAAN MUSHᾹRAKAH DI BMT MUDA KEDINDING SURABAYA A. Analisis Aplikasi Penanggungan

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI JIWA DALAM HUKUM ISLAM

BAB II ASURANSI JIWA DALAM HUKUM ISLAM BAB II ASURANSI JIWA DALAM HUKUM ISLAM A. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam bahasa Arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta mi>n, penanggung disebut mu ammin, tertanggung disebut mu amman lahu atau musta

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONTRAK OPSI SAHAM DI BURSA EFEK INDONESIA SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Bursa Efek Indonesia Surabaya Ada dua jenis perdagangan di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. syariah yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor

BAB V PENUTUP. syariah yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Keberadaaan prinsip indemnitas pada asuransi syariah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Hal ini berdasarkan fatwa-fatwa yang terkait dengan asuransi syariah yaitu Fatwa

Lebih terperinci

WACANA MENGENAI ASURANSI SYARIAH

WACANA MENGENAI ASURANSI SYARIAH WACANA MENGENAI ASURANSI SYARIAH Joko Tri Haryanto Pendahuluan Masih segar dalam ingatan kita tentang peristiwa yang menimpa dunia asuransi Indonesia dimana banyak perusahaan asuransi yang digugat pailit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Implementasi Program Asuransi Pertanian terhadap Pendapatan. Petani Anggota Gapoktan Bangkit Jaya

BAB IV ANALISIS DATA. A. Implementasi Program Asuransi Pertanian terhadap Pendapatan. Petani Anggota Gapoktan Bangkit Jaya BAB IV ANALISIS DATA Berdasarkan uraian pada BAB II tentang landasan teori mengenai asuransi dan pendapatan dan BAB III yang berisi tentang hasil penelitian, maka dalam BAB IV penulis akan mencoba melakukan

Lebih terperinci

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH KONVERSI

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH KONVERSI FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO: 59/DSN-MUI/V/2007 Tentang OBLIGASI SYARIAH MUDHARABAH KONVERSI Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setelah: Menimbang : a. bahwa obligasi syariah

Lebih terperinci

Lahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat

Lahirnya ini disebabkan munculnya perbedaan pendapat BAB IV ANALISIS PANDANGAN TOKOH NAHDLATUL ULAMA (NU) DAN MUHAMMADIYAH KOTA MADIUN TENTANG BPJS KESEHATAN A. Analisis Hukum Islam Terhadap Pandangan Tokoh Nahdlatul Ulama NU) Dan Muhammadiyah Kota Madiun

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 69 /POJK.05/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERUSAHAAN ASURANSI, PERUSAHAAN ASURANSI SYARIAH, PERUSAHAAN REASURANSI,

Lebih terperinci

Prinsip Syariah pada Pasar Keuangan October Bagaimana cara mengembangkan pasar?

Prinsip Syariah pada Pasar Keuangan October Bagaimana cara mengembangkan pasar? Prinsip Syariah pada Pasar Keuangan Iwan P. Pontjowinoto Pasar & Pasar Keuangan Apa itu pasar? Bagaimana cara mengembangkan pasar? Apa itu pasar ikan? Apa itu pasar tekstil? Apa itu Pasar Senen? Apakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan

BAB I PENDAHULUAN. investasi yang membutuhkan modal yang besar tidak mungkin dipenuhi tanpa bantuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan telah berperan sangat besar dalam pengembangan dan pertumbuhan masyarakat industri modern. Produksi berskala besar dengan kebutuhan investasi yang

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA 54 BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA A. Analisis terhadap mekanisme transaksi pembayaran dengan cek lebih Akad merupakan suatu perikatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ASURANSI JIWA PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG LARANGAN SIDOARJO A. Aplikasi Akad Mura>bah}ah pada Pembiayaan di BMT UGT Sidogiri Cabang Larangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu di masa datang hanya dapat direkayasa semata.

BAB I PENDAHULUAN. Jadi wajar jika terjadinya sesuatu di masa datang hanya dapat direkayasa semata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kita sebagai manusia tak seorang pun mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa datang secara sempurna walaupun menggunakan berbagai alat analisis. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami musibah, dan ia tidak memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti akan mengalami musibah, dan ia tidak memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti akan mengalami musibah, dan ia tidak memiliki sedikit pun kemampuan untuk menolak kedatangannya. Salah satu usaha yang dapat dilakukannya

Lebih terperinci

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al 48 BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al Qardh Pada dasarnya ijab qabul harus dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA A. Analisis Implementasi Ijārah Jasa Simpan di Pegadaian Syariah Cabang Blauran Surabaya

Lebih terperinci

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan

BAB IV. pembiayaan-pembiayaan pada nasabah. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD MURA>BAH{AH DENGAN TAMBAHAN DENDA PADA KELOMPOK UKM BINAAN DI BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL (BTPN) SYARIAH SURABAYA A. Analisis Aplikasi Akad Mura>bah{ah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi merupakan kasus yang sangat ditakuti oleh setiap negara di dunia. Hal ini membuat setiap negara berusaha untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Oleh

Lebih terperinci

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si. Secara bahasa Rahn berarti tetap dan lestari. Sering disebut Al Habsu artinya penahan. Ni matun rahinah artinya karunia yang tetap dan lestari. Secara teknis menahan salah

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Operasional Produk Mitra Mabrur Plus. masyarakat sebagai calon peserta asuransi.

BAB V PEMBAHASAN. A. Operasional Produk Mitra Mabrur Plus. masyarakat sebagai calon peserta asuransi. BAB V PEMBAHASAN A. Operasional Produk Mitra Mabrur Plus Sebagai sebuah perusahaan asuransi, maka asuransi syariah menawarkan produk-produk perasuransiannya. Produk asuransi yang dimaksud di sini adalah

Lebih terperinci